• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kualitas hadis nabi tentang penanggulangan marah dengan cara duduk atau berbaring (kajian sanad dan matan hadits)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kualitas hadis nabi tentang penanggulangan marah dengan cara duduk atau berbaring (kajian sanad dan matan hadits)"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

DUDUK ATAU BERBARING

(Kajian Sanad dan Matan Hadis)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ushuluddin (S.Ud)

Oleh

Ruslan Abdul Ghoni

NIM : 207034000504

PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

DUDUK ATAU BERBARING

(Kajian Sanad dan Matan Hadis)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ushuluddin (S.Ud)

Oleh

Ruslan Abdul Ghoni NIM : 207034000504

Di Bawah Bimbingan

Drs. H. Harun Rasyid, MA.

NIP : 19600902 198703 1001

PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(3)

Skripsi berjudul KUALITAS HADIS NABI TENTANG

PENANGGULANGAN MARAH DENGAN CARA DUDUK ATAU

BERBARING (Kajian Sanad dan Matan Hadis) telah diajukan dalam sidang

munaqasyah Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

pada 06 Oktober 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat

memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) pada Program Studi Tafsir-Hadis.

Jakarta, 06 Oktober 2011

Sidang Munaqasyah

Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota

Ahmad Rifqi Mukhtar, MA Devi Afritasari, Lc. NIP : 19690822 199703 1 002 NIP : 19720320 200003 2 001

Anggota

(4)

i

Kualitas Hadis Nabi Tentang Penanggulangan Marah dengan Cara Duduk atau Berbaring; Kajian Sanad dan Matan Hadis. Yang terdapat dalam kitab Musnad A฀mad bin ฀anbal.

Hadis adalah semua perkataan, perbuatan dan taqrir Nabi Muhammad SAW. Kedudukannya sangat penting dalam kehidupan karena ia merupakan sentral figur umat manusia. Maka hadis sebagai pedoman hidup seyogianya terjamin keotentikannya. Sementara dalam perjalanan sejarah telah terjadi pergeseran, baik secara internal maupun eksternal, akibatnya status hadis bisa berkualitas shahih, hasan, dha’if dan bahkan maudu’. Dalam hal ini penulis mencoba mengungkap kualitas hadis tentang mengatasi marah, karena hampir setiap hari dapat dilihat dan didengar pada media masa kekerasan yang disebabkan seseorang tidak bisa mengendalikan diri ketika marah.

Penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui dan menjaga keotentikan sumber, dengan mengkaji bagaimana kualitas hadis dari segi sanad dan matan hadis. Juga guna mengungkap korelasi marah dan duduk atau berbaring, sehingga Rasulullah memerintahkan seorang yang marah dalam keadaan berdiri dengan cara duduk atau berbaring. Dengan demikian, ajaran atau hujjah yang disandarkan atas Nabi SAW tersebut dapat dipertanggung jawabkan.

Pada penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan library Reseach sepenuhnya. Yaitu Dengan menelaah beberapa literatur yang relevan dengan pokok pembahasan skripsi.

(5)

ii

Alhamdulilahirabbil’alamin, tiada yang patut terucap di lisan melainkan

pujian terhadap sang Maha pemberi nikmat dan rahmat, Allah SWT. Dialah yang

telah mengukir jalan hidup yang beragam semata untuk kebaikan hamba.

Kasih-Nya yang tiada tara banding, sehingga seluruh makhluk-Kasih-Nya dapat melaksanakan

aktivitas sehari-hari.

Shalawat teriring salam semoga Allah sampaikan kepada Nabi Muhammad

SAW. Ia adalah Rasul pemangku akhlak budi yang agung. Ungkapan katanya

laksana mutiara yang berharga, sehingga umat yang mengikutinya akan selamat di

dunia dan di akhirat. juga kepada keluarga, sahabat dan orang-orang yang selalu

taat menjalankan risalahnya.

Penulis menyadari akan keberhasilan skripsi ini tidak luput dari dukungan

berbagai pihak baik dalam segi moril maupun materil. Oleh sebab itu, penulis

hendak menyampaikan ucapaan terima kasih serta apresisasi setinggi-tingginya

kepada :

1. Prof. Dr. Zainun Kamaluddin Faqih, MA selaku Dekan Fakultas Ushuluddin

dan Filsafat, Bapak Dr. Bustamin, M.Si selaku Ketua Jurusan Tafsir Hadis.

Bapak Ahmad Rifqi Mukhtar, MA selaku Pengelola Program Non Reguler

Fakultas Ushuluddin dan Filsafat. Dan seluruh staf akademik Fakultas

Ushuluddin dan Filsafat Yang telah memimpin, membina serta memotivasi

penulis selama melakukan studi di lembaga pendidikan Universitas Islam

(6)

iii

memberi motivasi, nasehat serta arahan yang berharga kepada penulis.

3. Seluruh dosen Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Jurusan Tafsri Hadis yang

telah mentransfer serta mendidik penulis dengan khazanah ilmu

pengetahuan umum mapun agama selama berada di lembaga pendidikan

Universitas Islam Negeri ini.

4. Seluruh staf perpustakaan utama dan perpustakaan Fakultas Ushuluddin dan

Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Perpusatakaan Pusat Studi Ilmu

Al-Qur’an Jakarta yang telah memfasilitaori serta membantu penulis dalam

penggunaan buku-buku selama proses penulisan skripsi ini.

5. Tak lupa pula pernulis persembahkan ucapan terima kasih tak terhingga

kepada orang yang sangat penulis cintai, mereka adalah orang tua penulis

yang tak pernah lelah serta bosan memberikan nasehat, motivasi dan

memberikan dukungan materil hingga terwujudnya skripsi ini. semoga

senantiasa dilimpahkan rahmat oleh Allah SWT.

6. Sahabat-sahabt di kampus UIN Syarif Hidayatullah dan seluruh sahabat

selainnya. Terutama mereka yang satu generasi dengan penulis yang telah

bersama-sama merasakan manis dan getirnya proses pendidikan di

universitas ini. serta seluruh pihak yang ikut terlibat dalam proses penulisan

skripsi ini. sekali lagi penulis mengucapkan terima kasih.

Kesadaran atas segala kelemahan sebagai manusia biasa menumbuhkan

suatu keyakinan bahwa di balik ini semua ada kekuatan Yang Maha Sempurna

(7)

iv

skripsi ini tentunya memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu penulis

mengaharap serta menerima dengan kedua belah tangan akan kritik dan saran

yang membangun kepada seluruh pihak atas karya ilmiyah ini.

Jakarta, 08 September 2011

(8)

v Konsonan

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

ا tidak dilambangkan

ب b be

ت t te

ث ts te dan es

ج j je

ح h h dengan garis bawah

خ kh ka dan ha

د d de

ذ dz de dan zet

ر r er

ز z zet

س s es

ش sy es dan ye

ص s es dengan garis bawah

ض d de dengan garis bawah

ط t te dengan garis bawah

ظ z zet dengan garis bawah

ع ‘ koma terbalik keatas, menghadap ke kanan

غ gh ge dan ha

1

(9)

vi

ق q ki

ك k ka

ل l el

م m em

ن n en

و w we

ـھ h ha

ء ‘ apostrof

ي y ye

Vokal

Vokal dalam bahasa Arab, seperti bahasa Indonesia, terdiri dari vokal

tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal tunggal alih

aksaranya adalah sebai beeriku:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

___َ___ a fathah

___ِ___ i kasrah

___ُ___ u dammah

Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

(10)

vii Vokal Panjang (Madd)

Ketentuan alih aksara vokal panjang (Madd), yang dalam bahasa Arab

dilambangkan dengan harakat dan huruf, adalah sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

ﺎَــ â a dengan topi di atas

ﻲــ î i dengan topi di atas

ﻮـــ û u dengan topi di atas

Kata Sandang

Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan

huruf, yaitu alif dan lam, dialih aksarakan menjadi huruf /l/ , baik diikuti oleh

huruf syamsyiah maupun qamariyah. Contoh: al-rijâl bukan ar-rijâl, al-dîwân

bukan ad-dîwân.

Syaddah (Tasydîd)

Syaddah atau tasydîd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan

dengan sebuah tanda, dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu

dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini

tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata

sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya yang secaraa lisan

berbunyi ad-daruurah, tidak ditulis “ad-darûrah”, melainkan “al-darûrah”,

(11)

viii

yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan manjadi huruf /h/ (lihat

contoh 1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku jika ta marbûtah tersebut diikuti

oleh kata sifat (na’t) (lihat contoh 2). Akan tetapi, jika huruf ta marbûtah tersebut

diikuti oleh kata benda (isim), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf

/t/ (lihat contoh 3).

Contoh:

no Kata Arab Alih aksara

1 ﺔﻘﯾﺮﻃ tarîqah

2 ﺔﯿﻣﻼﺳﻹا ﺔﻌﻣﺎﺠﻟا al-jâm’ah al-islâmiyyah

3 دﻮﺟﻮﻟا ةﺪﺣو wahdat al-wujûd

Huruf Kapital

Meskipun dalam tulisan Arab huruf capital tidak dikenal, dalam alih

aksara ini huruf capital tersebut juga digunakan, dengan memiliki ketentuan yang

berlaku dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) bahasa Indonesia, antara lain

yang menuliskan kalimat, huruf awal nama tempat nama bulan, nama diri, dan

lain-lain. Penting diperhatikan, jika nama didahului oleh kata sandang, maka yang

ditulis dengan huruf capital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal

atau kata sandangnya. Contoh: Abû Hâmid al-Ghazâli bukan Abû Hamid

(12)

ix

KATA PENGANTAR……… i

PEDOMAN TRANSLITERASI……….. iv

DAFTAR ISI……….. viii

BAB I. PENDAHULUAN ………. 1

A. Latar Belakang Masalah ……….. 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ……….. 7

C. Tinjauan Pustaka ……….. 8

D. Tujuan Penulisan ……….. 8

E. Metodologi Penelitian ……….. 9

1. Pengumpulan Data ………. 9

2. Metode Pembahasan ……….. 9

3. Teknik Penulisan ……… 9

F. Sistematikan Penulisan ……….. 10

BAB II. TINJAUAN UMUM TENTANG MARAH ……….. 11

A. Pengertian Marah ………... 11

B. Pemicu Kemarhan ……….. 15

C. Ekspresi Marah ……….. 19

D. Penanggulangan Gejolak Amarah dalam Ilmu Psikologi ….. 21

BAB III. KEGIATAN PENELITIAN SANAD HADIS ……….. 27

A. Kegiatan Takhrij Hadis ……….. 27

(13)

x

A. Meneliti Matan dengan Melihat Kualitas Sanad ……… 46

B. Meneliti Susunan Lafal Matan yang Semakna ………... 47

C. Meneliti Kandungan Matan ……… 47

D. Memahami Kandungan Matan Hadis dengan Pendekatan Ilmu Psikologi ……… 50

BAB V. PENUTUP ………... 54

A. Kesimpulan ………. 54

B. Saran-saran ………. 55

(14)

v

PEDOMAN TRANSLITERASI1

Konsonan

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

tidak dilambangkan

b be

t te

ts te dan es

j je

h h dengan garis bawah

kh ka dan ha

d de

dz de dan zet

r er

z zet

s es

sy es dan ye

s es dengan garis bawah

d de dengan garis bawah

t te dengan garis bawah

z zet dengan garis bawah

‘ koma terbalik keatas, menghadap ke kanan

gh ge dan ha

1

(15)

vi

f ef

q ki

k ka

l el

m em

n en

w we

ـﻫ h ha

‘ apostrof

y ye

Vokal

Vokal dalam bahasa Arab, seperti bahasa Indonesia, terdiri dari vokal

tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal tunggal alih

aksaranya adalah sebai beeriku:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

___َ___ a fathah

___ِ___ i kasrah

___ُ___ u dammah

Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

ي__َ__ ai a dan i

(16)

vii

Vokal Panjang (Madd)

Ketentuan alih aksara vokal panjang (Madd), yang dalam bahasa Arab

dilambangkan dengan harakat dan huruf, adalah sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

ﺎَــ â a dengan topi di atas

ﻲــ î i dengan topi di atas

ﻮـــ û u dengan topi di atas

Kata Sandang

Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan

huruf, yaitu alif dan lam, dialih aksarakan menjadi huruf /l/ , baik diikuti oleh

huruf syamsyiah maupun qamariyah. Contoh: al-rijâl bukan ar-rijâl, al-dîwân

bukan ad-dîwân.

Syaddah (Tasydîd)

Syaddah atau tasydîd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan

dengan sebuah tanda, dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu

dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini

tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata

sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya kata ةَرْوُﺮﱠﻀﻟا, tidak

ditulis “ad-darûrah”, melainkan “al-darûrah”, demikian seterusnya.

Ta Marbûtah

Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf tamarbûtah terdapat pada kata

yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan manjadi huruf /h/ (lihat

contoh 1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku jika ta marbûtah tersebut diikuti

oleh kata sifat (na’t) (lihat contoh 2). Akan tetapi, jika huruf ta marbûtah tersebut

diikuti oleh kata benda (isim), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf

(17)

viii

Contoh:

no Kata Arab Alih aksara

1 ﺔﻘﻳﺮﻃ tarîqah

2 ﺔﻴﻣﻼﺳﻹﺍ ﺔﻌﻣﺎﳉﺍ al-jâmî’ah al-islâmiyyah

3 ﺩﻮﺟﻮﻟﺍ ﺓﺪﺣﻭ wahdat al-wujûd

Huruf Kapital

Meskipun dalam tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal, dalam alih

aksara ini huruf kapital tersebut juga digunakan, dengan memiliki ketentuan yang

berlaku dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) bahasa Indonesia, antara lain

yang menuliskan kalimat, huruf awal nama tempat nama bulan, nama diri, dan

lain-lain. Penting diperhatikan, jika nama didahului oleh kata sandang, maka yang

ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal

atau kata sandangnya. Contoh: Abû Hâmid al-Ghazâli bukan Abû Hamid

(18)

ix

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR……… ii

PEDOMAN TRANSLITERASI……… v

DAFTAR ISI………... ix

BAB I PENDAHULUAN ………. 1

A. Latar Belakang Masalah ……….. 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ……….. 8

C. Tinjauan Pustaka ……….. 9

D. Tujuan Penulisan ……… 10

E. Metodologi Penelitian ……… 10

F. Sistematikan Penulisan ……….. 11

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MARAH ……….. 12

A. Pengertian Marah ……….. 12

B. Pemicu Kemarhan ……….. 16

C. Ekspresi Marah ………... 20

D. Penanggulangan Gejolak Marah dalam Ilmu Psikologi …… 23

BAB III KEGIATAN PENELITIAN SANAD HADIS ……….. 28

A. Kriteria Keshahihan Hadis ……… 28

B. Kegiatan Takhrij Hadis ……….. 29

C. Kegiatan I’tibar ……….. 33

(19)

x

B. Meneliti Matan yang Semakna ……….. 51

C. Meneliti Kandungan Matan ……… 51

D. Memahami Kandungan Matan Hadis dengan Pendekatan Ilmu Psikologi ……… 55

BAB V PENUTUP ………... 59

A. Kesimpulan ………. 59

B. Saran-saran ………. 60

(20)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

al-Sunnah dalam Islam merupakan penafsir atas al-Qur’an dalam praktik

atau penerapan ajaran Islam secara faktual dan ideal. Hal ini mengingat bahwa

pribadi Nabi SAW merupakan perwujudan dari al-Qur’an yang ditafsirkan untuk

manusia, serta ajaran Islam yang dijabarkan dalam kehidupan sehari-hari.1

Hadis merupakan pedoman yang utama setelah al-Qur’an. Orang yang

menolak hadis sebagai sumber kedua dalam ajaran Islam berarti ia menolak

petunjuk al-Qur’an.2 Ia pun merupakan salah satu peninggalan Rasulullah kepada

umatnya untuk dipatuhi serta diamalkan. bila berpegang teguh kepada

petunjuk-petunjuk tersebut seorang tidak akan tersesat selama-lamanya. Pernyataan ini

semakin tidak meragukan setelah cukup banyak ayat al-Qur’an yang

memerintahkan orang-orang beriman untuk patuh dan mengikuti petunjuk Nabi

Muhammad, sebagian dari ayat-ayat tersebut adalah sebagai berikut, surat

al-฀asyr, 59: 7



















َﷲا

َﷲا







“Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya”.

Menurut Quraisy Shihab dalam tafsirnya tentang kalimat “Apa yang

1

Yusuf Qardhawi. Bagaimana Memahami Hadis Nabi SAW. Penerjemah Muhammad Al-Baqir. (Bandung : Karisma, 1993). Cet. I. h. 17

2

(21)

diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu,

maka tinggalkanlah” memberi petunjuk secara umum. Yakni semua perkara yang

diperintah dan yang dilarang oleh Nabi Muhammad SAW.3 Dengan demikian

mentaati petunjuk Nabi Muhammad merupakan suatu keniscayaan bagi orang

yang beriman. Mentaatinya berarti mentaati Allah SWT, sebagaimana yang

diutarakan dalam al-Qur’an surat al-Nis฀’, 4: 80 berikut:







َﷲا







“Barang siapa yang mentaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah mentaati Allah. dan barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka.”

Disamping itu, hadis memiliki fungsi yang sangat penting dalam ruang

lingkup kajian al-Qur’an yaitu untuk membuka maksud-maksud al-Qur’an adalah

dengan Hadis Rasulullah SAW. Fungsi hadis secara spesifik terhadap al-Qur’an

tidak lepas dari salah satu tiga hal : pertama, menetapkan dan memperkuat

hukum-hukum yang telah ditentukan oleh al-Qur’an. Kedua, memberikan

perincian dan penafsiran terhadap ayat-ayat al-Qur’an yang masih mujmal,

memberikan taqyid (pensyaratan) ayat-ayat al-Qur’an yang masih mutlaq dan

mentakhsis ayat al-Qur’an yang masih ‘Aam. Ketiga, menetapkan hukum yang

tidak terdapat dalam al-Qur’an.4 Fungsi hadis inipun diungkapkan dalam firman

Allah SWT. Surat al-Na฀l, 16: 44



















3

M.Quraisy Shihab. Tafsir Al-Mishbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an. (Jakarta : Lentera Hati, 2002). Cet. I. h. 113

4

(22)

“keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. dan Kami turunkan kepadamu al-Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan”

Fungsi hadis selainnya adalah sebagai sentral figur umat manusia dalam

menjaga keharmonisan seluruh alam. Sebagaimana tertera dalam al-Qur’an surat

Al-Anbiya : 107











Artinya : “dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.”

Upaya menjaga keharmonisan masyarakat ini terlihat jelas ketika

Rasulullah memberikan wasiat kepada salah seorang sahabat untuk menjauhi

hal-hal yang dapat memicu kemarahan,5 dan bahkan ia memberi solusi dalam

mengatasinya ketika kemarahan terjadi. Hal ini sangat penting disampaikan

karena hampir setiap kerusakan, permusuhan dan bahkan pembunuhan disebabkan

seseorang tidak bisa mengendalikan diri ketika marah. Salah satu solusi tersebut

beliau sampaikan kepada Abu Dzar al-Ghifari

ﺎَﻨَﺛﱠﺪَﺣ

ُﺪَﻤْﺣَأ

ُﻦْﺑ

ٍﻞَﺒْﻨَﺣ

ﺎَﻨَﺛﱠﺪَﺣ

ﻮُﺑَأ

َﺔَﯾِوﺎَﻌُﻣ

ﺎَﻨَﺛﱠﺪَﺣ

ُدُواَد

ُﻦْﺑ

ﻰِﺑَأ

ٍﺪْﻨِھ

ْﻦَﻋ

ﻰِﺑَأ

ِبْﺮَﺣ

ِﻦْﺑ

ِدَﻮْﺳَﻷا

ْﻦَﻋ

ﻰِﺑَأ

ﱟرَذ

َلﺎَﻗ

ﱠنِإ

َلﻮُﺳَر

ِﮫﱠﻠﻟا

ﻰﻠﺻ

ﷲا

ﮫﯿﻠﻋ

ﻢﻠﺳو

َلﺎَﻗ

ﺎَﻨَﻟ

اَذِإ

َﺐِﻀَﻏ

ْﻢُﻛُﺪَﺣَأ

َﻮُھَو

ٌﻢِﺋﺎَﻗ

ْﺲِﻠْﺠَﯿْﻠَﻓ

ْنِﺈَﻓ

َﺐَھَذ

ُﮫْﻨَﻋ

ُﺐَﻀَﻐْﻟا

ﱠﻻِإَو

ْﻊِﺠَﻄْﻀَﯿْﻠَﻓ

“Menceritakan pada kami Ahmad bin Hanbal, menceritakan pada kami Abu Muawiyah, menceritakan pada kami Daud bin Abi Hind, dari Abi Harb bin Abi Al-Aswad, dari Abi Dzar. Ia berkata sesungguhnya Rasulullah bersabda pada kami, “Apabila salah satu dari kalian marah dan dalam keadaan berdiri maka duduklah jika itu dapat menghilangkan marah, jika tidak maka berbaringlah.”6

5

Al-H฀fi฀ Ibnu Hajar al-Asqal฀n฀. Fathul Bari Syarah Shahih Al-Bukhari.

Penerjemah Amiruddin (Jakarta : Pustaka Azzam, 2008), Jilid 29. h. 397

6

(23)

Marah merupakan tabi’at manusia. Jadi memiliki rasa marah bukan suatu

yang dilarang tetapi hendaknya seorang dapat mengendalikannya. Salah satu

solusi pengendalian marah ini adalah dengan cara duduk atau berbaring.

Bicara tentang pengendalian marah, al-Qur’an juga memerintahkan agar

seorang dapat menguasai emosi marah. Sebab pada saat seorang sedang marah,

maka pemikirannya tidak berfungsi dan ia kehilangan kemampuan untuk

mengambil keputusan yang benar.7 Ketika seorang marah cendrung mengarah

kepada berlaku agresif dan emosi yang tak terkontrol. Akal pikiran dan hatinya

terkalahkan oleh motivasi marah yang memuncak. Akibatnya dapat merugikan

dirinya seperti lelah fisik dan mental, maupun orang lain seperti tindakan agresif

yang bisa mencederai atau mengancam nyawa orang lain.8

Kendati hadis sebagai penjelas al-Qur’an dan sebagai sentral figur manusia

dalam mengatasi marah, hadis tersebut perlu diteliti kembali kemurniannya agar

ajaran yang disandarkan kepada Nabi SAW dapat dipertanggung jawabkan.9

Sebab di dalam tubuh hadis tak terlepas dari permasalahan-permasalahan yang

mengakibatkan kualitas hadis menjadi shahih, hasan, dhaif, dan bahkan maudu’.

Pokok permasalahan hadis secara umum adalah menyangkut kualitas hadis,

pemahaman hadis sampai pada aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari.

Sentralnya adalah sanad dan matan hadis, keduanya merupakan unsur penting

yang saling berkaitan erat menentukan keberadaan dan kualitas suatu hadis.

7

Muhammad Usman Najati. Al-Qur’an dan Psikologi. Penerjemah M.Zaka Al-Farisi (Jakarta: Aras Pustaka, 2003). Cet. III. h. 83

8

M. Darwis Hude. Emosi Penjelajahan Religio Psikologis tentang Emosi Manusia di dalam Alquran. (T.tp.: Erlangga. 2006). H. 162

9

(24)

Sehingga kekosongan salah satunya akan berpegaruh, dan bahkan merusak

eksistensi dan kualitas suatu hadis.

Pergeseran keotentikan hadis tersebut secara umum diakibatkan oleh dua

faktor, yaitu faktor eksternal dan faktor internal. faktor eksternal di antara yakni

adanya perbedaan pencatatan dan penghimpunan hadis Nabi SAW dengan sejarah

pencatatan dan penghimpunan al-Qur’an.10 Untuk al-Qur'an, semua

periwayatanya berlangsung secara mutawatir. Sedang untuk hadits, sebagian

periwatannya berlangsung secara mutawatir dan sebagian lagi berlangsung ahad.

Dengan demikian ada kemungkinan-kemungkinan terjadi pemalsuan hadis di

dalamnya.

Selain itu, dalam perjalanan sejarah telah terjadi pemalsuan hadis pada

peristiwa pergolakan politik antara kubu Muawiyah bin Abi Sufyan (w. 60 H/680

M) dan kubu Ali bin Abi Thalib (memerintah 35-40 H/656-661 M).

Masing-masing ingin meligitimasi pendapatnya dengan al-Qur’an dan As-Sunnah sampai

melakukan pemalsuan hadis.11 Sesunggguhnya Pemalsuan ini bukan saja

dilakukan oleh umat muslim tetapi juga oleh non muslim. Motivasi orang-orang

melakukan pemalsuan hadis ialah untuk : Pertama, membela kepentingan politik ;

Kedua, menyesatkan umat Islam ; ketiga, membela ras, suku, negara dan imam ;

keempat, memikat hati orang yang mendengarkan kisah yang dikemukakannya ;

kelima, menjadikan orang lain lebih zahid ; keenam, perbedaan Mazhab dan

Teologi ; ketujuh, memperoleh perhatian dari penguasa.12 Dalam pemalsuan hadis

10

M.Syuhudi Ismail. Kaidah Kesahihan Sanad Hadis. (Jakarta : Bulan Bintang, 2005). Cet. 3. h. xiii

11

Muhammad ‘Ajaj Al-Khathib. Ushul Al-Hadis. Penerjemah Qodirun Nur dan Ahmad Musyafiq. (Jakarta : Gaya Media Pratama, 2007). Cet. IV. h. 353

12

(25)

tersebut ada yang bersifat sengaja dan ada yang bersifat tidak sengaja, meski

demikian, pemalsuan tetap merupakan perbuatan tercela.13 Berdasarkan fenomena

di atas, dalam rangka menetapkan hujjah yang benar-benar murni bersumber dari

Nabi Muhammad SAW. maka melakukan penelitian kemurnian hadis adalah

suatu keniscayaan.

Adapun faktor yang mengemukakan dari sisi internal, adalah faktor yang

bersangkutan dari figur Nabi SAW sebagai figur sentral. Keberadaan Nabi dalam

berbagai posisi dan fungsinya menjadi acuan untuk memahami hadis. Karena

masyarakat manusia pada setiap generasi dan tempat, selain memiliki berbagai

kesamaan, juga memiliki berbagai perbedaan.14 Menurut petunjuk al-Qur’an, Nabi

Muhammad selain dinyatakan sebagai Rasulullah juga dinyatakan sebagai

manusia biasa.15 Dengan kata lain, Nabi SAW hidup tidak di ruang yang hampa.

Oleh karena itu, dalam memahami hadis tidak boleh mengabaikan kondisi Nabi

Muhammad SAW dan kondisi suatu masyarakat tertentu ketika kontak

komunikasi itu berlangsung. Patut diingat bahwa pengaruh sosial merupakan hal

yang sentral dalam interaksi manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh

karena itu, untuk memahami hadis Nabi perlu mempertimbangkan beberapa hal :

pertama, bentuk matan dan cakupan petunjuknya ; kedua, fungsi Nabi

Muhammad saw ; dan ketiga, latar belakang terjadinya hadis.16

13

M.Syuhudi Ismail. Kaidah Kesahihan Sanad Hadis. (Jakarta: Bulan Bintang, 2005). Cet. 3. h. 111

14

M.Syuhudi Ismail. Paradigma Baru Memahami Hadis Nabi. (Jakarta: Intimedia dan Insan Cemerlang, Tanpa tahun). Cet. I. h. 189

15

M.Syuhudi Ismail. Hadis Nabi yang Tekstual dan Kontekstual .(Jakarta: Bulan Bintang, 1994). Cet. I. h. 4

16

(26)

Berdasarkan paradigma di atas, melakukan penelitian ulang hadis

merupakan suatu keniscayaan sebagai usaha menemukan kekeliruan dalam rangka

menemukan kebenaran. Penelitian ini bukan meragukan keseluruhan hadis Nabi

SAW tetapi lebih kepada kehati-hatian dalam pengambilan dasar hukum dalam

agama.

Berdasarkan uraian di atas menunjukan betapa pentingnya melakukan

penelitian hadis baik sanad maupun matan. Dari sini akan nampak mana yang

benar-benar hadis dan mana yang bukan hadis, atau mana hadis yang kuat sebagai

hujjah dan mana hadis yang lemah. Setelah itu, bagaimana memahami pesannya

untuk diaplikasikan. Oleh karena itu, penulis termotivasi untuk membahas

kualitas hadis melalui kritik sanad dan matan juga bagiaman memahami

kandungannya. Maka penulis menetapkan judul KUALITAS HADIS NABI

TENTANG PENANGGULANAGAN MARAH DENGAN CARA DUDUK

(27)

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Agar lebih fokus kepada satu kosentrasi dalam penulisan skripsi ini, penulis

merasa perlu membatasi permasalahan sebagai berikut:

1. Dalam melakukan penelitian ini, penulis akan meneliti hadis dari dua segi,

yaitu sanad dan matan hadis.

2. Berdasarkan informasi yang penulis dapat dari kitab-kitab hadis, bahwa

hadis yang berbicara tentang penanggulan marah ini di antaranya terdapat

pada kitab Sunan Abu Daud dan Musnad Ahmad bin Hanbal. Dalam hadis

tersebut berisikan upaya dalam meredakan marah ketika berdiri dengan cara

duduk atau berbaring, dan di dalam dua kitab hadis tersebut pula berisikan

upaya meredakan marah dengan cara berwudu, dengan cara shalat, dan

dengan cara diam. Dari data ini, yang menjadi objek penelitian penulis

adalah hadis riwayat Ahmad bin Hanbal yang berisikan tentang upaya

penanggulangan marah ketika berdiri dengan cara duduk atau berbaring.

Alasannya, Ahmad bin Hanbal adalah muhadis yang kitabnya termasuk

dalam kutub al-Kutub al-Tis’ah, di dalamnya terdapat pula hadis-hadis

dha’if. Selain itu pembahasan penanggulangan marah dengan cara duduk

atau berbaring ini belum ada yang meneliti secara khusus baik sanad

maupun matan.

Setelah pembatasan masalah tersebut, maka penulis merumuskan dengan

pertanyaan :

1. Bagaimana kualitas sanad dan matan hadis tentang penanggulangan marah

dengan cara duduk atau berbaring dalam kitab Musnad Ahmad bin Hanbal ?

(28)

mengatasi kemarahan di saat beridir dengan cara duduk atau berbaring serta

bagaiamana pemahamannya ketika dikaitkan dengan ilmu psikologi ?

C. Tinjauan Pustaka

Untuk menghindari terjadinya kesamaan pembahasan pada skripsi ini

dengan skripsi yang lain, penulis menelusuri kajian-kajian yang pernah dilakukan

orang atau memiliki unsur kesamaan. Selanjutnya hasil penelusuran ini akan

menjadi acuan penulis untuk tidak mengangkat judul yang sama, sehingga

diharapkan kajian ini tidak terkesan plagiat dari kajian yang telah ada.

Berdasarkan hasil penelusuran, penulis menemukan ada satu karya yang

membahas permasalahan ini, yaitu Skripsi oleh Warsito dengan judul “Cara

Mengatasi Marah Perspektif Hadis” tahun 2006, no.1900. Skripsi ini membahas

tentang bagaimana cara-cara mengatasi kemarahan berdasarkan petunjuk Nabi,

yang dilakukan dengan cara mengumpulkan hadis-hadis yang berkaitan tanpa

memaparkan kualitas hadis, kamudian dipahami dengan ilmu psikologi.

Dari tinjauan di atas, dapat penulis katakan bahwa pembahasan skripsi ini

berbeda dengan karya tersebut, karena penulis membahas lebih khusus pada 1

hadis tentang penanggulangan marah ketika berdiri dengan cara duduk atau

berbaring dalam kitab Musnad Ahmad bin Hanbal, lalu dilakukan kritik sanad dan

matan hadis untuk mengungkap kualitas hadis. Kemudian memahamainya dengan

(29)

D. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui kualitas sanad dan matan hadis

2. Untuk mengethuai korelasinya antara marah dengan duduk dan bagaimana

pemahaman kandungan hadis ketika dikaitkan dengan ilmu psikologi.

3. Untuk menambah khazanah keilmuan bagi penulis dan kaum muslimin pada

umumnya.

4. Untuk memenuhi tugas dan syarat dalam menyelesaikan gelar sarjana

setrata satu (S1) pada Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

E. Metodologi Penelitian

1. Pengumpulan Data

Untuk mengumpulkan dan meneliti data dalam skripsi ini, penulis

menggunakan metode penelitian kepustakaan (library Reseach) sepenuhnya.

Yaitu Dengan menelaah beberapa literatur yang relevan dengan pokok

pemabahsan skripsi.

2. Metode Pembahsan

Dalam pembahasan ini, penulis menggunakan metode deskriptif analitis,

yaitu sebuah metode dengan terlebih dahulu data yang diperoleh

dikumpulkan lalu digambarkan permasalahan yang dibahas lalu dianalisis

lebih lanjut, kemudian ditarik kesimpulan.

3. Teknik Penulisan

(30)

berjudul Pedoman penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis dan Disertasi)-

yang disusun oleh Hamid Nasuhi, dkk. Terbitan CeQDA (Center for Quality

Development and Assurance) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2007.

F. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini penulis mengklasifikasi menjadi lima bab dan

setiap bab dibagi menjadi beberapa sub-sub yang setiap sub saling berkaitan.

Sistematika penulisan tersebut berikut ini :

Bab pertama pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang masalah,

identifikasi, pembatasan dan perumusan masalah, tinjauan pustaka, tujuan

penelitian, metodologi penelitian, dan sistematikan penulisan.

Bab kedua berisikan tinjauan umum tentang Marah. Meliputi pengertian

Marah, Pemicu Kemarahan, Ekspresi Marah, dan Penanggulangan Gejolak

Marah dalam Ilmu Psikologi

Bab ketiga berisi kegiatan penelitian sanad hadis. Yang terdiri dari, Kriteria

Keshahihan Sanad Hadis, Kegiatan Takhrij Hadis, Kegiatan I’tibar, dan Penelitian

Sanad

Bab keempat berisikan kegiatan penelitian matan hadis. Yang terdiri dari,

Meneliti Matan dengan Melihat Kualitas Sanad, Meneliti Matan yang Semakna,

Meneliti Kandungan Matan Hadis, dan Memahami Matan Hadis dengan

Pendekatan Ilmu Psikologi

(31)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG MARAH

A. Pengertian Marah

Marah dalam bahasa Arab yaitu Gha฀ab. Kata Gha฀ab berasal dari akar

kata Gha฀iba – Yagh฀abu – Gha฀aban berarti marah.1 Marah berarti gusar,

jengkel, muak dan sangat tidak senang karena diri diperlakukan tidak sepantasnya.

Marah-marah sebagai kata kerja yang berarti berkali-kali marah ; mengeluarkan

kata-kata atau menunjukan sikap sebagai pelampiasan marah.2

Menurut istilah, marah berarti perubahan internal atau emosional yang

menimbulkan penyerangan dan penyiksaan guna mengobati apa yang ada di

dalam hati.3 Jadi, marah setiap orang adalah keadaan jiwanya, yang tampak secara

nyata pada perubahan jasmaninya.

Beberapa perspektif lain tentang definisi marah diantaranya: Menurut DR.

Sarlito Wirawan Sarwono, “Marah adalah emosi yang timbul terhadap suatu yang

menjengkelkan.”4 Imam Ghazali menerangkan bahwa marah bagaikan nyala api

yang menyala berkobar-kobar, menyerang bergerak dan bergejolak dalam hati

manusia.5

Rochelle Semmel Albin, menjelaskan bahwa “Rasa marah menunjukkan

bahwa perasaan kita sudah tersinggung oleh seseorang, atau sesuatu sudah tidak

1

Ahmad Warson Munawir. Al-Munawwar Kamus Arab – Indonesia (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), h. 1008

2

EM Zul Fajri dan Ratu Aprilia Sanjaya. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (T.tp.: Difa Publisher, t.t.), h. 550

3

Yadi Purwanto, dan Rachmat Mulyono. Psikologi Marah Perspektif Psikologi Islami

(PT. Refika Aditama : Bandung, 2006), h. 7

4

Sarlito Wirawan Sarwono. Pengantar Umum Psikologi (Jakarta: Bulan Bintang, 2000), Cet. VIII. h. 53

5

Im฀m Ab฀ H฀mid Mu฀ammad bin Mu฀ammad al-Ghaz฀li. I฀ya’ ‘Ul฀muddin

(32)

baik. Misalnya, seorang akan marah apabila tidak jadi dipromosikan ke jabatan

lebih tinggi karena jabatan itu diberikan kepada orang lain.”6 Dalam hal ini marah

sebagai suatu emosi yang disebabkan karena seseorang menghadapi suatu keadaan

yang tidak disukainya, atau bertentangan dengan kemauannya.

Abdul Rahman Shaleh, menyatakan bahwa “Sumber utama dari kemarahan

adalah hal-hal yang mengganggu aktivitas untuk mencapai tujuannya.”7

Tristiadi Ardi Ardani sedikit menambahkan atas perspektif sebelumnya

bahwa “Marah merupakan suatu emosi yang membantu manusia dalam menjaga

dirinya. Pada waktu seseorang sedang marah, energinya guna melakukan upaya

fisik yang keras semakin meningkat. Hal ini memungkinkannya untuk

mempertahankan diri atau menaklukan segala hambatan yang menghadang dalam

upaya mencapai tujuannya. Terkadang penyaluran emosi marah ini bisa berupa

memusuhi hal-hal yang menghambat pencapaian tujuannya. Namun ada kalanya

dengan pengalihan atau meluapkan pada hal lain yang tidak berhubungan dengan

tujuannya atau penyebab marahnya. Emosi marah ini bisa membuat macetnya

kemampuan berpikir yang sehat.”8

Dari pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa marah adalah

bentuk ekspresi manusia untuk melampiaskan ketidakpuasan, kekecewaan atau

kesalahannya ketika terjadi gejolak emosional yang tidak terkendalikan. Dalam

hal ini terdapat dua kategori marah, yaitu marah yang bersifat positif dan marah

yang bersifat negatif. Marah yang bersifat positif ialah marah yang terkendalikan

6

Rochelle Semmel Albin. Emosi Bagaimana mengenal, menerima dan mengarahkannya.

Penerjemah Sr. M. Brigid, OSF (Yogyakarta: Kanisius, 1986), h. 50

7

Abdul Rahman Shaleh. Psikologi Suatu Pengantar dalam Perspektif Islam (Jakarta: Kencana, 2008), Cet. III. h. 176

8

(33)

akal sehat dan marah yang bersifat negatif ialah marah yang tidak terkendalikan

akal sehat.

Marah merupakan bagian dari emosi dasar manusia. Term emosi dalam

pemakaian sehari-hari sangat berbeda dengan pengertian emosi dalam psikologi.

Emosi dalam pemakaian sehari-hari mengacu kepada ketegangan yang terjadi

pada individu akibat dari tingkat kemarahan yang tinggi. Seorang yang

membanting gelas karena merasa harga dirinya dilecehkan orang lain, dengan

mudah dikategorikan sedang dalam keadaan emosi. Dengan kata lain, orang yang

berubah nada suara, raut muka, atau tingkah lakkunya karena marah, biasanya

diperingatkan agar jangan bertindak emosional. Ungkapan semacam itu jarang

muncul pada peristiwa-peristiwa seperti kaget, ketakutan, senang, atau karena

suatu yang menjijikan, kendati semua peristiwa tersebut masuk dalam kategori

emosi. Karena emosi lazim dipahami oleh masyarakat sebagai ekspresi marah.9

Dari segi etimologi, emosi berasal dari akar kata bahasa Latin ‘movere’

yang berarti ‘menggerakan, bergerak.’ Kemudian ditambahkan dengan awalan

‘e-‘ untuk memberi arti ‘e-‘bergerak menjauh.’10 Emosi adalah suatu perasaan dan

pikiran khasnya, suatu keadaan biologis dan psikologis, serta serangkaian

kecenderungan untuk bertindak.11

Oleh karena itu yang dimaksud dengan emosi di sini bukan terbatas pada

emosi atau perasaan marah saja, tetapi meliputi setiap keadaan pada diri seseorang

9

M.Darwis Hude. Emosi Penjelajahan Religio Psikologis tentang Emosi Manusia di dalam Alquran (T.tp.: Erlangga. 2006), h. 15

10

M.Darwis Hude. Emosi Penjelajahan Religio Psikologis tentang Emosi Manusia di dalam Alquran (T.tp.: Erlangga. 2006), h. 16

11

(34)

yang disertai dengan perasaan senang atau tidak senang, baik pada tingkatan yang

lemah atau dangkal maupun pada tingkatan kuat atau mendalam.

Agar lebih jelas, di bawah ini merupakan jenis-jenis emosi. Seperti

ditunjukan oleh Daniel Goleman yang mempunyai daftar emosi telatif lengkap,

daftar emosi tersebut sebagai berikut :

Amarah (Anger) : beringas (fury), mengamuk (ourage), benci (resentment),

marah besar (wrath), jengkel (exasperation), kesal hati (indigination), terganggu

(vexation), rasa pahit (acrimony), berang (animosity), tersinggung (annoyance),

bermusuhan (irritability), kekerasan (hostility), kebencian patologis (violence).

Kesedihan (Sadness) : pedih, sedih, muram, suram, melankolis, mengasihani

diri, kesepian, ditolak, putus asa, depresi berat.

Rasa takut (Fear) : cemas, takut, gugup, kawatir, waswas, perasaan takut

sekali, waspada, sedih, tidak tenang, ngeri, takut sekali, sampai dengan paling

parah, fobia, dan panic.

Kenikmatan (Enjoyment) : bahagia, gembira, ringan, puas, riang, senang,

terhibur, bangga, kenikmatan indrawi, takjub rasa terpesona, rasa puas, rasa

terpenuhi, kegirangan luar biasa, senang, sengan sekali, hingga yang paling

ekstrem, mania.

Cinta (love) : penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa

dekat, bakti, hormat, kasmaran, kasih.

Terkejut (Surprise) : terkejut, terpana. Dan Jengkel (Disgust) : hina, jijik,

(35)

Malu (Shame) : rasa salah, malu hati, kesal hati, sesal, aib, hati hancur lebur,

perasaan sedih atau dosa yang mendalam.12

B. Pemicu Kemarahan

Kemarahan merupakan suatu gejolak kehidupan. Jika seorang naik darah

atau berbuat kekeliruan, pekerkjaan dan kegiatan mungkin terganggu, suasana

kerja yang menyebalkan. Demikianlah kehidupan. Namun, jika episode-episode

kemarahan ini mulai sering terjadi dan memakan waktu lebih lama, hal itu tak bisa

lagi dipandang sekedar gejolak hidup biasa. Kemarahan sebagai pengganggu rutin

dapat sangat melelahkan dan merampas kenyamanan hingga perlu mengadakan

perubahan.13 Untuk menghindari gangguan itu, Rasulullah SAW berwasiat kepada

seorang sahabat agar dapat menghindari hal-hal yang dapat memicu kemarahan.

َﻋ

ْﻦ

َاِﺑ

ْﻲ

ُھ

َﺮ

ْﯾ

َﺮ

َة

َر

ِﺿ

َﻲ

ُﷲا

َﻋ

ْﻨ

ُﮫ

َا

ﱠن

َر

ُﺟ

َﻗ َﻼ

َلﺎ

ِﻟ

ﱠﻨﻠ

ِﺒ

َﺻ ﱢﻲ

ﱠﻠ

ُﷲا ﻰ

َﻋ

َﻠْﯿ

ِﮫ

َو

َﺳ

ﱠﻠَﻢ

ﻰِﻨِﺻْوَأ :

َﻗ ،

َلﺎ

َﻟ :

َﺗْﻐ

َﻀ

ْﺐ

َﻓ .

َﺮ

ﱠد

ِﻣ

َﺮ

َﻗ ،اًرا

َلﺎ

َﻟ :

َﺗ ﺎ

ْﻐ

َﻀ

ْﺐ

Dari Abu Hurairah RA. “Seseorang berkata kepada Nabi SAW,

‘Berwasiatlah kepadaku’. Beliau bersabda. ‘Jangan marah’ orang itu

mengulanginya beberapa kali dan beliau bersabda, ‘Jangan marah’.”14

Emosi marah bukan hal yang dilarang, karena ia merupakan naluri yang

tidak hilang dari tabi’at seseorang. maksud kata larangan di atas adalah sesuatu

usaha untuk mengendalikannhya dengan latihan. Seperti pendapat Al-Khaththabi,

“makna sabda Nabi SAW ‘Jangan marah’ adalah jauhi sebab-sebab yang

12

Agus Efendi. Revolusi Kecerdasan Abad 21 Kritik MI, EI, SQ, AQ & Successful intelligence atas IQ (Bandung: Alfabeta, 2005), Cet. I. h. 177

13

W. Robert Nay, Ph.D. Mengelola Kemarahan Trampil Menangani Konflik, Melegakan Hubungan, dan Mengekspresikan Diri Tanpa Lepas Kendali. Penerjemah Leinovar Bahfein (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2007), Cet. I. h. 43

14

Al-H฀fi฀ Ibnu Hajar al-Asqal฀n฀. Fathul Bari Syarah Shahih Al-Bukhari.

(36)

menimbulkan kemarahan dan jangan mendekati hal-hal yang mengarah

kepadanya.”15

Oleh karena itu, seorang perlu terlebih dahulu mengenali hal-hal yang dapat

menyebabkan kemarahan. Secara garis besar sebab yang menimbulkan marah itu

terdiri dari faktor fisik dan faktor psikis.16

A. Faktor Fisik

Faktor fisik antara lain: kelelahan yang berlebihan, zat-zat tertentu yang

menyebabkan marah, hormon kelamin pun dapat mempengaruhi kemarahan

seperti pada saat wanita sedang menstruasi. Berikut ini dampak-dampak lain yang

dapat ditimbulkan oleh lima faktor terhadap ketahanan emosi.17

1. Tidur

Tidur yang cukup memulihkan kemampuan seorang untuk berfikir jernih

dan bersikap tenang. Kurang tidur cenderung membuat orang lebih mudah jengkel

dan labil emosinya. Penelitian baru-baru ini menunjukkan bahwa orang dewasa

rata-rata butuh tidur minimal delapan jam sehari. Sementara remaja butuh lebih

banyak lagi. Kurang olah raga, jadwal tidur yang tidak teratur, stress yang tidak

tertangani, obat-obatan tertentu, penggunaan alkohol yang berlebihan,

masalah-masalah kesehatan seperti kelainan tidur (sleep apnea), dan kebiasaan tidur yang

buruk termasuk di antara faktor yang mengganggu tercapainya tidur yang nyenyak

di malam hari.

15

Al-H฀fi฀ Ibnu Hajar al-Asqal฀n฀. Fathul Bari Syarah Shahih Al-Bukhari.

Penerjemah Amiruddin (Jakarta : Pustaka Azzam, 2008), Jilid 29. h.400

16

Yadi Purwanto, dan Rachmat Mulyono. Psikologi Marah Perspektif Psikologi Islami

(Bandung: PT. Refika Aditama, 2006), h. 18

17

(37)

2. Stres

Dengan tingkatan stress yang tinggi, seorang akan cenderung menjadi lebih

mudah jengkel dan memiliki daya tahan emosi yang lebih rendah. Tugas yang

terlalu banyak, tenggang waktu yang tidak realistis, perubahan hidup yang

signifikan, ketidakpastian, kecemesan, dan daya kendali yang rendah akan

meningkatkan ketegangan, mendorong seorang semakin dekat ke zona berbahaya

ketika pemicu amarah yang tak terduga muncul.

3. Bahan-Bahan Kimia

Alkohol, kafein, dan bahan-bahan kimia lain yang masuk ke tubuh, bisa

memperhebat emosi secara dramatis. Tidak seperti slogan yang umum diketahui,

alkohol tidak serta-merta membuat konsumen merasa gembira dan rileks. Jika

seorang dari awal sudah merasa kesal, sedih atau gelisah, alkohol cendrung akan

memperhebat perasaan tersebut, karena bahan ini menekan pusat dalam otak yang

sedianya memungkinkan seorang mengendalikan emosi. Kafein memperbesar

tingkat ketegangan dan dapat memperhebat rasa jengkel dan stress. Banyak pula

obat-obatan terlarang yang melemahkan kemampuan seorang untuk berfikir

jernih, meningkatkan emosi, dan secara khusus terkait dengan sikap-sikap agresif.

Jadi adalah penting untuk meneliti efek samping sebelum mengonsumsi

bahan makanan dan obat-obatan yang mengandung bahan kimia.

4. Makanan

Nutrisi yang cukup dan memadai adalah keharusan untuk mempertahankan

fleksibilitas dan memperkecil intensitas emosi. Ketika seorang lupa sarapan atau

makan siang misalnya, maka level gula darah akan menurun tajam. Begitupun

(38)

meningkatkan kecenderungan naik-turunnya suasana hati yang bisa

mempengaruhi kemampuan menghadapi pemicu amarah berikutnya secara

konsisten. Akibatnya seorang menjadi lebih mudah marah dan letih, dan

kemampuan untuk berpikir jernih menurun. Menyantap makanan yang seimbang

dan memastikan memperoleh vitamin dan mineral yang penting, akan

meningkatkan daya tahan emosi dalam mengahapi apa pun yang muncul.

5. Penyakit

Ketika seorang terserang penyakit atau merasakan sakit, daya fleksibilitas

menurun. Saat sakit kepala, sakit perut, atau penderitaan kala terserang pilek atau

flu berat, sumber daya dalam diri kita terfokus kepada penyembuhan. Sebagai

akibatnya energi yang tersisa untuk menghadapi kejadian-kejadian yang

menyesakan dada menjadi kecil. Kondisi tersebut dapat mengacaukan kosentrasi

seorang untuk dapat sepenuhnya terfokus pada aspek-aspek penting dari suatu

situasi yang bisa menyulut kemarahan.

B. Faktor Psikis

Faktor psikis yang menimbulkan marah adalah erat kaitannya dengan

kepribadian seseorang. terutama sekali menyangkut apa yang disebut “self

concept yang salah” yaitu anggapan seseorang terhadap dirinya yang salah. Self

concept yang salah manghasilkan pribadi yang tidak seimbang. Karena seseorang

akan menilai dirinya sangat berlainan sekali dengan kenyataan yang ada. Self

concept yang salah terdapat tiga bagian yaitu:18

1. Rasa rendah diri, yaitu menilai dirinya sendiri lebih rendah dari yang

sebenarnya. Orang semacam ini mudah sekali tersinggung karena segala

18

Yadi Purwanto dan Rachmat Mulyono. Psikologi Marah Perspektif Psikologi Islami

(39)

sesuatu dinilai sebagai yang merendahkannya, akibatnya wajar. Ia mudah

sekali marah.

2. Sombong, yaitu menilai dirinya sendiri lebih dari kenyataan yang

sebenarnya. Jadi merupakan sifat kebalikan sifat dari rasa rendah diri. Orang

yang sombong terlalu menuntut banyak pujian bagi dirinya. Jika yang

diharapkan tidak terpenuhi, ia wajar sekali marahnya.

3. Egoistis atau terlalu mementingkan diri sendiri, yang menilai dirinya sangat

penting melebihi kenyataan. Orang yang bersifat demikian akan mudah

marah karena selalu terbentur pada pergaulan sosial yang bersifat apatis

(masa bodoh), sehingga orang yang egoistis tersebut merasa tidak

diperlakukan dengan semestinya dalam pergaulan sosial.

C. Ekspresi Marah

Sebenarnya marah adalah suatu emosi penting yang memberi tahu bahwa

seorang perlu menyelesaikan suatu masalah. Menurut Triantoro Safari dan

Nofrans Eka Saputra dengan mengutip Greenberg dan Watson, 2002, bahwa

“Emosi marah bisa bersifat protektif, konstruktif, tetapi dapat juga bisa menjadi

destruktif.”19

Sayangnya emosi marah pada perakteknya tidak dimanfaatkan sebagai

resolusi masalah. Hal ini dikarenakan ketidak sadaran untuk melihat bahwa marah

atau cara seorang mengekspresikan kemarahan itu sendiri telah menjadi sebuah

masalah. Sesungguhnya kemarahan menjadi masalah jika memiliki dampak

19

(40)

tertentu bagi diri yang bersangkutan dan kehidupannya.20 Dampak marah tersebut

dapat dilihat jika kemarahan berdampak buruk terhadap orang lain,

mempengaruhi efisiensi dan performa peribadi, dan memperngaruhi kualitas

kesehatan21.

Para ilmuan sepakat bahwa budaya menentukan penyebab munculnya emosi

pada seseorang. Seperti pada perasaan marah merupakan emosi universal, namun

cara pengekspresian rasa marah pada satu budaya akan berbeda dengan cara

pengekspresian rasa marah pada budaya lainnya, entah itu terasa baik atau buruk,

mengerikan atau menakjubkan, berguna atau destruktif.22 Begitupun kemampuan

untuk merasa jijik berlaku universal, namun penyebab timbulnya rasa jijik akan

mengalami perubahan sejalan dengan tahapan perkembangan, dan penyebab rasa

jijik juga berbeda-beda pada tiap budaya. Pada beberapa budaya, orang merasa

jijik terhadap ulat (yang dianggap ahli botani sebagai hewan yang cantik, dan

dianggap sebagai santapan yang lezat oleh suku Dani di Papua).23

Beberapa karakteristik dalam ekspresi kemarahan atau dikenal dengan

istilah wajah-wajah kemarahan oleh W.Robert Nay, PH.D, di antaranya berikut

ini:24

20

W. Robert Nay, Ph.D. Mengelola Kemarahan Trampil Menangani Konflik, Melegakan Hubungan, dan Mengekspresikan Diri Tanpa Lepas Kendali. Penerjemah Leinovar Bahfein (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2007), Cet. I. h. 38-39

21

W. Robert Nay, Ph.D. Mengelola Kemarahan Trampil Menangani Konflik, Melegakan Hubungan, dan Mengekspresikan Diri Tanpa Lepas Kendali. Penerjemah Leinovar Bahfein (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2007), Cet. I. h.39-42

22

Carole Wade dan Carol Tavis. Psychology, 9th Edition. Penerjema Padang Mursalin dan Dinastuti (Jakarta: Erlangga, 2007), Jilid 2. h. 129

23

Carole Wade dan Carol Tavis. Psychology, 9th Edition. Penerjemah Padang Mursalin dan Dinastuti(Jakarta: Erlangga, 2007), Jilid 2. h. 130

24

(41)

1. Pasif-Agresif

Pasif-Agresif yaitu menahan pujian, perhatian, atau kepedulian. Mungkin,

“melupakan” atau tidak menaati komitmen. Menjaga jarak ketika marah. Atau

melakukan sesuatu yang diketahui dapat membuat kesal orang lain.

2. Sarkasme

Sarkasme yaitu melontarkan “banyolan” atau sindirian yang menyakitkan

orang lain. Membuka aib seseorang dihadapan orang lain atau

mempermalukannya di depan umum. Mengeraskan suara dan sikap yang dapat

membuat orang muak atau tidak senang.

3. Kemarahan dingin

Kemarahan dingin yaitu menjauhkan diri dari orang lain selama beberapa

waktu. Menjaga jarak. Menolak menunjukan apa yang menjadi masalah.

Cenderung menghindari pembicaraan emosional ketika marah.

4. Permusuhan

Permusuhan yaitu menunjukan suatu gejolak perasaan, meninggikan volume

suara, seperti lebih tertekan. Berlaku seolah-olah diburu waktu. Secara jelas

menunjukan tanda-tanda frustasi dan kekesalan terhadap orang lain yang lamban

atau tidak memenuhi ekspektasi kompetensi dan kinerja yang tinggi.

5. Agresif

Agresif yaitu suara yang meninggi, melontarkan kata-kata keras dan atau

menghina. Kutukan, sumpah serapah, dan tuduhan. Memiliki pikiran atau

gambaran mental untuk menyakiti orang lain. Menumpahkan kemarahan dengan

[image:41.612.131.536.150.436.2]
(42)

D. Penanggulangan Gejolak Marah dalam Ilmu Psikologi

Jika seorang pernah diminta untuk santai, tenang, atau sabar ketika gejolak

amarah sedang memuncak. Permintaan-permintaan seperti di atas hanya sedikit

ucapan menimbulkan efek yang jauh berbeda dari yang diharapkan, bahkan sering

kali justru memperburuk keadaan. Setidaknya, ucapan semacam itu tidak memiliki

pengaruh apa pun terhadap gejolak yang tengah dirasakan. Berpindah ke posisi

tenang begitu gejolak muncul bukanlah sesuatu yang mudah dilakukan, karena itu

akan menentang seluruh respons fisiologi yang mempersenjatai seorang sejak

lahir.

Marah merupakan emosi dasar manusia yang tak terelakan. Ketika emosi

marah menguasai manusia, kamampuan untuk berpikir jernih tidak dapat bekerja

dengan baik. Terkadang muncul darinya beberapa tindakan atau perkataan

permusuhan yang kemudian akan disesalinya manakala marahnya mereda.25 Pada

saat emosi marah meluap, pentinglah bagi seseorang untuk menahan serta

mengendalikan diri guna mengindari hal tersebut. Oleh karena itu, perlu

metode-metode untuk meredakan amarah dan kembali pada kondisi tenang dan rasional

ketika menemukan tanda-tanda mulai merasa marah dan kemarahan itu

memuncak melampaui kendali. Menurut W.Robert Nay. Ph.D ada beberapa

langkah dalam meredakan gejolak amarah yaitu:26

25

Muhammad Utsman Najati. Psikologi Dalam Al-Quran Terapi Qurani dalam Penyembuhan Gangguan Kejiwaan. Penerjemah M. Zaka Al-Farisi (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2005), Cet. I. h. 119

26

(43)

1. Napas Kehidupan: Pernapasan Diafragmatis untuk Mengelola Gejolak

Perubahan cara bernafas ini, yang disebut oleh Robert Nay sebagai

“pernapasan sinyal”, tidak hanya segera meredakan gejolak hingga ke skala

kemarahan yang lebih rendah, akan tetapi juga berguna untuk mengelola stres

sehari-hari, faktor yang memperhebat kemarahan. Ketika seorang tengah marah

jantung cenderung berdetak lebih cepat dari pada biasanya, maka dengan

melambatkan tingkat pernapasan akan membawa pada kondisi detak jantung jauh

lebih rileks dari sebelumnya.

2. Menegangkan Otot Tubuh Agar Menjadi Rileks

Relaksasi adalah salah satu teknik terapi perilaku. Kebanyakan masyarakat,

relaksasi diartikan sebagai pertisipasi dalam aktivitas olah raga, melihat TV, dan

rekreasi. Dipilihnya terapi relaksasi sebagai salah satu terapi mengendalikan

amarah, karena terapi ini efektif.27 Ketika seorang stres atau marah, otot-otot

bersiap untuk “bertarung atau mundur” dengan menegang, berancang-ancang

untuk beraksi. Dr. Edmund Jacobson, seorang psikolog di tahun 1920-an yang

dikutip oleh Robert Nay dalam bukunya menemukan bahwa respon relaksasi yang

mendalam bisa dicapai dengan mengajarkan pasien membedakan antara

ketegangan dengan relaksasi. Pendekatannya sangat sederhana. pasien

diperintahkan untuk menegangkan serangkaian kelompok otot, masing-masing

kurang lebih selama sepuluh sampai dua belas detik. Biasanya di mulai dengan

tangan dan jari-jari tangan dengan berkosentrasi pada apa yang dirasakan otot-otot

itu. Kemudian penegangan itu dikendurkan dan pasien memfokuskan perhatian

pada sensasi internal yang berhubungan dengan relaksasi. Pelemasan ini

27

Yadi Purwanto dan Rachmat Mulyono, Psikologi Marah Perspektif Psikologi Islami

(44)

membantu meredakan gejolak kemarahan. Keadaan ini akan diperoleh setelah

melakukan langkah-langkah berikut sebanyak tiga atau empat kali:

a. Mengepalkan tangan sambil mengangkat dan mengencangkan bahu

sekuat mungkin

b. Menekankan bagian atas lengannya ke kedua sisi dadanya sambil

mengencangkan hingga pektoralnya (otot-otot dadanya) kaku.

c. Memasukan otot-otot perutnya

d. Mengernyitkan atau mengkerutkan wajah dan mencoba mengencangkan

otot-otot wajah sebanyak mungkin

3. Ucapan Otogenik: Menyatakan Niat

Relaksasi otogenik memanfaatkan kekuatan sugesti. Jika seorang mulai

memfokuskan kewaspadaan pada salah satu bagian tubuh anda, nyatakanlah

dalam benak berulang kali bagaimana yang dirasakan bagian tubuh itu ketika telah

sepenuhnya rileks. Relaksasi otogenik, “oto” berarti sendiri dan “genik” berarti

berubah, dari bahasa latin sangat mudah dipelajari dan terdiri dari dua hal:

a. Fokuskan perhatian sepenuhnya pada tiap bagian tubuh ketika

menyatakan suatu ucapan dalam kepala yang menggambarkan apa yang

dirasakan bagian tubuh berdasarkan pengalaman rileks sebelumnya.

Misalnya, kata “lancar dan sejuk” atau “hangat dan lemas”.

b. Ulangi ucapan itu empat kali, nyatakan dengan lembut dan perlahan serta

hubungkan dengan menarik napas penuh secara perlahan-lahan

(45)

4. Khayalan: Membuka Jendela Mental Menuju Realitas yang Lebih Damai

Betapa imajinasi bisa sangat jelas. Mimpi terasa sangat nyata ketika seorang

baru saja terbangun, dengan mengulang peristiwa dalam pikiran membangkitkan

indra pengelihatan, penciuman, dan pendengaran seperti ketika pertama kali

merasakannya.

Memanfaatkan kemampuan untuk membuat bayangan itu nyata agar gejolak

kemarahan bisa diredakan. Membayangkan sebuah situasi secara jelas dapat

merangsang emosi-emosi yang serupa dengan apa yang benar-benar dialami.

Itulah sebabnya mengapa dengan hanya membayang-bayangkan pengalaman yang

memancing bisa memperpanjang rasa marah hingga berjam-jam atau bahkan

berhari-hari setelah kejadian sesungguhnya. Hendaknya sebaliknya,

membangkitkan bayangan yang positif bisa menjadi fondasi untuk bereaksi

terhadap sesuatu yang memicu kemarahan dengan sikap baru yang tenang.

5. Pengalihan yang Dapat Membantu

Hampir semua strategi yang manjur untuk mengalihkan fokus perhatian

pada sesuatu yang lebih netral, menonton atau menyibukan pikiran bisa

bermanfaat untuk melemahkan gejolak kemarahan. Pertimbangkanlah sejumlah

kemungkinan-kemungkinan yang mungkin bermanfaat ketika strategi-strategi

perbedaan kemarahan lainnya kurang berhasil menyejukan hati.

a. Berlahan lakukanlah hitungan mundur dari sepuluh hingga satu seraya

melepaskan ketegangan dan menghembuskan napas relaksasi yang

(46)

b. Bacalah sebuah puisi, dengarkan bagian refain lagu kesukaan, atau

bacalah suatu kalimat yang memiliki makna spiritual misalnya sebuah

ayat Quran, Injil, atau Taurat.

c. Berkosentrasilah pada sesuatu yang menyibukan pikiran, misalnya

mencoba mengingat daftar belanjaan, perencanaan pesta.

Oleh sebab itu, ketika sensasi-sensasi tubuh akibat kemarahan yang

meningkat memberi sinyal bahwa seorang perlu meredakan gejolak tersebut.

seorang bisa berhenti beraksi secara lisan belajar berpaling dengan duduk atau

berbaring sejenak untuk meraih kendali. Seperti yang dilakukan Todd, misalnya,

tidak bisa begitu saja meninggalkan tempat karena dia adalah orang penting di

rapat bisnis. Saat lainnya berbicara, dia bisa mencoba duduk, bersandar,

mengendurkan otot-ototnya, dan melakukan pernapasan relaksasi, sambil

mengulang pikiran yang menenangkan setiap kali menarik napas seperti yang

digambarkan sebelumnya.28 Sebab sensor-sensor proprioseptif dalam tubuh

mengirimkan sinyal posisi yang lebih rileks ini ke otak, dan tak lama kemudian

ketegangan menyurut. Selain itu, duduk akan memperkecil kemungkinan

berkembangnya amarah menjadi agresi, dan orang lain akan merasa tidak terlalu

terancam. Sebaliknya, berdiri dan bergerak kesana kemari memberi sinyal ke otak

untuk mempertahankan atau bahkan meningkatkan level gejolak amarah.29

28

W. Robert Nay, Ph.D. Mengelola Kemarahan Trampil Menangani Konflik, Melegakan Hubungan, dan Mengekspresikan Diri Tanpa Lepas Kendali. Penerjemah Leinovar Bahfein (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2007), Cet. I. h.151

29

(47)

BAB III

KEGIATAN PENELITIAN SANAD HADIS

A. Kriteria Keshahihan Sanad Hadis

Sanad1 hadis dapat dikatakan shahih jika telah sepenuhnya memenuhi

standar kriteria keshahihan sanad hadis yang telah ditetapkan. Dalam hal ini Ibn

Shalah telah menetapkan 4 standar keshahihan sanad hadis,2 yatiu:

1. Sanad hadis bersambung, yang dimaksud sanad bersambung ialah tiap-tiap

periwayat dalam sanad hadis menerima riwayat hadis dari periwayat

terdekat sebelumnya, keadaan itu berlangsung demikian sampai akhir

sanad dari hadis tertentu. Jadi, seluruh rangkaian sanad mulai dari

periwayat yang disandari oleh mukharij3 sampai pada Raulullah SAW

bersambung periwayatannya.4

2. Diriwayatkan oleh para perawi yang tsiqat5 (‘฀dil lagi ฀฀bi฀)

3. Tidak mengandung Sy฀dz, yang dimaksud sy฀dz adalah penyimpanagan

oleh perawi tsiqat terhadap orang yang lebih kuat darinya.

1

Sanad menurut bahasa adalah sesuatu yang dipengangi (al-Mu’tamad). Disebut demikian, karena matan bersandar dan berpegang kepada sanad. Sendangkan menurut istilah,

sanad adalah rangkaian para perawi yang menghubungkan pada matan. Lihat. Mahmud Tahhan,

Metode Takhrij dan Penelitian Sanad Hadis, Penerjemah Ridlwan Nasir (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1995), Cet. I. h. 98

2

Muhammad ‘Ajaj Al-Khatib, Ushul Al-Hadits Pokok-Pokok Ilmu Hadis. Penerjemah Qodirun Nur dan Ahmad Musyafiq(Jakarta: Gaya Media Pertama, 1998), Cet. I. h. 276-277

3

Mukharij maksudnya ialah seorang yang menghimpun riwayat had

Gambar

gambaran mental untuk menyakiti orang lain. Menumpahkan kemarahan dengan

Referensi

Dokumen terkait