• Tidak ada hasil yang ditemukan

Manajemen Penyelenggaraan makanan di Restoran Sunda di Kota Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Manajemen Penyelenggaraan makanan di Restoran Sunda di Kota Bogor"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

MANAJEMEN PENYELENGGARAAN MAKANAN DI

RESTORAN SUNDA DI KOTA BOGOR

ALBETA PUTRA PRATAMA

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Manajemen Penyelenggaraan Makanan di Restoran Sunda di Kota Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)
(5)

ABSTRAK

ALBETA PUTRA PRATAMA. Manajemen Penyelenggaraan Makanan di Restoran Sunda di Kota Bogor. Dibimbing oleh M. RIZAL MARTUA DAMANIK.

Restoran adalah salah bentuk penyelenggaraan makanan pada institusi yang bersifat komersil. Berdasarkan jenis hidangan yang disajikan restoran dapat dibagi lagi menjadi beberapa jenis, salah satunya adalah restoran tradisional. Contoh dari restoran tradisional adalah Restoran Sunda. Keunikan dari Restoran Sunda adalah adanya lalapan sebagai pendamping menu makanan yang dihidangkan Secara garis besar, lalapan dibedakan atas lalapan mentah dan lalapan matang. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penanganan terhadap lalapan pada praktik penyelenggaraan makanan yang ada di restoran sunda di Kota Bogor. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study yang melibatkan 9 restoran sunda di Kota Bogor. Metode yang digunakan dalam penarikan contoh adalah purposive sampling. Jenis lalapan yang paling banyak digunakan adalah mentimun. Anggaran belanja yang dikeluarkan oleh restoran untuk membeli lalapan adalah 10.78% dari anggaran belanja harian. Sebagian besar restoran menyimpan lalapan dengan menggunakan metode penyimpanan suhu rendah pada suhu 10°C. Sisa lalapan yang tidak habis dikonsumsi langsung dibuang oleh sebagian besar restoran.

Kata kunci: lalapan, penanganan lalapan, restoran sunda.

ABSTRACT

traditional restaurant. One sample of traditional restaurant is Sundanese Restaurant. The uniquely of Sundanese Restaurant is the existence of “lalapan” as compelement of the menu that served. Generally, “lalapan” is distinguished as uncooked and cooked lalapan. The purpose of this research was to know the management of lalapan on food service practices which exist in Sundanese Restaurant in the city of Bogor. This research used a cross sectional study design that involving 9 Sundanese restaurant in the city of Bogor. Sampling methods that used was purposive sampling. The most widely used lalapan was cucumber. Expenditures spent by the restaurant to buy lalapan was 10.78% of daily budget. Most restaurant store lalapan by using low temperature storage method at 10°C of temperature. The rest of lalapan that were not consumed immediately discarded by most restaurant.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi

dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat

MANAJEMEN PENYELENGGARAAN MAKANAN DI

RESTORAN SUNDA DI KOTA BOGOR

ALBETA PUTRA PRATAMA

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Manajemen Penyelenggaraan makanan di Restoran Sunda di Kota Bogor

Nama : Albeta Putra Pratama

NIM : I14090046

Disetujui oleh

Prof. drh. M. Rizal Martua Damanik, MRepSc, PhD Dosen pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Rimbawan Ketua Departemen

(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi yang berjudul “Manajemen Penyelenggaraan Makanan di Restoran Sunda di Kota Bogor” dengan baik. Penelitian ini diajukan dalam rangka memenuhi persyaratan untuk melaksanakan penelitian tugas akhir guna memperoleh gelar sarjana di Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor. Ucapan terimakasih yang mendalam penulis ucapkan kepada :

1. Prof. drh. M. Rizal M. Damanik, MRepSc, PhD selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam menyelesaikan karya ilmiah ini.

2. Dr. Ir. Budi Setiawan, MS selaku dosen pemandu seminar dan penguji yang juga senantiasa membimbing dan memberikan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah.

3. Papa tercinta (Drs. Asrowi, M.Si), Mama tersayang (Yusri Merlianti), adik perempuan tercantik (Asti Dwi Putri) dan adik laki-laki tergendut (Arnaldo Syahputra) atas segala dukungan dalam segala bidang, doa, motivasi, marah-marah, finansial dan kasih sayangnya.

4. Restoran-restoran yang sudah bersedia memberikan data yang dibutuhkan oleh penulis.

5. Para rekan pembahas : I Kadek Agus Hendra Dinata, Rayfan Ambrian, Hernawan Prasetyo dan Luhur Nugroho atas pertanyaan dan masukan untuk karya ilmiah ini.

6. Teman-teman GM, kosan Pondok Iona dan teman-teman lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan saran dan motivasi selama penulisan karya tulis ini.

Tidak lupa penulis mohon maaf atas segala kekurangan penyusunan karya ilmiah. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 3

KERANGKA PEMIKIRAN 3

METODE 4

Desain, tempat, dan waktu penelitian 4

Jumlah dan cara penarikan contoh 4

Jenis dan cara pengambilan data 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 7

SIMPULAN DAN SARAN 20

Simpulan 20

Saran 20

DAFTAR PUSTAKA 21

LAMPIRAN 23

RIWAYAT HIDUP 27

(14)

DAFTAR TABEL

1 Data, jenis data dan cara pengumpulan data ... 5

2 Omzet per hari setiap restoran ... 7

3 Jenis lalapan yang ada di setiap restoran ... 8

4 Persentase dan besaran anggaran pembelian lalapan per hari di setiap restoran ... 9

5 Pembelian lalapan per hari pada setiap restoran ... 10

6 Jumlah lalapan dalam satu porsi di setiap restoran ... 12

7 Hasil uji beda porsi lalapan restoran omzet besar dan restoran omzet kecil ... 13

8 Jumlah sisa lalapan di setiap restoran ... 13

9 Hasil uji beda sisa lalapan di restoran omzet besar dan restoran omzet kecil ... 14

10 Efesiensi penggunaan mentimun di setiap restoran ... 14

11 Efesiensi penggunaan daun poh pohan di setiap restoran ... 15

12 Efesiensi penggunaan daun kemangi di setiap restoran ... 15

13 Efesiensi penggunaan kol di setiap restoran ... 16

14 Efesiensi penggunaan selada di setiap restoran ... 16

15 Efesiensi penggunaan terong di setiap restoran ... 17

16 Hasil uji beda efisiensi lalapan di restoran omzet besar dan restoran omzet kecil ... 17

17 Data rata-rata pendapatan per hari dan anggaran pembelian lalapan ... 18

18 Data rata-rata penggunaan lalapan dan jumlah sisa lalapan ... 19

19 Data jumlah pembelian dan jumlah sisa lalapan ... 19

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran penelitian ... 3

(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Jasa penyelenggaraan makanan bagi masyarakat semakin berkembang dalam beberapa tahun terakhir. Kegiatan jasa pelayanan ini mulai berkembang pada abad ke 19, tetapi jangkauan dan lingkupnya mulai berkembang pesat seiring dengan kemajuan di berbagai bidang seperti iptek, pertanian, ekonomi, kesehatan dan sebagainya. Kondisi ini ditunjang pula dengan pergeseran pola pangan masyarakat yang ditandai dengan kurang tersedianya waktu untuk penyiapan makanan, jarak dari rumah ke tempat kerja yang jauh sehingga terlalu banyak waktu yang tersita bila harus makan di rumah, kemajuan teknologi dan pembangunan yang pesat sehingga mengubah pola pikir dan gaya hidup masyarakat. Faktor-faktor ini kemudian mendorong masyarakat umtuk memenuhi kebutuhan makanannya di luar rumah, sehingga pelayanan makanan massa merupakan tumpuan untuk memenuhi kebutuhan makanan mereka dan harus tersedia segera.

Penyelenggaraan makanan adalah rangkaian kegiatan mulai dari perencanaan menu sampai dengan pendistribusian makanan kepada konsumen dalam rangka pencapaian status kesehatan yang optimal melalui pemberian makanan yang tepat dan termasuk kegiatan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi (Depkes 2006). Pada dasarnya penyelenggaraan makanan institusi terdiri atas dua macam yaitu penyelenggaraan makanan institusi yang berorientasi pada keuntungan (bersifat komersial) dan penyelenggaraan makanan institusi yang berorientasi pelayanan (bersifat non komersial). Pada penyelenggaraan makanan yang berorientasi pada keuntungan, dilaksanakan untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Bentuk usaha ini seperti restoran, snackbar, cafetaria, catering. Usaha penyelenggaraan makanan ini tergantung pada bagaimana menarik konsumen sebanyak-banyaknya dan manajemennya harus bisa bersaing dengan institusi yang lain. Sedangkan penyelenggaraan makanan non komersil dilakukan oleh suatu institusi baik dikelola pemerintah, badan swasta ataupun yayasan sosial yang tidak bertujuan untuk mencari keuntungan. Bentuk penyelenggaraan ini biasanya berada di dalam suatu tempat yaitu asrama, panti asuhan, rumah sakit, perusahaan, lembaga kemasyarakatan, sekolah dan lain-lain. (Moehyi 1992).

(16)

2

didefinisikan sebagai restoran yang menyajikan masakan dari daerah (suku atau negara) yang spesifik misalnya: masakan Jawa Timur, Manado, Cina, India, Timur Tengah, dan lain-lain. Pakaian seragam dari pelayannya disesuaikan dengan daerah asal makanan dan minuman. Dekorasi tempat dan ruangan menggambarkan suasana etnik tertentu. Kedua restoran ini sama-sama mempromosikan masakan khas suatu daerah sebagai menu unggulan.

Seperti telah dijelaskan sebelumnya restoran tradisional dan restoran etnik memiliki makanan khusus sebagai menu unggulannya yaitu makanan tradisional. Dewi (2004) menyebutkan bahwa makanan tradisional adalah beragam jenis makanan yang biasa dikonsumsi masyarakat menurut golongan suku bangsa dan wilayah spesifik. Bogor sebagai salah satu kota yang ada di provinsi Jawa Barat dengan penduduknya yang bersuku bangsa sunda memiliki kuliner khas yaitu masakan tradisional sunda yang sudah diakui nilainya sebagai makanan yang enak, gurih, dan memiliki rasa yang memikat, serta banyak diperdagangkan di kota ini. Makanan tradisional sunda merupakan makanan yang umumnya dikonsumsi oleh masyarakat sunda, diolah dengan menggunakan bahan yang ada dan diproduksi dari pertanian sekitarnya, serta memiliki rasa khas yang gurih untuk selera masyarakat sunda (Dewi 2004).

Masakan tradisional sunda tidak dapat dipisahkan dari berbagai macam jenis sayuran yang dikonsumsi sebagai lalapan atau diolah menjadi berbagai makanan seperti karedok, lotek, sayur bening, sayur asem dan lain-lain. Sedangkan untuk lalapan, jenis sayuran yang biasa dkonsumsi adalah mentimun, kol, daun kemangi, daun pohpohan, selada dan lain-lain. Jumlah sayuran yang cukup beragam ini tentu saja membutuhkan manajemen yang baik dalam proses pengadaan, penyimpanan, penanganan, bahkan dalam penanganan pada sisa lalapan itu sendiri. Hal inilah yang mendorong dilakukannya penelitian tentang manajemen lalapan pada restoran sunda yang ada di Kota Bogor.

Tujuan Penelitian

Tujuan umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui penanganan terhadap lalapan pada praktik penyelenggaraan makanan yang ada di restoran sunda di Kota Bogor.

Tujuan khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui proses pengadaan dan penyimpanan lalapan. 2. Mengetahui proses penanganan pada lalapan.

3. Mengetahui proses penanganan pada sisa dan efisiensi penggunaan lalapan. 4. Menganalisis perbedaan porsi lalapan restoran besar dan restoran kecil, sisa

lalapan restoran besar dan restoran kecil, efisiensi dari masing-masing lalapan pada restoran besar dan restoran kecil.

5. Menganalisis hubungan antara omzet per hari restoran dengan anggaran pembelian lalapan, jumlah penggunaan lalapan dengan jumlah sisa lalapan dan jumlah pembelian lalapan dengan jumlah sisa lalapan.

(17)

3 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan gambaran mengenai manajemen lalapan pada praktik penyelenggaraan makanan di Restoran Sunda sekota Bogor. Penelitian ini juga diharapkan bisa mempromosikan Restoran Sunda sebagai restoran dengan makanan khas Indonesia, agar mampu bersaing dengan restoran-restoran makanan cepat saji dari luar.

KERANGKA PEMIKIRAN

Restoran etnik sunda memiliki ciri khas tersendiri bila dibandingkan dengan restoran lain. Salah satu pembeda itu adalah adanya lalapan sebagai pelengkap dari menu makanan yang ditawarkan. Lalap adalah salah satu makanan yang merupakan hasil pertanian yang disantap mentah. Jenis lalapan yang cukup beragam mulai dari mentimun, daun kemangi, selada, daun pohpohan dan kol sangat umum dipakai oleh setiap restoran sunda. Selain sebagai pelengkap makanan lalapan juga bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan vitamin, mineral dan juga serat. Manajemen yang baik dibutuhkan untuk mengolah lalapan agar lalapan yang dikonsumsi memiliki kualitas yang baik juga. Manajemen ini meliputi proses pengadaan, penyimpanan, penanganan pada lalapan dan penanganan pada sisa lalapan.

Pada proses pengadaan lalapan, hal-hal yang perlu dipertimbangkan antara lain jenis lalapan yang dibutuhkan, alokasi dana untuk pembelian, rentang pembelian, dan juga tempat pembelian. Proses penyimpanan meliputi tempat penyimpanan, suhu penyimpanan dan lama penyimpanan. Proses penanganan pada lalapan meliputi pencucian dan pemotongan. Proses penanganan pada sisa lalapan meliputi pemanfaatan kembali atau dibuang. Keseluruhan dari proses inilah yang akan dijadikan variabel-variabel pada penelitian ini.

Untuk lebih jelasnya, hubungan antar variabel dalam penelitian ditampilkan dalam Gambar 1 dibawah ini.

(18)

4

Keterangan :

: Variabel yang diteliti : Hubungan yang diteliti

METODE

Desain, tempat, dan waktu penelitian

Penelitian mengenai manejemen penyelenggaraan makanan di restoran sunda di Kota Bogor ini menggunakan desain penelitian cross sectional study. Penelitian ini dilaksanakan di Restoran Sunda sekota Bogor. Pengambilan data berlangsung dari bulan Oktober sampai Desember 2013.

Jumlah dan cara penarikan contoh

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh restoran yang terdapat di Kota Bogor. Sampel yang diambil dari populasi adalah yang memenuhi syarat diantaranya restoran etnik sunda, masih beroperasi dan bersedia diwawancara. Penentuan sampel menggunakan metode purposive sampling dengan pertimbangan bahwa restoran yang dipiih telah memenuhi syarat. Jumlah sampel yang memenuhi syarat diperoleh sebanyak 9 restoran dari 15 restoran sunda yang ada di Kota Bogor.

Jenis dan cara pengambilan data

(19)

5 Tabel 1Data, jenis data dan cara pengumpulan data

Variabel Data Jenis Data Cara Pengambilan

Data

Alamat restoran Sekunder Data Dinas Kebudayaan dan Parawisata Kota

Bogor Pengolahan dan Analisis Data

Data primer yang telah didapatkan dianalisis secara statistik. Tahapan pengolahan data dimulai dari pengkodean (coding), pemasukan data (entry), pengecekan ulang (cleaning) dan selanjutnya dilakukan analisis. Data-data yang diperoleh diolah dan dianalisis secara statistik deskriptif. Penyimpanan data menggunakan sistem komputerisasi Microsoft Excell. Untuk tahapan analisis data diolah dengan menggunakan program komputer Microsoft Excell dan SPSS versi 16.0.

(20)

6

Penanganan pada lalapan terdiri dari pengadaaan, penyimpanan, penanganan pada lalapan segar dan penanganan pada lalapan sisa. Pengadaan lalapan meliputi jenis lalapan, jumlah lalapan yang dibeli, alokasi dana pembelian lalapan, sistem pembelian lalapan dan tempat pembelian lalapan. Penyimpanan lalapan terkait dengan metode penyimpanan, suhu penyimpanan, tempat penyimpanan dan lama penyimpanan. Penanganan pada lalapan segar terkait dengan pencucian, penggunaan alat, pengolahan tambahan, media penyajian lalapan dan pemorsian lalapan. Penanganan pada sisa lalapan meliputi jumlah sisa lalapan, penanganan tambahan terhadap sisa lalapan, pemisahan sisa lalapan dengan sampah lain dan pemanfaatan sisa lalapan.

Analisis data menggunakan uji statistik deskriptif dan inferensia. Uji deskriptif digunakan untuk mendiskripsikan variabel menggunakan distribusi frekuensi. Data yang diolah secara statistik dekrtiptif diantaranya karakteristik restoran dan penanganan pada lalapan. Dalam penelitian ini digunakan uji normalitas Kolmogorov Smirnov. Uji beda Independent Sample T-test dan Mann Whitney U digunakan untuk mengetahui perbedaan porsi lalapan restoran besar dan restoran kecil, pengunanaan lalapan dan sisa, efisiensi dari masing-masing lalapan. Analisis statistik uji korelasi Pearson dan Spearman digunakan untuk mengetahui hubungan antara omset harian restoran dengan anggaran pembelian lalapan, jumlah penggunaan lalapan dengan sisa lalapan, pembelian lalapan dengan sisa lalapan.

DEFINISI OPERASIONAL

Penyelenggaraan makanan adalah rangkaian kegiatan mulai dari perencanaan menu sampai dengan pendistribusian makan kepada konsumen.

Restoran adalah salah satu bentuk penyelenggaran makanan yang bersifat komersil yang dilengkapi dengan peralatan dan perlengkapan untuk proses pembuatan, penyimpanan, penyajian dan penjualan makanan dan minuman di tempat usahanya.

Restoran sunda adalah restoran yang menyajikan berbagai jenis makanan yang berasal dari daerah sunda atau Jawa Barat.

Lalapan adalah salah satu bahan pangan hasil pertanian yang disantap mentah dan disajikan di restoran sunda.

Karakteristik restoran adalah data-data yang meliputi nama restoran, alamat restoran, nama pemilik restoran, tahun berdiri restoran, jumlah pegawai restoran, jam operasional restoran, pendapatan restoran perhari, menu andalan restoran, dan menu makanan yang disajikan dengan lalapan. Pengadaan lalapan adalah suatu proses pembelian lalapan pada waktu yang tepat

dengan jumlah, kualitas dan harga yang sesuai.

Penyimpanan lalapan adalah suatu cara menata, menyimpan, melihara keamanan lalapan baik kualitas maupun kuantitas.

Penanganan pada lalapan segar adalah suatu proses kegiatan dalam rangka menangani lalapan sehingga siap dan layak untuk disajikan.

(21)

7

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karekteristik Restoran

Restoran sunda yang dijadikan sebagai tempat penelitian berjumlah sembilan restoran. Restoran-restoran tersebut antara lain Saung Kuring, Bale Kabayan, Bumbu Desa, Saung Mirah, Gurih 7, Sindang Rasa, Katineung, Galuga dan Pondok Tirza 3. Karekteristik restoran yang diamati meliputi tahun berdiri restoran, pendapatan per hari restoran, keadaan pegawai dan menu makanan. Tahun Berdiri Restoran

Hasil wawancara menujukkan restoran-restoran ini sudah ada di Kota Bogor sejak tahun 1990-an dan ada juga yang baru didirikan di tahun 2000-an. Restoran yang sudah berdiri sejak tahun 1990 adalah restoran Bale Kabayan dan Saung Mirah. Sedangkan restoran yang terakhir didirikan pada tahun 2012 adalah restoran Sindang Rasa.

Omzet per hari Restoran

Supriyanto (2008) menjelaskan bahwa omzet harian restoran ditentukan oleh tingkat pertumbuhan penjualan. Semakin baik tingkat pertumbuhan penjualan maka akan semakin besar pendapatan dari restoran tersebut. Omzet restoran didapatkan melalui wawancara dan merupakan hasil estimasi dari pihak restoran. Data pendapatan per hari setiap restoran disajikan dalam Tabel 2 berikut ini. Tabel 2 Omzet per hari setiap restoran

Nama Restoran Omzet per hari (Rp)

Saung Kuring 10 000 000

Data di atas menunjukkan restoran dengan omzet harian terbesar adalah Saung Kuring dengan pendapatan mencapai Rp 10 000 000 per harinya.

Keadaan Pegawai

(22)

8

dalam pelaksana penyelenggaraan makanan tetapi tidak memiliki tanggung jawab khusus. Tugas-tugasnya yaitu membersihkan bahan makanan, memotong, mengiris, atau membantu pekerjaan memasak lainnya termasuk membersihkan peralatan. Berdasarkan hasil penelitian, semua contoh yang diwawancara adalah tenaga kerja dari kelompok tenaga pengelola. Rata-rata jumlah pegawai dari setiap restoran adalah 37 orang.

Menu Makanan

Dalam perencanaan menu ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan. Menurut Palacio dan Theis (2009) faktor-faktor tersebut antara lain umur, jenis kelamin, pekerjaan, kebiasaan makan yang dipengaruhi oleh ras, daerah, agama, serta status kesehatan orang yang dilayani. Daerah Jawa Barat yang didasari oleh budaya sunda membuat perencanaan menu harus disesuaikan dengan budaya sunda tersebut. Makanan sunda menurut Dewi (2004) adalah makanan yang umumnya dikonsumsi oleh masyarakat sunda, diolah dengan menggunakan bahan yang ada dan diproduksi dari pertanian sekitarnya, serta memiliki rasa khas yang gurih untuk selera masyarakat sunda.

Berdasarkan tujuan pada penelitian, menu makanan yang dilihat adalah menu makanan yang disajikan dengan lalapan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar menu utama pada setiap restoran disajikan dengan lalapan.

Penyelenggaraan Lalapan

Pengadaan Lalapan

Pengadaan dan pembelanjaan bahan pangan termasuk salah satu proses penyelenggaraan makanan. Ratna (2009) menyebutkan pemesanan dan pembelian bahan makanan merupakan penyusunan permintaan bahan makanan berdasarkan menu. Tujuannya untuk tersedianya daftar pesanan bahan makanan sesuai standar atau spesifikasi yang ditetapkan. Pada penelitian ini pengadaan bahan pangan yang dilihat adalah pengadaan lalapan. Menurut Astawan (2010) lalapan yang sering dikonsumsi adalah mentimun, daun kemangi, daun pohpohan, kol, selada, dan terong. Jenis lalapan yang ada di setiap restoran disajikan dalam Tabel 3. Tabel 3 Jenis lalapan yang ada di setiap restoran

(23)

9 Berdasarkan data di atas dapat dilihat bahwa restoran yang menyediakan semua lalapan adalah Bale Kabayan, Sindang Rasa dan Pondok Tirza 3. Sedangkan jenis lalapan yang selalu ada di restoran adalah mentimun, daun poh pohan dan selada.

Menurut Alhamidi (2006) metode pembelian yang sering dipakai oleh institusi penyelenggaraan makanan adalah metode EOQ (Economic Order Quantity). Setiap institusi penyelenggaraan makanan selalu berusaha untuk menentukan policy penyediaan bahan pangan yang tepat, dalam arti tidak mengganggu proses produksi dan disamping itu biaya yang ditanggung tidak terlalu tinggi. Untuk keperluan itu metode EOQ digunakan. Metode ini menekankan pada efektifitas pembelian. Berdasarkan hasil wawancara semua restoran sudah menerapkan metode ini. Hal ini dapat dilihat dari data pembelian lalapan yang menunjukkan lalapan yang disukai dibeli dalam jumlah yang lebih banyak dibading dengan lalapan yang kurang disukai.

Anggaran dana pembelian lalapan berbeda-beda pada setiap restoran. Hal ini tergantung pada seberapa besar pendapatan dan perencanaan menu. Moehyi (1992) menyebutkan bahwa biaya yang tersedia untuk penyelenggaraan makanan harus diperhitungkan dengan baik. Pada penyelenggaraan makanan institusi biasanya telah ditetapkan biayanya dalam anggaran biaya tahunan. Makanan yang disajikan harus sesuai dengan jumlah anggaran yang tersedia. Anggaran dana belanja ini selanjutnya dialokasikan untuk membeli bahan-bahan kebutuhan restoran termasuk juga untuk pembelian lalapan. Data persentase anggaran pembelian lalapan dan besaran anggaran pembelian lalapan per hari disajikan dalam Tabel 4.

Tabel 4 Persentase dan besaran anggaran pembelian lalapan per hari di setiap restoran

Nama Restoran Persentase Anggaran (%) Besaran Anggaran (Rp)

Saung Kuring 25 380 000

Berdasarkan data di atas dapat dilihat bahwa restoran dengan anggaran pembelian lalapan terbesar adalah Saung Kuring dengan total anggaran pembelian lalapan sebesar Rp 380 000. Sedangkan rata-rata persentase anggaran pembelian lalapan dari semua restoran adalah 10.78%.

(24)

10

menurunkan resiko kerugian akibat pembelian bahan pangan yang berlebihan. Contoh bahan pangan dengan nilai ekonomis yang bisa dengan cepat menurun adalah lalapan. Lalapan dapat rusak bila terlalu lama disimpan, oleh karena itu pembelian lalapan harus dilakukan dengan tepat. Lalapan harus dibeli dengan jumlah yang sesuai kebutuhan dan frekeunsi pembelian yang sering. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua restoran membeli lalapan dengan frekuensi tujuh kali perminggu atau setiap hari.

Berdasarkan hasil wawancara didapatkan jumlah pembelian setiap jenis lalapan pada masing-masing restoran. Data pembelian lalapan per hari pada setiap restoran disajikan dalam Tabel 5.

Tabel 5 Pembelian lalapan per hari pada setiap restoran

Nama restoran adalah mentimun dengan rata-rata pembelian adalah 5.44 kg. Mentimun menjadi pilihan utama dari setiap restoran karena mentimun sangat umum dikonsumsi sebagai lalap selain itu akses untuk pembelian juga relatif mudah karena mentimun selalu ada di pasar. Pemilik restoran yang diwawancarai juga menyebutkan bahwa mentimun lebih disukai oleh konsumen daripada lalapan yang lain.

(25)

11 Penyimpanan Lalapan

Proses penyimpanan sangat penting untuk menjaga kualitas lalapan. Sifat lalapan yang mudah rusak membuat proses penyimpanan harus dilakukan dengan benar. Penyimpanan dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu penyimpanan kering, penyimpanan suhu rendah dan penyimpanan beku. Suhu penyimpanan kering diperoleh berdasarkan estimasi suhu ruang sebesar 27°C. Sedangkan suhu penyimpanan rendah diperoleh dengan pengamatan langsung pada suhu yang tertera di lemari pendingin.

Berdasarkan hasil wawancara ada beberapa restoran yang menggunakan dua metode penyimpanan sekaligus dan ada juga yang hanya menggunakan satu metode. Metode penyimpanan suhu rendah dipakai oleh 100% restoran dan metode penyimpanan kering hanya dipakai oleh 33.33% restoran saja. Pada penyimpanan suhu rendah, Haryanti (2007) menjelaskan suhu penyimpanan untuk sayuran segar adalah 10°C, pada suhu ini sayuran dapat mempertahankan kandungan gizinya terutama kandungan vitamin C selama 3 hari. Namun dari 100% restoran terdapat 30% restoran yang menyimpan lalapan pada suhu 15°C, hal ini tidak sesuai dengan suhu yang direkomendasikan pada penyimpanan suhu rendah. Seperti telah dijelaskan sebelumnya diketahui bahwa 33.33% restoran menyimpan lalapan dengan metode penyimpanan kering. Restoran ini menyimpan lalapannya di atas rak dan ditempatkan di dapur dengan suhu ruang 27°C. Sayuran yang disimpan dalam suhu ruang akan menjadi layu dan kuning dalam waktu 3 hari, lalu akan menjadi busuk dan tidak bisa dimanfaatkan lagi setelah disimpan selama 7 hari (Haryanti 2007).

Kualitas lalapan pada saat disimpan juga dipengaruhi oleh penerapan metode FIFO. Metode FIFO (First In First Out) digunakan untuk mengoptimalkan proses penyimpanan, dimana lalapan yang lebih dahulu disimpan akan diolah lebih dahulu juga. Hasil wawancara menunjukkan semua restoran menerapkan metode FIFO dalam penyimpanan lalapannya.

Penanganan pada Lalapan

(26)

12

Pemotongan lalapan dilakukan untuk mempermudah proses pemorsian. Sehingga pada saat disajikan lalapan sudah siap dikonsumsi. Jumlah masing-masing jenis lalapan dalam satu porsi di setiap restoran disajikan dalam Tabel 6. Tabel 6 Jumlah lalapan dalam satu porsi di setiap restoran

Nama Restoran

Berdasarkan tabel di atas lalapan dengan porsi terbesar adalah mentimun. Hal ini disebakan oleh jumlah mentimun yang dibeli pada proses pengadaan lalapan juga besar. Lalapan yang sudah dipotong dan diporsikan lalu disajikan ke pelanggan dan untuk menambah nilai estitika dari penyajian, lalapan ditempatkan di wadah yang menarik. Sebagian besar restoran menggunakan wadah dari bahan bambu untuk menyajikan lalapan. Pemilihan wadah bambu sebagai tempat untuk menyajikan lalapan antara lain untuk memberikan kesan tradisional dan penyesuaian terhadap budaya sunda.

Lalapan yang disajikan dalam porsi kecil seperti pada restoran Saung Kuring, Bale Kabayan, Bumbu Desa dan Saung Mirah hanya berfungsi sebagai garnish, lalapan ini disajikan untuk melengkapi menu utama yang dipesan oleh konsumen. Sedangkan lalapan yang disajikan dalam porsi besar adalah lalapan yang disajikan sebagai paket sayuran. Sebagian besar restoran menyajikan lalapan secara gratis baik lalapan yang disajikan dalam porsi kecil atau besar. Hanya ada satu restoran yang menetapkan harga untuk satu porsi lalapannya yaitu restoran Gurih 7. Harga untuk satu porsi lalapan ini sekitar Rp 20 000. Untuk resoran yang menyajikan lalapan porsi besar secara gratis, lalapan didapatkan setelah memesan paket menu tertentu.

(27)

13 Tabel 7 Hasil uji beda porsi lalapan restoran omzet besar dan restoran omzet kecil

Jenis Lalapan p

Tabel 7 di atas menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata antara porsi lalapan pada restoran besar dan porsi lalapan pada restoran kecil (p >0.05). Pengolahan Sisa dan Efektifitas Penggunaan Lalapan

Lalapan yang disajikan tidak semuanya habis dikonsumsi oleh konsumen, ada sebagian kecil yang tersisa. Sisa lalapan yang dihitung adalah jumlah dari lalapan yang telah disajikan dan tidak habis dikonsumsi oleh konsumen. Berdasarkan hasil wawancara didapatkan jumlah sisa lalapan selama satu hari dari setiap restoran. Data jumlah sisa lalapan di setiap restoran disajikan dalam Tabel 8 .

Tabel 8 Jumlah sisa lalapan di setiap restoran

(28)

14

Sedangkan restoran yang langsung membuang lalapannya terdapat 50% restoran yang membuang lalapan terpisah dari sampai lain dan 50% lagi tidak memisahkan sampah lalapan dengan sampah lain. Menurut keterangan dari pihak pengelola restoran, lalapan yang tidak habis dikonsumsi akan langsung dikumpulkan dan dimasukkan ke dalam tempat sampah. Sisa lalapan yang dibuang ini harusnya dipisahkan dengan sampah lainnya, agar dapat dengan mudah diketahui sampah mana yang dapat dimanfaatkan kembali. Efriani (2005) menyebutkan pengolahan pada sampah terutama sampah organik dapat menekan jumlah sampah yang dibuang di TPA.

Berdasarkan data sisa lalapan pada tabel 8 dapat dilakukan analisis lebih lanjut untuk melihat perbedaan sisa lalapan pada restoran dengan omzet besar dan sisa lalapan pada restoran dengan omzet kecil. Hasil analisis uji beda menggunakan Independet Sample T-test terhadap sisa lalapan disajikan dalam Tabel 9. sebagian besar sisa lalapan yang ada di restoran besar dan restoran kecil (p > 0.05). Hanya selada yang memiliki nilai p < 0.05, hal ini menunjukkan adanya perbedaan nyata pada sisa selada di restoran besar dan restoran kecil. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh jumlah sisa selada pada restoran besar lebih tinggi bila dibandingkan dengan sisa selada pada restoran kecil.

Efesiensi penggunaan lalapan dapat diperoleh dengan cara menghitung selisih antara jumlah lalapan yang dibeli dan jumlah lalapan sisa. Efisiensi dihitung menurut masing-masing jenis lalapan pada setiap restoran.

Tabel 10 Efesiensi penggunaan mentimun di setiap restoran

(29)

15 Berdasarkan data pada Tabel 10 efisiensi penggunaan mentimun sudah baik. Rata-rata persentase efisiensi dari sebagian besar restoran sudah mencapai 87.96% ± 10.76 , hal ini dapat disebabkan oleh pengolahan mentimun yang tidak hanya disajikan sebagai lalapan tetapi juga diolah menjadi menu makanan lain seperti karedok, acar dan sebagainya.

Tabel 11 Efesiensi penggunaan daun poh pohan di setiap restoran Nama Restoran Pembelian (Kg) Sisa (Kg) Penggunaan

(Kg) pohan dapat dikategorikan baik dengan nilai rata-rata mencapai 82.22% ± 18.63. Penggunaan daun poh pohan menjadi efisien dapat disebabkan oleh jumlah pembelian yang tidak terlalu banyak sehingga jumlah dalam setiap porsinya juga kecil dan menghasilkan sisa yang lebih sedikit.

Tabel 12 Efesiensi penggunaan daun kemangi di setiap restoran Nama Restoran Pembelian (Kg) Sisa (Kg) Penggunaan

(30)

16

Tabel 13 Efesiensi penggunaan kol di setiap restoran

Nama Restoran Pembelian (Kg) Sisa (Kg) Penggunaan (Kg)

Berdasarkan data pada Tabel 13 di atas rata-rata efesiensi penggunaan kol hanya mencapai 50.09% ± 48.15. Nilai efisiensi kol yang kecil ini dapat disebabkan oleh adanya beberapa restoran yang tidak menyediakan kol.

Tabel 14 Efesiensi penggunaan selada di setiap restoran

(31)

17 Tabel 15 Efesiensi penggunaan terong di setiap restoran

Nama Restoran Pembelian (Kg) Sisa (Kg) Penggunaan (Kg) baik. Penggunaan terong menjadi belum efisien dapat disebabkan oleh konsumen yang kurang menyukai terong sehingga sisa yang dihasilkan cukup banyak.

Analisis statistik lanjutkan dilakukan untuk melihat perbedaan efisiensi setiap jenis lalapan dari restoran dengan omzet besar dan restoran omzet yang kecil. Hasil uji beda menggunakan Independent Sample T-test terhadap efisiensi lalapan disajikan dalam Tabel 16. sebagian besar lalapan tidak memiliki perbedaan efisiensi yang nyata (p>0.05) baik pada restoran dengan omzet yang besar atau restoran dengan omzet yang kecil. Terdapat dua jenis lalapan yaitu daun kemangi dan terong yang memiliki nilai p < 0.05, hal ini menunjukkan adanya perbedaan yang nyata pada efisiensi penggunaan kemangi dan terong pada restoran beromzet besar dan restoran beromzet kecil. Pada restoran dengan omzet yang besar sisa kemangi lebih sedikit dibandingkan dengan restoran beromzet kecil. Sedangkan sisa terong pada lebih banyak pada restoran yang beromzet besar. Kedua hal inilah yang dapat menyebabkan adanya perbedaan pada efisiensi penggunaan lalapan di kedua restoran.

(32)

18

Hubungan Antar Variabel

Pendapatan per hari Restoran dengan Anggaran Pembelian Lalapan

Salah satu faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pembelian bahan makanan menurut Mukrie et al. (1990) adalah harga tiap jenis bahan makanan itu sendiri. Untuk memenuhi faktor ini dibutuhkan pendanaan yang cukup agar bahan makanan dapat dibeli dan proses penyelenggaraan makanan dapat dilakukan. Sumber pendanaan dalam pembelian bahan makanan adalah dari pendapatan restoran setiap harinya. Berdasarkan penjelasan ini dapat dilakukan analisis untuk melihat hubungan antara pendapatan per hari restoran dengan anggaran pembelian bahan makanan. Anggaran pembelian bahan makanan yang dianalisis adalah anggaran pembelian lalapan. Data pendapatan per hari dan anggaran pembelian lalapan dari setiap restoran disajikan dalam Tabel 17.

Tabel 17 Data rata-rata pendapatan per hari dan anggaran pembelian lalapan

Nama Restoran Omzet (Rp) Anggaran Pembelian

Lalapan (Rp)

Hasil analisis korelasi Pearson menunjukkan adanya hubungan positif antara pendapatan restoran dengan anggaran pembelian lalapan (p<0.05). Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar pendapatan maka anggaran pembelian lalapan juga cenderung lebih besar. Menurut Supriyanto (2008) semakin baik tingkat pertumbuhan penjualan maka semakin baik juga pendanaan dari restoran dan akan memberikan pengaruh yang positif dalam pengalokasian dana belanja bahan makanan.

Pada restoran Galuga yang memiliki omzet Rp 5 000 000, dana yang dikeluarkan untuk pembelian lalapan tergolong kecil yaitu hanya sebesar Rp 107 500. Hal ini disebabkan oleh restoran Galuga memiliki kebun sendiri sehingga pengadaan kemangi sebagian besar dipenuhi melalui kebun yang dikelolan oleh restoran.

Penggunaan Lalapan dengan Sisa Lalapan

(33)

19 dengan jumlah sisa lalapan. Data penggunaan lalapan dan sisa lalapan disajikan dalam Tabel 18.

Tabel 18 Data rata-rata penggunaan lalapan dan jumlah sisa lalapan

Jenis Lalapan Penggunaan (Kg) Sisa (Kg)

Mentimun 4.60 0.78

Hasil analisis korelasi Pearson menunjukkan adanya hubungan positif antara penggunaan lalapan dengan sisa lalapan (p<0.05). Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak lalapan yang digunakan dalam setiap porsinya maka jumlah lalapan yang tersisa juga cenderung lebih besar. Berdasarkan analisis ini maka perlu dilakukan pembakuan porsi lalapan agar efisiensi penggunaan lalapan dapat terjaga dan tidak banyak lalapan yang dibuang.

Pembelian Lalapan dengan Sisa Lalapan

Penyelenggaraan makanan yang baik harus ditunjang oleh manajemen yang baik juga terutama pada penyelenggaraan makanan yang berorientasi komersil karena tujuan dari penyelenggaraan makanan ini adalah adalah untuk mendapatkan laba atau keuntungan. Biaya produksi harus ditekan seminimal mungkin untuk mendapatkan keuntungan yang maksimal. Karyantina (2007) menjelaskan bahwa untuk mendapatkan manajemen yang baik harus dilakukan penetapan strategi khusus agar keuntungan yang memadai dapat diperoleh. Salah satu strategi yang harus dipertimbangkan adalah pengadaan bahan makanan. Manajemen pengadaan bahan makanan harus diperhitungkan dengan baik agar bahan makanan yang sudah dibeli dapat dimanfaatkan dengan efektif dan tidak banyak yang terbuang percuma.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat diamati efisiensi dari pembelian bahan makanan, dalam penelitian ini bahan makanan yang diamati adalah lalapan. Pengamatan terhadap efisiensi dari pembelian lalapan dapat dilakukan dengan menganalisis hubungan antara jumlah pembelian lalapan dengan jumlah sisa lalapan. Data jumlah pembelian dan jumlah sisa lalapan disajikan dalam Tabel 19. Tabel 19 Data jumlah pembelian dan jumlah sisa lalapan

(34)

20

Hasil analisis korelasi Pearson menunjukkan adanya hubungan positif antara pembelian lalapan dengan sisa lalapan (p<0.05). Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar jumlah lalapan yang dibeli maka jumlah lalapan yang tersisa juga cenderung lebih besar. Berdasarkan analisis ini nilai efisiensi dari pembelian lalapan dapat dijaga dengan pembelian lalapan yang tepat dan sesuai kebutuhan agar tidak banyak lalapan yang dibuang dan tidak terjadi pemborosan biaya produksi.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Jumlah restoran sunda di kota Bogor sebanyak 15 restoran. Dalam pengadaan lalapan, jenis lalapan yang paling banyak dibeli adalah mentimun. Rata-rata anggaran belanja dalam pengadaan lalapan sebesar 10.78% dari anggaran belanja harian restoran. Pengadaan lalapan dilakukan dengan sistem pembelian langsung di pasar tradisional dengan frekuensi pembelian setiap hari.

Dalam penyimpanan lalapan, metode penyimpanan yang paling banyak digunakan oleh restoran adalah metode penyimpanan suhu rendah dengan suhu yang direkomendasikan yaitu 10°C. Penerapan metode FIFO pada proses penyimpanan sudah dilakukan dengan baik oleh seluruh contoh.

Dalam penanganan pada lalapan, seluruh contoh sudah melakukan proses pencucian sebelum lalapan disajikan. Lalapan dengan porsi terbanyak dalam penyajian adalah mentimun. Pada pengolahan sisa lalapan, jenis lalapan dengan sisa terbanyak adalah mentimun. Sebagian besar contoh membuang sisa lalapan yang tidak habis dikonsumsi. Sebagian besar lalapan sudah dimanfaatkan dengan efektif oleh restoran dalam hal penggunaan.

Tidak terdapat perbedaan antara porsi semua jenis lalapan yang disajikan sebagai pendamping makanan utama dengan lalapan yang disajikan bukan sebagai pendamping menu utam (p>0.05). Hubungan antara pendapatan per hari restoran dengan anggaran pembelian lalapan menunjukkan bahwa semakin besar pendapatan restoran maka anggaran pembelian lalapan cenderung meningkat. Analisis hubungan antara pembelian lalapan dengan jumlah sisa lalapan dan hubungan antara penggunaan lalapan dengan jumlah sisa lalapan juga berhubungan positif dengan nilai p<0.05.

Saran

(35)

21 pakan ternak atau pupuk kompos, hal ini ditujukan agar jumlah sampah yang dibuang ke TPA dapat dikurangi sehingga lingkungan menjadi lebih bersih.

Penelitian selanjutnya disarankan untuk menggunakan food model untuk mempermudah estimasi berat lalapan. Penelitian selanjutnya juga diharapkan dapat melakukan analisis statistik lebih lanjut mengenai lalapan dengan tingkat konsumsi sayur, lama penyimpanan dengan tingkat kesegaran lalapan dan lain-lain.

DAFTAR PUSTAKA

Alhamidi F. 2006. Analisis Model Pengadaan Bahan Makanan Kering Berdasarkan Metode Eoq pada Instalasi Gizi Rumah Sakit Roemani Semarang. Jurnal Undip 21(3).

Astawan, M. 2010. Bahan Pangan Berwarna Putih. www.cybermetd.cbn.net.id [10 Oktober 2013]

[BPS] Badan Pusat Statistik Jawa Barat. 2013. Upah Minimum Kota Bogor 2013 http://jabar.bps.go.id

[DEPKES RI] Departemen Kesehatan RI. 2003. Pedoman Tatalaksana Gizi Usia Lanjut untuk Tenaga Kesehatan. Jakarta : Depkes RI

[Depkes RI] Departemen Kesehatan RI. 2006. Pedoman pelayanan gizi rumah sakit. Jakarta (ID): Ditjen Bina Kesehatan Masyarakat

Dewi ST. 2004. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Pembelian oleh Konsumen Restoran Tradisional Sunda (Studi Kasus di Kotamadya Bogor) [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Dinas Kepariwisataan dan Kebudayaan Kota Bogor. 2009. Pariwisata Kota Bogor 2009. Bogor.

Efriani R. 2005. Analisis Timbulan dan Komposisi Sampah Domestik Kota Padang Tahun 2004 Berdasarkan Metode SNI 19-3964-1994 [Tugas Akhir]. Padang : Jurusan Teknik Lingkungan, Universitas Andalas.

Hardenburg, RE. 1986. The Commercial Storage of Fruits, Vegetables, Florist

and Nursery Stocks, USA: United States Department of Agriculture.

Haryanti S, Safaryani N, Hastuti EP. 2007. Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan terhadap Penurunan Kadar Vitamin C Brokoli (Brassica oleracea L). Jurnal Anatomi dan Fisiologi, Vol 15 No. 2.

Karyantina Merkuria. 2007. Industri Jasa Boga. Surakarta : Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Slamet Riyadi.

Misgiyarta. 2005. Pemanfaatan Bakteri Asam Laktat Untuk Biosanitizer Sayuran Segar. Jakarta : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian

Moehyi S. 1992. Penyelenggaraan makanan institusi dan jasa boga. Jakarta (ID): Bhratara.

Mukrie NA. 1990. Manajemen Pelayanan Gizi Institusi Dasar. Jakarta (ID): Akademi Gizi.

(36)

22

Ratna, M.R. 2009. Evaluasi Manajemen Penyelenggaraan Makanan Institusi di Rumah Sakit Ortopedi Prof. Dr. R. Soeharso. Jurnal Studi Perpustakaan dan Informasi Surakarta, Vol. 4 No.2.

Supriyanto E, Falikhatun. 2008. Pengaruh Tangibility, Pertumbuhan Penjualan dan Ukuran Perusahaan terhadap Struktur Keuangan. Jurnal Bisnis dan Akuntansi Universitas Sebelas Maret. Vol. 10 No.1.

Torsina F. 2000. Usaha Restoran yang Sukses. Jakarta : Bhuana Ilmu Populer Winarno F.G. 1981. Fisiology Lepas Panen. Jakarta: Sastra Hudaya

Wirakusumah. 1990. Sistem Nasional Pengawasan Makanan. Makalah. Dalam : Lokakarya Sistem Pengawasan Makanan BLKM DEPKES RI di Ciloto, 4-6 Oktober.

(37)

23

LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuisioner penelitian

KUESIONER PENELITIAN

MANAJEMEN PENYELENGGARAAN MAKANAN DI RESTORAN SUNDA DI KOTA BOGOR

A. Pengantar

Bapak/ Ibu/saudara/saudari yang terhormat

Kuesioner ini diberikan dalam rangka penyusunan tugas akhir Albeta Putra Pratama, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Berikut ini adalah pertanyaan yang berkaitan dengan “Manajemen Lalapan”. Bacalah setiap pertanyaan dengan cermat sebelum menjawab, kemudian pilihlah jawaban yang Anda rasa paling sesuai dengan manajemen lalapan yang ada di restoran pada lembar jawaban yang tersedia. Saya sangat mengharga ikejujuran dan keterbukaan Anda.

TerimaKasih.

No. kuesioner (diisi oleh peneliti) : Kode responden (diisi oleh peneliti) : Tanggal (diisi oleh peneliti) :

Saya setuju untuk mengisi kuesioner

Tandatangan responden

B. Petunjuk

1. Silahkan bapak/ibu/saudara/saudari jawab pertanyaan dengan jujur

2. Jawaban akan dijaga kerahasiaannya dan hanya digunakan untuk penelitian I. Identitas

A. Identitas Responden

Petunjuk pengisian : Isilah pertanyaan dengan tanda silang (X) pada kotak yang disediakan.

1. Nama Lengkap :

2. Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan 3. Umur : <20 tahun 20-30 tahun

31-40 tahun > 40 tahun

(38)

24 4. Tahun berdiri restoran :

5. Jumlah pegawai restoran : orang

6. Jam operasional restoran : WIB s.d WIB 7. Pendapatanrestoran perhari :

Rp. <1.000.000 Rp. 1.000.000 – Rp. <2.000.000

9. Menu makanan yang disajikan dengan lalapan : 1. ... 2. Jumlah lalapan yang dibeli

1. Mentimun : ...Kg Daun pohpohan : ...Kg 2. Daun kemangi :...Kg Kol : ...Kg

Selada : ...Kg Lainnya...Kg 3. Berapakah alokasi dana untuk pembelian lalapan ? (dalam persen)

(39)

25 5. Apakah sistem pembelian lalapan menggunakan sistem tender? (jika iya,

langsung ke poin B penyimpanan lalapan) Ya, sebutkan...

1. Apakah pada penyimpanan lalapan menerapkan metode penyimpanan kering? (jika tidak, lanjut ke pertanyaan nomer 8)

Ya Tidak

2. Suhu ruang penyimpanan (diisi oleh peneliti) : ...°C 3. Tempat penyimpanan lalapan

5. Apakah lalapan disimpan di tempat yang terkena sinar matahari langsung? 3. Ya Tidak

6. Apakah lalapan disimpan di tempat yang terpisah dengan makanan jadi? 1. Ya Tidak

7. Apakah pada proses penyimpanan lalapan menerapkan prinsip FIFO (First In First Out)?

1. Ya Tidak

8. Apakah tersedia lemari pendingin untuk menyimpan lalapan? 1. Ya Tidak

9. Suhu lemari pendingin(diisi oleh peneliti) : ...°C

10. Apakah lalapan disimpan secara terpisah dengan bahan pangan lain di dalam lemari pendingin ?

1. Ya Tidak

11. Lama penyimpanan lalapandi dalam lemari pendingin 1. < 7 hari 10 – 14 hari

2. 7 – 10 hari > 14 hari

12. Apakah dilakukan pengecekan secara berkala terhadap lalapan yang di simpan di lemari pendingin?

1. Ya Tidak

13 Apakah pada proses penyimpanan lalapan di lemari pendingin menerapkan prinsip FIFO (First In First Out)?

2. Ya Tidak C. Penanganan pada lalapan segar

1. Apakah lalapan dicuci sebelum disajikan? 1. Ya Tidak

2. Apakah lalapan dicuci dengan air yang mengalir? 1. Ya Tidak

3. Apakah lalapan dicuci dengan menggunakan bahan kimia ( cairan pencuci komersil )?

(40)

26

4. Apakah pisau selalu dibersihkan sebelum digunakan untuk memotong lalapan?

1. Ya Tidak

5. Apakah ada pengolahan tambahan sebelum lalapan disajikan? 1. Ya, sebutkan...

Tidak

6. Pemorsian lalapan sebelum disajikan

Jenis lalapan Jumlah

7. Tempat penyajian terbuat dari bahan 1. Plastik Melamin

2. Kaca Kayu/rotan/bambu Aluminium Lainnya... D. Penanganan pada sisa lalapan

1. Jumlah sisa lalapan

1. Mentimun : ...Kg Daun pohpohan : ...Kg 2. Daun kemangi :...Kg Kol : ...Kg

Selada : ...Kg Lainnya...Kg 2. Apakah ada penanganan tambahan terhadap sisa lalapan?

(jika Ya, lanjut ke pertanyaan nomer 4 )

Ya Tidak, langsung dibuang

3. Apakah sisa lalapan dibuang terpisah dengan sampah lain? Ya Tidak

4. Pemanfaatan kembali lalapan, sebutkan...

(41)

27

RIWAYAT HIDUP

Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara, putra pasangan Bapak Drs. Asrowi, M.Si dan Ibu Yusri Merliyanti. Penulis dilahirkan di Prabumulih pada tanggal 16 Mei 1991. Pendidikan SD ditempuh pada tahun 1997-2003 di SD Negeri Gunung Ibul. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 5 Prabumulih tahun 2003-2006, dan SMA Negeri 2 Prabumulih tahun 2006-2009.

Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB), Fakultas Ekologi Manusia, Departemen Gizi Masyarakat melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2009. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam organisasi, yaitu sebagai anggota OMDA (Organisasi Mahasiswa Daerah) IKAMUSI, anggota Klub GIZOR (Gizi Olahraga), dan anggota ZIPER (Gizi Perkusi). Penulis juga aktif diberbagai kepanitiaan internal maupun eksternal di departemen dan fakultas. Pada bulan Juli-Agustus 2012 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Profesi di Desa Ragatunjung Kecamatan Paguyangan Kabupaten Brebes dan pada Maret 2013 penulis mengikuti Internship Dietetik (ID) di Rumah Sakit Umum Daerah Cibinong.

Gambar

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian
Tabel 1Data, jenis data dan cara pengumpulan data
Tabel 3 Jenis lalapan yang ada di setiap restoran
Tabel 10 Efesiensi penggunaan mentimun di setiap restoran
+5

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan (1) untuk mengetahui bagaimana celebrity endorser berpengaruh terhadap keputusan pembelian produk pembersih wajah Men’s Biore , (2) untuk

Disertasi dengan judul Makna Tradisi Gusjigang Pada Rumah Kaum Santri Pedagang di Kota Lama Kudus ini merupakan penelitian tentang kebudayaan masyarakat pada suatu

Dari pengertian di atas, pada kebudayaan terdapat faktor-faktor yang penting, yakni : kelompok atau masyarakat sebagai pelaku kebudayaan, wujud atau fenomena

Dalam penelitian ini subjeknya adalah siswa-siswi kelas 5 yang berusia 10-12 tahun dan memiliki skor pada skala stress yang masuk dalam kategori sedang maupun tinggi.Jumlah

Hingga saat ini, Kelas Inspirasi telah diselenggarakan oleh ribuan relawan di 119 kota di Indonesia dan menjadi salah satu pilar gerakan Indonesia Mengajar yaitu keterlibatan

Tujuan dari Kelas Inspirasi ini ada dua, yaitu menjadi wahana bagi sekolah dan siswa untuk belajar dari para profesional, serta agar para profesional, khususnya kelas

Obyek Retribusi adalah pelayanan pemberian hak pemakaian atas pemakaian tempat Rekreasi dan Olah Raga milik Pemerintah Daerah dalam jangka waktu tertentu, yang meliputi :..

PCA menghitung satu vector yang disebut PC pertama, yaitu satu garis regresi orthogonal yang melalui data di dalam ruangan yang berjarak X yang merupakan