• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tabloid Bola dan Peningkatan Pengetahuan Sepak Bola (Studi Korelasional Tentang Motivasi Konsumsi Tabloid BOLA dan Peningkatan Pengetahuan Sepak Bola di Kalangan Mahasiswa FISIP USU)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Tabloid Bola dan Peningkatan Pengetahuan Sepak Bola (Studi Korelasional Tentang Motivasi Konsumsi Tabloid BOLA dan Peningkatan Pengetahuan Sepak Bola di Kalangan Mahasiswa FISIP USU)"

Copied!
121
0
0

Teks penuh

(1)

Tabloid Bola dan Peningkatan Pengetahuan Sepak Bola

(Studi Korelasional Tentang Motivasi Konsumsi Tabloid BOLA dan Peningkatan Pengetahuan Sepak Bola di Kalangan Mahasiswa FISIP USU)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Menyelesaikan Pendidikan Sarjana (S-1) Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Disusun oleh ADITHIA TARIGAN

050904022

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

A B S T R A K S I

Penelitian ini berjudul Tabloid Bola dan Peningkatan Pengetahuan Sepak Bola (Studi Korelasional Tentang Motivasi Konsumsi Tabloid Bola dan Peningkatan Pengetahuan Sepak Bola di Kalangan Mahasiswa FISIP USU). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauhmana hubungan antara motivasi konsumsi tabloid Bola dengan peningkatan pengetahuan sepak bola di kalangan mahasiswa FISIP USU.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode korelasional yang bertujuan untuk menemukan ada tidaknya hubungan antara motivasi konsumsi tabloid Bola terhadap peningkatan pengetahuan sepak bola di kalangan mahasiswa FISIP USU. Sedangkan rumus statistik yang digunakan untuk menguji hipotesa pada penelitian ini adalah rumus Koefisien Korelasi Spearman.

Populasi pada penelitian ini adalah mahasiswa FISIP USU angkatan 2007 dan 2008 yang berjumlah 539 orangg. Untuk menentukan besarnya sampel (sampling) digunakan rumus Arikunto dan diperoleh sampel sebesar 54 responden. Sedangkan teknik penarikan sampel yang digunakan adalah Purposive Sampling.

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Bapa di Surga di dalam nama AnakNya Yesus Kristus, atas segala karunia, berkat serta kasihNya yang berlimpah dalam kehidupan penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Karya ilmiah (skripsi) ini dibuat sebagai salah satu syarat kelulusan dari Departemen Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

Rasa syukur dan terima kasih yang teramat dalam juga penulis ucapkan atas semua orang yang telah membantu dan mendukung penulis selama ini, terutama kepada kedua orang tua penulis yang sangat dikasihi, Ir. Lesman Tarigan dan Dra. Maria Ginting yang tiada pernah lelah dalam mendukung, membimbing, dan mendoakan penulis dalam setiap langkah kehidupan penulis.

Pada kesempatan ini, penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu penulis. Terima kasih penulis ucapkan kepada:

1. Bapak Prof. Dr. M. Arief Nasution, M.A., selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Amir Purba, M.A. selaku Kepala Departemen Ilmu Komunikasi.

3. Bapak Drs. Syafruddin Pohan, M.Si selaku dosen pembimbing penulis yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

(4)

5. Ibu Dra. Kurniawati, M.Si, selaku Sekretaris Departemen Ilmu Komunikasi.

6. Seluruh dosen/ staf pengajar di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, khususnya para dosen Departemen Ilmu Komunikasi. Terimakasih yang tulus penulis sampaikan atas jasa-jasa yang diberikan selama ini.

7. Staf dan pegawai Departemen Ilmu Komunikasi, Kak Icut, Kak Maya, Kak Rotua, dan Kak Ros, terima kasih buat segala bantuannya sehingga seluruh urusan administrasi berjalan lancar.

8. Kakak dan adik penulis, Andria Mei Virta Tarigan dan Erick Tarigan. Terima kasih buat perhatian dan dukungan yang kalian berikan

9. Elisa Apriani Sembiring, terima kasih atas segala perhatian, dukungan dan semangat yang tidak ada habisnya.

10.Sahabat terbaik penulis, Josep, Teo, Jenes, Bang Pam-pam, Bang Budi, Bang Tomy, Bang Riko, Bang Adhar, Bang Erik, Dhani, Verikasih, Jimmy. Terima kasih atas dukungan dan bantuan selama ini.

11.Rafika,Eka, dan Hanita, terima kasih atas bantuannya selama penulis mengerjakan skripsi ini.

(5)

13.Teman-teman angkatan 2006, 2007, dan 2008 Komunikasi FISIP USU. Terima kasih atas dukungannya selama ini.

14.Teman-teman penulis, Gyta, Alex, Benect, Glen, Ijep. Terima kasih atas dukungan kalian selama ini.

15.Mahasiswa FISIP USU yang menjadi responden penulis dalam penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis sangat mengharapkan segala saran maupun kritik yang membangun dari semua pihak. Penulis juga berharap, karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak.

Medan, Mei 2010

Penulis,

(6)

DAFTAR ISI 1.1. Latar Belakang Masalah... 1

1.2. Perumusan masalah... 4

1.3. Pembatasan Masalah ... 4

1.5.2. Motif Penggunaan Media ... 9

(7)

1.6. Kerangka Konsep ... 14

1.7. Model Teoritis... 16

1.8. Operasional Variabel... 16

1.9. Defenisi Operasional Variabel ... 17

1.10 Hipotesis... 18

BAB II : Uraian Teoritis 2.1. Komunikasi dan Komunikasi Massa... 20

2.1.1. Pengertian komunikasi ... 20

2.1.2. Komunikasi Massa ... 22

2.1.3. Ciri-ciri Komunikasi Massa... 23

2.1.4. Fungsi Komunikasi Massa... 26

2.1.5. Efek komunikasi Massa... 29

2.2. Motif menggunakan Media ... 30

2.3. Pengetahuan ... 34

2.4. Tabloid dan Tabloid Bola ... 35

2.5. Teori Taksonomi Bloom ... 37

2.5.1. Kawasan Kognitif ... 39

2.6. Teori Ketergantungan ... 43

BAB III : Metodologi Penelitian 3.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 47

3.1.1. Sejarah dan Perkembangan FISIP USU ... 47

3.1.2. Program Studi ... 51

3.1.3. Visi dan Misi FISIP USU ... 52

3.1.4. Tujuan, Tugas, dan Fungsi FISIP USU ... 52

3.2. Profil Singkat tabloid Bola... 54

3.3. Metode Penelitian ... 55

3.4. Populasi dan Sampel ... 56

3.4.1. Populasi ... 56

3.4.2. Sampel ... 57

3.5. Teknik Penarikan Sampel ... 59

3.6. Teknik Pengumpulan Data... 59

(8)

BAB IV : Analisis dan Pembahasan

4.1. Pelaksanaan Pengumpulan Data ... 62

4.1.1. Tahap Awal... 62

4.1.2. Pengumpulan Data... 62

4.2. Proses Pengolahan Data ... 63

4.2.1. Penomoran Kuisioner ... 63

4.2.2. Editing ... 63

4.2.3. Coding ... 63

4.2.4. Inventaris Variabel ... 63

4.2.5. Tabulasi Data ... 63

4.3. Analisis Tabel Tunggal ... 64

4.3.1. Karakteristik Responden... 64

4.3.2. Motif Membaca Tabloid Bola ... 68

4.3.3. Tingkat Pengetahuan Sepak Bola ... 71

4.4. Analisis Tabel Silang ... 85

4.5. Pengujian Hipotesis... 87

4.6. Pembahasan... 88

BAB V : Kesimpulan dan Saran 5.1. Kesimpulan ... 92

5.2. Saran... 93 Daftar Pustaka

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Variabel Operasional... 16

Tabel 2 Jumlah Mahasiswa Laki-laki FISIP angkatan 2007 dan 2008... 54

Tabel 3 Proporsional Random Sampling... 55

Tabel 4 Angkatan ... 64

Tabel 5 Departemen ... 65

Tabel 6 Pernah atau Tidak Membaca Tabloid Bola... 66

Tabel 7 Tingkat Keseringan Membaca Tabloid Bola... 66

Tabel 8 Kepemilikan Tabloid Bola... ... 67 Tabel 9 Tempat Membaca Tabloid Bola ... 67

Tabel 10 Alasan Membaca Tbaoid Bola... 68

Tabel 11 Alasan Memlilih Tbaloid Bola... 69

Tabel 12 Intensitas Membaca Tbloid Bola ... ... 70 Tabel 13 Frekuensi Membaca Tabloid Bola ... ... 70 Tabel 14 Rubrik Dalam Tabloid Bola... 71

Tabel 15 Pengetahuan Sepak Bola dari Tabloid Bola... 72

Tabel 16 Rasa Ingin Tahu Mengenai Tabloid Bola ... 73

Tabel 17 Informasi Yang Disajikan Tabloid Bola ... 73

Tabel 18 Pemahaman Tentang Sepak Bola... 74 Tabel 19 Pengetahuan Sepak Bola Berdasarkan Preview dan Review... 75 Tabel 20 Kejelasan Preview dan Review... 76

Tabel 21 Kemampuan Menganalisis Pertandingan Berdasarkan Preview dan Review... 76

(10)

Tabel 26 Kejelasan Hasil-hasil Partandingan ... 80

Tabel 27 Kesesuaian Analisis dan Prediksi dengan Hasil Pertandingan ... 81

Tabel 28 Pengetahuan Sepak Bola Berdasarkan Profil Pemain... 82

Tabel 29 Kejelasan Profil Pemain... ... 83

Tabel 30 Kemampuan Mengenal Pemain ... 83

Tabel 31 Ketertarikan Untuk Tetap Membaca Tabloid Bola... 84

Tabel 32 Hubungan Antara Alasan Membaca Tabloid Bola dengan

Pengetahuan Sepak Bola ... 85

Tabel 33 Hubungan Antara Intensitas Membaca Tabloid Bola dengan

Pengetahuan Sepak Bola ... 86

Tabel 34 Hubungan Antara Frekuensi Membaca Tabloid Bola dengan

Pengetahuan Sepak Bola ... 87 Tabel 35 Hasil uji Korelasi ... 88

DAFTAR GAMBAR

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Kuisioner 2. FoltronCobol

3. Tabel Skor Data Mentah 4. Surat Izin Penelitian

(12)

A B S T R A K S I

Penelitian ini berjudul Tabloid Bola dan Peningkatan Pengetahuan Sepak Bola (Studi Korelasional Tentang Motivasi Konsumsi Tabloid Bola dan Peningkatan Pengetahuan Sepak Bola di Kalangan Mahasiswa FISIP USU). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauhmana hubungan antara motivasi konsumsi tabloid Bola dengan peningkatan pengetahuan sepak bola di kalangan mahasiswa FISIP USU.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode korelasional yang bertujuan untuk menemukan ada tidaknya hubungan antara motivasi konsumsi tabloid Bola terhadap peningkatan pengetahuan sepak bola di kalangan mahasiswa FISIP USU. Sedangkan rumus statistik yang digunakan untuk menguji hipotesa pada penelitian ini adalah rumus Koefisien Korelasi Spearman.

Populasi pada penelitian ini adalah mahasiswa FISIP USU angkatan 2007 dan 2008 yang berjumlah 539 orangg. Untuk menentukan besarnya sampel (sampling) digunakan rumus Arikunto dan diperoleh sampel sebesar 54 responden. Sedangkan teknik penarikan sampel yang digunakan adalah Purposive Sampling.

(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Perkembangan media massa akhir-akhir ini menunjukkan bahwa ketergantungan orang akan media semakin tinggi. Dalam masyarakat yang sedang berkembang seperti Indonesia, orang umumnya lebih memilih media audio-visual daripada media cetak. Dari sekian banyak media massa yang ada, diperkirakan pada tahun-tahun mendatang media cetak akan kalah bersaing dengan televisi atau media audio-visual lainnya. Namun dengan semakin tingginya tingkat pendidikan dapat pula dikatakan bahwa media cetak seperti surat kabar, majalah dan tabloid tidak akan ditinggalkan oleh masyarakat. Alasannya, bahwa orang-orang cenderung membaca kembali berita-berita dalam surat kabar atau majalah yang telah mereka lihat atau dengar di televisi atau radio. Jadi orang tidak cukup mendengar radio atau televisi namun cenderung menambah pengetahuan mereka dengan membaca media cetak seperti surat kabar, majalah atau tabloid.

Surat kabar, majalah, tabloid, buku, televisi, radio adalah jenis-jenis media massa. Setiap media di atas juga memiliki segmen-segmen tersendiri, ada majalah khusus wanita, tabloid olahraga, program televisi khusus balita, dan lain sebagainya.. Ini menunjukkan setiap media sudah lebih khusus lagi dalam menjaring konsumen.

(14)

setiap terbitannya. Bagi sebagian besar orang informasi olahraga yang paling banyak diminati dan diakses adalah informasi mengenai sepak bola. Tidak bisa dipungkiri, saat ini sepak bola merupakan olah raga yang paling populer di dunia. Tidak jarang berita mengenai sepak bola bisa mengalahkan berita mengenai politik atau ekonomi yang sedang hangat-hangatnya.

Banyaknya media massa saat ini yang menyediakan informasi mengenai sepak bola membuat khalayak tidak susah lagi mencari atau mengakses informasi untuk menambah pengetahuannya dalam bidang sepak bola. Namun tidak semua media massa tersebut menyediakannya secara eksklusif. Media massa yang dianggap mampu memenuhi kebutuhan dan kepuasan sesuai dengan motif yang ada pada khalayak tentu akan digemari. Namun jika media tersebut tidak dapat memenuhi kebutuhan informasi bagi kalayaknya, dengan sendirinya media itu akan ditinggalkan khalayaknya. Sehingga dapat dikatakan bahwa khalayak sesungguhnya aktif dalam menggunakan media untuk meningkatkan pengetahuan sesuai dangan apa yang mereka butuhkan.

(15)

Tabloid Bola merupakan tabloid olahraga Indonesia yang terbit dua kali dalam seminggu, pada hari selasa dan jummat. Tabloid ini merupakan tabloid olahraga yang populer dan bisa dibilang merupakan pelopor dalam penerbitan media massa bertema olahraga di Indonesia. Tabloid Bola awalnya terbit sebagai sisipan harian Kompas pada 3 Maret 1984, namun empat tahun kemudian mulai diterbitkan terpisah. Hingga tahun 1997, Bola hanya diterbitkan sekali seminggu, yaitu pada hari Jumat. Tabloid Bola mempunyai fokus pada berita-berita sepak bola dan sering mengirimkan wartawannya untuk meliput ajang-ajang olahraga di luar negeri, termasuk Piala Dunia FIFA. Namun seiring dengan perkembangan dunia olahraga, saat ini tabloid bola juga mengulas berita dari berbagai bidang olahraga seperti otomotif, tinju, bulutangkis, bola basket, dan lainnya.(wikipedia)

Melihat fakta di atas, penulis sebagai mahasiswa yang menekuni bidang komunikasi, merasa tertarik untuk meneliti masalah yang berhubungan dengan media cetak, tepatnya tabloid. Penulis memilih masalah tentang bagaimana hubungan motivasi konsumsi khalayak terhadap media (dalam hal ini tabloid Bola) dengan peningkatan pengetahuan mereka (pengetahuan sepak bola). Penulis memilih tabloid Bola sebagai bahan penelitian karena berdasarkan pengamatan penulis, tabloid Bola merupakan tabloid olahraga yang paling banyak dibaca oleh khalayak. Disamping itu tabloid Bola juga merupakan tabloid olahraga pertama yang ada di Indonesia, sehingga peneliti merasa informasi yang disajikan oleh tabloid bola sangat lengkap dan akurat.

(16)

jadwal pertandingan, hasil-hasil pertandingan, profil atlet, dan informasi-informasi lainnya dari sepak bola saat ini. Mahasiswa sebagai salah satu sekmen terbesar pembaca bola, membuat peneliti tertarik untuk menjadikan mahasiswa FISIP USU sebagai responden dalam penelitian ini.

Dari uraian diatas, peneliti merasa tertarik untuk meneliti sejauh mana hubungan antara motivasi konsumsi tabloid bola dangan peningkatan pengetahuan sepak bola di kalangan mahasiswa FISIP USU.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka dapat dikemukakan perumusan masalah dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut: “Sejauhmanakah hubungan antara motivasi konsumsi tabloid Bola dengan peningkatan pengetahuan sepak bola di kalangan mahasiswa FISIP USU?”

1.3. Pembatasan Masalah

Untuk menghindari permasalahan yang terlalu luas sehingga dapat mengaburkan penelitian, maka penulis membatasi masalah yang akan diteliti. Adapun pembatasan masalah tersebut adalah:

1. Penelitian ini bersifat korelasional, yaitu bersifat mencari atau menjelaskan hubungan atau menguji hipotesis.

2. Penelitian ini menganalisis motivasi konsumsi dan peningkatan pengetahuan mahasiswa FISIP USU terhadap berita sepak bola pada tabloid Bola.

(17)

4. Penelitian dilakukan pada tabloid Bola edisi November sampai dengan Desember 2009

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui apa saja motivasi konsumsi di kalangan mahasiswa FISIP USU terhadap tabloid Bola.

2. Untuk mengetahui apakah pengetahuan sepak bolanya terpenuhi

3. Untuk mengetahui sejauh mana hubungan antara motivasi konsumsi tabloid Bola dengan peningkatan pengetahuan sepak bola di kalangan mahasiswa FISIP USU.

1.4.2. Manfaat Penelitian

1. Secara teoritis, penelitian ini berguna untuk memperkaya khasanah penelitian tentang motivasi khalayak mengkonsumsi media massa.

2. Secara akademis penelitian ini dapat disumbangkan kepada FISIP USU khususnya departemen Ilmu Komunikasi dalam rangka memperkaya bahan penelitian dan sumber bacaan.

(18)

1.5. Kerangka Teori

Dalam memecahkan suatu masalah penelitian, perlu adanya teori-teori yang akan dijadikan fokus untuk menyoroti permasalahan. Teori-teori yang digunakan menjadi pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana masalah penelitian akan disoroti. (Nawawi,1991:41).

Kerlinger menyebutkan teori adalah himpunan (konsep), definisi, dan proposi yang mengemukakan pandangan sistematis tentang gejala dengan menjabarkan relasi di antara variabel, untuk menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut (Rakhmat, 2004:6)

Dalam penelitian ini, model yang digunakan adalah Dependency Theory

dan teori yang dianggap relevan adalah Komunikasi dan Komunikasi massa, motif penggunaan media, berita, tabloid dan tabloid Bola.

1.5.1 Komunikasi dan Komunikasi Massa 1.5.1.1. Komunikasi

(19)

Selain pengertian komunikasi diatas, Berelson dan Steiner (1964) mengemukakan bahwa komunikasi adalah penyampaian informasi, ide, emosi, ketrampilan, dan seterusnya, melalui penggunaan simbol, kat, gambar, angka, grafik dan lain-lain (Fisher, 1990:10)

Sedangkan Harold Lasswell dalam karyanya “The Structure and function of Communication in society” mengatakan bahwa cara yang baik untuk menjelaskan komunikasi adalah sebagai berikut : “Who Says What in Which Channel to Whom with What Effect?”. Pertanyaan ini menunjukkan bahwa komunikasi terdiri atas 5 unsur yaitu :

a. Komunikator (Source, Sender, Communicator) b. Pesan (Message)

c. Saluran (Channel)

d. Komunikan (Receiver, Communicant) e. Efek (Effect)

Jadi, berdasarkan paradigma Laswell tersebut, komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu (Effendy, 1999:10)

(20)

1.5.1.2. Komunikasi Massa

Komunikasi massa merupakan suatu tipe komunikasi manusia (human communiaction) yang lahir bersamaan dengan mulai digunakannya alat-alat mekanik, yang mampu melipatgandakan pesan-pesan komunikasi.

Sebagian atau sejumlah besar alat mekanik itu dikenal sebagai alat-alat komunikasi massa atau lebih populer dengan media massa, yang meliputi semua alat-alat saluran, ketika narasumber (komunikator) mampu mencapai jumlah penerima (komunikan, audience) yang luas serta serentak dengan kecepatan yang relatif tinggi.

Komunikasi massa diadopsi dari istilah bahasa inggris, mass communication, kependekan dari mass media communication (komuniaksi media massa). Artinya, komunikasi yang menggunakan media massa atau komuniaksi yang mass mediated. Berlo (1960) mengemukakan bahwa massa diartikan sebagai “meliputi semua orang yang menjadi sasaran alat-alat komunikasi massa atau orang-orang pada ujung lain dari saluran” (Wiryanto, 2000:2)

Pool (1973) mendefinisikan komunikasi massa sebagai komunikasi yang berlangsung dalam situasi interposed ketika antara sumber dan penerima tidak terjadi kontak secara langsung, pesan-pesan komunikasi mengalir kepada penerima melalui saluran-saluran media massa, seperti surat kabar, majalah, radio, film tau televisi (Wiryanto, 2003:3)

(21)

heterogen, dan anonim melalui media cetak atau elektronik sebagai pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat (Rakhmat, 1993:189).

1.5.2. Motif Penggunaan Media

Motif manusia merupakan dorongan, keinginan, hasrat dan tenaga penggerak lainnya yang berasal dari dalam dirinya, untuk melakukan sesuatu. Motif – motif itu memberikan tujuan dan arah kepada tingkah laku kita (Gerungan, 1986 : 141). Menurut teori behaviorisme “ low of effects “ prilaku yang tidak mendatangkan kesenangan tidak akan diulangi, artinya kita tidak akan menggunakan media massa bila media massa tersebut tidak memberikan pemuasan pada kebutuhan kita. Jadi jelaslah kita menggunakan media massa karena didorong oleh motif – motif tertentu (Rakhmat, 2001 : 207).

Sehubungan dengan kebutuhan manusia, Katz, Guveritch dan Haas merumuskan tipologi kebutuhan yang berhubungan dengan media, yang meliputi (Liliweri, 1991 : 137 – 138):

1. Kebutuhan Kognitif 2. Kebutuhan Afektif

3. Kebutuhan Integratif Personal 4. Kebutuhan Integratif Sosial 5. Kebutuhan akan Pelarian

(22)

berkaitan dengan keadaan mahasiswa yang dianggap paling aktif dan tertarik untuk mengikuti perkembangan sepak bola.

1.5.3 Pengetahuan

Pengetahuan dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang dipahami, dimengerti, dan diketahui berkenaan dengan suatu hal. Menurut Albert Bandura, media massa dianggap sebagai agen sosialisasi pengetahuan dan kebudayaan yang utama disamping keluarga, guru di sekolah, dan sahabat karib.

Berdasarkan wacana tersebut di atas, maka dapat dikatakan bahwa media massa, dalam hal ini tabloid mempunyai pengaruh yang besar untuk meningkatkan pengetahuan pembacanya.

Pengetahuan akan sepak bola dalam penelitian ini dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang dipahami, dimengerti, dan diketahui oleh komunikan, dalam hal ini mahasiswa FISIP USU, mengenai berbagai hal tentang sepak bola.

Ada beberapa komponen yang dijadikan acuan untuk melihat sejauh mana pengetahuan mahasiswa bertambah dalam bidang sepak bola, yaitu:

Preview dan rewiew pertandingan sepak bola  Jadwal pertandingan sepak bola

 Hasil-hasil pertandingan sepak bola  Profil atlet

1.5.4 Tabloid dan Tabloid BOLA 1.5.4.1. Tabloid

(23)

di Barat (tempat asal lahirnya) dilandasi semangat sensasional (disebut juga jurnalisme got), karena pemberitaannya yang sensasional, transparan, mengerahkan narasumber, dan menggemparkan khalayak pembaca. (Wahyu Wibowo, 2006:24)

Tabloid awalnya diterbitkan sebagai bagian dari penerbitan surat kabar non reguler, yaitu surat kabar yang tidak terbit setiap hari sebagaimana surat kabar pada umumnya. Tabloid dijadikan wadah untuk memuat berita-berita yang dianggap kurang penting, seperti berita olahraga, selebritas, kesehatan, dan lain sebagainya.

1.5.4.2. Tabloid Bola

Tabloid Bola adalah tabloid olahraga Indonesia yang terbit dua kali dalam seminggu, pada hari Selasa dan Jumat. Tabloid ini merupakan tabloid olahraga yang populer dan bisa dibilang merupakan pelopor dalam penerbitan media massa bertema olahraga di Indonesia.

Bola awalnya terbit sebagai sisipan harian Kompas pada 3 Maret 1984 namun empat tahun kemudian mulai diterbitkan terpisah. Hingga tahun 1997, Bola hanya diterbitkan sekali seminggu, yaitu pada hari Jumat. Tabloid Bola mempunyai fokus pada berita-berita sepak bola dan sering mengirimkan wartawannya untuk meliput ajang-ajang olahraga di luar negeri, termasuk Piala Dunia FIFA.

(24)

tentang sepak bola namun lebih terfokus pada artikel-artikel non-berita, dan Bola Sports, yang mempunyai fokus pada cabang olahraga lainnya.

1.5.5. Teori Taksonomi Bloom

Kata Taksonomi diambil dari bahasa Yunani, yakni “tassein” berarti untuk mengklasifikasikan dan “nomos” yang berarti aturan. Taksonomi dapat diartikan sebagai klasifikasi berhirarki dari sesuatu atau prinsip yang mendasari klasifikasi. Hampir semua – benda bergerak, benda diam, tempat, dan kejadian – dapat diklasifikasikan menurut beberapa skema taksonomi.

(http://id.wikipedia.org/wiki/Taksonomi).

Konsep Taksonomi Bloom dikembangkan pada tahun 1956 oleh Benjamin S. Bloom, seorang psikolog bidang pendidikan. Taksonomi Bloom merujuk pada taksonomi yang dibuat untuk tujuan pendidikan. Bloom membagi tujuan pendidikan menjadi tiga kawasan menurut jenis kemampuan yang tercantum di dalamnya yaitu kawasan kognitif, kawasan afektif, dan kawasan psikomotor.

Menurut Taksonomi Bloom, tahapan seseorang hingga ia memiliki skill

terhadap pengetahuan tertentu dimulai dari tahapan kognitif, di mana pada tahapan ini seseorang berproses untuk memiliki keyakinan bahwa dirinya mampu mengaplikasikan ilmu yang diperolehnya. Lalu, akan naik ke tahap afektif, yaitu seseorang akan tertarik untuk melakukan adopsi-inovasi. Terakhir, seseorang sampai pada tahap psikomotor, di mana ia benar-benar mempraktikkan pengetahuan yang baru itu, sehingga ia memiliki skill yang baik. Inilah tahapan-tahapan yang akan dilalui seseorang dari tahapan-tahapan unskill sampai ke tahapan skill

(25)

1.5.6. Teori Ketergantungan (Dependency Theory)

Teori ketergantungan (Dependency Theory) adalah teori tentang komunikasi massa yang menyatakan bahwa semakin seseorang tergantung pada suatu media untuk memenuhi kebutuhannya, maka media tersebut menjadi semakin penting untuk orang itu (Saverin and Tankard, 1992: 264). Teori ini diperkenalkan oleh Sandra Ball-Rokeach dan Melvin Defleur. Mereka memperkenalkan model yang menunjukan hubungan integral tak terpisahkan antara pemirsa, media dan sistem sosial yang besar.

Sejalan dengan apa yang dikatakan oleh teori uses and gratification, teori ini memprediksikan bahwa khalayak tergantung kepada informasi yang berasal dari media massa dalam rangka memenuhi kebutuhan khalayak bersangkutan serta mencapai tujuan tertentu dari proses konsumsi media massa. Namun perlu digarisbawahi bahwa khalayak tidak memiliki ketergantungan yang sama terhadap semua media. Besarnya ketergantungan seseorang pada media ditentukan dari dua hal:

 Pertama, individu akan condong menggunakan media yang menyediakan

kebutuhannya lebih banyak dibandingkan dengan media lain yang hanya sedikit.  Kedua, persentase ketergantungan juga ditentukan oleh stabilitas sosial saat itu.

(26)

aktivitas sosial. Pemikiran dalam teori ini adalah bahwa di dakam masyarakat modern, audience menjadi tergantung pada media massa sebagai sumber informasi bagi pengetahuan, dan orientasi kepada apa yang terjadi dalam masyarakat. Dalam teori ini menjelaskan bahwa tingkat ketergantungan ini dipengaruhi oleh jumlah kondisi struktural dan apa yang dilakukan oleh media massa sebagai pelayanan berbagai fungsi informasi. Ada tiga komponen yang saling berhubungan dalam teori ini, yaitu audience, sistem media dan sistem sosial. Menurut Sendjaja (2002: 27), dari hubungan ketiga komponen tersebut kita dapat melihat efek tersebut dalam rumusan:

1. Efek kognitif, berhubungan dengan pikiran atau penalaran, sehingga khalayak yang semula tidak tahu, yang tadinya tidak mengerti, yang tadinya bingung menjadi merasa jelas.

2. Efek afektif, berkaitan dengan perasaan. Akibat dari membaca tabloid atau majalah, mendengar radio, menonton televisi, timbul perasaan tertentu pada khalayak.

3. Efek behafiorial, bersangkutan dengan niat, upaya, tekad, usaha yang cenderung menjadi suatu kegiatan atau tindakan. Efek behavioral tidak langsung timbul sebagai akibat terpaan media massa, melainkan didahului oleh efek kognitif dan afektif.

1.6. Kerangka Konsep

(27)

Konsep adalah penggambaran secara tepat fenomena yang hendak diteliti yakni istilah dan defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan, kelompok atau individu, yang menjadi pusat perhatian ilmu pengetahuan sosial (Singarimbun, 1995 : 57).

Jadi, kerangka konsep adalah hasil pemikiran yang rasional dalam menguraikan rumusan hipotesis, yang merupakan jawaban sementara dari masalah yang diujikebenarannya. Agar konsep-konsep dapat diteliti secara empiris, maka harus dioperasionalkan dengan mengubahnya menjadi variabel.

Variabel-variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Variabel Bebas (X)

Variabel bebas adalah sejumlah gejala, faktor atau unsur yang menentukan atau mempengaruhi munculnya gejala, faktor atau unsur yang lain (Nawawi, 1991:56).

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah motivasi konsumsi tabloid Bola, yang terdiri dari komponen-komponen seperti: motif membca tabloid Bola Intensitas membaca tabloid Bola, dan frekwensi membaca tabloid Bola.

2. Variabel terikat (Y)

Variabel terikat adalah sejumlah gejala atau faktor atau unsur yang ada atau muncul dipengaruhi atau ditentukan oleh adanya variable bebas (Nawawi, 1991: 57).

(28)

review pertandingan sepak bola, jadwal pertandingan sepak bola, hasil-hasil pertandingan sepak bola, profil pemain sepak bola.

1.7. Model Teoritis

Variabel-variabel yang telah dikelompokkan dalam kerangka konsep akan dibentuk menjadi suatu model teoritis sebagai berikut:

Gambar 1 Model Teoritis

1.8. Operasional Variabel

Berdasarkan kerangka teori dan kerangka konsep diatas, maka dapat dibuat operasional variabel yang berfungsi untuk kesamaan dan kesesuaian dalam penelitian, yakni sebagai berikut:

Tabel 1

Operasional Variabel

No Variabel Teoritis Variabel Operasional 1 Variabel Bebas (X)

Motivasi konsumsi tabloid Bola

1. Motif membaca tabloid Bola a. Kognitif

2. Intensitas membaca tabloid Bola VARIABEL BEBAS(X)

MOTIVASI KONSUMSI

TABLOID Bola

VARIABEL TERIKAT(Y) TINGKAT PENGETAHUAN

(29)

3. Frekuensi membaca tabloid Bola

2 Variabel Terikat (Y)

Tingkat pengetahuan sepak bola mahasiswa

Pengetahuan tentang:

1. Preview dan rewiew pertandingan sepak bola 2. Jadwal pertandingan sepak bola

3. Hasil-hasil pertandingan sepak bola 4. Profil pemain sepak bola

1.9. Defenisi Operasional Variabel

Definisi operasional merupakan suatu petunjuk pelaksanaan mengenai cara-cara untuk mengukur variabel-variabel. Definisi operasional merupakan suatu informasi ilmiah yang sangat membantu peneliti lain yang akan menggunakan variabel yang sama. Definisi operasional dari variabel-variabel dalam penelitian ini adalah:

1. Variabel Bebas (Motivasi konsumsi berita olahraga)

a) Motif membaca tabloid Bola, yaitu dorongan atau alasan yang menggerakkan mahasiswa untuk mengkonsumsi berita olahraga. Dalam hal ini motif yang mendorong mahasiswa adalah:

 Kognitif, yaitu kebutuhan informasi yang dilakukan oleh mahasiswa terhadap

berita olahraga.

- Pengetahuan, yaitu pengetahuan yang diperoleh mahasiswa setelah membaca berita sepak bola di tabloid Bola.

(30)

c) Frekwensi membaca tabloid Bola, yaitu seberapa sering mahasiswa membaca tabloid Bola.

2. Variabel Terikat (pemenuhan kebutuhan informasi olahraga)

Mengetahui perkembangan dunia olahraga, yaitu segala hal mengenai perkembangan yang terjadi di dalam dunia olahraga.

a) Preview dan review pertandingan sepak bola, yaitu ulasan mengenai pertandingan sepak bola, baik sebelum maupun sesudah pertandingan dilakukan.

b) Jadwal pertandingan sepak bola, yaitu informasi mengenai waktu pertandingan dilaksanakan.

c) Hasil pertandingan sepak bola, yaitu informasi mengenai hasil dari pertandingan sepak bola yang telah dilaksanakan.

d) Profil pemain, yaitu informasi mengenai kehidupan seorang atlet sepak bola.

1.10. Hipotesis

Hipotesis adalah pemecahan masalah yang bersifat sementara, mungkin benar dan mungkin salah. Untuk menguji hipotesis diperlukan data/fakta diperoleh dari hasil pengumpulan data yang dapat dipertanggungjawabkan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sebuah hipotesis harus diuji kebenaran atau ketidakbenarannya.

(31)

Ha : Terdapat hubungan antara motivasi konsumsi terhadap berita sepak bola di tabloid Bola dan peningkatan pengetahuan sepak bola di kalangan mahasiswa FISIP USU.

(32)

BAB II

URAIAN TEORITIS

2.1. Komunikasi dan Komunikasi Massa

Komunikasi merupakan suatu proses sosial yang sangat mendasar dan vital dalam kehidupan manusia. Dikatakan mendasar karena setiap masyarakat manusia, baik yang primitif maupun yang modern, berkeinginan mempertahankan suatu persetujuan mengenai berbagai aturan sosial melalui komunikasi. Dikatakan vital karena setiap individu memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dengan individu – individu lainnya sehingga meningkatkan kesempatan individu itu untuk tetap hidup (Rakhmat, 1985:1).

2.1.1. Pengertian Komunikasi

Kata komunikasi atau communication dalam bahasa Inggris berasl dari bahasa Latin communis yang berarti “sama”, communico, communicatio, atau communicare yang berarti “membuat sama” (to make common). Istilah pertama

(communis) adalah istilah yang paling sering sebagai asal usul komunikasi, yang merupakan akar dari kata-kata Latin lainnya yang mirip. Komunikasi menyarankan bahwa suatu pikiran, suatu makna, atau suatu pesan dianut secara sama (Mulyana, 2005 : 4).

(33)

Pengertian komunikasi memang sangat sederhana dan mudah dipahami, tetapi dalam pelaksanaannya sangat sulit dipahami, terlebih lagi bila yang terlibat komunikasi memiliki referensi yang berbeda, atau di dalam komunikasi berjalan satu arah misalnya dalam media massa, tentunya untuk membentuk persamaan ini akan mengalami banyak hambatan (Wahyudi, 1986: 29).

Pengertian komunikasi menurut Berelson dan Starainer dalam Fisher adalah penyampaian informasi, ide, emosi, keterampilan, dan seterusnya melalui penggunaan simbol kata, angka, grafik dan lain-lain (Fisher, 1990:10). Sedangkan menurut Onong U. Effendy (1984 : 6), komunikasi adalah peristiwa penyampaian ide manusia.

Dari pengertian diatas dapat dilihat bahwa komunikasi merupakan suatu proses penyampaian pesan yang dapat berupa pesan informasi, ide, emosi, keterampilan dan sebagainya melalui simbol atau lambang yang dapat menimbulkan efek berupa tingkah laku yang dilakukan dengan media-media tertentu.

Harold Lasswell dalam karyanya, The Structure and Function of Communication in Society dalam Effendy (2005: 10), mengatakan bahwa cara yang baik untuk menjelaskan komunikasi ialah menjawab pertanyaan sebagai berikut: Who Says What in Which Channel To Whom With What Effect?

Paradigma Lasswell di atas menunjukkan bahwa komunikasi meliputi lima unsur sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukan itu, yakni :

- Komunikator ( communicator, source, sender )

- Pesan ( message )

(34)

- Komunikan ( communicant, communicatee, receiver, recipient )

- Efek (effect, impact, influence)

Jadi berdasarkan paradigma Lasswell tersebut, komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu.

2.1.2. Komunikasi Massa

Komunikasi massa diartikan sebagai jenis komunikasi yang ditujukan kepada khalayak tersebar, heterogen dan menimbulkan media alat-alat elektronik sehingga pesan yang sama dapat diartikan secara serempak dan sesaat. Maka komunikasi yang ditujukan kepada massa dengan menggunakan media elektronik khususnya televisi merupakan komunikasi massa (Rakhmat, 1991 : 189).

Definisi komunikasi massa yang paling sederhana dikemukakan oleh Bittner (Ardianto, 2004 : 3), yakni : komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang ( mass communication is messages communicated through a mass medium to a large

number of people). Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa komunikasi massa itu harus menggunakan media massa.

Definisi komunikasi massa yang lebih rinci dikemukakan oleh ahli komunikasi lain, yaitu Gebner, komunikasi massa adalah produksi dan distribusi yang berlandaskan teknologi dan lembaga dari arus pesan yang berkesinambungan serta paling luas dimiliki orang dalam masnyarakat industri (Ardianto, 2004 : 4).

(35)

yang diproduksi secara massal/tidak sedikit itu disebarkan kepada massa penerima pesan yang luas, anonim, dan heterogen.

Luas disini berarti lebih besar daripada sekadar kumpulan orang yang berdekatan secara fisik, sedangkan anonim berarti individu yang menerima pesan cenderung asing satu sama lain, dan heterogen berarti pesan dikirimkan kepada orang-orang dari berbagai macam status, pekerjaan, dan jabatan dengan karakteristik yang berbeda satu sama lain dan bukan penerima pesan yang homogen.

Berdasarkan pengertian tentang komunikasi massa yang sudah dikemukakan oleh para ahli komunikasi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa komunikasi massa adalah komunikasi yang menggunakan media massa modern (media cetak dan elektronik) dalam penyampaian informasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak (komunikan) heterogen dan anonim sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak.

2.1.3. Ciri-Ciri Komunikasi Massa

Melalui definisi-definisi komunikasi massa tersebut, kita dapat mengetahui ciri-ciri komunikasi massa. Menurut Nurudin dalam bukunya Pengantar Komunikasi Massa (2004: 19), ciri-ciri dari komunikasi massa adalah :

1. Komunikator dalam Komunikasi Massa Melembaga

(36)

sistem. Sistem itu adalah sekelompok orang, pedoman, dan media yang melakukan suatu kegiatan mengolah, menyimpan, menuangkan ide, gagasan, simbol, lambang menjadi pesan dalam membuat keputusan untuk mencapai suatu kesepakatan dan saling pengertian satu sama lain dengan mengolah pesan itu menjadi sumber informasi.

Dengan demikian, komunikator dalam komunikasi massa setidak-tidaknya mempunyai ciri sebagai berikut : (1) kumpulan individu, (2) dalam berkomunikasi individu-individu itu terbatasi perannya dengan sistem dalam media massa, (3) pesan yang disebarkan atas nama media yang bersangkutan dan bukan atas nama pribadi unsur-unsur yang terlibat, (4) apa yang dikemukakan oleh komunikator biasannya untuk mencapai keuntungan atau mendapatkan laba secara ekonomis. 2. Komunikasi dalam Komunikasi Massa Bersifat Heterogen

Komunikan dalam komunikasi massa sifatnya heterogen/beragam. Artinya, komunikan terdiri dari beragam pendidikan, umur, jenis kelamin, status sosial ekonomi, jabatan yang beragam, dan memiliki agama atau kepercayaan ynag berbeda pula.

Herbert Blumer pernah memberikan ciri tentang karakteristik

audience/komunikan sebagai berikut:

a. Audience dalam komunikasi massa sangatlah heterogen. Artinya, ia mempunyai heterogenitas komposisi atau susunan. Jika ditinjau dari asalnya, mereka berasal dari berbagai kelompok dalam masyarakat.

(37)

c. Mereka tidak mempunyai kepemimpinan atau organisasi formal 3. Pesannya Bersifat Umum.

Pesan-pesan dalam komunikasi massa tidak ditujukan kepada satu orang atau kelompok masyarakat tertentu. Dengan kata lain, pesan-pesannya ditujukan kepada khalayak yang plural. Oleh karena itu, pesan-pesan yang dikemukakan pun tidak boleh bersifat khusus. Khusus disini, artinya pesan memang tidak disengaja untuk golongan tertentu.

Ketika melihat televisi misalnya, karena televisi ditujukan untuk dinikmati oleh orang banyak, pesannya harus bersifat umum. Misalnya dalam pemilihan kata-katanya, sebisa mungkin memakai kata populer bukan kata-kata ilmiah. Sebab, kata ilmiah merupakan monopoli kelompok tertentu.

4. Komunikasinya Berlangsung Satu Arah

Pada media massa, komunikasi hanya berjalan satu arah. Kita tidak bias langsung memberikan respon kepada komunikatornya (media massa yang bersangkutan). Kalaupun bisa, sifatnya tertunda.

5. Komunikasi Massa Menimbulkan Keserempakan

Salah satu ciri komunikasi massa selanjutnya adalah adanya keserempakan dalam proses penyebaran pesannya. Serempak berarti khalayak bisa menikmati media massa tersebut hampir bersamaan.

6. Komunikasi Massa Mengandalkan Peralatan Teknis

(38)

Televisi disebut media massa yang kita bayangkan saat ini tidak terlepas dari pemancar. Apalagi dewasa ini telah terjadi revolusi komunikasi massa dengan perantaraan satelit. Peran satelit akan memudahkan proses pemancaran pesan yang dilakukan media elektronik seperti televisi. Bahkan saat ini sudah sering televisi melakukan siaran langsung (live) dan bukannya siaran yang direkam (recorded).

7. Komunikasi Massa Dikontrol oleh Gatekeeper

Gatekeeper atau yang sering disebut penapis informasi/palang pintu/penjaga gawang, adalah orang yang sangat berperan dalam penyebaran informasi melalui media massa. Gatekeeper ini berfungsi sebagai orang yang ikut menambah atau mengurangi, menyederhanakan, mengemas agar semua informasi yang disebarkan lebih mudah dipahami.

Gatekeeper ini juga berfungsi untuk menginterpretasikan pesan, menganalisis, menambah data, dan mengurangi pesan-pesannya. Intinya, gatekeeper merupakan pihak yang ikut menentukan pengemasan sebuah pesan dari media massa. Semakin kompleks sistem media yang dimiliki, semakin banyak pula (pemalang pintu atau penapis informasi) yang dilakukan. Bahkan, bisa dikatakan, gatekeeper

sangat menentukan berkualitas atau tidaknya informasi yang akan disebarkan.

2.1.4. Fungsi Komunikasi Massa

(39)

interpretation (penafsiran), linkage (keterkaitan), transmission of values

(penyebaran nilai) dan entertainment (hiburan). a. Surveillance (Pengawasan)

Funsi pengawasan dapat dibagi ke dalam dua jenis, yaitu: (1) Pengawasan Peringatan (Warning or Beware Surveillance)

Fungsi ini terjadi ketika media massa menginformasikan tentang ancaman dari angina topan, meletusnya gunung berapi, kondisi efek yang memprihatinkan, tayangan inflasi, atau adanya serangan militer. Peringatan ini dengan serta merta dapat menjadi ancaman. Kendati banyak informasi yang menjadi peringatan atau ancaman serius bagi masyarakat yang dimuat oleh media, banyak pula orang yang tidak mengetahui tentang ancaman itu.

(2) Pengawasan Instrumental (Instrumental Surveillance)

Funsi ini merupakan penyampaian atau penyebaran informasi yang memiliki kegunaan atau dapat membantu khalayak dalam kehidupan sehari-hari. Berita tentang film apa yang sedang diputar di bioskop, bagaimana harga-harga saham di bursa efek, produk-produk baru dan sebagainya, adalah contoh-contoh pengawasan instrumental.

b. Interpretation (Interpretasi)

(40)

c. Linkage (Hubungan)

Media massa mampu menggabungkan unsur-unsur yang terdapat di dalam masyarakat yang tidak bisa dilakukan secara langsung oleh saluran perorangan. Misalnya, hubungan para pemuka partai politik dengan para pengikutnya ketika membaca berita surat kabar mengenai partainya yang dikagumi oleh para pengikutnya itu (Effendy, 1992 : 30).

d. Transmission of value (Penyebaran nilai-nilai)

Funsi ini disebut juga socialization (sosialisasi). Sosialisasi mengacu pada cara, dimana individu mengadopsi perilaku dan nilai kelompok. Media massa yang mewakili gambar masyarakat itu ditonton, didengar, dan dibaca. Media massa memperlihatkan pada kita bagaimana mereka bertindak dan apa yang diharapkan mereka. Dengan kata lain, media mewakili kita dengan model peran yang kita amati dan harapkan untuk menirunya.

e. Entertainment (hiburan)

Sulit dibantah lagi bahwa pada kenyataannya hampir semua media menjalankan fungsi hiburan. Mengenai hal ini memang jelas tampak pada televisi, film, dan rekaman suara. Media massa lainnya, seperti surat kabar dan majalah, meskipun fungsi utamanya adalah informasi dalam bentuk pemberitaan, rubrik-rubrik hiburan selalu ada, apakah itu cerita pendek, cerita besambung, atau cerita bergambar.

Dari paparan di atas, funsi-fungsi komunikasi massa yang begitu banyak itu dapat disederhanakan menjadi empat fungsi, yakni:

(41)

- menghibur (to entertain) - mempengaruhi (to influence)

2.1.5. Efek Komunikasi Massa

Setiap proses komunikasi mempunyai hasil akhir yang disebut dengan efek. Efek muncul dari seseorang yang menerima pesan komunikasi baik secara sengaja maupun tidak disengaja. Dalam penelitian efek komunikasi massa, media massa dipandang sangat berpengaruh, tetapi ada saat lain ketika media dianggap sedikit bahkan tidak berpengaruh sama sekali. Hal ini dapat terjadi karena perbedaan pandangan dalam memandang efek dari media massa tersebut.

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa pada umumnya kita lebih tertarik kepada apa yang dilakukan media kepada kita daripada apa yang kita lakukan pada media massa. Contohnya, kita ingin mengetahui untuk apa kita membaca surat kabar, mendengar radio, atau menonton televisi. Tetapi kita tidak mau tahu bagaimana surat kabar, radio, atau televisi dapat menambah pengetahuan, mengubah sikap, atau menggerakkan perilaku kita.

Donald K. Robert mengungkapkan, ada yang beranggapan bahwa “efek hanyalah perubahan perilaku manusia setelah diterpa pesan media massa”. Oleh karena fokusnya pesan, maka efek harus berkaitan dengan pesan yang disampaikan media massa (Ardianto, 2004 : 48)

(42)

a. Efek Kognitif

Efek kognitif berhubungan dengan pikiran atau penalaran, sehingga khalayak yang semula tidak tahu, yang tadinya tidak mengerti, yang tadinya bigung menjadi lebih jelas.

b. Efek Afektif

Efek afektif berkaitan dengan perasaan. Akibat dari membaca surat kabar atau majalah, mendengarkan radio, menonton acara televisi atau film bioskop, timbul perasaan tertentu pada khalayak. Perasaan akibat terpaan media massa itu bisa bermacam-macam, senang hingga tertawa terbahak-bahak, sedih hingga mencucurkan air mata, dan lain-lain perasaan yang hanya bergejolak di dalam hati.

c. Efek Konatif

Efek ini bersangkutan dengan niat, tekad, upaya, usaha yang cenderung menjadi suatu kegiatan atau tindakan. Karena berbentuk perilaku, maka sebagaimana disinggung di atas, efek konatif sering juga disebut dengan efek behavioral. Efek konatif tidak langsung timbul sebagai akibat terpaan media massa, melainkan didahului oleh efek kognitif dan/atau efek afektif.

2.2. Motif Penggunaan Media

(43)

sangat jelas apabila seseorang menggunakan media massa karena ada dorongan oleh motif – motif tertentu.

Sebelimnya kita perlu memahami apa itu motif. Motivasi adalah pernyataan dari dalam berupa gerakan yang sering muncul sebelum melakukan tingkah laku, hubungan antara motivasi dan tingkah laku sangat berdekatan. Seseorang dapat bertingkah laku dan seseorang juga bisa termotivasi untuk bertingkah laku. Idealnya, kita tidak hanya berpengalaman tinggi dalam gerakan, tetapi kita juga berkesempatan untuk bertingkah laku dengan maksud memenuhi kebutuhan (Epstein, 2004 : 2)

Motif sebagai pendorong pada umumnya tidak berdiri sendiri, tetapi saling kait mengait dengan faktor-faktor lain. Hal yang mempengaruhi motif disebut motivasi. Kalau orang ingin mengetahui mengapa orang berbuat atau berperilaku kearah sesuatu seperti yang dikerjakan, maka orang tersebut akan terkait dengan motivasi atau perilaku yang termotivasi. Motivasi, merupakan keadaan dalam diri individu yang mendorong perilaku kearah tujuan (Walgito, 2002 : 168-169)

(44)

Atas dasar apakah orang-orang memilih media? Wilbur Schramm dari Universitas Stanford menawarkan jawaban sementara atas pertanyaan itu. Ia mengajukan dua prinsip yang menjadi dasar pemilihan, yakni prinsip kemudahan dan prinsip harapan memperoleh sesuatu (Peterson, 2003 : 311)

1. Prinsip Kemudahan

Schramm menyatakan bahwa pendengar, pembaca atau pemirsa memilih suatu media yang paling mudah diperolehnya. Dijelaskannya bahwa manusia memang cenderung memilih yang gampang-gampang saja, dan ini diterapkan pula dalam pemilihan media. Selama medianya tersedia, khalayak akan memilih yang paling dekat dalam jangkauannya.

Biaya juga termasuk dalam prinsip ini, bila sebuah keluarga sudah menghabiskan sekian ratus dollar untuk membeli televisi, mereka tidak akan tertarik bergabung dalam klub membaca atau berlangganan koran atau majalah baru.

Walaupun menjadi bahan pertimbangan, memang ada orang yang mau berjalan jauh untuk menemukan koran yang disukainya, atau sengaja berputar-putar dengan mobilnya hanya untuk mendengarkan radio. Namun umumnya orang menikmati media pada waktu-waktu tertentu yang tidak merepotkannya. Contohnya, banyak ibu-ibu rumah tangga yang mendengarkan radio hanya disaat mereka memasak atau membersihkan rumah.

2. Prinsip Harpan Imbalan

(45)

yang tertunda. Jika seseorang merasa senang dengan membaca suatu artikel, maka ia memperoleh imbalan langsung. Jika seseorang membaca artikel tentang meningkatnya kriminalitas lalu bersikap lebih hati-hati, maka ia memperoleh imbalan yang tertunda.

Adanya kebutuhan akan menimbulkan dorongan atao motif tertentu untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Ada beberapa motif individu dalam menggunakan media (Ardianto, 2004), yaitu:

1) Kebutuhan Kognitif

Kebutuhan yang berkaitan dengan usaha untuk memperkuat informasi, pengetahuan serta pengertian tentang lingkungan kita. Kebutuhan ini timbul karena adanya dorongan-dorongan seperti rasa ingin tahu dan penjelajahan pada diri sendiri.

2) Kebutuhan Afektif

Kebutuhan yang berhubungan dengan usaha memperkuat pengalaman yang bersifat keindahan, kesenangan dan emosional.

3) Kebutuhan Integrasi Sosial

Kebutuhan yang berkaitan dengan peneguhan kontak dengan keluarga, teman, dan dunia. Hal tersebut didasarkan pada hasrat untuk berafiliasi.

4) Kebutuhan Akan Pelarian

(46)

5) Kebutuhan Pribadi Secara Integratif

Berkaitan dengan peneguhan kredibilitas, kepercayaan, stabilitas, dan status individual, yang diperoleh dari hasrat akan harga diri.

Kelima motif tersebut yang menjadikan khalayak aktif dalam memilih atau menggunakan media untuk memenuhi kebutuhannya. Perbedaan motif akan mempengaruhi perbedaan pola khalayak dalam menggunakan media.

Mengapa orang-orang mau memberi perhatian kepada media? Jawaban sinis akan mengatakan karena orang-orang itu tidak bisa menghindari media. Jawaban yang lebih akurat akan menjelaskan bahwa media massa diperhatikan karena dapat memuaskan kebutuhan akan keinginan khalayak.

Setiap orang menggunakan media secara berbeda. Usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan status sosio ekonomi mempengaruhi alasan seseorang menggunakan media (Peterson, 2003 : 313)

2.3. Pengetahuan

Pengetahuan dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang dipahami, dimengerti, dan diketahui berkenaan dengan suatu hal. Menurut Albert Bandura, media massa dianggap sebagai agen sosialisasi pengetahuan dan kebudayaan yang utama disamping keluarga, guru di sekolah, dan sahabat karib.

(47)

Pengetahuan akan sepak bola dalam penelitian ini dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang dipahami, dimengerti, dan diketahui oleh komunikan, dalam hal ini mahasiswa FISIP USU, mengenai berbagai hal tentang sepak bola.

Ada beberapa komponen yang dijadikan acuan untuk melihat sejauh mana pengetahuan mahasiswa bertambah dalam bidang sepak bola, yaitu:

a) Preview dan review pertandingan sepak bola : ulasan mengenai pertandingan sepakbola, baik sebelum maupun sesudah pertandingan dilakukan

b) Jadwal pertandingan sepak bola : informasi mengenai waktu pelaksanaan pertandingan sepak bola

c) Hasil pertandingan sepak bola : informasi mengenai hasil-hasil dari pertandingan sepak bola yang telah dilaksanankan

d) Profil pemain sepak bola : informasi mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan seorang pemain sepak bola

2.4. Tabloid dan Taboid Bola Sebagai Media Massa

(48)

Tabloid awalnya diterbitkan sebagai bagian dari penerbitan surat kabar non reguler, yaitu surat kabar yang tidak terbit setiap hari sebagaimana surat kabar pada umumnya. Tabloid dijadikan wadah untuk memuat berita-berita yang dianggap kurang penting, seperti berita olahraga, selebritas, kesehatan, dan lain sebagainya.

Tabloid Bola adalah tabloid olahraga Indonesia yang terbit dua kali dalam seminggu, pada hari Selasa dan Jumat. Tabloid ini merupakan tabloid olahraga yang populer dan bisa dibilang merupakan pelopor dalam penerbitan media massa bertema olahraga di Indonesia.

Bola awalnya terbit sebagai sisipan harian Kompas pada 3 Maret 1984 namun empat tahun kemudian mulai diterbitkan terpisah. Hingga tahun 1997, Bola hanya diterbitkan sekali seminggu, yaitu pada hari Jumat. Tabloid Bola mempunyai fokus pada berita-berita sepak bola dan sering mengirimkan wartawannya untuk meliput ajang-ajang olahraga di luar negeri, termasuk Piala Dunia FIFA.

(49)

2.5. Teori Taksonomi Bloom

Kata Taksonomi diambil dari bahasa Yunani, yakni “tassein” berarti untuk mengklasifikasikan dan “nomos” yang berarti aturan. Taksonomi dapat diartikan sebagai klasifikasi berhirarki dari sesuatu atau prinsip yang mendasari klasifikasi. Hampir semua – benda bergerak, benda diam, tempat dan kejadian – dapat diklasifikasikan menurut beberapa skema taksonomi.

(http://id.wikipedia.org/wiki/Taksonomi).

Konsep Taksonomi Bloom dikembangkan pada tahun 1956 oleh Benjamin S. Bloom, seorang psikolog bidang pendidikan. Taksonomi Bloom berujuk pada taksonomi yang dibuat untuk tujuan pendidikan. Bloom membagi tujuan pendidikan menjadi tiga kawasan menurut jenis kemampuan yang tercantum di dalamnya yaitu kawasan kognitif, afektif dan psikomotor. Sesuai dengan judul penelitian ini maka yang dibahas hanya kawasan kognitif saja.

Tujuan pendidikan direncanakan untuk dapat dicapai dalam proses belajar mengajar. Belajar merupakan proses dalam diri individu yang berinteraksi dengan lingkungan untuk mendapatkan perubahan dalam perilakunya. Belajar adalah aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, ketrampilan, dan sikap (Winkel, 1999 : 53). Hasil belajar merupakan pencapaian tujuan pendidikan pada siswa yang mengikuti proses belajar mengajar. Tujuan pendidikan bersifat ideal, sedang hasil belajar bersifat actual.

(50)

maka perilaku kejiwaan manusia dibagi menjadi tiga domain atau ranah, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Setiap proses belajar mempengaruhi perubahan perilaku. Tergantung pada tujuan pendidikannya, perubahan perilaku yang merupakan hasil belajar dapat berupa domain kognitif, afektif, atau psikomotorik (Purwanto, 2005 : 147)

Perubahan itu diperoleh melalui usaha (bukan karena kematangan), menetap dalam waktu yang relative lama dan merupakan hasil pengalaman. Perubahan dalam setiap domain atau ranah, tidaklah tunggal. Setiap domain terdiri dari beberapa jenjang hasil belajar, dari mulai yang paling rendah dan sederhana sampai dengan yang paling tinggi dan kompleks. Tingkatan disusun dalam sebuah taksonomi yang mencerminkan tingkat kompleksitas jenjang.

Menurut Taksonomi Bloom, tahapan seseorang hingga ia memiliki skill

terhadap pengetahuan tertentu dimulai dari tahapan kognitif, di mana pada tahapan ini seseorang berproses untuk memiliki keyakinan bahwa dirinya mampu mengaplikasikan ilmu yang diperolehnya. Lalu, akan naik ke tahap afektif, yaitu seseorang akan tertarik untuk melakukan adopsi-inovasi. Terakhir, seseorang sampai pada tahap psikomotor, di mana ia benar-benar mempraktikkan pengetahuan yang baru itu, sehingga ia memiliki skill yang baik. Inilah tahapan-tahapan yang akan dilalui seseorang dari tahapan-tahapan unskill sampai ke tahapan skill

(51)

Psikomotor

Afektif

Kognitif

Sumber: Adaptasi dari Budiantoro, 2009 : 3

Gambar 2

Tahapan Taksonomi Bloom

2.5.1 Kawasan Kognitif

Hasil belajar kognitif adalah perubahan perilaku yang terjadi dalam kawasan kognisi seorang siswa. Proses belajar yang melibatkan kognisi meliputi kegiatan sejak dari penerimaan stimulus eksternal oleh sensori, penyimpanan, dan pengolahan dalam otak menjadi informasi hingga pemanggilan kembali informasi atau mengingat ketika informasi tersebut diperlukan untuk menyelesaikan masalah. Oleh karena belajar melibatkan otak, maka perubahan perilaku akibatnya juga terjadi dalam otak berupa kemampuan tertentu oleh otak untuk menyelesaikan masalah (Purwanto, 2005 : 159).

(52)

dimulai dari jenjang yang paling bawah yaitu pengetahuan sampai ke jenjang yang paling tinggi yaitu evaluasi. Artinya jenjang dibawah menjadi prasyarat untuk jenjang diatasnya. Jenjang yang dibawahnya itu harus dicapai lebih dahulu agar dapat mencapai jenjang yang diatasnya.

Penerapan konsep jenjang taksonomi tujuan tersebuat dapat kita jumpai dalam proses pengembangan tes objektif untuk tujuan-tujuan instruksional yang berada dalam kawasan kognitif. Dalam proses tersebut perlu membuat kisi-kisi (blue print) tes. Salah satu model kisi-kisi yang biasa digunakan orang mengandung kolom pengetahuan (C1), pemahaman (C2), penerapan (C3), analisis (C4), sintesis (C5), dan evaluasi (C6).

Berikut ini penjelasan setiap jenjang taksonomi tujuan pendidikan dalam kawasan kognitif, yakni:

1. Pengetahuan (Knowledge)

(53)

2. Pemahaman (Comprehension)

Pemahaman didefenisikan sebagai kemampuan untuk memahami materi/bahan. Proses pemahaman terjadi karena adanya kemampuan menjabarkan suatu materi/bahan ke materi/bahan lain.

Seseorang yang mampu memahami sesuatu antara lain dapat menjelaskan narasi (pernyataan kosa kata) ke dalam angka, dapat menafsirkan sesuatu melalui pernyataan dengan kalimat sendiri atau dengan rangkuman. Pemahaman dapat juga ditunjukkan dengan kemampuan memperkirakan kecenderungan, kemampuan meramalkan akibat-akibat dari berbagai penyebab suatu gejala. Hasil belajar dari pemahaman lebih maju dari ingatan sederhana, hafalan, atau pengetahuan tingkat rendah.

Di antara taksonomi kawasan kognitif, jenjang pemahaman paling banyak digunakan, baik pada jenjang perguruan tinggi maupun jenjang pendidikan di bawahnya. Alasannya adalah karena jenjang pemahaman merupakan dasar yang sangat menentukan untuk mempelajari dan menguasai jenjang-jenjang taksonomi di atasnya seperti penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi atau bentuk yang lebih terintegrasi seperti pemecahan masalah (Suparman, 2001 : 81).

3. Penerapan (Aplication)

(54)

4. Analisis (Analysis)

Analisis merupakan kemampuan untuk menjabarkan atau menguraikan (breakdown) materi atau konsep ke dalam bagian-bagian atau komponen-komponen yang lebih terstruktur atau lebih rinci dan mudah dimengerti.

Kemampuan menganalisis termasuk mengidentifikasi bagian-bagian, menganalisis kaitan antar bagian, serta mengenali atau mengemukakan organisasi dan hubungan antar bagian tersebut. Hasil belajar analisis merupakan tingkatan kognitif yang lebih tinggi dari kemampuan memahami dan menerapkan, karena untuk memiliki kemampuan menganalisis, seseorang harus mampu memahami isi/substansi sekaligus struktur organisasinya.

5. Sintesis (Synthesis)

Sintesis merupakan kemampuan untuk mengumpulkan bagian-bagian secara terintegrasi menjadi suatu bentuk yang utuh dan menyeluruh. Kemampuan ini meliputi memproduksi bentuk komunikasi yang unik dari segi tema dan cara mengomunikasikannya, mengajukan proposal penelitian, membuat model atau pola yang mencerminkan struktur yang utuh dan menyeluruh dari keterkaitan pengertian atau informasi abstrak. Hasil belajar sintesis menekankan pada perilaku kreatif dengan mengutamakan perumusan pola atau struktur yang baru dan unik.

6. Evaluasi (Evaluation)

(55)

untuk mengatakan sesuatu yang dinilai tersebut seberapa jelas, efektif, ekonomis, atau memuaskan.

Penelitian didasari dengan criteria yang terdefenisikan. Kriteria terdefenisi ini mencakup criteria internal (organisasi) atau criteria eksternal (terkait dengan tujuan) yang telah ditentukan. Peserta didik dapat menetukan kriteria sendiri atau memperoleh criteria dari nara sumber. Hasil belajar penilaian merupakan tingkatan kognitif paling tinggi sebab berisi unsure-unsur dari semua kategori, termasuk kesadaran untuk melakukan pengujian yang sarat nilai dan kejelasan kriteria.

2.6. Teori Ketergantungan (Dependency Theory)

Teori ketergantungan (Dependency Theory) adalah teori tentang komunikasi massa yang menyatakan bahwa semakin seseorang tergantung pada suatu media untuk memenuhi kebutuhannya, maka media tersebut menjadi semakin penting untuk orang itu (Saverin and Tankard, 1992: 264). Teori ini diperkenalkan oleh Sandra Ball-Rokeach dan Melvin Defleur. Teori ini juga menunjukkan bahwa orang memiliki beberapa ketergantungan kepada media, dan bahwa ketergantungan ini berbeda dari orang ke orang, dari kelompok ke kelompok, dan dari budaya ke budaya. Ball-Rokeach dan Defleur mengatakan bahwa dalam masyarakat perkotaan, khalayak memiliki tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap informasi di media massa.

(56)

bergantung pada banyak media dengan porsi yang sama besar. Besarnya ketergantungan seseorang terhadap media ditentukan dari dua hal:

 Pertama, individu akan condong menggunakan media yang menyediakan

kebutuhannya lebih banyak dibandingkan dengan media lain yang hanya sedikit.

 Kedua, persentase ketergantungan juga ditentukan oleh stabilitas sosial

saat itu.

Teori ini memperkenalkan model yang menunjukan hubungan integral tak terpisahkan antara khalayak, media dan sistem sosial yang besar serta hubungannya dengan efek.. Hubungan ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Media Sistem Sosial

Khalayak

Efek Kognitif

Afektif Behavioral

Gambar 3

(57)

Hubungan ketiga unit ini mempengaruhi tinggi rendahnya ketergantungan khalayak terhadap media. Dalam masyarakat, elemen yang berpengaruh terhadap tingkat ketergantungan informasi adalah jumlah gangguan, konflik, dan perubahan. Bila ada banyak perubahan dalam masyarakat, maka ada juga banyak ketidakpastian dalam publik. Pada saat itu, ketergantungan khalayak terhadap media sangat tinggi. Jadi kondisi sosial yang terjadi dalam masyarakat dapat mempengaruhi tingkat kebutuhan informasi terhadap media. Media dapat berkembang dan dapat merespon kebutuhan khalayak serta kondisi sosial yang terjadi dalam masyarakat. Dalam masyarakat perkotaan media dapat melayani sejumlah fungsi, termasuk memberikan informasi, hiburan, dan lain sebagainya. Semakin banyak media melayani fungsi-fungsi dalam masyarakat, maka semakin tinggi tingkat ketergantungan terhadap media tersebut. Pada akhirnya kubutuhan informasi khalayak yang bervariasi menentukan media mana yang dipilihnya untuk memenuhi kubutuhannya akan informasi. Ada khalayak yang memiliki kepentingan besar di bidang olahraga maka dia alan memilih media yang menyediakan banyak informasi mengenai olahraga.

(58)

modern, khalayak menjadi tergantung pada media massa sebagai sumber informasi bagi pengetahuan, dan orientasi kepada apa yang terjadi dalam masyarakat. Dalam teori ini menjelaskan bahwa tingkat ketergantungan ini dipengaruhi oleh jumlah kondisi struktural dan apa yang dilakukan oleh media massa sebagai pelayanan berbagai fungsi informasi. Ada tiga komponen yang saling berhubungan dalam teori ini, yaitu khalayak, sistem media dan sistem sosial. Menurut Sendjaja (2002: 27), dari hubungan ketiga komponen tersebut kita dapat melihat efek tersebut dalam rumusan:

1. Efek kognitif, berhubungan dengan pikiran atau penalaran, sehingga khalayak yang semula tidak tahu, yang tadinya tidak mengerti, yang tadinya bingung menjadi merasa jelas.

2. Efek afektif, berkaitan dengan perasaan. Akibat dari membaca tabloid atau majalah, mendengar radio, menonton televisi, timbul perasaan tertentu pada khalayak.

3. Efek behafiorial, bersangkutan dengan niat, upaya, tekad, usaha yang cenderung menjadi suatu kegiatan atau tindakan. Efek behavioral tidak langsung timbul sebagai akibat terpaan media massa, melainkan didahului oleh efek kognitif dan afektif.

(59)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

3.1.1. Sejarah dan Perkembangan FISIP USU

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) didirikan atas prakarsa beberapa dosen dalam bidang ilmu sosial, administrasi dan manajemen yang berada di Fakultas Ekonomi dan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara pada tahun 1979. Proposal pendiriannya disusun oleh Drs. M Adham Nasution, Asma Afan, MPA, Dr.

Dr. A.P Parlindungan, SH, yang pada saat itu menjabat sebagai Rektor USU, kemudian memperjuangkan proposal tersebut sehingga didirikan FISIP sebagai fakultas kesembilan di lingkungan USU.

Pada tahun 1980, mulanya FISIP USU merupakan jurusan ilmu pengetahuan masyarakat di Fakultas Hukum USU dengan ketua jurusan Dr. M. Adhan Nasution yang diangkat berdasarkan surat keputusan Rektor USU No. 1181/PT05/C.80 tertanggal 1 Juli 1980. Jurusan ini pertama kali menerima mahasiswa pada tahun ajaran 1980/1981 melalui ujian SIPENMARU dengan jumlah mahasiswa sebanyak 75 orang. Kuliah perdana dimulai 18 Agustus 1980 di gedung perkuliahan Fakultas Kedokteran Gigi USU pembukaannya diresmikan oleh Rektor USU Dr. A. Parlindungan, SH. Perkuliahan selanjutnya dilaksanakan sore hari di gedung tersebut.

(60)

dilaksanakan di fakultas tersebut. Kegiatan administrasi dilaksanakan di salah satu ruangan BAAK USU (sekarang fakultas sastra USU). Kemudian pada tanggal 7 April 1983 dipindahkan ke gedung Biro Rakyat (sekarang gedung pusat komputer).

Jurusan ilmu pengetahuan masyarakat yang merupakan asal mula FISIP USU terus mengalami perkembangan. Dua tahun sejak peresmiannya yakni tanggal 7 september 1982, keluarlah surat keputusan Presiden RI No. 36 Tahun 1982 sebagai fakultas kesembilan di USU. Dengan demikian jurusan ilmu pengetahuan masyarakat tersebut menjadi mandiri menjadi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara (FISIP USU).

Kemudian pada tahun 1983, dengan SK menteri pendidikan dan kebudayaan RI No. 77121/IC/83, diangkat Drs. M Adham Nasution menjadi dekan pertama FISIP USU periode 1983-1986. Pembantu Dekan (Pudek I) adalah Dra. Arnita Zainuddin, Pudek II Drs Haniful Chair, sementara Pudek III adalah Drs Arifin Siregar.

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 0535/0/83 tentang jenis dan jumlah pada fakultas di lingkungan Universitas Sumatera Utara, disebutkan bahwa FISIP USU mempunyai lima jurusan dengan urutan sebagai berikut:

1. Jurusan Ilmu Administrasi 2. Jurusan Ilmu Komunikasi

3. Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial 4. Jurusan Sosiologi

(61)

Dalam proses pengembangan FISIP, kelima jurusan tersebut tidak dibuka sekaligus, tetapi secara bertahap. Hal ini disesuaikan dengan kebutukan masyarakat dan pemerintah daerah serta tenaga pengajar yang tersedia sesuai dengan disiplin ilmu yang dikembangkan untuk menindaklanjuti SK Menteri No. 0535/0/83, maka dibuka dua jurusan, yaitu:

1. Jurusan Ilmu Administrasi 2. Jurusan Ilmu Komunikasi

Pada tanggal 18 Agustus 1984, semua kegiatan perkuliahan dan administrasi FISIP USU dipusatkan di gedung baru yang berada di jalan Dr. A Sofyan No. 1 pada tahun 1984/1985, kedua jurusan (ilmu administrasi dan ilmu komunikasi) menghasilkan sarjana S1 sebanyak 10 orang (7 sarjana ilmu administrasi dan 3 sarja ilmu komunikasi). Pelantikannya dilakukan pada tanggal 8 Maret 1985 di gedung perkuliahan FISIP USU.

Dalam perkembangan selanjutnya dibuka jurusan kesejahteraan masyarakat sosial yakni pada tahun 1985/1986. Pada tahun yang sama jurusan antropologi sastra USU dipindah ke FISIP USU sehingga semua dosen dan mahasiswa yang terdaftar di jurusan tersebut menjadi bagian dari FISIP USU. Selanjutnya pada tahun akademik 1986/1987, dibukalah jurusan baru yaitu sosiologi.

(62)

Perindustrian, PWI Sumut, IKIP Medan dan staff pengajar yang berada di lingkungan USU.

Setelah berakhirnya periode dekan yang pertama, Prof. M Adham Nasution kembali diangkat menjadi Dekan FISIP USU periode kedua berdasarkan SK MENDIKBUD No. 79511/A2.1.2/1986 tanggal 23 Oktober 1986, dengan susunan Pudek I Dra. Nurhaina Burhan, Pudek II Drs. Armyn Sipahutar dan Pudek III Dra. Irmawati.

Periode berikutnya (1990-1993), diangkat Prof. Asma Affan, MPA sebagai Dekan FISIP USU berdasarkan SK Mendikbud No. 20208/A.212/C/1990 tanggal 14 Maret 1990, dengan susunan Pudek I Rahim Siregar, Pudek II Dra. Arnita Z dan Pudek iii Drs Siswo S.

Selanjutnya, berdasarkan SK Mendikbud No. 520931/AA2.12C/1993 tanggal 20 Agustus 1993 diangkatlah Drs. Amru Nasution sebagai Dekan FISIP USU periode 1993-1996. dengan susunan Pudek I Dra. Nurwida Nuru, Pudek II Dra. Irmawatu dan Pudek III Drs. Sakhyan Asmara.

Pada tahun akademik 1995-1996, FISIP USU berkerjasama dengan Direktorat Jendral Pajak membuka program Diploma 1 (D1) dan program Diploma III (DIII). Namun setelah melahirkan alumni berjumlah 153 orang, program D1 Administrasi Perpajakan tidak lagi menerima mahasiswa baru tahun ajaran 2000/2001.

(63)

Sementara untuk periode1999-2003, jabatan Dekan Fisip USU dipegang oleh Drs. Subhilhar, MA yang diangkat berdasarkan SK Rektor No.1998/J05/SK/KP/1999 tanggal 9 Desember 1999. adapun susunan Pembantu Dekan ditetapkan dengan SK Rektor No. 69/J05/SK/KP/2001 tanggal 2 Februari 2001 sebagai berikut: Pudek I Suwardi Lubis, Pudek II Drs Mukti Sitompul, Msi dan Pudek III Drs. R. Hamdhani Harahap, Msi. Pada tahun akademik 2001/2002 FISIP USU membuka program studi Ilmu Politik berdasarkan SK No. 616/J05/SK/PP/2002 dan telah menerima mahasiswa yang berjumlah 60 orang. Berdasarkan Surat Izin Direktur Jendral Pendidikan Tinggi Nomor 2809/D/T/2001 tanggal 30 Agustus 2001 dibukalah jurusan tersebut.

Melalui rapat senat tanggal 25 April 2001 FISIP USU kembali mengusulkan ke rektor USU agar FISIP USU membuka program baru yaitu program ekstension yang berada di bawah naungan masing-masing jurusan yang ada di FISIP USU.

3.1.2. Program Studi

Pada tahun 1983 dengan surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 0535/0/83 tentang Jenis dan Jumlah pada fakultas-fakultas di lingkungan Universitas Sumatera Utara, disebutkan bahwa FISIP USU mempunyai 5 (lima) jurusan dengan urutan sebagai berikut:

1. Jurusan Administrasi Negara 2. Jurusan Ilmu Komunikasi

(64)

5. Jurusan Antropologi

Pada tahun akademik 1995/1996, FISIP USU membuka program Diploma I (DI) dan program Diploma II (D II), bekerjasama dengan dengan Direktorat Jendral Pajak. Pada tahun ajaran 2000/2001 program Administrasi Perpajakan tidak menerima mahasiswa baru lagi, dengan jumlah alumni seluruhnya adalah 153 orang.

Pada tahun akademik 2001/2002 telah dibuka Program Studi Ilmu Politik berdasarkan SK No. 616/J05/PP/2002 dan telah menerima sejumlah 60 mahasiswa.

3.1.3. Visi dan Misi FISIP USU

a. Visi yang diemban FISIP USU adalah menjadi pusat pendidikan dan rujukan bidang Ilmu Sosial di Asia Tenggara.

b. Misi yang diemban FISIP USU adalah menghasilkan alumni yang mampu bersaing dalam skala global, menjadi pusat riset, dan studi ilmu-ilmu sosial.

3.1.4. Tujuan, Tugas dan Fungsi FISIP USU Tujuan:

Sebagai lembaga Pendidikan Tinggi yang bernaung di bawah Universitas Sumatera Utara mempunyai tujuan sebagai berikut:

Gambar

Gambar 2 Tahapan Taksonomi Bloom
Gambar 3 Hubungan Khalayak, Media dan Sistem sosial
Tabel 2
Tabel 3
+7

Referensi

Dokumen terkait

Standar mutu adalah kesepakatan- kesepakatan yang telah didokumentasikan terdiri dari spesifikasi-spesifikasi teknis atau kriteria-kriteria akurat yang digunakan sebagai

Dalam kajian ini, variasi bahasa Gayo bukanlah sebagai dialek dari bahasa. Aceh melainkan bahasa Gayo merupakan bahasa

Penguasaan Pengetahuan, yang merupakan penguasaan pengetahuan program studi sesuai profi lulusan merupakan penguasaan konsep, teori, metode, dan/atau falsafah bidang ilmu

yang sangat penting pada proses humifikasi, mineralisasi bahan organik tanah,.. sehingga menjadi unsur-unsur hara yang tersedia untuk

Pada hari ini KAMIS tanggal ENAM bulan SEPTEMBER tahun DUA RIBU DUA BELAS, dimulai pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 10.00 WIB, kami Panitia untuk pekerjaan tersebut

sumberdaya manusia Indonesia Indonesia, baik yang dilaksanakan melalui pendidikan, pelatihan maupun

Perencanaan pembelajaran dikembangkan berdasarkan hasil analisis dan refleksi pada tindakan siklus I. Rencana pembelajaran yang dibuat diupayakan agar dapat mengatasi

Pada masa pasca krisis ekonomi terdapat gejolak perbaikan saat periode tahun 1999 dengan sedikit kenaikan yang mencapai laju pertumbuhan 0,79 persen dengan nilai pertumbuhan