• Tidak ada hasil yang ditemukan

Profil Kuman Diare Kronik Dan Hubungannya Dengan Kadar Cd4 Pada Penderita Aids Yang Dirawat Di Rsup H Adam Malik Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Profil Kuman Diare Kronik Dan Hubungannya Dengan Kadar Cd4 Pada Penderita Aids Yang Dirawat Di Rsup H Adam Malik Medan"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

PROFIL KUMAN DIARE KRONIK DAN HUBUNGANNYA

DENGAN KADAR CD4 PADA PENDERITA AIDS YANG

DIRAWAT DI RSUP H ADAM MALIK MEDAN

PENELITIAN CARA POTONG LINTANG PROSPEKTIF

DESKRIPTIF

ANALITIK DI DEPARTEMEN / SMF ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN USU

RSUP H ADAM MALIK MEDAN

NOVEMBER 2008 - AGUSTUS 2009

T E S I S

Oleh

Radar Radius Tarigan

DEPARTEMEN I LMU PENYAKI T DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNI VERSI TAS SUMATERA UTARA

RSUP H ADAM MALI K / RSUD DR PI RNGADI

(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang

telah melimpahkan kasih dan berkatNya serta telah memberikan kesempatan

kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul : Profil

Kuman Diare Kronik dan Hubungannya Dengan Kadar CD4 pada Penderita AI DS yang Diraw at di RSUP H Adam Malik Medan.

Tesis ini merupakan persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan

dokter ahli di bidang llmu Penyakit Dalam pada Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara.

Dengan selesainya tesis ini, maka penulis ingin menyampaikan terima

kasih dan rasa hormat serta penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. dr. Salli Roseffi Nasution, SpPD-KGH., selaku Ketua Departemen llmu

Penyakit Dalam FK USU/ RSUP H. Adam Malik Medan yang telah

memberikan bimbingan dan kemudahan buat penulis dalam

menyelesaikan pendidikan.

2. dr. Zulhelmi Bustami SpPD-KGH., dan dr. Dharma Lindarto SpPD-KEMD.,

selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi llmu Penyakit Dalam yang

dengan sungguh-sungguh telah membantu dan membentuk penulis

menjadi ahli penyakit dalam yang berkualitas, handal dan berbudi luhur

serta siap untuk mengabdi bagi nusa dan bangsa.

3. Prof. dr. Harun Rasyid Lubis, SpPD-KGH., selaku Ketua TKP-PPDS ketika

penulis diterima sebagai peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis

(3)

untuk diterima sebagai peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis llmu

Penyakit Dalam

4. Prof. dr. Lukman Hakim Zein, SpPD-KGEH., selaku Ketua Departemen

Ilmu Penyakit Dalam FK USU/ RSUP H.Adam Malik Medan ketika penulis

diterima sebagai peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu

Penyakit Dalam yang telah memberikan kesempatan dan bimbingan

dalam menyelesaikan pendidikan.

5. dr. Yosia Ginting, SpPD-KPTI., sebagai Kepala divisi Penyakit Tropis dan

Infeksi Departemen Ilmu Penyakit Dalam sebagai Pembimbing I dan

dr.Tambar Sembiring Kembaren, SpPD., sebagai Pembimbing II yang

telah memberikan banyak bimbingan, dorongan dan bantuan dalam

menyelesaikan pendidikan.

6. dr. Syafii Piliang, SpPD-KEMD., dan dr. Zulhelmi Bustami SpPD-KGH.,

selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Ilmu Penyakit Dalam ketika

penulis diterima sebagai peserta PPDS Ilmu Penyakit Dalam yang telah

memberikan banyak bimbingan dan bantuan dalam menyelesaikan

pendidikan.

7. Prof. dr. Sutomo Kasiman, SpPD-KKV, SpJP (K)., selaku Ketua Komisi Etik

Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera

Utara yang telah memberikan persetujuan untuk pelaksanaan penelitian

ini

8. Seluruh staf Departemen llmu Penyakit Dalam FK USU/ RSUD dr

Pirngadi/ RSUP H. Adam Malik Medan : Prof. dr. Harun Rasyid Lubis,

(4)

Bachtiar Fanani Lubis, SpPD-KHOM., Prof. dr. Habibah Hanum Nasution,

SpPD-Kpsi., Prof. dr. Sutomo Kasiman SpPD-KKV., Prof. dr. Azhar

Tanjung, KP-KAl, SpMK., Prof. dr. Pengarapen Tarigan,

SpPD-KGEH., Prof. dr. OK Moehad Sjah SpPD-KR., Prof. dr. Lukman Hakim

Zain, SpPD-KGEH., Prof. dr. M Yusuf Nasution, SpPD-KGH., Prof. dr.

Azmi S Kar, SpPD-KHOM., Prof. dr. Gontar A Siregar, SpPD-KGEH., Prof.

dr. Harris Hasan SpPD, SpJP(K)., dr. Nur Aisyah SpPD-KEMD., Dr. A Adin

St Bagindo SpPD-KKV., dr. Lufti Latief, SpPD-KKV., dr. Syafii Piliang,

KEMD., dr. T Bachtiar Panjaitan, SpPD., dr. Abiran Nababan,

KGEH., dr. Betthin Marpaung, KGEH., dr. Sri M Sutadi

SpPD-KGEH., dr. Mabel Sihombing, SpPD-SpPD-KGEH., Dr. dr. Juwita Sembiring,

SpPD-KGEH., dr. Alwinsyah Abidin, SpPD-KP., dr. Abdurrahim Rasyid

Lubis, SpPD-KGH., dr. Dharma Lindarto SpPD-KEMD., Dr.dr. Umar Zein

SpPD-KPTI-DTM&H-MHA., dr. Refli Hasan SpPD,SpJP (K)., dr.Pirma

Siburian SpPD., dr. EN Keliat KP., dr. Blondina Marpaung

SpPD-KR., dr. Leonardo Dairy SpPD-KGEH., Dr. Dairion Gatot SpPD-KHOM., dr.

Soegiarto Gani SpPD., dr. Savita Handayani SpPD., yang merupakan

guru-guru saya yang telah banyak memberikan arahan dan petunjuk

kepada saya selama mengikuti pendidikan.

9. dr. Armon Rahimi, SpPD-KPTI., dr. Daud Ginting SpPD., dr. Saut

Marpaung SpPD., dr. Mardianto, SpPD., dr. Zuhrial SpPD., dr. Dasril

Efendi SpPD-KGEH., dr. llhamd SpPD., dr. Calvin Damanik SpPD., dr.

Zainal Safri SpPD.,SpJP., dr. Rahmat Isnanta, SpPD., dr. Santi Safril,

(5)

Abraham SpPD., dr. Franciscus Ginting SpPD., sebagai dokter kepala

ruangan/senior yang telah amat banyak membimbing saya selama

mengikuti pendidikan.

10. Direktur RSUP H Adam Malik Medan dan RSUD Dr Pirngadi Medan yang

telah memberikan begitu banyak kemudahan dan izin dalam

menggunakan fasilitas dan sarana Rumah Sakit untuk menunjang

pendidikan keahlian ini.

11. Direktur RSUD Sahudin Kotacane, Drg Agus Pramono yang telah

memberikan kesempatan dan bimbingan kepada penulis selama

ditu-gaskan sebagai Konsultan Penyakit Dalam dalam rangka pendidikan ini.

12. Rektor Universitas Sumatera Utara, Dekan Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan izin dan menerima

saya, sehingga dapat mengikuti pendidikan keahlian ini.

13. dr. Amelia Purba, dr. Rudi DL, dr. Hotlan Sihombing, dr. Erwinsyah, dr.

Faisal, dan dr. Darma MS, yang telah bersama mengalami suka dan duka

selama mengikuti pendidikan.

14. Kepada senior kami dr. Bernad Dakhi SpPD., dr. Sahat Sihombing SpPD.,

dr. Ligat Pribadi Sembiring SpPD., dr Sabar Petrus Sembiring SpPD.,

para sejawat peserta PPDS llmu Penyakit Dalam, perawat dan paramedis

SMF/Bagian llmu Penyakit Dalam RSUP H Adam Malik Medan/ RSUD Dr

Pirngadi Medan serta Bapak Syarifudin, Kak Leli, Yanti, Ari, Fitri, Deni

dan Ita terima kasih atas kerja sama dan bantuannya selama ini.

15. Para pasien rawat inap dan rawat jalan di SMF/Bagian llmu Penyakit

(6)

Tembakau Deli/RSUD Sahudin Kotacane, karena tanpa adanya mereka

tidak mungkin penulis dapat menyelesaikan pendidikan ini.

16. Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes., yang telah memberikan bantuan dan

bimbingan yang tulus dalam menyelesaikan penelitian ini.

Rasa hormat dan terimakasih yang setinggi-tingginya penulis tujukan

kepada ayahanda almarhum Bujur Ukur Tarigan BA., dan ibunda Serta Br

Barus yang sangat ananda sayangi dan kasihi, tiada kata-kata yang paling

tepat untuk mengucapkan perasaan hati, rasa terima kasih atas segala jasa –

jasa ayahanda dan ibunda yang tiada mungkin terucapkan dan terbalaskan.

Kepada Ayah mertua Ir. Terang Malem Sembiring dan Ibu mertua

Ratna Br Purba yang telah memberikan dorongan semangat dalam

menyelesaikan pendidikan ini, saya ucapkan terimakasih yang setulusnya,

kiranya Bapa yang di surga selalu memberikan kesehatan dan kebijaksaaan

kepada kalian orangtua yang sangat saya cintai dan sayangi.

Teristimewa kepada istriku tercinta Dkn dr. Erlinta Sembiring, terima

kasih atas kesabaran, ketabahan, pengorbanan dan dukungan yang telah

diberikan selama ini, semoga apa yang kita capai ini dapat memberikan

kebahagiaan dan kesejahteraan bagi kita dan senantiasa diberkati oleh Tuhan

Yesus. Demikian juga kepada ketiga putriku yang kusayangi Viktris Gracia

Salsalina Tarigan, Ruth Savitri Harharina Tarigan dan Tiara Nur Gabriela

Tarigan, yang selalu menjadi penambah semangat serta pelipur lara dikala

senang dan susah semoga apa yang kita jalani bersama selama ini menjadi

(7)

Terima kasihku yang tak terhingga untuk kakanda Natalius Tarigan

SH., Ir Suryanta Tarigan, Tresia Tenaria Tarigan AMK., Ir. Ari Binar

Sembiring, Juanita Sembiring SKM, AAAIJ., Santa Neta Sitepu, Nellyana

Karo-karo SH., Esramen Surbakti, Josefa Sudiati Kaban Ssi., Eduard Barus SE., dan

seluruh anggota keluarga yang telah banyak membantu, memberi semangat

dan dorongan selama pendidikan.

Kepada semua pihak, baik perorangan maupun yang telah membantu

kami dalam menyelesaikan pendidikan spesialis ini, kami mengucapkan

terima kasih.

Akhirnya izinkanlah penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya

atas kesalahan dan kekurangan selama mengikuti pendidikan ini, semoga

segala bantuan, dorongan dan petunjuk yang diberikan kepada penulis

selama mengikuti pendidikan kiranya mendapat balasan yang berlipat ganda

dari Tuhan Kita Yesus Kristus.

Medan, Desember 2009

(8)

DAFTAR I SI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

DAFTAR SINGKATAN ... xiii

ABSTRAK ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN ... 3

2.1. Definisi... 3

2.2. Human Immunodeficiency Virus (HIV)... 3

2.2.1. Diagnosa Infeksi HIV ... 4

2.2.2. Sistem tahapan WHO untuk infeksi dan penyakit HIV... 5

2.3. Insiden ... 7

2.4. Patogenesis Diare Kronik Pada HIV ... 7

2.4.1. Berkurangnya permukaan mukosa usus ... 7

2.4.2. Gangguan fungsi usus halus... 8

2.4.3. Enteropati exudative... 8

2.4.4. Sekresi Enterotoksin ... 8

2.4.5. Perubahan motilitas usus halus... 9

(9)

2.4.7. Mediator-mediator inflamasi ... 9

2.5. Etiologi ... 9

2.6. Diagnosis ... 10

2.6.1. Pemeriksaan laboratorium rutin ... 11

2.6.2. Pemeriksaan Tinja ... 11

2.6.3. Kultur darah... 12

2.6.4. Endoskopi ... 12

2.6.5. Imaging... 13

2.7. Bagian Saluran Cerna yang Terganggu ... 13

2.7.1. Diare yang berasal dari usus halus... 13

2.7.2. Diare yang berasal dari kolon ... 14

2.8. Penatalaksanaan... 15

2.8.1. Mengobati penyebab ... 15

2.8.2. Terapi pengganti cairan ... 17

2.8.3. Penanganan Komplikasi ... 17

2.8.4. Pengobatan gejala diare ... 18

2.8.5. Dukungan nutrisi ... 18

2.8.6. Edukasi pasien dan keluarga pasien tentang perawatan yang tepat dan cepat untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas serta pengamanan bagi keluarga pasien... 19

2.8.7. Dukungan psikososial ... 19

BAB III PENELITIAN SENDIRI ... 21

3.1. Latar Belakang ... 21

3.2. Perumusan masalah... 23

(10)

3.4. Tujuan Penelitian ... 23

3.5. Manfaat Penelitian ... 23

3.6. Kerangka Konsepsional ... 24

3.7. Bahan Dan Cara... 24

3.7.1. Desain penelitian ... 24

3.7.2. Waktu dan tempat penelitian... 24

3.7.3. Populasi dan Sample terjangkau ... 25

3.7.4. Besar Sampel ... 25

3.7.5. Kriteria yang dimasukkan ... 26

3.7.6. Kriteria yang dikeluarkan... 26

3.7.7. Definisi Operasional ... 26

3.8. Kerangka Operasional ... 27

3.9. Bahan dan Prosedur Penelitian... 28

3.9.1. Pemerikasaan CD4... 28

3.9.2. Mikrobiologi ... 28

3.9.3. Parasitologi ... 29

3.10. Analisa Statistik ... 30

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31

4.1. Hasil Penelitian ... 31

4.2. Pembahasan... 37

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 40

5.2. Saran ... 41

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Stadium infeksi HIV pada orang dewasa oleh WHO... 6

Tabel 2. Penyebab diare pada pasien infeksi HIV ... 10

Tabel 3. Perbedaan diare Malabsrobsi dengan kolitis... 14

Tabel 4. Patogen penyebab diare kronik pada penderita HIV

berdasarkan tipe diare ... 15

Tabel 5. Infeksi Oportunistik penyebab Diare dan Pengobatannya

pada pesien HIV... 16

Tabel 6. Jenis infeksi parasit pada penderita HIV dengan diare

kronik dan hubungan dengan CD4 ... 22

Tabel 7. Karakteristik penderita HIV/AIDS yang mengalami diare

kronik... 32

Tabel 8. Frekwensi infeksi bakteri pada pasien HIV/AIDS yang

mengalami diare kronik dengan refrensi kadar CD4 ... 33

Tabel 9. Frekwensi infeksi parasit pada pasien HIV/AIDS yang

mengalami diare kronik dengan refrensi kadar CD4 ... 34

Tabel 10. Frekwensi infeksi campuran (Bakteri dan Parasit) pada penderita HIV/AIDS yang mengalami diare kronik pada

berbagai kadar CD4 ... 35

Tabel 11. Hubungan kombinasi kuman yang menginfeksi pada penderita AIDS yang mengalami diare kronik dengan

kadar CD4 < 100 sel/mm3 dan CD4 > 100 sel/mm3... 36

Tabel 12. Hubungan kombinasi kuman yang menginfeksi pada penderita AIDS yang mengalami diare kronik dengan

kadar CD4 < 50 sel/mm3 dan CD4 > 50 sel/mm3... 36

(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Hubungan antara patogen saluran cerna sebagai

penyebab diare kronik pada penderita HIV/AIDS ... 11

Gambar 2. Algoritma pasien AIDS yang mengalami diare kronik ... 20

Gambar 3. Grafik kejadian infeksi parasit dan rata-rata kadar CD4

(13)

DAFTAR LAMPI RAN

Halaman

Lampiran 1. Master Table... 47

Lampiran 2. Lembar Penjelasan Kepada Calon Subjek Penelitian ... 51

Lampiran 3. Lembar Persetujuan Subjek Penelitian... 52

Lampiran 4. Persetujuan Komisi Etik ... 53

(14)

Abstrak:

Profil Kuman Diare Kronik dan Hubungannya Dengan Kadar CD4 pada Penderita AI DS yang Diraw at

di Rumah Sakit H Adam Malik Medan

Tarigan RR, Kembaren T, Ginting Y

Latar belakang: Infeksi HIV akan menyebabkan penurunan daya tahan tubuh yang ditandai dengan peningkatan kejadian infeksi oportunistik seperti diare kronik. Kejadian diare kronik pada penderita AIDS menyebabkan penurunan kualitas hidup yang 70 -80% diantaranya diakibatkan oleh kuman patogen.

Tujuan: Untuk mengetahui kuman penyebab diare kronik dan hubungannya dengan kadar CD4 pada penderita AIDS

Metode : Penderita AIDS yang mengalami diare kronik dilakukan pemeriksaan klinik dan hitung CD4. Kemudian dilakukan pemeriksaan bakteri dengan kultur tinja dan pemeriksaan parasit serta Kinyoun- Gabett untuk cryptosporidium

Hasil : Dari 60 sampel yang diperiksa dijumpai bakteri dan parasit yang paling sering adalah berturut-turut klebsiella oxytoca (46,7%;n=28), dan Cryptosporidium (10%;n=6). Kejedian infeksi campuran (Bakteri dan Parasit) berhubungan dengan kadar CD4 <100 sel/mm3 yang signifikan (p<0,05). Infeksi cryptosporidium terjadi pada pasien dengan kadar CD4 < 100 sel/mm3

Kesimpulan : Ada hubungan kejadian infeksi campuran (Bakteri dan Parasit) pada pasien AIDS yang mengalami diare kronik dengan kadar CD4 < 100 sel/mm3, dan perlunya pemeriksaan Cryptosporidium pada pasein dengan kadar CD4 < 100 sel/mm3

.

(15)

Abstract:

The Profile of enteric pathogen in Chronic Diarrhea and I ts Correlation With CD4 count in AI DS patients at H Adam Malik General Hospital

Tarigan RR, Ginting Y, Kembaren T

Background: HIV infection decrease the body immune system and lead to increase the opportunistic infection, which occours as chronic diarrhea. Chronic diarrhea in AIDS patients diminish the quality of life and up to 70 – 80% is caused by enteric pathogen. Aim : To investigate the most common enteric pathogen in chronic diarrhea AIDS patient and its correlation with CD4 count level

Methods: AIDS patients who had chronic diarrhea obtain a clinical examination and CD4 count level. We underwent faeces culture examination for bacteria and parasite examination and also Kinyoun-Gabbett stain for cryptosporidium.

Result : From 60 patients, we got Klebsiella oxytoca (46,7%;n=28) and Cryptosporidium (10%;n=6) as the most common etiology. We also found a significant statistic correlation between combined infection (bacteria and parasite) with the CD4 count level (p<0,05). The Cryptosporidium infection occured in patients with CD4 level lower then 100 cell/mm3.

Conclusion : There is a significant correlation between combine infection of bacteria and parasite in chronic diarrhea patients with CD4 count level < 100 cell/mm3. Its is a neccesity to examine the Cryptosporodium in chronic diarrhea AIDS patients with CD4 count level < 100 cell/mm3.

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

Aquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) dapat diartikan sebagai

kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan

tubuh akibat infeksi oleh human immunodeficiency virus (HIV) dan

merupakan tahap akhir dari infeksi HIV.1 HIV/AIDS semakin nyata menjadi

masalah kesehatan masyarakat di Indonesia dan telah mengalami perubahan

dari epidemik rendah menjadi epidemik terkonsentrasi. Dan ini menjadi

masalah besar yang mengancam Indonesia dan banyak negara diseluruh

dunia. Badan WHO tahun 2007 melaporkan ada sebanyak 33,2 – 36,1 juta

orang terinfeksi HIV. Setiap tahunnya dijumpai 1,8 – 4,1 juta kasus baru

infeksi HIV dan 1,4 – 2,4 juta orang meninggal karena AIDS. Sejak tahun

1985-1996 kasus AIDS masih amat jarang di Indonesia, sebagian besar

penderita berasal dari kelompok homoseksual.2 Sejak pertengahan 1999

kasus HIV/AIDS meningkat tajam terutama yang disebabkan melalui

penularan jarum suntik narkotika. Pada tahun 2002 DepKes RI

memperkirakan jumlah penduduk Indonesia yang terinfeksi HIV

90.000-130.000 orang. Dan lebih dari 4 juta orang Indonesia resiko tinggi terinfeksi

HIV, termasuk 3,2 juta pekerja seks dan 1,8 juta pasangan pekerja seks.3 Di

Indonesia, pada tahun 2010 diproyeksikan sebanyak 500.000 orang terinfeksi

HIV.4

Human Immunodeficiency virus adalah golongan retrovirus yang

(17)

Kemudian virus tersebut bereplikasi dalam sel T CD4 dan mengakibatkan

kerusakan sel T CD4, sehingga kekebalan seluler akan berkurang. Infeksi ini

awalnya asimtomatik dan akan berlanjut menjadi infeksi laten sampai terjadi

gejala infeksi dan kemudian akan berlanjut menjadi AIDS.5

Diare kronik merupakan salah satu infeksi oportunistik pada penderita

AIDS. Prevalensi diare kronik pada pederita AIDS bervariasi dari satu negara

dengan negara lain, namun pada beberapa penelitian dilaporkan bahwa diare

kronik terjadi 40-90 % pada penderita AIDS. Prevalensi ini cenderung

meningkat pada negara berkembang, keadaan ini dihubungkan dengan

sanitasi yang buruk dan perawatan kesehatan yang rendah. Diare kronis juga

sangat berhubungan dengan morbiditas, penurunan berat badan, terjadinya

malnutrisi dan penurunan kualitas hidup dari penderita AIDS.6,7,8

Penyebab diare kronik pada penderita AIDS adalah multifaktorial.

Lebih kurang 70% - 80% penyebabnya adalah berbagai parasit, bakteri

patogen dan virus, dan 20 – 30% dapat diakibatkan oleh enteropati dan

Sarkoma Kaposi. Juga ada dilaporkan diare kronik dapat terjadi karena efek

samping dari penggunaan obat highly active antiretroviral therapy

(HAART).9,10

Dari beberapa penelitian melaporkan ada hubungan terbalik antara

infeksi bakteri maupun protozoa saluran cerna penderita HIV/AIDS yang

(18)

BAB I I

TI NJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1. DEFI NI SI

Diare kronik pada penderita HIV/AIDS adalah buang air besar lebih

dari tiga kali sehari dengan konsistensi cair atau encer dan berlangsung terus

menerus selama 4 minggu atau berulang- ulang selama 8 minggu dengan

gejala diare paling sedikit 4 minggu dan disertai atau tanpa tenesmus.13

2.2. HUMAN I MMUNODEFI CI ENCY VI RUS ( HI V)

Human Immunodeficiency virus adalah golongan retrovirus yang biasanya

menyerang organ vital sistem kekebalan manusia seperti sel T CD4,

makrofag, dan sel dendritik. Virus HIV secara langsung dan tidak langsung

merusak sel T CD4, padahal sel T CD4 dibutuhkan agar sistem kekebalan

tubuh berfungsi dengan baik. Jika virus HIV membunuh sel T CD4 sampai

terdapat kurang dari 200 sel T CD4 per mikroliter darah, maka kekebalan

seluler akan hilang. Infeksi ini awalnya asimtomatik dan akan berlanjut

menjadi infeksi laten sampai terjadi gejala infeksi dan kemudian akan

berlanjut menjadi AIDS, yang diidentifikasi berdasakan jumlah sel T CD4 di

(19)

2.2.1. Diagnosa I nfeksi HI V 2.2.1.1. Dipstick test HI V

Test ini sering digunakan sebagai test awal untuk mendeteksi Antibodi

HIV-1 atau HIV-2 pada serum, plasma, atau darah dari orang yang dianggap

mempunyai resiko terpapar dengan virus HIV. Hasil reaktif menyatakan

seseorang telah terpapar dengan virus HIV, namun bila hasil tidak reaktif

belum dapat disingkirkan belum pernah terpapar dengan virus HIV.

2.2.1.2. Test Saliva

Test ini untuk mendeteksi antibodi HIV pada saliva pasien dengan

menggunakan alat OraSure test dengan akurasi 99,8% . Seperti kita ketahui

saliva merupakan cairan tubuh yang dapat menularkan penyebaran dari virus

HIV. Test ini digunakan untuk pemeriksaan virus HIV pada orang penderita

hemopilia yang sulit diambil darahnya karena resiko perdarahan, dan orang

yang menggunakan obat anti koagulan.

2.2.1.3. Test Urine

Sama halnya dengan saliva, urine juga merupakan cairan tubuh

yang mengandung virus HIV namun konsentrasinya rendah. Sehingga dapat

digunakan untuk test antibodi HIV dengan akurasi 99,8%. Indikasi untuk

penderita hemopilia dan yang sulit mengambil sampel darah karena

(20)

2.2.1.4. Western Blot HI V

Tes enzym-linked immunosorband blot untuk mendeteksi antibodi

HIV-1. Alat ini mengandung virus HIV yang telah dilemahkan dengan

psoralen dan sinar ultra violet. Protein spesifik HIV1 dikelompokkan sesuai

dengan berat molekulnya dengan elektroforesis pada larutan sodium

dodecysulfat. Larutan ini dicampur dengan serum yang akan diperiksa,

kemudian disimpan dalam inkubator. Kemudian dinilai skor reaksi

berdasarkan intensitasnya. Bila hasil tidak reaktif seseorang pasti tidak

terpapar dengan virus HIV.

2.2.1.5. Tes Kuantitatif Virus HI V

Mengukur jumlah virus HIV pada plasma, darah, cairan cerebral,

cairan cervikal, sel-sel, dan cairan semen. Metoda RT PCR ini yang paling

sensitif.15

2.2.2. Sistem tahapan WHO untuk infeksi dan penyakit HI V

Pada tahun 1990, WHO mengelompokkan berbagai infeksi dan

kondisi AIDS dengan memperkenalkan sistem tahapan untuk pasien yang

terinfeksi dengan virus HIV-1. Sistem ini kemudian diperbaharui pada bulan

(21)

Tabel 1. Stadium infeksi HIV pada orang dewasa oleh WHO (Dikutip dari kepustakaan 16)

Klinis stadium I

1. Asimtomatik

2. Limfadenopati menyeluruh dan persisten. Skala penampilan 1; asimptomatik, aktifitas normal Klinis stadium II

3. Penurunan berat badan < 10%

4. Manifestasi mukokutaneus yang ringan (dermatitis seboreika, prurigo, infeksi jamur pada kuku, ulserasi mulut yang berulang, angular cheilitis ) 5. Herpes zoster dalam 5 tahun terakhir

Infekasi saluran nafas yang berulang ( yakni sinusitis bakterial) dan/atau skala penampilan 2: simptomatik, aktifitas normal

Klinis stadium III

6. Penurunan berat badan > 10%

7. Diare kronik yang tidak bisa dijelaskan > 1 bulan

8. Demam berkepanjangan yang tidak bisa dijelaskan (intermitten atau konstan) > 1 bulan

9. Kandidiasis oral (thrush)

10.Oral hairy leukoplakia

11.Tuberkulosis paru dalam tahun sebelumnya

12.Infeksi bakteri yang berat (yakni pneumonia, pyomyositis)

Dan/atau skala penampilan 3: terbaring > 50% hari dalam bulan terakhir Klinis stadium IV

13.HIV wasting syndrome

14.Pneumocystis carinii pneumonia 15.Toxoplasmosis otak

16.Cryptosporidiosis dengan diare > 1 bulan

17.Cryptococcosis ekstraparu

18.Penyakit cytomegalovirus pada satu organ selain hati, limpa, atau kelenjar limfe

19.Infeksi virus herpes simplexmukokutaneus > 1 bulan, atau saluran cerna beberapa lama

20.Progressive multifocal leukoencephalopathy

21.Micosis endemik diseminata (histoplasmosis, coccidioidomycosis)

22.Candidiasis esophagus, trakea, bronkus, atau paru-paru

23.Atypical mycibacteriosis disseminated 24.Non-thyphoid Salmonella septicaemia 25.Tuberkulosis ekstraparu

26.Limfoma

27.Sarkoma kaposi 28.Ensefalopati HIV

(22)

2.3. I NSI DEN

Diare kronik pada pasien infeksi HIV/AIDS dapat diakibatkan oleh

berbagai sebab, antara lain: infeksi bakteri, parasit, dan virus. Di negara

yang maju dimana obat anti retroviral tersedia dengan cukup, dijumpai

insidensi diare kronik pada penderita HIV/AIDS menurun dari 53% menjadi

13%. Sedangkan di negara dengan obat anti retroviral yang kurang, insiden

diare kronik pada penderita HIV/AIDS masih tetap tinggi. Namun, pada satu

penelitian di Boston dimana obat anti retroviral cukup tersedia, sebanyak

40% orang dewasa yang terinfeksi HIV mengalami paling sedikit satu kali

diare selama satu bulan pengobatan anti retroviral.9,13,17

2.4. PATOGENESI S DI ARE KRONI K PADA HI V

Ada beberapa mekanisme patologi terjadinya diare pada pasien

infeksi HIV :

2.4.1. Berkurangnya permukaan mukosa usus

Diare pada pasien terinfeksi HIV akibat adanya kerusakan sel-sel epitel

usus halus. Dengan keadaan ini terjadi proliferasi dari sel-sel usus halus

untuk mempertahankan fungsi hemostasis. Rata-rata turnover dari sel-sel

epitel usus kira-kira 72 jam. Selama rentang waktu ini terjadi pematangan

dan fungsi absropsi dari enterosit. Akibat peningkatan kerusakan sel-sel epitel

ini, sehingga waktu maturasi sel-sel usus halus tidak dapat menyeimbangkan

antara kerusakan dan proses pematangan sel-sel epitel, yang mengakibatkan

terganggunya kerja enzym-enzym enterosit, seperti disakarida, maltosa, dan

sukrosa. Hal ini menimbulkan atropi dari villus dan mengakibatkan daya

(23)

Pada beberapa penelitian hubungan antara infeksi enterosit, struktur

dan fungsi mukosa usus halus telah dinyatakan dengan atropi villus

hyperplasia crypt pada penderita AIDS dengan microsporidiosis dan

cryptosporidiosis.20,21

2.4.2. Gangguan fungsi usus halus

Pada keadaan penurunan jumlah sel T CD4 yang berat dapat terjadi

enteropati bakterial, dimana bakteri-bakteri patogen manimbulkan lesi-lesi

ultrastruktural dan kerusakan enterosit seperti yang terjadi pada

enteropatogenic dan enterohemorrhagic yang diakibatkan oleh Escherichia

coli . Akibatnya terjadi malabsrobsi dari garam empedu. Garam empedu yang

berlebihan kedalam lumen usus halus mengaktifkan sekresi klorida ke dalam

kolon melalui Cyclic Adenosine Monophosphat (AMP) pada enterosit sehingga

terjadi gangguan absropsi air, ion dan lemak.20,22

2.4.3. Enteropati exudative

Beberapa peneliti menemukan terjadi diare pada pasien infeksi HIV

karena adanya hambatan aliran limfe oleh makropag yang terinfeksi

Mycobacterium avium complex (MAC). Patofisiologi ini hampir sama dengan

Whipple’s disease.18,23

2.4.4. Sekresi Enterotoksin

Pada pasien terinfeksi HIV, terutama pasien dengan Cryptosporidiosis,

mengalami volume diare yang sangat banyak. Hal ini disebabkan banyaknya

(24)

2.4.5. Perubahan motilitas usus halus

Motilitas dari saluran cerna diatur oleh sistem saraf otonom. Pada

pasien terinfeksi HIV terjadi gangguan neural atau disebut neuropathy, yang

mengakibatkan percepatan waktu transit usus halus.20

2.4.6. Pertumbuhan bakteri yang berlebihan

Beberapa peneliti menemukan pertumbuhan bakteri yang berlebihan

terjadi pada pasien terinfeksi HIV sehingga bakteri meningkat di lumen usus.

Keadaan ini mempersingkat waktu transit usus halus.9,20,24

2.4.7. Mediator- mediator inflamasi

Sitokin mempunyai peran dalam sistem imun dan respon tubuh

terhadap proses inflamasi. Pada keadaan kadar sitokin sedikit berarti

pertahanan tubuh dalam keadaan baik, tetapi sebaliknya bila kadarnya tinggi

sangat berhubungan dengan adanya inflamasi. Beberapa sitokin, seperti

interleukin-1 (IL-1) mempunyai pengaruh pada sel-sel epitel dalam transpor

ion dan cairan, begitu juga interferon berpengaruh pada proliferasi sel-sel

epitel dan perbaikan mukosa usus halus dan kolon.20,25

2.5. ETI OLOGI

Diare kronik yang terjadi pada penderita infeksi HIV dapat diakibatkan

oleh berbagai penyebab, antara lain: infeksi bakteri, parasit, jamur, dan

virus. Pada stadium akhir, diare diduga menunjukkan perubahan cara

saluran cerna menyerap nutrisi dan mungkin merupakan komponen penting

(25)

Penyebab diare kronik pada penderita AIDS adalah multifaktorial.

Lebih dari 80% merupakan parasit, bakteri patogen dan virus, sedangkan

10% merupakan berbagai macam organisme.

Tabel 2 : Penyebab diare pada pasien infeksi HIVDikutp dari kepustakaan 9)

Protozoa Bakteri Viral

1. Microsporidium

2. Cryptosporidium

3. Isospora belli

4. Giardia lamblia

5. Entamoeba histolytica

6. Leishmania donovani

7. Blastocystis hominis

8. Cyclospora sp

1. Salmonella

2. Campylobacter

3. Mycobacterium avium complex

4. Mycobacterium tuberculosis

5. Clostridium difficile

6.Shigella

7 Small bowel bacterial overgrowth

8, Vibrio sp

Jamur Neuplasma saluran cerna I diopatik

1. Histoplasmosis

Lebih dari 50% diare kronik pada pasien HIV/AIDS sulit dijumpai

bakteri pathogen sebagai penyebabnya. Sehingga tujuan pemeriksaan adalah

untuk mengidentifikasi penyebab diare dan selanjutnya menentukan obat

(26)

2.6.1. Pemeriksaan laboratorium rutin.

Pemeriksaan laboratorium dilakukan berdasarkan hasil anamnesa dan

pemeriksaan pisik yang didapat pada pasien. Selain pemeriksaan darah rutin

juga diperlukan untuk pemeriksaan komplikasi yang sudah terjadi, seperti

gangguan elektrolit, fungsi ginjal, kadar albumin dan kadar zat gizi serta

kadar CD4. Ada hubungan antara kadar CD4 dengan kemungkinan patogen

penyebab diare kronik pada penderita HIV/AIDS.

Gambar 1: Hubungan antara patogen saluran cerna sebagai penyebab diare kronik pada penderita HIV/AIDS (Dikutip dari kepustakaan 27)

2.6.2. Pemeriksaan Tinja

Melalui pemeriksaan pada tinja segar dapat diketahui berbagai bakteri,

parasit, ova dan toksin Clostridium difficle sebagai penyebab dari diare kronik.

Untuk Microspora diperiksa dengan pewarnaan modifikasi trichome dengan

(27)

dengan pewarnaan Ziehl-Neelsen. Strongyloide sp dikultur dengan

menggunakan metode Harada-Mori. Kultur tinja untuk pemeriksaan kuman

spesifik Mycobacterium dengan metode Lowenstein-Jensen. Salmonella dan

Shigella dengan agar enterik Hektoen sedang Escherichia coli dengan

eosinmethylene blue lactose saccharose agar. Yersinna diperiksa dengan agar

cefsulodine-irgasan-novobiocin. Melalui tinja juga dapat diperiksa rotavirus

dengan Slidex Rota Kit 2 latex agglutination kit dan Clostridium difficle

didiagnosa bila dijumpai toksin dari C. Difficle.28,29

2.6.3. Kultur darah

Kultur darah bermanfaat bila telah terjadi penyebaran kuman

Mycobacterium Avium Complex (MAC). Oleh karena MAC dapat menyebar

secara sistemik.

2.6.4. Endoskopi

Indikasi pemeriksaan endoskopi pada pasien HIV/AIDS yang

mengalami diare kronik adalah diare yang menetap lebih dari 2 minggu

setelah mendapat pengobatan empirik. Juga pada pasien dengan kolitis dan

pemeriksaan tinja tidak dijumpai bakteri dapat dilakukan kolonoskopi dan

biopsi untuk mencari CMV atau entritis inflamasi yang lain. Pada pemeriksaan

tinja dengan guaiac yang positif dan disertai dengan penurunan berat badan

dapat diakibatkan oleh Sarkoma Kaposi yang secara kolonoskopi terlihat

(28)

Ada kalanya dengan pemeriksaan saluran cerna bagian bawah tidak

dijumpai kelainan, maka gastroskopi dapat dilakukan untuk menilai infeksi

usus halus bagian proksimal terutama yang disebakan oleh cryptosporidium,

microsporidium, histoplasmosis dan MAC .12,30

2.6.5. I maging

Pemeriksaan radiografi dengan kontras umumnya tidak bermanfaat

untuk diagnosis diare kronik pada penderita HIV/AIDS. Dengan CT scan

abdomen juga hanya menunjukkan bukti adanya kolitis, abdominal adenopati

atau hepatoslenomegali dan penyakit saluran empedu.12

2.7. Bagian Saluran Cerna yang Terganggu

Dengan melakukan pemeriksaan yang cermat dan baik kita dapat

menentukan bagian dari salura cerna yang terganggu yang berakibat diare.

2.7.1. Diare yang berasal dari usus halus

Usus halus merupakan organ yang berfungsi sebagai sekresi dan

absrobsi dari zat-zat gizi. Bila terjadi infeksi pada usus halus akan

mengakibatkan terganggunya fungsi usus halus tersebut, sehingga terjadi

gejala kembung, nyeri, dan diarenya bersifat cair dengan volume yang lebih

banyak . Hal ini akan menyebabkan penurunan berat badan yang cepat dan

selanjutnya terjadi malnutrisi. Dan jenis patogen yang paling sering adalah

(29)

2.7.2. Diare yang berasal dari kolon

Kolon berfungsi sebagai organ penyimpan sementara dari tinja dan

absrobsi dari air. Sehingga diare yang berasal dari kolon volumenya lebih

sedikit dan nyeri pada saat buang air besar. Pada keadaan ini tidak terjadi

penurunan berat badan yang drastis. Jenis patogen yang paling sering pada

tempat ini adalah cytomegalovirus, MAC, mycobacterium tuberkulosis dan

jamur seperti hystoplasmosis dan cryptococcus.25,31

Tabel 3 : Perbedaan diare Malabsrobsi dengan kolitis(dikutip dari kepustakaan 25)

Symptom Malabsorbtion Colitis

Frequency 2 to 5 per day 4 to 30 per day

Stool volume 750 to 10.000 mLs 250 to 1000 mLs

Number / interval of bowel movement Variable Regular

Occult blood Yes Yes

Urgency Yes Yes

(30)

Tabel 4 : Patogen penyebab diare kronik pada penderita HIV

berdasarkan tipe diare (dikutip dari kepustakaan 12)

Patogen Usus halus Kolon

Bakteri

Prinsip umum dalam penatalaksanaan diare kronik pada penderita

HIV/AIDS adalah sebagai berikut :

2.8.1. Mengobati penyebab

Bila penyebab dapat diidentifikasi, maka pengobatan yang sesuai

dengan pola kuman segera diberikan. Dan pemberian obat pada pasien

dengan gangguan sistem imun harus lebih agresif dan lebih lama

dibandingkan dengan pasien yang immunokompeten. Bila pasien mendapat

obat-obatan yang memiliki efek samping diare segera diberhentikan selama

(31)
(32)

Bila pemeriksaan tinja dan sigmoidoskopi tidak dapat memberikan

informasi diagnostik maka dapat diberikan golongan quinolon dan

metronidazol sebagai terapi empirik yang dapat mengobati pertumbuhan

kuman gram negatif dan protozoa yang berlebihan di usus halus,

Campylobacter dan Giardia 9,12

2.8.2. Terapi pengganti cairan

Penggantian cairan merupakan dasar dalam penanganan dari cairan

yang hilang akibat diare. Pada keadaan dehidrasi ringan sedang dapat

diterapi melalui rehidrasi oral dengan cepat. Namun pada diare dengan

dehidrasi yang berat perhitungan kebutuhan cairan berdasarkan defisit cairan

untuk menghindari komplikasi kelebihan cairan.33

2.8.3. Penanganan Komplikasi

Pada pasien diare dapat terjadi dehidrasi dan gangguan elektrolit

terutama hipokalemia yang mengakibatkan kelemahan dan hipotonia.

Keadaan ini dapat dikoreksi dengan pemberian KCl sesuai dengan defisit

kadar kalium plasma. Morbiditas yang berkaitan dengan dehidrasi yang berat

dipersulit dengan terjadinya infeksi, seperti infeksi kandidiasis pada mulut dan

esophagus serta septikemia. Sehingga perlu diberikan abat anti jamur bila

dijumpai kandidiasis oral atau esophagus, serta pemberian antibiotik

(33)

2.8.4. Pengobatan gejala diare

Lebih dari 50% kasus diare kronik pada penderita HIV/AIDS tidak

diketahui penyebabnya. Selain empirik terapi juga obat untuk mengontrol

diare, seperti obat yang bersifat absorben dan bulk-forming seperti Koalin

dan obat anti motilitas seperti loperamid. Dan pasien disarankan

meningkatkan serat yang larut dalam dietnya. Dimana serat yang larut

seperti Metamucil atau hemicellulosa dapat menunda pengosongan lambung,

meningkatkan absrobsi garam empedu, memperpanjang waktu transit usus

serta dapat menambah asam lemak rantai pendek yang pada kolon

merangsang penyerapan air dan natrium.34

2.8.5. Dukungan nutrisi

Pada pasien infeksi HIV/AIDS yang mengalami diare mengalami

kerusakan mukosa dari saluran cerna, sehingga mengakibatkan absrobsi zat

gizi menjadi terganggu yang pada akhirnya dapat menimbulkan malnutrisi.

Dan beberapa zat gizi sendiri dapat menimbulkan diare, seperti makanan

yang mengandung serat yang tidak larut, akan mempersingkat pengosongan

lambung, sehingga makanan ini harus dihindari. Sehingga sangat diperlukan

pemilihan makanan yang tepat dan mudah didapat. Bila pasien dirawat

pemberian parenteral nutrisi sangat mendukung untuk mencegah terjadinya

malnutrisi. Saat ini juga sering diberikan dengan suplemen vitamin sebagai

(34)

2.8.6. Edukasi pasien dan keluarga pasien tentang peraw atan yang tepat dan cepat untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas serta pengamanan bagi keluarga pasien

Pada daerah dimana obat dan ahli yang profesional kurang, edukasi

kepada pasien dalam mengatasi diarenya sendiri sangat penting. Penderita

HIV sering diare sehingga pasien dijelaskan bagaimana cara mencegah diare

melalui perbaikan kebersihan, seperti mencuci tangan terutama sebelum

makan. Dan bagaimana prinsip dasar mengatasi diare yaitu dengan

menyiapkan larutan oral rehidrasi. Juga dijelaskan bagaimana mengenal dan

menilai beratnya diare dan kapan harus datang ke rumah sakit. Perawatan

secara umum yang berhubungan dengan diare termasuk perawatan perianal,

dan menghindari penggunaan alat untuk mengurangi bau busuk yang

berhubungan dengan diare termasuk deodoransia.

Penjelasan yang sama juga diberikan kepada keluarga yang merawat

pasien tersebut. Dan dijelaskan bagaimana caranya untuk melindungi mereka

sendiri dari tertular HIV.32,35

2.8.7. Dukungan psikososial

Penyakit HIV adalah masalah kronis, yang memerlukan peran

dukungan psikososial sebagai bagian dalam menangani pasien. Dukungan ini

dapat dicapai melalui konseling yang baik pada pasien dan keluarganya.

Kesempatan konseling dijadwalkan secara regular saat kontak dengan pasien.

Hal-hal dalam konseling tidak hanya yang berhubungan dengan kesehatan,

tetapi juga hal-hal yang berhubungan dengan kecemasan pasien yang dapat

(35)
(36)

BAB I I I

PENELI TI AN SENDI RI

3.1. Latar Belakang

Kasus HIV/AIDS di Indonesia terus meningkat jumlahnya. Departemen

Kesehatan memproyeksikan Tahun 2010 ada sebanyak 500.000 orang

terinfeksi HIV.4 Gejala klinis yang paling sering pada penderita infeksi HIV/

AIDS adalah diare kronis. Dan penderita HIV/AIDS yang mengalami diare

kronis mengalami kualitas hidup yang lebih rendah dibandingkan dengan

penderita HIV/AIDS tanpa diare kronik.11 Penyebab diare kronik pada

penderita AIDS adalah multifaktorial. Lebih dari 80% merupakan parasit,

bakteri patogen dan virus, sedangkan 10% merupakan berbagai macam

organisme.12,26

Di Amerika Serikat penyebab diare kronik pada penderita AIDS yang

paling banyak adalah Clostridium difficle sebanyak 51,3% dan protozoa yang

lain sebanyak 18,1% ( Anastasi & Capili 2000).25

Di Uganda sebanyak 47% penderita AIDS dirawat dengan keluhan

diare kronik, dan dari pemeriksaan kultur tinja penyebab yang paling banyak

adalah: Criptosporidium, isospora belli, mycosporidia, giardiasis, shigellosis,

amebiasis, salmonellosis, strongyloides, candidiasis, campylobacter,

cytomegalovirus, dan mycobacterium avium complex.13

Di India protozoa oportunistik yang paling banyak dijumpai pada

pasien AIDS adalah Cryptosporidium (46,6%) dan micospiridian (26,8%) dan

(37)

Di Kenya penyebab diare kronik yang paling sering pada penderita

AIDS adalah Cryptosporidiu sp (17%), salmonella typhimurim (13%), dan

Mycobacterium tuberculosis (13%), (Mwachari, dkk. 1998).7

Diare yang terjadi pada penderita AIDS sangat berhubungan dengan

kadar CD4. Hasil penelitian menunjukkan penderita HIV/AIDS dengan diare

kronik dan akut memiliki kadar CD4 yang lebih rendah dibanding penderita

HIV tanpa diare. 11,18,26,38

Kurniawan,dkk, infeksi parasit yang paling sering ditemukan pada

penderita HIV/AIDS yang mengalami diare kronik di Rumah Sakit

Ciptomangunkusumo, Jakarta., dan hubungan dengan usia, kadar CD4 dan

musim yang terjadi. Dari 318 sampel tinja yang diperiksa paling banyak

adalah laki-laki yang berusia antara 21 – 40 tahun (94,5%), dengan kadar

CD4 ≤ 50 sel/mm3, dan tidak ada pengaruh musim terhadap infeksi

cryptosporidium, cyclospora cayetanesis, dan Blastocistis hominis. Dan jenis

parasit yang paling sering seperti pada tabel berikut 3.

(38)

Kembaren T, dkk, 2008., melaporkan kuman penyebab diare kronik

pada penderita AIDS di Medan, yang paling banyak adalah E. Coli (46,4%)

dan Klebsiela oxytoca (14.6%).39 Namun E. coli tidak ditentukan apakah E.

Coli yang patogen atau bukan patogen. Sehingga tertarik untuk meneliti profil

kuman penyebab diare kronik dan hubungannya dengan kadar CD4 pada

penderita AIDS yang dirawat di Rumah Sakit H Adam Malik Medan

3.2. Perumusan masalah

Belum terdata dengan lengkap profil kuman penyebab diare kronik dan hubungannya dengan kadar CD4 pada penderita AIDS yang dirawat di

Rumah Sakit H Adam Malik Medan.

3.3. Hipotesa

Ada hubungan profil kuman penyebab diare kronik dengan kadar CD4

pada penderita AIDS yang dirawat di Rumah Sakit H Adam Malik Medan

3.4. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui profil kuman penyebab diare kronik dan

hubungannya dengan kadar CD4 pada penderita AIDS yang dirawat di

Rumah Sakit H Adam Malik Medan

3.5. Manfaat Penelitian

3.5.1. Sebagai data dasar profil kuman penyebab diare kronik pada penderita

(39)

3.5.2. Untuk mengetahui profil kuman penyebab diare kronik dan

hubungannya dengan kadar CD4 pada penderita AIDS yang dirawat

di Rumah sakit H Adam Malik Medan

3.5.3. Untuk menentukan terapi empirik pada penderita AIDS yang

mengalami diare kronik yang dirawat di RSUP H Adam Malik Medan

3.6. KERANGKA KONSEPSI ONAL

MANUSI A KRONI K DI ARE

DI ARE KRONI K

AI DS

AI DS

CD4

CD4 MANUSI A

HI V

3.7. BAHAN DAN CARA 3.7.1. Desain penelitian

Penelitian dilakukan dengan potong lintang , prospektif, dan deskriptif

analitik.

3.7.2. Waktu dan tempat penelitian

Penelitian dilakukan mulai bulan November 2008 s/d Agustus 2009 di

(40)

3.7.3. Populasi dan Sample terjangkau

Populasi adalah semua penderita AIDS dengan diare kronik

Sampel adalah semua populasi penderita AIDS dengan diare kronik

yang dirawat di Rumah Sakit H Adam Malik Medan.

3.7.4. Besar Sampel

Pb a = Proporsi penderita AIDS dengan diare kronik sekarang

(41)

3.7.5. Kriteria yang dimasukkan

3.7.5.1. Penderita AIDS dewasa berumur > 14 tahun yang mengalami

diare, buang air besar > 3 kali dalam satu hari, konsistensi cair

atau encer, dan lamanya > 4 minggu secara terus menerus atau

berulang-ulang selama > 8 minggu dan paling sedikit 4 minggu.

3.7.5.2. Penderita AIDS dengan diare kronik yang tidak mendapat

antibiotik sekurang kurangnya 24 jam sebelum pengambilan

sampel

3.7.5.3. Penderita AIDS dengan diare kronik yang tidak mendapat

antiparasit sekurang-kurangnya 24 jam sebelum pengambilan

sampel

3.7.6. Kriteria yang dikeluarkan

3.7.6.1. Penderita AIDS dengan diare kronik yang sedang mendapat

pengobatan antibiotik

3.7.6.2. Penderita AIDS dengan diare kronik yang sedang mendapat anti

parasit

3.7.6.4. Penderita AIDS yang mengalami diare akut.

3.7.7. Definisi Operasional

3.7.7.1. Diagnosa AIDS berdasarkan kriteria WHO:15

Gejala klinis stadium IV (tabel 1)

Tes HIV ELISA 3 Metode (+)

(42)

3.7.7.2. Kadar CD4 serum22

- ringan : Kadar CD4 > 100 cel/mm3

- sedang : Kadar CD4 50 – 100 cel/mm3

- berat : Kadar CD4 < 50 cel/mm3

3.7.7.3. Diare kronik dengan kriteria:

- Buang air besar > 3 kali dalam satu hari selama > 4 minggu

secara terus menerus atau berulang-ulang selama > 8 minggu

dan paling sedikit selama 4 minggu dengan atau tanpa

tenesmus

- Konsistensi tinja cair atau encer

3.8. Kerangka Operasional

MI KROBI OLOGI

Anamnesa Lab: CD4

T I N J A

Penderita AI DS diare kronik

PARASI TOLOGI

(43)

3.9. BAHAN DAN PROSEDUR PENELI TI AN 3.9.1. Pemerikasaan CD4

a. Darah vena diambil sebanyak 3 cc dimasukkan ke tabung reaksi

yang mengandung EDTA kemudian dihomogenkan

b. Diambil darah merah sebanyak 50 µl dimasukkan ke tabung

absolute count tube

c. Ditambahkan dengan 20 µl multi test reagen CD4, kemudian

dihomogenkan

d. Diinkubasi selama 15 menit di ruangan gelap

e. Kemudian ditambahkan FACS lyse 450 µl dan dihomogenkan

f. Diinkubasi selama 15 menit di ruangan gelap

g. Siap untuk dianalisa dengan BD FACS caliber.

3.9.2. Mikrobiologi

a. Tinja penderita AIDS yang diare kronik diambil sebanyak 10 gr

kemudian dimasukkan ke pot yang sudah disterilkan dan dibawa

ke laboratorium Mikrobiologi FK USU Medan

b. Tinja dimasukkan ke media selenite dan diinkubasi selama 24

jam

c. Kemudian ½ spesimen ditanam ke Blood agar dan ½ spesi-men

ditanam ke Mc Conky dan diinkubasi selama 24 jam

d. Kemudian dilakukan pewarnaan gram

e. Dijumpai gram (+) dilakukan tes catalase,

- bila test catalase (+) tanam ke Manitol Salt Agar (MSA)

stapilococcus,

- bila test catalase (-) dilakukan tes Bacitrasin dan Oktosin

(44)

f. Bila batang gram (-), dilakukan test reaksi biokimia untuk

menentukan spesies dari bakteri batang,

- bila dijumpai batang gram (-) E. coli dilakukan test serologi

E.coli 0157 latex.

- Bila aglutinasi (+) E. coli patogen,

- bila aglutinasi (-) E.coli non patogen

3.9.3. Parasitologi

a. Tinja penderita AIDS diare kronik diambil sebanyak 10 gr

kemudian dimasukkan ke pot yang sudah disterilkan. Kurang dari

2 jam sejak pengambilan tinja sudah sampai di Laboratorium

Parasitologi FK USU Medan.

b. Diambil tinja sebesar biji kacang ijo dan dihapuskan ke objek glas

c. Dibiarkan kering dengan suhu kamar

d. Fiksasi diatas nyala api

e. Sesudah dingin dengan suhu kamar difiksasi dengan metanol

selama 10 menit

f. Kemudian dikeringkan dengan suhu kamar

g. Ditetesi dengan larutan Kinyoun selama 1 menit

h. Bilas dengan air kran selama ½ menit

i. Kemudian ditetesi dengan larutan Gabbett selama 3 menit

j. Bilas dengan air kran dan dikeringkan

(45)

3.10. Analisa Statistik

3.10.1. Data kuantitatif ditampilkan dalam bentuk mean ± SD

3.10.2. Data kategorikal ditampilkan dalam bentuk jumlah dan persentase

3.10.3. Uji Chi-Square digunakan untuk mencari hubungan kuman

penyebab diare kronik pada penderita AIDS dengan kadar CD4

3.10.4. Hasil analisa statistik dikatakan memiliki kemaknaan jika nilai

p < 0,05

(46)

BAB I V

HASI L DAN PEMBAHASAN

4.1. HASI L PENELI TI AN

Penelitian ini dilakukan sejak Oktober 2008 sampai dengan Agustus

2009. Ada sebanyak 60 pasien HIV yang mengalami diare kronik di Ruang

Rawat Inap Rumah Sakit H Adam Malik Medan yang dimasukkan dalam

penelitian ini yang terdiri dari 56 (93%) orang laki-laki dan 4 (6,7%) orang

wanita.

Usia rata-rata 32,3 tahun, dengan umur termuda 20 tahun dan tertua

56 tahun. Berdasarkan kelompok umur dijumpai (61,7%; n= 37) kelompok

usia 20 – 29 tahun, (28,3%; n= 17) kelompok usia 30 – 39 tahun, (3,3%;

n= 2) kelompok usia 40 – 49 tahun, dan (1,7%; n=1) kelompok usia 50 – 59

tahun. Dengan lama diare 3 bulan dijumpai (45%; n=27) dan 4 bulan

(25%; n=25). Secara umum (58,3%; n=35) telah mengalami gangguan gizi

dengan skor Indeks Masa Tubuh (IMT) < 18,4, dan sebanyak (41,7%;

n=25) memiliki skor IMT antara 18,5 – 24,9.

Pada pemeriksaan kadar CD4, paling banyak pasien (56,7 %; n= 34)

dengan kadar CD4 0 – 50 sel/mm3. Kadar CD4 50 – 100 sel/mm3, 101 – 150

sel/mm3, 151 – 200 sel/mm3, dan CD4 > 200 sel/mm3 berturut turut sebesar

21,7%, 11,7%, 6,6%, dan 3,3%. Umumnya faktor resiko adalah prilaku seks

bebas (43,3%; n= 26), pengguna narkoba dengan jarum suntik (33,3%),

(47)

Tabel 7. Karakteristik penderita HIV/AIDS yang mengalami diare kronik

Indeks Massa Tubuh (IMT): < 18,4

(48)

Hasil pemeriksaan Mikrobiologi dari kultur tinja pasien AIDS disajikan

pada Tabel 8. Bakteri yang paling sering menginfeksi pasien AIDS yang

mengalami diare adalah Klebsiella oxytoca (46,7%; n=28) , serta E. coli non

pathogen, dan E. coli pathogen berturut-turut , (21,7%; n=13), dan

(18,3%; n=11). Infeksi bakteri ini secara umum (56,7%; n=34) terdapat

pada pasien dengan kadar CD4 0 – 50 sel/mm3.

Tabel 8. Frekwensi infeksi bakteri pada pasien AIDS yang mengalami diare kronik dengan refrensi kadar CD4

CD4

Parasit yang menginfeksi pasien AIDS yang mengalami diare kronik

disajikan pada Tabel 9. Hanya 18 sampel (30%) dari 60 sampel yang

diperiksa dijumpai parasit. Enam kasus adalah Cryptosporidium, 5 kasus

(49)

Secara umum infeksi parasit terjadi pada pasien yang memiliki kadar CD4 0 –

50 sel/mm3. Dan tidak dijumpai infeksi parasit pada pasien dengan kadar

CD4 > 200sel/mm3.

Tabel 9. Frekwensi infeksi parasit pada pasien AIDS yang mengalami diare kronik dengan refrensi kadar CD4

CD4

(50)

Secara umum dijumpai bakteri tunggal pada tinja pasien, namun ada

sebanyak 15 kasus (25 %) dijumpai kombinasi infeksi bakteri dan parasit.

Kombinasi infeksi bakteri dan parasit umumnya dijumpai pada kadar CD4 0 –

50 sel/mm3.

Tabel 10. Frekwensi kombinasi infeksi (Bakteri dan Parasit) pada penderita AIDS yang mengalami diare kronik pada berbagai kadar CD4

(51)

Tabel 11. Hubungan kombinasi kuman yang menginfeksi pada penderita AIDS yang mengalami diare kronik dengan kadar CD4 < 100 sel/mm3 dan CD4 > 100 sel/mm3

CD4

< 100 sel/ mm3 > 100 sel/ mm3 P

Tanpa kombinasi 32 13

Dengan kombinasi 14 1

0,014

Fisher’s Exact Test p<0,05

Dengan analisa statistik menunjukkan hubungan yang signifikan

antara kejadian kombinasi infeksi bakteri dan parasit pada pasien AIDS yang

mengalami diare kronik dengan kadar CD4 < 100 sel/mm3, sedangkan pada

kadar CD4 < 50 sel/mm3 tidak dijumpai hubungan yang bermakna.

Tabel 12. Hubungan kombinasi kuman yang menginfeksi pada penderita AIDS yang mengalami diare kronik dengan kadar CD4 < 50 sel/mm3 dan CD4 > 50 sel/mm3

CD4

< 50 sel/ mm3 > 50 sel/ mm3 P

Tanpa kombinasi 23 22

Dengan kombinasi 11 4

0,114

Fisher’s Exact Test p> 0,05

Pada penelitian dari 60 pasien yang diamati ada 12 pasien yang

meninggal dunia sewaktu dirawat, umumnya pasien ini memiliki kadar CD4 <

50 sel/mm3. Dan 6 pasien dari 12 pasien yang meninggal dijumpai protozoa

(52)

Tabel 13. Distribusi kematian pasien AIDS yang mengalami diare kronik dengan kelompok kadar CD4

CD4 Meninggal ( orang)

0 – 50 sel/mm3 8

51 – 100 sel/mm3 4

Total 12

4.2. PEMBAHASAN

Kami melaporkan infeksi bakteri dan parasit pada pasien AIDS yang

mengalami diare kronik yang dirawat di Rumah Sakit H Adam Malik Medan.

Peningkatan infeksi bakteri sangat berhubungan dengan penurunan sistem

imun yang ditandai dengan penurunan kadar CD4 pasien. Pada penelitian ini

dijumpai infeksi bakteri umumnya terjadi pada pasien dengan kadar CD4 <

50 sel/mm3 (56,7%; n=34). Secara keseluruhan infeksi bakteri yang paling

banyak adalah Klebsiella Oxytoca (46.7%; n=28) dan infeksi ini umumnya

sebagai infeksi bakteri tunggal. Berbeda dengan penelitian sebelumnya,

Kembaren T, dkk (2008), melaporkan infeksi klebsiella Oxytoca yang paling

sering kedua setelah E. coli yang ditemukan pada pasien HIV/AIDS yang

mengalami diare kronik di Medan.39 Juga berbeda dengan Mwachari dkk,

(1998)., yang melaporkan Salmonella typhimurium merupakan infeksi bakteri

yang paling sering dijumpai pada pasien AIDS yang mengalami diare kronik di

(53)

Berbeda dengan infeksi bakteri, dari 60 sampel yang diamati, hanya

18 sampel (30%) yang dijumpai parasit pada pasien dengan kadar

CD4 < 100 sel/mm3, dan tidak dijumpai parasit pada pasien dengan kadar

CD4 > 200 sel/mm3. Protozoa intestinal yang dijumpai adalah

Crypto-sporidium, A. Lumbricoides, B. Hominis dan T. Trichiura. Cryptosporidium

dijumpai sebanyak 4 kasus pada pasien dengan kadar CD4 0 – 50 sel/mm3

dan 2 kasus pada pasien dengan kadar CD4 51 – 100 sel/mm3. Brink, dkk., 2002, melaporkan cryptosporidium merupakan protozoa yang paling banyak

dijumpai pada penderita HIV yang mengalami diare kronik dengan kadar

CD4 < 100 sel/mm3 di Uganda.13

Tipe diare berhubungan dengan lokasi kejadian infeksi dari kuman

patogen. Tipe diare malabsropsi merupakan kejadian infeksi kuman patogen

di usus halus dan kuman patogen yang paling sering adalah E. Coli,

criptosporidium, microsporidiun dan rotavirus.12 Pada penelitian ini dijumpai

infeksi bakteri E. Coli dan cryptosporidium sebanyak (66,7%; n=40) dan

dengan status berat badan kurang (IMT < 18,4) sebanyak 58,3%: n=35).

Ada hubungan jenis kuman patogen dengan terjadinya komplikasi malnutrisi

namun kami tidak dapat buktikan secara statistik.

Penurunan kadar CD4 akan meningkatkan resiko terjadinya infeksi

kuman patogen pada saluran cerna. Pada kadar CD4 yang lebih rendah akan

menyebabkan infeksi kuman patogen yang lebih berat. Seperti

cryptosporidium dapat menginfeksi epitel usus halus, pada orang dengan

imunokompeten infeksi ini sering asimtomatik, namun pada pasien

(54)

bahkan sampai kematian.40 Pada penelitian ini ada 12 pasien yang meninggal

selama perawatan. Dari 12 pasien tersebut 8 pasien dengan kadar CD4 0 –

50 sel/mm3 dan 4 pasien dengan kadar CD4 51 – 100 sel/mm.3 Dan semua

pasien yang kami temukan terinfeksi cryptosporidium ( 6 pasien) meninggal

dalam perawatan rumah sakit.

Kurniawan dkk, melaporkan infeksi parasit intestinal yang paling

banyak pada pasien HIV/AIDS yang mengalami diare kronik di RS

Ciptomangunkusumo, Jakarta adalah Blastocystis hominis. Dan infeksi parasit

yang lebih dari satu jenis dijumpai pada pasien dengan kadar CD4 < 100

sel/mm3.3

Pada penelitian ini dijumpai ada hubungan kejadian infeksi kombinasi

bakteri dan parasit pada pasian HIV/AIDS yang mengalami diare kronik

dengan kadar CD4. Secara statistik signifikan (Fisher’s Exact Test p <0,05)

hubungan antara infeksi kombinasi bakteri dan parasit dengan kadar

CD4 < 100 sel/mm3, namun tidak signifikan (Fisher’s Exact Test p >0,05)

pada pasien dengan kadar CD4 0 – 50 sel/mm3. Kurniawan dkk, 2009.,

melaporkan infeksi lebih dari satu jenis parasit lebih sering terjadi pada

pasien HIV/AIDS yang mengalami diare kronik dengan kadar CD4 < 100

sel/mm3 sedangkan yang satu jenis parasit dijumpai pada kasus > 400

sel/mm3 di RS Ciptomangunkusumo, Jakarta.3

Keterbatasan dalam penelitian ini dimana sampel kurang banyak,

terutama untuk infeksi parasit yang hanya dijumpai 25% dari seluruh kasus.

Pada pemeriksaan tinja dilakukan di Laboratorium Parasitologi dan

Mikrobiologi Universitas Sumatera Utara yang jauh dari RSUP H Adam Malik

(55)

BAB V

KESI MPULAN DAN SARAN

5.1. K E S I M P U L A N

5.1.1. Pada penelitian ini dijumpai infeksi bakteri dan parasit baik secara tunggal maupun campuran pada pasien AIDS yang mengalami diare

kronik dengan kadar CD4 < 100 sel/mm3.

5.1.2. Klebsiella oxytoca dan Cryptosporidium merupakan bakteri dan protozoa yang paling sering pada pasien AIDS yang mengalami

diare kronik dengan kadar CD4 < 100 sel/mm3.

5.1.3. Kejadian Infeksi campuran (Bakteri dan Parasit) pada pasien AIDS dengan kadar CD4< 100 sel/mm3 lebih sering terjadi dibanding pada

pasien dengan kadar CD4 > 100 sel/mm3 dan bermakna secara

statistik (Fishre’s Exact Test p<0,05).

5.1.4. Kejadian Infeksi campuran (Bakteri dan Parasit) pada pasien AIDS dengan kadar CD4 < 50 sel/mm3 lebih sering terjadi dibanding pada

pasien dengan kadar CD4 > 50 sel/mm3 namun tidak bermakna

secara statistik (Fishre’s Exact Test p>0,05)

(56)

5.2. S A R A N

5.2.1. Dianjurkan pemeriksaan mikrobiologi dan parasitologi tinja rutin

sebagai dasar pengobatan penyebab diare kronik pada pasien

HIV/AIDS.

5.2.2. Pada penelitian ini dijumpai infeksi campuran (Bakteri dan Parasit)

pada pasien AIDS yang mengalami diare kronik dengan kadar CD4 <

100 sel/mm3 sehingga pada pasien AIDS yang mengalami diare kronik

dengan kadar CD4 < 100 sel/mm3 dianjurkan pemberian terapi

empiris (Quinolon dan Metronidazol) disamping pemberian HAART

5.2.3. Perlu pemeriksaan parasit dengan Kinyoun- Gabbett (pemeriksaan

Cryptosporidium) pada pasein AIDS yang mengalami diare kronik

(57)

DAFTAR PUSTAKA

1. Djoerban Z, Djauzi S. HIV/AIDS di Indonesia Dalam: Sudoyo Aru, Setiohadi Bambang, Alwi Idrus et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III, Edisi IV, Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta, 2006.p1825-30

2. UNAIDS, WHO (December 2007). "2007 AIDS epidemic update" (PDF). Retrieved on 2008-03-12

3. Kurniawan A, Karyadi T, Dwintasari SW, Sari IP, Yunihastuti E, Djauzi A, Smith HV : Intestinal Parasitic infections in HIV/AIDS patients presenting with diarrhoea in Jakarta, Indonesia. Transaction of the Royal Society of Tropical Medicine and Hygiene, 2009:103;892-898

4. Pidato Menkes RI pada Peringatan Hari AIDS Sedunia 2006

5. Eddleston M, Davidson R, Wilkinson R, Pierini S. HIV/Sexually Transmited Infection. In Oxford Handbook of Tropical Medicine, 2nd Ed. Oxford University Press. 2005;42-44

6. Tramarin A. Parise N. Compostrini S. Yini D D. Postman M J. Lyu R. et all: Associated between diarrhea and quality of life in HIV-infected patients receive HAART. Quality of life research, 2004:13;243-50

7. Mwachari C. Batchelon BIF. Paul J. Waiyaki PG. Gilks CF. Chronic diarrhea Among HIV-infected Adult Patients in Nairobi,Kenya. Journal of infection.1998:37;48-53

8. Brian G. AIDS and the gastrointestinal tract.The Medicine Journal 2005:33:6

(58)

10. Opuni M, Bertozzi S. The Global Impact of HIV and AIDS. In AIDS and Other Manifestations of HIV Infection. 4TH Ed.2004;1013-1027

11. Lekha T, Anil KG, Shyam S, Tribhuban MM. Correlation between CD4 counts of HIV patients and enteric protozoan in different seasons – An experience of a tertiary care hospital in Varanasi (India). BMC Gastroenterology 2008, 8:36

12. Wilcox CM, Wanke CA. Evaluation of the HIV-infected patient with diarrhea: Uptodate 2009

13. Brink AK, Mahe C, Watera C, et al. Diarrhoea, CD4 counts and enteric infections in a community-based cohort of HIV-infected Adult in Uganda, Journal of Infection 2002; 45: 99-106

14. Suresh VS , Gulati AK, Singh VP, Varma DV, Rai M, Shyam S.

Diarrhea, CD4 counts and enteric infections in a hospital – based

cohort of HIV-infected patients around Varanasi, India.

BMC

Infectious Diseases

2006, 6:39

15. HIV Assays. Diunduh dari. http://www.who.int/diagnosticslaboratory/ publication/hivassayrep14.pdf

16. Hammer S, Gibb D, Haulir, et all. Scalling up Antiretroviral Therapy in Resource-limited Setting. WHO;30:637-64

17. Anastasi JK, Capili B. HIV & Diarrhea in the era of HAART: 1998 New York State Hospitalizations, AJIC 2000; 28: 262-6

18. Sadraei J, rizvi MA, Baveja UK. Diarrea, CD4+ cell counts and opportunistic protozoo in Indian HIV-infected patients, Parasitol Res 2005;97: 270-3

19. Reeders JWAJ,Yee J, Gore RM, Miller FH, Megibow AJ.

Gastrointestinal infection in the immunocompromised (AIDS)

(59)

20. Lu SS. Pathophysiology of HIV-associated Diarrhea, Gastroenterology Clinics of north America 1997; 26: 175-90

21. Cohen J, West AB, Bihi EJ. Infectious Diarrhea in HIV. Gastroenterology Clinic of north America. 2001; 30:637-64

22. Sellin JH. The pathophysiology of diarrhea. Clin Transplantation 2001: 15 (Supplement 4): 2-10.

23. Andrew AL, Manesh M, Ronald SV. The Gastrointestinal Tract and AIDS

Pathogenesis. Gastroenterology 2009;136:1966–1978

24. Tamsin AK, Donna S, Sarah CS, Sherwood G. Diarrhea and Abnormalities of Gastrointestinal Function in a Cohort of Men and Women With HIV Infection. The American Journal of Gastroenterology 2000:95;3482-88

25. Gupta S, Narang S, Nunavath V, Singh S. Chronic Diarrhea in HIV Patients: Prevalence of Coccidian Parasites. Indian Journal of Medical Microbiology.2008;26:172-5

26. Winson SKG. Management of HIV-Associated Diarrhea and wasting, JANAC 2001;12: 55-62

27. John PC, Lukejohn WD. Idiopathic AIDS Enteropathy and Treatment of Gastrointestinal Opportunistic Pathogens. Gastroenterology 2009;136: 1952-1965

(60)

29. Beadsworth MBC, Perez AM,Lieshout L, Watson A, Hart CA, Zijlstra E, Beeching NJ. The prevalence of Clostridium difficile toxin as a cause of acute or chronic diarrhoea in a high HIV prevalence population in sub-Saharan Africa. 17th ECCMID / 25th ICC

30. Edmund JB. Editoria. Endoscopic Approach to HIV-Associated Diarrhea: How Far Is Far Enough? American Journal of Gastroenterology 1999: 94;3

31. Niklaus E,Thomas O, Marco R, Xuan MN, Hansjakob F. Chronic

Watery Diarrhea Due to Co-Infection with Cryptosporidium spp and

Cyclospora cayetanensis in a Swiss AIDS Patient Traveling in

Thailand. Journal Travel Med 2001; 8:143–145

32. Katabira ET. Epidemiology & Management of diarrheal disease in HIV Infected patients, Int J Infect Dis 1999; 3: 164-67

33. Trevor K, Isaac Z, Ruth L, Neil A and Paul K. Inappropriately low aldosterone concentrations in adults with AIDS-related diarrhoea in Zambia: a study of response to fluid challenge BMC Research Notes

2008, 1:10

34. Amal KM, Charles DH, Charlene AH, Zubair Siddiq. Management of diarrhea in HIV-infected patients. International journal of STD & AIDS ;2001:12:630-639

35. Anastasi JK, Capili B, Kim G, et al. Symptom management of HIV-related diarrhea by using normal food: A randomized controlled clinical trial, JANAC 2006; 17: 47-57

36. Hammer SM, Management of newly diagnosed HIV infection, The New England journal of Medicine. 2005;353:1702-10

(61)

38. Stephanie A, Gustavo H, Michael S, Wilcox CM. The Changing Etiology of Chronic Diarrhea in HIV-Infected Patients With CD4 Cell Counts Less Than 200 cells/mm3. The American Journal of Gastroenterology 2000: 95;3142-6

39. Kembaren T, Zein U, Ginting Y. Profil Bakteri Penyebab Diare Kronis Pada Pasien AIDS di Bangsal Rawat Inap RSU H Adam Malik Medan. Pertemuan Ilmiah Tahunan IX. Medan 17 – 19 April

40. Xian-Ming C, Keithly JS, Paya CV, Larusso NF. Riview Article Current

Concepts Cryptosporidiosis. New Engl Journal Medicine. 2002;346:

Gambar

Gambar 3. Grafik kejadian infeksi parasit dan rata-rata kadar CD4
Tabel 1.   Stadium  infeksi HIV pada orang dewasa oleh WHO (Dikutip dari
Gambar 1: Hubungan antara patogen saluran cerna sebagai penyebab diare kronik pada penderita HIV/AIDS (Dikutip dari kepustakaan 27)
Tabel 3 : Perbedaan diare Malabsrobsi dengan kolitis(dikutip dari kepustakaan 25)
+7

Referensi

Dokumen terkait

James R Bettman; Mary Frances Luce; John W Payne.. Journal of Consumer Research; Dec 1998; 25, 3; ABI/INFORM

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : “Bagaimana Penerapan Strategi Pembelajaran Berbasis Saintifik Pada Mata Diklat Dasar Pola pada peserta Praktik

Yang menentukan harga gabah dan beras adalah pemerintah // Karena tergantung pada pemerintah / kenaikan harga gabah dan beras dari petani memang ditentukan oleh ingatan pemerintah //

[r]

gambar (peta), media/ cerita tentang Keadaan masyarakat Yastrib sebelum hijrah Nabi Muhammad

Koneksi yang digunakan yaitu komponen Data, dimulai dengan pembuatan struktur database, visualisasi untuk pemasukan data lalu penggabungan database dengan visual basicnya

Pengamanan data dewasa ini dirasakan sangat begitu penting, apalagi terhadap data-data yang bersifat pribadi dan rahasia, banyak cara yang dapat dilakukan untuk dapat mengamankan

Gambarlah dua buah segitiga siku- siku yang konkruen pada kertas petak!. Susun kedua segitiga tersebut