• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kebiasaan Makanan Ikan Baung (Mystusnemurus C.V) di Sungai Bingai Binjai Provinsi Sumatera Utara.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kebiasaan Makanan Ikan Baung (Mystusnemurus C.V) di Sungai Bingai Binjai Provinsi Sumatera Utara."

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

KEBIASAAN MAKANAN IKAN BAUNG (Mystusnemurus C.V)

DI SUNGAI BINGAI BINJAI PROVINSI

SUMATERA UTARA

SKRIPSI

WINDY

100302049

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

KEBIASAAN MAKANAN IKAN BAUNG (Mystusnemurus C.V)

DI SUNGAI BINGAI BINJAI PROVINSI

SUMATERA UTARA

SKRIPSI

WINDY

100302049

Skripsi Sebagai Satu diantara Beberapa Syarat untuk dapat Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan,

Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Peneletian : Kebiasaan Makanan Ikan Baung (Mystusnemurus C.V) di Sungai Bingai Binjai Provinsi Sumatera Utara.

Nama : Windy

NIM : 100302049

Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan

DisetujuiOleh : KomisiPembimbing

Dr. Hesti Wahyuningsih, S.Si, M.Si Ani Suryanti,S.Pi, M.Si

Ketua Anggota

Mengetahui

Dr. Ir. Yunasfi, M.Si

(4)

ABSTRAK

WINDY. Kebiasaan Makanan Ikan Baung (Mystusnemurus C.V) di Sungai Bingai Binjai Provinsi Sumatera Utara. Dibimbing oleh HESTI WAHYUNINGSIH dan ANI SURYANTI.

Penelitian makanan ikan baung (Mystusnemurus C.V) dilakukan di sungai Bingai pada bulan Juni sampai Agustus 2014. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui jenis pakan alami dan ketersediaan pakanalami ikan baung (MystusnemurusC.V) di sungai Bingai sertakondisi umum perairan Sungai Bingai.Isi lambung dianalisis dengan menggunakan metode Index of Preponderance. Isi lambung terdiri dari 8 jenis yaitu ikan, serat tumbuhan, Thiarascabra, Planariasp., Nodilittorinapyramidalis, Faunusater, sisa serangga, dan ditambah dengan bagian tidak teridentifikasi. Ikan kecil merupakan makanan utama, serat tumbuhan merupakan makanan pelengkap, dan Planaria sp., Thiarascabra, Nodilittorinapyramidalis, dan Faunus ater merupakan makanan tambahan. Benthos sebagai pakan alami di dasar perairan yang memiliki kelimpahan tertinggi yaitu Thiarascabra. Ikan baung selektif terhadap makanannya. Indeks Pilihan atau Index of Electivity (E) menunjukkan bahwa Planaria sp. merupakan jenis benthos makanan yang digemari ikan baung dibandingkan benthos lainnya.

(5)

ABSTRACT

WINDY. Food habit of Baung fish (MystusnemurusC.V) in BinjaiBingai River North Sumatera Province. Supervised by HESTI WAHYUNINGSIH and ANI SURYANTI

Research of Baung’s food (Mystus nemurus CV) was performed in Bingai river in June to August 2014. The purpose of this study was to determine the type of natural food and the availability of natural forage baung (Mystus nemurus CV) in the Bingai river and general condition of the waters of the Bingai. Stomach contents were analyzed by using Index of preponderance. Stomach contents consisted of 8 types of fish, plant fibers, Thiara scabra, Planaria sp., Nodilittorina pyramidalis, Faunus ater, the rest of the insect, and coupled with parts not identified. The small fish is the main food, fiber plants is a complementary food, and Planaria sp., Thiara scabra, Nodilittorina pyramidalis, and Faunus ater are additional food. Benthos as natural food in the bottom waters which have the highest abundance was Thiara scabra. Baung selective about its food. Option Index or Index of Electivity (E) indicates that Planaria sp. is a popular type of fish food benthos baung than other benthos.

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 26 April 1993, sebagai anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Adang Faisal dan Efrida. Pendidikan formal yang pernah ditempuh oleh penulis adalah Sekolah Dasar (SD) Swasta Pertiwi Medan pada tahun 1998-2004, dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 11 Medan pada tahun 2004-2007, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 4 Medan Jurusan IPA pada tahun 2007-2010.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat serta hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Kebiasaan Makanan Ikan Baung (Mystus nemurus C.V) di Sungai Bingai Binjai Provinsi Sumatera Utara”

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibunda Efrida dan Ayahanda Adang Faisal selaku orang tua yang selalu memberikan doa’a dan dukungan, serta penghargaan kepada Kak Yati dan Bang Didi yang berperan dalam memberikan motivasi dan materi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh keluarga besar penulis.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Hesti Wahyuningsih, S.Si, M.Si selaku ketua komisi pembimbing dan Ibu Ani Suryanti, S.Pi, M.Si selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, petunjuk serta saran dalam menyusun skripsi ini. Serta seluruh staf pengajar dan pegawai di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan.

(8)

Laboratorium Riset dan Teknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi.

Terima kasih kepada Khairunnisa,S.Pi.,AtikahAsry,S.Pi., Siti Aisyah,S.Pi., Navisa Fairuz,S.Pi., Madiah Handayani,S.Pi., Eulis Safina,S.Pi., Friyuanita Lubis,S.Pi., Maria Christy,S.Pi., M. AlfadliPurba, S.P., Siti Nurmaliani, dan teman-teman mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan 2010 yang telah memberikan bantuan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat untuk menambah ilmu pengetahuan pada bidang Manajemen Sumberdaya Perairan.

Medan, Mei 2015

Penulis

(9)

DAFTAR ISI

Perumusan Masalah……….. 3

Kerangka Pemikiran……….. 3

Tujuan Penelitian………... 4

Manfaat Penelitian………. 4

TINJAUAN PUSTAKA………. 5

Klasifikasi dan Morfologi Ikan Baung………. 5

Distribusi Habitat……….. 7

Kebiasaan Makanan……….. 8

METODE PENELITIAN……….. 13

Waktu dan Tempat Penelitian……….……... 13

Metode Penelitian……….. 13

Peta Lokasi Penelitian.………... 14

Alat dan Bahan………... 15

Metode Kerja………. 15

Pengambilan Sampel Ikan………. 15

Pengambilan Sampel Benthos………... 15

Identifikasi Jenis Makanan……… 16

Pengukuran FaktorFisika Kimia Perairan………. 16

Metode Pengukuran.……….. 17

Frekuensi Kejadian……… 17

Volumetrik ……… 17

Indeks Bagian Terbesar……….. 17

Indeks Pilihan………. 18

HASIL DAN PEMBAHASAN……… 19

Hasil……… 19

Hasil Tangkapan Ikan Baung di Sungai Bingai………... 19

(10)

Stasiun………. 20 Komposisi Jenis Makanan Ikan Baung Berdasarkan

Kelamin………... 21

Indeks Pilihan atau Index of Electivity (E)………... 22 Jenis Benthos yang Ditemukan di Lokasi Stasiun……… 23 Kelimpahan Benthos………. 23 Kondisi Perairan Sungai Bingai……….... 24

Pembahasan……….. 24

Hasil Tangkapan Ikan Baung di Sungai Bingai………….. 24 Letak Mulut……….. 25 Komposisi Jenis Makanan Ikan Baung Berdasarkan

Stasiun……… 26 Komposisi Makanan Ikan Baung Berdasarkan

Jenis Kelamin………. 28 Indeks Pilihan atauIndex of Electivity (E)………. 28 Jenis Benthos yang Ditemukan di Lokasi Stasiun……… 29 Kelimpahan Benthos……….…….... 29 Kondisi Perairan Sungai Bingai………. 30 Pengelolaan Sumberdaya Ikan di Sungai Bingai……….. 32

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan…………...………. 33

Saran………. 33

(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Teks Halaman

1. Kerangka Pemikiran ………... 3

2. Ikan Baung (Mystusnemurus C.V) ..…….………... 6

3. Peta Lokasi Penelitian ………... 12

4. Lokasi Stasiun 1…...………... 13

5. Lokasi Stasiun 2……....………... 13

6. LokasiStasiun 3………... 13

7. Jumlah Ikan yang Tertangkap Berdasarkan Lokasi Penelitian……... 18

8. Posisi Mulut Ikan Baung (Mystusnemurus)………... 20

9. Nilai IP Komposisi Makanan Ikan Baung di Stasiun1………... 20

10. Nilai IP Komposisi Makanan Ikan Baung di Stasiun 2………... 21

11. Nilai IP Komposisi Makanan Ikan Baung di Stasiun 3…………... 21

12. Nilai IP Komposisi Makanan Ikan Baung Jantan………... 22

(12)

DAFTAR TABEL

No. Teks Halaman

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Teks Halaman

(14)

ABSTRAK

WINDY. Kebiasaan Makanan Ikan Baung (Mystusnemurus C.V) di Sungai Bingai Binjai Provinsi Sumatera Utara. Dibimbing oleh HESTI WAHYUNINGSIH dan ANI SURYANTI.

Penelitian makanan ikan baung (Mystusnemurus C.V) dilakukan di sungai Bingai pada bulan Juni sampai Agustus 2014. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui jenis pakan alami dan ketersediaan pakanalami ikan baung (MystusnemurusC.V) di sungai Bingai sertakondisi umum perairan Sungai Bingai.Isi lambung dianalisis dengan menggunakan metode Index of Preponderance. Isi lambung terdiri dari 8 jenis yaitu ikan, serat tumbuhan, Thiarascabra, Planariasp., Nodilittorinapyramidalis, Faunusater, sisa serangga, dan ditambah dengan bagian tidak teridentifikasi. Ikan kecil merupakan makanan utama, serat tumbuhan merupakan makanan pelengkap, dan Planaria sp., Thiarascabra, Nodilittorinapyramidalis, dan Faunus ater merupakan makanan tambahan. Benthos sebagai pakan alami di dasar perairan yang memiliki kelimpahan tertinggi yaitu Thiarascabra. Ikan baung selektif terhadap makanannya. Indeks Pilihan atau Index of Electivity (E) menunjukkan bahwa Planaria sp. merupakan jenis benthos makanan yang digemari ikan baung dibandingkan benthos lainnya.

(15)

ABSTRACT

WINDY. Food habit of Baung fish (MystusnemurusC.V) in BinjaiBingai River North Sumatera Province. Supervised by HESTI WAHYUNINGSIH and ANI SURYANTI

Research of Baung’s food (Mystus nemurus CV) was performed in Bingai river in June to August 2014. The purpose of this study was to determine the type of natural food and the availability of natural forage baung (Mystus nemurus CV) in the Bingai river and general condition of the waters of the Bingai. Stomach contents were analyzed by using Index of preponderance. Stomach contents consisted of 8 types of fish, plant fibers, Thiara scabra, Planaria sp., Nodilittorina pyramidalis, Faunus ater, the rest of the insect, and coupled with parts not identified. The small fish is the main food, fiber plants is a complementary food, and Planaria sp., Thiara scabra, Nodilittorina pyramidalis, and Faunus ater are additional food. Benthos as natural food in the bottom waters which have the highest abundance was Thiara scabra. Baung selective about its food. Option Index or Index of Electivity (E) indicates that Planaria sp. is a popular type of fish food benthos baung than other benthos.

(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sungai Bingai merupakan sungai yang mengaliri kota Binjai. Menurut data Bantek Pelaksanaan Penataan Ruang Kota Binjai (2008) Sungai Bingai memiliki panjang 15 km, luas 150 km2 di area Binjai Utara. Sungai Bingai mengalir di beberapa kabupaten dan kota diantaranya daerah hulu yaitu Kecamatan Kutalimbau, Kecamatan Namoukur, ke arah hilir antara lain Kota Binjai dan Kecamatan Selesai Kabupaten Deli Serdang. Sungai ini banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar untuk aktivitas domestik, pergerukan pasir, keramba dan penangkapan.

Salah satu jenis ikan hasil tangkapan di Sungai Bingai yaitu ikan baung (Mystus nemurus C.V).Ikan baung memiliki nilai ekonomis tinggi dengan harga sekitar Rp 50.000 – Rp 80.000 /kg.Ikan Baung dikenaldengan rasa dagingnya yang enak, gurih, dan lezat. Kegemaran masyarakat terhadap ikan tersebut membuat harga jual ikan ini cukup mahal.

(17)

Populasi ikan selain dipengaruhi oleh aktivitas penangkapan dan domestik di perairan Sungai Bingai, juga dapat dipengaruhi oleh ketersedian pakan alaminya.Menurut Effendi (2002) jumlah populasi ikan dalam suatu perairan biasanya ditentukan oleh pakan yang ada.Beberapa faktor yang berhubungan dengan populasi ikan, yaitu jumlah dan kualitas pakan yang tersedia dan mudah didapatnya pakan tersebut.

Ikan baung sebagai mahluk hidup membutuhkan makanan sebagai sumber energi dan gizi yang diperlukan dalam melakukan aktivitasnya. Pada habitat alaminya yaitu perairan umum, sumber makanan yang diperlukan ikan telah tersedia dengan sendirinya. Ketersediaan pakan alami di perairan umum memungkinkan ikan untuk memilih dan mencari sumber makanan yang dibutuhkannya tanpa terbatas ruang dan waktu, sedangkan ikan yang dibudidayakan tidak mempunyai alternatif lain dalam memilih dan mencari sumber makanan karena ruang gerak dibatasi. Situasi ini dapat mengakibatkan adanya persaingan atau perebutan dalam memakan pakan alami.

(18)

Perumusan masalah

Aktivitas masyarakat di Sungai Bingai seperti mandi, mencuci, penambangan pasir dan keramba mengakibatkan perubahan kualitas air Sungai Bingai. Hal ini dapat mempengaruhi ketersediaan pakan alami dan kebiasaan makanan ikan. Perubahan kualitas air akan mempengaruhi kehidupan biota yang ada di Sungai Bingai seperti benthos dan ikan. Keberadaan benthos sebagai pakan alami bagi ikan baung akan menentukan kebiasaan makanan ikan. Untuk itu perlu diketahuikebiasaanmakanan ikan baung di Sungai Bingai sebagai salah satu pendukung dalam upaya pengelolaan populasi ikan baung di Sungai Bingai.

Kerangka Pemikiran

Aktivitas masarakat di sekitar Sungai Bingai seperti penangkapan,mandi, mencuci, penambangan pasir dan keramba dapat mempengaruhi kualitas perairandan ketersediaan pakan alami serta kebiasaan makananikan. Kerangka pemikiran ini dapat digambarkan seperti berikut:

(19)

Tujuan Penelitian

1. Mengetahuikebiasaan makananikanbaung diSungai Bingai.

2. Mengetahui kondisifisika kimia perairan SungaiBingai sebagaihabitat ikan Baung.

Manfaat Penelitian

(20)

TINJAUAN PUSTAKA

Klasifikasi dan Morfologis Ikan Baung

Klasifikasi ikan Baung menurut Kottelat dkk.,(1993) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Pisces Sub kelas : Teleostei Ordo : Ostariophysi Sub ordo : Siluridae Family : Bagridae Genus : Mystus

Spesies : Mystus nemurus Cuvier Vallenciennes. Nama Sinonim :Hemibagrus nemurus, Macrones nemurus

(21)

Gambar 2. Ikan Baung

Ikan baung mempunyai bentuk badan memanjang, dengan perbandingan antara panjang badan dan tinggi badan 4 : 1. Baung juga berbadan bulat dengan perbandingan tinggi badan dan leher badan 1 : 1. Keadaan itu bisa dikatakan badan baung itu bulat.Punggungnya tinggi pada awal, kemudian merendah sampai di bagian ekor (Rukmini, 2012).

Ciri-ciri umum dari ikan baung (Mystus nemurus) adalah kepala ikan kasar, sirip lemak di punggung sama panjang dengan sirip dubur, pinggiran ruang mata bebas, bibir tidak bergerigi yang dapat digerakkan, daun-daun insang terpisah. Langit-langit bergerigi, lubang hidung berjauhan, yang dibelakang dengan satu sungut hidung.Sirip punggung berjari-jari keras tajam.Ikan ini tidak bersisik, mulutnya tidak dapat disembulkan, biasanya tulang rahang atas bergerigi, 1 – 4 pasang sungut dan umumnya berupa sirip tambahan (Sukendi,2001).

(22)

cerah.Badan ikan baung tidak bersisik, berwarna coklat kehijauan dengan pita tipis memanjang jelas di tutup insang hingga pangkal ekor, panjang totalnya lima kali tingginya, sekitar 3 – 3,5 panjang kepala, serta mempunyai panjang maksimal 350 mm (Rukmini, 2012).

Ikan baung aktif di malam hari atau bersifat nocturnal.Artinya aktivitas kegiatan hidup baung (seperti makan) lebih banyak dilakukan di malam hari dibandingkan siang hari.Ikan baung suka bersembunyi di dalam liang-liang sungai tempat habitat hidupnya. Selain itu ikan baung juga banyak ditemui di daerah banjir seperti rawa banjiran atau Lebak Lebung di Sumatera Selatan (Amri, 2008).

Distribusi Habitat Ikan Baung

Menurut Ediwarman (2006) ikan Baung (Mystus nemurus) merupakan ikan perairan umum yang mempunyai nilai ekonomis penting, yang banyak dijumpai di perairan Sumatera, Jawa dan Kalimantan.Menurut Sukendi (2001), secara umum ikan baung terdistribusi di beberapa daerah yaitu Sumatera, Java dan Borneo.

(23)

Kebiasaan Makanan

Makanan merupakan faktor yang penting bagi kelangsungan hidup ikan.Pertumbuhan optimal memerlukan jumlah dan mutu makanan dalam keadaan yang cukup serta seimbang sesuai dengan kondisi perairan.Makanan yang dimanfaatkan oleh ikan pertama-tama digunakan untuk memelihara tubuh dan menggantikan organ-organ tubuh yang rusak, sedangkan kelebihannya digunakan untuk pertumbuhan (Effendie, 2002).

Suatu spesies ikan di alam memiliki hubungan yang sangat erat dengankeberadaan makanannya. Ketersediaan makanan merupakan faktor yangmenentukan dinamika populasi, pertumbuhan, reproduksi, serta kondisi ikan yangada di suatu perairan. Beberapa faktor makanan yang berhubungan denganpopulasi tersebut yaitu jumlah dan kualitas makanan yang tersedia, akses terhadapmakanan, dan lama masa pengambilan makanan oleh ikan dalam populasi tersebut.Adanya makanan di perairan selain terpengaruh oleh kondisi biotik seperti di atasditentukan pula oleh kondisi lingkungan seperti suhu, cahaya, ruang dan luaspermukaan. Jenis‐jenis makanan yang dimakan suatu spesies ikan

biasanyatergantung pada kesukaan terhadap jenis makanan tertentu, ukuran dan umur ikan,musim serta habitat hidupnya (Rahmah, 2010).

(24)

makanan, serta suhu air, juga kondisi umum dari spesies ikan tersebut (Beckman, 1962).

Keberadaan makanan alami di alam sangat tergantung dari perubahan lingkungan, seperti kandungan bahan organik, fluktuasi suhu, intensitas cahaya matahari, ruang dan luas makanan. Ikan dengan spesies sama dan hidup di habitat yang berbeda, dapat mempunyai kebiasaan makanan yang tidak sama. Hal ini dipengaruhi oleh faktor penyebaran dari organisme makanan ikan, faktor ketersediaan makanan, faktor pilihan dariikan itu sendiri, dan faktor-faktor fisik yang mempengaruhi perairan(Sukimin, 2004).

Jenis makanan yang ada di lingkungan perairan tidak semuanya disukai olehikan. Beberapa faktor yang menentukan dimakan atau tidaknya suatu jenismakanan oleh ikan adalah ukuran, warna, tekstur, dan selera ikan terhadapmakanan. Ikan mengawali hidupnya dengan memanfaatkan makanan yang sesuaidengan ukuran mulutnya. Setelah ikan bertambah besar, makanannya akanberubah baik kuantitas maupun kualitasnya (Effendie,2002).

Menurut jenis makanannya, ikan dikelompokkan menjadi ikan pemakandetritus, ikan herbivora, ikan karnivora, dan ikan omnivora. Berdasarkan variasi jenis makanannya, ikan dapat dikelompokkan atas: (1) euryphagic, yaitu ikan pemakan bermacam‐macam makanan; (2) stenophagic, yaitu ikan pemakan makanan yang macamnya sedikit atau sempit; dan (3) monophagic, yaitu ikan yang makanannya terdiri dari satu macam makanan saja (Nikolsky, 1963).

(25)

lambung ikan karnivor dan ikan baung memiliki panjang usus 300 mm dengan ukuran panjang total tubuhnya 330 mm yang merupakan ciri-ciri usus karnivor (Sinaga dkk., 2013).

Dua faktor yang dapat merangsang ikan untuk makan. Pertama, faktor yang mempengaruhi motivasi internal atau pendorong ikan untuk makan, termasuk waktu, musim, intensitas cahaya, saat dan jenis makanan terakhir, suhu dan ritme internal lainnya. Kedua, adalah rangsangan makanan yang diterima oleh indera seperti bau, rasa, tampilan, dan sebagainya (Lagler dkk., 1977).

Menurut Krebs (1989)secara umum keadaan fisika kimia perairan membatasi penyebaran jenis – jenis organisme, dan penyebarannya dipengaruhi oleh jumlah dan kualitas makanannya.

Rahardjo dkk (2011) menyatakan bahwa, berdasarkan ukuran makanannya ikan dikelompokkan sebagai berikut:

a) Mikrofagus adalah ikan yang makanannya terdiri atas organisme yangberukuran kecil, misalnya plankton dan larva serangga air.

b) Mesofagus adalah ikan yang makannaya terdiri atas organisme yang berukuran sedang, misalnya molluska, anellida dan udang.

(26)

walaupun pengambilam dilakukan pada tempat yang sama (Taufiqurohman dkk., 2007).

Hasil analisis komposisi makanan ikan baung yang terdapat dilambung ikan baung yaitu terdapat ikan Rasbora sp. udang kecil, kelabang (Scutigera sp.), kumbang air (Grynidae sp.), potongan ikan, serasah seperti daun atau batang tumbuhan, dan sisa hewan yang tidak bisa teridentifikasi lagi. Ikan baung yang ditemukan pada penelitian ini adalah jenis karnivora. Mengetahui penggolongan ikan baung dapat melalui tipe-tipe lambung ikan dan panjang usus ikan (Sinagadkk., 2013).

Pengamatan dari isi lambung ikan Lais Bantut,menunjukkan bahwa ikan Lais tergolong ikan karnivor,dengan pakan utamanya insekta dewasa.Ikan Lais Junggang, LaisPutih dan Lais Tunggul termasuk golongan ikankarnivora, dengan makanan utamanya potongan hewandan serangga air.Hasil pengamatan dari tempat atau lokasi makanikan Lais Bantut adalah pemakan di permukaan.Inidapat diamati bahwa ikan Lais Bantut mengambilmakanan berupa insekta dewasa yang jatuh keperairandari pohon-pohon di sekitar danau (Minggawati, 2010).

Jenis-jenis makanan yang berhasil dianalisis darilambung ikan tetet di perairan mangrove Pantai Mayangan Jawa Barat menunjukan bahwakomposisi jenis-jenis makanan ikan tetet harnpirsemuanya tergolong fauna bentik (spesies demersal).Hal ini dapat dirnengerti karena ikan tetet merupakankelompok ikan demersal atau benthopelagic(Simanjuntak dan Rahardjo, 2001)

(27)
(28)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-Agustus 2014.Pengambilan sampel dan pengukuran faktor fisik kimia perairan dilakukan di Sungai Bingai Kecamatan Binjai Sumatera Utara.Analisis sampel ikan dan pengukuran parameter kualitas air dilakukan di Laboratorium terpadu Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penentuan lokasi sampling untuk pengambilan sampel adalah Purposive Sampling. Stasiun pengambilan sampel terdiri dari tiga stasiun pengamatan. Ketiga stasiun ditentukan berdasarkan aktivitas masyarakat disekitar dan mengikuti jalur penangkapan nelayan. Pada masing-masing stasiun dilakukan tiga kali ulangan pengambilan sampel.Lokasi Stasiun dapat dilihat pada Gambar 3.

Peta Lokasi Peneletian

(29)

Deskripsi Lokasi Penelitian

Stasiun 1

Lokasi stasun 1 terletak pada koordinat 3º36'40"LU98º29"30"BT. Pada daerah ini terdapat banyak aktivitas penduduk seperti kegiatan mencuci, mandi, budidaya, dan limbah rumah tangga.Stasiun tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Lokasi Stasiun1 Stasiun 2

Terletak pada koordinat 3º36'43"LU 98º 29' 27"BT.Padadaerah ini terdapat ladang, aktivitas penangkapan dan pergerukan pasir di sekitar sungai.Stasiun 2 dapat dilihat pada Gambar 5.

(30)

Stasiun 3

Terletak pada koordinat3º37' 01.9" LU98º 29' 28" BT. Pada daerah ini terdapat kebun sawit, ladang, dan aktivitas budidaya serta penangkapan.

Gambar 6. Lokasi Stasiun 3

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah GPS, jala (mesh size: 1,4 inchi dan diameter tebar 4 m), pH meter, thermometer, Surber net,cool box, kertas grafik, timbangan digital, penggaris, dissecting set, botol sampel, gelas ukur, cawan petri, pipet tetes, gunting, kertas label, botol winkler, kamera digital. Bahan yang digunakan formalin 4%, Aquades, Alkohol 70%,tissue, lakban, plastik ukuran 2 kg, MnSo4, KOHKI, H2SO4, Na2S2O3.Gambar alat maupun bahan dalam peaksanaan penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 4.

Metode Kerja

Pengambilan Sampel Ikan

(31)

pencernaannya dan dimasukan kedalam botol sampel yang telah diisi formalin 4%.Sampel ini dibawa ke laboratorium untuk dianalisis di Laboratorium Terpadu Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Pengambilan Sampel Benthos

Sampel Benthos diambil dengan menggunakan Surber net. Substrat diambilsebanyak tiga kali ulangan pada setiap stasiun kemudian disortir. Benthos yang didapat dibersihkan dan dimasukkan ke dalam botol sampelyang berisialkohol. Identifikasi sampel dilakukan di Laboratorium Terpadu Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Sampel diamati dengan menggunakan lup dan selanjutnya diidentifikasi dengan menggunakan buku identifikasi Dharma (1988), Carpenter dan Volker (1998)

Identifikasi Jenis-Jenis Makanan

Identifikasi jenis - jenis makanan dilakukan di Laboratorium Terpadu Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.Saluran pencernaan ikan yang telah diawetkan diukur panjangnya menggunakan penggaris lalu dipisahkan antara usus dan lambungnya.Sampel lambung ikan dipisahkan antara lambung yang berisi dan lambung yang kosong.Untuk lambung yang berisi, dianalisis lambungnya.

(32)

Pengukuran Faktor Fisika dan Kimia Perairan

Parameter fisika kimia Sungai Bingai dilakukan secara insitu langsung di lokasi penelitian dan exsitu yaitu analisis laboratorium.

Tabel 1. Parameter pengukuran faktor fisika kimia di perairan

Parameter Satuan Alat Metode

Fisika

Suhu ºC Termometer Air -

Kedalaman m Tongkat Berskala -

Kecepatan Arus m/det Botol Aqua Tali Plastik -

Tekstur Substrat - - Metode Pipet

(Analisi Lab) Kimia

pH - pH Meter -

DO mg/L Botol Winkler Metode Winkler (Lampiran 1) BOD5 mg/L Botol Winkler Metode Winkler

(Lampiran 2)

Metode Pengukuran Frekuensi Kejadian

Frekuensi kejadian ditentukan dengan mencatat keberadaan masing – masing organisme yang terdapat dalam sejumlah alat pencernaan ikan yang berisi bahan makanannya dan dinyatakan dalam persen yang dikemukakan oleh Effendie (1979) adalah sebagai berikut :

��= ��

� × 100%

Keterangan :

FK = Frekuensi Kejadian

(33)

Volumetrik

Volumetrik merupakan metode untuk mengukur makanan ikan berdasarkan pada volume makanan ikan yang ada di lambung ikan yang dikemukakan oleh Effendie (1979) sebagai berikut :

% ������= %�

� × 100%

Keterangan :

%i = Volume total satu macam organisme dalam persen I = Total lambung yang terisi

Indeks Bagian Terbesar (Index of Preponderance)

Indeks bagian terbesar (Index of Preponderance) dihitung untuk mengetahui presentase suatu jenis organism makanan tertentu terhadap semua organism makanan yang dimanfaatkan oleh ikan, dengan menggunakan rumus perhitungan menurut Natarajan dan Jhingran dalam Effendie (1979) adalah sebagai berikut :

��

=

�� ��

Σ (�� ×��)

× 100%

Keterangan :

IP = Indeks bagian terbesar jenis organisme ke-i Vi = Persentase volume jenis organisme makanan ke-i

Oi = Persentase frekuensi kejadian jenis organisme makanan ke-i Menurut Nikolsky (1963) Jika ,

(34)

Indeks Pilihan (Index of Electivity)

Preferensitiap organisme jenis benthos yang terdapat dalam alat pencernaan ikan dengan yang ada diperairan ditentukan berdasarkan Indeks Pilihan (index of electivity) dalam Effendi (1979) sebagai berikut:

E = ��−�� ��+��

Keterangan :

E = Indeks pilihan

ri = Jumlah relatif macam-macam organisme yang dimakan pi = Jumlah relatif macam organisme di perairan

Indeks pilihan merupakan perbandingan antara organisme pakan ikan yang terdapat dalam lambung dengan organisme pakan ikan yang terdapat dalam perairan. Jika, 0<E<1 berarti pakan digemari

(35)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Hasil Tangkapan Ikan Baung di Sungai Bingai

Ikan baung yang tertangkap selama penelitian sebanyak 53 ekor yang terdiri atas 35 ekor ikan jantan dan 18 ekor ikan betina.Jumlah tangkapan ikan baung pada setiap stasiun berbeda‐beda. Jumlah tangkapan terbanyak terdapat pada stasiun 3 yang terdiri dari 13 ekor Jantan dan 8 ekor betina, sedangkan jumlah tangkapan terendah terdapat pada stasiun 1 sebanyak 14 ekor yang terdiri dari 10 ekor jantan dan 4 ekor betina (Gambar 7)

Gambar 7. Jumlah Ikan yang Tertangkap Berdasarkan Lokasi Penelitian

Kebiasaan Makanan Ikan Baung Letak Mulut

Hasil analisis morfologi ikan baung yang ditemukan di setiap stasiun penelitian menunjukkan bahwa mulut ikan baung terletak pada bagian ujung kepala (tipe subterminal) yang dapat dilihat pada Gambar 8.

0

Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3

(36)

Gambar 8. Posisi Mulut Ikan Baung (Mystus nemurus)

Komposisi Jenis Makanan Ikan Baung Berdasarkan Stasiun

Komposisi makanan ikan baung di setiap stasiun penelitian cukup bervariasi.Stasiun 1 terdapat 7 jenis makanan, di Stasiun 2 terdapat 6 jenis makanan, di Stasiun 3 terdapat 7 jenis makanan.Gambar jenis-jenis makanan alami ikan baung dapat dilihat pada Lampiran 3.Jenis makanan alami ikan baung bervariasi namun jenis makanan yang mendominansi untuk setiap stasiun yaitu sisa ikan.Komposisi makanan ikan baung berdasarkan stasiun dapat dilihat pada Gambar 9, Gambar 10, dan Gambar 11.

. Gambar 9. Nilai IP Komposisi Makanan Ikan Baung di Stasiun 1.

55,14%

38,44%

(37)

Gambar 10. Nilai IP Komposisi Makanan Ikan Baung di Stasiun 2.

Gambar 11. Nilai IP Komposisi Makanan Ikan Baung di Stasiun 3.

Komposisi Jenis Makanan Ikan Baung Berdasarkan Jenis Kelamin

Hasil analisis makanan alami berdasarkan jenis kelamin jantan dan betina di perairan Sungai Bingai diperoleh nilai IP (Indeks of Preponderance) dapat dilihat pada Gambar 12 dan 13.

61,26%

(38)

Gambar 12. Nilai IP Komposisi Makanan Ikan Baung Jantan

Gambar 13. Nilai IP Komposisi Makanan Ikan Baung Betina

Indeks Pilihan atau Index of Electivity (E)

Index of Electivity merupakan pemilihan atau penyeleksian makanan oleh pemangsa yang membandingakan jenis makanan diperairan dan jenis makanan di lambung.Hasil Index of Electivity dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 2. Indeks Pilihan atauIndeks of Electiviy (E)

Jenis Makanan Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3

Thiara scabra -0,75 -0,45 -0,78

Faunus ater -0,94 - -

Nodilittorina pyramidalis -0,89 - -0,69

Pila scutata - - -

Planaria sp. 0,14 0,866 0,9

60,38%

32%

2,09% 0,02% 0,04% 0,07% 0,76% 4,46% 0,00%

2,30% 0,29% 0,20% 4,61% 1,27%

(39)

Jenis Benthos yang Ditemukan di Lokasi Stasiun Penelitian

Benthos yang didapatkan selama penelitian di Sungai Bingai terdiri dari 5 spesies, yaitu Thiara scabra, Pila scutata, Nodilittorina pyramidalis, Faunus ater, dan Planaria sp seperti yang terlihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Benthos yang Ditemukan di Lokasi Stasiun Penelitian

Kelas Ordo Famili Genus Spesies

Gastropoda Architaeniglossa Ampullariidae Pila Pila scutata Sorbeoconcha Littorinidae Nodilittorina Nodilittorina

pyramidalis Thiaridae Faunus Faunus ater

Thiara Thiara scabra Turbellaria Tricladida Planaridae Planaria Planaria sp.

Kelimpahan Benthos

Kelimpahan benthos selama penelitian di Sungai Bingai berkisar 10-790 ind/cm2.Stasiun yang memiliki kelimpahan paling tinggi yaitu pada stasiun 1 dan kelimpahan terendah pada stasiun 2.Kelimpahan benthos di setiap stasiun dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Kelimpahan Benthos di Perairan Sungai Bingai

Taksa Kelimpahan (ind/m2)

(40)

Kondisi Perairan Sungai Bingai

Hasil pengukuran faktor fisika kimia perairan di Sungai Bingai selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 5 dan 6.

Tabel 5.Hasil Pengukuran Faktor Fisika Kimia Perairan di Sungai Bingai

No Parameter Satuan Stasiun Pengamatan

Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3

Tabel 6. Hasil Analisis Substrat di Setiap Stasiun Pengamatan

Stasiun Fraksi

Hasil Tangkapan Ikan di Sungai Bingai

(41)

untuk memijah ikan jantan lebih banyak dibandingkan betina.Hal ini didukung dengan penelitian Manurung (2014) menyebutkan bahwa jumlah ikan yang tertangkap saat bulan Maret-Mei sebagai musim kemarau lebih banyak betina dibandingkan jantan dengan rasio kelamin 4,5>3,8.Menurut Nikolsky (1969) perbandingan kelamin dapat berubah menjelang dan selama musim pemijahan.Pada awalnya ikan jantan lebih banyak dibandingkan betina kemudian rasio kembali berubah menjadi 1:1 diikuti dengan dominansi ikan betina.

Letak Mulut

(42)

dapat disembulkan dan sungut. Kelompok ini mendapatkan makanan dengan cara menghisap organisme pada substrat dasar perairan.

Komposisi Jenis Makanan Ikan Baung Berdasarkan Stasiun

Hasil pada Gambar 9, Gambar 10, dan 11 menunjukkan adanya variasi jumlah dan jenis makanan di setiap stasiun diduga terkait dengan kondisi lingkungan perairan (termasuk kualitas perairan) dan ketersediaan makanan di setiap stasiun.Pakan alami ikan memiliki nilai IP yang tinggi disebabkan ikan menyukai makanan yang sesuai dengan bukaan mulutnya seperti ikan ikan kecil.Menurut Effendie (2002) Ikan mengawali hidupnya dengan memanfaatkan makanan yang sesuaidengan ukuran mulutnya. Setelah ikan bertambah besar, makanannya akanberubah baik kuantitas maupun kualitasnya. Hasil ini selaras dengan penelitian Pudjiwodo (2009) yang menyatakan bahwa Lele Sangkuriang yang masih satu ordo dengan ikan baung, lebih banyak memakan anakan ikan yang paling banyak.

(43)

kelabang (Scutigera sp.), kumbang air (Grynidae sp.), potongan ikan, serasah seperti daun atau batang tumbuhan, dan sisa hewan yang tidak bisa teridentifikasi lagi. Ikan baung yang ditemukan pada penelitian ini adalah jenis karnivora.

Ikan baung juga memakan benthos di dasar perairan karena ikan baung aktif di dasar perairan.Hal ini sesuai dengan penelitian Jaya C. dan Saksena (2013) bahwa serangga dan molluska memiliki nilai biomassa tertinggi dalam lambung ikan Mystus cavasiusdi Sungai Chambal.Jenis benthos yang ditemukan dalam lambung ikan baung di Sungai Bingai yaitu Thiara scabra, Planaria sp., dan Faunus ater.Jenis benthos yang terdapat pada lambung ikan baung untuk seluruh stasiun yaitu Thiara scabra dan Planaria sp. Hal ini disebabkan jenis benthos tersebut terdapat pada ketiga stasiun. Sedangkan pada lambung ikan baung di stasiun 1 terdapat jenis benthos Faunus ater yang tidak ditemukan pada lambung di stasiun 2 dan 3.Menurut Effendie (2002) keberadaan makanan di perairan dipengaruhi oleh faktor biotik dan abiotik lingkungan.

(44)

Beberapa faktor yang menentukan dimakan atau tidaknya suatu jenis makanan oleh ikan adalah ukuran, warna, ekstur, dan selera ikan terhadap makanan.

Hasil pengamatan isi lambung yang terdapat pada gambar 6,7, dan 8 meunjukkan bahwa ikan baung memiliki variasi makanan yang tidak cukup beragam yaitu ikan, benthos, serangga dan serat tumbuhan. Menurut Rahardjo (2011) stenofagus adalah ikan yang makanannya terdiri atas berbagai jenis organisme makanan.

Komposisi Jenis Makanan Ikan Baung Berdasarkan Jenis Kelamin

Hasil pada Gambar 12 dan 13 menunjukkan bahwa makanan utama ikan baung jantan dan betina relatif sama yaitu ikan dengan nilai IP jantan 60,38% dan IP Betina 59,52%. Makanan pelengkap untuk jantan betina sama yaitu serat tumbuhan, hanya saja betina terdapat organisme Thiara scabra sebagai makanan pelengkap. Jenis-jenis makanan tambahan jantan dan betina juga hampir sama, perbedaannya yaitu pada jantan terdapat organisme faunus ater sebagai makanan tambahan sedangkan betina tidak.

Jenis jenis organisme yang terdapat pada lambung ikan baung betina dan jantan hampir sama hanya saja tingkat presentasenya saja yang berbeda. Jenis kelamin tidak begitu mempengaruhi dalam memanfaatkan organisme makanan di perairan.Menurut Oktaviani dkk.(2005), kesamaan dalam memanfaatkan organisme makanan antara ikan jantan danbetina diduga dipengaruhi oleh ketersediaan makanan di perairan.

Indeks Pilihan atau Index of Electivity (E)

(45)

cacing Planaria sp. Makanan yang tidak digemari ikan yaitu Thiara scabra, Faunus ater, Nodilittorina pyramidalis, dan Pila scutata. Hasil penelitian diketahui bahwa Thiara scabra memiliki kelimpahan tertinggi di perairan tetapi bukan makanan kegemaran ikan baung. Hal ini menunjukkan bahwa ikan selektif terhadap makan yang akan dimakannya. Menurut Effendie (1979) menyatakan bahwa bilamana salah satu macam organisme makanan ikan terdapat banyak dalam suatu perairan belum tentu menjadi bagian penting dalam susunan diet ikan.Ikan selektif terhadap yang dimakannya.

Benthos di Sungai Bingai

Hasil penelitian diperoleh 5 spesies makrozobenthos yang berhasil diidentifikasi (Tabel 3). Pada stasiun 1 terdapat 4 spesies yaitu Thiara scabra, Faunus ater, Nodilittorina pyramidalis, dan Planaria sp. Pada stasiun 2 terdapat 2 spesies yaitu Thiara scabra, dan Planaria sp. Pada stasiun 3 terdapat spesies Pila scutata, Thiara scabra, Nodilittorina pyramidalis, dan Planaria sp.

(46)

Keadaan Lingkungan Perairan Sungai Bingai

Hasil pada Tabel 1 dapat diketahui bahwa suhu yang diperoleh yaitu

berkisar antara 24-27ºC.Nilai suhu tersebut masih dapat digolongkan dalam

kisaran yang menunjang kehidupan organisme aquatik. Suhu suatu perairan sangat mempengaruhi keberadaan ikan, suhu air yang tidak cocok, misalnya terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat menyebabkan ikan tidak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.Hal ini sesuai dengan Cahyono (2000) Suhu air yang cocok untuk pertumbuhan ikan di daerah tropis adalah berkisar antara 15-30ºC dan perbedaan temperatur antara siang dan malam kurang dari 5ºC.Berdasarkan hal tersebut menujukkan suhu di Sungai Bingai masih mendukung untuk kehidupan alami ikan baung.

Nilai pH yang terdapat di masing-masing lokasi penelitian yaitu berkisar 4,5-6,3. Nilai pH terendah terdapat pada stasiu 1 yaitu 4,5, sedangkan nilai pH tertinggi terdapat pada stasiun 3 yaitu 6,3.Nilai pH tersebut masih sesuai bagi kehidupan organisme akuatik. Menurut Effendi (2002) sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pHdan menyukai nilai pH sekitar 7-8,5. Setiap organisme mempunyai toleransi yang berbeda terhadap pH maksimal, minimal serta optimal dan sebagai indeks keadaan lingkungan. Besaran pH dipengaruhi komposisi kimiawi air juga aktivitas biologi yang berlangsung di dalamnya (Irianto, 2005). Batas organisme terhadap pH bervariasi tergantung pada suhu air, oksigen terlarut, adanya berbagai anion dan kation serta jenis organisme (Erlangga, 2007).

(47)

Nilai oksigen terlarut terendah terdapat pada stasiun 1 dan 2 yaitu 4 mg/L. Rendahnya kadar oksigen terlarut di stasiun tersebut diduga pengaruh limbah dari aktivitas masyarakat sekitar yaitu adanya kegiatan pasar, dan MCK di stasiun tersebut. Konsentrasi oksigen terlarut dapat menjadi indikator adanya pencemaran organik (Siahaan dkk., 2011). Kadar oksigen terlarut di perairan Sungai Bingai masih dapat dikatakan normal.Menurut Basmi (1991) menjelaskan bahwa perairan dengan kandungan oksigen terlarut kurang dari 3 mg/Lakan mengganggu kehidupan biota perairan. Hal ini sesuai dengan Salmin (2005) bahwa kandungan oksigen terlarut minimum adalah 2 mg/L dalam keadaan normal dan tidak tercemar oleh senyawa beracun (toksik).Toleransi kelompok makrozoobenthos terhadap oksigen terlarut sangat bervariasi, Pada umumnya makrozoobenthos invertebrata di perairan memerlukan oksigen untuk melakukan aktivitas metabolisme.

Tabel 5memperlihatkan bahwa kisaran arus antara 0,8-1,5 m/det. Hal tersebut menunjukkan kisaran arus tersebut tergolong cepat dan sangat cepat. Menurut Welch (1980) dalam Novita (2013) menyatakan bahwa arus dibagi menjadi 5 yaitu arus sangat cepat (>1m/det), cepat (0,5-1 m/det), sedang (0,25-0,5 m/det), lambat (0,1-0,25 m/det) dan sangat lambat (<0,1 m/det). Kecepatan arus tertinggi terdapat pada stasiun 2 yaitu sampai 1,5 m/det. Kecepatan arus terendah terdapat pada stasiun 1 dan Stasiun 3 yaitu 0,8 m/det.

(48)

stasiun tersebut seperti kegiatan pasar, dan MCK. Lee, dkk (1978) dalam Novita (2013) menjelaskan bahwa bsarnya nilai BOD, menunjukkan makin besarnya aktivitas mikroorganisme dalam menguraikan bahan organik.

Hasil pengukuran tekstur substrat pada Tabel 6menunjukkan bahwa ikan baung hidup di perairan yang memiliki tekstur pasir berlempung. Hubungan parameter fisika kimia berupa jenis terkstur substrat dasar pada setiap stasiun penelitian dapat dikaitkan dengan ikan dan makrozobenthos yang didapat sebagai pakan alami untuk ikan baung. Di ketiga stasiun memiliki tekstur pasir berlempung.Ikan baung yang hidup didasar perairan menyukai tekstur substrat yang berpasir, ini diduga mempermudah ikan baung untuk membuat liang untuk bersembunyi dalam menangkap mangsanya. Makrozobenthos yang paling banyak didapat yaitu Thiara scabra. Terkstur pada setiap stasiun cocok untuk spesies tersebut karena spesies tersebut memiliki cangkang yang tebal akan tahan pada presentase pasir yang cukup tinggi. Hal ini sesuai dengan kelimpahan benthos yang cukup tinggi karena sesuai dengan tekstur yang berpasir sebagai substrat dassar hidup molluska.

Pengelolaan Sumberdaya Ikan Sungai Bingai

(49)

pemerintah dan masyarakat dapat bekerjasama dalam melakukan pengawasan kualitas perairan Sungai Bingai yang menunjang kehidupan ikan khususnya ikan Baung dan ketersediaan pakan alaminya.

Arah pengelolaan berdasarkan aspek kebiasaan makanan adalah bagaimana menjaga agar sumberdaya yang menjadi makanan utama bagi ikan baung tetap terjaga kelestariannya, hal ini dilakukan mengingatmakanan merupakan faktor penting dalam proses pertumbuhan, reproduksi maupunmenjaga kelangsungan hidup ikan tersebut. Salah satu cara yang dapat dilakukan agar makanan yang dimakan oleh ikan baung selalu tersedia yaitu dengan menjaga kualitas perairan untuk tidak tercemar. Pencemaran akan berdampak bagi kehidupan biota perairan, tidak hanya bagi ikan yang dimakan oleh ikan baung tetapi juga akan berdampak pada kehidupan ikan baung dan organisme lainnya.

(50)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Kebiasaan makanan ikan baung (Mystus nemurus) di Sungai Bingai terdiri dari makanan utama yaitu ikan, makanan pelengkap yaitu serat tumbuhan, dan makanan tambahan yaitu insekta, Planaria sp., Thiara scabra, Faunus ater, dan Nodilittorina pyramidalis.

2. Indeks pilihan (Index of Electivity) ikan terhadap jenis kegemaran ikan terhadap benthos di Sungai Bingai adalah Planaria sp.

3. Kondisi perairan Sungai Bingai masih dapat mendukung kehidupan ikan baung dan ketersediaan pakan alaminya.

Saran

(51)

DAFTAR PUSTAKA

Amri, K. 2008. Ikan Baung. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Bantek Pelaksanaan Penataan Ruang Kota Binjai Provinsi Sumatera. 2008.

Laporan Antara Rasicipta Consultama. Jakarta.

Basmi, J. 1991. Pola Distribusi dan Peran Bahan Organik Terhadap Kualitas Air Zona Eufotik Disekitar Perikanan Net Apung di Danau Lido Jawa Barat [Thesis]Fakultas Ilmu Perikanan dan Kelautan, IPB. Bogor.

Beckman, W. C. 1962. The frehwater fishes of Syria and their general biology and management. FAO Fish.

Cahyono, B.2000.Budidaya Ikan Air Tawar.Pustaka Mina.Jakarta.

Carpenter, K. E. dan V. H. Niem. 1998. FAO Species Identification Guide Fishery Purposes. Food and Agriculture Orgaization Of The United Nations. Rome. Cott PA, PK Sibley, WM Somers, MR Lilly& AM Gordon. 2008. A review of Water Level Fluctuations on Aquatic Biota with Emphasis on Fishes in IceCovered Lake. Journal of the American Water Resources Association. 44(2):343‐360.

Dharma, B. 1988.Siput dan Kerang Indonesia (Indonesian Shells).PT Sarana Graha. Jakarta

Ediwarman. 2010. Pengaruh Tepung Ikan Lokal Dalam Ikan Induk Terhadap Pematangan Gonad dan Kualitas Telur Ikan Baung (Hemibagrus nemurus Blkr) [Skripsi]. Fakultas Ilmu Perikanan dan Kelautan,IPB. Bogor. Effendie, M.I.1979.Metode Biologi Perikanan.Yayasan Dewi Sri. Yogyakarta. Effendie, M.I. 2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. Yogyakarta. Erlangga.2007. Efek Pencemaran Perairan Sungai Kampar di Provinsi Riau

Terhadap Ikan Baung (Hemibagrus nemurus) [Thesis]. Fakultas Ilmu Perikanan,IPB. Bogor.

Hadisusanto, S. dan S. Suryaningsih 2011. Puntius orphoides Valenciennes.Kajian Ekologi dan Potensi Untuk Domestikasi Biota. 16(2) : 214-220

(52)

Khan, M.S., Ambak, M.A., dan A.K.M Mohsin. 1988. Food and Feeding Biology of a Tropical Freshwater Catfish, Mystus nemurus C.&V. with Reference to its Functional. 35(2): 78-79

Kottelat , M, A. J., Whitten, S. N., Kartika, dan S. Wirjoatmodjo. 1993. Freshwater Fishes of Western Indonesia and Sulawesi. Periplus Edition (HK) Ltd. Jakarta.

Krebs, C. J. 1989. Ecological Methodology.Harper Collins. New York Kristanto, P. 2002. Ekologi Industri. Penerbit ANDI.Yogyakarta

Lee, C.D., Wang S. B. and Kuo C. I. 1978.Benthic Macroinvertebrates and Fish as Indikator of Water Quality with Reference to Community Diversity Index Bull C.

Lagler K.F., Bardach J. E., Miller R. R., Passino D. R. M. 1977.Ichthyology: jilid 2. John Wiley and Sons. New York.

Manurung, V. R. 2013. Studi Aspek Reproduksi Ikan Baung (Mystus nemurus Cuvier Vallenciennes) di Sungai Bingai Bijai Provinsi Sumatera Utara (Skripsi).USU. Medan.

Minggawati, I. 2010. Kebiasaan Makan dan Ketersediaan Pakan Alami Ikan Lais Bantut ( Ompok hypophthalamus ) di Danau Dapur Kota Palangkaraya.

UNKRIP.Palangkaraya. Journal of Tropical Fisheries (2010) 5(1): 476 – 482.

Novita, B. 2013.Studi Kebiasaan Makanan Ikan Cencen (Mystacoleucus marginatus) di Sungai Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan [Skripsi]. Fakultas MIPA, USU. Medan.

Nikolsky , G. V. 1963. The Ecology of Fishes. Academic Press. New York. Nugroho, A.2006.Bioindikator Kualitas Air.Universitas Trisakti. Jakarta.

Oktaviani, I. 2005. Studi Kebiasaan Makan Ikan Terbang (Hirundichthys oxycephalus) Di Perairan Binuangeun, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten [Skripsi].Fakultas Perikanan Ilmu Kelautan, IPB. Bogor

Pudjiwodo, E. 2009. Tingkah Laku Makan Ikan Lele Sangkuriang (Clarias gariepinus Var. Sangkuriang) Terhadap Beberapa Jenis Anakan Ikan [Thesis]. Fakultas MIPA, UI.

Rahardjo. M. F., D. S. Sjafei., R. Affandi dan Sulistiono. 2011. Ikhtiology. Penerbit Lubuk Agung. Bandung.

(53)

di Daerah Aliran Sungai Kampar, Provinsi Riau [Skripsi].Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB. Bogor.

Rukmini. 2012.Teknologi Budidaya Biota Air. Karya Putra Darwati. Bandung. Salmin. 2005. Oksigen Terlarut (DO) dan Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD)

Sebagai Salah Satu Indikator Untuk Menentukan Kualitas Perairan. Jurnal Oseana 30(2): 21-26

Siahaan, R., Andry, I., Dedi, S dan Lilik B.P. 2011. Kualitas Air Sungai Cisadane, Jawa Barat-Banten (Water Quality of Cisadane River, West Java-Banten) ejournal.usrat.ac.id (Diakses 12 Desember 2014).

Simanjuntak, C., dan Rahardjo, M.F. 2001.Kebiasaan Makanan Ikan Tetet Johnius belangerii di Perairan Mangrove Pantai Mayanegan, Jawa Barat. Jurnal Iktiologi Indonesia 1 (2): 11-17

Sinaga, M., Titrawani., dan Yusfiati. 2013. Analisis Isi Lambung Ikan Baung (Mystus nemurus C.V) di Perairan Sungai Siak Kecamatan Rumbai Pesisir Provinsi Riau. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Riau. Pekan Baru.

Sukendi. 2010. Biologi Reproduksi dan Pengendaliannya Dalam Upaya Pembenihan Ikan Baung (Mystus nemurus C.V) Dari Perairan Sungai Kampar Riau.Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB. Bogor.

Sukimin, S. 2004. Biologi Perikanan. Bogor Fakultas Perikanan dan Kelautan, IPB. Bogor.

Taufiqurohman, A., Isni, N., dan Zahidah. 2007. Studi Kebiasaan Makananan (Food Habit) Ikan Nilem (Osteichilus hasselti) di Tarogong Kabupaten Garut. Lembaga Penelitian Universitas Padjajaran. Bandung.

(54)

Lampiran 1.Bagan kerja Metode Winkler untuk mengukur DO

Sampel Air

1 ml MnSO4 1 ml KOH-KI

Dikocok Didiamkan

Sampel dengan endapan putih/coklat

1 ml H2SO4 Dikocok Didiamkan

Larutan sampel berwarna coklat

Diambil 100 ml ditetesi Na2S2O3 0,00125 N

Sampel berwarna Kuning Pucat

Ditambahkan 5 tetes amilum

Sampel berwarna biru

Dititrasi dengan Na2S2O3 0,0125 N

Sampel bening

Hitung volume Na2S2O3 yang terpakai

(55)

Lampiran 2. Bagan kerja Metode Winkler untuk mengukur BOD

Sampel Air

Sampel Air Sampel Air

Diinkubasi selama 5 hari pada suhu 20ºC

Dilakukan pengukuran Nilai DO akhir.

DO Akhir DO Awal

(56)

Lampiran 3. Jenis makanan ikan baung

Sisa Ikan Sisa ikan

Cacing Planaria sp. Serat Tumbuhan

Thiara scabra Faunus ater

(57)

Lampiran 4. Foto Alat dan Bahan

Jala (Alat tangkap ikan) Dissecting set

Timbangan Digital Surber Net

pH meter Formalin 4%

(58)

Lampiran 4. Lanjutan

Kertas Grafik Kertas Label

Cawan Petri Lup

Aquades Lakban

(59)

Lampiran 5.Data perhitungan nilai IP dan E

Tabel 1.data IP ikan baung secara umum di Sungai Bingai Jenis Makanan

N (jumlah lambung yg

berisi) Nilai IP di Sungai Bingai

Sisa Ikan 31 60.38%

Serat Tumbuhan 29 32.21%

Planaria sp. 15 2.18%

Sisa serangga 4 0.10%

Faunus ater 1 0.01%

Nodilittorina Pyramidalis 2 0.10%

Thiara scabra 10 1.95%

Tidak teridentifikasi 17 3.07%

Tabel 2. Data IP ikan baung di stasiun 1 Jenis Makanan

N (Jumlah lambung

yang berisi) Nilai IP Stasiun 1

Sisa Ikan 9 55.14%

Serat tumbuhan 9 38.44%

Planaria sp. 2 0.18%

Faunus ater 1 0.23%

Nodilittorina pyramidalis 1 0.32%

Thiara scabra 3 3.30%

Tidak terindentifikasi 6 2.39%

Tabel 3. Data IP ikan baung di stasiun 2 Jenis Makanan

N (Jumlah lambung

yang berisi) Nilai IP Stasiun 2

Sisa Ikan 10 61.26%

Serat Tumbuhan 10 31.50%

Planaria sp. 4 2.27%

Sisa Serangga 2 0.09%

Thiara scabra 4 2.66%

Tidak teridentifikasi 4 2.22%

Tabel 4. Data IP ikan baung di stasiun 3 Jenis Makanan

N (Jumlah lambung

yang berisi) Nilai IP Stasiun 3

Sisa Ikan 12 61.98%

Serat Tumbuhan 10 29.31%

Planaria sp. 9 4.29%

Sisa serangga 4 0.91%

Nodilittorina pyramidalis 1 0.20%

Thiara scabra 2 0.35%

(60)

Lampiran 5. Lanjutan

Nodilittorina pyramidalis 55 3 -0.896551724

Planaria sp. 3 4 0.142857143

jlh yang di lambung

(ri) E Stasiun 3

Pila scutata 19 0 -

Thiara scabra 33 4 -0.783783784

Nodilittorina pyramidalis 22 4 -0.692307692

Gambar

Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Gambar 2. Ikan Baung
Gambar 3. Peta Lokasi Penelitian
Gambar 5. Lokasi Stasiun 2
+7

Referensi

Dokumen terkait

Telah dilakukan penelitian tentang hubungan antara kualitas air dengan kebiasaan makanan ikan batak (Tor soro) di perairan Sungai Asahan Sumatera Utara pada bulan

Hubungan factor fisik- kimia perairan dengan keanekaragaman ikan di Sungai mencirim, Binjai Provinsi Sumatera Utara telah diteliti pada bulan Juni 2015..

Keanekaragaman dan Distribusi Ikan Dikaitkan dengan Faktor Fisik dan Kimia Air di Muara Sungai Asahan.. USU

Telah dilakukan penelitian tentang hubungan antara kualitas air dengan kebiasaan makanan ikan batak ( Neolissochilus sumatranus ) di sungai Asahan, Sumatera Utara.. Tujuan

Gambar Hasil Pengamatan Terhadap Organisme Jenis Makanan Ikan Batak ( Neolissochilus sumatranus ). Cocconeis

“ Kebiasaan Makan Ikan Bilih (Mystacoleucus Padangensis Bleeker) di Sungai Naborsahan, Kecamatan Ajibata, Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara ”, yang merupakan tugas akhir

Penelitian ini dapat menjadi sumber informasi dasar bagi masyarakat di daerah Sungai Naborsahan mengenai jenis-jenis makanan ikan bilih dan dapat mengetahui pakan-pakan alami

Isi lambung ikan lontok (O. porocephala) di perairan Sungai Iyu terdiri dari kelompok udang, kepiting, ikan-ikan kecil dan siput, oleh karena itu digolongkan sebagai ikan karnivora,