• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI MODEL COOPERATIVE LEARNING TYPE STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISIONS SISWA KELAS V C SDN 3 BUMI AGUNG TAHUN PELAJARAN 2011/2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI MODEL COOPERATIVE LEARNING TYPE STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISIONS SISWA KELAS V C SDN 3 BUMI AGUNG TAHUN PELAJARAN 2011/2012"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI MODEL COOPERATIVE LEARNING TYPE

STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISIONS SISWA KELAS V C SDN 3 BUMI AGUNG

TAHUN PELAJARAN 2011/2012

Oleh

MAIKO SABRI MARTHA

Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti, menunjukkan masih rendahnya aktivitas dan hasil belajar matematika siswa kelas V C SDN 3 Bumi Agung, oleh karena itu, perlu perbaikan pembelajaran melalui penelitian untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar matematika dengan menggunakan model cooperative learning type student team achievement divisions (STAD).

Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan sebanyak 3 siklus, dimana setiap siklus terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Teknik analisis data dalam bentuk analisis kualitatif dan kuantitatif.

Perbaikan pembelajaran dengan model cooperative learning tipe STAD menunjukkan peningkatan aktivitas dan hasil belajar siswa. Persentase rata-rata aktivitas siswa pada siklus I 50,94% (cukup aktif), siklus II 70,01% (aktif), dan siklus III 85,44% (sangat aktif), sementara rata-rata nilai hasil belajar siswa pada siklus I (50,08), siklus II (65,20), dan siklus III (86,96) dengan KKM ≥ 50. Peningkatan aktivitas dan hasil belajar, didukung uji perbedaan hasil post-tes dengan pre-tes menggunakan t-tes didapatkan hasil thitung 1 = 7,97 > ttabel = 2,064, thitung 2 = 5,71 > ttabel = 2,064, thitung 3 = 4,30 > ttabel = 2,064, pada ketentuan α = 0,05, dan apabila dilihat dari uji perbedaan hasil belajar post-tes siklus I terhadap siklus II (thitung = 3,904) dan siklus II terhadap siklus III (thitung = 6,360) maka adanya peningkatan uji t-tes hasil belajar sebesar 2,456.

(2)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendidikan adalah investasi jangka panjang yang memerlukan usaha dan dana yang cukup besar. Hal ini diakui oleh semua orang atau suatu bangsa demi kelangsungan masa depannya. Demikian halnya dengan Indonesia yang menaruh harapan besar terhadap pendidikan dalam perkembangan masa depan ini, karena dari sanalah tunas muda harapan bangsa sebagai generasi penerus dibentuk (Kusumah dan Dwitagama, 2009: 150). Untuk membentuk tunas bangsa yang berkualitas, dituntutlah seorang pendidik profesional yang memiliki berbagai strategi dalam pembelajaran yang dilakukan, agar tujuan pembelajaran dapat dengan mudah dicapai.

Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Pasal 1 tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) dirumuskan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradapan bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

(3)

kepada wahana pendidikan untuk mengembangkan semua potensi yang dimiliki siswa dalam bentuk pengetahuan, kemampuan dan keterampilan dasar matematika.

Ilmu matematika memberikan sumbangan yang cukup besar dalam pembentukan manusia unggul, karena salah satu kriteria unggul adalah manusia yang dapat menggunakan nalarnya untuk kemajuan umatnya. Kita yakin bahwa sebaik-baiknya manusia adalah yang mampu membawa manfaat bagi manusia lainnya untuk kehidupan selanjutnya. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia (Aisyah, dkk., 2007: 1-3). Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika di bidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang dan matematika diskrit. Untuk menguasai dan mencipta teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini.

Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah khususnya pada mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.

(4)

ketidak senangan tersebut dapat mempengaruhi keberhasilan siswa dalam belajar matematika.

Berdasarkan pengamatan atau observasi, dan wawancara yang dilakukan peneliti pada tanggal 18 Oktober 2011 dengan guru serta siswa kelas V C SDN 3 Bumi Agung kabupaten Pesawaran ternyata masih banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam belajar matematika, serta dari data guru tentang hasil belajar siswa pada ulangan harian khususnya mata pelajaran matematika hanya memperoleh nilai rata-rata 4,5 dengan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) ≥ 50 atau apabila dilihat dari jumlah siswa yang mencapai KKM, hanya 10 orang (40%) dari jumlah keseluruhan siswa yakni 25 orang. Oleh karena itu masih terdapat 15 orang (60%) yang belum mencapai KKM. Ini menandakan daya serap siswa terhadap pelajaran tersebut rendah. Bahkan guru dalam proses pembelajaran dominan menggunakan metode ceramah serta metode tanya jawab, guru pun hanya mengunakan satu bahan ajar saja, Lembar Kerja Siswa (LKS) tidak dibuat secara jelas hanya diberikan sesuai buku pegangan guru saja, serta alat peraga atau media yang digunakan bersifat monoton dan kurang bervariasi atau dapat dikatakan guru hanya memanfaatkan media yang hanya terdapat di dalam kelas saja.

Banyak faktor yang menyebabkan aktivitas dan hasil belajar matematika rendah baik faktor internal maupun faktor eksternal dari siswa. Faktor internal yaitu faktor yang berasal dari dalam diri siswa, diantaranya motivasi belajar, minat, cara belajar atau sikap, intelegensi, kebiasaan, rasa percaya diri, dan perhatian. Faktor eksternal adalah faktor yang terdapat di luar diri siswa, seperti guru sebagai pembina belajar, metode, strategi, teknik pembelajaran, sarana dan prasarana pembelajaran, kurikulum, serta lingkungan sosial.

(5)

bertanya meskipun sudah diberi kesempatan untuk menunjuk atas pertanyaan- pertanyaan yang sifatnya merangsang daya pikir mereka. Siswa pun kurang aktif dalam kegiatan belajar mengajar, khususnya pada kegiatan diskusi kelompok, siswa yang mempunyai kemampuan sedang cenderung pasif, tidak mau mengungkapkan pendapatnya, mereka hanya sebagai pengamat terhadap siswa-siswa yang aktif saja. Waktu observasi pembelajaran yang dilakukan pada tanggal 21 Oktober 2011 khususnya dalam kegiatan diskusi, proses pembelajaran menjadi tidak hidup karena hanya didominasi oleh siswa tertentu saja. Siswa kurang berani mengungkapkan pendapat padahal pendapatnya belum tentu salah.

Dari masalah-masalah yang terungkap jelas bahwa rendahnya aktivitas dan hasil belajar matematika bukan hanya disebabkan faktor guru sebagai penyampai materi tetapi juga dari siswa sebagai subjek dan objek pembelajaran. Oleh karena itu untuk memperbaiki pembelajaran matematika diperlukan suatu model yang baik, sehingga pembelajaran dapat memotivasi siswa agar lebih aktif, kreatif, inovatif bahkan menyenangkan guna meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa khususnya pada mata pelajaran matematika.

Salah satu model yang ada, guna memperbaiki pembelajaran tersebut yaitu model cooperative learning. Pembelajaran dengan model kooperatif, siswa akan diminta untuk lebih aktif dan dituntut untuk berbagi informasi dengan siswa yang lainnya dan saling belajar mengajar sesama temannya guna memecahkan berbagai konsep yang pada akhirnya mampu memecahkan masalah-masalah matematika yang sifat-sifatnya berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.

(6)

dapat bekerja sama dengan orang lain, siswa yang agresif dan tak peduli dengan orang lain. Model pembelajaran ini telah terbukti dapat dipergunakan dalam berbagai mata pelajaran dan berbagai tingkatan usia (Isjoni, 2007: 16).

Menurut Slavin (2010: 11) terdapat tipe dalam cooperative learning diantaranya Cooperative Learning Type Student Team Achievement Divisions (STAD), Team Games Tournament (TGT), Team Assisted Individualization (TAI), Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC), Group Investigation (GI), Jigsaw II, dan Model Co-op Co-Co-op. Dari berbagai tipe cooperative learning tersebut, peneliti memilih cooperative learning tipe STAD. Tipe ini dikembangkan oleh Slavin dan merupakan salah satu tipe kooperatif yang menekankan pada adanya aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal. Tipe ini pun dianggap sebagai model yang paling sesuai bagi guru yang baru belajar menggunakan pembelajaran kooperatif (Huda, 2011: 164).

Menurut Slavin (2010: 12), cooperative learning tipe STAD telah digunakan dalam berbagai mata pelajaran yang ada, seperti matematika, bahasa, seni, sampai dengan ilmu sosial dan ilmu pengetahuan ilmiah lain, dan telah digunakan mulai dari siswa kelas dua sampai perguruan tinggi. Metode ini paling sesuai untuk mengajarkan bidang studi yang sudah terdefinisikan dengan jelas, seperti matematika, berhitung, dan studi terapan, penggunaan dan mekanika bahasa, geografi dan kemampuan peta, dan konsep-konsep ilmu pengetahuan ilmiah.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti merasa perlu melakukan perbaikan kualitas pembelajaran melalui penelitian tindakan kelas dengan judul “Peningkatan

(7)

Student Team Achievement Divisions (STAD) Siswa Kelas V C SDN 3 Bumi Agung Tahun Pelajaran 2011/2012”.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas perlu diidentifikasi permasalahan yang ada, yaitu sebagai berikut:

a. Rendahnya aktivitas belajar siswa kelas V C SDN 3 Bumi Agung pada mata pelajaran matematika tahun pelajaran 2011/2012.

b. Rendahnya hasil belajar siswa kelas V C SDN 3 Bumi Agung pada mata pelajaran matematika tahun pelajaran 2011/2012, dilihat dari nilai rata-rata 4,5 dengan KKM ≥ 50.

c. Belum tersusun secara baik bahan ajar dan LKS yang digunakan guru dalam proses pembelajaran.

d. Kurangnya variasi metode, teknik, dan strategi pembelajaran yang digunakan guru sehingga pembelajaran tidak aktif.

e. Penggunaan alat atau media pembelajaran yang monoton dan kurang bervariasi. f. Guru belum pernah menerapkan model cooperative learning tipe STAD dalam

proses pembelajaran di kelas.

1.3 Rumusan Masalah

(8)

a. Bagaimanakah pembelajaran matematika dengan menggunakan cooperative learning tipe STAD dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas V C SDN 3 Bumi Agung Tahun Pelajaran 2011/2012?

b. Bagaimanakah pembelajaran matematika dengan menggunakan cooperative learning tipe STAD dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas V C SDN 3 Bumi Agung Tahun Pelajaran 2011/2012?

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun penelitian ini bertujuan untuk:

a. Meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas V C SDN 3 Bumi Agung pada mata pelajaran matematika melalui model cooperative learning tipe STAD.

b. Meningkatkan hasil belajar siswa kelas V C SDN 3 Bumi Agung pada mata pelajaran matematika melalui model cooperative learning tipe STAD.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian peningkatan aktivitas dan hasil belajar matematika melalui model cooperative learning tipe STAD siswa kelas V C SDN 3 Bumi Agung Tahun Pelajaran 2011/2012 sebagai:

1.5.1 Manfaat Teoritis

Menambah pengetahuan, pengalaman dan wawasan, memberikan informasi, serta bahan penerapan ilmu metode perbaikan pembelajaran, khususnya mengenai peningkatan aktivitas dan hasil belajar matematika melalui model cooperative learning tipe STAD Kelas V C SDN 3 Bumi Agung Tahun Pelajaran 2011/2012.

(9)

a. Bagi Siswa

Dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika melalui model cooperative learning tipe STAD.

b. Bagi Guru

Sebagai bahan pertimbangan, menambah wawasan, meningkatkan kemampuan penguasaan penerapan model pembelajaran matematika dengan model cooperative learning tipe STAD sehingga menjadi guru yang profesional dan dapat memberikan manfaat bagi siswa.

c. Bagi Sekolah

Merupakan bahan masukan bagi sekolah dalam upaya meningkatkan kualitas pembelajaran matematika melalui model cooperative learning tipe STAD.

d. Bagi Peneliti

(10)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Model Cooperative Learning Tipe STAD 2.1.1 Pengertian Model Pembelajaran

Dalam setiap proses pembelajaran seorang guru sebelumnya pasti akan mempersiapkan lebih dahulu apa yang akan disampaikan pada siswa dengan menyusun persiapan mengajar atau rencana pembelajaran. Ketika guru melaksanakan kegiatan pembelajaran di kelas, pada dasarnya guru tersebut sedang mempraktekkan model pembelajaran. Model pembelajaran ini menggambarkan keseluruhan urutan atau langkah-langkah yang pada umumnya diikuti oleh serangkaian kegiatan pembelajaran.

Secara kaffah model dimaknakan sebagai suatu objek atau konsep yang digunakan untuk mempresentasikan suatu hal, dan sesuatu yang nyata dan dikonversikan untuk sebuah bentuk yang lebih komprehensif (Mayer dalam Trianto, 2010: 21). Arends dalam Suwarjo (2008: 97) menjelaskan bahwa model pembelajaran merupakan suatu istilah yang digunakan untuk menjelaskan suatu pendekatan atau rencana pengajaran yang mengacu pada pendekatan secara menyeluruh yang memuat tujuan, tahapan-tahapan kegiatan, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas.

(11)

tujuan pembelajaran yang akan dicapai, tingkah laku mengajar yang diperlukan, serta lingkungan belajar. Menurut Soekamto, dkk., dalam Trianto (2010: 22) mengemukakan maksud dari model pembelajaran adalah: “Kerangka konseptual

yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar.” Dengan demikian aktivitas pembelajaran benar-benar

merupakan kegiatan bertujuan yang tertata secara sistematis.

Model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran (Komalasari, 2010: 57).

Berkenaan dengan model pembelajaran, Joyce dan Weil (Sudrajat: 2008) menengahkan 4 (empat) kelompok model pembelajaran, yaitu: (1) model interaksi sosial; (2) model pengolahan informasi; (3) model personal-humanistik; dan (4) model modifikasi tingkah laku. Penggunaan istilah model pembelajaran tersebut diidentikkan dengan strategi pembelajaran.

Aplikasi model pembelajaran biasanya tergantung pada tujuan, materi, karakteristik sekolah, lingkungan, dan kebutuhannya. Dalam pembelajaran kooperatif, umumnya model belajar ditandai adanya struktur tugas, struktur tujuan dan struktur penghargaan (Suwarjo, 2008: 98).

(12)

2.1.2 Pengertian Model Cooperative Learning

Ada beberapa definisi tentang pembelajaran kooperatif yang dikemukakan oleh para ahli pendidikan. Cohen dalam Asma (2006: 11) mendefinisikan pembelajaran kooperatif ialah “cooperative learning will be defined as student

working together in a group small enough that everyone participate on a collective task that has been clearly assingn. Moreover, students are expected to

carry out their task without direct and immediate supervision of the teacher”.

Berdasarkan pengertian yang dikemukan oleh Cohen di atas, memiliki pengertian luas yang meliputi belajar kooperatif (cooperative learning) siswa dituntut untuk kerja kelompok (group work), dan juga pembelajaran kooperatif menunjukkan ciri sosiologis yaitu penekanannya pada aspek tugas-tugas kolektif yang harus dikerjakan bersama dalam kelompok dan pendelegasian wewenang dari guru kepada siswa. Guru berperan sebagai fasilitator dalam membimbing siswa meyelesaikan materi dan tugas.

Pembelajaran cooperative learning merupakan strategi pembelajaran melalui kelompok kecil siswa yang saling bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar (Depdiknas dalam Komalasari, 2010: 62). Menurut Slavin dalam Isjoni (2007: 12), cooperative learning adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok secara kolaboratif yang anggotanya 4-6 orang dengan sturktur kelompok heterogen.

(13)

29) mengatakan pembelajaran kooperatif merupakan aktivitas pembelajaran kelompok yang diorganisir oleh satu prinsip bahwa pembelajaran harus didasarkan pada perubahan informasi secara sosial di antara kelompok-kelompok belajar yang di dalamnya pembelajar bertanggung jawab atas pembelajarannya sendiri dan didorong untuk meningkatkan pembelajaran anggota-anggota yang lain.

Beberapa para ahli menyatakan bahwa model kooperatif tidak hanya unggul dalam membantu siswa memahami konsep yang sulit, tetapi juga sangat berguna untuk menumbuhkan kemampuan berpikir kritis, bekerja sama, dan membantu teman (Isjoni, 2007: 13). Dalam Buku Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (2011: 63), dituliskan bahwa pembelajaran kooperatif terdapat saling ketergantungan positif di antara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Setiap siswa mempunyai kesempatan yang sama untuk sukses. Aktivitas belajar berpusat pada siswa dalam bentuk diskusi, mengerjakan tugas bersama, saling membantu dan saling mendukung dalam memecahkan masalah. Melalui interaksi belajar yang efektif siswa lebih termotivasi, percaya diri, mampu mengunakan, strategi berpikir tingkat tinggi, serta mampu membangun hubungan interpersonal.

Model cooperative learning memungkinkan semua siswa dapat menguasai materi pada tingkat penguasaan yang relatif sama atau sejajar. Sementara itu menurut Wina dalam Widyantini (2008: 4), model pembelajaran kelompok adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan.

(14)

dalam menjawab kuis yang diberikan; (c). Face to face promotive interaction yaitu siswa menjelaskan, diskusi, dan mengajar apa yang mereka ketahui kepada teman sekelasnya; (d). Interpersonal skill yaitu kelompok tidak dapat berfungsi secara efektif jika siswa tidak memiliki dan menggunakan keterampilan sosial yang diperlukan; dan (e). Group processing yaitu kelompok membutuhkan waktu khusus untuk diskusi bagaimana baiknya mereka mencapai tujuannya dan memelihara hubungan pekerjaan efektif di antara anggota.

Anita dalam Widyantini (2008: 4), model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok serta di dalamnya menekankan kerjasama. Tujuan model pembelajaran kooperatif adalah hasil belajar akademik siswa meningkat dan siswa dapat menerima berbagai keragaman dari temannya serta mengembangkan keterampilan sosial.

2.1.3 Prinsip Dasar Dalam Pembelajaran Kooperatif

Ada lima unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif, yaitu prinsip ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, interaksi tatap muka, partisipasi dan komunikasi, dan evaluasi proses kelompok (Roger dan Johnson dalam Rusman (2010: 212).

Menurut Muslimin, dkk., dalam Widyantini (2008: 4) mengemukakan prinsip dasar pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut:

a. Setiap anggota kelompok (siswa) bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dikerjakan dalam kelompoknya.

b. Setiap anggota kelompok (siswa) harus mengetahui bahwa semua anggota kelompok mempunyai tujuan yang sama.

c. Setiap anggota kelompok (siswa) harus membagi tugas dan tanggung jawab yang sama di antara anggota kelompoknya.

d. Setiap anggota kelompok (siswa) akan dievaluasi.

e. Setiap anggota kelompok (siswa) berbagi kepemimpinan dan membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya.

f. Setiap anggota kelompok (siswa) akan diminta untuk mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.

(15)

cooperative learning dapat membentuk siswa untuk lebih tanggung jawab secara individual maupun kelompok dengan didasari prinsip kepemimpinan untuk mencapai tujuan bersama.

2.1.4 Ciri-Ciri Pembelajaran Kooperatif

Menurut Muslimin, dkk., (dalam Widyantini, 2008: 4) mengemukakan ciri-ciri pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut: kerja kelompok, pembentukan kelompok secara heterogen, dan penghargaan kelompok. Dengan demikian ciri-ciri pembelajaran kooperatif adalah pertama, siswa dalam kelompok secara kooperatif menyelesaikan materi belajar sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai; kedua, kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan yang berbeda-beda, gabungan dari siswa yang berkemampuan kemampuan tinggi, sedang, dan rendah, berasal dari suku, agama yang berbeda dan memperhatikan kesetaraan gender; dan ketiga, penghargaan lebih menekankan pada kelompok daripada masing-masing individu.

Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti menyimpulkan ciri-ciri utama dalam pembelajaran dengan menggunakan model cooperative learning yaitu siswa belajar secara berkelompok yang setiap kelompoknya mempunyai kemampuan secara heterogen yang terdapat suatu penghargaan disetiap akhir pembelajaran.

2.1.5 Komponen Pembelajaran Kooperatif

(16)

Jasmine (2007: 141) menyebutkan ada empat komponen dasar pembelajaran kooperatif diantaranya sebagai berikut.

a. Dalam pembelajaran kooperatif, semua anggota kelompok perlu bekerja sama untuk menyelesaikan tugas. Tak boleh seorang pun selesai sampai seluruh anggota kelompok selesai. Tugas atau aktivitas sebaiknya dirancang sedemikian rupa sehingga masing-masing anggota tidak menuntaskan bagiannya sendiri tapi bekerja sama untuk menyelesaikan satu produk secara bersama-sama.

b. Kelompok pembelajaran kooperatif seharusnya heterogen. Adalah membantu sekali jika diawali dengan mengorganisasi kelompok sedemikian rupa sehingga ada keseimbangan antara kemampuan di dalam dan di antara kelompok.

c. Aktivitas-aktivitas pembelajaran kooperatif perlu dirancang sedemikian rupa sehingga setiap siswa berkontribusi kepada kelompok dan setiap anggota kelompok dapat dinilai atas dasar kinerjanya. Ini dapat dilakukan secara baik dengan jalan memberikan peran yang penting untuk menyelesaikan tugas atau aktivitas pada setiap anggota.

d. Tim pembelajaran kooperatif perlu mengetahui tujuan akademik maupun sosial suatu pelajaran. Siswa perlu mengetahui apa yang diharapkan dari mereka dalam mempelajari suatu pelajaran dan bagaimana mereka diperkirakan bekerja bersama untuk menyelesaikan pembelajaran.

Berdasarkan pendapat ahli di atas, maka peneliti menyimpulkan komponen dalam pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran kooperatif, semua anggota kelompok perlu bekerja sama untuk menyelesaikan tugas, kelompok pembelajaran kooperatif seharusnya heterogen, aktivitas-aktivitas pembelajaran kooperatif perlu dirancang sedemikian rupa, dan tim pembelajaran kooperatif perlu mengetahui tujuan akademik maupun sosial suatu pelajaran.

2.1.6 Langkah- Langkah Pembelajaran Kooperatif

Menurut Arends dalam Suwarjo (2008: 106), Suprijono (2009: 65), dan Rusman (2010: 211), langkah-langkah pembelajaran kooperatif dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel. 1 Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif.

No Langkah-langkah Aktivitas Guru 1. Menyampaikan

tujuan dan

(17)

memotivasi siswa untuk belajar. 2. Menyajikan

informasi

Guru menyajikan informasi dengan berbagai bentuk aktivitas pembelajaran. 3. Mengorganisasikan

siswa dalam kelompok belajar

Guru menyampaikan informasi tentang bagaimana membentuk kelompok belajar dan membantu siswa agar melakukan transisi dalam kelompok belajar secara efesien.

4. Membimbing kelompok bekerja dan belajar

Guru mengadakan bimbingan belajar pada saat kelompok melakukan tugas bersama

5. Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar kelompok melalui representasi siswa dalam kelompok.

6. Memberi penghargaan

Guru memberikan penghargaan kepada kelompok belajar secara individu atau pun kelompok.

2.1.7 Tujuan Pembelajaran Kooperatif

Model pembelajaran kooperatif dikembangakan paling sedikit tiga tujuan penting, yaitu tujuan pertama, pembelajaran kooperatif dimaksudkan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademis yang penting. Tujuan kedua adalah toleransi dan penerimaan yang lebih luas terhadap orang-orang yang berbeda ras, budaya, kelas sosial, atau kemampuannya. Tujuan ketiga kooperatif mengajarkan keterampilan kerja sama dan berkolaborasi kepada siswa (Martati, 2010: 15).

Tujuan pembelajaran kooperatif digambarkan sebagai berikut:

(18)

Gambar 1. Tujuan Pembelajaran Kooperatif.

Berdasarkan gambar di atas tujuan dari pembelajaran kooperatif yaitu pembelajaran dengan menggunakan model kooperatif dapat meningkatkan prestasi akademis siswa, dapat menumbuhkan sikap toleransi dan penerimaan terhadap keanekaragaman, serta dapat mengembangkan keterampilan sosial.

2.1.8 Peran Guru Dalam Pembelajaran Kooperatif

Peran guru dalam pembelajaran kooperatif sebagai fasilitator, moderator, organisator dan mediator terlihat jelas. Kondisi ini peran dan fungsi siswa terlihat, keterlibatan semua siswa akan dapat memberikan suasana aktif dan pembelajaran terkesan demokratis, dan masing-masing siswa punya peran dan akan memberikan pengalaman belajarnya kepada siswa lain

Menurut Jasmine (2007: 144) mengatakan bahwa peran guru dalam pembelajaran kooperatif hanyalah sebagai fasilitator selain sebagai pelatih. Ketika semuanya berjalan lancar, guru hendaknya berkeliling dan mengamati bagaimana tim bekerja. Guru barangkali perlu campur tangan dalam situasi-situasi berikut:

a. Membawa kelompok kembali kepada target jika mereka kelihatan bergeser, kabur dan sangsi dengan apa yang dilakukan.

b. Memberikan umpan balik segera kepada kelompok tentang seberapa jauh mereka memperoleh kemajuan dalam tugas atau aktivitas yang dilakukan.

c. Menjelaskan sesuatu yang (kurang atau belum jelas) atau memberikan suatu informasi lanjut pada keseluruhan kelas setelah mengamati adanya kesulitan umum dalam penguasaan materi.

d. Membantu pengembangan keterampilan sosial melalui penghargaan, pujian dan refleksi kelompok (berkaca diri).

(19)

dan mediator dalam proses pembelajaran dan mendorong dan memotivasi siswa untuk memperoleh kemajuan yang baik.

2.1.9 Model Cooperative Learning Tipe STAD

Menurut Slavin (2010: 143) STAD merupakan salah satu metode pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan merupakan model yang paling baik untuk permulaan bagi para guru yang baru menggunakan pendekatan kooperatif. Pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif dengan menggunakan kelompok-kelompok kecil dengan jumlah anggota tiap kelompok 4-5 orang siswa secara heterogen. Diawali dengan penyampaian tujuan pembelajaran, penyampaian materi, kegiatan kelompok, kuis, dan penghargaan kelompok. Slavin dalam Trianto (2010: 68), menyatakan bahwa pada STAD siswa ditempatkan dalam tim belajar yang beranggotakan 4-5 orang yang merupakan campuran menurut tingkat prestasi, jenis kelamin, dan suku.

2.1.9.1 Komponen- Komponen Cooperative Learning Tipe STAD

Menurut Slavin (2010: 143), STAD terdiri atas lima komponen utama, diataranya sebagai berikut: presentasi kelas, tim, kuis, skor kemajuan individual, dan rekognisi tim.

(20)

mempersiapkan anggotanya untuk bisa mengerjakan kuis dengan baik, pada tahap ini guru berperan sebagai fasilitator dan motivator kegiatan tiap kelompok; (3). Kuis, tujuan dari kuis ini untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan belajar telah dicapai, para siswa tidak diperbolehkan untuk saling membantu dalam mengerjakan kuis; (4). Skor Kemajuan Individual, adalah untuk memberikan kepada tiap siswa tujuan kinerja yang akan dapat dicapai apabila mereka bekerja lebih giat dan memberikan kinerja yang lebih baik daripada sebelumnya;

Tabel. 2 Cara Perhitungan Skor Perkembangan Individu

Skor penilaian Skor

Perkembangan a. Lebih dari 10 poin dibawah skor awal

b. 10 poin sampai 1 poin dibawah skor awal c. Skor kuis sampai 10 poin di atas skor awal d. Lebih dari 10 poin dari skor awal

e. Nilai sempurna (tidak berdasarkan skor awal)

Sumber: Slavin dalam Isjoni. 2007. Cooperative Learning Efektifitas Pembelajaran Kelompok. ALFABETA. Pekanbaru. (Halaman 53).

(5). Rekognisi Tim, tim akan mendapatkan sertifikat atau dalam bentuk penghargaan yang lain apabila skor rata-rata mereka mencapai kriteria tertentu (poin peningkatan kelompok).

Langkah-langkah memberi penghargaan kelompok:

a. Menentukan nilai dasar (awal) masing-masing siswa. Nilai dasar (awal) dapat berupa nilai tes/kuis awal atau menggunakan nilai ulangan sebelumnya;

b. Menentukan nilai tes atau kuis yang telah dilaksanakan setelah siswa bekerja dalam kelompok, misal nilai kuis I, nilai kuis II, atau rata-rata nilai kuis I dan kuis II kepada setiap siswa, yang kita sebut dengan nilai kuis terkini; dan

(21)

Peningkatan skor kelompok digunakan rumus (Slavin dalam Panduan Sertifikasi Guru dalam Jabatan, 2011: 77)

Jumlah Poin Peningkatan Setiap Kelompok

Penghargaan pada kelompok terdiri atas 3 tingkat, sesuai dengan nilai perkembangan yang diperoleh kelompok, yaitu: (1) sumper team, diberikan bagi kelopmpok yang memperoleh skor rata-rata 25; (2) great team, diberikan bagi kelompok yang memperoleh skor rata-rat 20; (3) good team, diberikan bagi kelompok yang memperoleh skor rata-rata 15.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka peneliti menyimpulkan bahwa komponen yang harus diperhatikan cooperative learning tipe STAD adalah presentasi kelas, tim, kuis, skor kemajuan individual, dan rekognisi tim.

2.1.9.2 Langkah-langkah Model Cooperative Learning Tipe STAD

(22)

Fase Kegiatan Guru pelajaran tersebut dam memotivasi siswa belajar.

Menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan mendemonstrasikan atau lewat bahan bacaan.

Menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien.

Membimbing kelompok-kelompok

belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.

Mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah diajarkan atau

masing-masing kelompok

mempresentasikan hasil kerjanya.

Mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.

(23)

Disamping keuntungan pembelajaran koopertaif tipe STAD, juga memiliki kelemahan. Kelemahan yang paling menonjol adalah kesulitan dalam mengorganisasikannya dan masalah yang timbul karena sikap para anggotanya.

Dengan demikian, yang dimaksud dengan model pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran secara kelompok yang melibatkan siswa aktif dan saling bekerja sama dalam kelompoknya, dengan struktur kelompok bersifat heterogen. Dalam pelaksanaannya, pembelajaran kooperatif terdiri dari enam langkah yaitu (1) menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa; (2) menyajikan atau menyampaikan informasi; (3) mengorganisasikan siswa dalam kelompok-kelompok belajar; (4) menyiapkan alat, media dan lembar penilaian; (5) evaluasi, dan (6) memberikan penghargaan. Adapun indikator ketercapaian dalam penelitian ini yaitu siswa diharapkan untuk saling bekerja sama dalam berdiskusi atau kelompok belajar, mengemukakan pendapat dan ide, serta membantu temannya dalam mengatasi tugas yang dihadapinya.

2.2 Aktivitas dan Hasil Belajar 2.2.1 Belajar

(24)

belajar dapat ditunjukan dalam bentuk, seperti perubahan pengetahuan, pemahaman, tingkah laku, keterampilan, kebiasaan, serta perubahan aspek-aspek yang ada pada diri individu yang sedang belajar.

Definisi yang tidak jauh berbeda juga dikemukakan oleh Hernawan, dkk., (2007: 2) belajar adalah proses perubahan perilaku, dimana perubahan tersebut dilakukan secara sadar dan bersifat menetap, perubahan perilaku tersebut meliputi perubahan dalam hal kognitif, afektif, dan psikomotor. Menurut Sutikno (dalam Fathurrohman dan Sutikno, 2007: 5), belajar adalah suatu proses yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan yang baru sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

Pengertian Belajar yang cukup komprehensif diberikan oleh Bell-Gredler dalam Winataputra, dkk., (2008: 1.5), yang menyatakan bahwa belajar adalah proses yang dilakukan oleh manusia untuk mendapatkan aneka ragam competencies, skills, and attitudes. Kemampuan (competencies), keterampilan (skills), dan sikap (attitudes) tersebut diperoleh secara bertahap dan berkelanjutan mulai dari masa bayi sampai masa tua melalui rangkaian proses belajar sepanjang hayat. Hamalik (2001: 28) mengemukakan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan.

Dari beberapa pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses yang dijalani oleh manusia secara bertahap dengan melalui proses sehingga terjadinya perubahan yang dilihat dari aspek kognitif, afektif, dan psikomotor.

(25)

Menurut Mulyono (dalam Chaniago, 2001), aktivitas artinya “kegiatan atau

keaktifan”. Jadi segala sesuatu yang dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi

baik fisik maupun non-fisik, merupakan suatu aktifitas. Aktivitas adalah segala kegiatan yang dilaksanakan baik secara jasmani atau rohani.

Aktivitas siswa dalam pembelajaran mempunyai peranan penting. Hal ini sesuai dengan pendapat Sadirman (dalam Junaidi, 2010) bahwa dalam belajar sangat diperlukan aktivitas, tanpa aktivitas belajar itu tidak mungkin berlangsung dengan baik. Aktivitas dalam proses belajar merupakan rangkaian kegiatan yang meliputi keaktifan siswa dalam mengikuti pelajaran, bertanya hal yang belum jelas, mencatat, mendengar, berfikir, membaca, dan segala kegiatan yang dilakukan yang dapat menunjang prestasi belajar.

2.2.2.1 Jenis-jenis Aktivitas Belajar

Aktivitas belajar banyak macamnya. Para ahli mencoba mengadakan klasifikasi, antara lain menurut Dierich dalam Hamalik (2011: 90) membagi kegiatan belajar menjadi 8 kelompok, sebagai berikut:

a. Kegiatan-kegiatan visual: membaca, melihat-melihat gambar, mengamati eksperimen, demonstrasi, pameran, mengamati orang lain bekerja, atau bermain.

b. Kegiatan-kegiatan lisan (oral): mengemukakan suatu fakta atau prinsip, menghubungkan suatu kejadian, mengajukan pertanyaan, memberi saran, mengemukakan pendapat, berwawancara, diskusi. c. Kegiatan-kegiatan mendengarkan: mendengarkan penyajian bahan,

mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok, mendengarkan suatu permainan, instrumen musik, mendengarkan siaran radio. d. Kegiatan-kegiatan menulis: menulis cerita, menulis laporan, meriksa

laporan, memeriksa karangan, bahan-bahan kopi, membuat sketsa, atau rangkuman, mengerjakan tes, mengisi angket.

e. Kegiatan-kegiatan mengambar: menggambar, membuat grafik, diagram, peta, pola.

f. Kegiatn-kegiatan metrik: melakukan percobaan, memilih alat-alat, melaksanakan pameran, membuat model, menyelengarakan permainan (simulasi), menari, berkebun.

(26)

h. Kegiatan-kegiatan emosional: minat, membedakan, berani, tenang, dan sebagainya. Kegiatan-kegiatan ini terdapat pada semua kegiatan tersebut diatas, dan bersifat tumpang tindih.

2.2.2.2 Manfaat Aktivitas Dalam Pembelajaran

Menurut Hamalik (2011: 91) Penggunaan asas aktivitas dalam belajar proses pembelajaran memiliki manfaat tertentu, antara lain: a. Siswa mencari pengalaman sendiri dan langsung mengalami sendiri. b. Berbuat sendiri akan mengembangkan seluruh aspek pribadi siswa. c. Memupuk kerjasama yang harmonis dikalangan para siswa yang

pada akhirnnya dapat mempelancar kerja kelompok.

d. Siswa belajar dan bekerja berdasarkan minat dan kemampuannya sendiri.

e. Memupuk disiplin belajar dan suasana belajar yang demokratis dan kekeluargaan, musyawarah dan mufakat.

f. Membina dan memupuk kerjasama antara sekolah dan masyarakat dan hubungan anatara guru dan orang tua siswa, yang bermanfaat dalam pendidikan siswa.

g. Pembelajaran dan belajar dilaksanakan secara realistik dan konkrit, sehingga mengembangkan pemahaman dan berfikir kritis serta menghindarkan terjadinya verbalisme.

h. Pembelajaran dan kegiatan belajar menjadi hidup sebagaimana halnya kehidupan dalam masyarakat yang penuh dinamika.

Dengan demikian aktivitas belajar adalah segala kegiatan yang dilakukan secara sadar dan melibatkan kerja pikiran serta badan terutama dalam hal kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang ditetapkan serta mencari pengalaman sendiri yang diperoleh dari jenis aktivitas yang dilakukan, dengan indikator mengemukakan pendapat dan suatu fakta, diskusi kelompok, mengerjakan tes, melakukan percobaan atau kegiatan diskusi, memecahkan masalah, membuat keputusan, dan berani serta peneliti menyiapkan lembar observasi untuk menilai aktivitas belajar siswa.

(27)

Dengan berakhirnya suatu proses belajar, maka siswa akan memperoleh suatu hasil belajar. Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya penggal dan puncak proses belajar. Hasil belajar, untuk sebagian adalah berkat tindak guru, suatu pencapaian tujuan pengajaran. Pada bagian lain merupakan peningkatan kemampuan mental siswa (Dimyati dan Mujiono, (2006: 3). Pendapat yang sedikit berbeda dikemukakan oleh Bundu (2006: 14) bahwa hasil belajar adalah perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya. Nasution (dalam duniabaca.com, 2011), mengemukakan bahwa hasil adalah suatu perubahan pada diri individu. Perubahan yang dimaksud tidak halnya perubahan pengetahuan, tetapi juga meliputi perubahan kecakapan, sikap, pengertian, dan penghargaan diri pada individu tersebut.

Bloom, dkk., dalam Dimyati dan Mudjiono (2006: 26-30) mengkatagorikan jenis prilaku dan kamampuan internal akibat belajar ke dalam tiga ranah, diantaranya:

a. Ranah kognitif, terdiri dari enam prilaku diantaranya: pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi.

b. Ranah afektif, terdiri dari lima prilaku diantaranya: penerimaan, partisipasi, penilaian dan penentuan sikap, organisasi, serta pembentukan pola hidup.

c. Ranah psikomotor terdiri dari tujuh prilaku diantaranya: persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan yang terbiasa (berketerampilan), gerakan kompleks, penyesuaian pola gerakan, dan kreativitas.

(28)

berupa keterampilan serta kreativitas. Dalam penelitian ini, peneliti menyiapkan instrumen tes berupa pre-tes (skor awal) dan post-tes (skor akhir atau kuis).

2.3 Pengertian Matematika

Hakikat matematika adalah memiliki objek tujuan abstrak, bertumpu pada kesepakatan, dan pola pikir yang deduktif (Soedjadi dalam Heruman, 2007: 1). Matematika merupakan ilmu dasar yang menjadi tolak ukur bagi perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (Sajaka, dkk., 2006: 2). Matematika adalah ilmu pengetahuan yang didapat dengan berpikir (benalar). Matematika lebih menekankan kegiatan dalam dunia rasio (penalaran), bukan menekankan dari hasil eksperimen atau hasil observasi matematika terbentuk karena pikiran-pikiran manusia, yang berhubungan dengan ide, proses, dan penalaran (Russeffendi dalam Suwangsih dan Tiurlina, 2006: 3).

Menurut Johnson dan Rising dalam Murniati (2007: 46), menyatakan bahwa matematika adalah pola pikir; pola mengorganisasikan pembuktian yang logik; matematika itu adalah bahasa, bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas dan akurat, representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai arti daripada bunyi; matematika adalah pengetahuan struktur yang terorganisasi, sifat-sifat atau teori-teori dibuat secara deduktif berdasarkan kepada unsur yang tidak didefenisikan, aksioma, sifat atau teori yang telah dibuktikan kebenarannya; matematika adalah ilmu tentang pola keteraturan pola atau ide, dan matematika itu adalah suatu seni, keindahannya terdapat pada keterurutan dan keharmonisan.

Berdasarkan pernyataan para ahli matematika di atas, dapat disimpulkan bahwa matematika merupakan ilmu dasar yang didapat dengan berpikir yang terbentuk dari pengalaman manusia yang kebenarannya dapat dibuktikan.

2.3.1 Tujuan Matematika

Menurut Aisyah (2007: 1-4) Matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.

(29)

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh

4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

2.4 HIPOTESIS TINDAKAN

Berdasarkan kajian pustaka di atas dapat dirumuskan hipotesis penelitian tindakan kelas yaitu “Apabila dalam pembelajaran matematika menggunakan model cooperative

(30)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian mengenai pembelajaran matematika melalui model cooperative learning tipe STAD merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang difokuskan pada situasi kelas yang lazim dikenal dengan Classroom Action Research. Penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang dilakukan oleh guru di dalam kelasnya sendiri melalui refleksi diri, dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sebagai guru, sehingga hasil belajar siswa menjadi meningkat (Wardani, dkk., 2007: 1.3).

Setiap siklus terdiri dari empat kegiatan pokok yang dirangkai menjadi satu kesatuan yaitu perencanaan (plan), pelaksanaan (act), pengamatan (observe), dan refleksi (reflect). Penelitian ini dipilih dan berkolaborasi dengan guru kelas V C SDN 3 Bumi Agung. Temuan penting dalam penelitian ini adalah bahwa penggunaan model cooperative learning tipe STAD mampu meningkatkan pembelajaran matematika bagi siswa dalam pembelajaran.

3.1.1 Setting Penelitian

Lokasi penelitian ini dilaksanakan di SDN 3 Bumi Agung Kecamatan Tegineneng Kabupaten Pesawaran.

3.1.2 Subjek Penelitian

(31)

3.1.3 Waktu Penelitian

Kegiatan penelitian ini dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran 2011/2012 selama empat bulan (Desember 2011 – Maret 2012).

3.1.4 Sumber Data

Sumber data penelitian ini berupa data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif diperoleh dari hasil observasi, sedangkan data kuantitatif diperoleh dari hasil tes yang diberikan pada setiap siklus dan berbentuk skor (angka).

3.2 Teknik Pengumpulan Data

3.2.1 Observasi, instrumen ini dirancang peneliti berkolaborasi dengan guru kelas. Lembar observasi ini digunakan untuk mengumpulkan data mengenai kinerja guru dan aktivitas belajar peserta didik selama penelitian tindakan kelas dalam pembelajaran Matematika dengan menggunakan model cooperative learning tipe STAD.

3.2.2 Tes, berupa pre-tes (skor awal) dan post-tes (kuis) digunakan untuk

mengumpulkan data yang berupa nilai-nilai siswa, guna mengetahui hasil belajar siswa dan sebagai acuan untuk mendapatkan skor kemajuan individual.

3.3 Alat Pengumpulan Data 3.3.1 Non Tes

(32)

3.3.2 Tes

Data dalam penelitian ini diperoleh menggunakan lembar soal-soal tes. Tes dilakukan sebanyak tiga kali yaitu pada siklus I, II dan siklus III. Pengumpulan data tes untuk mengungkapkan keberhasilan dalam meningkatkan hasil belajar siswa dengan penerapan model cooperative learning tipe STAD dalam pembelajaran matematika. Soal digunakan untuk mengetahui ketercapaian indikator. Soal tes tersebut dibuat berdasarkan hasil belajar siswa pada pra-tindakan, siklus I, II, dan siklus III. Dari hasil analisis tes tersebut dapat diketahui peningkatan hasil belajar siswa. Teknik tes ini dilakukan pada saat siswa mengerjakan soal yang diberikan oleh guru, sementara penilaian hasil kerja setelah proses pembelajaran.

3.4 Teknik Analisis Data

Berdasarkan kedua jenis data yang diperoleh tersebut, maka teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah teknik analisis data secara kualitatif dan kuantitatif. Pengkajian atau analisis data dilakukan dengan teknik kualitatif untuk penilaian aktivitas belajar siswa siswa. Sedangkan hasil belajar siswa mengunakan teknik kuantitatif. Berikut dijelaskan penerapan kedua teknik tersebut.

3.4.1 Data Kualitatif

Data kualitatif ini diperoleh dari data nontes yaitu observasi. Data observasi mengetahui kinerja guru dan kesulitan siswa selama proses pembelajaran matematika dengan model cooperative learning tipe STAD untuk meningkatan aktivitas belajar siswa.

(33)

perilaku siswa dan perubahannya selama proses pembelajaran dari siklus I, II dan siklus III.

Rumus penilaian aktivitas siswa dan kinerja guru di atas adalah R

NP = X 100% SM

Keterangan :

NP = Nilai persen yang dicari atau diharapkan R = Skor mentah yang diperoleh oleh siswa

SM = Skor maksimum ideal dari tes yang bersangkutan 100 = Bilangan tetap

(Sumber: Adaptasi Purwanto, 2008: 102)

Tabel 5. Kriteria Aktivitas Siswa dan Kinerja Guru dalam %.

Persentase (%) Tingkat Kinerja Guru dan Aktivitas Siswa N > 80% cooperative learning tipe STAD pada siklus I, II dan siklus III.

Data kuantitatif penelitian ini didapatkan dengan menghitung ketuntasan belajar siswa, nilai rata-rata kelas, dan uji hipotesis dari pre-tes dan post-tes yang diberikan kepada siswa dengan rumus:

(34)

R

3.4.2.2 Nilai rata-rata seluruh siswa didapat dengan menggunakan rumus: ∑ Xi

Tabel 6. Kriteria Tingkat Keberhasilan Belajar Siswa dalam %

Tingkat Keberhasilan (%) Arti

(35)

t = ��

� �−Σxd

Keterangan:

Md = mean dari perbedaan pre-test dengan post-test (post-tes – pre-tes)

xd = deviasi masing-masing subyek (d - Md) Σxd2 = jumlah kuadrat deviasi

d.b = ditentukan dengan N-1

Pengambilan keputusan menggunakan angka pembanding t tabel dengan kriteria sebagai berikut:

a. Jika t hitung > t table H0 ditolak; H1 diterima; dan b. Jika t hitung < t table H0 diterima; H1 ditolak.

(sumber: Muncarno, 2008: 26-32)

3.5 Prosedur Penelitian

Prosedur yang digunakan berbentuk siklus (cycle). Siklus ini tidak hanya berlangsung satu kali tetapi beberapa kali hingga tercapai tujuan yang diharapkan dalam pembelajaran Matematika di kelas V C SDN 3 Bumi Agung. Dalam setiap siklus terdiri dari empat kegiatan pokok yaitu perencanaan (plan), pelaksanaan (act), pengamatan (observe), dan refleksi (reflect) (Kusumah dan Dwitagama, 2009: 44).

(36)

1. Perencanaan (planning) adalah merencanakan program tindakan yang akan dilakukan untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran matematika. 2. Tindakan (acting) adalah pembelajaran yang dilakukan peneliti sebagai upaya

meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran matematika. 3. Pengamatan (observing) adalah pengamatan terhadap siswa selama pembelajaran

berlangsung.

4. Refleksi (reflection) adalah kegiatan mengkaji dan mempertimbangkan hasil yang diperoleh dari pengamatan sehingga dapat dilakukan revisi terhadap proses belajar selanjutnya.

Siklus tindakan dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2. Siklus Penelitian Tindakan Kelas (PTK)

(37)

3.5.1SIKLUS I a. Perencanaan

Pada tahap ini, peneliti membuat rencana pembelajaran yang matang untuk mencapai pembelajaran yang diinginkan. Dalam siklus pertama, peneliti mempersiapkan proses pembelajaran matematika dengan model cooperative learning tipe STAD dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Membuat jadwal perencanaan tindakan untuk menentukan materi pokok yang diajarkan, sesuai dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang terdapat pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.

2. Peneliti bersama guru berdiskusi untuk membuat kesepakatan tentang kegiatan pembelajaran matematika dengan model cooperative learning tipe STAD.

3. Menyiapkan Pemetaan, silabus, penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), bahan ajar, LKS, dan media pembelajaran yang mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007 t e n t a n g Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.

4. Menyiapkan instrumen tes dan nontes. Instrument tes berupa soal pre-test dan post-test beserta kunci jawabannya. Instrumen nontes berupa lembar observasi.

b. Pelaksanaan Tindakan

(38)

pembelajaran matematika dengan menggunakan model cooperative learning tipe STAD pada siklus I sesuai dengan perencanaan yang telah disusun sebagai berikut:

1. KegiatanPendahuluan

a. Merancang kegiatan pembelajaran dengan: 1. Model cooperative learning tipe STAD;

2. Menata ruang kelas untuk pembelajaran kooperatif dan menertibkan siswa;

3. Merangking siswa (melihat rangking siswa pada semester ganjil); 4. Menentukan jumlah kelompok dan membentuk kelompok belajar

siswa;

5. Guru menginformasikan pengelompokkan siswa dimana setiap kelompok terdiri dari 4 sampai dengan 5 siswa yang kemampuan akademiknya terdiri dari siswa berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah serta gender siswa sehingga terbentuk menjadi 5 kelompok; dan 6. Membagikan topi bernomor untuk memudahkan dalam mengamati

aktivitas siswa.

b. Guru mengomunikasikan tujuan pembelajaran dan hasil belajar yang akan dicapai oleh setiap siswa.

c. Guru menyampaikan apersepsi berupa suatu cerita yang berkaitan dengan pecahan.

d. Memberikan motivasi serta memberikan pre-tes untuk mendapatkan skor dasar atau skor awal dan dikerjakan siswa secara individu.

(39)

Dalam kegiatan eksplorasi, guru:

1. Melibatkan peserta didik mencari informasi mengenai ”pengerjaan hitung pecahan: mengubah pecahan biasa ke bentuk desimal dan persenserta sebaliknya”.

2. Meminta beberapa siswa menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru.

3. Memfasilitasi siswa melakukan pengerjaan soal uraian yang terdapat di dalam LKS.

b. Elaborasi

Dalam kegiatan elaborasi, guru:

1. Siswa diminta untuk membaca buku pelajaran dan mencatat hal-hal penting atas penjelasan materi yang dijelaskan.

2. Memfasilitasi siswa melalui pemberian tugas berupa LKS.

3. Memberikan kesempatan untuk siswa berpikir, menganalisis, dan menyelesaikan LKS yang diberikan oleh guru.

4. Memfasilitasi siswa menyajikan hasil kerja kelompok

5. Memfasilitasi siswa melakukan kegiatan post-test untuk digunakan untuk perolehan skor kemajuan individual untuk acauan dalam memberikan penghargaan kelompok guna menumbuhkan kebanggaan dan rasa percaya diri siswa.

c. Konfirmasi

Dalam kegiatan konfirmasi, guru:

(40)

3. Bersama siswa dan guru kelas melakukan refleksi untuk memperoleh pengalaman belajar yang telah dilakukan.

4. Guru memberikan post-tes.

5. Bersama siswa bertanya jawab untuk meluruskan kesalahan pemahaman, memberikan penguatan dan penyimpulan.

3. Kegiatan Penutup

Dalam kegiatan penutup, guru:

a. Guru memberikan penghargaan kelompok super team, great team, dan good team.

b. Bersama siswa membuat simpulan pelajaran yang telah dilakukan. c. Memberikan pekerjaan rumah.

d. Menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya.

c. Observasi

Peneliti mengamati kinerja siswa selama pembelajaran berlangsung yaitu observasi tentang keaktifan dan keantusiasan siswa dan kinerja guru selama proses pembelajaran berlangsung. Selama proses pembelajaran, aktivitas siswa

dan kinerja guru diamati dengan cara membubuhkan tanda ceklist () pada

lembar observasi.

d. Refleksi

(41)

Analisis hasil belajar siswa dilakukan dengan menentukan rata-rata nilai kelas. Hasil analisis digunakan sebagai bahan perencanaan pada siklus kedua.

3.5.2SIKLUS II

Siklus kedua ini dilakukan sebagai usaha peningkatan kemampuan siswa dalam pembelajaran matematika dengan model cooperative learning tipe STAD. Hasil pembelajaran pada siklus II ini diharapkan lebih baik dibanding dengan hasil pembelajaran pada siklus I. Siklus II ini juga melalui langkah-langkah yang sama dengan siklus I yaitu sebagai berikut:

a. Perencanaan

Langkah tindakan ini merupakan pelaksanaan dari rencana pembelajaran yang telah dipersiapkan oleh peneliti. Tindakan yang dilakukan dalam pembelajaran matematika dengan menggunakan model cooperative learning tipe STAD pada siklus I sesuai dengan perencanaan yang telah disusun sebagai berikut:

1. Kegiatan Pendahuluan

a. Merancang perbaikan kegiatan belajar mengajar yang disesuaikan pada temuan siklus I dengan:

1. Model cooperative learning tipe STAD;

2. Menata ruang kelas untuk pembelajaran kooperatif dan menertibkan siswa; dan

3. Membagikan topi bernomor untuk memudahkan dalam mengamati aktivitas siswa.

(42)

c. Guru menyampaikan apersepsi berupa, menceritakan tentang kehidupan sehari-hari yang berhubungan dengan pecahan.

d. Pemberian pre-tes. e. Memberikan motivasi.

2. Kegiatan Inti a. Eksplorasi

Dalam kegiatan eksplorasi, guru:

1. Melibatkan peserta didik mencari informasi mengenai ”pengerjaan hitung pecahan: operasi penjumlahan dan pengurangan”.

2. Meminta beberapa siswa menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru.

3. Memfasilitasi peserta didik melakukan percobaan. b. Elaborasi

Dalam kegiatan elaborasi, guru:

1. Siswa diminta untuk membaca buku pelajaran dan mencatat hal-hal penting atas penjelasan materi yang dijelaskan.

2. Memfasilitasi siswa melalui pemberian tugas berupa LKS.

3. Memberikan kesempatan untuk siswa berpikir, menganalisis, dan menyelesaikan LKS yang diberikan.

4. Memfasilitasi siswa menyajikan hasil kerja kelompok. c. Konfirmasi

(43)

1. Memberikan penghargaan kelompok berupa kartu kemenangan terhadap keberhasilan siswa bersama kelompoknya.

2. Melakuakan tanya jawab tentang hal-hal yang belum diketahui siswa. 3. Bersama siswa melakukan refleksi untuk memperoleh pengalaman

belajar yang telah dilakukan. 4. Guru memberikan post-tes.

5. Bersama siswa bertanya jawab meluruskan kesalahan pemahaman, memberikan penguatan dan penyimpulan.

3. Kegiatan Penutup

Dalam kegiatan penutup, guru:

a. Memberikan penghargaan kelompok.

b. Bersama siswa membuat simpulan pelajaran yang telah dilakukan.

c. Memberikan pekerjaan rumah dan menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya.

b. Observasi

Peneliti mengamati aktivitas siswa selama pembelajaran berlangsung yaitu observasi tentang keaktifan dan keantusiasan siswa dan kinerja guru selama proses pembelajaran berlangsung. Selama proses pembelajaran, aktivitas siswa dan kinerja guru diamati dengan cara membubuhkan tanda ceklist pada lembar observasi.

(44)

Peneliti menganalisis hasil pengamatan terhadap aktivitas dan hasil belajar siswa. Analisis aktivitas siswa meliputi sejauh mana siswa mengikuti pembelajaran dan sejauh mana siswa antusias terhadap kegiatan pembelajaran matematika dengan menggunakan model cooperative learning tipe STAD. Analisis hasil belajar siswa dilakukan dengan menentukan rata-rata nilai kelas. Hasil analisis digunakan sebagai bahan perencanaan pada siklus ketiga.

3.5.3SIKLUS III

Hasil refleksi pada siklus II (sebanyak 3 pertemuan) seperti yang dijelaskan pada pelaksanaan siklus I, akan dijadikan sebagai bahan perbaikan pada siklus III dengan materi operasi hitung perkalian dan pembagian pecahan.

3.6 Indikator Keberhasilan

(45)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1Kesimpulan

Berdasarkan hasil tindakan dan pembahasan yang telah diuraikan pada Bab IV, maka dapat dirumuskan kesimpulan tentang pembelajaran dengan model cooperative learning tipe STAD, dengan materi mengubah pecahan biasa ke dalam bentuk desimal dan persen atau sebaliknya dan operasi hitung pecahan (penjumlahan dan pengurangan pecahan serta perkalian dan pembagian pecahan) dengan menggunakan alat peraga dan media LKS sebagai berikut.

a. Pembelajaran dengan menggunakan model cooperative learning tipe STAD dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa SDN 3 Bumi Agung. Secara berurutan persentase rata-rata tiap siklusnya mencapai 50,94% (cukup aktif) pada siklus I, 69,07% (aktif) pada siklus II, dan 84,63% (sangat aktif) pada siklus III.

b. Pembelajaran dengan menggunakan model cooperative learning tipe STAD dapat meningkatkan hasil belajar siswa SDN 3 Bumi Agung. Secara berurutan persentase rata-rata hasil belajar tiap siklusnya mencapai 50,08 pada siklus I, siklus II mencapai 65,20 dan pada siklus III mencapai 86,96.

c. Berdasarkan perhitungan analisis uji perbedaan hasil pre-test dan post-test, didapatkan adanya peningkatan secara signifikan tiap siklusnya, dengan perolehan thitung pada siklus I mencapai 7,97, siklus II sebesar 5,71, dan siklus III sebesar 4,30 dengan ttabel sebesar 2,064 dengan ketentuan α = 0,05 (tiap siklus thitung > ttabel ). Jika

dilihat dari perhitungan uji t-tes terhadap peningkatan hasil belajar (post-tes) siklus I terhadap siklus II (thitung = 3,904) dan siklus II terhadap siklus III (thitung = 6,360),

(46)

adanya hubungan peningkatan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas V C SDN 3 Bumi Agung setelah dalam pelaksanaan pembelajaran menggunakan model cooperative learning tipe STAD.

5.2Saran

Berdasarkan kesimpulan yang diuraikan di atas, berikut ini disampaikan saran-saran dalam menerapkan pembelajaran model cooperative learning tipe STAD, yaitu:

a. Siswa

1. Selalu aktif dalam mengikuti kegiatan pembelajaran sehingga dapat mempermudah memahami materi pembelajaran dan hasil belajar meningkat. 2. Siswa harus bertanggung jawab atas tugas yang diberikan, baik tugas individu

maupun kelompok. b. Guru

1. Guru perlu memperhitungkan waktu yang tersedia agar semua rencana pembelajaran dapat terlaksana secara maksimal.

2. Guru harus memegang prinsip-prinsip pelaksanaan, dan mengoptimalkan sumber belajar yang tersedia (tidak hanya tergantung pada salah satu sumber belajarnya) dalam menggunakan media LKS.

3. Penggunaan media LKS dan model cooperative learning tipe STAD yang berkualitas, harus didukung dengan kemampuan pelaksanaannya yang tidak dapat sekaligus dikuasai. Oleh karena itu guru harus terus-menerus mencoba dan melaksanakan serta memperbaiki kekurangan-kekurangan penyusunan LKS dan penerapan model pembelajaran yang dipilih.

(47)

1. Perlu dilakukan pengembangan proses pembelajaran tentang penggunaan media LKS dan model yang selain cooperative learning tipe STAD, untuk menambah wawasan dan kemampuan guru dalam pembelajaran materi tentang operasi hitung pecahan.

2. Agar dapat memfasilitasi sarana pendukung untuk melaksanakan perbaikan pembelajaran demi meningkatnya mutu pendidikan di sekolah.

d. Peneliti

(48)

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI MODEL COOPERATIVE LEARNING TYPE

STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISIONS SISWA KELAS V C SDN 3 BUMI AGUNG

TAHUN PELAJARAN 2011/2012

Oleh

Maiko Sabri Martha

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Pendidikan

Pada

Jurusan Ilmu Pendidikan

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(49)

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI MODEL COOPERATIVE LEARNING TYPE

STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISIONS SISWA KELAS V C SDN 3 BUMI AGUNG

TAHUN PELAJARAN 2011/2012

(Skripsi)

Oleh

MAIKO SABRI MARTHA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(50)

RIWAYAT HIDUP

Peneliti dilahirkan di Tanjung Karang, Provinsi Lampung, pada tanggal 22 Mei 1990. Peneliti adalah anak keempat dari empat bersaudara, dari pasangan Bapak Sabirin (Alm) dan Ibu Jumlatiah.

(51)

1

DAFTAR PUSTAKA

Aisyah, Nyimas. 2007. Pengembangan Pembelajaran Matematika SD. Dirjen Dikti Depdiknas. Jakarta.

Andayani. 2009. Pemantapan Kemampuan Profesional. Universitas Terbuka. Jakarta.

Asma, Nur. 2006. Model Pembelajaran Kooperatif. Depdiknas. Jakarta.

Aqib, Zainal dkk. 2009. Penelitian Tindakan Kelas untuk Guru SD, SLB, & TK. Yrama Widya. Bandung.

Bundu, Patta. 2006. Penilaian Ketrampilan Proses dan Sikap Ilmiah dalam Pembelajaran Sains Sekolah Dasar. Depdiknas. Jakarta.

Chaniago, Defri, A. 2010. Aktivitas Belajar. http://id.shvoong.com/social-sciences/1961162-aktifitas-belajar/. Diakses pada tanggal 18 Mei 2010 @19:00 WIB.

Depdiknas. 2008. Kriteria dan Indikator Keberhasilan Pembelajaran. Dikti. Jakarta.

Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Citra. Jakarta. Duniabaca.com. 2011. Pengertian Belajar dan Hasil Belajar.

http://duniabaca.com/pengertian-belajar-dan-hasil-belajar.html. Diakses pada tanggal 21 November 2011 @05:30 WIB.

Hamalik, Oemar. 2011. Kurikulum dan Pembelajaran. Bumi Aksara. Bandung. . 2001. Proses Belajar Mengajar. Bumi Aksara. Bandung.

Hernawan, dkk. 2007. Belajar dan Pembelajaran Sekolah Dasar. UPI PRESS. Bandung.

Herrhyanto, Nar, dkk. 2009. Struktur Dasar. Universitas Terbuka. Jakarta.

Heruman. 2007. Model Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar. Remaja Rosdakarya. Bandung.

(52)

2

Isjoni. 2007. Cooperative Learning Efektifitas Pembelajaran Kelompok. ALFABETA. Pekanbaru.

Jasmine, Julia. 2007. Panduan Praktis Mengajar Berbasis Multiple Intelligences. Nuansa. Bandung.

Junaidi, Wawan. 2010. Cara Meningkatkan Aktivitas Belajar siswa. http://wawan-junaidi.blogspot.com/2010/07/aktivitas-belajar-siswa.html. Diakses pada tanggal 21 November 2011 @05:30 WIB.

Kidung, Jamaluddin. 2011. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD, dengan Pendekatan SAVI. http://jamaluddink1.blogspot.com/2011/07/model-pembelajaran-kooperatif-tipe-stad.html. Diakses pada tanggal 22 November 2011 @09: 56 WIB.

Komalasari, Kokom. 2010. Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi. Refika Aditama. Bandung.

Kunandar. 2008. Langkah Mudah PTK Sebagai Pengembangan Profesi Guru. Rajawali Press. Jakarta.

Kusumah dan Dwitagama. 2009. Mengenal Penelitian Tindakan Kelas. PT. Indeks. Jakarta.

Lie, Anita. 2010. Cooperative Learning (Mempraktekkan Cooperative Learning di Ruang-ruang Kelas).Grasindo. Jakarta.

Marleviandra, Anto. 2009. Techonly13’s Blog: Instrumen Aktivitas Belajar Siswa.

http://techonly13.wordpress.com/2009/07/03/instrument-aktivitas-belajar-siswa/. Diakses pada tanggal 30 Desember 2011 @20: 00 WIB.

Martati, Badruli. 2010. Metodologi Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Strategi Penanaman Nilai. Ganesindo. Bandung.

Muncarno. 2008. Bahan Ajar Mata Kuliah Statistik 2. PGSD. Metro.

Murniati, Endyah. 2007. Kesiapan Belajar Matematika di Sekolah Dasar. Surabaya Intelektual Club (SIC). Surabaya.

Purwanto, Ngalim. 2008. Prinsip- prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Remaja Rosdakarya. Bandung.

Rusman. 2010. Seri Manajemen Sekolah Bermutu Model- Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Rajawali Press. Bandung.

(53)

3

Santosa, Puji, dkk. 2008. Materi dan Pembelajaran Bahasa Indonesia SD. Universitas Terbuka. Jakarta.

Slavin, Robert, E. 2010. Cooperative Learning Teori, Riset, dan Praktik. Nusa Media. Jakarta.

Sudrajat, Akhmad. 2011. Model Pendidikan Karakter.

http://akhmadsudrajat.wordpress.com. Diakses pada tanggal 28 Oktober 2011 @19:00 WIB.

Suprijono, Agus. 2009. Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM. Pustaka Pelajar. Surabaya.

Sutikno dan Fathurrohman. 2007. Strategi Belajar Mengajar Melalui Penanaman Konsep Umum dan Konsep Islam. Refika Aditama. Bandung.

Suwangsih, Erna dan Tiurlina. 2006. Model Pembelajaran Matematika. Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Bandung.

Suwarjo. 2008. Pembelajaran Kooperatif dalam Apresiasi Prosa Fiksi Kajian Konsep: Teori dan Strategi Pengembangannya. Surya Pena Gemilang. Malang.

Tim Penyusun. 2011. Pendidikan dan Latihan Profesi Guru dalam Jabatan Rayon 07 Modul Guru Kelas SD A. Universitas Lampung. Bandar Lampung. Tim Penyusun. 2006. Standar Isi dan Standar Kompetensi untuk Satuan

Pendidikan Dasar atau Madrasah Ibtidaiyah dan Menengah (Peraturan Mendiknas No.22 dan 23 Tahun 2006). Depdiknas. Jakarta.

Tim Penyusun. 2007. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007 T e n t a n g Standar Proses Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Depdiknas. Jakarta

Tim Redaksi. 2008. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003. Sinar Grafika. Jakarta.

Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif, Progresif, Konsep, Landasan, dan Implementasinya Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Kencana Prenada Media Group. Surabaya.

Universitas Lampung. 2011. Format Penulisan Karya Ilmiah Universitas Lampung. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

(54)

4

Widyatini. 2008. Penerapan Pendekatan Kooferatif STAD dalam Pembelajaran Matematika SMP. Dirjen Dikti Depdiknas. Yogyakarta.

(55)

MOTTO

Tidak ada kebahagiaan yang lebih besar daripada menunaikan kewajiban.

(Umar bin Khattab)

Melakukan kesalahan itu wajar, karena kita manusia. Hal terpenting yang

harus kita lakukan adalah memperbaikinya bukan menyesalinya

Gambar

Tabel. 2 Cara Perhitungan Skor Perkembangan Individu
Tabel 4.  Fase-Fase Model Cooperative Learning Tipe STAD.
Tabel 5. Kriteria Aktivitas Siswa dan  Kinerja Guru dalam %.
Gambar 2. Siklus Penelitian Tindakan Kelas (PTK)

Referensi

Dokumen terkait

pelayanan tour leader dalam perjalanan wisata, kendala apa saja yang dihadapi. tour leader dalam perjalanan wisata serta bagaimana cara meningkatkan

PROGRAM PASCASARJANA KPK-IPB UNSRAT. MANADO

Penelitian mengenai komposisi proksimat, asam lemak, dan jaringan baby fish ikan nila berdasarkan perbedaan umur panen masih belum ada, sehingga perlu dilakukan

Gambar VI.7 Konsep Desain Bangunan Sekolah Alam Anak Jalanan terhadap Hujan

[r]

Sedangkan kausalitas Produk Domestik Bruto (PDB) terhadap Hutang Luar Negeri (HLN) nilai Error Correction Term (ECT) model 2 sebesar 0.434919, sehingga model ECM02 yang dipakai dalam

Dari hasil yang diperoleh penulis berdasarkan analisis Economic Value Added dapat diketahui bahwa kinerja keuangan perusahaan pada periode tersebut dapat dikatakan baik karena

Pemeriksaan kendaraan bermotor atau disebut juga “ syaken ” ,adalah pemeriksaan dengan waktu tertentu, apakah mobil yang Anda pakai sesuai dengan standart dasar hukum