• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Ketebalan Dan Persen Aerasi Terhadap Sifat Fisikokimia Tempe Grits Kacang Merah (Phaseolus Vulgaris L.).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Ketebalan Dan Persen Aerasi Terhadap Sifat Fisikokimia Tempe Grits Kacang Merah (Phaseolus Vulgaris L.)."

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KETEBALAN DAN PERSEN AERASI

KEMASAN TERHADAP SIFAT FISIKOKIMIA

TEMPE GRITS KACANG MERAH (Phaseolus vulgaris L.)

ALEXANDER TOMMY WICAKSONO

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Pengaruh Ketebalan dan Persen Aerasi Terhadap Sifat Fisikokimia Tempe Grits Kacang Merah (Phaseolus vulgaris L.)”adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2014

Alexander Tommy Wicaksono

(4)
(5)

ABSTRAK

ALEXANDER TOMMY WICAKSONO. Pengaruh Ketebalan dan Persen Aerasi terhadap Sifat Fisikokimia Tempe Grits Kacang Merah (Phaseolus vulgaris

L.).Dibimbing oleh FERI KUSNANDAR dan ANTUNG SIMA FIRLIEYANTI. Kedelai merupakan sumber protein nabati utama bagi sebagian besar penduduk Indonesia dan terutama digunakan sebagai bahan bakuuntuk pembuatan tempe. Namun kacang kedelai tersebut sebagian besar dipenuhi dari impor. Agar ketergantungan terhadap kedelai dapat dikurangi, maka pembuatan tempe perlu memanfaatkan jenis kacang-kacangan lokal yang tersedia dan dapat dibudidayakan dengan baik di Indonesia. Salah satu jenis kacang yang potensial adalah kacang merah (Phaseolus vulgaris L).Penelitian ini mengembangkan tempe kacang merah, terutama dalam bentuk grits kacang merah berukuran 10

meshdengan tujuan untuk memperbaiki karakteristik tempe yang dihasilkan terutama kandungan proteinnya. Pengaruh ketebalan tempe(1, 2, dan 3 cm) serta persen aerasi (1%, 2.5%, dan 4%) terhadap sifat fisikokimia tempe grits kacang merah dijadikan sebagai perlakuan untuk diamati pengaruhnya. Bentuk grits

mempengaruhi tempe yang dihasilkan, yaitu dapat meningkatkan kadar protein dan mengurangi kadar lemak. Ketebalan dan aerasi yang berbeda mempengaruhi penampakan, rendemen, warna kromatik, dan kadar protein terlarut tempe grits

kacang merah. Kombinasi perlakuan (ketebalan 1 cm dan aerasi 1%) memberikan tempe yang terbaik berdasarkan parameter penampakan, rendemen, warna kromatik, kadar protein terlarut dan kemudahan untuk diproduksi.

(6)

ABSTRACT

ALEXANDER TOMMY WICAKSONO.Effect of Different Thickness and Aeration Area on Physicochemical Properties of Red Kidney Beans (Phaseolus vulgaris L) Tempeh.Supervised by FERI KUSNANDAR and ANTUNG SIMA FIRLIEYANTI.

Soybeans are the main source of vegetable protein for most inhabitants of Indonesia and mainly used as raw material for making tempeh. However, soybeans are largely filled from imports. In order to reduce the dependence of soybeans, the tempeh making needs to make use of local type beans that available and can be cultivated in Indonesia. One potential beans is red kidney beans (Phaseolus vulgaris L.). This research develops red kidney beans tempeh, mainly in the form of red kidney beans-sized 10 mesh grits with the aim to improve the characteristics of resulting tempeh especially the protein content. Effect of different thickness (1 cm, 2 cm, and 3 cm) and areation area (1%, 2.5%, and 4%) on physicochemical of red kidney beans tempeh used as treatment for observed the effects. The form of grits affects the resulting tempeh, which can increase protein content and decrease fat content.The different thickness and aeration area affects the appearance, yield, chromatic colour, and dissolved protein content of red kidney beans tempeh. Treatment combination (1 cm of thickness and 1% of aeration area) provides the best tempeh based on parameters of appearance, yield, chromatic colour, dissolved protein content, and ease to be produced.

(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian

pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

PENGARUH KETEBALAN DAN PERSEN AERASI

KEMASAN TERHADAP SIFAT FISIKOKIMIA TEMPE GRITS

KACANG MERAH (Phaseolus vulgaris L.)

ALEXANDER TOMMY WICAKSONO

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)
(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Allah atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan.Penelitian dengan judul “Pengaruh Ketebalan dan Persen Aerasi Terhadap Sifat Fisikokimia Tempe Grits

Kacang Merah (Phaseolus vulgaris L.)”dilaksanakanpada Juli 2013 hingga Mei 2014.Penelitian dilaksanakan di laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor dan laboratorium SEAFAST CENTER.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Feri Kusnandar, M.Sc dan Ibu Antung Sima Firlieyanti, S.TP, M.Sc selaku dosen pembimbing serta Bapak Dr. Ir, Eko Hari Purnomo, M.Sc selaku dosen penguji, atas bimbingannya selama penelitian ini berlangsung. Terima kasih penulis ucapkan juga kepada teman-teman satu kelompok penelitian kacang merah, Vega Widya Karisma, Isnaini Ayu Lestari, Lulu Maknun, Dewi Ratna Sari, Andini Giwang Kinasih, dan Barli Abiyoga atas segala kebersamaan, kerjasama dan bantuannya selama berlangsungnya penelitian ini. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada seluruh teknisi laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor dan laboratorium SEAFAST CENTER serta staf UPTD ITP dan Mba Tika atas segala pengetahuan, bimbingan, dan bantuan yang telah diberikan selama penelitian ini berlangsung.

Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah,ibu,dan seluruh keluarga atas doa dan dukungannya. Tidak lupa juga ucapan terima kasih ditujukan kepada teman-teman Keluarga Mahasiswa Katolik IPB dan Ilmu Teknologi Pangan angkatan 47 khususnya teman-teman Qobs atas bantuan dan kebersamaannya selama ini.

Penulis mengharapkan segala masukan dan kritik yang membangun karena skripsi ini masih jauh dari sempurna. Semoga skripsi tugas akhir ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan terutama untuk perkembangan teknologi pangan. Terima kasih.

Bogor, Juli2014

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

METODE 2

Bahan 2

Alat 2

Tahapan Penelitian 3

Metode Analisis 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 7

Karakterisasi tempe grits kacang merah 7

Karakterisasi tempe grits kacang merah perlakuan terbaik 15

SIMPULAN DAN SARAN 17

Simpulan 17

Saran 17

DAFTAR PUSTAKA 18

LAMPIRAN 21

RIWAYAT HIDUP 24

(12)

DAFTAR TABEL

1 Perbandingan zat gizi kacang merah dan kacang kedelai 1

2 Penampakan tempe grits kacang merah 7

3 Hasil analisis sifat fisik dan kimia sampel tempe grits kacang merah 15 4 Hasil Analisis Proksimat sampel tempe grits kacang merah dengan

dimensi ketebalan 1 cm dan aerasi 1% 15

5 Hasil Uji Sensorisampel tempe grits kacang merah dengan dimensi

ketebalan 1 cm dan aerasi 1% 16

DAFTAR GAMBAR

1 Rendemen tempe grits kacang merah pada tingkat aerasi dan

ketebalan 9

2 Daya iris tempe grits kacang merah pada tingkat aerasi dan ketebalan 10 3 Nilai L tempe grits kacang merah pada tingkat aerasi dan ketebalan 11 4 Nilai a* tempe grits kacang merah pada tingkat aerasi dan ketebalan 11 5 Nilai b* tempe grits kacang merah pada tingkat aerasi dan ketebalan 11 6 Kadar protein basis kering (%) tempe grits kacang merah pada

tingkat aerasi dan ketebalan 12

7 Kadar protein terlarut (%) tempe grits kacang merah pada tingkat

aerasi dan ketebalan 13

8 Daya cerna protein (%) tempe grits kacang merah pada tingkat aerasi

dan ketebalan 14

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kadar protein tempe grits kacang merah basis basah 21

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kedelai merupakan sumber protein nabati utama bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Pada tahun 2012, total kebutuhan kedelai nasional mencapai 2.2 juta ton. Berdasarkan data BPS (2012), produksi kedelai tahun 2012 mencapai 783.16 ribu ton biji kering (29% dari total kebutuhan kedelai nasional). Untuk memenuhi sisa 71% kebutuhan kedelai dalam negeri, Indonesia mengimpor 2.09 juta ton kedelai (Marsiela 2012).Sebagian besar kedelai yang ada di Indonesia diolah menjadi tempe dengan jumlah mencapai 1.2 juta ton/tahun (Rosalina 2011).Tempe merupakan hasil olahan berbasis kacang kedelai yang diperoleh melalui proses fermentasi menggunakan kultur kapang Rhizopus(SNI 3144:2009). Tingginya impor kacang kedelai Indonesia mendorong pemanfaatan kacang-kacangan jenis lain sebagai bahan baku tempe, salah satunya adalah kacang merah (Phaseolus vulgaris L). Tabel 1 merupakan perbandingan kandungan gizi antara kacang merah dan kacang kedelai.Kacang merah memiliki kadar karbohidrat tertinggi dibanding kacang-kacangan lainnya, kadar lemak yang jauh lebih rendah dibanding kacang kedelai dan kacang tanah, serta kadar serat yang setara dengan kadar serat kacang hijau, kacang kedelai, dan kacang tanah (Angioiet al 2010). Kacang merah mengandung flavonoid yang baik untuk mengurangi resiko penyakit jantung serta phytosterol yang dapat mengurangi kadar kolesterol dalam darah (Lanza et al2006).

Tabel 1.Perbandingan zat gizi kacang merah dan kacang kedelai

Zat Gizi per 100 gram Kacang Merah Kacang Kedelai

Energi (kkal) 336 331

Sumber : Direktorat Gizi, Depkes (1992)

(14)

2

Pengembangan tempe kacang merah masih memiliki kekurangan berupa kadar protein yang lebih rendah bila dibandingkan dengan tempe kedelai. Salah satu upaya untuk meningkatkan kadar proteinnya adalah dengan pengecilan ukuran kacang menjadi bentuk gritsuntuk meningkatkan luas area penetrasi kapang ke dalam tempe.Oksigen dan dimensi ketebalan tempe juga penting untuk diperhatikan. Pertumbuhan kapang membutuhkan oksigen yang cukup. Oksigen yang terlalu banyak mengakibatkan metabolisme kapang terlalu cepat sehingga panas yang ditimbulkan akan membunuh kapang tersebut (Suliantari 1996). Oleh karena itu, pembuatan tempe harus memperhitungkan jumlah aerasi pada kemasan dengan tepat. Dimensi ketebalan tempe berpengaruh terhadap penetrasi kapang ke dalam tempe untuk menghasilkan miselium yang kompak (Sapuan dan Noer 2001). Tempe dengan ketebalan yang terlalu besar menyebabkan kapang tidak dapat berpenetrasi dengan optimal sehingga miselium yang dihasilkan tidak merata.

Penelitian ini mengembangkan tempe kacang merah dengan ukuran grits

kacang merah 10 mesh dengan perbedaan dimensi ketebalan dan persen aerasi kemasan untuk melihat sifat fisikokimia yang dihasilkan.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kondisi proses terbaik, yaitu ketebalan dan persen aerasi kemasan dari tempe grits kacang merah berdasarkan parameter sifat fisikokimianya.

METODOLOGI PENELITIAN

Bahan dan Alat

Bahan

Bahan yang digunakan dalam persiapan sampel adalah kacang merah dan air. Bahan yang digunakan dalam pembuatan tempe adalah cuka makan Dixie™, air, dan laru termodifikasi. Bahan yang digunakan dalam analisis adalah tempe grits

kacang merah, minyak goreng, asam sulfat pekat (H2SO4), air raksa oksida (HgO),

kalium sulfat (K2SO4), larutan 60% NaOH-5% Na2S2O3, larutan asam borat jenuh

(H2BO3), larutan HCl 0.02 N, larutan NaOH 0.02 N, air destilata, indikator pp,

larutan HCl 0.1 N, enzim pepsin, enzim pankreatin, larutan buffer pospat, larutan NaOH 0.5 N, natrium azida 0.005 M, larutan TCA 10%, etil eter, dan reagen Bradford.

Alat

(15)

3 semprot, mortar, alu, sentrifuse, vortex, spektrofotometer, rotary shaker, kompor gas, dan wajan.

Tahapan Penelitian

Penelitian ini memproduksi tempegrits kacang merah dengan variasi tiga perlakuan ketebalan yaitu 1 cm, 2 cm, dan 3 cm serta persen aerasi yaitu 1%, 2.5%. dan 4%.Produk yang dihasilkan dianalisis sifat fisik meliputi rendemen, tekstur, warna serta sifat kimia meliputi kadar protein kasar, kadar protein terlarut, dan daya cerna protein. Tahapan penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut:

Pembuatan GritsKacang Merah

Pembuatan gritskacang merah diawali dengan perendaman kacang merah kering selama 7 jam dalam air hingga muncul busa. Setelah itu dilakukan pembilasan dan pengupasan kulit menggunakan Disc Mill.Perendaman sebelum pengupasan bertujuan untuk mempermudah pengupasan kulit.Kacang yang telah dikupas lalu dikeringkan dengan oven suhu 60oC selama 4 jam. Setelah kering, kacang dimasukkan dalam Hammer Mill yang telah diatur untuk menghasilkan

grits dengan ukuran 10 mesh.

Proses Pembuatan Tempe Grits Kacang Merah

Proses pembutan tempe kacang merah yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada penelitian yang sebelumnya telah dilakukan oleh Jaisan (2013) dengan dilakukan sedikit modifikasi.Grits kacang merah direbus selama 10 menit kemudian ditiriskan dan didinginkan sejenak.Setelah itu, grits direndam dalam air asam dengan takaran 1 sendok makan cuka Dixie™dalam 400 ml air selama 2 malam hingga muncul busa pada permukaan rendaman. Air asam kemudian dibuang dan grits dibilas hingga bau asam hilang. Langkah selanjutnya adalah pengukusan selama 10 menit lalu didinginkan hingga hangat untuk kemudian dilakukan pelaruan dengan takaran 0.005% bobot grits kacang merah. Setelah itu,

grits dikemas dalam plastik dan diatur dimensi ketebalannya menjadi 1 cm, 2 cm, dan 3 cm serta aerasi sebesar 1%, 2.5%, dan 4%. Pembuatan aerasi dilakukan dengan jarum yang sebelumnya disterilkan dengan alkohol.Jumlah aerasi dihitung sebagai berikut:

Selanjutnya, dilakukan proses fermentasi selama 36 jam pada suhu 30oC untuk menghasilkan tempe.

Karakterisasi Tempe Grits Kacang Merah

(16)

4

Metode Analisis

Rendemen

Rendemen diperoleh dari perbandingan berat tempe yang dihasilkan dengan total berat grits kacang merah sebelum dilakukan fermentasi. Hasil penimbangan kemudian dibandingkan dan dihitung persentase perubahannya.

% Rendemen =

Daya Iris

Daya iris tempe diukur dengan menggunakan Texture Analyzer (TA-XT2i) dengan probe Warner-Bratzler Blader berbentuk pisau.Probe diatur untuk mengiris tempedengan kecepatan 1.5 mm/detik dan jarak 35 mm. Data yang diperoleh dari alat ini adalah kerja (gs) yang menyatakan besar gaya keseluruhan yang diperlukan probe untuk mengiris tempe.

Warna(Metode Hunter)

Warna diukur dengan Minolta CR 300 Chromameter dengan menggunakan sistem Hunter (L, a*, dan b*). Nilai L menyatakan parameter kecerahan yang memiliki nilai 0 (hitam) sampai 100 (putih). Nilai a* menyatakan warna kromatik campuran merah dan hijau, dengan nilai +a* (positif) dari 0 sampai +100 untuk warna merah dan nilai –a* (negatif) dari 0 sampai -80 untuk warna hijau. Nilai b* menyatakan warna kromatik campuran biru dan kuning, dengan nilai +b* (positif) dari 0 sampai +70 untuk warna biru dan nilai –b* (negatif) dari 0 sampai -70 untuk warna kuning (Hunterlab 2008).

Kadar Air (SNI 01-2891-1992)

Cawan kosong dan tutupnya dikeringkan dahulu dalam oven selama 15 menit, setelah itu cawan didinginkan dalam desikator.Cawan yang sudah kering diambil dengan penjepit dan ditimbang beratnya.Sampel (1-2 g) dimasukkan kedalam cawan, kemudian dikeringkan di dalam oven bersuhu 105 oC selama 3 jam. Setelah 3 jam ambil cawan dengan penjepit lalu dinginkan dalam desikator dan timbang.Kadar air dihitung dalam basis kering dengan persamaan sebagai berikut :

ada ai k o o a an samp l o o a an samp l s la

Kadar Abu (SNI 01-2891-1992)

(17)

5 desikator lalu ditimbang.Kadar abu ditentukan dalam basis kering dengan persamaan sebagai berikut :

ada a k o o a an samp l s la p n a an o o a an

Kadar ProteinKasar (AOAC, 1995)

Kadar protein total dianalisis menggunakan metode Kjeldahl. Sebanyak 0.1-0.25 gram contoh ditimbang di dalam labu Kjeldahl, lalu ditambahkan 1.0+0.1 gram K2SO4, 40+10 ml HgO, dan 2.0+0.1 ml H2SO4. Selanjutnya contoh didihkan

sampai cairan jernih kemudian didinginkan. Larutan jernih ini dipindahkan ke dalam alat destilasi secara kuantitatif. Labu Kjeldahl dibilas dengan 1-2 ml air destilata, kemudian air cuciannya dimasukan ke dalam alat destilasi, pembilasan dilakukan sebanyak 5-6 kali. Tambahkan 8-10 ml larutan 60% NaOH – 5% Na2S2O3.5H2O ke dalam alat destilasi.

Di bawah kondensor diletakkan erlenmeyer yang berisi 5 ml larutan H3BO3

jenuh dan 2-4 tetes indikator (campuran 2 bagian 0.2% metilen red dan 1 bagian 0.2% metilen blue dalam etanol 95%). Ujung tabung kondensor harus terendam dalam larutan H3BO3 kemudian dilakukan destilasi sehingga diperoleh sekitar 15

ml destilat. Destilatyang diperoleh kemudian dititrasi dengan HCl 0.02 N sampai terjadi perubahan warna dari hijau menjadi abu-abu.

Setelah diperoleh kadar protein total basis basah kemudian dihitung kadar protein total basis kering. Kadar protein total basis kering adalah jumlah protein dalam sampel tanpa mengukur kadar air sampel sehingga nilainya akan lebih tinggi dibandingkan kadar protein basis basah. Diperlukan nilai kadar air basis basah (bb) dan kadar protein basis basah (bb) untuk menentukan kadar protein basis kering (bk).

Kadar protein (% bk) = kadar protein (bb)x 100

(100 – kadar air(bb))

Kadar Protein Terlarut(Bradford, 1976)

Analisis kadar protein terlarut menggunakan metode Bradford.Pengukuran kadar protein terlarut dilakukan dengan terlebih dahulu membuat larutan standar protein. Larutan protein yang digunakan adalah Bovine Serum Albumin (BSA).Larutan standar BSA tersebut diukur absorbansinya hingga diperoleh kurva standar.Sebanyak 1 gram sampel digerus dan ditambah 5 ml aquades kemudian disaring dengan tisu. Larutan diambil sebanyak 1 ml kemudian ditambah 1 ml aquades dan 1 ml larutan TCA 10% untuk dilakukan sentrifuse 3000 rpm 25oC selama 10 menit.

Hasil sentrifuse dibuang supernatannya lalu ditambah 2 ml larutan ethyl eter pada endapannya untuk dilakukan sentrifuse 3000 rpm 25oC selama 10 menit. Setelah itu biarkan selama semalam pada suhu ruang hingga kering.Setelah kering ditambahkan 4 ml H20 dan 1 ml reagen Bradford.Vortex hingga homogen lalu

(18)

6

Daya Cerna Protein(Anderson, 1969)

Analisis daya cerna protein menggunakan metode Anderson. Sebanyak 250 mg sampel dimasukkan kedalam erlenmeyer 50 ml lalu ditambah 15 ml HCl 0.1 N yang mengandung 1.5 mg enzim pepsin. Kocok dengan shaker kecepatan rendah suhu 37oC selama 3 jam. Netralkan dengan NaOH 0.5 N dan ditambah 4 mg enzim pankreatin didalam 7.5 ml buffer fosfat 0.2 M dengan pH 8.0 yang mengandung natrium azida 0.005 M. Kocok dengan shaker kecepatan rendah suhu 37oC selama 24 jam lalu sentrifuse 2500 rpm selama 5 menit. Padatan disaring dengan kertas Whitman dan dikeringkan di oven 105oC selama 2 jam lalu ditimbang. Daya cerna protein dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Daya cerna protein (%) = Total protein – N tidak tercerna x 100 Total protein

Kadar Lemak (SNI 01-2891-1992)

Kadar lemak dianalisis dengan metode soxhlet. Sebanyak 1-2gram contohditambahkan dengan 20 ml air dan 30 ml HCl 25% kemudian dididihkan selama 15 menit dalam gelas piala yang ditutup gelas arloji.Larutan tersebut disaring dengan kertas saring, selanjutnya dicuci dengan air panas hingga pH netral bila diuji dengan kertas lakmus.Kertas saring tersebut dikeringkan dalam oven bersuhu 105°C hingga kering.Kertas saring yang telah kering dimasukkan ke dalam selongsong dengan sumbat kapas.Selongsong tersebut kemudian dimasukan ke dalam alat ekstraksi soxhlet dan dihubungkan dengan kondensor dan labu lemak. Alat kondensor diletakkan di atasnya dan labu lemak diletakkan di bawahnya. Pelarut heksana dimasukan ke dalam labu lemak secukupnya. Selanjutnya dilakukan ekstraksi selama 6 jam. Pelarut yang ada dalam labu lemak didestilasi dan ditampung kembali. Labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC, didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Pengeringan diulangi hingga mencapai berat tetap.

Kadar Karbohidrat (Metode By Difference)

Kadar karbohidrat dihitung sebagai sisa dari kadar air, abu, lemak dan protein. Pada analisis ini diasumsikan bahwa karbohidrat merupakan bobot sampel selain air, abu, lemak dan protein.

Uji Sensori (Meilgard, 2005)

(19)

7

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Tempe Grits Kacang Merah

Penampakan tempegrits kacang merah

Tempe grits kacang merah yang diinginkan adalah tempe yang berbentuk kompak dan miselium yang terbentuk menutupi seluruh permukaan secara merata. Pertumbuhan miselium kapang dipengaruhi oleh jenis kapang yang digunakan, viabilitas laru, suhu, serta pH (de Reu et al. 1993).Berdasarkan foto pada Tabel 2 terlihat bahwa seluruh permukaan sampel tertutupi oleh miselium kapang.Aerasi yang terlalu sedikit menyebabkan kapang kekurangan oksigen sehingga pertumbuhan-nya terhambat.Namun ketika aerasi terlalu banyak, kapang tumbuh dengan cepat dan terjadi sporulasi yang tidak dikehendaki dalam pembuatan tempe (Kovac dan Raspor 1997).

Tabel 2.Penampakan tempegrits kacang merah

Aerasi (%)

Ketebalan

(cm) Foto Keterangan

1

1

Miselium menutupi hampir seluruh permukaan grits.

Tempe yang terbentuk kompak.

2

Miselium menutupi hampir seluruh permukaan grits

namun tidak banyak. Tempe yang terbentuk kompak.

3

Miselium terlihat tipis menutup permukaan grits. Tempe yang terbentuk kurang kompak.

2.5 1

(20)

8 seluruh permukaan grits, namun penampakannya tidak menutupi permukaan grits. Tempe yang terbentuk cukup kompak.

4

1

Miselium menutupi hampir seluruh permukaan grits. Tempe yang terbentuk kompak.

2

Miselium menutup hampir seluruh permukaan grits. Tempe yang terbentuk kompak.

3

Miselium menutupi hampir seluruh permukaan grits. Tempe yang terbentuk cukup kompak.

Perlakuan ketebalan dan persen aerasi menghasilkan tempe grits kacang merah dengan pertumbuhan miselium dan kekompakan yang berbeda. Tempe

grits kacang merah terbaik diperoleh dengan ketebalan 1 cm pada semua perlakuan persen aerasi karena miselium menutupi hampir seluruh permukaan

(21)

9

Rendemen

Rendemen diperoleh dari perbandingan berat tempe yang dihasilkan dengan total berat grits kacang merah sebelum dilakukan fermentasi.Gambar 1 memperlihatkangrafik hubungan perlakuan ketebalan dan persen aerasi dengan rendemen tempe grits kacang merah.Rendemen terbesar diperoleh pada sampel tempe dengan dimensi ketebalan 1cm dengan persen aerasi 1% dan sampel tempe dengan dimensi ketebalan 2cm dengan persen aerasi 1% sebesar 95%. Selama fermentasi, laru menumbuhkan miselium kapang pada grits kacang merah yang mengikat setiap kotiledon grits kacang merah dan merupakan biomassa sumber protein (Khan et al. 2009). Selama proses fermentasi juga terjadi penetrasi miselium kapang ke dalam bagian kacang untuk selanjutnya menyelimuti kacang (Shurtleff dan Aoyagi 1979). Pertumbuhan miselium inilah yang menyebabkan perubahan bobot tempe.

Gambar 1.Rendemen tempe grits kacang merah pada tingkat aerasi dan ketebalan.Kontrol merupakan tempe kacang merah utuh.

(22)

10

Tekstur

Sifat yang ingin diketahui dari tekstur tempe grits kacang merah yang dihasilkan adalah daya iris.Pengukuran tekstur berupa daya iris tempe grits

kacang merah perlu dilakukan untuk melihat kemudahan produk untuk dilakukan pengirisan ketika dilakukan proses pengolahan. Gambar 2 menunjukkan nilai daya iris tempe grits kacang merah sebagai akibat perlakuan ketebalan dan persen aerasi. Nilai daya iris berkisar 10088.8-14429.0 gs.Nilai ini menunjukkan resistensi produk dan kemudahan untuk dilakukan pengirisan (Park et al. 1994).Semakin tinggi nilainya berarti semakin sulit untuk dilakukan pengirisan.

Gambar 2.Daya iris tempe grits kacang merah pada tingkat aerasi dan ketebalan. Kontrol merupakan tempe kacang merah utuh.

Daya iris juga dipengaruhi oleh kekompakan miselium yang terbentuk dimana semakin kompak miselium maka nilai kerja semakin besar dan lebih sulit untuk dilakukan pengirisan. Perlakuan ketebalan dan persen aerasi tidak mempengaruhi daya iris tempe grits kacang merah. Data di atas juga menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan nilai yang dihasilkan antar perlakuan ketebalan dan persen aerasi. Tempe grits kacang merah memiliki luas area yang lebih besar bila dibandingkan dengan tempe kacang merah utuh sebesar 5508 gs (Munirah 2013). Hal ini menunjukkan bahwa pengecilan ukuran kacang merah mempengaruhi daya iris tempe yang dihasilkan. Tempe grits kacang merah menghasilkan tempe dengan miselium yang lebih kompak dibandingkan dengan tempe kacang merah utuh sehingga lebih sulit untuk dilakukan pengirisan.

Warna

(23)

11

Gambar 3.Nilai L tempe grits kacang merah pada tingkat aerasi dan ketebalan. Kontrol merupakan tempe kacang merah utuh.

Gambar4.Nilai a* tempe grits kacang merah pada tingkat aerasi dan ketebalan. Kontrol merupakan tempe kacang merah utuh.

Gambar 5.Nilai b* tempe grits kacang merah pada tingkat aerasi dan ketebalan. Kontrol merupakan tempe kacang merah utuh.

Seluruh sampel menghasilkan warna akromatik putih dengan kisaran 53.29 hingga 71.54 dimana sampel yang paling menghasilkan warna akromatik putih adalah sampel dengan dimensi ketebalan 3 cm dan persen aerasi 2.5% (Gambar 3). Warna putih tersebut berasal dari miselium kapang yang menyelimuti seluruh permukaan tempe (Shurtleff dan Aoyagi 2001). Tempe grits kacang merah memiliki warna akromatik putih yang lebih tinggi dibandingkan tempe kacang merah utuh (57.17) (Munirah 2013). Hal ini menunjukkan bahwa tempe grits

kacang merah menghasilkan miselium berwarna putih yang lebih kompak dibanding tempe kacang merah utuh.

(24)

12

Seluruh sampel tempe grits kacang merah memiliki warna kromatik dominan merah dengan nilai positif kisaran 1.03 hingga 13.06 dimana sampel dengan dimensi ketebalan 3 cm dan persen aerasi 4% memiliki nilai a* tertinggi (Gambar 4). Seluruh sampel tempe grits kacang merah memiliki warna kromatik dominan kuning dengan nilai positif kisaran 10.02 hingga 19.88 dimana sampel dengan dimensi ketebalan 3 cm dan persen aerasi 2.5% memiliki nilai b* tertinggi (Gambar 5).Tempe kacang merah utuh juga memiliki warna kromatik merah dan kuning (Munirah 2013) sehingga perlakuan pengecilan ukuran tidak mempengaruhi warna tempe yang dihasilkan. Perlakuan ketebalan mempengaruhi nilai a* dan b* tempe grits kacang merah dimana semakin meningkatnya ketebalan maka nilai a* dan b* semakin besar.

Berdasarkan Tabel 2,meningkatnya ketebalan tempe menghasilkan tempe dengan miselium yang menurun kekompakannya sehingga grits kacang merah tidak tertutup sempurna. Hal ini terlihat pada nilai a* dan b* yang semakin meningkat seiring meningkatnya ketebalan karena warna kromatik merah dan kuning berasal dari grits kacang merah yang belum tertutup sempurna oleh miselium kapang yang berwarna putih.

Kadar Protein Kasar

Pengukuran kadar protein kasar perlu dilakukan karena produk tempe dikenal sebagai produk pangan sumber protein. Kadar protein yang diperoleh merupakan kadar protein basis kering setelah diketahui kadar protein basis basah dan kadar air tempe grits kacang merah.Gambar 6 merupakan grafik hubungan perlakuan ketebalan dan persen aerasi dengan kadar protein kasar.

Gambar 6.Kadar protein kasar basis kering (%) tempegrits kacang merah pada tingkat aerasi dan ketebalan. Kontrol 1 merupakan tempe kacang kedelai dan kontrol 2 merupakan tempe kacang merah.

Kadar protein kasar seluruh sampel berada pada kisaran 28.33-35.43% (Gambar 6).Faktor yang mempengaruhi peningkatan kadar protein adalah aktivitas proteolitik dari miselium kapang serta hilangnya beberapa komponen terlarut seperti mineral dan gula dari biji kacang (Bavia et al.2012). Perlakuan ketebalan dan persen aerasi tidak berpengaruh terhadap kadar protein kasar. Hal

(25)

13 ini terlihat dari kadar protein semua sampel yang relatif sama. Meskipun demikian, Tabel 2 memperlihatkan bahwa tempe grits kacang merah dengan ketebalan 1 cm memiliki miselium yang lebih kompak dibanding perlakuan ketebalan yang lain sehingga terlihat dari data bahwa kadar protein kasar tempe dengan perlakuan ketebalan 1 cm nilainya relatif lebih tinggi dibanding perlakuan ketebalan yang lain.Pembuatan tempe dari grits kacang merah ternyata mampu meningkatkan kadar protein kasar dari kacang merah hingga melebihi kadar protein kasar tempe kedelai sebesar 18.30% (Depkes 1996). Perlakuan pembuatan grits juga meningkatkan kadar proteinkasar pada tempe yang dihasilkan jika dibandingkan dengan tempe kacang merah utuh sebesar 24.32% (Munirah 2013).Hal ini terjadi karena luas permukaan yang lebih besar sehingga meningkatkan penetrasi dan aktivitas proteolitik dari miselium kapang.

Kadar protein terlarut

Pengukuran kadar protein terlarut perlu dilakukan untuk menunjukkan jumlah protein yang mudah dicerna oleh tubuh karena berbentuk oligopeptida dan kemampuan protein larut di dalam air sehingga protein akan mudah dicerna (Purwoko dan Noor 2007). Gambar 7 memperlihatkan hubungan perlakuan ketebalan dan persen aerasi dengan kadar protein terlarut.

Gambar 7.Kadar protein terlarut (%) tempegrits kacang merah pada tingkat aerasi dan ketebalan. Kontrol merupakan tempe kacang merah utuh

Berdasarkan data yang diperoleh, kadar protein terlarut seluruh sampel berada pada kisaran 7.53 hingga 26.40%. Faktor yang mempengaruhi peningkatan kadar protein terlarut adalah aktivitas proteolitik dari miselium kapang yang menguraikan protein menjadi asam amino sehingga nitrogen terlarutnya semakin meningkat selama fermentasi (Susi 2012). Selain itu, terjadi peningkatan jumlah N yang larut air dan padatan larut air sehingga menyebabkan kadar protein terlarut meningkat. Perlakuan ketebalan mempengaruhi kadar protein terlarut tempe grtis

kacang merah. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa kadar protein terlarut menurun seiring dengan meningkatnya ketebalan. Hal ini terjadi karena ketebalan yang terlalu besar mempersulit penetrasi miselium kapang ke dalam grits

sehingga menyebabkan miselium yang dihasilkan tidak kompak dan penguraian protein selama fermentasi menjadi tidak maksimal. Perlakuan pembuatan grits

(26)

14

juga meningkatkan kadar protein terlarut. Data menunjukkan bahwakadar protein terlarut tempe grits kacang merah lebih tinggi jika dibandingkan dengan tempe kacang merah utuh sebesar 21.48% (Munirah 2013). Hal ini terjadi karena luas permukaan yang lebih besar sehingga meningkatkan penetrasi dan aktivitas proteolitik dari miselium kapang untuk menguraikan protein selama fermentasi.

Daya Cerna Protein

Pengukuran daya cerna protein perlu dilakukan karena menunjukkan kemampuan enzim protease untuk mencerna protein.Semakin tinggi daya cerna protein maka protein tersebut dapat dihidrolisis menjadi asam-asam amino dengan baik sehingga jumlah asam amino yang dapat diserap dan digunakan oleh tubuh tinggi (Pellet dan Young 1980).Gambar 8 merupakan grafik hubungan perlakuan ketebalan dan persen aerasi dengan daya cerna protein tempegrits kacang merah.Daya cerna protein seluruh sampel berada pada kisaran 84.26 hingga 88.60%. Faktor yang mempengaruhi peningkatan daya cerna protein adalah aktivitas proteolitik dari miselium kapang yang menguraikan protein menjadi fragmen-fragmen yang lebih mudah larut air selama proses fermentasi (Steinkraus 1983). Perlakuan ketebalan dan persen aerasi tidak berpengaruh terhadap daya cerna protein tempe grits kacang merah. Hal ini terlihat dari nilai daya cerna protein semua sampel yang relatif sama. Perlakuan pembuatan tempe dari grits

kacang merah ternyata mampu meningkatkan daya cerna protein dibanding tempe kedelai sebesar 81.04% (Nurhidajah 2009).

Gambar 8.Daya cerna protein (%) tempegrits kacang merah pada tingkat aerasi dan ketebalan. Kontrol merupakan tempe kacang kedelai.

Penentuan Sampel Terbaik

Perlakuan pembuatan tempe grits kacang merah terbaik ditentukan berdasarkan hasil analisis sifat fisik dan kimia yang telah dijelaskan di atas. Parameter yang dipengaruhi oleh perlakuan ketebalan dan persen aerasi adalah penampakan, rendemen, warna kromatik, dan kadar protein terlarut (Tabel 3).Berdasarkan parameter tersebut, diperoleh dua sampel terbaik yaitu tempe grits

kacang merah dengan ketebalan 1 cm dan aerasi 1% serta tempe grits kacang merah dengan ketebalan 1 cm dan aerasi 2.5%. Penentuan sampel terbaik juga mengacu pada kemudahan dalam memproduksi sehingga sampel tempe grits

(27)

15 kacang merah dengan ketebalan 1 cm dan aerasi 1% dipilih sebagai sampel terbaik untuk dilakukan karakterisasi dengan analisis proksimat dan analisis sensori.

Tabel 3.Hasil analisis sifat fisik dan kimia sampel tempe grits kacang merah Analisis Kisaran nilai Dipengaruhi oleh perlakuan

Penampakan Ya

Rendemen 0.93 – 0.95 Ya

Daya iris 10088.8 gs - 14429.0 gs Tidak

Warna Kuning dan merah Ya

Protein kasar 28.33 - 35.43% Tidak Protein terlarut 7.53 - 26.40% Ya Daya cerna protein 84.26-88.60% Tidak

Karakterisasi Tempe Grits Kacang Merah Terbaik

Kandungan Proksimat

Analisis proksimat dilakukan pada sampel tempe grits kacang merah denganketebalan 1 cm dan aerasi 1%. Analisis yang dilakukan meliputi analisis kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar karbohidrat. Hasil yang diperoleh ditunjukkan pada Tabel 4.

Tabel 4.Hasil analisis proksimat sampel tempe grits

kacang merah (ketebalan 1 cm dan aerasi 1%)

Analisis Hasil (%)

Kadar air (bk) 71.58

Kadar abu (bk) 0.42

Kadar lemak (bk) 0.18

Kadar protein (bk) 40.75

Kadar karbohidrat (bk) 16.24

Kadar air tempe lebih tinggi dibandingkan kadar air kacang merah sebesar 12% (Depkes 1992). Peningkatan kadar air dipengaruhi oleh proses perebusan dan perendaman karena terjadi peningkatan kadar air kacang merah pada kedua proses tersebut. Peningkatan kadar air juga dipengaruhi oleh proses fermentasi karena selama 24 jam pertama proses fermentasi, air akan keluar dari tempe sehingga terjadi penurunan kadar air tetapi pada jam-jam berikutnya sampai waktu fermentasi selesai terjadi lagi peningkatan kadar air karena air tersebut diserap lagi oleh kacang (Syarief et al. 1999).

(28)

16

ada pada kapang tempe menjadi molekul yang lebih kecil yang larut air sehingga menurunkan kadar lemak (Shurtleff dan Aoyagi 1979). Selain itu, selama proses fermentasi senyawa karbohidrat kompleks diubah menjadi molekul yang lebih sederhana seperti gula monosakarida sehingga kadar karbohidrat tempe menurun (Dwianingsih 2010).

Perlakuan pembuatan grits mempengaruhi kadar lemak dan karbohidrat tempe kacang merah. Tempe kacang merah utuh memiliki kadar lemak dan karbohidrat yang lebih tinggi yaitu 3.68% dan 22.79% (Munirah 2013). Hal ini terjadi karena perlakuan pembuatan grits meningkatkan luas permukaan kacang merah sehingga luas area penetrasi kapang ke dalam tempe dan aktivitas pemecahan lemak dan karhodirat menjadi molekul sederhana juga meningkat.

Mutu Sensori

Uji sensori dilakukan padasampel tempe grits kacang merah dengan ketebalan 1 cm dan aerasi 1% menggunakan uji rating hedonik. Uji rating hedonik dilakukan untuk mengukur penerimaan konsumen terhadap sampel berdasarkan kesukaan dari tiap karakteristik uji mulai dari sangat tidak suka hingga sangat suka.Hasil analisis sensori ditunjukkan pada Tabel 5.

Tabel 5. Hasil analisis sensorisampel tempe grits

kacang merah (ketebalan 1 cm dan aerasi 1%) Karakteristik uji Hasil rerata

Warna 5.0 Aroma dan tekstur tempe grits kacang merah agak tidak disukai oleh konsumen. Rasa tempe grits kacang merah tidak disukai oleh konsumen. Hal ini terjadi karena tekstur tempe grits kacang merah yang lebih keras daripada tempe kacang kedelai yang biasa dikonsumsi menyebabkan ketidaksukaan konsumen terhadap produk ini. Selain itu, rasa kacang merah yang berbeda dengan kacang kedelai yang biasa dikonsumsi sehari-hari menyebabkan konsumen tidak menyukai rasa dari tempe grits kacang merah. Keseluruhan atribut menggambarkan bahwa konsumen agak tidak suka terhadap karakteristik sensori tempe grits kacang merah.

Perlakuan pembuatan grits juga mempengaruhi karakteristik uji sensori tempe kacang merah. Tempe kacang merah utuh memiliki hasil yang lebih baik dibanding tempegrits kacang merah pada uji rasa dengan nilai 4.2 dan 4.1 secara

(29)

17

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Ketebalan dan aerasi yang berbeda dalam pembuatan tempe grits kacang merah mempengaruhipenampakan, rendemen, warna kromatik, dan kadar protein terlarut tempe grits kacang merah. Tempe terbaik diperoleh dengan dimensi ketebalan 1 cm dan aerasi 1% karena memberikan hasil yang terbaik pada analisis penampakan, rendemen, warna kromatik, dan kadar protein terlarut serta dalam kemudahan memproduksi.Tempe dari grits kacang merah dapat meningkatkan kadar proteindan mengurangi kadar lemak.

Saran

(30)

18

DAFTAR PUSTAKA

[AOAC] Association of Official Analytical Chemists. 1995.Official Methods of Analysis.16th ed. Arlington : AOAC.

[BPS]. Badan Pusat Statistik (ID). 2012. Produksi Sayuran di Indonesia, 1997-2012.http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=3&tabel=1&daftar=1&id _subyek=55&notab=70[Internet]. 10 Juni 2013

[BSN]. Badan Standarisasi Nasional. 1992. SNI 3144-2009. Tempe Kedelai. Jakarta(ID): Badan Standar Nasional.

[BSN]. Badan Standar Nasional. 1992. SNI 01-2891-1992. Cara Uji Makanan dan Minuman. Badan Standar Nasional.

[Depkes]. Departemen Kesehatan RI. 1996. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Jakarta (ID) : Bhartara Karya Aksara.

Angioi S, Rau D, Attene G, Nanni L, Bellucci E, Logozzo G, Negri V, Spagnoletti, Zeuli P, and Papa R. 2010. Beans in Europe: origin and structure of the European landraces of Phaseolus vulgaris L. TAG Theoretical and Applied Genetics., 121(5), 829-843.

Astawan, M.2009. Sehat dengan Hidangan Kacang dan Biji-bijian. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Bavia ACL, Silva CE, Ferreira MP, Leite RS, Mandarino JMG, dan Panizzi MC. 2012. Chemical Composition of Tempeh from Soybeans Cultivars Specially Developed for Human Comsuption. Sci.Technol. Aliment. 32(3):613-620. Bradford MM. 1976. A rapid and sensitive method of the quantitation of

microgram quantities of protein utilizing the principle of protein-dye binding.

Journal of Analytical Biochemistry 76: 248-254.

De Reu JC, Zwietering MH, Rombouts FM, Nout MJR. 1993. Appl. Microniol. Bioechnol. 40:261-265

Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. 1992. Kandungan Gizi Kacang.

Jakarta(ID): Departemen Kesehatan RI.

Dwianingsih EA. 2010. Karakteristik kimia dan sensori tempe dengan variasi bahan baku kedelai atau beras dan penambahan angkak serta variasi lama fermentasi. Skripsi. Surakarta (ID):Universitas Negeri Sebelas Maret.

Ekawati D. 1999. Pembuatan cookies dari tepung kacang merah (Phaseolus vulgaris L) sebagai makanan pendamping ASI (MP-ASI) [skripsi].Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor.

Hunterlab. 2008.Hunterlab Applications Note. USA : Hunter Associates Laboratory.

(31)

19 Khan et al. 2009.Production of fungal single cell protein using Rhizopus oligosporus grown on fruit waste.Biological Forum – An International Journal, 1(2):32-39.

Kovac B, Raspor P. 1997. The Use of The Mould Rhizopus oligosporus in Food Production.Food Technol. Biotechnol. 35(1):65-73.

Lanza E, Hartman TJ, Albert PS, Shields R, Slattery M, Caan B, Paskett E, Iber F, Kikendall JW, Lance P, Daston C, and Schatzkin A. 2006. High dry bean intake and reduced risk of advanced colorectal adenoma recurrence among participants in the polyp prevention trial.Journal of Nutrition. 136 :1896-1903.

Marsiela A. 2012. Kedelai, Potret Ketakberdayaan Negara.

http://www.suarapembaharuan.com/ekonomidanbisnis/kedelai-potretketakberdayaannegara/22868[Internet]. 12 Juni 2013.

Meilgard M. 2005. Sensory Evaluation Techniques 2nd edition. USA: CRC Press Inc.

Nurhidajah. 2009. Daya terima dan kualitas protein invitrotempe kedelai yang diolah dengan suhu tinggi. Tesis. Semarang (ID) : Universitas Diponegoro. Park JW, Aristippos G, Alice HB, Curtis LW, Robert FT. 1994. Water Favor

Permeability on Soy Protein Isolate Film.Journal of Industrial Crops and Products.2(1):189-195.

Pellet PL, Young VR. 1980. Nutritional Evaluation of Protein Foods. Tokyo: The United Nation University.

Purwoko T dan Noor SH. 2007. Kandungan protein kecap manis tanpa fermentasi moromi hasil fermentasi Rhizopus oryzae dan R.oligosporus. Biodiversitas. 8(2): 223-227.

Rosalina. 2011. Swasembada Kedelai Terancam Gagal.

http://www.tempo.co/read/news/2011/07/21/090347618/swasembada-kedelai-terancam-gagal[Internet]. 12 Juni 2013

Sapuan dan Noer S. 2001.The Complete Handbook of Tempe: The Unique Fermented Soyfood of Indonesia 2nd ed. Jonathan A, editor. Singapore (SG): American Soybean Association Southeast Asia Regional Office. Shurtleff W dan Aoyagi A. 1979.The Book of Tempeh. New York (US): Harper &

Row.

(32)

20

Suliantari. 1996. Modul Pengembangan Industri Kecil Menengah Tempe : Prosedur Pembuatan Tempe. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pangan Lembaga Penelitian Institut Pertanian Bogor.

Susi. 2012. Komposisi kimia dan asam amino pada tempe kacang nagara (Vigna unguiculata ssp. Cylindrica). Jurnal Agroscientiae 19 (1): 28-36.

Syarief R, Joko H, Haryadi P, Wiraatmaja S, Suliantari, Syah D, Suyatman NE, Saragih P, Ariasasmita JH, Kuswandari I, dan Astuti M. 1999. Wacana Tempe Indonesia. Surabaya

(33)

21 Lampiran 1.Kadar protein tempe grits kacang merah basis basah

(34)

22

Lampiran 2.Hasil uji rating hedonik

(35)

23 Panelis Warna Aroma Tekstur Rasa Overall

43 4 3 4 3 4

44 4 3 3 2 2

45 4 5 2 1 1

46 6 3 6 2 5

47 6 3 4 6 5

48 5 5 4 2 3

49 3 2 1 1 2

50 4 6 3 2 3

51 6 5 4 2 3

52 7 4 4 3 5

53 6 3 2 2 2

54 6 2 3 2 3

55 5 3 2 2 3

56 4 3 3 4 3

57 3 3 3 2 3

58 6 7 4 4 5

59 6 5 6 3 3

60 6 6 2 1 2

61 5 6 3 2 3

62 3 3 3 2 2

63 5 4 3 2 2

64 7 2 2 1 2

65 2 2 1 1 1

66 6 4 4 4 5

67 6 6 7 3 4

68 6 5 5 6 5

69 5 4 5 3 4

70 5 1 1 1 2

Keterangan :

1 : sangat tidak suka 2 : tidak suka

3 : agak tidak suka 4 : netral

(36)

24

RIWAYAT HIDUP

Gambar

Tabel 1.Perbandingan zat gizi kacang merah dan kacang kedelai
Tabel 2.Penampakan tempegrits kacang merah
Gambar 1.Rendemen tempe grits kacang merah pada tingkat aerasi dan ketebalan.Kontrol merupakan tempe kacang merah utuh
Gambar 2.Daya iris tempe grits kacang merah pada tingkat aerasi dan ketebalan. Kontrol merupakan tempe kacang merah utuh
+7

Referensi

Dokumen terkait

“Instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup terdiri atas antara lain Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), Analisis Mengenai

Kecenderungan gaya belajar pada siswa program IPA,IPS dan Bahasa adalah gaya belajar visual dan dapat dikatakan bahwa sebagian besar siswa lebih mudah memahami

hutan ( forest edge ) yang terbentuk, keanekaragaman jenis tumbuhan, struktur tegakan dan spesies indikator pada daerah tepi hutan sisa SM Balai Raja,..

Berdasarkan hasil uji t test maka diperoleh yaitu : Variabel Reliability menunjukkan bahwa Relia bility berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan konsumen,

PERAWAN PASAR INDUK KRAMAT JATl DALAM PEMASARAN SAYUR MAYUR

[r]

LKIP Tahun 2019 ini menyajikan berbagai kegiatan yang dilaksanakan oleh Satuan Kerja Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Lingkungan Hidup Kabupaten Rote Ndao

Menurut Suharsimi Arikunto, (2006: 118) “Variabel adalah objek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian. Variabel yang akan diteliti dalam