• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penjadwalan Bus Transjakarta untuk Meminimumkan Biaya Operasional

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penjadwalan Bus Transjakarta untuk Meminimumkan Biaya Operasional"

Copied!
142
0
0

Teks penuh

(1)

NURISMA

DEPARTEMEN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

oleh AMRIL AMAN dan FARIDA HANUM.

Masalah kemacetan sudah menjadi fenomena yang lazim terjadi di kota-kota besar di Indonesia seperti Jakarta. Sistem Bus Rapid Transit (BRT) ialah salah satu solusi untuk menyelesaikan masalah kemacetan di Jakarta. Sistem BRT yang sedang dikembangkan oleh pemerintah Provinsi DKI Jakarta adalah Transjakarta atau yang lebih kita kenal sebagai busway. Busway diharapkan dapat menyelesaikan masalah kemacetan di Jakarta. Dalam pelaksanaannya, masih banyak kekurangan yang terjadi seperti pada saat penumpang mengalami fluktuasi pada waktu puncak dan waktu nonpuncak. Situasi ini menyebabkan sarana dan prasarana transportasi yang disediakan menjadi rendah utilitasnya dan biaya operasional meningkat, Penelitian ini dikembangkan dalam sebuah model optimisasi yang menjelaskan operasi frekuensi bus dalam satu hari, agar penumpang dilayani lebih baik dan biaya operasional minimum. Masalah penjadwalan diformulasikan sebagai pemrograman linear integer dan diselesaikan menggunakan software LINGO 11.0.

(3)

AMRIL AMAN and FARIDA HANUM.

Traffic problem has become a common phenomenon in big cities in Indonesia, such as Jakarta. The bus rapid transit (BRT) system is one of the solutions of the traffic problem in Jakarta. The BRT system, that has been developed by Jakarta’s government, is Transjakarta or popularly called “busway”. Busway is expected to solve the traffic problem in Jakarta. In practice, Transjakarta often experiences shortages of buses at some particular periods because of customer fluctuations in peak and non peak hours. This situation has caused decrease on utility of transportation’s infrastructure and increase on operational cost. This study has developed an optimization model to determine the frequency of buses operated at each period of the day, such that customers are served better and the operational cost is minimum. The scheduling problem is formulated as an integer linear programming and solved using LINGO 11.

(4)

NURISMA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada Departemen Matematika

DEPARTEMEN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

Nama

: Nurisma

NIM

: G54070059

Menyetujui

Pembimbing I

Dr. Ir. Amril Aman, M.Sc.

NIP. 19570330 198103 1 001

Pembimbing II

Dra. Farida Hanum, M.Si.

NIP. 19651019 199103 2 002

Mengetahui

Ketua Departemen Matematika

Dr. Berlian Setiawaty, MS

NIP. 19650505 198903 2 004

(6)

serta selawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penyusunan karya ilmiah ini juga tidak lepas dari peranan berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. keluargaku tercinta: Kedua orangtua Hj. Euis Siti Jamilah, Spd. M.MPd dan H. Drs.Zulkifli Amin (terima kasih atas doa, dukungan, kesabaran, kepercayaan, kasih sayang, motivasi dan segalanya), Nenek, Kaka, Abang, Izal, Agam dan H. Amir Fauzi, M.Sc. (terima kasih atas doa, dukungan, kasih sayang, dan motivasinya), serta keluarga besar (terima kasih atas doa, dukungan, kasih sayang, dan motivasinya),

2. Dr. Ir. Amril Aman, M.Sc. selaku dosen pembimbing I (terima kasih atas semua ilmu, kesabaran, motivasi, dan bantuannya selama penulisan skripsi ini),

3. Dra. Farida Hanum, M.Si. selaku dosen pembimbing II (terima kasih atas semua ilmu, kesabaran, motivasi, dan bantuannya selama penulisan skripsi ini),

4. Drs. Prapto Tri Supriyo, M.Kom. selaku dosen penguji (terima kasih atas semua ilmu dan sarannya),

5. segenap dosen Departemen Matematika: Bu Anggi, Pak Toni, Pak Jahar, Bu Endar, Bu Retno, Pak Ali, Pak Hadi, Pak Wayan, Pak Siswadi, Pak Budi dan lainnya (terima kasih atas semua ilmu yang telah diberikan),

6. staf Departemen Matematika: Pak Yono, Bu Susi, Mas Heri, Pak Bono, Bu Ade, dan Mas Deni dan lainnya (terima kasih atas bantuan dan motivasinya),

7. sahabat-sahabat terbaik: Fitri Durrotun Nafisah, Lingga Divika Anggiruling, Pariatik, Mutia Indah Sari, Fani Valerina, Denda Rinaldi Hadinata, Imam Ekowicaksono, Lili Suryani, M.Rofi, M. Rizqy, Rita Fuzi Lestari, Tri Rani Puji Astuti, Rudy Martikno, Tri Utami Ratna Puri, Gitta Pusparini, Hilda Damayanti, Wina Anggraeni, Marsya G, M.Taufan, Fendy F, A. Rifai (terima kasih atas doa, dukungan, motivasi, persahabatan, dan kebersamaannya), 8. keluarga dan sahabat penghuni Queen Castle: Tri Utami Ratna Puri, mba Dian Purbasari,

Thea Mutia, Ilah Fadillah, Rina Agustina N, Jeni Rachma, Nana Winnit M, Indah M, Rida dan yang lainnya (terima kasih atas doa, bantuan, dukungan, kebersamaan dan motivasinya), 9. teman-teman seperjuangan AAC dan Kak Putranto Hadi (terima kasih atas doa, bantuan,

ilmu, dan motivasinya),

10. manajemen dan pegawai Icon Clothing (terima kasih atas doa, dukungan, dan motivasinya), 11. anggota UKM Century (terima kasih atas doa, ilmu, kebersamaan dan motivasinya),

12. teman-teman Matematika angkatan 44: Ali, Arina, Aswin, Ayum, Ayung, Christoper, Cita, Devi, Devina, Diana, Dian, Della, Fajar, Andika,Tanti, Eka, Fani, Fikri, Gan-gan, Ihda, Ikhsan, Indin, Iresa, Lazuardi, Lilis, Lina, Lugina, Lukman, Mariam, Masayu, Endro, Aqil, Nadiroh, Vani, Naim, Nurul, Nunuy, Nurus, Pandi, Rachma, Sri, Tyas, Vianey, Wahyu, Wenti, Yanti, Yogie, Yuli, dan Zae (terima kasih atas doa, semangat, dukungan, bantuan, dan kebersamaannya),

13. teman-teman Gumatika, terutama BPH, Kadiv-kadiv ceria, divisi Cofilate (2008-2009) dan Active (2009-2010) (terima kasih atas doa, dukungan, kebersamaan, dan motivasinya), 14. kakak-kakak 41,42,43 dan S2: Kak Sima, Kak Mira, Kak Adi, Kak Sofyan, Kak Wira, Kak

Nia, Kak Elly, Kak Slamet, Kak Razono, Kak Agung, Kak Ratna, Kak Supri, Kak Apri, Kak Arum, Kak Rangga, Kak Dandi, Kak Kunto, Kak Fardhan, Kak Resti, Kak Tami, Om Baist dan yang lainnya (terima kasih atas doa, bantuan, ilmu, dukungan, dan motivasinya),

15. adik-adik Matematika angkatan 45 dan 46 (terima kasih atas doa dan dukungannya),

16. teman-teman TPB, Kamar 350 (Rani, May, Isti) dan teman-teman Asrama Putri A3 lorong 6 (terima kasih atas doa, dukungan, kebersamaan, dan motivasinya),

17. teman-teman lainnya yang telah mendukung selama ini, baik moril maupun materiil.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi dunia ilmu pengetahuan khususnya matematika dan menjadi inspirasi bagi penelitian-penelitian selanjutnya.

Bogor, April 2012

(7)

dan ibu Euis Siti Jamilah. Penulis merupakan anak ke-3 dari lima bersaudara.

Penulis mengemban ilmu di SD Negeri 2 Purabaya dan lulus pada tahun 2001, selanjutnya penulis melanjutkan studinya di SMP Negeri 6 Cimahi dan lulus pada tahun 2004, SMA Negeri 2 Cimahi menjadi pilihan penulis untuk melanjutkan pendidikannya dan lulus pada tahun 2007. Di tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih mayor Matematika, Departemen Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

(8)

vii

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 1

1.3 Manfaat ... 1

II LANDASAN TEORI ... 2

2.1 Penjadwalan ... 2

2.2 Bus Rapid Transit (BRT) ... 2

2.3 Transjakarta ... 2

2.4 Pemrograman Linear ... 3

2.5 Pemrograman Linear Integer ... 4

2.6 Metode Branch and Bound ... 5

III DESKRIPSI PERMASALAHAN PENGOPERASIAN BRT ... 8

3.1 Perumusan Masalah BRT ... 8

3.2 Formulasi Masalah dalam Model Matematika ... 9

IV IMPLEMENTASI MODEL PADA PENGOPERASIAN BUS TRANSJAKARTA KORIDOR 1 ... 14

4.1 Lokasi Penelitian ... 14

4.2 Deskripsi Masalah Pengoperasian Transjakarta Koridor 1 ... 14

4.3 Formulasi Model Matematika Masalah Pengoperasian Transjakarta Koridor 1 ... 17

4.4 Hasil dan Pembahasan ... 21

V KESIMPULAN DAN SARAN ... 24

5.1 Kesimpulan ... 24

5.2 Saran ... 24

DAFTAR PUSTAKA ... 24

(9)

viii

Halaman

1 Data banyaknya penumpang di setiap shelter Koridor 1 ... 15

2 Data jarak antar-shelter di Koridor 1... 15

3 Data jarak yang ditempuh oleh bus, berdasarkan awal keberangkatan di setiap slot waktu di Koridor 1 ... 16

4 Data banyaknya penumpang di setiap shelter dan slot waktu tertentu di Koridor 1 ... 17

5 Hasil simulasi untuk penjadwalan bus Transjakarta dalam satu hari ... 21

6 Alur penumpang dengan waktu keberangkatan pada slot waktu 2 ... 22

7 Biaya operasional penghitungan BLUT dan program ... 23

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Daerah fisibel (daerah yang diarsir) untuk relaksasi-PL dari PLI (6) ... 6

2 Daerah fisibel untuk Subproblem 2 dan Subproblem 3 ... 6

3 Seluruh pencabangan pada metode branch-and-bound untuk menentukan solusi optimum dari PLI ... 8

4 Koridor 1 (Blok M-Kota) ... 14

5 Grafik pergerakan keberangkatan penumpang pada slot waktu dan shelter tertentu ... 16

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Syntax Program LINGO 11.0 untuk Menyelesaikan Masalah Pemograman Linear dengan Metode Branch and Bound beserta Hasil yang Diperoleh ... 27

2 Syntax Program LINGO 11.0 untuk Menyelesaikan Masalah Penjadwalan Bus Transjakarta untuk Meminimumkan Biaya Operasional ... 30

3 Banyaknya Penumpang di Shelter j dengan Shelter tujuan k pada Slot Waktu i untuk Masalah Penjadwalan Transjakarta untuk Meminimumkan Biaya Operasional ... 42

4 Hasil Komputasi Program LINGO 11.0 untuk Masalah Penjadwalan Bus Transjakarta untuk Meminimumkan Biaya Operasional (direpresentasikan dalam tabel) ... 56

(10)

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jakarta terjebak dalam fenomena sosial kemacetan lalu lintas yang disebabkan tingkat kepadatan dan mobilitas penduduk yang tinggi. Masyarakat ibu kota Jakarta dalam kegiatan sehari-hari memerlukan jasa angkutan kota yang cepat, nyaman dan murah, terutama untuk kalangan menengah ke bawah yang tidak mempunyai alat transportasi sendiri. Beberapa tahun terakhir ini banyak sekali bermunculan gagasan untuk mengatasi permasalahan kemacetan di Jakarta, salah satunya ialah dengan mengadakan sistem transportasi umum massal.

Bermula dari gagasan perbaikan sistem angkutan umum di DKI Jakarta yang mengarah kepada kebijakan prioritas angkutan umum, maka perlu dibangun suatu sistem angkutan umum massal yang menggunakan bus pada jalur khusus (bus rapid transit/BRT).

Salah satu sistem angkutan umum alternatif yang ditawarkan oleh pemerintah untuk mengatasi kemacetan di kota-kota besar ialah Transjakarta, atau yang lebih kita kenal dengan sebutan busway. Busway merupakan sistem bus rapid transit (BRT) atau sistem transportasi bus cepat, yang dapat mengakomodasi pengguna dari segala golongan.

Manajemen operasi suatu sistem transportasi, merupakan suatu permasalahan operations research yang kompleks. Secara umum, perusahaan dihadapkan pada berbagai persoalan dalam memenuhi permintaan calon penumpang dan upaya untuk meminimumkan biaya operasional. Misalnya perusahaan harusnya dapat memecahkan masalah dalam menentukan jadwal dan banyaknya armada yang seharusnya dioperasikan pada waktu tertentu.

Jadwal dan pengaturan banyaknya armada yang dijalankan ialah aktivitas penting dalam pengoperasian bus Transjakarta. Keduanya sangat memengaruhi efisiensi penggunaan bus Transjakarta. Hal tersebut sangat penting bagi keuntungan perusahaan, tingkat pelayanan dan kemampuan bersaing di lapangan.

Pembangunan dan pengelolaan sistem Transjakarta disediakan oleh Pemerintah Daerah DKI Jakarta, sementara pelaksanaan kegiatan operasional bus, operasional tiket, dan kegiatan penunjang lainnya bekerjasama dengan pihak operator.

Beberapa permasalahan yang dihadapi dalam pengoperasian Transjakarta yang beroperasi dari tahun 2004 sampai sekarang (2012), di antaranya ialah tagihan biaya operasional yang harus dibayar pihak pengelola (Badan Layanan Umum Transjakarta) kepada operator (perusahaan swasta) lebih besar dari subsidi yang diberikan pemerintah dan pemasukan penjualan tiket. Selain itu, permasalahan lain ialah saat banyaknya penumpang mengalami fluktuasi pada waktu puncak dan waktu nonpuncak, sarana dan prasarana transportasi yang disediakan menjadi rendah utilitasnya dan biaya operasional meningkat, maka penjadwalan sangatlah penting, sehingga frekuensi pengoperasian bus, nilai utilitas bus dan jarak yang akan ditempuh pada setiap busnya dapat optimal sehingga biaya operasional bus minimum.

1.2 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini ialah sebagai berikut:

1. memodelkan masalah penjadwalan Transjakarta dengan menghindari terjadinya nilai utilitas yang rendah,

2. melakukan analisis banyaknya bus yang digunakan pada setiap waktu tertentu sehingga dapat memininumkan biaya operasional.

1.3 Manfaat

(11)

II LANDASAN TEORI

Untuk membuat model optimasi

penjadwalan bus Transjakarta diperlukan pemahaman beberapa teori. Berikut ini akan dibahas satu per satu.

2.1 Penjadwalan

2.1.1 Definisi Penjadwalan

Penjadwalan merupakan proses pengorganisasian, pemilihan, dan penetapan penggunaan sumberdaya dalam rangka melaksanakan semua aktivitas yang diperlukan untuk menghasilkan output yang diinginkan pada saat yang telah direncanakan, dengan pembatas waktu dan hubungan antar-aktivitas dan sumberdaya tertentu.

(Morton & Pentico 1993)

2.1.2 Tujuan Penjadwalan

Beberapa tujuan penjadwalan yang penting yaitu:

1. meningkatkan utilitas atau kegunaan sumberdaya,

2. mengurangi total waktu proses seluruh pekerjaan (makespan),

3. mengurangi rata-rata banyaknya pekerjaan yang menunggu untuk diproses oleh suatu sumberdaya,

4. meminimumkan keterlambatan pemenuhan suatu job.

(Bedworth & Bailey 1986)

2.1.3 Kriteria Optimalitas Penjadwalan Pemilihan kriteria optimalitas merupakan tahap di mana seseorang harus memilih output yang diinginkan oleh pengambil keputusan dalam pelaksanaan penjadwalan produksi.

Secara umum, kriteria optimalitas dalam proses penjadwalan dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian.

1. Berkaitan dengan waktu

Beberapa kriteria yang terkait dengan waktu ialah minimasi rata-rata flow time¸ minimasi makespan, dan minimasi tardiness,

2. Berkaitan dengan biaya

Kriteria ini lebih menekankan pada unsur biaya, dan kurang atau bahkan tidak memperhatikan kriteria waktu yang ada sehingga dengan suatu penjadwalan produksi tertentu diharapkan ongkos yang minimal.

3. Kriteria gabungan

Beberapa kriteria optimalitas dapat digabungkan dan dapat dikombinasikan sehingga menjadi multi kriteria.

(Heizer & Render 2010)

2.2 Bus Rapid Transit (BRT)

Sistem BRT merupakan sistem transportasi publik yang digunakan sebagai sistem transportasi menuju transportasi berkelanjutan. BRT merupakan moda angkutan yang berorientasi pada layanan pelanggan dengan mengombinasikan stasiun, kendaraan, perencanaan, dan elemen-elemen sistem transportasi yang canggih ke dalam sebuah sistem yang terpadu dan memiliki satu identitas unik.

(ITDP 2007)

Ciri-ciri utama sistem BRT meliputi: 1. jalur bus terpisah,

2. naik dan turun kendaraan yang cepat, 3. stasiun dan terminal yang bersih, aman,

dan nyaman,

4. penarikan ongkos sebelum berangkat yang efisien,

5. penandaan yang jelas dan mudah dikenali,

6. tampilan informasi yang serta merta (real time).

(Wright 2003)

2.3 Transjakarta

BLUT (Badan Layanan Umum Transjakarta) ialah lembaga yang dibentuk oleh pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk mengelola layanan angkutan umum massal dengan menggunakan moda bus. Pembangunan BRT merupakan salah satu strategi dari Pola Transportasi Makro (PTM) untuk meningkatkan pelayanan dan penyediaan jasa transportasi yang aman, terpadu, tertib, lancar, nyaman, ekonomis, efisien, efektif dan terjangkau oleh masyarakat. BRT yang difasilitasi dengan jalur, armada bus dan infrastruktur yang dibangun khusus, sistem tiket elektronik yang saat ini dioperasikan di Koridor 1-3 serta keramahan petugas ialah layanan yang diberikan kepada masyarakat untuk dapat menggunakan angkutan umum yang lebih baik. Kini masyarakat mempunyai alternatif angkutan umum yang memberikan kemudahan menjangkau seluruh wilayah Jakarta dengan pelayanan yang berbeda dibandingkan dengan angkutan umum lainnya.

(12)

sistem tiket yang terkomputerisasi, sistem pengamanan yang handal dan petugas yang terlatih. Mulai dari perencanaan, pembangunan dan pengelolaan sistem Transjakarta dilakukan oleh Pemerintah Daerah DKI Jakarta, sementara kegiatan operasional bus, operasional tiket dan kegiatan penunjang lainnya dilaksanakan bekerjasama dengan pihak operator yaitu : PT Jakarta Express Trans, PT Trans Batavia, PT Jakarta Trans Metropolitan, PT Jakarta Mega Trans, PT Prima Jasa Perdana Raya Utama dan PT Eka Sari Lorena Transport, sehingga pemerintah (BLUT) hanya membayar biaya per kilometer kepada operator bus yang menangani di setiap koridornya.

Transjakarta Busway memiliki 141 halte di sepanjang sepuluh koridor busway dengan ketinggian platform 110 centimeter dari tinggi permukaan jalan agar tersedia akses yang rata dengan bus. Setiap halte busway dilengkapi dengan akses untuk pejalan kaki yang terhubung dengan jembatan penyeberangan orang, yang dirancang khusus untuk mempermudah pengguna layanan busway. Sarana dan prasarana yang tersedia di halte antara lain loket pembelian tiket dan pintu barrier sebagai jalan masuk dan jalan keluar bagi pengguna jasa layanan. Selain itu disediakan fasilitas tempat sampah, informasi rute dan pintu otomatis untuk memberikan kenyamanan dan keamanan saat menunggu di halte.

Saat ini banyaknya armada bus adalah 426 unit dan dioperasikan berdasarkan rencana operasi yang terjadwal di 10 koridor. Bus yang diberangkatkan pada titik awal diatur sesuai dengan waktu yang telah ditentukan baik pada jam sibuk maupun jam tidak sibuk. Selain rute Koridor 1 dan 8, untuk meningkatkan pelayanan dan mengurangi kepadatan penumpang di halte transit, maka BLUT menambah rute-rute langsung yang berdasarkan pada sistem jaringan dan dapat diakses penumpang sesuai dengan tujuan perjalanannya.

2.4 Pemrograman Linear

Pemrograman linear (PL) atau linear

programming merupakan metode

penyelesaian masalah pengoptimuman dengan tujuan yang diinginkan terhadap kendala tertentu. Model PL meliputi pengoptimuman suatu fungsi linear terhadap kendala linear. Salah satunya dapat menjadi metode penyelesaian dalam masalah pengoptimuman penjadwalan BRT.

Pemrograman linear terdiri atas tiga (3) komponen utama, yaitu:

a. variabel keputusan yang telah ditentukan, b. tujuan pengoptimuman yang akan

dibutuhkan baik maksimisasi maupun minimisasi,

c. kendala untuk menentukan solusi yang memenuhi.

(Taha 2007)

Definisi 1 (Bentuk Standar PL)

Suatu PL dikatakan berbentuk standar jika berbentuk:

min z = cTx

terhadap Ax = b (1) x ≥ 0

dengan x dan c berupa vektor berukuran n, vektor b berukuran m, sedangkan A berupa matriks berukuran m n× yang disebut juga sebagai matriks kendala.

(Nash & Sofer 1996)

Pemrograman linear (PL) ialah suatu masalah optimisasi yang memenuhi kendala sebagai berikut:

a. tujuan masalah tersebut ialah memaksimumkan atau meminimumkan suatu fungsi linear dari sejumlah variabel keputusan. Fungsi yang akan dimaksimumkan atau diminimumkan ini disebut fungsi objektif,

b. nilai variabel-variabel keputusannya harus memenuhi suatu himpunan kendala. Setiap kendala harus berupa persamaan linear atau pertidaksamaan linear,

c. ada pembatasan tanda untuk setiap variabel dalam masalah ini. Untuk sembarang variabel xi, pembatasan tanda menentukan xi harus taknegatif (xi ≥ 0) atau tidak dibatasi tandanya (unrestricted in sign).

(Winston 2004)

2.4.1 Solusi Pemrograman Linear

Untuk menyelesaikan suatu masalah pemrograman linear (PL), metode simpleks merupakan salah satu metode yang dapat menghasilkan solusi optimal. Metode simpleks dikembangkan oleh Dantzig pada tahun 1947. Metode simpleks merupakan metode yang umum digunakan untuk menyelesaikan masalah pemrograman linear, yaitu berupa metode berulang (iteratif) dimana dalam setiap pengulangan (iterasi) berkaitan dengan satu pemecahan dasar (solusi basis).

(13)

dinyatakan sebagai A=(B N), dengan B ialah matriks yang elemennya berupa koefisien variabel basis dan N merupakan matriks yang elemennya berupa koefisien variabel nonbasis pada matriks kendala. Matriks B disebut matriks basis PL (1).

Jika vektor x dapat dinyatakan sebagai vektor 

  B N x x = x

, dengan

x

B ialah vektor

variabel basis dan

x

N ialah vektor nonbasis, maka Ax = bdapat dinyatakan

Sebagai

(

)

  B

N

x Ax = B N

x

(2)

= Bx + Nx = b

B N

.

Karena B ialah matriks taksingular, maka B memiliki invers, sehingga dari (2)

x

B dapat dinyatakan sebagai :

-1 -1

B N

x = B b B Nx

Kemudian, fungsi objektifnya berubah menjadi:

min

z

=

T T

B B N N

c x + c x

(Winston 2004)

Definisi 2 (Solusi Basis)

Solusi basis ialah solusi PL yang didapatkan dengan mengatur variabel n

m sama dengan nol dan nilai untuk penyelesaiannya adalah dari sisa variabel m. Hal ini dengan mengasumsikan bahwa mengatur variabel n

m sama dengan nol akan membuat nilai yang unik untuk sisa variabel m atau sejenisnya, kolom-kolom untuk sisa dari variabel m adalah bebas linear. (Winston 2004)

Definisi 3 (Solusi Fisibel Basis)

Solusi fisibel basis ialah solusi basis pada PL yang semua variabel-variabelnya taknegatif.

(Winston 2004)

Ilustrasi solusi basis dan solusi basis fisibel diberikan dalam Contoh 1.

Contoh 1

Misalkan diberikan PL berikut :

1 2

minz= −2x −4 ,x

1 2 3

terhadap 2− x +x +x =5,

1 2 2 4 7,

x x x

− + + =

1 5 9,

x +x =

1

,

2

,

3

,

4

,

5

0.

(4)

x x x x x

Dari PL tersebut didapatkan :

2 1 1 0 0 5

1 2 0 1 0 , 7 .

1 0 0 0 1 9

A b −         = − =          Misalkan dipilih XB= (x1 x2 x3) T

dan XN = (x4 x5) T

,

maka matriks basis 2 1 1

= 1 2 0 ,

1 0 0 −           B

0 0 1

= 0 1 / 2 1 / 2 , 1 1 / 2 3 / 2

          -1 B 0 0

= 1 0 0 1           N

( 2 4 0), (0 0)

= − − =

T T

B N

c c

Dengan menggunakan matriks basis tersebut, diperoleh

(0 0) ,T

=

N x

(9 8 15) ,T

=

-1 B x = B b

50.

z T -1 = − B

= c B b (5) Solusi (5) merupakan solusi basis, karena solusi tersebut memenuhi kendala pada PL (4) dan kolom-kolom pada matriks kendala yang berpadanan dengan komponen taknol dari (5) yaitu B,bebas linear (kolom yang satu bukan merupakan kelipatan dari kolom yang lain). Solusi (5) juga merupakan solusi basis fisibel, karena nilai-nilai variabelnya lebih dari atau sama dengan nol.

Definisi 4 (Daerah Fisibel)

Daerah fisibel untuk PL ialah himpunan bilangan yang memenuhi semua kendala dan pembatasan tanda pada PL tersebut.

(Winston 2004)

Definisi 5 (Solusi Optimal)

Untuk masalah maksimisasi, solusi optimal pada PL ialah suatu titik pada daerah fisibel dengan nilai fungsi objektif paling besar, sedangkan untuk masalah minimisasi, solusi optimal ialah suatu titik pada daerah fisibel dengan nilai fungsi objektif terkecil.

(Winston 2004)

2.5 Pemrograman Linear Integer

(14)

maka disebut mixed integer linear programming (MILP). Semua variabel dalam PLI harus bernilai 0 atau 1 disebut 0-1 PLI.

(Garfinkel & Nemhauser 1972)

Definisi 8 (Relaksasi Pemrograman Linear) Relaksasi pemrograman linear atau sering disebut relaksasi-PL merupakan suatu pemprograman linear yang diperoleh dari suatu PLI dengan menghilangkan kendala integer atau kendala 0-1 pada setiap variabelnya.

Untuk masalah maksimisasi, nilai optimum fungsi objektif relaksasi-PL lebih besar atau sama dengan nilai optimum fungsi objektif PLI, sedangkan untuk masalah minimisasi, nilai optimum fungsi objektif relaksasi-PL lebih kecil atau sama dengan nilai optimum fungsi objektif PLI.

(Winston 2004)

2.6 Metode Branch and Bound

Dalam penulisan karya ilmiah ini, untuk memperoleh solusi optimum dari masalah PLI digunakan software LINGO 11.0 yaitu program untuk menentukan solusi model linear, nonlinear, dan optimisasi integer dengan lebih cepat, mudah, dan lebih efisien. Software LINGO 11.0 menggunakan metode branch and bound untuk menyelesaikan masalah PLI.

Prinsip dasar metode branch and bound ialah memecah daerah fisibel dari masalah relaksasi-PL dengan membuat subproblem-subproblem. Daerah fisibel suatu pemrograman linear ialah daerah yang memuat titik-titik yang dapat memenuhi kendala linear masalah pemrograman linear.

1. Branch

Branching (pencabangan) ialah proses membagi permasalahan menjadi subproblem-subproblem yang mungkin mengarah ke solusi.

2. Bound

Bounding (pembatasan) ialah suatu proses untuk mencari atau menghitung batas atas (dalam masalah minimisasi) dan batas bawah (dalam masalah maksimisasi) untuk solusi optimum pada subproblem yang mengarah ke solusi.

Metode branch-and-bound diawali dari menyelesaikan relaksasi-PL dari suatu pemrograman linear integer. Jika semua nilai variabel keputusan solusi optimum sudah berupa integer, maka solusi tersebut

merupakan solusi optimum PLI. Jika tidak, dilakukan pencabangan dan penambahan batasan pada relaksasi-PLnya kemudian diselesaikan.

Winston (2004) menyebutkan bahwa untuk masalah maksimisasi nilai fungsi objektif optimum untuk PLI nilai fungsi objektif optimum untuk relaksasi-PL, sehingga nilai fungsi objektif optimum relaksasi-PL merupakan batas atas bagi nilai fungsi objektif optimum untuk masalah PLI. Diungkapkan pula dalam Winston (2004) untuk masalah maksimisasi bahwa nilai fungsi objektif optimum untuk suatu kandidat solusi merupakan batas bawah nilai fungsi objektif optimum untuk masalah PLI asalnya. Suatu kandidat solusi diperoleh jika solusi dari suatu subproblem sudah memenuhi kendala integer pada masalah PLI, artinya fungsi objektif dan semua variabelnya sudah bernilai integer.

Sebelumnya akan dibahas terlebih dulu pengertian subproblem yang terukur. Menurut Winston (2004), suatu subproblem dikatakan terukur (fathomed) jika terdapat situasi sebagai berikut.

1. Subproblem tersebut takfisibel, sehingga tidak dapat menghasilkan solusi optimum untuk PLI.

2. Subproblem tersebut menghasilkan suatu solusi optimum dengan semua variabelnya bernilai integer. Jika solusi optimum ini mempunyai nilai fungsi objektif yang lebih baik daripada solusi fisibel yang diperoleh sebelumnya, maka solusi ini menjadi kandidat solusi optimum dan nilai fungsi objektifnya menjadi batas bawah (dalam masalah maksimisasi) dan batas atas (dalam masalah minimisasi) nilai fungsi objektif optimum bagi masalah PLI pada saat itu. Bisa jadi subproblem ini menghasilkan solusi optimum untuk masalah PLI.

3. Nilai fungsi objektif optimum untuk subproblem tersebut tidak melebihi (untuk masalah maksimisasi) batas bawah saat itu, maka subproblem ini dapat dieliminasi.

Berikut ini ialah langkah-langkah penyelesaian suatu masalah maksimisasi dengan metode branch-and-bound.

• Langkah 0

Didefinisikan z sebagai batas bawah dari nilai fungsi objektif (solusi) PLI yang optimum. Pada awalnya ditetapkan z=−∞ dan i = 0.

• Langkah 1

(15)

X2

X2 Subproblem PL(i) diselesaikan dan diukur dengan kondisi yang sesuai.

a) Jika PL(i) terukur, batas bawah z diperbarui jika solusi PLIyang lebih baik ditemukan. Jika tidak, subproblem baru i dipilih dan Langkah 1 diulangi. Jika semua subproblem telah diperiksa, maka proses dihentikan.

b) Jika PL(i) tidak terukur, proses dilanjutkan ke Langkah 2 untuk melakukan pencabangan PL(i).

• Langkah 2

Dipilih salah satu variabel

x

j dengan nilai

optimumnya ialah

x

*j yang tidak memenuhi

batasan integer dalam solusi PL(i) . Bidang

* *

1

j j j

x x x

 < < +

    dipecah menjadi dua

subproblem, yaitu * * *

dan 1

j j j j

x ≤  x x ≥  x + ,

dengan * j

x

 

  didefinisikan sebagai integer

terbesar yang kurang dari atau sama dengan

*

j

x

. Jika PL(i) masih tidak terukur, maka kembali ke Langkah 1.

(Taha 1996)

Untuk memudahkan pemahaman metode branch-and-bound diberikan contoh sebagai berikut.

Contoh 2

Misalkan diberikan PLI berikut:

maksimumkan z = 3x1+5x2, dengan kendala x1+3x2 ≤ 15,

5x1+6x2 ≤ 64,

x1, x2 ≥ 0, (6) x1, x2 integer.

Solusi optimum relaksasi-PL dari masalah PLI (6) ialah x1 = 11,33, x2 = 1,2 dan z = 40,11 (detail pengitungan dapat dilihat pada Lampiran 1). Batas atas nilai optimum fungsi objektif masalah ini ialah z = 40,11. Daerah fisibel relaksasi-PL masalah PLI (6) ditunjukkan pada Gambar 1 (daerah yang diarsir) sedangkan titik-titik merupakan solusi fisibel masalah PLI (6).

Gambar 1 Daerah fisibel (daerah yang diarsir) untuk relaksasi-PL dari PLI (6).

Langkah berikutnya ialah memartisi daerah fisibel relaksasi-PL menjadi dua bagian berdasarkan variabel yang berbentuk pecahan (non-integer). Karena nilai dari kedua variabel yang diperoleh bukan integer, maka dipilih salah satu variabel untuk dasar pencabangan. Misalnya dipilih x2 sebagai dasar pencabangan. Jika masalah relaksasi-PL diberi nama Subproblem 1, maka pencabangan tersebut menghasilkan 2 subproblem, yaitu:

• Subproblem 2: Subproblem 1 ditambah kendala x2 ≤ 1;

• Subproblem 3: Subproblem 1 ditambah kendala x2 ≥ 2;

Hal ini diilustrasikan secara grafis pada Gambar 2.

Gambar 2 Daerah fisibel untuk Subproblem 2 dan Subproblem 3.

Setiap titik (solusi) fisibel dari PLI (6) termuat dalam daerah fisibel Subproblem 2 atau Subproblem 3. Setiap subproblem ini saling lepas. Subproblem 2 dan Subproblem 3 dikatakan dicabangkan oleh x2.

Sekarang dipilih subproblem yang belum diselesaikan. Misalkan dipilih Subproblem 2, kemudian diselesaikan. Solusi optimum untuk

Daerah fisibel

Subproblem 2 Subproblem 3

X1

(16)

Subproblem 2 ini ialah x1 =11,6, x2 = 1 dan z = 39,8

(

detail penghitungan dapat dilihat pada Lampiran 1).

Karena solusi optimal yang dihasilkan Subproblem 2 bukan solusi integer, maka dipilih pencabangan pada Subproblem 2 atas x1, sehingga diperoleh dua subproblem lagi, yaitu:

• Subproblem 4: Subproblem 2 ditambah kendala x1 ≤ 11;

• Subproblem 5: Subproblem 2 ditambah kendala x1 ≥12.

Saat ini subproblem yang belum diselesaikan ialah Subproblem 3, 4, dan 5. Salah satu subproblem dipilih, misalnya dengan aturan LIFO (last in first out). Dengan adanya aturan ini berarti dipilih Subproblem 4 atau Subproblem 5. Subproblem 4 menghasilkan kandidat solusi optimal x1 = 11, x2 = 1 dan z = 38 yang berupa integer (detail penghitungan dapat dilihat pada Lampiran 1), sehingga kandidat solusi optimal dari PLI (6) ialah dari subproblem 4. Nilai z baru merupakan batas bawah baru bagi nilai optimal PLI (6).

Karena aturan LIFO, dipilih Subproblem 5, yang kemudian menghasilkan solusi optimal x1 = 12, x2 = 0,67 dan z = 39,33 (detail penghitungan dapat dilihat pada Lampiran 1). Karena x2 = 0,67 bukan integer, maka dilakukan kembali pencabangan atas

2

x , sehingga diperoleh:

• Subproblem 6: Subproblem 5 ditambah kendala x2 ≤ 0;

• Subproblem 7: Subproblem 5 ditambah kendala x2 ≥ 1.

Selanjutnya berdasarkan aturan LIFO, dipilih Subproblem 6. Subproblem yang dipilih menghasilkan solusi optimal x1=12,8,

2 0

x = , dan z=38, 4 (detail penghitungan dapat

dilihat pada Lampiran 1). Karena solusi optimal yang dihasilkan Subproblem 6 bukan solusi integer, maka dipilih pencabangan pada Subproblem 6 atas x1, sehingga diperoleh dua subproblem lagi, yaitu:

• Subproblem 8: Subproblem 6 ditambah kendala x1 ≤ 12 ;

• Subproblem 9: Subproblem 6 ditambah kendala x1 ≥ 13.

Sekarang dipilih subproblem yang belum diselesaikan, yaitu Subproblem 8, 9, dan 3. Berdasarkan aturan LIFO, dipilih Subproblem 8. Subproblem yang dipilih menghasilkan kandidat solusi optimal x1 = 12, x2 = 0 dan z = 36 (detail penghitungan dapat dilihat pada Lampiran 1). Nilai solusi optimal Subproblem 8 masih lebih kecil jika dibandingkan dengan nilai objektif pada Subproblem 4, maka kandidat solusi optimal dari PLI (6) tetap dari Subproblem 4.

Tersisa tiga buah subproblem yaitu, Subproblem 9, 7, dan 3. Dengan aturan LIFO dipilih Subproblem 9 lalu Subproblem 7. Karena Subproblem 9 dan 7 takfisibel (detail penghitungan dapat dilihat pada Lampiran 1), maka Subproblem 9 dan 7 tidak dapat menghasilkan solusi optimal; yang tersisa hanya Subproblem 3.

Dari tiga kandidat solusi optimal, yaitu solusi dari Subproblem 3, 4 dan 8, akan dipilih satu di antaranya untuk menjadi solusi optimum masalah PLI (6). Solusi optimum pada PLI (6) ialah solusi Subproblem 4 dengan x1 = 11, x2 = 1 dan z = 38, karena Subproblem 4 memiliki nilai z lebih baik daripada nilai z Subproblem 3 & 8. Pohon pencabangan yang menunjukkan proses penyelesaian masalah PLI (6) secara keseluruhan ditunjukkan pada Gambar 3.

(17)

x22 x2≤ 1

x20 x2≥ 1

Gambar 3 Seluruh pencabangan pada metode branch-and-bound untuk menentukan solusi optimum dari PLI.

III DESKRIPSI PERMASALAHAN PENGOPERASIAN BRT

Bab ini akan membahas deskripsi

pengoperasian BRT, batasan masalah, dan asumsi yang digunakan dalam penelitian ini. Kemudian, dilanjutkan dengan formulasi matematika terhadap permasalahan tersebut.

3.1 Perumusan Masalah BRT

Salah satu permasalahan yang dihadapi dalam pengoperasian BRT ialah tagihan biaya operasional bus yang harus dibayar pihak pengelola kepada operator lebih besar bila dibandingkan dengan subsidi yang diberikan pemerintah dan pemasukan dari penjualan tiket. Tentu saja ini mengakibatkan pihak pengelola sulit untuk membayar, lalu pihak operator mengalami defisit sehingga pelayanan yang diberikan operator kepada penumpang kurang maksimal. Permasalahan lain ialah saat banyaknya penumpang mengalami fluktuasi pada waktu puncak dan waktu nonpuncak yang mengakibatkan sarana dan prasarana transportasi yang disediakan menjadi rendah utilitasnya dan biaya operasional meningkat, maka penjadwalan sangatlah penting, agar frekuensi, nilai utilitas dan jarak (dalam km)

yang akan ditempuh pada setiap busnya dapat optimal, dan dapat meminimumkan biaya operasional. Penulis melakukan analisis pengaruh banyaknya penumpang yang diangkut dan banyaknya bus yang dikeluarkan pada periode waktu tertentu (slot waktu), sehingga penjadwalan bus dapat meminimumkan biaya yang harus dibayar.

Untuk membatasi permasalahan pengoperasian BRT, maka digunakan beberapa asumsi antara lain:

1. adanya sterilisasi jalan, tidak terjadi kecelakaan atau kerusakan pada bus yang dapat menghambat perjalanan, 2. lama waktu pengisian bahan bakar dan

waktu berhenti pada lampu lalu lintas tidak diperhatikan,

3. jenis bus yang digunakan homogen, sehingga kapasitas bus sama dan kecepatan bus selalu konstan,

4. penumpang yang tidak terbawa tidak dihitung untuk periode waktu selanjutnya,

t = 1

t = 5 t = 8

t = 7 t = 6

t = 9 t = 2

t = 3 t = 4

x1≤ 11 x1 ≥12

x112 x1≥13

Subproblem 1

x1 = 11,33; x2 = 1,2; z = 40,11 (batas atas)

Subproblem 2 x1 = 11,6; x2 = 1; z = 39,8

Subproblem 3 x1 = 9; x2 = 2; z = 37

Subproblem 4

x1 = 11; x2 = 1; z = 38 (batas bawah)

Subproblem 5 x1 = 12; x2 = 0,67; z = 39,33

Subproblem 6 x1 = 12,8; x2 = 0; z = 38,4

Subproblem 7 Masalah takfisibel

Subproblem 8 x1 = 12; x2 = 0; z = 36

(18)

5. perpindahan bus dari satu shelter ke shelter berikutnya menempuh satu satuan slot waktu,

6. bus yang dioperasikan dalam satu slot waktu yang sama akan melewati rute yang sama pula,

7. jarak yang ditempuh oleh bus yang beroperasi pada slot waktu yang berbeda tidak selalu sama,

8. pergerakan penumpang hanya dihitung satu arah dan tidak sebaliknya,

9. jarak waktu keberangkatan antarbus pada keberangkatan slot waktu yang sama, diabaikan,

10. setiap bus dapat beroperasi lebih dari satu putaran dalam satu hari.

3.2 Formulasi Masalah dalam Model Matematika

Berdasarkan data yang didapatkan maka permasalahan dapat dinyatakan ke dalam bentuk pemrograman linear integer. Bentuk formulasi masalah tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

3.2.1Indeks

i = slot waktu,

i

=

1,2,…, M j = shelter awal,

j

=

1,2,…, N-1

k = shelter tujuan,

k

>

j

.

3.2.2 Paramater

K=kapasitas bus,

C=biaya operasional bus per kilometer dalam satu koridor,

Km(i)=jarak yang ditempuh setiap bus (dalam kilometer) dari titik keberangkatan pada slot waktu ke-i,

B=banyaknya bus yang tersedia di suatu koridor.

3.2.3 Variabel Keputusan ( , )

KT i j =kapasitas total bus yang

diberangkatkan dari shelter j pada slot waktu i,

PE( , )i j =banyaknya penumpang yang seharusnya dialokasikan di shelter j pada slot waktu i, ( , , )

T i j k =banyaknya penumpang di shelter j dengan shelter tujuan k pada slot waktu i,

PEA( , )i j =banyaknya penumpang yang diangkut di shelter j pada slot waktu i,

A i j( , )=banyaknya penumpang yang naik di shelterj pada slot waktu i, ( , )

B i j =banyaknya penumpang yang

turun di shelterj pada slot waktu i,

( , )

Z i j =banyaknya bus yang dioperasikan di shelterj pada slot waktu i, ( , )

DB i j =banyaknya penumpang yang

berada dalam bus di shelter j pada slot waktu i,

( , )

X i j =kapasitas yang tersedia dalam bus sebelum penumpang naik di shelter j pada slot waktu i, ( , )

BL i j =kapasitas yang tersedia dalam bus setelah penumpang naik di shelter j pada slot waktu i,

W i j( , ) =banyaknya penumpang yang menunggu/tidak terangkut, di shelterj pada slot waktu i,

U i j( , ) =nilai utilitas bus saat keberangkatan di shelter j pada slot waktu i.

3.2.4 Fungsi Objektif

Fungsi objektif pada permasalahan ini ialah meminimumkan biaya operasional dengan cara mengatur banyaknya bus yang dioperasikan pada slot waktu tententu di shelter pertama, dikalikan dengan biaya per kilometer dan jarak yang ditempuh oleh bus yang beroperasi, yaitu:

3.2.5 Kendala

Kendala pada permasalahan penelitian ini, di antaranya sebagai berikut :

1. Banyaknya penumpang yang naik di shelter j pada slot waktu i.

• Banyaknya penumpang yang naik di shelter 1 pada saat slot waktu i ialah banyaknya penumpang di shelter 1 dengan shelter tujuan k pada slot waktu i.

2

( ,1) ( ,1, ), 1, 2,..,

N

k

A i T i k i M

=

=

=

• Banyaknya penumpang yang naik pada saat slot waktu i di shelter j ialah banyaknya penumpang di shelter j dengan shelter tujuan k pada slot waktu i.

2

( , ) ( , , ),dan

N

k

A i j T i j k i j

=

=

1

min C *

( ,1) * Km( )

M

i

Z i

i

=

(19)

2. Banyaknya penumpang yang turun di shelter j pada saat slot waktu i.

• Banyaknya penumpang yang turun di shelter 1 pada saat slot waktu i sama dengan nol.

• Banyaknya penumpang yang turun di shelter j pada saat slot waktu i ialah banyaknya penumpang di shelter j dengan tujuan shelter k pada slot waktu i.

4 2 3 3 2 4 1 4 5 6

( , ) ( , , ), 2,3,..

( , 1) ( , , ), 2,3,..

( , 2) ( , , ), 2,3,..

( , 3) ( , , ), 2,3,..

( , 4) ( , , ), 2,3,..

( , 5) ( , , ), 2,3,.. 1 M i M i M i M i M i M i

B i i T i j k k N

B i i T i j k k N

B i i T i j k k N

B i i T i j k k N

B i i T i j k k N

B i i T i j k k N

− = − = − = − = = = = = − = = − = = − = = − = = − = = −

....

( , ( 2)) ( , ( 2), 2).

B i iM− =T i iM

3. Banyaknya penumpang yang seharusnya diangkut di shelter j pada slot waktu i.

• Banyaknya penumpang yang seharusnya dialokasikan di shelter 1 pada saat slot waktu i ialah banyaknya penumpang di shelter 1 yang naik pada slot waktu i.

• Banyaknya penumpang yang seharusnya dialokasikan di shelterj pada saat slot waktu 1 ialah banyaknya penumpang yang naik di shelterj pada slot waktu 1.

• Banyaknya penumpang yang dialokasikan di shelter dan pada slot waktu tertentu sama dengan banyaknya penumpang di shelter pada slot waktu sebelumnya dikurangi dengan banyaknya penumpang yang turun, lalu ditambah dengan banyaknya penumpang yang naik di shelter dan slot waktu tersebut. Asumsi perpindahan bus dari satu shelter ke

shelter berikutnya menempuh satu satuan slot waktu berlaku pada kendala ini, karena banyaknya penumpang di shelter dan slot waktu tertentu ditentukan dari banyaknya penumpang tepat di shelter dan slot waktu sebelumnya.

4. Banyaknya bus yang harus dikeluarkan pada setiap slot waktu merupakan banyaknya bus yang akan dikeluarkan dikalikan dengan kapasitas bus harus lebih besar dari 80% banyaknya penumpang yang seharusnya dialokasikan.

5. Kapasitas total bus di shelter j pada slot waktu i merupakan perkalian antara banyaknya bus yang dioperasikan di shelter 1 pada saat slot waktu i dengan kapasitas bus.

6. Banyaknya penumpang yang diangkut oleh bus di shelter j pada saat slot waktu i.

• Jika banyaknya penumpang yang naik di shelter 1 pada slot waktu i lebih besar atau sama dengan kapasitas total di shelter 1 pada slot waktu i, maka banyaknya penumpang yang diangkut di shelter 1 pada slot waktu i sama dengan kapasitas total di shelter 1 pada slot waktu i.

• Jika banyaknya penumpang yang naik di shelter 1 pada slot waktu i kurang dari kapasitas total di shelter 1 pada slot waktu i, maka banyaknya penumpang yang diangkut di shelter 1 pada slot waktu i sama dengan banyaknya penumpang yang naik di shelter 1 pada slot waktu i.

(1, ) (1, )

PE j =A j

( , ) ( 1, 1) ( , ) A( , ),

untuk 2,3,.., ; 2,3,.., 1 dan

PE i j PE i j B i j

i j

i M j N

j i

= − − −

+

= = −

( ,1) ( ,1)

PE i =A i

( , ) ( ,1) * , untuk dan 1, 2,.. 1.

KT i j Z i K

j i i M

=

≤ = −

( ,1) ( ,1) ( ,1) ( ,1)

untuk .

A i KT i PEA i KT i

j i

≥ → =

( ,1) 0

B i =

(1,1) * 0.8* max ( , ), 24 (2,1) * 0.8* max ( 1, ), 23 ....

(23,1) * 0.8*max (23, ), 2.

Z K PE i i i

Z K PE i i i

Z K PE i i

≥ ≤

≥ + ≤

(20)

• Kapasitas yang tersedia dalam bus sebelum penumpang naik di shelter 1 pada slot waktu i, sama dengan kapasitas total di shelter 1 pada slot waktu 1.

• Kapasitas yang tersedia dalam bus sebelum penumpang naik di shelter j pada slot waktu i sama dengan kapasitas total di shelter j pada slot waktu i dikurangi dengan banyaknya penumpang yang berada dalam bus di shelter dan pada slot waktu sebelumnya, lalu ditambahkan dengan banyaknya penumpang yang turun pada slot waktu i di shelter j. Asumsi perpindahan bus dari satu shelter ke shelter berikutnya menempuh satu satuan slot waktu berlaku pada kendala ini, karena kapasitas bus yang tersedia ketika sampai di shelter j pada slot waktu i ditentukan dari banyaknya penumpang dalam bus tepat di shelter dan slot waktu sebelumnya.

• Jika kapasitas yang tersedia dalam bus sebelum penumpang naik di shelter j pada slot waktu i lebih dari atau sama dengan kapasitas total di shelter j pada slot waktu i, maka kapasitas yang tersedia dalam bus sebelum penumpang naik di shelter j pada slot waktu i sama dengan kapasitas total di shelter j pada slot waktu i.

( , )

( , )

( , )

( , ),

untuk

.

X i j

KT i j

X i j

KT i j

j i

=

• Jika kapasitas yang tersedia dalam bus sebelum penumpang naik di shelter j pada slot waktu i kurang dari kapasitas total di shelter j pada slot waktu i, maka kapasitas yang tersedia dalam bus sebelum penumpang naik di shelter j pada

slot waktu i sama dengan kapasitas yang tersedia dalam bus sebelum penumpang naik di shelter j pada slot waktu i.

( , )

( , )

( , )

( , ),

untuk

.

X i j

KT i j

X i j

X i j

j i

<

=

• Jika kapasitas yang tersedia dalam bus sebelum penumpang naik di shelter j pada slot waktu i lebih dari atau sama dengan banyaknya penumpang yang naik di shelter j pada slot waktu i, maka banyaknya penumpang yang diangkut di shelter j pada slot waktu i sama dengan banyaknya penumpang yang naik di shelter j pada slot waktu i.

• Jika kapasitas yang tersedia dalam bus sebelum penumpang naik di shelter j pada slot waktu i, kurang dari banyaknya penumpang yang naik di shelter j pada slot waktu i, maka banyaknya penumpang yang diangkut di shelter j pada slot waktu i sama dengan kapasitas yang tersedia dalam bus sebelum penumpang naik di shelter j pada slot waktu i.

7. Banyaknya penumpang yang berada di dalam bus.

• Banyaknya penumpang dalam bus di shelter 1 pada slot waktu i sama dengan banyaknya penumpang yang diangkut di shelter 1 pada slot waktu i.

• Banyaknya penumpang dalam bus di shelter j pada slot waktu i sama dengan banyaknya penumpang yang berada dalam bus di shelter dan pada slot waktu sebelumnya, dikurangi banyaknya penumpang yang turun di shelter j pada slot waktu i, lalu ditambah dengan banyaknya penumpang yang

( ,1) ( ,1)

DB i =PEA i

( , ) (1, ) ( , ) ( , ),

untuk 2,3,.., ; 2,3,.., 1

dan .

X i j A j PEA i j X i j

i M j N

j i

< → =

= = −

( , ) (1, ) ( , ) ( , ),

untuk 2,3,.., ; 2,3,.., 1

dan .

X i j A j PEA i j A i j

i M j N

j i

≥ → =

= = −

( , ) ( , ) ( 1, 1)

( , ),

untuk 2,3,.., ; 2,3,.., 1

dan .

X i j KT i j DB i j B i j

i M j N

j i

= − − −

+

= = −

( ,1) ( ,1) ( ,1) ( ,1)

untuk .

A i KT i PEA i A i

j i

< → =

( ,1) ( ,1),

untuk 2,3,.. 1 dan .

X i KT i

j N j i

=

(21)

diangkut di shelter j pada slot waktu i. Asumsi perpindahan bus dari satu shelter ke shelter berikutnya menempuh satu satuan slot waktu berlaku pada kendala ini, karena banyaknya penumpang dalam bus di shelter j pada slot waktu i ditentukan oleh banyaknya penumpang dalam bus tepat di shelter dan slot waktu sebelumnya.

• Jika banyaknya penumpang dalam bus di shelter j pada slot waktu i kurang dari atau sama dengan nol, maka banyaknya penumpang dalam bus di shelter j pada slot waktu i sama dengan nol.

• Jika banyaknya penumpang dalam bus di shelter j pada slot waktu i lebih dari nol, maka banyaknya penumpang dalam bus di shelter j pada slot waktu i sama dengan banyaknya penumpang dalam bus di shelter j pada slot waktu i.

8. Kapasitas yang tersedia dalam bus setelah penumpang naik.

• Kapasitas yang tersedia dalam bus setelah penumpang naik di shelter j pada slot waktu i merupakan selisih dari kapasitas yang tersedia dalam bus sebelum penumpang naik di shelter j pada slot waktu i dan banyaknya penumpang yang diangkut di shelter j pada slot waktu i.

• Jika kapasitas yang tersedia dalam bus setelah penumpang naik di shelter j pada slot waktu i, lebih dari atau sama dengan kapasitas total bus di shelter i pada slot waktu j, maka kapasitas yang tersedia dalam bus setelah penumpang naik di shelter j pada slot waktu i sama dengan kapasitas total bus di shelter i pada slot waktu j.

• Jika kapasitas yang tersedia dalam bus setelah penumpang naik di shelter j pada slot waktu i, kurang dari kapasitas total bus di shelter i pada slot waktu j, maka kapasitas yang tersedia dalam bus setelah penumpang naik di shelter j pada slot waktu i sama dengan kapasitas total bus di shelter i pada slot waktu j.

9. Banyaknya penumpang yang menunggu atau tidak terangkut di shelter j pada slot waktu i ialah selisih antara banyaknya penumpang yang naik di shelter j pada slot waktu i dengan banyaknya penumpang yang diangkut di shelter j pada slot waktu i.

10. Kendala keberlanjutan bus dalam keberangkatan slot waktu yang sama, dipastikan akan melewati shelter yang sama dan jarak antarbus diabaikan. Hal ini karena terdapat asumsi jarak waktu keberangkatan antarbus pada keberangkatan slot waktu yang sama, diabaikan pada kendala ini.

( , ) (1,1),

( , 1) (2,1), 2 ( 4)

( , 2) (3,1), 3 ( 3)

( , 3) (4,1), 4 ( 2)

( , 4) (5,1), 5 ( 1)

( , 5) (6,1), 6

( , 6) (7,1), 7

...

( , ( 2)) ( 1,1),( 1)

Z i j Z i j

Z i i Z i M

Z i i Z i M

Z i i Z i M

Z i i Z i M

Z i i Z i M

Z i i Z i M

Z i i M Z M M i M

= ∀ =

− = < ≤ − − = < ≤ − − = < ≤ − − = < ≤ − − = < ≤ − = < ≤

− − = − − < ≤

11. Kendala nilai utilitas bus di shelter j, pada slot waktu i merupakan pembagian antara banyaknya penumpang dalam bus dan kapasitas total di setiap shelter j dan slot waktu i.

12. Bus yang dioperasikan tidak melebihi banyaknya bus yang tersedia dalam satu koridor.

( , ) 0 ( , ) 0, .

DB i j ≤ →DB i j = ij

( , )

( , )

( , ),

BL i j

=

X i j

PEA i j i

j

( , )

( , )

( , ), .

W i j

=

A i j

PEA i j

j

i

( , ) 0 ( , ) ( , ),

DB i j > →DB i j =DB i j ij

( ,1)

B,

1, 2,..,

Z i

i

=

M

( , )

( , ) ,

( , )

untuk 2,3,.., 1; 2,3,.., 1

dan . DB i j U i j

KT i j

i M j N

j i = = − = − ≤ ( , ) ( , ) ( , ) ( , ), untuk .

BL i j KT i j BL i j KT i j

i j

≥ → =

( , ) ( , ) ( , ) ( , ), untuk .

BL i j KT i j BL i j BL i j

i j

< → =

( , ) ( 1, 1) ( , )

PEA( , ),

untuk 2,3,.., ; 2,3,.., 1 dan

DB i j DB i j B i j

i j

i M j N

j i

= − − −

+

= = −

(22)

13. Kendala banyaknya bus yang dioperasikan di shelterj pada slot waktu i, yaitu Z(i,j), merupakan bilangan bulat taknegatif.

14. Kendala ketaknegatifan, memastikan bahwa:

• Banyaknya penumpang yang seharusnya diangkut di shelterj pada slot waktu i, lebih besar atau sama dengan nol.

• Banyaknya penumpang yang naik di shelter j pada slot waktu i , lebih besar atau sama dengan nol.

• Banyaknya penumpang yang turun di shelter j pada slot waktu i, lebih besar atau sama dengan nol.

• Nilai utilitas bus saat keberangkatan di shelter j pada slot waktu i, lebih besar atau sama dengan nol.

( , )

0

PE i j

( , )

0

A i j

( , )

0

B i j

(23)

IV IMPLEMENTASI MODEL PADA PENGOPERASIAN BUS

TRANSJAKARTA KORIDOR 1

4.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini ialah DKI Jakarta dan khususnya jalur busway Koridor 1 Blok M – Kota. Berikut ialah rute busway Blok M – Kota diawali dari shelter asal sampai shelter tujuan, yaitu Blok M-Masjid Agung-Bundaran Senayan-Gelora Bung Karno- Polda-Bendungan Hilir-Karet-Setia Budi- Dukuh Atas-Tosari-Bundaran HI-Sarinah-Bank Indonesia-Museum Nasional-Harmoni, Sawah Besar-Mangga Besar-Olimo-Glodok-Stasiun Kota. Diambilnya Koridor 1 sebagai lokasi penelitian karena koridor tersebut dianggap sudah bisa mewakili pelayanan busway karena sudah terlebih dahulu dioperasikan sehingga dapat menjadi tolok ukur untuk koridor yang lainnya.

4.2 Deskripsi Masalah Pengoperasian Transjakarta Koridor 1

Pengoperasian bus Transjakarta, atau yang dikenal busway, dilaksanakan setiap hari (Senin-Jumat, Sabtu-Minggu atau libur dan Car Free Day). Pengoperasian busway berlangsung mulai pukul 05.00 WIB sampai pukul 23.00 WIB yang melayani suatu koridor atau gabungan koridor jika dibutuhkan.

Pelayanan pada Koridor 1 (Blok M-Kota) untuk pemberangkatan bus dari shelter Blok M dan shelter Kota dengan ketentuan jadwal yang telah direncanakan. Setiap bus akan menaikkan dan/atau menurunkan penumpang pada shelter yang telah ditentukan.

Dalam kondisi tertentu untuk kepentingan layanan yang diberikan kepada penumpang dan mempertimbangkan kebutuhan bus, pihak BLU Transjakarta dapat melakukan penambahan atau pengurangan bus yang dioperasikan, perpendekan atau perpanjangan rute atau hal lain jika dibutuhkan. Keberangkatan bus dari shelter awal pada setiap koridor diatur oleh pengendali BLU Transjakarta sesuai dengan jadwal yang ada.

Gambar 4 merepresentasikan 20 shelter yang dapat dilaluidi Koridor 1. Jarak

antar-shelter diukur menggunakan Google Earth dan diberikan pada Tabel 2. Tabel 1 merepresentasikan rata-rata banyaknya penumpang di setiap shelter pada Koridor 1. Banyaknya penumpang per hari di setiap

shelter diperoleh dari banyaknya

penumpang per bulan dibagi 30 (asumsi satu bulan sama dengan 30 hari). Pengoperasian bus Transjakarta Koridor 1 terdapat 2 arah yaitu, Blok M-Kota dan sebaliknya. Banyaknya penumpang di setiap shelter dalam satu arah diperoleh dengan membagi 2 banyaknya penumpang setiap harinya. Pada penelitian ini diasumsikan pergerakan penumpang hanya dihitung satu arah yaitu dari Blok M ke Kota. Banyaknya penumpang di setiap shelter dari Blok M menuju Kota diasumsikan mengalami pengurangan penumpang sehingga dikalikan persentase yang berkurang 5% setiap perpindahan shelter, misalkan rata-rata banyaknya penumpang per hari arah Blok M–Kota di shelter 1 diperoleh dari 100% rata-rata penumpang per hari dalam satu arah, sedangkan rata-rata banyaknya penumpang per hari arah Blok M–Kota di shelter 2 diperoleh dari 95% rata-rata penumpang per hari dalam satu arah, dan pada shelter terakhir tidak ada penumpang.

Gambar 5 merepresentasikan alur pergerakan penumpang di setiap slot waktu. Pergerakan penumpang pada 5 slot waktu pertama berakhir di shelter 20 sedangkan pergerakan penumpang pada slot waktu ke-6 dan seterusnya bus tidak sampai shelter 20, hal ini disebabkan slot waktu yang terbatas yaitu hanya 24 slot waktu, dan asumsi perpindahan satu shelter memakan satu satuan slot waktu. Berdasarkan pergerakan penumpang yang direpresentasikan pada Gambar 5, jarak yang tempuh setiap bus tidak akan selalu sama dan hal ini direpresentasikan pada Tabel 3. Nilai jarak tempuh pada Tabel 3 diperoleh dari penjumlahan jarak antar-shelter pada Tabel 2.

(24)

Tabel 1 Data banyaknya penumpang di setiap shelter Koridor 1

Shelter

ke- Shelter

Rata-rata per bulan

Rata-rata per hari

Rata-rata per hari dalam satu arah

Rata-rata per hari Blok M - Kota

1 Blok M 345.739 11.525 5.762 5.762

2 Al-Azhar 645.620 2.152 1.076 1.022

3 Bundaran Senayan 100.075 3.336 1.668 1.501

4 GBK 58.122 1.937 969 823

5 Polda Metro Jaya 64.083 2.136 1.068 854

6 Bandung Hilir 114.757 3.825 1.913 1.434

7 Karet 91.462 3.049 1.524 1.067

8 Setia Budi 54.837 1.828 914 594

9 Dukuh Atas 42.027 1.401 700 420

10 Tosari 56.085 1.870 935 514

11 Bundaran HI 109.036 3.635 1.817 909

12 Sarinah 108.852 3.628 1.814 816

13 BI 51.424 1.714 857 343

14 Monas 66.356 2.212 1.106 387

15 Harmoni 138.878 4.629 2.315 694

16 Sawah Besar 100.904 3.363 1.682 420

17 Mangga Besar 65.630 2.188 1.094 219

18 Olimo 59.438 1.981 991 149

19 Glodok 96.379 3.213 1.606 161

20 Kota 251.713 8.390 4.195 0

Sumber : BLU Transjakarta 2011 (Banyaknya penumpang per bulan di setiap shelter Koridor 1)

Tabel 2 Data jarak antar-shelter di Koridor 1

Shelter Jarak (km)

Pool - Blok M 0

Blok M - Al Azhar 1.39 Al Azhar – Senayan 0.73

Senayan – GBK 1.55

GBK - Polda Metro Jaya 0.51 Polda Metro Jaya - Bendungan Hilir 0.8 Bendungan Hilir - Karet 0.45 Karet - Setia Budi 0.58 Setia Budi - Dukuh Atas 0.44

Dukuh Atas - Tosari 0.44

Sumber : Google Earth 2011

Shelter Jarak (km)

Tosari - Bundaran HI 0.59 Bundaran HI - Sarinah 0.63

Sarinah -BI 0.59

BI- Monas 0.73

Monas -Harmoni 1.1 Harmoni - Sawah Besar 0.63 Sawah Besar - Mangga Besar 0.91 Mangga Besar - Olimo 0.32 Olimo - Glodok 0.21

Glodok - Kota 1.2

(25)

Gambar 5 Grafik pergerakan keberangkatan penumpang pada slot waktu dan shelter tertentu

Tabel 3 Data jarak yang ditempuh oleh bus, berdasarkan awal keberangkatan di setiap slot waktu di Koridor 1

Keberangkatan pada

Slot waktu ke- Rute Jarak (km)

1

Blok M- Kota

13.8

2

Blok M- Kota

13.8

3

Blok M- Kota

13.8

4

Blok M- Kota

13.8

5

Blok M- Kota

13.8

6

Blok M- Glodok

12.6

7

Blok M- Olimo

12.4

8

Blok M- Mangga Besar

12.1

9

Blok M- Sawah Besar

11.2

10

Blok M- Harmoni

10.5

11

Blok M- Monas

9.4

12

Blok M- BI

8.7

13

Blok M- Sarinah

8.1

14

Blok M- Bundaran HI

7.5

15

Blok M- Tosari

6.9

16

Blok M- Dukuh Atas

6.9

17

Blok M- Setia Budi

6.0

18

Blok M- Karet

5.4

19

Blok M- Bendungan Hilir

5.0

20

Blok M- Polda

4.2

21

Blok M- GBK

3.7

22

Blok M- Senayan

2.1

23

Blok M- Al-Azhar

1.4

24

Blok M- Blok M

0.00

Sumber :

Google Earth

2011

(26)

Tabel 4 Data banyaknya penumpang di setiap shelter dan slot waktu tertentu di Koridor 1

Slot waktu 5

Shelter tujuan

Jumlah 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

S

h

e

lt

e

r

aw

al

1 0 11 14 21 23 48 39 11 22 28 10 17 30 18 15 14 20 8 14 21 384

2 0 0 0 11 8 7 0 13 0 5 0 5 0 3 0 7 1 0 2 1 63

3 0 0 0 3 8 1 0 13 1 15 0 17 5 4 3 0 6 13 5 11 105

4 0 0 0 0 3 3 4 5 8 5 5 4 3 4 3 5 6 8 7 4 77

5 0 0 0 0 0 2 4 3 3 1 5 4 0 4 3 2 3 8 5 3 50

6 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

7 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

8 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

9 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

10 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

11 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

12 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

13 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

14 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

15 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

16 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

17 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

18 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

19 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

20 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Tabel 4 merupakan salah satu contoh data banyaknya penumpang di shelter awal j dengan shelter tujuan k, pada slot waktu 5. Untuk mengetahui berapa banyaknya penumpang yang naik pada slot waktu 5 pada shelter tertentu, dapat diperoleh dengan menjumlahkan banyaknya penumpang di setiap shelter awal, misalkan banyaknya penumpang yang naik pada slot waktu 5 di shelter 3 merupakan jumlah dari banyaknya penumpang dengan shelter awal 3 yang akan menuju shelter 4, 5, hingga shelter 20. Banyaknya penumpang berdasarkan shelter awal j dengan shelter tujuan k pada slot waktu 5 hanya dapat dihitung sampai dengan shelter awal 5, karena diasumsikan setiap perpindahan satu shelter membutuhkan satu satuan slot waktu, sehingga banyaknya penumpang yang beroperasi dalam rentang slot waktu 5 hanya sampai shelter 5. Data banyaknya penumpang di shelter awal j dengan shelter tujuan k pada slot waktu lainnya dapat dilihat pada Lampiran 3.

4.3 Formulasi Model Matematika

Masalah Pengoperasian Transjakarta Koridor 1

Berdasarkan permasalahan yang ada dalam pengoperasian bus Transjakarta di Koridor

1, disusun formulasi masalahnya sebagai berikut:

a) Indeks

Banyaknya slot waktu untuk beroperasi dalam satu hari ialah 24 slot, sedangkan banyaknya shelter pada Koridor 1 ialah 20.

i = slot waktu ke- i, i=1,2,..,24 j = shelter awal j, j=1,2,..,19 k = shelter tujuan k, k>j

b) Parameter

Berdasarkan data pada subbab 4.1, 4.2, dan 4.3, asumsi yang digunakan dan parameter yang diujikan, maka:

• bus yang dioperasikan dari setiap shelter awal pemberangkatan ialah bus single dengan kapasitas 85 orang (30 orang duduk dan 55 orang berdiri), sehingga K = 85,

• terdapat 31 bus yang dapat beroperasi lebih dari 1 putaran dalam satu hari. Jenis bus yang digunakan homogen, sehingga kapasitas sama dan kecepatan bus selalu konstan dalam satuan kilometer/menit.

c) Fungsi Objektif

(27)

dengan cara meminimumkan banyaknya bus yang dioperasikan di shelter pertama di setiap slot waktu (24 slot waktu) di Koridor 1 (Blok M- Kota), dikalikan dengan biaya per kilometer dan jarak yang ditempuh setiap busnya,

d) Kendala

Terdapat kendala pada permasalahan penelitian ini, di antaranya sebagai berikut : 1. Banyaknya penumpang yang naik di

shelter j pada saat slot waktu i.

• Banyaknya penumpang yang naik di shelter 1 pada saat slot waktu i ialah banyaknya penumpang di shelter 1 dengan shelter tujuan k pada slot waktu i.

20

2

( ,1)

( ,1, )

k

A i

T i

k

=

=

• Banyaknya penumpang yang naik di shelter j pada saat slot waktu i ialah banyaknya penumpang di shelter j dengan shelter tujuan k pada slot waktu i.

20

2

( , )

( , , ), dan .

k

A i j

T i j k

i

j

=

=

2. Banyaknya penumpang turun di

shelter

j

pada saat slot waktu i.

• Banyaknya penumpang yang turun di shelter 1 pada saat slot waktu i samadengan nol.

• Banyaknya penumpang yang turun di shelter j pada saat slot waktu i ialah banyaknya penumpang di shelter j dengan shelter tujuan k pada slot waktu i.

20 2 21 3 22 4 23 4 24 5 24 6

( , ) ( , , ), 2,3,..

( , 1) ( , , ), 2,3,..

( , 2) ( , , ), 2,3,..

( , 3) ( , , ), 2,3,..

( , 4) ( , , ), 2,3,..

( , 5) ( , , ), 2,3,.. 1

.. i i i i i i

B i i T i j k k N

B i i T i j k k N

B i i T i j k k N

B i i T i j k k N

B i i T i j k k N

B i i T i j k k N

= = = = = = = = − = = − = = − = = − = = − = = −

..

( , 22) ( , 22, 2).

B i i− =T i i

3. Banyaknya penumpang yang seharusnya diangkut di

shelter j

pada slot waktu i.

• Banyaknya penumpang yang seharusnya dialokasikan di shelter 1 pada slot waktu i ialah banyaknya penumpang yang naik di shelter 1 pada slot waktu i.

• Banyaknya penumpang yang seharusnya dialokasikan di shelterj pada saat slot waktu 1 ialah banyaknya penumpang yang naik di shelterj pada slot wak

Gambar

Gambar 1 Daerah fisibel (daerah yang diarsir)    untuk relaksasi-PL dari PLI (6).
Gambar 3 Seluruh pencabangan pada metode branch-and-bound untuk menentukan solusi
Tabel  1 Data banyaknya penumpang di setiap shelter Koridor 1
Tabel  3  Data jarak yang ditempuh oleh bus, berdasarkan awal keberangkatan di setiap slot waktu
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk dibeberapa area seperti ruang tunggu pasien, kamar rawat inap dan ruang pemeriksaan (poli klinik) menggunakan arna netal dengan sentuhan warna yang soft, hal

Sejalan dengan tujuan pembelajaran yang dirumuskan oleh NCTM dan kelima tujuan pembelajaran matematika dari BSNP, jelas bahwa beberapa dari tujuan pembelajaran

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan tingkat kebugaran jasmani antara aktivitas siswa yang bermukim di rumah dengan aktivitas siswa yang bermukim di

Apabila ditahun sebelumnya karyawan ataupun hotel tidak memberikan pelayanan yang memuaskan atau memberikan suatu inovasi baru, tentunya target keuntungan tidak

Metode penelitian yang telah dilakukan, yaitu seleksi dan persilangan kelapa kopyor dengan tiga perlakuan, yaitu (1) Tandan bunga di kerodong dan dibantu

misanya apakah materi pelajaran tersebut berupa konsep yang dapat disajikan fakta atau bersifat abstrak, sedangkan Devi (2010) mengatakan bahwa karakteristik materi

Berdasarkan jenis arang yang diberikan ke dalam tanah bertekstur pasir, maka tanah yang tidak diberi arang mempunyai pori aerasi atau pori drainase cepat paling tinggi (22%