• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penempatan Tandan Kosong Kelapa Sawit dan Aplikasi Bioaktivator Pada Lubang Biopori dan Rorak di Kebun Kelapa Sawit

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Penempatan Tandan Kosong Kelapa Sawit dan Aplikasi Bioaktivator Pada Lubang Biopori dan Rorak di Kebun Kelapa Sawit"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

PENEMPATAN TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT DAN APLIKASI BIOAKTIVATOR PADA LUBANG BIOPORI DAN RORAK

DI KEBUN KELAPA SAWIT

T E S I S

SAKIAH 097001003

AGROEKOTEKNOLOGI

SEKOLAH PASCA SARJANA FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PENEMPATAN TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT DAN APLIKASI BIOAKTIVATOR PADA LUBANG BIOPORI DAN RORAK

DI KEBUN KELAPA SAWIT

T E S I S

SAKIAH 097001003

AGROEKOTEKNOLOGI

Tesis Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Pertanian Pada Program Pasca Sarjana Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara Medan

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI PROGRAM PASCASARJANA

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Penelitian : Penempatan Tandan Kosong Kelapa Sawit dan Aplikasi Bioaktivator Pada Lubang Biopori dan Rorak di Kebun Kelapa Sawit

N a m a : Sakiah

No. Pokok : 097001003

Program Studi : Agroekoteknologi

Menyetujui : Komisi Pembimbing

Prof. DR. Ir. Abdul Rauf, MP

Ketua Anggota

DR. Ir. Chairani Hanum, MS

Ketua Program Studi Dekan Fakultas Pertanian

Prof. DR. Ir. Abdul Rauf, MP Prof. DR. Ir. Darma Bakti, MS

(4)

Telah Diuji Pada Tanggal :

5 Juli 2012

PANITIA PENGUJI TESIS :

Ketua

:

Prof. DR. Ir. Abdul Rauf, MP

Anggota

:

DR. Ir. Chairani Hanum, MS

Penguji

:

1. DR. Ir. Hamidah Hanum, MP

(5)

ABSTRACT

Sakiah. Placement of Empty Fruit Bunches of Oil Palm and Application of Bio-activators in Biopore and Rorak In The Field. The purpose of this research to find alternative land conservation techniques that are used as the placement of empty fruit bunches and test bioactivator more effective to accelerate the rate of decomposition empty fruit bunches of oil palm.

The experiment was conducted in June to December 2011 at Kwala Bekala, subdistrict Pancur Batu, Deli Serdang regency, North Sumatra Province. The research method used is the Group Randomized Factorial design, factor I: Placement of oil palm empty fruit bunches (T) consists of T1: Disc; T2: Biopori and T3: Rorak and factor II: Bioactivator (B) consists of B0: Without bioactivator; B1 : Bioactivator 1 and B2

The results indicate that the placement of empty fruit bunches of oil palm decreased significantly affect C / N ratio of empty fruit bunches, a very real effect on reducing soil bulk density and increased of C soil organic, but not significant effect on soil water content, the N-total , P - available and K-exchangeable in the soil. Giving bioactivator very real effect on reducing C / N ratio of empty fruit bunches, but no real effect on C-Organic, bulk density, water content, the N-total, P-availabe and K-exchangable. Interaction treatment of placement empty fruit bunches of oil palm and application of bioactivator real effect of all the variables are not observed.

: Bioactivator 2.

Obtained from this study that the application of empty fruit bunches of oil palm on biopore better than the rorak, and bioactivator 2 (Azospirilium, Aspergillus, Actynomicetes, Lactobacillus and Pseudomonas) are better than bioactivator 1 (Trichoderma and Aspergillus)

(6)

ABSTRAK

Sakiah. Penempatan Tandan Kosong Kelapa Sawit dan Aplikasi Bio-aktivator Pada Lubang Biopori dan Rorak Di Kebun Kelapa Sawit. Tujuan penelitian ini mencari alternatif teknik konservasi tanah yang digunakan sebagai penempatan tandan kosong kelapa sawit dan menguji bioaktivator yang lebih efektif untuk mempercepat laju dekomposisi tandan kosong kelapa sawit.

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Desember 2011 di Kwala Bekala, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang, Propinsi Sumatera Utara. Metode Penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok Faktorial, faktor I : Penempatan tandan kosong kelapa sawit (T) terdiri dari T1 : Piringan; T2 : Biopori dan T3 : Rorak dan faktor II : Bioaktivator (B) terdiri dari B0 : Tanpa bioaktivator; B1 : Bioaktivator 1 dan B2

Hasil Penelitian menunjukkan bahwa penempatan tandan kosong kelapa sawit berpengaruh nyata terhadap penurunan rasio C/N tandan kosong kelapa sawit, berpengaruh sangat nyata terhadap penurunan bulk density tanah dan peningkatan C-organik tanah namun berpengaruh tidak nyata terhadap kadar air tanah, N-total, P-tersedia dan K-tukar tanah. Pemberian bioaktivator berpengaruh sangat nyata terhadap penurunan rasio C/N tandan kosong kelapa sawit namun berpengaruh tidak nyata terhadap C-Organik, bulk density, kadar air, N-total, P-tersedia dan K-tukar tanah. Interaksi perlakuan penempatan tandan kosong kelapa sawit dan aplikasi bioaktivator berpengaruh tidak nyata terhadap semua variabel yang diamati.

: Bioaktivator 2.

Dari penelitian ini diperoleh bahwa aplikasi tandan kosong kelapa sawit pada biopori lebih baik dibanding pada rorak dan piringan dan bioaktivator 2 (Azospirilium, Aspergilus, Actynomicetes, Lactobasilus dan Pseudomonas) lebih baik dibanding bioaktivator 1 (Trichoderma dan Aspergillus)

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesempatan dan rahmat-Nya bagi penulis dalam menyelesaikan tesis yang berjudul Penempatan Tandan Kosong Kelapa Sawit dan Aplikasi Bioaktivator Pada Lubang Biopori dan Rorak Di Kebun Kelapa Sawit. Tesis merupakan salah satu syarat untuk mendapat gelar Magister Pertanian pada Program Studi Agroekoteknologi, Program Pascasarjana Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Pada kesemptana ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. DR. Abdul Rauf, MP selaku ketua komisi pembimbing dan Ibu DR. Chairani Hanum, MS, selaku anggota komisi pembimbing yang telah bersedia menjadi pembimbing dalam menyelesaikan tesis ini.

Terima kasih juga penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tesis ini, baik saat pelaksanaan penelitian, analisis data maupun berupa saran, literatur, dukungan secara moril dan materil.

Medan, Juli 2012

(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillah, Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesempatan dan rahmat-Nya kepada penulis dalam menyelesaikan tesis pada Program Studi Agroekoteknologi, Program Pascasarjana Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. DR. Ir. Abdul Rauf, MP selaku ketua komisi pembimbing dan Ibu DR. Ir. Chairani Hanum, MS selaku anggota yang telah membimbing dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini, terima kasih kepada Bapak dan Ibu yang selalu meluangkan waktunya bagi penulis sehingga penyelesaian tesis ini berjalan lancar. Terima kasih kepada Ibu DR. Ir. Hamidah Hanum, MP, DR. Ir. Lolie Agustina, M.Si dan Ir. T. Sabrina M. Agr, Sc selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan saran dan bimbingan yang sangat berarti bagi penulis dalam menyelesaikan tesis ini. Terima kasih penulis sampaikan kepada Dekan Fakultas Pertanian USU Bapak Prof. DR. Ir. Darma Bakti, MS, segenap staf pengajar yang telah membawa wawasan dan memberikan ilmu pengetahuan yang sangat berharga serta seluruh civitas akademik yang telah mendukung kelancaran studi bagi penulis.

(9)

Terima kasih penulis sampaikan kepada PTPN II yang telah banyak membantu memfasilitasi bahan dan memberikan informasi dalam menyelesaikan penelitian ini.

Ucapan terima kasih yang tidak terhingga penulis haturkan kepada suami tercinta Ahmad Arif Usman, SP, putri dan putra tercinta Fina Hilmiya Usman dan Fariz Abimanyu Usman yang telah membuka kesempatan bagi penulis untuk melanjutkan pendidikan Program Pascasarjana dan dengan sepenuh hati memberikan motivasi dan dukungan secara fisik maupun moril kepada penulis. Tidak terlupa ungkapan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada kedua orang tua tercinta Syarifuddin Nst dan Suraidah yang selalu membimbing dan mengarahkan penulis dalam menjalani dan menyelesaikan pendidikan ini dan terima kasih juga penulis sampaikan kepada keluarga besar Bapak Ngadiman (alm) yang telah banyak membantu dan memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan pendidikan ini.

Kepada rekan – rekan seperjuangan di STIPAP Giyanto, STP, Guntoro, SP dan Arnold Lbn Gaol, ST, terima kasih atas segala perhatian dan bantuan yang telah diberikan, tetap semangat menuju sukses-bahagia. Kepada rekan – rekan

seangkatan, Wiwik Yunidawati, SP, MP, Seri Kamila Parinduri, SP, MP, Ir. Nurliana, Reni Maharani, SP dan rekan sekelas seperjuangan yang tidak dapat

(10)

DAFTAR ISI

ABSRACT ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Rumusan Masalah ... 4

Tujuan Penelitian ... 5

Hipotesis Penelitian ... 5

Manfaat Penelitian ... 6

TINJAUAN PUSTAKA Limbah Padat Tandan Kosong Kelapa Sawit ... 5

Penempatan Tandan Kosong Kelapa Sawit ... 8

Mikroorganisme Perombak Bahan Organik ... 13

Proses Perombakan Bahan Organik ... 16

Sifat Fisik dan Kimia Tanah Serta Hubungannya Terhadap Pertumbuhan Tanaman ... 18

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 23

Bahan dan Alat ... 23

Metode Penelitian ... 23

Parameter yang Diamati ... 25

Pelaksanaan Penelitian ... 26

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian ... 30

Pembahasan ... 44

KESIMPULAN Kesimpulan ... 52

Saran... 52

DAFTAR PUSTAKA ... 53

(11)

DAFTAR TABEL

No Hal

1 Mikroorganisme yang umum berasosiasi dalam tumpukan sampah 13

2 Data Curah Hujan Kwala Bekala Tahun 2011 31

3

Rasio C/N Tandan Kosong Kelapa Sawit 5 bulan Setelah Aplikasi Jumlah Mikroorganisme pada TKKS 5 bulan Setelah Aplikasi Hasil Identifikasi Jamur Pada Tandan Kosong Kelapa Sawit 5 bulan Setelah Aplikasi

Hasil Uji Biokimia Bakteri pada Tandan Kosong Kelapa Sawit 5 bulan Setelah Aplikasi

Hasil Analisa Kadar Hara pada Daun Kelapa Sawit Setelah Aplikasi Hasil Analisa Awal Serapan Hara pada Daun Kelapa Sawit

(12)

DAFTAR GAMBAR

No Hal

1 Pembuatan Piringan 27

2 Pembuatan lubang biopori 27

3 Pembuatan rorak 28

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

No Hal

1 Jadwal Pelaksanaan Penelitian 57

2

Data Hasil Analisis C/N Tandan Kosong Kelapa Sawit 5 bulan Setelah Aplikasi

Analisis Sidik Ragam Rasio C/N Tandan Kosong Kelapa Sawit Data Hasil Analisis Bulk Density Tanah (gr/cm3

Analisis Sidik Ragam Bulk Density Tanah )

Data Hasil Analisis Kadar Air Tanah Analisis Sidik Ragam Kadar Air Tanah Data Hasil Analisis C-Organik Tanah (%) Analisis Sidik Ragam Bulk Density Tanah Data Hasil Analisis N-total Tanah (%) Analisis Sidik Ragam N-total Tanah

Data Hasil Analisis P-tersedia Tanah (ppm) Analisis Sidik Ragam P-tersedia Tanah

Data Hasil Analisis K-tukar Tanah (me/100 gr) Analisis Sidik Ragam K-tukar Tanah

Hasil Identifikasi Jamur Pada Tandan Kosong Kelapa Sawit 5 bulan Setelah Aplikasi

Hasil Analisa Tanah di Laboratorium Setelah Aplikasi Perlakuan Hasil Analisa Awal Tanah

Kriteria Penilaian Sifat-Sifat Tanah

Kriteria Kadar Hara Daun Pada Pelepah ke-17

(14)
(15)

ABSTRACT

Sakiah. Placement of Empty Fruit Bunches of Oil Palm and Application of Bio-activators in Biopore and Rorak In The Field. The purpose of this research to find alternative land conservation techniques that are used as the placement of empty fruit bunches and test bioactivator more effective to accelerate the rate of decomposition empty fruit bunches of oil palm.

The experiment was conducted in June to December 2011 at Kwala Bekala, subdistrict Pancur Batu, Deli Serdang regency, North Sumatra Province. The research method used is the Group Randomized Factorial design, factor I: Placement of oil palm empty fruit bunches (T) consists of T1: Disc; T2: Biopori and T3: Rorak and factor II: Bioactivator (B) consists of B0: Without bioactivator; B1 : Bioactivator 1 and B2

The results indicate that the placement of empty fruit bunches of oil palm decreased significantly affect C / N ratio of empty fruit bunches, a very real effect on reducing soil bulk density and increased of C soil organic, but not significant effect on soil water content, the N-total , P - available and K-exchangeable in the soil. Giving bioactivator very real effect on reducing C / N ratio of empty fruit bunches, but no real effect on C-Organic, bulk density, water content, the N-total, P-availabe and K-exchangable. Interaction treatment of placement empty fruit bunches of oil palm and application of bioactivator real effect of all the variables are not observed.

: Bioactivator 2.

Obtained from this study that the application of empty fruit bunches of oil palm on biopore better than the rorak, and bioactivator 2 (Azospirilium, Aspergillus, Actynomicetes, Lactobacillus and Pseudomonas) are better than bioactivator 1 (Trichoderma and Aspergillus)

(16)

ABSTRAK

Sakiah. Penempatan Tandan Kosong Kelapa Sawit dan Aplikasi Bio-aktivator Pada Lubang Biopori dan Rorak Di Kebun Kelapa Sawit. Tujuan penelitian ini mencari alternatif teknik konservasi tanah yang digunakan sebagai penempatan tandan kosong kelapa sawit dan menguji bioaktivator yang lebih efektif untuk mempercepat laju dekomposisi tandan kosong kelapa sawit.

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Desember 2011 di Kwala Bekala, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang, Propinsi Sumatera Utara. Metode Penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok Faktorial, faktor I : Penempatan tandan kosong kelapa sawit (T) terdiri dari T1 : Piringan; T2 : Biopori dan T3 : Rorak dan faktor II : Bioaktivator (B) terdiri dari B0 : Tanpa bioaktivator; B1 : Bioaktivator 1 dan B2

Hasil Penelitian menunjukkan bahwa penempatan tandan kosong kelapa sawit berpengaruh nyata terhadap penurunan rasio C/N tandan kosong kelapa sawit, berpengaruh sangat nyata terhadap penurunan bulk density tanah dan peningkatan C-organik tanah namun berpengaruh tidak nyata terhadap kadar air tanah, N-total, P-tersedia dan K-tukar tanah. Pemberian bioaktivator berpengaruh sangat nyata terhadap penurunan rasio C/N tandan kosong kelapa sawit namun berpengaruh tidak nyata terhadap C-Organik, bulk density, kadar air, N-total, P-tersedia dan K-tukar tanah. Interaksi perlakuan penempatan tandan kosong kelapa sawit dan aplikasi bioaktivator berpengaruh tidak nyata terhadap semua variabel yang diamati.

: Bioaktivator 2.

Dari penelitian ini diperoleh bahwa aplikasi tandan kosong kelapa sawit pada biopori lebih baik dibanding pada rorak dan piringan dan bioaktivator 2 (Azospirilium, Aspergilus, Actynomicetes, Lactobasilus dan Pseudomonas) lebih baik dibanding bioaktivator 1 (Trichoderma dan Aspergillus)

(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Prospek perkembangan industri kelapa sawit saat ini sangat pesat, dimana terjadi peningkatan jumlah produksi kelapa sawit seiring meningkatnya kebutuhan masyarakat. Hal ini terlihat dari total luas areal perkebunan kelapa sawit yang terus bertambah yaitu menjadi 7,8 juta hektar pada tahun 2010 dan terus meningkat pada tahun 2011 (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2012). Dengan meningkatnya produksi kelapa sawit, maka tentu akan berdampak pada peningkatan jumlah limbah yang dihasilkan. Limbah yang dihasilkan dari proses pengolahan minyak kelapa sawit adalah limbah cair dan limbah padat. Limbah padat berupa Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS)

Pemanfaatan TKKS masih sangat terbatas, setiap pengolahan 1 ton TBS (Tandan Buah Segar) akan dihasilkan TKKS sebanyak 22 – 23% TKKS atau sebanyak 220–230 kg TKKS. Jumlah limbah TKKS seluruh Indonesia pada tahun 2004 diperkirakan mencapai 18,2 juta ton. Umumnya TKKS ditimbun (open dumping), dijadikan mulsa di perkebunan kelapa sawit, atau diolah menjadi kompos.

Cara terakhir merupakan pilihan yang terbaik, namun cara ini belum banyak dilakukan

oleh Perkebunan Kelapa Sawit karena adanya beberapa kendala yaitu waktu

pengomposan, fasilitas yang harus disediakan, dan biaya pengolahan TKKS. Dengan

cara konvensional, dekomposisi TKKS menjadi kompos dapat berlangsung dalam waktu

6 bulan sampai dengan 1 tahun. Lamanya waktu ini berimplikasi pada luas lokasi, tenaga

kerja, dan fasilitas yang diperlukan untuk mengomposkan TKKS (Isroi, 2008).

(18)

Penempatan TKKS biasanya disusun di piringan atau gawangan tanpa berlapis,

tetapi pada lahan bertopografi miring TKKS tidak dapat diaplikasikan. Hal ini juga

menambah keterbatasan TKKS untuk dapat dimanfaatkan di perkebunan kelapa sawit.

Tanah Ultisol pada areal kelapa sawit di Indonesia sebagian besar bertopografi datar hingga bergelombang dan sebagian kecil bergelombang hingga berbukit. Proses pembentukan tanahnya berasal dari proses pelapukan yang sangat intensif karena berlangsung pada daerah tropika dan sub tropika yang bersuhu panas dan bercurah hujan tinggi. Pencucian basa-basa berlangsung sangat intensif mengakibatkan tanah bersifat masam dan miskin unsur hara (Koedadiri dkk, 1999). Salah satu jenis tanah yang umum terdapat di kebun kelapa sawit adalah

Typic Paleudult (podsolik kuning fraksi liat tinggi), yang mengandung karbon (C) tergolong sedang (2,20%) di lapisan atas dan tergolong rendah di lapisan bawah (0,39-0,82 %). Kandungan Nitrogen (N) agak rendah (0,05-0,17 %) pada seluruh lapisan begitu juga fosfor (P) tergolong rendah (2-4 ppm), pH tanahnya masam (pH 4,0-4,4), kapasitas tukar kation dan kejernuhan basa tergolong rendah di seluruh lapisan (Adiwiganda, 2005).

Hasil penelitian Tambunan (2008) di Kebun Kwala Sawit bahwa tanah bertekstur liat, memiliki kandungan liat tinggi. Kandungan liat, pasir, bulk density,

particle density dan Total Ruang Pori pada tanah Typic Paleudult menekan

produksi tandan per pokok kelapa sawit. Semakin besar bulk density tanah maka semakin berkurang jumlah produksi tandan per pokok. Tanah dengan kerapatan lindak tinggi merupakan tanah padat yang berpengaruh menurunkan ketersediaan air tanah, pertukaran udara di dalam tanah dan kapasitas infiltrasi.

(19)

Untuk mengatasi masalah tersebut diperlukan teknik konservasi sebagai alternatif penempatan TKKS. Lubang biopori adalah teknologi tepat guna dan ramah lingkungan, penggunaan biopori pada lahan perkebunan kelapa sawit masih terbatas, biopori digalakkan pada daerah perkotaan. Manfaat biopori adalah sebagai berikut : (1) Meningkatkan daya resapan air, (2) Mengubah sampah organik menjadi kompos dan mengurangi gas rumah kaca (3) Memanfaatkan peran aktivitas fauna tanah dan akar tanaman (Anonim, 2012).

Pemanfaatan TKKS pada tanah Ultisol diharapkan mampu memperbaiki sifat buruk liat, hasil penelitian Munar (2009) menunjukan bahwa tanpa maupun dengan kompos TKKS yang diberi bersamaan dengan kotoran ayam pada 100 maupun 50% pupuk standar sangat nyata meningkatkan kadar K total tanah setelah pertumbuhan vegetatif kedelai, dengan peningkatan sebesar 130 – 405% dibandingkan dengan tanpa pemberian kompos TKKS dan amandemen pada 100% pupuk standar (K0A0P1). Secara umum kombinasi perlakuan kornpos TKKS dengan atau tanpa amandemen, menghasilkan serapan P yang lebih tinggi pada pemberian 100% pupuk standar dibandingkan dengan 50% pupuk standar, dengan penyerapan tertinggi diperoleh pada perlakuan kompos TKS aerob yang diberi bersamaan dengan kotoran ayam pada 100% pupuk standar (K1A1P1

Ginting (2011) dalam penelitiannya Laju Resapan Air Pada Berbagai Jenis Tanah Dan Berat Jerami Dengan Menerapkan Teknologi Biopori Di Kecamatan Medan

Amplas menyatakan bahwa pada jenis tanah entisol diperoleh angka laju resapan tertinggi rata-rata sebesar 147,32 liter/jam, pada jenis tanah inseptisol 104,56 = 2,62%).

(20)

liter/jam dan pada jenis tanah ultisol 25,03 liter/jam. Berdasarkan hasil penelitian tersebut diketahui bahwa jumlah biopori yang dibutuhkan berbeda berdasarkan jenis tanahnya. Angka laju resapan air pada tanah ultisol sangat rendah.

Mikroorganisme fungsional yang dikenal luas sebagai pupuk biologis tanah dan biofungisida adalah jamur Trichoderma sp dan Aspergillus sp. Mikroorganisme ini adalah jamur penghuni tanah yang dapat diisolasi dari perakaran tanaman lapangan yang dapat berfungsi sebagai organisme pengurai, agen hayati dan stimulator pertumbuhan tanaman. Dalam penelitian ini

Trichoderma sp dan Aspergillus sp merupakan salah satu bioaktivator yang

digunakan dan akan dibandingkan dengan bioaktivator yang didalamnya terdapat

Azospirilium, Aspergilus, Actynomycetes, Lactobacillus dan Pseudomonas.

Rumusan Masalah

Dari pemaparan di atas maka penulis berkeinginan mengetahui bagaimana pengaruh penempatan TKKS dan pemberian bioaktivator pada lubang biopori dan rorak terhadap laju dekomposisi TKKS dan sifat fisik – kimia tanah di kebun kelapa sawit.

Pengembangan agroindusttri kelapa sawit menimbulkan konsekwensi meningkatnya limbah padat berupa tandan kosong kelapa sawit dalam jumlah yang sangat besar. Limbah tersebut berpotensi besar untuk dikembangkan sebagai sumber bahan organik yag sangat diperlukan bagi usaha pertanian.

Berbagai upaya telah dilakukan untuk menangani masalah limbah yang bersumber dari hasil pengolahan kelapa sawit Pemberian bioaktivator dan pemilihan penempatan tandan kosong kelapa sawit pada saat diaplikasikan di

(21)

lapangan merupakan alternatif penting dalam mengelola tandan kosong kelapa sawit sekaligus sebagai usaha dalam mengelola lahan untuk mengurangi run off dan meningkatkan kemampuan tanah menyimpan air. Namun belum diketahui apakah penempatan TKKS dan pemberian bioaktivator pada biopori merupakan teknik yang tepat untuk mempercepat penurunan C/N TKKS dan memperbaiki sifat fisik – kimia tanah.

Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pengaruh penempatan tandan kosong kelapa sawit terhadap rasio C/N dan populasi mikroba pada TKKS serta terhadap sifat fisik – kimia tanah dan kadar hara N, P, K daun

2. Untuk mengetahui pengaruh bioaktivator terhadap rasio C/N dan populasi mikroba pada TKKS serta terhadap sifat fisik – kimia tanah dan kadar hara N, P, K daun.

3. Untuk mengetahui pengaruh interaksi antara penempatan tandan kosong kelapa sawit dan bioaktivator terhadap rasio C/N dan populasi mikroba pada TKKS serta terhadap sifat fisik – kimia tanah dan kadar hara N, P, K daun

Hipotesis Penelitian

1. Penempatan tandan kosong kelapa sawit berpengaruh terhadap penurunan rasio C/N TKKS dan perbaikan sifat fisik – kimia tanah serta kadar hara N, P, K daun

2. Pemanfaatan bioaktivator berpengaruh terhadap terhadap penurunan rasio C/N TKKS dan terhadap perbaikan sifat fisik – kimia tanah dan kadar hara N, P, K daun.

(22)

3. Interaksi antara penempatan tandan kosong kelapa sawit dan bioaktivator berpengaruh terhadap penurunan rasio C/N TKKS dan terhadap perbaikan sifat fisik – kimia tanah dan kadar hara N, P, K daun

Manfaat Penelitian

1. Untuk memperoleh alternatif dalam pemilihan teknik konservasi tanah dan air yaitu biopori atau rorak yang dijadikan sebagai tempat pengaplikasian limbah pabrik kelapa sawit khususnya TKKS di kebun kelapa sawit dengan kemiringan 5 – 8 %.

2. Sumber informasi bagi pihak yang tertarik dalam manajemen lahan kelapa sawit dan pemanfaatan bioaktivator di kebun kelapa sawit.

(23)
(24)

TINJAUAN PUSTAKA Limbah Padat Tandan Kosong Kelapa Sawit

Tandan kosong sawit berfungsi ganda yaitu selain menambah hara ke dalam tanah, juga meningkatkan kandungan bahan organik tanah yang sangat diperlukan bagi perbaikan sifat fisik tanah. Dengan meningkatnya bahan organik tanah maka struktur tanah semakin mantap dan kemampuan tanah menahan air bertambah baik, perbaikan sifat fisik tanah tersebut berdampak positif terhadap pertumbuhan akar dan penyerapan unsur hara (Deptan, 2006)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh PPKS, Pabrik Minyak Sawit menghasilkan limbah padat dan limbah cair memiliki potensi pemanfaatan sebagai pupuk organik bagi tanaman kelapa sawit. Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) merupakan bahan organik yang mengandung ; 42,8 % C, 2,90 % K2O, 0,80% N, 0,22% P2O5, 0,30% MgO dan unsur-unsur mikro antara lain 10 ppm B, 23 ppm Cu dan 51 ppm Zn. Dalam setiap 1 ton Tandan Kosong sawit mengandung unsur hara yang setara dengan 3 Kg Urea, 0,6 kg RP, 12 kg MOP dan 2 kg kiserit. (Humas, 2008)

(25)

limbah sawit (cair dan padat) yang mempunyai nilai C/N tinggi harus diturunkan (IOPRI, 2002).

Dekomposisi tandan kosong kelapa sawit secara alami sangat lambat, memerlukan waktu yang cukup lama yaitu antara 6 – 12 bulan. Menurut Khalid dkk (2000) kecepatan dekomposisi TKS di lapangan dipengaruhi oleh iklim makro, iklim mikro, kualitas bahan dan aktivitas organisme pada areal tersebut. Secara rata-rata residu tanaman kelapa sawit di lapangan terdekomposisi selama 12 – 18 bulan.

Komponen bahan padat terbesar TKS terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin dalam jumlah yang lebih kecil sehingga limbah TKS ini disebut juga lignoselulosa. Menurut Syafwina et al (2002) dalam Hermiati dkk (2010) kandungan selulosa, hemiselulosa dan lignin pada tandan kosong kelapa sawit adalah 41,30 – 46,50 % selulosa, 25,30 – 33,80 % hemiselulosa dan 27,60 – 32,50 % lignin.

Deptan (2006) menyatakan melalui kegiatan mikroorganisme tanah atau proses mineralisasi, unsur hara yang didapati pada tandan kosong kelapa sawit kembali ke dalam tanah. Namun unsur hara tersebut tidak seluruhnya dapat diserap oleh akar tanaman disebabkan terimmobilisasi (digunakan langsung oleh mikroorganisme tanah untuk menunjang kelangsungan hidupnya.

Penempatan Tandan Kosong Kelapa Sawit - Piringan

Penempatan Tankos pada tanaman belum menghasilkan (TBM) dapat dilakukan dengan cara meletakkannya atau menyusun dipiringan pada jarak ± 30

(26)

cm dari pangkal batang pada TBM 0, dan pada jarak ± 50 cm dari pangkal batang pada TBM 1-3, jarak ini dimaksudkan sebagai tempat menaburkan pupuk. Penebaran Tankos pada tanaman menghasilkan dilaksanakan tanpa berlapis di gawangan. Penebaran dilakukan merata hingga ke pinggir piringan (Deptan, 2006). Dosis aplikasi yang digunakan adalah sebanyak 40 ton TKKS/Ha/thn (Darmosarkoro dan Rahutomo, 2000).

- Rorak

Rorak adalah lubang-lubang buntu dengan ukuran tertentu yang dibuat pada bidang olah dan sejajar dengan garis kontur. Fungsi rorak adalah untuk menjebak dan meresapkan air ke dalam tanah serta menampung sedimen-sedimen dari bidang olah. Pembuatan rorak dapat dikombinasikan dengan mulsa vertikal untuk memperoleh kompos.

Adanya rorak akan menjebak aliran permukaan dan memberikan kesempatan kepada air hujan untuk terinfiltrasi ke dalam tanah. Dengan demikian rorak akan menurunkan aliran permukaan yang keluar dari lahan secara signifikan.

Ukuran dan jarak rorak yang direkomendasikan cukup beragam. Arsyad (2006) merekomendasikan dimensi rorak : dalam 60 cm, lebar 50 cm dengan panjang berkisar antara satu meter sampai 5 meter. Jarak ke samping disarankan agar sama dengan panjang rorak dan diatur penempatannya di lapangan dilakukan secara berselang-seling agar terdapat penutupan areal yang merata. Jarak searah lereng berkisar dari 10 sampai 15 meter pada lahan yang landai (3% - 8%) dan agak miring (8% - 15%), 5 sampai 3 meter untuk lereng yang miring (15% ± 30%).

(27)

Hasil penelitian dari Brata (1992) dalam Pemanfaatan Jerami Padi Sebagai Mulsa Vertikal Untuk Mengendalikan Aliran Permukaan menyatakan bahwa mulsa vertikal dapat menekan jumlah aliran permukaan selama musim tanam jagung dibandingkan dengan mulsa konvensional. Bertambahnya permukaan resapan oleh adanya saluran dan terhambatnya aliran permukaan oleh adanya guludan akan memberikan kesempatan aliran permukaan untuk meresap ke dalam tanah di sekitar saluran lebih lama, sehingga jumlah kelebihan aliran permukaan yang hilang dari petakan berkurang. Dengan jarak antar saluran yang sama, perlakuan mulsa vertikal (T3) lebih efektif dalam menekan aliran permukaan dibandingkan dengan teras gulud (T2). Hal ini terjadi karena laju infiltrasi saluran pada perlakuan teras gulud (T2) menurun lebih cepat akibat penyumbatan pori makro dinding saluran oleh sedimen yang terangkut aliran permukaan; sedangkan pada perlakuan mulsa vertikal (T3) penyumbatan pori makro pada dinding saluran dapat dihambat oleh sisa tanaman. Aktivitas binatang dan mikroba tanah yang memanfaatkan mulsa dalam saluran bahkan dapat memperbaiki sifat fisik tanah disekitar saluran seperti dilaporkan oleh Parr (1959). Peningkatan efektivitas mulsa vertikal dalam penurunan laju aliran permukaan dengan makin pendeknya jarak antar saluran (dari T3 sampai T5) disebabkan makin pendeknya panjang lereng yang berarti makin sempitnya luas daerah tampungan hujan untuk setiap saluran.

Murtilaksono, dkk (2009) dalam penelitiannya Upaya Peningkatan Produksi Kelapa Sawit melalui Penerapan Teknik Konservasi Tanah dan Air menyatakan bahwa aplikasi teras gulud dan rorak yang dikombinasikan dengan

(28)

lubang resapan meningkatkan jumlah pelepah daun, jumlah tandan, rataan berat tandan, dan produksi tandan buah segar (TBS) kelapa sawit tanaman contoh di setiap blok. Aplikasi teras gulud berpengaruh paling tinggi terhadap produksi TBS per blok atau per hektar (25,2 t ha-1) dibandingkan produksi TBS pada perlakuan rorak (23,6 t ha-1) dan blok tanpa aplikasi konservasi tanah dan air atau kontrol (20,8 t ha-1) yang masih tinggi baik dari produksi TBS rataan afdeling (19,0 kg ha-1). Aplikasi teras gulud memberikan hasil tertinggi berat rataan TBS per tandan (RBT) (21 kg) dibandingkan dengan RBT pada perlakuan rorak (19 kg) dan RBT terendah pada perlakuan kontrol (18 kg).

- Lubang Biopori

Lubang biopori membantu menekan terjadinya genangan/banjir pada tapak lahan. Lubang biopori sedalam 1 meter berdiameter 10 cm dapat menampung air sebanyak 0,03 m3 (30 liter) menggemburkan tanah sehingga memudahkan terjadinya pertukaran udara di dalam tanah. Fungsi lain, dapat digunakan sebagai lubang pembuat kompos dengan memasukkan sampah organik ke dalamnya (Rauf, 2010).

Keunggulan dan manfaat biopori yaitu meningkatkan daya resapan air, kehadiran lubang resapan biopori secara langsung akan menambah bidang resapan air, setidaknya sebesar luas kolom/dinding lubang. Sebagai contoh bila lubang dibuat dengan diameter 10 cm dan dalam 100 cm maka luas bidang resapan akan bertambah sebanyak 3140 cm2 atau hampir 1/3 m2. Dengan kata lain suatu permukaan tanah berbentuk lingkaran dengan diameter 10 cm, yang semula

(29)

mempunyai bidang resapan 78,5 cm2 setelah dibuat lubang resapan biopori dengan kedalaman 100 cm, luas bidang resapannya menjadi 3.218 cm2

Dengan adanya aktivitas fauna tanah pada lubang resapan maka biopori akan terbentuk dan senantiasa terpelihara keberadaannya. Oleh karena itu bidang resapan ini akan selalu terjaga kemampuannya dalam meresapkan air. Dengan demikian kombinasi antara luas bidang resapan dengan kehadiran biopori secara bersama-sama akan meningkatkan kemampuan dalam meresapkan air.

.

1. Mengubah sampah organik menjadi kompos, lubang resapan biopori ‘diaktifkan’ dengan memberikan sampah organik kedalamnya. Sampah ini akan dijadikan sebagai sumber energi bagi organisme tanah untuk melakukan kegiatannya melalui proses dekomposisi. Sampah yang telah didekomposisi ini dikenal dengan kompos. Dengan melalui proses seperti itu maka lubang resapan biopori selain berfungsi sebagai lubang peresap air juga sekaligus berfungsi sebagai ‘pabrik’ pembuat kompos. Kompos dapat dipanen pada setiap periode tertentu dan dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik pada berbagai jenis tanaman, seperti tanaman hias, sayuran, dan jenis tanaman lainnya.

2. Memanfaatkan fauna tanah dan akar tanaman, seperti disebutkan diatas, lubang bipori diaktifkan oleh organisme tanah, khususnya fauna tanah dan perakaran tanaman. Aktivitas mereka yang selanjutnya akan menciptakan rongga-rongga atau liang-liang dalam tanah yang akan dijadikan ‘saluran’ air untuk meresap kedalam tubuh tanah. Dengan memanfaatkan aktivitas mereka maka rongga – rongga atau liang-liang tersebut akan terpelihara dan terjaga

(30)

keberadaannya sehingga kemampuan peresapannya akan tetap terjaga tanpa campur tangan manusia untuk pemeliharaannya. Hal ini tentunya akan sangat menghemat tenaga dan biaya. Kewajiban faktor manusia dalam hal ini adalah memberikan pakan kepada mereka berupa sampah organik pada periode tertentu. Sampah organik yang dimasukkan kedalam lubang akan menjadi humus dan tubuh biota dalam tanah, tidak cepat diemisikan ke atmosfir sebagai gas rumah kaca; berarti mengurangi pemanasan global dan memelihara biodiversitas dalam tanah.

(Tim Biopori IPB, 2007)

Mikroorganisme Perombak Bahan Organik

Pengertian umum yang saat ini banyak dipakai untuk memahami organisme perombak bahan organik atau biodekomposer adalah organisme pengurai nitrogen dan karbon dari bahan organik (sisa-sisa organik jaringan tumbuhan atau hewan yang telah mati) yaitu bakteri, fungi dan aktinomisetes. Perombak bahan organik terdiri atas perombak primer dan perombak sekunder. Perombak primer adalah mesofauna perombak bahan organik, seperti Colemboll dan Acarina yang berfungsi meremah-remah bahan organik/serasah menjadi berukuran kecil. Cacing tanah memakan sisa-sisa remah tadi yang lalu dikeluarkan sebagai feases setelah melalui pencernaan dalam tubuh cacing. Perombak sekunder ialah mikroorganisme perombak bahan organik seperti Trichoderma reesei, T. Harzianum, T. Koningii, Phanerochaeta crysosporium, Cellulomonas, Pseudomonas, Thermospora, Aspergillus niger, A. Terreus, Penicillium dan Streptomyces. Adanya aktivitas fauna tanah, memudahkan

(31)

mikroorganisme untuk memanfaatkan bahan organik, sehingga proses mineralisasi berjalan cepat dan penyediaan unsur hara bagi tanaman lebih baik (Saraswati dkk, 2006)

Mikroorganisme perombak bahan organik merupakan aktivator biologis yang tumbuh alami atau sengaja diberikan untuk mempercepat pengomposan dan meningkatkan mutu kompos. Jumlah dan jenis mikroorganisme menentukan keberhasilan proses dekomposisi atau pengomposan. Proses dekomposisi bahan organik di alam tidak dilakukan oleh satu mikroorganisme monokultur tetapi dilakukan oleh konsorsia mikroorganisme. Beberapa jenis mikroorganisme yang umum ditemukan dalam tumpukan sampah tercantum dalam Tabel 1.

Tabel 1. Mikroorganisme yang umum berasosiasi dalam tumpukan sampah

Bakteri Fungi - Torula thermophile (Yeast) - Thermoascus aurenticus Sumber : Saraswati dkk, 2006

(32)

Jumlah total sel bakteri pada lokasi aplikasi mengindikasikan bahwa aplikasi ini telah menyediakan cukup nutrisi berupa senyawa karbon sederhana monosakarida, asam amino, dan asam lemak yang secara umum lebih mudah dimetabolisme kelompok bakteri dibandingkan senyawa kompleksnya seperti selulosa atau amilum, protein, dan lemak (Widhiastuty dkk, 2006)

Rao (1994) menyatakan beberapa mikroba seperti Trichoderma, Aspergillus dan Penicillium mampu merombak sellulosa menjadi bahan senyawa-senyawa monosakarida, alkohol, CO2

Irawan dan Yulianti (2004) yang menyimpulkan bahwa diketahui 3 spesies fungi dekomposer dominan dari perkebunan kopi yaitu : Fusarium sp, Aspergillus sp dan Trichoderma sp. Fungi ini berkembang hebat di tanah-tanah asam, netral dan alkali, beberapa diantaranya menyukai pH rendah. Pitt dan Hocking (1997) yang menyatakan jenis-jenis fungi antara lain Fusarium sp, Mucorsp, Rhizopussp, dan Trichoderma sp, mampu bertahan hidup dan bersaing dengan fungi lain untuk mendapatkan ruang tumbuh serta unsur lain yang diperlukan untuk pertumbuhannya.

dan asam-asam organik lainnya dengan dikeluarkannya enzim selulase. Dermiyati (1997) dan Utomo (2010) menyatakan Penicillium sp mampu menguraikan bahan organik lebih baik dibandingkan fungi lain, karena dari tanah gambut saprik dan hemik, Penicilliumm sp merupakan fungi yang dominan.

Jumlah total sel bakteri pada lokasi aplikasi limbah mengindikasikan bahwa aplikasi telah menyediakan cukup nutrisi berupa senyawa karbon sederhana monosakarida, asam amino, dan asam lemak yang secara umum lebih

(33)

mudah dimetabolisme kelompok bakteri dibandingkan senyawa kompleksnya seperti selulosa atau amilum, protein, dan lemak (Widhiastuty dkk, 2006).

Imasari (2011) ) pengaruh aplikasi limbah cair pabrik kelapa sawit terhadap sifat biologi tanah menunjukkan jumlah mikroorganisme baik bakteri, jamur dan aktinomesetes lebih tinggi pada lahan yang diaplikasi limbah cair pabrik kelapa sawit dibanding tanpa aplikasi, distribusi mikroorganisme tanah makin kedalam semakin rendah.

Proses Perombakan Bahan Organik

Proses biologi untuk menguraikan bahan organik mejadi bahan humus oleh mikroorganisme dikenal sebagai dekompoisi atau pengomposan. Aktivitas dasar mikroorganisme tanah sama seperti kehidupan lainnya, bertahan hidup melalui reproduksi. Mikroorganisme tanah menggunakan komponen residu tanaman sebagai substrat untuk memperoleh energi yang dibentuk melalui oksidasi senyawa organik, dengan produk utama CO2

Proses pengomposan akan segera berlansung setelah bahan-bahan mentah dicampur. Proses pengomposan secara sederhana dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap aktif dan tahap pematangan. Selama tahap-tahap awal proses, oksigen dan senyawa-senyawa yang mudah terdegradasi akan segera dimanfaatkan oleh mikroba mesofilik. Suhu tumpukan kompos akan meningkat dengan cepat.

yang dilepas kembali ke alam, dan sumber karbon untuk sintesis sel baru. Dekomposisi atau pengomposan disebut juga sebagai respirasi mikroba atau mineralisasi, yang merupakan salah satu bagian dari siklus karbon.

(34)

Demikian pula akan diikuti dengan peningkatan pH kompos. Suhu akan meningkat hingga di atas 50o- 70o C. Suhu akan tetap tinggi selama waktu tertentu. Mikroba yang aktif pada kondisi ini adalah mikroba Termofilik, yaitu mikroba yang aktif pada suhu tinggi. Pada saat ini terjadi dekmposisi/penguraian bahan organik yang sangat aktif. Mikroba-mikroba di dalam kompos dengan menggunakan oksigen akan menguraikan bahan organik menjadi CO2

Reaksi yang terjadi pada perombakan sistem aerobik :

, uap air dan panas. Setelah sebagian besar bahan telah terurai, maka suhu akan berangsur-angsur mengalami penurunan. Pada saat ini terjadi pematangan kompos tingkat lanjut, yaitu pembentukan komplek liat humus. Selama proses pengomposan akan terjadi penyusutan volume maupun biomassa bahan. Pengurangan ini dapat mencapai 30 – 40% dari volume/bobot awal bahan (Isroi, 2006)

Gula (CH2O)x + O2 xCO2 + H2

Proses perombakan bahan organik secara alami membutuhkan waktu relatif lama (3-4 bulan) sehingga sangat menghambat upaya pelestarian penggunaan bahan organik untuk lahan-lahan pertanian, apalagi jika dihadapkan dengan masa tanam yang mendesak untuk menghasilkan produksi tinggi, sehingga sering dianggap kurang ekonomis dan tidak efisien. Bahan dasar serasah tanaman,

Aktivitas mikroorganisme

(35)

secara alami adalah selulosa, hemiselulosa dan lignin. Sebagian besar materi limbah bahan organik Gimnospermae dan Angiospermae merupakan senyawa selulosa dan 15 – 36 % adalah senyawa lignin (Erikson et al, 1989).). Lignin berikatan dengan hemiselulosa dan selulosa membentuk segel fisik diantara keduanya, yang merupakan barier yang mencegah penetrasi larutan dan enzim (Howart et al, 2003). Oleh karena itu lignin menjadi penghalang akses enzim selulolitik pada degradasi bahan berligno-selulosa. Hal ini menghambat proses dekomposisi, yang pada akhirnya menyebabkan penumpukan limbah organik yang berdampak negatif lingkungan. Polimer tersebut dapat didegradasi oleh beberapa macam mikroorganisme yang mampu memproduksi enzim yang relevan. Strategi untuk mempercepat proses biodekomposisi bahan organik dengan memanfaatkan mikroba lignoselulolitik (dekomposer) (Saraswati dkk, 2006)

Penelitian Mardiana (2004) mendekomposisi tandan kosong kelapa sawit dengan penambahan mikroorganisme selulolitik, amandemen dan limbah cair kelapa sawit. Kesimpulan penelitian tersebut menyatakan interaksi perlakuan penambahan mikroorganisme selulolitik dan amandemen berpengaruh nyata terhadap penurunan nilai C/N dan peningkatan kadar K kompos.

Sifat Fisik dan Kimia Tanah Serta Hubungannya Dengan Pertumbuhan Tanaman

Hanafiah (2007) menyatakan porositas mencerminkan tingkat kecepatan aliran air untuk melewati massa tanah. Penyediaan air dan O2 untuk pertumbuhan tanaman dan jumlah air yang bergerak melalui tanah berkaitan erat dengan jumlah pori-pori tanah. Harahap (2010) menyatakan perkembangan perakaran dan produksi akan membaik jika terjadi perimbangan antara jumlah air dan udara

(36)

dalam pori-pori tersebut. Ruang pori-pori total pada tanah berpasir semakin rendah tetapi sebagian besar dari pori-pori itu terdiri dari pori-pori makro dan sangat efisien dalam lalu lintas air maupun udara.

Harahap (2010) menyatakan infiltrasi tanah ternyata berperan positif terhadap produksi dan perkembangan perakaran tanaman pada kedalaman 0 – 25 cm. Suatu infiltrasi ke dalam profil dengan lapisan tekstur halus yang berada di atas lapisan kasar, maka laju infiltrasi ditentukan oleh lapisan atas akan tetapi saat air mencapai bidang pertemuan dengan lapisan kasar yang lebih rendah laju infiltrasi akan berkurang.

Laju infiltrasi dibagi atas beberapa kelas : Tabel 2. Kelas Laju Infiltrasi

Kelas Kriteria cm/jam 1 Sangat lambat < 0,1 cm/jam

2 Lambat 0,1 – 0,5 cm/jam

3 Agak Lambat 0,5 – 2,0 cm/jam

4 Sedang 2,0 – 6,0 cm/jam

5 Agak Cepat 6,0 – 12,5 cm/jam

6 Cepat 12,5 – 25 cm/jam

7 Sangat cepat >25 cm/jam Su Sumber : Arsyad, 1989

Harahap (2010) menyatakan dilihat dari hubungan keeratan antara tekstur dengan perkembangan perakaran dan produksi, ternyata semakin tinggi kandungan liat maka perkembangan perakaran dan produksi menjadi berkurang, hal ini dapat difahami karena semakin tinggi liat maka relatif tanah menjadi semakin tidak porous. Tanah yang tidak porous menyebabkan akar sulit berpenetrasi, makin sulit air dan udara untuk bersirkulasi dan juga menyebabkan gerakan air kebagian tanah bawah terhambat.

19

(37)

Menurut Surasta, 2011 pada tanaman yang tumbuh di lapangan akar-akar tersebut terutama berada 2,0 — 2,5 m dari pokok dan terbanyak dijumpai pada kedalaman 0 — 30 cm dari permukaan tanah serta dapat tumbuh memanjang ke samping hingga mencapai 6 m dengan pola penyebaran yang berbeda-beda. Harahap (2010) menyatakan dengan berkembangnya perakaran semakin memperpendek jarak antara air dan unsur-unsur hara tersedia di dalam tanah yang dibutuhkan tanaman untuk tumbuh dan berproduksi. Produktivitas kelapa sawit meningkat dengan cepat dan mencapai maksimum pada umur tanaman 8-12 tahun, kemudian menurun secara perlahan-lahan dengan tanaman yang makin tua hingga umur ekonomis 25 tahun (Manurung, 2011).

Hardjowigeno (1995) menyatakan erosi akan meningkat apabila lereng semakin curam atau semakin panjang. Apabila lereng semakin curam maka kecepatan aliran permukaan meningkat sehingga kekuatan mengangkut meningkat pula. Lereng yang semakin panjang menyebabkan volume air yang mengalir menjadi semakin besar. Apabila dalamnya air menjadi dua kali lipat, maka kecepatan aliran menjadi 4 kali lebih besar akibatnya besar benda ataupun berat benda yang terangkut juga berlipat ganda.

(38)

batas bagi akar dapat berkembang dengan tidak mengalami hambatan (Harahap, 1999).

Bahan organik bereperan dalam memperbaiki sifat fisik dan biologi tanah, Lubis (2006) menyatakan beberapa kontribusi bahan organik tanah terhadap kesuburan tanah adalah melalui aktifitas mikroorganisme, dengan memberikan suplai hara tersedia nitrogen, fosfor, kalium dan hara mikro secara terus menerus dengan laju tetap; memperbaiki struktur tanah; memberikan faktor-faktor pertumbuhan yang sesuai dan proses kelasi.

Ketersediaan bahan organik menurut Tan (1992) menyebabkan terjadinya pembentukan kompleks pengkhelatan yang memegang peranan penting dalam meningkatkan kesuburan tanah. Pengkhelatan menyebabkan meningkatnya mobilitas banyak kation sehingga tersedia bagi tanaman, mempercepat proses dekomposisi mineral-mineral tanah sehingga mempercepat pelepasan hara-hara terlarut. Asam – asam humat dan fulfat meningkatkan pelepasan K yang tersemat diantara ruang antar misel liat. Asam – asam humat dan fulfat mempunyai afinitas yang tinggi terhadap Al, Fe dan Ca sehingga asam-asam tersebut akan bersaing atas unsur-unsur tersebut dengan senyawa-senyawa fosfat melalui pembentukan kompleks, sehingga ion fosfat terbebaskan ke dalam larutan tanah.

Bahan organik melalui perannya akan meningkatkan porositas tanah dan ketersediaan unsur hara P. Menurut Hardjowigeno (1995), hara P berperan penting bagi tanaman terutama dalam pembelahan sel, pembentukan bunga, buah dan biji, memperkuat batang agar tidak mudah roboh, merangsang perkembangan akar dan meningkatkan ketahanan tanaman terhadap penyakit.

(39)
(40)

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian

Informasi Umum Kebun

Kebun Arboretum adalah Kebun Kwala Bekala eks PTPN II tepatnya di Afdeling V, yang terletak pada 03o29’04,2” LU dan 098o

Berdasarkan Tabel 2 dapat dijelaskan bahwa pada tahun 2011 terdapat 5 bulan basah (> 200 mm) yaitu bulan Juni, Agustus, Oktober, November dan Desember. Bulan lembab (100-200 mm) terjadi pada bulan Januari, Maret, Mei, Juli dan September sedangkan bulan kering (< 100 mm) terdapat pada bulan Februari dan April.

38’07,6” BT, ketinggian tempat 92 m dpl, kemiringan lereng 5% - 8 %. Kelapa sawit yag dijadikan tanaman sampel adalah tahun tanam 1987, varietas DxP (Tenera) dengan luas 25,68 ha dan jarak tanam 8 x 9. Data curah hujan tahun 2011 daerah Pancur Batu (Kwala Bekala) disajikan pada Tabel 2.

(41)

Tabel 2. Data Curah Hujan Kwala Bekala Tahun 2011

Sumber : Stasiun BMKG Sampali

Rasio C/N Tandan Kosong Kelapa Sawit

Hasil analisis sidik ragam C/N tandan kosong kelapa sawit terdapat pada Lampiran 4. Perlakuan penempatan TKKS (T) berpengaruh nyata terhadap rasio

(42)

C/N dan perlakuan bioaktivator berpengaruh sangat nyata terhadap rasio C/N TKKS. Sedangkan interaksi antara penempatan TKKS (T) dan bioaktivator (B) berpengaruh tidak nyata terhadap rasio C/N TKKS.

Rataan rasio C/N tandan kosong kelapa sawit 5 bulan setelah aplikasi dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Rasio C/N Tandan Kosong Kelapa Sawit 5 bulan Setelah Aplikasi

Perlakuan Pada

Tanpa Bioaktivator 20,99 21,01 21,20 21,07b

Bioaktivator 1 20,26 19,92 20,69 20,29b

Bioaktivator 2 19,26 18,25 21,04 19,52a

Rataan Penempatan

TKKS 20,17b 19,73a 20,98b

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang tidak sama pada kolom atau baris yang sama, menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan Uji Jarak Duncan

Penurunan C/N TKKS pada perlakuan piringan 74,27 %, biopori 74,83 % dan rorak 73,24 %. Penurunan C/N TKKS tertinggi terjadi pada TKKS yang

ditempatkan pada lubang biopori.

Jenis dan Jumlah Mikroorganisme Pada Tandan Kosong Kelapa Sawit Cepat atau lambatnya proses dekomposisi tandan kosong kelapa sawit erat kaitannya dengan mikroba yang berkembang didalamnya. Pada Tabel 4 berikut dapat dilihat jumlah mikroba pada tandan kosong kelapa sawit 5 bulan setelah aplikasi.

(43)

Tabel 4. Jumlah Mikroorganisme pada TKKS 5 Bulan Setelah Aplikasi

Perlakuan Jumlah Mikroba

T1B0 (Piringan, tanpa bioaktivator) 41 X 106 CFU/ml T1B1 (Piringan, Bioaktivator 1) 67 X 106 CFU/ml T1B2 (Piringan, Bioaktivator 2) 49 X 106 CFU/ml

T2B0 (Biopori, tanpa bioaktivator) 47 X 106 CFU/ml T2B1 (Biopori, Bioaktivator 1) 59 X 106 CFU/ml T2B2 (Biopori, Bioaktivator 2) 223 X 106 CFU/ml

T3B0 (Rorak, tanpa bioaktivator) 45 X 106 CFU/ml T3B1 (Rorak, Bioaktivator 1) 46 X 106 CFU/ml T3B2 (Rorak, Bioaktivator 2) 51 X 106 CFU/ml

Dari Tabel 4, dapat dilihat bahwa populasi mikroba tertinggi terdapat pada perlakuan T2B2 yaitu 223 x106 CFU/ml dan terendah terdapat pada perlakuan T1B0 yaitu 41 x 106

Hasil identifikasi jamur di laboratorium, terdapat beberapa jenis jamur yang berkembang pada tandan kosong kelapa sawit setelah 5 bulan aplikasi. Jamur yang dominan pada setiap perlakuan adalah Aspergillus sp, Aspergillus sp1,

Aspergillus sp2, Penicillium sp, Trichoderma sp, Fusarium sp , dan Fusarium sp 2. CFU/ml.

Jenis jamur pada setiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 5.

(44)

Tabel 5. Hasil Identifikasi Jamur pada Tandan Kosong Kelapa Sawit 5 bulan Setelah Aplikasi

Hasil Uji Biokimia bakteri yang berkembang pada Tandan Kosong Kelapa Sawit 5 bulan setelah aplikasi dapat dilihat pada Tabel 6.

Perlakuan Nama Jamur

T1B0 (Piringan, tanpa bioaktivator) Sp.1 (Aspergillus sp.)

Sp. 2 (Penicillium sp.) Sp.3 (Trichoderma sp.) T1B1 (Piringan, Bioaktivator 1) Sp. 1 (Aspergillus sp.)

Sp. 2 (Trichoderma sp.) Sp. 3 (Fusarium sp.) T1B2 (Piringan, Bioaktivator 2) Sp. 1 (Aspergillus sp. )

Sp.2 (Trichoderma sp.) T2B0 (Biopori, tanpa bioaktivator) Sp. 1 (Aspergillus sp1)

Sp. 2 (Aspergillus sp2) Sp. 3 (Aspergillus sp3) T2B1 (Biopori, Bioaktivator 1) Sp. 1 (Aspergillus sp1)

Sp. 2 (Aspergillus sp2) Sp. 3(Fusarium sp.) T2B2 (Biopori, Bioaktivator 2) Sp. 1 (Aspergillus sp.)

Sp. 2 (Trichoderma sp.) T3B0 (Rorak, tanpa bioaktivator) Sp. 1 (Penicillium sp.)

Sp. 2 (Aspergillus sp1) Sp. 3 (Aspergillus sp2) T3B1 (Rorak, Bioaktivator 1 Sp. 1 (Aspergillus sp.)

Sp. 2 (Penicillium sp.) Sp. 3 (Aspergillus sp T3B2 (Rorak, Bioaktivator 2) Sp. 1 (Fusarium sp1)

Sp. 2 (Trichoderma sp.) Sp. 3 (Penicillium sp.) Sp. 4 (Fusarium sp2

(45)

UJI BIOKIMIA PEWARNAAN

Sulfida Motilitas Katalase Bentuk Penataan

T1B0

Tabel 6. Hasil Uji Biokimia Bakteri pada Tandan Kosong Kelapa Sawit 5 bulan setelah Aplikasi

(46)

Sifat Fisik dan Kimia Tanah

Bulk Density

Bulk density merupakan salah satu indikator kerapatan partikel tanah. Hasil

analisis laboratorium dapat dilihat pada Lampiran 4. Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 6) menunjukkan bahwa perlakuan penempatan TKKS (T) berpengaruh sangat nyata terhadap bulk density tanah, perlakuan bioaktivator dan interaksi antara penempatan TKKS (T) dan bioaktivator (B) berpengaruh tidak nyata terhadap bulk density tanah. Rataan hasil analisis bulk density tanah dapat dilihat pada Tabel 7.

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang tidak sama pada kolom yang sama, menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan Uji Jarak Duncan

Tabel 7 menunjukkan bahwa perlakuan penempatan TKKS (T) memberikan pengaruh sangat nyata terhadap bulk density tanah, bulk density tanah dengan perlakuan TTKS ditempatkan pada biopori lebih rendah dibandingkan bulk density tanah dengan perlakuan TKKS diletakkan pada piringan dan rorak.

(47)

Aplikasi bioaktivator dan interaksi antara penempatan TKKS dan bioaktivator berpengaruh tidak nyata terhadap bulk density tanah. Namun demikian dapat dilihat ada perbedaan rataan bulk density tanah pada perlakuan tanpa bioaktivator dan dengan aplikasi bioaktivator.

Kadar Air Tanah

Data hasil analisa kadar air tanah terdapat pada Lampiran 7 serta sidik ragamnya dapat dilihat pada Lampiran 8. Hasil analisis sidik ragam diperoleh bahwa perlakuan penempatan TKKS pada piringan, biopori dan rorak berpengaruh tidak nyata terhadap kadar air tanah, demikian juga dengan aplikasi bioaktivator dan interaksi keduanya. Rataan hasil analisis kadar air tanah di laboratorium dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Kadar Air Tanah Kering Udara

Perlakuan Pada

Tanpa Bioaktivator 11,73 14,21 14,75 13,56

Bioaktivator 1 13,00 11,89 13,32 12,74

Bioaktivator 2 15,24 11,83 13,65 13,57

Rataan Penempatan

TKKS 13,32 12,64 13,91

Tabel 8 menunjukkan bahwa perlakuan penempatan TKKS, aplikasi bioaktivator dan interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap kadar air tanah. Namun demikian dapat dilihat juga bahwa nilai rataan kadar air tanah berbeda pada setiap perlakuan. Kadar air tanah pada perlakuan biopori lebih rendah dibandingkan kadar air tanah pada perlakuan piringan dan rorak.

(48)

Laju Infiltrasi (cm/jam)

Hasil pengamatan laju infiltrasi disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Laju Infiltrasi (cm/jam)

Perlakuan Infiltrasi (cm/jam) Kriteria

T1B0 5,71 Sedang

Laju infiltrasi tertinggi terdapat pada perlakuan T1B1 yaitu 5,82 cm/jam dan terendah pada perlakuan T1B2

Permeabilitas profil (cm/jam)

yaitu 4,87 cm/jam, secara rata-rata laju infiltrasi pada piringan sedikit lebih tinggi dibanding biopori dan rorak, namun jika dilihat berdasarkan kriteria laju infiltrasi maka pada ketiga perlakuan tersebut termasuk pada kategori sedang.

Laju permeabilitas profil disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Permeabilitas Profil

Perlakuan Permeabilitas (cm/jam) Kriteria

(49)

Laju permeabilitas profil tertinggi terdapat pada perlakuan T2B2 yaitu 64,36 kriteria sangat cepat dan terendah pada perlakuan T3B0 yaitu 10,50 cm/jam kriteria agak cepat.

C- Organik Tanah

Data hasil analisa C-organik tanah terdapat pada Lampiran 9 serta sidik ragamnya dapat dilihat pada Lampiran 10. Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan penempatan TKKS pada piringan, biopori dan rorak berpengaruh nyata terhadap C-organik tanah, namun aplikasi bioaktivator dan interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap C-organik tanah. Rataan hasil analisis C-organik tanah dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. C-Organik Tanah

Perlakuan Pada

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang tidak sama pada kolom yang sama, menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan Uji Jarak Duncan

Tabel 11 menunjukkan bahwa penempatan TKKS berpengaruh nyata terhadap C – organik tanah, C – organik pada biopori lebih tinggi dibanding pada rorak dan piringan.

(50)

N – total Tanah

Data hasil analisa N- total tanah terdapat pada Lampiran 11 serta sidik ragamnya dapat dilihat pada Lampiran 12. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan penempatan TKKS pada piringan, biopori dan rorak berpengaruh tidak nyata terhadap kadar N total tanah, demikian juga dengan aplikasi bioaktivator dan interaksi keduanya. Rataan hasil analisis N- total tanah dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. N-total Tanah

Perlakuan Pada

Tabel 12 menunjukkan bahwa perlakuan penempatan TKKS, aplikasi bioaktivatordan interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap N - total tanah.

P- tersedia Tanah

(51)

aplikasi bioaktivator dan interaksi keduanya. Rataan hasil analisis P-tersedia tanah dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Rataan Hasil Analisis P-tersedia Tanah

Perlakuan Pada

Tabel 13 menunjukkan bahwa perlakuan penempatan TKKS, aplikasi bioaktivatordan interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap P tersedia tanah. Namun dapat dilihat juga bahwa P tersedia tanah dengan perlakuan penempatan TKKS pada biopori lebih tinggi dibanding pada piringan dan rorak, sedangkan rataan P tersedia tanah dengan aplikasi bioaktivator1 lebih rendah dibanding dengan aplikasi bioaktivator2 dan tanpa bioaktivator.

K-tukar Tanah

Data hasil analisa K-tukar tanah terdapat pada Lampiran 15 serta sidik ragamnya dapat dilihat pada Lampiran 16. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan penempatan TKKS pada piringan, biopori dan rorak berpengaruh tidak nyata terhadap K-tukar tanah, demikian juga dengan aplikasi bioaktivator dan interaksi keduanya. Rataan hasil analisis K-tukar tanah dapat dilihat pada Tabel 14.

(52)

Tabel 14. Rataan Hasil Analisis K-tukar Tanah

Tabel 14 menunjukkan bahwa perlakuan penempatan TKKS, aplikasi bioaktivatordan interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap K-tukar tanah.

Kadar Hara N, P dan K pada Daun Kelapa Sawit

Hasil analisis kadar hara N, P, dan K pada daun kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Hasil Analisa Kadar Hara pada Daun Kelapa Sawit Setelah Aplikasi

Perlakuan N Kriteria P Kriteria K Kriteria

(%) ( % ) ( % )

T1B0 2,07 Defisiensi 0,12 Defisiensi 0,80 Optimum T1B1 2,02 Defisiensi 0,10 Defisiensi 0,86 Optimum T1B2 2,03 Defisiensi 0,13 Defisiensi 0,72 Defisiensi T2B0 2,06 Defisiensi 0,13 Defisiensi 0,86 Optimum

T2B1 2,33 Defisiensi 0,16 Optimum 0,90 Optimum

T2B2 2,08 Defisiensi 0,13 Defisiensi 0,78 Optimum T3B0 2,18 Defisiensi 0,13 Defisiensi 0,87 Optimum T3B1 2,10 Defisiensi 0,12 Defisiensi 0,75 Optimum T3B2 2,04 Defisiensi 0,13 Defisiensi 0,71 Defisiensi

Berdasarkan Tabel 15 dapat dilihat bahwa kadar hara N tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antara perlakuan satu dengan yang lainnya,

(53)

kadar hara N tertinggi terdapat pada perlakuan T2B1 yaitu 2,33 % dan terendah pada perlakuan T1B1

Tabel 16. Hasil Analisa Awal Kadar Hara pada Daun Kelapa Sawit

yaitu 2,02 %, jika dibandingkan dengan hasil analisa awal kadar hara daun maka ada kenaikan nilai serapan N. Hasil analisa awal kadar hara daun kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 16.

Kadar Hara Persentase (%) Kriteria

N 0,19 Defisiensi

P 0,10 Defisiensi

K 0,29 Defisiensi

Kadar hara P tertinggi terdapat pada perlakuan T2B1 yaitu 0,16 % dan terendah terendah pada perlakuan T1B1

Hasil kadar hara K tertinggi terdapat pada perlakuan T

yaitu 0,10 % dan hasil analisa awal kadar P daun adalah 0,10 %.

2B1 yaitu 0,90 % dan terendah terdapat pada perlakuan T3B2

Dari ketiga hasil analisa kadar hara tersebut pada perlakuan T yaitu 0,71 % dan hasil analisa awal kadar K pada daun adalah 0,29 %. Dengan demikian hasil tersebut menunjukkan adanya peningkatan kadar K pada daun setelah aplikasi perlakuan.

2B1 merupakan kadar hara tertinggi dibanding perlakuan lainnya. Jika dikaitkan dengan jenis jamur yang berkembang pada perlakuan tersebut, jenis jamurnya adalah Aspergillus sp1, Aspergillus sp 2 dan Fusarium sp.

(54)

Pembahasan Dekomposisi Tandan Kosong Kelapa Sawit

Rasio C/N tandan kosong kelapa sawit pada biopori lebih rendah dibanding pada piringan dan rorak, dari hasil tersebut menunjukkan bahwa tandan kosong pada biopori lebih cepat terdekomposisi dibanding perlakuan piringan dan rorak. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, pertama : ruang sentuh antara tandan kosong kelapa sawit dengan tanah lebih besar pada biopori dibanding rorak dan piringan. Keadaan demikian sejalan dengan prinsip pengomposan dengan melakukan pembalikan. Penurunan nilai C/N pada pengomposan dengan pembalikan lebih cepat dibanding pengomposan tanpa pembalikan (ditimbun); Kedua : tersedianya sumber makanan yang berasal dari bahan organik yang diaplikasikan ke dalam lubang biopori. Mikroorganisme di dalam tanah menjadi aktif dengan adanya sumber makanan. Tersedianya sumber makanan dalam tanah dari 0 – 100 cm mendukung bagi mikroorganisme untuk hidup dan berkembang. Berbeda halnya dengan piringan dan rorak, pada piringan organisme yang berkembang berasal dari permukaan tanah sedangkan pada rorak organisme yang berkembang pada kedalaman 0 – 40 cm, sesuai dengan bentuk dan ukuran masing-masing. Widiastuty dkk (2006) menyatakan lebih tingginya total sel bakteri pada lokasi aplikasi limbah mengindikasikan bahwa aplikasi ini telah menyediakan cukup nutrisi berupa monosakarida, asam amino, dan asam lemak. Ketiga : Jumlah dan jenis mikroorganisme yang berkembang berpengaruh terhadap dekomposisi tandan kosong kelapa sawit. Hasil perhitungan jumlah mikroorganisme (Tabel 4) menunjukkan jumlah mikroorganisme tertinggi

(55)

terdapat pada perlakuan T2B2 (Biopori ; Bioaktivator 2) yaitu 223x106 CFU/ml, jenis jamur yang berkembang Trichoderma sp dan Aspergillus sp sedangkan jumlah mikroorganisme terendah terdapat pada perlakuan T1B0 (piringan ; tanpa bioaktivator) yaitu 41x10

Jenis jamur yang ditemukan pada perlakuan T

CFU/ml dan jenis jamur yang berkembang adalah Aspergillus sp, Penicillium sp dan Trichoderma sp. Secara umum, aktivitas mikroorganisme dalam tanah sangat ditentukan oleh ketersediaan substrat energi dan unsur hara anorganik, jumlah mikroorganisme berkurang dengan semakin dalamnya tanah, selain karena keterbatasan sumber makanan, konsentrasi oksigen juga semakin berkurang dengan semakin dalamnya tanah, hal ini menyebabkan distribusi mikroorganisme semakin berkurang. Pernyataan ini juga sesuai dengan hasil penelitian Imasari (2011) ) pengaruh aplikasi limbah cair pabrik kelapa sawit terhadap sifat biologi tanah menunjukkan jumlah mikroorganisme baik bakteri, aktinomesetes dan jamur lebih tinggi pada lahan yang diaplikasi limbah cair pabrik kelapa sawit dibanding tanpa aplikasi, distribusi mikroorganisme tanah makin kedalam semakin rendah.

2B2

Jenis jamur berikutnya yang banyak ditemukan pada beberapa perlakuan adalah Fusarium sp merupakan fungi yang bersifat saprofit tanah tetapi dapat berfungsi patogen terhadap banyak tumbuhan. Fungi ini juga dapat menyebabkan

adalah Aspergillus sp dan Trichoderma sp (Tabel 5) jenis jamur ini merupakan jamur yang paling dominan berkembang pada setiap perlakuan. Aspergillus sp berperan penting dalam proses dekomposisi bahan organik tanah dan membantu pertumbuhan tanaman.

(56)

pembusukan pada akar tanaman, dan juga berperan pada proses dekomposisi. Hasil ini sejalan dengan penelitian Irawan dan Yulianti (2004) yang menyimpulkan bahwa diketahui 3 spesies fungi dekomposer dominan dari perkebunan kopi yaitu : Fusarium sp, Aspergillus sp dan Trichoderma sp. Buckman and Brady (1982) menyatakan ada 4 jenis genus fungi yang paling terkenal yaitu Penicillium, Mucor, Trichoderma dan Aspergillus. Fungi ini berkembang hebat di tanah-tanah asam, netral dan alkali, beberapa diantaranya menyukai pH rendah. Pernyataan ini diperkuat oleh Pitt dan Hocking (1997) yang menyatakan jenis-jenis fungi antara lain Fusarium sp, Mucor sp, Rhizopus sp, dan Trichoderma sp, mampu bertahan hidup dan bersaing dengan fungi lain untuk mendapatkan ruang tumbuh serta unsur lain yang diperlukan untuk pertumbuhannya.

Sifat Fisik – Kimia Tanah 1. Bulk Density

Nilai BD tanah dengan perlakuan biopori lebih rendah dibanding piringan dan rorak (Tabel 7). Salah satu yang mempengaruhi nilai BD adalah bahan organik. Seperti yang telah dijelaskan diawal bahwa pada perlakuan biopori, bahan organik yang diaplikasikan lebih cepat terdekomposisi dan kandungan C-organik nya lebih tinggi sehingga berpengaruh terhadap BD tanah. Jamilah (2006) menyatakan bulk density dipengaruhi oleh tekstur, struktur dan bahan organik. Tanah dengan bahan organik tinggi memiliki nilai BD lebih kecil.

(57)

2. Kadar Air Tanah

Pengamatan kadar air tanah berpengaruh tidak nyata pada perlakuan penempatan tandan kosong kelapa sawit dan pemberian bioaktivator, namun demikian ada perbedaan kadar air pada tiap perlakuan (Tabel 8). Kadar air pada biopori lebih rendah dibanding pada piringan dan rorak, keadaan tersebut diasumsikan bahwa air yang berada dalam tanah diikat oleh bahan organik yang diaplikasikan dalam biopori. Bahan organik berperan aktif dalam mengikat air dan menjerap kation-kation, kemampuan bahan organik mengikat air lebih besar dibanding liat. Lubis (2006) menyatakan beberapa kontribusi bahan organik tanah terhadap kesuburan tanah adalah melalui aktifitas mikroorganisme, dengan memberikan suplai hara tersedia nitrogen, fosfor, kalium dan hara mikro secara terus menerus dengan laju tetap; memperbaiki struktur tanah; memberikan faktor-faktor pertumbuhan yang sesuai dan proses khelasi.

3. Laju Infiltrasi

Rata – rata laju infiltrasi pada semua perlakuan 4 – 5 cm/jam (Tabel 9). Dari nilai tersebut terlihat ada perbedaan namun jika mengacu pada kelas infiltrasi maka dapat dikategorikan laju infiltasi pada kelas 4 (2 – 6 cm/jam) yaitu termasuk sedang (Arsyad, 1989). Laju infiltrasi sangat dipengaruhi oleh jenis tekstur tanah. Tanah bertekstur halus atau yang didominasi oleh liat memiliki laju infiltrasi lebih kecil dibanding tanah berpasir. Hanafiah (2007) menyatakan porositas mencerminkan tingkat kecepatan aliran air untuk melewati massa tanah. Penyediaan air dan O2 untuk pertumbuhan tanaman dan jumlah air yang bergerak melalui tanah berkaitan erat dengan jumlah pori-pori tanah. Menurut Harahap

(58)

(2010) suatu infiltrasi ke dalam profil dengan lapisan tekstur halus yang berada di atas lapisan kasar, maka laju infiltrasi ditentukan oleh lapisan atas akan tetapi saat air mencapai bidang pertemuan dengan lapisan kasar yang lebih rendah laju infiltrasi akan berkurang.

4. Permeabilitas Profil

Hasil pengamatan permeabilitas profil pada setiap perlakuan bervariasi, kriteria agak cepat, cepat sampai sangat cepat (Tabel 10). Hal ini disebabkan oleh jenis tektur tanah, seperti yang sudah dijelaskan pada pembahasan laju infiltrasi. Selain jenis tekstur tanah, pori makro dalam tanah juga mempengaruhi kecepatan masuknya air ke dalam tanah. Perakaran kelapa sawit membentuk pori makro di dalam tanah, perakaran kelapa sawit berkembang seperti halnya bentuk piringan, menurut Surasta, 2011 tanaman yang tumbuh di lapangan akar-akar primer dan tersier terutama berada 2,0 — 2,5 m dari pokok dan terbanyak dijumpai pada kedalaman 0 — 30 cm dari permukaan tanah serta dapat tumbuh memanjang ke samping hingga mencapai 6 m dengan pola penyebaran yang berbeda-beda.

Permeabilitas dan infiltasi erat kaitannya dengan jenis tekstur tanah, dari hasil analisa tanah (Lampiran 19) tanah dilokasi penelitian adalah tanah bertekstur liat dimana tanah tersebut bersifat kuat menahan air, namun karena ukuran partikel liat sangat kecil maka pori-pori tanah lebih rapat dibanding tanah yang bertekstur pasir. Menurut Harahap (2010) dilihat dari hubungan keeratan antara tekstur dengan perkembangan perakaran dan produksi, ternyata semakin tinggi kandungan liat maka perkembangan perakaran dan produksi menjadi berkurang,

(59)

hal ini dapat difahami karena semakin tinggi liat maka relatif tanah menjadi semakin tidak porous.

5. C- Organik

Penempatan tandan kosong kelapa sawit pada biopori nyata meningkatkan C-organik tanah (Tabel 11), hal ini disebabkan oleh tandan kosong yang berada dalam biopori lebih cepat terdekomposisi dibanding pada rorak dan piringan, seperti yang sudah dijelaskan di awal. Selain itu bahan organik yang ada dalam biopori lebih terjaga keberadaannya dibanding pada piringan dan rorak. Jika diperhatikan di lapangan pencucian pada piringan masih relatif tinggi apalagi pada lahan penelitian memiliki kemiringan lereng 5 – 8 %. Hardjowigeno (1995) menyatakan erosi akan meningkat apabila lereng semakin curam atau semakin panjang. Apabila lereng semakin curam maka kecepatan aliran permukaan meningkat sehingga kekuatan mengangkut meningkat pula. Lereng yang semakin panjang menyebabkan volume air yang mengalir menjadi semakin besar. Apabila dalamnya air menjadi dua kali lipat, maka kecepatan aliran menjadi 4 kali lebih besar akibatnya besar benda ataupun berat benda yang terangkut juga berlipat ganda. Bahan organik yang ideal pada tanah mineral adalah 5 %, meskipun dalan jumlah kecil tetapi bahan organik sangat berperan dalam perbaikan sifat fisik, kimia dan biologi tanah.

6. Kadar Hara N, P dan K

Penempatan tandan kosong kelapa sawit dan aplikasi bioaktivator tidak memberikan efek yang nyata terhadap peningkatan kadar hara N, P dan K tanah,

(60)

sehingga respon pada tanah dan tanaman tidak terlihat disebabkan oleh minimnya kadar hara pada tanah. Kedua, tandan kosong kelapa sawit yang diaplikasikan lebih berperan dalam memperbaiki sifat fisik dan biologi tanah dibanding perbaikan sifat kimianya yaitu menurunkan nilai BD, meningkatkan C-Organik tanah dan meningkatkan jumlah mikroorganisme di dalam tanah. Ketiga, berdasarkan data curah hujan pada tahun 2011, selama penelitian berlangsung curah hujan bulanan > 200 mm yaitu termasuk bulan basah, keadaan demikian juga diduga menyebabkan unsur hara terbawa oleh aliran permukaan (run-off). Keempat, unsur hara yang bersumber dari tandan kosong kelapa sawit digunakan mikroorganisme sebagai bahan makanan, maka disini ada persaingan antara tanaman dan mikroorganisme. Deptan (2006) menyatakan melalui kegiatan mikroorganisme tanah atau proses mineralisasi, unsur hara yang didapati pada tandan kosong kelapa sawit kembali ke dalam tanah. Namun unsur hara tersebut tidak seluruhnya dapat diserap oleh akar tanaman karena terimmobilisasi (digunakan langsung oleh mikroorganisme tanah untuk menunjang kelangsungan hidupnya).

Kadar P dalam biopori lebih tinggi dari dalam rorak atau piringan, walaupun secara statistik tidak berbeda nyata (Tabel 13). Ketersediaan unsur hara P dipengaruhi oleh keberadaan bahan organik di dalam tanah. Bahan organik melalui peranannya akan meningkatkan porositas tanah dan ketersediaan unsur hara P. Tan (1992) menyatakan Ketersediaan bahan organik menyebabkan terjadinya pembentukan kompleks pengkhelatan yang memegang peranan penting dalam meningkatkan kesuburan tanah. Pengkhelatan menyebabkan meningkatnya

Gambar

Tabel 1. Mikroorganisme yang umum berasosiasi dalam tumpukan sampah
Tabel 2. Kelas Laju Infiltrasi
Tabel 2. Data Curah Hujan Kwala Bekala  Tahun 2011
Tabel 3. Rasio C/N Tandan Kosong Kelapa Sawit 5 bulan Setelah Aplikasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

kesuburan rendah, maka dengan aplikasi dosis kompos tandan kosong kelapa sawit yang lebih tinggi mampu merubah struktur tanah menjadi lebih baik sehingga

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui teknik pembuatan pupuk organik padat dengan bahan dasar Tandan Kosong Kelapa Sawit dan cacing tanah ( Lumbricus rubellus ), serta

Setelah itu larutan EM4 dicampurkan pada bahan organik yang tandan kosong kelapa sawit, lalu dilakukan pengomposan (bahan dimasukkan ke dalam terpal dan ditutup dengan rapat)

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa aplikasi biochar tandan kosong kelapa sawit dan pupuk majemuk memberikan pengaruh yang nyata terhadap tinggi batang, lingkar

Setelah itu larutan EM4 dicampurkan pada bahan organik yang tandan kosong kelapa sawit, lalu dilakukan pengomposan (bahan dimasukkan ke dalam terpal dan ditutup dengan rapat)

Tandan kosong kelapa sawit bisa diolah dengan teknik tekstil, karena dari hasil penelitian laboratorium tekstil, tandan kosong kelapa sawit ini dapat diolah

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian kompos tandan kosong kelapa sawit, berpengaruh nyata terhadap variabel pengamatan jumlah daun pada minggu ke-4, ke-6,

Tandan kosong kelapa sawit bisa diolah dengan teknik tekstil, karena dari hasil penelitian laboratorium tekstil, tandan kosong kelapa sawit ini dapat diolah