PENINGKATAN KUALITAS ULTISOL JASINGA
TERDEGRADASI DENGAN PENGOLAHAN TANAH
DAN PEMBERIAN BAHAN ORGANIK
OLEH :
NENENG LAELA NURIDA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ABSTRAK
NENENG LAELA NURIDA. Peningkatan Kualitas Ultisol Jasinga Terdegradasi dengan Pengolahan Tanah dan Pemberian Bahan Organik. Dibimbing oleh OTENG HARIDJAJA, SITANALA ARSYAD, SUDARSONO, UNDANG KURNIA dan GUNAWAN DJAJAKIRANA.
Keberlanjutan pengusahaan tanah secara intensif pada tanah-tanah yang telah mengalami pelapukan lanjut seperti Ultisol sangat tergantung pada upaya konservasi bahan organik, agar kualitas tanah dapat terjaga dan keberlanjutan usahatani dapat terjamin. Upaya perbaikan kualitas Ultisol Jasinga yang relatif murah adalah pemanfaatan sumber bahan organik in situ, seperti mukuna, flemingia dan sisa tanam-an di mtanam-ana masing-masing mempunyai kualitas ytanam-ang berbeda (kadar lignin, selulosa dan unsur hara). Penelitian ini bertujuan: 1) memahami pengaruh berbagai sumber bahan organik dengan kualitas berbeda dalam memperbaiki kualitas tanah, pertumbuhan dan hasil tanaman, 2) mengetahui hubungan perubahan particulate organic matter (POM) dan biomassa mikroorganisme (Cmic) dengan indikator kualitas tanah, dan 3) memahami pengaruh pengolahan tanah dan pemberian bahan organik terhadap kualitas tanah, pertumbuhan dan hasil tanaman pada berbagai tingkat kerusakan Ultisol Jasinga. Guna mencapai tujuan tersebut, dilakukan dua penelitian yaitu: 1) pengaruh cara pemberian dan sumber bahan organik terhadap kualitas tanah, pertumbuhan dan hasil tanaman jagung, dilaksanakan di rumah kaca, dan 2) pengaruh pengolahan tanah dan pemberian bahan organik terhadap kualitas tanah, pertumbuhan dan hasil tanaman, dilaksanakan pada Ultisol Jasinga terdegradasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada Ultisol Jasinga terdegradasi, nisbah C/N bahan organik yang diberikan merupakan salah satu parameter kualitas bahan organik yang dominan mempengaruhi kualitas tanah berupa fraksi bahan organik (C-organik, POMp, dan Cmic), sifat fisik (BI dan RPT), dan sifat kimia (N-total), serta pengaruhnya ditentukan oleh cara pemberian bahan organik. Parameter kualitas bahan organik lainnya yang berpengaruh adalah kadar lignin, kadar P dan K. Perubahan fraksi labil bahan organik (biomassa mikroorganisme) dan nisbah POMt/Corg mampu merubah beberapa sifat kimia dan fisik tanah, namun tergantung pada cara pemberian bahan organik. Pada pemberian bahan organik dengan cara dicampur, semakin tinggi nisbah POMt/Corg, semakin rendah ruang pori total, pori drainase cepat, K-tersedia dan N-total, namun berat isi semakin tinggi. Hasil penelitian ini juga membuktikan bahwa pemberian bahan organik secara periodik sepanjang tahun (19,51 t ha-1) belum mampu memperbaiki kualitas tanah yang telah kehilangan lapisan atas akibat pengupasan tanah setebal 10 cm dan erosi sebesar 1,86 cm. Pada Ultisol Jasinga terdegradasi, penerapan tanpa olah tanah selama dua musim tanam yang disertai dengan rehabilitasi dengan mukuna dan pemberian bahan organik secara periodik sepanjang tahun (21,13 t ha-1), menghasilkan kualitas tanah dan hasil tanaman yang lebih baik, serta secara ekonomi lebih menguntungkan.
ABSTRACT
NENENG LAELA NURIDA. Quality Improvement of Degraded Ultisol in Jasinga by Soil Tillage and Organic Matter Amandement. Under the supervision of: OTENG HARIDJAJA, SITANALA ARSYAD, SUDARSONO, UNDANG KURNIA, and GUNAWAN DJAJAKIRANA.
The sustainability of intensively used soils such as the highly weathered Ultisols depends on organic matter conservation and in order to maintain soil quality and to assure the farming sustainability. Among the inexpensive efforts to improve the soil quality are through utilization of in situ organic matters, such as Mucuna sp.,
Felimingia sp, and plant residues that differ in quality (in terms oflignin, cellulose and nutrients contents). The aims of this research were to study: 1) the effects of various sources and quality of organic matters on soil quality and plant productivity, 2) the relationships between the changes of particulate organic matter and C-microbes (POM and Cmic) and soil quality indicators, and 3) the effects of soil tillage and organic matter application on Ultisol in Jasinga with different levels of soil degradation soil quality and on plant productivity. Two sets of experiments were conducted: 1) effect of sources and method of organic matter application on soil quality and plant productivity, conducted in greenhouse, and 2) effect of soil tillage and organic matter application on soil quality and plant productivity, conducted in the field on Ultisol Jasinga. The results showed that C/N ratio was one of the organic matter quality parameters dominantly influenced the quality of organic matter fractions (soil organic C, POMp, and Cmic, lignin and P and K contents), soil physical properties (bulk density and total soil pores), and soil chemical properties (total N). The labile fractions of organic matters (Cmic) and POMt/Corg ratio influenced some soil physical and chemical properties depending on the method of organic matters application. When organic matter was incorporated, the higher the POMt/Corg ratio, the lower were the total soil pores, drainage soil pores, available K and total N, but the higher was the soil bulk density. The results showed that periodic application of organic matters within one year (19,51 t ha-1) was not able to improve the quality of 10 cm desurfaced and 1.86 cm eroded soils. No tillage treatme nt for two planting seasons in combination with soil rehabilitation with Mucuna sp. and periodic application of organic matters for one year (21,13 t ha-1) resulted in better soil quality and plant productivity as well as economic viability.
SURAT PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam disertasi
saya yang berjudul :
Peningkatan Kualitas Ultisol Jasinga Terdegradasi dengan Pengolahan Tanah dan Pemberian Bahan Organik
adalah gagasan atau hasil penelitian saya sendiri dengan bimbingan Komisi
Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Disertasi ini belum
pernah diajukan untuk memperoleh gelar apapun di perguruan tinggi lain. Semua
data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa
kebenarannya.
Bogor, Juli 2006
PENINGKATAN KUALITAS ULTISOL JASINGA
TERDEGRADASI DENGAN PENGOLAHAN TANAH
DAN PEMBERIAN BAHAN ORGANIK
OLEH :
NENENG LAELA NURIDA
Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada
Program Studi Ilmu Tanah
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Penelitian : Peningkatan Kualitas Ultisol Jasinga Terdegradasi dengan Pengolahan Tanah dan Pemberian Bahan Organik
Nama Mahasiswa : Neneng Laela Nurida
Nomor Registrasi Pokok : P 026 00006
Program Studi : Ilmu Tanah
Menyetujui,
1. Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Oteng Haridjaja, M.Sc. Ketua
Prof. Dr. Ir. Sudarsono, M.Sc. Prof. Dr. Ir. Sitanala Arsyad, M.Sc.
Anggota Anggota
Dr. Ir. Undang Kurnia, M.Sc. Dr. Ir. Gunawan Djajakirana, M.Sc.
Anggota Anggota
Mengetahui,
2. Ketua Program Studi Ilmu tanah 3. Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Komaruddin Idris, M.Sc. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tasikmalaya pada tanggal 29 Desember 1963 sebagai anak kedua dari pasangan Ali Salmin dan Musa’adah. Pendidikan sarjana ditempuh di Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan lulus pada tahun 1988. Pada tahun 1999, penulis diterima pada Program Studi Ilmu Tanah, Sekolah Pascasarjana, IPB. Pada tahun 2000, penulis diberi kesempatan untuk langsung melanjutkan pendidikan ke program doktor. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Badan Litbang Pertanian, melalui Proyek Pengkajian Teknologi Pertanian Partisipatif (PAATP).
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya, karya ilmiah ini berhasil diselesaikan sebagai tugas akhir untuk mem-peroleh gelar doktor pada Program Studi Ilmu Tanah, Sekolah Pascasarjana IPB.
Selama melaksanakan pendidikan, penelitian dan penyusunan disertasi ini, banyak pihak baik individu maupun institusi yang telah membantu penulis. Dengan tulus hati, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dr. Ir Oteng Haridjaja, M.Sc. selaku ketua komisi pembimbing; Prof. Dr. Ir. Sudarsono, M.Sc., Prof. Dr. Ir. Sitanala Arsyad, M.Sc., Dr. Ir. Undang Kurnia, M.Sc., Dr. Ir. Gunawan Djajakirana, M.Sc., selaku anggota komisi pembimbing; yang telah memberikan bimbingan, saran, nasihat, dan arahan sejak penyusunan rencana penelitian sampai penulisan disertasi ini.
2. Dr. Ir. Basuki Sumawinata M.Agr. selaku penguji luar komisi pada ujian tertutup; Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono, M.Sc. selaku Ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan dan penguji luar komisi pada ujian terbuka ; yang telah memberikan pertanyaan dan saran untuk perbaikan penulisan disertasi ini. 3. Dr. Ir. Achmad Rachman, M.Sc, selaku Kepala Balai Penelitian Tanah yang
telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti Program Doktor pada Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor; dan selaku penguji luar komisi pada ujian terbuka yang telah memberikan pertanyaan dan saran untuk perbaikan penulisan disertasi ini.
4. Dr. Ir. Abdurachman Adimihardja (Mantan Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat), Dr. Ir. Fahmudin Agus (Mantan Kepala Balai Penelitian Tanah) dan Dr. Kasdi Subagyono yang turut memberikan rekomendasi kepada saya untuk melanjutkan studi Program Doktor pada Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
5. Komisi Pembinaan Tenaga, Badan Litbang Pertanian di Jakarta; yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti Program Doktor di Institut Pertanian Bogor; serta Pengelola Proyek Pengkajian Teknologi Pertanian Partisipatif (PAATP)-Badan Litbang Pertanian, yang telah memberikan beasiswa dan bantuan dana penelitian.
6. Rektor, Dekan SPs, Ketua Program Studi Ilmu Tanah SPs IPB yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti Program Doktor (S3) pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
7. Ketua dan seluruh staf Kelompok Peneliti Konservasi, Rehabilitasi dan Reklamasi Lahan, Balai Penelitian Tanah, yang telah membantu dan memberikan dorongan moril selama saya mengikuti pendidikan dan penelitian Program Doktor di IPB.
9. Seluruh Staf Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB yang telah membantu dan memberikan fasilitas selama saya mengikuti pendidikan dan penelitian Program Doktor di IPB.
10. Lili Suhaeli, Dedi , rekan-rekan kelompok G-8, Mahasiswa Program Studi Ilmu Tanah SPs-IPB, khususnya Angkatan 1999 dan 2000, yang telah membantu baik saat penelitian, analisis data maupun kaitannya dengan penulisan disertasi ini.
11. Orangtua, kakak dan adik; atas bantuan materi, dorongan moril, doa, pengertian serta perhatiannya sehingga saya dapat menyelesaikan disertasi ini.
12. Khusus untuk Almarhum Ayahanda Ali Salmin dan Obed Salmin, Almarhumah Ibunda Musaadah dan Almarhum Kakak Muhammad Yusuf Salmin, yang telah menyertai di awal namun tidak sempat menyaksikan berakhirnya masa pendidikan saya di IPB, karena Allah SWT telah memanggil mereka.
Semoga Allah SWT mencatat seluruh amal kebaikan Bapak/Ibu dan mendapat balasan-Nya. Amin ya Robbal a’lamin.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2006
DAFTAR ISI Hubungan Kualitas Tanah dengan Pengelolaan Tanah ... Indikator Kualitas Tanah ... Bahan Organik Tanah... Pengaruh Bahan Organik Tanah terhadap Sifat Fisik, Kimia dan Biologi Tanah ... Komponen-komponen Bahan Organik Tanah... Pengaruh Pengolahan Tanah terhadap Kadar Bahan Organik ... BAHAN DAN METODE... Lokasi dan Waktu Penelitian... Metode Penelitian... Pengaruh Cara Pemberian dan Sumber Bahan Organik terha-dap Kualitas Tanah , Pertumbuhan dan Hasil Jagung... Pengaruh Pengolahan Tanah dan Pemberian Bahan Organik terhadap Kualitas Tanah, Pertumbuhan dan Hasil Tanaman ...
HASIL DAN PEMBAHASAN... Karakteristik Lokasi Penelitian ……….. Tanah ………. Curah Hujan, Erosivitas dan Evapotranspirasi ……….. Kualitas Bahan Organik yang Diberikan ………... Pengaruh Cara Pemberian dan Sumber Bahan Organik terhadap Kualitas Tanah, Pertumbuhan dan Hasil Jagung ...………...
Fraksi Bahan Organik……….. Sifat Fisik Tanah ………. Sifat Kimia Tanah ……….………... Tinggi Tanaman Jagung ……….. Hasil Tanaman Jagung ……… Korelasi Fraksi Bahan Organik dengan Sifat Tanah ……….. Fraksi Bahan Organik dengan Sifat Kimia Tanah ………….. Fraksi Bahan Organik dengan Sifat Fisik Tanah ………
Pengaruh Pengolahan Tanah dan Pemberian Bahan Organik ter-hadap Kualitas Tanah, Pertumbuhan dan Hasil Tanaman ...… Fraksi Bahan Organik ………. Sifat Fisik Tanah ………. Sifat Kimia Tanah ………... Tinggi Tanaman Jagung dan Kacang Tanah ………... Hasil Tanaman Jagung dan Kacang Tanah ………. Analisia Anggaran Parsial……….... PEMBAHASAN UMUM ………... KESIMPULAN DAN SARAN………... Kesimpulan ……… Saran ………..
DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN ……...
77 77 85 98 105 108 111 115 122 122 123
DAFTAR TABEL
Indikator Kualitas Tanah Potensial pada Skala Petak …………..
Klasifikasi Sif at-Sifat Tanah sebagai Indikator Kualitas Tanah Berdasarkan Sifat Permanen dan Tingkat Sensitivitas terhadap Pengelolaan ………..
Jumlah Tanah Tererosi Sejak Tahun 1993/1994 s/d 2000/2001 ..
Jumlah Bahan Organik Segar dan Kering yang Diberikan pada Masing-Masing Perlakuan Selama MT 2002/2003 ……….
Jumlah Bahan Organik Segar yang Diberikan Sejak Tahun 1993/1994 s/d 2000 ………..
Sifat-Sifat Fisik dan Kimia Tanah Typic Haplohumult di Lokasi Penelitian ...
Curah Hujan, Indeks Erosivitas, dan Evapotranspirasi di Jasinga dan Hasil Pengukuran di Lokasi Penelitian ……….
Hasil Analisis Tanaman yang Digunakan Sebagai Bahan Organik pada Penelitian Rumah Kaca ……….
Kandungan Unsur Hara dan Komponen Organik Utama Bahan Organik yang Digunakan pada Penelitian Rumah Kaca (Setara 2% C-Organik Tanah) ………..
Pengaruh Interaksi antara Cara Pemberian dengan Sumber Bahan Organik terhadap C-Organik, Cmic dan Cmic/Corg Tanah....
Kadar Particulate Organic Matter (POM) Tanah pada Kedalaman 0-20 Cm Setelah Panen Jagung ………
Pengaruh Interaksi antara Cara Pemberian dengan Sumber Bahan Organik terhadap BI dan RPT Setelah Panen Jagung …..
Kadar Air Kapasitas Lapang (KA), PDC, PAT, Permeabilitas dan ISA Setelah Panen Jagung ...………...
Kadar K-tersedia dan pH H2O Setelah Panen Jagung ………….
Pengaruh Interaksi antara Cara Pemberian dengan Sumber Bahan Organik terhadap P-tersedia dan N-Tota l ……….
16
Tinggi Tanaman Jagung pada Umur Dua minggu sampai Delapan Minggu ...
Berat Tongkol Kering, Pipilan Kering dan Bahan Organik Segar Jagung ...
Korelasi Fraksi Bahan Organik dengan Sifat Kimia Tanah ...…
Korelasi Fraksi Bahan Organik Tanah dengan Sifat Fisik Tanah
Kadar C-organik, Cmic dan Cmic/Corg pada Perlakuan Pengupasan
Tanah Setelah Panen Jagung dan Setelah Panen Kacang Tanah serta Perubahan antar Waktu ...………
Kadar POMt dan POMt/Corg pada Perlakuan Pengupasan Tanah
(Kedalaman 0-20 cm) di Awal, Setelah Panen Jagung dan Setelah Panen Kacang Tanah serta Perubahan antar Waktu ……
Pengaruh Interaksi antara Tingkat Pengupasan Tanah dengan Pengolahan Tanah dan Pemberian Bahan Organik terhadap Cmic/Corg Setelah Panen Kacang Tanah ………
Kadar C-organik , Cmic dan Cmic/Corg pada Perlakuan Pengolahan
Tanah dan Pemberian Bahan Organik di Awal, Setelah Panen Jagung dan Setelah Panen Kacang Tanah serta Perubahan antar Waktu ……...
Kadar POMt dan POMt/Corg pada Perlakuan Pengolahan Tanah
dan Pemberian Bahan Organik (Kedalaman 0-20 cm) di Awal, Setelah Panen Jagung dan Setelah Panen Kacang Tanah serta Perubahan antar Waktu ………
Indeks Stabilitas Agregat (ISA), MWD dan ASA pada Perlakuan Pengupasan Tanah di Awal, Setelah Panen Jagung dan Setelah Panen Kacang Tanah serta Perubahan antar Waktu .
Indeks Stabilitas Agregat (ISA), MWD dan ASA pada Perlakuan Pengolahan Tanah dan Pemberian Bahan Organik di Awal, Setelah Panen Jagung dan Setelah Panen Kacang Tanah serta Perubahan antar Waktu ………...
Berat Isi (BI), RPT, PDC, dan PAT pada Perlakuan Pengupasan Tanah di Awal, Setelah Panen Jagung dan Setelah Panen Kacang Tanah serta Perubahan antar Waktu ………...
Permeabilitas Tanah pada Perlakuan Pengupasan Tanah di Awal dan Setelah Panen Jagung serta Perubahan antar Waktu ...
29
Pengaruh Interaksi antara Pengupasan Tanah dengan Pengolahan Tanah dan Pemberian Bahan Organik terhadap Permeabilitas Tanah Setelah Panen Kacang Tanah ……….
Berat Isi (BI), RPT, PDC dan PAT pada Perlakuan Pengolahan Tanah dan Pemberian Bahan Organik di Awal, Setelah Panen Jagung dan Setelah Panen Kacang Tanah serta Perubahan antar Waktu ………...
Permeabilitas Tanah pada Perlakuan Pengolahan Tanah dan Pemberian Bahan Organik di Awal dan Setelah Panen Jagung serta Perubahan antar Waktu ………...………
Kadar K-tersedia, pH H2O, dan N-total pada Perlakuan
Pengupasan Tanah di Awal, Setelah Panen Jagung dan Setelah Panen Kacang Tanah serta Perubahan antar Waktu ……….
Kadar P-tersedia pada Perlakuan Pengupasan Tanah di Awal dan Setelah Panen Jagung serta Perubahan antar Waktu ……….
Pengaruh Interaksi antara Tingkat Pengupasan Tanah dengan Pengolahan Tanah dan Pemberian Bahan Organik terhadap P-tersedia Setelah Panen Kacang Tanah ………
Kadar K-tersedia, pH H2O, dan N-total pada Perlakuan
Pengolahan Tanah dan Pemberian Bahan Organik di Awal, Setelah Panen Jagung dan Setelah Panen Kacang Tanah serta Perubahan antar Waktu ………
Kadar P-tersedia pada Perlakuan Pengolahan Tanah dan Pemberian Bahan Organik di Awal dan Setelah Panen Jagung serta Perubahan antar Waktu ………...
Tinggi Tanaman Jagung dan Kacang Tanah pada Perlakuan Pengupasan Tanah ………...
Tinggi Tanaman Jagung dan Kacang Tanah pada Perlakuan Pengolahan Tanah dan Pemberian Bahan Organik ………..
Hasil Tanaman pada Perlakuan Pengupasan Tanah dan Pengolahan Tanah serta Pemberian Bahan Organik …...……...
Hasil Tanaman dan Produksi Bahan Organik Segar Jagung serta Kacang Tanah ………..………...
Analisis Anggaran Parsial Perlakuan Pengolahan Tanah dan Pemberian Bahan Organik ..……….
DAFTAR GAMBAR
Alur Pemikiran Penelitian ………
Lokasi Penelitian pada Ultisol Jasinga di Desa Jasinga, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor...……….
Hubungan Curah Hujan dengan Pola Tanam pada MT 2002/2003 ………...
Alur Pelaksanaan Penelitian Rumah kaca dan Penelitian Lapangan…………...
Pengaruh (a) Nisbah C/N dan (b) Kadar Lignin Bahan Organik yang Diberikan terhadap Kadar C-organik Tanah ………...……
Pengaruh (a) Nisbah C/N dan (b) Kadar Lignin Bahan Organik yang Diberikan terhadap Cmic Tanah ………...
Pengaruh (a) Nisbah C/N dan (b) Kadar Lignin Bahan Organik yang Diberikan terhadap Nisbah Cmic/Corg Tanah …...…………
Pengaruh Nisbah C/N Bahan Organik yang Diberikan terhadap (a) POMp dan (b) POMt/Corg Tanah ………
Pengaruh Nisbah C/N Bahan Organik yang Diberikan terhadap (a) Berat Isi dan (b) Ruang Pori Total Tanah ………..
Pengaruh (a) Kadar K dan (b) Kadar Selulosa Bahan Organik terhadap K-tersedia Tanah ………...
Pengaruh Kadar P Bahan Organik terhadap P -tersedia Tanah ....
Pengaruh Nisbah C/N Bahan Organik terhadap N-total Tanah ...
DAFTAR LAMPIRAN
Hasil Analisis Tanah yang Digunakan untuk Penelitian Rumah Kaca ……….
Jumlah Bahan Organik Segar yang Diberikan pada Penelitian Rumah Kaca (Setara 2% C-organik Tanah).……….
Jenis dan Dosis Pupuk yang Digunakan pada Penelitian Rumah Kaca ……….
Jarak Tanam, Jenis dan Dosis Pupuk yang Diberikan pada Penelitian Lapangan ………
Berat Kering, Kandungan Hara dan Komponen Organik Utama dari Bahan Organik yang Diberikan pada Penelitian Lapangan ..
Jumlah Bahan Organik Segar yang Diberikan pada Masing-Masing Kombinasi Perlakuan pada MT 2002/2003 ………
Parameter dan Metode Analisis yang Digunakan ...
Morfologi dan Klasifikasi Tanah Lokasi Penelitian di Kampung Kebon Panas, Desa Jasinga, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor ………
Korelasi Kualitas Bahan Organik dengan Sifat Tanah pada Penelitian Rumah Kaca ………
Korelasi Kualitas Tanah dengan Berat Kering Jagung (Pipilan) dan Berat Kering Kacang Tanah (Polong)..………..
Analisis Ragam Sifat Tanah dan Tanaman pada Penelitian Rumah Kaca ……….
Analisis Peragam/Ragam Sifat Tanah Awal pada Penelitian Lapangan ……….….
Analisis Peragam/Ragam Sifat Tanah Setelah Panen Jagung pada Penelitian Lapangan ………
Analisis Peragam/Ragam Sifat Tanah Setelah Panen Kacang Tanah pada Penelitian Lapangan ………...………
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Luas tanah pertanian di Indonesia yang telah terdegradasi diperkirakan
men-capai 21,3 juta hektar (60,5%), meliputi potensial kritis sampai sangat kritis
(Sinukaban, 1999). Penyebab degradasi tanah antara lain: (1) kemunduran sifat kimia
tanah karena kehilangan unsur hara dan bahan organik, penggaraman, pemasaman,
dan pencemaran, (2) kemunduran sifat fisik tanah karena erosi, pemadatan,
waterlogging, serta penurunan permukaan air tanah, dan (3) kemunduran sifat biologi karena penurunan populasi dan aktivitas organisme tanah. Proses-proses tersebut
menyebabkan kemunduran kualitas tanah yang akan menurunkan produktivitas tanah
(Staben et al., 1997).
Ultisol termasuk salah satu ordo tanah yang peka terhadap erosi dengan nilai
erodibilitas berkisar antara 0,16 dan 0,33 (Kurnia dan Suwardjo, 1984; Kurnia,
Abdurachman, dan Sukmana, 1986). Erosi yang terjadi pada sebidang tanah
perta-nian akan mempercepat penurunan produktivitas tanah, karena dalam waktu relatif
singkat lapisan atas tanah yang tebalnya terbatas akan cepat hilang. Tanah yang telah
mengalami penurunan produktivitas dicirikan oleh berkurangnya kemampuan tanah
menahan air dan kadar hara tanah, memburuknya struktur tanah, dan rendahnya
populasi dan aktivitas organisme . Hasil penelitian Kurnia (1996) pada Ultisol Jasinga
mendapatkan bahwa setelah 1,5 tahun terjadi peningkatan berat isi dan penurunan
Kesuburan Ultisol Jasinga tergantung pada tanah lapisan atas yang tebalnya
sangat terbatas dan mengandung sedikit bahan organik. Potensi terjadinya penurunan
produktivitas Ultisol Jasinga cukup besar, karena selain terletak di wilayah beriklim
basah dengan curah hujan tinggi, juga karena kurang tepatnya pengelolaan tanah
seperti intensitas pengolahan tanah yang tinggi, rotasi tanaman yang rendah dan
pengelolaan residu tanaman yang tidak tepat (dibuang atau dibakar). Penurunan
produktivitas tanah menyebabkan rendahnya hasil tanaman dan produksi bahan
organik, sehingga input baha n organik yang berasal dari akar dan serasah tanaman
yang dikembalikan ke tanah semakin kecil. Rendahnya produksi bahan organik yang
diikuti oleh hilangnya bahan organik akibat pengolahan tanah, diangkut panen,
pemindahan residu tanaman, dan hilang melalui erosi, menyebabkan semakin besar
penurunan kadar bahan organik tanah dan berakibat pada penurunan stabilitas agregat
(Oades, 1990; Lal, 1994; Haridjaja, 1996; Zhang, Hartge, dan Ringe, 1997).
Penerapan sistim pertanaman lorong di Ultisol Jasinga selama delapan tahun
(1993-2001) menghasilkan sumber bahan organik berupa flemingia yang dipangkas
secara teratur dari tanaman pagar, mukuna dan sisa tanaman. Masing-masing bahan
organik tersebut mempunyai kualitas yang berbeda. Perbedaan kualitas bahan orga-
nik, terutama kandungan lignin, selulosa dan unsur hara, menentukan perubahan
kadar bahan organik dalam tanah, khususnya fraksi labil sehingga memberikan
pengaruh yang berbeda pula terhadap sifat-sifat tanah (Oyedele et al., 1999). Hasil penelitian Arshad (1992) pada Ultisol Jambi menunjukkan bahwa setelah enam bulan
pemberian pupuk kandang hingga dosis 20 t ha-1 tidak berpengaruh terhadap berat isi
mendapatkan bahwa pemberian mulsa jerami pada Ultisol Jasinga efektif dalam
mempertahankan stabilitas agregat dan unsur-unsur hara N, P dan K setelah 12 bulan.
Pengaruh pengolahan tanah terhadap kadar bahan organik tanah telah banyak
diteliti dalam kaitannya dengan perubahan stabilitas struktur tanah, erosi,
keterse-diaan unsur hara dan kehilangan hara (Doran, Sarrantino, dan Liebig, 1996) juga
pengaruhnya terhadap biomassa mikroorganisme (Angers, Pesant, dan Vigneux,
1992; Collin, Rasmussen, dan Douglas, 1992). Pengolahan tanah akan menyebabkan
dinamika temporal fraksi bahan organik terutama bila terjadi perubahan distribusi
agregat antara makroagregat dan mikroagregat (Franzluebbers dan Arshad, 1997).
Pengolahan tanah minimum sebagai salah satu teknik konservasi tanah dan air,
diha-rapkan dapat mengurangi kehilangan bahan organik tanah. Menurut Arsyad (1989),
pengolahan tanah seperlunya dan penerapan pergiliran tanaman dengan tanaman
pupuk hijau merupakan contoh teknik konservasi tanah dan air.
Dalam sistem pertanian berkelanjutan, bahan organik tanah memegang
peranan penting khususnya dalam meningkatkan kualitas tanah. Kadar bahan organik
tanah pada waktu tertentu ditentukan oleh keseimbangan antara penambahan bahan
organik dan kehilangan melalui dekomposisi dan pencucian, yang selanjutnya dapat
menunjukkan terjadi penurunan (degradation) atau peningkatan (aggradation), baik secara keseluruhan maupun hanya sebagian dari pool bahan organik tanah (Wander et al., 1994).
Keberlanjutan pengusahaan tanah secara intensif pada tanah-tanah yang telah
mengalami pelapukan lanjut seperti Ultisol sangat tergantung pada upaya konservasi
terjamin (Suwardjo dan Sinukaban, 1986). Upaya perbaikan kualitas tanah yang
relatif murah adalah pemanfaatan bahan organik in situ, seperti pengembalian sisa tanaman. Penambahan bahan organik secara terus menerus dan terdistribusi secara
baik sepanjang tahun sangat diperlukan untuk meningkatkan suplai bahan organik ke
dalam tanah dan untuk mengimbangi jumlah yang hilang dari tanah yang tidak dapat
dihindari, khususnya pada tanah-tanah yang telah mengalami degradasi.
Penelitian ini menitikberatkan pada upaya perbaikan kualitas Ultisol Jasinga
yang telah terdegradasi melalui pengurangan intensitas pengolahan tanah, disertai
penutupan tanah lapisan atas dengan sisa tanaman dan bahan organik in situ secara terus menerus sepanjang tahun. Rendahnya gangguan mekanik pada tanah seperti
pengolahan tanah konservasi (pengolahan tanah mi nimum atau tanpa olah) disertai
pengembalian sisa tanaman secara kontinu terbukti dapat memperbaiki struktur tanah,
meningkatkan kadar bahan organik dan populasi biota tanah. Secara ringkas alur
pemikiran penelitian tertera pada Gambar 1.
Tujuan
1. Memahami pengaruh berbagai sumber bahan organik dengan kualitas berbeda
dalam memperbaiki berat isi, porositas, permeabilitas tanah lapisan atas, pH,
Particulate Organic Matter (POM), P-tersedia, K-tersedia, C-organik, N-total, biomassa mikroorganisme (Cmic) dan pertumbuhan serta hasil tanaman.
2. Mengetahui hubungan perubahan kadar bahan organik dalam bentuk POM dan
Cmic dengan indikator kualitas tanah berupa berat isi, porositas, permeabilitas
3. Memahami pengaruh pengolahan tanah dan pemberian bahan organik yang
diberikan secara periodik terhadap berat isi, porositas, permeabilitas tanah lapisan
atas, indeks stabilitas agregat (ISA), agregat stabil tahan air (ASA), ukuran
rata-rata terti mbang agregat tanah (Mean Weighted Diameter/MWD), pH, POM, P-tersedia, K-P-tersedia, C-organik, N-total, biomassa mikroorganisme dan
pertum-buhan serta hasil tanaman pada berbagai tingkat kerusakan tanah (Ultisol
Jasinga).
Hipotesis
1. Perbedaan kualitas bahan organik (nisbah C/N, kandungan lignin, selulosa, P, K,
N, serta nisbah lignin/selulosa) nyata mempengaruhi setiap indikator kualitas
tanah (berat isi, porositas, permeabilitas lapisan atas, pH, POM, P-tersedia,
K-tersedia, C-organik, N-total dan biomassa mikroorganisme), pertumbuhan dan
hasil tanaman.
2. Perubahan indikator kualitas tanah (berat isi, porositas, permeabilitas tanah
lapisan atas, pH, P-tersedia, K-tersedia, Corganik dan N-total) berhubungan erat
dengan perubahan kadar bahan organik dalam fraksi POM dan Cmic.
3. Tanpa melakukan pengolahan tanah, namun hanya dengan memberikan bahan
organik secara periodik pada Ultisol Jasinga terdegradasi mampu menurunkan
berat isi, meningkatkan ISA, ASA, porositas, permeabilitas lapisan atas tanah,
MWD, pH, POM, P-tersedia, K-tersedia, C-organik, N-total, Cmic, dan
Degradasi tanah:
• Kehilangan unsur hara, bahan organik
• Pemadatan
• Penurunan populasi dan aktivitas organisme tanah
• Erosi Lahan kering Ultisol Jasinga :
- Curah hujan tinggi - Peka erosi
- Kesuburan tanah rendah - Intensitas pengolahan tinggi - Rotasi tanaman kurang
- Residu tanaman dibuang/dibakar
Penurunan kadar BOT
Penurunan kualitas tanah: Indikator: sifat fisik, kimia
dan biologi
Alternatif perbaikan:
• Pemberian bahan organik (kualitas dan kuantitas)
• Pengolahan tanah (minimum atau tanpa olah)
Perbaikan dan peningkatan kualitas tanah
Sifat kimia: C-organik, N-total, P-tersedia, K-tersedia, pH Sifat fisik: BI, porositas, permeabilitas, ASA, MWD dan ISA
Gambar 1. Alur Pemikiran Penelitian
Dinamika temporal bahan organik tanah
• Cmic
• POM
Produktivitas tanah : Pertumbuhan dan hasil tanaman
TINJAUAN PUSTAKA
Degradasi Tanah
Degradasi tanah (soil degradation) adalah proses kemunduran kemampuan tanah saat ini atau saat akan datang akibat pengaruh manusia dalam mendukung
kehi-dupannya (Dent, 1993). Peneliti lain mengemukakan bahwa degradasi tanah adalah
proses atau fenomena penurunan kapasitas tanah untuk mendukung kehidupan atau
penurunan fungsi tanah (Arsyad, 1989; Oldeman, 1993, Rapa-FAO, 1993). Definisi
yang tepat dan pasti sangat sulit untuk diformulasikan karena adanya berbagai faktor
penyebab terjadinya degradasi tanah. Menurut Blaikie dan Brookfield (1987 dalam
Barrow, 1991), suatu tanah dikategorikan telah terdegradasi apabila tanah tersebut
kehilangan kualitas alaminya atau menurun kemampuannya dalam menopang
pertumbuhan tanaman.
Penurunan produktivitas tanah terjadi akibat pengaruh tindakan manusia baik
secara langsung maupun tidak langsung. Penyebab utama terjadinya degradasi tanah
adalah erosi dan kurang tepatnya pengelolaan pertanian khususnya di lahan kering
(Suwardjo dan Nurida, 1993). Sementara itu Arsyad (1989) mengemukakan bahwa
kerusakan tanah dapat terjadi karena (1) kehilangan unsur hara dan bahan organik
dari daerah perakaran, (2) terkumpulnya garam di daerah perakaran (salinisasi),
terkumpulnya atau terungkapnya unsur atau senyawa yang merupakan racun bagi
tanaman, (3) penjenuhan tanah oleh air (waterlogging) dan (4) erosi. Degradasi tanah dapat terjadi akibat salah satu proses atau kombinasi dari proses-proses tersebut yang
selanjutnya menyebabkan lahan menjadi kritis. Doran dan Parkin (1994) menyatakan
bahwa penurunan produksi pada berbagai jenis tanah merupakan fungsi interaksi
antara sifat fisik, kimia dan biologi.
Pertemuan Expert Consultation of the Asian Network on Problem Soils di Bangkok (Rapa-FAO, 1993) mencapai suatu kesepakatan bahwa terdapat dua
kate-gori proses degradasi tanah yakni: 1) berkaitan dengan pemindahan bahan/materi
tanah (erosi oleh air dan angin), dan 2) kaitannya dengan kemunduran kualitas tanah
setempat (in situ). Berkaitan dengan proses degradasi tersebut, Oldeman (1993) mengemukakan beberapa tipe degradasi tanah yaitu: (1) erosi air; meliputi kehilangan
lapisan atas tanah dan perubahan bentuk terrain, (2) erosi angin; meliputi kehilangan lapisan atas tanah, perubahan bentuk terrain dan overblowing, (3) degradasi kimia; meliputi kehilangan hara dan bahan organik, salinisasi, pemasaman, dan (4) degradasi
fisik; meliputi pemadatan, crusting, sealing, waterlogging dan subsidence pada tanah organik.
Menurut Arsyad (1989) degradasi tanah dapat terjadi karena kehilangan
lapis-an tlapis-anah oleh erosi. Kerusaklapis-an tlapis-anah akibat erosi tersebut dikelompokklapis-an menjadi
(1) tidak ada erosi, (2) ringan, kurang dari 25% lapisan atas hilang, (3) sedang,
25-75% lapisan atas hilang, (4) agak berat, lebih dari 25-75% lapisan atas dan kurang dari
25% lapisan bawah hilang, (5) berat, lebih dari 25% lapisan bawah hilang dan (6)
sangat berat, terjadi erosi parit.
Di Indonesia degradasi tanah merupakan masalah yang sangat serius terutama
di wilayah pertanian lahan kering. Penyebab utama degradasi tanah di lahan kering
men-jadi kurang produktif. Penelitian Suwardjo (1981) pada Latosol Citayam
menunjuk-kan rata-rata kehilangan tanah pada lereng 16% setebal 2,5 cm th-1. Berkurangnya
ketebalan tanah lapisan atas sangat membahayakan dan dapat menurunkan
produk-tivitas lahan kering pertanian, karena dalam waktu relatif singkat lapisan atas (top soil) yang terbatas menjadi hilang. Tingkat degradasi yang berbeda di lahan kering memerlukan pengelolaan yang berbeda untuk meningkatkan produktivitasnya melalui
manipulasi kimia, biologi dan fisik baik dalam jangka pendek maupun jangka
panjang.
Hubungan Kualitas Tanah dengan Pengelolaan Tanah
Definisi kualitas tanah (soil quality) yang secara luas telah diterima adalah kapasitas tanah untuk berfungsi dalam suatu ekosistem alami atau ekosistem yang
dikelola, dalam menunjang produktivitas tanaman dan hewan, memelihara dan me
m-perbaiki kualitas air dan udara serta mendukung kehidupan manusia dan
lingkung-annya (Karlen et al., 1997). Konsep ini digunakan sebagai alat untuk mengevaluasi pengaruh dari strategi pengelolaan tanah terhadap sifat fisik, kimia dan biologi serta
proses-proses yang terjadi di dalam tanah (Karlen et al., 1999).
Larson dan Pierce (1994) menyatakan terdapat dua aspek dalam dinamika
kualitas tanah yaitu: (1) kuantifikasi kualitas tanah (besar dan dinamikanya), sangat
berkaitan dengan respon kualitas tanah terhadap pengelolaan, dan (2) desain dan
kontrol proses perubahan kualitas tanah akibat pengelolaan yang ditekankan pada
penilaian dampak pengelolaan terhadap kualitas tanah sejalan dengan proses-proses
langsung tetapi dapat diduga dari sifat-sifat tanah yang dapat diukur dan dijadikan
sebagai indikator kualitas tanah (Acton dan Padbury, 1993 dalam Islam dan Weil, 2000).
Indikator Kualitas Tanah
Indikator kualitas tanah adalah nilai beberapa sifat tanah yang diukur meliputi
sifat fisik, kimia dan biologi tanah (Parr et al., 1992; Islam dan Weil, 2000). Secara spesifik Doran dan Parkin (1994) menyatakan bahwa indikator kualitas tanah harus
memenuhi kriteria: (1) mencakup proses-proses dalam suatu ekosistem dan
berko-relasi dengan proses berorientasi modeling, (2) mengintegrasikan sifat-sifat fisik,
kimia, dan biologi tanah serta proses-proses yang berlangsung dalam tanah, (3)
mudah diakses oleh pengguna dan dapat diaplikasikan di lapang, (4) sensitif terhadap
perubahan pengelolaan dan iklim, dan (5) sedapat mungkin merupakan komponen
dari basis data yang ada.
Indikator kualitas tanah sangat penting untuk: (1) memudahkan upaya
konser-vasi dan peningkatan kondisi tanah, (2) mengevaluasi strategi dan teknik pengelolaan
tanah, (3) mengaitkan kualitas tanah dengan sumberdaya lain, (4) mengumpulkan
informasi penting untuk menduga arah perkembangan, (5) pegangan bagi pengelola
dalam pengambilan keputusan (USDA, 1996). Penilaian kualitas tanah dapat
dilaku-kan bila indikator yang sensitif terhadap perubahan pengelolaan tanah telah
diiden-tifikasi (Karlen et al., 1999).
Karlen, Gardner, dan Rosek (1998) mengemukakan hirarkhi evaluasi kualitas
regional/nasional, daerah aliran sungai/watershed, lapangan) dan untuk pemahaman kualitas tanah (skala plot atau respon perlakuan dan point scales). Indikator yang diukur pada tingkat plot (petak) dan point scales (titik) harus lebih specifik dan tepat. Untuk penilaian kualitas tanah pada skala petak dan skala titik, Karlen et al. (1998) memberikan kelompok indikator yang potensial untuk diukur (Tabel 1).
Banyak sifat-sifat tanah yang potensial untuk dijadikan indikator kualitas
tanah, namun pemilihan indikator kualitas tanah tersebut sangat tergantung pada
tujuan dilakukannya evaluasi tersebut. Setelah tujuan penilaian ditentukan, langkah
selanjutnya adalah memilih indikator ya ng sesuai dan sensitif terhadap pengelolaan
dan dapat dideteksi dalam waktu relatif singkat (Doran dan Parkin, 1994; Larson dan
Pierce, 1994). Idealnya indikator tersebut dapat dideteksi perbedaannya dalam waktu
singkat (1-5 tahun) setelah dilakukannya perubahan (Karlen et al., 1997).
Tabel 1. Indikator Kualitas Tanah Potensial pada Skala Petak
Biologi Kimia Fisik
Bahan organik partikulat (Particulate organic matter) Ruang pori berisi air
Islam dan Weil (2000) membuat klasifikasi sifat-sifat tanah yang dapat
dijadikan indikator kualitas tanah berdasarkan sifat permanen dan tingkat sensitivitas
terhadap pengelolaan (Tabel 2). Beberapa sifat tanah berubah dalam jangka waktu
harian (ephemeral) atau mudah berubah akibat praktek pengelolaan yang rutin seperti irigasi, pemupukan, pemberian bahan organik dan pengolahan tanah atau karena
pengaruh cuaca. Sifat-sifat tanah lainnya merupakan sifat inherent tanah pada lokasi tertentu sehingga bersifat permanen dan hampir tidak dipengaruhi oleh pengelolaan
tanah. Untuk menilai perubahan kualitas tanah akibat pengelolaan tanah digunakan
parameter peralihan (intermediate) dari kedua sifat ekstrim tersebut.
Tabel 2. Klasifikasi Sifat-Sifat Tanah sebagai Indikator Kualitas Tanah Berdasarkan Sifat Permanen dan Tingkat Sensitivitas terhadap Pengelolaan
E
(berubah akibat pengelolaan tanah)
P
• Kadar bahan organik
• Lereng
â
peningkatan kepermanenan
â
Sumber: Islam dan Weil (2000)
Kualitas tanah sering dikaitkan dengan degradasi tanah yang didefinisikan
se-bagai laju perubahan kualitas tanah berdasarkan waktu (Parr et al., 1992). Degradasi kualitas tanah akibat pengolahan tanah dimanifestasikan melalui erosi, penurunan
kadar bahan organik tanah, kehilangan hara, pemadatan tanah dan penurunan
menyim-pulkan bahwa dari 13 sifat tanah intermediate yang dievaluasi sebagai indikator kualitas tanah dari pengelolaan lahan konservasi maka CTMB (Total Microbial
Biomass Carbon), CAMB (Active Microbial Biomass Carbon), dan qCO2 (Specific
Respiration Quotient) dan stabilitas agregat merupakan indikator umum kualitas tanah pada lahan pertanian.
Pengukuran biomassa mikroorganisme (Cmic) dan aktivitas enzim tanah dapat
mendeteksi perubahan fraksi aktif (C aktif) akibat berbagai pengolahan tanah
(Bergstorm, Monreal, dan King, 1998; Karlen et al., 1999). Perubahan fraksi karbon aktif dan fraksi labil sangat mudah dideteksi karena sangat sensitif terhadap
perbe-daan pengelolaan (Gowin et al., 1999). Indikator biologi dari kualitas tanah ini digu-nakan karena memberikan respon yang konsisten dan sangat sensitif terhadap
penge-lolaan lahan. Parameter total karbon tidak cukup sensitif untuk mendeteksi
peru-bahan jangka pendek, namun dapat menggambarkan peruperu-bahan kualitas tanah dalam
jangka panjang.
Stabilitas agregat merupakan indikator kualitas tanah yang baik karena sangat
sensitif terhadap perubahan yang disebabkan pengolahan tanah dan sistim
perta-naman (Islam dan Weil, 2000). Karlen et al. (1999) menyatakan bahwa berdasarkan kemampuannya mendeteksi perbedaan secara nyata dari 50% serangkaian data maka
pengukuran agregat tanah disarankan sebagai indikator kualitas tanah. Berat isi (bulk density) merupakan indikator kualitas tanah karena bukan hanya berkaitan dengan sifat fisik tanah tetapi juga sebagai alat untuk mengkonversi data konsentrasi ke
Bahan Organik Tanah
Bahan organik tanah merupakan komponen kecil dari tanah mineral, namun
mempunyai fungsi dan peranan sangat penting di dalam menentukan kesuburan dan
produktivitas tanah melalui pengaruhnya terhadap sifat fisik, kimia dan biologi tanah
(Stevenson, 1982). Salah satu usaha untuk memperbaiki tanah terdegradasi dapat
dilakukan melalui penambahan bahan organik sehingga diharapkan terjadi
pening-katan kadar bahan organik tanah. Bahan organik tanah erat kaitannya dengan kondisi
ideal tanah baik secara fisik, kimia dan biologi yang selanjutnya menentukan
produktivitas suatu tanah (Wander et al., 1994). Menurut Lal (1994), tanah memiliki produktivitas yang baik apabila kadar bahan organik berkisar antara 8 sampai 16%.
Oleh karena itu untuk meningkatkan jumlah bahan organik tanah secara bertahap,
bahan organik harus dikembalikan ke tanah sehingga akan terjadi akumulasi bahan
organik tanah.
Pengaruh Bahan Organik terhadap Sifat Fisik, Kimia, dan Biologi Tanah
Sifat Kimia Tanah
Bahan organik merupakan sumber utama unsur-unsur hara esensial yang
dihasilkan dari proses dekomposisi dan mineralisasi bahan organik. Semakin tinggi
laju dekomposisi bahan organik atau semakin cepat turn over bahan organik maka semakin cepat unsur hara menjadi tersedia (Cambardella dan Elliot, 1992; Obi, 1999).
Pada kondisi yang sesuai dengan organisme tanah maka proses dekomposisi bahan
anaerob. Hasil dekomposisi dan mineralisasi bahan organik berupa sejumlah unsur
yang akan menyuplai tanah. Dekomposisi bahan organik akan menghasilkan asam
humat dan fulvat yang dapat menyumbangkan muatan negatif tanah yang berfungsi
sebagai koloid organik. Asam humat dan fulvat berturut-turut memiliki muatan
negatif rata-rata 670 dan 1030 me 100g-1 (Stevenson, 1982).
Selain meningkatkan ketersediaan unsur hara dari hasil dekomposisinya,
Stevenson (1982) menyataka n peranan bahan organik terhadap sifat kimia tanah
adalah: (1) membentuk kelat dengan ion logam penting seperti Cu, Fe, Al dan Mn,
sehingga menjadi bentuk yang stabil dalam tanah dan pada kondisi tanah tertentu
dapat dimanfaatkan tanaman atau mikroorganisme tanah, (2) sebagai penyangga
perubahan pH tanah, (3) meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) tanah, dan (4)
bereaksi dengan senyawa organik lain seperti senyawa dari pestisida atau herbisida
yang akhirnya ada yang menyebabkan perubahan bioaktivitasnya.
Pengaruh pemberian bahan organik dalam memperbaiki sifat-sifat kimia tanah
juga ditunjukkan oleh berbagai penelitian. Pemberian bahan organik Flemingia congesta mampu mempertahankan kadar bahan organik tanah dan KTK tanah (Sukristyonubowo et al., 1993), meningkatkan pH dan P-tersedia (Irianto, Abdurachman, dan Juarsah, 1993), sedangkan pemberian jerami padi mampu
meningkatkan kadar N tanah (Sudarsono, 1991; Utomo, Sitompul, dan Nordwijk,
1992). Hasil penelitian Situmorang (1999) menunjukkan bahwa penambahan
Mucuna sp. dan alang-alang mampu meningkatkan Ca, Mg, K dan Na serta menu-runkan Aldd dan Fedd. Penurunan kadar bahan organik di dalam tanah dapat berakibat
sebagai salah satu parameter penting dalam kaitannya dengan tingkat kesuburan tanah
(Sombroek dan Nacktergaele, 1993).
Sifat Fisik Tanah
Menurut Stevenson (1982) peranan bahan organik pada sifat fisik tanah
adalah: (1) memberikan warna gelap sehingga mampu mempengaruhi serapan energi
panas matahari, (2) meningkatkan daya retensi air karena bahan organik tanah
mampu menjerap air hingga 20 kali bobotnya, dan (3) memantapkan agregat tanah
karena pengikatan partikel primer oleh senyawa organik. Berbagai penelitian
menun-jukkan perbaikan sifat-sifat fisik tanah akibat pemberian bahan organik antara lain
meningkatnya persentase partikel tanah yang berbentuk agregat (Suwardjo,
Abdurachman, dan Abunyamin, 1989), meningkatnya persentase agregat mantap
yang berukuran besar dan menurunkan persentase agregat yang berukuran lebih kecil,
serta menurunkan berat isi (Oades, 1990; Kurnia, 1996; Zhang et al., 1997), meningkatnya stabilitas agregat (Haridjaja, 1996; Kurnia, 1996; Lu et al., 1998; Obi, 1999) menurunkan tahanan penetrasi tanah (Purnomo et al., 1992; Haridjaja, 1996).
Peranan bahan organik sebagai pemantap agregat tanah dapat
memperta-hankan dan memperbaiki kondisi fisik tanah dengan bantuan organisme tanah yang
memanfaatkannya sebagai sumber energi. Perbaikan agregat tanah terjadi karena
bahan organik dapat berperan sebagai pemantap mikroagregat, mesoagregat maupun
makroagregat. Posisi dan komposisi bahan organik sangat menentukan
mikro-agregat, (2) di antara mikroagregat tetapi di dalam mesomikro-agregat, (3) di antara
meso-agregat di dalam makromeso-agregat, dan (4) di antara makromeso-agregat (Emmerson dan
Greenland, 1990; Oades, 1990). Peningkatan ukuran dan stabilitas agregat akan
berpengaruh positif terhadap sifat fisik tanah lainnya antara lain: meningkatnya
kapasitas retensi air dan jumlah air tersedia, meningkatnya pori makro dan meso,
meningkatnya porositas total, perbaikan aerasi tanah serta meningkatnya
permea-bilitas tanah maupun infiltrasi. Selain itu, perbaikan agregasi tanah menyebabkan
kepekaan tanah terhadap erosi menurun (Hafif et al., 1993; Kurnia, 1996).
Stevenson (1982) mengemukakan bahwa paling tidak ada tiga mekanisme
yang berjalan dari unsur pokok bahan organik yang dapat mempengaruhi agregat
tanah yakni: (1) bahan organik sebagai pengikat untuk kohesi dari partikel liat
melalui ikatan–H dan koordinasi dengan kation polivalen. Flokulasi liat merupakan
prasyarat pembentukan agregat melalui pengendapan atau flokulasi dengan koloid
liat. Asam humat dan fulvat dapat membentuk ikatan kompleks liat-logam-humus,
(2) lendir bahan organik (gelatinous organic materials) menyelimuti partikel tanah dan mengikatnya melalui penyemenan. Polisakarida memegang peranan dalam
proses ini, dan (3) partikel-partikel tanah diikat bersama -sama melalui ikatan fisik
oleh hypha fungi dan akar-akar halus tumbuhan.
Sifat Biologi Tanah
Selain terhadap sifat kimia dan fisik tanah, pemberian bahan organik juga
memperbaiki sifat biologi tanah, antara lain meningkatnya jumlah dan aktivitas
merupakan sumber energi bagi aktivitas mikroorganisme tanah tertentu (Stevenson,
1982). Ketersediaan bahan makanan (sumber C) baik dalam bentuk organik maupun
anorganik sangat menentukan tingkat populasi, keragaman dan aktivitas
mikro-organisme. Sumber energi berupa bahan organik yang cukup merupakan salah satu
faktor yang menentukan agar mikroorganisme dapat tumbuh dan berkembang (Anas,
Santosa, dan Widyastuti, 1997).
Selain itu komposisi dan aktivitas mikroorganisme tanah dipengaruhi oleh
lingkungan mikro tanah yaitu lingkungan fisik, kimia dan biologi di mana organisme
tersebut berada pada waktu tertentu (Killham, 1994). Perbaikan sifat fisik dan kimia
tanah akibat pemberian bahan organik dapat mempengaruhi kehidupan organisme di
dalam tanah karena lingkungan fisik dan kimia tanah dapat berpengaruh langsung
terhadap jenis dan jumlah mikroorganisme.
Peningkatan jumlah dan aktivitas mikroorganisme ditunjukkan oleh
mening-katnya biomassa mikroorganisme (Cmic), dan meningkatnya evolusi CO2 (Chantigny
et al., 1996; Joergensen, 1996; Chantigny et al., 1997; Fragoso et al., 1997). Biomassa mikroorganisme berkaitan erat dengan kadar bahan organik tanah sehingga
sangat dipengaruhi oleh penambahan bahan organik seperti sisa tanaman dan pupuk
kandang (Franzluebbers dan Arshad, 1997). Pengaturan kuantitas dan kualitas input
residu tanaman sangat mempengaruhi biomassa mikroorganisme . Semakin besar
pe-ningkatan input residu tanaman, semakin besar pepe-ningkatan biomassa
Komponen-Komponen Bahan Organik Tanah
Fraksionasi bahan organik tanah telah banyak dilakukan untuk mengetahui
susunan fraksi-fraksi yang dikandungnya dengan menggunakan kriteria yang
berbeda-beda seperti laju turn over (perubahan perombakan), ukuran, berat jenis (density) dan sifat kelarutan. Secara umum Cambardella dan Elliot (1992) membagi bahan organik tanah berdasarkan laju turn over yaitu fraksi dengan turn over lambat dan cepat. Fraksi dengan laju turn over cepat (fraksi aktif) dapat diukur dengan mengisolasi fraksi ringan dengan cara teknik densimetrik (Janzen et al., 1992). Berdasarkan sifat kelarutannya dalam alkohol, alkali dan asam, bahan organik tanah
dibedakan atas asam humat, asam fulvat, asam hematomelanat dan humin
(Stevenson, 1982).
Meijboom, Hassink, dan Noordwijk (1995) membagi bahan organik tanah
berdasarkan berat jenis menjadi (1) fraksi ringan (light fraction) dengan berat isi < 1,13 g cm-3, mengandung residu tanaman yang masih jelas; (2) fraksi sedang
(intermediate fraction) dengan berat isi 1,13–1,37 g cm-3, merupakan bahan organik yang telah mengalami humifikasi sebagian dan (3) fraksi berat (heavy fraction) dengan berat isi > 1,37 g cm-3, merupakan bahan organik yang sudah tidak berbentuk.
Pengelompokan fraksi bahan organik tanah berdasarkan ukurannya telah
banyak dilakukan. Dalal dan Mayer (1986) mengelompokkan bahan organik tanah
organik yang berada pada liat dan lempung. Bahan organik makro terdiri dari fraksi
ringan dan fraksi berat. Fraksi ringan mengandung sisa tanaman yang telah
terde-komposisi sebagian, turn over cepat, hanya sedikit yang berasosiasi dengan mineral tanah sehingga proteksi secara fisik masih rendah. Fraksi berat mengandung bahan
organik yang telah terdekomposisi lebih lanjut, turn over lebih lambat, tingkat proteksi secara fisik cukup tinggi (Angers, Voroney, dan Cote, 1995). Sementara itu,
bahan organik yang terdapat pada agregat mikro sangat terlindungi dari degradasi
oleh mikroba (Golchin et al., 1994). Hasil penelitian Cambardella dan Elliot (1992) melalui studi isotop memperlihatkan bahwa fraksi bahan organik makro ( macro-organic fraction) merupakan bahan yang lebih muda dan mudah terdekomposisi dibandingkan bahan organik yang telah berasosiasi dengan mineral (microorganic fraction).
Mengikuti terminologi yang disusun dalam Century model, Parton et al. (1987) menyatakan bahwa secara umum bahan organik tanah mengandung tiga fraksi
yaitu: (1) fraksi aktif yang mengandung mikroorganisme hidup dan produk
metabo-lismenya, mempunyai turn over pendek (1-5 tahun); (2) fraksi lambat yaitu bahan organik tanah yang terproteksi secara fisik dan atau dalam bentuk kimia yang lebih
resisten terhadap dekomposisi biologi, mempunyai turn over sedang (20-40 tahun), dan (3) fraksi pasif yang juga terproteksi secara fisik namun mempunyai turn over
lebih panjang (200-1500 tahun). Jumlah fraksi aktif sangat terbatas tetapi peranannya
sangat penting dalam siklus hara karena mempunyai turn over yang relatif pendek. Fraksi lambat merupakan bahan organik yang telah terdekomposisi sebagian, dapat
meru-pakan bahan organik tanah yang sangat stabil (Anderson dan Ingram, 1993) dan
hampir bersifat inert (Gisjman, 1996).
Fraksi dengan turn over cepat (fraksi aktif) seperti biomassa mikroorganisme memegang peranan utama dalam dinamika unsur hara (Parton et al., 1987; Hassink, 1995). Fraksi ringan dan biomassa mikroorganisme tidak terproteksi secara fisik dan
terletak pada agregat makro sehingga mudah terjadi mineralisasi C dan N bila tanah
diolah (Hassink, 1995). Namun hal ini sangat tergantung pada tekstur tanah karena
pada tekstur liat dan lempung mikroorganisme lebih terlindungi dibandingkan pada
tekstur pasir, sehingga mineralisasi lebih banyak terjadi pada tekstur kasar. Biomassa
mikroorganisme menyusun sekitar lima persen bahan organik tanah, berubah paling
cepat, bagian utama yang aktif, dan sumber unsur hara, sehingga dapat menjadi
indi-kator kesuburan tanah (Anderson dan Ingram, 1993).
Berdasarkan fraksi-fraksi bahan organik tanah, pada tanah yang diusahakan
atau diolah maka fraksi bahan organik yang paling cepat berubah adalah biomassa
mikroorganisme (Cmic). Biomassa mikroorganisme sangat rentan terhadap perubahan
pengelolaan lahan sehingga perubahan Cmic dapat digunakan dalam memantau
peru-bahan kadar peru-bahan organik tanah (Daly et al., 1993; Yakovchenko, Sikora, dan Kaufman, 1996; Karlen et al., 1999; Islam dan Weil, 2000). Perbandingan antara Cmic dengan kadar total bahan organik tanah (Cmic/Corg) juga dapat digunakan untuk
menilai perubahan dari bahan organik tanah (Yakovchenko et al., 1996; Anas et al., 1997; Anderson dan Domsch, 1998; Dalal, 1998). Dengan demikian, ciri
mikro-biologi tanah dapat digunakan dalam menilai perubahan kadar bahan organik tanah,
(Franzluebbers, Zuberer, dan Hons, 1995). Penurunan atau peningkatan kadar bahan
organik akibat habisnya dan adanya tambahan bahan organik segar pengaruhnya
terhadap perubahan fraksi ini akan segera terlihat (Stevenson, 1982).
Kehilangan fraksi labil yang nyata lebih rentan terhadap pengaruh
penge-lolaan telah menjadi perhatian utama. Beberapa hasil studi telah menggunakan fraksi
labil untuk mengevaluasi perbedaan pengaruh pengelolaan tana h terhadap kualitas
bahan organik (Janzen et al., 1992; Beare, Hendrix dan Coleman, 1994b; Balesdent, Chenu dan Balabane, 2000). Di antara fraksi-fraksi bahan organik, fraksi labil atau
Particulate Organic Matter (POM) merupakan fraksi yang sangat sensitif terhadap perubahan pengelolaan tanah dan menurun cepat akibat pengolahan tanah
(Cambardella dan Elliot, 1992; Chan, 1997). Hasil penelitian Hassink (1995)
memperlihatkan bahwa pengaruh pemberian bahan organik terhadap kualitas dan
kuantitas fraksi bahan organik tanah menurun berdasarkan urutan fraksi ringan, fraksi
sedang dan fraksi berat. Fraksi berat berubah paling lambat atau merupakan bagian
pasif dan menyusun 30-50 persen bahan organik tanah (Anderson dan Ingram, 1993).
Pengaruh Pengolahan Tanah terhadap Kadar Bahan Organik
Pengolahan tanah ditujukan untuk mengontrol struktur tanah pada saat
perse-maian dan mencampurkan residu tanaman dan gulma ke dalam tanah serta
memu-dahkan kontak antara fraksi bahan organik dengan matrik tanah (Balesdent et al., 2000). Pengaruh pengolahan tanah terhadap kadar bahan organik telah banyak diteliti
untuk melihat konsekuensinya terhadap stabilitas struktur tanah, erosi, ketersediaan
1999). Perbedaan pengolahan ta nah akan mempunyai pengaruh yang spesifik
terha-dap kadar dan turn over bahan organik tanah karena adanya perbedaan produksi ba-han kering yang dihasilkan dan penempatan residu tanaman pada masing-masing
pe-ngolahan tanah (Angers et al., 1995).
Rendahnya pengembalian bahan organik pada tanah yang diolah
diban-dingkan tanah yang tidak diolah seperti hutan dan padang penggembalaan disebabkan
rendahnya produksi bahan kering akar pada tanah yang diolah dan besarnya bahan
yang diangkut saat panen. Umumnya kadar bahan organik tanah menurun ketika
tanah diolah pertama kali (Stevenson, 1982). Upaya pengurangan intensitas
pengo-lahan tanah dan adanya penutupan lapisan atas dengan sisa tanaman akan
mengham-bat hilangnya bahan organik tanah (Havlin et al., 1990).
Menurut Dao (1998) pengolahan tanah akan mengekspose bahan organik di
zone inter dan intra agregat dan mendorong evolusi CO2 dan turn over biomassa mikroorganisme dalam jangka pendek. Selain itu, semakin baiknya aerasi tanah dan
kondisi fisik tanah sesaat setelah diolah dapat meningkatkan aktivitas
mikro-organisme untuk mendekomposisi karena lebih tersedianya O2 (Jastrow, Boutton dan
Miller, 1996) dan memineralisasi bahan organik fraksi labil (Angers et al., 1992), fraksi yang tidak terlindungi secara fisik (Balesdent et al., 2000), khususnya biomassa fungi yang mengikat mikroagregat menjadi makroagregat (Cambardella dan Elliot,
1992). Angers et al. (1992) menyatakan bahwa penurunan kadar bahan organik tanah melalui pengolahan tanah dapat terjadi melalui meka nisme: 1) terjadi pencampuran
miskin bahan organik, 2) percepatan mineralisasi karena intensitas pengolahan
meningkat, 3) erosi, dan 4) rendahnya input C.
Bukti bahwa pengolahan tanah dapat menyebabkan penurunan kadar bahan
organik telah banyak dilaporkan. Pengolahan tanah mampu mengubah kuantitas dan
kualitas bahan organik pada lapisan atas (Angers et al., 1995). Hasil penelitian Novotny et al. (1999) memperlihatkan adanya perbedaan kualitas, kuantitas dan distribusi bahan organik tanah pada tanah yang diolah dengan tanah hutan di lapisan
atas tanah. Pada lapisan atas tanah yang diolah (0-10 cm) intensitas humifikasi
sangat rendah karena rendahnya aktivitas biologi, sedangkan pada tanah hutan derajat
humifikasi sangat tinggi.
Hasil penelitian pada berbagai jenis tanah dan kondisi iklim menunjukkan
bahwa pengolahan tanah kurang berpengaruh terhadap total bahan organik tanah atau
C-organik total (Cambardella dan Elliot, 1992; Novotny et al., 1999; Balesdent et al., 2000). Kehilangan bahan organik akibat pengolahan tanah terutama terjadi pada
fraksi ringan yang merupakan fraksi labil yang terdapat pada agregat makro
(Gijsman, 1996). Bahan organik partikulat (Particulate Organic Matter) merupakan fraksi bahan organik tanah yang paling banyak hilang akibat pengolahan tanah
(Cambardella dan Elliot, 1992; Balesdent et al., 2000).
Fraksi aktif berupa biomassa mikroorganisme merupakan bagian bahan
organik yang paling cepat berubah karena fraksi ini paling rentan terhadap aplikasi
pengolahan tanah (Islam dan Weil, 2000). Perubahan biomassa mikroorganisme
segera dapat dideteksi sebelum terjadi perubahan C-organik pada perlakuan
dila-kukan Franzluebbers dan Arshad (1997) me ndapatkan bahwa pengolahan tanah
memberikan biomassa mikroorganisme (Cmic) lebih rendah (9 %) dibandingkan tanpa
pengolahan tanah. Pengolahan tanah menyebabkan hancurnya agregat makro atau
menurunkan proporsi agregat makro di lapisan atas tanah sehingga populasi dan
aktivitas mikroorganisme berkurang karena sebagian besar mereka hidup dan
berkembang pada lapisan tersebut (Gisjman, 1996).
Hasil penelitian Balesdent et al. (2000) menunjukkan bahwa mineralisasi bahan organik tanah pada tanah yang diolah secara konvensional selama 17 tahun
mencapai 0,95 kg C m-2 dua kali lebih besar dibandingkan tanpa olah (0,45 kg C m-2).
Penurunan kadar bahan organik terjadi karena adanya peningkatan mineralisasi bahan
organik yang semula terlindungi secara fisik di dalam mikroagregat menjadi terbuka
terhadap serangan mikroorganisme (Gijsman, 1996). Hasil penelitian Emmerson dan
Greenland (1990) memberikan bukti adanya perlindungan secara fisik di dalam
makroagregat pada tanah yang tidak diolah terlihat dari lokasi dan komposisi agregat
yang berasosiasi dengan bahan organik tanah. Pembentukan dan stabilisasi
makro-agregat pada perlakuan tanpa olah merepresentasikan pentingnya mekanisme untuk
melindungi dan memelihara bahan organik tanah yang mungkin hilang bila tanah
BAHAN DAN METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian terdiri dari dua kegiatan, yakni penelitian rumah kaca dan
pene-litian lapangan. Penepene-litian rumah kaca dilaksanakan di rumah kaca Pusat Penepene-litian
dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Sindangbarang, Bogor pada bulan
Januari–Mei 2003. Penelitian lapangan dilaksanakan pada Ultisol yang telah
terde-gradasi di Kampung Kebon Panas, Desa Jasinga, Kecamatan Jasinga, Kabupaten
Bogor, Propinsi Jawa Barat yang terletak pada ketinggian 100 m dpl. dan pada 106o
27’ 18” BT dan 6o 28’ 32” LS. Penelitian lapangan dilaksanakan pada musim tanam
(MT) 2002/2003, mulai bulan Juni 2002 sampai Juni 2003. Peta lokasi penelitian
lapangan tertera pada Gambar 2.
Metode Penelitian
Pengaruh Cara Pemberian dan Sumber Bahan Organik terhadap Kualitas Tanah, Pertumbuhan dan Hasil Jagung
Bahan organik yang dihasilkan dari sistim pertanaman lorong pada Ultisol
Jasinga selama delapan tahun (1993-2001) adalah flemingia (Flemingia congesta), mukuna (Mucuna sp.), dan sisa tanaman jagung (Zea mays L.). Ketiga jenis bahan organik tersebut merupakan sumber bahan organik yang diaplikasikan pada penelitian
ini. Analisis pendahuluan berupa analisis tanaman (flemingia, mukuna dan jagung)
dilakukan untuk mengetahui kualitas bahan organik seperti kandungan senyawa
Gambar 2. Lokasi Penelitian pada Ultisol Jasinga di Desa Jasinga, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor Dari Bogor
Ke Tangerang
Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca, bertujuan untuk melihat perubahan
kualitas tanah dan hasil tanaman akibat pemberian bahan organik mukuna, flemingia
dan sisa tanaman jagung dengan kualitas yang berbeda (kandungan senyawa organik
dan unsur hara), baik diberikan secara tunggal maupun campuran dari dua atau tiga
jenis bahan organik tersebut. Bahan organik diberikan dengan cara berbeda yaitu
disebar atau dicampur dengan tanah agar pene mpatan bahan organik di lapangan
dapat dilakukan dengan tepat, apakah bahan organik akan digunakan sebagai mulsa di
permukaan tanah dan tanpa pengolahan tanah atau diinkorporasikan pada saat
pengolahan tanah.
Pada penelitian di rumah kaca, pengaruh perbedaan kualitas bahan organik
yang diberikan terhadap sifat fisik, kimia dan biologi tanah diharapkan dapat
dipahami secara jelas, tanpa dipengaruhi perbedaan lingkungan mikro seperti di
lapang. Hasil penelitian di rumah kaca ini diharapkan dapat membantu menjelaskan
mekanisme atau proses yang terjadi pada Ultisol Jasinga yang telah terdegradasi bila
diberi bahan organik yang berbeda kualitasnya. Di samping itu, hasil penelitian
rumah kaca digunakan sebagai dasar untuk menentukan perlakuan aplikasi
pengolahan tanah dan pemberian bahan organik di lapangan.
Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) , dengan perlakuan
disusun secara faktorial, dan tiga (3) ulangan. Perlakuan terdiri atas: faktor pertama
adalah cara pemberian bahan organik (A): disebar di permukaan tanah, sebagai
gambaran tanpa pengolahan tanah (A1), dan diinkorporasikan/dicampur dengan tanah,
sebagai gambaran pengolahan tanah (A2). Faktor kedua adalah sumber bahan
tanah, B1), flemingia (2% C-organik tanah, B2), sisa tanaman jagung (2% C-organik
tanah, B3), campuran mukunadanflemingia (1%:1% C-organik tanah, B4), campuran
flemingia dan sisa tanaman jagung (1%:1% C-organik tanah, B5), campuran mukuna
dan sisa tanaman jagung (1%:1% C-organik tanah, B6), dan campuran mukuna,
flemingia dan sisa tanaman jagung (0,67%:0,67%:0,67% C-organik tanah, B7).
Penelitian menggunakan bahan tanah Typic Haplohumult yang berasal dari
Jasinga, diambil dari bagian sub soil (kedalaman 5-20 cm). Bahan tanah tersebut
dikeringudarakan dan diayak sehingga lolos ukuran 2 mm, selanjutnya bahan tanah
yang lolos ayakan 2 mm dicampur merata agar homogen. Bahan tanah yang telah
dicampur dimasukkan ke dalam pot, dan masing-masing pot diisi bahan tanah seberat
± 10 kg pot-1. Pot yang digunakan berupa ember plastik dengan kapasitas 15 kg.
Sebelumnya, dilakukan analisis sifat-sifat kimia dan biologi tanah menggunakan
contoh tanah komposit dan sifat-sifat fisik tanah menggunakan contoh tanah tidak
terganggu, kesemuanya diambil pada kedalaman tanah 5-20 cm. Hasil analisis tanah
awal tertera pada Lampiran 1. Dosis bahan organik yang diberikan adalah setara
C-organik tanah 2%. Perbedaan kadar C-C-organik dan kadar air dari masing-masing
bahan organik (flemingia 65,9%, sisa tanaman jagung 71,2% dan mukuna 75,0%)
menyebabkan jumlah bahan organik segar yang diaplikasikan pada masing-masing
pot berbeda sesuai dengan masing-masing perlakuan (Lampiran 2).
Mukuna dan jagung ditanam pada awal musim hujan di lapangan, sedangkan
flemingia diperoleh dari tanaman pagar, selanjutnya ketiga sumber bahan organik
ketiga jenis sumber bahan organik yang dihasilkan dari lapang dipotong-potong
sepanjang ± 1 cm dalam keadaan segar, diaplikasikan ke dalam pot sesuai dengan
masing-masing perlakuan, diinkubasi selama empat minggu, kemudian dilakukan
penanaman jagung. Tanama n jagung yang digunakan adalah varietas Pioneer. Jenis
dan dosis pupuk yang digunakan tertera pada Lampiran 3.
Pengamatan tanah dan tanaman dilakukan pada akhir percobaan. Sifat-sifat
fisik tanah yang diamati adalah berat isi (BI), porositas, permeabilitas dan indeks
stabilitas agregat (ISA). Sifat kimia tanah meliputi C-organik, fraksi labil (POM),
pH, N-total, P-tersedia dan K-tersedia, sedangkan sifat biologi tanah yang diukur
adalah biomassa mikroorganisme (Cmic). Tinggi tanaman, berat tongkol kering, berat
kering jagung (pipilan) dan berat bahan organik segar digunakan sebagai peubah
pertumbuhan dan hasil tanaman.
Analisis data dilakukan secara statistik terhadap sifat fisik, sifat kimia, sifat
biologi tanah dan tinggi serta hasil tanaman, menggunakan analysis of variance
(ANOVA) atau uji keragaman dengan selang kepercayaan 95%. Untuk melihat
pengaruh beda nyata dari peubah akibat perlakuan serta interaksinya dilakukan uji
jarak berganda Duncan (DMRT= Duncan Multiple Range Test), pada taraf nyata 5%. Model analisis statistik yang digunakan berupa model linier aditif dari
rancangan acak lengkap faktorial:
Yijk = µ + αi + βj + γk + (αβ)ij + εijk
Keterangan :
ke j (sumber bahan organik); yang mana i = 1,2; j = 1,2,3,...,7; k = 1,2,3
µ = rataan umum
αi = pengaruh faktor pertama perlakuan cara pemberian bahan organik ke i
βj = pengaruh faktor kedua perlakuan sumber bahan organik ke j
γk = pengaruh dari kelompok ke k
(αβ)ij = interaksi antara faktor pertama ke i dan faktor kedua ke j
εijk = pengaruh acak pada kelompok ke k dengan perlakuan faktor pertama ke i dan perlakuan faktor kedua ke j
Analisis regresi dan korelasi Pearson digunakan untuk melihat hubungan
antara kualitas bahan organik dan sifat-sifat tanah. Untuk mengetahui hubungan
antara peubah fraksi-fraksi bahan organik dengan sifat tanah dilakukan uji korelasi
Pearson.
Hasil penelitian rumah kaca dijadikan dasar untuk menentukan perlakuan
pada penelitian lapangan. Di lapang, sumber bahan organik yang berbeda kualitasnya
diberikan melalui teknik pengolahan tanah konservasi yang memungkinkan
pemberian bahan organik dengan cara disebar sebagai mulsa atau dicampur saat
pengolahan tanah.
Pengaruh Pengolahan Tanah dan Pemberian Bahan Organik terhadap Kualitas Tanah, Pertumbuhan dan Hasil Tanaman
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan. Tujuan penelitian adalah untuk
memahami pengaruh pengolahan tanah (minimum atau tanpa olah tanah) dan
pemberian bahan organik yang diberikan secara periodik terhadap kualitas tanah dan
hasil tanaman pada berbagai tingkat kerusakan tanah (Ultisol Jasinga).
Penelitian Musim Tanam (MT) 2002/2003 merupakan bagian dari rangkaian
penelitian jangka panjang yang dimulai pada tahun 1993 yang menerapkan sistim