• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemberian Hak Atas Tanah Dalam Rangka Penanaman Modal Setelah Diundangkannya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pemberian Hak Atas Tanah Dalam Rangka Penanaman Modal Setelah Diundangkannya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBERIAN HAK ATAS TANAH DALAM RANGKA

PENANAMAN MODAL SETELAH DIUNDANGKANNYA

UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007

TENTANG PENANAMAN MODAL

TESIS

Oleh

EVALINA BARBARA MELIALA

067011114

/MKn

S

E K O L AH

P A

S C

A S A R JA

NA

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PEMBERIAN HAK ATAS TANAH DALAM RANGKA

PENANAMAN MODAL SETELAH DIUNDANGKANNYA

UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007

TENTANG PENANAMAN MODAL

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan

dalam Program Studi Kenotariatan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

EVALINA BARBARA MELIALA

067011114

/MKn

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

ABSTRAK

Investasi adalah merupakan salah satu penggerak proses penguatan perekonomian negara, karena itu dalam rangka kebijakan ekonominya beberapa negara berusaha keras untuk meningkatkan investasinya. Salah satu cara peningkatan investasi yang diharapkan adalah melalui investasi asing. Para investor diundang masuk ke suatu negara diharapkan dapat membawa langsung dana segar dengan harapan agar modal yang masuk tersebut dapat menggerakkan roda perusahaan/industri yang pada gilirannya dapat menggerakkan perekonomian suatu negara.Kebijakan investasi di Indonesia pada dasamya merujuk pada ketentuan pasal 33 UUD 1945. Hak atas tanah yang merupakan salah satu masalah pokok dalam investasi. Dari uraian di atas, pertanyaan utama penelitian ini adalah pengaturan pemberian hak atas tanah oleh negara sebagai pemegang HMN untuk investasi. Masalah di atas kemudian dirinci sebagai berikut :

1. Hubungan investasi dengan hukum pertanahan

2. Pengaturan hak atas tanah dalam rangka penanaman modal sebelum lahirnya

Undang-Undang nomor 25 Tahun 2007 tentang penanaman modal.

3. Pengaturan hak atas tanah dalam rangka penanaman modal setelah lahirnya

Undang-Undang nomor 25 Tahun 2007 tentang penanaman modal.

Penelitian ini merupakan tipe penelitian hukum normatif. Penelitian terhadap bahan hukum Primer dilakukan dengan menginventarisasi, mensistematisasi, menganalisis dan mengevaluasi peraturan perundang-undangan yang menyangkut kewenangan pemberian hak atas tanah oleh negara. Daftar lengkap peraturan perundang-undangan tersebut dimuat dalam daftar khusus dalam tesis ini.Pendekatan yang digunakan adalah statute approach dan historical approach, yaitu dengan melihat latar belakang lahirnya UUPA dan peraturan lain dibidang pertanahan dan investasi.

(4)

nasional, khususnya di bidang investasi. Kenyataan dibandingkan dengan UU PMA dan UU PMDN, UU PM memberikan hal yang baru yaitu semakin terbuka dan ramah terhadap pemodal asing. Setidaknya UU PMA masih menutup pintu bagi penguasaan asing terhadap cabang-cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak, dan mengharuskan kesertaan modal dalam negeri dalam perputaran modal asing. Berpijak pada asas perlakuan yang sama, UU PM tidak lagi membuat perbedaan perlakuan antara investor asing dan investor lokal tetapi memberikan perlakuan yang sama kepada semua investor dari negara manapun tanpa membedakan dari negara mana berasal. Padahal kondisi riel masyarakat kita sangat timpang saat dihadapkan pada kekuatan modal asing perlakuan sama ini mengundang protes dari beberapa kalangan yang pada akhirnya mengajukan Judicial Review atas UU khususnya Pasal 22 tentang pemberian hak atas tanah ini dikarenakan dianggap berlawanan dengan konstitusi dan menjual tanah bangsa kepada orang asing. Isi pasal ini dimentahkan dengan keluarnya Putusan Mahkamah Konstitusi tentang pemberian sekaligus dimuka karena dianggap bertentangan dengan UUD 1945 dan UUPA. Disarankan untuk pemerintah untuk memperhatikan regulasi peraturan perundag-undangan dalam bidang hukum pertanahan yang berkaitan dengan investasi sehinga dapat melahirkan produk hukum yang tegas dan tidak saling betentangan sehingga tidak ada anggapan bahwa produk hukum tersebut ditujukan untuk kalangan tertentu saja tanpa memikirkan kepentingan rakyat Indonesia dan negara.

(5)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT... iii

KATA PENGANTAR... v

RIWAYAT HIDUP... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Keaslian Penelitian ... 8

F. Kerangka Teori dan Konsepsi... 9

G. Metode Penelitian ... 14

BAB II HUBUNGAN INVESTASI DENGAN HUKUM PERTANAHAN ... 18

A. Tinjauan Hukum Tentang Investasi ... 18

B. Pranata Hukum... 29

C. Kebijakanm Investasi Indonesia ... 34

(6)

BAB III PEMBERIAN HAK ATAS TANAH DALAM RANGKA PENANAMAN MODAL SEBELUM LAHIRNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN

MODAL ... 75

A. Pemberian Hak atas Tanah dalam rangka Penanaman Modal Asing (PMA)... 74

B. Pemberian Hak atas Tanah dalam rangka Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)... 77

C. Perbedaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 Tentang Penanaman Modal Asing (PMA) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 Tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal ... 79

BAB IV PEMBERIAN HAK ATAS TANAH DALAM RANGKA PENANAMAN MODAL SETELAH LAHIRNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL ... 83

A. Hak-hak Atas Tanah yang Terbuka bagi Penanaman Modal... 87

B. Pengaruh Investasi Dalam Pengembangan Masyarakat Lokal .... 95

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 102

A. Kesimpulan ... 102

B. Saran ... 104

(7)
(8)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia saat ini memiliki banyak potensi sumber daya baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Keterbatasan modal membuat negara tidak dapat mengolah dan mengelola dengan baik sumber daya yang ada sehingga keterbatasan ini menghambat proses penguatan perekonomian negara. Investasi merupakan salah satu penggerak proses penguatan perekonomian negara, karena itu dalam rangka kebijakan ekonominya beberapa negara berusaha keras untuk meningkatkan investasinya. Salah satu cara peningkatan investasi yang diharapkan adalah melalui investasi asing.

Para investor diundang masuk ke suatu negara diharapkan dapat membawa langsung dana segar/fresh money dengan harapan agar modal yang masuk tersebut dapat menggerakkan roda perusahaan/industri yang pada gilirannya dapat menggerakkan perekonomian suatu negara.1

Kebijakan investasi di Indonesia pada dasamya merujuk pada ketentuan Pasal 33 UUD 1945. Esensialisasi Pasal 33 UUD 1945 adalah perekonomian Indonesia berorientasi pada ekonomi kerakyatan. Hal itu merupakan penuangan yuridis konstitusional dari amanat yang dikandung di dalam pembukaan UUD 1945, yaitu mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Di Indonesia kebijakan investasi ditegaskan melalui Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang dinyatakan berlaku diUndangkan pada tanggal 26 April 2007. Sebelum lahirnya Undang-Undang ini telah ada Undang-Undang lain yang mengatur yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 (diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1970, tentang Undang-Undang Penanaman Modal Asing (UUPMA)) dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 (diubah dan ditambah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1970 tentang Undang-Undang Penanaman Modal Dalam Negeri (UUPMDN)). Apabila dilihat latar belakang upaya modal asing masuk ke Indonesia jelas terkait dengan kepentingan dan kebutuhan akan modal untuk pembangunan ekonomi, khususnya melalui sektor industri, saat ini negara belum mampu untuk menyediakan sendiri modal guna melancarkan jalannya perekonomian dalam negeri sehingga memerlukan bantuan dana dari luar.2

Pengaturan investasi melalui Penanaman Modal, pada dasarnya meliputi hak atas tanah yang merupakan salah satu masalah pokok dalam investasi. Tanah merupakan modal dasar bagi para investor yang akan mengembangkan usahanya, oleh karena itu persoalan tanah bagi penanaman modal asing maupun domestik merupakan ganjalan, terutama karena kurang terjaminnya kepastian perpanjangan

1

http://.www.jiptunair.ac.id, ”Hak atas Tanah Dalam Kaitannya Dengan Investasi”, diakses tanggal 01 Juni 2007.

2

(9)

hak atas tanah.3 Para pengusaha terutama yang ingin melaksanakan bisnisnya dalam jangka panjang selalu meragukan tentang status dan proses pengurusan hak atas tanah terutama mengenai pendaftarannya, seperti diketahui bahwa bagi penanaman modal asing tidak dibenarkan untuk memperoleh hak atas tanah selain dari Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), dan Hak Pakai serta Hak Sewa, namun pemerintah menyadari bahwa untuk menunjang perekonomian negara suatu badan hukum atau seseorang dapat diberikan hak atas tanah sebagaimana tersebut diatas asalkan harus berada dan berkedudukan dan berdiri berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia.

Lahirnya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tidaklah mulus karena sebelum disahkan telah menimbulakan pro kontra baik dikalangan masyarakat, akademisi dan pengusaha. Bahkan RUU nya terancam di judicial review sebelum

disahkan karena dianggap dapat merugikan dan menggadaikan negara sendiri.4

Mereka berpendapat bahwa kebebasan yang diberikan terhadap para penanam modal khususnya investor asing dapat memberikan dampak yang negatif bagi iklim usaha dan ekonomi Indonesia. Ketergantungan terhadap penanaman modal ini menunjukkan kepada bangsa lain ketidakmandirian yang pada akhirnya dapat mengeksploitasi sumber daya yang ada di negara. Di pihak lain DPR memiliki alasan yang kuat yaitu demi kemakmuran rakyat Indonesia, dengan menganut paham neoliberalisme ini diharapkan menjadi daya tarik untuk para investor besar menanamkan modalnya, karena semakin besar modal yang ditanamkan semakin besar income negara dan memberikan lapangan kerja bagi sumber daya manusia dengan kata lain mengurangi tingkat pengangguran bersama itu tentunya meningkatkan pendapatan masyarakat.

Dengan melihat dampak yang dapat ditimbulkan dari adanya pemberian hak atas tanah dalam rangka penanaman modal terhadap kepemilikan atas tanah yang diatur di UUPA dan peraturan lainnya yang terkait dan juga bersamaan dengan telah diUndangkannya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Oleh karena itu penulis terinspirasi untuk mengangkat topik seputar pemberian hak dalam rangka penanaman modal dalam penelitian yang berjudul ”Pemberian Hak Atas Tanah Dalam Rangka Penanaman Modal Setelah DiUndangkannya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal”.

B. Permasalahan

Dari uraian di atas, pertanyaan utama penelitian ini adalah pengaturan pemberian hak atas tanah oleh negara untuk investasi setelah diUndangkannya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007.

Masalah di atas kemudian dirinci sebagai berikut :

1. Bagaimanakah hubungan investasi dengan hukum pertanahan?

3

Affan Mukti, ”UUPA Dalam Rangka Penanaman Modal Asing”, Medan, 1999, hal.1 4

http://.www.hukumonline.com, Begitu Lahir, Terancam Judicial Review

(10)

2. Bagaimanakah pengaturan hak atas tanah dalam rangka penanaman modal sebelum lahirnya Undang-Undang nomor 25 Tahun 2007 tentang penanaman modal?

3. Bagaimanakah pengaturan hak atas tanah dalam rangka penanaman

modal setelah lahirnya Undang-Undang nomor 25 Tahun 2007 tentang penanaman modal?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penulisan tesis ini dimaksudkan untuk :

1. Untuk mengetahui hubungan investasi dengan hukum pertanahan.

2. Untuk mengetahui pengaturan hak atas tanah dalam rangka penanaman

modal sebelum lahirnya Undang-Undang nomor 25 Tahun 2007 tentang penanaman modal.

3. Untuk mengetahui pengaturan hak atas tanah dalam rangka penanaman

modal setelah lahirnya Undang-Undang nomor 25 Tahun 2007 tentang penanaman modal.

C. Manfaat Penelitian

Berdasarkan permasalah dan tujuan tersebut, kegunaan penelitian diharapkan sebagai berikut:

1. Secara teoritis, penelitian ini dapat dijadikan bahan kajian terhadap

perkembangan yang terjadi berkaitan dengan pemberian hak dalam rangka penanaman modal.

2. Secara praktis, penelitian ini dapat menjadi bahan rujukan dalam praktek perjanjian-perjanjian mengenai pemberian hak atas tanah dalam rangka penanaman modal. Disamping itu juga diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan kepada praktisi, pelaku usaha, dan masyarakat di bidang penanaman modal.

D. Keaslian Penelitian

Berdasarkan informasi yang tersedia dan dengan menelusuri kepustakaan di lingkungan Universitas Sumatera Utara, maka penelitian dengan judul ”Pemberian Hak Atas Tanah Dalam Rangka Penanaman Modal Setelah

DiUndangkannya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal” belum pernah ada yang meneliti. Dengan demikian dapat

dikatakan bahwa penelitian ini adalah asli.

E. Kerangka Teori Dan Konsepsi

(11)

dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan-badan hukum”.5

Keterangan lebih lanjut dapat kita lihat Pasal 16 ayat (1) dan ayat (2) UUPA. Menurut ayat (1) bahwa hak-hak atas tanah sebagai mana dalam Pasal 4 adalah Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha, Hak Pakai, Hak Sewa, Hak Membuka Tanah, Hak Memungut Hasil Bumi dan Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tesebut diatas yang akan ditetapkan lebih lanjut, dengan UU serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagaimana yang disebut dalam Pasal 53.6

Menurut UU Nomor 25 Tahun 2007 Pasal 21 ada disebutkan pemberian fasilitas yaitu hak atas tanah. Hak atas tanah yang diberikan dalam rangka penanaman modal ialah Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), dan Hak Pakai.

Pengertian Hak Guna Usaha, menurut Pasal 28 ayat (1) UUPA, yang dimaksud dengan Hak Guna Usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara, dalam jangka waktu sebagaimana tersebut dalam Pasal 29, guna perusahaan pertanian, perikanan, atau peternakan. PP No. 40

Tahun 1996 menambahkan guna perusahaan perkebunan.7 Luas Hak guna Usaha

adalah untuk perseorangan luas minimalnya 5 Hektar dan luas maksimalnya 25 hektar. Sedangkan untuk badan hukum luas minimalnya 5 hektar dan luas maksimalnya ditetapkan oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional (Pasal 28 ayat (2) UUPA jo. Pasal 5 PP No. 40 Tahun 1996).

Yang dapat mempunyai (subjek hukum) Hak Guna Usaha menurut Pasal 30 UUPA jo. Pasal 2 PP No. 40 Tahun1996, adalah Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia berkedudukan di Indonesia (badan hukum Indonesia).

Pasal 35 UUPA memberikan pengertian Hak Guna Bangunan, yaitu hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 Tahun dan dapat diperpanjang lagi untuk jangka waktu paling lama 20 tahun. Pasal 37 UUPA menegaskan bahwa Hak Guna Bangunan terjadi pada tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain. Sedangkan Pasal 21 PP No. 40 Tahun 1996 menegaskan bahwa tanah yang dapat diberikan dengan Hak Guna Bangunan adalah tanah negara, tanah hak pengelolaan, atau tanah Hak Milik.

Menurut Pasal 41 ayat (1) UUPA, yang dimaksud dengan Hak Pakai adalah hak untuk menggunakan dan atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain, yang memberi

5

Urip Santoso, ”Hukum Agraria dan Hak-Hak Atas Tanah ”, Jakarta, Prenada Media, 2005, hal. 87.

6

Affan Mukti, ”UUPA Dalam Rangka Penanaman Modal Asing”, op.cit, hal.4. 7

(12)

wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan UUPA.

Ketiga hak diatas inilah yang diberikan dalam Penanaman modal di negara kita. Sekarang mari kita lihat pengertian penanaman modal itu sendiri.

Istilah penanaman modal sebenarnya adalah terjemahan dari bahasa Inggris yaitu investment. Penanaman modal atau investasi sering kali dipergunakan dalam artian yang berbeda-beda. Perbedaan penggunaan istilah investasi terletak pada cakupan dari makna yang dimaksud.8

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 memberi pengertian tentang penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia. Angka 2 memuat pengertian “Penanaman modal dalam negeri” adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal dalam negeri dengan menggunakan modal dalam negeri. Menurut Pasal 1 angka 3 yang dimaksud dengan “Penanaman modal asing” adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri.

Penanaman modal ini tentunya memiliki tujuan. Adapun tujuannya menurut Pasal 3 ayat (3) UU No. 25 tahun 2007 antara lain meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan, meningkatkan kemampuan daya saing dunia usaha nasional, meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional, mendorong pengembangan ekonomi kerakyatan, mengolah ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi rill dengan menggunakan dana yang berasal, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

F. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan tipe penelitian hukum normatif. Penelitian Hukum normatif yang dimaksudkan disini adalah penelitian hukum yang menguraikan bahan data sekunder. Data sekunder ini diperoleh dari penelusuran bahan-bahan kepustakaan, terutama bahan-bahan hukum primer, sekunder dan tertier. Penelitian terhadap bahan hukum Primer dilakukan dengan menginventarisasi, mensistematisasi, menganalisis dan mengevaluasi peraturan perUndang-Undangan yang menyangkut kewenangan pemberian hak atas tanah oleh negara.

8

(13)

a. Jenis Penelitian

Penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian hukum normatif yaitu penelitian terhadap asas-asas hukum.9 Penelitian hukum normatif atau doktriner karena penelitian ini dilakukan atau ditujukan pada peraturan-peraturan tertulis atau bahan hukum lain. Penelitian hukum normatif yang dilakukan mengutamakan penelitian mengenai peraturan-peraturan hukum, bahan pustaka/literature, makalah-makalah, surat kabar serta tulisan-tulisan yang dikumpulkan melalui media internet yang berkaitan dengan pemberian hak atas tanah dalam rangka penanaman modal.

b. Bahan Penelitian

Sumber data diperoleh:10

b.1. Bahan Hukum Primer, yaitu peraturan perUndang-Undangan, antara lain Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha, dan Hak Pakai..

b.2. Bahan Hukum Skunder, yaitu berupa bahan atau tulisan yang menjelaskan bahan hukum primer. Seperti diktat, makalah-makalah seminar, majalah, berbagai artikel dari surat kabar dan bahan skunder lainnya yang berkaitan dengan pemberian hak dalam rangka penanaman modal.

b.3. Bahan Hukum Tersier, yaitu berupa kamus dan ensiklopedia.

c. Analisis Data

Dalam suatu penelitian sangat diperlukan suatu analisis data yang berguna untuk memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Penelitian dengan menggunakan metode kualitatif bertolak dari asumsi tentang realitas atau fenomena sosial yang bersifat unik dan komplek. Padanya terdapat regularitas atau pola tertentu, namun penuh dengan variasi (keragaman).11

9

Bambang, Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2006, hal.184

10

Ibid, hal. 184. 11

Burhan Bungi, Analisa Data Penelitian Kualitatif, Pemahaman Filosofis dan

Metodologis Kearah Penguasaan Modal Aplikasi, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2003,

(14)

BAB II

HUBUNGAN INVESTASI DENGAN HUKUM PERTANAHAN

A. Tinjuan Umum Tentang Investasi

Sejak era reformasi, jumlah investasi, khususnya investasi asing, yang masuk ke Indonesia mengalami penurunan yang sangat signifikan.12 Berdasarkan hasil inventarisasi BKPM, terdapat dua kendala yang dihadapi dalam menggerakkan investasi di Indonesia, yaitu kendala internal dan eksternal.13 Salah satu yang menjadi kendala eksternal adalah adanya peraturan daerah, keputusan menteri, Undang-Undang yang turut mendistorsi kegiatan penanaman modal. Berkaitan dengan masalah tersebut, pemerintah melakukan perubahan yang cukup radikal, yaitu dengan melakukan perubahan terhadap terhadap Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang penanaman modal Asing dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri karena kedua Undang-Undang tersebut dinilai tidak sesuai lagi dengan tantangan dan kebutuhan untuk mempercepat perkembangan ekonomi nasional. Dengan Undang-Undang yang baru, yaitu Undang-Uandang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, diharapkan jumlah investasi yang ditanam di Indonesia meningkat karena Undang-Undang ini tidak hanya memberikan kepasrian hukum dan transparansi, tetapi juga memberikan fasilitas atau kemudahan bagi para investor, seperti fasilitas pelayanan imigrasi, fasilitas Hak atas tanah, fasilitas perizinan impor, dan lain-lain yang selama ini kurang diberikan oleh Undang-undang sebelumnya. 14

Adapun bentuk atau model investasi ada beberapa versi sebagaimana

yang dikemukakan oleh Michael J. Trebilcock dan Robert Howse,15 investasi

langsung asing biasanya menggunakan satu dari tiga bentuk berikut : pemberian dana modal misalnya dalam joint venture atau pabrik baru; investasi baru untuk pendapatan perusahaan dan penjaminan jaringan melalui perusahaan induk atau partnernya.

Penanaman modal di Indonesia telah berkembang cukup lama dalam kurun waktu kurang lebih 40 tahun, dimana dalam kurun waktu tersebut, kegiatan penanaman modal di Indonesia, baik penanamaan modal asing maupun penanaman modal dalam negeri telah berkembang dan memberikan kontribusi dalam mendukung pencapaian sasaran pembangunan nasional. Upaya modal asing masuk ke Indonesia jelas terkait dengan kepentingan dan kebutuhan akan modal untuk pembangunan ekonomi, khususnya melalui sektor industri.

Mencermati peran penanaman modal cukup signifikan dalam membangun perekonomian, tidaklah mengherankan jika diberbagai negara di dunia dalam

12

Salim Hs, Budi Harsono, Hukum Investasi Di Indonesia, Rajawali Pers,PT Grafindo, Jakarta, 2008, hal 3.

13

Ibid., hal.4. 14

Salim Hs, Budi Harsono, Hukum Investasi Di Indonesia, Rajawali Pers,PT Grafindo, Jakarta, 2008, hal 1

15

(15)

dekade terakhir ini, baik Negara-negara maju maupun negara-negara berkembang berusaha secara optimal agar negaranya dapat menjadi tujuan investasi asing. Dilain pihak, dari sudut pandang investor adanya keterbukaan pasar di era globalisasi membuka peluang untuk berinvestasi diberbagai negara. Tujuannya sudah jelas yakni bagaimana mencari untung, sedangkan negara penerima modal berharap ada partisipasi penanaman modal atau investor dalam pembangunan nasional.

Dilihat dari perspektif hukum ada aturan yang jelas. Itulah sebabnya mengapa para pemimpin pemerintah mengadakan berbagai pertemuan Internasional untuk menyatukan persepsi dalam merumuskan norma-norma yang terkait dengan investasi. Sebagai contoh dapat dikemukakan disini, dalam berbagai pertemuan para pemimpin APEC, telah disepakati berbagai hal antara lain pada pertemuan bulan November 1994, Indonesia sebagai tuan rumah pertemuan anggota APEC mengeluarkan deklarasi yang di kenal dengan ‘’Deklarasi Bogor’’ . Dalam pertemuan tersebut, para pemimpin negara anggota APEC menyepakati sejumlah asas-asas yang tidak mengikat dalam bidang investasi (nonbinding investment principles), antara lain :

Transparency (keterbukaan), Nondiscriminatory between source economics (non

diskriminasi antar sumber ekonomi), National treatment (perlakuan sosial),

Investment incentives (rangsangan investasi), Performance requirement

(persyaratan kinerja), Dispute settlement (penyelesaian sengketa), Avoidance of

double taxation (penghindaran pajak berganda), Investor behavior (prilaku

investor), Removal of barriers to foreign capital (penghapusan rintangan modal asing) dan penyelesaian sengketa Penanaman Modal Asing (PMA) melalui lembaga arbitrasi.16

Untuk memacu kegiatan investasi, Pemerintah Indonesia ketika memasuki awal tahun 2002 telah menyanangkan sebagai tahun investasi. Namun tingkat kehadiran investor asing ke Indonesia belum berjalan sesuai dengan harapan. Jika ditelusuri lebih seksama mengapa kegiatan investasi masih berjalan lamban, agaknya ada beberapa faktor yang cukup mempengaruhi, 17 antara lain :

a. Faktor Politik

Salah satu yang menjadi pertimbangan bagi investor untuk menanamkan modalnya ke suatu Negara adalah kondisi politiknya stabil atau tidak. Dalam hal ini menarik menyimak pendapat yang dikemukakan oleh Sondang P. Siagian: Jika suatu Negara hendak mengundang investor asing dalam rangka pembangunan ekonominya, maka ada beberapa hal yang harus diperhatikan yakni bahwa kesalahan (legitimacy) pemerintah yang sedang berkuasa berada pada tingkat yang tinggi, oleh karena itu kesalahan yang tinggi tersebut duduga akan menjamin kontinuitas dari pemerintah yang bersangkutan, Pemerintah harus dapat menciptakan suatu iklim yang merangsang untuk penanaman modal asing tersebut. Artinya bahwa kepada pada penanaman modal asing harus diberikan

16

Lihat M. Solly Lubis, Sistem Nasional, Bandung, Mandar Maju. 2002, hal 35. Lihat juga Huala Adolf, Perjanjian Penanaman Modal Dalam Hukum Perdagangan Internasional (WTO), Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2004, hal 10

17

(16)

keyakinan bahwa modal yang mereka tanamkan memberikan kepada mereka keuntungan yang wajar sebagaimana halnya apabila modal tersebut ditanam di tempat lain, baik di negara asalnya sendiri maupun di negara lain, Pemerintah perlu memberikan jaminan kepada para penanam modal asing tersebut, bahwa dalam hal terjadinya goncangan politik didalam negeri, maka modal mereka akan dapat dikembalikan kepada pemiliknya dan badan usaha mereka tidak dinasionalisasikan, Pemerintah harus dapat menunjukkan bahwa pemerintah itu mempunyai kesungguhan dalam memperbaiki administrasi negaranya, agar dalam hubungannya dengan penanam modal asing itu, maka permintaan izin dan hal lain yang menyangkut pembinaan usaha tidak mengalami perubahan-perubahan birokratisme yang negatif akan tetapi dapat berjalan lancar dan memuaskan.”18

Disini terlihat yang sering kali mejadi perhatian investor adalah legitimasi dari pemerintah yang sedang berkuasa. Hal ini memang ada kaitannya dengan resiko yang akan dihadapi oleh investor.

b. Faktor Ekonomi

Faktor ekonomi dan politik dalam investasi merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain, artinya adanya stabilitas politik dapat menggerakkan roda perekonomian. Hal ini terlihat juga pandangan yang cukup kritis dari harian umum Kompas dalam editorialnya dikemukakan :

“Dalam kondisi dunia yang lebih terbuka, kita tidak bisa hanya asik dengan diri kita sendiri. Kita tidak cukup hanya berteriak-teriak bahwa diri kita ini menarik, padahal kenyataannya tidaklah seperti itu. Semua Negara sekarang ini berlomba untuk mempercantik dirinya. Mereka mencoba menawarkan insentif yang lebih baik agar para pengusaha tertarik untuk masuk ke negaranya. Intinya, semua berlomba untuk membuat biaya produktif seefisien mungkin sehingga pengusaha dengan mudah berhitung bahwa usaha keras yang akan mereka lakukan bukanlah pekerjaan yang sia-sia.”19

c. Faktor Hukum

Selain faktor politik dan ekonomi, faktor lain yang menjadi pertimbangan bagi investor untuk menanamkan modalnya adalah masalah kepastian hukum. Berbagai ketentuan hukum yang terkait dalam investasi dirasakan perlu untuk menyesuaikan dengan berbagai perjanjian multilateral, regional maupun bilateral

yang diikuti oleh Pemerintah Indonesia.20 Sebagaimana dikemukakan oleh

Gunarto Suhardi :

“Ada banyak persetujuan lainnya diantara kelompok anggota-anggota PBB dalam berbagai hal yang menjadi hukum internasional yang

18

Sondang P. Siagian. Administrasi Pembangunan. Jakarta, Gunung Agung, 1985, Cet ke-11, hal 88

19

Lihat Harian Umum Kompas edisi 17 April 2004 dengan Tajuk “Saatnya Untuk Berinvestasi”.

20

(17)

mempengaruhi ekonomi rakyat berbagai Negara. Satu contoh yakni perbaikan pengaturan perdagangan dunia yang sangat mempengaruhi kepada kelancaran hubungan ekonomi antar Negara khususnya ekspor, impor dan perdagangan internasional. Pengaturan yang dimaksud ini adalah General Agreement on Tariffs and Trade, GATT.”21

B. Pranata Hukum

Dasar hukum mengenai penanaman modal di Indonesia diawali dengan pemberlakuan Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 tentang penanaman modal asing yang kemudian diubah dengan Undang-Undang No. 11 Tahun 1970 tentang perubahan dan Tambahan Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan Udang-Undang No. 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri sebagaimana kemudian diubah dengan Undang No. 12 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang No. 6 Tahun 1968.

Penggantian ini didasarkan karena kedua Undang-Undang Penananman Modal tersebut sudah tidak sesuai lagi dengan tantangan dan kebutuhan untuk mempercepat perkembangan perekonomian nasional melalui kontruksi pembangunan hukum nasional di bidang penanaman modal yang berdaya saing dan berpihak pada kepentingan nasional.22

Jika dicermati secara seksama apa yang dicita-citakan oleh para pendiri Republik ini sungguh menakjubkan yakni bagaimana mensejahterakan masyarakat. Namun patut disadari bahwa untuk mencapai tujuan tersebut tidak segampang membalik telapak tangan, namun memerlukan kerja keras semua pihak. Sarana yang dipakai dalam mencapai tujuan tersebut yakni melalui pranata pembangunan. Untuk melaksanakan pembangunan tersebut tidak dapat dipungkiri membutuhkan modal yang tidak sedikit. Bila hanya mengandalkan modal dari sumber dana pemerintah, hampir dapat dipastikan agak sulit mencapai tujuan yang dicita-citakan oleh para pendiri Republik ini. Untuk itu perlu dicari sumber dana lain. Salah satu sumber modal yang dapat dimanfaatkan adalah melalui pranata hukum penanaman modal.23

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal (UUPM) dikemukakan, penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan penanaman modal, baik dalam penanaman modal dalam negeri maupun penanaman modal asing untuk melakukan usaha di Wilayah Negara Republik

Indonesia.24 Ketentuan Peralihan Undang-Undang No. 25 Tahun 2007

menentukan tetap berlakunya beberapa ketentuan perUndang-Undangan yang merupakan pelaksanaan dari Undang-Undang Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri. Berdasarkan ketentuan peralihan tersebut (vide Pasal 37 ayat 1), sebelum dikeluarkan peraturan pelaksanaan dari

21

Gunarto Suhardi. Peranan Hukum Dalam Pembangunan Ekonomi. Yogyakarta. Unika Atmajaya, 2002, Cet. 1. hal 30

22

Dhaniswara K. Harjono, Opcit., hal. 77 23

Sentosa Sembiring, Opcit., hal. 58-59. 24

(18)

Undang Penanaman Modal No. 25 Tahun 2007, peraturan pelaksanaan yang lama dinyatakan tetap berlaku.

C. Kebijakan Investasi Indonesia

Salah satu ciri umum negara terbelakang adalah kelangkaan modal. Sebab utama kelangkaan modal adalah kecilnya tabungan atau lebih tepat kurangnya investasi di dalam sarana produksi yang mampu menaikkan tingkat pertumbuhan ekonomi.

Tabel1. Paket Kebijakan Investasi Indonesia25

Kebijakan Program

UMUM

1. Mengubah Undang-Undang (UU) Penanaman Modal yang memuat prinsip-prinsip dasar, antara lain: perluasan definisi modal, transparansi, perlakuan sama investor domestik dan asing (di luar

Negative List) dan Dispute Settlement.

2. Mengubah peraturan yang terkait dengan penanaman modal. 3. Revitalisasi Tim Nasional Peningkatan Ekspor dan Peningkatan

Investasi. A. Memperkuat kelembagaan

pelayanan investasi.

4. Percepatan perizinan kegiatan usaha dan penanaman modal serta pembentukan perusahaan

B. Sinkronisasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah (Perda).

Peninjauan Perda-Perda yang Menghambat investasi.

C. Kejelasan Ketentuan mengenai kewajiban analisa mengenai dampak lingkungan (AMDAL).

Perubahan keputusan Menteri Negara (Kepmeneg) Lingkungan Hidup tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Wajib AMDAL.

KEPABEANAN DAN CUKAI

1. Percepatan Proses pemeriksaan kepabeanan. A. Percepatan arus barang.

2. Percepatan Pemrosesan kargo dan pengurangan biaya di Pelabuhan Tanjung Priok dan Bandara Internasional Soekarno Hatta. 1. Perluasan fungsi Tempat Penimbunan Berikat (TPB) dan perubahan

beberapa konsep tentang Kawasan Berikat agar menarik bagi investor untuk melakukan investasi.

2. Penyempurnaan Ketentuan TPB. 3. Otomasi kegiatan di TPB B. Pengembangan Peranan Kawasan

Berikat.

4. Peningkatan Pemberian fasilitas kepabeanan di kawasan berikat. C. Pemberantasan Penyelundupan. Peningkatan Kegiatan pemberantasan penyelundupan.

D. Debirokratisasi di Bidang Cukai. Mempercepat proses registrasi dan permohonan fasilitas cukai. PERPAJAKAN

1. Melakukan penyempurnaan atas UU tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Pajak Penghasilan, dan Pajak Pertambahan Nilai Barang & Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. 2. Pemberian fasilitas pajak penghasilan kepada bidang-bidang usaha

tertentu. A. Insentif Perpajakan Untuk investasi.

3. Menurunkan tariff pajak daerah yang berpotensi menyebabkan kenaikan harga/jasa.

1. Mengubah tariff PPh.

2. Peninjauan Ketentuan pembayaran pajak bulanan

(prepayment/installment).

B. Melaksanakan sistem "self assesment" secara konsisten.

3. Perbaikan jasa pelayanan pajak untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya pembayaran pajak.

1. Menghapus penalti PPN.

2. Meningkatkan daya saing ekspor jasa. C. Perubahan Pajak Pertambahan Nilai

(PPN) untuk mempromosikan

ekspor. 3. Meningkatan daya saing produk pertanian (Primer). 1. Menerapkan Kode Etik Petugas/Pejabat Pajak D. Melindungi hak wajib pajak.

2. Mereformasi Sistem Pembayaran Pajak.

25

(19)

1. Tax Audit, Investigation dan Disclosure.

E. Mempromosikan Transparansi dan

disclosure. 2. Meningkatkan Pengetahuan masyarakat mengenai Pajak.

KETENAGAKERJAAN

1. Mengubah UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. A. Menciptakan Iklim Hubungan

Industrial yang Mendukung perluasan lapangan kerja.

2. Mengubah peraturan Pelaksanaan UU Nomor 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.

B. Perlindungan Dan penempatan TKI di luar negeri.

Mengubah UU Nomor 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri

C. Penyelesaian Berbagai perselisihan hubungan industrial secara cepat, murah dan berkeadilan.

Implementasi UU Nomor 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.

D. Mempercepat Menkum & HAM. Proses penerbitan perizinan ketenagakerjaan.

Mengubah UU/ Peraturan/Surat Keputusan/Surat Edaran terkait.

E. Penciptaan pasar tenaga kerja

fleksibel dan produktif. Pengembangan Bursa Kerja dan Informasi Pasar Kerja. F. Terobosan Paradigma

pembangunan transmigrasi dalam rangka perluasan lapangan kerja.

Mengubah UU Nomor 15 Tahun 1997 tentang Ketransmigrasian.

USAHA KECIL, MENENGAH DAN KOPERASI

1. Penyempurnaan peraturan yang terkait dengan perijinan bagi UKMK.

2. Pengembangan Jasa Konsultasi Bagi Industri Kecil dan Menengah (IKM).

3. Peningkatan akses UKMK kepada sumber daya financial dan sumber daya produktif lainnya.

Pemberdayaan Usaha Kecil, Menengah dan Koperasi/UKMK

4. Penguatan Kemitraan Usaha Besar dan UKMK.

Sumber : INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2006

Keluarnya paket kebijakan investasi tersebut diharapkan mampu mendongkrak kinerja investasi di Indonesia. Sebab, pemerintah menyadari bahwa investasi dapat diharapkan memberikan nilai bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Kisaran angka 6-7% merupakan target pertumbuhan ekonomi di era pemerintahan Kabinet Persatuan.26 Hal ini wajar, karena sebelum dilanda krisis

pada 1997, pertumbuhan ekonomi Indonesia berada pada 7,8%.27 Untuk

mendongrak pertumbuhan ekonomi, tak pelak bahwa investasi harus menjadi program yang dikelola secara serius. Berdasarkan sumber di Bappenas dan BKPM untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 4,8% di tahun 2004 dibutuhkan nilai investasi Rp 479,9 triliun, pertumbuhan ekonomi 5,0% di tahun 2005 dibutuhkan investasi Rp 379,8 triliun, dan pada tahun 2006 untuk pertumbuhan ekonomi 5,5% dibutuhkan investasi Rp 471,4 triliun.28

a. Beberapa Permasalahan dalam Kebijakan Investasi Dalam Kaitannya Dengan Daerah

Ada sejumlah faktor yang sangat berpengaruh pada baik-tidaknya iklim berinvestasi di Indonesia. Faktor-faktor tersebut tidak hanya menyangkut stabilitas politik dan sosial, tetapi juga stabilitas ekonomi, kondisi infrastruktur dasar (listrik, telekomunikasi dan prasarana jalan dan pelabuhan), berfungsinya sektor pembiayaan dan pasar tenaga kerja (termasuk isu-isu perburuhan), regulasi dan perpajakan, birokrasi (dalam waktu dan biaya yang diciptakan), masalah

good governance termasuk korupsi, konsistensi dan kepastian dalam kebijakan

26

Pikiran Rakyat, terbit tanggal 20 Maret 2006 27

(20)

pemerintah yang langsung maupun tidak langsung mempengaruhi keuntungan neto atas biaya resiko jangka panjang dari kegiatan investasi, dan hak milik mulai dari tanah sampai kontrak. Dalam hal ini permasalahan tersebut dilihat dalam konteksnya dengan daerah.

Dalam Laporan WEF (The World Economic Forum) tahun 2005 terlihat ada sejumlah faktor-faktor yang mempengaruhi masuknya investasi ke dalam negeri.

Tabel 2. Problem Utama dalam Investasi (%)29

Problem Th M S ID F V In

Kondisi infrastruktur buruk Kebijakan tidak jelas & tidak pasti Perpajakan sulit dan rumit

Kesulitan & rumitnya prosedur perdagangan Upah makin mahal

Isu tenaga kerja/buruh (seperti demonstrasi), dll. 15,6

Keterangan: Th: Thailand, M: Malaysia, S: Singapura, ID: India, F: Filipina, V: Vietnam, I: Indonesia

WEF dalam laporannya menyajikan bahwa salah satu indiakator penilaian suatu negara dianggap menarik adalah lama hari pelayanan izin. Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa dibandingkan dengan sejumlah negara lain Indonesia belum memberikan ‘pemikat’ maksimal. Jumlah prosedur yang harus dilewati sekitar 11-12 prosedur dengan lama hari 151 hari (+ 5 bulan). Selain itu ada beberapa ijin yang harus dilengkapi terlebih dahulu, antara lain : ijin keselamatan kerja, ijin prinsip, ijin gangguan, ijin lokasi, IMB, dan ijin lingkungan hidup.

b. Penguatan Kelembagaan Publik Pemerintah Pusat dan Daerah

Ada tiga alasan mengatakan bahwa sebuah kebijakan dikatakan berhasil,

pertama memang kebijakannya efektif baik secara substantive maupun teknis, kedua ‘operating board’ nya yang bagus, artinya kinerja mereka dilaksanakan

secara efisien, efektif, terencana, dan berhasil. Ketiga, kebijakan dan badan

pelaksananya memang bagus.30 Dari hal di atas setidaknya minimal ada dua

bagian penting dalam menjalankan sebuah kebijakan yaitu kebijakan itu sendiri dan lembaga yang menjalankannya. berdasarkan hal tersebut, paling tidak ketiga kondisi tersebut secara sederhana menggambarkan faktor-faktor apa yang sebenarnya mendasari sebuah kebijakan bisa berhasil.

c. Tingkat Pemerintah Pusat

Dalam hal ini, sebenarnya pemerintah sudah melakukan beberapa tindakan, yang salah satunya adalah dengan membentuk tim khusus. Hal ini tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 2006 tentang Tim Nasional Peningkatan Ekspor Dan Peningkatan Investasi yang menggantikan Kepres Nomor 87 Tahun 2003. Tugas Tim ini sendiri adalah a) merumuskan kebijakan umum peningkatan ekspor dan peningkatan investasi; b) menetapkan langkah-langkah yang diperlukan dalam rangka peningkatan ekspor dan peningkatan investasi; c) mengkaji dan menetapkan langkah-langkah penyelesaian permasalahan strategis yang timbul dalam proses peningkatan ekspor dan peningkatan investasi.

Tabel 3.

29 Kompas terbit pada tanggal 22 Juni 2006. 30

(21)

Kebijakan dan Perilaku Pemerintah yang memperngaruhi keputusan investasi31

Berdasarkan hal tersebut, salah satu terobosan yang perlu dilakukan adalah dalam bidang pelayanan. Pelayanan dalam hal apapun, terutama yang menyangkut perijinan, fasilitas insentif, dan berbagai kemudahan-kemudahan lain. Namun tetap, hal tersebut jangan sampai merugikan dan memberikan damapk balik yang buruk. Salah satu inovasi yang dilakukan adalah konsep pelayanan satu atap. Tujuannya adalah agar pusat dan daerah bisa memberikan pelayanan kepada investor dengan cepat, sehingga rentang waktu untuk mengurus perijinan tidak lama dan berbelit-belit. Tetapi kenyataannya, hal tersebut tidak cukup memberikan pengaruh yang signifikan, sebab pungutan liar tetap ada walaupun sistem pelayanannya sudah diubah.

Tingkat Pemerintah Daerah

Untuk tingkat pemerintahan daerah ada beberapa hal yang perlu dibenahi :

a. Infrastruktur Daerah

Salah satu kekurangan besar dalam proses pembangunan ekonomi Indonesia terletak pada minimnya infrastruktur yang mendukung proses tersebut. Infrastruktur tersebut bukan hanya dalam lingkup overhead ekonomi tetapi juga

overhead sosial. Oleh karena itu sangat sulit mengharapkan daerah bisa

menampung dan mengelola dana investasi yang masuk, karena dari segi fasilitas tidak memungkinkan. Selain itu pembangunan infrastruktur yang dibutuhkan juga menyerap dana yang besar, sehingga logis bila dana yang dimiliki daerah lebih banyak digunakan untuk menyediakan fasilitas tersebut.

Permasalahan lainnya adalah ketersediaan pasar di daerah. Pasar mutlak harus tersedia di daerah, sebab disitulah terjadi proses penawaran dan pembelian. Luas lingkup pasar atau ‘market range’ juga perlu dibangun. Daerah harus

31

(22)

mampu menyediakan keterhubungan pasar di wilayahnya dengan pasar di wilayah lain, baik dalam lingkup nasional, regional maupun internasional. Daya saing daerah dan diferensiasi produk/jasa dari daerah bisa terjadi bila pasar cukup luas dan mampu mempengaruhi kreativitas iklim usaha di daerah. Oleh karena itu, salah satu faktor pembangun dan penyangga kemampuan pasar adalah ketersediaan infrastruktur ekonomi dan sosial.

b. Sinkronisasi Regulasi dan ‘Infrastuktur’ Regulasi

Diberikannya kewenangan dan kebebasan kepada daerah untuk memperbaiki kondisi sosial dan ekonomi daerahnya mengUndang sejumlah permasalahan. Salah satunya adalah tumpang tindih antara peraturan pusat dengan peraturan daerah, terutama dalam bidang ekonomi. Departemen Dalam Negeri serta KPPOD menyatakan bahwa terdapat ratusan Perda yang tidak sinkron dengan peraturan di atasnya. Perda bermasalah tersebut melanggar asas perUndang-Undangan secara materil. Ketidaksinkronan tersebut menyebabkan sejumlah peraturan pusat tidak mempunyai pengaruh, sebaliknya perda yang diterbitkan oleh daerah dipandang sebagi regulasi tunggal daerah.

c. Reformasi Birokrasi di Daerah

Permasalahan penting lainnya menyangkut pelaksanaan kebijakan investasi adalah peran dan fungsi birokrasi daerah. Birokrasi mempunyai pengaruh yang kuat dalam menentukan iklim dan budaya wilayah kerjanya. Hal tersebut tentu saja sangat bersentuhan dengan segala aspek baik internal maupun eksternal. Dalam lingkungan eksternal masyarakat dan pelaku usaha merupakan pihak yang merasakan langsung tingkah laku dan kebijakan birokrasi. Sebab bangunan lembaga birokrasi terdiri dari SDM, wewenang dan tanggung jawab, serta struktur dan budaya kerja tersendiri. Hal ini seperti yang diungkapkan Miftah Toha bahawa Lembaga birokrasi merupakan suatu bentuk dan tatanan yang mengandung struktur dan kultur. Struktur mengetengahkan susunan dari suatu tatanan, dan kultur mengandung nilai (values), sistem, dan kebiasaan yang dilakukan oleh para pelakunya yang mencerminkan perilaku dari sumberdaya manusianya. Oleh karena itu reformasi kelembagaan birokrasi meliputi reformasi susunan dari suatu tatanan birokrasi pemerintah, serta reformasi tata nilai, tata sistem, dan tata perilaku dari sumber daya manusianya. 32

Salah satu cara yang dilakukan pemerintah untuk menata birokrasi pemerintahan dalam hal menunjang kebijakan investasi adalah dengan dikeluarkannya Keppres Nomor 29 tahun 2004 tentang penyelenggaraan penanaman modal dalam rangka penanaman modal asing dan penanaman modal dalam negeri melalui sistem pelayanan satu atap. Tujuan yang ingin dicapai adalah dalam rangka meningkatkan efektivitas dalam menarik investor untuk melakukan investasi di Indonesia, sehingga dipandang perlu untuk menyederhanakan sistem pelayanan penyelenggaraan penanaman modal dengan metode diatas. Namun sebenarnya ada permasalahan lain dengan Keppres tersebut berkaitan dengan wewenang daerah dalam UU 32 tahun 2004 tentang Otonomi Daerah. Ada tiga kategori kelembagaan dan peran pelayanan satu pintu berdasarkan best practices di daerah. Ketiga kategori tersebut adalah Pertama,

32

(23)

unit pelayanan itu menginduk pada kelembagaan pemda yang sudah ada, misalnya bagian perekonomian sekretariat daerah, dinas informasi dan komunikasi, dan sebagainya. Namun, tugas unit itu di setiap daerah selalu berbeda. Kedua, pelayanan satu atap ditangani oleh sebuah kantor khusus yang dipimpin pejabat eselon III. Meski demikian, fungsi yang diterapkan setiap daerah berbeda-beda..

D. Hubungan Hak Atas Tanah Dengan Investasi

Fundamentalisme pasar telah mempengaruhi kekuatan mayoritas legislator dan pemerintah yang dipilih langsung oleh rakyat, sehingga hak atas tanah dilegalkan sebagai penarik investasi. Disinilah kompetisi yang sebenarnya terjadi sehingga hak guna usaha dapat diberikan dengan jumlah 95 (sembilan puluh lima) tahun dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 60 (enam puluh) tahun dan dapat diperbarui selama 35 (tiga puluh lima) tahun sebagaimana dirumuskan di Pasal 22 UU Penanaman Modal.

Ketentuan tersebut semakin menyempurnakan bekerjanya dependency

theory secara total dimana negara-negara kaya menyerap surplus value dari

negara-negara dunia ketiga melalui eksploitasi raw material. Dalam teori ini, maka tanah dan bahan baku hanya sebagai sumber utama pendapatan negara. Argumentasi yang memaparkan kisah panjang konflik sumber daya agraria antara rakyat dengan penjajah Belanda dan antara rakyat dengan korporasi besar tidak mampu membendung pencantuman hak atas tanah.

(24)

BAB III

PEMBERIAN HAK ATAS TANAH DALAM RANGKA PENANAMAN MODAL SEBELUM LAHIRNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 25

TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL A. Pemberian Hak atas Tanah dalam rangka Penanaman Modal Asing (PMA)

Pemerintah menetapkan daerah berusaha bagi perusahaan-perusahaan modal asing di Indonesia dengan memperhatikan perkembangan ekonomi nasional maupun ekonomi daerah, macam perusahaan, besarnya penanaman modal dan keinginan pemilik modal asing sesuai dengan rencana pembangunan ekonomi Nasional dan Daerah. Pemerintah juga menetapkan perincian bidang-bidang usaha yang terbuka bagi modal asing menurut urutan prioritas dan menentukan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh penanaman modal asing dalam tiap-tiap usaha tersebut. Perincian menurut urutan prioritas ditetapkan tiap kali pada waktu Pemerintah menyusun rencana-rencana pembangunan jangka menengah dan jangka panjang dengan memperhatikan perkembangan.

Pemilik modal mempunyai wewenang sepenuhnya untuk menentukan direksi perusahaan-perusahaan di mana modal ditanam. Perusahaan-perusahaan modal asing wajib memenuhi kebutuhan akan tenaga kerjanya dengan warga negara Indonesia kecuali dalam hal mendatangkan atau menggunakan tenaga-tenaga pimpinan dan tenaga-tenaga-tenaga-tenaga ahli warga negara asing bagi jabatan-jabatan yang belum dapat diisi dengan tenaga kerja warga negara Indonesia. Dan berkewajiban menyelenggarakan dan/atau menyediakan fasilitas-fasilitas latihan dan pendidikan di dalam dan/atau di luar negeri secara teratur dan terarah bagi warga negara Indonesia dengan tujuan agar berangsur-angsur tenaga-tenaga warga negara asing dapat diganti oleh tenaga-tenaga warga negara Indonesia.

B. Pemberian Hak atas Tanah dalam rangka Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri.

Penanaman modal dalam negeri adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal dalam negeri dengan menggunakan modal dalam negeri. Penanam modal dalam negeri adalah perseorangan warga negara Indonesia, badan usaha Indonesia, negara Republik Indonesia, atau daerah yang melakukan penanaman modal di wilayah negara Republik Indonesia.

(25)

pengertian bahwa sekurang-kurangnya 51% dari modalnya dimiliki oleh Negara dan/atau swasta nasional. Jumlah 51% ini sudah dianggap cukup mengingat kesanggupan dari swasta nasional pada dewasa ini. Jika perusahaan itu berbentuk Perseroan Terbatas persentase ini adalah terhadap modal yang ditempatkan. Pembuktian bahwa sekurang-kurangnya 51% dari modal yang ditanam adalah milik Negara dan/atau swasta nasional, dilakukan dengan menunjukkan antara lain saham atas nama, akte-akte notaris, dan sebagainya. Apabila pembuktiannya tidak cukup, maka perusahaan termaksud ditetapkan sebagai perusahaan asing. Dalam hal kerja sama seperti tersebut diatas seyogyanya usaha itu dijalankan dalam bentuk Perseroan Terbatas. Alasan untuk tidak mengharuskan semua saham dikeluarkan atas nama.

C. Perbedaan Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA) Undang- Undang No. 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri ( PMDN ) Undang - Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal

Pengertian Penanaman modal yang hanya meliputi penanaman modal asing secara langsung berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini dan digunakan untuk menjalankan perusahaan di Indonesia, dimana penanaman modal asing secara langsung menanggung resiko dari penanaman modal tersebut Bagian dari kekayaan masyarakat Indonesia, termasuk hak-hak dan benda-benda, baik yang di miliki Negara maupun Swasta Nasional atau Asing yang berdomisili di Indonesia yang disediakan guna menjalankan sesuatu usaha sepanjang modal tersebut tidak diatur oleh ketentuan Pasal 2 UU No. 1 tahun 1967 tentang PMA Segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri atau asing untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia

(26)

BAB IV

PEMBERIAN HAK ATAS TANAH DALAM RANGKA PENANAMAN MODAL SETELAH LAHIRNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 25

TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL

1. Pengertian penanaman modal asing

UUPMA No. 1 Tahun 1967 (UUPMA lama) modal asing didefinisikan sebagai direct investment (Pasal 1). Dalam UUPMA 2007, modal asing tidak hanya direct investment tetapi juga meliputi pembelian saham (portofolio) Pasal 1 butir 10 jo. Pasal 5 ayat (3). Dengan demikian, pintu masuk PMA diperluas dalam UUPMA 2007.

2. Pihak investor

Dalam UUPMA lama, hanya pihak asing berbentuk badan hukum yang dapat melakukan penanaman modal asing (Pasal 3 ayat (1)). Lain halnya dengan UUPMA baru, yang membuka kesempatan bagi Negara, perseorangan, badan usaha, badan hukum yang semuanya berasal dari luar negeri dapat menanamkan modalnya di Indonesia (Pasal 1 butir 6).

3. Perlakuan terhadap investor

Dalam UUPMA tidak ada statement perlakuan yang sama. Perlakuan yang sama diberikan dan diatur dalam UUPMA baru dalam Bab V. PMA diperlakukan sama dengan PMDN. Di samping itu, PMA dari Negara mana pun, pada prinsipnya diperlakukan sama, kecuali dari suatu Negara yang memperoleh hak istimewa berdasarkan perjanjian dengan Indonesia.

4. Pelayanan satu pintu

Pasal 12 ayat 1 dan 2 UUPMA baru memberikan kemudahan pelayanan satu pintu kepada PMA, yang dalam UUPMA lama tidak diatur. Terdapat kepastian hukum dalam kemudahan pelayanan melalui satu pintu.

5. Perizinan dan kemudahan masuknya tenaga kerja asing

UUPMA lama mengatur tenaga kerja dalam Bab IV. Tenaga kerja asing tidak mudah untuk didatangkan karena tenaga kerja asing boleh didatangkan bagi jabatan-jabatan yang belum dapat diisi dengan tenaga kerja warga Indonesia. Tidak demikian halnya dalam UUPMA baru karena tenaga kerja asing lebih mudah masuk ke Indonesia. Memang, tenaga kerja warga Negara Indonesia harus tetap diutamakan, namun, investor tetap memiliki hak menggunakan tenaga ahli WNA untuk jabatan dan keahlian tertentu (Pasal 10).

6. Pajak

UUPMA lama memberikan fasilitas berupa keringan pajak yaitu tax holiday bagi investor asing. Sedangkan dalam UUPM baru tidak hanya fasilitas pajak saja namun diberikan fasilitas fiscal, lebih luas cakupannya mengingat pajak hanyalah salah satu bagian dari fiscal. Sehingga, pemberian fasilitas kepada investor asing lebih besar karena tidak hanya pemberian fasilitas pajak namun lebih dari itu yaitu berupa fiscal. Hal ini lebih menguntungkan investor asing. 7. Negative list

(27)

tersebut mutlak tidak dapat diberikan kepada investor asing (imperative).33 Kelonggaran dapat ditemukan dalam UUPM baru karena tidak dicantumkan jenis usaha yang masuk dalam negative list (Pasal 11). Negative list tersebut diatur kemudian dalam peraturan perUndang-Undangan. Ini berarti, jenis usaha yang dapat diberikan kepada investor asing lebih fleksibel dan lebih terbuka.

8. Peranan daerah

Kesempatan bagi investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia juga terbuka lebih lebar. Pasalnya, dalam konsiderans UUPM baru, Pemerintah daerah diberikan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan penyelenggaraan penanaman modal, berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan.

A. Hak-hak Atas Tanah yang Terbuka bagi Penanaman Modal

Penanaman modal mempunyai arti yang sangat penting bagi pembangunan ekonomi Indonesia, untuk meningkatkan hal tersebut salah satu upaya adalah penetapan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penamanam Modal. Oleh karena itu dengan adanya Undang-Undang diharapkan

menjadi sumber hukum bagi pelaksanaan bagi teknis pelaksanaan

penananamam modal bail luar dan dalam negeri.

Dengan adanya landasan hukum tersebut nantinya didalam pembangunan ekonomi Indonesia diharapkan dalam menghadapi perubahan perekonomian global dan keikutsertaan Indonesia dalam berbagai kerja sama internasional dapat diciptakan iklim penanaman modal yang kondusif, promotif, memberikan kepastian hukum, keadilan, dan efisien dengan tetap memperhatikan kepentingan ekonomi nasional.34

Sehubungan dengan hal tersebut, didalam Undang Undang Nomor 25 Tahun 2007 berdasarkan Pasal 21 huruf a dan Pasal 22 yang termaktub dalam UU tersebut di atas. Pasal 21 serta fasilitas sebagaimana dimaksud dalam 18, Pemerintah memberikan kemudahan pelayanan dan/atau perizinan kepada perusahaan penanaman modal untuk memperoleh antara lain hak atas tanah, fasilitas pelayanan keimigrasian, dan fasilitas perizinan impor.

Sementara itu, fasilitas penanaman modal yang diberikan kepada investor menurut Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (disebut Undang-Undang baru) adalah berupa fasilitas perpajakan, pembebasan atau keringanan bea masuk impor,penyusutan atau amortisasi yang dipercepat, keringanan PBB, hak atas tanah, pelayanan keimigrasian, dan fasilitas perizinan impor.35

Pemberian dan perpanjangan di muka sekaligus hak atas tanah bagi investor cenderung bertolak belakang sebagaimana pengaturan dalam UU No. 5

33 Ibid. 34

Konsideran huruf d dalam menimbang Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal

35

(28)

Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Agraria maupun dalam PP No. 40 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai. Dalam UU No. 25 Tahun 2007 investor diberikan perlakuan sangat istimewa. Padahal pengaturan tentang pemberian penguasaan hak atas tanah dalam proses permohonan perpanjangan dan pembaruan hak kepada investor sudah diatur dengan mempertimbangkan segala aspek. Antara lain aspek paling penting adalah pemberian hak atas tanah didasarkan pada tanah-tanah yang masih digunakan dan diusahakan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat dan tujuan pemberian hak (Pasal 22 ayat (3) UU No. 25 Tahun 2007).

Bagian dari Pasal 22 UU PM yang bertentangan dengan UUD 1945, yaitu Pasal 22 ayat (1) sepanjang menyangkut kata-kata “di muka sekaligus” dan “berupa:

1. Hak Guna Usaha dapat diberikan dengan jumlah 95 (sembilan puluh lima) tahun dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 60 (enam puluh) tahun dan dapat diperbarui selama 35 (tiga puluh lima) tahun;

2. Hak Guna Bangunan dapat diberikan dengan jumlah 80 (delapan puluh) tahun dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 50 (lima puluh) tahun dan dapat diperbarui selama 30 (tiga puluh) tahun; dan

3. Hak Pakai dapat diberikan dengan jumlah 70 (tujuh puluh) tahun dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 45 (empat puluh lima) tahun dan dapat diperbarui selama 25 (dua puluh lima) tahun”.

Menurut Mahkamah Konstitusi, dari keseluruhan ketentuan yang dimohonkan untuk diuji, ternyata hanya sebagian ketentuan Pasal 22 UU PM bertentangan dengan konstitusi. Argumentasi Mahkamah Konstitusi terkait dengan sebagian ketentuan tersebut adalah meskipun terhadap Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), dan Hak Pakai yang dapat diperpanjang di muka sekaligus itu negara dikatakan dapat menghentikan atau membatalkan sewaktu-waktu, namun alasan tersebut telah ditentukan secara limitatif dalam Pasal 22 ayat (4) UU PM.36

Dengan kata lain, kewenangan negara untuk menghentikan atau tidak memperpanjang Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), dan Hak Pakai tersebut tidak lagi dapat dilakukan atas dasar kehendak bebas negara. Padahal, perusahaan penanaman modal dapat mempersoalkan secara hukum keabsahan tindakan penghentian atau pembatalan hak atas tanah itu. Sehingga, bagi MK, pemberian perpanjangan hak-hak atas tanah sekaligus di muka tersebut telah mengurangi dan bahkan melemahkan kedaulatan rakyat di bidang ekonomi.

36

(29)

Pasal 22 UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal pasca Putusan MK menjadi berbunyi:

(1) Kemudahan pelayanan dan/atau perizinan hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf a dapat diberikan dan diperpanjang dan dapat diperbarui kembali atas permohonan penanam modal.

(2) Hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dapat diberikan dan diperpanjang untuk kegiatan penanaman modal, dengan persyaratan antara lain:

a. penanaman modal yang dilakukan dalam jangka panjang dan terkait dengan perubahan struktur perekonomian Indonesia yang lebih berdaya saing;

b. penanaman modal dengan tingkat risiko penanaman modal yang memerlukan pengembalian modal dalam jangka panjang sesuai dengan jenis kegiatan penanaman modal yang dilakukan;

c. penanaman modal yang tidak memerlukan area yang luas;

d. penanaman modal dengan menggunakan hak atas tanah negara; dan

e. penanaman modal yang tidak mengganggu rasa keadilan masyarakat dan tidak merugikan kepentingan umum.

(3) Hak atas tanah dapat diperbarui setelah dilakukan evaluasi bahwa tanahnya masih digunakan dan diusahakan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat, dan tujuan pemberian hak.

(4) Pemberian dan perpanjangan hak atas tanah yang diberikan dan yang dapat diperbarui sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dan Ayat (2) dapat dihentikan atau dibatalkan oleh Pemerintah jika perusahaan penanaman modal menelantarkan tanah, merugikan kepentingan umum, menggunakan atau memanfaatkan tanah tidak sesuai dengan maksud dan tujuan pemberian hak atas tanahnya, serta melanggar ketentuan peraturan perUndang-Undangan di bidang pertanahan.

Sebagai akibat dinyatakan inkonstitusionalnya sebagian ketentuan tersebut, maka, terhadap pemberian kemudahan dan/atau pelayanan kepada perusahaan penanaman modal untuk memperoleh hak atas tanah, sepanjang berkaitan langsung dengan penanaman modal, ketentuan yang berlaku adalah ketentuan yang terdapat dalam peraturan perUndang-Undangan lainnya.37

B. Pengaruh Investasi Dalam Pengembangan Masyarakat Lokal

Investasi yang ditanamkan oleh investor mempunyai peranan yang sangat penting bagi masyarakat local kerena investasi tersebut memberikan pengaruh dalam kehidupan masyarakat setempat.38

UUPMA dan UUPMDN hanya difokuskan pada kewajiban untuk menggunakan tenaga kerja Indonesia, sedangkan hal-hal yang berkaitan

37

Kompas, Putusan Mahkamah Konstitusi Terhadap Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, terbit pada tanggal 20 Mei 2008.

38

(30)

pengembangan pendidikan, kesehatan, dan ekonomi masyarakat lokal tidak diatur secara khusus.39

Dalam Undang-Undang yang lain atau berbagai peraturan menteri maupun dalam berbagai kontrak investasi, kita dapat menemukam berbagai ketentuan yang khusus mengatur tentang ketentuan pengembangan masyarakat lokal. Ketentuan-ketentuan yang dimaksud disajikan sebagai berikut:

1. Pasal 11 ayat (3) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak

dan Gas Bumi.

Dalam ketentuan itu ditentukan paling sedikit memuat 17 ketentuan-ketentuan pokok yang harus dicantumkan dalam kontrak kerja sama yang dibuat antara Badan Pelaksana dengan Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap. Salah satu kewajiban itu adalah pengembangan masyarakat sekitarnya dan jaminan hak-hak masyarakat adat.

2. Pasal 15 huruf b dan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007

tentang Penanaman Modal.

Pasal 15 huruf b Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal diatur tentang kewajiban investor, yaitu melaksanakan tanggung jawab sosial. Tanggung jawab sosial perusahaan adalah tanggung jawab yang melekat pada setiap perusahaan penanaman modal untuk tetap menciptakan hubungan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat. Kewajiban perusahaan penanaman modal adalah untuk tetap menciptakan hubungan yang serasi dan seimbang antara perusahaan dengan masyarakat setempat. Pasal 17 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal mengatur kewajiaban investor untuk mengalokasikan dana secara bertahap untuk pemulihan lokasi yang memenuhi standar kelayakan lingkungan hidup yang pelakasanaannya diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perUndang-Undangan.

3. Pasal 74 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

Tanggung jawab sosial perusahaan yang ditetapkan dalam Pasal 74 ayat (1). Tanggung jawab ini difokuskan kepada perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya dibidang dan atau berkaitan dengan sumber daya alam, khususnya dibidang pertambangan. Untuk melaksanakan kewajiban itu, perseroan menyediakan anggaran. Anggaran ini diperhitungkan sebagai biaya perseroan. Bagi perseroan, yang tidak melaksanakan kewajiban itu, dikenakan sanksi. Sanksi tentang hal itu akan ditetapkan dalam peraturan pemerintah.

4. Keputusan Presiden Nomor 92 tahun 1996 tentang Perubahan Keputusan

Bantuan yang Diberikan untuk Pembinaan Keluarga Prasejahtera dan Keluarga Sejahtera I.

39

(31)
(32)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

1. Investasi dan hukum pertanahan memiliki hubungan yang erat dan tidak dapat dipisahkan karena kegiatan investasi didukung oleh hukum dimana tanah memiliki peranan yang penting bagi kegiatan investasi. Maka harus ada suatu iklim investasi yang kondusif untuk menarik dan segar dari penanam modal khususnya penanam modal asing. Hal ini disebabkan besarnya ketergantungan terhadap pihak asing sehingga tingkat kemandirian kecil untuk memajukan kegiatan investasi tanpa bantuan asing.

2. Pemberian hak atas tanah dalam rangka penanaman modal pengaturannya sebelum lahirnya Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 (diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1970, tentang Undang-Undang Penanaman Modal Asing (UUPMA)) dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 (diubah dan ditambah Undang Nomor 12 Tahun 1970 tentang Undang-Undang Penanaman Modal Dalam Negeri (UUPMDN)). UUPMA dan UUPMDN perlu diganti karena tidak sesuai lagi dengan kebutuhan percepatan perkembangan perekonomian dan pembangunan hukum nasional, khususnya di bidang investasi.

3. Berpijak pada asas perlakuan yang sama, UU PM tidak lagi membuat perbedaan perlakuan antara investor asing dan investor lokal tetapi memberikan perlakuan yang sama kepada semua investor dari negara manapun tanpa membedakan dari negara mana berasal. Perlakuan sama ini mengundang protes dari beberapa kalangan yang pada akhirnya mengajukan

Judicial Review khususnya Pasal 22 tentang pemberian hak atas tanah ini

dikarenakan dianggap berlawanan dengan konstitusi. Isi pasal ini dimentahkan dengan keluarnya Putusan Mahkamah Konstitusi tentang pemberian sekaligus dimuka.

B. Saran

1. UU Penanaman Modal setidaknya merupakan produk Hukum yang memberikan kepastian.hukum bagi investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Dalam Iklim invetasi yang kompetitif ini, Indonesia harus mampu menarik investor. Namun demikian hal-hal yang harus dicermati bahwa bangsa ini harus ditingkatkan kemandiriannya yaitu menyangkut tentang administrasi yang baik, modal dan keahlian sumber daya (teknologi) ditingkatkan sehingga tidak tergantung kepada pihak luar.

2. Untuk permasalahan kedua penulis tidak memiliki saran.

Gambar

Tabel1. Paket Kebijakan Investasi Indonesia25

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini ditunjukkan dengan nilai signifikansi sebesar 0.031< 0.05 adanya perbedaan signifikan ini menunjukan bahwa Bank Asing memiliki kemampuan yang lebih baik

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan secara umum dapat diambil kesimpulan bahwa tindak tutur ilokusi pada aktor dalam pementasan drama

يلوصألا ثحبلاو ةغللا ملع تايرظن ءاقتلا نإ لوقن نأ نكمي قبس امم رصانع يف عقي امنإو هقفلا لوصأ ملع ةينب بلص سمت ال نييلوصألا تاباتك يف طبتري تاهج كانه نأ الإ

Untuk memudahkan dalam menganalisis data, maka variabel yang digunakan diukur dengan mempergunakan model skala 5 tingkat (likert) yang memungkinkan pemegang polis dapat

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1) Pengaruh persepsi mahasiswa tentang kemampuan dosen dalam pengelolaan kelas terhadap hasil belajar kewirausahaan. 2)

Hingga kuartal I 2012, total outstanding kredit konsumsi perseroan men- capai Rp 40,7 triliun, naik 27% dibandingkan periode yang sama tahun

sitanggang (2006) Pengaruh Profitabilitas Dan Likuiditas Terhadap Capital Adequacy Ratio (CAR) Pada Bank Yang Terdaftar Di Bursa Efek Jakarta IML, ROE, LDR, QR, CAR,

Pil pagi disebut juga kontrasepsi pasca coitus (post coital contraception) merupakan pil berisi esterogen dosis tinggi yang diminum pada pagi hari setelah