• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Kebijakan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Studi Pada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Bpjs) Ketenagakerjaan Kantor Cabang Binjai)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Implementasi Kebijakan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Studi Pada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Bpjs) Ketenagakerjaan Kantor Cabang Binjai)"

Copied!
174
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN

2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL (STUDI PADA BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL (BPJS)

KETENAGAKERJAAN KANTOR CABANG BINJAI)

SKRIPSI

Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

UMI SRI WAHYUNINGSIH NIM 130921044

DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

ABSTRAK

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN

2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL STUDI PADA BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL (BPJS)

KETENAGAKERJAAN KANTOR CABANG BINJAI

Nama : Umi Sri Wahyuningsih Nim : 130921044

Departemen : Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas : Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

Pembimbing : Drs. Kariono, M.Si

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah kebijakan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 dapat diimplementasikan dengan baik oleh implementor (BPJS Ketenagakerjaan Kantor Cabang Binjai), untuk mengetahui kendala dalam implementasian kebijakan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 dan untuk mengetahui upaya yang dilakukan BPJS Ketenagakerjaan Kantor Cabang Binjai dalam menyelesaikan kendala yang ada.

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik pengumpulan data primer dengan wawancara mendalam dan observasi serta pengumpulan data skunder dengan studi kepustakaan dan studi dokumentasi. Sedangkan teknik analisis data yang digunakan adalah metode deskriptif dengan analisa kualitatif.

Implementasi kebijakan merupakan suatu kegiatan atau aktivitas yang dilakukan oleh pelaksanan kebijakan untuk tercapainya tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan kebijakan. Pelaksana kebijakan tersebut merupakan suatu badan penyelenggara jaminan sosial (BPJS) yang dibentuk untuk menyelenggarakan sistem jaminan sosial nasional (SJSN) di bidang ketenagakerjaan yang dalam hal ini tenaga kerja adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk lain.

Berdasarkan data dan hasil analisa yang telah dilakukan diketahui bahwa mplementasi kebijakan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang dilakukan oleh BPJS Ketenagakerjaan Kancab Binjai berjalan dengan baik. Hal tersebut dapat dilihat berdasarkan hasil wawancara dengan informan dan hasil observasi serta didukung dengan data indikator kinerja dari BPJS Ketenagakerjaan Kancab Binjai.

(3)

KATA PENGANTAR

Assalammu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala berkah, rahmat, dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini berjudul “Implementasi Kebijakan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Studi Pada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)) Ketenagakerjaan Kantor Cabang Binjai” yang disusun gunan memenuhi persyaratan guna mencapai gelar Sarjana Sosial di Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menerima bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan dan membentu dalam penulis menyelesaikan skripsi ini, yaitu kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. M. Husni Thamrin, M.Si selaku Ketua Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

(4)

4. Bapak Drs. Kariono, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dan masukan dalam penyusunan skripsi ini sehingga dapat selesai dengan baik.

5. Seluruh Dosen Ekstensi Ilmu Administrasi Negara yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan bimbingan selama perkulian yang berguna menjadi bekal penulis dalam penyusunan skripsi ini.

6. Seluruh staf administrasi Departemen Ilmu Administrasi Negara yang telah membantu kelancaran proses administrasi yang penulis butuhkan.

7. BPJS Ketenagakerjaan Kancab Binjai, khususnya kepada Bapak Jemi Karter, Bapak Rizki Aditama, Ibu Meylan Arthasasta Samosir, dan Ibu Adriani Sinaga yang bersedia menjawab setiap pertanyaan penulis dan memberikan informasi mengenai hal-hal yang penulis tidak tahu serta berbaik hati untuk memberikan data-data yang penulis butuhkan.

8. Kak tya, kak ola, kak kiki, kak yuni, kak astri, nadra, tika, aini, ayu dan teman-teman angkatan 2013 lainnya yang selalu memberikan dukungan kepada penulis.

9. Kepada yang teristimewa, kedua orang tua penulis ayahnda (Alm) H. Mujiono dan Ibunda Leli Rosita yang selalu memberikan doa dan dukungan kepada penulis.

(5)

mengucapkan terimakasih dan berharap penelitian ini dapat berguna untuk memperluas wawasan berfikir dan bermanfaat bagi kita semua.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Medan, 16 Mei 2015

(6)

DAFTAR ISI

1.5.1 Implementasi Kebijakan ... 11

1.5.2 Model Implementasi Kebijakan (George Edward III) ... 13

a. Komunikasi ... 15

b. Sumber Daya ... 20

c. Disposisi ... 23

d. Struktur Birokrasi ... 25

1.5.3 Kebijakan Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial... 27

a. Sistem Jaminan Sosisal Nasional (SJSN) ... 29

b. Program Jaminan Sosisal Nasional ... 30

c. Tenaga kerja (Pekerja) ... 32

1.6 Definisi Konsep ... 33

1.7 Sistematika Penulisan ... 36

BAB II METODE PENELITIAN 2.1 Bentuk Penelitian ... 39

2.2 Lokasi Penelitian ... 40

2.3 Informan Penelitian ... 40

2.4 Teknik Pengumpulan Data ... 41

(7)

BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

3.1 Lokasi Peneliti. ... 46

3.2 Sejarah Umum Lokasi Penelitian a. Sejarah BPJS Ketenagakerjaan ... 46

b. Transformasi PT Jamsostek Menjadi BPJS Ketenagakerjaan ... 49

3.3 Filosofi BPJS Ketenagakerjaan ... 53

3.4 Visi Dan Misi BPJS Ketenagakerjaan ... 54

3.5 Struktur Organisasi BPJS Ketenagakerjaan ... 55

3.6 Fungsi, Tugas, Dan Wewenang BPJS Ketenagakerjaan ... 55

BAB IV PENYAJIAN DATA 4.1 Hasil Wawancara ... 60

4.2 Standart Operating Procedure (SOP) ... 91

BAB IV ANALISIS DATA 5.1 Implementasi Kebijakan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 a. Komunikasi ... 109

b. Sumber Daya ... 115

c. Disposisi ... 126

d. Struktur Birokrasi ... 129

5.2 Kendala Dalam Implementasi Kebijakan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 ... 137

5.3 Upaya Untuk Mengatasi Kendala Dalam Implementasi Kebijakan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 ... 144

BAB IV PENUTUP 6.1 Kesimpulan ... 148

6.2 Saran ... 156

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

(8)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I : Indikator Kinerja Bpjs Ketenagakerjaan Kancab Binjai

Tahun 2011-2014

Lampiran Ii : Formulir BPJS Ketenagakerjaan 1,1a,1b; 2,2a; 3,3a,3b; 4,

dan 5

Lampiran Iii : Pedoman Wawancara

Lampiran IV : Surat Permohonan Judul

Lampiran V : Surat Penunjukan Dosen Pembimbing

Lampiran VI : Undangan Seminar Proposal Untuk Dosen Pembimbing

Lampiran VIII : Undangan Seminar Proposal Untuk Dosen Penguji

Lampiran IX : Jadwal Seminar Proposal

Lampiran X : Daftar Hadir Peserta Seminar Proposal

Lampiran XI : Surat Izin Penelitian

Lampiran XII : Lembar Disposisi Kakacab Binjai Mengenai Pemberian

Izin Penelitian

(9)

ABSTRAK

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN

2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL STUDI PADA BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL (BPJS)

KETENAGAKERJAAN KANTOR CABANG BINJAI

Nama : Umi Sri Wahyuningsih Nim : 130921044

Departemen : Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas : Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

Pembimbing : Drs. Kariono, M.Si

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah kebijakan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 dapat diimplementasikan dengan baik oleh implementor (BPJS Ketenagakerjaan Kantor Cabang Binjai), untuk mengetahui kendala dalam implementasian kebijakan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 dan untuk mengetahui upaya yang dilakukan BPJS Ketenagakerjaan Kantor Cabang Binjai dalam menyelesaikan kendala yang ada.

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik pengumpulan data primer dengan wawancara mendalam dan observasi serta pengumpulan data skunder dengan studi kepustakaan dan studi dokumentasi. Sedangkan teknik analisis data yang digunakan adalah metode deskriptif dengan analisa kualitatif.

Implementasi kebijakan merupakan suatu kegiatan atau aktivitas yang dilakukan oleh pelaksanan kebijakan untuk tercapainya tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan kebijakan. Pelaksana kebijakan tersebut merupakan suatu badan penyelenggara jaminan sosial (BPJS) yang dibentuk untuk menyelenggarakan sistem jaminan sosial nasional (SJSN) di bidang ketenagakerjaan yang dalam hal ini tenaga kerja adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk lain.

Berdasarkan data dan hasil analisa yang telah dilakukan diketahui bahwa mplementasi kebijakan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang dilakukan oleh BPJS Ketenagakerjaan Kancab Binjai berjalan dengan baik. Hal tersebut dapat dilihat berdasarkan hasil wawancara dengan informan dan hasil observasi serta didukung dengan data indikator kinerja dari BPJS Ketenagakerjaan Kancab Binjai.

(10)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pelaksanaan pembangunan nasional bertujuan untuk menciptakan pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya serta mewujudkan suatu masyarakat yang adil, makmur, dan merata baik materiil maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia khususnya masyarakat Indonesia yang dilakukan secara berkelanjutan berlandaskan kemampuan nasional dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta memperhatikan perkembangan global.

(11)

Kegiatan pembangunan ketenagakerjaan melibatkan berbagai faktor, seperti pekerja dan pengusaha yang dalamnya terdapat hubungan kerja. Dalam hubungan kerja tersebut, seringkali diperoleh kenyataan bahwa pekerja berada pada posisi yang penuh dengan risiko. Risiko sosial yang sering dialami tenaga kerja adalah : kecelakaan kerja, sakit akibat kerja, kematian, dan datangnya hari tua. Hal tersebut dapat mempengaruhi kehidupan tenaga kerja dan keluarganya sehingga pekerja terpaksa tidak dapat bekerja untuk sementara waktu, bahkan untuk selamanya, dan penghasilannya akan berkurang atau mungkin juga terhenti. Untuk menanggulangi masalah tersebut pemerintah telah mengambil kebijaksanaan dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Berdasarkan Pasal 86 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, setiap pekerja/buruh mempunyai hak memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama.

(12)

asuransi kematian dan tunjangan hari tua sedangkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 memiliki program jaminan sosial yang lebih memadai dan sesuai dengan perkembangan teknologi yang meliputi: jaminan kecelakan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua dan jaminan pemeliharaan kesehatan. Dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 dinyatakan bahwa jaminan sosial tenaga kerja tidak hanya memberikan santunan atau pelayanan setelah risiko-risiko itu terjadi, melainkan juga ikut membantu secara efektif dalam usaha-usaha pencegahan dan rehabilitasi akibat risiko tersebut.

Jaminan sosial ketenagakerjaan mempunyai tujuan ganda yaitu, tujuan sosial dan tujuan ekonomi. Tujuan sosial untuk menanggulangi berbagai peristiwa yang merugikan tenaga kerja baik berupa pencegahan maupun penyantunan. Sedangkan tujuan ekonomi dimaksudkan untuk menanggulangi ketidakpastian masa depan karyawan sehingga dapat menciptakan ketenangan kerja yang diperlukan untuk menumbuhkan semangat bekerja dan produktivitas tenaga kerja. Program jaminan sosial tenaga kerja yang diatur Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 adalah :

a. Jaminan Kecelakaan Kerja

(13)

penggunaan teknologi dan kondisi lingkungan. Oleh karena itu, setiap pekerja perlu dipertanggungkan terhadap timbulnya bahaya atau kecelakaan kerja yang mungkin terjadi.

b. Jaminan Kematian

Tenaga kerja yang meninggal dunia bukan akibat kecelakaan kerja akan mengakibatkan terputusnya penghasillan, dan sangat berpengaruh pada kehidupan sosial ekonomi keluarga yang ditinggalkan. Oleh karena itu, diperlukan jaminan kematian dalam upaya meringankan beban keluarga baik dalam bentuk biaya pemakaman maupun santunan berupa uang.

c. Jaminan Hari Tua

Hari tua dapat mengakibatkan terputusnya upah karena tidak mampu bekerja. Oleh karena itu, diperlukan jaminan hari tua yang memberikan kepastian penerimaan penghasilan yang dibayarkan secara sekaligus atau berkala kepada tenaga kerja yang telah mencapai umur 55 tahun atau memenuhi persyaratan tertentu.

Pada hakekatnya program jaminan sosial tenaga kerja dimaksudkan untuk memberikan kepastian berlangsungnya arus penerimaan penghasilan keluarga sebagai pengganti sebagian atau seluruh penghasilan yang hilang. Disamping itu, program jaminan sosial tenaga kerja mempunyai beberapa aspek, yaitu :

1) Memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan hidup minimal bagi tenaga kerja beserta keluarganya.

(14)

Meningkatnya peranan tenaga kerja dalam perkembangan pembangunan nasional di tanah air dan semakin meningkatnya penggunaan teknologi di berbagai sektor kegiatan usaha dapat pula mengakibatkan semakin tinggi risiko yang mengancam keselamatan, kesehatan, dan kesejahteraan tenaga kerja sehingga perlu upaya peningkatan perlindungan tenaga kerja. Sebagai pihak yang paling bertanggung jawab dalam rangka memberikan jaminan sosial kepada rakyat, pemerintah perlu mengambil kebijakan berupa memobilisasi dana jangka panjang dalam jumlah yang cukup besar secara bertahap kepada Badan Penyelenggara Jaminan Nasional yang dalam hal ini diambil alih oleh BPJS Ketenagakerjaan.

BPJS Ketenagakerjaan adalah badan yang ditunjuk sebagai penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana telah diatur dalam Pasal 1 dari Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. BPJS Kantor Cabang Binjai Jl. Soekarno Hatta No. 469, Km 18 Binjai Timur merupakan badan yang mengurus dan menjamin hak-hak tenaga kerja khususnya di kota Binjai.

(15)

menghadapi badai krisis ekonomi keuangan global.

Dalam menjalankan pekerjaan, ada banyak risiko yang mengancam keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan para pekerja tersebut. Oleh karena itu untuk menciptakan ketenangan kerja dan meningkatkan produktivitas kerja para pekerja, maka BPJS Ketenagakerjaan melakukan kerjasama dengan perusahaan-perusahaan pemerintah maupun swasta untuk menjamin keselamatan dan kesejahteraan para pekerja dengan program-program jaminan sosial ketenagakerjaan. Sesuai dengan kebijakan pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 3 tahun 1992 dijelaskan bahwa semua tenaga kerja harus diikutsertakan dalam program jaminan sosial tenaga kerja maka setiap badan usaha yang mempekerjakan 10 (sepuluh) orang atau lebih atau membayar total upah Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) per bulan, wajib mengikutsertakan pekerjanya dalam program jaminan sosial tenaga kerja karena program jaminan sosial tenaga kerja adalah perlindungan dasar bagi pekerja yang sifatnya saling membantu.

(16)

Perihal kewajiban untuk mendaftarkan diri sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan sebenarnya sudah disosialisasikan oleh pemerintah karena dalam paradigma bisnis modern, jaminan sosial bagi pekerja adalah bentuk hak asasi manusia. Dengan demikian, perusahaan yang tidak mengikutsertakan pekerja/karyawannya dalam program BPJS Ketenagakerjaan sama artinya mengabaikan aturan hukum sekaligus melanggar hak asasi manusia. Maka perusahaan seperti itu harus ditindak tegas dan disinilah tugas BPJS Ketenagakerjaan untuk meningkatkan kinerjanya dengan menyadarkan perusahaan-perusahaan akan pentingnya jaminan sosial bagi tenaga kerjanya sehingga jumlah peserta penerima program jaminan dapat terus bertambah.

Dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011, maka hal yang selanjutnya harus diperhatikan ialah implementasi/pelaksanaan kebijakan dari undang-undang tersebut. Menurut George C Edward III:1980 keberhasilan atau kegagalan implementasi kebijakan dipengaruhi oleh 4 (empat) faktor yaitu komunikasi (communication), sumber daya (resources), disposisi (disposition), dan struktur birokrasi (bureucratic structure).

(17)

”IMPLEMENTASI KEBIJAKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2011 (STUDI PADA BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KETENAGAKERJAAN KANTOR CABANG BINJAI)”.

I.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penulis mengemukakan permasalahan yaitu

a. Apakah kebijakan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 dapat diimplementasikan dengan baik oleh implementor (BPJS Ketenagakerjaan Kantor Cabang Binjai) ?

b. Apakah ada kendala dalam implementasi kebijakan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 ?

c. Apa yang dilakukan implementor (BPJS Ketenagakerjaan Kantor Cabang Binjai) untuk menyelesaikan kendala tersebut ?

1.3 Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui apakah kebijakan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 dapat diimplementasikan dengan baik oleh implementor (BPJS Ketenagakerjaan Kantor Cabang Binjai.

b. Untuk mengetahui kendala dalam implementasian kebijakan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011.

(18)

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Praktis

Dengan diadakannya penelitian ini, maka diharapkan dapat menjadi suatu alat penilaian kinerja BPJS Ketenagakerjaan Kantor Cabang Binjai dalam rangka pelaksanaan kebijakan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

1.4.2 Teoritis

a. Diharapkan dapat mengerti dan memahami pelaksanaan program jaminan sosial ketenagakerjaan berdasarkan kebijakan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

b. Diharapkan dapat menambah wawasan dan dapat memperkaya bahan pustaka yang berkaitan dengan Ilmu Administrasi Negara khususnya tentang penyelenggaraan kebijakan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

1.4.3 Akademis A. Bagi Mahasiswa

1. Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan yang dimiliki.

2. Untuk memperdalam dan memperluas wawasan penelitian dalam teori dan praktek dilapangan tentang implementasi kebijakan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011.

(19)

4. Untuk meningkatkan pengetahuan dan mengembangkan kemampuan berfikir dalam membuat karya ilmiah.

B. Bagi Jurusan Administrasi Negara FISIP USU

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan acuan atau referensi maupun perbandingan untuk digunakan dalam penelitian selanjutnya yang sejenis.

1.5 Kerangka Teori

Singarimbun, 2008:37 menyebutkan teori adalah serangkaian asumsi, konsep, dan konstruksi, definisi dan proporsi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep. Teori adalah konsep-konsep dan generalisasi hasil penelitian yang dapat dijadikan sebagai landasan teoritis untuk pelaksanaan peneitian (Sugiyono:2008).

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kerangka teori adalah suatu model yang menerangkan bagaimana hubungan suatu teori yang merupakan kesimpulan dari tinjauan puskata yang berisi tentang konsep-konsep teori yang dipergunakan/berhubungan dengan penelitian yang akan dilaksanakan dengan berbagai faktorfaktor yang didefinisikan sebagai masalah yang penting.

(20)

kerangka teori sebagai landasan berfikir yang menggambarkan dari sudut mana penulis menyoroti masalah yang ditelitinya. Kerangka teori adalah bagian dari penelitian tempat peneliti memberikan penjelasan tentang hal-hal yang berhubungan dengan variabel pokok, sub variabel, atau masalah yang ada dalam penelitian (Arikunto, 2002:92).

Dalam penelitian ini diperlukan adanya kumpulan teori-teori yang memberikan pemahaman yang jelas bagi peneliti dalam memahami permasalahan yang diteliti. Berbagai teori yang dikemukakan dalam kerangka teori merupakan sarana untuk menjawab rumusan masalah dan sebagai landasan teoritis dan menjadi pedoman untuk melakukan analisis dalam penelitian ini. Adapun yang menjadi kerangka teori pada penelitian ini adalah sebagi berikut:

1.5.1 Implementasi Kebijakan

(21)

to give proctical effect to (untuk menimbulkan dampak/akibat terhadap sesuatu (Webster dalam Wahab (2006:64)).

Pengertian implementasi dijelaskan juga menurut Van Meter dan Van Horn bahwa Implementasi adalah “tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu/pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan” (Van Meter dan Van Horn dalam Wahab, 2006:65).

Definisi lain juga diutarakan oleh Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabatier (1983) menjelaskan makna implementasi dengan mengatakan bahwa “Memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan fokus perhatian implementasi kebijakan, yakni kejadian-kejadian dan kegiatan kegiatan yang timbul sesudah disahkannya pedoman-pedoman kebijakan negara, yang mencakup baik usaha-usaha untuk mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan akibat-akibat/dampak nyata pada masyarakat atau kejadian kejadian”. Mazmanian dan Sabatier juga memberikan gambaran bagaimana melakukan implementasi kebijakan dengan langkah sebagai berikut:

1) Mengidentifikasi masalah yang harus diintervensi, 2) Menegaskan tujuan yang hendak dicapai, dan

(22)

Berdasarkan beberapa definisi yang disampaikan para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa implementasi merupakan suatu kegiatan atau aktivitas yang dilakukan oleh pelaksana kebijakan dengan harapan akan memperoleh suatu hasil yang sesuai dengan tujuan atau sasaran dari suatu kebijakan itu sendiri. Implementasi melibatkan usaha dari policy makers (pembuat kebijakan) untuk mempengaruhi street level bureaucracy (pelaksana kebijakan) untuk memberikan pelayanan atau mengatur perilaku target group (sasaran kebijakan). Tanpa suatu kegiatan implementasi, maka suatu kebijakan yang telah dirumuskan akan menjadi sia-sia. Dengan demikian implementasi kebijakan merupakan rantai tindakan/kegiatan yang menghubungkan formulasi kebijakan dengan hasil (outcome) kebijakan yang diharapkan dan didalamnya aktor/pelaksana, organisasi, prosedur, dan teknik dipakai secara bersamaan dan simultan.

1.5.2 Model Implementasi Kebijakan (George Edward III)

Untuk mengkaji lebih baik suatu implementasi kebijakan publik maka perlu diketahui variabel dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Untuk itu, diperlukan suatu model kebijakan guna menyederhanakan pemahaman konsep suatu implementasi kebijakan. Terdapat banyak model yang dapat dipakai untuk menganalisis sebuah implementasi kebijakan, namun kali ini yang penulis gunakan adalah model implementasi yang dikemukakan oleh George Edward III.

(23)

implementasi kebijakan sebagai suatu proses yang dinamis, dimana terdapat banyak faktor yang saling berinteraksi dan mempengaruhi implementasi kebijakan. Faktor-faktor tersebut perlu ditampilkan guna mengetahui bagaimana pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap implementasi. Oleh karena itu, Edward menegaskan bahwa dalam studi implementasi terlebih dahulu harus diajukan dua pertanyaan pokok yaitu:

1) Apakah yang menjadi prasyarat bagi implementasi kebijakan?

2) Apakah yang menjadi faktor utama dalam keberhasilan implementasi kebijakan?

Guna menjawab pertanyaan tersebut, Edward mengajukan empat faktor yang berperan penting dalam implementasi suatu kebijakan. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan implementasi kebijakan yaitu faktor

communication, resources, disposition, dan bureucratic structure (Edward dalam Widodo, 2011:96-110).

Gambar 1.5.2

(24)

a) Komunikasi (Communication)

Menurut Harorl D. Lasswell 1960, komunikasi pada dasarnya merupakan suatu proses yang menjelaskan siapa, mengatakan apa, dengan saluran apa, kepada siapa? Dengan akibat apa atau hasil apa? (Mulyana, 2005:69). Komunikasi merupakan proses penyampaian informasi dari komunikator kepada komunikan. Sementara itu, komunikasi kebijakan berarti merupakan proses penyampaian informasi kebijakan dari pembuat kebijakan (policy makers) kepada pelaksana kebijakan (policy implementors) (Widodo, 2011:97).

Widodo kemudian menambahkan bahwa suatu keberhasilan dari implementasi kebijakan mensyaratkan agar pelaku kebijakan/implementator dapat memahami apa yang menjadi isi, tujuan/arah, kelompok sasaran (target group) kebijakan, sehingga pelaku kebijakan mengetahui apa yang harus dilakukan dan dikomunikasikan kepada kelompok sasaran serta dapat mempersiapkan hal-hal apa saja yang berhubungan dengan pelaksanaan kebijakan, dengan demikian proses implementasi kebijakan bisa berjalan efektif serta sesuai dengan tujuan kebijakan itu sendiri.

(25)

kelompok sasaran dan pihak yang terkait. Tujuan dan sasaran kebijakan juga harus diinformasikan kepada kelompok sasaran (target group) sehingga akan mengurangi distorsi implementasi. Apabila penyampaian tujuan dan sasaran suatu kebijakan tidak jelas, tidak memberikan pemahaman atau bahkan tujuan dan sasaran kebijakan tidak diketahui sama sekali oleh kelompok sasaran, maka kemungkinan akan terjadi suatu penolakan atau resistensi dari kelompok sasaran yang bersangkutan. Dimensi kejelasan menghendaki agar informasi yang disampaikan jelas dan mudah dipahami sehingga tidak terjadi kesalahan interpretasi dari pelaksana kebijakan, kelompok sasaran maupun pihak yang terkait dalam implementasi kebijakan. Sedangkan dimensi konsistensi menghendaki agar informasi yang disampaikan harus konsisten/tidak berubah-ubah sehingga tidak menimbulkan kebingungan pelaksana kebijakan, kelompok sasaran maupun pihak terkait.

1. Komponen Komunikasi

Komponen komunikasi adalah hal-hal yang harus ada agar komunikasi bisa berlangsung dengan baik. Menurut komponen komunikasi adalah:

1.1 Pengirim atau komunikator (sender) adalah pihak yang mengirimkan pesan kepada pihak lain.

(26)

1.3 Saluran (channel) adalah media dimana pesan disampaikan kepada komunikan. dalam komunikasi antar-pribadi (tatap muka) saluran dapat berupa udara yang mengalirkan getaran nada/suara.

1.4 Penerima atau komunikate (receiver) adalah pihak yang menerima pesan dari pihak lain

1.5 Umpan balik (feedback) adalah tanggapan dari penerimaan pesan atas isi pesan yang disampaikannya.

1.6 Aturan yang disepakati para pelaku komunikasi tentang bagaimana komunikasi itu akan dijalankan ("Protokol")

2. Proses Komunikasi

Secara ringkas, proses berlangsungnya komunikasi bisa digambarkan seperti berikut (Mulyana:2007).

2.1Komunikator (sender) yang mempunyai maksud berkomunikasi dengan orang lain mengirimkan suatu pesan kepada orang yang dimaksud. Pesan yang disampaikan itu bisa berupa informasi dalam bentuk simbol-simbol yang bisa dimengerti kedua pihak.

(27)

Media (channel) alat yang menjadi penyampai pesan dari komunikator ke komunikan. Komunikan (receiver) menerima pesan yang disampaikan dan menerjemahkan isi pesan yang diterimanya ke dalam bahasa yang dimengerti oleh komunikan itu sendiri lalu memberikan umpan balik (feedback) atau tanggapan atas pesan yang dikirimkan kepadanya, apakah dia mengerti atau memahami pesan yang dimaksud oleh si pengirim.

3. Model-Model Komunikasi

Dari berbagai model komunikasi yang sudah ada, di sini akan dibahas tiga model paling utama, yaitu: (Wiryanto:2004)

3.1 Model Komunikasi Linear

Model komunikasi ini dikemukakan oleh

The Mathematical of Communication. Yang

(28)

3.1Model Komunikasi Interaksional

Model interaksional dikembangkan oleh Wilbur Schramm pada tahun 1954 yang menekankan pada proses komunikasi dua arah di antara para komunikator. Dengan kata lain, komunikasi berlangsung dua arah: dari pengirim dan kepada penerima dan dari penerima kepada pengirim. Proses melingkar ini menunjukkan bahwa komunikasi selalu berlangsung. Para peserta komunikasi menurut model interaksional adalah orang-orang yang mengembangkan potensi manusiawinya melalui interaksi sosial, tepatnya melalui pengambilan peran orang lain. Model ini menempatkan sumber dan penerima mempunyai kedudukan yang sederajat. Satu elemen yang penting bagi model interkasional adalah umpan balik (feedback), atau tanggapan terhadap suatu pesan.

3.2Model Komunikasi Transaksional

(29)

b) Sumber Daya (Resources)

Sumber daya memiliki peranan penting dalam implementasi kebijakan. Edward III dalam Widodo (2011:98) mengemukakan “Bagaimanapun jelas dan konsistensinya ketentuan-ketentuan dan aturan-aturan serta bagaimanapun akuratnya penyampaian ketentuan-ketentuan atau aturan-aturan tersebut, jika para pelaksana kebijakan yang bertanggung jawab untuk melaksanakan kebijakan kurang mempunyai sumber-sumber daya untuk melaksanakan kebijakan secara efektif maka implementasi kebijakan tersebut tidak akan efektif.” Sumber daya di sini berkaitan dengan segala sumber yang dapat digunakan untuk mendukung keberhasilan implementasi kebijakan seperti sumber daya manusia, anggaran, fasilitas, informasi, dan kewenangan.

1) Sumber Daya Manusia (Staff)

(30)

2) Anggaran (Budgetary)

Dalam implementasi kebijakan, anggaran berkaitan dengan kecukupan modal atau investasi atas suatu program atau kebijakan untuk menjamin terlaksananya kebijakan, sebab tanpa dukungan anggaran yang memadai, kebijakan tidak akan berjalan dengan efektif dalam mencapai tujuan dan sasaran. 3) Fasilitas (facility)

Fasilitas atau sarana dan prasarana merupakan salah satu faktor yang berpengaruh dalam implementasi kebijakan. Pengadaan fasilitas yang layak, seperti gedung, tanah, peralatan perkantoran serta fasilitas pendukung lainnya yang tersedia untuk oprasionalisasi pelaksanaan suatu kegiatan/program dan dipergunakan untuk mendukung secara langsung dan terkait dengan tugas-tugas yang ditetapkan sehingga dapat menunjang keberhasilan implementasi suatu program atau kebijakan.

4) Informasi dan Kewenangan (Information and Authority)

(31)

bagaimana melaksanakan kebijakan memiliki konsekuensi langsung seperti pelaksana tidak bertanggungjawab sehingga menimbulkan inefisien. Dalam implementasi kebijakan membutuhkan kepatuhan organisasi serta individu terhadap peraturan pemerintah yang ada.

Sementara kewenangan merupakan otoritas atau legitimasi bagi para pelaksana untuk melakukan hal-hal yang berkaitan dengan yang diamanatkan dalam suatu kebijakan yang telah ditetapkan. Wewenang berperan penting untuk meyakinkan dan menjamin bahwa program yang dilaksanakan dapat diarahkan kepada sebagaimana yang diharapkan. Ketika wewenang tidak ada, maka kekuatan para implementor di mata publik tidak dilegitimasi, sehingga dapat menggagalkan implementasi kebijakan publik. kewenangan berguna untuk menentukan bagaimana program dilakukan, kewenangan untuk membelanjakan/ mengatur keuangan, pengadaan staf, maupun pengadaan sunber daya lainnya. Dengan kewenangan yang cukup untuk membuat keputusan sendiri yang dimiliki oleh suatu lembaga akan mempengaruhi lembaga itu dalam melaksanakan suatu kebijakan.

(32)

c) Disposisi (Disposition)

Menurut Edward III dalam Wianarno (2005:142-143) Disposisi adalah kecenderungan perilaku atau karakteristik dari pelaksana kebijakan dalam mendukung suatu implementasi kebijakan yang sesuai dengan tujuan atau sasaran. Karakter penting yang harus dimiliki oleh pelaksana kebijakan misalnya komunikatif, cerdik, inisiatif, sifat demokratis, kejujuran, dan komitmen yang tinggi. Kejujuran mengarahkan implementor untuk tetap berada dalam asa program yang telah digariskan, sedangkan komitmen yang tinggi dari pelaksana kebijakan akan membuat mereka selalu antusias dalam melaksanakan tugas, wewenang, fungsi, dan tanggung jawab sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan.

(33)

mempunyai kemampuan untuk melakukan kebijakan tersebut, tetapi mereka juga harus mempunyai kamauan untuk melaksanakan kebijakan tersebut.”

Disposisi implementor mencakup tiga hal penting, yaitu: (Edwards III:1980) 1) Respons implementor terhadap kebijakan, kesadaran pelaksana,

petunjuk/arahan pelaksana untuk merespon program akan mempengaruhi kemauannya untuk melaksanakan kebijakan;

2) Kognisi, yakni pemahamannya terhadap kebijakan;

3) Intensitas disposisi implementor yakni preferensi nilai yang dimiliki oleh implementor. Para pelaksana mungkin memahami maksud dan sasaran program namun seringkali mengalami kegagalan dalam melaksanakan program secara tepat.

Faktor-faktor yang menjadi perhatian Edward III dalam Agustino (2006:159-160) mengenai disposisi dalam implementasi kebijakan terdiri dari:

1. Pengangkatan birokrasi, pengangkatan dan pemilihan personel pelaksana kebijakan haruslah orang-orang yang memiliki dedikasi pada kebijakan yang telah ditetapkan, lebih khusus lagi pada kepentingan warga masyarakat. Penempatan pelaksana dengan orang-orang yang mendukung program, memperhatikan keseimbangan daerah, agama, suku, jenis kelamin dan karakteristik demografi yang lain.

(34)

biaya tertentu akan menjadi faktor pendorong yang membuat para pelaksana menjalankan perintah dengan baik. Hal ini dilakukan sebagai upaya memenuhi kepentingan pribadi atau organisasi.

Berdasarkan penjelasan diatas bahwa dalam mendukung dispositions untuk kesuksesan implementasi kebijakan harus adanya kesepakatan antara pembuat kebijakan dengan pelaku yang akan menjalankan kebijakan itu sendiri dan bagaimana mempengaruhi pelaku kebijakan agar menjalakan sebuah kebijakan tanpa keluar dari tujuan yang telah ditetapkan demi terciptanya pelayanan publik yang baik.

d) Struktur Birokrasi (Bureucratic Structure)

Struktur birokrasi adalah karakteristik, norma-norma, dan pola-pola hubungan yang terjadi berulang-ulang dalam badan-badan eksekutif yang mempunyai hubungan baik potensial maupun nyata dengan apa yang mereka miliki dalam menjalankan kebijakan (Van Meter dan Van Horn dalam Wahab, 2006:69). Birokrasi merupakan salah satu institusi yang secara keseluruhan menjadi pelaksana kegiatan, bahkan dalam beberapa kasus birokrasi diciptakan hanya untuk menjalankan suatu kebijakan/program tertentu. Struktur birokrasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Menurut Edwards III dalam Winarno (2005:150) Aspek struktur birokrasi ini melingkupi dua hal yaitu mekanisme dan fragmentasi. Aspek pertama adalah mekanisme, dalam implementasi kebijakan biasanya sudah dibuat Standard Operation Procedure

(35)

waktu, sumber daya serta kebutuhan penyeragaman dalam organisasi kerja yang kompleks dan luas. Ukuran dasar SOP atau prosedur kerja ini menjadi pedoman bagi setiap implementator dalam bertindak agar dalam pelaksanaan kebijakan tidak melenceng dari tujuan dan sasaran kebijakan dan juga digunakan untuk menanggulangi keadaan-keadaan umum diberbagai sektor publik dan swasta (Winarno, 2005:150). Dengan menggunakan SOP, para pelaksana dapat mengoptimalkan waktu yang tersedia dan dapat berfungsi untuk menyeragamkan tindakan-tindakan pejabat dalam organisasi yang kompleks dan tersebar luas, sehingga dapat menimbulkan fleksibilitas yang besar dan kesamaan yang besar dalam penerapan peraturan.

(36)

komunikasi horizontal maupun vertikal secara bebas yang terdapat dalam organisasi sebagai jawaban terhadap pertanyaan “Siapa yang berhubungan dengan siapa dan untuk kepentingan apa?”; (4) jaringan informasi yang dapat digunakan untuk berbagai kepentingan, baik yang sifatnya institusional maupun individual; (5) koordinasi, hubungan antara satuan organisasi dengan organisasi lainnya.

Struktur organisasi yang terlalu panjang dan hierarki birokrasi yang berlapis-lapis akan cenderung melemahkan pengawasan dan menyebabkan prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks yang selanjutnya akan menyebabkan aktivitas organisasi menjadi tidak fleksibel oleh karena itu diperlukan mekanisme dan fragmentasi yang jelas dalam pelaksanaan suatu kebijakan agar berjalan dengan baik.

1.5.3 Kebijakan Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

Menimbang bahwa bahwa sistem jaminan sosial nasional merupakan program negara yang bertujuan memberikan kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat. Maka untuk mewujudkan tujuan sistem jaminan sosial nasional perlu dibentuk badan penyelenggara yang berbentuk badan hukum berdasarkan prinsip kegotongroyongan, nirlaba, keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, portabilitas, kepesertaan bersifat wajib, dana amanat, dan hasil pengelolaan dana jaminan sosial seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan peserta.

(37)

Penyelenggara Jaminan Sosial dengan Undang-Undang yang merupakan transformasi keempat Badan Usaha Milik Negara untuk mempercepat terselenggaranya sistem jaminan sosial nasional bagi seluruh rakyat Indonesia. Atas persetujuan bersama Dewan Perwalilan Rakyat (DPR) dan Presiden menetapkan Undang-Undang nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang selanjutnya disingkat BPJS adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial yang merupakan bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.

BPJS terdiri dari dua bentuk yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan, Berdasarkan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, BPJS akan menggantikan sejumlah lembaga jaminan sosial yang ada di Indonesia yaitu lembaga asuransi jaminan kesehatan PT ASKES, dana tabungan dan asuransi pegawai negeri PT TASPEN, Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia PT ASABRI dan lembaga jaminan sosial ketenagakerjaan PT JAMSOSTEK. Transformasi PT Askes serta PT JAMSOSTEK menjadi BPJS yang akan dilakukan pada tanggal 1 Januari 2014, PT Askes akan menjadi BPJS Kesehatan, dan PT Jamsostek menjadi BPJS Ketenagakerjaan.

(38)

penyelenggaraannya menggunakan mekanisme Negara yang bergerak dalam bidang asuransi sosial BPJS Ketenagakerjaan merupakan pelaksana sistem jaminan sosial nasional dibidang ketenagakerjaan.

A. Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)

Sistem Jaminan Sosial Nasional (National Social Security System) adalah salah satu bentuk perlindungan sosial yang diselenggarakan oleh negara Republik Indonesia guna menjamin warga negaranya dalam memenuhi kebutuhan hidup dasar yang layak, menuju terwujudnya kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Menurut Guy Standing (2000) Jaminan sosial adalah suatu sistem untuk memberikan jaminan pendapatan untuk menghadapi risiko kontingensi kehidupan seperti sakit, bersalin, kecelakaan kerja, pengangguran, cacat, hari tua dan kematian; penyediaan perawatan medis, dan pemberian subsidi untuk keluarga dengan anak-anak. Jaminan sosial diperlukan apabila terjadi hal-hal yang tidak dikehendaki yang dapat mengakibatkan hilangnya atau berkurangnya pendapatan seseorang, baik karena memasuki usia lanjut atau pensiun, maupun karena gangguan kesehatan, cacat, kehilangan pekerjaan dan lain sebagainya. Sistem Jaminan Sosial Nasional disusun dengan mengacu pada penyelenggaraan jaminan sosial yang berlaku universal dan telah diselenggarakan oleh negara-negara maju dan berkembang sejak lama (Arifianto:2004).

Landasan Yuridis SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional) adalah (Putri:2014):

(39)

2. Deklarasi HAM PBB ata

dan konvensi

3. TAP MPR RI no X/MPR/2001 yang menugaskan kepada presiden RI untuk membentuk Sistem Jaminan Sosial Nasional.

4. UU No.40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Keterangan:

UU No.40 tahun 2004 tentang SJSN menggantikan program-program jaminan sosial yang ada sebelumnya (Askes, Jamsostek, Taspen, dan Asabri) yang dinilai kurang berhasil memberikan manfaat yang berarti kepada penggunanya, karena jumlah pesertanya kurang, jumlah nilai manfaat program kurang memadai, dan kurang baiknya tata kelola manajemen program tersebut. Manfaat program Jamsosnas tersebut cukup komprehensif, yaitu meliputi jaminan hari tua, asuransi kesehatan nasional, jaminan kecelakaan kerja, dan jaminan kematian. Program ini akan mencakup seluruh warga negara Indonesia, tidak peduli apakah mereka termasuk pekerja sektor formal, sektor informal, atau wiraswastawan.

B. Program Jaminan Sosial Nasional (Jamsosnas)

Sesuai dengan pasal 6 ayat 2 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011, program jamsosnas dibidang ketenagakerjaan adalah sebagai berikut:

1) Jaminan Kecelakaan Kerja

(40)

perkerjannya dan berbagai penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan tersebut (Naskah akademik SJSN (Putri:2014))

2) Jaminan Hari Tua

Program jaminan hari tua (JHT) adalah sebuah program manfaat pasti (defined benefit) yang beroperasi berdasarkan asas “membayar sambil jalan” (pay-as-you-go). Manfaat pasti program ini adalah suatu persentasi rata-rata pendapatan tahun sebelumnya, yaitu antara 60% hingga 80% dari Upah Minimum Regional (UMR) daerah di mana penduduk tersebut bekerja. Setiap pekerja akan memperoleh pensiun minimum pasti sejumlah 70% dari UMR setempat (Naskah Akademik UU N0 40 tahun 2004 (Putri:2014)).

3) Jaminan Kematian

Santunan kematian adalah program jangka pendek sebagai pelengkap program jaminan hari tua yang dibiayai dari iuran dan hasil pengelolaan dana santunan kematian dan manfaatnya diberikan kepada keluarga atau ahli waris yang sah pada saat peserta meninggal dunia (Naskah Akademik UU N0 40 tahun 2004 (Putri:2014)).

4) Jaminan Pensiun

(41)

C. Tenaga Kerja (Pekerja)

Tenaga kerja secara umum dapat diartikan sebagai bagian dari penduduk suatu negara yang sanggup menghasilkan pekerjaan yang mempunyai nilai ekonomis, baik pekerjaan itu berupa mengerjakan tanah, tambang, dalam pabrik, dalam pengangkutan atau perdagangan maupun pekerjaan administrasi atau kegiatan ilmiah. Dr Edgar C. McVoy mengatakan bahwa: “angkatan kerja adalah bagian dari populasi negara yang terlibat dalam aktivitas nilai ekonomi. Tenaga kerja potensial terdiri dari orang-orang dalam populasi yang saat ini tidak terlibat dalam aktivitas nilai ekonomi, tetapi yang mungkin ditarik ke dalam kegiatan tersebut melalui bujukan motivasi, program pelatihan, dan lainnya. Tenaga kerja itu, termasuk kedua kelompok ini, tenaga kerja dan angkatan kerja potensial.” (Benggolo:1981).

(42)

Menurut MT Rionga dan Yoga Firdaus, 2007:2 tenaga kerja (man power) adalah penduduk dalam usia kerja yang siap melakukan pekerjaan antara lain mereka yang sudah atau sedang bekerja, mereka yang sedang mencari pekerjaan, serta yang sedang melaksanakan pekerjaan lain seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga.

1.6 Definisi Konsep

Pada tingkat kongkrit, konsep merupakan suatu gambaran mental dari beberapa objek atau kejadian yang sesungguhnya dan pada tingkat abstak, konsep merupakan sintetis sejumlah kesimpulan yang telah ditarik dari pengalaman dengan objek atau kejadian tertentu (Suyanto:2005).

Konsep merupakan istilah atau definisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial (Masri Singarimbun, 2008:33). Definisi konsep bertujuan untuk memudahkan pemahaman unsur-unsur yang ada dalam penelitian dan menghindarkan interpretasi ganda atas variabel-variabel yang diteliti.

(43)

1. Implementasi Kebijakan

Implementasi adalah suatu kegiatan atau usaha yang dilakukan oleh pelaksana kebijakan dengan harapan akan memperoleh suatu hasil yang sesuai dengan tujuan atau sasaran dari suatu kebijakan itu sendiri. Implementasi kebijakan merupakan rantai tindakan/kegiatan yang menghubungkan formulasi kebijakan dengan hasil (outcome) kebijakan yang diharapkan yang didalamnya aktor/pelaksana, organisasi, prosedur, dan teknik dipakai secara bersamaan dan simultan.

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan model implementasi kebijakan George Edward III dengan indikator yang digunakan untuk menganalisis implementasi kebijakan sebagai berikut:

a. Komunikasi adalah proses penyampaian informasi dari komunikator kepada komunikan. Sementara itu, komunikasi kebijakan berarti merupakan proses penyampaian informasi kebijakan dari pembuat kebijakan (policy makers) kepada pelaksana kebijakan (policy implementers) yang kemudian diteruskan kepada sasaran kebijakan

(target group).

b. Sumber Daya adalah suatu nilai potensi yang dimiliki oleh suatu materi atau unsur tertentu dalam kehidupan. Sumber daya diposisikan sebagai

(44)

organisasi yang merefleksikan nilai atau kegunaan potensial dalam transformasinya ke dalam output. Sedang secara teknologis, sumber daya bertalian dengan kemampuan transformasi dari organisasi. Sumber daya di sini berkaitan dengan segala sumber yang dapat digunakan untuk mendukung keberhasilan implementasi kebijakan seperti sumber daya manusia, anggaran, fasilitas, informasi, dan kewenangan.

c. Disposisi adalah kecenderungan perilaku atau karakteristik dari pelaksana kebijakan dalam mendukung suatu implementasi kebijakan yang sesuai dengan tujuan atau sasaran. Jika implementasi kebijakan ingin berhasil secara efektif dan efisien, para pelaksana (implementors) tidak hanya mengetahui apa yang harus dilakukan dan mempunyai kemampuan untuk

melakukan kebijakan tersebut, tetapi mereka juga harus mempunyai kamauan untuk melaksanakan kebijakan tersebut.

d. Struktur Birokrasi adalah karakteristik, norma-norma, dan pola-pola hubungan yang terjadi berulang-ulang dalam badan-badan eksekutif yang mempunyai hubungan baik potensial maupun nyata dengan apa yang mereka miliki dalam menjalankan kebijakan. Aspek struktur birokrasi ini melingkupi dua hal yaitu mekanisme dan fragmentasi.

2. Kebijakan Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

(45)

a. Sistem Jaminan Sosial Nasional

Sistem jaminan sosial nasional adalah suatu tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggara jaminan sosial yang pada dasarnya merupakan program negara yang bertujuan memberi kepastian dan perlindungan untuk menjamin kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya dengan layak.

b. Tenaga kerja (Pekerja)

Tenaga kerja adalah penduduk dalam usia kerja yang siap melakukan pekerjaan antara lain mereka yang sudah bekerja dan mempunyai nilai ekomis.

1.7 Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi ini disusun secara sistematis yang terdiri dari 6 (enam) bab yang dilengkapi dengan sub-sub bab yaitu :

BAB I : PENDAHULUAN

(46)

BAB II : METODE PENELITIAN

Pada bab ini berisi metode penelitian yang dipergunakan dalam penyusunan skripsi ini yang terdiri dari bentuk penelitian, lokasi penelitian, informan penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data.

BAB III : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Dalam bab ini penulis memuat gambaran umum lokasi penelitian, sejarah umum lokasi penelitian, filosofi, visi&misi, struktur organisasi, dan fungsi, tugas, serta wewenang.

BAB IV : PENYAJIAN DATA

Pada bab ini disajikan data dan informasi yang diperoleh selama penelitian di lapangan berupa dokumen-dokumen yang akan dianalisis dan hasil wawancara dari informan yang dianggap kredibel.

BAB V : ANALISIS DATA

(47)

BAB VI : PENUTUP

(48)

BAB II

METODE PENELITIAN

2.1 Bentuk Penelitian

Bentuk penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah bentuk penelitian deskriptif dangan menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut zuriah (2006:47) penilitian dengan menggunakan metode deskriptif adalah penelitian yang diarahkan untuk memberikan gejala-gejala, fakta, atau kejadian secara sistematis dan akurat mengenai sifat-sifat populasi atau daerah tertentu. Ciri pokok dari penelitian deskriptif adalah memusatkan perhatian pada masalah-masalah yang ada saat penelitian dilakukan atau masalah-masalah-masalah-masalah yang bersifat aktual dan menggambarkan fakta-fakta tentang masalah yang diselidiki sebagaimana adanya diiringi dengan interpretasi rasional.

(49)

2.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kantor Cabang Binjai JL. Soekarno Hatta No. 469, Km 18 Binjai Timur Telp. (061) 8820465. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja

(purposive) dengan pertimbangan kesediaan BPJS Kantor Cabang Binjai untuk memberikan data dan informasi yang diperlukan dalam penelitian.

2.3 Informan Penelitian

Informan adalah seseorang yang benar-benar mengetahui suatu persoalan tertentu yang darinya dapat diperoleh informasi yang jelas, akurat, dan terpercaya baik berupa pernyataan, keterangan, dan/atau data-data yang dapat membantu memahami permasalahan dalam penelitian (Suyanto, 2005:171).

Dalam penelitian ini informan dipilih secara Sequential, yaitu tidak adanya penentuan batasan untuk informan yang dipilih. Informan inilah yang akan memberikan berbagai informasi yang diperlukan selama proses penelitian. Jumlah informan bisa terus bertambah seiiring dengan hasil rekomendasi dari informan sebelumnya dan sampai peneliti menilai data yang dikumpulkan dari sejumlah informan tersebut telah mencapai titik jenuh, maksudnya tidak ada hal baru lagi yang dapat dikembangkan. Informan penelitian meliputi beberapa macam yaitu: (Sutopo, 2002:22)

(50)

yaitu Kepala Bagian Umum dan SDM BPJS Ketenagakerjaan Kantor Cabang Binjai.

b. Informan utama yaitu mereka yang terlibat langsung dalam interaksi sosial penelitian dan mengetahui permasalahan yang diteliti. Dalam penelitian ini informan utama berjumlah 3 (tiga) orang yang terdiri dari :

1) 2 (dua) orang dari Bidang Pemasaran yaitu 1(satu) orang Relation Officer dan 1 (satu) orang Marketing Officer

2) 1 (satu) orang dari Bidang Pelayanan yaitu Costumer Service

c. Informan biasa atau tambahan yaitu mereka dapat memberikan informasi baik yang terlibat secara langsung atau tidak langsung dalam interaksi sosial. Dalam penelitian ini informan biasa berjumlah 1 (satu) orang yang merupakan peserta bukan penerima upah (BPU) program jaminan sosial ketenagakerjaan yang terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan Kancab Binjai.

2.4. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik pengumpulan data dengan dua cara, yaitu :

A. Teknik Pengumpulan Data Primer

(51)

1. Wawancara mendalam, yaitu teknik pengumpulan data utama yang dilakukan dengan memberikan pertanyaan secara langsung kepada informan penelitian untuk memperoleh data dan informasi yang diperlukan (Bungin, 2007:108). Dalam penelitian ini, peneliti mewawancarai langsung informan satu persatu secara mendalam menganai implementasi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 dengan menggunakan pedoman wawancara yang berisikan pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan (wawancara tersruktur).

2. Observasi, yaitu teknik memperoleh informasi yang dilakukan dengan mengamati secara langsung objek penelitian dengan mencatat gejala-gejala yang ditemukan dilapangan untuk melengkapi data-data yang diperlukan sebagai panduan yang berkenaan dengan topik penelitian. Observasi memberikan kesempatan pada peneliti untuk mengalami secara langsung bagaimana objek dalam penelitian sehingga memberikan gambaran penelitian yang objektif dalam mengumpulkan fakta-fakta dilapangan (Bungin, 2007:115). Dalam penelitian ini, peneliti melakukan observasi langsung di BPJS Ketenagakerjaan Kantor Cabang Binjai untuk melihat bagaimana implementor (pegawai BPJS Ketenagakerjaan) mengimplementasikan kebijakan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011. B. Teknik Pengumpulan Data Sekunder

(52)

1. Studi Kepustakaan yaitu pengumpulan data dengan menggunakan berbagai literatur seperti buku-buku yang menjadi bahan referensi, jurnal/karya ilmiah yang berkaitan dengan penelitian, serta pendapat para ahli yang kompeten.

2. Studi Dokumentasi yaitu pengumpulan data yang diperoleh melalui catatan-catatan tertulis mengenai permasalahan dalam penelitian, dokumen/arsip, foto, vidio, dan rekaman wawancara serta sumber-sumber lain yang memiliki relevansi dengan masalah penelitian.

2.5 Teknik Analisis Data

Menurut Moloeng (2007:247), teknik analisis data dilakukan dengan menyajikan data yang dimulai dengan menelaah seluruh data yang terkumpul, menyusunnya dalam suatu satuan dan kemudian dikategorikan pada tahap berikutnya serta memeriksa keabsahan serta menafsirkan dengan analisis dan kemampuan daya nalar peneliti untuk membuat kesimpulan penelitian.

(53)

Bagan 2.5 Analisis Data Kualitatif Menurut Miles dan Huberman A. Reduksi Data

Data/informasi yang diperoleh perlu dianalisis melaui reduksi data. Mereduksi data merupakan proses pemfokusan, penyederhanaan, dan abstaksi data (kasar) yang diperoleh dari penelitian di lapangan dengan cara merangkum, memilih hal-hal pokok, memusatkan tema dan polanya, dan membuat batasan-batasan permasalahan. Tujuan utama dari penelitian kualitatif adalah pada temuan oleh karena itu apabila peneliti menemukan segala sesuatu yang dipandang asing dan belum memiliki pola harus dijadikan perhatian peneliti dalam melakukan reduksi data.

Pada saat melaksanakaan wawancara (depth interview) dilakukan analisis terhadap jawaban informan secara komprehensif dan apabila ada jawaban yang kurang kredibel, maka peneliti mencari jawaban yang jelas dan dapat dipercaya dengan melanjutkan/mengajukan pertanyaan lagi sampai datanya jenuh dan dianggap kredibel. Interprestasi penelitian atas hasil wawancara yaitu data yang telah dikumpulkan direduksi sehingga diperoleh gambaran yang jelas tentang objek yang diteliti.

Koleksi Data/ Catatan Lapangan

Penyajian Data

Reduksi Data

(54)

B. Penyajian Data

Dimaksudkan agar mempermudah peneliti untuk melihat gambaran secara keseluruhan atau bagian-bagian tertentu dari data penelitian. Hal ini merupakan pengorganisasian data ke dalam suatu bentuk tertentu sehingga kelihatan lebih jelas untuk ditampilkan dan selaras dengan permasalahan yang diteliti. Dalam penelitian kualitatif penyajian data dilakukan dalam bentuk uraian singkat yang bersifat naratif, bagan, dan hubungan antarkategori. Dengan adanya penyajian data tersebut peneliti dapat merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahaminya.

C. Penarikan Kesimpulan

(55)

BAB III

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

3.1Lokasi Penelitian

BPJS Ketenagakerjaan Kantor Cabang Binjai Jl. Soekarno Hatta No. 469, Km 18 Binjai Timur Telp. (061) 8820465, 8820466 Fax. (061) 8829766

3.2Sejarah Umum Lokasi Penelitian A. Sejarah BPJS Ketenagakerjaan

(56)

kepada masyarakat. Sesuai dengan kondisi kemampuan keuangan Negara. Indonesia seperti halnya negara berkembang lainnya, mengembangkan program jaminan sosial berdasarkan funded social security, yaitu jaminan sosial yang didanai oleh peserta dan masih terbatas pada masyarakat pekerja di sektor formal.

Sejarah terbentuknya Sejarah terbentuknya BPJS Ketenagakerjaan yang dahulu bernama PT Jamsostek (Persero) mengalami proses yang panjang, dimulai dari UU No.33/1947 jo UU No.2/1951 tentang kecelakaan kerja, Peraturan Menteri Perburuhan (PMP) No.48/1952 jo PMP No.8/1956 tentang pengaturan bantuan untuk usaha penyelenggaraan kesehatan buruh, PMP No.15/1957 tentang pembentukan Yayasan Sosial Buruh, PMP No.5/1964 tentang pembentukan Yayasan Dana Jaminan Sosial (YDJS), diberlakukannya UU No.14/1969 tentang Pokok-pokok Tenaga Kerja. Secara kronologis proses lahirnya asuransi sosial tenaga kerja semakin transparan.

Setelah mengalami kemajuan dan perkembangan, baik menyangkut landasan hukum, bentuk perlindungan maupun cara penyelenggaraan, pada tahun 1977 diperoleh suatu tonggak sejarah penting dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) No.33 tahun 1977 tentang pelaksanaan program asuransi sosial tenaga kerja (ASTEK), yang mewajibkan setiap pemberi kerja/pengusaha swasta dan BUMN untuk mengikuti program ASTEK. Terbit pula PP No.34/1977 tentang pembentukan wadah penyelenggara ASTEK yaitu Perum Astek.

(57)

Kerja. Program Jamsostek memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan minimal bagi tenaga kerja dan keluarganya, dengan memberikan kepastian berlangsungnya arus penerimaan penghasilan keluarga sebagai pengganti sebagian atau seluruhnya penghasilan yang hilang, akibat risiko sosial.

Selanjutnya pada akhir tahun 2004, Pemerintah juga menerbitkan UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Undang-undang itu berhubungan dengan Amandemen UUD 1945 tentang perubahan pasal 34 ayat 2, yang kini berbunyi: "Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan". Manfaat perlindungan tersebut dapat memberikan rasa aman kepada pekerja sehingga dapat lebih berkonsentrasi dalam meningkatkan motivasi maupun produktivitas kerja.

Kiprah Perusahaan yang mengedepankan kepentingan dan hak normatif Tenaga Kerja di Indonesia terus berlanjut. Sampai saat ini, PT Jamsostek (Persero) memberikan perlindungan 4 (empat) program, yang mencakup Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) bagi seluruh tenaga kerja dan keluarganya.

(58)

JKK, JKM, JHT dengan penambahan Jaminan Pensiun mulai 1 Juli 2015.

Menyadari besar dan mulianya tanggung jawab tersebut, BPJS Ketenagakerjaan harus meningkatkan kompetensi di seluruh lini pelayanan sambil mengembangkan berbagai program dan manfaat yang langsung dapat dinikmati oleh pekerja dan keluarganya. Kini dengan sistem penyelenggaraan yang semakin maju, program BPJS Ketenagakerjaan tidak hanya memberikan manfaat kepada pekerja dan pengusaha saja, tetapi juga memberikan kontribusi penting bagi peningkatan pertumbuhan ekonomi bangsa dan kesejahteraan masyarakat Indonesia.

B. Transformasi PT. Jamsostek Menjadi BPJS Ketenagakerjaan

Undang-Undang BPJS mengatur seluruh ketentuan pembubaran dan pengalihan PT ASKES (Persero) dan PT JAMSOSTEK (Persero). Ketentuan pembubaran BUMN Persero tidak berlaku bagi pembubaran PT ASKES (Persero) dan PT JAMSOSTEK (Persero). Pembubaran kedua Persero tersebut tidak perlu diikuti dengan likuidasi, dan tidak perlu ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Ada tiga derajat transformasi dalam Undang-Undang BPJS, tingkat

tertinggi adalah transformasi tegas. UU BPJS dengan tegas mengubah PT Jamsostek (Persero) menjadi BPJS Ketenagakerjaan, membubarkan PT Jamsostek (Persero) dan mencabut UU No. 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek.

(59)

memberi tenggat 2 (dua) tahun sejak pengundangan Undang-Undang BPJS pada 25 November 2011 kepada PT ASKES (Persero) dan PT Jamsostek (Persero) untuk beralih dari Perseroan menjadi badan hukum publik BPJS. Kriteria kedua adalah transformasi bertahap, transformasi PT Jamsostek (Persero) dilakukan dalam dua tahap.

Tahap pertama adalah masa peralihan PT Jamsostek (Persero) menjadi BPJS Ketenagakerjaan berlangsung selama 2 (dua) tahun, mulai 25 November 2011 sampai dengan 31 Desember 2013. Tahap pertama diakhiri dengan pendirian BPJS Ketenagakerjaan pada 1 Januari 2014. Tahap kedua, adalah tahap penyiapan operasionalisasi BPJS Ketenagakerjaan untuk penyelenggaraan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian sesuai dengan ketentuan UU SJSN. Persiapan tahap kedua berlangsung selambat-lambatnya hingga 30 Juni 2015 dan diakhiri dengan beroperasinya BPJS Ketenagakerjaan untuk penyelenggaraan keempat program tersebut sesuai dengan ketentuan UU SJSN selambatnya pada 1 Juli 2015.

Pada 1 Januari 2014 PT Jamsostek (Persero) dinyatakan bubar tanpa likuidasi dan berubah nama menjadi BPJS Ketenagakerjaan. Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 1995 tentang Penetapan Badan Penyelenggara Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK) dicabut dan dinyatakan tidak

berlaku lagi. Semua asset dan liabilitas serta hak dan kewajiban hukum PT Jamsostek (Persero) menjadi asset dan liabilitas serta hak dan kewajiban

(60)

nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Program Jaminan Sosial (BPJS) dengan ketentuan PT Jamsostek diharuskan bertransformasi menjadi BPJS Ketenagakerjaan. Sesuai perundangan tentang sistem jaminan sosial nasional (SJSN) tersebut, mengamanahkan agar negara memenuhi hak konstitusional setiap orang atas jaminan sosial dan untuk memberikan jaminan sosial yang menyeluruh bagi rakyat Indonesia. Tujuan SJSN guna memberi jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup layak bagi setiap peserta dan anggota keluarganya.

Dalam mentransformasi PT Jamsostek menjadi BPJS Ketenagakerjaan dilakukan melalui berapa tahap. Pertama, tahap rekonsolidasi yakni membangun kepercayaan dari seluruh stake holder. Dalam tahap ini yang dilakukan adalah mengawal regulasi, mereview teknis operasional dan sosialisasi masive. Dan ini semua sudah dilakukan selama tahun 2012. Kedua, pada tahun 2013 dilaksanakan, tahap fit-in Infrastructure yakni bagaimana membangun landasan yang kokoh sebagai BPJS Ketenagakerjaan. Dalam tahap ini dilakukan peningkatkan kepesertaan, pelayanan, penguatan data base dan TI, peningkatan investasi, keuangan dan peningkatan kualitas SDM.

(61)

1992 tentang Jamsostek. BPJS Ketenagakerjaan diberi waktu 1,5 tahun untuk menyesuaikan penyelenggaraan ketiga program tersebut dengan ketentuan UU SJSN dan menambahkan program jaminan pensiun ke dalam pengelolaannya. Selambat-lambatnya pada 1 Juli 2015. Seluruh pasal UU Jamsostek dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian sesuai dengan ketentuan UU SJSN untuk seluruh pekerja kecuali Pegawai Negeri Sipil, Anggota TNI dan POLRI.

(62)

3.3Filosofi Badan Penyelenggara Jamian Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan BPJS Ketenagakerjaan dilandasi filosofi kemandirian dan harga diri untuk mengatasi resiko sosial ekonomi. Kemandirian berarti tidak tergantung orang lain dalam membiayai perawatan pada waktu sakit, kehidupan dihari tua maupun keluarganya bila meninggal dunia. Harga diri berarti jaminan tersebut diperoleh sebagai hak dan bukan dari belas kasihan.

Agar pembiayaan dan manfaatnya optimal, pelaksanaan program BPJS Ketenagakerjaan dilakukan secara gotong royong, dimana yang muda membantu yang tua, yang sehat membantu yang sakit dan yang berpenghasilan tinggi membantu yang berpenghasilan rendah.

3.3.1 Nilai-Nilai Perusahaan

Iman : Taqwa, berfikir positif, tanggung jawab, pelayanan tulus ikhlas.

Profesional : Berprestasi, bermental unggul, proaktif dan bersikap positif

terhadap perubahan dan pembaharuan

Teladan : Berpandangan jauh kedepan, penghargaan dan pembimbingan

(reward and encouragement) serta pemberdayaan.

Integritas : Berani, komitmen, keterbukaan

(63)

3.3.2 Etika Kerja Perusahaan

Teamwork: Memiliki kemampuan dalam membangun kerjasama dengan orang lain atau dengan kelompok untuk mencapai tujuan perusahaan. Open Mind: Memiliki kemampuan untuk membuka pikiran dan menerima

gagasan baru yang lebih baik.

Passion: Bersemangat dan antusias dalam melaksanakan pekerjaan. Action: Segera melaksanakan rencana/pekerjaan/tugas yang telah

disepakati dan ditetapkan bersama.

Sense: Rasa memiliki, kepedulian, ikut bertanggung jawab dan memiliki inisiatif yang tinggi untuk memecahkan masalah perusahaan. 3.3.3 Motto Perusahaan

"Menjadi Jembatan Menuju Kesejahteraan Pekerja"

3.4VISI DAN MISI BPJS KETENAGAKERJAAN

3.4.1 Visi

Menjadi Badan penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) berkelas dunia, terpercaya, bersahabat dan unggul dalam Operasional dan Pelayanan.

3.4.2 Misi

(64)

perlindungan dasar bagi tenaga kerja serta menjadi mitra terpercaya bagi:

a. Tenaga Kerja : Memberikan perlindungan yang layak bagi tenaga kerja dan keluarga

b. Pengusaha : Menjadi mitra terpercaya untuk memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dan meningkatkan produktivitas.

c. Negara : Berperan serta dalam pembangunan

3.5Struktur Organisasi Badan Penyelenggara Jamian Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan

Kepala Kantor Wilayah/Cabang

Kepala Bidang Umum dan

SDM

Kepala Bidang Pemasaran Penerima Upah

dan Bukan Penerima Upah

Kepala Bidang Pelayanan

(65)

3.6Fungsi, Tugas, dan Wewenang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan

A. Fungsi BPJS Ketenagakerjaan

Undang-Undang menetukan bahwa BPJS Ketenagakerjaan berfungsi menyelenggarakan 4 (empat) program, yaitu program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan kematian, dan jaminan pensiun. Menurut Undang-Undang SJSN program jaminan kecelakaan kerja diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial, dengan tujuan menjamin agar peserta memperoleh manfaat pelayanan kesehatan dan santunan uang tunai apabila seorang pekerja mengalami kecelakaan kerja atau menderita penyakit akibat kerja.

(66)

B. Tugas BPJS Ketenagakerjaan

Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana tersebut diatas BPJS Ketenagakerjaan bertugas untuk:

1. Melakukan dan/atau menerima pendaftaran peserta;

2. Memungut dan mengumpulkan iuran dari peserta dan pemberi kerja; 3. Menerima bantuan iuran dari Pemerintah;

4. Mengelola Dana Jaminan Sosial untuk kepentingan peserta;

5. Mmengumpulkan dan mengelola data peserta program jaminan sosial;

6. Membayarkan manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan program jaminan sosial; dan

7. Memberikan informasi mengenai penyelenggaraan program jaminan sosial kepada peserta dan masyarakat.

Dengan kata lain tugas BPJS Ketenagakerjaan meliputi pendaftaran kepesertaan dan pengelolaan data kepesertaan, pemungutan, pengumpulan iuran termasuk menerima bantuan iuran dari Pemerintah, pengelolaan Dana jaminan Sosial, pembayaran manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan dan tugas penyampaian informasi dalam rangka sosialisasi program jaminan sosial dan keterbukaan informasi.

C. Wewenang BPJS Ketenagakerjaan

(67)

1. Menagih pembayaran Iuran, kewenangan menagih pembayaran Iuran dalam arti meminta pembayaran dalam hal terjadi penunggakan, kemacetan, atau kekurangan pembayaran;

2. Menempatkan Dana Jaminan Sosial untuk investasi jangka pendek dan jangka panjang dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas, kehati-hatian, keamanan dana, dan hasil yang memadai;

3. Melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan peserta dan pemberi kerja dalam memanuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan jaminan sosial nasional;

4. Membuat kesepakatan dengan fasilitas kesehatan mengenai besar pembayaran fasilitas kesehatan yang mengacu pada standar tarif yang ditetapkan oleh Pemerintah;

5. Membuat atau menghentikan kontrak kerja dengan fasilitas kesehatan;

6. Mengenakan sanksi administratif kepada peserta atau pemberi kerja yang tidak memenuhi kewajibannya;

7. Melaporkan pemberi kerja kepada instansi yang berwenang mengenai ketidakpatuhannya dalam membayar iuran atau dalam memenuhi kewajiban lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

(68)

BAB IV

PENYAJIAN DATA

Dalam bab ini disajikan data-data hasil penelitian yang terdiri atas data primer yang diperoleh melalui wawancara dan observasi serta data skunder berupa

Standard Operating Procedure (SOP) dari BPJS Ketenagakerjaan dan peraturan-peraturan yang tertera dalam situs resmi BPJS Ketenagakerjaan dianalisa berdasarkan teori yang ada sehingga dapat menjawab permasalah utama yang ingin dideskripsikan.

(69)

4.1 Hasil Wawancara

Wawancara dilakukan dengan informan kunci yaitu Bapak Jemi Karter selaku Kepala Bidang Umum dan SDM dan Informan Utama Ibu Meylan Arthasasta Samosir selaku Relation Officer, Bapak Rizki Aditama selaku Marketing Officer, dan Ibu Adriani Sinaga selaku Costumer Service serta informan biasa atau tambahan yaitu Ibu Lena Warniansih seorang wiraswasta (pedagang makanan) selaku peserta BPU program jaminan sosial ketenagakerjaan.

Berikut merupakan pertanyaan-pertanyaan yang penulis ajukan serta jawaban dari informan.

a. Kepala Bidang Umum dan SDM (Jemi Karter)

1. Berapa jumlah pegawai BPJS Ketenagakerjaan Kancab Binjai?

Jawab: Pegawai BPJS Ketenagakerjaan Kancab Binjai berjumlah 25 orang dengan pembagian 1 orang Kepala Kantor Cabang, 1 orang Kepala Bidang Umum dan SDM dengan 2 orang staf, 1 orang Kepala Bidang Pemasaran dengan 7 orang staf, 1 orang Kepala Biang Pelayanan dengan 7 orang staf, 1 orang Kepala Bidang Keuangan Dan TI dengan 4 orang staf.

2. Apa tugas dari masing-masing divisi tersebut? Jawab:

Gambar

Gambar 1.5.2
Gambar 5.1 (1) Sosialisasi pada tanggal 15 Desember 2014 di lapangan merdeka
Gambar 5.2 (D1) Buku Panduan dan Flayer Manfaat Tambahan
Gambar 5.4 A Tertanggal 21 April 2015
+2

Referensi

Dokumen terkait

(1) how lexical density progresses among and within the selected English textbooks, (2) how lexical variation progresses among and within the selected English

Efek berkelanjutan (multilier effect) dari pembentukan karakter positif anak akan dapat terlihat, seperti yang digambarkan oleh Jan Wallander, “Kemampuan sosial dan emosi pada

Dari sisi lingkungan, penemuan ini merupakan terobosan besar dalam teknologi pulping dan bleaching dan diharapkan mampu menjawab permasalahan lingkungan yang ditimbulkan oleh

Methodology – The method that used to gather the information for this research is loyalty-based survey on the parent of children that buying Mc Donald`s Happy Meal and

Peluang emprik merupakan rasio dari hasil yang dimaksud dengan semua hasil yang mungkin pada suatu eksprimen lebih dari satu.Dalam suatu percobaan dimana setiap hasil memunyai

Sehubungan dengan Persetujuan Hasil Evaluasi Kualifikasi dari General Manager Nomor : CL.PM.06.191 tanggal 27 April 2016, dengan ini kami sampaikan PENGUMUMAN

Hal tersebut dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan oleh Ivana pada tahun 2014 di Rumah Sakit Umum Prima Medika Pemalang yang mengemukakan bahwa RS Prima

As time moves on, and as our perceived need for future scale draws near, we move to (I)mplementing our designs within our software.We reduce our scope in terms of scale needs to