KARAKTERISTIK BERAS ARTIFISIAL YANG DIBUAT
DENGAN METODE
AUTOCLAVING COOLING CYCLING
MOHAMMAD RAGA KUSTIAWAN PUTRA
DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik Beras Artifisial yang Dibuat Dengan Metode Autoclaving Cooling Cycling adalah benar karya saya denganarahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
ABSTRAK
MOHAMMAD RAGA KUSTIAWAN PUTRA. Karakterisitik Beras Artifisial yang Dibuat Dengan Metode Autoclaving Cooling Cycling. Dibimbing oleh SURYANI dan EDY MULYONO.
Permasalahan ketersediaan pangan diantaranya dapat diatasi melalui diversifikasi pangan dan penyediaan pangan alternatif. Beras merupakan salah satu makanan pokok bangsa Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh autoclaving cooling cycling pada pembuatan beras artifisial terhadap karaktersitik dan daya cerna beras artifisial. Perlakuan terdiri atas beras artifisial dengan autoclaving sebanyak 3 kali (F1), beras artifisial dengan autoclaving sebanyak 5 kali (F2), dan tanpa perlakuan autoclaving sebagai kontrol (K). Parameter yang diujikan meliputi analisis proksimat, amilosa, daya cerna, dan uji organoleptik. Metode autoclaving cooling cycling mempengaruhi kadar air dan kadar karbohidrat pada beras artifisial sedangkan kadar amilosa tidak dipengaruhi. Beras artifisial F1 memiliki daya cerna sebesar 26.31% dan F2 sebesar 57.30%. Berdasarkan analisis diperoleh bahwa metode autoclaving cooling cycling sebanyak 3x cukup efektif dalam pembuatan beras artifisial. Penerimaan panelis terhadap beras artifisial metode autoclaving cooling cycling cukup baik dibandingkan beras artifisial K. Panelis lebih menyukai warna , aroma, dan tekstur beras artifisial F1 dibanding F2.
Kata kunci: autoclaving cooling cycling, beras artifisial, daya cerna, organoleptik.
ABSTRACT
MOHAMMAD RAGA KUSTIAWAN PUTRA. Characteristics Artificial Rice which Made by Cooling Cycling Autoclaving Method. Supervised by SURYANI and EDY MULYONO.
One of the solving of food strength and availability problem is food diversification and alternative food supply that analogically to rice that an Indonesian primary food. The aim of this research is to know the influence of autoclaving cooling cycling on artificial rice production. The treatment of artificial rice with three times autoclaving cooling cycling (F1), artificial rice (F2) with 5 times autoclaving and without treatment (control). The measured parameters are proximate analysis, amylose, digestibility and organoleptic assay. This method was influenced the water and carbohydrate content, otherwise the amylose content wasn’t influenced. The artificial rice F1 has digestibility as 26.31% and F2 as 57.30%. According to analysis result, 3 times autoclaving cooling cycling (F1) was sufficiently effective to produce artificial rice. Panelist accepted color, taste, and texture from the artificial rice with autoclaving than without autoclaving (K) as control and 5 times (F2).
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains
pada
Departemen Biokimia
KARAKTERISTIK BERAS YANG DIBUAT ARTIFISIAL
DENGAN METODE
AUTOCLAVING COOLING CYCLING
MOHAMMAD RAGA KUSTIAWAN PUTRA
DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Skripsi :Karakteristik Beras Artifisial yang Dibuat Dengan Metode Autoclaving Cooling Cycling
Nama :Mohammad Raga Kustiawan Putra
NIM :G84100055
Disetujui oleh
Dr. Suryani, S.P, M.Sc Pembimbing I
Dr Edy Mulyono, MS Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr.Ir. I Made Artika, M.App.Sc Ketua Departemen
PRAKATA
Puji syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT penulis ucapkan atas segala rahmat dan karunia, serta kemudahan yang selalu diberikan kepada hamba-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah dengan judul “ Karakteristik Beras Artifisal yang Dibuat Dengan Metode Autoclaving Cooling cycling” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Biokimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr.Suryani, S.P, M.Sc selaku pembimbing utama dan Edy Mulyono M.S. selaku pembimbing kedua. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Citra selaku penanggung jawab Laboratorium Mikrobiologi Balai Besar Pascapanen beserta staf, teh Uwi, mas Irfan, dan pak Yudi yang selalu memberikan ilmu dan masukannya selama penelitian berlangsung. Terima kasih kepada penanggung jawab laboraturium kimia pak Tri, Ibu Pia, dan Ibu Dini yang membantu dalam analisis. Pak Adom, Teh Ema, dan Mbak Ika yang mengajarkan cara membuat beras artifisial. Teman– teman seperjuangan yang selalu membantu Rahmat AP, Yoga, Roni, Nindy, Irfan, Aje, Aldi, Dini, Aidah, Dwika, Hernadi, Yoni, Tami, Reiva, Fia, Amel dan Nathasa. Terakhir kepada keluarga yang tercinta bapak, ibu dan Reggy yang selalu mendoakan kelancaran penelitian.
Semoga tulisan ini bermanfaat dalam bidang ilmu pengetahuan khususnya bidang biokimia serta memberikan kemaslahatan bagi masyarakat.
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN ... 1
METODE ... 2
Waktu dan Tempat... 2
Bahan dan Alat ... 2
Prosedur Penelitian ... 2
HASIL ... 6
Sifat Fisik Beras Artifisial ... 6
Analisis Proksimat dan Kadar Amilosa Beras Artifisial ... 7
Daya Cerna Beras Artifisial ... 8
Hasil Organoleptik Terhadap Beras Artifisial... 9
PEMBAHASAN ... 10
Sifat Fisik Beras Artifisial Dengan Pengaruh Metode Autoclaving Cooling Cycling ... 11
Proksimat dan kadar amilosa Beras Artifisial Dengan Metode Autoclaving Cooling Cycling ... 11
Daya Cerna Beras Artifisial Dengan Metode Autoclaving Cooling Cycling ... 12
Organoleptik Terhadap Beras Artifisial Dengan Metode Autoclaving Cooling Cycling ... 13
SIMPULAN DAN SARAN... 14
Simpulan ... 14
Saran ... 15
DAFTAR PUSTAKA ... 15
LAMPIRAN ... 18
DAFTAR TABEL
1 Hasil analisis proksimat beras artifisial 6
2 Hasil uji organoleptik beras artifisial 10
DAFTAR GAMBAR
2 Penampakan fisik beras Artifisial 6
2 Hasil penanakan beras artifisial 7
3 Kadar amilosa beras artifisial 8
4 Daya cerna beras artifisial 9
5 Formulir uji organoleptik 29
DAFTAR LAMPIRAN
1 Bagan alir penelitian 19
2 Kurva standar dan hasil pembacaan spektrofotometer λ = 620 nm kadar amilosa beras artifisial dan contoh perhitungan 20 3 Hasil perhitungan kadar air beras artifisial dan contoh perhitungan 21 4 Hasil perhitungan kadar abu beras artifisial dan contoh perhitungan 22 5 Hasil perhitungan kadar lemak beras artifisial dan contoh
perhitungan 23
6 Hasil perhitungan kadar protein beras artifisial dan karbohidrat 24
7 Analisis daya cerna pati 25
8 Formulir uji organoleptik dan hasil organoleptik 26
9 Hasil analisis statistik organoleptik 30
PENDAHULUAN
Pati merupakan sumber utama penghasil energi dari pangan yang dikonsumsi oleh manusia. Sumber-sumber pati di dunia berasal dari tanaman sereal, legum, dan umbi-umbian yang menyediakan hingga 70-80% kebutuhan kalori bagi penduduk dunia. Sementara di Indonesia sumber utama karbohidrat adalah beras. Beras merupakan salah satu tanaman pangan utama dari hampir setengah populasi dunia (Childs 2004). Bagi masyarakat Indonesia beras merupakan bahan pangan pokok sehari-hari. Beras dijadikan sumber karbohidrat utama hampir diseluruh daerah di Indonesia karena mudah didapat, rasanya yang enak dan dapat dikombinasikan dengan bahan pangan lain.
Tingginya konsumsi beras tidak diimbangi dengan peningkatan jumlah beras yang diproduksi oleh petani lokal Indonesia. Jumlah konsumsi beras masyarakat Indonesia tahun 2009 mencapai 139 kg per orang per tahun, sedangkan jumlah produksi pada tahun 2009 sebesar 64 398 890 ton (BPS 2010). Meskipun demikian, impor beras tidak dapat selamanya menjadi solusi untuk pemenuhan kebutuhan beras masyarakat Indonesia. Disamping itu terdapat dampak lain jika mengkonsumsi karbohidrat terlalu banyak antara lain, penyakit diabetes melitus dan obesitas. Oleh karena itu, untuk mengatasi masalah ketersediaan pangan pemerintah mencanangkan ketahanan pangan melalui diversifikasi pangan. Namun, pola pikir masyarakat Indonesia yang beranggapan belum makan jika belum mengkonsumsi nasi membuat proses diversifikasi pangan belum berjalan dengan lancar. Sehingga diperlukan suatu pangan alternatif yang menyerupai makanan pokok bangsa Indonesia, yaitu beras.
Makanan yang menyerupai beras ini dinamakan beras artifisial. Beras artifisial atau beras tiruan adalah beras yang dibuat dari non padi dengan kandungan karbohidrat mendekati beras (Samad 2003). Selain itu beras artifisial ini bukan hanya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan zat gizi saja tetapi juga untuk dapat memberikan efek fungsional dalam menjaga kesehatan dan kebugaran tubuh serta memperbaiki fungsi fisiologis (pangan fungsional).
Pembuatan beras artifisial pada penelitian ini merupakan campuran dari tepung singkong yang telah dimodifikasi (MOKAF), tepung sorgum, tepung gadung, pati sagu, dan pati tapioka. Kelebihan dalam pembuatan beras artifisial dalam penelitian ini adalah menggunakan metode autoclaving cooling cycling karena metode tersebut belum dilakukan dalam sebuah produk pangan. Menurut
Pratiwi (2008), perlakuan autoclaving cooling cycling dapat menurunkan daya cerna pati, pengujian daya cerna pati pada pati modifikasi 3 siklus dengan waktu gelatinisasi 15 menit, dan 5 siklus dengan waktu gelatinisasi 15, masing-masing memiliki daya cerna 48.44%, dan 33.01%, hasil tersebut tidak berbeda nyata dengan daya cerna pati resisten komersial. Sehingga untuk pembuatan beras artifisial, menggunakan siklus autoclaving sebanyak 3 kali siklus dan 5 kali siklus dengan waktu autoclaving selama 15 menit.
2
menyediakan alternatif pangan yang memiliki sifat fungsional. Metode autoclaving cooling cycling memungkinkan terjadinya perubahan struktur polisakarida yang terkandung dalam beras artifisial, diharapkan beras artifisial akan bersifat lambat cerna sehingga baik dikonsumsi oleh penderita diabetes maupun obesitas.
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 28 April sampai dengan 15 Oktober 2014 di Laboratorium Kimia Balai Besar Pengembangan dan Penelitian Pascapanen Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat
Alat-alat yang digunakan adalah tabung reaksi, pipet tetes, labu ukur 1000 mL, labu ukur 250 mL, gelas piala, gelas Erlenmeyer, Tray dryer, oven, buret, kuvet, cawan porselin, cawan alumunium, desikator, kertas saring, oven, timbangan, autoclave, spektrofotometri UV-Vis, pipet mikro, penangas Bunsen, dan pipet volumetrik 25 mL.
Bahan-bahan yang digunakan adalah tepung MOKAF, tepung sorgum, tepung gadung, pati sagu, pati tapioka, akuades, heksan, bubuk KI, bubuk iodium, methylene blue 0.2% dalam alkohol, amilum 1%, HCl, KCl, natrium asetat, serbuk K2SO4, NaOH-Na2S2O3, H3BO3, H2SO4 pekat, NaOH 1 N, enzim α -amilase, bufer fosfat, maltose dan larutan dinitrosalisilat (DNS).
Prosedur Penelitian
Pembuatan Beras Artifisial (BB Pascapanen 2013)
Formulasi beras artifisial yang digunakan adalah tepung MOKAF 30 g, tepung sorgum 20 g, tepung gadung 30 g, pati sagu 15 g, pati tapioka 15 g.Sebagai bahan pengikat (gelling agent) digunakan tepung glukomanan 0.5 g, glycerol mono stearat (GMS) 2 g, dan minyak sawit 1 g. Terdapat 2 perlakuan yang akan dilakukan yaitu, beras artifisial dengan proses autoclaving sebanyak 3 kali (F1), beras artifisial dengan proses autoclaving sebanyak 5 kali (F2), dan tanpa perlakuan autoclaving digunakan sebagai kontrol (K).
Pembuatan beras artifisial tanpa autoclaving yang dijadikan kontrol (K) dilakukan dengan mencampur semua bahan ditambahkan 60 ml akuades dan disangrai hingga kering selanjutnya ditambahkan kembali 80 ml akuades dan minyak sawit 1 g. Kemudian campuran bahan dikukus selama 20 menit, suhu 90°C (setiap 5 menit diaduk). Adonan beras yang sudah dikukus lalu dicetak menjadi lembaran-lembaran setebal 3 mm dengan alat pencetak dan dicetak menyerupai butiran beras, selanjutnya dikeringkan selama 4 jam pada suhu 60° C.
3 menit pada suhu 121oC. Selanjutnya tepung yang telah di autoklaf diretrogradasi melalui pendinginan selama 24 jam pada suhu 4 oC. Proses pemanasan dengan autoklaf hingga pendinginan pada 4 oC diulangi sebanyak 3 kali untuk beras artifisial F1 dan 5 kali untuk beras artifisial F2. Setelah proses autoklaf ditambahkan tepung glukomanan 0.5 g, GMS 2 g, air 40 ml dan minyak sawit 1 g. Kemudian campuran bahan dikukus selama 20 menit, suhu 90°C (setiap 5 menit diaduk). Adonan beras yang sudah dikukus lalu dicetak menjadi lembaran-lembaran setebal 3 mm dengan alat pencetak dan dicetak menyerupai butiran beras, selanjutnya dikeringkan selama 4 jam pada suhu 60°C.
Analisis Proksimat Beras Artifisial
Penentuan Kadar Air (AOAC 2005)
Kadar air diukur dengan metode oven karena kandungan bahan volatil pada sampel rendah dan sampel tidak mengalami degradasi pada suhu 100º C. Cawan alumunium kosong dikeringkan dalam oven dengan suhu 105° C. Cawan tersebut lalu diangkat dan didinginkan dalam desikator selama 5 menit atau sampai cawan dingin. Cawan yang telah dingin kemudian ditimbang dan dicatat beratnya. Setelah itu, sampel sebanyak ± 2 gram dimasukkan ke dalam cawan dan dikeringkan dalam oven pada suhu 105° C sampai beratnya konstan. Cawan tersebut lalu diangkat, didinginkan di dalam desikator, dan ditimbang berat akhirnya.Selanjutnya kadar air dihitung dengan persamaan berikut:
Kadar air (% bb) = x 100% Keterangan:
x = berat cawan dan sampel sebelum dikeringkan (g) y = berat cawan dan sampel setelah dikeringkan (g) a = berat sampel awal (g)
Penentuan Kadar lemak (AOAC 2005)
Labu lemak yang digunakan dikeringkan dalam oven bersuhu 100-110°C, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang. Sampel dalam bentuk serbuk ditimbang sebanyak 5 gram dibungkus dengan kertas saring dan dimasukkan ke dalam alat ekstraksi (Soxhlet), yang berisi pelarut heksana. Reflux dilakukan selama 5 jam (minimum) dan pelarut yang ada di dalam labu lemak didistilasi. Selanjutnya labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 100°C hingga beratnya konstan, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang. Selanjutnya kadar lemak dihitung dengan persamaan berikut:
Kadar Lemak (% bb) =
x 100% Penentuan Kadar Abu (AOAC 2005)
4
abu berwarna putih. Kemudian sampel didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Selanjutnya kadar abu dihitung dengan persamaan berikut:
Kadar Abu (% bb) =
Pengukuran protein dilakukan dalam 3 tahap, yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi. Sampel sebanyak 150 mg dimasukkan ke dalam labu Kjeldhal dan ditambahkan 1.9 g K2SO4, 40 mg HgO, dan 2 ml H2SO4 pekat. Sampel dididihkan selama 1-1.5 jam sampai cairan menjadi jernih. Larutan dibiarkan dingin dan dipindahkan ke labu 50 mL dan diencerkan dengan akuades sampai tanda tera, dimasukkan ke dalam alat destilasi. Larutan NaOH-Na2S2O3 ditambah sebanyak 8-10 ml, kemudian didestilasi. Gelas Erlenmeyer berisi 5 ml larutan H3BO3dan 3 tetes indikator (campuran 2 bagian merah metal 0.2% dalam alkohol dan 1 bagian methylene blue 0.2% dalam alkohol) diletakkan dibawah kondensor. Ujung tabung kondensor harus terendam dibawah larutan H3BO3. Kondesat akan mengalami perubahan warna dari ungu menjadi hijau. Kondesat tersebut kemudian dititrasi dengan HCl 0.01 N yang telah distandardisasi. Titrasi dihentikan sampai terjadi perubahan warna menjadi kuning bening. Penetapan blanko dilakukan dengan menggunakan metode yang sama seperti sampel. Kadar protein dihitung dengan menggunakan persamaan :
Kadar N (%) =
Kadar Protein (% bb) = % N x faktor konversi
Penentuan Kadar karbohidrat by difference
Kadar karbohidrat (% bb) pada sampel dihitung secara by difference, yaitu dengan cara mengurangkan 100 % dengan nilai total dari kadar abu (% bb), kadar protein (% bb) dan kadar lemak (% bb).
Kadar karbohidrat diukur dengan rumus by difference yaitu :
Kadar karbohidrat (% bb) = (100- % air- % abu- % lemak- % protein)
Penentuan Kadar Amilosa (Juliano 1972)
Pembuatan Kurva Standar Amilosa murni ditimbang sebanyak 40 mg
5 ditepatkan sampai tanda tera dengan akuades dan dikocok, lalu didiamkan selama 20 menit. Larutan kemudian diukur intensitas warna yang terbentuk dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 620 nm.
Penetapan Sampel Sejumlah 100 mg sampel tanpa lemak dimasukkan ke
dalam labutakar 100 ml dan ditambahkan 1 ml etanol serta 9 ml NaOH 1 N. Setelah itu, larutan sampel didiamkan selama 24 jam dan ditepatkan sampai tanda tera dengan akuades. Larutan kemudian dipipet sebanyak 5 ml, lalu dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml dan ditambahkan 1 ml asetat 1 N serta 2 ml larutan iod. Larutan selanjutnya ditambah akuades sampai tanda tera, dikocok, didiamkan selama 20 menit, dan diukur intensitas warna yang terbentuk dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 620 nm. Kadar amilosa dihitung dengan rumus:
Kadar Amilosa (%) = Keterangan:
A = absorbansi sampel pada panjang gelombang 620 nm S = kemiringan pada kurva standar
FP = faktor pengenceran, yaitu 0,05 W = berat sampel (gram)
Analisis Daya Cerna Pati Secara in vitro (Anderson et al..2002)
Pembuatan Kurva Standar Larutan Maltosa. Sebanyak 1.0 mL larutan maltosa standar yang mengandung 0.0, 0.2, 0.4. 0.6, 0.8, dan 1.0 mg maltosa dimasukkan ke dalam tabung reaksi bertutup, kemudian ditambahkan masing-masing 2,0 mL larutan dinitrosalisilat (DNS). Larutan dipanaskan dalam air mendidih selama 12 menit, lalu segera didinginkan dengan air mengalir. Ke dalam larutan tersebut ditambahkan 10 mL akuades, kemudian diaduk hingga homogen dengan menggunakan vorteks. Sampel diukur absorbansinya dengan spektrotometer UV-Vis pada panjang gelombang 520 nm.
6
panjang gelombang 520 nm. Daya cerna pati (dalam persen) dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Daya Cerna Pati (% bb) = Keterangan:
A = maltosa dalam sampel (mg) B =maltosa dalam pati murni (mg)
Uji Organoleptik Beras Artifisial (Setyaningsih et al. 2010)
Pengujian organoleptik yang dilakukan adalah berupa pengujian kesukaan indrawi terhadap produk olahan. Uji organoleptik dilakukan terhadap warna, aroma, rasa, dan kepulenan. Uji ini dilakukan menggunakan skala numerik 1 = sangat tidak suka, 2 =tidak suka, 3 = agak suka, 4 = suka, 5 = sangat suka. Formulir uji organoleptik yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 8.Hasil uji organoleptik digunakan untuk menentukan formula terpilih berdasarkan nilai rata-rata dan persentase penerimaaan dari masing masing komponen rasa, warna, aroma dan tekstur. Penilaian dilakukan oleh 30 orang panelis tidak terlatih.
HASIL
Sifat Fisik Beras Artifisial
Pembuatan beras artifisial dengan metode autoclaving cooling cycling (Lampiran 1), menghasilkan penampakan fisik beras yang beragam. Secara kasat mata perbedaan fisik beras terlihat pada perbedaan warna pada setiap sampel beras artifisial. Jika dibandingkan antara beras artifisial kontrol (K), 3x autoclaving (F1), dan 5x autoclaving (F2), beras dengan metode autoclaving cendrung berwarna lebih cerah jika dibandingkan dengan kontrol (Gambar 1 A). Untuk penampakan dalam keadaan tanak dapat dilihat pada Gambar 2 A.
Kontrol 3x Autoclaving 5x Autoclaving Gambar 1 Beras artifisial
Keterangan : A = beras artifisial B = beras artifisial dalam keadaan tanak.
A )
7 Hasil Proksimat dan Kadar Amilosa Beras Artifisial
Hasil Proksimat
Hasil analisis proksimat dari beras artifisal disajikan pada Tabel 1. Berdasarkan analisis proksimat yang diperoleh, kadar air pada beras artifisial kontrol (K), 3x autoclaving (F1), dan 5x autoclaving (F2) berturut turut adalah sebesar 8.56%, 7.28%, dan 5.43%. Berdasarkan analisis statistik terhadap data kadar air (Lampiran 10) menunjukkan bahwa kadar air berbeda nyata (P<0.05).
Kadar abu beras artifisial tertinggi pada beras artifisial K yang digunakan sebagai kontrol sebesar 1.06% bobot basah (bb). Kadar abu beras artifisial terendah pada sampel F2 yaitu sebesar 0.92% bb. Berdasarkan analisis statistik terhadap data kadar abu menunjukkan bahwa kadar abu tidak berbeda nyata (P<0.05).
Tabel 1 Hasil analisis proksimat beras artifisial Analisis
(% b/b)
Sampel
Kontrol F1 F2
Kadar air 8.56±0.02a 7.28±0.92a 5.43±0.06b
Kadar abu 1.06±0.07a 0.99±0.0002a 0.92±0.07a
Kadar lemak 0.45±0.22a 0.66±0.03a 0.39±0.15a
Kadar protein 3.27±0.09a 2.68±0.59a 2.95±0.34a
Kadar karbohidrat 86.64±0.21a 88.36±1.05a 90.29±0.47b
Keterangan :a) K= kontrol, F1 = autoclaving 3x, F2 = autoclaving 5x b)Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata (P>0.05)
Beras artifisial pada penelitian ini memiliki kadar lemak tertinggi pada sampel F1 yaitu sebesar 0.66% bobot basah (bb). Kadar lemak beras artifisial terendah pada beras artifisial F2 yaitu sebesar 0.39% bb. Berdasarkan analisis statistik terhadap data kadar lemak menunjukkan bahwa kadar lemak tidak berbeda nyata (P<0.05).
Kadar protein beras artifisial tertinggi yaitu sebesar 3.27% bobot basah (bb), pada sampel beras artifisial K. Kadar protein beras artifisial yang terendah yaitu sebesar 2.68% bb pada sampel F1. Berdasarkan analisis statistik terhadap data kadar protein menunjukkan bahwa kadar protein tidak berbeda nyata (P<0.05).
Kadar karbohidrat menunjukkan beda nyata (P<0.05). Kadar karbohidrat tertinggi pada beras artifisial sebesar 90.29% bobot basah (bb) pada sampel F2. Kadar karbohidrat terendah pada beras artifisial sebesar 86.64% bb pada sampel beras artifsial K.
Kadar Amilosa Beras Artifisial
Hasil analisis proksimat menunjukkan bahwa beras artifisial memiliki kandungan karbohidrat yang cukup tinggi, sehingga perlu dilihat pengaruh perlakuan autoclaving terhadap kadar amilosa beras artifisial.
8
didapatkan kadar amilosa yang dapat dilihat pada Gambar 3. Kadar amilosa K, F1 dan F2 secara berturut turut adalah 25.31% , 25.81%, dan 26.23%. Kadar amilosa mengalami peningkatan sesuai dengan siklus autoclaving yang dilakukan namun tidak berbeda secara nyata (P<0.05).
Gambar 3 Kadar amilosa beras artifisial
Keterangan : a) K= kontrol, F1 = autoclaving 3x, F2 = autoclaving 5x. b)Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata (P>0.05).
Daya Cerna Beras Artifisial
Setelah dilakukan analisis proksimat dan kadar amilosa, dilakukan uji daya cerna pati. Uji ini dijadikan parameter karena beras artifisial dengan metode autoclaving memungkinkan memiliki dengan daya cerna yang lebih rendah. Daya cerna pati adalah tingkat kemudahan suatu jenis pati untuk dapat dihidrolisis oleh enzim pemecah pati menjadi unit-unit yang lebih kecil.
Gambar 4 Daya cerna beras artifisial
Keterangan : a) K= kontrol, F1 = autoclaving 3x, F2 = autoclaving 5x. b)Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata (P>0.05).
Analisis daya cerna pati dilakukan dengan membandingkan kadar maltosa beras artifisial yang berhasil dihidrolisis dengan enzim α-amilase dibandingkan dengan pati murni (Lampiran 10).
Didapatkan nilai daya cerna pati pada sampel beras artifisial K, F1, dan F2 secara berturut-turut sebesar 52,64%, 26,31%, dan 57,30%, data dapat dilihat pada Gambar 4. Daya cerna pati beras artifisial K dan F2 tidak berbeda nyata (P<0.05),
9 sedangkan beras artifisal F1 berbeda nyata (P<0.05) dengan beras K (lampiran 10). Hasil ini menunjukkan bahwa beras artifisial F1 memiliki daya cerna yang paling rendah dibandingkan produk beras artifisial K dan F2.
Hasil Organoleptik Terhadap Beras Artifisial
Uji ini membandingkan penilaian panca indra terhadap beras artifisial dengan beras artifisial F1, dan F2 (Tabel 2).
Tabel 2 Hasil uji organoleptik beras artifisial
Sampel Parameter
Warna Aroma Rasa Tekstur
K 2.93a 2.77b 2.67c 2.70d
F1 2.96a 2.80b 2.45c 3.06d
F2 2.90a 2.77b 2.61c 2.64d
Keterangan : a)K= kontrol, F1 = autoclaving 3x, F2 = autoclaving 5x. b)Skala numerik 1 = sangat tidak suka, 2 = tidak suka, 3 = agak suka, 4 = suka, 5 = sangat suka. c)Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata (P>0.05)
Menurut analisis statistik uji organoleptik (Lampiran 8). Hasil analisis terhadap warna menunjukkan bahwa sampel beras F1 memiliki daya terima yang paling tinggi yaitu sebesar 2.96 namun hasil tersebut tidak berbeda nyata (P>0.05) dengan sampel beras artifisial K sebesar 2.93 dan sampel beras artifisial F2 sebesar 2.90.
Panelis juga lebih menyukai aroma beras artifisial F1 dengan nilai 2.80 walaupun penilaian panelis terhadap aroma beras artifisial tidak berbeda nyata dengan K dan F2. Sedangkan untuk rasa, panelis lebih memilih beras artifisial K dengan nilai 2.67 namun nilai tersebut tidak berbeda nyata dengan beras artifisial sampel F1 dan sampel F2 yang mempunyai nilai 2.45 serta 2.61, sementara nilai tekstur yang didapat untuk beras artifisial K, F1 dan F2 secara berturut turut adalah 2.70, 3.06, dan 2.64 namun hasil tersebut tidak berbeda nyata (P>0.05).
PEMBAHASAN
Sifat Fisik Beras Artifisial Dengan Pengaruh Autoclaving Cooling Cycling
10
Beras artifisial menggunakan tepung Glycerol monostearat (GMS), molekul organik yang digunakan sebagai pengemulsi pada makanan. Pada produk berbasis karbohidrat, pengemulsi dapat berikatan dengan struktur heliks dari amilosa (Lewis 1989). GMS mempunyai gugus yang bersifat hidrofobik dan gugus hidrofilik. Dengan adanya gugus hidrofilik ini diharapkan GMS dapat mengikat air pada adonan sehingga adonan tetap lembab (Kaur, 2004). Sedangkan penggunaan glukomanan digunakan sebagai perekat dalam pembuatan beras artifisial. Glukomanan merupakan polisakarida yang membentuk gel pada suhu tinggi. Pada pembuatan beras artifisial, pengukusan diduga dapat memainkan peran dalam pembentukan struktur gel glukomanan.
Proksimat dan Kadar Amilosa Beras Artifisial Dengan Metode Autoclaving
Cooling Cycling
Berdasarkan hasil analisis proksimat dengan dua kali ulangan diperoleh kadar air beras artifisial K, sampel F1, dan sampel F2 berturut turut adalah sebesar 8.56%, 7.28%, dan 5.43%. Kadar air dalam suatu bahan menunjukkan kandungan air per satuan bobot bahan. Winarno (2008) menyatakan bahwa kadar air sangat berpengaruh terhadap mutu bahan pangan sehingga dalam proses pengolahan dan penyimpanan bahan pangan, air perlu dikeluarkan, salah satunya dengan cara pengeringan. Kadar air yang rendah pada produk beras artifisial memang diinginkan karena akan menjaga daya tahan produk beras artifisial. jumlah kandungan air pada bahan, terutama bahan-bahan hasil pertanian akan mempengaruhi daya tahan bahan tersebut terhadap serangan mikroba. Kadar air dari beras artifisial masih berada dibawah 12% sehingga masih jauh dibawah kadar air untuk pertumbuhan kapang. Berdasarkan Badan Standarisasi Nasional (1999), menyaratkan kadar air beras untuk keadaan pangan dalam negeri maksimal 14% untuk semua kelas mutu. Berdasarkan hal tersebut, maka sampel beras yang dianalisis telah memenuhi standar yang ditetapkan. Beras yang memiliki kadar air yang tinggi akan memicu terjadinya kerusakan akibat proses kimia, biokimia, maupun mikrobiologis. Hal ini dapat menyebabkan mutu beras menjadi turun (Hoseney 1998).
Berdasarkan hasil analisa proksimat diperoleh kadar abu beras artifisial kontrol, F1, dan F2 berturut turut adalah sebesar, 0.62%, 0.99%, 0.92%. Menurut Haryadi (2008), kisaran kadar abu beras sosoh adalah 0.3-0.9 % bk. Kadar abu merupakan zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Kadar abu berhubungan dengan mineral suatu bahan.Mineral yang terdapat dalam suatu bahan terdiri dari dua macam garam yaitu garam organik dan garam anorganik. Garam organik terdiri dari garam-garam malat, oksalat, asetat, dan pektat, sedangkan garam anorganik terdiri dalam bentuk fosfat, karbonat, klorida, sulfat, dan nitrat.
11 Selain itu, protein dan suhu gelatinisasi mempengaruhi pula waktu tanak. Beras yang mempunyai kadar protein lebih tinggi membutuhkan air yang lebih banyak dan waktu tanak lebih lama. Beras dengan kadar protein lebih kecil dari 8.5% cenderung pulen. Hal ini berhubungan dengan sifat polaritas protein terhadap air. Protein beras bersifat menghambat penyerapan air dan pengembangan granula pati ketika beras ditanak, sehingga membatasi kemampuan membentuk gelatinisasi secara optimal.
Berdasarkan hasil analisa proksimat diperoleh kadar lemak beras artifisial beras artifisial kontrol, F1, dan F2 berturut turut adalah sebesar 0.45%, 0.66% dan 0.39%. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Widowati et al. (2010) dimana kadar lemak beras <1%. Kadar karbohidrat dihitung secara by different, yaitu dengan mengurangkan 100% dengan kadar abu, kadar protein, dan kadar lemak. Diketahui bahwa kadar karbohidrat sampel beras artifisial kontrol, F1, dan F2 berturut turut adalah sebesar 86.64%, 88.36% dan 90.29%. Menurunnya kadar air selama proses autoclaving menyebabkan meningkatnya kadar karbohidrat di dalam massa yang tertinggal.
Pati merupakan bentuk homopolimer dari glukosa dengan ikatan α -glikosidik. Pati terdiri atas dua polimer yang berbeda, yaitu senyawa yang lurus (amilosa) dan senyawa bercabang (amilopektin) (Muchtadi 2000). Amilosa dan amilopektin merupakan molekul-molekul penyusun pati yang sangat berperan dalam menentukan karakteristik produk pangan yang dihasilkan. Amilosa merupakan fraksi terlarut dari pati, bila kedua fraksi dari pati dipisahkan dengan menggunakan air panas. Amilosa mempunyai struktur lurus dengan ikatan glukosa sedangkan amilopektin mempunyai cabang dengan ikatan (1,4)-D-glukosa (Winarno 2008).
Berdasarkan hasil penelitian (Lampiran 2), diketahui bahwa kadar amilosa beras artifisial kontrol, F1, dan F2 berturut turut adalah sebesar 25.31%, 25.81%, dan 26.23%. Kandungan amilosa dalam bahan pangan berpati digolongkan menjadi empat kelompok yaitu kadar amilosa sangat rendah dengan kadar < 10%, kadar amilosa rendah 10-20%, dan kadar amilosa sedang 20-24%, dan kadar amilosa tinggi > 25% (Aliawati 2003). Sehingga beras artifisial merupakan bahan pangan dengan kadar amilosa sangat tinggi. Hasil kadar amilosa tersebut tidak berbeda nyata berdasarkan analisis statistik (Lampiran 10). Hal ini membuktikan bahwa proses autoclaving hanya mengubah struktur amilosanya dan bukan kadar amilosanya. Hasil ini sama dengan hasil penelitian pati resisten oleh Anggraini (2007) bahwa tidak terjadi perubahan kadar amilosa pada pati yang dimodifikasi dengan perlakuan autoclaving-cooling. Winarno (2008), mengemukakan bahwa kemampuan pati yang tinggi dalam menyerap air disebabkan jumlah gugus hidroksil didalam molekul pati sangat besar. Semakin tinggi kadar amilosa semakin tinggi daya serap air.
Daya Cerna Beras Artifisial Dengan Metode Autoclaving Cooling Cycling
Daya cerna pati adalah tingkat kemudahan suatu jenis pati untuk dapat dihidrolisis oleh enzim pemecah pati menjadi unit-unit yang lebih kecil. Prinsip dari metode ini adalah menghidrolisis pati dengan penambahan enzim α-amilase.
12
dari hasil yang di peroleh beras artifisial F1 yang menggunakan 3x siklus autoclaving memiliki daya cerna yang paling rendah sebesar 26.31% jika diibandingkan beras artifisial K maupun F2 dengan nilai sebesar 52.64%, dan 57.30% secara statistik beras artifisial F1 berbeda nyata dengan K dan F2. Rendahnya daya cerna beras artifisial F1 bisa diakibatkan terbentuknya pati resisten tipe III yang lebih sulit dicerna. Menurut hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan Pratiwi (2008), menyatakan siklus yang optimal menghasilkan pati resisten adalah pemanasan-pendinginan dengan 3 siklus. Sementara pada siklus 5 kali perlakuan autoclaving menjadi tidak efektif sehingga daya cerna nya menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan beras artifisial K namun secara statistik tidak berbeda nyata. Menurut Mahadevamma et al. (2003), proses pencernaan pati dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik yang menyebabkan pati lambat dicerna dalam usus halus yaitu jika bentuk fisik makanan mengganggu pengeluaran amilase pankreatik, khususnya jika granula pati terhalang oleh material lain. Faktor ekstrinsik yang mempengaruhi daya cerna pati adalah waktu singgah, bentuk makanan, konsentrasi amilase pada usus, jumlah pati dan keberadaan komponen pangan lainnya.
Organoleptik Beras Artifisial Dengan Metode Autoclaving Cooling Cycling
Uji organoleptik dilakukan terhadap beras atifisial setelah ditanak. Beras artifisial, harus diberikan perhatian lebih, karena perlakuan dapat menyebabkan perubahan karakteristik sensori produk yang signifikan (Bolini-Cardello et al.1999). Diperlukan uji organoleptik produk untuk memberikan pendapat yang nyata mengenai disukai atau tidak disukainya suatu produk untuk mengetahui peneriman panelis, terhadap produk beras artifisial (Hariom et al. 2006). Hasil uji organoleptik dan formulir dapat dilihat di Lampiran 8.
Hasil uji organoleptik terhadap warna menunjukkan bahwa sampel beras F1 memiliki daya terima yang paling tinggi yaitu sebesar 2.96 namun hasil tersebut tidak berbeda nyata (P>0.05) dengan sampel beras artifisial K sebesar 2.93 dan sampel beras artifisial F2 sebesar 2.90. Walau secara kasat mata terdapat perbedaan warna pada setiap sampel beras artifisial namun tidak mempengaruhi penilaian panelis. Warna merupakan kesan pertama yang diperoleh konsumen dari suatu produk pangan. Oleh karena itu, warna memegang peranan yang penting dalam menentukan penerimaan konsumen terhadap suatu produk. Menurut Meilgaard et al. (1999), warna merupakan salah satu atribut penampilan pada suatu produk yang sering kali menentukan tingkat penerimaan konsumen terhadap produk tersebut secara keseluruhan. Warna beras artifisial dipengaruhi oleh bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan dan metode pembuatan beras. Pada beras yang dibuat dalam penelitian ini, metode sangrai sangat berpengaruh terhadap warna dibandingkan pada metode autoclaving F1 dan F2 (Gambar 1). Menurut Haryadi (2008), beras dengan kandungan amilosa yang tinggi cenderung menyerap air lebih banyak bila ditanak dan mengembang lebih besar sehingga warnanya lebih putih.
13 terendah, perubahan struktur polisakarida yang terlihar dari rendahnya daya cerna, diperkirakan menyebabkan perubahan rasa. Rasa merupakan faktor yang menentukan tingkat kesukaan konsumen pada produk pangan. Atribut rasa meliputi asin, manis, asam, pahit, dan umami. Sebagian dari atribut ini dapat terdeteksi pada kadar yang sangatrendah. Rasa makanan sangat ditentukan oleh formulasi produk tersebut (Fellows 2000).
Berdasarkan uji organoleptik, aroma beras artifisial F1 memiliki nilai tertinggi dengan nilai 2.80 walaupun penilaian panelis terhadap aroma beras artifisial tidak berbeda nyata dengan K dan F2 Setser (1995) menyatakan bahwa aroma merupakan hasil rangsangan kimia dari syaraf-syaraf olfaktori yang berada dibagian akhir dari rongga hidung. Aroma merupakan bau yang dicium karena sifatnya yang volatil (mudah menguap).
Nilai tekstur yang didapat untuk beras artifisial F1 memiliki nilai tertinggi yaitu 3.06 namun hasil tersebut tidak berbeda nyata (P>0.05).Setser (1995) menyatakan bahwa tekstur merupakan parameter kritis pada penampakan, flavor, dan penerimaan keseluruhan dari produk. Tekstur pada makanan sangat ditentukan oleh kadar air, kandungan lemak, dan jumlah serta jenis karbohidrat dan protein yang menyusunnya (Fellows 2000).
Berdasarkan data tersebut metode autoclaving cycling, bisa digunakan dalam pembuatan beras artifisial. Walaupun proses autoclaving menurunkan rasa beras artifisial, namun metode autoclaving mampu meningkatkan tekstur, warna dan aroma sehingga kekurangan akan rasa dapat tertutupi.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Metode autoclaving cooling cycling tidak mempengaruhi kadar amilosa beras artifisial. Autoclaving cooling cycling sebanyak 3x dapat menurunkan daya cerna beras artifisial dengan daya cerna terendah yaitu sebesar 26.31%, sedangkan beras artifisial dengan autoclaving sebanyak 5x memiliki daya cerna sebesar 57.30%. Penerimaan panelis terhadap beras artifisial metode autoclaving cooling cycling cukup baik dibandingkan beras artifisial K tanpa perlakuan autoclaving cooling cycling. Panelis lebih menyukai warna, aroma, dan tekstur beras artifisial dengan autoclaving sebanyak 3x siklus (F1) dibanding autoclaving sebanyak 5x (F2).
Saran
14
DAFTAR PUSTAKA
Anderson AK, HS Guraya, C James, dan L Savaggio. 2002. Digestibility and pasting properties of rice starch heat-moisture treatment at the melting temperature (Tm). J Starch 54 : 401- 409
Aliawati G. 2003. Teknik analisis kadar amilosa dalam beras. Buletin Teknik Pertanian. 8 (2): 82-84.
Anggraini RW. 2007. Resistant Starch Tipe III dan Tipe IV Pati Ganyong (Canna edulis), Kentang (Solanum tuberosum), dan Kimpul (Xanthosoma violaceum Schott) Sebagai Prebiotik [Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
[AOAC] Association of Official Agricultural Chemistry. 2005. Official Methods of Analysis of AOAC INTERNATIONAL. Maryland (US): AOAC International.
BB Litbang Pascapanen 2013. Pengembangan Teknologi Beras Artifisial Fungsional Lambat Cerna [Tidak dipublikasi]
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2010. Situasi Konsumsi Pangan Penduduk Tahun 2007. Jakarta
Bolini-Cardello HMA, Da Silva MAPA, dan Damasio MH. 1999. Measurement of the relative sweetness of stevia extract, aspartame andcyclamate/saccharin blend as compared to sucrose at different concentrations. Plant Foods for Human Nutrition. 54:119–130.
Child N W. 2004.Production and utilization of rice. Di dalam: Elaine T.Champagne (ed). Rice: Chemistry and Technology. Minnesota (US): American Association of Cereal Chemist, Inc.
Fellows PJ. 2000. Food Processing Technology: Principle and Practice 2nd Ed.Cambridge (GB): Woodhead Publishing.
Hariom SBN, Prakash M, dan Bhat KK. 2006. Vanilla flavor evaluation bysensory and electronic nose techniques. Journal of Sensory Studies, 21, 228–239.
Haryadi. 2008. Teknologi Pengolahan Beras. Yogyakarta (ID): Gajah Mada University Press.
Hoseney RC. 1998. Principles of Cereal Science and Technology 2nd ed. Minnesota (US): American Association of Cereal Chemists, Inc
Juliano BO. 1972. The rice caryopsis and its composition. Di dalam: D.F. Houston (ed). Rice Chemistry and Technology. St. Paul, Minnesona (US): American Associaton of Chemists Inc.
Liu RH. 2007. Effect of processing on the phytochemical profiles and antioxidant activity of corn for production of mass, tortillas, and tortilla chips. J Agricultur and Food Chem. 55:4177-4183
Luh BS. 1991. Rice Production.volume I. New York (US) : Van Nostrand Reinhold.
Muchtadi D. 2000. Sayur-Sayuran Sumber Serat & Antioksidan: Mencegah Penyakit Degeneratif. Bogor (ID): IPB Press.
15 untuk menghasilkan pati resisten tipe iii. [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Samad MY. 2003. Pembuatan beras tiruan (artificial rice) dengan bahan baku ubi kayu dan sagu. J Sains dan Teknologi.BPPT VII.IB.02.
Setser CS. 1995. Sensory Evaluation. Didalam: Kramel BS dan CE Stauffer (Eds). Advances in Baking Technology.Glasgow (GB): Black Academic and Profesional.
Setyaningsih D, Apriyantono A, Sari MP. 2010. Analisis Sensori untuk Industri Pangan dan Agro. Bogor (ID): IPB Pr
Widowati S, Nurjanah R, Amrinola W. 2010. Proses pembuatan dan karakteristik nasi sorgum instan. Prosiding Pekan Serealia Nasional. Institut Pertanian Bogor.
16
17 Lampiran 1 Bagan alir penelitian
Tepung sagu, sorgum, gadung, mokaf, pati sagu dan tapioka dicampurkan
Dilakukan autoclaving cycling, sebanyak 3x (F1)
dan 5x (F2) Tanpa autoclaving sebagai
kontrol, dilakukan penyangraian
Analisis proksimat (air,abu, lemak, protein, karbohidrat), kadar amilosa, uji
organoleptik dan daya cerna pati Dikukus selama 20 menit
Dicetak dengan alat pencetak beras
Di oven 55°C selama 3 jam
18
Lampiran 2 Kurva standar dan /hasil pembacaan spektrofotometer λ = 620 nm kadar amilosa beras artifisial dan contoh perhitungan
Lampiran 3 Contoh perhitungan kadar amilosa pada sampel F2 ulanagan pertama
A = absorbansi sampel pada panjang gelombang 620 nm S = slope kemiringan pada kurva standar
FP = faktor pengenceran, yaitu 20 W = berat sampel (gram)
Kode
sampel Berat sampel Absorbansi % Amilosa rata rata
K
0.1175 0.367 22.79857121 25.31651162
0.368 22.86069265
0.1037 0.394 27.73300298
0.396 27.87377964
F1
0.106 0.338 23.27503099 25.81989912
0.339 23.34389203
0.1019 0.397 28.43778429
0.394 28.22288919
F2
0.1069 0.351 24.321796 26.23601366
19
Lampiran 3 Hasil perhitungan kadar air beras artifisial dan contoh perhitungan Kadar air
No Kode sampel Kode cawan Bobot cawan Cawan + sampel Sampel
Sampel setelah
Oven % kadar air rata rata
1 K A1 25.8499 27.8674 2.0175 27.6943 8.5799 8.5606
2 Z 25.7814 27.8361 2.0547 27.6606 8.5413
3 F1 7 20.1482 22.2278 2.3559 22.0716 6.6301 7.2837
4 L 23.4549 25.5047 1.9994 25.3454 7.9373
5 F2 6 26.3154 28.3194 2.004 28.2096 5.479 5.43545
6 N1 21.7804 23.8446 2.0642 23.7333 5.3919
Contoh perhitungan beras K ulangan pertama Kadar air (% bb) = x 100%
=
x 100% = 8.5799 %
Keterangan:
20
Lampiran 4 Hasil perhitungan kadar abu beras artifisial dan contoh perhitungan
Kadar abu
No
Kode
Sampel Kode cawan Berat cawan Cawan + sampel Sampel Setelah Tanur berat abu % abu rata rata
1 K Z 25.7814 27.6606 1.8792 25.8024 0.021 1.117496807 1.06289
2 61 22.4497 24.5027 2.053 22.4704 0.0207 1.008280565
3 F1 6 26.3153 28.4864 2.1711 26.337 0.0217 0.999493344 0.99933
4 AAA 19.7 21.7317 2.0317 19.7203 0.0203 0.999163262
5 F2 77 23.7011 25.7157 2.0146 23.7187 0.0176 0.873622555 0.92807
6 Ao 21.8243 23.8497 2.0254 21.8442 0.0199 0.982521971
Contoh perhitungan kadar abu F1 ulangan kedua Kadar Abu (% bb) =
x 100% =
x 100% = 0.9991 % Keterangan:
21
Lampiran 5 Hasil perhitungan kadar lemak beras artifisial dan contoh perhitungan
Kadar lemak
No Kode Sampel Kode Cawan Berat Cawan Berat Sampel Lemak + Cawan Berat lemak % lemak rata rata
1 K 6 33.2595 2.0499 33.2655 0.006 0.2927 0.45338
2 48 30.1683 2.0519 30.1809 0.0126 0.61407
3 F1 D1 25.8398 2.154 25.8537 0.0139 0.64531 0.66957
4 182 25.5805 2.0322 25.5946 0.0141 0.69383
5 F2 7 32.7955 2.011 32.8055 0.01 0.49727 0.39119
6 2 32.6347 2.1044 32.6407 0.006 0.28512
Contoh perhitungan kadar abu F2 ulangan kedua Kadar Lemak (% bb) =
x 100%
=
x 100%
22
Lampiran 6 Hasil perhitungan kadar protein beras artifisial dan karbohidrat
Kadar protein
No
Kode sampel
berat sampel(g)
volume awal(ml)
volume akhir(ml)
volume
terpakai(ml) % protein Rata rata
1 K 0.5214 0 1.9 1.9 3.214 3.27925
2 0.501 1.9 3.8 1.9 3.3445
3 F1 0.5111 3.8 5.6 1.8 3.1062 2.6832
4 0.5073 5.6 6.9 1.3 2.2602
5 F2 0.5208 6.9 8.5 1.6 2.7096 2.95045
6 0.5251 8.5 10.4 1.9 3.1913
Kadar Karbohidrat
No Kode sampel % Karbohidrat
1 K 86.64388021
2 F1 88.3642015
3 F2 90.29483677
Contoh perhitungan kadar karbohidrat F2
23
Lampiran 7 Analisis daya cerna pati
24
Lampiran 8 Formulir uji organoleptik dan perhitungan hasil organoleptik beras artifisial
25
Lanjutan
F1 dengan autoclaving cooling cycling sebanyak 3x
No Warna Rasa tekstur Aroma
26
Lanjutan
F2 dengan autoclaving cooling cycling sebanyak 5x
No Warna Rasa Tekstur Aroma
27 Lanjutan
28
Lampiran 9 Hasil analisis statistik organoleptik Warna
Duncan Grouping Mean N Perlakuan
A 2.9677 31 K
Perlakuan autoclaving tidak berbeda nyata pada taraf nyata 5%. Aroma
Duncan Grouping Mean N Perlakuan
A 2.7097 31 K
Perlakuan autoclaving tidak berbeda nyata pada taraf nyata 5%. Rasa
Duncan Grouping Mean N Perlakuan
A 2.7742 31 K
Perlakuan autoclaving tidak berbeda nyata pada taraf nyata 5%. Tekstur
Duncan Grouping Mean N Perlakuan
A 2.6774 31 K
29 Lampiran 10 Hasil analisis statistik uji lanjut menggunakan duncan test
1. Kadar Air
Duncan Grouping Mean N perlakuan
A 8.5606 2 K
Hanya perlakuan F2 yang berbeda nyata dengan taraf faktor yang lain pada taraf nyata 5%.
2. Kadar Abu
Duncan Grouping Mean N perlakuan
A 1.0629 2 K
Perlakuan autoclaving tidak berbeda nyata pada taraf nyata 5%. 3. Kadar Lemak
Duncan Grouping Mean N perlakuan
A 0.6696 2 F1
Perlakuan autoclaving tidak berbeda nyata pada taraf nyata 5%.
4. Kadar Protein
Duncan Grouping Mean N perlakuan
A 29,5 2 F2
30
5. Kadar Karbohidrat
Duncan Grouping Mean N perlakuan
A 90.776 2 F2
A
A 88.853 2 F1
B 86.644 2 K
Interpretasi:
Perlakuan autoclaving F2 berbeda nyata dengan K pada taraf nyata 5%. Perlakuan autoclaving F1 dan F2 tidak berbeda nyata pada taraf nyata 5%. Kadar Amilosa
Duncan Grouping Mean N perlakuan
A 26.236 4 F2
A
A 25.82 4 F1
A
A 25.317 4 K
Interpretasi:
Perlakuan autoclaving tidak berbeda nyata pada taraf nyata 5%. Daya Cerna Pati
Duncan Grouping Mean N perlakuan
A 57.303 2 F2
A
A 52.646 2 K
B 26.317 2 F1
Interpretasi:
31
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 6 Mei 1992 dari bapak Wawan Kustiawan dan ibu Sri Wahyuni. Penulis adalah putra sulung dari dua bersaudara. Tahun 2010 penulis lulus dari SMAN 46 Jakarta selatan, dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor program studi Biokimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).
Selama masa perkuliahan, penulis pernah menjadi Anggota Divisi C-Core pada Community of Research and Education in Biochemistry (Crebs) periode 2011/2012 dan 2012/2013.Serta pernah menjabat sebagai ketua Forum Ikatan Alumni dan Simpatisan Teater Tabir, Penulis masih aktif sebagai Sekretaris Ikatan Alumni SMAN 46 (ILUNI 46) pada periode 2014/2016. dan penulis juga aktif sebagai pelatih KIR di SMAN 74 Jakarta Selatan.