DUDUK ATAU BERBARING
(Kajian Sanad dan Matan Hadis)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ushuluddin (S.Ud)
Oleh
Ruslan Abdul Ghoni
NIM : 207034000504
PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
DUDUK ATAU BERBARING
(Kajian Sanad dan Matan Hadis)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ushuluddin (S.Ud)
Oleh
Ruslan Abdul Ghoni NIM : 207034000504
Di Bawah Bimbingan
Drs. H. Harun Rasyid, MA.
NIP : 19600902 198703 1001
PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
Skripsi berjudul KUALITAS HADIS NABI TENTANG
PENANGGULANGAN MARAH DENGAN CARA DUDUK ATAU
BERBARING (Kajian Sanad dan Matan Hadis) telah diajukan dalam sidang
munaqasyah Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
pada 06 Oktober 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat
memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) pada Program Studi Tafsir-Hadis.
Jakarta, 06 Oktober 2011
Sidang Munaqasyah
Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota
Ahmad Rifqi Mukhtar, MA Devi Afritasari, Lc. NIP : 19690822 199703 1 002 NIP : 19720320 200003 2 001
Anggota
i
Kualitas Hadis Nabi Tentang Penanggulangan Marah dengan Cara Duduk atau Berbaring; Kajian Sanad dan Matan Hadis. Yang terdapat dalam kitab Musnad Amad bin anbal.
Hadis adalah semua perkataan, perbuatan dan taqrir Nabi Muhammad SAW. Kedudukannya sangat penting dalam kehidupan karena ia merupakan sentral figur umat manusia. Maka hadis sebagai pedoman hidup seyogianya terjamin keotentikannya. Sementara dalam perjalanan sejarah telah terjadi pergeseran, baik secara internal maupun eksternal, akibatnya status hadis bisa berkualitas shahih, hasan, dha’if dan bahkan maudu’. Dalam hal ini penulis mencoba mengungkap kualitas hadis tentang mengatasi marah, karena hampir setiap hari dapat dilihat dan didengar pada media masa kekerasan yang disebabkan seseorang tidak bisa mengendalikan diri ketika marah.
Penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui dan menjaga keotentikan sumber, dengan mengkaji bagaimana kualitas hadis dari segi sanad dan matan hadis. Juga guna mengungkap korelasi marah dan duduk atau berbaring, sehingga Rasulullah memerintahkan seorang yang marah dalam keadaan berdiri dengan cara duduk atau berbaring. Dengan demikian, ajaran atau hujjah yang disandarkan atas Nabi SAW tersebut dapat dipertanggung jawabkan.
Pada penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan library Reseach sepenuhnya. Yaitu Dengan menelaah beberapa literatur yang relevan dengan pokok pembahasan skripsi.
ii
Alhamdulilahirabbil’alamin, tiada yang patut terucap di lisan melainkan
pujian terhadap sang Maha pemberi nikmat dan rahmat, Allah SWT. Dialah yang
telah mengukir jalan hidup yang beragam semata untuk kebaikan hamba.
Kasih-Nya yang tiada tara banding, sehingga seluruh makhluk-Kasih-Nya dapat melaksanakan
aktivitas sehari-hari.
Shalawat teriring salam semoga Allah sampaikan kepada Nabi Muhammad
SAW. Ia adalah Rasul pemangku akhlak budi yang agung. Ungkapan katanya
laksana mutiara yang berharga, sehingga umat yang mengikutinya akan selamat di
dunia dan di akhirat. juga kepada keluarga, sahabat dan orang-orang yang selalu
taat menjalankan risalahnya.
Penulis menyadari akan keberhasilan skripsi ini tidak luput dari dukungan
berbagai pihak baik dalam segi moril maupun materil. Oleh sebab itu, penulis
hendak menyampaikan ucapaan terima kasih serta apresisasi setinggi-tingginya
kepada :
1. Prof. Dr. Zainun Kamaluddin Faqih, MA selaku Dekan Fakultas Ushuluddin
dan Filsafat, Bapak Dr. Bustamin, M.Si selaku Ketua Jurusan Tafsir Hadis.
Bapak Ahmad Rifqi Mukhtar, MA selaku Pengelola Program Non Reguler
Fakultas Ushuluddin dan Filsafat. Dan seluruh staf akademik Fakultas
Ushuluddin dan Filsafat Yang telah memimpin, membina serta memotivasi
penulis selama melakukan studi di lembaga pendidikan Universitas Islam
iii
memberi motivasi, nasehat serta arahan yang berharga kepada penulis.
3. Seluruh dosen Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Jurusan Tafsri Hadis yang
telah mentransfer serta mendidik penulis dengan khazanah ilmu
pengetahuan umum mapun agama selama berada di lembaga pendidikan
Universitas Islam Negeri ini.
4. Seluruh staf perpustakaan utama dan perpustakaan Fakultas Ushuluddin dan
Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Perpusatakaan Pusat Studi Ilmu
Al-Qur’an Jakarta yang telah memfasilitaori serta membantu penulis dalam
penggunaan buku-buku selama proses penulisan skripsi ini.
5. Tak lupa pula pernulis persembahkan ucapan terima kasih tak terhingga
kepada orang yang sangat penulis cintai, mereka adalah orang tua penulis
yang tak pernah lelah serta bosan memberikan nasehat, motivasi dan
memberikan dukungan materil hingga terwujudnya skripsi ini. semoga
senantiasa dilimpahkan rahmat oleh Allah SWT.
6. Sahabat-sahabt di kampus UIN Syarif Hidayatullah dan seluruh sahabat
selainnya. Terutama mereka yang satu generasi dengan penulis yang telah
bersama-sama merasakan manis dan getirnya proses pendidikan di
universitas ini. serta seluruh pihak yang ikut terlibat dalam proses penulisan
skripsi ini. sekali lagi penulis mengucapkan terima kasih.
Kesadaran atas segala kelemahan sebagai manusia biasa menumbuhkan
suatu keyakinan bahwa di balik ini semua ada kekuatan Yang Maha Sempurna
iv
skripsi ini tentunya memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu penulis
mengaharap serta menerima dengan kedua belah tangan akan kritik dan saran
yang membangun kepada seluruh pihak atas karya ilmiyah ini.
Jakarta, 08 September 2011
v Konsonan
Huruf Arab Huruf Latin Keterangan
ا tidak dilambangkan
ب b be
ت t te
ث ts te dan es
ج j je
ح h h dengan garis bawah
خ kh ka dan ha
د d de
ذ dz de dan zet
ر r er
ز z zet
س s es
ش sy es dan ye
ص s es dengan garis bawah
ض d de dengan garis bawah
ط t te dengan garis bawah
ظ z zet dengan garis bawah
ع ‘ koma terbalik keatas, menghadap ke kanan
غ gh ge dan ha
1
vi
ق q ki
ك k ka
ل l el
م m em
ن n en
و w we
ـھ h ha
ء ‘ apostrof
ي y ye
Vokal
Vokal dalam bahasa Arab, seperti bahasa Indonesia, terdiri dari vokal
tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal tunggal alih
aksaranya adalah sebai beeriku:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
___َ___ a fathah
___ِ___ i kasrah
___ُ___ u dammah
Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya sebagai berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
vii Vokal Panjang (Madd)
Ketentuan alih aksara vokal panjang (Madd), yang dalam bahasa Arab
dilambangkan dengan harakat dan huruf, adalah sebagai berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
ﺎَــ â a dengan topi di atas
ﻲــ î i dengan topi di atas
ﻮـــ û u dengan topi di atas
Kata Sandang
Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan
huruf, yaitu alif dan lam, dialih aksarakan menjadi huruf /l/ , baik diikuti oleh
huruf syamsyiah maupun qamariyah. Contoh: al-rijâl bukan ar-rijâl, al-dîwân
bukan ad-dîwân.
Syaddah (Tasydîd)
Syaddah atau tasydîd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan
dengan sebuah tanda, dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu
dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini
tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata
sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya yang secaraa lisan
berbunyi ad-daruurah, tidak ditulis “ad-darûrah”, melainkan “al-darûrah”,
viii
yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan manjadi huruf /h/ (lihat
contoh 1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku jika ta marbûtah tersebut diikuti
oleh kata sifat (na’t) (lihat contoh 2). Akan tetapi, jika huruf ta marbûtah tersebut
diikuti oleh kata benda (isim), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf
/t/ (lihat contoh 3).
Contoh:
no Kata Arab Alih aksara
1 ﺔﻘﯾﺮﻃ tarîqah
2 ﺔﯿﻣﻼﺳﻹا ﺔﻌﻣﺎﺠﻟا al-jâm’ah al-islâmiyyah
3 دﻮﺟﻮﻟا ةﺪﺣو wahdat al-wujûd
Huruf Kapital
Meskipun dalam tulisan Arab huruf capital tidak dikenal, dalam alih
aksara ini huruf capital tersebut juga digunakan, dengan memiliki ketentuan yang
berlaku dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) bahasa Indonesia, antara lain
yang menuliskan kalimat, huruf awal nama tempat nama bulan, nama diri, dan
lain-lain. Penting diperhatikan, jika nama didahului oleh kata sandang, maka yang
ditulis dengan huruf capital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal
atau kata sandangnya. Contoh: Abû Hâmid al-Ghazâli bukan Abû Hamid
ix
KATA PENGANTAR……… i
PEDOMAN TRANSLITERASI……….. iv
DAFTAR ISI……….. viii
BAB I. PENDAHULUAN ………. 1
A. Latar Belakang Masalah ……….. 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ……….. 7
C. Tinjauan Pustaka ……….. 8
D. Tujuan Penulisan ……….. 8
E. Metodologi Penelitian ……….. 9
1. Pengumpulan Data ………. 9
2. Metode Pembahasan ……….. 9
3. Teknik Penulisan ……… 9
F. Sistematikan Penulisan ……….. 10
BAB II. TINJAUAN UMUM TENTANG MARAH ……….. 11
A. Pengertian Marah ………... 11
B. Pemicu Kemarhan ……….. 15
C. Ekspresi Marah ……….. 19
D. Penanggulangan Gejolak Amarah dalam Ilmu Psikologi ….. 21
BAB III. KEGIATAN PENELITIAN SANAD HADIS ……….. 27
A. Kegiatan Takhrij Hadis ……….. 27
x
A. Meneliti Matan dengan Melihat Kualitas Sanad ……… 46
B. Meneliti Susunan Lafal Matan yang Semakna ………... 47
C. Meneliti Kandungan Matan ……… 47
D. Memahami Kandungan Matan Hadis dengan Pendekatan Ilmu Psikologi ……… 50
BAB V. PENUTUP ………... 54
A. Kesimpulan ………. 54
B. Saran-saran ………. 55
v
PEDOMAN TRANSLITERASI1
Konsonan
Huruf Arab Huruf Latin Keterangan
ﺍ tidak dilambangkan
ﺏ b be
ﺕ t te
ﺙ ts te dan es
ﺝ j je
ﺡ h h dengan garis bawah
ﺥ kh ka dan ha
ﺩ d de
ﺫ dz de dan zet
ﺭ r er
ﺯ z zet
ﺱ s es
ﺵ sy es dan ye
ﺹ s es dengan garis bawah
ﺽ d de dengan garis bawah
ﻁ t te dengan garis bawah
ﻅ z zet dengan garis bawah
ﻉ ‘ koma terbalik keatas, menghadap ke kanan
ﻍ gh ge dan ha
1
vi
ﻑ f ef
ﻕ q ki
ﻙ k ka
ﻝ l el
ﻡ m em
ﻥ n en
ﻭ w we
ـﻫ h ha
ﺀ ‘ apostrof
ﻱ y ye
Vokal
Vokal dalam bahasa Arab, seperti bahasa Indonesia, terdiri dari vokal
tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal tunggal alih
aksaranya adalah sebai beeriku:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
___َ___ a fathah
___ِ___ i kasrah
___ُ___ u dammah
Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya sebagai berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
ي__َ__ ai a dan i
vii
Vokal Panjang (Madd)
Ketentuan alih aksara vokal panjang (Madd), yang dalam bahasa Arab
dilambangkan dengan harakat dan huruf, adalah sebagai berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
ﺎَــ â a dengan topi di atas
ﻲــ î i dengan topi di atas
ﻮـــ û u dengan topi di atas
Kata Sandang
Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan
huruf, yaitu alif dan lam, dialih aksarakan menjadi huruf /l/ , baik diikuti oleh
huruf syamsyiah maupun qamariyah. Contoh: al-rijâl bukan ar-rijâl, al-dîwân
bukan ad-dîwân.
Syaddah (Tasydîd)
Syaddah atau tasydîd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan
dengan sebuah tanda, dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu
dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini
tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata
sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya kata ةَرْوُﺮﱠﻀﻟا, tidak
ditulis “ad-darûrah”, melainkan “al-darûrah”, demikian seterusnya.
Ta Marbûtah
Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf tamarbûtah terdapat pada kata
yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan manjadi huruf /h/ (lihat
contoh 1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku jika ta marbûtah tersebut diikuti
oleh kata sifat (na’t) (lihat contoh 2). Akan tetapi, jika huruf ta marbûtah tersebut
diikuti oleh kata benda (isim), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf
viii
Contoh:
no Kata Arab Alih aksara
1 ﺔﻘﻳﺮﻃ tarîqah
2 ﺔﻴﻣﻼﺳﻹﺍ ﺔﻌﻣﺎﳉﺍ al-jâmî’ah al-islâmiyyah
3 ﺩﻮﺟﻮﻟﺍ ﺓﺪﺣﻭ wahdat al-wujûd
Huruf Kapital
Meskipun dalam tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal, dalam alih
aksara ini huruf kapital tersebut juga digunakan, dengan memiliki ketentuan yang
berlaku dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) bahasa Indonesia, antara lain
yang menuliskan kalimat, huruf awal nama tempat nama bulan, nama diri, dan
lain-lain. Penting diperhatikan, jika nama didahului oleh kata sandang, maka yang
ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal
atau kata sandangnya. Contoh: Abû Hâmid al-Ghazâli bukan Abû Hamid
ix
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR……… ii
PEDOMAN TRANSLITERASI……… v
DAFTAR ISI………... ix
BAB I PENDAHULUAN ………. 1
A. Latar Belakang Masalah ……….. 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ……….. 8
C. Tinjauan Pustaka ……….. 9
D. Tujuan Penulisan ……… 10
E. Metodologi Penelitian ……… 10
F. Sistematikan Penulisan ……….. 11
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MARAH ……….. 12
A. Pengertian Marah ……….. 12
B. Pemicu Kemarhan ……….. 16
C. Ekspresi Marah ………... 20
D. Penanggulangan Gejolak Marah dalam Ilmu Psikologi …… 23
BAB III KEGIATAN PENELITIAN SANAD HADIS ……….. 28
A. Kriteria Keshahihan Hadis ……… 28
B. Kegiatan Takhrij Hadis ……….. 29
C. Kegiatan I’tibar ……….. 33
x
B. Meneliti Matan yang Semakna ……….. 51
C. Meneliti Kandungan Matan ……… 51
D. Memahami Kandungan Matan Hadis dengan Pendekatan Ilmu Psikologi ……… 55
BAB V PENUTUP ………... 59
A. Kesimpulan ………. 59
B. Saran-saran ………. 60
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
al-Sunnah dalam Islam merupakan penafsir atas al-Qur’an dalam praktik
atau penerapan ajaran Islam secara faktual dan ideal. Hal ini mengingat bahwa
pribadi Nabi SAW merupakan perwujudan dari al-Qur’an yang ditafsirkan untuk
manusia, serta ajaran Islam yang dijabarkan dalam kehidupan sehari-hari.1
Hadis merupakan pedoman yang utama setelah al-Qur’an. Orang yang
menolak hadis sebagai sumber kedua dalam ajaran Islam berarti ia menolak
petunjuk al-Qur’an.2 Ia pun merupakan salah satu peninggalan Rasulullah kepada
umatnya untuk dipatuhi serta diamalkan. bila berpegang teguh kepada
petunjuk-petunjuk tersebut seorang tidak akan tersesat selama-lamanya. Pernyataan ini
semakin tidak meragukan setelah cukup banyak ayat al-Qur’an yang
memerintahkan orang-orang beriman untuk patuh dan mengikuti petunjuk Nabi
Muhammad, sebagian dari ayat-ayat tersebut adalah sebagai berikut, surat
al-asyr, 59: 7
َﷲا
َﷲا
“Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya”.
Menurut Quraisy Shihab dalam tafsirnya tentang kalimat “Apa yang
1
Yusuf Qardhawi. Bagaimana Memahami Hadis Nabi SAW. Penerjemah Muhammad Al-Baqir. (Bandung : Karisma, 1993). Cet. I. h. 17
2
diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu,
maka tinggalkanlah” memberi petunjuk secara umum. Yakni semua perkara yang
diperintah dan yang dilarang oleh Nabi Muhammad SAW.3 Dengan demikian
mentaati petunjuk Nabi Muhammad merupakan suatu keniscayaan bagi orang
yang beriman. Mentaatinya berarti mentaati Allah SWT, sebagaimana yang
diutarakan dalam al-Qur’an surat al-Nis’, 4: 80 berikut:
َﷲا
“Barang siapa yang mentaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah mentaati Allah. dan barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka.”
Disamping itu, hadis memiliki fungsi yang sangat penting dalam ruang
lingkup kajian al-Qur’an yaitu untuk membuka maksud-maksud al-Qur’an adalah
dengan Hadis Rasulullah SAW. Fungsi hadis secara spesifik terhadap al-Qur’an
tidak lepas dari salah satu tiga hal : pertama, menetapkan dan memperkuat
hukum-hukum yang telah ditentukan oleh al-Qur’an. Kedua, memberikan
perincian dan penafsiran terhadap ayat-ayat al-Qur’an yang masih mujmal,
memberikan taqyid (pensyaratan) ayat-ayat al-Qur’an yang masih mutlaq dan
mentakhsis ayat al-Qur’an yang masih ‘Aam. Ketiga, menetapkan hukum yang
tidak terdapat dalam al-Qur’an.4 Fungsi hadis inipun diungkapkan dalam firman
Allah SWT. Surat al-Nal, 16: 44
3M.Quraisy Shihab. Tafsir Al-Mishbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an. (Jakarta : Lentera Hati, 2002). Cet. I. h. 113
4
“keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. dan Kami turunkan kepadamu al-Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan”
Fungsi hadis selainnya adalah sebagai sentral figur umat manusia dalam
menjaga keharmonisan seluruh alam. Sebagaimana tertera dalam al-Qur’an surat
Al-Anbiya : 107
Artinya : “dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.”
Upaya menjaga keharmonisan masyarakat ini terlihat jelas ketika
Rasulullah memberikan wasiat kepada salah seorang sahabat untuk menjauhi
hal-hal yang dapat memicu kemarahan,5 dan bahkan ia memberi solusi dalam
mengatasinya ketika kemarahan terjadi. Hal ini sangat penting disampaikan
karena hampir setiap kerusakan, permusuhan dan bahkan pembunuhan disebabkan
seseorang tidak bisa mengendalikan diri ketika marah. Salah satu solusi tersebut
beliau sampaikan kepada Abu Dzar al-Ghifari
ﺎَﻨَﺛﱠﺪَﺣ
ُﺪَﻤْﺣَأ
ُﻦْﺑ
ٍﻞَﺒْﻨَﺣ
ﺎَﻨَﺛﱠﺪَﺣ
ﻮُﺑَأ
َﺔَﯾِوﺎَﻌُﻣ
ﺎَﻨَﺛﱠﺪَﺣ
ُدُواَد
ُﻦْﺑ
ﻰِﺑَأ
ٍﺪْﻨِھ
ْﻦَﻋ
ﻰِﺑَأ
ِبْﺮَﺣ
ِﻦْﺑ
ِدَﻮْﺳَﻷا
ْﻦَﻋ
ﻰِﺑَأ
ﱟرَذ
َلﺎَﻗ
ﱠنِإ
َلﻮُﺳَر
ِﮫﱠﻠﻟا
ﻰﻠﺻ
ﷲا
ﮫﯿﻠﻋ
ﻢﻠﺳو
َلﺎَﻗ
ﺎَﻨَﻟ
اَذِإ
َﺐِﻀَﻏ
ْﻢُﻛُﺪَﺣَأ
َﻮُھَو
ٌﻢِﺋﺎَﻗ
ْﺲِﻠْﺠَﯿْﻠَﻓ
ْنِﺈَﻓ
َﺐَھَذ
ُﮫْﻨَﻋ
ُﺐَﻀَﻐْﻟا
ﱠﻻِإَو
ْﻊِﺠَﻄْﻀَﯿْﻠَﻓ
“Menceritakan pada kami Ahmad bin Hanbal, menceritakan pada kami Abu Muawiyah, menceritakan pada kami Daud bin Abi Hind, dari Abi Harb bin Abi Al-Aswad, dari Abi Dzar. Ia berkata sesungguhnya Rasulullah bersabda pada kami, “Apabila salah satu dari kalian marah dan dalam keadaan berdiri maka duduklah jika itu dapat menghilangkan marah, jika tidak maka berbaringlah.”6
5
Al-Hfi Ibnu Hajar al-Asqaln. Fathul Bari Syarah Shahih Al-Bukhari.
Penerjemah Amiruddin (Jakarta : Pustaka Azzam, 2008), Jilid 29. h. 397
6
Marah merupakan tabi’at manusia. Jadi memiliki rasa marah bukan suatu
yang dilarang tetapi hendaknya seorang dapat mengendalikannya. Salah satu
solusi pengendalian marah ini adalah dengan cara duduk atau berbaring.
Bicara tentang pengendalian marah, al-Qur’an juga memerintahkan agar
seorang dapat menguasai emosi marah. Sebab pada saat seorang sedang marah,
maka pemikirannya tidak berfungsi dan ia kehilangan kemampuan untuk
mengambil keputusan yang benar.7 Ketika seorang marah cendrung mengarah
kepada berlaku agresif dan emosi yang tak terkontrol. Akal pikiran dan hatinya
terkalahkan oleh motivasi marah yang memuncak. Akibatnya dapat merugikan
dirinya seperti lelah fisik dan mental, maupun orang lain seperti tindakan agresif
yang bisa mencederai atau mengancam nyawa orang lain.8
Kendati hadis sebagai penjelas al-Qur’an dan sebagai sentral figur manusia
dalam mengatasi marah, hadis tersebut perlu diteliti kembali kemurniannya agar
ajaran yang disandarkan kepada Nabi SAW dapat dipertanggung jawabkan.9
Sebab di dalam tubuh hadis tak terlepas dari permasalahan-permasalahan yang
mengakibatkan kualitas hadis menjadi shahih, hasan, dhaif, dan bahkan maudu’.
Pokok permasalahan hadis secara umum adalah menyangkut kualitas hadis,
pemahaman hadis sampai pada aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari.
Sentralnya adalah sanad dan matan hadis, keduanya merupakan unsur penting
yang saling berkaitan erat menentukan keberadaan dan kualitas suatu hadis.
7
Muhammad Usman Najati. Al-Qur’an dan Psikologi. Penerjemah M.Zaka Al-Farisi (Jakarta: Aras Pustaka, 2003). Cet. III. h. 83
8
M. Darwis Hude. Emosi Penjelajahan Religio Psikologis tentang Emosi Manusia di dalam Alquran. (T.tp.: Erlangga. 2006). H. 162
9
Sehingga kekosongan salah satunya akan berpegaruh, dan bahkan merusak
eksistensi dan kualitas suatu hadis.
Pergeseran keotentikan hadis tersebut secara umum diakibatkan oleh dua
faktor, yaitu faktor eksternal dan faktor internal. faktor eksternal di antara yakni
adanya perbedaan pencatatan dan penghimpunan hadis Nabi SAW dengan sejarah
pencatatan dan penghimpunan al-Qur’an.10 Untuk al-Qur'an, semua
periwayatanya berlangsung secara mutawatir. Sedang untuk hadits, sebagian
periwatannya berlangsung secara mutawatir dan sebagian lagi berlangsung ahad.
Dengan demikian ada kemungkinan-kemungkinan terjadi pemalsuan hadis di
dalamnya.
Selain itu, dalam perjalanan sejarah telah terjadi pemalsuan hadis pada
peristiwa pergolakan politik antara kubu Muawiyah bin Abi Sufyan (w. 60 H/680
M) dan kubu Ali bin Abi Thalib (memerintah 35-40 H/656-661 M).
Masing-masing ingin meligitimasi pendapatnya dengan al-Qur’an dan As-Sunnah sampai
melakukan pemalsuan hadis.11 Sesunggguhnya Pemalsuan ini bukan saja
dilakukan oleh umat muslim tetapi juga oleh non muslim. Motivasi orang-orang
melakukan pemalsuan hadis ialah untuk : Pertama, membela kepentingan politik ;
Kedua, menyesatkan umat Islam ; ketiga, membela ras, suku, negara dan imam ;
keempat, memikat hati orang yang mendengarkan kisah yang dikemukakannya ;
kelima, menjadikan orang lain lebih zahid ; keenam, perbedaan Mazhab dan
Teologi ; ketujuh, memperoleh perhatian dari penguasa.12 Dalam pemalsuan hadis
10
M.Syuhudi Ismail. Kaidah Kesahihan Sanad Hadis. (Jakarta : Bulan Bintang, 2005). Cet. 3. h. xiii
11
Muhammad ‘Ajaj Al-Khathib. Ushul Al-Hadis. Penerjemah Qodirun Nur dan Ahmad Musyafiq. (Jakarta : Gaya Media Pratama, 2007). Cet. IV. h. 353
12
tersebut ada yang bersifat sengaja dan ada yang bersifat tidak sengaja, meski
demikian, pemalsuan tetap merupakan perbuatan tercela.13 Berdasarkan fenomena
di atas, dalam rangka menetapkan hujjah yang benar-benar murni bersumber dari
Nabi Muhammad SAW. maka melakukan penelitian kemurnian hadis adalah
suatu keniscayaan.
Adapun faktor yang mengemukakan dari sisi internal, adalah faktor yang
bersangkutan dari figur Nabi SAW sebagai figur sentral. Keberadaan Nabi dalam
berbagai posisi dan fungsinya menjadi acuan untuk memahami hadis. Karena
masyarakat manusia pada setiap generasi dan tempat, selain memiliki berbagai
kesamaan, juga memiliki berbagai perbedaan.14 Menurut petunjuk al-Qur’an, Nabi
Muhammad selain dinyatakan sebagai Rasulullah juga dinyatakan sebagai
manusia biasa.15 Dengan kata lain, Nabi SAW hidup tidak di ruang yang hampa.
Oleh karena itu, dalam memahami hadis tidak boleh mengabaikan kondisi Nabi
Muhammad SAW dan kondisi suatu masyarakat tertentu ketika kontak
komunikasi itu berlangsung. Patut diingat bahwa pengaruh sosial merupakan hal
yang sentral dalam interaksi manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh
karena itu, untuk memahami hadis Nabi perlu mempertimbangkan beberapa hal :
pertama, bentuk matan dan cakupan petunjuknya ; kedua, fungsi Nabi
Muhammad saw ; dan ketiga, latar belakang terjadinya hadis.16
13
M.Syuhudi Ismail. Kaidah Kesahihan Sanad Hadis. (Jakarta: Bulan Bintang, 2005). Cet. 3. h. 111
14
M.Syuhudi Ismail. Paradigma Baru Memahami Hadis Nabi. (Jakarta: Intimedia dan Insan Cemerlang, Tanpa tahun). Cet. I. h. 189
15
M.Syuhudi Ismail. Hadis Nabi yang Tekstual dan Kontekstual .(Jakarta: Bulan Bintang, 1994). Cet. I. h. 4
16
Berdasarkan paradigma di atas, melakukan penelitian ulang hadis
merupakan suatu keniscayaan sebagai usaha menemukan kekeliruan dalam rangka
menemukan kebenaran. Penelitian ini bukan meragukan keseluruhan hadis Nabi
SAW tetapi lebih kepada kehati-hatian dalam pengambilan dasar hukum dalam
agama.
Berdasarkan uraian di atas menunjukan betapa pentingnya melakukan
penelitian hadis baik sanad maupun matan. Dari sini akan nampak mana yang
benar-benar hadis dan mana yang bukan hadis, atau mana hadis yang kuat sebagai
hujjah dan mana hadis yang lemah. Setelah itu, bagaimana memahami pesannya
untuk diaplikasikan. Oleh karena itu, penulis termotivasi untuk membahas
kualitas hadis melalui kritik sanad dan matan juga bagiaman memahami
kandungannya. Maka penulis menetapkan judul KUALITAS HADIS NABI
TENTANG PENANGGULANAGAN MARAH DENGAN CARA DUDUK
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Agar lebih fokus kepada satu kosentrasi dalam penulisan skripsi ini, penulis
merasa perlu membatasi permasalahan sebagai berikut:
1. Dalam melakukan penelitian ini, penulis akan meneliti hadis dari dua segi,
yaitu sanad dan matan hadis.
2. Berdasarkan informasi yang penulis dapat dari kitab-kitab hadis, bahwa
hadis yang berbicara tentang penanggulan marah ini di antaranya terdapat
pada kitab Sunan Abu Daud dan Musnad Ahmad bin Hanbal. Dalam hadis
tersebut berisikan upaya dalam meredakan marah ketika berdiri dengan cara
duduk atau berbaring, dan di dalam dua kitab hadis tersebut pula berisikan
upaya meredakan marah dengan cara berwudu, dengan cara shalat, dan
dengan cara diam. Dari data ini, yang menjadi objek penelitian penulis
adalah hadis riwayat Ahmad bin Hanbal yang berisikan tentang upaya
penanggulangan marah ketika berdiri dengan cara duduk atau berbaring.
Alasannya, Ahmad bin Hanbal adalah muhadis yang kitabnya termasuk
dalam kutub al-Kutub al-Tis’ah, di dalamnya terdapat pula hadis-hadis
dha’if. Selain itu pembahasan penanggulangan marah dengan cara duduk
atau berbaring ini belum ada yang meneliti secara khusus baik sanad
maupun matan.
Setelah pembatasan masalah tersebut, maka penulis merumuskan dengan
pertanyaan :
1. Bagaimana kualitas sanad dan matan hadis tentang penanggulangan marah
dengan cara duduk atau berbaring dalam kitab Musnad Ahmad bin Hanbal ?
mengatasi kemarahan di saat beridir dengan cara duduk atau berbaring serta
bagaiamana pemahamannya ketika dikaitkan dengan ilmu psikologi ?
C. Tinjauan Pustaka
Untuk menghindari terjadinya kesamaan pembahasan pada skripsi ini
dengan skripsi yang lain, penulis menelusuri kajian-kajian yang pernah dilakukan
orang atau memiliki unsur kesamaan. Selanjutnya hasil penelusuran ini akan
menjadi acuan penulis untuk tidak mengangkat judul yang sama, sehingga
diharapkan kajian ini tidak terkesan plagiat dari kajian yang telah ada.
Berdasarkan hasil penelusuran, penulis menemukan ada satu karya yang
membahas permasalahan ini, yaitu Skripsi oleh Warsito dengan judul “Cara
Mengatasi Marah Perspektif Hadis” tahun 2006, no.1900. Skripsi ini membahas
tentang bagaimana cara-cara mengatasi kemarahan berdasarkan petunjuk Nabi,
yang dilakukan dengan cara mengumpulkan hadis-hadis yang berkaitan tanpa
memaparkan kualitas hadis, kamudian dipahami dengan ilmu psikologi.
Dari tinjauan di atas, dapat penulis katakan bahwa pembahasan skripsi ini
berbeda dengan karya tersebut, karena penulis membahas lebih khusus pada 1
hadis tentang penanggulangan marah ketika berdiri dengan cara duduk atau
berbaring dalam kitab Musnad Ahmad bin Hanbal, lalu dilakukan kritik sanad dan
matan hadis untuk mengungkap kualitas hadis. Kemudian memahamainya dengan
D. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui kualitas sanad dan matan hadis
2. Untuk mengethuai korelasinya antara marah dengan duduk dan bagaimana
pemahaman kandungan hadis ketika dikaitkan dengan ilmu psikologi.
3. Untuk menambah khazanah keilmuan bagi penulis dan kaum muslimin pada
umumnya.
4. Untuk memenuhi tugas dan syarat dalam menyelesaikan gelar sarjana
setrata satu (S1) pada Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
E. Metodologi Penelitian
1. Pengumpulan Data
Untuk mengumpulkan dan meneliti data dalam skripsi ini, penulis
menggunakan metode penelitian kepustakaan (library Reseach) sepenuhnya.
Yaitu Dengan menelaah beberapa literatur yang relevan dengan pokok
pemabahsan skripsi.
2. Metode Pembahsan
Dalam pembahasan ini, penulis menggunakan metode deskriptif analitis,
yaitu sebuah metode dengan terlebih dahulu data yang diperoleh
dikumpulkan lalu digambarkan permasalahan yang dibahas lalu dianalisis
lebih lanjut, kemudian ditarik kesimpulan.
3. Teknik Penulisan
berjudul Pedoman penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis dan Disertasi)-
yang disusun oleh Hamid Nasuhi, dkk. Terbitan CeQDA (Center for Quality
Development and Assurance) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2007.
F. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini penulis mengklasifikasi menjadi lima bab dan
setiap bab dibagi menjadi beberapa sub-sub yang setiap sub saling berkaitan.
Sistematika penulisan tersebut berikut ini :
Bab pertama pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang masalah,
identifikasi, pembatasan dan perumusan masalah, tinjauan pustaka, tujuan
penelitian, metodologi penelitian, dan sistematikan penulisan.
Bab kedua berisikan tinjauan umum tentang Marah. Meliputi pengertian
Marah, Pemicu Kemarahan, Ekspresi Marah, dan Penanggulangan Gejolak
Marah dalam Ilmu Psikologi
Bab ketiga berisi kegiatan penelitian sanad hadis. Yang terdiri dari, Kriteria
Keshahihan Sanad Hadis, Kegiatan Takhrij Hadis, Kegiatan I’tibar, dan Penelitian
Sanad
Bab keempat berisikan kegiatan penelitian matan hadis. Yang terdiri dari,
Meneliti Matan dengan Melihat Kualitas Sanad, Meneliti Matan yang Semakna,
Meneliti Kandungan Matan Hadis, dan Memahami Matan Hadis dengan
Pendekatan Ilmu Psikologi
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG MARAH
A. Pengertian Marah
Marah dalam bahasa Arab yaitu Ghaab. Kata Ghaab berasal dari akar
kata Ghaiba – Yaghabu – Ghaaban berarti marah.1 Marah berarti gusar,
jengkel, muak dan sangat tidak senang karena diri diperlakukan tidak sepantasnya.
Marah-marah sebagai kata kerja yang berarti berkali-kali marah ; mengeluarkan
kata-kata atau menunjukan sikap sebagai pelampiasan marah.2
Menurut istilah, marah berarti perubahan internal atau emosional yang
menimbulkan penyerangan dan penyiksaan guna mengobati apa yang ada di
dalam hati.3 Jadi, marah setiap orang adalah keadaan jiwanya, yang tampak secara
nyata pada perubahan jasmaninya.
Beberapa perspektif lain tentang definisi marah diantaranya: Menurut DR.
Sarlito Wirawan Sarwono, “Marah adalah emosi yang timbul terhadap suatu yang
menjengkelkan.”4 Imam Ghazali menerangkan bahwa marah bagaikan nyala api
yang menyala berkobar-kobar, menyerang bergerak dan bergejolak dalam hati
manusia.5
Rochelle Semmel Albin, menjelaskan bahwa “Rasa marah menunjukkan
bahwa perasaan kita sudah tersinggung oleh seseorang, atau sesuatu sudah tidak
1
Ahmad Warson Munawir. Al-Munawwar Kamus Arab – Indonesia (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), h. 1008
2
EM Zul Fajri dan Ratu Aprilia Sanjaya. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (T.tp.: Difa Publisher, t.t.), h. 550
3
Yadi Purwanto, dan Rachmat Mulyono. Psikologi Marah Perspektif Psikologi Islami
(PT. Refika Aditama : Bandung, 2006), h. 7
4
Sarlito Wirawan Sarwono. Pengantar Umum Psikologi (Jakarta: Bulan Bintang, 2000), Cet. VIII. h. 53
5
Imm Ab Hmid Muammad bin Muammad al-Ghazli. Iya’ ‘Ulmuddin
baik. Misalnya, seorang akan marah apabila tidak jadi dipromosikan ke jabatan
lebih tinggi karena jabatan itu diberikan kepada orang lain.”6 Dalam hal ini marah
sebagai suatu emosi yang disebabkan karena seseorang menghadapi suatu keadaan
yang tidak disukainya, atau bertentangan dengan kemauannya.
Abdul Rahman Shaleh, menyatakan bahwa “Sumber utama dari kemarahan
adalah hal-hal yang mengganggu aktivitas untuk mencapai tujuannya.”7
Tristiadi Ardi Ardani sedikit menambahkan atas perspektif sebelumnya
bahwa “Marah merupakan suatu emosi yang membantu manusia dalam menjaga
dirinya. Pada waktu seseorang sedang marah, energinya guna melakukan upaya
fisik yang keras semakin meningkat. Hal ini memungkinkannya untuk
mempertahankan diri atau menaklukan segala hambatan yang menghadang dalam
upaya mencapai tujuannya. Terkadang penyaluran emosi marah ini bisa berupa
memusuhi hal-hal yang menghambat pencapaian tujuannya. Namun ada kalanya
dengan pengalihan atau meluapkan pada hal lain yang tidak berhubungan dengan
tujuannya atau penyebab marahnya. Emosi marah ini bisa membuat macetnya
kemampuan berpikir yang sehat.”8
Dari pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa marah adalah
bentuk ekspresi manusia untuk melampiaskan ketidakpuasan, kekecewaan atau
kesalahannya ketika terjadi gejolak emosional yang tidak terkendalikan. Dalam
hal ini terdapat dua kategori marah, yaitu marah yang bersifat positif dan marah
yang bersifat negatif. Marah yang bersifat positif ialah marah yang terkendalikan
6
Rochelle Semmel Albin. Emosi Bagaimana mengenal, menerima dan mengarahkannya.
Penerjemah Sr. M. Brigid, OSF (Yogyakarta: Kanisius, 1986), h. 50
7
Abdul Rahman Shaleh. Psikologi Suatu Pengantar dalam Perspektif Islam (Jakarta: Kencana, 2008), Cet. III. h. 176
8
akal sehat dan marah yang bersifat negatif ialah marah yang tidak terkendalikan
akal sehat.
Marah merupakan bagian dari emosi dasar manusia. Term emosi dalam
pemakaian sehari-hari sangat berbeda dengan pengertian emosi dalam psikologi.
Emosi dalam pemakaian sehari-hari mengacu kepada ketegangan yang terjadi
pada individu akibat dari tingkat kemarahan yang tinggi. Seorang yang
membanting gelas karena merasa harga dirinya dilecehkan orang lain, dengan
mudah dikategorikan sedang dalam keadaan emosi. Dengan kata lain, orang yang
berubah nada suara, raut muka, atau tingkah lakkunya karena marah, biasanya
diperingatkan agar jangan bertindak emosional. Ungkapan semacam itu jarang
muncul pada peristiwa-peristiwa seperti kaget, ketakutan, senang, atau karena
suatu yang menjijikan, kendati semua peristiwa tersebut masuk dalam kategori
emosi. Karena emosi lazim dipahami oleh masyarakat sebagai ekspresi marah.9
Dari segi etimologi, emosi berasal dari akar kata bahasa Latin ‘movere’
yang berarti ‘menggerakan, bergerak.’ Kemudian ditambahkan dengan awalan
‘e-‘ untuk memberi arti ‘e-‘bergerak menjauh.’10 Emosi adalah suatu perasaan dan
pikiran khasnya, suatu keadaan biologis dan psikologis, serta serangkaian
kecenderungan untuk bertindak.11
Oleh karena itu yang dimaksud dengan emosi di sini bukan terbatas pada
emosi atau perasaan marah saja, tetapi meliputi setiap keadaan pada diri seseorang
9
M.Darwis Hude. Emosi Penjelajahan Religio Psikologis tentang Emosi Manusia di dalam Alquran (T.tp.: Erlangga. 2006), h. 15
10
M.Darwis Hude. Emosi Penjelajahan Religio Psikologis tentang Emosi Manusia di dalam Alquran (T.tp.: Erlangga. 2006), h. 16
11
yang disertai dengan perasaan senang atau tidak senang, baik pada tingkatan yang
lemah atau dangkal maupun pada tingkatan kuat atau mendalam.
Agar lebih jelas, di bawah ini merupakan jenis-jenis emosi. Seperti
ditunjukan oleh Daniel Goleman yang mempunyai daftar emosi telatif lengkap,
daftar emosi tersebut sebagai berikut :
Amarah (Anger) : beringas (fury), mengamuk (ourage), benci (resentment),
marah besar (wrath), jengkel (exasperation), kesal hati (indigination), terganggu
(vexation), rasa pahit (acrimony), berang (animosity), tersinggung (annoyance),
bermusuhan (irritability), kekerasan (hostility), kebencian patologis (violence).
Kesedihan (Sadness) : pedih, sedih, muram, suram, melankolis, mengasihani
diri, kesepian, ditolak, putus asa, depresi berat.
Rasa takut (Fear) : cemas, takut, gugup, kawatir, waswas, perasaan takut
sekali, waspada, sedih, tidak tenang, ngeri, takut sekali, sampai dengan paling
parah, fobia, dan panic.
Kenikmatan (Enjoyment) : bahagia, gembira, ringan, puas, riang, senang,
terhibur, bangga, kenikmatan indrawi, takjub rasa terpesona, rasa puas, rasa
terpenuhi, kegirangan luar biasa, senang, sengan sekali, hingga yang paling
ekstrem, mania.
Cinta (love) : penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa
dekat, bakti, hormat, kasmaran, kasih.
Terkejut (Surprise) : terkejut, terpana. Dan Jengkel (Disgust) : hina, jijik,
Malu (Shame) : rasa salah, malu hati, kesal hati, sesal, aib, hati hancur lebur,
perasaan sedih atau dosa yang mendalam.12
B. Pemicu Kemarahan
Kemarahan merupakan suatu gejolak kehidupan. Jika seorang naik darah
atau berbuat kekeliruan, pekerkjaan dan kegiatan mungkin terganggu, suasana
kerja yang menyebalkan. Demikianlah kehidupan. Namun, jika episode-episode
kemarahan ini mulai sering terjadi dan memakan waktu lebih lama, hal itu tak bisa
lagi dipandang sekedar gejolak hidup biasa. Kemarahan sebagai pengganggu rutin
dapat sangat melelahkan dan merampas kenyamanan hingga perlu mengadakan
perubahan.13 Untuk menghindari gangguan itu, Rasulullah SAW berwasiat kepada
seorang sahabat agar dapat menghindari hal-hal yang dapat memicu kemarahan.
َﻋ
ْﻦ
َاِﺑ
ْﻲ
ُھ
َﺮ
ْﯾ
َﺮ
َة
َر
ِﺿ
َﻲ
ُﷲا
َﻋ
ْﻨ
ُﮫ
َا
ﱠن
َر
ُﺟ
َﻗ َﻼ
َلﺎ
ِﻟ
ﱠﻨﻠ
ِﺒ
َﺻ ﱢﻲ
ﱠﻠ
ُﷲا ﻰ
َﻋ
َﻠْﯿ
ِﮫ
َو
َﺳ
ﱠﻠَﻢ
ﻰِﻨِﺻْوَأ :
َﻗ ،
َلﺎ
َﻟ :
ﺎ
َﺗْﻐ
َﻀ
ْﺐ
َﻓ .
َﺮ
ﱠد
ِﻣ
َﺮ
َﻗ ،اًرا
َلﺎ
َﻟ :
َﺗ ﺎ
ْﻐ
َﻀ
ْﺐ
Dari Abu Hurairah RA. “Seseorang berkata kepada Nabi SAW,
‘Berwasiatlah kepadaku’. Beliau bersabda. ‘Jangan marah’ orang itu
mengulanginya beberapa kali dan beliau bersabda, ‘Jangan marah’.”14
Emosi marah bukan hal yang dilarang, karena ia merupakan naluri yang
tidak hilang dari tabi’at seseorang. maksud kata larangan di atas adalah sesuatu
usaha untuk mengendalikannhya dengan latihan. Seperti pendapat Al-Khaththabi,
“makna sabda Nabi SAW ‘Jangan marah’ adalah jauhi sebab-sebab yang
12
Agus Efendi. Revolusi Kecerdasan Abad 21 Kritik MI, EI, SQ, AQ & Successful intelligence atas IQ (Bandung: Alfabeta, 2005), Cet. I. h. 177
13
W. Robert Nay, Ph.D. Mengelola Kemarahan Trampil Menangani Konflik, Melegakan Hubungan, dan Mengekspresikan Diri Tanpa Lepas Kendali. Penerjemah Leinovar Bahfein (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2007), Cet. I. h. 43
14
Al-Hfi Ibnu Hajar al-Asqaln. Fathul Bari Syarah Shahih Al-Bukhari.
menimbulkan kemarahan dan jangan mendekati hal-hal yang mengarah
kepadanya.”15
Oleh karena itu, seorang perlu terlebih dahulu mengenali hal-hal yang dapat
menyebabkan kemarahan. Secara garis besar sebab yang menimbulkan marah itu
terdiri dari faktor fisik dan faktor psikis.16
A. Faktor Fisik
Faktor fisik antara lain: kelelahan yang berlebihan, zat-zat tertentu yang
menyebabkan marah, hormon kelamin pun dapat mempengaruhi kemarahan
seperti pada saat wanita sedang menstruasi. Berikut ini dampak-dampak lain yang
dapat ditimbulkan oleh lima faktor terhadap ketahanan emosi.17
1. Tidur
Tidur yang cukup memulihkan kemampuan seorang untuk berfikir jernih
dan bersikap tenang. Kurang tidur cenderung membuat orang lebih mudah jengkel
dan labil emosinya. Penelitian baru-baru ini menunjukkan bahwa orang dewasa
rata-rata butuh tidur minimal delapan jam sehari. Sementara remaja butuh lebih
banyak lagi. Kurang olah raga, jadwal tidur yang tidak teratur, stress yang tidak
tertangani, obat-obatan tertentu, penggunaan alkohol yang berlebihan,
masalah-masalah kesehatan seperti kelainan tidur (sleep apnea), dan kebiasaan tidur yang
buruk termasuk di antara faktor yang mengganggu tercapainya tidur yang nyenyak
di malam hari.
15
Al-Hfi Ibnu Hajar al-Asqaln. Fathul Bari Syarah Shahih Al-Bukhari.
Penerjemah Amiruddin (Jakarta : Pustaka Azzam, 2008), Jilid 29. h.400
16
Yadi Purwanto, dan Rachmat Mulyono. Psikologi Marah Perspektif Psikologi Islami
(Bandung: PT. Refika Aditama, 2006), h. 18
17
2. Stres
Dengan tingkatan stress yang tinggi, seorang akan cenderung menjadi lebih
mudah jengkel dan memiliki daya tahan emosi yang lebih rendah. Tugas yang
terlalu banyak, tenggang waktu yang tidak realistis, perubahan hidup yang
signifikan, ketidakpastian, kecemesan, dan daya kendali yang rendah akan
meningkatkan ketegangan, mendorong seorang semakin dekat ke zona berbahaya
ketika pemicu amarah yang tak terduga muncul.
3. Bahan-Bahan Kimia
Alkohol, kafein, dan bahan-bahan kimia lain yang masuk ke tubuh, bisa
memperhebat emosi secara dramatis. Tidak seperti slogan yang umum diketahui,
alkohol tidak serta-merta membuat konsumen merasa gembira dan rileks. Jika
seorang dari awal sudah merasa kesal, sedih atau gelisah, alkohol cendrung akan
memperhebat perasaan tersebut, karena bahan ini menekan pusat dalam otak yang
sedianya memungkinkan seorang mengendalikan emosi. Kafein memperbesar
tingkat ketegangan dan dapat memperhebat rasa jengkel dan stress. Banyak pula
obat-obatan terlarang yang melemahkan kemampuan seorang untuk berfikir
jernih, meningkatkan emosi, dan secara khusus terkait dengan sikap-sikap agresif.
Jadi adalah penting untuk meneliti efek samping sebelum mengonsumsi
bahan makanan dan obat-obatan yang mengandung bahan kimia.
4. Makanan
Nutrisi yang cukup dan memadai adalah keharusan untuk mempertahankan
fleksibilitas dan memperkecil intensitas emosi. Ketika seorang lupa sarapan atau
makan siang misalnya, maka level gula darah akan menurun tajam. Begitupun
meningkatkan kecenderungan naik-turunnya suasana hati yang bisa
mempengaruhi kemampuan menghadapi pemicu amarah berikutnya secara
konsisten. Akibatnya seorang menjadi lebih mudah marah dan letih, dan
kemampuan untuk berpikir jernih menurun. Menyantap makanan yang seimbang
dan memastikan memperoleh vitamin dan mineral yang penting, akan
meningkatkan daya tahan emosi dalam mengahapi apa pun yang muncul.
5. Penyakit
Ketika seorang terserang penyakit atau merasakan sakit, daya fleksibilitas
menurun. Saat sakit kepala, sakit perut, atau penderitaan kala terserang pilek atau
flu berat, sumber daya dalam diri kita terfokus kepada penyembuhan. Sebagai
akibatnya energi yang tersisa untuk menghadapi kejadian-kejadian yang
menyesakan dada menjadi kecil. Kondisi tersebut dapat mengacaukan kosentrasi
seorang untuk dapat sepenuhnya terfokus pada aspek-aspek penting dari suatu
situasi yang bisa menyulut kemarahan.
B. Faktor Psikis
Faktor psikis yang menimbulkan marah adalah erat kaitannya dengan
kepribadian seseorang. terutama sekali menyangkut apa yang disebut “self
concept yang salah” yaitu anggapan seseorang terhadap dirinya yang salah. Self
concept yang salah manghasilkan pribadi yang tidak seimbang. Karena seseorang
akan menilai dirinya sangat berlainan sekali dengan kenyataan yang ada. Self
concept yang salah terdapat tiga bagian yaitu:18
1. Rasa rendah diri, yaitu menilai dirinya sendiri lebih rendah dari yang
sebenarnya. Orang semacam ini mudah sekali tersinggung karena segala
18
Yadi Purwanto dan Rachmat Mulyono. Psikologi Marah Perspektif Psikologi Islami
sesuatu dinilai sebagai yang merendahkannya, akibatnya wajar. Ia mudah
sekali marah.
2. Sombong, yaitu menilai dirinya sendiri lebih dari kenyataan yang
sebenarnya. Jadi merupakan sifat kebalikan sifat dari rasa rendah diri. Orang
yang sombong terlalu menuntut banyak pujian bagi dirinya. Jika yang
diharapkan tidak terpenuhi, ia wajar sekali marahnya.
3. Egoistis atau terlalu mementingkan diri sendiri, yang menilai dirinya sangat
penting melebihi kenyataan. Orang yang bersifat demikian akan mudah
marah karena selalu terbentur pada pergaulan sosial yang bersifat apatis
(masa bodoh), sehingga orang yang egoistis tersebut merasa tidak
diperlakukan dengan semestinya dalam pergaulan sosial.
C. Ekspresi Marah
Sebenarnya marah adalah suatu emosi penting yang memberi tahu bahwa
seorang perlu menyelesaikan suatu masalah. Menurut Triantoro Safari dan
Nofrans Eka Saputra dengan mengutip Greenberg dan Watson, 2002, bahwa
“Emosi marah bisa bersifat protektif, konstruktif, tetapi dapat juga bisa menjadi
destruktif.”19
Sayangnya emosi marah pada perakteknya tidak dimanfaatkan sebagai
resolusi masalah. Hal ini dikarenakan ketidak sadaran untuk melihat bahwa marah
atau cara seorang mengekspresikan kemarahan itu sendiri telah menjadi sebuah
masalah. Sesungguhnya kemarahan menjadi masalah jika memiliki dampak
19
tertentu bagi diri yang bersangkutan dan kehidupannya.20 Dampak marah tersebut
dapat dilihat jika kemarahan berdampak buruk terhadap orang lain,
mempengaruhi efisiensi dan performa peribadi, dan memperngaruhi kualitas
kesehatan21.
Para ilmuan sepakat bahwa budaya menentukan penyebab munculnya emosi
pada seseorang. Seperti pada perasaan marah merupakan emosi universal, namun
cara pengekspresian rasa marah pada satu budaya akan berbeda dengan cara
pengekspresian rasa marah pada budaya lainnya, entah itu terasa baik atau buruk,
mengerikan atau menakjubkan, berguna atau destruktif.22 Begitupun kemampuan
untuk merasa jijik berlaku universal, namun penyebab timbulnya rasa jijik akan
mengalami perubahan sejalan dengan tahapan perkembangan, dan penyebab rasa
jijik juga berbeda-beda pada tiap budaya. Pada beberapa budaya, orang merasa
jijik terhadap ulat (yang dianggap ahli botani sebagai hewan yang cantik, dan
dianggap sebagai santapan yang lezat oleh suku Dani di Papua).23
Beberapa karakteristik dalam ekspresi kemarahan atau dikenal dengan
istilah wajah-wajah kemarahan oleh W.Robert Nay, PH.D, di antaranya berikut
ini:24
20
W. Robert Nay, Ph.D. Mengelola Kemarahan Trampil Menangani Konflik, Melegakan Hubungan, dan Mengekspresikan Diri Tanpa Lepas Kendali. Penerjemah Leinovar Bahfein (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2007), Cet. I. h. 38-39
21
W. Robert Nay, Ph.D. Mengelola Kemarahan Trampil Menangani Konflik, Melegakan Hubungan, dan Mengekspresikan Diri Tanpa Lepas Kendali. Penerjemah Leinovar Bahfein (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2007), Cet. I. h.39-42
22
Carole Wade dan Carol Tavis. Psychology, 9th Edition. Penerjema Padang Mursalin dan Dinastuti (Jakarta: Erlangga, 2007), Jilid 2. h. 129
23
Carole Wade dan Carol Tavis. Psychology, 9th Edition. Penerjemah Padang Mursalin dan Dinastuti(Jakarta: Erlangga, 2007), Jilid 2. h. 130
24
1. Pasif-Agresif
Pasif-Agresif yaitu menahan pujian, perhatian, atau kepedulian. Mungkin,
“melupakan” atau tidak menaati komitmen. Menjaga jarak ketika marah. Atau
melakukan sesuatu yang diketahui dapat membuat kesal orang lain.
2. Sarkasme
Sarkasme yaitu melontarkan “banyolan” atau sindirian yang menyakitkan
orang lain. Membuka aib seseorang dihadapan orang lain atau
mempermalukannya di depan umum. Mengeraskan suara dan sikap yang dapat
membuat orang muak atau tidak senang.
3. Kemarahan dingin
Kemarahan dingin yaitu menjauhkan diri dari orang lain selama beberapa
waktu. Menjaga jarak. Menolak menunjukan apa yang menjadi masalah.
Cenderung menghindari pembicaraan emosional ketika marah.
4. Permusuhan
Permusuhan yaitu menunjukan suatu gejolak perasaan, meninggikan volume
suara, seperti lebih tertekan. Berlaku seolah-olah diburu waktu. Secara jelas
menunjukan tanda-tanda frustasi dan kekesalan terhadap orang lain yang lamban
atau tidak memenuhi ekspektasi kompetensi dan kinerja yang tinggi.
5. Agresif
Agresif yaitu suara yang meninggi, melontarkan kata-kata keras dan atau
menghina. Kutukan, sumpah serapah, dan tuduhan. Memiliki pikiran atau
gambaran mental untuk menyakiti orang lain. Menumpahkan kemarahan dengan
[image:41.612.131.536.150.436.2]D. Penanggulangan Gejolak Marah dalam Ilmu Psikologi
Jika seorang pernah diminta untuk santai, tenang, atau sabar ketika gejolak
amarah sedang memuncak. Permintaan-permintaan seperti di atas hanya sedikit
ucapan menimbulkan efek yang jauh berbeda dari yang diharapkan, bahkan sering
kali justru memperburuk keadaan. Setidaknya, ucapan semacam itu tidak memiliki
pengaruh apa pun terhadap gejolak yang tengah dirasakan. Berpindah ke posisi
tenang begitu gejolak muncul bukanlah sesuatu yang mudah dilakukan, karena itu
akan menentang seluruh respons fisiologi yang mempersenjatai seorang sejak
lahir.
Marah merupakan emosi dasar manusia yang tak terelakan. Ketika emosi
marah menguasai manusia, kamampuan untuk berpikir jernih tidak dapat bekerja
dengan baik. Terkadang muncul darinya beberapa tindakan atau perkataan
permusuhan yang kemudian akan disesalinya manakala marahnya mereda.25 Pada
saat emosi marah meluap, pentinglah bagi seseorang untuk menahan serta
mengendalikan diri guna mengindari hal tersebut. Oleh karena itu, perlu
metode-metode untuk meredakan amarah dan kembali pada kondisi tenang dan rasional
ketika menemukan tanda-tanda mulai merasa marah dan kemarahan itu
memuncak melampaui kendali. Menurut W.Robert Nay. Ph.D ada beberapa
langkah dalam meredakan gejolak amarah yaitu:26
25
Muhammad Utsman Najati. Psikologi Dalam Al-Quran Terapi Qurani dalam Penyembuhan Gangguan Kejiwaan. Penerjemah M. Zaka Al-Farisi (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2005), Cet. I. h. 119
26
1. Napas Kehidupan: Pernapasan Diafragmatis untuk Mengelola Gejolak
Perubahan cara bernafas ini, yang disebut oleh Robert Nay sebagai
“pernapasan sinyal”, tidak hanya segera meredakan gejolak hingga ke skala
kemarahan yang lebih rendah, akan tetapi juga berguna untuk mengelola stres
sehari-hari, faktor yang memperhebat kemarahan. Ketika seorang tengah marah
jantung cenderung berdetak lebih cepat dari pada biasanya, maka dengan
melambatkan tingkat pernapasan akan membawa pada kondisi detak jantung jauh
lebih rileks dari sebelumnya.
2. Menegangkan Otot Tubuh Agar Menjadi Rileks
Relaksasi adalah salah satu teknik terapi perilaku. Kebanyakan masyarakat,
relaksasi diartikan sebagai pertisipasi dalam aktivitas olah raga, melihat TV, dan
rekreasi. Dipilihnya terapi relaksasi sebagai salah satu terapi mengendalikan
amarah, karena terapi ini efektif.27 Ketika seorang stres atau marah, otot-otot
bersiap untuk “bertarung atau mundur” dengan menegang, berancang-ancang
untuk beraksi. Dr. Edmund Jacobson, seorang psikolog di tahun 1920-an yang
dikutip oleh Robert Nay dalam bukunya menemukan bahwa respon relaksasi yang
mendalam bisa dicapai dengan mengajarkan pasien membedakan antara
ketegangan dengan relaksasi. Pendekatannya sangat sederhana. pasien
diperintahkan untuk menegangkan serangkaian kelompok otot, masing-masing
kurang lebih selama sepuluh sampai dua belas detik. Biasanya di mulai dengan
tangan dan jari-jari tangan dengan berkosentrasi pada apa yang dirasakan otot-otot
itu. Kemudian penegangan itu dikendurkan dan pasien memfokuskan perhatian
pada sensasi internal yang berhubungan dengan relaksasi. Pelemasan ini
27
Yadi Purwanto dan Rachmat Mulyono, Psikologi Marah Perspektif Psikologi Islami
membantu meredakan gejolak kemarahan. Keadaan ini akan diperoleh setelah
melakukan langkah-langkah berikut sebanyak tiga atau empat kali:
a. Mengepalkan tangan sambil mengangkat dan mengencangkan bahu
sekuat mungkin
b. Menekankan bagian atas lengannya ke kedua sisi dadanya sambil
mengencangkan hingga pektoralnya (otot-otot dadanya) kaku.
c. Memasukan otot-otot perutnya
d. Mengernyitkan atau mengkerutkan wajah dan mencoba mengencangkan
otot-otot wajah sebanyak mungkin
3. Ucapan Otogenik: Menyatakan Niat
Relaksasi otogenik memanfaatkan kekuatan sugesti. Jika seorang mulai
memfokuskan kewaspadaan pada salah satu bagian tubuh anda, nyatakanlah
dalam benak berulang kali bagaimana yang dirasakan bagian tubuh itu ketika telah
sepenuhnya rileks. Relaksasi otogenik, “oto” berarti sendiri dan “genik” berarti
berubah, dari bahasa latin sangat mudah dipelajari dan terdiri dari dua hal:
a. Fokuskan perhatian sepenuhnya pada tiap bagian tubuh ketika
menyatakan suatu ucapan dalam kepala yang menggambarkan apa yang
dirasakan bagian tubuh berdasarkan pengalaman rileks sebelumnya.
Misalnya, kata “lancar dan sejuk” atau “hangat dan lemas”.
b. Ulangi ucapan itu empat kali, nyatakan dengan lembut dan perlahan serta
hubungkan dengan menarik napas penuh secara perlahan-lahan
4. Khayalan: Membuka Jendela Mental Menuju Realitas yang Lebih Damai
Betapa imajinasi bisa sangat jelas. Mimpi terasa sangat nyata ketika seorang
baru saja terbangun, dengan mengulang peristiwa dalam pikiran membangkitkan
indra pengelihatan, penciuman, dan pendengaran seperti ketika pertama kali
merasakannya.
Memanfaatkan kemampuan untuk membuat bayangan itu nyata agar gejolak
kemarahan bisa diredakan. Membayangkan sebuah situasi secara jelas dapat
merangsang emosi-emosi yang serupa dengan apa yang benar-benar dialami.
Itulah sebabnya mengapa dengan hanya membayang-bayangkan pengalaman yang
memancing bisa memperpanjang rasa marah hingga berjam-jam atau bahkan
berhari-hari setelah kejadian sesungguhnya. Hendaknya sebaliknya,
membangkitkan bayangan yang positif bisa menjadi fondasi untuk bereaksi
terhadap sesuatu yang memicu kemarahan dengan sikap baru yang tenang.
5. Pengalihan yang Dapat Membantu
Hampir semua strategi yang manjur untuk mengalihkan fokus perhatian
pada sesuatu yang lebih netral, menonton atau menyibukan pikiran bisa
bermanfaat untuk melemahkan gejolak kemarahan. Pertimbangkanlah sejumlah
kemungkinan-kemungkinan yang mungkin bermanfaat ketika strategi-strategi
perbedaan kemarahan lainnya kurang berhasil menyejukan hati.
a. Berlahan lakukanlah hitungan mundur dari sepuluh hingga satu seraya
melepaskan ketegangan dan menghembuskan napas relaksasi yang
b. Bacalah sebuah puisi, dengarkan bagian refain lagu kesukaan, atau
bacalah suatu kalimat yang memiliki makna spiritual misalnya sebuah
ayat Quran, Injil, atau Taurat.
c. Berkosentrasilah pada sesuatu yang menyibukan pikiran, misalnya
mencoba mengingat daftar belanjaan, perencanaan pesta.
Oleh sebab itu, ketika sensasi-sensasi tubuh akibat kemarahan yang
meningkat memberi sinyal bahwa seorang perlu meredakan gejolak tersebut.
seorang bisa berhenti beraksi secara lisan belajar berpaling dengan duduk atau
berbaring sejenak untuk meraih kendali. Seperti yang dilakukan Todd, misalnya,
tidak bisa begitu saja meninggalkan tempat karena dia adalah orang penting di
rapat bisnis. Saat lainnya berbicara, dia bisa mencoba duduk, bersandar,
mengendurkan otot-ototnya, dan melakukan pernapasan relaksasi, sambil
mengulang pikiran yang menenangkan setiap kali menarik napas seperti yang
digambarkan sebelumnya.28 Sebab sensor-sensor proprioseptif dalam tubuh
mengirimkan sinyal posisi yang lebih rileks ini ke otak, dan tak lama kemudian
ketegangan menyurut. Selain itu, duduk akan memperkecil kemungkinan
berkembangnya amarah menjadi agresi, dan orang lain akan merasa tidak terlalu
terancam. Sebaliknya, berdiri dan bergerak kesana kemari memberi sinyal ke otak
untuk mempertahankan atau bahkan meningkatkan level gejolak amarah.29
28
W. Robert Nay, Ph.D. Mengelola Kemarahan Trampil Menangani Konflik, Melegakan Hubungan, dan Mengekspresikan Diri Tanpa Lepas Kendali. Penerjemah Leinovar Bahfein (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2007), Cet. I. h.151
29
BAB III
KEGIATAN PENELITIAN SANAD HADIS
A. Kriteria Keshahihan Sanad Hadis
Sanad1 hadis dapat dikatakan shahih jika telah sepenuhnya memenuhi
standar kriteria keshahihan sanad hadis yang telah ditetapkan. Dalam hal ini Ibn
Shalah telah menetapkan 4 standar keshahihan sanad hadis,2 yatiu:
1. Sanad hadis bersambung, yang dimaksud sanad bersambung ialah tiap-tiap
periwayat dalam sanad hadis menerima riwayat hadis dari periwayat
terdekat sebelumnya, keadaan itu berlangsung demikian sampai akhir
sanad dari hadis tertentu. Jadi, seluruh rangkaian sanad mulai dari
periwayat yang disandari oleh mukharij3 sampai pada Raulullah SAW
bersambung periwayatannya.4
2. Diriwayatkan oleh para perawi yang tsiqat5 (‘dil lagi bi)
3. Tidak mengandung Sydz, yang dimaksud sydz adalah penyimpanagan
oleh perawi tsiqat terhadap orang yang lebih kuat darinya.
1
Sanad menurut bahasa adalah sesuatu yang dipengangi (al-Mu’tamad). Disebut demikian, karena matan bersandar dan berpegang kepada sanad. Sendangkan menurut istilah,
sanad adalah rangkaian para perawi yang menghubungkan pada matan. Lihat. Mahmud Tahhan,
Metode Takhrij dan Penelitian Sanad Hadis, Penerjemah Ridlwan Nasir (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1995), Cet. I. h. 98
2
Muhammad ‘Ajaj Al-Khatib, Ushul Al-Hadits Pokok-Pokok Ilmu Hadis. Penerjemah Qodirun Nur dan Ahmad Musyafiq(Jakarta: Gaya Media Pertama, 1998), Cet. I. h. 276-277
3
Mukharij maksudnya ialah seorang yang menghimpun riwayat had