KAJIAN METODE PENENTUAN UMUR SIMPAN PRODUK FLAT
WAFER DENGAN METODE AKSELERASI BERDASARKAN
PENDEKATAN MODEL KADAR AIR KRITIS
Oleh: AJI NUGROHO
F24103039
2007
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PENDEKATAN MODEL KADAR AIR KRITIS
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh: AJI NUGROHO
F24103039
2007
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
KAJIAN METODE PENENTUAN UMUR SIMPAN PRODUK FLAT
WAFER DENGAN METODE AKSELERASI BERDASARKAN
PENDEKATAN MODEL KADAR AIR KRITIS
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh: AJI NUGROHO
F24103039
Dilahirkan pada tanggal 30 Januari 1985
di Pati, Jawa Tengah
Tanggal lulus : 30 Agustus 2007
Menyetujui,
Bogor, September 2007
Ir. Elvira Syamsir, MSi. Dr. Ir. Feri Kusnandar, MSc. Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Mengetahui,
Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.
MSc. 2007.
RINGKASAN
Wafer merupakan salah satu jenis biskuit yang sudah dikenal luas oleh masyarakat. Banyak tipe wafer yang berada di pasaran tapi dalam penelitian ini digunakan flat wafer tanpa lapisan coating. Menurut survei konsumen, rasa dan tekstur wafer merupakan mutu utama produk wafer. Mutu produk wafer tersebut akan mengalami reaksi penurunan selama penyimpanan. Sebanyak 82.5% dari 40 orang konsumen menyatakan bahwa penurunan mutu wafer yang mudah teridentifikasi secara organoleptik adalah tekstur wafer yang mulai lembek (kerenyahan wafer menurun) yang disebabkan penyerapan uap air oleh wafer sehingga kadar air wafer meningkat. Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan umur simpan wafer dengan model kurva sorpsi isotermis dan modek kadar air kritis termodifikasi. Selain itu, penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan model dalam pendekatan kadar air kritis yang sesuai dan efisien untuk menentukan umur simpan wafer.
Kandungan gizi wafer ditentukan dengan menggunakan analisis proksimat. Kandungan gizi wafer A dan wafer B tidak berbeda nyata dengan uji statistik pada taraf 5%. Kadar air wafer A dan wafer B dalam basis basah adalah 1.63% dan 1.21%, kadar abu wafer A dan wafer B adalah 1.24% dan 1.04%, kadar protein wafer A dan wafer B adalah 5.80% dan 6.70%, kadar lemak wafer A dan wafer B adalah 20.15% dan 19.75%, dan kadar karbohidrat wafer A dan wafer B adalah 71.18% dan 71.30%. Kandungan gizi wafer A dan wafer B sudah sesuai dengan syarat mutu SNI 01-2973-1992 tentang syarat mutu biskuit kecuali kadar proteinnya. Perbedaan kerenyahan/tekstur awal wafer A (343.40 gf) dan wafer B (503.04 gf) disebabkan perbedaan porositas wafer dimana wafer A lebih porus daripada wafer B. Semakin porus maka wafer akan lebih banyak dan cepat menyerap uap air sehingga proses penurunan tekstur wafer lebih cepat. Tekstur kritis wafer berdasarkan uji organoleptik (hedonik,rating) terjadi pada saat kerenyahan wafer A (249.94, 252.13 gf) dan wafer B (331.05, 333.34 gf).
Langkah pertama dalam menentukan umur simpan wafer berdasarkan kedua model yang digunakan adalah menentukan kadar air awal dan kadar air kritis wafer serta variabel pendukung umur simpan wafer (permeabilitas kemasan (k/x), luas kemasan (A), dan berat solid per kemasan (Ws). Kadar air awal wafer A dan wafer B adalah 0.0166 dan 0.0123 g H2O/g solid. Kadar air kritis wafer A dan wafer B ditentukan berdasarkan uji hedonik adalah 0.0466 dan 0.0412 g H2O/g solid sedangkan berdasarkan uji rating adalah 0.0457 dan 0.0409 g H2O/g solid. Kadar air kritis berdasarkan dua uji organoleptik yang digunakan relatif sama namun akan tetap mempengaruhi umur simpan wafer yang akan dihasilkan.
70%, 75%, 80%, dan 90%. Variabel lain yang harus ditentukan untuk menentukan umur simpan wafer dengan model kurva sorpsi isotermis adalah kadar air kesetimbangan wafer, kurva sorpsi isotermis wafer, model sorpsi yang tepat, dan nilai slope kurva sorpsi isotermis. Kadar air kesetimbangan (dalam g H2O/100g solid) pada kelembaban relatif kesetimbangan 38.3%, 47.4%, 54.4%, 75.3%, 82.3%, dan 94.7% adalah berturut-turut (wafer A, wafer B): (2.75 dan 2.77), (3.80 dan 3.48), (4.69 dan 4.48), (11.68 dan 11.48), (21.83 dan 23.13). Setelah itu dibuat kurva sorpsi isotermis wafer A dan wafer B yang menghubungkan kadar air kesetimbangan (diubah dalam g H2O/g solid) dengan aktivitas airnya. Berdasarkan perhitungan Mean Relative Determination (MRD), model matematis menggambarkan kurva sorpsi isotermis dangan tepat adalah model Hasley. Nilai slope (b) kurva sorpsi isotermis (b) ditentukan pada daerah linear yaitu diantara daerah kadar air awal dan kadar air kritis. Terdapat tiga nilai slope (b) yang diperoleh (b1, b2, b3) untuk wafer A dan wafer B. Perbedaan nilai slope akan mempengaruhi umur simpan yang akan dihasilkan.
Variabel lain yang harus ditentukan untuk menentukan umur simpan wafer dengan model kadar air kritis termodifikasi adalah nilai perbedaan tekanan ( P). Nilai P ini sangat dipengaruhi oleh aspek produk (aw) dan kondisi penyimpana 17.630 mmHg), (17.408 dan 19.222 mmHg), dan (20.590 dan 22.404 mmHg).
Penulis dilahirkan di Pati, 30 Januari 1985 dan merupakan
anak pertama dari pasangan Sudjiman dan Muryaningsih.
Pendidikan formal ditempuh penulis di SDN 01 Kauman
Juwana, SLTPN 1 Juwana, SMUN 1 Pati, dan berhasil
masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI
(Ujian Seleksi Masuk IPB) di Departemen Ilmu dan
Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Petanian.
Selama masa kuliah, penulis aktif di berbagai kegiatan intra dan ekstra
kampus. Penulis adalah anggota Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Persekutuan
Mahasiswa Kristen IPB (PMK) (2003-2007), anggota Komisi Pelayanan Anak
(KPA) PMK IPB (2003-2007), staf Divisi Profesi di Himpunan Mahasiswa
Teknologi Pangan IPB (HIMITEPA) (2005), anggota dari tim basket Departemen
dan Fakultas (2003-2007), dan staf Departemen Musik Gereja Bethel Indonesia
Ciomas Bogor (2004-2007).
Beberapa prestasi yang telah diraih penulis adalah juara III Olimpiade
FATETA (2003), peraih beasiswa PPA IPB (2004-2006), peraih best winner dalam kompetisi menulis Write n Win yang diselenggarakan oleh FILA (2007), juara II Olimpiade FATETA (2007), dan peraih proyek penelitian yang dibiayai
oleh Laboratorium Jasa Analisis (LJA) Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
IPB (2007).
Penulis mengakhiri masa studi di IPB dengan menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Kajian Metode Penentuan Umur Simpan Produk Flat Wafer Berdasarkan Metode Akselerasi Dengan Pendekatan Model Kadar Air Kritis” di
bawah bimbingan Ir. Elvira Syamsir, MSi. dan Dr. Ir. Feri Kusnandar, MSc.
Penelitian yang dilakukan didanai oleh Laboratorium Jasa Analisis (LJA)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus karena penyelesaian skripsi
terjadi bukan atas kekuatan penulis sendiri, melainkan juga atas anugerah
kekuatan-Nya. Terima kasih untuk setiap kegagalan dan keberhasilan yang terus
menempa keuletan penulis. Selain itu, banyak pihak yang juga telah membantu
penulis selama perjalanan hidup dan pelaksanaan tugas akhir. Oleh karena itu,
pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang mendalam kepada:
1. Ir. Elvira Syamsir, MSi sebagai dosen pembimbing akademik, atas
bimbingan, dorongan, dan saran-saran yang telah memberi semangat kepada
penulis selama belajar di IPB.
2. Dr. Ir. Feri Kusnandar, MSc sebagai dosen pembimbing skripsi, atas
saran-saran dan pengetahuan yang mendorong penulis menyelesaikan tugas akhir.
3. Dr. Ir. Dede R. Adawiyah, MSi atas kesediaannya sebagai dosen penguji dan
masukan-masukan yang membangun selama sidang.
4. Bapak Daniel Komesakh dan keluarga, atas dukungan, bimbingan,
penghibuaran kepada penulis selama tinggal di Bogor.
5. Keluargaku; Ibu, Koko, Rina, dan Eyang putri, atas perhatian, dukungan,
semangat, penghiburan, saran, dan doa sehingga penulis menjadi kuat dalam
segala hal.
6. Sahabat kecilku; Lian, Manna, Westri, Ciwit, Andrik, Nanda, Eye, Anus dan
Timur, atas persahabatan dan kenangan pelayanan di gereja dan di sekolah.
7. Anas, Rika, Tya, Agnes, Titin, Fena, Greth, Andreas, Agus, Eko, Lele, dan
Bebe, atas persahabatan yang terjalin. Thanks for all
8. Kakak rohaniku; K’Linda, K’Pretty, K’Lena, K’Mel, K’Martin, dan K’Hana,
atas dukungan doanya dan bimbingannya. I Miss You all.
9. Perwira 45; Pa De, Uwing, Valent, Lisa, Ci Ine, Yoana, Hendy, dll, atas
kekeluargaan dan kebersamaan selama penulis tinggal di Bogor.
10. Temen-temen TPG 40; Tilo, Ola, Nana, Dey, dll, atas kenangan selama kuliah
dan dukungan kepada penulis selama penelitian.
11. Kak Ana, atas pinjaman bahan-bahan kimianya sehingga penulis bisa
12. Temen seperjuangan; Mona dan Mardi, atas kesempatan bekerjasama dan
diskusi dalam menyelesaikan penelitian ini.
13. Pengerja GBI Ciomas; Maria, Lia, Glory, David, Pa’Fredy, dll, atas kerjasama
pelayanan musik.
14. Staf dan Teknisi Laboratorium ITP dan LJA; Mba Darsi, Bu Rub, Pa Sobirin,
Mba Yuli, Mba Yane, dan Pa Wahid, atas bantuan dan saran-sarannya selama
penulis melakukan penelitian.
15. Setiap individu dan institusi yang tidak dapat disebutkan satu persatu, atas
kesediaannya membantu penulis.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam pelaksanaan
penelitian dan penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun sangat diharapkan. Penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat
bagi berbagai pihak dengan berbagai cara.
Bogor, September 2007
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR GAMBAR... vii
DAFTAR LAMPIRAN... ix
I. PENDAHULUAN ... 1
A. LATAR BELAKANG... 1
B. TUJUAN... 3
C. MANFAAT... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA... 4
A. WAFER ... 4
B. PENURUNAN MUTU WAFER ... 6
C. AKTIVITAS AIR... 8
D. KADAR AIR KESETIMBANGAN ... 10
E. KURVA SORPSI ISOTERMIS... 11
F. MODEL PERSAMAAN SORPSI ISOTERMIS ... 12
G. KEMASAN... 15
H. UMUR SIMPAN... 16
III. METODOLOGI... 19
A. BAHAN DAN ALAT ... 19
1. BAHAN ... 19
2. ALAT ... 20
B. TAHAPAN PENELITIAN... 20
1. PENELITIAN PENDAHULUAN ... 20
a. Penentuan Atribut Utama dan Kerusakan Wafer ... 20
b. Penentuan Karakteristik Awal Wafer ... 20
2. PENELITIAN UTAMA ... 21
Halaman
b. Pendekatan Kadar Air Kritis Termodifikasi ... 22
C. METODE ANALISIS ... 22
1. PENENTUAN KARAKTERISTIK AWAL WAFER ... 22
a. Penentuan Kadar Air... 22
b. Penentuan Kadar Abu ... 23
c. Penentuan Kadar Protein... 23
d. Penentuan Kadar Lemak... 24
e. Penentuan Kadar Karbohidrat ... 24
f. Pengukuran Aktivitas Air (aw) ... 25
g. Penentuan Tekstur (Kerenyahan) Dengan Texture Analyzer... 25
2. PENENTUAN KADAR AIR KRITIS WAFER... 26
3. ANALISIS KOMPERATIF ANTARA PENGUKURAN TEKSTUR (OBYEKTIF) DENGAN SENSORIK ... 27
a. Penentuan Tekstur Kritis Wafer Dengan Uji Hedonik ... 27
b. Penentuan Tekstur Kritis Wafer Dengan Uji Rating... 27
4. PENENTUAN VARIABEL PENDUKUNG UMUR SIMPAN ... 27
a. Penentuan Permeabilitas Kemasan ... 27
b. Penentuan Berat Kering per Kemasan dan Luas Kemasan... 29
5. PENENTUAN UMUR SIMPAN WAFER DENGAN MODEL KURVA SORPSI ISOTERMIS ... 29
a. Penentuan Kadar Air Kesetimbangan dan Kurva Sorpsi Isotermis. 29 b. Penentuan Model Sorpsi Isotermis... 30
c. Uji Ketepatan Model... 30
d. Penentuan Nilai Slope Kurva Sorpsi Isotermis ... 31
e. Perhitungan Umur Simpan Wafer (Labuza, 1968)... 31
6. PENENTUAN UMUR SIMPAN WAFER DENGAN MODEL KADAR AIR KRITIS TERMODIFIKASI ... 32
a. Penentuan Perbedaan Tekanan Di Luar dan Di Dalam Kemasan... 32
b. Perhitungan Umur Simpan Wafer ... 33
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 34
KAJIAN METODE PENENTUAN UMUR SIMPAN PRODUK FLAT
WAFER DENGAN METODE AKSELERASI BERDASARKAN
PENDEKATAN MODEL KADAR AIR KRITIS
Oleh: AJI NUGROHO
F24103039
2007
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PENDEKATAN MODEL KADAR AIR KRITIS
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh: AJI NUGROHO
F24103039
2007
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
KAJIAN METODE PENENTUAN UMUR SIMPAN PRODUK FLAT
WAFER DENGAN METODE AKSELERASI BERDASARKAN
PENDEKATAN MODEL KADAR AIR KRITIS
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh: AJI NUGROHO
F24103039
Dilahirkan pada tanggal 30 Januari 1985
di Pati, Jawa Tengah
Tanggal lulus : 30 Agustus 2007
Menyetujui,
Bogor, September 2007
Ir. Elvira Syamsir, MSi. Dr. Ir. Feri Kusnandar, MSc. Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Mengetahui,
Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.
MSc. 2007.
RINGKASAN
Wafer merupakan salah satu jenis biskuit yang sudah dikenal luas oleh masyarakat. Banyak tipe wafer yang berada di pasaran tapi dalam penelitian ini digunakan flat wafer tanpa lapisan coating. Menurut survei konsumen, rasa dan tekstur wafer merupakan mutu utama produk wafer. Mutu produk wafer tersebut akan mengalami reaksi penurunan selama penyimpanan. Sebanyak 82.5% dari 40 orang konsumen menyatakan bahwa penurunan mutu wafer yang mudah teridentifikasi secara organoleptik adalah tekstur wafer yang mulai lembek (kerenyahan wafer menurun) yang disebabkan penyerapan uap air oleh wafer sehingga kadar air wafer meningkat. Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan umur simpan wafer dengan model kurva sorpsi isotermis dan modek kadar air kritis termodifikasi. Selain itu, penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan model dalam pendekatan kadar air kritis yang sesuai dan efisien untuk menentukan umur simpan wafer.
Kandungan gizi wafer ditentukan dengan menggunakan analisis proksimat. Kandungan gizi wafer A dan wafer B tidak berbeda nyata dengan uji statistik pada taraf 5%. Kadar air wafer A dan wafer B dalam basis basah adalah 1.63% dan 1.21%, kadar abu wafer A dan wafer B adalah 1.24% dan 1.04%, kadar protein wafer A dan wafer B adalah 5.80% dan 6.70%, kadar lemak wafer A dan wafer B adalah 20.15% dan 19.75%, dan kadar karbohidrat wafer A dan wafer B adalah 71.18% dan 71.30%. Kandungan gizi wafer A dan wafer B sudah sesuai dengan syarat mutu SNI 01-2973-1992 tentang syarat mutu biskuit kecuali kadar proteinnya. Perbedaan kerenyahan/tekstur awal wafer A (343.40 gf) dan wafer B (503.04 gf) disebabkan perbedaan porositas wafer dimana wafer A lebih porus daripada wafer B. Semakin porus maka wafer akan lebih banyak dan cepat menyerap uap air sehingga proses penurunan tekstur wafer lebih cepat. Tekstur kritis wafer berdasarkan uji organoleptik (hedonik,rating) terjadi pada saat kerenyahan wafer A (249.94, 252.13 gf) dan wafer B (331.05, 333.34 gf).
Langkah pertama dalam menentukan umur simpan wafer berdasarkan kedua model yang digunakan adalah menentukan kadar air awal dan kadar air kritis wafer serta variabel pendukung umur simpan wafer (permeabilitas kemasan (k/x), luas kemasan (A), dan berat solid per kemasan (Ws). Kadar air awal wafer A dan wafer B adalah 0.0166 dan 0.0123 g H2O/g solid. Kadar air kritis wafer A dan wafer B ditentukan berdasarkan uji hedonik adalah 0.0466 dan 0.0412 g H2O/g solid sedangkan berdasarkan uji rating adalah 0.0457 dan 0.0409 g H2O/g solid. Kadar air kritis berdasarkan dua uji organoleptik yang digunakan relatif sama namun akan tetap mempengaruhi umur simpan wafer yang akan dihasilkan.
70%, 75%, 80%, dan 90%. Variabel lain yang harus ditentukan untuk menentukan umur simpan wafer dengan model kurva sorpsi isotermis adalah kadar air kesetimbangan wafer, kurva sorpsi isotermis wafer, model sorpsi yang tepat, dan nilai slope kurva sorpsi isotermis. Kadar air kesetimbangan (dalam g H2O/100g solid) pada kelembaban relatif kesetimbangan 38.3%, 47.4%, 54.4%, 75.3%, 82.3%, dan 94.7% adalah berturut-turut (wafer A, wafer B): (2.75 dan 2.77), (3.80 dan 3.48), (4.69 dan 4.48), (11.68 dan 11.48), (21.83 dan 23.13). Setelah itu dibuat kurva sorpsi isotermis wafer A dan wafer B yang menghubungkan kadar air kesetimbangan (diubah dalam g H2O/g solid) dengan aktivitas airnya. Berdasarkan perhitungan Mean Relative Determination (MRD), model matematis menggambarkan kurva sorpsi isotermis dangan tepat adalah model Hasley. Nilai slope (b) kurva sorpsi isotermis (b) ditentukan pada daerah linear yaitu diantara daerah kadar air awal dan kadar air kritis. Terdapat tiga nilai slope (b) yang diperoleh (b1, b2, b3) untuk wafer A dan wafer B. Perbedaan nilai slope akan mempengaruhi umur simpan yang akan dihasilkan.
Variabel lain yang harus ditentukan untuk menentukan umur simpan wafer dengan model kadar air kritis termodifikasi adalah nilai perbedaan tekanan ( P). Nilai P ini sangat dipengaruhi oleh aspek produk (aw) dan kondisi penyimpana 17.630 mmHg), (17.408 dan 19.222 mmHg), dan (20.590 dan 22.404 mmHg).
Penulis dilahirkan di Pati, 30 Januari 1985 dan merupakan
anak pertama dari pasangan Sudjiman dan Muryaningsih.
Pendidikan formal ditempuh penulis di SDN 01 Kauman
Juwana, SLTPN 1 Juwana, SMUN 1 Pati, dan berhasil
masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI
(Ujian Seleksi Masuk IPB) di Departemen Ilmu dan
Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Petanian.
Selama masa kuliah, penulis aktif di berbagai kegiatan intra dan ekstra
kampus. Penulis adalah anggota Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Persekutuan
Mahasiswa Kristen IPB (PMK) (2003-2007), anggota Komisi Pelayanan Anak
(KPA) PMK IPB (2003-2007), staf Divisi Profesi di Himpunan Mahasiswa
Teknologi Pangan IPB (HIMITEPA) (2005), anggota dari tim basket Departemen
dan Fakultas (2003-2007), dan staf Departemen Musik Gereja Bethel Indonesia
Ciomas Bogor (2004-2007).
Beberapa prestasi yang telah diraih penulis adalah juara III Olimpiade
FATETA (2003), peraih beasiswa PPA IPB (2004-2006), peraih best winner dalam kompetisi menulis Write n Win yang diselenggarakan oleh FILA (2007), juara II Olimpiade FATETA (2007), dan peraih proyek penelitian yang dibiayai
oleh Laboratorium Jasa Analisis (LJA) Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
IPB (2007).
Penulis mengakhiri masa studi di IPB dengan menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Kajian Metode Penentuan Umur Simpan Produk Flat Wafer Berdasarkan Metode Akselerasi Dengan Pendekatan Model Kadar Air Kritis” di
bawah bimbingan Ir. Elvira Syamsir, MSi. dan Dr. Ir. Feri Kusnandar, MSc.
Penelitian yang dilakukan didanai oleh Laboratorium Jasa Analisis (LJA)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus karena penyelesaian skripsi
terjadi bukan atas kekuatan penulis sendiri, melainkan juga atas anugerah
kekuatan-Nya. Terima kasih untuk setiap kegagalan dan keberhasilan yang terus
menempa keuletan penulis. Selain itu, banyak pihak yang juga telah membantu
penulis selama perjalanan hidup dan pelaksanaan tugas akhir. Oleh karena itu,
pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang mendalam kepada:
1. Ir. Elvira Syamsir, MSi sebagai dosen pembimbing akademik, atas
bimbingan, dorongan, dan saran-saran yang telah memberi semangat kepada
penulis selama belajar di IPB.
2. Dr. Ir. Feri Kusnandar, MSc sebagai dosen pembimbing skripsi, atas
saran-saran dan pengetahuan yang mendorong penulis menyelesaikan tugas akhir.
3. Dr. Ir. Dede R. Adawiyah, MSi atas kesediaannya sebagai dosen penguji dan
masukan-masukan yang membangun selama sidang.
4. Bapak Daniel Komesakh dan keluarga, atas dukungan, bimbingan,
penghibuaran kepada penulis selama tinggal di Bogor.
5. Keluargaku; Ibu, Koko, Rina, dan Eyang putri, atas perhatian, dukungan,
semangat, penghiburan, saran, dan doa sehingga penulis menjadi kuat dalam
segala hal.
6. Sahabat kecilku; Lian, Manna, Westri, Ciwit, Andrik, Nanda, Eye, Anus dan
Timur, atas persahabatan dan kenangan pelayanan di gereja dan di sekolah.
7. Anas, Rika, Tya, Agnes, Titin, Fena, Greth, Andreas, Agus, Eko, Lele, dan
Bebe, atas persahabatan yang terjalin. Thanks for all
8. Kakak rohaniku; K’Linda, K’Pretty, K’Lena, K’Mel, K’Martin, dan K’Hana,
atas dukungan doanya dan bimbingannya. I Miss You all.
9. Perwira 45; Pa De, Uwing, Valent, Lisa, Ci Ine, Yoana, Hendy, dll, atas
kekeluargaan dan kebersamaan selama penulis tinggal di Bogor.
10. Temen-temen TPG 40; Tilo, Ola, Nana, Dey, dll, atas kenangan selama kuliah
dan dukungan kepada penulis selama penelitian.
11. Kak Ana, atas pinjaman bahan-bahan kimianya sehingga penulis bisa
12. Temen seperjuangan; Mona dan Mardi, atas kesempatan bekerjasama dan
diskusi dalam menyelesaikan penelitian ini.
13. Pengerja GBI Ciomas; Maria, Lia, Glory, David, Pa’Fredy, dll, atas kerjasama
pelayanan musik.
14. Staf dan Teknisi Laboratorium ITP dan LJA; Mba Darsi, Bu Rub, Pa Sobirin,
Mba Yuli, Mba Yane, dan Pa Wahid, atas bantuan dan saran-sarannya selama
penulis melakukan penelitian.
15. Setiap individu dan institusi yang tidak dapat disebutkan satu persatu, atas
kesediaannya membantu penulis.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam pelaksanaan
penelitian dan penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun sangat diharapkan. Penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat
bagi berbagai pihak dengan berbagai cara.
Bogor, September 2007
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR GAMBAR... vii
DAFTAR LAMPIRAN... ix
I. PENDAHULUAN ... 1
A. LATAR BELAKANG... 1
B. TUJUAN... 3
C. MANFAAT... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA... 4
A. WAFER ... 4
B. PENURUNAN MUTU WAFER ... 6
C. AKTIVITAS AIR... 8
D. KADAR AIR KESETIMBANGAN ... 10
E. KURVA SORPSI ISOTERMIS... 11
F. MODEL PERSAMAAN SORPSI ISOTERMIS ... 12
G. KEMASAN... 15
H. UMUR SIMPAN... 16
III. METODOLOGI... 19
A. BAHAN DAN ALAT ... 19
1. BAHAN ... 19
2. ALAT ... 20
B. TAHAPAN PENELITIAN... 20
1. PENELITIAN PENDAHULUAN ... 20
a. Penentuan Atribut Utama dan Kerusakan Wafer ... 20
b. Penentuan Karakteristik Awal Wafer ... 20
2. PENELITIAN UTAMA ... 21
Halaman
b. Pendekatan Kadar Air Kritis Termodifikasi ... 22
C. METODE ANALISIS ... 22
1. PENENTUAN KARAKTERISTIK AWAL WAFER ... 22
a. Penentuan Kadar Air... 22
b. Penentuan Kadar Abu ... 23
c. Penentuan Kadar Protein... 23
d. Penentuan Kadar Lemak... 24
e. Penentuan Kadar Karbohidrat ... 24
f. Pengukuran Aktivitas Air (aw) ... 25
g. Penentuan Tekstur (Kerenyahan) Dengan Texture Analyzer... 25
2. PENENTUAN KADAR AIR KRITIS WAFER... 26
3. ANALISIS KOMPERATIF ANTARA PENGUKURAN TEKSTUR (OBYEKTIF) DENGAN SENSORIK ... 27
a. Penentuan Tekstur Kritis Wafer Dengan Uji Hedonik ... 27
b. Penentuan Tekstur Kritis Wafer Dengan Uji Rating... 27
4. PENENTUAN VARIABEL PENDUKUNG UMUR SIMPAN ... 27
a. Penentuan Permeabilitas Kemasan ... 27
b. Penentuan Berat Kering per Kemasan dan Luas Kemasan... 29
5. PENENTUAN UMUR SIMPAN WAFER DENGAN MODEL KURVA SORPSI ISOTERMIS ... 29
a. Penentuan Kadar Air Kesetimbangan dan Kurva Sorpsi Isotermis. 29 b. Penentuan Model Sorpsi Isotermis... 30
c. Uji Ketepatan Model... 30
d. Penentuan Nilai Slope Kurva Sorpsi Isotermis ... 31
e. Perhitungan Umur Simpan Wafer (Labuza, 1968)... 31
6. PENENTUAN UMUR SIMPAN WAFER DENGAN MODEL KADAR AIR KRITIS TERMODIFIKASI ... 32
a. Penentuan Perbedaan Tekanan Di Luar dan Di Dalam Kemasan... 32
b. Perhitungan Umur Simpan Wafer ... 33
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 34
Halaman
1. ATRIBUT DAN KERUSAKAN WAFER... 34
2. KARAKTERISTIK WAFER A DAN WAFER B... 36
B. KADAR AIR KRITIS WAFER... 40
1. UJI HEDONIK... 41
2. UJI RATING... 42
C. ANALISIS KOMEPERATIF TEKSTUR SECARA OBYEKTIF DAN SUBYEKTIF ... 44
1. PERUBAHAN TEKSTUR WAFER SELAMA PENYIMPANAN... 44
2. PERBANDINGAN TEKSTUR SECARA OBYEKTIF DAN SUBYEKTIF... 45
D. VARIABEL PENDUKUNG UMUR SIMPAN WAER ... 49
E. PENDEKATAN MODEL KURVA SORPSI ISOTERMIS ... 50
1. KURVA SORPSI ISOTERMIS... 51
2. MODEL SORPSI ISOTERMIS... 54
3. NILAI SLOPE (b) KURVA SORPSI ISOTERMIS ... 58
F. PENDEKATAN MODEL KADAR AIR KRITIS TERMODIFIKASI.... 60
G. ANALISIS UMUR SIMPAN WAFER... 62
1. PERBANDINGAN MODEL PENDEKATAN UMUR SIMPAN ... 62
2. PERBANDINGAN UMUR SIMPAN WAFER MENGGUNAKAN PERBEDAAN NILAI MC... 65
V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 68
A. KESIMPULAN... 68
B. SARAN... 69
DAFTAR PUSTAKA ... 71
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Standar mutu biskuit menurut SNI 01-2973-1992... 4
Tabel 2. Spesifikasi probe dan setting untuk produk biskuit ... 25 Tabel 3. RH larutan garam jenuh yang digunakan pada suhu 30oC ... 30
Tabel 4. Karakteristik wafer A dan wafer B ... 37
Tabel 5. Hasil analisis proksimat A dan wafer B ... 37
Tabel 6. Titik kritis wafer berdasarkan uji organoleptik... 47
Tabel 7. Titik kritis wafer berdasarkan kadar air kritis wafer ... 48
Tabel 8. Kadar air kesetimbangan (Me) wafer A dan wafer B dan waktu
pencapaiannya dibeberapa RH penyimpanan ... 52
Tabel 9. Persamaan kurva sorpsi isotermis wafer A... 55
Tabel 10. Persamaan kurva sorpsi isotermis wafer B... 55
Tabel 11. Hasil perhitungan nilai MRD model sorpsi isotermis* ... 56
Tabel 12. Nilai aktivitas air (aw) kritis berdasarkan model Hasley ... 58
Tabel 13. Nilai slope (b) kurva sorpsi isotermis wafer... 58 Tabel 14. Nilai P wafer A dan wafer B menggunakan awmeter... 61 Tabel 15. Nilai P wafer A dan wafer B berdasarkan model Hasley... 61
Tabel 16. Umur simpan wafer A berdasarkan model kurva sorpsi isotermis dan
model kadar air kritis termodifikasi berdasarkan uji hedonik ... 63
Tabel 17. Umur simpan wafer B berdasarkan model kurva sorpsi isotermis dan
model kadar air kritis termodifikasi berdasarkan uji hedonik ... 63
Tabel 18. Kadar air kritis wafer berdasarkan uji organoleptik... 66
Tabel 19. Umur simpan wafer A berdasarkan model kurva sorpsi isotermis dan
model kadar air kritis termodifikasi berdasarkan uji rating... 66 Tabel 20. Umur simpan wafer B berdasarkan model kurva sorpsi isotermis dan
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Jenis-jenis wafer (A1) flat wafer (coated), (A2) flat wafer (uncoated), (B1) stick wafer (uncoated), (B2) stick wafer (coated)... 6 Gambar 2. Kurva pertambahan kadar air produk biskuit terkemas... 8
Gambar 3. Kurva aktivitas air produk pangan ... 9
Gambar 4. Grafik kenaikan kadar air menuju ke kadar air kesetimbangan selama
penyimpanan pada berbagai kondisi RH ... 10
Gambar 5. Kurva sorpsi isotermis secara umum (deMan, 1979) ... 12
Gambar 6. Wafer A dan wafer B... 19
Gambar 7. Profil kerenyahan dan kekerasan yang diuji dengan Texture Analyzer26 Gambar 8. (a) Permatran Mocon W*3/31 (b) prinsip kerja penentuan WVTR .... 28
Gambar 9. Atribut wafer berdasarkan survei konsumen ... 34
Gambar 10. Parameter kritis wafer... 36
Gambar 11. Grafik hubungan lama penyimpanan wafer dengan skor kesukaan .. 41
Gambar 12. Contoh penentuan kadar air kritis wafer A berdasarkan uji hedonik 42
Gambar 13. Grafik hubungan lama penyimpanan wafer dengan skor rating
kerenyahan wafer... 43
Gambar 14. Contoh penentuan kadar air kritis wafer A berdasarkan uji rating... 43 Gambar 15. Penurunan kerenyahan wafer selama penyimpanan (relatif terhadap
nilai kerenyahan awal wafer) ... 45
Gambar 16. Kurva hubungan antara skor organoleptik dengan kerenyahan wafer
A dan wafer B (a) Uji Hedonik (b) Uji Rating... 46 Gambar 17. Kurva hubungan antara skor organoleptik dengan % kerenyahan
wafer A dan wafer B (a) Uji Hedonik (b) Uji Rating... 46 Gambar 18. Kurva hubungan antara nilai kerenyahan (gf) dengan kadar air wafer
selama penyimpanan... 47
Gambar 19. Kemasan wafer A dan wafer B... 50
Gambar 20. Pertumbuhan kapang pada RH 94.7% ... 53
Halaman
Gambar 22. Perbandingan kurva sorpsi isotermis wafer A hasil percobaan dengan
model Hasley... 57
Gambar 23. Perbandingan kurva sorpsi isotermis wafer B hasil percobaan dengan
model Hasley... 57
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Form kuisioner penentuan atribut utama dan parameter kritis wafer76
Lampiran 2. Contoh form organoleptik ... 77
Lampiran 3. Rekapitulasi penentuan atribut utama wafer ... 78
Lampiran 4. Rekapitulasi penentuan faktor kritis wafer... 80
Lampiran 5. Penentuan kadar air awal wafer dan uji paired-sampels T Test... 81 Lampiran 6. Penentuan kadar abu wafer dan uji paired-sampels T Test... 82 Lampiran 7. Penentuan kadar protein dan uji paired-sampels T Test... 83 Lampiran 8. Penentuan kadar lemak dan uji paired-sampels T Test... 84 Lampiran 9. Penentuan kadar karbohidrat (by difference) dan uji paired-sampels T Test... 85 Lampiran 10. Hasil uji hedonik kerenyahan wafer... 86
Lampiran 11. Hasil uji hedonik kerenyahan wafer... 88
Lampiran 12. Penentuan kadar air kritis dengan uji hedonik... 90
Lampiran 13. Penentuan kadar air kritis dengan uji rating... 91 Lampiran 14. Penentuan nilai k/x kemasan ... 92
Lampiran 15. Modifikasi model-model sorpsi isotermis dari persamaan non linear
menjadi persamaan linear... 93
Lampiran 16. Penentuan kadar air kesetimbangan (Me) berdasarkan model sorpsi
isotermis ... 94
Lampiran 17. Penentuan MRD model-model sorpsi isotermas ... 95
Lampiran 18. Tabel uap air (Labuza, 1982)... 102
Lampiran 19. Penentuan nilai P wafer A dan wafer B ... 102
Lampiran 20. Umur simpan wafer dengan uji hedonik ... 104
Lampiran 21.Umur simpan wafer dengan uji rating... 111
A. LATAR BELAKANG
Tanggal kadaluarsa sangat penting untuk dicantumkan dalam kemasan
produk pangan. Tanggal kadaluarsa adalah tanggal atau waktu dimana produk
pangan masih memberikan daya guna seperti yang diharapkan jika produk
tersebut disimpan pada kondisi penyimpanan yang sesuai. Pencantuman
informasi tanggal kadaluarsa merupakan jaminan produsen pangan kepada
konsumen bahwa produk memiliki mutu yang baik saja yang dipasarkan dan
produk tersebut aman dikonsumsi sebelum tercapai waktu kadaluarsa yang
telah ditetapkan produsen (Hariyadi, 2006).
Pada umumnya tanggal kadaluarsa sudah dicantumkan pada kemasan
wafer maupun produk pangan lain di pasaran. Pencantuman informasi tentang
tanggal kadaluarsa bahan pangan merupakan suatu kewajiban bagi produsen
dan telah diatur oleh undang-undang. Undang-undang Pangan tahun 1996 dan
Peraturan Pemerintah No.69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan
menyatakan setiap industri pangan wajib mencantumkan waktu atau tanggal
kadaluarsa pada setiap kemasan produk. Tujuan pencantuman tanggal
kadaluarsa pada kemasan adalah untuk menghindari terjadinya
pengkonsumsian produk yang sudah tidak layak dikonsumsi lagi.
Tanggal kadaluarsa produk pangan berkaitan dengan penentuan umur
simpan produk pangan tersebut. Umur simpan suatu produk pangan
merupakan suatu parameter ketahanan produk selama penyimpanan. Metode
penentuan umur simpan terdiri dari metode konvensional dan metode
akselerasi. Penentuan umur simpan dengan metode konvensional dilakukan
dengan cara menyimpan produk pangan pada kondisi penyimpanan sehari-hari
sambil dilakukan pengamatan terhadap penurunan mutu produk. Dalam
pelaksanaannya metode ini memerlukan waktu yang lama karena kinetika
reaksi yang berjalan lambat. Globalisasi perdagangan pangan dan ketatnya
persaingan pasar pangan menyebabkan penentuan umur simpan produk yang
Metode akselerasi digunakan untuk mempercepat penurunan mutu
produk dengan menyimpan produk pada kondisi ekstrim (suhu dan
kelembaban yang tinggi) sehingga penentuan umur simpan menjadi lebih
singkat. Model yang terdapat dalam metode akselerasi adalah model arhenius
dan model kadar air kritis. Model arhenius cocok untuk produk pangan yang
sensitif terhadap suhu sedangkan model kadar air kritis cocok untuk produk
pangan yang sensitif terhadap perubahan kadar air dalam produk tersebut
(Kusnandar, 2006). Metode dan model pendekatan yang tepat, spesifik, dan
efisien dalam penentuan umur simpan suatu produk sangat diperlukan untuk
meningkatkan efisiensi kinerja industri serta mengurangi biaya dan waktu
analisis mutu.
Wafer merupakan salah satu jenis biskuit yang populer di pasaran dan
digemari oleh masyarakat. Banyak jenis produk yang ada di pasaran, namun
umumnya terdiri dari flat wafer dan stick wafer. Penelitian ini menggunakan wafer jenis flat. Flat wafer adalah jenis creamed sandwich wafer yang terdiri dari 4 wafer dan 3 lapis krim di antara sheet wafer. Ciri khas dari wafer adalah memiliki tekstur yang renyah. Wafer tergolong makanan yang tidak mudah
rusak karena mempunyai kadar air dan aw yang rendah. Namun, kadar air dan
aw yang rendah menyebabkan wafer sangat sensitif terhadap penyerapan uap
air dari lingkungan. Penyerapan uap air oleh wafer menyebabkan kadar air
wafer naik yang diikuti dengan penurunan kerenyahan wafer (Oktania, 2004).
Peningkatan kadar air wafer disebabkan oleh penyerapan uap air dari
lingkungan. Penentuan umur simpan wafer cocok menggunakan model kadar
air kritis karena wafer sensitif terhadap perubahan kadar airnya. Dengan
mengetahui pola penyerapan airnya dan menetapkan kadar air kritisnya maka
umur simpan produk dapat diketahui. Pendekatan dalam model kadar air kritis
yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kurva sorpsi isotermis
dan pendeketan kadar air kritis termodifikasi. Pendekatan kadar air kritis
termodifikasi lebih sederhana daripada pendekatan kurva sorpsi isotermis.
Kurva sorpsi isotermis digunakan untuk mengetahui pola penyerapan
uap air dari produk pangan dengan cara menentukan kadar air kesetimbangan
membutuhkan waktu yang relatif lama. Pendekatan kadar air kritis
termodifikasi mengganti nilai kadar air kesetimbangan dari kurva sorpsi
isotermis dengan menentukan perbedaan tekanan di dalam dan di luar
kemasan. Penentuan perbedaan tekanan tersebut membutuhkan waktu yang
relatif singkat dengan perhitungan matematik. Perbedaan tekanan di dalam
dan di luar kemasan menggambarkan pola penyerapan uap air oleh wafer
(Kusnandar, 2006). Pendekatan kadar air kritis termodifikasi jarang digunakan
oleh industri untuk menentukan umur simpan wafer karena relatif baru dan
belum diketahui tingkat efektivitasnya. Oleh karena itu diperlukan studi
mengenai penentuan umur simpan wafer dengan pendekatan kadar air kritis
termodifikasi dan pendekatan kurva sorpsi isotermis serta dibandingkan
tingkat ketepatannya.
B. TUJUAN
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan umur simpan produk flat wafer dengan menggunakan model kurva sorpsi isotermis dan model kadar air kritis termodifikasi. Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk menentukan
model penentuan umur simpan yang tepat untuk produk flat wafer, melihat pengaruh karakteristik produk flat wafer terhadap umur simpan produk, dan melihat korelasi pengukuran tekstur secara obyektif dan subyektif terhadap
kadar air kritis wafer.
C. MANFAAT
Manfaat dari penelitian ini adalah mendapatkan model penentuan umur
simpan dan metode penentuan kadar air kritis yang tepat dan efisien untuk
A. WAFER
Biskuit merupakan produk pangan kering yang dibuat dengan cara
memanggang adonan yang mengandung bahan dasar terigu, lemak, dan bahan
pengembang dengan atau tanpa penambahan bahan makanan dan bahan
tambahan lain yang diijinkan (SNI 1992). Menurut SNI
01-2973-1992 mengenai Mutu dan Cara Uji Biskuit, wafer termasuk dalam kelompok
biskuit bersama dengan biskuit keras, crakers dan cookies. Syarat mutu wafer mengacu pada standar mutu biskuit sesuai dengan SNI 01-2973-1992 seperti
terlihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Standar mutu biskuit menurut SNI 01-2973-1992
Kriteria Uji Syarat
Energi (kkal/100 gram) Minimum 400
Air (%) Maksimum 5
Protein (%) Minimum 9
Lemak (%) Minimum 9,5
Karbohidrat (%) Minimum 70
Abu (%) Maksimum 1.5
Serat Kasar (%) Maksimum 0.5
Logam Berbahaya Negatif
Bau dan Rasa Normal dan tidak tengik
Warna Normal
(BSN, 1992)
Wafer adalah biskuit yang terbuat dari adonan cair dan tipis dengan
ketebalan lebih kecil dari 1-4 mm (Macrae et al., 1993, Dogan, 2006). Ciri khas wafer adalah memiliki pori-pori kasar, renyah, dan bila dipatahkan
penampang potongannya berongga-rongga (Manley, 2000). Wafer dibuat dari
adonan yang dipanggang di antara dua plat baja. Ukuran dari plat yang
digunakan akan menentukan ukuran wafer yang diinginkan. Ukuran tersebut
700x350 mm (Manley, 2001). Menurut Dogan (2006), wafer yang ada di
pasaran biasanya dalam bentuk lembaran datar yang besar yang dilapisi krim
sebelum pemotongan dan mungkin juga dilapisi lagi dengan cokelat. Bahan
adonan wafer terdiri dari gula, tepung terigu, air, garam, lemak, dan bahan
lainnya. Faktor terpenting yang mempengaruhi tekstur wafer adalah tepung
terigu. Menurut Kusumaningrum (2002), fungsi tepung terigu adalah
membentuk adonan selama proses pencampuran, menarik, atau mengikat
bahan lainnya serta mendistribusikannya secara merata, mengikat gas selama
proses fermentasi, dan membentuk struktur wafer selama pemanggangan.
Secara umum, wafer yang ada di pasaran ada dua jenis yaitu flat wafer dan stick wafer (Oktania, 2004). Flat wafer adalah jenis creamed sandwich wafer yang terdiri dari 4 sheet wafer dan 3 lapis krim di antara sheet wafer. Wafer dibentuk dari adonan yang dipanggang di antara plat metal yang panas.
Wafer hasil pemanggangan berbentuk sheet atau lembaran yang datar dan besar. Adonan wafer sheet yang dipanggang sedikit atau sama sekali tidak mengandung gula, sehingga wafer biasanya tidak berasa (plain). Setelah proses pemanggangan dan pendinginan, sheet wafer dilapisi dengan krim sehingga membentuk sandwich wafer. Wafer yang dihasilkan ini masih dalam ukuran besar dan utuh disebut dengan book wafer. Book wafer didinginkan pada ruang book cooler lalu dipotong sesuai ukuran yang diinginkan. Modifikasi bentuk wafer flat adalah menambahkan lapisan cokelat pada
lapisan luar wafer (coated wafer).
Stick wafer mempunyai bentuk bulat panjang. Bentuk tersebut dicetak setelah proses pemanggangan dengan cara melilitkan lembaran wafer pada
sebuah nozzle. Besar kecilnya ukuran wafer yang dihasilkan tergantung dari ukuran nozzle yang digunakan. Setalah pencetakan, wafer diisi dengan krim yang dialirkan melalui nozzle bagian dalam. Krim melingkar penuh pada bagian dalam dinding wafer. Setelah proses filling, wafer kemudian dipotong sesuai ukurannya dengan sebuah cutter. Proses selanjutnya adalah pendinginan dan pengemasan. Jenis-jenis wafer yang ada di pasaran dapat
Gambar 1. Jenis-jenis wafer (A1) flat wafer (coated), (A2) flat wafer (uncoated), (B1) stick wafer (uncoated), (B2) stick wafer (coated)
B. PENURUNAN MUTU WAFER
Mutu utama produk biskuit seperti wafer adalah kerenyahannya
(Manley, 2000). Wafer memiliki kadar air dan aw yang rendah sehingga
teksturnya menjadi renyah. Menurut Macrae et al. (1993), wafer mempunyai kadar air sebesar 1.5-2.5%. Menurut Oktania (2004), faktor yang
menyebabkan wafer memiliki kadar air dan aw yang rendah adalah proses
pemanggangan adonan wafer dengan suhu tinggi. Gas yang terbentuk pada
saat fermentasi dan air yang terkandung dalam adonan wafer akan dilepaskan
selama proses pemanggangan. Pelepasan gas dan uap air ini akan
menyebabkan pembentukan struktur wafer yang berongga-rongga dan
penurunan kadar air dan aw. Adonan wafer dipanggang pada suhu tinggi
karena mengandung sedikit atau tidak sama sekali gula. Semakin sedikit
kandungan gula dan lemak dalam komposisi wafer, proses pemanggangan
dapat dilakukan pada suhu 177-204oC (Kusumaningrum, 2002).
Menurut Hariyadi (2006), produk pangan akan mengalami perubahan
mutu selama proses penanganan, pengolahan, penyimpanan, dan distribusi
produk pangan. Penyimpangan suatu produk dari mutu awalnya disebut
deteriorasi (Arpah, 2001). Reaksi deteriorasi dimulai dengan persentuhan
A B
1 2
produk dengan udara, oksigen, uap air, cahaya, dan akibat perubahan suhu.
Reaksi deteriorasi dapat disebabkan oleh interaksi dengan berbagai faktor,
baik faktor lingkungan eksternal atau faktor lingkungan internal. Data tentang
interaksi-interaksi yang mungkin terjadi tersebut sebaiknya diketahui dengan
baik sehingga dapat dilakukan perhitungan-perhitungan mengenai umur
simpan, kebutuhan pelabelan, serta yang lebih penting adalah usaha-usaha
minimalisasi kerusakan dan memaksimumkan masa simpan. Menurut Arpah
(2001), tingkat deteriorasi produk dipengaruhi oleh lamanya penyimpanan,
sedangkan laju deteriorasi dipengaruhi oleh kondisi lingkungan penyimpanan.
Faktor utama yang menyebabkan penurunan mutu produk pangan kering
seperti biskuit adalah perubahan kadar air produk tersebut (Oktania, 2004).
Seperti terlihat pada Gambar 2, kadar air biskuit akan meningkat selama penyimpanan. Robertson (1992) mengelompokkan produk pangan ke dalam
dua kelompok dalam hubungannya dengan perubahan kadar air selama
penyimpanan, yaitu produk pangan yang menyerap uap air dan produk pangan
yang mengalami kehilangan kandungan air. Wafer termasuk dalam produk
pangan yang mudah rusak apabila menyerap uap air yang berlebihan dari
lingkungan karena perbedaan tekanan antara wafer dengan lingkungan.
Kerusakan ini cukup kompleks karena dapat melibatkan atau memicu berbagai
jenis reaksi deteriorasi lain yang sensitif terhadap perubahan aw. Namun
menurut Arpah (2001), pada produk jenis biskuit, kerusakannya lebih sering
dihubungkan dengan kerusakan tekstur.
Kerenyahan merupakan kriteria mutu penting dari berbagai produk
sereal atau snack. Kerenyahan dipengaruhi oleh sejumlah air terikat pada matriks karbohidrat yang mempengaruhi pergerakan relatif dari daerah
kristalin dan amorf (Piazza dan Masi, 1997). Menurut Adawiyah (2002),
struktur amorf atau partially amorf dalam bahan pangan terbentuk karena berbagai proses, salah satunya adalah proses pemanggangan. Kerenyahan
produk pangan berkadar air rendah dipengaruhi oleh kandungan air dan akan
hilang karena adanya plastisasi struktur fisik oleh suhu atau air. Produk sereal
memiliki tekstur yang renyah dalam keadaan gelas, tetapi plastisasi akibat
menjadi keadaan karet (rubbery) sehingga produk menjadi lembek (sogginess). Uap air akan menyebabkan plastisasi dan pelunakan terhadap pati atau protein yang mengakibatkan penurunan mutu wafer yaitu kerenyahannya
menurun (Navarrete et al., 2004).
Gambar 2. Kurva pertambahan kadar air produk biskuit terkemas (Robertson, 1993)
C. AKTIVITAS AIR
Kandungan air dalam bahan pangan juga ikut menentukan acceptability, kesegaran, dan daya tahan bahan pangan tersebut. Kandungan air dalam bahan
pangan akan mempengaruhi daya tahan bahan tersebut terhadap reaksi
biologis atau kimiawi. Hubungan kandungan air dalam bahan pangan dengan
daya tahan bahan tersebut dinyatakan sebagai aktivitas air (aw). Istilah
aktivitas air (aw) digunakan untuk menjabarkan air yang tidak terikat atau
bebas dalam bahan pangan yang dapat menunjang reaksi biologis atau
kimiawi. Aktivitas air merupakan faktor kunci dalam pertumbuhan mikroba,
produksi racun, reaksi enzimatis, dan sebagainya (Mercado dan Canovas,
1996). Klasifikasi produk pangan berdasarkan nilai aktivitas airnya dapat
dilihat pada Gambar 3.
Labuza (2002) menyatakan aktivitas air suatu bahan pangan dapat
uap air murni (Po) pada kondisi yang sama, atau dengan jalan membagi ERH
lingkungan dengan nilai 100 dan secara matematis ditulis sebagai berikut :
...(1)
dimana :
aw = aktivitas air
P = tekanan parsial uap air bahan
Po = tekanan parsial uap air murni pada suhu yang sama
ERH = kelembaban relatif seimbang
Aktivitas air (aw) menunjukkan sifat bahan itu sendiri, sedangkan ERH
menggambarkan sifat lingkungan di sekitarnya yang berada dalam keadaan
setimbang dengan bahan tersebut. Dengan kata lain, peranan air dalam produk
pangan biasanya dinyatakan dalam kadar air dan aw sedangkan peranan air di
udara dinyatakan dalam kelembaban relatif dan kelembaban mutlak.
Gambar 3. Kurva aktivitas air produk pangan (Mujumdar dan Devahasti, 2000)
Aktivitas air merupakan faktor penting yang mempengaruhi kestabilan
dari produk pangan kering selama penyimpanan. Aktivitas air mempengaruhi
sifat tekstur dari produk pangan kering yang dapat mengalami penurunan
mutu teksturnya dengan semakin meningkatnya kadar air dan aw (Arpah, 100
ERH P
P a
o
2001). Selain itu, aktivitas air dapat mempengaruhi sifat-sifat fisiko-kimia,
perubahan-perubahan kimia (pencoklatan non enzimatis), kerusakan
mikrobiologis, dan perubahan enzimatis terutama pada produk pangan yang
tidak diolah (Winarno dan Jennie, 1983).
D. KADAR AIR KESETIMBANGAN
Kadar air kesetimbangan adalah kadar air dari suatu produk pangan yang
berkesetimbangan pada suhu dan kelembaban tertentu dalam periode waktu
tertentu (Brooker et al., 1982). Menurut Fellows (1990), kadar air kesetimbangan suatu bahan pangan adalah kadar air bahan pangan ketika
tekanan uap air dari bahan tersebut dalam kondisi setimbang dengan
lingkungannya dimana produk sudah tidak mengalami penambahan atau
pengurangan bobot produk (Gambar 4).
Kadar air kesetimbangan pada produk pangan digunakan untuk
menentukan dan menggambarkan kurva sorpsi isotermis produk tersebut.
Menurut Pavinee (1979), kurva tersebut digunakan untuk mendapatkan
informasi tentang perpindahan air selama proses adsorpsi atau desorpsi.
Gambar 4. Grafik kenaikan kadar air menuju ke kadar air kesetimbangan selama penyimpanan pada berbagai kondisi RH
Menurut Duckworth (1975), ada dua cara untuk menentukan kadar air
kesetimbangan yaitu dengan metode statis dan metode dinamis. Metode statis
dilakukan dengan cara meletakkan bahan pangan pada tempat dengan RH dan
suhu yang terkontrol. Dalam metode dinamis, kadar air kesetimbangan produk
pangan ditentukan dengan meletakkan bahan pangan pada kondisi udara yang
bergerak. Metode dinamis sering digunakan untuk pengeringan, dimana
pergerakan udara digunakan untuk mempercepat proses pengeringan dan
menghindari penjenuhan uap air di sekitar bahan (Brooker et al., 1982).
E. KURVA SORPSI ISOTERMIS
Kurva yang menggambarkan hubungan antara aktivitas air (aw) atau
kelembaban relatif seimbang ruang penyimpanan (ERH) dengan kandungan
air per gram suatu bahan pangan disebut sebagai kurva sorpsi isotermis
(Winarno, 1994). Kurva ini menggambarkan kandungan air yang dimiliki
bahan pangan sebagai keadaan kelembaban relatif tempat penyimpanan,
artinya menggambarkan aktivitas menyerap air (adsorpsi) dan melepaskan air
yang dikandung (desorpsi) pada bahan pangan. Menurut Barbarosa et al. (1996), sorpsi isotermis banyak dipakai dalam penelitian pada bahan pangan
seperti umur simpan, penyimpanan, pengemasan, dan pengeringan.
Kurva sorpsi isotermis dapat dibagi menjadi beberapa bagian tergantung
dari keadaan air dalam bahan pangan tersebut. Daerah A menyatakan adsorpsi
bersifat satu lapis molekul air (monolayer), daerah B menyatakan terjadinya penambahan lapisan-lapisan di atas satu lapis molekul air (multilayer), dan pada daerah C mulai terjadi kondensasi air pada pori-pori bahan (kondensasi
kapiler) (Syarief dan Halid, 1993; Winarno, 1994). Secara umum, kurva sorpsi
isotermis dapat dilihat pada Gambar 5.
Menurut deMan (1979), pada umumnya kurva sorpsi isotermis bahan
pangan berbentuk sigmoid (menyerupai huruf S). Keadaan tidak berhimpit
antara kurva adsorpsi dan desorpsi disebut sebagai fenomena histeresis.
Fenomena ini diperlihatkan oleh perbedaan nilai-nilai kadar air kesetimbangan
yang diperoleh dari proses adsorpsi dan desorpsi. Besarnya histeresis dan
alami bahan pangan, perubahan fisik yang terjadi selama perpindahan air,
suhu, kecepatan desorpsi atau adsorpsi dan tingkatan air yang dipindahkan
selama desorpsi atau adsorpsi (Fennema, 1996). Secara singkat oleh Winarno
(1994) dikatakan bentuk kurva ini khas untuk setiap bahan pangan. Bila
perubahan air mempengaruhi mutu produk pangan, maka dengan mengetahui
pola penyerapan airnya dan menetapkan nilai kadar air kritisnya, umur simpan
dapat ditentukan.
Gambar 5. Kurva sorpsi isotermis secara umum (deMan, 1979)
F. MODEL PERSAMAAN SORPSI ISOTERMIS
Model matematika awal mengenai sorpsi isotermis telah banyak
dikembangkan oleh para ahli baik secara teoritis, semi teoritis, maupun
empiris (Chirife dan Iglesias, 1978; Van den Berg dan Bruin, 1981). Namun,
model-model matematika tersebut tidak dapat mencakupi keseluruhan kurva
sorpsi isotermis dan hanya dapat memprediksi kurva sorpsi isotermis salah
satu dari ketiga daerah sorpsi isotermis.
teori-(
w)(
w w)
teori selanjutnya dikemukakan oleh Langmuir (1918); Brauner, Emmet, dan
Teller (BET) (1938); dan Smith (1947). Namun, model-model ini tidak cocok
diterapkan pada bahan pangan karena adanya asumsi-asumsi yang tidak dapat
dipenuhi seperti adsorpsi air dapat bersifat lebih dari satu lapis molekul air
dan kisaran aw yang terbatas (Chirife dan Iglesias, 1978).
Salah satu model yang diakui secara internasional adalah model GAB
(Guggenheim, Anderson, dan de Boer). Model ini bisa menggambarkan sorpsi
isotermis bahan pangan pada kisaran aw yang lebih luas dari model BET, yaitu
0.05 < aw < 0.9 dan (Spiess dan Wolf, 1987). Menurut Labuza (2002),
persamaan GAB merupakan persamaan yang tepat untuk menggambarkan
sorpsi isotermis pada sebagian besar produk pangan. Model sorpsi isotermis
GAB dinyatakan sebagai berikut:
Secara empiris, Henderson mengemukakan persamaan yang
menggambarkan hubungan antara kadar air kesetimbangan bahan pangan
dengan kelembaban relatif ruang simpan. Persamaan ini menurut Chirife dan
Iglesias (1978) merupakan salah satu persamaan yang paling banyak
digunakan pada kebanyakan bahan pangan kering.
Sedangkan, Caurie dari hasil percobaannya mendapatkan model yang
berlaku untuk kebanyakan produk pangan pada selang aw 0.0 sampai 0.85.
Model persamaan Caurie seperti di bawah ini,
...(4)
Hasley mengembangkan persamaan yang dapat menggambarkan proses
kondensasi pada lapisan multilayer (Chirife dan Iglesias, 1978). Persamaan tersebut dapat digunakan untuk bahan makanan dengan kelembaban relatif
antara 10 – 81%. Model persamaan Hasley seperti di bawah ini,
...(5)
Persamaan Oswin dapat berlaku untuk bahan pangan pada RH 0%
sampai dengan 85% dan sesuai bagi kurva sorpsi isotermis yang berbentuk
sigmoid (Chirife dan Iglesias, 1978). Model persamaan Oswin tersebut adalah
seperti di bawah ini,
………(6)
Lebih lanjut, Chen Clayton juga telah membuat model matematika yang
berlaku untuk bahan pangan pada semua nilai aktivitas air. Persamaan tersebut
adalah seperti di bawah ini,
...(7)
dimana :
aw = aktivitas air
Me = kadar air kesetimbangan
G. KEMASAN
Kemasan disebut juga bungkus atau wadah memegang peranan penting
dalam pengawetan bahan pangan. Adanya wadah atau pembungkus dapat
membantu mencegah atau mengurangi kerusakan, melindungi bahan pangan
yang ada di dalamnya, melindungi dari bahaya pencemaran, serta gangguan
fisik (gesekan, benturan, getaran). Pengemasan sebagai bagian integral dari
proses produksi dan pengawetan bahan pangan dapat mempengaruhi mutu
produk pangan seperti dapat terjadi perubahan fisik dan kimia karena migrasi
zat-zat kimia dari bahan pengemas dan terjadi perubahan aroma (flavor),
warna, dan tekstur yang dipengaruhi oleh perpindahan uap air dan oksigen
(Syarief, 1990).
Bahan pangan mempunyai sifat yang berbeda-beda dalam kepekaannya
terhadap lingkungan. Menurut Syarief (1990), produk pangan kering akan
berada dalam keadaan setimbang dengan lingkungan dengan cara menyerap
uap air dari lingkungan. Untuk mengurangi masuknya uap air ke dalam
produk kering terutama yang mempunyai sifat hidrofilik maka diperlukan
barrier antara produk dengan lingkungan yaitu kemasan yang memiliki daya tembus atau permeabilitas uap air yang rendah untuk menghambat penurunan
mutu produk seperti menjadi tidak renyah (Buckle et al., 1987). Permeabilitas merupakan transfer molekul melalui kemasan baik dari produk ke lingkungan
maupun sebaliknya. Menurut Robertson (1993), permeabilitas uap air
kemasan adalah kecepatan atau laju transmisi uap air melalui suatu unit luasan
bahan dengan ketebalan tertentu sebagai akibat perbedaan unit tekanan uap air
antara permukaan produk pada kondisi suhu dan kelembaban tertentu.
Kemasan plastik banyak digunakan oleh industri pangan karena
harganya yang relatif murah, lebih ringan daripada kemasan metal dan gelas,
dan memerlukan energi yang kecil dalam pembuatan, konversi, dan
pendistribusiannya (Hernandez dan Giazin, 1998). Sebagai bahan
pembungkus, plastik dapat digunakan dalam bentuk tunggal, komposit atau
berupa lapisan-lapisan dengan bahan lain misalnya kertas atau alufo.
Kombinasi antara berbagai kemasan plastik berbeda atau plastik dengan
kemasan laminasi (Robertson, 1993). Kemasan laminasi yang digunakan di
industri-industri pangan saat ini tidak hanya dikombinasi antara berbagai
macam plastik saja, melainkan kombinasi antara berbagai plastik dengan
aluminium yang disebut metallized plastic. Kemasan ini memiliki ketahanan terhadap uap air dan gas yang lebih baik dari plastik tunggal, tidak
meneruskan cahaya, dan menghambat masuknya oksigen. Penggunaan
kemasan ini sangat sesuai untuk mengemas kopi, makanan kering, keju, dan
roti panggang (Brown, 1992).
H. UMUR SIMPAN
Menurut Institute of Food Technology seperti yang dikutip oleh Arpah (2001), umur simpan produk pangan adalah selang waktu antara saat produksi
hingga saat konsumsi dimana produk berada dalam kondisi yang memuaskan
pada sifat penampakan, rasa, aroma, tekstur, dan nilai gizi. Menurut Arpah
(2001), umur simpan adalah waktu hingga produk mengalami suatu tingkat
deteriorasi. Penyimpangan suatu produk dari mutu awalnya disebut
deteriorasi. Reaksi deteriorasi merupakan suatu reaksi kimia, oleh karena itu
mekanisme deteriorasi dapat dianalisa secara matematika. Dengan analisa
tersebut, waktu produk pangan mulai rusak dapat diketahui sehingga umur
simpan produk pangan dapat ditentukan.
Penentuan umur simpan produk pangan merupakan suatu jaminan mutu
industri pangan bahwa produk pangan yang bermutu baik saja yang
didistribusikan ke konsumen (Hariyadi, 2006). Menurut Floros (1993), umur
simpan produk pangan dapat diduga dan kemudian ditetapkan waktu
kadaluarsanya dengan menggunakan dua konsep studi penyimpanan produk
pangan yaitu dengan Extended Storage Studies (ESS) atau metode konvensional dan Accelerated Storage Studies (ASS) atau metode akselerasi. Penentuan umur simpan secara konvensional membutuhkan waktu yang lama
karena dilakukan dengan cara menyimpan suatu seri produk pada kondisi
normal sehari-hari sambil dilakukan pengamatan penurunan mutunya. Metode
akselarasi diterapkan pada produk pangan dengan memvariasikan kondisi
sendiri-sendiri maupun gabungannya (Floros, 1993). Keuntungan metode ini adalah
memerlukan waktu yang relatif singkat, tetapi tetap memiliki ketepatan dan
akurasi yang tinggi.
Salah satu metode akselerasi yang diterapkan pada produk pangan kering
adalah pendekatan kadar air kritis. Pada metode ini kondisi lingkungan
penyimpanan memiliki kelembaban relatif (relative humidity) yang ekstrim. Produk pangan kering yang disimpan akan mengalami penurunan mutu akibat
penyerapan uap air. Persamaan matematika adalah alat bantu yang digunakan
pada metode ini. Pada dasarnya persamaan-persamaan ini adalah deskripsi
kuantitatif dari sistem yang terdiri dari produk, bahan pengemas, dan
lingkungan (Arpah, 2001). Menurut Arpah (2001), model Labuza (1982) dapat
mengintegrasikan unsur permeabilitas kemasan, berat kering produk, luas
bahan pengemas, perbedaan tekanan uap air atau aw dan kurva sorpsi isotermis
dengan baik. Model Labuza ini disebut model pendekatan kurva sorpsi
isotermis.
……….(8)
dimana :
t = waktu untuk mencapai kadar air kritis atau umur simpan (hari)
me = kadar air kesetimbangan produk (g H20/g solid)
mi = kadar air awal produk (g H20/g solid)
mc = kadar air kritis produk (g H20/g solid)
k/x = konstanta permeabilitas uap air kemasan (g/m2.hari.mmHg)
A = luas permukaan kemasan (m2)
Ws = berat kering produk dalam kemasan (g)
Po = tekanan uap jenuh (mmHg)
b = kemiringan kurva sorpsi isotermis
Model Labuza cocok digunakan untuk menentukan umur simpan produk
pangan yang memiliki kurva sorpsi isotermis yang baik yaitu membentuk
tidak memiliki kurva sorpsi isotermis yang baik tidak dapat ditentukan umur
simpannya dengan model Labuza sehingga dilakukan modifikasi pada model
Labuza yang disebut model pendekatan kadar air kritis termodifikasi.
Produk pangan yang memiliki kelarutan yang tinggi, seperti produk yang
mengandung sukrosa tinggi (misalnya permen), maka akan sulit tercapai
kondisi kadar air kesetimbangannya dan kurva sorpsi isotermis tidak dapat
diasumsikan linier, karena pada RH tertentu kadar airnya akan terus
meningkat (tidak mencapai kondisi kesetimbangan) (Kusnandar, 2006). Model
kadar air kritis termodifikasi ini mengganti variabel kurva sorpsi isotermis
(nilai b) dan kadar air kesetimbangan (nilai Me) yang tidak dimiliki oleh
produk pangan yang memiliki kelarutan tinggi dengan mengukur perbedaan
takanan di dalam dan di luar kemasan ( P) untuk mengetahui pola penyerapan
uap air dari lingkungan ke dalam produk pangan.
………...(9)
k/x = konstanta permeabilitas uap air kemasan (g/m2.hari.mmHg)
A. BAHAN DAN ALAT 1. BAHAN
Bahan utama yang digunakan adalah 2 jenis flat wafer. Perbedaan antara dua wafer tersebut adalah tingkat porositas (pori-pori) wafer. Untuk
selanjutnya wafer yang memiliki pori-pori besar disebut wafer A dan
wafer yang memiliki pori-pori kecil disebut wafer B, seperti terlihat pada
Gambar 6.
Gambar 6. Wafer A dan wafer B
Bahan pendukung analisis dibagi menjadi bahan-bahan untuk
analisis kimia, organoleptik, penentuan permeabilitas kemasan, dan
penentuan umur simpan wafer. Bahan untuk analisis kimia terdiri dari
HgO, K2SO4, H2SO4, NaOH, Na2S2O3, H3BO3, HCl, indikator metil merah
dan metil biru, heksan, aquades, dan alkohol 96%. Bahan untuk analisis
organoleptik adalah wafer A dan B yang telah mengalami penyimpanan
selama 8 jam dalam suhu 30°C dengan RH lingkungan 90%. Bahan untuk
penentuan permeabilitas kemasan terdiri dari kemasan wafer A dan B, gas
N2, dan aquabides. Bahan untuk penentuan umur simpan adalah wafer A
dan B, garam yang terdiri dari MgCl2, K2CO3, Mg(NO3)2, NaCl, KCl,
2. ALAT
Alat-alat yang digunakan adalah neraca analitik, oven, tanur, cawan
aluminium, cawan porselin, desikator, toples yang dimodifikasi, texture analyzer, hygrometer, awmeter, Permatran Mocon W*3/31, pencapit logam, pinset, dan peralatan gelas untuk keperluan analisis.
B. TAHAPAN PENELITIAN
1. PENELITIAN PENDAHULUAN
a. Penentuan Atribut Utama dan Kerusakan Wafer
Penentuan atribut utama wafer dilakukan melalui survei terhadap
40 konsumen (usia bervariasi). Responden diminta untuk mengurutkan
lima buah atribut wafer yang telah ditentukan dari yang paling penting
(skor 1) sampai yang paling tidak penting (skor 5) dengan
menggunakan uji rangking. Kelima atribut tersebut adalah warna,
aroma, rasa, kerenyahan (tekstur), dan penampakan (visual wafer).
Atribut yang memiliki nilai yang paling kecil merupakan atribut paling
utama wafer. Selain itu, juga dilakukan survei konsumen terhadap
faktor yang mudah diidentifikasi oleh konsumen apabila wafer telah
rusak dan tidak layak dikonsumsi. Contoh kuisioner dapat dilihat pada
Lampiran 1.
b. Penentuan Karakteristik Awal Wafer
Penentuan karakteristik wafer dilakukan dengan menggunakan
analisis kimia yaitu proksimat (AOAC, 1984) dan analisis fisik. Tujuan
kegiatan ini untuk mengetahui karakter awal wafer sebelum dilakukan
pengujian terhadap wafer tersebut. Analisis kimia tersebut meliputi
kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, dan kadar karbohidrat
2. PENELITIAN UTAMA
Penelitian utama yang dilakukan adalah penentuan umur simpan
wafer menggunakan metode akselerasi dengan membandingkan dua
pendekatan model kadar air kritis yaitu pendekatan kurva sorpsi isotermis
dan pendekatan kadar air kritis termodifikasi. Tujuan membandingkan dua
model tersebut adalah untuk mengetahui model pendekatan kadar air kritis
yang memiliki hasil penentuan umur simpan yang sesuai dan tepat untuk
wafer.
a. Pendekatan Kurva Sorpsi Isotermis
Prinsip utama dari pendekatan ini adalah menentukan kadar air
kesetimbangan (Me) wafer yang disimpan pada berbagai nilai RH.
Hubungan data kadar air kesetimbangan wafer dengan RH tempat
penyimpanan wafer akan dihasilkan kurva sorpsi isotermis wafer.
Kurva ini akan digunakan untuk mengetahui pola penyerapan uap air
wafer dari lingkungan. Dengan mengetahui pola penyerapan uap air,
umur simpan wafer dapat ditentukan. Tahapan analisisnya adalah
sebagai berikut;
1. Penentuan kadar air awal (Mi) wafer (AOAC, 1984)
2. Penentuan kadar air kritis (Mc) wafer
3. Penentuan kadar air kesetimbangan (Me) wafer
4. Penentuan kurva sorpsi isotermis wafer
5. Penentuan variabel pendukung umur simpan wafer
6. Penentuan umur simpan wafer
Variabel pendukung umur simpan digunakan untuk melengkapi
persamaan penentuan umur simpan (Persamaan 8). Variabel tersebut adalah permeabilitas kemasan, luas kemasan, dan berat solid per