• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Juridis Terhadap Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Ponografi Terhadap Perlindungan Anak Sebagai objek Tindakan Pornografi (Child Pornography)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kajian Juridis Terhadap Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Ponografi Terhadap Perlindungan Anak Sebagai objek Tindakan Pornografi (Child Pornography)"

Copied!
121
0
0

Teks penuh

(1)

Lampiran

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 44 TAHUN 2008

TENTANG

PORNOGRAFI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

a. bahwa negara Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila

dengan menjunjung tinggi nilai-nilai moral, etika, akhlak mulia, dan

kepribadian luhur bangsa, beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha

Esa, menghormati kebinekaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,

dan bernegara, serta melindungi harkat dan martabat setiap warga negara;

b. bahwa pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi semakin

berkembang luas di tengah masyarakat yang mengancam kehidupan dan

tatanan sosial masyarakat Indonesia;

c. bahwa peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pornografi yang

ada saat ini belum dapat memenuhi kebutuhan hukum serta perkembangan

masyarakat;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf

b, dan huruf c perlu membentuk Undang-Undang tentang Pornografi;

Mengingat :

Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28B ayat (2), Pasal 28J ayat(2), dan Pasal 29

(2)

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

1. Pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar

bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya

melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka

umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar

norma kesusilaan dalam masyarakat.

2. Jasa pornografi adalah segala jenis layanan pornografi yang disediakan oleh

orang perseorangan atau korporasi melalui pertunjukan langsung, televisi

kabel, televisi teresterial, radio, telepon, internet, dan komunikasi elektronik

lainnya serta surat kabar, majalah, dan barang cetakan lainnya.

3. Setiap orang adalah orang perseorangan atau korporasi, baik yang berbadan

hukum maupun yang tidak berbadan hukum.

4. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun.

5. Pemerintah adalah Pemerintah Pusat yang dipimpin oleh Presiden Republik

Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik

Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945.

6. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat

(3)

Pasal 2

Pengaturan pornografi berasaskan Ketuhanan Yang Maha Esa, penghormatan

terhadap harkat dan martabat kemanusiaan, kebinekaan, kepastian hukum,

nondiskriminasi, dan perlindungan terhadap warga negara.

Pasal 3

Undang-Undang ini bertujuan:

a. mewujudkan dan memelihara tatanan kehidupan masyarakat yang beretika,

berkepribadian luhur, menjunjung tinggi nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha

Esa, serta menghormati harkat dan martabat kemanusiaan;

b. menghormati, melindungi, dan melestarikan nilai seni dan budaya, adat

istiadat, dan ritual keagamaan masyarakat Indonesia yang majemuk;

c. memberikan pembinaan dan pendidikan terhadap moral dan akhlak

masyarakat;

d. memberikan kepastian hukum dan perlindungan bagi warga negara dari

pornografi, terutama bagi anak dan perempuan; dan

e. mencegah berkembangnya pornografi dan komersialisasi seks di masyarakat.

BAB II

LARANGAN DAN PEMBATASAN

Pasal 4

(1) Setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak,

menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor,

menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi

yang secara eksplisit memuat:

a. persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang;

b. kekerasan seksual;

c. masturbasi atau onani;

(4)

e. alat kelamin; atau

f. pornografi anak.

(2) Setiap orang dilarang menyediakan jasa pornografi yang:

a. menyajikan secara eksplisit ketelanjangan atau tampilan yang

mengesankan ketelanjangan;

b. menyajikan secara eksplisit alat kelamin;

c. mengeksploitasi atau memamerkan aktivitas seksual; atau

d. menawarkan atau mengiklankan, baik langsung maupun tidak langsung

layanan seksual.

Pasal 5

Setiap orang dilarang meminjamkan atau mengunduh pornografi sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1).

Pasal 6

Setiap orang dilarang memperdengarkan, mempertontonkan, memanfaatkan,

memiliki, atau menyimpan produk pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal

4 ayat (1), kecuali yang diberi kewenangan oleh peraturan perundang-undangan.

Pasal 7

Setiap orang dilarang mendanai atau memfasilitasi perbuatan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 4.

Pasal 8

Setiap orang dilarang dengan sengaja atau atas persetujuan dirinya menjadi objek

atau model yang mengandung muatan pornografi.

Pasal 9

Setiap orang dilarang menjadikan orang lain sebagai objek atau model yang

(5)

Pasal 10

Setiap orang dilarang mempertontonkan diri atau orang lain dalam pertunjukan

atau di muka umum yang menggambarkan ketelanjangan, eksploitasi seksual,

persenggamaan, atau yang bermuatan pornografi lainnya.

Pasal 11

Setiap orang dilarang melibatkan anak dalam kegiatan dan/atau sebagai objek

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 8, Pasal 9, atau

Pasal 10.

Pasal 12

Setiap orang dilarang mengajak, membujuk, memanfaatkan, membiarkan,

menyalahgunakan kekuasaan atau memaksa anak dalam menggunakan produk

atau jasa pornografi.

Pasal 13

(1) Pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi yang memuat selain

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) wajib mendasarkan pada

peraturan perundang-undangan.

(2) Pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan di tempat dan dengan cara khusus.

Pasal 14

Ketentuan mengenai syarat dan tata cara perizinan pembuatan, penyebarluasan,

dan penggunaan

Produk pornografi untuk tujuan dan kepentingan pendidikan dan pelayanan

kesehatan dan pelaksanaan ketentuan Pasal 13 diatur dengan Peraturan

(6)

BAB III

PERLINDUNGAN ANAK

Pasal 15

Setiap orang berkewajiban melindungi anak dari pengaruh pornografi dan

mencegah akses anak terhadap informasi pornografi.

Pasal 16

(1) Pemerintah, lembaga sosial, lembaga pendidikan, lembaga keagamaan,

keluarga, dan/atau masyarakat berkewajiban memberikan pembinaan,

pendampingan, serta pemulihan sosial, kesehatan fisik dan mental bagi setiap

anak yang menjadi korban atau pelaku pornografi.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan, pendampingan, serta pemulihan

sosial, kesehatan fisikdan mental sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur

dengan Peraturan Pemerintah.

BAB IV PENCEGAHAN

Bagian Kesatu Peran Pemerintah

Pasal 17

Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib melakukan pencegahan pembuatan,

penyebarluasan, dan penggunaan pornografi.

Pasal 18

Untuk melakukan pencegahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, Pemerintah

berwenang:

a. Melakukan pemutusan jaringan pembuatan dan penyebarluasan produk

pornografi atau jasa pornografi, termasuk pemblokiran pornografi melalui

(7)

b. Melakukan pengawasan terhadap pembuatan, penyebarluasan, dan

penggunaan pornografi; dan

c. melakukan kerja sama dan koordinasi dengan berbagai pihak, baik dari dalam

maupun dari luar negeri, dalam pencegahan pembuatan, penyebarluasan,m dan

penggunaan pornografi.

Pasal 19

Untuk melakukan pencegahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, Pemerintah

Daerah berwenang:

a. melakukan pemutusan jaringan pembuatan dan penyebarluasan produk

pornografi atau jasa pornografi, termasuk pemblokiran pornografi melalui

internet di wilayahnya;

b. melakukan pengawasan terhadap pembuatan, penyebarluasan, dan

penggunaan pornografi di wilayahnya;

c. melakukan kerja sama dan koordinasi dengan berbagai pihak dalam

pencegahan pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi di

wilayahnya; dan

d. mengembangkan sistem komunikasi, informasi, dan edukasi dalam rangka

pencegahan pornografi di wilayahnya.

Bagian Kedua Peran Serta Masyarakat Pasal 20

Masyarakat dapat berperan serta dalam melakukan pencegahan terhadap

pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi.

Pasal 21

(1) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dapat

dilakukan dengan cara:

a. melaporkan pelanggaran Undang-Undang ini;

(8)

c. melakukan sosialisasi peraturan perundang- undangan yang mengatur

pornografi; dan

d. melakukan pembinaan kepada masyarakat terhadap ahaya dan dampak

pornografi.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a an huruf b

dilaksanakan sesuai dengan ketentuan eraturan perundang-undangan.

Pasal 22

Masyarakat yang melaporkan pelanggaran sebagaimana imaksud dalam Pasal 21

ayat (1) huruf a berhak mendapat erlindungan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang- ndangan.

BAB V

PENYIDIKAN, PENUNTUTAN, DAN PEMERIKSAAN DI SIDANG PENGADILAN

Pasal 23

Penyidikan, penuntutan,dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap

pelanggaran pornografi dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang tentang

Hukum Acara Pidana, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini.

Pasal 24

Di samping alat bukti sebagaimana diatur dalam Undang- Undang tentang Hukum

Acara Pidana, termasuk juga alat bukti dalam perkara tindak pidana meliputi

tetapi tidak terbatas pada:

a. barang yang memuat tulisan atau gambar dalam bentuk cetakan atau bukan

cetakan, baik elektronik, optik, maupun bentuk penyimpanan data lainnya; dan

b. data yang tersimpan dalam jaringan internet dan saluran komunikasi lainnya.

Pasal 25

(1) Untuk kepentingan penyidikan, penyidik berwenang membuka akses,

(9)

komputer, jaringan internet, media optik, serta bentuk penyimpanan data

elektronik lainnya.

(2) Untuk kepentingan penyidikan, pemilik data, penyimpan data, atau penyedia

jasa layanan elektronik berkewajiban menyerahkan dan/atau membuka data

elektronik yang diminta penyidik.

(3) Pemilik data, penyimpan data, atau penyedia jasa layanan elektronik setelah

menyerahkan dan/atau membuka data elektronik sebagaimana dimaksud pada

ayat (2) berhak menerima tanda terima penyerahan atau berita acara

pembukaan data elektronik dari penyidik.

Pasal 26

Penyidik membuat berita acara tentang tindakan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 25 dan mengirim turunan berita acara tersebut kepada pemilik data,

penyimpan data, atau penyedia jasa layanan komunikasi di tempat data tersebut

didapatkan.

Pasal 27

(1) Data elektronik yang ada hubungannya dengan perkara yang sedang diperiksa

dilampirkan dalam berkas perkara.

(2) Data elektronik yang ada hubungannya dengan perkara yang sedang diperiksa

dapat dimusnahkan atau dihapus.

(3) Penyidik, penuntut umum, dan para pejabat pada semua tingkat pemeriksaan

dalam proses peradilan wajib

(4) merahasiakan dengan sungguh-sungguh atas kekuatan sumpah jabatan, baik isi

maupun informasi data elektronik yang dimusnahkan atau dihapus.

BAB VI PEMUSNAHAN Pasal 28

(10)

(2) Pemusnahan produk pornografi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilakukan oleh penuntut umum dengan membuat berita acara yang

sekurang-kurangnya memuat:

a. nama media cetak dan/atau media elektronik yang menyebarluaskan

pornografi;

b. nama, jenis, dan jumlah barang yang dimusnahkan;

c. hari, tanggal, bulan, dan tahun pemusnahan; dan

d. keterangan mengenai pemilik atau yang menguasai barang yang

dimusnahkan.

BAB VII

KETENTUAN PIDANA

Pasal 29

Setiap orang yang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan,

menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan,

memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6

(enam) bulan dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling

sedikit Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak

Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).

Pasal 30

Setiap orang yang menyediakan jasa pornografi sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 4 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan

paling lama 6 (enam) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit

Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak

(11)

Pasal 31

Setiap orang yang meminjamkan atau mengunduh pornografi sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 5 dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat)

tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar

rupiah).

Pasal 32

Setiap orang yang memperdengarkan, mempertontonkan, memanfaatkan,

memiliki, atau menyimpan produk pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal

6 dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana

denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

Pasal 33

Setiap orang yang mendanai atau memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 7 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan

paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit

Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp7.500.000.000,00

(tujuh miliar lima ratus juta rupiah).

Pasal 34

Setiap orang yang dengan sengaja atau atas persetujuan dirinya menjadi objek

atau model yang mengandung muatan pornografi sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 8 dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau

pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Pasal 35

Setiap orang yang menjadikan orang lain sebagai objek atau model yang

mengandung muatan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dipidana

dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 12 (dua

belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus

(12)

Pasal 36

Setiap orang yang mempertontonkan diri atau orang lain dalam pertunjukan atau

di muka yang menggambarkan ketelanjangan, eksploitasi seksual,

persenggamaan, atau yang bermuatan pornografi lainnya sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 10 dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun

dan/atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Pasal 37

Setiap orang yang melibatkan anak dalam kegiatan dan/atau sebagai objek

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dipidana dengan pidana yang sama dengan

pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, Pasal 30, Pasal 31, Pasal 32, Pasal

34, Pasal 35, dan Pasal 36, ditambah 1/3 (sepertiga) dari maksimum ancaman

pidananya.

Pasal 38

Setiap orang yang mengajak, membujuk, memanfaatkan, membiarkan,

menyalahgunakan kekuasaan, atau memaksa anak dalam menggunakan produk

atau jasa pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dipidana dengan

pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun

dan/atau pidana denda paling sedikit Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta

rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

Pasal 39

Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, Pasal 30, Pasal 31, Pasal

32, Pasal 33, Pasal 34, Pasal 35, Pasal 36, Pasal 37, dan Pasal 38 adalah kejahatan.

Pasal 40

(1) Dalam hal tindak pidana pornografi dilakukan oleh atau atas nama suatu

korporasi, tuntutan dan penjatuhan pidana dapat dilakukan terhadap korporasi

(13)

(2) Tindak pidana pornografi dilakukan oleh korporasi apabila tindak pidana

tersebut dilakukan oleh orang-orang, baik berdasarkan hubungan kerja

maupun berdasarkan hubungan lain, bertindak dalam lingkungan korporasi

tersebut, baik sendiri maupun bersama-sama.

(3) Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap suatu korporasi, korporasi

tersebut diwakili oleh pengurus.

(4) Pengurus yang mewakili korporasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat

diwakili oleh orang lain.

(5) Hakim dapat memerintahkan pengurus korporasi supaya pengurus korporasi

menghadap sendiri di pengadilan dan dapat pula memerintahkan pengurus

korporasi supaya pengurus tersebut dibawa ke sidang pengadilan.

(6) Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap korporasi, panggilan untuk

menghadap dan penyerahan surat panggilan tersebut disampaikan kepada

pengurus di tempat tinggal pengurus atau di tempat pengurus berkantor.

(7) Dalam hal tindak pidana pornografi yang dilakukan korporasi, selain pidana

penjara dan denda terhadap pengurusnya, dijatuhkan pula pidana denda

terhadap korporasi dengan ketentuan maksimum pidana dikalikan 3 (tiga) dari

pidana denda yang ditentukan dalam setiap pasal dalam Bab ini.

Pasal 41

Selain pidana pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (7), korporasi

dapat dikenai pidana tambahan berupa:

a. pembekuan izin usaha;

b. pencabutan izin usaha;

c. perampasan kekayaan hasil tindak pidana; dan

(14)

BAB VIII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 42

Untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan Undang- Undang ini, dibentuk

gugus tugas antardepartemen, kementerian, dan lembaga terkait yang

ketentuannya diatur dengan Peraturan Presiden.

Pasal 43

Pada saat Undang-Undang ini berlaku, dalam waktu paling lama 1 (satu) bulan

setiap orang yang memiliki atau menyimpan produk pornografi sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) harus memusnahkan sendiri atau menyerahkan

kepada pihak yang berwajib untuk dimusnahkan.

Pasal 44

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan

perundang-undangan yang mengatur atau berkaitan dengan tindak pidana pornografi

dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang- Undang

ini.

Pasal 45

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang

mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan

(15)

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2008 NOMOR 181

PENJELASAN ATAS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008

TENTANG PORNOGRAFI

I. UMUM

Negara Republik Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan

Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

dengan menjunjung tinggi nilai-nilai moral, etika, akhlak mulia, dan kepribadian

luhur bangsa, beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, menghormati

kebinekaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta

melindungi harkat dan martabat setiap warga negara.

Globalisasi dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,

khususnya teknologi informasi dan komunikasi, telah memberikan andil terhadap

meningkatnya pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi yang

memberikan pengaruh buruk terhadap moral dan kepribadian luhur bangsa

Indonesia sehingga mengancam kehidupan dan tatanan sosial masyarakat

Indonesia. Berkembangluasnya pornografi di tengah masyarakat juga

mengakibatkan meningkatnya tindak asusila dan pencabulan.

Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia telah

mengisyaratkan melalui Ketetapan MPR RI Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika

Kehidupan Berbangsa mengenai ancaman yang serius terhadap persatuan dan

kesatuan bangsa dan terjadinya kemunduran dalam pelaksanaan etika kehidupan

berbangsa, yang salah satunya disebabkan oleh meningkatnya tindakan asusila,

pencabulan, prostitusi, dan media pornografi, sehingga diperlukan upaya yang

sungguh-sungguh untuk mendorong penguatan kembali etika dan moral

(16)

Pengaturan pornografi yang terdapat dalam peraturan perundang-

undangan yang ada, seperti Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP),

Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pers, Undang-Undang Nomor 32

Tahun 2002 tentang Penyiaran, dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002

tentang Perlindungan Anak kurang memadai dan belum memenuhi kebutuhan

hukum serta perkembangan masyarakat sehingga perlu dibuat undang-undang

baru yang secara khusus mengatur pornografi.

Pengaturan pornografi berasaskan Ketuhanan Yang Maha Esa,

penghormatan terhadap harkat dan martabat kemanusiaan, kebinekaan, kepastian

hukum, nondiskriminasi, dan perlindungan terhadap warga negara. Hal tersebut

berarti bahwa ketentuan yang diatur dalam Undang- Undang ini adalah:

1. menjunjung tinggi nilai-nilai moral yang bersumber pada ajaran agama;

2. memberikan ketentuan yang sejelas-jelasnya tentang batasan dan larangan

yang harus dipatuhi oleh setiap warga negara serta menentukan jenis sanksi

bagi yang melanggarnya; dan

3. melindungi setiap warga negara, khususnya perempuan, anak, dan generasi

muda dari pengaruh buruk dan korban pornografi.

Pengaturan pornografi dalam Undang-Undang ini meliputi (1) pelarangan

dan pembatasan pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi; (2)

perlindungan anak dari pengaruh pornografi; dan (3) pencegahan pembuatan,

penyebarluasan, dan penggunaan pornografi, termasuk peran serta masyarakat

dalam pencegahan.

Undang-Undang ini menetapkan secara tegas tentang bentuk hukuman dari

pelanggaran pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi yang

disesuaikan dengan tingkat pelanggaran yang dilakukan, yakni berat, sedang, dan

ringan, serta memberikan pemberatan terhadap perbuatan pidana yang melibatkan

anak. Di samping itu, pemberatan juga diberikan terhadap pelaku tindak pidana

yang dilakukan oleh korporasi dengan melipatgandakan sanksi pokok serta

(17)

Untuk memberikan perlindungan terhadap korban pornografi,

Undang-Undang ini mewajibkan kepada semua pihak, dalam hal ini negara, lembaga

sosial, lembaga pendidikan, lembaga keagamaan, keluarga, dan/atau masyarakat

untuk memberikan pembinaan, pendampingan, pemulihan sosial, kesehatan fisik

dan mental bagi setiap anak yang menjadi

korban atau pelaku pornografi.

Berdasarkan pemikiran tersebut, Undang-Undang tentang Pornografi

diatur secara komprehensif dalam rangka mewujudkan dan memelihara tatanan

kehidupan masyarakat Indonesia yang beretika, berkepribadian luhur, dan

menjunjung tinggi nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, serta menghormati

harkat dan martabat setiap warga negara.

II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1

Cukup jelas.

Pasal 2

Cukup jelas.

Pasal 3

Perlindungan terhadap seni dan budaya yang termasuk cagar budaya diatur

berdasarkan undang-undang yang berlaku.

Pasal 4

Ayat (1) Yang dimaksud dengan "membuat" adalah tidak termasuk untuk dirinya

sendiri dan kepentingan sendiri.

Huruf a Yang dimaksud dengan "persenggamaan yang menyimpang" antara lain

persenggamaan atau aktivitas seksual lainnya dengan mayat, binatang, oral seks,

anal seks, lesbian, dan homoseksual.

Huruf b Yang dimaksud dengan ”kekerasan seksual” antara lain persenggamaan

yang didahului dengan tindakan kekerasan (penganiayaan) atau mencabuli dengan

paksaan atau pemerkosaan.

(18)

Huruf d Yang dimaksud dengan "mengesankan ketelanjangan” adalah suatu

kondisi seseorang yang menggunakan penutup tubuh, tetapi masih menampakkan

alat kelamin secara eksplisit.

Huruf e Cukup jelas.

Huruf f Pornografi anak adalah segala bentuk pornografi yang melibatkan anak

atau yang melibatkan orang dewasa yang berperan atau bersikap seperti anak.

Ayat (2) Cukup jelas.

Pasal 5

Yang dimaksud dengan “mengunduh” (down load) adalah mengambil fail dari

jaringan internet atau jaringan komunikasi lainnya.

Pasal 6

Larangan "memiliki atau menyimpan" tidak termasuk untuk dirinya sendiri dan

kepentingan sendiri. Yang dimaksud dengan "yang diberi kewenangan oleh

perundang- undangan" misalnya lembaga yang diberi kewenangan menyensor

film, lembaga yang mengawasi penyiaran, lembaga penegak hukum, lembaga

pelayanan kesehatan atau terapi kesehatan seksual, dan lembaga pendidikan.

Lembaga pendidikan tersebut termasuk pula perpustakaan, laboratorium, dan

sarana pendidikan lainnya. Kegiatan memperdengarkan, mempertontonkan,

memanfaatkan, memiliki, atau menyimpan barang pornografi dalam ketentuan ini

hanya dapat digunakan di tempat atau di lokasi yang disediakan untuk tujuan

lembaga yang dimaksud.

Pasal 7

Cukup jelas.

Pasal 8

Ketentuan ini dimaksudkan bahwa jika pelaku dipaksa dengan ancaman atau

diancam atau di bawah kekuasaan atau tekanan orang lain, dibujuk atau ditipu

daya, atau dibohongi oleh orang lain, pelaku tidak dipidana.

Pasal 9

(19)

Pasal 10

Yang dimaksud dengan "pornografi lainnya" antara lain kekerasan seksual,

masturbasi, atau onani.

Ayat (1) Yang dimaksud dengan "pembuatan" termasuk memproduksi, membuat,

memperbanyak, atau menggandakan. Yang dimaksud dengan "penyebarluasan"

termasuk menyebarluaskan, menyiarkan, mengunduh, mengimpor, mengekspor,

menawarkan memperjualbelikan, menyewakan, meminjamkan, atau menyediakan.

Yang dimaksud dengan "penggunaan" termasuk memperdengarkan,

mempertontonkan, memanfaatkan, memiliki, atau menyimpan. Frasa "selain

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1)" dalam ketentuan ini misalnya

majalah yang memuat model berpakaian bikini, baju renang, dan pakaian olahraga

pantai, yang digunakan sesuai dengan konteksnya.

Ayat (2) Yang dimaksud dengan "di tempat dan dengan cara khusus" misalnya

penempatan yang tidak dapat dijangkau oleh anak-anak atau pengemasan yang

tidak menampilkan atau menggambarkan pornografi.

Pasal 14

Cukup jelas.

Pasal 15

Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah sedini mungkin pengaruh pornografi

terhadap anak dan ketentuan ini menegaskan kembali terkait dengan perlindungan

terhadap anak yang ditentukan dalam Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2003

tentang Perlindungan Anak.

Pasal 16

Cukup jelas.

Pasal 17

(20)

Pasal 18

Huruf a Yang dimaksud dengan "pemblokiran pornografi melalui internet" adalah

pemblokiran barang pornografi atau penyediaan jasapornografi.

Huruf b Cukup jelas.

Huruf c Cukup jelas.

Pasal 19

Huruf a Yang dimaksud dengan "pemblokiran pornografi melalui internet" adalah

pemblokiran barang pornografi atau penyediaan jasa pornografi.

Huruf b Cukup jelas.

Huruf c Cukup jelas.

Huruf d Cukup jelas.

Pasal 20

Cukup jelas.

Pasal 21

Ayat (1) Yang dimaksud dengan "peran serta masyarakat dilaksanakan sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan" adalah agar masyarakat tidak

melakukan tindakan main hakim sendiri, tindakan kekerasan, razia (sweeping),

atau tindakan melawan hukum lainnya.

Ayat (2) Cukup jelas.

Pasal 22

Yang dimaksud dengan “penyidik” adalah penyidik pejabat Polisi Negara

Republik Indonesia sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang

Hukum Acara Pidana dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang

(21)
(22)

Pasal 41

Cukup jelas.

Pasal 42

Cukup jelas.

Pasal 43

Cukup jelas.

Pasal 44

Cukup jelas.

Pasal 45

(23)

DAFTAR PUSTAKA

Armando, Ade. Mengupas Batas Pornogra,. Kementrian Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia. Jakarta 2004

Aziz, Aminah. Aspek Hukum Perlindungan Hukum. USU Press. Medan.1989

Chazawi, Adam. Tindak Pidana Mengenai Kesopanan. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. 2005

Hamzah. Pornografi dalam Hukum Pidana. Bina Mulia. Jakarta. 1987

H.M. Ridwan & Ediwarman. Asas-Asas Kriminolog. USU Press. Medan. 1994

Lesmana, Tjipta. Pornografi Dalam Media Massa Cet.I. PT. Penebar Swadaya. Jakarta. 1995

Nusantri, Abu Abdurrahman. Menepis Godaan Pornografi. PT Dddarul Falah. Jakarta. 2005

Oemar seno Adji. Mass Media dan Hukum.Cet.II. Erlangga. Jakarta. 1997

P.A.F Lamintang. Delik-Delik Khusus, Tindak Pidana Melanggar Norma Kesusilaan dan Norma Kepatutan. Bandar Maju. Bandung. 1990

Sa’abah, Marzuki Umar. Perilaku Suku Menyimpang & Seksualitas Kontemporer Umat Islam Cet.I. SU Press. Yogyakarta. 2000

Tanya & Jawab Tentang Eksploitasi Seksual Komersial Anak Sebuah Buku Saku Informasi oleh ECPAT Internasional. RESTU Printing. Indonesia. 2006

Uzman, Datuk Hukum Adat . Bina Sarana Balai Pemnas SU, Medan, 1984

Dani.K. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Dilengkapi dengan EYD Terbaru Untuk SD, SMP, SMU, Mahasiswa & Umum. Putra Harsa. Surabaya 2002

Kamus :

(24)

Kitab Perundang-Undangan

R. Soesilo. KUH Pidana Serta Komentar-Komentar Lengkap Pasal Demi Pasal. Politea. Bogor. 1986

:

R. Subekti. KUH Perdata (Burgelijk Wetboek) dengan Tambahan Undang-Undang Pokok Agraria dan Undang-Undang-Undang-Undang Perkawinan. Pradnya Paramitha. Jakarta. 1984

Undang-Undang Pornografi dan Penjelasannya Dilengkapi Dengan Pendapat-Pendapat Pro Kontra. Indonesiatera. Yogyakarta. 2008

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers

UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran

http://www.indonesiamedia.com

Situs Internet :

http://hukumonline.com

(25)

BAB III

PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK YANG MENJADI OBJEK PORNOGRAFI DALAM UU NO 44 TAHUN 2008 TENTANG

PORNOGRAFI

A. DAMPAK PORNOGRAFI

Di Indonesia, perkembangan zaman yang seiring dengan perkembangan

ilmu pengetahuan menimbulkan berbagai masalah dan ancaman baru bagi anak

baik secara fisik maupun psikis. Media internet yang dapat dengan mudah diakses

oleh siapapun, tidak jarang menyajikan hal-hal yang tidak sepatutnya diketahui

oleh seorang anak, seperti situs porno. Bahkan, tontonan sehari-hari dan film-film

kartun yang seharusnya khas dunia anak mulai dibumbui dengan ucapan-ucapan

yang tidak patut. Tragisnya, di zaman sekarang ini, anak tidak lagi bertindak

sebagai penonton saja, namun juga turut menjadi pelaku. Kemudahan mengakses

materi pornografi menyebabkan anak dapat mencontoh aktivitas seksual sesuai

dengan adegan yang ditontonnya.

Tidak hanya itu saja, bahkan ada gambar atau film serta video yang

menjadikan anak sebagai model aktivitas seksual. Anak yang dijadikan model

pornografi mengalami kerusakan perkembangan fisik dan psikis yang dapat

mengahancurkan masa depannya. Mereka seringkali menjadi rendah diri bahkan

mendapat masalah kesehatan mental yang parah. Terlebih lagi, mereka umumnya

dikucilkan oleh masyarakat lingkungannya, dan diberi label sebagai anak yang

tidak bermoral bahkan kehilangan haknya untuk memeproleh pendidikan.

Pornografi anak yang menyebar luas akan meningkatkan berbagai kekerasan

(26)

Secara umum, ada beberapa dampak buruk yang timbul sebagai akibat

kebiasaan mengonsumsi produk-produk pornografi, yaitu sebagai berikut :45

1. Pornografi itu cenderung menyiksa diri

Jika suguhan seperti itu tetap setia ditonton, sedang kecil kemungkinan bisa

menikmati benda aslinya, sudah tentau akan merasa tersiksa.

2. Pornografi itu pendakian tanpa ujung

Pornografi akan terus mengajak kita mendaki, tanpa bisa berharap kelak akan

sampai ke puncak. Jangan pernah berfikir bahwa produk-produk itu akan

habis. Jika satu seri produk habis, akan segera muncul seri-seri bnerikutnya.

Jika satu bentuk sudah membosankan, akan segera muncul bentuk-bentuk lain.

3. Media pornografi akan menguras uang Anda

Seandainya Anda telah membelanjakan seluruh uang yang anda miliki untuk

membeli produk-produk pornografi, tidak berarti petualangan untuk memburu

nikmat seks sesaat akan berakhir. Para pedagang pornografi punya 1001

macam cara untuk menguras uang kita.

4. Pornografi akan menjatuhkan harga diri

Sebagian besar produk pornografi dinikmati secar sembunyi-sembunyi. Sekali

Anda ketahuan sedang asyik bergumul dengan benda-benda pornografi, harga

diri Anda akan jatuh.

5. Pornografi bisa menuntun seseorang menrjuni praktek seks bebas atau

pelacuran.

45

(27)

Kemudian ada pendapat lain mengatakan bahwa dampak pornografi

lainnya adalah :46

1. Pornografi memberi makan pada “keinginan mata” dan “keinginan daging”

yang tidak akan pernah terpuaskan. Pornografi hanya akan membuat

‘penontonnya’ minta tambah, tambah, dan tambah lagi. Dengan mudah,

pornografi memperbudak orang akan nafsunya dan membuka pintu terhadap

segala jenis kejahatan seperti kemarahan, penyiksaaan, kekerasan, kepahitan,

kebohongan, iri hati, pemaksaan, dan keegoisan. Kekuatan tersembunyi

dibalik pornografi akan menunjukkan dirinya pada saat orang yang sudah

terlibat berusaha menghentikan kebiasaannya. Tanpa bantuan, biasanya orang

itu tidak berdaya untuk lepas.

2. Pornografi membuat cara berpikir seseorang menjadi penuh dengan seks

semata. Pikiran seks akan menguasai alam bawah sadar mereka. Gambar

berbau seks akan melekat pada otak mereka, sehingga pada saat seseorang

memutuskan untuk berhenti melihat pornografi-pun, gambar-gambar yang

pernah ia lihat dimasa lalu akan bertahan sampai beberapa tahun bahkan

selama-lamanya.

3. Pornografi menjadi ajang promosi terhadap praktik seksual yang

menyimpang. Contohnya, situs porno internet biasanya terhubung dengan

situs porno yang lebih progresif seperti homoseks, pornografi anak, seks

dengan hewan, perkosaan, seks dengan kekerasan dan lainnya. Ini akan

(28)

mencoba. Dengan demikian, makin banyaklah perilaku seks menyimpang di

masyarakat.

4. Pornografi membuat seseorang terpicu untuk lebih suka melayani diri sendiri

dibanding orang lain. Masturbasi/onani adalah contohnya. Ini adalah tindakan

pemenuhan nafsu pribadi yang bisa membuat seseorang sulit menerima dan

memberi cinta yang sebenarnya pada orang lain. Pornografi biasanya

membuat orang kecanduan masturbasi/onani.

5. Pornografi akan membawa seseorang terhadap penggunaan waktu dan uang

dengan sangat buruk. Sedikit ada waktu luang atau uang lebih, akan

dihabiskan untuk memuaskan hawa nafsunya.

6. Dengan sering melihat situs porno atau membeli film/majalah porno,

orang-orang tersebut mendukung perkembangan industri pornografi yang biasanya

dikelola oleh “kejahatan terorganisir” yang mencari dana dengan cara haram.

7. Terbiasa melihat pornografi akan merusak hubungan orang tersebut dengan

lingkungannya, dalam hal ini keluarga atau orang-orang terdekatnya. Pada

hubungan pacaran, hubungan yang berkembang menjadi tidak sehat. Orang

yang terlibat pornografi akan menyalahkan kekasihnya pada tindakan-tindakan

seksual yang mereka lakukan. Padahal masalah itu terdapat pada pribadinya

sendiri, dan pasangannya adalah si ‘korban’. Pada pasangan yang telah

menikah, ini akan memicu ketidakpuasan seksual dan praktik seksual yang

menyimpang sehingga mengarah ke arah ketidakharmonisan keluarga, bahkan

(29)

8. Dalam banyak kasus, pornografi membuat seseorang kehilangan daya

kerjanya. Yang tadinya aktif dan kreatif bisa menjadi tidak fokus dalam

pekerjaan.

9. Pornografi dapat merusak hubungan seksual dengan pasangan karena terbiasa

membayangkan orang lain dalam hubungan seksual. Imajinasi adalah salah

satu efek pornografi yang sangat kuat. Nilai dan kemurnian seksual

sesungguhnya menjadi rusak.

10.Melihat pornografi akan membuat seseorang menjadi sering berbohong. Orang

yang terikat pornografi akan menyimpan kebiasaannya ini sebagai rahasia,

sehingga dengan berbohong ia dapat menyembunyikan rasa malunya dan

menghindari kritik dari lingkungannya. Kemanapun ia pergi, ia akan

cenderung memakai ‘topeng’.

11.Pornografi akan membawa seseorang pada konsekuensi spiritual yang serius.

Tekanan dan kebingungan akan memenuhi hidupnya. Pornografi membawa

kekuatan jahat yang akan mengontrol dan mendominasi pemirsanya. Sekali

saja seseorang melihat pornografi, itu akan membawanya semakin dalam.

Nilai moral yang benar makin lama makn pudar, sehingga timbul standar

ganda yang membingungkan.

Secara khusus, pornografi bukan hanya berdampak pada orang dewasa,

pornografi juga memberikan beberapa dampak negatif terhadap anak yaitu :47

(30)

1. Pelecehan seksual

Setelah melihat tayangan pornografi, biasanya orang yang bersangkutan

lalu mencari cara untuk melampiaskan dorongan seksnya. Nah anak usia dini

adalah individu yang sangat rentan terhadap pelecehan seksual, apalagi di

Indonesia sendiri pendidikan seks untuk anak bagi sebagian besar orangtua masih

tabu dan belum waktunya diberikan. Hasilnya anak sering menjadi korban

pelampiasan seks oleh orang disekitarnya terutama yang dekat dengan anak,

seperti kasus diatas ternyata pelecehan dilakukan sendiri oleh paman korban.

Selain karena mudah dimanfaatkan, anak juga tidak tahu bahwa organ vital

seharusnya tidak boleh ditunjukkan pada orang lain.

2. Penyimpangan seksual

Anak balita atau anak usia dini yang belum waktunya sudah melihat

adegan atau tayangan hubungan intim suami istri atau tayangan –tanyangan porno

lainnya, dan tidak ketahuan orangtua sehingga tidak langsung diberi pemahaman

(dengan bahasa yang mudah dipahami anak tentu saja) ketika dewasa kelak bisa

mengalami penyimpangan seksual, karena yang ada dalam benak anak adegan itu

jorok, sakit, seram dan lain-lain.

3. Sulit konsentrasi

Bagaimana bisa konsentrasi kalau yang ada dalam pikiran anak adalah

pikiran-pikiran kotor. Belum lagi kalau anak belum paham sehingga yang ada

dalam otak anak adalah berbagai pertanyaan seputar adegan atau tayangan porno

yang baru dia lihat. Ingat, konteksnya anak usia dini. Mana ada sih anak balita

(31)

otak maka untuk menghapus akan sangat sulit. Kenapa ? Karena seks merupakan

kebutuhan dasar manusia. Anak yang sudah menemukan kenikmatan seks

sebelum waktunya dan tertanam secara mendalam dalam pikirannya akan sulit

untuk dihilangkan. Kasihan kan padahal masa depannya masih panjang, masih

banyak dibutuhkan konsentrasi dalam hidupnya.

4. Tidak percaya diri

Anak bisa saja jadi tidak percaya diri, kenapa? Karena frame yang dia lihat

dari maraknya tayangan TV atau bahkan lingkungan disekitarnya, ” kalau mau

cantik dan punya banyak teman ya harus berpakaian terbuka ”, ” kalau berpakaian

tertutup kuper gak gaul, ndeso ”. Besok-besok anak akan muncul PD-nya ketika

berpakaian minim dan terbuka.

5. Menarik Diri

Anak yang mengalami pelecehan seksual atau kekerasan seksual biasanya

cenderung menarik diri, tertutup dan minder. Apalagi kalau orangtua tidak segera

mencari bantuan psikolog dan cenderung menyalahkan anak, memarahi atau

menggunakan kekerasan. Dimasa depan bisa saja kemudian anak akan sangat

membenci orang dengan jenis kelamin tertentu karena mengingatkan pada

kejadian seram masa kecilnya.

6.Meniru

Anak usia dini adalah peniru ulung, apa yang dia lihat dan apa yang dia

dengar dari orang dewasa dan lingkungannya akan ditiru. Anak kan belum tahu

mana yang benar atau mana yang salah, mana yang boleh dan mana yang tidak

(32)

baik untuk ditiru. Bisa dibayangkan kan kalau isi tayangan TV, adegan porno di

internet, HP, kelakuan orang-orang ditempat umum yang tidak bermoral ditiru

mentah-mentah oleh anak?

Beberapa dampak yang telah diuraikan tersebut, sudah semestinya menjadi

ancaman besar bagi perkembangan norma agama dan norma kesusilaan di negara

kita. Dalam hal ini, pornografi merupakan sarana yang paling besar pengaruhnya

bagi kehancuran akhlak generasi muda.

Dapat disimpulkan bahwa pengaruh pornografi terhadap orang-orang yang

mengonsumsinya bertingkat, dipengaruhi oleh berbagai situasi dan kondisi. Paling

tidak ada lima tingkat pengaruhh, yaitu sebagai berikut :48

a. Pengaruh paling kecil, pornografi akan mendorong seseorang berfantasi

tentang hubungan seks dengan wanita. Karena tingkat birahi lebih

tinggi, seseorang ingin memuaskan hal itu, namun ketika sarana-sarana

ke arah kepuasan itu tidak ada, dia hanya mampu berfantasi

(berkhayal).

b. Pornografi mendorong praktek seks bebas. Laki-laki dan perempuan

yang terikat hubungan pacaran (atau hal-hal serupa itu), kemudian

mereka gemar mengonsumsi media-media pornografi, besar

kemungkinan mereka akan melakukan hubungan seks bebas, sekali atau

lebih. Dalam banyak kasus, produk-produk pornografi kerp menjadi

sumber ide-ide mesum sebelum pasangn muda-mudi melakukan

hubungan seks liar.

48

(33)

c. Pornografi mendorong seseorang mencari pemuasan dengan

wanita-wanita pelacur. Jika pada kasus seperti poin “b” perbuatan seks liar

dilakukan dengan pacar, maka dalam kasus ini seks bebas dilakukan

dengan “mitra komersial”, yaitu wanita pelacur. Ketika birahi sudah

tinggi, lalu kesempatan melakukan seks bebas dengan pacar tertutup, hal

itu bisa mendorong seseorang berfikir mencari wanita sewaan untuk

diajak berbuat mesum. Tindakan seperti itu terutama ditempuh oleh

laki-laki yang mempunyai uang.

d. Pornografi akan memicu kekrasan seksual. Dalam kondisi tertentu,

pornografi memicu tindakan kekerasan seksual (pemerkosaan) terhadap

wanita. Dari media-media, kekrasan seperti itu dilakukan oleh laki-laki,

sejak usia anak-anak sampai kakek-kakek. Menurut banyak laporan,

pelaku tindakan-tindakan kekerasan ini rata-rata orang yang dekat

dengan korban.

e. Pornorafi mendorong penyimpangan orientasi seksual. Selain

keburukan-keburukan seperti di atas, pornografi juga bisa mendorong

penyimpangan orientasi kekerasan seksual. Melalui mediapornografi

bisa muncul pedofilia (hubungan seks dengan anak-anak), sodomi

(hubungan seks melalui anus), homoseksual, lesbian, bahkan hubungan

seks dengan binatang. Ide-ide penyimpangan itu sepenuhnya diilhami

(34)

B. BENTUK-BENTUK TINDAKAN PENCEGAHAN PORNOGRAFI ANAK

Pornografi anak di Indonesia saat ini semakin marak dan semakin

mengkhawatirkan. Kekhawatiran ancaman pornografi terhadap anak yang

demikian besar tersebut bila tidak dicermati akan dapat merusak moral anak

Indonesia. Akibatnya, akan banyak anak Indonesia yang terbius oleh pesona

pornografi sehingga perkembangan mental dan moralnya akan mengganggu

kualitas hidup dan prestesinya. Pornografi anak termasuk tindakan eksploitasi

seksual komersial anak yaitu penggunaan seorang anak untuk tujuan-tujuan

seksual guna menapatkan uang, barang atau jasa kebaikan bagi pelaku eksploitasi,

perantara atau agen dan orang-orang lain yang mendapatkan keuntungan dari

eksploitasi seksual terhadap anak. Dalam eksploitasi seksual komersial anak,

seorang anak tidak hanya menjadi sebuah objek seks tetapi juga sebuah komoditas

yang membuatnya berbeda dalam hal intervensi.49

Eksploitasi seksual komersial anak dalam bentuk apapun termasuk

pornografi anak sangat membahayakan hak-hak seorang anak untuk menikmati

masa remaja mereka dan kemampuan mereka untuk hidup produktif, berharga dan

bermartabat. Tindakan tersebut dapat mengakibatkan dampak-dampak yang

serius, seumur hidup, bahkan mengancam nyawa dan jiwa anak sehubungan

dengan perkembangan-perkembangan fisik, psikologis, spiritual, emosional dan

sosial serta kesejahteraannya. Walaupun dampaknya bervariasi berdasarkan pada

49 Tanya & Jawab Tentang Eksploitasi Seksual Komersial Anak Sebuah Buku Saku

(35)

situasi-situasi yang dihadapi anak-anak dan tergantung pada berbagai faktor

seperti tahap perkembangan dan sifat lamanya serta bentuk kekerasan, tetapi

semua anak yang mengalami eksploitasi seksual dan komersial akan menderita

berbagai dampak negatif.50

Perlu diingat, gambaran moral anak Indonesia saat ini sangat menentukan

kualitas hidup bangsa Indonesia di masa yang akan datang. Oleh sebab itu

diperlukan tindakan pencegahan untuk membatasi penyebaran pornografi di

Indonesia. Dalam Pasal 15 Bab III tentang Perlindungan Anak UU No. 44 Tahun

2008 tentang Pornografi dikatakan bahwa : “Setiap orang berkewajiban

melindungi anak dari pengruh pornografi dan mencegah akses anak terhadap

informasi pornografi”.

Lebih lanjut lagi, Bab IV UU No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi

mengatur secara khusus tentang pencegahan pornografi termasuk pornografi anak

yang dibagi atas peran pemerintah dan masyarakat. Peran pemerintah tersebut

diatur dalam Pasal 17 sampai Pasal 19.

Pasal 17

Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib melakukan pencegahan pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi.

Pasal 18

(36)

a. melakukan pemutusan jaringan pembuatan dan penyebarluasan produk pornografi atau jasa pornografi, termasuk pemblokiran pornografi melalui internet;

b. melakukan pengawasan terhadap pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi; dan

c. melakukan kerja sama dan koordinasi dengan berbagai pihak, baik dari dalam maupun dari luar negeri, dalam pencegahan pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi.

Pasal 19

Untuk melakukan upaya pencegahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, Pemerintah Daerah berwenang :

a. melakukan pemutusan jaringan pembuatan dan penyebarluasan produk pornografi atau jasa pornografi, termasuk pemblokiran pornografi melalui internet di wilayahnya;

b. melakukan pengawasan terhadap pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi di wilayahnya;

c. melakukan kerja sama dan koordinasi dengan berbagai pihak dalam pencegahan pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi di wilayahnya; dan

d. mengembangkan system komunikasi, informasi, dan edukasi dalam rangka pencegahan pornografi di wilayahnya.

Kemudian mengenai peran serta masyarakat diatur dalam Pasal 20 sampai

dengan Pasal 22 UUU No. 44 Tahun 2008 tersebut.

Pasal 20

Masyarakat dapat berperan serta dalam melakukan pencegahan terhadap pembuatan, penyebarluasan, da penggunaan pornografi.

Pasal 21

(1) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dapat dilakukan dengan cara :

a. melaporkan pelanggar Undang-Undang ini; b. melakukan gugatan perwakilan ke pengadilan;

c. melakukan sosialisasi peraturan perundang-undangan yang mengatur pornografi;

(37)

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 22

Masyarakat yang melaporkan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf a berhak mendapat perlindungan berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan ketentuan pasal-pasal tersebut, dapat dilihat bahwa UU No 44

Tahun 2008 tentang Pornografi tidak hanya memuat pasal-pasal larangan tetapi

memuat pula peran serta masyarakat dan pemerintah untuk mencegah

penyebarluasan pornografi. Pasal 15 dikatakan “Setiap orang berkewajiban

melindungi anak dari pengaruh pornografi dan mencegah akses anak terhadap

pornografi”. Selanjutnya, dalam ketentuan umum pada Pasal 1 yang dimaksud

dengan Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun.

Untuk usia di bawah 18 tahun, akses pornografi oleh anak-anak kemungkinan

dilakukan lewat Internet, dan tempat yang mudah dijangkau adalah Warnet. Bagi

pemilik dan pengelola warnet berkewajiban mengawasi dan mencegah akses

pornografi lewat internet, misalnya mengatur posisi komputer agar menyulitkan

pengunjung warnet untuk mengakses situs porno, menggunakan software

antipornografi, dan upaya lainnya.

Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib melakukan pencegahan

pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi dengan cara melakukan

pemutusan jaringan pembuatan dan penyebarluasan produk pornografi atau jasa

pornografi, termasuk pemblokiran melalui internet. Pemerintah daerah berwenang

mengembangkan edukasi misalnya penyuluhan ke sekolah-sekolah tentang bahaya

(38)

mencegah penyebarluasan pornografi dengan melaporkan pelanggaran,

melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang pornografi dan upaya

pencegahannya. Peran serta masyarakat harus sesuai peraturan

perundang-undangan yang berlaku, maksudnya masyarakat tidak boleh melakukan tindakan

main hakim sendiri, tindakan kekerasan, razia (sweeping), atau tindakan melawan

hukum lainnya, hal ini ditegaskan dalam Bagian Penjelasan UU Pornografi.

Selain pemerintah daerah dan pusan serta masyarakat, untuk melaksanakan

UU No 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, Aparat Penegak Hukum memiliki

kewenangan untuk mencegah dan memberantas penyebaran produk pornografi.

Berbagai upaya dapat dilakukan diantaranya melakukan razia (sweeping) di

berbagai tempat termasuk pengguna komputer untuk memeriksa keberadaan

produk pornografi, menindak para pembuat website pornografi, melakukan

penyuluhan tentang bahaya pornografi dan sanksi pidana. Kewenangan Aparat

tersebut dipertegas dalam Pasal 25 UU Pornografi tentang penyidikan bahwa

penyidik berwenang membuka akses, memeriksa file komputer, jaringan internet,

media optik, serta bentuk penyimpanan data elektronik lainnya. Pemilik data atau

penyimpan data atau penyedia jasa layanan elektronik wajib menyerahkan atau

membuka data elektornik yang diminta oleh Penyidik.51

51

(39)

C. PENEGAKAN DAN PERLINDUNGAN HAK ANAK YANG MENJADI OBJEK PORNOGRAFI MENURUT UU NO. 44 TAHUN 2008 TENTANG PORNOGRAFI

Undang-Undang No 44 Tahun 2008 tentang Pornografi adalah suatu

produk hukum berbentuk Undang-Undang yang mengatur mengenai pornografi.

Undang-Undang ini disahkan menjadi Undang-Undang dalam Sidang Paripurna

DPR RI pada tanggal 30 Oktober 2008. Namun, aturan hukum ini sejak awal

sudah memancing kontroversi yang demikian besar di berbagai lapisan

masyarakat baik sebelum maupun sesudah disahkan. Beberapa di antaranya

adalah :

1. Ketua Umum Pucuk Pimpinan (PP) Muslimat Nahdlatul Ulama (NU)

Khofifah Indar Parawansa mengatakan, Undang-Undang Pornografi

diperlukan untuk menyelamatkan anak-anak dari bahaya pornografi. Menurut

Khofifah, pornografi sangat mudah diakses anak-anak baik di tayangan

televisi maupun diinternet. Karena itu dia mengusulkan agar Departemen

Pendidikan Nasional (Depdiknas) dan Departemen Komunikasi dan

Informatika (Depkominfo) diberi kewenangan khusus dalam

RancanganUndang-Undang Pornografi. “Untuk mengawasi dan mengontrol

situs-situs porno yang sering muncul di berbagai sarana multi media SD

hingga SMA” ujarnya. Mantan Menteri Pemberdayaan Perempuan ini juga

mengatakan, RUU Pornografi harus disesuaikan dengan berbagai peraturan

perundang-undangan lain yang sudah ada. Seperti dengan UUD 1945 agar

(40)

2. Sejumlah seniman, agamawan, dan aktivis yang tergabung dalam Komponen

Rakyat Bali (KRB) menolak rencana pengesahan Rancangan Undang-Undang

Anti Pornografi sebagai pengganti RUU Anti Pornografi dan Pornoaksi.

Menurut I Gusti Ngurah Harta, koordinator Komponen Rakyat Bali (KBR),

RUU Pornografi akan menggoyahkan keberadaan Indonesia sebagai bangsa

yang plural, serta memiliki aneka kebudayaan dan standar yang berbeda dalam

penilaian pornografi. “Sejumlah symbol suci dalam agama Hindu bahkan

menampilkan ketelanjangan sebagai hal yang wajar dan alamiah dalam

kehidupan manusia” tegas tokoh spiritual Bali itu. RUU tersebut juga dinilai

berpotensi mengekang kreativitas seniman yang menganggap ketelanjangan

sebagai inspirasi karya seni. RUU ini juga dinilai telah mendiskriminasikan

kaum perempuan, karena perempuan jadi pihak yang paling bisa disalahkan.53

3. Majelis Ulama Indonesia (MUI) mendesak DPR segera mensahkan

Rancangan Undang-Undang Pornografi. Ketua MUI Amidhan Shaberah

mengatakan, pihak-pihak yang menentang pengesahannya berarti menentang

penyelamatan bangsa dari pengikisan moral. Pengesahan tersebut sesuai

dengan tujuan moral dan dasar Negara Pancasila. Berbagai kejahatan

pornografi sudah memprihatinkan dan merusak budaya serta moral bangsa.

Dengan adanya undang-undang yang mengatur, maka ada komponen yang

menyelamatkan bangsa dari keterpurukan dan kehancuran. Forum meghargai

53

(41)

Bhineka Tunggal Ika yang mengandung muatan-muatan positif demi

terbangunnya nilai-nilai etika.54

4. Rancangan Undang-Undang (RUU) Pornografi bisa mengganggu etika dan

estetika seni termasuk kesenian daerah di Indonesia yang beragam. “Karena

itu rencana Pemerintah untuk mengesahkan RUU Pornografi harus

benar-benar jelas mengenai batas-batasnya. Sehinga setelah disahkan jangan sampai

UU tersebut mengekang kesenian masyarakat negeri ini” kata Widodo, M.Sn.,

dosen Jurusan Seni Drama, Tari dan Musik Universitas Negeri Semarang

(Unnes). Menurut Widodo, RUU Pornografi secara umum memang sangat

bagus, yaitu usaha Pemerintah guna membina moral bangsa Indonesia menuju

kepada moral yang baik. Namun, pada dasarnya masalah moral itu bukan

diatur oleh negara, tetapi moral itu kesadaran dari pribadi masing-masing,

selain itu RUU ini bisa memecah kesatuan Bangsa Indonesia. “Bangsa kita ini

bangsa yang majemuk, bukan terdiri dari satu golongan saja. Jika dalam RUU

tersebut terdapat butir-butir yang mengancam kesatuan bangsa ini, maka

hendaknya perlu dikaji ulang.55

5. Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan)

kembali menyuarakan penolakan terhadap RUU Pornografi yang telah diubah

tiga kali draftnya. Menurut Ketua Subkomisi Pengembangan Sistem

Pemulihan Komnas Perempuan, Azriana, draft terakhir RUU Pornografi

memang telah diubah redaksionalnya, tetapi yang menjadi sorotan bukan pasal

per pasal, karena RUU ini secara fundamental bermasalah karena

54

(42)

pembentukannya berdasar paradigma yang keliru. Paradigma yang keliru

tersebut, karena pornografi yang menjadi titik utama RUU ini diletakkan

dalam kerangka moralitas, bukan dalam bingkai melindungi perempuan dan

anak terhadap kekerasan dan eksploitasi seksual.56

6. Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsudin mengatakan,

Muhammadiyah menyambut baik disahkannya Rancangan Undang-Undang

(RUU) Pornografi menjadi Undang-Undang. UU Pornografi diperlukan untuk

menghentikan maraknya aksi pornografi dan pornoaksi baik yang dilakukan

langsung oleh masyarakat maupun melalui media massa yang mengarah

kepada liberalisme. “Kita sepakat pornografi adalah perusak moral bangsa ini

dan masyarakat kita, maka harus ada langka-langkah yang dilakukan untuk

menghentikan semua itu yakni melalui UU tersebut,” katanya.57

7. Menteri Agama Maftuh Basyuni mengatakan setuju atas pengesahan RUU

Pornografi. Menurutnya, RUU ini nondiskriminasi tanpa menimbulkan

perbedaan ras, suku, dan agama. Substansi RUU juga dirasa tepat dan defenisi

dirasa sangat jelas. RUU ini untuk melindungi masyarakat dan sebagai tindak

lanjut UU perlindungan anak dan penyiaran.58

8. Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, Meutia Hatta mengatakan, tidak

ada alasan untuk menolak UU Pornografi yang baru saja disahkan oleh DPR,

karena sudah banyak korban terutama dari kalangan perempuan dan anak-anak

akibat pornografi tersebut. “Undang-Undang ini untuk melindungi bangsa dari

dampak pornografi, jadi tidak ada alas an untuk menolak. Saya tidak tahu apa

56

http://www.kompas.com/edisi-17-oktober-2008, diakses tanggal 14 April 2009

57

http://www.antaranews.com/edisi-30-0ktober-2008 diakses tanggal 14 April 2009

58

(43)

alasan mereka menolak karena seharusnya dengan fakta kasus yang ada, sudah

cukup menggugah untuk membuat undang-undang ini.”59

9. Kekhawatiran banyak pihak soal munculnya dampak negatif hingga

disintegrasi bangsa terkait disahkannya UU Pornografi, dinilai terlalu

berlebihan karena UU ini tidak membatasi atau menghilangkan keragaman

budaya yang ada di Indonesia . Penegasan ini disampaikan Menteri

Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Muhammad Nuh, terkait

munculnya Pro Kontra di masyarakat soal keberadaan UU Pornografi tersebut.

“Masyarakat tidak usah terlalu khawatir tentang kabar adanya penyatuan

budaya atau hilangnya ragam budaya daerah karena munculnya UU

Pornografi. Kabar seperti itu tidak betul,” katanya. “Bahkan, UU ini justru

melindungi keberagaman adapt istiadat, ritual agama dan seni budaya yang

ada di masyrakat,” tambah Nuh. “UU Pornografi dibuat dengan tujuan untuk

menyelamatkan moral masyarakat, bangsa dan negara,” tegasnya.60

10.Pengesahan RUU Pornografi oleh DPR Kamis minggu lalu, masih

menyisakan pro-kontra. Kali ini kelompok yang kontra datangnya dari

Persekutuan Gereja-Gereja Kristen Provinsi Papua Barat dan Ketua DPRD

Provinsi Papua. Mereka menolak pengesahan undang-undang tersebut. Dalam

pertemuan ini, Koordinator Persekutuan Gereja-Gereja Papua Barat Andrikus

Mofu mengancam akan keluar dari Negara Kesatuan Republik Indonesia

(NKRI) jika tuntutan mereka terhadap UU Pornografi tidak segera dipenuhi.

Menurutnya, apabila undang-undang ini dilaksanakan di tanah Papua, akan

(44)

menimbulkan gejolak sosial dan konflik yang mengarah kepada pelanggaran

hak asasi manusia. Selain itu, undang-undang ini bisa mematikan seni,

budaya, suku dan bangsa Papua. Menurut Andrikus, rumusan Pasal 1 angka 1

dan 2 UU No. 44 Tahun 2008 tentang POrnografi sangat identik dengan

masyarakat adat Papua. Berdasarkan catatannya, ada 265 (dua ratus enam

puluh lima) suku masyarakat adat Papua yang memiliki tradisi, adat istiadat,

seni dan budaya yang melekat dalam tatanan nilai-nilai kehidupan.61

11.Mantan Presiden KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) kembali menegaskan

sikapnya bahwa dirinya sangat setuju dan mendukung sikap penolakan

terhadap pornografi, namun tidak harus dibarengi dengan melahirkan sebuah

UU. Meskipun, membuat UU merupakan hak negara, namun pada prinsipnya

bagaimana menyikapi pornografi merupakan hak dasar setiap anggota

masyarakat. Menurut Gus Dur, saat ini memang ada pihak-pihak yang tak

setuju dengan kebhinekaan dengan cara menganjurkan Rancangan

Undang-Undang Anti Pornografi dan Pornoaksi (RUU APP). Menurut mantan Ketua

Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) tersebut, siapa pun yang

menginginkan RUU ini berarti dia menentang UUD 1945 karena UUD 1945

menyerahkan sepenuhnya urusan pornografi kepada ahlak, kepada

masyarakat, kepada agama, dan bukan kepada negara.62

Dari berbagai pendapat tersebut, dapat dilihat bahwa berbagai pihak

mendukung RUU ini karena ancaman tergerusnya moral bangsa ini oleh paparan

61

http://hukumonline.com/edisi-4-november-2008 diakses tanggal 14 April 2009

62

(45)

pornografi dan pornoaksi semakin mengkhawatirkan. Sebaliknya, berbagai pihak

merasa khawatir kalau kemunculan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008

tentang Pornografi ini akan mengusik kepentingan profesionalitas, budaya, sosial

dan ekonomi. Bila disimak lebih cermat dengan segala kelebihan dan

kekurangannya, mungkin UU No 44 Tahun 2008 tentang Pornografi ini

berkontribusi dalam melindungi kepentingan hak anak yang terabaikan.

Kontroversi tersebut seharusnya dapat lebih diminimalkan bila harus melihat

kepentingan yang lebih besar yaitu untuk melindungi moral bangsa dari ancaman

pornografi terutama usia anak.

Pengaturan pertama tentang Pornografi Anak dalam UU No. 44 Tahun

2008 tentang Pornografi terdapat dalam Pasal 4 ayat (1) huruf f yang dalam

penjelasannya mengatakan bahwa Pornografi Anak adalah segala bentuk

pornografi yang melibatkan anak atau yang melibatkan orang dewasa yang

berperan atau bersikap seperti anak.

Bukan hanya mengatur mengenai pengertian Pornografi Anak, namun

dalam UU No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dalam Bab III diatur secara

khusus tentang Perlindungan Anak yang terdiri dari Pasal 15 dan 16.

Pasal 15

Setiap orang berkewajiban melindungi anak dari pengaruh pornografi dan mencegah akses anak terhadap informasi pornografi.

Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah sedini mungkin pengaruh

pornografi terhadap anak dan ketentuan ini menegaskan kembali terkait dengan

perlindungan terhadap anak yang ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 23

(46)

Pasal 16

(1) Pemerintah, lembaga sosial, lembaga pendidikan, lembaga keagamaan, keluarga, dan/atau masyarakat berkewajiban memberikan pembinaan, pendampingan , serta pemulihan sosial, kesehatan fisik dan mental bagi setiap anak yang menjadi korban atau pelaku pornografi.

(2) Ketentuan mengenai pembinaan, pendampingan, serta pemulihan sosial, kesehatan fisik dan mental sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Ketentuan ini sangat bermanfaat bagi perlindungan anak yang menjadi

korban pornografi anak mengingat anak-anak yang telah dijadikan model

pornografi akan mengalami gangguan dan kerusakan perkembangan fisik dan

psikis yang dapat menghancurkan masa depan anak. Sebab, mereka seringkali

menjadi rendah diri bahkan mendapat masalah kesehatan mental yang parah.

Terlebih lagi, mereka umumnya dikucilkan oleh masyarakat di lingkungannya

bahkan kehilangan hak untuk memperoleh pendidikan.

Lebih lanjut, dalam Bab II mengenai Larangan dan Pembatasan UU

Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dinyatakan secara tegas untuk tidak

melibatkan anak dalam setiap aspek pornografi terlebih sebagai objek. Misalnya:

a. Pasal 4 ayat(1) huruf f yang isinya memuat larangan memproduksi, membuat,

memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor,

mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau

menyediakn pornografi yang secara eksplisit memuat pornografi anak;

b. Pasal 11 yang isinya melarang melibatkan anak dalam kegiatan dan/atau

(47)

c. Pasal 12 yang isinya melarang mengajak, membujuk, memanfatkan,

membiarkan, menyalahgunakan kekuasaan atau memaksa anak dalam

menggunakan produk pornografi.

Jika ketentuan tersebut dilanggar, Undang-Undang No. 44 Tahun 2008

tentang Pornografi ini menetapkan secara tegas tentang bentuk hukuman dari

pelanggaran pembuatan, penyebarluasan, dan pengunaan pornografi yang

disesuaikan dengan tingkat pelanggaran yang dilakukan yakni berat, sedang dan

ringan, serta memberikan pemberatan tehadap perbuatan pidana yang melibatkan

anak. Contohnya : Pasal 37dan Pasal 38 UU No. 44 Tahun 2008.

Gambaran moral anak Indonesia saat ini sangat menentukan kualitas hidup

masa depan bangsa ini. Harus dimaklumi, penerapan UU No 44 Tahun 2008

tentang Pornografi ini pasti disertai kekhawatiran terhadap kelangsungan budaya,

sosial, adat istiadat dan ekonomi yang terkorbankan. Tetapi, seharusnya

kekhawatiran tersebut pasti dapat dipecahkan melalui jalan keluar yang lebih

bijaksana. Kekhawatiran yang berlebihan tersebut mungkin dapat disikapi dengan

bijak bila melihat dampak buruk pornografi yang mengancam generasi muda

bangsa Indonesia. Kalaupun akhirnya, kekhawatiran tersebut tidak bisa

dikesampingkan, mungkin dibutuhkn pengorbanan dari beberapa pihak yang

merasa dirugikan untuk dilakukan evaluasi dalam satu kurun waktu tertentu. Bila

memang kekhawatiran itu benar-benar terjadi, maka Pemerintah harus

(48)

Judicial Review dan amandemen Undang-Undang bila terjadi masalah yang lebih

berat.

Tetapi semua pihak harus dapat berfikir positif dan lebih bijak dalam

menyikapinya. Tampaknya sejauh ini mungkin tidak ada aturan positif yang

malah merugikan. Kalaupun itu terjadi mungkin harus dikaji lebih arif bahwa

benturan itu terjadi karena perilaku tersebut tidak sesuai dengan harkat dan

martabat manusia yang beragama. Jangan sampai kontroversi yang terjadi di

tengah-tengah masyarakat membuat kita tidak menyadari bahwa harapan anak

Indonesia terhadap UU No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi untuk melindungi

(49)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

1. Sebelum diberlakukannya UU nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, ketentuan pornografi sudah terlebih dahuludiatur dalam Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana (Pasal 282, 283 dan 283bis), UU No. 36 Tahun 1999

tentang Telekomunikasi, UU no 40 Tahun 1999 tentang Pers, UU no 23 Taun

2002 tentang Perlindungan Anak dan UU No. 32 Tahun 2002 tentang

Penyiaran. Namun keseluruhan peraturan perundang-undangan ini tidak

memuat keetntuan yang jelas bagi tindak pidana pornografi. Kemudian

dikeluarkanlah UU No 44 Tahun 2008 tentang Pornografi yang tidak hanya

mengatur mengenai pornografi secara umum namun juga mengatur

perlindungan anak dari tindakan pornografi anak. UU ini disahkan tanggal 30

Oktober 2008 yang terdiri dari 8 (delapan) Bab dan 45 (empat puluh lima)

Pasal. Namun sedari awal UU no 44 Tahun 2008 ini sudah memanciong

kontoversi yang demikian besar di kalangan masyarakat. Ada pihak yang

mendukung dengan alasan terancamnya moral bangsa oleh paparan

pornografi. Sebaliknya, berbagai pihak khawatir lahirnya UU ini

mengakibatkan terkikisnya kepentingan ptrofesionalitas, budaya, sosial, dan

terutama ekonimi menjadi terancam.

2. Di Indonesia, perkembangan zaman yang seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan menimbulkan berbagai masalah dan ancaman baru bagi anak

(50)

diakses oleh siapapun, tidak jarang menyajikan hal-hal yang tidak sepatutnya

diketahui oleh seorang anak, seperti situs porno. Tragisnya, di zaman sekarang

ini, anak tidak lagi bertindak sebagai penonton saja, namun juga turut menjadi

pelaku. Kemudahan mengakses materi pornografi menyebabkan anak dapat

mencontoh aktivitas seksual sesuai dengan adegan yang ditontonnya.

Pornografi anak yang menyebar luas akan meningkatkan berbagai kekerasan

seksual terhadap anak yang dilakukan oleh orang dewasa atau oleh sesama

anak. Secara khusus, pornografi bukan hanya berdampak pada orang dewasa,

pornografi juga memberikan beberapa dampak negatif terhadap anak yaitu :

1. Pelecehan seksual

2. Penyimpangan seksual

3. Sulit konsentrasi

4. Tidak percaya diri

5. Menarik Diri

6. Meniru

Pornografi anak di Indonesia saat ini semakin marak dan semakin

mengkhawatirkan. Kekhawatiran ancaman pornografi terhadap anak yang

demikian besar tersebut bila tidak dicermati akan dapat merusak moral anak

Indonesia. Akibatnya, akan banyak anak Indonesia yang terbius oleh pesona

pornografi sehingga perkembangan mental dan moralnya akan mengganggu

kualitas hidup dan prestesinya. Perlu diingat, gambaran moral anak Indonesia saat

ini sangat menentukan kualitas hidup bangsa Indonesia di masa yang akan datang.

Referensi

Dokumen terkait

“Setiap Badan Publik wajib menyediakan Informasi Publik setiap saat meliputi seluruh informasi lengkap yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala” [4.27]

Tujuan penelitian ini adalah membuat sistem pakar yang dapat digunakan untuk mendiagnosa penyakit menular pada anjing yang disebabkan oleh infeksi bakteri dan

Sebagai pendidik profesional, seorang guru yang telah memiliki kompetensi yang dipersyaratkan serta telah memenuhi kualifikasi pendidik yang ditentukan wajib melakukan

Dengan munculnya beberapa motif baru ini menimbulkan beberapa masalah yang menarik untuk diteliti yaitu mengenai penerapan sumber ide pada batik Sendang dalam

[7] berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kadar bioetanol dari biji buah nangka (Artocarpus heterophyllus) dengan proses hidrolisis asam sulfat 1M

Sebagai media hiburan, televisi menyediakan hiburan untuk pengalihan perhatian dan sarana relaksasi serta meredakan ketegangan – ketegangan sosial Program acara

Dalam jangka pendek, jika pemberian otonomi tidak diikuti dengan langkah lanjutan yang bersifat konstruktif dari pemerintah pusat maupun daerah, maka implikasinya terhadap

development of teachers of technology and vocational generally have qualified education (S1) or D IV in accordance with the Act of teachers and professors, even quite a lot that