• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Perubahan Penggunaan Lahan, Komoditas Unggulan Perkebunan Dan Arahan Pengembangannya Di Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Perubahan Penggunaan Lahan, Komoditas Unggulan Perkebunan Dan Arahan Pengembangannya Di Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi"

Copied!
125
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN,

KOMODITAS UNGGULAN PERKEBUNAN DAN ARAHAN

PENGEMBANGANNYA DI KABUPATEN BUNGO,

PROVINSI JAMBI

LILI SURYANI

A156130021

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Perubahan

Penggunaan Lahan, Komoditas Unggulan Perkebunan dan Arahan

Pengembangannya di Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2015

(3)

RINGKASAN

LILI SURYANI. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan, Komoditas Unggulan Perkebunan dan Arahan Pengembangannya di Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi. Dibimbing oleh SANTUN R.P. SITORUS dan KHURSATUL MUNIBAH.

Kabupaten Bungo pada beberapa dekade telah mengalami perubahan penggunaan lahan yang cukup signifikan. Pada selang waktu delapan tahun (1993-2001) penggunaan lahan di Kabupaten Bungo mengalami perubahan yang cukup signifikan yaitu kelapa sawit meningkat sebesar 41.159 ha (8,8 %), dan karet sebesar 27.831 ha (5.9%). Kabupaten Bungo memiliki tingkat pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi yaitu sebesar 3% dengan jumlah penduduk sebanyak 320.300 jiwa pada tahun 2012. Keadaan ini menjadi salah satu faktor yang diduga mengakibatkan tekanan terhadap perubahan penggunaan lahan dari satu penggunaan beralih fungsi ke penggunaan lahan lainnya.

Masalah lainnya adalah Kabupaten Bungo merupakan jalur lintas sumatera, dan sejak tahun 2012 didirikan Bandar Udara Muara Bungo memicu perkembangan pesat terhadap perubahan penggunaan lahan yang ada dan seringkali hutan, perkebunan karet, lahan terbuka dikonversikan untuk pemukiman, kawasan perdagangan, dan jasa-jasa. Di sisi lain, terkaitan dengan kebijakan penggunaan lahan yang sentralistik dengan adanya peraturan pemerintah terkait dengan otonomi daerah. Tujuan penelitian ini adalah 1) Menganalisis dan memetakan jenis penggunaan lahan sekarang (eksisting), 2) Menganalisis perubahan penggunaan lahan dan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan, 3) Menganalisis komoditas unggulan perkebunan dan lahan yang berpotensi untuk pengembangannya, 4) Menganalisis tingkat perkembangan wilayah Kabupaten Bungo, dan 5) Menyusun arahan pengembangan komoditas perkebunan dalam rangka pengembangan wilayah di Kabupaten Bungo.

Penelitian dilakukan di Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi. Data yang digunakan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung dilapang dengan wawancara, penyebaran kuesioner, observasi, dan dokumentasi. Data sekunder berupa data-data statistik meliputi: keragaman fasilitas sosial, ekonomi, dan pendidikan tahun 2006 dan 2013, luas lahan untuk berbagai jenis komoditas perkebunan tahun 2010 dan tahun 2013, jumlah penduduk tahun 2006 dan tahun 2013 yang diperoleh dari Buku Bungo Dalam Angka 2007 dan tahun 2014. Adapun metode dan teknik analisis data dalam penelitian ini adalah: Digitasi visual, Overlay, Metode Multinomial Logit, Shift Share Analysis (SSA), metode Location Quotient (LQ), Metode skalogram, dan Analisis deskriptif.

(4)

Perubahan non hutan ke penggunaan lain dimana pola ruang yang dialokasikan untuk pertanian lahan kering berpengaruh negatif terhadap peluang perubahan tegalan menjadi karet, tegalan menjadi kelapa sawit, tegalan menjadi kebun campuran, tegalan menjadi pemukiman, dan tegalan menjadi sawah. Berdasarkan hasil analisis Location Quotient (LQ) dan Shift Share Analysis (SSA) secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa terdapat tiga jenis komoditas unggulan yang dijadikan prioritas utama untuk dikembangkan disetiap kecamatan yang ada di Kabupaten Bungo yaitu: karet, kelapa sawit dan kelapa dalam. Berdasarkan hasil analisis Skalogram menggunakan data jumlah jenis fasilitas tahun 2006 dan 2013, terdapat satu kecamatan yang memiliki peningkatan hirarki yaitu Kecamatan Rantau Pandan. Arahan untuk pengembangan komoditas unggulan adalah komoditas karet, utamanya di Kecamatan Pelepat dan kelapa sawit utamanya di Kecamatan Pelepat Ilir, sedangkan komoditas kelapa dalam, merupakan komoditas penunjang di Kecamatan Pasar Bungo.

(5)

SUMMARY

LILI SURYANI. An Analysis of Land Use Change, Plantation Superior Commodities and then Referral Development in Bungo Regency, Jambi Province. Supervised by SANTUN R. P. SITORUS and KHURSATUL MUNIBAH.

Bungo Regency in decades has undergone a change in land use significantly. The intervening eight years (1993-2001), land use in Bungo Regency undergo significant changes, which palm oil increased by 41.159 Ha (8,8%) and rubber 27.831 Ha (5,9%). Bungo Regency has a quite high growth rate population at 3% with 320.300 inhabitants in 2012. This situation presumably result in pressures on land use change from one use to become another function land use.

Another problem is Bungo Regency located in Sumatran traffic lane, and since 2012 was built Muara Bungo Airport trigger the rapid development of the existing land use change and often forests, rubber plantations, open land converted to residential, trade center and services. On the other hand, land use policies that are centralized with the government regulations related to regional autonomy. The purpose of this research is 1) to analyze and map the types of land use at present (existing), 2) to analyze land use change and the factors that caused the change, 3) to analyze the main commodity of plantation and land potential for development, 4) to analyze the level development of Bungo Regency, and 5) to establish the referrals of plantation commodity development in the framework of regional development in Bungo Regency.

This research was held in district of Bungo for Jambi Province. The used data were consist of premier and secondary data. Premier data are obtained by direct observation in the field with interview, questionnaries, observation and documentation. Secondary data such as statistical covering: diversity of social facilities, economics and education on 2006 and 2013, the land area for various types of commodities on 2010 and 2013, the total of population on 2006 and 2013 taken from book of Bungo in the Number on 2007 and 2014. The methode and techniques of analysis in this study is visual digitization, overlay,multinomial Logit methode, Shift Share Analysis (SSA), Location Quotient (LQ) methode, skalogram methode and descritive analysis.

(6)

on the analysis by using the number of facilities in 2006 and 2013 Skalogram analysis, there is one districts increase of hierarchy found in Rantau Pandan Distric. The main development referal for superior commodity is rubber commodity, especially at Pelepat sub-district, palm oil is especially for Pelepat Ilir, in otherwise coconut commodity is only support commodity at Pasar Bungo sub-district.

(7)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(8)

ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN,

KOMODITAS UNGGULAN PERKEBUNAN DAN ARAHAN

PENGEMBANGANNYA DI KABUPATEN BUNGO,

PROVINSI JAMBI

LILI SURYANI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)
(10)

Judul Tesis : Analisis perubahan penggunaan lahan, komoditas unggulan perkebunan dan arahan pengembangannya di Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi

Nama : Lili Suryani

NIM : A156130021

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Prof. Dr Ir Santun R.P. Sitorus Dr Khursatul Munibah, M.Sc.

Ketua Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Ilmu Perencanaan Wilayah

Prof. Dr Ir Santun R.P. Sitorus Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr.

(11)

PRAKATA

Alhamdulillahirrobbil’alamin, Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis penelitian yang berjudul “Analisis perubahan penggunaan lahan, komoditas unggulan perkebunan dan arahan pengembangannya di Kabupaten Bungo”.

Penulis menyampaikan rasa hormat dan ucapan terima kasih serta penghargaan sebesar-besarnya kepada :

1. Papa dan mama tercinta atas segala doa, kasih sayang, pengorbanan, perjuangan, perhatian dan dukungannya yang tulus sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan jenjang S2. Ucapan terima kasih juga kepada suami tercinta dan jagoan kecilku yang selalu menyayangi, mendampingi, memberikan dukungan, perjuangan serta pengorbanannya baik itu waktu, biaya, dan tenaga. Kakanda dan adinda serta keluarga besar tercinta atas doa, dukungan dan perhatiannya.

2. Rasa hormat dan terima kasih kepada Prof. Dr Ir Santun R.P. Sitorus dan Dr Khursatul Munibah, M.Sc. selaku komisi pembimbing dan berturut-turut juga sebagai ketua dan sekretaris Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah (PWL) dengan kesabaran dan keikhlasan dalam membimbing, memberikan masukan, pengajaran sehingga membuka wawasan penulis selama menyelesaikan tesis ini.

3. Teman-teman sekaligus saudaraku seperjuangan PWL 2013 yang sangat kompak dalam kebersamaannya, terima kasih atas bantuan, kerjasama, arahan-arahan serta nasehat yang bersifat membangun bagi penulis baik dalam hal perkuliahan maupun dalam kehidupan sehari-hari.

4. Serta semua pihak yang namanya tidak tercantum yang telah memberikan andil secara ikhlas membantu penulis dalam berbagai hal, baik dalam penelitian lapangan maupun di bangku perkuliahan.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa karya ini masih jauh dari kata sempurna dan dengan segala kerendahan hati penulis sangat berharap ada kritikan dan saran yang positif yang bersifat membangun dalam mengembangkan karya ini, sehingga dapat membawa manfaat dan memberikan citra yang positif di kalangan dunia pendidikan.

Bogor, September 2015

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL iii

DAFTAR GAMBAR iv

DAFTAR LAMPIRAN v

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 5

Manfaat Penelitian 5

Kerangka Pemikiran Penelitian 6

TINJAUAN PUSTAKA 8

Penggunaan Lahan 8

Perubahan Penggunaan Lahan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya 9 Aplikasi Sistem Informasi Geografi (SIG) dalam Mengidentifikasi 11 Perubahan Penggunaan Lahan

Komoditas Basis dan Komoditas Unggulan 12

Analisis Tingkat Perkembangan Wilayah 14

Perencanaan Penggunaan Lahan untuk Komoditas Unggulan 15

Arahan Pengembangan Komoditas Unggulan 16

BAHAN DAN METODE 18

Waktu dan Tempat 18

Jenis dan Sumber Data 18

Metode Analisis 21

Tahap Persiapan dan Pengumpulan Data 21

Tahap Analisis Data 21

Analisis Penggunaan Lahan Sekarang (Eksisting) 21

Analisis Perubahan Penggunaan Lahan dan Analisis Faktor-faktor yang 22 Menyebabkan Terjadinya Penentu Perubahan

Analisis Komoditas Unggulan Perkebunan 23

Analisis Tingkat Perkembangan Wilayah 25

Arahan Pengembangan Komoditas Unggulan Perkebunan 26

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 29

Geografi, Iklim dan Kondisi Fisik 29

Pemerintahan 29

Demografis 30

Sosial Ekonomi 32

Sosial Budaya 33

HASIL DAN PEMBAHASAN 35

Penggunaan Lahan Kabupaten Bungo Tahun 2015 35

Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 1993, 2006, dan 2013 40

(13)

Identifikasi Komoditas Unggulan Perkebunan 59 Identifikasi Tingkat Perkembangan Wilayah di Kabupaten Bungo 76

Arahan Pengembangan Komoditas Unggulan 80

SIMPULAN DAN SARAN 84

Simpulan 84

Saran 84

DAFTAR PUSTAKA 86

LAMPIRAN 90

RIWAYAT HIDUP 109

(14)

DAFTAR TABEL

1 PDRB atas Dasar Harga Berlaku menurut Lapangan Usaha 2

2 Keterkaitan antara tujuan penelitian dengan data serta teknik analisis 19

3 Variabel-variabel dalam analisis Multinomial Logit 23

4 Variabel-variabel fasilitas yang digunakan dalam analisis Skalogram 25

5 Matrik arahan pengembangan komoditas unggulan perkebunan 27

6 Jumlah desa dan kelurahan menurut kecamatan di Kabupaten Bungo tahun 2013

30

7 Kepadatan penduduk menurut kecamatan di Kabupaten Bungo tahun 2013 31 8 Distribusi persentase Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga

konstan menurut lapangan usaha Kabupaten Bungo tahun 2013

33

9 Luas masing-masing penggunaan lahan tahun 2015 per kecamatan di Kabupaten Bungo

38

10 Luas dan proporsi penggunaan lahan Kabupaten Bungo tahun 1993, 2006, dan perubahannya

40

11 Perubahan penggunaan lahan tahun 2006 terhadap tahun 1993 40

12 Luas dan proporsi penggunaan lahan Kabupaten Bungo tahun 2006, 2013, dan perubahannya

42

13 Perubahan penggunaan lahan tahun 2013 terhadap tahun 2006 42

14 Ringkasan koefisien odds ratio penentu perubahan penggunaan lahan hutan ke penggunaan lain tahun 2015 di Kabupaten Bungo

50

15 Ringkasan koefisien odds ratio penentu perubahan penggunaan lahan non hutan ke penggunaan lain tahun 2015 di Kabupaten Bungo

58

16 Luas area tanaman perkebunan (ha) menurut jenis tanaman per kecamatan di Kabupaten Bungo tahun 2013

60

17 Komoditas basis berdasarkan nilai LQ (>1) di Kabupaten Bungo 61 18 Jumlah produksi tanaman perkebunan (ha) menurut jenis tanaman per

kecamatan di Kabupaten Bungo tahun 2010

62

19 Jumlah produksi tanaman perkebunan (ha) menurut jenis tanaman per kecamatan di Kabupaten Bungo tahun 2013

62

20 Nilai Differential Shift (DS) untuk masing-masing komoditas tiap kecamatan di Kabupaten Bungo

64

21 Nilai Shift Share Analysis (SSA) untuk masing-masing komoditas tiap kecamatan di Kabupaten Bungo

64

22 Komoditas unggulan berdasarkan nilai LQ dan SSA untuk tiap komoditas di Kabupaten Bungo

65

23 Jenis-jenis komoditas unggulan tiap kecamatan di Kabupaten Bungo 66 24 Komoditas unggulan prioritas tiap kecamatan di Kabupaten Bungo 66 25 Luas berdasarkan kelas kesesuaian lahan dan kendala pengembangan

untuk komoditas karet di Kabupaten Bungo

70

26 Luas berdasarkan kelas kesesuaian lahan dan kendala pengembangan untuk komoditas kelapa dalam di Kabupaten Bungo

(15)

27 Luas berdasarkan kelas kesesuaian lahan dan kendala pengembangan untuk komoditas kelapa sawit di Kabupaten Bungo

71

28 Hirarki wilayah per kecamatan di Kabupaten Bungo tahun 2006 dan tahun 2013

77

29 Arahan pengembangan komoditas unggulan karet per kecamatan di Kabupaten Bungo

81

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran penelitian 7

2 Lokasi penelitian 18

3 Diagram alir kegiatan penelitian 28

4 Jumlah penduduk menurut kecamatan di Kabupaten Bungo tahun 2013 30 5 Jumlah penduduk menurut kelompok umur di Kabupaten Bungo tahun

2013

32

6 Struktur Perekonomian Kabupaten Bungo tahun 2013 32

7 Luas dan persentase penggunaan lahan Kabupaten Bungo tahun 2015 36

8 Kenampakan objek pada Citra Landsat di Kabupaten Bungo 37

9 Peta penggunaan lahan tahun 2015 39

10 Perubahan penggunaan lahan tahun 1993-2013 44

11 Dinamika luas penggunaan lahan Kabupaten Bungo tahun 1993-2013 45 12 Hasil klasifikasi (a) Citra Landsat Tahun 1993, (b) Citra Landsat Tahun

2006, (c) Citra Landsat Tahun 2013

46

13 Perubahan penggunaan lahan Kabupaten Bungo (A) Tahun 1993-2006, dan (B) Tahun 2006-2013

47

14 Sekuen pola perubahan penggunaan lahan tahun 1993, 2006, dan 2013 48 15 Peta perubahan penggunaan lahan Kabupaten Bungo Tahun 1993-2013 49

16 Peta Sebaran kelas lereng di Kabupaten Bungo 52

17 Peta jenis tanah Kabupaten Bungo 53

18 Peta sebaran izin usaha perkebunan di Kabupaten Bungo 54

19 Peta pola ruang di Kabupaten Bungo 55

20 Nilai Proportional Shift (PS) masing-masing komoditas tiap kecamatan di Kabupaten Bungo

63

21 Peta ketersediaan lahan komoditas unggulan karet, kelapa sawit, dan kelapa dalam di Kabupaten Bungo

68

22 Ketersediaan lahan untuk pengembangan komoditas karet, kelapa sawit, dan kelapa dalam per kecamatan di Kabupaten Bungo

69

23 Peta sebaran kelas kesesuaian lahan tanaman karet di Kabupaten Bungo 73 24 Peta sebaran kelas kesesuaian lahan tanaman kelapa dalam di Kabupaten

Bungo

74

25 Peta sebaran kelas kesesuaian lahan tanaman kelapa sawit di Kabupaten Bungo

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kriteria kesesuaian lahan untuk Karet (Hevea brassiliensis M.A) 91 2 Kriteria kesesuaian lahan untukKelapa Sawit (Elaeis guineensis JACK.) 92 3 Kriteria kesesuaian lahan untuk Kelapa (Cocos nucifera L.) 93 4 Perubahan penggunaan lahan tahun 1993-2006 per kecamatan di Kabupaten

Bungo

94

5 Perubahan penggunaan lahan tahun 2006-2013 per kecamatan di Kabupaten Bungo

96

6 Hasil analisis multinomial logit perubahan penggunaan lahan hutan ke penggunaan non hutan tahun 2015 di Kabupaten Bungo

98

7 Hasil analisis multinomial logit perubahan penggunaan lahan non hutan ke penggunaan lain tahun 2015 di Kabupaten Bungo

100

8 Rencana pola ruang Kabupaten Bungo tahun 2013-2033 104

9 Matrik arahan pengembangan komoditas karet, kelapa sawit, dan kelapa dalam di Kabupaten Bungo

105 26 Hirarki Kabupaten Bungo berdasarkan jumlah jenis fasilitas tahun 2006 78 27 Hirarki Kabupaten Bungo berdasarkan jumlah jenis fasilitas tahun 2013 79 28 Peta sebaran arahan pengembangan komoditas unggulan karet, kelapa

sawit, dan kelapa dalam per kecamatan di Kabupaten Bungo

(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Penggunaan lahan merupakan hasil akhir dari setiap bentuk campur tangan kegiatan (intervensi) manusia terhadap lahan di permukaan bumi yang bersifat dinamis, dan berfungsi untuk memenuhi kebutuhan hidup, baik material maupun spiritual (Arsyad 2010). Perubahan ini akan tetap berlanjut dimasa mendatang, bahkan dalam kecepatan yang lebih tinggi seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang dirasakan di kota-kota besar (Winarso 1995). Perubahan penggunaan lahan yang sering terjadi terutama terkait dengan kegiatan sektor swasta, seperti perubahan hutan terkonversi menjadi perkebunan kelapa sawit, hutan ke karet, hutan ke pemukiman (transmigrasi) dll. Umumnya penggunaan lahan yang terkonversi adalah penggunaan lahan yang mempunyai land rent lebih rendah seperti hutan, sawah, dll. Kondisi seperti ini yang sedang terjadi di Kabupaten Bungo.

Kabupaten Bungo pada beberapa dekade telah mengalami perubahan penggunaan lahan yang cukup signifikan. Suryani (2012) mengatakan bahwa dalam selang waktu delapan tahun (1993-2001) penggunaan lahan di Kabupaten Bungo mengalami perubahan yang cukup signifikan yaitu kelapa sawit meningkat sebesar 41.159 ha (8,84 %), dan karet sebesar 27.831 ha (5.98%). Kabupaten Bungo memiliki tingkat pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi yaitu sebesar 3% dengan jumlah penduduk sebanyak 320.300 jiwa pada tahun 2012. Keadaan ini menjadi salah satu faktor yang diduga mengakibatkan tekanan terhadap perubahan penggunaan lahan dari satu penggunaan beralih fungsi ke penggunaan lahan lainnya.

Potensi sumberdaya alam yang dimiliki oleh Kabupaten Bungo adalah sumberdaya lahan pertanian, antara lain persawahan, perkebunan karet rakyat dan hutan. Laporan Dinas Kehutanan dan Perkebunan menunjukkan bahwa pada tahun 2004 diperkirakan sekitar 34,53% dari luas wilayah Kabupaten Bungo merupakan hamparan hutan yang terdiri dari wilayah Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) seluas 71.134 ha, hutan lindung sekitar 12.000 ha, hutan produksi seluas 75.719 ha dan hutan adat yang terdiri dari Hutan Adat Batu Kerbau seluas 1220 ha serta Hutan Adat Baru Pelepat seluas 780 ha (Pemerintah Daerah Kabupaten Bungo 2006). Kondisi Kabupaten Bungo sangat potensial untuk pengembangan sektor pertanian dalam arti luas. Kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB Kabupaten Bungo pada tahun 2004-2009 mencapai 40,54% dari total PDRB Kabupaten Bungo (BPS Kabupaten Bungo 2010), begitu juga untuk tahun 2012 sebesar 33,08% sektor pertanian berkontribusi terbesar terhadap PDRB daerah.

(18)

2

peran besar bagi pembentukan PDRB Kabupaten Bungo dan sekaligus menjadi sektor ekonomi unggulan bagi Kabupaten Bungo. PDRB atas Dasar Harga Berlaku menurut Lapangan Usaha ditampilkan pada Tabel 1.

Tabel 1 PDRB atas Dasar Harga Berlaku menurut Lapangan Usaha

Pertumbuhan ekonomi daerah merupakan suatu proses kenaikan pendapatan perkapita daerah dalam jangka panjang. Teori pertumbuhan ekonomi menyatakan bahwa faktor utama yang menentukan pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah adanya permintaan terhadap barang dan jasa, sehingga sumber daya lokal berpotensi menghasilkan pendapatan daerah sekaligus dapat menciptakan peluang kerja di daerah. Sumber daya lokal yang merupakan potensi ekonomi harus dapat dikembangkan secara optimal sehingga dapat memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi daerah (Lebok 2009). Pertumbuhan ekonomi daerah pada dasarnya dipengaruhi oleh keunggulan kompetitif suatu daerah, spesialisasi wilayah serta potensi ekonomi yang dimiliki oleh daerah tersebut. Adanya potensi di suatu daerah tidak mempunyai arti bagi pembangunan ekonomi daerah tersebut, jika tidak ada upaya memanfaatkan dan mengembangkan potensi yang dimiliki sebagai prioritas utama untuk digali dan dikembangkan dalam rangka mencapai tujuan pembangunan.

Berdasarkan letak geografis, topografi, geologi, hidrologi, oceanografi, kondisi iklim begitu pula dengan kondisi sosial ekonomi dan budaya masyarakat lokal, maka daerah Kabupaten Bungo ini merupakan daerah yang sangat menguntungkan dalam berbagai kegiatan perekonomian, terutama pada sektor pertanian dalam arti luas, pertambangan, perikanan dan kelautan. Bertitik tolak dari kondisi empiris tersebut, diharapkan dapat menjadikan Daerah Kabupaten Bungo menjadi daerah yang maju dan mandiri melalui berbagai upaya percepatan pembangunan, dengan menempatkan pembangunan ekonomi sebagai leading sector (BPS Kabupaten Bungo 2012).

Menurut Hasriadi (2014), Adanya analisis arahan pengembangan komoditas unggulan perkebunan di Kabupaten Bungo merupakan suatu upaya untuk meningkatkan perekonomian daerah selain menciptakan lapangan usaha untuk mensejahterakan masyarakat. Penentuan komoditas unggulan juga dirasa sangat penting, karena dengan

Lapangan Usaha 2011 2012

1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan & Perikanan 1.325.037,39 1.497.162,27

1.1. Tanaman Bahan Makanan 476.642,56 536.751,92

1.2. Tanaman Perkebunan 590.957,77 691.398,14

1.3. Peternakan dan Hasil-Hasilnya 119.901,05 130.500,82

1.4. Kehutanan 121.482,26 120.611,39

1.5. Perikanan 16.053,75 17.900,00

2. Pertambangan dan Penggalian 866.817,42 898.276,97

3. Industri Pengolahan 178.670,11 212.145,15

4. Listrik dan Air Bersih 31.369,15 36.092,86

5. Bangunan 416.149,83 559.077,27

6. Perdagangan, Hotel & Restoran 833.075,51 958.713,01

7. Pengangkutan & Telekomunikasi 270.422,46 322.975,65

8. Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan 223.636,31 255.690,27

9. Jasa-Jasa 610.116,10 706.065,88

(19)

3

diketahuinya komoditas unggulan maka fokus pengembangan terhadap komoditas tersebut menjadi prioritas (Sitorus et al., 2014). Selain mengetahui komoditas unggulan apa yang menjadi komoditas basis di Kabupaten Bungo, langkah selanjutnya menentukan skala prioritas unggulan baik secara ekonomi maupun secara fisik wilayah. Arah perencanaan pembangunan, alokasi sumber daya, tata ruang wilayah, dll sejauh ini mungkin dapat mendukung pengembangan komoditas unggulan sehingga diketahui dan menarik minat pihak luar (investor) untuk turut serta dalam pengembangannya. Hasil arahan pengembangan komoditas unggulan perkebunan di Kabupaten Bungo ini, nantinya juga dibandingkan seberapa besar tingkat kesesuaiannya terhadap pola ruang yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah sekaligus sebagai penyempurnaan terhadap pola ruang yang ada.

Dalam rangka mengatasi berbagai kebutuhan dan tuntutan berbagai pemangku kepentingan, penelitian ini bermaksud untuk memahami proses perubahan penggunaan lahan yang terjadi apakah mengikuti pola ruang yang yang telah ditetapkan dalam RTRW Kabupaten Bungo untuk tahun 2013-2033. Adanya analisis terkait dengan pengembangan komoditas unggulan untuk sektor perkebunan sebagai pengontrol terhadap perubahan yang terjadi agar konfigurasi ruang dimasa yang akan datang optimal sesuai dengan RTRW yang telah ditetapkan. Selain itu untuk meningkatkan perekonomian wilayah melalui komoditas unggulan, diperlukan penelitian mengenai arahan pengembangan komoditas unggulan perkebunan berdasarkan kesesuaian lahan dan ketersediaan lahan yang ada sehingga nantinya dapat diketahui penanganan yang tepat dalam meningkatkan perekonomian wilayah Kabupaten Bungo.

Perumusan Masalah

Perkembangan wilayah merupakan suatu fenomena yang umum terjadi hampir di setiap wilayah. Pembangunan menuntut terjadinya perubahan dan perkembangan wilayah menjadi lebih baik dari sebelumnya. Perkembangan wilayah terjadi sebagai konsekuensi dari peningkatan kebutuhan penduduk atas ruang yang semakin tahun semakin meningkat. Lahan yang bersifat tetap dan terbatas, sementara kebutuhan penduduk atas lahan semakin lama semakin meningkat seringkali memicu terjadinya persaingan untuk memanfaatkan lahan. Perkembangan perekonomian tidak terlepas dari kebutuhan ruang (lahan) yang seringkali mengorbankan penggunaan lahan hutan untuk terkonversi menjadi penggunaan non-hutan seperti yang terjadi di Kabupaten Bungo.

Masalah lainnya adalah Kabupaten Bungo merupakan jalur lintas Sumatera, dan sejak tahun 2012 didirikan Bandar Udara Muara Bungo memicu perkembangan pesat terhadap perubahan penggunaan lahan yang ada dan seringkali hutan, perkebunan karet, lahan terbuka dikonversikan untuk pemukiman, kawasan perdagangan, dan jasa-jasa. Hal ini dapat dimengerti, mengingat lokasinya dipilih sedemikian rupa sehingga dekat dengan sarana dan prasarana penunjang seperti jalan raya, listrik, dan fasilitas lainnya. Disamping itu, Kabupaten Bungo memiliki jumlah penduduk yang terus meningkat.

(20)

4

sektor pertanian. Mengingat setiap wilayah mempunyai karakteristik dan potensi lahan yang berbeda-beda, misalkan kesuburan tanah, dan topografi wilayah. Perbedaan kedua hal tersebut dapat mengakibatkan perbedaan output meskipun dengan biaya produksi total yang sama sehingga land rent yang dihasilkan setiap penggunan lahan juga berbeda-beda. Perbedaan nilai land rent tersebut dapat disebabkan karena adanya perbedaan biaya produksi rata-rata per unit lahan dengan berbagai tingkat kesuburan tanah. Rendahnya insentif untuk berusaha tani disebabkan oleh tingginya biaya produksi, sementara harga hasil pertanian relatif rendah dan berfluktuasi, padahal sekitar 70% penduduk Kabupaten Bungo menggantungkan hidupnya dari sektor pertanian (perkebunan, perikanan, dan kehutanan). Faktor kebutuhan keluarga petani yang terdesak oleh kebutuhan modal usaha atau keperluan keluarga lainnya (pendidikan, mencari kerja non-pertanian, dll), seringkali membuat petani tidak mempunyai pilihan selain menjual sebagian atau seluruh lahan pertaniannya.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, Kabupaten Bungo memiliki jumlah penduduk yang sebagian besar bermatapencaharian sebagai petani dalam hal ini yaitu petani penyadap karet. Bekerja sebagai penyadap karet sudah digeluti oleh masyarakat sejak zaman nenek moyang. Tingginya jumlah petani karet seringkali tidak diimbangi dengan tingginya pendapatan yang dihasilkan oleh petani, hal ini dipicu oleh beberapa permasalahan diantaranya: tingginya proporsi area tanaman karet tua, belum efisiennya sistem pemasaran bahan olah karet, rendahnya produktivitas karet, keterbatasan modal untuk membeli bibit unggul, dll (Siregar 2011). Selain karet yang menjadi komoditas primadona di Kabupaten Bungo, komoditas primadona lainnya yaitu kelapa sawit. Kelapa sawit yang dihasilkan biasanya diperoleh dari kebun rakyat dan dari perusahaan kelapa sawit. Masalahnya kelapa sawit yang diusahakan oleh masyarakat dan perusahaan seringkali berada pada kawasan yang berstatus kawasan lindung dengan kemiringan >40%. Khusus untuk perusahaan, hal ini dilatarbelakangi oleh pengeluaran berbagai bentuk perizinan oleh pemerintah kepada para investor yang cenderung melakukan konversi lahan pertanian untuk penggunaan non-pertanian yang seringkali tidak memperhatikan kemampuan dan kesesuaian lahan yang ada.

Suryani (2012) membuktikan perubahan hutan menjadi kelapa sawit terbesar terjadi pada kemiringan lereng 15-40% dengan luasan sebesar 19.982 ha, bahkan sampai pada kemiringan lereng >40% dimana status kawasannya seharusnya dijadikan kawasan hutan lindung yang perlu dijaga kelestariannya. Melihat fenomena ini tentunya yang menjadi pemikiran tersendiri yaitu tingginya biaya, waktu, dan tenaga yang dikeluarkan untuk memproduksi kelapa sawit tersebut. Memperhatikan potensi yang ada dan prospek dimasa yang akan datang, serta untuk mengurangi berbagai permasalahan yang sedang dan akan terjadi maka perlu dilakukan analisis diantaranya untuk menghindari agar masyarakat tidak dirugikan dengan menanam karet dan kelapa sawit, di lokasi yang tidak sesuai dengan kriteria tumbuh tanaman (biofisik), aspek spasial (tata ruang), dan aspek ekonomi. Diperlukan arahan bagi masyarakat dalam memilih lokasi yang tepat untuk budidaya tanaman tersebut. Memilih lokasi yang tepat, diharapkan produksi yang dihasilkan akan maksiman dan akan berkorelasi dengan keuntungan yang ingin didapat (Siregar 2011). Selain lokasi yang memenuhi persyaratan tumbuh tanaman, faktor ketersediaan lahan dan penggunaan lahan saat ini juga perlu diperhatikan.

(21)

5

kurang memperhatikan kepentingan jangka pendek dan kepentingan nasional yang sebenarnya penting bagi masyarakat secara keseluruhan. Masalah lainnya adalah rendahnya kemauan politik dari pemerintah daerah (provinsi dan kabupaten/kota) untuk secara konsisten dan tegas melaksanakan peraturan daerah terkait dengan pengalokasian ruang dan lahan sesuai dengan Rencana Tata Ruang Kabupaten Bungo tahun 2013-2033, yang akan mengarahkan perubahan penggunaan lahan menjadi tidak teratur dan tidak terkendali.

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah diuraikan, maka di susun beberapa pertanyaan penelitian yaitu:

1) Jenis-jenis penggunaan lahan apa saja yang terdapat di Kabupaten Bungo?

2) Bagaimana perubahan penggunaan lahan dan faktor-faktor apa saya yang mempengaruhi terjadinya perubahan penggunaaan lahan di Kabupaten Bungo ? 3) Jenis-jenis komoditas unggulan perkebunan apa saja yang terdapat di Kabupaten

Bungo, dan bagaimana ketersediaan lahan yang berpotensi untuk pengembangannya? 4) Bagaimana tingkat perkembangan wilayah di Kabupaten Bungo?

5) Dari berbagai fenomena perubahan penggunaan lahan yang terjadi, bagaimana arahan pengembangan komoditas perkebunan dalam rangka pengembangan wilayah di Kabupaten Bungo?

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1) Menganalisis dan memetakan jenis penggunaan lahan sekarang (eksisting).

2) Menganalisis perubahan penggunaan lahan dan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan.

3) Menganalisis komoditas unggulan perkebunan dan lahan yang berpotensi untuk pengembangannya.

4) Menganalisis tingkat perkembangan wilayah Kabupaten Bungo.

5) Menyusun arahan pengembangan komoditas perkebunan dalam rangka

pengembangan wilayah di Kabupaten Bungo.

Dari kelima tujuan tersebut, disederhanakan lagi menjadi satu tujuan utama dalam penelitian ini yaitu “menyusun arahan pengembangan komoditas perkebunan dalam rangka pengembangan wilayah di Kabupaten Bungo”.

Manfaat Penelitian

(22)

6

Kerangka Pemikiran Penelitian

Kabupaten Bungo memiliki tingkat pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi yaitu sebesar 3% dengan jumlah penduduk sebanyak 320.300 jiwa pada tahun 2012. Pesatnya peningkatan jumlah penduduk telah meningkatkan permintaan lahan khususnya untuk pemukiman, jasa, fasilitas umum, dll. Peningkatan taraf hidup masyarakat juga turut berperan menciptakan tambahan permintaan lahan akibat peningkatan intensitas kegiatan masyarakat, seperti pusat perbelanjaan, tempat rekreasi, sarana dan prasarana lainnya. Keadaan ini menjadi salah satu faktor yang diduga mengakibatkan tekanan terhadap perubahan penggunaan lahan dari satu penggunaan beralih fungsi ke penggunaan lahan lainnya. Disamping itu, mayoritas potensi sumberdaya alam yang dimiliki oleh Kabupaten Bungo adalah sumberdaya lahan pertanian dalam arti luas, antara lain: persawahan, perkebunan karet rakyat dan hutan. Kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB Kabupaten Bungo pada tahun 2012 sebesar 33,08%. Tingginya kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB Kabupaten Bungo secara tidak langsung dapat meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD).

Tanaman perkebunan yang menjadi primadona adalah karet. Kini selain karet, tanaman kelapa sawit pun menjadi jenis yang diminati pengembangannya. Masalahnya kelapa sawit yang diusahakan oleh masyarakat dan perusahaan seringkali berada pada kawasan yang berstatus kawasan lindung dengan kemiringan >40%. Khusus untuk perusahaan, hal ini dilatarbelakangi oleh pengeluaran berbagai bentuk perizinan oleh pemerintah kepada para investor yang cenderung melakukan konversi lahan pertanian untuk penggunaan non-pertanian yang seringkali tidak memperhatikan kemampuan dan kesesuaian lahan yang ada. Suryani (2012) mengatakan bahwa dalam selang waktu delapan tahun (1993-2001) penggunaan lahan di Kabupaten Bungo mengalami perubahan yang cukup signifikan yaitu kelapa sawit meningkat sebesar 41.159 ha (8,84 %), dan karet sebesar 27.831 ha (5.98%). Disatu sisi perubahan lahan yang terjadi tidak sesuai dengan kesesuian lahan yang ada. Suryani (2012) membuktikan perubahan hutan menjadi kelapa sawit terbesar terjadi pada kemiringan lereng 15-40% dengan luasan sebesar 19.982 ha, bahkan sampai pada kemiringan lereng >40% dimana status kawasannya seharusnya dijadikan kawasan hutan lindung yang perlu dijaga kelestariannya.

(23)

7

tumbuh tanaman (biofisik), aspek spasial (tata ruang), dan aspek ekonomi. Diperlukan arahan bagi masyarakat dalam memilih lokasi yang tepat untuk budidaya tanaman tersebut. Memilih lokasi yang tepat, diharapkan produksi yang dihasilkan akan maksiman dan akan berkorelasi dengan keuntungan yang ingin didapat (Siregar 2011). Selain lokasi yang memenuhi persyaratan tumbuh tanaman, faktor ketersediaan lahan, kesesuaian lahan, dan penggunaan lahan saat ini juga perlu diperhatikan serta perubahan penggunaan lahan perlu dikendalikan agar mengikuti pola ruang yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, diperlukan adanya analisis perubahan penggunaan lahan terkait dengan bagaimana pola ruang yang ada di Kabupaten Bungo agar perubahan penggunaan lahan yang terjadi sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) di Kabupaten Bungo untuk tahun 2013-2033. Disamping itu, adanya arahan pengembangan komoditas unggulan perkebunan sebagai pengontrol terhadap perubahan yang terjadi agar konfigurasi ruang dimasa yang akan datang optimal sesuai dengan RTRW yang telah ditetapkan. Selain itu, untuk meningkatkan perekonomian wilayah melalui komoditas unggulan, diperlukan penelitian mengenai arahan pengembangan komoditas unggulan perkebunan berdasarkan kesesuaian lahan dan ketersediaan lahan yang ada sehingga nantinya dapat diketahui penanganan yang tepat dalam meningkatkan perekonomian wilayah Kabupaten Bungo. Secara jelas kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

TINJAUAN PUSTAK

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian Pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat Kebutuhan ekonomi yang semakin meningkat Didirikan Bandar Udara Muara Bungo Otonomi Daerah Kabupaten Bungo

Ketidaksesuaian lahan untuk karet dan kelapa sawit

Ketersediaan lahan Kesesuaian lahan Potensi lahan

Arahan lokasi yang tepat

Pengendalian perubahan penggunaan lahan dan pola ruang

Perubahan penggunaan lahan yang terjadi sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) di Kabupaten Bungo, dan adanya

arahan pengembangan komoditas unggulan perkebunan

(24)

8

Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan (Landuse) dibedakan menjadi penggunaan lahan utama dan penggunaan lahan kedua (apabila merupakan penggunaan berganda) dari sebidang lahan pertanian, lahan hutan, padang rumput dan sebaginya. Jadi lebih merupakan tingkat pemanfaatan oleh masyarakat (Sitorus 2014). Definisi lain mengungkapkan bahwa penggunaan lahan merupakan hasil akhir dari setiap bentuk campur tangan kegiatan (intervensi) manusia terhadap lahan di permukaan bumi (Lillesand et al. 2004) yang bersifat dinamis dan berfungsi untuk memenuhi kebutuhan hidup baik material maupun spiritual. Penggunaan lahan dapat dikelompokan ke dalam dua golongan besar yaitu penggunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan bukan pertanian. Penggunaan lahan pertanian dibedakan berdasarkan pola penyediaan air dan komoditas diusahakan atau jenis tumbuhan atau tanaman yang terdapat diatas lahan tersebut. Berdasarkan hal ini dikenal beberapa jenis penggunaan lahan seperti: tegalan (pertanian lahan kering atau pertanian pada lahan tidak beririgasi), sawah, kebun kopi, kebun karet, padang rumput, hutan produksi, hutan lindung, padang alang-alang, dan sebagainya. Penggunaan lahan bukan pertanian dapat dibedakan ke dalam lahan kota atau desa (pemukiman), industri, rekreasi, pertambangan dan sebagainya (Arsyad 2010). Menurut FAO (1989) tipe penggunaan lahan terdiri dari: lahan kehutanan (hutan alam dan hutan tanaman), lahan pertanian (perkebunan, kebun campuran, dan sawah beririgasi), serta lahan perkotaan (pemukiman dan industri).

Menurut Deng et al. (2009) penggunaan lahan bersifat dinamis, ditunjukkan oleh perubahan yang terus menerus sebagai hasil dari besarnya aktivitas manusia sepanjang waktu, sedangkan menurut Rustiadi et al. (2009) penggunaan lahan adalah cerminan bentuk fisik atau cerminan aktifitas manusia yang terkait dengan fungsi suatu lahan, yang ditentukan oleh kondisi fisik dan non fisik, dan menggambarkan sistem pengelolaannya. Arah perubahan ini secara langsung atau tidak langsung akan dipengaruhi dan mempengaruhi kesejahteraan masyarakat, ekonomi nasional, dan regional, dan tata ruang wilayah. Lebih lanjut Deng et al. (2009) menyimpulkan penggunaan lahan merupakan suatu bentuk ruang dari upaya secara kontinyu dan konsisten yang dihasilkan berbagai aktifitas masyarakat seiring dengan semakin berkembangnya jumlah penduduk untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya. Jadi dapat diartikan bahwa penggunaan lahan merupakan bentuk campur tangan manusia terhadap sebidang lahan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan.

(25)

9

kesuburan yang tinggi, sifat fisik yang baik, belum terjadi erosi, dan memiliki topografi yang datar. Penggunaan lahan eksisting yaitu terkait dengan segala jenis dan kenampakan terkini dari permukaan bumi atau perwujudan secara fisik (visual) dari vegetasi, benda alam, dan unsur-unsur budaya yang ada di permukaan bumi. Menurut Firdian et al. (2010), Optimalisasi penggunaan lahan perlu dilakukan dengan mempertimbangkan aspek keterpaduan perencanaan tata ruang ditingkat provinsi dengan kabupaten, daya dukung lingkungan hidup di wilayah tersebut serta perkembangan aktifitas ekonomi masyarakat dan perkembangan penduduk (jumlah dan laju pertumbuhan).

Perubahan Penggunaan Lahan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya

Perubahan penggunaan lahan adalah bertambahnya suatu penggunaan lahan dari satu penggunaan ke penggunaan yang lainnya dan diikuti dengan berkurangnya tipe penggunaan lahan yang lain dari suatu waktu ke waktu berikutnya, atau berubahnya fungsi suatu lahan pada kurun waktu yang berbeda (As-syakur 2011). Menurut Kasereka et al. (2010) perubahan penggunaan lahan akan merubah pola lanskap yang terus berlangsung secara dinamis, dan semakin meluas dari tahun ke tahun yang didorong oleh fenomena alam maupun kegiatan antropogenik. Perubahan penggunaan lahan dapat juga diartikan sebagai suatu proses perubahan dari penggunaan lahan sebelumnya ke penggunaan lain yang dapat bersifat permanen maupun sementara dan merupakan konsekuensi logis dari adanya pertumbuhan dan transformasi perubahan struktur sosial ekonomi masyarakat yang sedang berkembang baik untuk tujuan komersial maupun industri (Abdul 2009). Jadi dapat disimpulkan bahwa perubahan penggunaan lahan merupakan perubahan fungsi dari satu penggunaan ke fungsi penggunaan lainnya, baik bersifat sementara maupun permanen akibat semakin meningkatnya kebutuhan penduduk.

Kemajuan pembangunan disuatu wilayah sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk selalu diiringi dengan peningkatan standar kualitas dan kuantitas kebutuhan hidup, dan peningkatan kebutuhan akan tersedianya berbagai fasilitas yang menyebabkan terjadinya perubahan penggunaan lahan (Sitorus et al. 2012). Perubahan iklim, peningkatan jumlah penduduk, dan proses urbanisasi merupakan penyebab umum yang dianggap sebagai faktor-faktor yang berkontribusi terhadap terjadinya perubahan penggunaan lahan (Wu et al. 2008). Sama halnya dengan hasil penelitian Ruswandi et al. (2007), menyatakan perkembangan perekonomian yang cukup pesat di wilayah Bandung dan sekitarnya mengundang penduduk sekitarnya untuk bermigrasi baik untuk tujuan bekerja, pendidikan, maupun tujuan lainnya menyebabkan peningkatan kebutuhan ruang untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang semakin bertambah. Akan tetapi, kenyataannya perubahan penggunaan lahan tidak terjadi karena adanya faktor tunggal (Verburg dan Veldkamp 2001). Kompleksitas antara faktor-faktor fisik, biologi, sosial, politik, dan ekonomi yang terajadi dalam dimensi ruang dan waktu pada saat yang bersamaan merupakan penyebab utama proses perubahan penggunaan lahan (Wu et al. 2008).

(26)

10

penelitian Suwarli et al. (2012) di Kota Bekasi menyatakan faktor utama yang berpengaruh terhadap terjadinya perubahan penggunaan lahan bervegetasi (RTH) adalah jumlah penduduk, di samping faktor lainnya seperti: jumlah sarana pendidikan, jumlah pasar, jumlah super market, jumlah pemukiman, jumlah industri, jumlah restoran, jumlah hotel dan penginapan juga ikut berperan terhadap perubahan yang telah terjadi.

Menurut Winoto et al. (1996) faktor-faktor yang mempengaruhi konversi lahan sawah secara langsung dan tidak langsung ditentukan oleh dua faktor, yaitu sistem kelembagaan yang dikembangkan oleh masyarakat dan pemerintah, dan sistem non kelembagaan yang berkembang secara alamiah dalam masyarakat. Sistem kelembagaan yang dikembangkan oleh pemerintah misalnya: peraturan tentang tata ruang, peraturan-peraturan pertanahan, kebijaksanaan fiskal dan moneter. Adanya kebijakan tersebut secara langsung atau tidak langsung berpengaruh pada perubahan penggunaan lahan yang terjadi. Selain itu, faktor lainnya yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan, menurut Helmer (2004) adalah berkaitan dengan aksesibilitas. Jarak yang dekat dengan perkotaan dan sarana prasarana seringkali menjadi faktor pemicu terjadinya konversi lahan, terlebih lagi pada kawasan hutan dan padang rumput dekat dengan perkotaan.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Verbist et al. (2004), menyatakan bahwa penyebab terjadinya perubahan penggunaan hutan di wilayah Sumatera menjadi agroforestri di dorong antara lain oleh harga kopi dunia, pertumbuhan jumlah penduduk, preferensi masyarakat berusaha, investasi pembangunan jalan, penguasaan lahan dan perundangan. Beberapa hasil penelitian terdahulu menunjukkan ada lima faktor sosial yang mempengaruhi alih fungsi lahan, yaitu: perubahan perilaku, hubungan pemilik dengan lahan, pemecahan lahan, pengambilan keputusan, dan apresiasi pemerintah terhadap aspirasi masyarakat (Witjaksono 1996). Menurut Direktur Jenderal RLPS (2008) menyatakan bahwa faktor penyebab terjadinya konversi lahan diantaranya adalah: aspek fisik, sosial, ekonomi dan lain-lain.

Jika di kaji lebih mendalam terdapat suatu fenomena tersendiri dalam kejadian perubahan penggunaan lahan. Apakah suatu wilayah semakin berkembang atau semakin maju yang ditunjukkan dengan jumlah dan jenis fasilitas yang semakin banyak dan beragam atau dikatakan semakin tinggi hirarki suatu wilayah, maka kecenderungan mengalami perubahan menjadi penggunaan lain semakin kecil, kecuali perubahan RTH (ruang terbuka hijau) semakin meningkat. Kecilnya perubahan yang terjadi bahkan diduga suatu saat tidak mengalami perubahan sama sekali disebabkan karena tidak ada lagi lahan yang bisa dikonversikan. Umumnya lahan yang mendominasi wilayah yang berhirarki tinggi (hirarki I) adalah penggunaan lahan untuk lahan terbangun guna menunjang berbagai kegiatan ekonomi. Demikian juga sebaliknya, untuk wilayah yang berhirarki rendah (hirarki III) dimana jumlah dan jenis fasilitas yang masih rendah, peluang terjadinya perubahan penggunaan lahan menjadi lebih besar. Contoh fenomena ini sedang dan telah terjadi di Kota Bekasi (Sitorus et al. 2012).

(27)

11

pertanian atau hutan, maka peluang terjadinya konversi menjadi lahan non-pertanian atau lahan terbangun menjadi lebih besar.

Aplikasi Sistem Informasi Geografi (SIG) dalam Mengidentifikasi Perubahan Penggunaan Lahan

Menurut Soenarmo (2009) sistem informasi geografis merupakan suatu sistem terdiri dari komponen-komponen yang saling berkaitan (berhubungan) dalam mencapai suatu sasaran, berdasarkan informasi (data, fakta, kondisi, fenomena) berbasis geografis (daerah, spasial, keruangan) yang dapat dicek posisinya di permukaan bumi (bergeoreferensi). SIG merupakan serangkat komputer yang handal dan banyak digunakan sebagai alat bantu dalam menganalisis berbagai situasi, kondisi, perencanaan, evaluasi dan pemecah permasalahan sumberdaya alam (Laurini dan Thompson 1992). Jadi SIG merupakan suatu sistem informasi yang terdiri dari berbagai perangkat komponen, dimana setiap komponen saling berkaitan untuk menghasilkan informasi baik berupa data spasial (peta) maupun data atribut terkait dengan berbagai fenomena khususnya kenampakan lahan dan penggunaan lahan di permukaan bumi. Mengetahui penggunaan dan perubahan penggunaan lahan disuatu wilayah, dimulai dengan melakukan identifikasi perubahan penggunaan lahan terlebih dahulu.

Identifikasi perubahan penggunaan lahan pada suatu wilayah merupakan suatu proses mengindentifikasi perbedaan keberadaan suatu objek atau fenomena yang diamati pada waktu yang berbeda (As-syakur et al. 2010). Identifikasi perubahan penggunaan lahan memerlukan suatu data spasial temporal. Data-data spasial tersebut bersumber dari hasil interpretasi citra satelit maupun dari instansi-instansi pemerintah dan di analisis dengan menggunakan SIG (Sistem Informasi Geografi). Pemanfaatan SIG dan data satelit merupakan suatu tekhnologi yang baik dalam mengelola data spasial-temporal perubahan penggunaan lahan. Berbagai penelitian telah dilakukan dan tidak terlepas dari peranan SIG, dalam membantu menjawab berbagai permasalahn yang timbul dari suatu penelitian.

(28)

12

Komoditas Basis dan Komoditas Unggulan

Dalam pengertian ekonomi regional dikenal adanya pengertian sektor basis dan sektor non basis. Pengertian sektor basis (sektor unggulan) pada dasarnya harus dikaitkan dengan suatu bentuk perbandingan, baik itu perbandingan berskala internasional, regional maupun nasional. Dalam kaitannya dengan lingkup internasional, suatu sektor dikatakan unggul jika sektor tersebut mampu bersaing dengan sektor yang sama dengan negara lain. Dalam lingkup nasional, suatu sektor dapat dikategorikan sebagai sektor unggulan apabila sektor di wilayah tertentu mampu bersaing dengan sektor yang sama yang dihasilkan oleh wilayah lain di pasar nasional atau domestik. Inti dari teori basis ekonomi menurut Lincolin (1999) menyatakan bahwa faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan permintaan barang dan jasa dari luar daerah. Pertumbuhan industri yang menggunakan sumber daya lokal, termasuk tenaga kerja dan bahan baku untuk diekspor akan menghasilkan kekayaan daerah dan penciptaan peluang kerja (job creation).

Dalam teori basis ekonomi ini, lebih memusatkan pada kegiatan–kegiatan basis atau ekspor, tetapi tidak melihat pentingnya impor. Suatu peningkatan dalam kesempatan kerja dan pendapatan basis mungkin hanya mempunyai suatu efek pengganda yang sangat terbatas terhadap kegiatan bukan basis jika sebagian besar dari pendapatan ekstra mengalir keluar wilayah dalam bentuk pengeluaran untuk impor. Suatu perekonomian dapat bertambah tidak hanya dengan peningkatan ekspor dari industri basis tetapi juga dengan mengganti barang-barang impor dari industri basis dengan barang-barang hasil produksi wilayah yang bersangkutan. Selanjutnya dikemukakan bahwa bertambahnya kegiatan basis dalam suatu wilayah akan bertambah arus pendapatan ke dalam wilayah yang bersangkutan, menambah permintaan barang dan jasa didalamnya dan menimbulkan kegiatan volume bukan basis. Sebaliknya berkurangnya kegiatan mengekspor barang-barang dan jasa-jasa menyebabkan berkurangnya pendapatan yang masuk ke dalam wilayah yang bersangkutan (Adisasmita 2005).

Teori basis murni dikembangkan pertama kali oleh Tiebout. Teori ini membagi kegiatan produksi/jenis pekerjaan yang terdapat didalam suatu wilayah atas sektor basis dan non-basis. Kegiatan basis adalah kegiatan yang bersifat exogenous artinya tidak terikat pada kondisi internal perekonomian wilayah dan sekaligus berfungsi mendorong tumbuhnya jenis pekerjaan lainnya. Kegiatan non-basis adalah kegiatan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di daerah itu sendiri. Oleh karena itu, pertumbuhannya tergantung kepada kondisi umum perekonomian wilayah tersebut. Artinya, sektor ini bersifat

endogenous (tidak bebas tumbuh). Pertumbuhannya tergantung pada kondisi

perekonomian wilayah secara keseluruhan (Tarigan 2005).

(29)

13

Menurut Glasson (1990), semakin banyak komoditas basis dalam suatu wilayah akan menambah arus pendapatan ke wilayah tersebut, menambah permintaan terhadap barang dan jasa didalamnya dan menimbulkan kenaikan volume komoditas non-basis. Glasson juga menyarankan untuk menggunakan metode Location Quotient dalam menentukan apakah komoditas tersebut basis atau tidak. Untuk mengetahui apakah suatu komoditas merupakan komoditas basis atau non-basis dapat digunakan beberapa metode, yaitu metode pengukuran langsung dengan metode pengukuran tidak langsung. Metode pengukuran langsung dapat dilakukan dengan melakukan survey langsung untuk mengetahui komoditas mana yang merupakan komoditas basis. Metode ini dilakukan dengan menentukan komoditas basis dengan tepat akan tetapi memerlukan biaya, waktu dan tenaga yang cukup besar. Oleh karena itu, maka sebagian besar pakar ekonomi menggunakan metode pengukuran tidak langsung, yaitu metode arbiter, dilakukan dengan cara membagi secara langsung kegiatan perekonomian ke dalam kategori ekspor dan non-ekspor tanpa melakukan penelitian secara spesifik ditingkat lokal.

(30)

14

Keunggulan suatu komoditas masih dibagi lagi berdasarkan keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif. Keunggulan komparatif merupakan keunggulan yang dimiliki berdasarkan potensi yang ada dan membedakannya dengan daerah yang lain. Keunggulan komparatif ini dapat berupa sumber daya alam, sumber daya manusia. Keunggulan kompetitif merupakan keunggulan yang dimiliki dan digunakan untuk bersaing dengan daerah-daerah lain. Dengan kata lain keunggulan kompetitif menggunakan keunggulan komparatif untuk dapat bersaing dengan daerah lain, sehingga menggapai tujuannya yang dalam hal ini adalah komoditas unggulan.

Sitorus et al. (2014) menggunakan pendekatan kombinasi beberapa analisis dalam menentukan komoditas unggulan pertanian kecamatan Leuwiliang dan Kecamatan Cisarua, yaitu: Location Quetient (LQ), penentuan laju pertumbuhan produksi komoditas (LP), dan penentuan besarnya konsumsi komoditas (KK) masing-masing komoditas hasil analisis LQ dan LP. Teknik analisis penentuan komoditas yang pertama adalah mengkombinasikan hasil analisis LQ dan LP. Teknik yang kedua adalah mengkombinasikan hasil analisis LQ, LP, dan KK. Menurut Sitorus et al. (2014) apabila hanya mempertimbangkan trend kemampuan berproduksi dapat dipakai teknik yang pertama, sedangkan jika berkaitan dengan faktor kemampuan berproduksi dan demand (kebutuhan) dapat digunakan teknik yang kedua.

Analisis Tingkat Perkembangan Wilayah

Perkembangan suatu wilayah ditandai oleh perkembangan sektor ekonomi dan peningkatan kelengkapan fasilitas-fasilitas umum seperti sekolah, pertokoan, industri, dan lain sebagainya (Sitorus et al. 2011). Panuju dan Rustiadi (2010) mendefinisikan perkembangan suatu wilayah dapat dipahami dari semakin meningkatnya jumlah komponen wilayah serta penyebarannya (jangkauan spasial) atau aktifitas dari komponen wilayah tersebar lebih luas. Dapat dikatakan juga suatu wilayah berkembang jika jumlah jenis aktifitas di wilayah tersebut bertambah, misalkan alternatif sumber pendapatan masyarakat di wilayah dan aktifitas perekonomian di wilayah tersebut semakin banyak. Jadi dapat dikatakan wilayah dengan jenis aktifitas lebih banyak adalah wilayah yang lebih berkembang (Panuju dan Rustiadi 2010).

Sejalan dengan itu, pembangunan fasilitas umum yang masif di wilayah yang berkembang menjadi daya tarik penduduk wilayah lain dan proses ini mendorong pertambahan jumlah penduduk secara signifikan. Salah satu permasalahan akibat meningkatnya perkembangan suatu wilayah adalah persaingan yang semakin tajam dalam pemanfaatan lahan khususnya antara lahan pertanian dan lahan non-pertanian (Sitorus et al. 2011). Menurut Sitorus et al. (2012), penentuan tingkat perkembangan wilayah didasarkan atas nilai Indeks Perkembangan Desa (IPD) yang merupakan penjumlahan dari seluruh fasilitas disetiap wilayah kelurahan. Persamaan untuk menghitung IPD adalah sebagai berikut:

IPDj = ∑�= Dimana:

IPD = Indeks perkembangan desa

(31)

15

i = Fasilitas umum

j = Kecamatan

Tingkat perkembangan ditetapkan dengan ketentuan sebagai berikut (Sitorus et al. 2012):

Hirarki I : Jika nilai IPD lokasi ke-i lebih besar dari nilai simpangan baku dan rataan IPD seluruh wilayah;

Hirarki II : Jika nilai IPD lebih besar atau sama dengan rata-rata seluruh wilayah; Hirarki III : Jika nilai IPD lebih kecil dari rata-rata IPD seluruh wilayah;

Selain penentuan tingkat perkembangan wilayah didasarkan atas nilai Indeks Perkembangan Desa (IPD), Panuju dan Rustiadi (2010) menggunakan teknik analisis entropi untuk melihat tingkat perkembangan wilayah. Pemanfaatan konsep entropi ini dapat digunakan untuk banyak hal, misalkan untuk melihat tingkat perkembangan perekonomian wilayah, perkembangan aktifitas suatu sistem produksi pertanian, dan perkembangan aktifitas pabrik gula. Dalam identifikasi tingkat perkembangan wilayah dengan konsep entropi berlaku bahwa semakin tinggi nilai entropi maka tingkat perkembangan suatu wilayah akan semakin tinggi. Nilai entropi selalu lebih besar atau

paling tidak sama dengan 0 (S ≥ 0).

Perencanaan Penggunaan Lahan untuk Komoditas Unggulan

Perencanaan adalah proses yang kontinyu dalam pengambilan keputusan atau pilihan alternatif untuk memanfaatkan sumber daya yang ada, untuk mencapai tujuan tertentu dimasa depan (Conyers dan Hill 1984). Perencanaan dianggap sebagai kegiatan komunikatif atau interaktif antara pemangku kepentingan publik dan swasta dalam proses pengambilan keputusan publik (Friedmann 1987; Innes 1995). Perencana perlu sadar akan nilai dan kepentingan berbagai kelompok pemangku kepentingan perkotaan dan harus dapat mengidentifikasi kepentingan umum melalui pelaksanaan praktek partisipatif yang tepat dalam proses perencanaan untuk pengambilan keputusan (Silva 2010).

(32)

16

dengan land rent untuk penggunaan lain. Secara faktual, konversi lahan pertanian menimbulkan beberapa konsekuensi antar lain berkurangnya lahan terbuka hijau sehingga lingkungan tata air akan terganggu, serta lahan untuk budidaya pertanian semakin sempit.

Perkembangan wilayah memang perlu bahkan diharapkan demi menciptakan kehidupan yang lebih baik. Tetapi masalahnya bagaimana perencanaan itu bisa di atur dalam perencanaan penggunaan lahan. Perencanaan penggunaan lahan penting diantaranya sebagai arahan atau pedoman bagi berbagai kegiatan untuk mencapai tujuan pembangunan, juga bisa digunakan sebagai peramalam (forecasting) untuk penggunaan lahan di masa yang akan datang. Contoh dari perkembangan wilayah seperti terjadi di Kabupaten Bandung Barat. Sitorus et al. (2011) mengungkapkan meningkatkan kebutuhan manusia sebagai akibat dari bertambahnya jumlah penduduk sejalan dengan perkembangan wilayah. Perkembangan wilayah ini akan mendorong bertambahnya jumlah dan jenis fasilitas yang ada. Terbukti bahwa pada tahun 2003 di Kabupaten Bandung Barat ada di 13 kecamatan, namun pada tahun 2008 dimekarkan menjadi 15 kecamatan dengan jumlah desa sebanyak 165 desa.

Perubahan penggunaan dapat menimbulkan dapak positif maupun dampak negatif. Dampak positif atas perubahan penggunaan lahan telah banyak memacu pertumbuhan ekonomi secara agregat baik lokal maupun regional. Namun demikian, dampak negatif yang ditimbulkan dari pergeseran perubahan yang ada terutama perubahan fungsi lahan yang semula lahan pertanian menjadi lahan industri dan pemukiman, harus diantisipasi sejak dini. Perubahan fungsi lahan dari pertanian ke industri dan pemukiman berpengaruh terhadap lingkungan dan perubahan pola sosial masyarakat. Pengaruh itu dapat dilihat dari perubahan aktivitas masyarakat serta menurunnya kualitas fisik lingkungan seperti kualitas tanah, air dan udara. Hal ini sangat penting untuk diantisipasi oleh berbagai pihak terkait agar suatu pembangunan berkelanjutan (sustainable development) yang memperhatikan keberlangsungan sumber daya alam serta daya dukung lahan dan lingkungan alam sekitarnya dapat tercapai (Bahri 2007). Seiring dengan semakin meningkatnya kebutuhan lahan (ruang), sementara lahan bersifat tetap dan terbatas maka penggunaan lahan harus dioptimalisasi seefektif mungkin. Optimalisasi penggunaan lahan perlu dilakukan dengan mempertimbangkan aspek keterpaduan perencanaan tata ruang ditingkat provinsi dengan kabupaten, data dukung lingkungan hidup di wilayah tersebut serta perkembangan aktifitas ekonomi masyarakat dan perkembangan penduduk (Firdian 2010).

Arahan Pengembangan Komoditas Unggulan

(33)

17

dengan kelas kesesuian lahan sangat sesuai (S1) dan memiliki luasan yang lebih besar dari lahan prioritas II ataupun prioritas III. Selain luas lahan, hirarki kecamatan atau tingkat perkembangan wilayah juga diperhatikan. Kecamatan yang memiliki hirarki rendah (hirarki III), yang dijunjukkan dengan jumlah jenis fasilitas sosial, ekonomi, maupun pendidikan yang kurang, tetapi memiliki luas lahan, kesesuaian lahan, dan statusnya tersedia untuk dikembangkan akan lebih diarahkan untuk pengembangan komoditas unggulan perkebunan.

Klasifikasi kesesuaian lahan atau kemampuan lahan adalah pengelompokkan lahan berdasarkan kesesuaiannya atau kemampuannya untuk tujuan penggunaan tertentu (Sitorus 2004). Menurut Sitorus (2014) evaluasi sumberdaya lahan merupakan proses untuk menduga potensi sumberdaya alam untuk berbagai kegunaan. Pada dasarnya evaluasi sumberdaya lahan membutuhkan tiga aspek utama yaitu: lahan, penggunaan lahan, dan aspek ekonomi. Fungsi evaluasi sumberdaya lahan adalah memberikan pengertian hubungan-hubungan antara kondisi lahan dan penggunaannya, serta memberikan informasi kepada perencanaan tentang perbandingan dan alternatif pilihan pengguaan yang diharapkan dapat berhasil. Manfaat mendasar dari evaluasi sumberdaya lahan adalah untuk menilai kesesuaian lahan dari suatu penggunaan tertentu serta memprediksi konsekuensi-konsekuensi dari perubahan penggunaan lahan yang akan dilakukan (Sitorus 2014).

Ada dua cara evaluasi sumberdaya lahan yaitu secara langsung dan secara tidak langsung. Cara langsung melalui percobaan misalkan penanaman tanaman dan pembangunan jalan untuk melihat apa yang terjadi, sedangkan cara tidak langsung melalui percobaan, pengolahan dan pengumpulan data hasil tanaman berbagai sumber yaitu: pengujian pot, petak pecobaan, produksi tanaman, dll. Adapun proses evaluasi sumberdaya lahan ada tiga yaitu: penentuan karakteristik lahan, kualitas lahan, dan penetapan kemampuan dan kesesuaian lahan (Sitorus 2014). Kecocokan antara sifat fisik lingkungan dari suatu wilayah dengan persyaratan penggunaan atau komoditas yang dievaluasi memberikan gambaran atau informasi bahwa lahan tersebut potensi dikembangkan untuk komoditas tersebut atau akan mampu memberikan hasil sesuai dengan yang diharapkan (Sitorus 2014). Tujuan evaluasi lahan adalah menentukan nilai suatu lahan untuk tujuan tertentu.

(34)

18

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan di Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi dengan cakupan seluruh kecamatan yang ada di Kabupaten Bungo. Pelaksanaan penelitian pada bulan September 2014 sampai September 2015. Analisis data dilakukan di Studio Divisi Perencanaan Pengembangan Wilayah dan Divisi Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, IPB, Bogor. Lokasi penelitian disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2 Lokasi penelitian

Jenis dan Sumber Data

(35)

Tabel 2 Keterkaitan antara tujuan penelitian dengan jenis dan sumber data serta teknik analisis data

Tujuan Jenis Data Sumber data Teknik analisis

data

Peta Administrasi skala 1:50.000, Citra Landsat tahun 2013 skala 1:50.000.

Data luas lahan komoditas perkebunan tahun 2010 dan tahun 2013, data produksi (ton/ha) komoditas perkebunan tahun 2013, peta pola ruang skala 1:400.000, output tujuan 1, peta kemiringan lereng skala 1:250.000, peta jenis tanah skala 1:250.000, peta izin lokasi perkebunan kelapa sawit skala 1:210.000, peta izin usaha perkebunan kelapa sawit skala 1:210.000, peta satuan lahan dan tanah lembar Muara Bungo skala 1:250.000, peta izin prinsip perkebunan kelapa sawit skala 1:210.000, dan peta curah hujan

(36)

20

Tujuan Jenis Data Sumber data Teknik analisis

data

Data fasilitas pendidikan Kabupaten Bungo tahun 2006 dan tahun 2013, data fasilitas ekonomi Kabupaten Bungo tahun 2006 dan 2013, data fasilitas sosial Kabupaten Bungo tahun 2006 dan 2013, data jumlah penduduk Kabupaten Bungo tahun 2006 dan 2013.

(37)

Alat yang digunakan terdiri dari seperangkat komputer dengan perangkat lunak (software) Arc View 3.3, Arc GIS 9.3, SPSS 17, Microsoft access, Microsoft office visio, Microsoft Word, Microsoft Excel, printer, alat tulis serta GPS.

Metode Analisis

Metode analisis data berdasarkan tujuan penelitian terdiri dari beberapa tahapan sebagai berikut.

Tahap Persiapan dan Pengumpulan Data

Pada tahap persiapan meliputi: studi literatur, pengumpulan data, digitasi peta, pengurusan perizinan, dan penyusunan kuesioner. Digitasi peta dengan mengklasifikasi ke dalam kelas-kelas penggunaan lahan dengan menggunakan kombinasi RGB 5-4-3 (Lisnawati dan Wibowo 2007), dengan mengkombinasikan ketujuh unsur interpretasi citra yaitu terdiri dari: rona, warna, bentuk, tekstur, pola, ukuran, dan resolusi (Lillesand et al. 2004). Dalam penelitian ini penggunaan lahan (land cover) dikelompokkan menjadi delapan kelas penggunaan lahan yaitu: hutan, tegalan, kebun campuran, pemukiman, kelapa sawit, tubuh air, sawah, dan karet.

Dalam melakukan tahap pengumpulan data yang meliput pengecekan lapang dan penyebaran kuesioner serta penyumpulan beberapa data mendukung penelitian, diantaranya berupa data: Citra Landsat Kabupaten Bungo tahun 1993, 2006 dan 2013 skala 1:50.000, peta sistem jaringan transfortasi daerah skala 1:400.000, peta administrasi skala 1:50.000, peta kemiringan lereng skala 1:250.000, peta jenis tanah skala 1:250.000, peta izin lokasi perkebunan kelapa sawit skala 1:210.000, peta izin usaha perkebunan kelapa sawit skala 1:210.000, peta izin prinsip perkebunan kelapa sawit skala 1:210.000, Peta Curah Hujan skala 1:250.000, peta pola ruang skala 1:400.000, dan peta satuan lahan dan tanah lembar Muara Bungo skala 1:250.000. Data sekunder berupa data-data statistik meliputi: laju perubahan keragaman fasilitas (pendidikan, sosial, dan ekonomi) tahun 2006 dan tahun 2013, luas lahan komoditas perkebunan tahun 2010 dan 2013, produksi komoditas perkebunan tahun 2013, dan jumlah penduduk masing-masing untuk tahun 2006 dan tahun 2013.

Tahap Analisis Data

Berdasarkan tujuan penelitian yang telah dirumuskan, teknik analisis data dalam penelitian ini terdiri dari lima tahapan sebagai berikut.

Analisis Penggunaan Lahan Sekarang (eksisting)

(38)

22

(2004) yaitu terdiri dari: rona, warna, bentuk, tekstur, pola, ukuran, dan resolusi. Dalam penelitian ini penggunaan lahan (land cover) dikelompokkan menjadi: hutan, tubuh air, pemukiman, kelapa sawit, sawah, tegalan, kebun campuran dan karet. Penggunaan lahan sekarang (eksisting) dibangun dengan memanfaatkan informasi dari Citra Landsat tahun 2013. Hasil klasifikasi penggunaan lahan tahun 2013 kemudian diperkuat kebenarannya dengan melakukan pengecekan lapang, dengan maksud untuk menghasilkan peta penggunaan lahan terkini yaitu peta penggunaan lahan aktual tahun 2015.

Pengecekan lapang bertujuan untuk mengetahui kebenaran objek atau penggunaan lahan dari hasil interpretasi terhadap kenyataan di lapang. Selain memetakan penggunaan lahan terkini juga untuk melihat trend perubahan penggunaan lahan apa yang sedang dan telah terjadi di Kabupaten Bungo. Pada tahap ini, digunakan citra tahun 1993 dan citra tahun 2013, dengan asumsi bahwa pada kurun waktu 20 tahun akan terlihat perubahan yang signifikan terhadap perubahan penggunaan lahan yang ada. Pada tahap ini digunakan GPS (Global Positioning System) sebagai alat bantu untuk mengetahui koordinat titik atau posisi yang ada pada peta yang telah terkoreksi. Pengecekan data lapang dilakukan dengan mengambil titik-titik sampel di peta yang dilakukan secara acak berdasarkan penggunaan lahan yang telah mengalami perubahan dan penggunaan lahan yang tidak mengalami perubahan (tetap), selain itu juga dipertimbangkan aksesibilitas (jaringan jalan) untuk mencapai lokasi titik-titik pengamatan.

Setelah melakukan pengecekan lapang, kemudian dilakukan reinterpretasi dan perbaikan peta penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kenyataan dilapangan sehingga akan diperoleh hasil akhir berupa peta penggunaan lahan tahun 2015 yang memiliki tingkat akurasi yang tinggi. Pada tahap ini juga dilakukan penggalian isu terkini baik pada masyarakat yang terlibat langsung dalam proses konversi lahan maupun instansi terkait di Kabupaten Bungo.

Analisis Perubahan Penggunaan Lahan dan Analisis Faktor-faktor yang Menyebabkan Terjadinya Perubahan

Analisis perubahan penggunaan lahan dilakukan secara spasial dengan teknik overlay untuk masing-masing peta penggunaan lahan tahun 1993, 2006, 2013 dan 2015. Tujuannya untuk mengetahui dimana lokasi dan seberapa luas perubahan penggunaan lahan yang terjadi. Setelah mengetahui perubahan penggunaan lahan apa saja yang terjadi, kemudian dilakukan analisis faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya perubahan penggunaan lahan.

Gambar

Gambar 2 Lokasi penelitian
Tabel 2 Keterkaitan antara tujuan penelitian dengan jenis dan sumber data  serta teknik analisis data
Tabel 5 Matrik arahan pengembangan komoditas unggulan perkebunan
Gambar 3 Diagram alir kegiatan penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Komoditas unggulan utama di Kota Pagar Alam untuk komoditas perkebunan adalah kopi di Kecamatan Dempo Selatan, Dempo Tengah, Dempo Utara dan Pagar Alam Utara,

Untuk mengetahui ketersediaan lahan untuk pengembangan komoditas unggulan maka dilakukan analisis spasial melalui: (1) Peta pola ruang Kabupaten Tanah Datar; (2) Peta

RIVAL RAHMAN. Perencanaan Penggunaan Lahan Pertanian Berbasis Komoditas Unggulan di Wilayah Boliyohuto Kabupaten Gorontalo. Dibimbing oleh DWI PUTRO TEJO BASKORO dan

Arahan wilayah untuk 5 jenis komoditas unggulan yaitu ubi kayu, ubi jalar, padi, jagung, kacang tanah didasarkan pada pertimbangan analisis LQ > 1, SSA >

Arahan wilayah untuk 5 jenis komoditas unggulan yaitu ubi kayu, ubi jalar, padi, jagung, kacang tanah didasarkan pada pertimbangan analisis LQ > 1, SSA >

Berdasarkan penelitian (Zakiah et al., 2015) menngatakan bahwa komoditas perkebunan unggulan wilayah adalah komoditas yang memeliki nilai basis dari luas lahan

Komoditas unggulan utama tanaman hortikultura di Kecamatan Salak, STTU Jehe, STTU Julu, PGGS, Kerajaan, Tinada dan Siempat Rube adalah jeruk sedangkan Kecamatan

Perumusan Arahan Pengembangan Komoditas Unggulan Pada analisis sebelumnya diperoleh jenis kegiatan industri yang sesuai sesuai dengan komoditas unggulan di Kabupaten Muara Enim