• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Penguatan Kelompok Tani dalam Pengembangan Usaha Kasus Kelompok Tani Karya Agung Desa Giriwinangun, Kecamatan Rimbo Ilir, Kabupaten Tebo Provinsi Jambi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Strategi Penguatan Kelompok Tani dalam Pengembangan Usaha Kasus Kelompok Tani Karya Agung Desa Giriwinangun, Kecamatan Rimbo Ilir, Kabupaten Tebo Provinsi Jambi"

Copied!
226
0
0

Teks penuh

(1)

Rimbo Ilir, Kabupaten Tebo Provinsi Jambi

NOVRI HASAN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial. Konsep ini mencerminkan paradigma baru pembangunan, yakni bersifat people centered, participatory, empowering, dan sustainable. Konsep ini lebih luas dari hanya semata-mata memenuhi kebutuhan dasar atau menyediakan mekanisme untuk mencegah proses pemiskinan (Chambers dalam Kartasasmita, 1996).

Sektor pertanian sesungguhnya dapat menjadi strategi untuk recovery sekaligus memberikan landasan bagi perkembangan sektor riil dari krisis ekonomi yang dialami Indonesia semenjak tahun 1997. Hal ini dibuktikan oleh daya hidupnya yang tinggi, ketika sektor-sektor lain ambruk. Salah satu ciri khas usaha pada sektor pertanian adalah melibatkan begitu banyak orang dengan pemilikan sumber daya dan keterampilan yang rendah, serta social network yang kurang mendukung, khususnya untuk memasuki ekonomi modern saat ini. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk pengembangan network tersebut adalah melalui strategi pendekatan kelembagaan (Syahyuti, 2003).

Secara umum, kinerja ekonomi pedesaan yang didominasi usaha pertanian dan peternakan cenderung lemah, salah satunya, diindikasikan oleh rendahnya kapasitas kelembagaannya. Hal ini disebabkan antara lain oleh pelaksanaan program pembangunan pertanian yang tidak berbasiskan kelembagaan lokal yang telah ada, sehingga kondisinya semakin memudar. Introduksi kelembagaan dari luar yang terasa asing bagi masyarakat berimplikasi kepada lemahnya partisipasi masyarakat dalam kelembagaan tersebut. Akibatnya, partisipasi masyarakat secara keseluruhan lemah dalam aktifitas pembangunan (Syahyuti, 2003).

(3)

antar kelompok tani, sehingga terbentuk kelompok-kelompok produktif yang terintegrasi dalam kelembagaan koperasi (Bappenas, 2004).

Kelompok-kelompok di pedesaaan terbentuk karena adanya ikatan yang didasarkan pada kesamaan usaha, mempunyai tujuan mengelola usaha taninya atas dasar kebersamaan dan pemenuhan sarana usaha. Pembentukan kelompok ini mampu mendorong tumbuhnya kepekaan, kreativitas, inovasi, motivasi, solidaritas dan rasa tanggungjawab serta partisipasi anggota. Hal ini sejalan dengan pernyataan Lala dan Tonny (2007) kelompok tani merupakan kelembagaan masyarakat di pedesaan yang terbentuk karena adanya interaksi komunitas serta adanya pola kehidupan yang sejenis.

Gambaran keberadaan kelompok tani yang ada di Kabupaten Tebo umumnya mempunyai kegiatan disektor perkebunan, peternakan sapi, dan tanaman pangan. Sektor perkebunan dan peternakan untuk wilayah Kabupaten Tebo tidak dapat dipisahkan karena kedua kegiatan ini merupakan kegiatan yang saling mendukung dalam memberikan manfaat pendapatan keluarga kelompok tani.

Pada tahun 2006 Kabupaten Tebo memiliki jumlah lahan perkebunan karet 108.440 hektar dan kelapa sawit 30.917 hektar sedangkan populasi ternak besar di Kabupaten Tebo menurut jenisnya yaitu, sapi 21.767 ekor dengan jumlah produksi daging sebanyak 478.509 kg dan kerbau sebanyak 14.147 ekor dengan jumlah produksi daging sebanyak 268.874 kg (BPS Kabupaten Tebo, 2006). Data ini menunjukkan aktivitas usahatani kebun dan ternak banyak dilakukan masyarakat, dalam menjalankan aktivitas petani tergabung melalui wadah kelompok-kelompok tani.

Usaha yang dilakukan kelompok-kelompok tani di Kabupaten Tebo pada umumya terkendala oleh beberapa hal, seperti manajemen kelompok, penyediaan sarana produksi, modal usaha, jaringan kerjasama anggota kelompok dan sumberdaya manusia. Salah satu permasalahan utama yang dihadapi kelompok tani adalah keterbatasan mereka dalam manajemen usahatani. Untuk itu diperlukan upaya dari seluruh komunitas dan stakeholder untuk menjadikan kelompok tani memiliki kemampuan untuk memanfaatkan sumberdaya lokal yang ada.

(4)

Masyarakat Desa sebagai pelaku utama proses pemberdayaan dan pengembangan ditingkat lokal diharapkan lebih memahami kebutuhan dan permasalahan yang mereka hadapi sehingga mereka lebih mampu mengenali kebutuhan-kebutuhannya, merumuskan rencana-rencananya serta melaksanakan penanggulangan sosial-ekonomi secara mandiri dan berkelanjutan dengan menggali, mengembangkan dan memanfaatkan potensi dan sumber daya lokal.

Berdasarkan hasil pemetaan sosial di Desa Giriwinangun Kecamatan Rimbo Ilir Kabupaten Tebo, lokasi ini merupakan daerah yang terbentuk berasal dari warga transmigrasi dari Jawa tepatnya Kabupaten Wonogiri Provinsi Jawa Tengah pada tahun 1979. Petani di Desa ini dalam melaksanakan aktivitasnya tergabung dalam wadah kelompok tani. Pada awalnya usahatani masyarakat Desa Giriwinangun adalah dibidang perkebunan karet dan tanaman pangan. Kondisi kebun yang baru ditanami saat itu, membuat banyaknya tersedia rumput di lahan perkebunan hingga kemudian melalui bantuan pemerintah turut dikembangkan usaha ternak sapi yang digulirkan kepada anggota kelompok tani.

Pengembangan kebun karet masyarakat kini berhasil baik menjadi sumber pendapatan petani, terlebih telah tersedianya akses pemasaran berupa pasar lelang karet desa yang dikelola oleh koperasi Sumber Jaya. Kondisi ini sangat berpengaruh terhadap hasil pendapatan kaum petani kebun dengan bersaingnya harga jual kadar karet kering masyarakat.

Hingga sekarang selain dari kebun karet, kelompok tani Desa Giriwinangun juga mempunyai usaha ternak Sapi sebagai produk unggulan dalam peningkatan ekonomi keluarga. Pola pengembangan peternakan di Desa Giriwinangun adalah peternakan tradisional, tanpa mempelajari keterampilan dan belajar dari pengalaman. Hampir 75 persen masyarakat pekebun juga memelihara ternak yang tersebar di lima dusun yakni Dusun Pulung Jati Rejo, Dusun Karang Widodo, Dusun Wonoharjo, Dusun Tegal Ombo dan Dusun Sendang Sari. Namun para peternak yang ada di Desa masih melakukan pemeliharaan ternak secara perorangan dan dalam skala kecil (2 – 6 ekor), dan belum ada usaha dari kelompok untuk melakukan pengorganisasian anggota dalam pembibitan dan penggemukan ternak hingga dapat menjadi usaha yang menguntungkan.

(5)

pengembangan tani rakyat yang mempunyai skala usaha yang ekonomis yang mampu memberikan kontribusi terhadap pendapatan keluarga yang cukup memadai. Dalam perspektif kedepan, usaha tani ternak rakyat harus dapat lebih terarah dalam pengembangan agribisnis, sehingga ternak tidak hanya sebagai usaha sampingan tetapi hendaknya juga mengarah pada usaha pokok dalam perekonomian keluarga. Dengan kata lain, usaha ternak rakyat diharapkan menjadi pendapatan utama rakyat dan dapat memberikan kontribusi terhadap pemenuhan kebutuhan keluarga tani, seperti pada kegiatan ekonomi keluarga di sektor kebun karet.

Dengan demikian bertitik tolak dari kenyataan dan harapan diatas, bagaimana kelompok tani seharusnya menjadi solusi dari permasalahan bagi anggota, menjadi topik yang menarik untuk dikaji. Berdasarkan kondisi tersebut yang menjadi kajian “Bagaimana langkah-langkah strategis untuk penguatan kelompok tani dalam pemanfaatan sumberdaya dan upaya apa yang harus dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan mereka.”

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan praktek lapangan 1 pemetaan sosial dan praktek lapangan 2 evaluasi program pengembangan masyarakat, menunjukkan bahwa potensi sumberdaya lokal di Desa Giriwinangun berpeluang besar untuk dikembangkan jika pengelolaannya lebih baik dan kelembagaan kelompok tani dapat lebih diberdayakan. Salah satu kelompok yang ada adalah kelompok tani Karya Agung dengan aktivitas anggotanya bergerak di bidang usaha tani pada sektor perkebunan karet dan ternak sapi.

(6)

Kelompok tani Karya Agung memiliki anggota 50 orang, yang bertempat tinggal masih dalam satu jalan jalur (dusun) yang sama. Pada tahun 2008 kegiatan anggota kelompok yang masih berjalan yaitu pertemuan anggota yang tidak rutin, hanya bersifat kalau ada kebutuhan. misalnya, pertemuan pembicaraan penanggulangan pencurian ternak dan langkah-langkahnya. Selain itu di bidang perkebunan mereka juga melakukan pertemuan untuk membahas masalah kebutuhan peremajaan karet. Selain pertemuan, dalam masalah pencarian rumput untuk pakan ternak keluar desa terkadang para anggota kelompok secara bersama mencari rumput demi persediaan pakan ternak, mengorganisasi anggota saat penanggulangan penyakit ternak melalui vaksin.

Keterikatan antara anggota terhadap kelompoknya dirasakan lemah, ini terlihat dari : 1) Pengelolaan kebun dan ternak cenderung para anggota individual; 2) Kurangnya diskusi tentang pengetahuan, ketrampilan serta pengalaman dalam menghadapi masalah baik pada usaha kebun maupun ternak; 3) Tidak ada pembagian tugas baik pengurus maupun anggota kelompok; 4) Administrasi kelompok lemah dengan kurang jelasnya catatan pertemuan, invetarisasi kekayaan kelompok dan hasil pertemuan. Keterikatan anggota dan kelompok terlihat bila ada program pemerintah. Kelompok memfasilitasi pemberitahuan pada anggota dan sebagai wadah mengumpulkan anggota bila ada pembicaraan masalah bantuan.

Kendala yang dihadapi dalam berkebun karet selain kebutuhan peremajaan adalah sumberdaya manusia. Dalam menghasilkan produksi kadar karet kering (K3) seringkali petani kurang memperhatikan kualitas karet yang di hasilkan dengan banyaknya campuran kulit kayu karet (tatal) dan kandungan air yang banyak hingga berpengaruh terhadap harga karet yang dihasilkan. Akibatnya karet dibeli dengan harga murah oleh ‘toke’ (tengkulak pengumpul) dan penawar/pembeli karet di pasar lelang karet desa.

(7)

pada berkurangnya keuntungan usaha. Anggota kelompok menganggap ternak sebagai simpanan (tabungan) bila memerlukan dana, kurang berorientasi produksi karena hasil yang dapat dinikmati memerlukan waktu sampai ternak siap dijual. Kondisi ini sangat berbeda dengan usaha kebun karet yang mendatangkan penghasilan cepat dan terhitung bisa setiap minggu.

Kelompok tani Karya Agung seharusnya dapat berperan merumuskan suatu program kegiatan pemecahan masalah yang dihadapi secara berkelanjutan yang menimbulkan nilai tambah ekonomi dari kegiatan yang saling mendukung antara kebun dan ternak melalui program pengembangan. Dengan begitu tercipta pola hubungan yang saling menguntungkan berdasarkan prinsip “simbiosis mutualisme” dimana kebun dan ternak mendapatkan keuntungan, karena saling membutuhkan. Ternak membutuhkan rumput yang disediakan lahan kebun sedangkan kebun membutuhkan kompos yang dihasikan ternak sapi.

Kelembagaan kelompok tani Karya Agung kurang berfungsi, akibat design by top down approach, belum bersifat kolektif, kurangnya kerjasama, kurang inovasi dan kurang bersifat aktif mengorganisasikan anggota dalam memecahkan masalah yang ada. Kelemahan kelompok tani ini dapat dilihat dari lemahnya kepemimpinan pengurus, tidak ada pertemuan rutin dan kelemahan manajemen usahatani. Akibatnya kelompok belum berjalan sesuai dengan kaidah pemberdayaan masyarakat, belum memperhatikan sisi kemandirian dan keberlanjutan.

Potensi lahan di Desa Giriwinangun seluas 3.600 hektar, sebagian besar di manfaatkan untuk lahan Perkebunan seluas 3.286 hektar (91%). Lahan yang dimiliki oleh anggota dan pengurus kelompok tani Karya Agung sebanyak 588 hektar (16,3%). Bila dimanfaatkan secara efektif dan pola yang lebih terpadu, seharusnya lahan kebun dan ternak sapi dapat lebih berkembang menjadi andalan penghasilan untuk meningkatkan kesejahteraan.

(8)

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, rumusan masalah kajian adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana masalah yang dihadapi oleh kelompok tani Karya Agung dalam mengembangkan usaha tani anggota ?

2. Potensi apa saja yang dimiliki kelompok tani Karya Agung dalam mengatasi permasalahan ?

3. Strategi apa yang dapat dikembangkan dalam penguatan kelompok untuk mengembangkan usahatani kelompok tani Karya Agung di Desa Giriwinangun Kecamatan Rimbo Ilir Kabupaten Tebo ?

1.3. Tujuan Kajian

Kajian ini bertujuan untuk :

1. Mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi kelompok tani Karya Agung dalam mengembangkan usaha kebun karet dan ternak sapi.

2. Mengidentifikasi potensi penguatan kelompok tani Karya Agung dalam rangka pengembangan usahatani anggotanya

3. Merumuskan strategi penguatan kelompok dan menyusun program pengembangan usahatani kelompok tani Karya Agung di Desa Giriwinangun Kecamatan Rimbo Ilir Kabupaten Tebo.

1.4. Kegunaan Kajian

Kegunaan dan manfaat yang diharapkan dari kajian ini adalah :

1. Untuk dapat menjadi bahan masukan bagi penguatan kelompok dan peningkatan ekonomi petani dalam kerangka pemberdayaan masyarakat oleh Pemerintah Kabupaten Tebo Provinsi Jambi.

2. Kajian ini dapat dijadikan model penguatan kelompok tani dalam meningkatkan pendapatan usaha oleh Kelompok tani Karya Agung Desa Giriwinangun Kabupaten Tebo.

(9)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat

Pengembangan masyarakat merupakan suatu gerakan yang dirancang untuk meningkatkan taraf hidup keseluruhan komunitas melalui partisipasi aktif, dan jika memungkinkan berdasarkan prakarsa komunitas (Gunardi dkk, 2007). Selain itu menurut Nasdian dan Dharmawan (2007) menyatakan bahwa pengembangan masyarakat juga merupakan suatu perubahan yang terencana dan relevan dengan persoalan-persoalan lokal yang dihadapi oleh para anggota komunitas yang dilaksanakan secara khas dengan cara-cara yang sesuai dengan kapasitas, norma, nilai, persepsi dan keyakinan anggota komunitas setempat, dimana prinsip-prinsip recident participation dijunjung tinggi.

Program pengembangan masyarakat disusun secara partisipatif bersama masyarakat yang bertujuan memberdayakan masyarakat lokal. Prinsip pengembangan masyarakat dalam pelaksanaannya saling terkait, antara lain meliputi kemandirian, berkelanjutan, pembangunan terpadu, pemberdayaan, menghargai nilai-nilai lokal, serta partisipasi (Ife, 2002). Dengan demikian pemberdayaan masyarakat merupakan prinsip dari pengembangan masyarakat yang harus dilaksanakan.

Dalam terminologi pekerjaan sosial, menurut Dubois dan Milley (1992) pemberdayaan masyarakat merupakan suatu strategi dalam mengatasi masalah yang berkaitan dengan keberfungsian sosial. Keberfungsian sosial diartikan sebagai suatu situasi dimana orang bisa melaksanakan peran sesuai dengan status yang dimilikinya untuk melaksanakan tugas-tugas kehidupannya sebagai individu, anggota kelompok maupun anggota masyarakat secara luas. Salah satu upaya untuk mengatasi disfungsi sosial adalah melalui strategi pemberdayaan.

(10)

berbagai peluang yang akan membuat masyarakat menjadi makin berdaya dan memanfaatkan peluang, ketiga melindungi dan membela kepentingan masyarakat lemah, pemberdayaan disini tidak hanya menyangkut pendanaan tetapi juga peningkatan kemampuan sumberdaya manusia.

Pemberdayan merupakan gerakan yang dirancang untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui partisipasi aktif atas dasar prakarsa komunitas. Strategi pemberdayaan masyarakat secara partisipatif merupakan strategi yang menjadi pusat perhatian dalam pembangunan karena kegagalan pembangunan seringkali terkait dengan kurangnya partisipasi masyarakat. Dalam kondisi yang demikian itu maka upaya peningkatan kemampuan dan kapasitas masyarakat merupakan strategi untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, sehingga mereka dapat berpartisipasi aktif dalam peran yang tidak hanya terbatas sebagai penerima manfaat, tetapi juga sebagai pengupaya, penilai dan pemelihara keberlanjutan pembangunan.

Dalam pemberdayan masyarakat, pendekatan kelompok merupakan pendekatan yang lazim digunakan. Kelompok dapat berperan dalam mengontrol suatu keputusan maupun kebijakan yang berpengaruh langsung kepada kehidupan komunitas. Pendekatan kelompok mempunyai kelebihan antara lain dapat mempercepat proses adopsi, karena adanya interaksi sesama anggota kelompok dalam bentuk saling mempengaruhi satu sama lain (Vitayala 1986). Sedangkan Soekanto (2005), mengemukakan bahwa dalam kelompok terjadi hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi dan kesadaran untuk saling tolong-menolong berdasarkan kesamaan nasib, kepentingan dan tujuan sehingga hubungan antara anggota bertambah erat.

Berdasarkan konsep-konsep diatas, maka pengembangan komunitas petani juga perlu menggunakan pendekatan kelompok tani, agar terjadi hubungan timbal balik sesama anggota kelompok dan saling menolong berdasarkan kesamaan kebutuhan, kepentingan dan tujuan untuk mengembangkan potensi masyarakat.

2.2. Penguatan Kelembagaan

(11)

merupakan kelembagaan yang terbentuk karena pengaruh luar komunitas atau terbentuk atas dorongan pemerintah, sehingga kondisi kelembagaan kelompok tani cenderung lemah. Untuk itu perlu penguatan dan pengembangan kelembagaan.

Pola pengembangan kelembagaan masyarakat agar semakin kuat perlu memperhatikan beberapa aspek, yaitu (1) Perbaikan struktur dan fungsi kelembagaan masyarakat, (2) Pemanfaatan informasi dan teknologi yang berimbang, (3) peningkatan program-program pendidikan dan pelatihan secara berkelompok, (4) meningkatkan pembangunan sarana dan prasarana aktivitas kelembagaan, (5) memberdayakan dan memfasilitasi kelembagaan masyarakat informal, (6) Menciptakan pemimpin kelembagaan yang transformasional (Daryanto, 2004). Berdasarkan pemahaman tersebut, maka penguatan kelembagaan menurut Saharuddin (2000) adalah mencakup pengembangan kapasitas institusi dan kapasitas sumber daya manusia.

Penguatan kelembagaan untuk mendukung pembangunan berkelanjutan dapat dilakukan dengan teknik-teknik sosial yang diturunkan dari penerapan teknologi partisipatif. Menurut Lala dan Tonny (2007), Penguatan kelembagaan pada aras komunitas di dalam satuan desa (community based development) merupakan upaya mengembangkan kelembagaan usaha-usaha produktif yang bersumber dari sinergi beragam kelembagaan di komunitas yang secara konsepsi disebut bonding strategy.

Proses ini berlanjut dengan upaya melakukan sinergi beragam kelembagaan antar komunitas yang dikonsepsikan sebagai bridging strategy dalam satuan kelembagaan antar komunitas. Demikian selanjutnya, proses itu perlu berkait dengan kerjasama pada aras pengembangan kelembagaan secara vertikal antar kelembagaan komunitas dengan kelembagaan pemerintah yang fokus untuk pelayanan dan keuangan publik. Proses ini menjadi media pula pengembangan kerjasama dengan beragam pihak. Strategi pada tahap ini disebut sebagai creating strategy.

(12)

sebagai landasan bagi kelembagaan kelompok petani untuk mengembangkan kreativitasnya.

Kapasitas lokal yang dapat dikembangkan dalam penguatan kelompok tani Karya Agung di Desa Giriwinangun adalah sumberdaya ekonomi berupa kegiatan berkebun karet dan sumberdaya manusia (petani). Kebutuhan penting disini adalah bagaimana mengembangkan kapasitas kelompok yang mencakup kapasitas institusi dan sumberdaya manusia.

2.3. Kelembagaan dan Modal Sosial

Kelembagaan sosial merupakan terjemahan langsung dari istilah “social institution”. Akan tetapi ada pula yang menggunakan istilah pranata sosial untuk istilah “social institution” tersebut, yang menunjuk pada adanya unsur-unsur yang mengatur perilaku warga masyarakat. Koentjaraningrat (1997) menyatakan bahwa kelembagaan sosial adalah suatu sistem tata kelakuan dan hubungan yang berpusat kepada aktivitas-aktivitas untuk memenuhi kompleks-kompleks kebutuhan khusus dalam kehidupan masyarakat. Selanjutnya Polak (1966) mengungkapkan bahwa kelembagaan sosial merupakan suatu kompleks atau sistem peraturan-peraturan dan adat istiadat yang mempertahankan nilai-nilai yang penting. Kelembagaan itu memiliki tujuan untuk mengatur antar hubungan yang diadakan untuk memenuhi kebutuhan manusia yang paling penting.

Menurut Lala dan Tonny (2007) yang dikonsepkan sebagai kelembagaan sosial yaitu aktivitas manusia baik sadar maupun tidak dalam memenuhi kebutuhan hidup selalu diulang-ulang. Akhirnya aktivitas tersebut melekat dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan serta mengatur aktivitas manusia itu sendiri (menjadi norma yang dilandasi nilai-nilai budaya tertentu). Dalam arti aktivitas berulang ini menjadi bagian dari manusia dan masyarakatnya untuk memenuhi kebutuhan hidup, prosesnya kemudian menjadi kerangka pengaturan untuk memenuhi kebutuhan yang terbentuk-tumbuh – berkembang – berubah – mati – berganti bentuk yang baru demikian seterusnya.

(13)

Kapital sosial merupakan suatu sistem yang mengacu kepada hasil dari organisasi sosial dan ekonomi, seperti pandangan umum (world view), kepercayaan (trust), pertukaran timbal balik (reciprocity), pertukaran ekonomi dan informasi (informational and economic exchange), kelompok-kelompok formal dan informal (formal and informal groups), serta asosiasi-asosiasi yang melengkapi modal-modal lainnya (fisik, manusiawi, budaya) sehingga memudahkan terjadinya tindakan kolektif, pertumbuhan ekonomi, dan pembangunan (Colletta dan Cullen, 2000).

Pandangan tersebut memberikan gambaran bahwa modal sosial dapat dilihat dari organisasi sosial ekonomi yang dapat mewujudkan pengembangan kapasitas lokal (locality capacity). Suatu kelompok akan menjadi modal sosial suatu komunitas yang dapat diandalkan sebagai suatu kekuatan sosial dalam bentuk energi yang tidak pernah habis dalam suatu komunitas (Rubin dan Rubin, 1992). Modal sosial yang merupakan suatu kesatuan sistem dalam organisasi atau kelompok mengandung empat dimensi sebagai berikut : Pertama, interaksi (integration) yaitu merupakan ikatan yang kuat antar anggota komunitas. Kedua, pertalian (linkage) merupakan ikatan dengan komunitas di luar komunitas asal. Ketiga, integrasi organisasional (organizational integrity) yang merupakan keefektifan dan kemampuan institusi negara untuk menjalankan fungsinya, termasuk menciptakan kepastian hukum dan menegakkan peraturan. Keempat adalah sinergi (sinergy) yang merupakan relasi antara pemimpin dan institusi pemerintah dengan komunitas (state community relations).

Dengan demikian modal sosial merujuk pada seperangkat norma, jaringan, dan organisasi yang orang akan memperoleh akses pada kekuasaan (power) dan sumber daya yang merupakan sarana yang memungkinkan pengambilan keputusan dan formulasi kebijakan. Modal sosial memfokuskan pada relasi antar agen-agen ekonomi dan cara-cara di mana organisasi formal dan informal dapat meningkatkan efisiensi ekonomi. Modal sosial mengimplikasikan bahwa relasi-relasi dan institusi-institusi sosial memiliki pengaruh eksternal yang bersifat positif.

(14)

sangat penting dan mendukung penguatan kelompok bagi sektor usaha kebun dan ternak di pedesaan dalam skala kecil dan rumah tangga.

2.4. Kelompok Tani

Kelompok dalam suatu komunitas mencerminkan adanya dinamika tindakan kolektif untuk mencapai tujuan bersama. Darmajanti (2004) menjelaskan bahwa kelompok sebagai gambaran kehidupan berorganisasi suatu komunitas merupakan refleksi dinamika tindakan kolektif warga dalam mengatasi masalah bersama, termasuk peningkatan pendapatan rumah tangga di komunitas.

Pemberdayaan masyarakat akan lebih efektif jika dilakukan dengan pendekatan kelompok karena dalam kelompok ada kebersamaan, kesamaan kepentingan serta tujuan sehingga keinginan yang diharapkan lebih cepat tercapai. Adanya kekuatan dalam menolak keputusan serta kebijakan yang tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat akan lebih baik jika dilakukan dalam kelompok. Keputusan yang diambil akan lebih menyeluruh sehingga mengurangi tingkat kesenjangan antara masyarakat dengan pengambil kebijakan. Salah satu kelompok yang dapat meningkatkan pemberdayaan masyarakat adalah kelompok tani.

Kelompok diartikan sebagai suatu sistem yang diorganisasikan dari dua orang atau lebih yang saling berhubungan sehingga sistem tersebut melakukan beberapa fungsi, memiliki seperangkat standar hukum, peranan antara anggotanya dan mempunyai seperangkat norma yang mengatur fungsi kelompok dan masing-masing anggotanya (Mc. David dan Karari dalam Effendi, 2001). Di dalam kelompok terjadi suatu dialogical encounter yang menumbuhkan dan memperkuat kesadaran dan solidaritas kelompok. Anggota kelompok menumbuhkan identitas seragam dan mengenali kepentingan mereka bersama.

Pemahaman terhadap kelompok bila diterapkan kepada kelompok tani memberikan pengertian bahwa kelompok tani adalah sejumlah petani yang mempunyai kaitan antar hubungan satu dengan yang lainnya atas dasar keserasian dan kebutuhan yang sama, terikat secara informal dalam suatu wadah kelompok, dan mempunyai aktifitas sama dalam hal tani, umpamanya dalam hal kebun dan pemeliharaan ternak .

(15)

pengolahan hasil. Walaupun aspek distribusi dan pengolahan hasil biasanya dilakukan oleh pihak lain, namun untuk memperkuat posisi tawar petani di dalam mengembangkan kemandiriannya maka kedua aspek tersebut selayaknya dikelola melalui kelompok.

Interaksi kelompok tani tidak terlepas dari komunikasi yang terbangun dari kelompok itu dan seharusnya kelompok dijadikan wadah untuk memecahkan masalah yang dirasakan para anggotanya. komunikasi kelompok harus berfungsi dalam situasi-situasi pemecahan masalah dan pengambilan keputusan untuk dapat merumuskan atau mengungkapkan suatu penilaian.

Salah satu model dalam upaya pemberdayaan kelompok perlu dilakukan melalui tiga hal yaitu: pertama rekayasa sosial dengan penguatan kelembagaan tani, kelembagaan penyuluh dan pengembangan sumberdaya manusia; kedua rekayasa ekonomi dengan pengembangan akses permodalan, sarana produksi dan pasar; dan

ketiga rekayasa teknologi melalui kesepakatan gabungan antara teknologi anjuran dan kebiasaan petani.

2.5. Analisis SWOT (Strength, Weaknesses, Opportunities, and Threats)

Subroto (2001) menjelaskan bahwa SWOT adalah sebuah teknik yang sederhana, mudah dipahami, dan juga bisa digunakan dalam merumuskan strategi-strategi dan kebijakan-kebijakan untuk pengelolaan pegawai administrasi (administrator). Berdasarkan pengertian tersebut, SWOT dalam konteks pengembangan masyarakat merupakan sebuah teknik yang sederhana, mudah dipahami dan juga bisa digunakan dalam merumuskan strategi-strategi dan kebijakan untuk melakukan pengembangan masyarakat.

Analisis SWOT dilakukan dengan mengidentifikasi Kekuatan dan kelemahan yang berasal dari faktor internal kelembagaan kelompok petani peternak, serta mengindentifikasi kesempatan dan ancaman yang berasal dari faktor eksternal yaitu dari pihak luar.

(16)

Menurut Rangkuti (2002) analisis SWOT, adalah proses identifikasi berbagai aktor secara sistematis untuk merumuskan strategi pengambilan keputusan. Dalam analisis SWOT ini dilakukan dengan wawancara kepada petani dan aparat pertanian serta orang yang dianggap mengetahui penelitian, untuk mengumpulkan berbagai informasi yang selanjutnya dilakukan diskusi untuk merumuskan strategi pengembangan. Analisis SWOT yang digunakan meliputi faktor internal strenghts

(kekuatan) dan weaknesses (kelemahan) serta faktor eksternal opportunities (peluang)

dan threats (ancaman) yang dihadapi daerah yang bersangkutan.

2.6. Indikator Kemandirian Kelompok

Indikator keberhasilan perlu digunakan, menurut syaukat dan sutara (2007) indikator keberhasilan adalah dengan cara membandingkan keadaan sebelum dan sesudah dilaksanakannya upaya pembangunan. Bila terdapat perbaikan yang cukup berarti dalam indikator-indikator tersebut maka dapat dikatakan bahwa telah terdapat hasil yang positif. Dalam proses pemberdayaan dan pengembangan masyarakat juga memerlukan indikator keberhasilan.

Menurut Suharto (2006) untuk mengetahui fokus dan tujuan pemberdayaan secara operasional, perlu diketahui berbagai indikator keberdayaan yang dapat menunjukkan seseorang/kelompok itu berdaya atau tidak. Hingga segenap upaya dapat dikosentrasikan pada aspek apa saja dari sasaran perubahan.

Sumodiningrat (1999) juga mengemukakan indikator meningkatnya kemandirian kelompok yang ditandai dengan makin berkembangnya usaha produktif anggota dan kelompok, makin kuatnya permodalan kelompok, makin rapinya sistem administrasi kelompok, serta makin luasnya interaksi sosial dengan kelompok lain. Keberhasilan kelompok dalam melaksanakan usahanya dapat disebabkan adanya kesadaran atas permasalahan yang dihadapi kelompok, adanya pengetahuan tentang potensi dan kelemahan yang dimiliki kelompok dan adanya kemampuan untuk menentukan pilihan terhadap alternatif usaha yang ada.

(17)

a. Dalam meningkatkan ketrampilan yaitu orientasi kegiatan berdasarkan kebutuhan dan mengadakan pertemuan rutin yang berkelanjutan untuk mendiskusikan pengetahuan dan ketrampilan, serta pengalaman dalam menghadapi permasalahan yang berkaitan dengan teknologi, budidaya, penyediaan sarana produksi, pemasaran, dan analisis usaha. mempunyai Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga AD/ART, administrasi, dan kerjasama yang baik secara berkelompok. b. Pengembangan sebagai unit produksi yaitu merencanakan dan menentukan pola

usaha yang menguntungkan berdasarkan informasi yang tersedia dalam bidang teknologi, sosial, pemasaran, sarana produksi, dan sumberdaya alam. Menyusun rencana usaha seperti: Rencana Definitif Kelompok (RDK), dan Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK), termasuk rencana permodalan, gerakan bersama. c. Melaksanakan kegiatan untuk kepentingan bersama seperti menerapkan teknologi

tepat guna yang telah disepakati, pengadaan sarana produksi, pemasaran, pemberantasan hama penyakit, pelestarian sumberdaya alam, dan lain sebagainya. d. Sebagai Wahana Kerjasama yaitu mengadakan pembagian tugas, baik pengurus

maupun anggota kelompok, sehingga seluruh anggota kelompok bisa berperan dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh kelompoknya. Dan menjalankan administrasi kelompok secara tertib, meliputi catatan anggota kelompok, inventarisasi kekayaan kelompok, hasil-hasil pertemuan, keuangan, surat-menyurat, buku tamu.

e. Sebagai kelompok usaha yaitu menganalisis potensi pasar dan peluang untuk mengembangkan komoditas dan meningkatkan kelompok menjadi kelompok usaha bersama agribisnis (KUBA).

Berdasarkan praktek lapangan pemetaan sosial dan evaluasi program, kondisi kelompok tani Karya Agung ialah juga berorientasi pada kebutuhan, namun belum ada pertemuan rutin. Dalam menghadapi masalah, anggota menyelesaikan secara individu. Belum pada tahapan merencanakan dan menentukan pola usaha yang menguntungkan, kurang terjalin kerjasama dalam menerapkan teknologi tepat guna untuk memanfaatkan sumberdaya dan pemasaran serta tidak tampak pembagian tugas antara pengurus dan anggotanya.

2.7. Manajemen Kelompok

(18)

Menurut Flippo dalam Handoko (1987) yang dimaksud dengan manajemen sumberdaya manusia adalah perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan kegiatan-kegiatan pengadaan, pengembangan, pemberian kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan dan pelepasan sumberdaya manusia agar tercapai berbagai tujuan individu, organisasi dan masyarakat.

Pemahaman manajemen sumberdaya manusia dapat digunakan sebagai pengembangan sumberdaya manusia oleh kelompok tani Karya Agung, agar tercapai tujuan-tujuan anggota untuk dapat menguatkan kelompok tani Karya Agung. Keberhasilan pengelolaan organisasi kelompok tani sangat ditentukan kegiatan pendayagunaan sumberdaya manusia.

Penguatan kelompok itu sendiri selain mencarikan program dan strategi pemecahan masalah usaha kebun dan ternak yang dihadapi anggota, juga dapat melakukan pengembangan sumberdaya manusia melalui pembinaan, pendampingan maupun pelatihan manajemen kelompok. Pelaksanaan pengembangan harus sesuai dengan situasi dan kondisi anggota kelompok tani Karya Agung.

2.8. Kerangka Pemikiran

Untuk kepentingan kajian ini, pengertian penguatan kelompok merujuk pada konsep yang diutarakan Sumpeno dan Darmajanti. Maka defenisi penguatan kelompok dapat diartikan pengembangan kapasitas mencakup peningkatan pengetahuan, membangun kerja kelompok, jaringan dan kemampuan individu serta organisasi agar terbangun sinergi antar pelaku untuk mengatasi masalah secara bersama, sehingga tujuan dapat dicapai lebih efektif dan efisien yang berdampak pada peningkatan penghasilan.

Pengembangan masyarakat merupakan suatu perubahan yang terencana dan relevan dengan persoalan dan masalah lokal yang dihadapi oleh para anggota kelompok Tani Karya Agung yang dilaksanakan secara khas dengan cara-cara yang sesuai dengan kapasitas, norma, nilai, persepsi dan keyakinan anggota kelompok dimana prinsip partisipasi dikedepankan.

(19)

kelompok. Untuk dapat memecahkan masalah harus diketahui potensi yang dimiliki kelompok agar dapat digunakan untuk menyusun langkah-langkah penguatan kelompok. langkah-langkah dilakukan melalui perumusan strategi yang dapat dikembangkan dalam penguatan kelompok untuk mengembangkan usaha. Kajian ini tidak terlepas dari langkah-langkah pengembangan kapasitas kelompok yang berkelanjutan dalam upaya meningkatkan pendapatan yang dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal.

Faktor internal yang mempengaruhi penguatan kelompok tani meliputi potensi lahan atau sumberdaya alam yang tersedia, kapasitas kelompok baik pengurus dan anggota dalam melaksanakan fungsi dan juga mencakup partisipasi anggota dan pengurus. Modal sosial yang ada antara para anggota, pengurus dan masyarakat berupa kepercayaan, jejaring yang terbangun dan nilai/norma yang berlaku. Karakteristik anggota yaitu pengetahuan yang dimiliki komunitas petani, ketrampilan dalam menjalankan kegiatan usaha ternak.

Faktor eksternal yang mempengaruhi Kelompok tani meliputi faktor-faktor yang datang dari luar yaitu Dinas Perkebunan, Dinas Peternakan dan perikanan berikut jajaran dibawahnya termasuk petugas peternakan di Kecamatan, pendidikan dan pelatihan tentang usaha peningkatan kapasitas kelompok, bimbingan PPL, kelembagaan lain atau dinas terkait yang mempunyai hubungan pengembangan kapasitas kelompok serta dunia usaha (swasta) yang terlibat dalam usaha tani (kebun dan ternak) dan pola kerjasama yang berlaku pada komunitas desa, serta akses pemasaran hasil kebun dan ternak yang dimanfaatkan oleh kelompok tani Karya Agung Desa Giriwinangun.

Potensi kelompok, faktor internal dan eksternal mempengaruhi strategi penguatan kelompok tani Karya Agung hingga dapat mencapai kelompok tani yang dikategorikan berhasil dengan ukuran indikator yang dipakai yaitu manajemen usahatani yang baik, meningkatnya ketrampilan kelompok tani, perencanaan pola usaha yang menguntungkan, meningkatnya kerjasama, mampu menganalisis potensi dan peluang.

(20)

tersebut akan dianalisis dengan menggunakan analisis SWOT kualitatif bersama komunitas kelompok tani sehingga menghasilkan alternatif rancangan strategi hingga menghasilkan strategi penguatan kelompok tani.

Penguatan kelompok tani diharapkan akan mencapai suatu keadaan kelompok yang berhasil dengan indikator manajemen usahatani yang baik, meningkatnya ketrampilan kelompok tani, melakukan perencanaan pola usaha yang menguntungkan, meningkatnya kerjasama antara anggota kelompok dan dengan pihak luar kelompok, untuk pengembangan usaha serta mampu menganalisis potensi dan peluang yang ada pada kelompok tani itu sendiri.

(21)
(22)

III.

METODE PENELITIAN

3.1. Pendekatan dan Strategi Kajian

Batas-batas kajian atau penelitian menurut Spradly (dalam Sugiyono, 2005) terdiri dari yang paling kecil, yaitu situasi sosial (single social situation) sampai masyarakat luas yang paling kompleks. Adapun yang menjadi batas-batas kajian ini adalah sekelompok masyarakat, yaitu kelompok tani Karya Agung yang bertempat tinggal di Desa Giriwinangun Kabupaten Tebo.

Rancangan penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan pilihan strategi studi kasus. Menurut Moleong (2005) penelitian kualitatif adalah penelitian untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya prilaku, persepsi, tindakan secara holistik. Kajian ini bersifat deskripsi evaluasi sumatif yaitu berupaya untuk memahami ciri-ciri dan sumber masalah. Pertama, kajian ini berupaya menjelaskan bagaimana kelompok tani di Desa Giriwinangun dalam pengembangan manajemen dan usaha anggota kelompok tani, meningkatkan pengetahuan anggota melalui peningkatan kapasitas sumberdaya manusia, dan jaringan kerjasama anggota kelompok yang baik, serta mengidentifikasi faktor dan peluang pemecahan masalah yang berhubungan dengan penguatan kelompok tani. Langkah berikutnya berusaha menemukan rancangan strategi dalam penguatan kelembagaan kelompok tani.

(23)

3.2. Lokasi dan Waktu

Lokasi kajian pengembangan masyarakat dilakukan di Desa Giriwinangun Kecamatan Rimbo Ilir Kabupaten Tebo Provinsi Jambi, dengan komunitas subjek kelompok tani Karya Agung. Pemilihan terhadap desa tersebut dilakukan secara ”purposive” yakni pemilihan secara sengaja dengan maksud menemukan desa yang relevan dengan tujuan penelitian, pemilihan lokasi dilatari pertimbangan sangat cocok dengan pengembangan masyarakat karena kondisi kelompok tani Karya Agung yang lemah. Walau mempunyai komoditas unggulan lahan perkebunan karet relatif luas dan ternak sapi, namun belum mampu untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga petani.

Kajian pengembangan masyarakat dilakukan dalam serangkaian kegiatan yang terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama dilakukan pada saat Praktek Lapangan I (Pemetaan Sosial) pada bulan Februari 2008, tahap kedua dilakukan pada saat Praktek Lapangan II (Evaluasi Program Pengembangan Masyarakat) pada bulan Juni 2008, dan tahap ketiga kegiatan Kajian mendalam Pengembangan Masyarakat. Jadwal kegiatan pelaksanaan Kajian Pengembangan Masyarakat dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 : Jadwal Pelaksanaan Kegiatan Kajian Pengembangan Masyarakat

2008 2009

NO. JENIS KEGIATAN

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2

1. Pemetaan Sosial Desa (PL 1)

2. Evaluassi Program (PL 2)

3. Penyusunan Proposal Kajian

4. Seminar Proposal Kajian

5. Penulisan Laporan

6. Pengumpulan Data di Lapangan

7. Analisis Data

8. Bimbingan Penulisan

9. Seminar dan Ujian

(24)

3.3. Teknik Pengumpulan Data

Data yang dipergunakan dalam kajian adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh peneliti dari responden dan informan, yaitu pengurus, anggota kelompok tani Karya Agung, masyarakat Desa, dan informan baik formal maupun informal. Informan dimaksud adalah kepala desa dan perangkatnya, PPL Kecamatan, Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM), Ketua Badan Perwakilan Desa (BPD), dan Tokoh Masyarakat. Data dan informasi dikumpulkan melalui hasil pengamatan lapangan, observasi, wawancara dan FGD. Data sekunder, ialah data yang diperoleh dari data statistik, litetarur dan laporan data base yang diperoleh dari instansi terkait dan data pendukung di tingkat desa maupun kecamatan.

Peneliti juga melakukan pengamatan berperan serta mengamati prilaku anggota kelompok tani dalam melakukan kegiatan berkebun dan pemeliharaan ternak sapi potong. Tujuannya untuk mengetahui kapasitas kelompok dan kinerja kelompok. Wawancara mendalam dilakukan dengan responden dan informan untuk menjaring data tentang profil kelompok dan usaha tani serta permasalahan yang dihadapi.

Teknik pengumpulan data primer secara lebih rinci dapat di jelaskan sebagai berikut :

1. Observasi dan Pengamatan Berperan Serta.

Merupakan metode perolehan informasi yang mengandalkan pengamatan langsung dilapangan, baik yang menyangkut obyek, kejadian, proses, hubungan maupun kondisi masyarakat. Tujuannya untuk mengetahui secara nyata aktivitas pengelolaan kebun karet dan pemeliharaan ternak sapi yang dilakukan anggota kelompok tani Karya Agung di Desa Giriwinangun.

2. Wawancara Mendalam

(25)

3. Focus Group Discussion (FGD)

FGD merupakan suatu forum yang dibentuk untuk saling membagi informasi dan pengalaman diantara para peserta diskusi dalam kelompok tani Karya Agung untuk membahas satu masalah yang telah terdefenisikan sebelumnya. Secara metodologis dilakukan karena ada keyakinan bahwa masalah yang diteliti tidak dapat dipahami oleh metode survey atau wawancara individu saja dan untuk memperoleh data kualitatif yang bermutu dalam relatif singkat. FGD bertujuan untuk membahas rancangan strategi dan rancangan program penguatan kelompok tani Karya Agung berdasarkan masalah dan kebutuhan yang diidentifikasi bersama oleh para peserta. Selama diskusi, para peserta yang terdiri dari PPL Pertanian perkebunan, PPL Peternakan, perwakilan aparat desa, pengurus beserta Anggota Kelompok tani Karya Agung mengungkapkan permasalahan dari sudut pandang masing-masing untuk diidentifikasi. Selanjutnya dibuat kesepakatan bersama mengenai prioritas masalah kemudian dicarikan alternatif strategi pemecahannya dan dengan kesepakatan bersama pula ditentukan strategi prioritas. Data dan teknik pengumpulannya tersaji pada Tabel 2.

Tabel 2 : Tujuan, Jenis Data, Sumber Data dan Metode Analisis Lapangan di Desa Giriwinangun Kecamatan Rimbo Ilir Kabupaten Tebo

No. Tujuan Jenis Data Sumber Data Metode Analisis

1. Mengidentifikasi Data peta sosial desa, Laporan PL 1, - Deskriptif dan menganalisis Sistem ekonomi lokal, observasi, wawancara - FGD permasalahan yang dan masalah-masalah dengan anggota dan

dihadapi kelompok pengembangan usaha pengurus kelompok tani Karya Agung tani ternak, sumber- tani Karya Agung. dalam mengembang daya lahan

kan usaha kebun Dan ternak sapi

2. Mengidentifikasi Lingkungan usaha Anggota kelompok tani

potensi pengembang faktor internal dan Karya Agung, perang- SWOT kualitatif an usaha kelompok eksternal, monografi kat desa, Dinas

Tani Karya Agung desa, data perkebunan, terkait, PPL, laporan dalam rangka me- peternakan PL 2, wawancara,

nguatkan kelompok observasi.

tani.

3. Menyusun strategi Permasalahan yang di- Kelompok tani Karya - SWOT kualitatif penguatan kelompok hadapi anggota kelom- Agung, aparat desa, - FGD

dan menyusun pro- pok tani, kebutuhan masyarakat, dinas gram pengembangan petani, Program yang terkait, PPL. Usahatani kelompok di inginkan kelompok

(26)

3.4. Metode Analisis Data

Untuk mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi Kelompok tani Karya Agung dalam pengembangan manajemen dan usaha anggota kelompok tani, sumberdaya manusia, jaringan kerjasama anggota kelompok, digunakan analisis deskriptif secara kualitatif dan Focus Group Discussion (FGD). Dengan metode tersebut diharapkan permasalahan yang ada pada kelompok tani Karya Agung Desa Giriwinangun dapat diketahui dengan jelas dan yang benar-benar dirasakan anggota kelompok. Sedangkan untuk mengidentifikasi potensi pengembangan usaha kelompok tani Karya Agung dalam rangka menguatkan kelompok tani dan mengatasi permasalahan menggunakan analisis SWOT kualitatif yaitu dengan mengidentifikasi faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan eksternal (peluang dan tantangan) agar diketahui potensi yang dimiliki kelompok tani Karya Agung.

Data yang telah dikumpulkan menggunakan teknik diatas di analisis. Data tersebut terlebih dahulu dipilah, dikategorikan, dan dikelompokkan sesuai dengan kebutuhan analisis. Cara penyajian melalui tabel dan gambar digunakan untuk membantu penyajian hasil analisis data tersebut. Pemilahan data dilakukan dengan cara melengkapi dan mentransformasi data mentah yang ditulis dalam catatan lapangan sehingga menjadi laporan yang sistematis, dan melengkapi informasi yang terkumpul dengan sumber-sumber lain yang mendukung.

Penyusunan rancangan strategi penguatan kelompok dan penyusunan program pengembangan usaha kelompok tani Karya Agung menggunakan analisis SWOT kualitatif dengan unit analisis sistim kelembagaan kelompok dalam usaha kebun dan ternak sapi. Langkah yang ditempuh dengan mengindentifikasi lingkungan komunitas kelembagaan kelompok tani Karya Agung yang terdiri dari faktor internal (kekuatan dan kelemahan) serta faktor eksternal (peluang dan ancaman) dalam pengembangan usaha melalui penguatan kelompok. Faktor-faktor yang mempengaruhi ini digali melalui panduan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada responden.

(27)

3.5. Rancangan Program Pengembangan Masyarakat

Penyusunan rancangan program pengembangan masyarakat dilaksanakan secara partisipatif yang dihasilkan melalui Focus Group Discussion (FGD) dengan mengutamakan peran serta Kelompok tani Karya Agung sebagai subjek pengembangan masyarakat.

(28)

IV. PETA SOSIAL DESA GIRIWINANGUN

4.1. Lokasi

Desa Giriwinangun terletak di ketinggian antara 100 sampai dengan 499 meter diatas permukaan laut dengan kemiringan tanah 72 Ha 0 - 2%, 531 Ha 3 - 15% dan 2.986 Ha dengan kemiringan 16 – 40%. Desa Giriwinangun secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Rimbo Ilir Kabupaten Tebo Provinsi Jambi. Jarak terdekat ke Ibukota kecamatan Karang Dadi adalah 17 kilometer dengan waktu tempuh + 20 menit, menggunakan kendaraan ojeg dengan biaya + Rp. 5000,-. Jarak terdekat ke Ibukota kabupaten Muara Tebo sejauh 31 kilometer dengan waktu + 30 menit dengan menggunakan kendaraan umum (Angdes) dengan biaya + Rp. 5.000,-. Jarak tempuh ke Ibukota Provinsi sejauh 241 kilometer dengan waktu + 5 jam dengan menggunakan kendaraan Umum (Travel) dengan biaya + Rp. 60.000,-. Jarak desa dengan Ibukota kecamatan, Kabupaten dan Provinsi disajikan dalam Tabel 3.

Tabel 3 : Jarak Desa Giriwinangun Dengan Pusat Kota

No Posisi dengan Jarak (Km) Waktu Tempuh

(menit) Sarana Transportasi 1. Ibukota kecamatan 17 Km 20 ojek

2. Ibukota Kabupaten 31 Km 30 Angdes

3. Ibukota Provinsi 241 Km 300 Bus AKDP, Travel

Batas Desa Giriwinangun meliputi, sebelah Utara berbatasan dengan Desa Jambu Kecamatan Tebo Ulu, sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Sumber Agung Kecamatan Rimbo Ilir, sebelah Barat berbatasan dengan Desa Rantau Kembang Kecamatan Rimbo Ilir sebelah Timur berbatasan dengan Desa Sari Mulya Kecamatan Rimbo Ilir. Secara administratif, Desa Giriwinangun terbagi dalam 5 dusun meliputi: Dusun Pulung Jati Rejo, Dusun Karang Widodo, Dusun Wonoharjo, Dusun Tegal Ombo dan Dusun Sendang Sari serta terbagi dalam 10 wilayah RW dan 27 RT. Sedangkan lokasi kajian pengembangan masyarakat berada di Dusun Sendang Sari.

(29)

umum berupa motor (ojeg) sedangkan jalan utama adalah jalan poros yang membelah desa dilalui oleh angkutan desa maupun Travel yang akan menuju Kecamatan Rimbo Bujang dan sebaliknya menuju ke pusat Pemerintahan Kabupaten, hingga secara umum dapat dikatakan wilayah Desa Giriwinangun sangat mudah dijangkau.

Berdasarkan data dalam buku “Potensi Desa dan Kecamatan Rimbo Ilir dalam Angka 2007” yang didasarkan pada laporan monografi desa-desa di seluruh Kecamatan Rimbo Ilir, maka luas lahan Desa Giriwinangun yaitu + 3.600 hektar. Komposisi penggunaan lahan tersebut secara umum dapat dibagi atas lahan Perkebunan seluas 3.286 hektar (91 %), tanah tegalan/ladang seluas 81 hektar (2,25 %), untuk pekarangan/perumahan penduduk 218 hektar (6 %) dan 15 hektar (0,41 %) untuk Pasar dan lain-lain.

Berdasarkan komposisi penggunaan lahan, maka sebagian besar wilayah Desa Giriwinangun dimanfaatkan sebagai lahan perkebunan karet dan untuk beternak sapi potong. Dalam proses pengelolaan kebun Karet di Desa Giriwinangun sebagian besar penduduk mengelola sendiri dengan menyadap getah karet (deres) dan mengumpulkan mangkok-mangkok karet untuk kemudian disatukan menjadi bantalan getah karet. Namun bagi sebagian warga yang tergolong kaya di desa, lahan kebun karet tersebut di serahkan untuk dikelola kepada para penderes untuk menggarap lahan kebun karet dengan sistem Bagi Duo (Karet yang terkumpul 50% untuk pemilik kebun, 50% untuk penggarap/Penderes). Kemudian hasil Karet yang terkumpul dijual kepada tengkulak ataupun ke Pasar lelang Karet Desa, dengan sistem pembagian hasil sangat merata, dan biasanya yang berlaku di Desa Giriwinangun Penderes karet menerima dalam bentuk uang.

4.2. Kependudukan

(30)

Untuk lebih jelasnya Komposisi penduduk dilihat dari penggolongan umur dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 : Penduduk Desa Giriwinangun Menurut Umur dan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Jumlah Persen (%)

No. Komposisi Umur

L

1 0 – 4 159 142 301 6,67

2 5 – 9 163 144 307 6,80

3 10 – 14 168 146 314 6,97

4 15 – 19 172 161 333 7,38

5 20 – 24 171 166 337 7,47

6 25 – 29 169 173 342 7,58

7 30 – 34 178 165 343 7,60

8 35 – 39 175 164 339 7,51

9 40 – 44 169 158 327 7,25

10 45 – 49 179 164 343 7,60

11 50 – 54 184 167 351 7,78

12 55 – 59 163 146 309 6,85

13 60 – 64 162 142 304 6,74

14 65 tahun keatas 140 121 261 5,78

Jumlah 2352 2159 4511 100

Sumber : Monografi Desa Giriwinangun 2007.

(31)

Berdasarkan informasi dari Sekretaris Desa Giriwinangun, sumber data untuk melihat pertumbuhan dan perkembangan penduduk didasarkan pada sistem registrasi penduduk. Berdasarkan sistem ini, informasi yang dikumpulkan hanya terbatas pada peristiwa atau kejadian pertambahan atau pertumbuhan penduduk sesuai dengan yang dilaporkan ke aparat desa. Informasi yang dikumpulkan tersebut terbatas kepada terjadinya kelahiran, kematian, perkawinan, perceraian, laporan kepindahan, permohonan surat jalan untuk pergi ke luar desa.

Dari data yang diperoleh, mulai bulan Januari 2007 sampai terhitung Januari 2008 jumlah kelahiran di Desa Giriwinangun adalah 55 jiwa, kematian 18 jiwa. Terdapat penduduk masuk/datang sebanyak 5 jiwa yang hampir semua yang datang untuk bekerja sebagai penderes Karet di Kebun, penduduk ke luar/pindah dari Desa sebanyak 9 jiwa, dikarenakan melanjutkan sekolah ke perguruan tinggi yang ada di Padang dan Jambi, jadi mereka bisa dikatakan keluar dari desa.

Data penduduk menurut tingkat pendidikan menunjukkan bahwa penduduk Desa Giriwinangun Tidak atau Belum Tamat SD sebanyak 182 jiwa (4,03 %) dan sebanyak 1892 jiwa (41,94 %) penduduk Desa Giriwinangun hanya berpendidikan tamat SD. Hal ini berpengaruh pada jenis mata pencaharian penduduk, dimana karena tingkat pendidikan dan keterampilan rendah sebagian besar penduduk hanya bekerja di sektor perkebunan dan menjadi Peternak Sapi. Sejumlah 1783 jiwa berpendidikan tamat SLTP, 605 berpendidikan tamat SLTA dan hanya 49 jiwa yang mempunyai pendidikan relatif baik tamat diploma tiga ataupun sarjana S1. Komposisi penduduk Desa Giriwinangun menurut tingkat pendidikan dapat di lihat pada Tabel 5.

Tabel 5 : Penduduk Desa Giriwinangun Menurut Tingkat Pendidikan No. Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase (%)

(32)

4.3. Perekonomian

Perekonomian masyarakat Desa Giriwinangun sebagian besar memiliki mata pencaharian pokok pada bidang perkebunan karet dan beternak sapi. Dengan memanfaatkan sumberdaya alam yang ada Perkebunan dan Peternakan berjalan seiring, selain lebih berpihak pada alam juga mendatangkan hasil yang baik untuk meningkatkan perekonomian penduduk. Lahan perkebunan karet di dapat saat pengalokasian transmigrasi pada tahun 1979 saat itu tiap masing-masing KK mendapatkan lahan 5 hektar kemudian dikelola dijadikan kebun karet. Sedangkan ternak sapi pada mulanya juga berasal dari bantuan pemeliharaan (gaduh) dari pemerintah pada tahun 1984.

Sebagian kecil mempunyai usaha peningkatan ekonomi keluarga seperti usaha kecil keripik tempe, usaha pembuatan tahu, cincau dan pembuatan emping Melinjo. Hasil produksi usaha kecil ini kebanyakan dipasarkan disekitar desa dan sekitar Kabupaten. Pada Tabel 6 ditampilkan jumlah penduduk Desa Giriwinangun berdasarkan mata pencaharian.

Tabel 6 : Penduduk Desa Giriwinangun Menurut Jenis Mata Pencaharian No. Mata Pencaharian Jumlah Persentase (%)

1. Perkebunan/Peternakan 1472 80,17 2. Industri kecil/ Kerajinan 51 2,77

3. Buruh Kebun 136 7,40

4. PNS/TNI/POLRI 56 3,05

5. Jasa Perdagangan 35 1,90

6. Jasa Angkutan 15 0,81

7. Tukang (batu dan kayu) 52 2,83 8. Petani/perikanan 19 1,03

Jumlah 1.836 100

Sumber : Data Dasar Profil Desa 2005.

(33)

Peliharaan ternak Sapi bagi penduduk Desa Giriwinangun khususnya kelompok tani Karya Agung, masih dengan cara tradisional belum menggunakan teknologi seperti peningkatan mutu jumlah, ini terlihat dari kurangnya ketersediaan hijauan pakan ternak terlebih bila musin kemarau, hingga tidak mencukupi dibanding populasi ternak yang ada. Pemasaran hasil ternak sapi dilakukan oleh penduduk langsung ke konsumen dan tengkulak (blantik) yang datang membeli ternak sapi penduduk, mengenai harga dilihat dari besar bobot badan ternak yang akan diperjualbelikan dan harga pasaran yang berlaku di Kabupaten Tebo. Biasanya masyarakat menjual ternak sapinya pada saat sapi telah besar, gemuk dan siap untuk dijual hingga dapat mendatangkan keuntungan.

Pemasaran hasil karet masyarakat menggunakan dua cara yaitu dipasarkan melalui Tengkulak pengumpul (toke) yang mendatangi petani pekebun, dan melalui Pasar lelang Karet desa yang dikelola oleh KUD Sumber Jaya. Harga Kadar Karet Kering (K3) yang berlaku di Pasar lelang Karet jauh lebih tinggi di banding pada tengkulak, dan terjadi persaingan harga yang sehat dengan adanya lebih dari satu penawar/pembeli. Proses pelelangan karet di pasar lelang karet desa dilakukan per 2 minggu setiap hari selasa, hingga tiap waktu lelang yang ditentukan masyarakat sekitar Desa Giriwinangun yang hendak menjual karetnya akan membawa ke pasar lelang kemudian akan diadakan proses lelang karet oleh 5 orang penawar/pembeli terhadap karet masyarakat. Tiap pelelangan, harga yang berlaku di pasar lelang mengikuti sesuai yang berlaku menurut GAPKINDO (Gabungan Pengusaha Karet Indonesia) dan kualitas karet masyarakat itu sendiri. Kadar karet kering masyarakat Desa Giriwinangun berkisar antara 80 persen s/d 90 persen.

Dari hasil wawancara dan pengamatan, sebagian masyarakat termasuk sebagian anggota kelompok tani Karya Agung masih melakukan penjualan karet pada tengkulak (toke), walau harga Kadar Karet Kering (K3) yang ditetapkan tengkulak lebih rendah dari harga K3 Pasar lelang Karet desa, ini disebabkan petani pernah merasa dibantu dan tertolong saat mereka membutuhkan uang. Seperti yang dituturkan Ytn salah seorang anggota kelompok tani Karya Agung.

(34)

Fasilitas perekonomian lain seperti los pasar desa juga terdapat di Desa Giriwinangun, dibuka setiap hari namun hari yang ramai dikunjungi pembeli dan yang berdagang pada setiap hari minggu (hari Pasar). Pada umumnya penduduk memanfaatkan pasar desa yang ada untuk memenuhi kebutuhannya seperti sembako dan sayur mayur, bila tidak terdapat apa yang mereka butuhkan di desa baru mereka belanja ke Pasar besar di unit 2 Rimbo Bujang atau di Pasar Kabupaten yang berjarak 31 km.

4.4. Struktur Komunitas

Pelapisan sosial dalam masyarakat, unsur utamanya adalah kepemimpinan dan sumbernya, respon masyarakat terhadap kepemimpinan, serta jejaring sosial dalam komunitas. Hal ini merupakan dasar untuk mengetahui bagaimana masyarakat lokal membangun suatu komunikasi yang baik.

Pelapisan sosial dalam komunitas Desa Giriwinangun terjadi secara alamiah seiring dengan proses pertumbuhan masyarakat. Pelapisan sosial ini tidaklah selalu tetap tetapi ada kemungkinan untuk berubah. Hal ini menandakan bahwa sifat sistem pelapisan sosial di desa ini bersifat terbuka artinya setiap anggota masyarakat mempunyai kesempatan untuk berusaha dengan kecakapan sendiri untuk naik lapisan atau bagi mereka yang tidak bisa mempertahankan maka turun kelapisan bawah.

(35)

Pelapisan sosial yang ada pada masyarakat Desa Giriwinangun, bisa dicirikan dan didasari pada : 1) kepemimpinan; 2) kekayaan yang dimiliki dan suka membantu masyarakat; 3) tingkat pendidikan formal; 4) status pekerjaan; 5) keaktifan dalam kegiatan kemasyarakatan/keagamaan. Sistem pelapisan sosial masyarakat Desa Giriwinangun dapat digambarkan pada Tabel 7.

Tabel 7 : Sistem Pelapisan Sosial Masyarakat Desa Giriwinangun

Pelapisan Lapisan sosial

Masyarakat Giriwinangun dalam memilih kepala desa sebagai pemimpin formal dipilih langsung secara demokratis, oleh masyarakat yang telah memiliki hak pilih. Biasanya masyarakat memilih berdasarkan pada kharisma yang dimiliki, kedekatan kepada masyarakat dan upaya yang dilakukan dalam memperjuangkan kesejahteraan masyarakat. Pemimpin informal yang banyak berperan dalam masyarakat adalah tokoh-tokoh yang arif dan aktif dalam kegiatan kemasyarakatan dan keagamaan. Peranan tokoh agama dan tokoh masyarakat ini dianggap cukup berarti dalam pembangunan wilayah desa baik secara fisik maupun mental. Biasanya kepala desa bekerja sama dengan tokoh agama dan masyarakat untuk mensosialisasikan dan menggali dukungan masyarakat dalam program pembangunan desa.

(36)

4.5. Organisasi dan Kelembagaan

Terdapat beragam lembaga yang berperan dalam kehidupan masyarakat Desa Giriwinangun, berupa organisasi pemerintahan, organisasi ekonomi dan kelembagaan masyarakat yang formal seperti Badan Permusyawarahan Desa (BPD), Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM), Tim Peggerak PKK Desa, Karang Taruna, Koperasi Unit Desa (KUD). Kelembagaan non formal yang terbentuk atas dasar inisiatif masyarakat sendiri dan dari pihak luar dalam rangka pemberdayaan masyarakat, seperti kelompok pengajian setiap malam jum’at, Majelis Ta’lim Ibu-Ibu, Arisan RT, Kelompok tani yang bergerak pada usaha kebun dan pemeliharaan ternak sapi, Remaja Masjid yang didukung dengan keberadaan sarana-sarana rumah ibadah.

Badan Permusyawarahan Desa (BPD) memiliki fungsi sebagai mitra pemerintah desa dalam pembangunan yang juga bersama-sama membuat peraturan dalam mengatur sesuatu di desa. salah satu kegiatannya adalah bertugas mengadakan pemilihan Kepala Desa. Sedangkan kegiatan LPM (Lembaga Pemberdayaan Masyarakat), melakukan pemberdayaan masyarakat seperti swadaya membuat pengerasan jalan dan pembuatan jembatan. Tim Penggerak PKK desa berperan serta aktif dalam menjalankan program kesehatan seperti Posyandu, pemanfaatan pekarangan dengan tanaman yang berguna, usaha kecil rumah tangga seperti keripik tempe dan melinjo. Karang taruna sebagai wadah pembinaan generasi muda kurang berjalan aktif, baru sebatas pembinaan bidang olah raga.

Dalam bidang ekonomi terdapat Koperasi Unit Desa (KUD) Sumber Jaya, bergerak pada usaha penyelenggaraan Pasar Lelang Karet yang diadakan diselenggarakan per 2 minggu setiap hari selasa. Sedangkan kelompok Pengajian, merupakan wadah kegiatan keagamaan bagi masyarakat (bapak-bapak) di setiap wilayah RW yang ada di Desa Giriwinangun. Kagiatan yang dilaksanakan berupa pengajian rutin setiap malam jum’at yang dilaksanakan di rumah penduduk secara bergantian. Majelis Ta’lim Ibu-Ibu juga menyelenggarakan pengajian yang dilakukan setiap siang Sabtu.

(37)

Kebersamaan dan gotong royong antar penduduk masih terlihat di Desa Giriwinangun. Kondisi ini didasarkan atas kebutuhan bersama, contohnya pengerasan jalan jalur menuju dusun-dusun yang ada, pembuatan jembatan dari gorong-gorong dan yang sangat membutuhkan biaya besar adalah swadaya pengadaan Tiang dan Kabel listrik guna mencapai rumah-rumah penduduk di Dusun Tegal Ombo.

Sistem jejaring sosial di desa Giriwinangun seperti sistem Bagi Duo, yaitu sistem pengelolaan lahan perkebunan karet antara pemilik dan penggarap. Sistem ini mengatur pembagian hasil sadapan karet, biasanya pembagian hasil dilakukan per 2 minggu saat penjualan karet. Untuk usaha peternakan sapi berlaku sistem Gaduh pada pemeliharaan ternak sapi, warga masyarakat yang mampu menitipkan ternak Sapi untuk dipelihara kepada warga lain yang dinilai kurang mampu yang ingin mendapatkan hasil dari ternak. Hasil pengembangbiakan ternak akan dibagi dua antara pemilik dan penggaduh, bisa berupa bagi hasil keturunan ternak sapi atau bisa juga bagi hasil dari keuntungan penjualan ternak. Bila ternak dimaksudkan untuk penggemukkan saja, maka yang diperhitungkan hasil dari keuntungan penjualan setelah diambil modal awal oleh pemilik.

4.6. Sumber Daya Lokal

Idealnya, sumberdaya Manusia (Human Capital), Sumberdaya Sosial dan Kelembagaan (Social and Institutional Assets), Sumber Daya Alam (Natural Resources) semuanya dapat dijalankan dan saling mendukung guna pengembangan dan pengelolaan usaha tani kebun dan ternak sapi oleh Kelompok tani Karya Agung.

Sumberdaya alam berupa lahan kebun garapan merupakan potensi yang besar untuk dapat dikembangkan. Kegiatan usaha kebun karet petani didukung dengan program peremajaan karet oleh Dinas Perkebunan yang bertujuan untuk mempertahankan tingkat produksi komoditi karet sebagai produk unggulan Kabupaten Tebo. Saat ini kelompok tani Karya Agung baru bisa memperoleh bantuan peremajaan berupa bibit karet super untuk kebutuhan 10 hektar lahan anggota kelompok. Padahal kebutuhan bibit karet untuk peremajaan kebun anggota mencapai 100 hektar lebih.

(38)

secara profesional dan belum berorientasi produksi. Padahal dengan potensi sumberdaya manusia yang terbiasa memelihara hewan ternak maka potensi peternakan ini dapat dikembangkan, dengan memasukkan teknologi yang tepat untuk pengelolaan peternakan maupun hasil pengolahan ternak.

Pengembangan ternak sapi didukung oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Tebo dengan program pengembangan populasi ternak untuk mencapai swasembada daging 2012. Pelaksanaan program dilakukan oleh Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Tebo melalui kegiatan pemberian bantuan ternak sapi bergulir. Namun program ini belum dapat diperoleh dan dimanfaatkan oleh kelompok tani Karya Agung.

4.7. Ikhtisar

Desa Giriwinangun terbentuk karena adanya program transmigrasi, mayoritas penduduk adalah para transmigrasi yang datang pada tahun 1979 dari Wonogiri Jawa Tengah. Mata pencarian utama penduduk dari sektor perkebunan karet dan pemeliharaan ternak sapi. Aktivitas tersebut dijalankan 80,17 persen penduduk yang bertempat tinggal di Desa Giriwinangun.

Letak Desa Giriwinangun cukup strategis, berada di pinggir jalan utama yang menghubungkan Ibukota Kabupaten Muara Tebo dengan Rimbo Bujang sebagai pusat perdagangan terbesar di Kabupaten Tebo. Kondisi ini tentu membawa dampak yang cukup baik bagi pemasaran hasil kebun karet dan ternak sapi Masyarakat Desa Giriwinangun khususnya kelompok tani Karya Agung.

(39)

Bila dilihat dari lokasi, sistem pemasaran, struktur komunitas, dukungan sumberdaya maka dapat diketahui bahwa kondisi kelompok tani yang ada di desa termasuk kelompok tani Karya Agung kurang berperan. Seharusnya kelompok tani dapat menjadi motor penggerak pengembangan aktivitas usaha kebun dan ternak di Desa Giriwinangun.

(40)

V. KEGIATAN DAN PERMASALAHAN KELOMPOK TANI

KARYA AGUNG

5.1. Pengembangan Ternak Sapi 5.1.1. Bantuan Ternak Sapi Bergulir

Pengembangan ternak sapi potong kelompok tani Karya Agung sudah dimulai sejak tahun 1984 melalui program bantuan ternak sapi bergulir IFAD (International Fund for Agricultural Development), bertujuan untuk mengembangkan ekonomi masyarakat desa melalui sektor peternakan. Program ini dilatar belakangi kebiasaan masyarakat eks transmigrasi berasal dari Kabupaten Wonogiri yang sudah terbiasa memelihara ternak sapi potong, dan kecukupan lahan sebagai penyedia pakan ternak sapi.

Pada awal pengembangan ternak sapi potong di kelompok tani Karya Agung masih banyak tersedia rumput liar yang menjadi sumber pakan utama ternak sapi, pada saat itu pohon karet masih kecil sehingga memberikan ruang bagi rumput liar untuk dapat tumbuh subur dan populasi ternak sapi di Desa Giriwinangun masih relatif sedikit baru ada 2 kelompok yang menggeluti usaha ternak termasuk kelompok Tani Karya Agung.

Dengan kecukupan pakan dan lahan perkebunan yang cukup luas di Desa Giriwinangun menjadi peluang dan potensi yang menjanjikan bagi pengembangan ternak sapi. Dengan dukungan program bantuan IFAD, kelompok tani Karya Agung dapat mengembangkan ternak sapi sebagai tambahan penghasilan keluarga.

Aturan program yang diterapkan saat bantuan ternak bergulir dijalankan yaitu bila petani mendapatkan bantuan sapi sepasang (Satu jantan dan satu betina) harus mengembalikan ternak sapi 3 ekor dengan umur yang sama saat bantuan diterima, bila mendapatkan bantuan betina indukan 1 ekor maka diwajibkan mengembalikan 2 ekor. Ternak sapi hasil pengembalian petani ini akan digulirkan lagi pada kelompok petani dan peternak lain.

(41)

Dampak dari program telah berhasil membuka wawasan masyarakat untuk mencari penghasilan tambahan dari ternak sapi. Karena sadar akan keuntungan memelihara ternak sapi, banyak juga diantara mereka membeli ternak sapi untuk mengembangkan usahanya. Tidak semata-mata mengandalkan bantuan dari program yang ada.

Bimbingan dan pendampingan PPL, diakui oleh kelompok sangat berguna bagi pengembangan usaha, karena mereka dapat lebih mengetahui cara yang baik dalam beternak dan menambah pengetahuan. Namun bimbingan yang ada hanya pada awal-awal program, dan dirasa kurang oleh petani. Seperti yang diungkapkan oleh salah seorang responden Bapak Mkm.

Kami ini petani pak, kurang mengetahui dengan benar cara beternak sapi. Ketrampilan yang kami miliki dalam beternak sapi itu pengetahuan dari Jawa dulu. Bila ada PPL yang datang melakukan pembinaan kami sangat senang, karena untuk keberhasilan usaha kami. PPL yang datang kesini untuk membina kelompok kami hanya pada awal program sapi IFAD dulu, sekarang PPL sangat jarang datang, sebulan sekali juga belum tentu.

Hasil wawancara dengan PPL realisasi pengembalian bantuan ternak sapi bergulir program IFAD oleh kelompok tani Karya Agung sekitar 75 persen, karena ada juga ternak sapi yang dipelihara petani terserang penyakit dan mati sehingga petani tidak dapat mengembalikan bantuan yang diberikan. Seperti yang diungkapkan Bapak Dwi PPL peternakan.

Kalau dulu pengembangan sapi melalui program IFAD pada kelompok tani Karya Agung cukup berhasil, paling banyak sekitar 25 persen yang kurang berhasil karena sapi bantuan itu mati. Akibatnya tidak dapat mengembalikan seperti ketentuan. Kalau sekarang itu pengembangan ternak masih dapat ditingkatkan pada kelompok Karya Agung hanya saja mereka itu mulai kesulitan memenuhi pakan ternak.

(42)

pengembalian bantuan bergulirpun tersendat dan tidak dapat dipenuhi sepenuhnya oleh kelompok tani sasaran program.

Kondisi pengembangan peternakan sapi kelompok tani Karya Agung saat ini tidak merata dan pasang surut, ada anggota yang sukses dalam menjalankan usaha ternak tapi ada juga yang kurang mendapatkan hasil yang baik. Kebanyakan kondisi usaha ternak anggota kelompok tani tidak ada kemajuan, dikarenakan petani dalam menjalankan aktivitas usaha ternaknya hanya bersifat sampingan dan dijadikan sebagai tabungan bila memerlukan kebutuhan uang. Petani tidak berorientasi produksi cenderung cepat puas atas apa yang telah dimiliki dan tidak ada inovasi dalam pengembangan ternak. keterampilan beternak sapi mereka lebih banyak berdasarkan pengalaman dan kebiasaan secara turun temurun.

Kelompok tani Karya Agung yang seharusnya berperan mengorganisasikan anggota untuk pengembangan usaha tidak dapat berbuat banyak, karena lemah dan kurang berjalan. ditandai dengan kelompok tidak dijadikan sebagai wadah pemecahan masalah yang ada pada pemeliharaan ternak, tidak ada saling tukar informasi antar anggota, tidak ada pertemuan rutin kelompok untuk membahas pengembangan usaha.

Untuk pengembangan ternak sapi potong ke depan perlu penguatan kelompok tani sebagai wadah pengembangan usaha petani, juga memerlukan sarana pengembangan usaha dengan kebutuhan bibit indukan ternak sapi, bimbingan pendampingan dan pelatihan kelompok serta kecukupan rumput sebagai sumber pakan.

Saat ini pada era otonomi daerah pengembangan ternak sapi di Kabupaten Tebo menjadi faktor yang sangat diperhitungkan sebagai usaha peningkatan pendapatan petani dan peternak, dengan digulirkannya program pengembangan populasi ternak sapi melalui bantuan bergulir berikut pembinaan dan pendampingan bagi kelompok tani yang juga bergerak pada usaha ternak sapi seperti kelompok tani Karya Agung.

Gambar

Gambar 1 : Kerangka berpikir Penguatan Kelompok Tani Karya Agung
Tabel 1   : Jadwal Pelaksanaan Kegiatan Kajian Pengembangan Masyarakat
Tabel 2 :  Tujuan, Jenis Data, Sumber Data dan Metode Analisis Lapangan di
Tabel 4   : Penduduk Desa Giriwinangun Menurut Umur dan Jenis Kelamin
+7

Referensi

Dokumen terkait