• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tata cara perceraian di Kelurahan Pulau Tidung Kacamatan Kepulauan Seribu selatan Kabupaten ADM.Kapulauan Seribu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tata cara perceraian di Kelurahan Pulau Tidung Kacamatan Kepulauan Seribu selatan Kabupaten ADM.Kapulauan Seribu"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

TATA CARA PERCERAIAN DI KELURAHAN PULAU TIDUNG

KECAMATAN KEPULAUAN SERIBU SELATAN

KABUPATEN ADM. KEPULAUAN SERIBU

CHUMAIDI

101044122091

KONSENTRASI PERADILAN AGAMA

PRODI AHWAL AL - SYAKHSHIYYAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul TATA CARA PERCERAIAN DI KELURAHAN PULAU

TIDUNG KECAMATAN KEPULAUAN SERIBU SELATAN KABUPATEN ADMINISTRASI KEPULAUAN SERIBU telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 11 Maret

2008, skripsi ini telah diterima sebagai salah satu untuk memperoleh gelar Sarjana

Hukum Islam pada Konsentrasi Peradilan Agama.

Jakarta, 11 Maret 2008 Mengesahkan

Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum

Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM NIP: 150 210 422

Panitia Ujian

1. Ketua : Drs. H. A. Basiq Djalil, SH, MA ( )

NIP: 150 169 102

2. Sekretaris : Kamarusdiana, S.Ag, MH ( )

NIP: 150 285 972

3. Pembimbing : Drs. H. Hamid Farihi, MA ( )

NIP : 150 228 413

4. Penguji I : Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM ( )

(3)

5. Penguji II : Drs. H. A. Basiq Djalil, SH, MA ( )

(4)

ﺮ ا

ﺮ ا

ﷲا

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Illahi Rabbi Tuhan Semesta

Alam, Yang Maha Esa, Maha Kaya, Maha Pencipta, dan Maha Mengetahui apa-apa yang

ada di langit dan di bumi, yang nyata maupun yang tersembunyi baik dalam keadaan terang

benderang maupun dalam gelap gulita, yang telah memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya

dalam penyelesaian skripsi ini.

Shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan-Nya kepada Nabi Besar

Muhammad SAW, keluarga serta para sahabat dan pengikut-pengikutnya yang menyeru

dengan seruannya, berpedoman dengan petunjuk-petunjuk Allah SWT serta berpegang

teguh di jalan-Nya sampai akhir zaman.

Alhamdulillah berkat rahmat-Nya, penulisan skripsi ini telah dapat diselesaikan

dengan baik walaupun masih banyak kekurangan. Penulis menyadari bahwa selesainya

skripsi ini tak luput dari dorongan dan bantuan semua pihak. Ucapan terima kasih penulis

sampaikan kepada:

1 Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM Dekan Fakultas Syari'ah

dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta;

2 Bapak Drs. H. A. Basiq Djalil, SH., MA dan Kamarusdiana, S. Ag, MH. Ketua dan

Sekretaris Jurusan Ahwal Syakhsiyyah, yang telah memberikan kemudahan

administratif dan bimbingan akademik sejak awal perkuliahan hingga penyelesaian

(5)

3 Bapak Drs. H. Hamid Farihi, MA dosen pembimbing yang dengan tulus ikhlas banyak

memberikan petunjuk dan pengarahan bagi penyelesaian skripsi ini;

4 Kepada segenap dosen yang telah memberikan ilmunya kepada penulis selama

menjalani perkulihan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta;

5 Kepada para pimpinan dan staf Perpustakaan Umum dan Perpustakaan Fakultas

Syari'ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan fasilitas

berupa kemudahan bagi penulis dalam memanfaatkan buku-buku referensi;

6 Ayahanda Ammari dan Ibunda tercinta Rohyani. Rd yang senantiasa merawat,

mengasuh, membesarkan, mendidik dan memberikan motivasi di setiap langkah

penulis;

7 Kakanda; Afiyati, Agus Hanafi, Chairunnisa, Asdar ; Juga untuk Adinda; Desy

Rastiani, Mujahidin, Dhea Rizkia, Zidni Fahman dan Bisri Mustofa, dan juga untuk

Keponakan Laya dan Hafiz yang selalu menghibur, menciptakan keriangan serta doa

kepada penulis;

8 Keluarga Besar Alm. Bapak H. Rasyidi dan Keluarga Alm. Drs. H. Muhaimin RD yang

telah memberikan bimbingan kepada penulis;

9 Kanda Sugandhi Bakrie, Teman-teman tercinta; Ahmad Gojali, Roi, Ulil, Hery, Fadil,

Mukti Ali, A-Honk, Cholid, dan Warga Boencit City yang selalu membagi ceria, tawa

dan bahagia di setiap suasana;

10 Teman-teman SAS “2001 UIN Jakarta, dan FMKS, yang telah memberikan

pengalaman, kenangan dan kebersamaan yang semoga semua akan tetap ada;

11 Kepada Semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak

(6)

Penulis mengucapkan banyak terima kasih semoga segala bantuan tersebut diterima

sebagai amal shaleh di sisi Allah SWT dan memperoleh balasan pahala yang ganda.

Amin.

Akhirnya kepada Allah SWT, jualah semua ini penulis serahkan. Semoga pula apa

yang penulis usahakan ini kiranya dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca

pada umumnya. Amien.

Jakarta, 16 Jumadilula 1428 H 04 Mei 2007 M

(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6

D. Metode Penelitian ... 7

E. Sistematika Penulisan ... 10

BAB II PERCERAIAN DAN TATA CARANYA A. Pengertian Perceraian... 12

B. Hukum Perceraian ... 23

C. Macam-macam Perceraian dan Tata Caranya ... 25

D. Akibat Perceraian... 34

BAB III GAMBARAN UMUM PERCERAIN DI KEL. PULAU TIDUNG KEC. KEP. SERIBU SELATAN KAB. ADM. KEPULAUAN SERIBU A. Kondisi Obyektif Masyarakat Kel. Pulau Tidung ... 38

B. Pasangan Suami Istri yang Melakukan Percerain... 43

(8)

BAB IV PROSEDUR PERCERAIAN DI KEL. PULAU TIDUNG KEC. KEP. SERIBU SELATAN KAB. ADM. KEPULAUN SERIBU

A. Pelaksanaan Perceraian di Kel. Pulau Tidung ... 51

B. Dasar Hukum Percerain dan Faktor Penyebabnya... 53

C. Akibat Hukum dari Pelaksanaan Perceraian di Luar

Pengadilan Agama yang Dilakukan pada Pasangan

Suami Istri di Kel. Pualu Tidung ... 56

BAB V PENUTUP

B. Kesimpulan ... 59

C. Saran-saran... 60

DAFTAR PUSTAKA ... 61

(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Allah SWT telah menciptakan lelaki dan perempuan sehingga mereka dapat

berpasang-pasangan dan saling mencintai dalam ikatan perkawinan dan memperoleh

keturunan serta hidup dalam kedamaian sesuai dengan perintah Allah SWT dan

petunjuk Rasul-Nya

Umat Islam Indonesia diharapkankan dapat tumbuh dan berkembang dengan baik

sejalan dengan tumbuh dan berkembangnya pembangunan nasional terutama sejak

masa orde baru yang mengutamaka stabilitas nasional sebagai dasar tumbuh dan

berkembangnya pembangunan di segala bidang. Oleh karena itu pembinaan kehidupan

beragama perlu semakin ditingkatkan seiring dengan semakin meningkatnya

perkembangan sains dan teknologi yang begitu cepat.

Untuk mendukung pelaksanaan pembinaan kehidupan beragama khususnya bagi

umat Islam telah dibuat Undang-undang No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama

yang di undangkan pada tanggal 29 Desember 1989 dengan lembaran negara Republik

Indonesia tahun 1989 nomor 49. Salah satu substansinya adalah bertujuan mempertegas

kekuasaaan Pengadilan Agama sebagai salah satu pengadilan pelaksana kekuasaan

kehakiman. Kekuasaan absolut dipertegas dengan mendefinisikan bidang-bidang

hukum perdata yang menjadi kewenangan Peradilan Agama, sehingga jelaslah

yurisdiksi kewenangan absolut bidang-bidang hukum perdata antara pengadilan dalam

(10)

Substansi tersebut telah diformulasikan pada pasal 49 yang secara tegas

menggariskan bahwa garis batas wilayah hukum bidang-bidang perdata yang menjadi

wewenangan Pengadilan Agama adalah bidang-bidang hukum perkawinan, kewarisan,

wasiat, hibah, wakaf, dan shadaqoh bagi golongan rakyat beragama Islam.

Salah satu yang menjadi wewenang Pengadilan Agama adalah tentang perceraian.

Secara tertulis masalah perceraian diatur dalam pasal 115 Kompilasi Hukum Islam

(KHI) jo pasal 39 Undang-undang nomor 1 tahun 1974 tetang salah satu persyaratan

untuk melakukan perceraian, yaitu harus dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama

atau dengan kata lain perceraian tidaklah sah secara hukum yang berlaku di Indonesia,

apabila dilakukan di luar sidang Pengadilan Agama (cerai di bawah tangan). Sesuai

dengan Undang-undang Perkawinan, perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang

pengadilan, setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil

mendamaikan kedua belah pihak.

Berdasarkan ketentuan tersebut, maka sejak berlakunya Undang-undang

Perkawinan secara efektif yaitu sejak tanggal 1 Oktober 1975 tidak dimungkinkan

terjadinya perceraian di luar pengadilan. Untuk melakukan perceraian harus ada cukup

alasan, bahwa antara suami dan istri tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri.

Dalam tatanan konstitusional perkawinan dan hal-hal yang berhubungan dengan

masalah perkawinan termasuk di dalamnya tentang perceraian tidak hanya sebatas

hubungan antara suami istri, namun lebih jauh akan bersinggungan dengan

masalah-masalah keperdataan. Oleh karena itu, dalam tata hukum Indonesia, perkawinan

menempati posisi formal begitu juga dengan masalah perceraian. Menurut

(11)

tahun 1946 tentang pecatatan nikah, talak dan rujuk, perceraian hanya dapat dilakukan

di depan sidang pengadilan.1 Walaupun ketentuan tersebut tidak terdapat dalam fiqh.

Menurut fiqh perceraian dianggap sah apabila suami memenuhi persyaratan, yaitu

baligh, berakal dan bebas memilih.2

Agama Islam sendiri telah mengatur tentang masalah perceraian bagi umat Islam,

apabila pergaulan antara suami istri setelah diusahakan sedemikian rupa ternyata tidak

dapat mencapai tujuan berumah tangga atau bahkan menimbulkan kebencian,

percekcokan, permusuhan dan bahkan sampai membahayakan keselamatan jiwa salah

satu pihak, maka dengan keadilan Allah dibuka suatu jalan keluar untuk menghindari

hal-hal yang tidak di inginkan, guna memberikan kebebasan kepada masing-masing

pihak untuk menentukan nasibnya sendiri-sendiri yakni dengan cara perceraian. Tentu

saja perceraian ini merupakan suatu upaya terakhir, bila upaya yang lain tidak dapat

berhasil mendamaikan.

Berdasarkan penjelasan di atas, salah satu prinsip dalam perkawinan ialah

mempersulitnya perceraian (cerai hidup), karena perceraian berarti gagalnya tujuan

perkawinan untuk membentuk keluarga yang bahagia, kekal dan sejahtera akibat

perbuatan manusia.3

Di sinilah nampak ada suatu ketimpangan antara hukum formal dengan hukum

fiqih. Disatu pihak menghendaki adanya suatu bentuk tertib Administrasi dalam

1

Abdurrahman, Humpunan Peraturan Perundang-undangan Tentang Perkawinan, (Jakarta : Akademika Presindo, 1986), cet. Ke-1, h.114

2

Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah 8 Terjemah (Bandung : PT. Al Ma’rif, 1976), cet. Ke-1, h. 16

3

(12)

pencatatan perceraian, di sisi lain perceraian pada masyarakat awam dapat terjadi tanpa

putusan dari hakim, padahal sudah jelas masalah perceraian sudah diatur dalam

undang-undang. Perbedaan diantara keduanya itu memunculkan istilah perceraian di bawah

tangan yang belakangan ini muncul dalam masyarakat setelah berlakunya

Undang-undang No. 1 tahun 19974 tentang Perkawinan. Tetapi sekarang nampaknya perceraian

itu sudah jarang sekali terjadi dibanding keadaan terdahulu, dikarenakan

Undang-undang No 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, mempersulit terjadinya perceraian.4

Akan tetapi masih banyak fenomena yang terjadi di masyarakat, khususnya

masyarakat Kelurahan Pulau Tidung Kec.Kepulauan Seribu Selatan Kab. Adm.

Kepulauan Seribu, dimana pasangan suami istri sering melakukan perceraian tanpa

melalui Pengadilan Agama, sehingga hak-hak istri dan anak setelah perceraian nyaris

diabaikan, seolah-olah setelah perceraian itu tidak ada lagi beban yang harus

ditanggung oleh suami. Hal tersebut terjadi karena tidak ada pengawasan dari aparat

pemerintah dan sanksi hukum yang diberlakukan.

Semua ini terjadi mungkin karena tidak paham akan hukum, atau mungkin

menganggap sepele terhadap akibat perkawinan sehingga begitu mudah melakukan

perceraian. Dengan munculnya fenomena perceraian di bawah tangan, atau perceraian

yang tidak diajukan ke Pengadilan Agama, penulis sangat tertarik untuk melakukan

kajian atau penelitian dalam rangka penulisan skripsi.

Menurut Hilman Hadikusuma, terjadinya perceraian itu bukan saja dikarenakan

hukum agama dan perundangan tetapi juga akibat sejauh mana pengaruh budaya malu

dan kontol dari masyarakat. Pada masyarakat yang ikatan kekerabatannya kuat

4

(13)

perceraian lebih sulit terjadi dari pada masyarakat yang ikatan kekerabatanya lemah,

perceraian lebih mudah terjadi.5

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Agar pembahasan dalam skripsi ini tidak meluas dan menimbulkan interprestasi

yang berbeda dari tujuan penulisan skripsi, maka penulis membatasi masalah dalam

skripsi ini pada tata cara perceraian di Kelurahan Pulau Tidung Kecamatan Kepulauan

Seribu Selatan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat dirumusan masalah sebagai

berikut :

1. Menurut pasal 115 KHI dan pasal 39 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan bahwa salah satu persyaratan untuk melakukan perceraian yaitu harus

dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama, tetapi pada kenyataannya yang

terjadi pada masyarakat Kel. Pulau Tidung pasangan suami istri yang bercerai tidak

di depan sidang Pengadilan Agama.

2. Bagaimana proses perceraian di Kelurahan Pulau Tidung Kecamatan Kepulauan

Seribu Selatan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu ?

3. Apa yang menjadi penyebab terjadinya perceraian di Kelurahan tersebut ?

4. Bagaimana akibat hukum terjadinya perceraian di luar Pengadilan Agama yang

dilakukan pasangan kawin masyarakat di Kelurahan tersebut ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Setiap gerak dan langkah dalam suatu karya, tentu masing-masing mempunyai

tujuan tersendiri, demikian pula dengan penelitian tentang penerapan PP Nomor 9

5

(14)

Tahun 1975 BAB V Tentang Tata Cara Perceraian, yang dilakukan di Kelurahan Pulau

Tidung Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan Kabupaten Administrasi Kepulauan

Seribu antara lain sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan perceraian pada masyarakat di

Kelurahan Pulau Tidung Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan Kabupaten

Administrasi Kepulauan Seribu.

2. Untuk mengetahui dasar hukum dan faktor penyebab terjadinya perceraian di

Kelurahan Pulau Tidung Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan Kabupaten

Administrasi Kepulauan Seribu.

3. Untuk mengetahui akibat hukum terjadinya perceraian di luar Pengadilan Agama

yang dilakukan pasangan suami istri di Kelurahan Pulau Tidung Kecamatan

Kepulauan Seribu Selatan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu.

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Secara akademis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menabah wawasan tentang

tata cara perceraian di Kelurahan Pulau Tidung Kecamatan Kepulauan Seribu

Selatan Kabupaten Kepulauan Seribu. Selain itu

2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pembendaharaan

kepustakaan bagi Fakultas Syari’ah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, sehingga

dapat menjadi referensi tata cara perceraian di Kelurahan Pulau Tidung

Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu.

3. Selain itu penelitian ini sebagai persyaratan dalam menyelesaikan proses

(15)

D. Metode Penelitian

1. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, yaitu suatu

metode penelitian untuk membuat gambaran mengenai situasi atau kejadian, sehingga

metode ini berkehendak mengadakan akumulasi data dasar belaka. Tetapi dalam

pengertian metode penelitian yang lebih luas, penelitian deskriptif mencakup metode

penelitian yang lebih luas di luar metode sejarah dan eksperimental, dan secara umum

lebih sering diberi nama metode survai. Bukan saja memberikan gambaran terhadap

fenomena-fenomena, tetapi juga menerangkan hubungan, menguji hipotesa-hipotesa,

membuat prediksi serta mendapatkan makna dan implikasi dari suatu masalah yang

ingin dipecahkan dalam pengumpulan data digunakan teknik wawancara, dengan

menggunakan Schedule quesionair ataupun interview gulde.6

2. Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif yaitu jenis

penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat dicapai

(diperoleh) dengan menggunakan prosedur-prosedur statistik atau dengan cara-cara lain

dari kuantitatif (pengukuran).7

3. Penentuan Objek Penelitian

a. Lokasi Penelitian

6

Muhamad Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1999), Cet. Ke-4, h. 64

7

(16)

Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Pulau Tidung Kecamatan Kepulauan Seribu

Selatan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu. Pemilihan tempat ini dengan

pertimbangan permasalahan yang penulis teliti ada pada tempat tersebut dan peneliti

berdomisili di Kelurahan tersebut.

b. Objek Penelitian

Objek ini adalah Pengadilan Agama Jakarta Utara, Lurah, Kepala KUA (Kantor

Urusan Agama), dan pasangan suami istri yang bercerai.

c. Waktu Penelitian

Penelitian ini penulis lakukan Juli-Agustus 2006

4. Alat dan Teknik Pengumpulan Data

a. Alat Bantu Pengumpulan Data

1) Alat perekam (tape recorder) dan kaset perekam, yang digunakan untuk

memudahkan peneliti dalam menganalisa hasil wawancara agar

mendapatkan data yang utuh sesuai dengan yang disampaikan subjek.

2) Lembar observasi dan catatan subjek, yang digunakan untuk mencatat

hal-hal yang dianggap penting dalam jalannya wawancara.

b. Teknik Pengumpulan Data

1) Wawancara, adalah sebuah dialog yang dilakukan pewawancara

(interviewer) untuk memperoleh informasi dari wawancara (interviewee)8

2) Observasi, yaitu sebuah metode ilmiah berupa pengamatan dan pencatatan

dengan sistematik fenomena-fenomena yang diselidiki.9

8

(17)

3) Teknik dan studi dokumentasi, yaitu cara mencari data mengenai hal-hal

atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku-buku, surat kabar, majalah,

prasasti, notulen rapat, agenda dan sebagainya.10

5. Teknik Analisa Data

Yang dimaksud dengan teknik analisa data adalah proses penyederhanaan data ke

dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan.11Dalam penelitian ini,

penulis menggunakan analisa non-statistik, yaitu mengambil keputusan atau

kesimpulan-kesimpulan yang benar melalui proses pengumpulan, penyusunan,

penyajian, dan penganalisaan data hasil penelitian dengan berwujud kata-kata. Data

dikumpulkan dengan cara observasi, wawancara dan pengumpulan-pengumpulan

dokumen-dokumen yang mendukung penelitian. Penulis menganalisa data dengan

menggunakan kata-kata ke dalam tulisan yang lebih luas.12

D. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah dalam pembahasan, penulis membagi dan mengklasifikasikan

permasalahan dalam beberapa bab, dengan sistematika sebagai berikut :

BAB I Pendahuluan mencakup : Latar belakang masalah, perumusan masalah,

tujuan penelitian, metodelogi penelitian, dan sistematika penulisan.

9

Jalaludin Rachmat, Metodologi Penelitian Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 1999), Cet. Ke-7, h. 83.

10

Op. cit, h. 236.

11

Masri Singarumbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Suvai, (Jakarta: LP3ES,1995), Cet. Ke-1, h. 263.

12

(18)

BAB II Perceraian dan tata caranya : Pengertian perceraian, macam-macam

perceraian dan tatacaranya.

BAB III Gambaran umum perceraian di Kel. Pulau Tidung Kab. Adm. Kepulauan

Seribu meliputi : Kondisi obyektif masyarakat Pulau Tidung Kab. Adm.

Kepulauan Seribu, pasangan suami isteri yang melakukan perceraian,

faktor penyebab terjadinya perceraian di Kel. Pulau Tidung Kab. Adm.

Kepulauan Seribu.

BAB IV Prosedur perceraian di Kel. Pulau Tidung Kec. Kepulauan Seribu Selatan

Kab. Adm. Kepulauan Seribu meliputi : Pelaksanaan perceraian di Kel.

Pulau Tidung Kec. Kepulauan Seribu Selatan Kab. Adm. Kepulauan

Seribu, dasar hukum perceraian dan faktor penyebabnya, akibat hukum

dari pelaksanaan perceraian di luar Pengadilan Agama yang dilakukan

pada pasangan suami isteri masyarakat Pulau Tidung.

[image:18.612.98.533.88.544.2]
(19)

BAB II

PERCERAIAN DAN TATA CARANYA

B. Pengertian Perceraian

Suatu perkawinan dapat putus dan berakhir karena beberapa hal, yaitu karena

terjadinya talak yang dijatuhkan oleh suami terhadap istrinya atau karena perceraian

yang terjadi antara keduanya. Hal-hal yang menyebabkan putusnya perkawinan tersebut

akan dibahas menurut hukum Islam dan hukum positif serta tata caranya pada bab ini.

Dalam Islam perceraian biasa disebut dengan talak. Dan dalam bab ini penulis akan

memaparkan beberapa pengertian dari talak. Kata talak berasal dari bahasa arab “

Ithlaq” yang berarti “ melepaskan “ atau meninggalkan. Dalam istilah fiqih berarti

melepaskan ikatan perkawinan, yakni perceraian antara suami istri13, talak merupakan

peceraian yang timbul karena sebab-sebab dari pihak suami.14

Sedangkan talak menurut istilah syara’ yaitu:

ر

ﺰ ا

و

ج

و

إ

ءﺎ

ا

ﺰ ا

و

Artinya : “Melepaskan tali perkawinan dan mengakhiri hubungan suami istri “.15

Talak menurut beberapa ahli fiqih:

1. Al-Jaziry mendefinisikan talak sebagai berikut :

ا

ق

إ

ز

ا

ا

ﺎﻜ

ح

أ

و

نﺎ

ص

13

Muhammad Baghir Al Habsyi, Fiqih Praktis Menurut Al Qur’an, As Sunnah da Pendapat para Ulama, (Bandung; Mizan, 2002), Cet. 2, h. 81

14

Djamil Latif, Aneka Hukum Perceraian di Indonesia, (Jakarta: Ghalia Indah, 1985), Cet. 2, h. 35

15

(20)

Talak ialah menghilangkan ikatan perkawinan atau mengurangi pelepasan

ikatannya dengan menggunakan kata-kata tertentu”.

2. Menurut Abu Zakaria Al- Anshori talak ialah :

ا

حﺎ

ا

ق

و

Melepas tali akad nikah dengan kata talak dan yang semacamnya “16

3. Menurut Mazhab Hanafi dan Hambali yaitu sebagai pelepasan ikatan

perkawinan secara langsung atau pelepasan ikatan perkawinan dimasa yang

akan datang.

4. Menurut Mazhab Syafi’I talak adalah pelepasan akad nikah dengan lafal talak

atau yang semakna dengan lapal itu.

5. Menurut Mazhab Maliki talak adalah sebagai suatu sifat hukum yang

menyebabkan gugurnya kehalalan hubungan suami istri.17

Setelah dipaparkan beberapa talak diatas dapat diambil kesimpulan, bahwa talak

adalah menghilangkan ikatan perkawinan sehingga setelah hilangnya ikatan perkawinan

itu istri tidak lagi halal bagi suaminya, dan ini terjadi dalam talak Bai’in, sedangkan arti

mengurangi pelepasasn perkawinan adalah berkurangnya jumlah talak yang menjadi

hak suami dari tiga menjadi dua, dari dua menjadi satu dan dari satu menjadi hilang hak

talak itu, yaitu terjadi pada talak Raj’i.

Dalam Islam suatu perceraian atau talak adalah perbuatan yang halal tetapi

sesungguhnya perbuatan itu dibenci oleh Allah SWT, Rasulullah SAW bersabda:

16

Ibid, h. 192

17

(21)

لﺎ

ﺎ ﻬ

ﷲا

ر

ا

:

ﷲا

ﷲا

لﻮ ر

لﺎ

و

:

ﻐ أ

ا

ا

ﷲا

إ

ل

ق

)

ﺟﺎ

ا

و

دواد

ﻮ أ

اور

,

آﺎ ا

و

,

ﻮ أ

ﺟرو

ﺔ رإ

(

18

Artinya: “Perbuatan halal yang sangat dibenci Allah adalah talak

Seperti diketahui bahwa ikatan pernikahan merupakan ikatan yang suci dan kuat,

serta mempunyai tujuan antara lain persatuan bukan perpisahan. Diperbolehkanya talak

hanyalah dalam keadaan tertentu saja apabila tidak ada jalan lain yang lebih baik selain

talak, namun akan berbahaya bila talak dibebaskan begitu saja, oleh karena itu Islam

mengatur masalah talak, seseuai denga konsep pokok sebagai berikut :

1. Talak tetap ada di tangan suami sebab suami mempunyai sikap rasional sedangkan

istri bersikap emosional.

2. Talak dijatuhkan oleh suami atau pihak lain atas nama suami, seperti Pengadilan

Agama.

3. Istri berhak mengajukan talak kepada suami dengan alasan tertentu lewat Qadi.

4. Talak bisa kembali lagi antara suami istri sesuai dengan ketentuan agama.

5. Bagi mantan istri ada masa iddah dan memiliki hak menerima mut’ah dan nafkah

dari mantan suami.19

Sebagaimana pernikahan yang mempunyai syarat dan rukun nikah, maka talak pun

memiliki syarat dan rukun talak.

Rukun talak ada tiga yaitu:

18

Abi Abdillah Muhammad bin Yazid al-Qhudzaini, Sunan Ibnu Majah, ( Beirut, Dar al-Fikr, tth), Juz I, h. 650

19

(22)

1. Suami yang mentalak

2. Istri yang ditalak

3. Ucapan yang digunakan untuk mentalak, adapun ucapan talak itu ada dua

macam:

a. Ucapan sharih yaitu ucapan yang tegas maksudnya untuk mentalak. Talak itu

jatuh jika seseorang telah mengucapkan dengan sengja walaupun hatinya tidak

berniat mentalak istrinya.

b. Ucapan kinayah, yaitu ucapan yang tidak jelas maksudnya, mungkin ucapan itu

maksudnya talak lain. Ucapan talak kinayah memerlukan adanya niat, artinya

jika ucapan talak itu dengan niat syah talaknya dan jika tidak disertai dengan

niat maka talaknyabelum jatuh. Ucapan kinayah antara lain misalnya :

1) Pulanglah engkau kepada Ibu Bapakmu

2) Kawinlah engkau dengan orang lain

3) Saya sudah tidak hajat lagi denganmu.

Sabda Rasulullah SAW:

لﺎ

ﷲا

ر

ةﺮ ﺮه

ﻰ أ

:

ر

لﺎ

ﷲا

لﻮ

و

ﷲا

:

ث

ﱞﺪﺟ

ﻬ ﺰه

و

ﱞﺪﺟ

ه

ﱞﺪﺟ

:

ا

ﺔ ﺟﺮ او

ق

ا

و

حﺎﻜ

)

ﻰﺋﺎ ا

إ

ﺔ رﻷا

اور

آﺎ ا

و

(

20

Sedangkan syarat-syarat talak yaitu:

20

(23)

1. Untuk sahnya talak, suami yang menjatuhkan talak disyaratkan:

a. Berakal; suami yang gila dalam arti hilang akal atau rusak akal karena sakit

tidak jatuh talak.

b. Baligh; tidak dipandang jatuh talak yang dinyatakan oleh orang yang belum

dewasa.

c. Atas kemauan sendiri; yang dimakud atas kemauan sendiri disini adalah

adanya kehendak pada diri sendiri suami untuk menjatuhkan talak itu dan

dijatuhkan atas pilihan sendiri, bukan dipaksa orang lain.

2. Untuk sahnya talak bagi istri yang ditalak disyaratkan sebagai berikut:

a. Istri itu masih tetap berada dalam perlindungan kekuasaan suami.

b. Kedudukan istri yang ditalak itu harus berdasarkan atas akad perkawinan

yang sah.

3. Untuk sahnya sighat talak harus berdasarkan dengan apa yang telah dijelaskan di

atas, yakni kinayah dan sharih.

Qashdu (sengaja), artinya bahwa dengan ucapan talak itu memang dimaksudkan

oleh yang mengucapkannya untuk talak, bukan untuk maksud lain.21 Setidaknya ada

empat kemungkinan yang terjadi dalam keluarga yang dapat memicu timbulnya

keinginan untuk memutus atau terputusnya perkawinan,

a. Terjadi Nusyuz dari pihak suami

b. Terjadi Nusyuz dari pihak istri

c. Terjadinya perselisihan atau percekcokan antara suami istri

21

(24)

d. Terjadinya salah satu pihak melakukan zina, yang menimbulkan saling tuduh

menuduh antara keduanya.

Di dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetbooek) putusnya

perkawinan dipakai istilah “pembubaran perkawinan” (ont binding des huweliks).22yang

diatur dalam bab X dengan tiga bagian, yaitu tentang pembubaran perkawinan pada

umumnya (pasal 199), tentang pembubaran perkawianan setelah pisah meja dan ranjang

(pasal 200-2006 b), tentang perceraian perkawinan (pasal 207-232 a), dan yang tidak

dikenal dalam hukum adat atau hukum agama (Islam) walaupun kenyataannya juga

terjadi, ialah bab XI tetang pisah meja dan ranjang (pasal 233-249).

Disini penulis hanya akan menjelaskan tentang perceraian perkawinan. Perceraian

menurut Subekti, Perceraia adalah penghapusan perkawinan dengan putusan hakim atau

tuntutan salah satu pihak dalam perkawinan itu.23 Menurut ketentuan pasal 39

ditegaskan bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah

pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah

pihak.

Selain dalam hukum perdata (BW) masalah perceraian juga diatur dalam Kompilasi

Hukum Islam dan Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. Di bidang

perkawinan (buku 1), Kompilasi Hukum Islam dalam berbagai hal rujuk kepada

pendapat fuqaha yang sangat dikenal dikalangan ulama dan masyarakat Islam

Indonesia. Hal itu menunjukan bahwa Kompilasi Hukum Islam menjadi pelaksana bagi

22

Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia; menurut Perundangan, Hukum Adat dan Hukum Agama, (Bandung: Mandar Maju, 1990), Cet. 1, h. 160

23

(25)

peraturan perundang-undangan, terutama yang berkenaan dengan keberlakuan hukum

Islam (bagi orang Islam) di bidang perkawinan sebagaimana di atur dalam ketentuan

pasal 2 ayat 1 Undang-undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.24

Menurut Kompilasi Hukum Islam, cerai (talak) adalah ikrar suami dihadapan sidang

Pengadilan Agama yang menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan dengan cara

sebagaimana dimaksud dalam pasal 129, 130, 131 (11) sesuai dengan pasal 117 KHI.25

Kompilasi Hukum Islam pasal 116 merumuskan alasan-alasan perceraian menjadi

beberapa bagian, perceraian dapat terjadi karena alasan-alasan :

a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain

sebagainya yang sukar disembuhkan.

Secara umum zina bagi orang yang terikat perkawinan ialah hubungan kelamin

yang dilakukan oleh suami atau istri dengan seseorang yang berlainan sex.

Hal lain yang dapat dijadikan alasan perceraian, salah satu menjadi pemabuk,

pemadat, penjudi atau kebiasaan lainnya yang tidak bisa disembuhkan. Sebab,

semua kebiasaan itu selain melanggar larangan agama juga merugikan diri

sendiri, keluarga dan masyarakat. Hingga bila suami atau istri ada yang

memiliki kebiasaan tersebut, kemudian salah satu pihak menggugat maka

pengadilan dapat mengabulkannya.

24

Cik Hasan Bisri, Kompilasi Hukum Islam dan Pengadilan Agama dalam Sistem Hukum Nasional,

(Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu 1999), Cet. 2, h. 12

25

(26)

b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama dua tahun berturut-turut tanpa

izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar

kemampuannya

Jadi bila suami meninggalkan istri atau istri meninggalkan suami selama dua

tahun tanpa izin dan alasan yang sah maka bisa dijadikan alasan perceraian.

Meninggalkan pihak lain, setidaknya harus memenuhi kriteria berikut ini :

1. Tindakan Meningggalkan pihak lain sebagai kesadaran kehendak bebas

(Willfully deseri and absens)

2. Bukan karena ada suatu sebab memaksa yang tak dapat dielakkan, seperti

suami atas peritah jabatan dipindahkan ketempat lain.

3. Tindakan disersi tersebut tanpa ada izin dan persetujuan pihak lain.

4. Perbuatan tersebut harus berturut-turut untuk waktu minimal dua tahun.26

c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara lima tahun atau hukuman yang

lebih beratsetelah perkawinan berlangsug.

Dari rumusan tersebut dipahami baik suami maupun istri dapat menuntut

perceraian jika salah satu pihak mendapat hukuman badan (life imprisontment),

namun hal itu baru merupakan alasan, bila hukuman badan tersebut dijatuhkan

setelah terjadi perkawinan.

Permasalahan alasan ini sangat sederhana, dan penerapannya tidak

memerlukan penafsiran. Artinya, dalam pasal 23 Peraturan Pemerintah No

9/1975 tentang Pencatatan Perkawinan jo. Pasal 74 Undang-undang No 7 Tahun

26

(27)

1989 tentang Pengadilan Agama yang diamandemen Undang-undang No 3

Tahun 2003 tentang Peradilan Agama menentukan bahwa “salinan” putusan

pidana yang bersangkutan (suami istri) Langsung dianggap mempunyai

kekuatan pembuktian “yang menentukan” (beslisende bewijskracht) atau

mempunyai kekuatan pembuktian yang “memaksa” (dwirgend bewijskracht).27

d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang

membahayakan pihak lain.

Dalam hal ini M. Yahya Harahap memberikan penafsiran bahwa

kekejaman tidak hanya bersifat fisik, tapi bisa juga kekejaman terhadap mental,

seperti penghinaan, penistaan, caci maki, selalu marah akibat cemburu yang

berlebihan atau suami berlaku diktator, sering berkata kasar atau berkata kotor.

Sebab kekejaman itu pada dasarnya sama dengan penderitaan batin yang dapat

menghancurkan ketenangan jiwa pikiran yang berdampak membahayakan

jasmani maupun rohani.28

e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat

menjalankan kewajiban sebagai suami istri.

Maksud “cacat badan” atau “penyakit” disini ialah cacat jasmani atau

rohani yang tidak dapat dihilangkan atau sekalipun dapat sembuh atau hilang

tapi dalam waktu cukup lama,29 sehingga dengan kondisi tersebut, dapat

27

M. Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama, (Jakarta: Pustaka kartini, 1997), Cet. 3, h. 259

28

Ibid, h. 144

29

(28)

menghalangi salah satu pihak menjalankan kewajiban masing-masing sebagai

suami istri.

Selanjutnya dalam memeriksa perkara permohonan perceraian dan alasan

cacat badan atau penyakit, apakah benar salah satu pihak suami atau istri

mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan

kewajiban masing-masing, bisa dibuktikan lewat pemeriksaan diri ke dokter,

yang akan dijadikan alat bukti di pengadilan.30

Sesungguhnya, bukan fakta-fakta cacat atau penyakit yang harus

dibuktikan. Hal ini ditekankan agar hakim tidak gampang mengabulkan

perceraian atas alasan cacat atau sakit, akan tetapi tidak dianjurkan agar bersikap

kaku. Barangkali secara kasuistik dapat dipegang pendapat yang dikemukakan

Dr. Musythafa Sibay yang dirangkumnya dari pendapat Ibnu Syikah

Al-Zuhri, Syuraih dan Abu Tsaur yang antara lain dapat disadur, kalau penyakit itu

sudah parah sehingga telah menghancurkan sendi-sendi kesejahteraan dan

kehidupan rumah tangga dapat dibenarkan terjadinya perceraian.31

f. Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan, pertengkaan dan tidak

ada harapan akan rukun lagi dalam rumah tangga.

Alasan ini menurut bahasa al qur’an disebut syiqoq. “syiqoqa” perceraian yang

terjadi karena percekcokan terjadi terus menerus atara suami dengan istri sehingga

30

Undang-Undang Peradilan Agama, (UU No. 7 Tahun 1989), (Jakarta: Sinar Grafika, 1996), Cet. 1, h. 31

31

(29)

memerlukan campur tangan dua orang hakim (juru damai) dari pihak suami atau istri.32

Dalam penjelasan pasal 76 ayat 1 Undang-undang No 7 Tahun 1989 tentang Peradilan

Agama, dikatakan syiqoq adalah perselisihan yang tajam dan terus menerus antara

suami istri.33

Menurut Undang-undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, cerai talak adalah

seorang suami yang beragama Islam yang akan menceraikan istrinya mengajukan

permohonan kepada pengadilan untuk mengadakan sidnag guna penyaksian ikrar talak.

Menurut hukum positif ; bahwa dalam setiap percerain yang terjadi harus mengajukan

gugatan perceraiannnya ke Pengadilan Agama bagi warga negara yang beragama Islam

dan ke Pengadilan Negeri bagi warga negara yang beragama non Muslim, sesuai

dengan KUHPerdata pasal 207, “Tuntutan untuk perceraian perkawinan, harus diajukan

kepada Pengadilan Negeri.

C. Hukum Perceraian

Dengan mengingat segi-segi positif dan negatifnya atau manfaat dan madharatnya,

maka hukum perceraian dalam hukum Islam ada empat macam.

1. Makruh, yaitu hukum asal dari pada talak atau cerai sebagaimana sabda Rasuullah

SAWyang diriwayatkan oleh Abu Daud dan Ibnu Majah dari Ibnu Umar ra.:

لﺎ

ﺎ ﻬ

ﷲا

ر

ا

:

ﷲا

ﷲا

لﻮ ر

لﺎ

و

:

ﻐ أ

ل

ا

ﷲا

إ

ا

ق

)

ﺟﺎ

ا

و

دواد

ﻮ أ

اور

,

آﺎ ا

و

,

ﺔ رإ

ﻮ أ

ﺟرو

(

32

A. Zuhdi Muhdor, Memahami Hukum Perkawinan, (Nikah, Talak, Cerai Dan Rujuk),

(Bangdung: Al-Bayan, 1995), Cet. 2, h. 97

33

(30)

Artinya: “Perbuatan halal yang sangat dibenci Allah adalah talak”.34

2. Haram (bid’ah) yaitu talak yang dijatuhkan pada waktu istri dalam keadaan haidh

(bulanan), atau dalam keadaan suci tetapi telah dikumpuli. Hal ini didasarkan pada

sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh jamaahahli hadits selain Iman

Tirmizi:

ا

ﺪﻬ

ﺋﺎ

ه

و

أﺮ ا

أ

ﷲا

لﻮ ر

ﷲا

و

,

لﺄ

ﷲا

لﻮ ر

ﷲا

و

ﻚ اذ

,

لﺎ

:

ﺮﻬ

ﺎﻬﻜ

ﺎﻬ ﺟاﺮ

ذ

ءﺎ

نأ

ﺮﻬ

ءﺎ ا

ﺎﻬ

نأ

ﷲا

ﺮ أ

ا

ةﺪ ا

نأ

ءﺎ

نأ

و

ﻚ ا

)

(

Artinya : “ Suruhlah anakmu (Ibnu Umar) supaya dia rujuk kembali kepada

istrinya, kemudian hendakalah ia teruskan perkawianan itu sehingga ia suci d ari

haidhnya, kemudian ia haidh kembali, kemudian suci yang kedua. Bila ia

menghendaki boleh ia teruskan perkawianan sebagaimana sebelumnya atau

diceraikan sebelum dicampuri. Demikianlah iddah yang disuruh Allah supaya

perempuan di thalak pada waktu itu”.35

3. Sunnat, bila suami tidak sanggup memberikan nafkah yang cukup sedangkan isri

tidak rela, atau istri tidak dapat menjaga kehomatannya.

34

Abi Abdillah Muhammad bin Yazid al-Qhudzaini, Sunan Ibnu Majah, ( Beirut, Dar al-Fikr, tth), Juz I, h. 650

(31)

4. Wajib, bila terjadi percecokan yang membahayakan antara suami istri, sedangkan

dua hakim yang mengurusnya memadang perlu agar keduanya cerai.36

D. Macam-macam Perceraian dan Tata Caranya

1. Macam-macam Perceraian

Secara garis besar ditinjau dari segi boleh atau tidaknya rujuk kembali, talak dibagi

dua macam, yaitu:

a. Talak Raj'i, yaitu perempuan yang di talak dengan sekali talak dan kemudian boleh

rujuk kembali oleh bekas suaminya selama iddah, kalau sudah habis iddahnya ingin

kembali harus dengan akad nikah biasa.37

Firman Allah SWT, Q.S. At Talaq ayat 1

أ

ا

إ

اذ

ا

ءﺎ

ه

و

أ

ا

ا

ﺪة

و

ا

ﷲا

ا

ر

ه

و

إ

أ

ن

و

و

د

ﷲا

و

و

د

ﷲا

ر

ى

ﷲا

ث

ذ

أ

ا

.

Artinya;: "Hai nabi apabila kamu menceraikan istri-istrimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar) dan hitunglah waktu iddah itu dan bertaqwalah kepada Allah Tuhanmu. Dan janganlah kamu keluarkan mereka dari rumahmereka dan janganlah mereka (di izinkan) keluar kecuali kalau mengerjakan perbuatan keji yang terang itulah hokum-hukum Allah dan barang siapa yang melanggar hokum-hukum Allah, maka sesungguhnya

36

Syadzali Mustafa, Pengantar dan Azas-azas Hukum Islam, (Jakarta: CV. Ramdhani, 1990), Cet. Ke-1, h. 80

37

(32)

ia telah berbuat dzalim terhadap dirinya sendiri. Kamu tidak mengetahui baarang kali Allah mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang baru.

Yang termasuk ke dalam kategori talak Raj'I adalah sebagai berikut:

1. Talak satu atau talak dua tanpa iwadh dan telah kumpul

a. Talak mati, tidak hamil

b. Talak hidup dan hamil

c. Talak mati dan hamil

d. Talak hidup dan tidak hamil

e. Talak hidup dan belum haid ataupun hamil.38

2. Talak karena Ila' yang dilakukan hakim.

Ila' adalah bersumpahnya suami untuk tidak mengumpuli istrinya baik

dengan menggunakan nama Allah maupun sifatnyaa, baik secara mutlak tanpa

batasan waktu ataupun dengan batasan waktu empat bulaan atau lebih.39

Jika seorang suami mengila' istrinya berarti ia mengharamkan dirinya untuk

menggauli istrinya itu, kalau ia ternyata menghalalkan atau menggaulinya juga

istrinya yang telah di ila' itu, maka ia wajib membayar denda dan bukan

termasuk talak. Adapun denda yang harus dapat dipenuhi karena sumpah ila'

adalah sebagai berikut:

a. Memerdekakan seorang budak

38

Slamet Abidin, Aminuddin, Fiqih Munakahat, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1999), Cet. 1, h. 22

39

(33)

b. Memberi makan sepuluh orang miskin, masing-masing satu cupak

makanan yang menyenangkan, atau memberi mereka pakaian

c. Puasa tiga hari berturut-turut

3. Talak Hakamain

Talak hakamain artinya talak yang diputuskan oleh juru damai (hakam) dari

pihak suami atau istri.40 Hakam ini bias diangkat dan dilakukan sendiri ataupun

dari hakim Pengadilan Agama. Hal initerjadi karena syiqoq, baik dengan iwad

dari pihak istri yang berarti khulu' maupun talak biasa, Cuma jaatuhnya talak

dari hakamain atas nama suami.41

b. Talak Ba'in

Seorang pria dilarang menikah kembali atau merujuk istrinya yang telah ditalak

dengan talak ba'in kubra, yaitu talak tiga, baik sekaligus maupun berturut-turut.

Larangan ini tidaka berlaku lagi apabila istri tersebut sudah dinikahi dengansah

dengan pria lain, dan telah mangadakan hubungan kelamin kemudian diceraikan

dan telah habis masa iddahnya.

Yang dimaksud talak tiga sekaligus ialah menjatuhkan talak tiga dengan satu kali

ucapan. Umpamanya seorang suami berkata kepada istrinya "saya talak kamu dengan

talak tiga".42

Adapun talak tiga secara berturut-turut ialah:

40

Slamet Abidin, Aminuddin, Op. Cit, h. 24

41

Ibid, h. 33

42

(34)

1) Mula-mula ditalak dengan talak satu, kemudian dirujuk atau dinikahi lagi,

kemudian ditalak yang kedua kalinya dengan talak satu, selanjutnya dinikahi

atau dirujuk lagi dan kemudian ditalak lagi dengan talak satu.

2) Mula-mula ditalak dengan talak satu, kemudian dirujuk atau dinikahi lagi,

kemudian ditalak untuk yang kedua kalinya dengan talak dua

3) Seperti angka dua di atas, hanya pertama-tama dijatuhkan talak dua

kemudian yang untuk yang kedua kalinya dijatuhkannya talak satu

4) Mula-mula ditalak dengan talak satu. Selama dalam masa iddah ditalak lagi

dengan satu talak, dan selama masa iddah belum habis ditalak dengan talak

satu, atau mula-mula ditalak dengan talak satu, kemudian dalam masa iddah

ditalak lagi dengan talak dua, atau sebaliknya.43

Menurut Undang-undang No 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, macam-macam

perceraian terbagi menjadi dua macam, yaitu cerai talak dan cerai gugat. Dari

ketentuan-ketentuan tentang perceraian dalam Undang-undang No 1 Tahun 1974

tentang perkawinan pasal 39-41 dan tata cara perceraian dalam peraturan pelaksanaan

yaitu PP No 9 Tahun1975 pasal 14-36 jo. Kompilasi Hukum Islam pasal 114 jo.

Undang-undang No 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, dapat ditarik kesimpulan

bahwa perceraian terbagi menjadi dua macam, yaitu cerai talak dan cerai gugat.44

Menurut pasaal 114 Kompilasi Hukum Islam, menyatakan bahwa putusnya

perkawinan yang disebabkan karena perceraian dapat terjadi karena talak atau

berdasarkan gugatan perceraian. Undang-undang membedakan antara perceraian atas

43

Ibid, h. 25

44

(35)

kehendak suami dan perceraian atas kehendak istri. Hal ini karena karakteristik hokum

Islam dalam perceraian memang menghendaki demikian, sehingga proses perceraian

atas kehendak suami berbeda dengan perceraian atas kehendak istri.45

1. Cerai Talak

Cerai talak adalah cerai yang dijatuhkan oleh suami terhadap istrinya, sehingga

perkawinan menjadi putus, dalah bahasa fiqih, cerai seperti ini disebut "talak".46 Istilah

cerai talak terdapat pula dalam PP No 9 Tahun 1975 pasal 14 yang merupakan

penegasan dari pasal 39 UU Perkawinan No 1 Tahun 1974. cerai talak ini hanya khusus

untuk yang beragama Islam seperti dirumuskan dalam 14 PP No 9 Tahunn 1975 sebagai

berikut: " Seorang suami yang telah melangsungkan perkawinan menurut agama Islam

yang akan menceraikan istrinya, mengajukan surat kepada Pengadilan di tempat

tinggalnya yang berisi pemberitahuan kepada Pengadilan diadakan siding untuk

keperluan itu "47

Dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 117 disebutkan bahwa: " talak " adalah ikrar

suami dihadapan siding Pengadilan Agama yang menjadi salah satu sebab putusnya

perkawinan, dengan cara sebagaiman dimaksud dalam pasal 129, 130, 131.48

Dari ketentuan di atas dalam hubungan dan pelaksanaannya, jelas bahwa pengajuan

pemberitahuan keinginan cerai itu harus dilakukan dengan cara tertulis (surat) ke

45

A. Muktiarto, Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama, (Jakarta: Pustaka Pelajar, 2000), Cet. 3, h. 206

46

Departemen Agama RI, Yanya Jawab Kompilasi Hukum Islam, (Jakarta: PT. Rienaka Cipta, 1992), Cet. 1, h. 274

47

A Mukhtiato, Op.Cit, h. 206

48

(36)

Pengadilan Agama dengan maksud agar persoalan yang diadukan lebih jelas. Perlu juga

ditegaskan disini, bahwa keinginan tersebut berasal dari pihak suami, dan yang diajukan

itu bukanlah suatu "surat permohonan" tapi surat pemberitahuan" yang memberitahukan

bahwa ia akan menceraikan istrinya dan untuk itu ia meminta kepada Pengadilan agar

mengadakan siding untuk menyaksikan perceraian itu, agar perceraiannya itu

mempunyai kekuatan hokum.49

Permohonan cerai talak meskipun berbentuk permohonan tetapi pada hakikatnya

adalah kontesius, karena di dalamnya mengandung unsur sengketa, oleh sebab itu, harus

diproses sebagai perkara kontesiusuntuk melindungi hak-hak istri dalam mencari upaya

hukum dan keadilan.50

2. Cerai Gugat

Cerai gugat adalah cerai yang didasarkan atas adanya gugatan yang diajukan oleh

istri, agar perkawinan dengan suaminya menjadi putus.51Definisi lainya disebutkan

bahwa, yang dimaksud dengan cerai gugat ini adalah perceraiana yang disebabkan oleh

adanya suatu gugatan lebih dahulu oleh pihak istri kepada pihak suami melalui

Pengadilan dan dengan suatu putusan Pengadilan.52

49

Ibid, h. 38

50

A. Muktiarto, Op. Cit, h. 207

51

Departemen Agama, Op. Cit, h. 63

52

(37)

Dalam Kompilasi Hukum Islam, istilah cerai gugat dikenal denga nama "khulu",

dinyatakan dalam pasal 1 bahwa, khulu' adalah perceraian ynag terjadi atas permintaan

istri dengan memberikan tebusan atau iwad kepada dan atas persetujuan suaminya.

Gugatan cerai (cerai gugat) diatur dalam Undang-undang No 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan pasal 40, jo. Peraturan Pemerintah No 9 Tahun 1975 tentang Catatan

Perkawinan pasal 20-36, jo. Undang-undang No 7 Tahun 1989 tentang Peradilan

Agama pasal 73-88, yang sudah diamandemen Undang-undang No 3 tahun 2006

tentang Peradilan Agama jo. KHI pasal 113-148.

2. Tata Cara Perceraian.

Sebagaimana halnya dengan akad nikah, maka talak pun adalah semacam akad

pula. Hanya saja bedanya ialah, akad nikah semacam perjanjian untuk menjadi

suami istri, sedangkan talak ialah perjanjian melepas buhul akad nikah yang telah

disepakati sebelumnya.

Untuk mentalak istri atau melepas kepemilikan terhadap istrinya, dapat dilakukan

dengan cara-cara sebagai berikut:

a. Suami langsung menjatuhkan talak kepada istrinya, dihadapan dua orang saksi

laki-laki dan denga syarat-syarat dan proses tertentu yang ditentukan syara'.

b. Dengan mewakilkan kepada orang lain, tentu saja dengan surat kuasa yang

dapat dijadikan sebagai alat bukti jika terjadi peselisihan atau persoalan

(38)

c. Dengan surat suami yang diantar seorang yang diberi kuasa oleh pihak suami,

tentu saja surat itu adalah surat yang dapat dijadikan alat bukti prosedurnya

seprti nomor satu di atas.53

Dalam Peraturan Pemerintah tata cara perceraian yang dikategorikan sebagai cerai

talak diatur dalam pasal 14, yaitu sebagai berikut:

a. Seorang suami yang perkawinanya dilakukan menurut agama Islam, yang

akan menceraiakan istrinya, mengajukan surat ke Pengadilan Agamadi tempat

tinggalnya, yang berisi pemberitahuan bahwa ia bermaksud menceraikan

istrinya isertai dengan alasan-alasannya serta meminta kepada Pengadilan agar

diadakan siding untuk keperluan itu.

b. Pengadilan yang bersangkutan mempelajari isi surat itu dalam waktu

selambat-lambatnya 30 hari memanggil suami istri tersebut untuk diadakan

pemeriksaan seperlunya.

c. Dalam setiap kesempatan sebelum terjadi talak, pengadilan harus selalu

berusaha mendamaikan suami istri dan berusaha agar bermaksud untuk

mengadakan perceraian tersebut tidak jadi dilaksanakan. Dalam usaha

mendamaikan tersebut Pengadilan dapat meminta bantuan kepada orang yang

dipandang perlu atau suatu badan penasehat, seperti BP4 (Badan Penasehat

Perkawinan dan Penyelesaian Peceraian), atau badan lain untuk memberi

nasehat kepada suami istri tersebut.

d. Bila pengadilan berpendaapat bahwa cukup alasan sebagai dimaksud dala

undang-undang (lihat penjelasan pasal 39 UU) dan bahwa antara suami istri

53

(39)

tersebut tidak mungkin lagi dapat didamaikan untuk hidup rukun lagi dalam

rumah tangga, maka pengadilan mengadakan sidnag untuk menyaksikan

suami tersebut mengikrarkan talak kepada istrinya. Jadi ikrar tersebut

diucapkan disidang pengadilan dihadapan istri atau wakilnya.

e. Apabila hal ini telah dilaksanakan maka pengadilan mebuat surat keterngan

tentang adanya talak tersebut. Surat keterangan itu dibuat rangkap 5 (lima).

Helai pertama disimpan di pengadilan, helai kedua dan ketiga dikirim

masing-masing kepada PPN setempat dan PPN tempat penikahan dahulu untuk

diadakan pencatatan perceraian, sedangkan helai keempat dan kelima

diberikan kepada suami istri.

D. Akibat Perceraian

Sebagaimana telah dijelaskan dimuka bahwa suatu perkawinan bisa putus karena

kematian salah satu pihak dari suami istri, atau karena perceraian suami istri54.

Adapun akibat putusnya perkawinan karena perceraian adalah sebagai berikut:

1. Mengenai Hubungan Bekas Suami dan Bekas Isteri.

a. Pada perceraian yang memasuki tingkat tidak mungkin dicabut kembali (talak

bain), persetubuhan tidak boleh lagi, tetapi mereka boleh kawin kembali asal

saja belum melebihi dua pernyataan talak.

b. Dalam hal talak tiga dijatuhkan, perkawinan kembali hanya dapat setelah

memenuhi syarat-syarat yang berat, sedang perceraian karena Li’an,

perkawinan kembali tidak mungkin lagi untuk dilakukan selamanya.

54

(40)

c. Suami atau isteri yang meninggal dalam waktu iddah-talak yang dapat dicabut

kembali (talak raj’i), berhak berhak mendapat warisan dari harta peninggalan

yang meninggal.

d. Pada perceraian yang tidak dapat dicabut kembali (talak bain) tidak

seorangpun dari suami atau isteri berhak mendapat warisan dari harta

peninggalan yang meninggal dunia dalam masa iddah tersebut.55

2. Mengenai anak

Kalau perceraian suami atau isteri telah memasuki tingkat yang tidak mungkin

dicabut kembali, maka yang menjadi persoalan adalah anak-anak di bawah

umur, yakni anak yang belum berakal. Sekarang timbul pertanyaan siapakah

diantara suami atau istri yang berhak memelihara dan mengasuh anak tersebut,

yang dalam istilah hukum Islam disebut hak Hadhanah.56

3. Mengenai Harta Benda

Tentang harta benda di dalam Islam tidak dikenal percampuran harta kekayaan

antara suami atau istri karena pernikahan harta kekayaan istri tetap menjadi

milik istri dan dikuasai penuh olehnya. Demikian pula harta kekayaan suami

tetap milik suami dan dikuasai penuh olehnya.

Karena itu pula menurut hukum Islam perempuan yang sudah bersuami tetap

dianggap cakap bertindak dalam hukum, sehingga ia dapat melakukan segala pebuatan

hukum dalam masyarakat. Hal ini berbeda dengan hukum barat perempuan yang

55

Ibid, hal. 81

56

(41)

bersuami tidak cakap bertindak hukum dan hanya dapat ddilakukan perbuatan hukum

secara sah, jika dibantu atau dikuasakan secara tertulis oleh suanminya.

Akan tetapi karena menurut Islam, dengan perkawinan sang istri menjadi sang istri

(kongsi) sekutu dengan seorang suami dalam melayani bahtera hidup.57 Maka antara

suami istri terjadilah syarikah abdan (perkongsian tenaga) dan syarikah mufawwadah

(perkongsian tidak terbatas).58

Jika selama perkawinan diperoleh harta, maka harta ini adalah harta syirkah, yaitu

harta bersama yang menjadi milik bersama sari suami isteri. Karena itu dalam Islam ada

harta suami isteri yang terpisah (tidak bercampur) dan harta kekayaan tidak terpisah

(yang bercampur).

Dalam hal harta kekayaan yang bercampur yang merupakan harta kekayaan

tambahan karena usaha bersama suami istri selama perkawinan, menjadi milik bersama

dari suami istri untuk kepentingan bersama. Karena itu apabila ikatan perkawinan putus

baik disebabkan meninggal atau perceraian, maka harta ini dibagi antara suami istri.

Pada pasal 149 Kompilasi Hukum Islam tentang akibat-akibat perceraian (talak)

yaitu:

a. Memberikan mut'ah yang layak kepada bekas istri, baik berupa uang atau benda,

kecuali bekas istri tersebut qabla dukhul.

57

Hasby Ash Shiddiqy, Pedoman Rumah Tangga, (Medan: Pustaka Maju), h. 9

58

(42)

b. Memberikan nafkah, makan dan kiswah kepada istri selama dalam iddah,

kecuali bekas istri telah dijatuhi talak ba'in atau nusyuz dan dalam keadaan tidak

hamil

c. Melunasimahar yang masih terhutang seluruhnya dan separuh apabila qobla

dukhul

d. Memberikan biaya hadhanah untuk anak-anaknya yang bbelum mencapai umur

21 tahun.59

59

(43)

BAB III

GAMBARAN UMUM PERCERAIAN DI KELURAHAN PULAU TIDUNG KECAMATAN KEPULAUAN SERIBU SELATAN

KAB. ADM. KEPULAUAN SERIBU

A. Kondisi Objektif Masyarakat Pulau Tidung Kec. Kepulauan Seribu Selatan Kab.Adm. Kepulauan Seribu

1. Letak Geografis dan Batas Wilayah

Pulau Tidung adalah salahsatu pulau yang ada di Kecamatan Kepulauan Seribu

Selatan dan mejadi pusat kecamatan yang meliputi lima pulau. Adapun luas dan batas

wilayahnya yaitu berdasarkan SK Gubernur KDKI Jakarta No. 1227 Tahun 1989 luas

daratan kelurahan pulau tidung adalah 175,00 Ha dengan batas-batas wilayah sebagai

berikut:

Sebelah utara berbatasan dengan Pulau Karang Beras berada pada posisi

106 0 - 36 0 - 00 0 BT s/d 106 0 - 36 0 - 00 0 BT

05 0 - 47 0 - 00 0 LS s/d 05 0 - 47 0 - 00 0 LS

Sebelah timur berbatasan dengan Pulau Tidung Kecil berada pada posisi

03 0 - 47 0 - 00 0 LS s/d 06 0 - 0 0 - 20 0 LS

Sebelah barat berbatasan dengan Pulau Tunda berada pada posisi

05 0 - 47 0 - 00 0 LS s/d 00 0 - 0 0 LS

Sebelah selatan berbatasan dengan Pulau Laki dan Pulau Lancang serta sepanjang Pulau

Jawa tepatnya pada posisi

106 0 - 20 0 - 0 0 - 20 0 BT s/d 00 0 - 40 0 - 00 0 BT (Sumber Laporan Tahunan Kel. Pulau Tidung 2006)60

60

(44)

Adapun jumlah dan luas wilayah Kelurahan Pulau Tidung dan pulau yang termasuk

ke dalam Kelurahan Pulau Tidung berdasarkan SK Gubernur KDKI Jakarta No. 1986

[image:44.612.90.501.202.544.2]

dengan luas 106, 90 Ha terdiri dari pulau-pulau sebagai berikut:

TABEL I

Pulau-pulau yang termasuk Wilayah Kelurahan Pulau Tidung

No Nama Pulau Luas Pulau Keterangan

1.

2.

3.

4.

5.

6.

Pulau Tidung Besar

Pulau Tidung Kecil

Pulau Payung Besar

Pulau Payung Kecil

Pulau Laki

Pulau Karang Beras

50. 130 Ha

17. 400 Ha

20. 860 Ha

10. 460 Ha

14. 450 Ha

3. 600 Ha

Penduduk

Pariwisata

Penduduk

Pariwisata

Pariwisata

Pariwisata

Jumlah 106.90 Ha

(Sumber Laporan Kelurahan Pulau Tidung Tahun 2006)61

(45)
[image:45.612.115.503.156.510.2]

TABEL II

Jumlah Penduduk Kelurahan Pulau Tidung Menurut Tingkat Usia

(Sumber Laporan Tahunan Kelurahan Pulau Tidung Tahun 2006)62

a

Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa jumlah usia yang produktif lebih kecil

dibandingkan jumlah usia yang tidak produktif, yaitu terdiri dari: usia anak-anak dan

remaja serta usia lanjut, hal ini berdampak pada kesejahteraan keluarga dimana 1 (satu)

orang usia produktif berbanding 3 (tiga) orang usia tidak produktif, usia tidak produktif

62 Ibid

No Usia Jumlah

1. 0 – 5 761

2. 6 – 10 616

3. 11 – 17 583

4. 18 – 24 485

5. 25 – 30 308

6. 31 – 40 505

7. 41 – 50 406

8. 51 – 60 249

9. 61 – 70 167

10. 70 Keatas 66

(46)

ini dapat dilihat sebanyak 2.442 jiwa, sedangkan usia produktif hanya berjumlah 1.704

jiwa, di samping itu penghasilan yang didapat dari usia produktif hanya di bawah

standar kesejahteraan karena pada umumnya penduduk Pulau Tidung berprofesi sebagai

[image:46.612.112.502.175.529.2]

nelayan, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini:

TABEL III

Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian

No. Mata Pencaharian Jumlah

1. Nelayan 706

2. Buruh 50

3. Pedagang 66

4. Karyawan Swasta 20

5. PNS 127

6. Pensiunan 8

7. Pegawai Tidak Tetap(PTT) 33

8. Honorer 78

TOTAL 1098

(Sumber Laporan Tahunan Kelurahan Pulau Tidung Tahun 2006)63

Maka dengan melihat data jumlah penduduk menurut mata pencahariannya dari

tabel 3 di atas jelahlah bahwa masyarakat Pulau Tidung mayoritas bermata pencaharian

sebagai nelayan Morami dan perlu diketahui para nelayan di Pulau Tidung biasanya

(47)

kalau sedang melaut samnpai kewilayah Sumatera yang membutuhkan waktu kurang

lebih 3 bulan lamanya, setelah sudah 3 bulan barulah mereka pulang itu menjadi

salahsatu sebab dari pasangan yang melakukan perceraian di luar Pengadilan, dan kalau

dilihat dari penghasilan yang didapat selama kurang lebih 3 bulan itu hanya Rp.

1000.000/orang dan ditambah beras 40 liter/orang oleh karena itu mereka melakukan

perceraian di luar Pengadilan karena melakuakn perceraian di Penagdilan memerlukan

biaya yang tidak sedikit dan pada masyarakat Pulau Tidung umumnya melakukan

perceraian di luar Pengadilan dan memilih bercerai hanya di depan penghulu dan

disaksikan oleh tokoh masyarakat saja.

2. Kondisi Obyektif Masyarakat Pulau Tidung dari Segi Sosial dan Ekonomi Masyarakat Pulau Tidung.

Masyarakat Pulau Tidung mayoritas beragama Islam mereka terdiri dari berbagai

suku yang sudah menyatu, serta bahasa yang digunakan adalah bahasa betawi dengan

ciri khas dialek pulau yang berintonasi keras dan terkadang penyederhanaan kata

dengan pengurangan huruf terakhir.

Adapun segi positif dari prilaku sosial masayarakat Pulau Tidung adalah kerukunan

dan asas kekeluargaan yang masih kuat melekat, ini terlihat adanya bentuk

gotong-royong dan saling membatu antar sesama. Adapuncontoh kongkrit dari sikap positif

tersebut adalah membatu membatu tarub pada saat kenduri (pernikahan), memberikan

sedikit sumbangsi materi pada saat sebuah keluarga sedang mengalami musibah, serta

bekerja sama dalam membersihkan kampung halaman.64

(48)

Apabila di masyarakat timbul sebuah permasalahan yang sebabkan oleh warga,

seperti keributan antar warga, perceraian dalam keluarga atau perselisihan dalam

keluarga, biasanya mereka mengadukan masalah tersebut kepada tokoh masyarakat dan

tokoh agama setempat, untuk menyelesaikan masalah tersebut.

Adapun kondisi ekonomi masyarakat Pulau Tidung sesuai dengan tabel 3 di atas,

jelaslah perekonomian masyarakat Pulau Tidung bertumpuh pada usah nelayan

terutama pada nelayan murami (usaha penangkapan ikan dengan jaring). Namun bukan

hanya itu saja usaha atau perekonomian di Pulau Tidung, masih ada usaha yang

diandalkan dari upaya masyarakat. Usaha mereka antara lain menanam rumput laut,

memasang perangkap ikan dengan bubu (bahasa pulau), memancing ikan tongkol serta

usaha perdagangan dalam usaha memenuhi kebutuhan masyarakat.

B. Pasangan Suami Isteri Yang Melakukan Perceraian

Sebelum mengetahui bagaimana faktor penyebab terjadinya perceraian di Kelurahan

Pulau Tidung Kec. Kepulauan Seribu Selatan Kabupaten Adm. Kepulauan Seribu,

maka untuk lebih jelasnya penulis akan mengemukakan keberadaan para pasangan

suami isteri yang melakukan perceraian. Kondisi tersebut dapat dibuktikan dengan data

yang bersumber di KUA Kepulauan Seribu sebagai berikut :

1. Jumlah pasangan kawin di Kel. Pulau Tidung Kec. Kepulauan Seribu Selatan

Kab. Adm. Kepulauan Seribu.

Jumlah pasangan kawin yang melakukan perkawinan pada tahun 1999 di Kel.

Pulau Tidung Kec. Kepulauan Seribu, berjumlah 83 pasangan kawin, dan pada

(49)

Kemudian pada tahun 2000 jumlah pasangan kawin yang melakukan perkawinan

berjumlah 71 pasangan kawin, juga pada tahun yang sama terjadi perceraian dari

beberapa pasangan kawin yang berjumlah 12 pasangan dan perceraian yang

dilakukan semuanya dilaksanakan di luar pengadilan, artinya perceraian itu cukup

dilaksanakan di depan penghulu dimana mereka melakukan akad nikah waktu

itu.65

2. Pasangan kawin yang melakukan perceraian di luar Pengadilan Agama.

Untuk memudahkan dalam pengumpulan data, penulis mengambil populasi

berjumlah sepuluh (10) pasangan kawin yang melakukan perceraian. Adapun

pasangan kawin yang melakukan perceraian tersebut adalah NL dan LN yang

berusia 28 dan 25 tahun dan melakukan perceraian pada tahun 2000 dan

perceraiannya di depan penghulu Pulau Tidung. Pasangan HR dan SP yang

berusia 27 dan 22 tahun, melakukan perceraian pada tahun 1999 dan dilakukan di

depan penghulu Pulau Tidung. Pasangan HR dan RN yang berusia 32 dan 29

tahun melakukan perceraian diluar pengadilan pada tahun 2000 yang dilakukan

penghulu atau lebe Pulau Tidung. Pasangan BD dan SR yang berusia 26 tahun dan

23 tahun melakukan perceraian pada tahun 2000 juga dilakukan di depan

penghulu Pulau Tidung. Pasangan kawin TR dan JD yang berusia 32 dan 39

tahun, melakukan perceraian pada tahun 1999 juga dilakukan diluar pengadilan

yakni di depan penghulu Pulau Tidung. Pasangan AW dan UU usia 42 dan 36

tahun bercerai tahun 2000 dilaksanakan di depan penghulu Pulau Tidung Kec.

Kepulauan Seribu Selatan, pasanga SP dan MJ yang berusia 35 dan 30 tahun

65

(50)

bercerai tahun 2000 dilaksanakan di depan penghulu Pulau Tidung. Pasangan WL

dan SN berusia 28 dan 31 tahun, bercerai pada tahun 2000 dilaksanakan diluar

pengadilan yakni di depan penghulu Pulau Tidung Kec. Kepulauan Seribu

Selatan, pasangan kawin SM dan AN yang berusia 45 dan 37 tahun, bercerai pada

tahun 2000 juga dilaksanakan di depan penghulu Pualau Tidung. Pasangan SR

dan NR yang berusia 27 dan 32 tahun, ynag bercerai pada tahun 1999 dan

dilakukan diluar pengadilan Agama, yakni di depan penghulu Pulau Tidung Kec.

Kepulauan Seribu Selatan.

Sebagaimana telah kita ketahui bahwa rata-rata mata pencaharian masyarakat Pulau

Tidung adalah sebagai nelayan, begitu juga halnya dengan mereka pasangan suami

isteri yang melakukan perceraian mayoritas bermata pencaharian sebagai nelayan,

untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah.

[image:50.612.108.528.331.698.2]

TABEL IV

Distribusi Pasangan Kawin Yang Melakukan Peceraian

No Pria Pekerjaan Wanita Pekerjaan

1 NL Nelayan LN Ibu rumah tangga

2 HR Nelayan SP Ibu rumah tangga

3 HR Nelayan RN Ibu rumah tangga

4 BD Nelayan SR Ibu rumah tangga

5 TR Nelayan JD Ibu rumah tangga

(51)

7 SP Nelayan MJ Ibu rumah tangga

8 WL Nelayan SN Ibu rumah tangga

9 SM Nelayan AN Ibu rumah tangga

10 SR Nelayan NR Ibu rumah tangga

Hasil penelitian, 19-20 Agustus 200666

Dari tabel di atas menunjukan bahwa para pasangan suami isteri yang melakukan

perceraian itu terutama pihak suami adalah bermata pencaharian sebagai nelayan. Perlu

diketahui bahwa penduduk Pulau Tidung yang bermata pencaharian sebagai nelayan itu

biasanya mencari ikan di laut lepas selama 3-4 bulan lamanya (nelayan murami),

artinya mereka (para nelayan) mengarungi lautan Nusantara untuk mencari ikan selama

3-4 bulan dan setelah itu barulah mereka kembali ke Pulau Tidung. Sebagaimana telah

diketahui bahwa penghasilan mereka sebagai nelayan itu sangat minim sekali sekitar

satu juta rupiah per tiga bulan sekali, maka bisa jadi faktor ekonomi mejadi penyebab

perceraian bagi mereka masyarakat Pulau Tidung yang becerai di luar Pengadilan

Agama, perlu diketahui bahwa di Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu tidak ada

Peradilan Agama, jadi bagi mereka pasangan suami isteri yang ingin melakukan

perceraian di Pengadilan Agama tampaknya sangat sulit karena mereka harus

menyeberangi lautan yang tidak sebentar sekitar 3 jam perjalanan dan belum lagi harus

naik mobil menuju Pengadilan Agama yang terletak di Semper Jakarta Utara, dan tidak

cukup hanya sampai disitu saja mereka harus mencari penginapan, dan itu semua

membutuhkan biaya yang tidak sedikit, yang telah dijelaskan di atas bahwasanya

(52)

penghasilan dari para nelayan sangat minim, jadi mereka lebih memilih bercerai di

[image:52.612.99.503.142.691.2]

depan penghulu dan tokoh masyarakat setempat saja.67

TABEL V

Pasangan Suami Isteri Yang Melakukan Perceraian Berdasarkan Pendidikannya

67 Ibid

No Pria Pendidikan Wanita Pendidikan

1 NL SLTP LN SLTP

2 HR SD SP SLTP

3 HR SD RN SLTA

4 BD SLTA SR SLTA

5 TR SD JD SD

6 AW SD UU SD

7 SP SD MJ SD

(53)

Hasil

penel

itian, 19-20 Agustus 200668

Dari tabel di atas jelas bahwa para pasangan yang melakukan perceraian itu telah

menamatkan pen

Gambar

Gambaran umum perceraian di Kel. Pulau Tidung Kab. Adm. Kepulauan
TABEL  I Pulau-pulau yang termasuk Wilayah Kelurahan Pulau Tidung
TABEL II
TABEL  III Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian
+3

Referensi

Dokumen terkait

cooperative script dalam pembelajaran berbicara bahasa Jepang siswa kelas XII.. IPS 1 SMA Sumatra 40 Bandung, diperoleh kesimpulan sebagai

Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data parametrik dari hasil pengujian laboratorium pada otak-otak ikan dengan parameter stabilitas emulsi, aktivitas air

Penelitian yuridis normatif dilakukan untuk menjelaskan pengawasan perbankan dengan mengacu pada hukum positif Indonesia, yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

bahwa sesuai dengan ketentuan Undang-undang Nomor 13 Tahun 1980 tentang Jalan juncto Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1990 tentang Jalan Tol sebagaimana telah diubah dengan

Dalam hal ini, Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum, melakukan peran pembinaan dan fasilitasi teknis kepada pemerintah daerah, khususnya

catalogue could use the RSS auto discovery protocol to find all the services available at a site and harvest them ... without having to have a priori knowledge of the URL for

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh finger painting terhadap kreativitas anak usia dini di KB Harapan Bunda Wuryorejo Wonogiri Tahun Ajaran

Implikasi penelitian yang dapat dihasilkan adalah hendaknya pimpinan organisasi lebih memperhatikan iklim organisasi dengan menciptakan suasana kerja yang nyaman dan