• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perilaku Ekonomi Petani Garam dalam Kerangka Industrialisasi Kelautan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perilaku Ekonomi Petani Garam dalam Kerangka Industrialisasi Kelautan"

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

PERILAKU EKONOMI PETANI GARAM DALAM

KERANGKA INDUSTRIALISASI KELAUTAN

NINA LUCELLIA

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perilaku Ekonomi Petani Garam dalam Kerangka Industrialisasi Kelautan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2013

Nina Lucellia

(4)

ABSTRAK

NINA LUCELLIA. Perilaku Ekonomi Petani Garam dalam Kerangka Industrialisasi Kelautan. Dibimbing oleh ARIF SATRIA.

Kualitas mutu garam rakyat masih belum memenuhi syarat mutu yang sesuai dengan Standar Nasional Indonesia. Perilaku ekonomi petani garam belum mampu menghasilkan garam yang sesuai dengan kebutuhan industri. Adanya industrialisasi kelautan diharapkan mampu mendorong pengembangan industri usaha garam. Tujuan penelitian ini menganalisis hubungan antara karakteristik individu petani garam dengan perilaku ekonomi petani garam serta menganalisis hubungan antara intervensi pihak luar dengan perilaku ekonomi petani garam. Selain itu, penelitian ini bertujuan menganalisis hubungan karakteristik usaha dengan perilaku ekonomi petani garam, dan menganalisis hubungan perilaku ekonomi petani garam terhadap produksi garam yang sesuai dengan kebutuhan industri. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan signifikan antara karakteristik individu dengan perilaku ekonomi pada variabel tingkat pendidikan dan orientasi mutu. Hubungan signifikan juga terdapat antara perilaku ekonomi dengan kedua variabel intervensi pihak luar. Variabel teknologi dari karakteristik usaha juga memiliki hubungan signifikan dengan perilaku ekonomi.

Kata kunci: petani garam, perilaku ekonomi, industrialisasi

ABSTRACT

NINA LUCELLIA. Economic Behavior of Salt Producersin Supporting Marine Industrialization. Supervised by ARIF SATRIA.

One of critical issues of traditional salt is low quality according to Indonesia National Standar. Economic behavior of salt farmers haven't been able to produce salt in accordance with industry needs. The industrialization of marine is expected to encourage industrial development efforts of salt. The purpose of this research is to analyze the relationship between the individual characteristics with economic behavior of salt producers, to analyze the relationship between intervention from outside with economic behavior of salt producers, to analyze the relationship characteritics salt produvtion with economic behavior of salt producers. The study results showed a significant relationship between behavioral economics to the characteristics of the individual. There are also significant relationships between economic behavior with both the intervention variables outside parties. The characteristics of business also has a significant relationship with behavioral economics.

(5)

PERILAKU EKONOMI PETANI GARAM DALAM

KERANGKA INDUSTRIALISASI KELAUTAN

NINA LUCELLIA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)
(8)

Judul Skripsi : Perilaku Ekonomi Petani Garam dalam Kerangka Industrialisasi Kelautan

Nama : Nina Lucellia

NIM : I34090033

Disetujui oleh

Dr Arif Satria, SP MSi Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Soeryo Adiwibowo, MS Ketua Departemen

(9)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Perilaku Ekonomi Petani Garam Dalam Kerangka Industrialisasi Kelautan dengan baik.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik karena dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Arif Satria, SP, MSi sebagai dosen pembimbing yang senantiasa memberikan saran, kritik dan motivasi selama proses penyusunan skripsi ini. Selain itu, penulis ucapkan terima kasih kepada Ir. Melani Abdulkadir Sunito, MSc dan Ratri Virianita, S.Sos, MSi sebagai dosen penguji skripsi. Terima kasih juga diucapkan kepada keluarga-keluarga di Rembang, Bapak Mustain, Bapak Pungki, Bapak Sucipto, Ibu Agus, Mbak Fila dan petani garam Desa Tasikharjo, yang telah memberikan bantuan kepada penulis selama proses penelitian.

Penulis juga menyampaikan terima kasih untuk Bapak Agus Dwi Wahyudi beserta Ibu Sugiati, sebagai orangtua yang senantiasa mendoakan dan melimpahkan kasih sayangnya untuk penulis. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Arif Rachman dan Faiza Libby S.L, teman satu bimbingan yang turut membantu dan memberikan motivasi. Tidak lupa juga terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh teman-teman, terutama para sahabat yang selalu mendukung, memotivasi, membantu hingga mendampingi penulis dalam proses penyusunan skripsi ini.

Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.

Bogor, Agustus 2013

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL IX

DAFTAR GAMBAR XI

DAFTAR LAMPIRAN XI

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Masalah Penelitian 2

Tujuan Penelitian 2

Kegunaan Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 5

Sumberdaya Garam di Indonesia 5

Permasalahan Garam di Indonesia 7

Karakteristik Petani Garam di Indonesia 8

Perilaku Ekonomi Petani Garam dan Industrialisasi Kelautan 10

Strategi Menuju Industrialisasi Usaha Garam 12

Kerangka Pemikiran 14

Hipotesis 15

Definisi Konseptual 15

Definisi Operasional 15

PENDEKATAN LAPANG 19

Metode Penelitian 19

Lokasi dan Waktu 19

Teknik Pemilihan Responden dan Informan 19

Pengumpulan Data 20

Teknik Pengolahan dan Analisis Data 20

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 23

KARAKTERISTIK INDIVIDU RESPONDEN, KARAKTERISTIK

USAHA RESPONDEN, DAN INTERVENSI PIHAK LUAR 31

Karakteristik Individu 31

Karakteristik Usaha 34

Intervensi Pihak Luar 36

PERILAKU EKONOMI PETANI GARAM DALAM KERANGKA

INDUSTRIALISASI KELAUTAN 39

Orientasi Mutu 39

(11)

Hubungan Sosial 40

Alokasi Ketenagakerjaan 41

Perilaku Konsumsi 42

ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU DENGAN

PERILAKU EKONOMI PETANI GARAM 43

Hubungan Usia dengan Perilaku Ekonomi 43

Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Perilaku Ekonomi 45 Hubungan Pengalaman Kerja dengan Perilaku Ekonomi 47 Hubungan Tingkat Pendapatan dengan Perilaku Ekonomi 49 Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Perilaku Ekonomi 50 ANALISIS HUBUNGAN INTERVENSI PIHAK LUAR DENGAN

PERILAKU EKONOMI PETANI GARAM 53

Hubungan Bantuan Modal dengan Perilaku Ekonomi 53

Hubungan Penyuluhan dengan Perilaku Ekonomi 55

ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK USAHA DENGAN

PERILAKU EKONOMI PETANI GARAM 57

Hubungan Biaya Produksi dengan Perilaku Ekonomi 57

Hubungan Teknologi dengan Perilaku Ekonomi 58

Hubungan Luas Lahan dengan Perilaku Ekonomi 60

Hubungan Kuantitas Hasil Produksi dengan Perilaku Ekonomi 62

SIMPULAN DAN SARAN 65

Simpulan 65

Saran 65

DAFTAR PUSTAKA 67

LAMPIRAN 69

(12)

DAFTAR TABEL

1 Syarat mutu garam bahan baku untuk industri garam beryodium 6

2 Syarat mutu garam konsumsi beryodium 6

3 Identifikasi permasalahan dalam usaha garam 8

4 Tipologi Petani Garam 9

5 Karakteristik petani garam 10

6 Perilaku produksi petani garam 11

7 Strategi pengembangan industrialisasi usaha garam rakyat 13

8 Penggunaan lahan Desa Tasikharjo 23

9 Jumlah penduduk menurut kelompok usia tahun 2012 24 10 Jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan tahun 2012 24

11 Jumlah penduduk menurut mata pencaharian 25

12 Produksi dan Luas Lahan Garam Rakyat Kabupaten Rembang

Tahun 2007-2012 26

13 Jumlah dan persentase usia responden di Desa Tasikharjo, Kecamatan Kaliori, Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa Tengah

Tahun 2013 31

14 Jumlah dan persentase tingkat pendidikan responden di Desa Tasikharjo, Kecamatan Kaliori, Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa

Tengah Tahun 2013 32

15 Jumlah dan persentase pengalaman kerja responden di Desa Tasikharjo, Kecamatan Kaliori, Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa

Tengah Tahun 2013 32

16 Jumlah dan persentase pendapatan responden di Desa Tasikharjo, Kecamatan Kaliori, Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa Tengah

Tahun 2013 33

17 Jumlah dan persentase tingkat pengetahuan responden di Desa Tasikharjo, Kecamatan Kaliori, Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa

Tengah Tahun 2013 33

18 Jumlah dan persentase responden berdasarkan teknologi di Desa Tasikharjo, Kecamatan Kaliori, Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa

Tengah Tahun 2013 34

19 Jumlah dan persentase responden berdasarkan biaya produki di Desa Tasikharjo, Kecamatan Kaliori, Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa

Tengah Tahun 2013 35

20 Jumlah dan persentase responden berdasarkan luas lahan di Desa Tasikharjo, Kecamatan Kaliori, Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa

Tengah Tahun 2013 35

21 Jumlah dan persentase responden berdasarkan kuantitas di Desa Tasikharjo, Kecamatan Kaliori, Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa

Tengah Tahun 2013 36

22 Jumlah dan persentase responden berdasarkan penyuluhan di Desa Tasikharjo, Kecamatan Kaliori, Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa

(13)

23 Jumlah dan persentase responden berdasarkan bantuan modal di Desa Tasikharjo, Kecamatan Kaliori, Kabupaten Rembang, Provinsi

Jawa Tengah Tahun 2013 36

24 Jumlah dan persentase petani garam berdasarkan orientasi mutu di Desa Tasikharjo, Kecamatan Kaliori, Kabupaten Rembang, Provinsi

Jawa Tengah Tahun 2013 39

25 Jumlah dan persentase petani garam berdasarkan adaptasi teknologi di Desa Tasikharjo, Kecamatan Kaliori, Kabupaten Rembang,

Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013 40

26 Jumlah dan persentase petani garam berdasarkan hubungan sosial di Desa Tasikharjo, Kecamatan Kaliori, Kabupaten Rembang, Provinsi

Jawa Tengah Tahun 2013 41

27 Jumlah dan persentase petani garam berdasarkan alokasi ketenagakerjaan di Desa Tasikharjo, Kecamatan Kaliori, Kabupaten

Rembang, Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013 41

28 Jumlah dan persentase petani garam berdasarkan orientasi mutu di Desa Tasikharjo, Kecamatan Kaliori, Kabupaten Rembang, Provinsi

Jawa Tengah Tahun 2013 42

29 Nilai korelasi dan probabilitas antara usia responden dengan perilaku

ekonomi 43

30 Nilai korelasi dan probabilitas antara tingkat pendidikan responden

dengan perilaku ekonomi 45

31 Nilai korelasi dan probabilitas antara pengalaman kerja dengan

perilaku ekonomi 47

32 Nilai korelasi dan probabilitas antara tingkat pendapatan responden

dengan perilaku ekonomi 49

33 Nilai korelasi dan probabilitas antara bantuan modal dengan perilaku

ekonomi 53

34 Nilai korelasi dan probabilitas antara bantuan modal dengan perilaku

ekonomi 55

35 Nilai korelasi dan probabilitas antara biaya produksi responden

dengan perilaku ekonomi 57

36 Nilai korelasi dan probabilitas antara teknologi responden dengan

perilaku ekonomi 59

37 Nilai korelasi dan probabilitas antara luas lahan responden dengan

perilaku ekonomi 60

38 Nilai korelasi dan probabilitas antara kuantitas hasil produksi

(14)

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka Pemikiran 14

2 Desain alur mina tambak 28

3 Design teknologi ulir filter 29

DAFTAR LAMPIRAN

1 Peta Lokasi Penelitian 69

2 Dokumentasi penelitian 70

(15)
(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negeri maritim yang memiliki potensi sumberdaya perikanan dan kelautan yang begitu besar. Industrialisasi kelautan dan perikanan saat ini berada dalam proses perubahan yang mengarah pada kebijakan pengelolaan aset dalam rangka meningkatkan nilai tambah secara efisien dan berdaya saing tinggi. Beberapa strategi untuk mendukung industrialisasi perikanan antara lain adalah dengan meningkatkan mutu bahan baku sesuai standar, meningkatkan jumlah ketersediaan ikan dalam negeri, meningkatkan nilai tambah produk hasil perikanan dan mendorong investasi dan meningkatkan pembiayaan usaha perikanan (untuk pengusaha kelas menengah ke atas). Salah satu komoditas unggulan yang menjadi implementasi industrialisasi kelautan dan perikanan tahap pertama yaitu komoditas garam.

Garam merupakan salah satu produk kelautan yang memiliki manfaat besar dalam pemenuhan kebutuhan hidup manusia. Garam juga merupakan komoditi sebagai bahan baku industri dan bahan pangan yang dibutuhkan oleh hampir semua lapisan masyarakat. Walaupun sebagai negara bahari beriklim tropis dengan dua pertiga wilayahnya laut dan garis pantai mencapai 81 000 km, namun produksi garam di Indonesia belum mencapai angka optimal. Hasil produksi garam di Indonesia pada tahun 2012 telah mencapai angka 2.4 juta ton, hal tersebut mampu mencapai target produksi garam tahun 2012 yang sebesar 1.32 juta ton (KKP 2012a). Angka tersebut belum mampu memenuhi seluruh kebutuhan garam di Indonesia, terutama garam industri. Kebutuhan garam pada Tahun 2012 di Indonesia senilai 1.44 juta ton untuk garam konsumsi dan 1.8 juta ton untuk garam industrialisasi. Tahun 2012 garam industri seratus persen diimpor dari negara lain. Standar kualitas mutu produksi garam yang diproduksi dalam negeri belum dapat memenuhi kualitas yang diinginkan industri. Hal tersebut terjadi akibat produktivitas tambak garam Indonesia masih rendah karena sebagian besar dikelola secara tradisional, harga garam impor umumnya lebih murah daripada garam nasional, akses usaha produksi garam, serta harga garam impor umumnya lebih murah daripada garam nasional.

(17)

Kebutuhan garam akan terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan perkembangan industri pengguna garam. Kondisi usaha garam yang terjadi di Indonesia tidak mengalami perubahan selama beberapa tahun. Hal tersebut disebabkan adanya kelemahan dalam industri produksi garam nasional. Tantangan Indonesia dalam pengembangan industri garam salah satunya yaitu peningkatan kualitas hasil produksi yang masih relatif rendah serta ketersediaan lahan. Pengaturan regulasi dan tata niaga garam juga menjadi tantangan dalam permasalahan garam nasional. Tantangan tersebut menuntut adanya strategi untuk memperbaiki pola produksi dalam industri garam.

Kondisi garam Indonesia yang masih tidak stabil memberikan dampak terhadap perilaku petani garam dalam pengembangan usaha produksi garam. Faktor internal dari dalam diri petani garam dan faktor internal usaha memengaruhi pengembangan usaha garam di Indonesia. Selain itu, akses pelaku usaha juga turut memicu kurangnya dukungan dalam pengembangan usaha garam. Permasalahan tersebut menyatakan bahwa lemahnya sumberdaya manusia mengembangkan peluang produksi dalam industri usaha garam. Oleh karena itu, peneliti ingin melihat perilaku ekonomi petani garam yang dipengaruhi oleh karakteristik individu dan usaha. Selain itu melihat bagaimana akses dari luar memberikan pengaruh dalam tantangan industrialisasi kelautan.

Masalah Penelitian

Berdasarkan uraian yang telah disampaikan di bagian latar belakang di atas, maka peneliti merumuskan masalah sebagi berikut:

1. Bagaimana hubungan antara karakteristik petani garam dengan perilaku ekonomi petani garam?

2. Bagaimana hubungan antara intervensi pihak luar dengan perilaku ekonomi petani garam?

3. Bagaimana hubungan karakteristik usaha dengan perilaku ekonomi petani garam?

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian yang dirumuskan sebagai berikut :

1. Menganalisis hubungan antara karakteristik petani garam dengan perilaku ekonomi petani garam.

2. Menganalisis hubungan antara intervensi pihak luar dengan perilaku ekonomi petani garam.

3. Menganalisis hubungan karakteristik usaha dengan perilaku ekonomi petani garam.

Kegunaan Penelitian

(18)

memengaruhinya. Secara lebih khusus, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi beberapa pihak, diantaranya adalah:

1. Petani Garam

Penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan dan informasi petani garam sehingga mampu meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi. 2. Pemerintah

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi para pengambil kebijakan (decision maker) dalam menghadapi proses industrialisasi yang terjadi sehingga tepat dalam menyusun strategi perkembangan usaha garam nasional. Pemerintah diharapkan dapat membangun hubungan yang sinergis antara semua pihak yang terlibat.

3. Swasta

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran kepada pihak swasta mengenai proses industrialisasi kelautan yang sedang berlangsung. Selain itu, mengingat dalam pencapaian suatu tujuan dibutuhkan adanya kerjasama, pihak swasta juga diharapkan mampu untuk memahami pola-pola perilaku petani garam dan membangun hubungan yang baik dengan petani garam.

4. Bagi kalangan akademisi dan peneliti

Penelitian ini dapat dijadikan referensi bagi akademisi lainnya untuk melakukan penelitian yang terkait serta mendukung dan menunjang perilaku petani garam delam kerangka industrialisasi

5. Bagi masyarakat

(19)
(20)

TINJAUAN PUSTAKA

Sumberdaya Garam di Indonesia

Garam merupakan bahan yang mudah ditemui sehari-hari dalam kehidupan manusia. Secara garis besar kegunaan garam adalah sebagai bahan baku konsumsi, bahan pengawetan, serta sebagai bahan baku industri. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyatakan bahwa garam merupakan salah satu produk komoditas penting yang menjadi kebutuhan bahan pangan dan juga industri. Garam adalah salah satu kebutuhan pokok manusia yang belum ada subsitusinya atau bahan penggantinya. Jika dillihat secara fisik, garam berupa padatan putih berbentuk kristal yang mengandung senyawa-senyawa kimia dan bersifat mudah menyerap air (PT Garam 2001).

Dalam Peraturan Pemerintah (Permen) Perdagangan Republik Indonesia (RI) No. 58/M-DAG/PER/9/2012 dinyatakan bahwa garam merupakan senyawa kimia yang komponen utamanya mengandung natrium klorida (NaCl), dan mengandung senyawa air, magnesium, kalsium, sulfat dan bahan tambahan yodium. Berdasarakan kegunaannya garam dikelompokkan menjadi garam industri dan garam konsumsi. Garam industri merupakan garam yang digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong untuk kebutuhan industri. Sedangkan garam konsumsi memiliki kegunaan sebagai bahan konsumsi atau bahan pangan.

Menurut Kementerian Perdagangan (Kemendag) (2001), setiap jenis garam memiliki standar kualitas mutu yang telah disahkan oleh Standar Nasional Indonesia (SNI). Kualitas mutu garam dipengaruhi oleh kualitas air laut, struktur lahan, kondisi iklim, teknologi dalam proses produksi, waktu produksi (penguapan), serta faktor sumberdaya masyarakat (SDM). Jenis garam berdasarkan kualitasnya dikelompokkan menjadi K1 dan K2, yang memengaruhi penentuan harga penjualan. Produk garam bahan baku industri yang terdapat di pasar Indonesia terbagi menjadi dua tipe, yaitu garam sebagai bahan baku soda serta garam sebagai bahan penolong industri tekstil, kertas, plastik, alumunium. Sedangkan produk garam konsumsi terbagi dalam garam halus, garam kasar, serta garam sodium rendah. Pengelola garam di Indonesia selama ini dipegang oleh pihak PT. Garam yang berada di bawah Badan Usaha Milik Negara (BUMN), selain itu juga ada petani garam Indonesia sebagai penghasil garam rakyat.

(21)

Tabel 1 Syarat mutu garam bahan baku untuk industri garam beryodium

No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan

1. Keadaan Sumber : Badan Standar Nasional. (2000).

Sedangkan kualitas garam konsumsi beryodium mengacu pada SNI 3556-2010 dengan rincian syarat mutu seperti yang disajikan dalam Tabel 2.

Tabel 2 Syarat mutu garam konsumsi beryodium

No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan

1. Kadar Air (H2O) (b/b) % Maks. 7

2. Kadar Natrium Klorida (NaCL) dihitung dari jumlah klorida (Cr) (b/b) adbk

% Min. 94

3. Bagian yang tidak larut dalam

air( b/b) adbk % Maks. 0.5

(22)

proses kristalisasi), setelah dikristalkan pada proses akhir akan diperoleh produk garam.

Kandungan dalam garam memiliki peran penting dalam tubuh manusia. Garam NaCl berfungsi menjaga pengaturan volume dan tekanan darah, menjaga kontraksi otot dan transmisi sel saraf, serta membantu keseimbangan air, asam dan basa dalam tubuh. Selain itu garam secara efektif dan efisien mampu mengatasi masalah kekurangan yodium. Konsumsi garam berlebih dapat memicu tekanan darah tinggi dalam tubuh. Berbeda populasi berbeda pula kebutuhan konsumsi garam perhari, setiap negara memiliki variasi dalam mengkonsumsi garam. Rata-rata orang Jepang mengkonsumsi 6.9 gram garam perhari, sedangkan orang Amerika Serikat cukup hanya 3.5 hingga 3.9 gram perhari. Konsumsi garam tertinggi berada di Indonesia senilai 9.4 gram perorang perhari (Hartoyo 2011).

Permasalahan Garam di Indonesia

Indonesia sebagai negara dengan panjang garis pantai terpanjang nomor dua di dunia memiliki potensi lahan garam yang sangat besar. Sejauh ini produksi garam rakyat di Indonesia masih dinyatakan tergolong rendah yaitu dengan rata-rata produksi 60 ton/hektar/musim. Kenyataannya data produksi garam tahun 2012 menunjukkan bahwa angka produksi di Indonesia sudah mencapai 2.4 juta ton dan melampaui target produksi yang sebesar 1.32 juta ton (KKP 2012a). Produksi garam rakyat tertinggi di Indonesia diproduksi oleh Kabupaten Sampang dengan angka produksi 314 586.10 ton. Produktivitas terbaik di tahun 2012 berada di Kabupaten Aceh Utara dengan angka produktivitas sebesar 276.71 ton. Angka-angka tersebut hanya mampu memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat Indonesia, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan industri yang ada. Hingga tahun 2012 kebutuhan garam industri di Indonesia masih seratus persen diimpor dari luar, dan garam konsumsi sudah seratus persen dapat dipenuhi oleh produksi garam rakyat. Menurut Rochwulaningsih (2008), garam industri menuntut kualitas yang tinggi, sehingga produksi garam rakyat tidak mampu memenuhi standar kualitas tersebut. Oleh karena itu kebutuhan garam industri hingga saat ini harus diimpor karena teknologi garam rakyat tidak mampu memproduksi garam industri yang berkualitas dengan standar yang tinggi.

Menurut Hernanto dan Kwartatmono (2001), kualitas maupun kuantitas hasil produksi garam rakyat yang diproduksi melalui cara tradisional dipengaruhi oleh faktor sumberdaya alam secara dominan. Lokasi menjadi salah satu faktor yang memengaruhi penyediaan air laut yang berdampak pada kualitas ataupun kuantitas garam. Selain itu kualitas dan kuantitas garam juga dipengaruhi juga oleh kondisi lahan, kondisi iklim, serta sumberdaya manusia. Produktivitas lahan garam dipengaruhi oleh kualitas tanah, topografi tanah, kelembaban udara kecepatan angin, serta sistem teknologi yang digunakan.

(23)

Tabel 3 Identifikasi permasalahan dalam usaha garam Aspek

Permasalahan

Indikator

Produktivitas  Kurangnya teknologi (KKP 2012bc; Izzaty dan Permana 2011; Manadiyanto dan Nasution 2010; Hernanto dan Kwartatmono 2001)

 Masalah SDM (KKP 2012b; Manadiyanto dan Nasution 2010; Hernanto dan Kwartatmono 2001)

 Infrastruktur (KKP 2012b; Izzaty dan Permana 2011; Manadiyanto dan Nasution 2010; Hernanto dan Kwartatmono 2001)

 Perubahan iklim (Izzaty dan Permana 2011; Hernanto dan Kwartatmono 2001)

 Penyimpanan garam (Izzaty dan Permana 2011)  Kondisi air laut (Hernanto dan Kwartatmono 2001)

Pemasaran  Ketergantungan petani terhadap tengkulak (Rachman 2011; KKP 2012b)

 Permainan harga oleh pedagang asing (Izzaty dan Permana 2011)

 Tidak ada harga dasar dan tata niaga garam (Manadiyanto dan Nasution 2010; KKP 2012bc)

 Rendahnya pengetahuan (Izzaty dan Permana 2011) Permodalan  Keterbatasan aset (KKP 2012b; Izzaty dan Permana 2011) Lahan  Mutu lahan (KKP 2012b; Mandiyanto dan Nasution 2010)

 Produktivitas lahan (Izzaty dan Permana 2011)  Perubahan fungsi lahan (KKP 2012b)

Kelembagaan  Kebijakan (KKP 2012b; Izzaty danPermana, 2011; Manadiyanto dan Nasution 2010)

 Tidak berfungsinya kelembagaan formal (Manadiyanto dan Nasution 2010)

Karakteristik Petani Garam di Indonesia

Kegiatan pengelolaan sumberdaya alam selalu membutuhkan aktor yang terlibat dalam pengolahan produksi sumberdaya, utamanya produsen yang merupakan individu dan/atau badan usaha yang memproduksi, mengedarkan, dan memperdagangkan sumberdaya. Demikian pula dalam pengelolaan sumberdaya garam, terdapat aktor yang memproduksi atau menyediakan produk dalam pemenuhan kebutuhan garam. Berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Bima Nomor 3 Tahun 2009 disebutkan bahwa petani pengumpul garam adalah individu atau kelompok yang melakukan pengambilan dan pengumpulan garam secara tradisional untuk kemudian disetorkan kepada pengepul.

(24)

yang memanfaatkan potensi alam dalam proses produksi. Petani garam rakyat adalah produsen garam yang skala kecil bukan industri dan hanya berproduksi pada musim kemarau saja (Rachman 2011). Hingga saat ini, petani garam masih tetap menggunakan cahaya matahari untuk proses penguapan dalam proses produksi.

Dalam proses produksi garam, lahan merupakan alat produksi yang sangat penting bagi petani garam karena dengan adanya lahan garam akan menentukan aksesibilitas petani garam terhadap surplus atas produksinya (Rochwulaningsih 2008). Petani garam lahan sempit dan petani tidak memiliki lahan, akses terhadap surplus dari produksinya rendah hingga ada kemungkinan tidak memperoleh surplus. Sebaliknya petani yang menguasai lahan luas memiliki akses untuk dapat menikmati surplus dari produksi garam cukup besar. Berdasarkan beberapa studi literatur, petani garam dapat dikategorikan ke dalam beberapa aspek. Pengategorian garam tersaji dalam Tabel 4.

Tabel 4 Tipologi Petani Garam

Aspek Kategori Pembagian

Lahan  Petani Pemilik (Rachman 2011; Rochwulaningsih 2008)  Petani Penyewa (Rachman 2011)

 Petani Bagi Hasil (Rachman 2011)  Petani Buruh (Rochwulaningsih, 2008)

Sistem Produksi  Petani garam tradisional (Aisyah et. al 2011; Rachman 2011)

 Petani garam industri (Aisyah et. al 2011) Hasil  Petani garam beryodium (YLKI 2001)

 Petani garam baku (Perda Kab. Bima No. 3/2009)  Petani garam konsumsi (KKP 2012b)

 Petani garam industri (Aisyah et. al 2011)

PT. APROGAKOB dalam Forum Pasar Indonesia (2001) menyatakan sifat petani dalam pemanfaatan lahan dimana fungsi lahan dapat berubah sementara ketika terjadi perubahan harga garam. Fungsi lahan garam akan berubah fungsi menjadi lahan tambak ketika harga garam tidak menguntungkan, sebaliknya fungsi lahan tambak dapat berubah menjadi lahan garam apabila harga garam sedang dalam posisi menguntungkan. Hal tersebut terjadi dipengaruhi oleh sistem produksi yang digunakan petani garam masih tradisional, yaitu bergantung pada keadaan alam.

Selain bergantung pada keadaan alam, melihat hasil monitoring KKP (2012) petani garam juga memiliki ketergantungan tinggi terhadap tengkulak. Minimnya pengetahuan petani menyebabkan ketergantungannya terhadap tengkulak yang diakibatkan dari ketidakmampuan petani dalam menetapkan harga penjualan garam. Hal tersebut sering dimanfaatkan oleh para tengkulak untuk mempermainkan harga pasar, sehingga berdampak merugikan petani garam.

(25)

Tabel 5 Karakteristik petani garam

Menurut Manadiyanto dan Nasution (2010), dalam masyarakat petani garam terdapat kelembagaan yang dapat membantu mengurangi dan memudahkan penanganan oleh pemerintah atau pihak lain. Beberapa lembaga yang terdapat di Indonesia, yaitu Asosiasi Petani Garam Rakyat (APEGAR), Asosiasi Produksi Garam Beryodium (APRO GAB), Aliansi Petani Garam Rakyat Indonesia (A2PGRI).

Perilaku Ekonomi Petani Garam dan Industrialisasi Kelautan

Menurut KKP (2012), industrialisasi kelautan dan perikanan merupakan proses perubahan sistem produksi hulu dan hilir sebagai upaya dalam meningkatkan nilai tambah, produktivitas, dan skala produksi sumberdaya kelautan dan perikanan. KKP (2012) mengharapkan Industrialisasi kelautan khususnya garam dapat mendorong pencepatan peningkatan produksi garam konsumsi dan industri untuk mencukupi kebutuhan garam nasional sekaligus meningkatkan taraf hidup pembudidaya garam.

Dalam Perpres No.28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional dinyatakan bahwa Industri garam merupakan salah satu dari 35 industri yang diprioritaskan. Hanya saja hingga saat ini hasil produksi garam rata-rata di Indonesia hanya mencapai 60 ton/hektar/musim dengan luas lahan 26 975.42 hektar (KKP 2012a). Jika dikalkulasikan, Indonesia hanya mampu menghasilkan 1 618 525.2 ton/tahun, sedangkan kebutuhan garam Indonesia mencapai 3 251 691 ton/tahun.

Aspek Karakteristik

Indikator

Karakter  Keras tetapi mudah putus asa (Rochwulaningsih 2008) Sikap Terhadap

Alam

 Bergantung pada alam (Aisyah et. al 2011) Hakikat Hubungan

Antar Sesama

 Tingginya ketergantungan terhadap tengkulak (KKP 2012b)

Sistem Pengetahuan

 Berdasar pada warisan (Rochwulaningsih 2007)

Peran Wanita  Terlibat sebagai tenaga kerja produksi garam (Hasan 2011)

 Kurangnya keterampilan untuk mengadopsi teknologi baru (Izzaty dan Permana 2011; Manadiyanto dan Nasution 2011)

(26)

Rendahnya produksi garam di Indonesia diakibatkan oleh sistem produksi yang digunakan oleh para petani garam masih tradisional. Perkembangan ilmu pengetahuan dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi. Berbeda dengan negara-negara lain yang sudah menggunakan ilmu pengetahuan ke dalam sistem produksinya, masyarakat di Indonesia masih sulit untuk melakukannya. Menganalisis perbandingan hasil produksi garam lokal dengan produksi garam di luar negeri seperti USA, Cina, dan Australia dimana negara-negara tersebut telah menerapkan IPTEK ke dalam bagian proses produksinya. Hasilnya dengan potensi alam yang lebih sedikit dibandingkan Indonesia, negara tersebut dapat menghasilkan garam dengan kualitas dan kuantitas yang lebih baik

Rachman (2011) menyatakan bahwa proses industrialisasi merupakan kelanjutan dari tahapan pembangunan ekonomi setelah sektor pertanian berkembang. Sektor industri memegang peranan penting sebagai sektor produktif dalam memaksimumkan pembangunan. Pembangunan ekonomi tidak pernah lepas dari pola perilaku pelaku ekonomi yang berperan di dalamnya. Perilaku ekonomi merupakan respon produsen atau konsumen yang ditunjukkan akibat terjadinya perubahan kekuatan pasar, dimana respon tersebut memiliki tujuan kepuasaan individu atau kelompok (Fariyanti 2008). Perilaku ekonomi juga ditunjang oleh pola perilaku konsumen dan produsen dalam kegiatan ekonomi. Perilaku konsumen digunakan dalam kegiatan konsumsi, sedangkan perilaku produsen memiliki pengaruh terhadap respon di dalam kegiatan produksi.

Tabel 6 Perilaku produksi petani garam

Bentuk Perilaku Perilaku Produksi

Orientasi Mutu  Kurang memedulikan kondisi lahan (Roosita et al.

2011)

 Proses penyimpanan (Roosita et al. 2011) Adaptasi Teknologi  Diversifikasi lahan (PT Aprogakob 2001)

 Sistem produksi masih tradisional (Aisyah et al. 2011)  Keterbatasan aset (KKP 2012b; Izzaty dan Permana

2011)

Tenaga Kerja  Diversifikasi pekerjaan (PT Aprogakob)

 Terlibatnya keluarga sebagai tenaga kerja (Hasan 2011)

Hubungan Sosial  Ketergantungan petani terhadap tengkulak (Rachman 2011; Roosita et al. 2011)

(27)

Perilaku konsumsi petani garam yaitu menggunakan pendapatan untuk membeli bahan baku produksi (Parulian 2008) serta menghabiskan sebagian besar pendapatan untuk pemenuhan kebutuhan rumah tangga termasuk pangan (Rachman 2011).

Strategi Menuju Industrialisasi Usaha Garam

Sektor industri pengolahan menjadi salah satu sektor andalan pembangunan nasional yang terus mengalami perkembangan secara signifikan dari tahun ke tahun (Parulian 2008). Produk Industri pengolahan di Indonesia meliputi industri besar, industri sedang, industri kecil, dan industri kerajinan rumah tangga. Demikian juga dengan industrialisasi kelautan dan perikanan dari tahun ke tahun berupaya mencapai target dan rencana jangka panjang. Industrialisasi kelautan dan perikanan bertujuan meningkatkan produksi, produktivitas, dan nilai tambah produk kelautan dan perikanan yang berdaya saing tinggi berorientasi pasar. Selain itu menurut KKP (2012) tujuan industrialisasi kelautan dan perikanan yaitu mempercepat pembangunan ekonomi berbasis kelautan dan perikanan melalui modernisasi sistem produksi dan manajemen. Lebih jauh lagi, hal ini diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan. Industrialisasi kelautan dan perikanan memiliki landasan konseptual berupa peningkatan nilai tambah, peningkatan daya saing, penguatan pelaku industri perikanan, berkelanjutan, transformasi formal, serta modernisasi sistem produksi hulu dan hilir. Selain itu masih terdapat landasan berbasis komoditas, wilayah dan sistem manajemen kawasan (KKP 2012d).

(28)

Tabel 7 Strategi pengembangan industrialisasi usaha garam rakyat

Fokus Strategi Bentuk Strategi

Teknologi  Inovasi teknologi (Roosita et al. 2011)

 Optimalisasi pemanfaatan sumber kekayaan alam (Hartono 2011)

 Produksi garam berkualitas melalui proses pengolahan dan kristalisasi bertingkat (Roosita et al. 2011)

Sarana-Prasarana  Intensifikasi lahan penggaraman (Roosita et al. 2011; Setiono 2011)

 Ekstensifikasi lahan penggaraman (Setiono 2011; Hartono 2011)

 Revitalisasi penyediaan sarana dan prasarana (Roosita

et al. 2011)

 Membangun infrastruktur sebagai pendorong kemajuan petani (Roosita et al. 2011)

Pengetahuan dan Keterampilan

 Peningkatan sistem manajemen produksi garam (Roosita et al. 2011)

 Melaksanakan pelatihan untuk menunjang kemampuan petani (KKP 2012cd)

Ekonomi  Penetapan harga dasar dan tata-niaga usaha garam (KKP 2012b)

Kelembagaan  Penegakan hukum secara konsisten terhadap garam yang tidak sesuai syarat SNI (Hartono 2011)

(29)

Kerangka Pemikiran

Hasil studi literatur sebelumnya menunjukkan beberapa faktor diduga memengaruhi perilaku ekonomi petani garam, diantaranya adalah karakteristik individu, karakteristik usaha, dan intervensi pihak luar. Karakteristik individu terdiri atas usia, tingkat pendidikan, pengalaman kerja, tingkat pendapatan, dan tingkat pengetahuan. Selanjutnya, karakteristik usaha dapat dilihat berdasarkan teknologi yang digunakan, biaya produksi, luas lahan, serta kuantitas. Intervensi pihak luar dapat dianalisis berdasarkan adanya bantuan-bantuan modal serta penyuluhan yang diterima petani garam.

(30)

Hipotesis

1) Terdapat hubungan antara karakteristik individu dengan perilaku ekonomi petani garam dalam kerangka industrialisasi.

2) Terdapat hubungan antara intervensi pihak luar dengan perilaku ekonomi petani garam dalam kerangka industrialisasi.

3) Terdapat hubungan antara karakteristik usaha dengan perilaku ekonomi petani garam dalam kerangka industrialisasi.

Definisi Konseptual

1) Industrialisasi kelautan dan perikanan adalah proses perubahan produksi hulu dan hilir dalam rangka peningkatan nilai tambah, produktivitas, dan skala produksi sumberdaya kelautan dan perikanan.

Definisi Operasional

1) Karakteristik individu adalah ciri-ciri yang melekat pada individu meliputi usia, tingkat pendidikan, jumlah anggota rumahtangga, dan tingkat pendapatan.

a) Usia adalah selisih antara tahun responden dilahirkan hingga tahun pada saat dilaksanakan penelitian. Usia diukur menggunakan skala ordinal yang dikelompokkan berdasarkaan rataan dari lapangan.

i) Muda (< 42 tahun) ii) Tua (≥ 42 tahun)

b) Tingkat pendidikan adalah jenis pendidikan/sekolah formal tertinggi yang pernah diikuti oleh responden. Tingkat pendidikan diukur dengan menggunakan skala nominal yang akan dokonversikan menjadi skala ordinal yang dikategorikan sebagai berikut:

i) Rendah < tamat SMP) ii) Tinggi (≥ tamat SMP)

c) Pengalaman kerja adalah waktu yang telah dijalani reponden sebagai petani garam. Pengalaman kerja diukur menggunakan skala ordinal yang dikelompokkan menjadi:

i) Rendah (< 19.3 tahun) ii) Tinggi (≥ 19.3 tahun)

d) Tingkat pengetahuan adalah pengetahuan dan informasi yang diterima

petani garam. Jika jawaban ya, akan diberi skor “2” dan jika jawaban tidak, akan diberi skor “1”.

i) Rendah (jika skor antara 9 hingga 13) ii) Tinggi (jika skor antar 14 hingga 18)

e) Tingkat pendapatan responden adalah jumlah penghasilan secara keseluruhan, termasuk penghasilan sampingan yang diperoleh dalam satu bulan. Tingkat pendapatan diukur dengan menggunakan skala rasio yang disesuaikan dengan kondisi di lapangan.

i) Rendah (< Rp1 240 000) ii) Tinggi (≥ Rp1 240 000)

(31)

industrialisasi. Intervensi pihak luar dapat diukur dengan mengunakan skala ordinal.

a) Bantuan modal adalah bantuan yang diberikan oleh pihak luar dalam upaya mendukung usaha petani garam. Penggolongan tingkatan bantuan modal akan dilakukan berdasarkan rataan bantuan modal dari seluruh responden. Pengukuran akan diambil dari hasil data yang didapatkan di

lapangan. Jika jawaban ya, akan diberi skor “2” dan jika jawaban tidak, akan diberi skor “1”.

i) Rendah (jika petani garam tidak menerima bantuan modal) ii) Tinggi (Jika petani garam menerima bantuan modal)

b) Penyuluhan merupakan informasi pengetahuan yang didapatkan petani

garam dari pihak lain. Jika jawaban ya, akan diberi skor “2” dan jika jawaban tidak, akan diberi skor “1”.

i) Rendah (Petani garam tidak mendapat penyuluhan) ii) Tinggi (Petani garam mndapat penyuluhan)

3) Karakteristik usaha petani garam adalah faktor-faktor yang memengaruhi proses petani garam dalam menjalankan usahanya.

a) Teknologi produksi adalah teknologi yang digunakan petani garam dalam memproduksi garam. Penggolongan tingkatan penggunaan teknologi akan disesuaikan dengan data di lapangan yang dapat diukur menggunakan skala ordinal.

i) Rendah (teknologi tidak lengkap) ii) Tinggi (teknologi lengkap)

b) Biaya produksi merupakan modal yang harus dikeluarkan petani garam untuk memproduksi garam dalam sekali produksi. Biaya produksi dapat diukur dengan menggunakan skala ordinal. Penggolongan tingkatan biaya produksi akan disesuaikan dengan rataan data di lapangan.

i) Rendah (< Rp181 500) ii) Tinggi (≥ Rp181 500)

c) Luas lahan merupakan luas tambak yang dimiliki dan dikelola petani garam. Penggolongan tingkatan kuantitas hasil produksi akan disesuaikan dengan rataan data di lapangan yang dapat diukur menggunakan skala rasio

i) Rendah (< 1.325 Ha) ii) Tinggi (≥ 1.325 Ha)

d) Kuantitas hasil produksi adalah jumlah garam yang dihasilkan dalam sekali produksi. Penggolongan tingkatan kuantitas hasil produksi akan disesuaikan dengan rataan data di lapangan yang dapat diukur menggunakan skala rasio.

i) Rendah (< 3.6 ton) ii) Tinggi (≥ 3.6 ton)

(32)

a) Orientasi mutu adalah perilaku petani garam dalam memandang dan melakukan tindakan untuk menjaga mutu hasil tangkapan (2 jika ya, 1 jika tidak).

(1) Rendah (jika skor antara 5 hingga 7) (2) Tinggi (jika skor antara 8 hingga 10)

b) Adaptasi teknologi adalah perilaku petani garam dalam penyediaan sarana prasarana usaha garam (2 jika ya, 1 jika tidak).

(1) Rendah (jika skor antara 10 hingga 15) (2) Tinggi (jika skor antara 16 hingga 20)

c) Hubungan sosial adalah perilaku petani garam dalam berinteraksi dengan lingkungan sekitar (2 jika ya, 1 jika tidak).

(1) Rendah (jika skor antara 3 hingga 4) (2) Tinggi (jika skor antara 5 hingga 6)

d) Alokasi Ketenagakerjaan adalah perilaku petani garam dalam mengatur strategi pola kerja dan tenaga kerja (2 jika ya, 1 jika tidak).

(1) Rendah (jika skor antara 3 hingga 4) (2) Tinggi (jika skor antara 5 hingga 6)

e) Perilaku konsumtif adalah perilaku yang dilakukan petani garam dalam membelanjakan uangnya untuk kebutuhan hidup (2 jika ya, 1 jika tidak). (1) Rendah (jika skor antara 3 hingga 4)

(33)
(34)

PENDEKATAN LAPANG

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif didukung pendekatan kualitatif. Metode kuantitatif diperoleh dari hasil survei melalui instrumen kuesioner untuk mengetahui karakteristik petani garam dan industrialisasi kelautan. Variabel yang diteliti terdiri karakteristik petani garam (usia, tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan, dan tingkat pendapatan), intervensi pihak luar (bantuan modal, dan penyuluhan), karakteristik usaha (teknologi, biaya produksi, luas lahan dan kuantitas hasil produksi), dan perilaku ekonomi petani garam (adaptasi teknologi, orientasi mutu, hubungan sosial, alokasi ketenagakerjaan, serta perilaku konsumsi).

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang dilakukan untuk menguatkan data kuantitaif. Metode kualitatif munggunakan instrumen wawancara mendalam, observasi langsung, dan studi literatur. Variabel yang diukur menggunakan pendekatan kualitatif yaitu strategi petani garam dan industrialisasi kelautan. Selain itu, metode kualitatif ini juga digunakan untuk mengetahui lebih jauh kehidupan ekonomi petani garam dan aktivitas-aktivitas petani garam.

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di Dusun Ngelak, Desa Tasikharjo, Kecamatan Kaliori, Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa Tengah. Pemilihan lokasi tersebut dilakukan secara sengaja (purposive) dengan beberapa alasan, diantaranya karena Desa Tasikharjo memiliki luas tambak yang lebih besar dibandingkan luas pemukimannya, yaitu mencapai 103.6 Ha. Selain itu karena Desa Tasikharjo memiliki hasil produksi garam pada tahun 2012 mencapai 1 890 ton. Lokasi desa yang strategis di pinggir jalan utama penghubung antar provinsi dan berbatasan dengan laut Jawa juga menjadi alasan dalam pemilihan lokasi.Waktu pengambilan data dilaksanakan pada bulan April 2013.

Teknik Pemilihan Responden dan Informan

Populasi dari penelitian ini adalah seluruh petani garam di Dusun Ngelak, Desa Tasikharjo, Kecamatan Kaliori, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Unit penelitian yang diteliti adalah individu yang berprofesi sebagai petani garam penggarap. Responden dipilih secara sengaja (purposive) oleh peneliti sebanyak 40 orang. Responden sulit ditemui karena waktu pengambilan data tidak bertepatan dengan musim produksi garam, sehingga banyak petani garam yang sedang tidak berada di lokasi. Responden diwawancarai sesuai dengan kuesioner yang telah disusun.

(35)

orang yang memahami dan memiliki banyak pengalaman dalam usaha produksi garam rakyat. Selain itu, informan yang dipilih adalah para pemangku kepentingan yang terlibat dalam usaha produksi garam di Desa Tasikharjo.

Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang pengumpulannya dilakukan sendiri oleh peneliti melalui pengamatan langsung. Data primer dapat berupa hasil wawancara dengan responden/informan dan hasil pengukuran peneliti sendiri. Data primer yang diperoleh dari responden dilakukan melalui teknik wawancara dengan alat bantu kuesioner yang telah dipersiapkan, sedangkan pengumpulan data dari informan dilakukan dengan wawancara mendalam menggunakan pedoman wawancara. Data primer yang akan dikumpulkan adalah:

1) Karakteristik petani garam, yang meliputi usia, tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan, dan tingkat pendapatan.

2) Intervensi pihak luar, yang meliputi bantuan modal, dan penyuluhan.

3) Karakteristik usaha petani garam, yang meliputi teknologi, biaya produksi, dan kuantitas hasil produksi

4) Perilaku ekonomi yang dilakukan para petani garam, meliputi adaptasi teknologi, orientasi mutu, hubungan sosial, alokasi ketenagakerjaan, serta perilaku produksi.

Selain data primer, pengumpulan data dalam penelitian ini juga menggunakan data sekunder. Data sekunder adalah data yang dikumpulkan oleh pihak lain dan sudah diolah oleh pihak lain tersebut. Sumber data sekunder dapat diperoleh dari data pribadi milik pemangku kepentingan yang terdapat di lokasi, perusahaan-perusahaan yang melakukan aktivitasnya disekitar kawasan tersebut, serta buku, internet, jurnal-jurnal penelitian, skripsi, tesis, dan laporan penelitian yang ada kaitannya dengan penelitian ini.

Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Data yang telah diperoleh melalui berbagai metode pengumpulan data, baik itu data kuantitatif maupun kualitatif, selanjutnya akan diproses guna mendapat jawaban atas tujuan dari penelitian ini. Data kualitatif yang telah diperoleh akan diolah langsung di lapangan melalui tiga tahapan yang mengacu pada pengolahan data dari Singarimbun dan Effendi (1989), yaitu memasukkan data dalam file,

membuat tabel frekuensi, membaca dan mengoreksi ulang tabel frekuensi.

(36)

berarti jika variabel bebas besar maka variabel terikat menjadi kecil (Rakhmat 1997). Rumus korelasi Rank Spearman adalah sebagai berikut:

Dimana:

ρ atau rs : koefisien korelasi rank spearman

di : determinan

n : jumlah data atau sampel

Klasifikasi keeratan hubungan dijelaskan oleh Guilford (1956:145) dalam Rakhmat (1997) sebagai berikut:

Kurang dari 0.20 hubungan rendah sekali; lemah sekali 0.20–0.40 hubungan rendah tetapi pasti

0.40–0.70 hubungan yang cukup berarti 0.70–0.90 hubungan yang sangat tinggi; kuat

Lebih dari 0.90 hubungan sangat tinggi; kuat sekali, dapat diandalkan

Tingkat kesalahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebesar 5

persen atau pada taraf nyata α = 0.05, yang berarti memiliki tingkat kepercayaan 95 persen. Nilai probabilitas (p) yang diperoleh dari hasil pengujian dibandingkan dengan taraf nyata untuk menentukan apakah hubungan antara variabel nyata atau tidak. Bila nilai P lebih kecil dari taraf nyata α = 0.05 maka hipotesis diterima,

terdapat hubungan nyata, dan nilai koefisien korelasi γs digunakan untuk melihat

keeratan hubungan antara dua variabel. Sebaliknya bila nilai p lebih besar dari

taraf nyata α 0.05 maka hipotesis tidak diterima, yang berarti tidak terdapat

(37)
(38)

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Kondisi Geografis dan Infrastruktur Desa

Desa Tasikharjo merupakan salah satu desa dari Kecamatan Kaliori, Kabupaten Rembang, Propinsi Jawa Tengah. Secara umum kondisi tanah Desa Tasikharjo berdataran rendah dengan ketinggian tanah ± 1.5 m di atas permukaan laut. Secara administratif desa ini berbatasan langsung dengan Laut Jawa di sebelah Utara, Desa Purworejo di sebelah Timur, Desa Dresi Kulon, Desa Dresi Wetan, Desa Purworejo di sebelah Selatan, dan Desa Dresi Wetan sebelah Barat. Desa Tasikharjo terbagi menjadi 3 dusun, yaitu Dusun Ngelak, Dusun Wates, Dusun Paloh dengan Luas wilayah Desa Tasikharjo 93.6518 ha. Desa ini terdiri dari 3 Rukun Warga (RW) dan 10 Rukun Tetangga (RT). Jarak dari desa ke ibukota kecamatan kurang lebih 4 km. Lama jarak tempuh dari desa ke ibukota kecamatan dengan kendaraan bermotor adalah 9 menit dan dengan berjalan kaki adalah 30 menit. Jarak desa ke ibukota kabupaten/kota adalah 10 km, dengan jarak tempuh menggunakan kendaraan bermotor sekitar 30 menit dan dengan berjalan kaki sekitar satu jam. Jarak desa ke ibukota provinsi kurang lebih 102 km, dengan lama jarak tempuh dengan kendaraan bermotor sekitar 3 jam dan dengan berjalan kaki 15 jam.

Desa Tasikharjo memiliki topografi di tepi pantai sehingga merupakan kawasan pesisir. Data desa pada tahun 2012 menunjukkan bahwa dari luas wilayah yang dimiliki Desa Tasikharjo sebagian besar merupakan lahan pemukiman dan usaha perikanan. Luas wilayah yang tersedia tidak ada yang dimanfaatkan sebagai lahan persawahan dan perkebunan. Luas wilayah menurut penggunaannya dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 8 Penggunaan lahan Desa Tasikharjo

Penggunaan Luas Lahan (Ha) Persentase (%)

Pemukiman 31.12 33.23

Persawahan 0.00 0.00

Perkebunan 0.00 0.00

Kuburan 3.50 3.75

Perkantoran 0.12 0.12

Usaha Perikanan 22.40 23.92

Prasarana Umum 36.51 38.98

Sumber: Profil Desa Tasikharjo tahun 2012

Kondisi Demografi

(39)

Indonesia (WNI). Berdasarkan kepercayaan, hampir seluruh penduduk beragama Islam yaitu dengan jumlah 1 365 jiwa, dan beragama Kristen sebanyak 2 jiwa.

Tabel 9 Jumlah penduduk menurut kelompok usia tahun 2012 Usia Laki-laki (jiwa) Perempuan (jiwa) Jumlah

(jiwa) kisaran usia 30 sampai 39 tahun dengan jumlah total 242 jiwa jika dibandingkan dengan jumlah penduduk usia lainnya. Berdasarkan data profil Desa Tasikharjo, angka angkatan kerja paling besar berada pada kisaran usia 18 sampai 56 tahun dengan jumlah sebanyak 412 untuk penduduk laki-laki dan 376 untuk penduduk perempuan. Mayoritas penduduk memiliki tingkat pendidikan terakhir Sekolah Dasar (SD), namun ada beberapa penduduk yang bependidikan hingga tingkat sarjana.

Tabel 10 Jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan tahun 2012 Tingkat pendidikan Jumlah (jiwa) Persentase (%) TK/KBA 66 4.83

(40)

Tabel 11 Jumlah penduduk menurut mata pencaharian

Mata pencaharian Laki-laki (Jiwa) Perempuan (Jiwa)

Petani 149 0

Buruh tani 152 0

PNS 16 12

Pengrajin industri rumah tangga 0 2

Pedagang 1 6

Nelayan 99 0

POLRI 3 0

Pensiunan PNS/TNI/POLRI 4 1

Bidan 0 2

Karyawan Swasta 3 1

Tukang Kayu dan Batu 16 0

Guru Swasta 6 20

Sumber: Profil Desa Tasikharjo tahun 2012

Jumlah penduduk laki-laki yang bekerja lebih besar dibanding angka penduduk perempuan. Penduduk perempuan hanya sebanyak 44 orang yang memiliki mata pencaharian, sedangkan penduduk laki-laki sebanyak 449 orang memiliki mata pencaharian. Tabel 11 menunjukan angka terbesar mata pencaharian penduduk sebagai petani dengan angka 149 orang laki-laki.

Kondisi Ekologi

Desa Tasikharjo memilik kondisi topografi yang berada di pesisir laut jawa yang dibatasi oleh hutan mangrove di sepanjang tepi pantai. Desa Tasikharjo terletak di tepian jalur pantura, jalan utama penghubung dua provinsi. Desa Tasikharjo merupakan dataran rendah yang tidak memiliki lahan pekebunan dan persawahan. Suhu rata-rata harian desa tersebut mencapai 33oC. Desa Tasikharjo memiliki tambak hingga mencapai 103.6 Ha. Tambak-tambak di Desa Tasikharjo tidak jauh dari kawasan pemukiman. Desa Tasikharjo juga berbatasan wilayah dengan daerah penghasil garam lainnya, sehingga lebih banyak terlihat tambak-tambak garam dengan gudang penyimpanannya dibanding pemukiman penduduk.

Kondisi Perikanan dan Kelautan

(41)

163 464.37 ton untuk PUGAR dan 23 067.53 untuk hasil non PUGAR. Angka terebut mencapai target produksi garam tahun 2012 yang sebesar 131 850 ton. Tabel 12 Produksi dan Luas Lahan Garam Rakyat Kabupaten Rembang Tahun

Luas total tambak garam di Rembang sebesar ± 1 998.30 Ha dengan potensi pengembangan ± 283.99 Ha. Penghasil garam di Kabupaten Rembang terdapat pada lima kecamatan, yaitu Kecamatan Kaliori, Kecamatan Rembang, Kecamatan Lasem, Kecamatan Sluke, dan Kecamatan Sarang. Kecamatan Kaliori merupakan wilayah penghasil garam terbesar, dikarenakan 10 desa dari 23 desa di Kecamatan Kaliori merupakan penghasil garam rakyat. Luas tambak yang terdapat di Kecamatan Kaliori pada tahun 2012 mencapai 1 210.79 Ha dengan rincian 840.70 Ha merupakan lahan PUGAR dan 129.54 merupakan lahan Non PUGAR serta luas potensi pengembangan 240.55 Ha.

Desa Tasikharjo merupakan salah satu desa penghasil garam yang seluruh hasilnya merupakan garam rakyat PUGAR. Luas lahan tambak di desa Tasikharjo sebesar 103.6 Ha dengan luas potensi pengembangan 8.40 Ha. Tahun 2012 stok garam produksi Desa Tasikharjo mencapai 1 890 ton. Proses penjualan hasil produksi garam petani masih bergantung terhadap tengkulak, pada tahun 2012 angka penjualan di Kabupaten Rembang seharga Rp 400 untuk KP1 dan Rp 300 untuk KP2. Produksi garam terjadi hanya pada musim kering/kemarau. Mayoritas petani garam di rembang melakukan diversifikasi pekerjaan ketika musim penghujan, sehingga ketika tidak sedang produksi garam para petani memiliki pekerjaan lain seperti bertani, menjadi nelayan, ataupun pedagang.

Profil Produksi

(42)

garam. Produksi garam rakyat sebagian besar tidak dibeli, dibeli dengan harga yang sangat rendah sehingga terjadi penumpukan produksi di gudang. Hal tersebut memengaruhi tingkat kesejahteraan petani garam. Semenjak saat itu impor garam merupakan hal yang disalahkan dan PT Garam yang diprotes karena dianggap sebagai lembaga yang menangani pergaraman nasional

Usaha garam di Indonesia saat ini belum mampu memenuhi kebutuhan garam industri. Rendahnya kualitas garam yang dihasilkan diakibatkan masih rendahnya sistem produksi yang digunakan. Hingga saat ini, produksi garam masih tetap memanfaatkan cahaya matahari sebagai sumber energi untuk memproduksi garam. Penentuan musim produksi diambil dari rata-rata hasil pengamatan intern data stasiun cuaca di lahan pegaraman maupun extern data dari Badan Meteorologi dan Geofisika. Iklim di Indonesia secara umum dibagi dalam 2 (dua) musim yaitu musim kemarau (kering) dan musim hujan (basah), dimana batas keduanya kurang jelas sehingga permulaan dan akhir musim tersebut selalu berubah-ubah pada setiap tahunnya. Sehingga saat cuaca tidak mendukung, misalnya hujan atau mendung berkepanjangan, akan sangat mengganggu proses produksi.

Sistem produksi garam di Desa Tasikharjo pada tahun 2012 lalu menggunakan mina tambak. Air laut dimasukkan ke tambak menggunakan diesel, meja tambak dibagi menjadi tiga, sawahan, mejanan, dan gentongan. Selama tiga hari pertama air laut yang keluar masuk digunakan untuk membersihkan laban dari air hujan atau air tawar. Mulai hari keempat sesuai dengan perkembangan iklim, air laut mulai ditahan di dalam sawahan.Setelah air di sawahan tua, maka dimulai pengisian mejanan dan gentongan. Pintu-pintu air dari saluran pembuangan segera ditutup. Air dalam meja-meja dijemur hingga kering selama 1-2 hari, kemudian dasarnya digaruk menggunakan garuk kayu. Setelah meja mengalami proses kesap penghabisan dan garuk penghabisan, maka dilakukan proses pengeluaran air tua. Setelah proses pengeluaran air tua terjadi proses kritalisasi dan pemeliharaan kristalisasi dal meja.

Garam yang telah mengkristal akan dipanen dan dipindah ke gudang. Proses pemanen garam pada awalnya dengan meratakan garam yang telah mengkristal dalam meja. Perataan garam minimal dilakukan oleh tiga orang dengan menggunakan garuk besi. Setelah diratakan, garam dipungut dan ditumpuk atau ditimbun dengan tujuan menjemur agar garam kering. Setelah proses penjempuran, garam diangkut dan ditimbun di dalam gudang. Garam yang berada di gudang merupakan garam yang siap masuk pasar. Alur distribusi pasar garam adalah dari petani garam dibeli oleh tengkulak. Tengkulak merupakan pedagang kecil yang akan menjual stok garam kepada pengepul/pedagang besar. Harga dari pengepul ke tengkulak pada umumnya berselisih Rp 20/kg. Pengepul yang menjual garam ke pabrik untuk diolah menjadi garam konsumsi.

(43)

diyakini petani garam lebih banyak memberikan keuntungan dibandingkan kualitas tinggi.

Gambar 2 Desain alur mina tambak

Harga pasar garam disesuaikan dengan tipe garam yang diproduksi. Selain itu harga pasar dipengaruhi oleh harga tengkulak. Hasil produksi petani garam tahun 2012 mencapai harga Rp 320/kg untuk tipe umum, Rp 340/kg untuk tipe UP, Rp 400/kg untuk tipe putih, dan Rp 450/kg untuk tipe super. Kualitas garam super setara dengan mutu garam tipe K1, tipe putih setara dengan tipe K2, serta tipe umum putih setara dengan tipe K3. Mayoritas petani garam di Desa Tasikharjo umum dan umum putih, sedikit bahkan hampir tidak ada petani garam yang mampu memproduksi tipe putih dan super. Hal tersebut merupakan salah satu faktor penyebab adanya impor di Indonesia untuk memenuhi kebutuhan garam industri. Tanpa disadari hal tersebut juga menyebabkan turunnya harga pasar garam, sehingga merugikan petani garam Indonesia.

Menghadapi kebutuhan industri yang semakin tinggi, pemerintah mencetuskan sistem produksi teknologi ulir filter (TUF) pada musim produksi 2013 yang diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan petani garam. Perbedaan TUF dengan sistem produksi sebelumnya sedikit sulit diterapkan oleh petani garam di Desa Tasikharjo. TUF menuntut lahan yang dikelola terpadu seluas minimal 5 Ha yang tertata rapi, sedangkan kondisi sebelumnya lahan kurang tertata rapi. Menerapkan TUF membutuhkan modal yang cukup besar, sehingga sedikit dirasa berat oleh petani garam. Selain itu lahan yang umumnya dikelola sebanyak 6-15 orang diharuskan dikelola cukup 3 orang, sehingga akan mengurangi lapangan pekerjaan.

(44)

adalah mendongkrak efisiensi produksi garam, dan produksi kecil dengan hasil yang meningkat.

(45)
(46)

KARAKTERISTIK INDIVIDU RESPONDEN,

KARAKTERISTIK USAHA RESPONDEN, DAN INTERVENSI

PIHAK LUAR

Karakteristik Individu

Kualitas dan kuantitas yang dihasilkan dalam usaha produksi garam salah satunya dipengaruhi oleh karakteristik individu petani garam. Karakteristik individu merupakan ciri-ciri yang melekat pada individu petani garam. Petani garam sebagai pelaku produksi memiliki nilai rata-rata untuk karakteristik individu seperti usia kerja, tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan, pengalaman kerja dan tingkat pendapatan.

Usia Responden

Hasil penelitian terhadap 40 reponden petani garam di desa Tasikharjo menunjukkan responden yang tergolong dalam usia muda ada sebanyak 18 orang (45 persen) dan golongan usia tua sebanyak 22 orang (55 persen). Distribusi responden berdasarkan usia dijelaskan pada Tabel 13.

Tabel 13 Jumlah dan persentase usia responden di Desa Tasikharjo, Kecamatan Kaliori, Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013

Usia Jumlah (jiwa) Persentase (%)

Muda 18 45

Tua 22 55

Total 40 100

Usia muda berada pada usia kurang dari 42 tahun, dan usia tua berada pada usia 42 tahun lebih. BPS (2012) mendeskripsikan penduduk usia kerja adalah penduduk usia 15 tahun hingga 64 tahun yang bekerja atau sementara sedang tidak bekerja, dan yang sedang mencari pekerjaan. Usia responden termuda adalah 25 tahun dan usia tertua responden adalah 58 tahun. Berdasarkan definisi usia kerja dapat dinyatakan bahwa 100 persen responden merupakan penduduk usia kerja.

Tingkat Pendidikan

(47)

Tabel 14 Jumlah dan persentase tingkat pendidikan responden di Desa Tasikharjo, Kecamatan Kaliori, Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013

Tingkat Pendidikan Jumlah (jiwa) Persentase (%)

Rendah 18 45

Tinggi 22 55

Total 40 100

Responden menyampaikan, usaha penggaraman tidak pernah diajarkan dalam pendidikan formal, sehingga rendah tingginya pendidikan formal tidak memberikan pengaruh besar terhadap usaha penggaraman. Pendidikan formal memberi ilmu pengetahuan secara umum tidak spesifik mengenai ilmu penggaraman, sehingga banyak petani garam yang meremehkan pentingnya pendidikan formal.

Kondisi di lapangan penelitian menunjukkan pentingnya pendidikan formal sudah mulai disadari oleh warga desa Tasikharjo. Mayoritas seluruh anak petani garam memiliki pendidikan formal, namun semakin tinggi pendidikan formal yang diperoleh semakin minim keturunan petani garam yang mau untuk meneruskan usaha penggaraman. Sebanyak 40 orang responden penelitian hanya 6 orang rsponden yang memiliki pendidikan tamat SMA atau lebih. Saat ini, petani garam pada umumnya hanya lulusan SD dan SMP.

Pengalaman Kerja

Pengalaman kerja adalah lama responden menjadi petani garam yang dihitung dalam satuan waktu (tahun), sejak pertama kali menjadi petani garam sampai dengan penelitian dilakukan. Pengalaman responden sebagai petani garam dilokasi penelitian cukup bervariasi, ada yang baru memulai selama 5 tahun, namun ada juga yang sudah memiliki pengalaman selama 40 tahun dengan rataan pengalaman 19.3 tahun. Pengalaman kerja responden dibawah angka rataan dikategorikan rendah dan responden yang memiliki pengalaman kerja diatas rataan dikategorikan tinggi. Jumlah dan persentase responden berdasarkan pengalaman kerja sebagai petani garam dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15 Jumlah dan persentase pengalaman kerja responden di Desa Tasikharjo, Kecamatan Kaliori, Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013

Pengalaman kerja Jumlah (jiwa) Persentase (%)

Rendah 21 52.5

Tinggi 19 47.5

Total 40 100

(48)

Tingkat Pendapatan

Tingkat pendapatan adalah jumlah penghasilan secara keseluruhan yang didapatkan petani garam yang diperoleh dari produksi garam selama satu bulan. Rataan tingkat pendapatan responden dari hasil penelitian adalah Rp1 240 000 Hasil penelitian menunjukkan 4 orang responden (10%) tergolong dalam tingkat pendapatan rendah yaitu dibawah dari rataan tingkat pendapatan. Sebanyak 36 orang responden (90%) tergolong dalam tingkat pendapatan tinggi yaitu diatas rataan tingkat pendapatan.

Tabel 16 Jumlah dan persentase pendapatan responden di Desa Tasikharjo, Kecamatan Kaliori, Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013

Tingkat Pendapatan Jumlah (jiwa) Persentase (%)

Rendah 28 70

Tinggi 12 30

Total 40 100

Tingkat pendapatan bergantung pada musim produksi, ketika musim produksi memiliki panas panjang maka tingkat pendapatan tinggi. Selain itu tingkat pendapatan dipengaruhi oleh hasil produksi dan harga pasar. Kualitas dan kuantitas hasil produksi sangat memengaruhi harga pasar setiap musim.

Tingkat Pengetahuan

Tingkat pengetahuan responden dilokasi penelitian mencapai 95 persen responden atau sebanyak 38 orang dikategorikan dalam tingkat pengetahuan rendah, dan hanya 2 orang responden (5%) tergolong dalam kategori tingkat pengetahuan tinggi.

Tabel 17 Jumlah dan persentase tingkat pengetahuan responden di Desa Tasikharjo, Kecamatan Kaliori, Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013

Tingkat Pengetahuan Jumlah (jiwa) Persentase (%)

Rendah 38 95

Tinggi 2 5

Total 40 100

(49)

Karakteristik Usaha

Usaha produksi garam di Indonesia masih menggunakan sistem produksi yang tradisonal. Petani garam di Desa tasikharjo masih sangat tergantung pada kondisi air laut dan panas matahari. Petani garam memiliki hasil produksi yang beragam tiap produksinya. Hasil produksi usaha garam dipengaruhi oleh karakteristik usaha, yang meliputi teknologi, biaya produksi, luas lahan, dan kuantitas.

Teknologi

Produksi penggaraman di Desa Tasikharjo masih tergolong tradisional, berupa penguapan langsung menggunakan sinar matahari. Teknologi penggaraman yang digunakan juga masih sederhana, seperti kincir angin, selender, eboran, keranjang, pompa air, ember, gayung, dan garuk. Jumlah dan persentase responden berdasarkan teknologi dapat dilihat pada Tabel 18.

Tabel 18 Jumlah dan persentase responden berdasarkan teknologi di Desa Tasikharjo, Kecamatan Kaliori, Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013

Teknologi Jumlah (jiwa) Persentase (%)

Rendah 33 82.5

Tinggi 7 17.5

Total 40 100

Hasil penelitian menunjukkan rendahnya kelengkapan teknologi yang digunakan dalam usaha penggaraman di Desa Tasikharjo. Sebesar 82.5 persen respon tidak menggunakan teknologi yang lengkap dalam usaha penggaraman, hanya 17.5 persen responden yang menggunakan teknologi lengkap. Sewa lahan atau teknologi banyak dilakukan petani garam di Desa Tasikharjo sehingga tidak menimbulkan keinginan untuk memperbaiki teknologi yang digunkan. Selain itu, terbatasnya alat yang digunakan juga disebabkan oleh rendahnya pengetahuan petani garam.

Biaya Produksi

(50)

Tabel 19 Jumlah dan persentase responden berdasarkan biaya produki di Desa Tasikharjo, Kecamatan Kaliori, Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013

Biaya Produksi Jumlah (jiwa) Persentase (%)

Rendah 22 55

Tinggi 18 45

Total 40 100

Hasil penelitian menunjukkan dari 40 responden memiliki keragaman biaya produksi yang beragam sehingga menghasilkan rataan Rp181 000. Sebanyak 75 persen responden memiliki biaya produksi dibawah rataan yaitu kurang dari Rp181 000, dan sebanyak 25 persen responden memiliki biaya produksi yang tinggi. Besar biaya produksi berkaitan dengan luas lahan yang dikelola. Semakin besar luas lahan yang dikelola maka semakin besar biaya produksi yang dikeluarkan.

Luas Lahan

Mayoritas petani garam di Desa Tasikharjo memiliki lahan yang kecil, beberapa orang yang memiliki lahan besar merupakan lahan tambak milik keluarga bukan pribadi. Rataan luas lahan dari 40 responden adalah 1.325 Ha yang dipperoleh dari jumlah total luas lahan dari seluruh responden dan dibagi jumlah responden. Berdasarkan hasil penelitian sebanyak 32 orang memiliki lahan kurang dari 1.325 Ha dan sebanyak 8 orang memiliki lahan lebih dari 1.325 Ha. Tabel 20 Jumlah dan persentase responden berdasarkan luas lahan di Desa

Tasikharjo, Kecamatan Kaliori, Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013

Luas Lahan Jumlah (jiwa) Persentase (%)

Rendah 32 80

Tinggi 8 20

Total 40 100

Mayoritas petani garam di Desa Tasikharjo memiliki luas lahan sekitar 0.5– 1 Ha. Sebagian petani garam mampu mengelola lahan dengan optimal sehingga menghasilkan kuantitas yang tinggi. Lahan seluas 1 Ha pada umumnya dikelola oleh 5-6 orang petani.

Kuantitas

Gambar

Tabel 1   Syarat mutu garam bahan baku untuk industri garam beryodium
Tabel 3  Identifikasi permasalahan dalam usaha garam
Tabel 7  Strategi pengembangan industrialisasi usaha garam rakyat
Gambar 1  Kerangka Pemikiran
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk unit amatan dari penelitian ini sendiri adalah Radio Komunitas Angkringan, dengan unit analisis yaitu strategi yang dipakai oleh Radio Komunitas Angkringan untuk

Errors in forming indirect speech among the fourth semester students of English Language Education Study Program of Sanata Dharma University.. Yogyakarta: Sanata

Data primer yang diperoleh digunakan untuk mendapatkan persentase antera yang membentuk kalus, persentase kalus terhadap jumlah antera yang diinokulasi (untuk

Tahap pertama dalam pengolahan data yaitu menentukan komponen kritis pada 6 mesin screw press menggunakan metode FMEA dengan cara memberikan tabel FMEA yang telah dirancang

Hasil tersebut menunjukkan tidak terdapat perbedaan depresi antara kelompok NLP, kelompok relaksasi dan kelompok kontrol pada saat dilakukan posttest.. Namun pada saat

Bahwa sesuai Pasal 106 ayat (1) UU Nomor 32/2004 juncto UU Nomor 12/2008 dan Pasal 3 ayat (1) huruf a Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 15 Tahun 2008 tentang Pedoman Beracara

1) Berdasarkan hasil kuesioner yang telah dilakukan kepada mahasiswa UNSRAT, bahwa sebagian mahasiswa.. UNSRAT belum mengenal semua lokasi di UNSRAT yaitu 79,8% dan

Keanekaragaman sosial budaya nasional menjadi dasar dalam mengembangkan dinamika perkembangan kurikulum pendidikan Islam seperti tujuan, konten, proses, dan