• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model perubahan penggunaan lahan pesisir untuk mendukung rencana tata ruang wilayah Kabupaten Karawang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Model perubahan penggunaan lahan pesisir untuk mendukung rencana tata ruang wilayah Kabupaten Karawang"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

UNTUK MENDUKUNG RENCANA TATA RUANG WILAYAH

KABUPATEN KARAWANG

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013

(2)
(3)

Judul Tesis : Model Perubahan Penggunaan Lahan Pesisir untuk Mendukung Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Karawang

Nama : Rd. Ade Komarudin

NRP : A156110274

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr. Khursatul Munibah, M.Sc Ketua

Dr. Ir. Widiatmaka, DAA Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus

Dekan Sekolah Pascasarjana

(4)

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas Rahmat dan Karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei sampai Oktober ini adalah Model Perubahan Penggunaan Lahan untuk Mendukung Rencana Tata Ruang Wilayah Pesisir Kabupaten Karawang.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:

1. Ibu Dr. Dra. Khursatul Munibah, M.Sc selaku ketua komisi pembimbing atas segala motivasi, arahan dan bimbingan yang diberikan dari tahap awal sampai penyelesaian tesis ini.

2. Bapak Dr. Ir. Widiatmaka, DAA selaku anggota komisi pembimbing atas segala dukungan, motivasi, arahan dan bimbingan yang diberikan selama penelitian sampai penyelesaian tesis ini.

3. Bapak Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus selaku ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah IPB beserta seluruh staf pengajar dan staf manajemen Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah IPB

4. Kepala Pusbindiklatren Bappenas beserta jajarannya atas kesempatan beasiswa yang diberikan kepada penulis

5. Pemerintah Kabupaten Karawang yang telah memberikan izin dan bantuan kepada penulis untuk mengikuti program tugas belajar ini

6. Rekan-rekan PWL Bappenas dan Reguler Angkatan 2011 atas dukungan dan kerjasamanya selama ini, serta pihak-pihak lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu dalam membantu penyelesaian tesis ini

Terima kasih yang istimewa disampaikan kepada istriku Puri Subekti beserta seluruh keluarga besar di Karawang, Bekasi dan Bogor, atas segala do’a dan dukungan selama ini.

Akhirnya, semoga karya ilmiah ini memberikan manfaat dan semoga pembelajaran yang telah dilakukan penulis dalam prosesnya dapat meningkatkan kapasitas penulis untuk lebih bermanfaat bagi masyarakat. Amiin.

Bogor, Februari 2013

(5)

DAFTAR TABEL vi

Pemodelan dengan Pendekatan Celullar Automata (CA)-Markov 10

METODE PENELITIAN 12

Lokasi dan Waktu Penelitian 12

Alat dan Bahan 13

Data 13

Rancangan Alir Penelitian 14

Teknik Analisis dan Pengolahan Data 15

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 21

Kondisi Umum Fisik Wilayah 21

Sosial Ekonomi 28

HASIL DAN PEMBAHASAN 30

Analisis Perubahan Penggunaan Lahan 30

Analisis Penggunaan Lahan Sesuai Secara Fisik. 39

Model Prediksi Perubahan Penggunaan Lahan 43

Arahan Kebijakan yang Mendukung RTRW Pesisir Kabupaten Karawang. 49

SIMPULAN DAN SARAN 63

Simpulan 63

Saran 63

DAFTAR PUSTAKA 64

(6)

1. Matriks data dan metode analisis 13

2. Matriks Error 16

3. Ilustrasi matriks transisi area/probabilitas 19

4. Lereng dan luasannya 23

5. Jenis tanah dan luasnya di pesisir Kabupaten Karawang 25 6. Penggunaan lahan dan luasnya di pesisir Kabupaten Karawang 27 7. Rencana pola ruang pesisir Kabupaten Karawang dan luasnya 28 8. Jumlah penduduk di pesisir Kabupaten Karawang 28 9. Fasilitas sekolah di pesisir Kabupaten Karawang 29

10. Luas perubahan penggunaan lahan 30

11. Matrik perubahan penggunaan lahan tahun 1994 dan 2012 32 12. Matriks persentase perubahan penggunaan lahan 33 13. Luas abrasi dan akresi antara tahun 1994 dan 2012 per Kecamatan 35

14. Luas abrasi dan akresi per penggunaan lahan 38

15. Inkonsistensi penggunaan lahan pesisir eksisting dengan RTRW 39 16. Alternatif komposisi penggunaan lahan sesuai 41

17. Perbandingan luasan data vektor dan raster 43

18. Matriks probabilitas perubahan penggunaan lahan tahun 1994 dan 2012 44 19. Matriks area transisi penggunaan lahan tahun 1994 dan 2012 44

20. Nilai kappa tiap skenario 47

21. Perbandingan luas penggunaan lahan 2012 dan hasil prediksi 2030 48 22. Matriks inkonsistensi Peta RTRW dan Peta prediksi potensial 2030 51 23. Perbandingan abrasi/akresi pada penerapan sempadan tahun 2012-2030 57 24. Persen kelas inkonsistensi dan nilai kappa untuk hasil simulasi tiap

(7)

1. Kerangka pikir penelitian 5 2. Tetangga terdekat dari sel (i,j) yang dibentuk dari sel (i,j) dan 8 sel

tetangganya 11

3. Diagram alir penelitian 12

4. Peta Kecamatan Pesisir Kabupaten Karawang 14

5. Tahapan penentuan alternatif komposisi penggunaan lahan sesuai 17

6. Filter matriks 5 x 5 18

7. Diagram alir simulasi model prediksi penggunaan lahan 2030 20 8. Peta bentuk lahan (land form) pesisir Kabupaten Karawang 21 9. Peta bahan induk daratan pesisir Kabupaten Karawang 22 10. Peta kondisi lereng wilayah pesisir Kabupaten Karawang 23 11. Peta kondisi ketinggian pesisir Kabupaten Karawang 24

12. Peta jenis tanah pesisir Kabupaten Karawang 24

13. Peta curah hujan pesisir Kabupaten Karawang 25

14. Peta penggunaan lahan pesisir Kabupaten Karawang 26

15. Peta RTRW pesisir Kabupaten Karawang 27

16. Peta sebaran penduduk di pesisir Kabupaten Karawang 29 17. Grafik presentase penggunaan lahan tahun 1994 dan 2012 32 18. Peta perubahan penggunaan lahan 1994 dan 2012 34

19. Garis pantai tahun 1994 dan 2012 36

20. Kondisi abrasi dan akresi di sekitar bangunan break water 37

21. Peta kesesuaian fisik lahan (sumber BBSDLP) 40

22. Peta alternatif komposisi penggunaan lahan sesuai 1 42 23. Pembobotan kesesuaian lahan dalam software idrisi 45

24. Grafik nilai kappa pada setiap iterasi 46

25. Peta Prediksi penggunaan lahan potensial tahun 2030 48 26. Peta prediksi perubahan penggunaan lahan tahun 2012-2030 49 27. Peta kelas inkonsistensi prediksi PL 2030 terhadap RTRW 52

28. Peta penggunaan lahan 2012 dengan sempadan 53

29. Ilustrasi sistem silvofishery (bengen, 2004) 54 30. Peta rehabilitasi hutan mangrove di area sesuai mangrove 55 31. Peta prediksi penggunaan lahan 2030 untuk arahan kebijakan

implementasi sempadan pantai 56

32. Peta kelas inkonsistensi hasil prediksi 2030 untuk arahan kebijakan

Implementasi sempadan pantai 57

33. Peta prediksi penggunaan lahan 2030 untuk arahan Rehabilitasi Hutan

mangrove. 58

34. Peta kelas inkonsistensi hasil prediksi 2030 untuk arahan kebijakan

Rehabilitasi Hutan mangrove 58

35. Peta prediksi penggunaan lahan 2030 untuk arahan kebijakan sawah

2012 tidak terkonversi 59

36. Peta kelas inkonsistensi hasil prediksi 2030 untuk arahan kebijakan

Sawah 2012 tidak terkonversi 60

37. Peta prediksi penggunaan lahan 2030 untuk arahan kebijakan gabungan 60 38. Peta kelas inkonsistensi hasil prediksi 2030 untuk arahan kebijakan

(8)

1. Citra landsat 7 pesisir Karawang tahun 1994 67 2. Peta penggunaan lahan 1994 hasil interpretasi 68

3. Citra landsat 7 pesisir Karawang tahun 2012 69

4. Peta penggunaan lahan 2012 hasil interpretasi 70 5. Titik hasil referensi ground thruth cek lapangan dan citra ikonos 71 6. Data atribut peta kesesuaian fisik lahan

(9)

Wilayah pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 tahun 2007 mendefinisikan ekosistem sebagai kesatuan komunitas tumbuh-tumbuhan, hewan, organisme dan non organisme lain serta proses yang menghubungkannya dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas. Wilayah daratan Indonesia seluruhnya merupakan wilayah kepulauan, oleh karena itu kondisi wilayah pesisir sangat berpengaruh pada kehidupan masyarakatnya secara keseluruhan. Indonesia memiliki kawasan pesisir yang sangat luas yang disebabkan oleh kenyataan bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan yang sekitar 75% luasannya merupakan laut, dengan panjang pantai 81,290 km. Kondisi iklim dan interaksi pulau-pulau terhadap permukaan laut memegang peranan penting dalam penentuan ciri atau sifat wilayah pesisir Indonesia (Dahuri et al. 1996). Diperkirakan 22% jumlah penduduk Indonesia atau sekitar 41 juta jiwa tinggal dan hidup di wilayah pesisir yang mata pencahariannya memanfaatkan sumber daya alam yang ada di wilayah pesisir, baik sebagai nelayan ataupun petani tambak (Nurududja et al. 2007).

Pemanfaatan dan penggunaan lahan di wilayah pesisir perlu dirancang dengan matang karena ekosistem di wilayah pesisir memiliki potensi ekonomi dan ekologi yang tinggi (Dahuri et al. 1996). Penggunaan lahan di wilayah pesisir merupakan gambaran aktifitas masyarakat yang dilakukan di wilayah pesisir berdasarkan kepentingan sosial, ekonomi maupun ekologi yang ada sehingga cenderung dinamis dan berubah-ubah yang disebabkan oleh perkembangan kebutuhan masyarakat, kesesuaian lahan dari daya dukungnya.

Apabila pemanfaatan lahan pesisir dilakukan tanpa memperhatikan integrasi dengan sumberdaya lain maka akan mengakibatkan kerugian dan kerusakan pada aktifitas manusia sendiri (Dahuri et al.1996). Oleh karena itu dalam memanfaatkan lahan pesisir perlu diperhatikan kesesuaiannya. Kesesuaian lahan (land suitability) merupakan kecocokan (adaptability) suatu lahan untuk tujuan penggunaan tertentu (Hardjowigeno dan Widiatmaka 2007). Melalui penentuan nilai (kelas) lahan serta pola tata guna lahan yang dihubungkan dengan potensi wilayahnya, dapat diusahakan penggunaan lahan yang lebih terarah berikut usaha pemeliharaan kelestariannya. Penentuan kesesuaian lahan dapat dilakukan dengan bantuan perangkat Sistem Informasi Geografis (Pourebrahim et al. 2012).

(10)

kejayaan tambak udang tersebut tidak berjalan lama. Pada akhir tahun 1990an, banyak tambak yang merugi dan ditinggalkan oleh pemiliknya akibat penyakit dan salah kelola. Akibatnya lahan tambak kemudian banyak dikonversi lagi menjadi penggunaan yang lain. Selain itu, perubahan lahan di wilayah pesisir Karawang juga disebabkan oleh semakin banyaknya ketertarikan masyarakat untuk tinggal dan menetap di wilayah pesisir terutama karena meningkatnya aktivitas ekonomi di wilayah ini. Beberapa kecamatan di wilayah pesisir Kabupaten Karawang memiliki laju pertumbuhan lebih dari standar laju pertumbuhan nasional yaitu 1.3% (BPS 2011). Hal ini menyebabkan kompetisi untuk penggunaan lahan pesisir sebagai lahan usaha maupun permukiman semakin meningkat sehingga urgensi untuk implementasi perencanaan tata ruang wilayah pesisir semakin penting dilakukan.

Perubahan penggunaan lahan di wilayah pesisir Kabupaten Karawang yang dinamis ini penting untuk dianalisis dengan tujuan untuk mengetahui pola dan memprediksi kondisi yang akan terjadi. Kesesuaian fisik lahan dipertimbangkan dalam membuat prediksi, sehingga penggunaan lahan ke depan diharapkan dapat lebih tepat guna. Hasil prediksi ini diharapkan dapat menjadi referensi dalam membangun suatu perencanaan yang optimal. Untuk melakukan prediksi penggunaan lahan secara spasial dinamis, salah satu model yang dapat digunakan adalah pemodelan dengan pendekatan Celullar Automata (CA) (Munibah 2008)..

Perumusan Masalah

Potensi sumberdaya alam di wilayah pesisir Kabupaten Karawang menjadi penyebab meningkatnya aktivitas ekonomi di wilayah ini sehingga memicu pertambahan penduduk. Seiring dengan bertambahnya penduduk maka kebutuhan akan lahan juga semakin meningkat. Lahan dimanfaatkan bukan hanya sekedar sebagai tempat tinggal melainkan juga sebagai tempat usaha. Pemanfaatan lahan seharusnya didasari oleh pengetahuan dan informasi mengenai kondisi lahan dan bagaimana dampak yang ditimbulkan oleh pemanfaatan tersebut terhadap lingkungan manusia, sehingga pemanfaatannya tidak menimbulkan degradasi nilai lahan tersebut dan juga tidak menimbulkan kondisi yang merugikan bagi manusia di kemudian hari.

(11)

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Karawang merupakan aturan yang dihasilkan pemerintah Kabupaten Karawang yang salah satu tujuannya adalah untuk mengatur pemanfaatan penggunaan lahan di wilayah Kabupaten Karawang termasuk wilayah pesisirnya, agar perubahan penggunaan lahan yang terjadi tidak hanya mengikuti hukum pasar (aspek ekonomi). RTRW juga mengendalikan penggunaan lahan agar masih memperhitungkan aspek-aspek lainnya, dimana salah satunya adalah aspek lingkungan. Oleh karena itu implementasi RTRW perlu didukung, agar pemanfaatan lahan lebih teratur dan memperhatikan seluruh aspek secara seimbang. Salah satu bentuk dukungan yang dapat dilakukan adalah dengan membuat analisis perubahan penggunaan lahan, sehingga dapat dibuat strategi sehingga perubahan penggunaan lahan yang akan terjadi di masa datang lebih efisien, stabil dan lebih mengimplementasi RTRW yang dibuat oleh pemerintah. Informasi mengenai prediksi perubahan penggunaan lahan di masa yang akan datang sangat diperlukan untuk membuat arahan kebijakan yang dapat mendukung impelmentasi RTRW Kabupaten Karawang untuk jangka waktu panjang ke depan khususnya di wilayah pesisir.

Rumusan masalah yang dijelaskan di atas menghasilkan pertanyaan-pertanyaan penelitian mengenai tahapan analisis yang akan dilakukan dalam membuat perencanaan tata ruang wilayah pesisir Kabupaten Karawang yang sekaligus menjadi batasan penelitian yang dilakukan. Pertanyaan-pertanyaannya yaitu :

1) Bagaimanakah perubahan penggunaan lahan yang terjadi di wilayah pesisir Kabupaten Karawang ?

2) Bagaimanakah penggunaan lahan yang sesuai secara fisik di wilayah pesisir Kabupaten Karawang ?

3) Bagaimanakah model yang dapat dibangun untuk memprediksi penggunaan lahan wilayah pesisir Kabupaten Karawang tahun 2030? 4) Bagaimanakah arahan kebijakan penggunaan lahan pesisir yang dapat

disusun untuk mendukung RTRW Kabupaten Karawang ?

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah membuat suatu arahan kebijakan yang mendukung rencana tata ruang wilayah pesisir Kabupaten Karawang berdasarkan kajian biofisik, sosial dan ekonomi dan dengan bantuan model yang akan memprediksi penggunaan lahan potensial. Tujuan penelitian adalah sebagai berikut :

1) Menganalisis perubahan penggunaan lahan periode tahun 1994 - 2012. 2) Menganalisis penggunaan lahan sesuai secara fisik wilayah pesisir

Kabupaten Karawang.

3) Membangun model untuk memprediksi penggunaan lahan wilayah pesisir Kabupaten Karawang tahun 2030.

(12)

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberi manfaat, yaitu

1) Memberikan informasi bagi masyarakat pesisir Karawang dalam pemanfaatan lahan pesisir di lingkungan mereka secara lebih efisien dan terencana dalam rangka meningkatkan kesejahteraan mereka.

2) Sebagai masukan bagi instansi terkait dalam pembuatan kebijakan untuk mendukung implementasi rencana tata ruang wilayah, terutama di wilayah pesisir.

Kerangka Pikir Penelitian

Sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan kegiatan ekonomi-sosial di wilayah pesisir Kabupaten Karawang, maka kebutuhan lahan juga akan terus meningkat, sehingga jika pemanfaatannya tidak terencana maka perubahan penggunaan lahan yang terjadi akan cenderung mengikuti hukum pasar (aspek ekonomi). Kondisi ini akan merugikan masyarakat di kemudian hari seperti rusaknya lingkungan dan menurunnya kualitas lahan. Oleh karena itu rencana tata ruang wilayah, terutama yang berkaitan dengan penggunaan lahan di wilayah pesisir memiliki urgensi yang sangat tinggi. Permasalahan-permasalahan tersebut mendorong peneliti untuk melakukan penelitian yang hasilnya berupa arahan bagi pemerintah Kabupaten Karawang dalam membuat kebijakan penggunaan lahan di wilayah pesisir, yang dapat mendukung implementasi RTRW.

Perubahan penggunaan lahan pada dua titik tahun dianalisis dengan bantuan model Markov Chain sehingga memberikan informasi mengenai pola perubahan penggunaan lahan. Hasil analisis Markov Chain tersebut bersama dengan kesesuaian lahan dan matriks ketetanggaan kemudian dijadikan input dalam memprediksi perubahan penggunaan lahan ke depan yang dilakukan dengan model prediksi penggunaan lahan di masa depan melalui pendekatan

Cellular Automata.

(13)
(14)

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi Wilayah Pesisir

Wilayah Pesisir merupakan wilayah geografis yang dinamis dan terus berubah akibat bermacam interaksi antara daratan dan lautan (Hadley 2009). Batasan wilayah pesisir berdasarkan rapat kerja nasional proyek MREP tahun 1994 dalam Dahuri et al. (1996) menetapkan bahwa wilayah pesisir terdiri dari daratan dan lautan dimana daratan adalah daratan yang masih terpengaruhi oleh lautan dan lautan adalah laut yang masih terpengaruhi oleh daratan. Namun batas ini untuk dipergunakan dalam perencanaan cukup wilayah akan sulit karena batasnya semu dan tidak terlihat dengan kasat mata.

Batasan wilayah pesisir untuk keperluan perencanaan biasanya didasarkan pada batas administrasi. Batasan administrasi wilayah lebih sering digunakan karena memiliki batas-batas yang lebih jelas. Undang-Undang RI Nomor 27 Tahun 2007 menjelaskan bahwa batasan wilayah pesisir untuk wilayah kewenangan Kabupaten/Kota ke arah laut ditetapkan sejauh sepertiga dari wilayah laut kewenangan provinsi sebagaimana telah ditetapkan dalam Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, sedangkan ke arah daratan ditetapkan sesuai dengan batas kecamatan yang berbatasan dengan laut.

Kebijakan Pemerintah

Pengertian kebijakan pemerintah pada prinsipnya dibuat atau atas dasar kebijakan yang bersifat luas. Kebijakan adalah usaha mencapai tujuan tertentu dengan sasaran tertentu dan dalam urutan tertentu. Anderson (1976) mengemukakan bahwa kebijakan yang dikembangkan oleh badan-badan atau pejabat pejabat pemerintah merupakan kebijakan publik. Sedangkan menurut Dunn (2000), kebijakan publik adalah pola ketergantungan yang kompleks dari pilihan-pilihan kolektif yang saling berkepentingan, termasuk keputusan-keputusan untuk tidak bertindak yang dibuat oleh badan atau kantor pemerintah. Secara sederhana kebijakan pemerintah dapat didefinisikan sebagai segala sesuatu yang dikerjakan dan yang tidak dikerjakan oleh pemerintah (Dwidjowijoto 2003).

Sesuai dengan sistem administrasi Negara Republik Indonesia (LANRI 1988) kebijakan dapat terbagi 2 (dua) yaitu :

1) Kebijakan internal (manajerial), yaitu kebijakan yang mempunyai kekuatan mengikat aparatur dalam organisasi pemerintah sendiri.

2) Kebijakan eksternal (publik), suatu kebijakan yang mengikat masyarakat umum. Sehingga dengan kebijakan demikian kebijakan harus tertulis.

Pengertian kebijakan pemerintah sama dengan kebijaksanaan berbagai bentuk seperti misalnya jika dilakukan oleh Pemerintah Pusat berupa Peraturan Pemerintah (PP), Keputusan Menteri (Kepmen) dan lain-lain. Sedangkan jika kebijakan pemerintah tersebut dibuat oleh Pemerintah Daerah akan melahirkan Surat Keputusan (SK), Peraturan Daerah (Perda) dan lain-lain.

(15)

2) Konsisten dengan kebijaksanaan yang lain yang berlaku. 3) Berorientasi ke masa depan.

4) Berpedoman kepada kepentingan umum. 5) Jelas dan tepat serta transparan.

6) Dirumuskan secara tertulis.

Tata Ruang

Ruang merupakan wujud multi dimensi dari lahan. Undang-Undang 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang mendefinisikan ruang sebagai wadah yang terdiri dari ruang darat, ruang laut, ruang udara dan termasuk ruang di dalam bumi sebagai suatu kesatuan wilayah tempat hidup manusia dan tempat manusia beraktivitas dalam memelihara kehidupannya. Tanah merupakan salah satu bagian dari ruang, sehingga penatagunaan lahan tidak dapat dilepaskan dari penataan ruang wilayah (Hardjowigeno dan Widiatmaka 2007)

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, wujud dari struktur dan pola ruang disebut Tata Ruang, dimana struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budidaya. suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Penyusunan rencana tata ruang dilandasi dengan pemikiran perspektif menuju keadaan pada masa depan yang diinginkan (visi), dengan dasar data, informasi, ilmu pengetahuan dan teknologi yang ada, serta beragam wawasan mengenai aktivitas manusia. Perkembangan masyarakat dan kondisi biofisik lingkungan di wilayah pesisir berlangsung secara dinamis, sehingga perencanaan tata ruang juga harus dinamis dan sesuai dengan perkembangan waktu.

Lahan

(16)

Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan adalah bentuk aktivitas manusia terhadap lahan termasuk di dalamnya kondisi alamiahnya (belum ada aktivitas manusia), sehingga menyebabkan terjadinya bermacam-macam penggunaan lahan (Anderson dalam Jamil 2007). Terdapat penggunaan lahan secara umum dan penggunaan lahan secara terperinci (Hardjowigeno dan Widiatmaka 2007). Penggunaan secara umum biasanya digunakan untuk evaluasi lahan secara kualitatif misalnya pertanian, hutan, padang rumput, permukiman dan lainnya, sedangkan penggunaan secara terperinci lebih detail membagi jenis penggunaan lahan sesuai dengan syarat-syarat teknis suatu daerah dengan keadaan fisik karakteristik lahan (lereng, tekstur dan lainnya) dan sosial ekonomi tertentu.

Penggunaan lahan di wilayah pesisir Indonesia pada umumnya adalah pertanian, kehutanan (mangrove), perikanan budidaya (tambak), permukiman, industri dan pariwisata. Pengelolaan lahan di wilayah pesisir yang baik memerlukan suatu pedoman dalam penggunaan lahan di wilayah pesisir agar seimbang dengan kesesuaiannya dan tidak merusak fungsi ekologinya. Hal ini menurut Dahuri et al. (1996) berkaitan dengan fungsi ekologi wilayah pesisir yang memiliki nilai ekonomi tinggi, sehingga pemanfaatan dan penggunaan lahan wilayah pesisir harus direncanakan dengan matang.

Kesesuaian Lahan

Lahan merupakan sumberdaya yang terbatas jumlahnya dan hampir tidak bisa diperbaharui, sedangkan manusia yang membutuhkan dan sebagai pengguna lahan jumlahnya semakin bertambah sehingga jika pemanfaatan lahan tidak teratur dan terencana maka ke depan akan menimbulkan masalah sosial dan ekonomi yang dapat memicu persaingan dan konflik (Hardjowigeno dan Widiatmaka 2007). Oleh karenanya pengunaan lahan harus dapat menjaga fungsi dan nilai lahan tersebut agar pemanfaatannya dapat berkelanjutan. Untuk itu maka pengetahuan mengenai kesesuaian lahan mutlak diperlukan.

Definisi kesesuaian lahan menurut Sitorus (1985) dalam Jamil (2007) adalah penggambaran tingkat kecocokan sebidang lahan untuk suatu penggunaan tertentu. Penggambaran ini dilakukan dengan menganalisis klasifikasi kesesuaiannya. Penilaian dapat dipergunakan sebagai dasar perencanaan aktivitas apa yang akan dilakukan di atas lahan tersebut. Menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007) kesesuaian lahan adalah kecocokan (adaptability) suatu lahan bagi tipe aktivitas manusia di atas lahan (misalnya jenis tanaman dan cara pengelolaan tertentu). Terdapat juga istilah kemampuan lahan (land capability), namun beberapa ahli menganggap kemampuan lahan (land capability) dan kesesuaian lahan (land suitability) sebagai dua istilah dengan maksud yang sama, sehingga dapat saling menggantikan dalam suatu penulisan (interchangeable) (Hardjowigeno dan Widiatmaka 2007).

(17)

berdampak negatif pada kondisi ekologisnya. Oleh karena itu perlu dikaji mengenai kesesuaian lahan di wilayah pesisir agar pemanfaatan lahan pesisir dapat optimal tanpa mengganggu stabilitas fungsi ekologisnya sehingga tidak menimbulkan kondisi yang merugikan bagi masyarakat (banjir rob, penyakit tambak, gagal panen dan lainnya). Kesesuaian lahan dapat dikaji melaluai aspek biofisik, aspek sosial dan ekonomi yang mempengaruhi suatu penggunaan lahan.

Sistem Informasi Geografis

Sistem Informasi Geografis adalah suatu sistem informasi berbasis data spasial (data yang memiliki referensi geografis) (Barus dan Wiradisastra 2000). Sistem ini secara komputerisasi memiliki empat kemampuan dalam menangani data yaitu pemasukan (input), pengelolaan atau manajemen data (menyimpan atau pengaktifan kembali), manipulasi dan analisis serta keluaran (keluaran).

Pemasukan data ke dalam Sistem Informasi Geografis dilakukan dengan banyak cara, diantaranya dengan digitasi dan tabulasi. Manajemen data meliputi semua operasi penyimpanan, pengaktifan, penyimpanan kembali, dan pencetakan semua data yang diperoleh dari masukan data. Proses manipulasi dan analisis data dilakukan dengan interpolasi spasial dari data non-spasial menjadi data spasial, mengkaitkan data tabular ke data spasial, tumpang tindih peta yang meliputi map overlaying, tumpang tindih dengan bantuan matriks atau Tabel dua dimensi, dan kalkulasi peta. Keluaran utama dari Sistem Informasi Geografis adalah informasi spasial baru yang dapat disajikan dalam dua bentuk yaitu tersimpan dalam format raster dan tercetak ke hardcopy, sehingga dapat dimanfaatkan secara operasional (Prahasta 2001)

Struktur data spasial dalam Sistem Informasi Geografis (SIG) dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu struktur data vektor dan raster. Struktur data vektor kenampakan keruangan akan dihasilkan dalam bentuk titik dan garis yang membentuk kenampakan tertentu, sedangkan struktur data raster kenampakan keruangan akan disajikan dalam bentuk konfigurasi sel-sel yang membentuk Gambar (Prahasta 2001)

(18)

Informasi penutupan lahan dapat diekstrak langsung melalui proses interpretasi citra atau foto udara yang kualitasnya baik, namun informasi tentang penggunaan lahannya tidak dapat diketahui secara langsung. Oleh karenanya diperlukan pengecekan lapang untuk mengetahui penggunaan lahan di suatu daerah. Pengecekan lapang atau disebut juga ground “truth” didefinisikan sebagai observasi, pengukuran, dan pengumpulan informasi tentang kondisi aktual di lapangan dalam rangka menentukan hubungan antara data penginderaan jauh dan obyek yang diobservasi. Apabila ditemukan perbedaan pola atau kecenderungan yang tidak dimengerti pada data penginderaan jauh, bisa dilakukan verifikasi dengan kondisi sebenarnya di lapangan. Aplikasi Sistem Informasi Geografi (SIG) telah banyak digunakan untuk perencanaan pengelolaan wilayah pesisir dan penggunaan lahan. Analisis terpadu terhadap penggunaan lahan, potensi ekosistem, debit air, data kependudukan dan pengaruh dari masing-masing data dapat dilakukan dengan menggunakan Sistem Informasi Geografi (SIG), sehingga dapat dianalisis keterkaitan antara faktor yang mempengaruhi sistem tersebut (Aronoff 1989).

Pemodelan dengan Pendekatan Celullar Automata (CA)-Markov

Model merupakan pengganti dari suatu sistem nyata yang digunakan untuk mempermudah pekerjaan yang secara aktual sulit dilakukan (Ford 1999). Secara umum model didefinisikan sebagai suatu perwakilan atau abstraksi dari suatu obyek atau situasi aktual. Model memperlihatkan hubungan timbal-balik baik langsung ataupun tidak langsung. Namun demikian, sebagai abstraksi model tetap memiliki kompleksitas yang kurang dibandingkan realitas sebenarnya.

Metode Markov Chain

Metode Markov Chain adalah metode yang memproses perubahan penggunaan lahan dalam dua titik waktu yang hasilnya adalah matriks transition probability (Eastman 2003). Kombinasi Markov Chain dan Sistem Informasi Geografis melalui integrasi teknologi penginderaan jauh telah berhasil menganalisis trend, tingkat dan pola spasial dari perubahan penggunaan lahan (Weng 2002)

Metode Markov Chain ini memiliki batasan dalam menjelaskan tentang interaksi antara perubahan penggunaan lahan yang muncul. Metode ini juga tidak dapat menjawab kenapa perubahan tersebut terjadi. Yang dapat dijelaskan oleh model ini adalah kapan dan tipe penggunaan lahan yang mana yang akan berubah (Lambin 1994 dalam Wen 2008).

Cellular Automata

Cellular Automata adalah metode pengkelasan secara matematika dengan karakter yang diskrit (dalam ruang, waktu dan nilai-nilai kondisi/state), pengambilan keputusan dan interaksi lokal (Jen 2001). Cellular Automata

(19)

Cellular Automata merupakan sistem dinamis yang perilakunya dipengaruhi oleh hubungan ketetanggaan (Toffoli dan Margolis 1987 dalam Wen 2008). Model ini memiliki karakteristik spasial berdasarkan sel yang perubahannya tergantung pada sel-sel tetangganya, sel-sel tersebut akan hidup jika tiga atau lebih dari sel tetangganya hidup dan akan mati/berubah jika tiga atau lebih sel tetangganya juga mati/berubah.

Menurut Irwin (2001) dalam Wen (2008) satuan entitas dari Cellular Automata beragam namun masing-masing independen. Masing-masing sel pada kondisi aktual tergantung dari kondisi sebelumnya di masa lalu secara independen. Berdasarkan hal tersebut sangat jelas bahwa model Markov mempunyai kesamaan dengan teori model Cellular Automata. Perbedaannya adalah bahwa Cellular Automata tidak hanya tergantung pada kondisi sebelumnya tetapi juga dipengaruhi oleh kondisi aktual sel tetangganya sehingga Cellular Automata

memiliki aspek spasial sedangkan model Markov Chain tidak mempresentasikan aspek spasial. Melalui pengintegrasian Cellular Automata dengan model Markov

Chain, karakteristik berbasis rasternya dapat dikembangkan dan dimodelkan untuk model perubahan spasial sebagai sistem yang dinamis.

Karakteristik model Cellular Automata dijelaskan dalam 5 (lima) karakter (Sirakoulis et al. 2000 dalam Wassahua 2010) sebagai berikut, yaitu ;

- Jumlah dimensi spasial (n)

- Jarak dua sisi dari komposisi sel (W). Wj adalah jarak dari sisi ke j dilihat dari komposisi sel. Dimana j = 1, 2, 3, … n (jumlah sel)

- Jarak dari sel tetangga terdekat (d). dimana dj adalah jarak tetangga terdekat sepanjang sisi j dari j komposisi sel tiap kondisi sel Cellular Automata. - Aturan Celullar Automata sebagai fungsi F sembarang.

(20)

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi yang diteliti adalah wilayah pesisir Kabupaten Karawang (Gambar 3), yang secara administratif berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 27 tahun 2007 mencakup kecamatan yang berbatasan dengan laut dan area perairan laut sejauh 4 mil laut. Wilayah pesisir kabupaten Karawang terdiri dari 9 kecamatan pesisir yaitu Kecamatan Cilamaya Kulon, Cilamaya Wetan, Tempuran, Pedes, Cilebar, Cibuaya, Tirtajaya, Batujaya, dan Pakisjaya. Garis pantai Kabupaten Karawang sepanjang 73 km (Bappeda 2006) sehingga luas area lautnya ± 469,93 Km2.

Kabupaten Karawang terletak di wilayah utara Jawa Barat yang secara geografis berada pada 107°02’ BT - 107°40’ BT dan 5°56’ LS - 6°34’. Dengan panjang pantai terluas kedua di wilayah pantai utara Jawa Barat, potensi wilayah pesisir Kabupaten Karawang cukup besar dengan penggunaan lahan antara lain untuk pertanian sawah teririgasi, budidaya perikanan (tambak), hutan bakau, bangunan permukiman dan daerah lindung (sempadan dan bantaran sungai). Terdapat 18 aliran sungai yang bermuara di wilayah ini dengan substrat pantai rata-rata lumpur berpasir (Dinas PKP 2009). Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei – Oktober tahun 2012.

(21)

Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah citra Landsat TM 7 dari 2titik tahun (1994 dan 2012), citra Ikonos titik tahun 2010, peta Land System dan data Potensi Desa (PODES) 2011. Bahan dalam penelitian akan dijelaskan lebih rinci pada poin data.

Alat yang digunakan adalah alat berupa piranti lunak antara lain Erdas Imagine, Idrisi, ArcGIS, Microsoft Office, piranti keras seperti GPS, Camcorder, Notebook, dan piranti tulis lainnya.

Data

Data yang dibutuhkan ataupun yang dihasilkan pada penelitian ini disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai seperti yang disajikan pada Tabel 1. Data sekunder didapat dari penelusuran ke instansi-instansi pemilik data, melakukan studi pustaka, dan situs internet. Data yang didapat dari instansi pembuat data antara lain : (1) Peta land System didapat dari Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP); (2) peta administrasi, data Karawang Dalam Angka dan peta RTRWK didapat dari Bappeda Pemerintah Kabupaten Karawang; dan (3) data Potensi Desa (PODES) berasal dari BPS. Citra Ikonos 2010 didapat dari Dinas Pertanian, sedangkan citra Landsat TM 7 didapat dengan mengunduhnya dari situs resmi USGS Earth Explorer.

Data primer yang disiapkan antara lain adalah data interpretasi citra

Landsat dua titik tahun yaitu tahun 1994 dan 2012. Interpretasi citra tersebut divalidasi dengan data Ground thruth yang didapat dari cek lapang dan bantuan citra Ikonos.

Tabel 1. Matriks Data dan Metode Analisis

No Tujuan Data Sumber Metode Analisis Keluaran

1. Analisis

(22)

Rancangan Alir Penelitian

Metode penelitian dirancang berdasarkan kerangka pemikiran yang kemudian diimplementasikan kedalam tahapan-tahapan pekerjaan sebagai proses untuk menjawab tujuan penelitian. Tahapan-tahapan tersebut secara rinci dilaksanakan untuk mempersiapkan berjalannya sebuah model yang hasilnya adalah peta prediksi penggunaan lahan yang kemudian dijadikan acuan dalam membuat arahan kebijakan penggunaan lahan yang dapat mendukung implementasi Rencana Tata Ruang Wilayah yang telah dibuat oleh Pemerintah Kabupaten Karawang ke depan. Arahan penggunaan lahan yang dihasilkan harus sesuai dengan peraturan perundangan yang ada, dan memperhatikan kesesuaian lahan. Secara keseluruhan diagram alur penelitian yang akan dilakukan disajikan pada Gambar 4.

(23)

Teknik Analisis dan Pengolahan Data

Analisis Perubahan Penggunaan Lahan.

Interpretasi Citra Landsat TM 7

Citra Landsat TM 7 hasil unduhan dari situs resmi USGS earth explorer

yang berupa file geotif per band lalu dikomposit dan diolah dalam piranti lunak

Erdas Imagine. Koreksi geometrik dilakukan pada citra hasil komposit dengan referensi koordinat bumi yang diambil menggunakan GPS. Koreksi geometri bertujuan untuk memastikan citra pada posisi geometrik yang sesuai dengan koordinat bumi. Akurasi koreksi geometri ditunjukkan dengan nilai Root Mean Square (RMS) ≤ 1.

Interpretasi citra secara visual dilakukan dengan didasarkan pada 7 unsur interpretasi yaitu rona/warna, tekstur, pola, ukuran, bentuk, bayangan, dan lokasi objek (situs) dalam perbandingannya dengan objek lain (Lillesand dan Kiefer 1997). Ketujuh unsur interpretasi tersebut dapat dijelaskan pengaruhnya terhadap proses interpretasi sebagai berikut : (1) Rona/warna berkaitan dengan warna/derajat keabuan pada suatu objek dalam citra yang disebabkan oleh besarnya pantulan cahaya dari objek; (2) Tekstur berkaitan dengan frekuensi perubahan rona pada citra; (3) Pola berkaitan langsung terhadap susunan keruangan obyek yang dapat dilihat dari pengulangan terhadap bentuk atau hubungannya, baik secara alami maupun buatan manusia yang dapat membentuk pola tertentu dan memudahkan interpreter untuk mengenalinya; (4) Ukuran dapat dijadikan pembeda pada objek yang jika dipindai dari atas bentuk penampakkannya sama namun pada kenyataannya memiliki skala ukuran yang berbeda, misalnya rumah dan pabrik; (5) Bentuk berkaitan langsung terhadap konfigurasi atau kerangka dari objek tunggal; (6) Bayangan berkaitan dengan posisi matahari pada saat pemindaian yang memberikan gambaran mengenai profil objek namun juga sekaligus dapat menutupi detil dari objek yang terhalangi; dan (7) lokasi (situs) suatu objek terhadap objek disekitarnya dapat membantu untuk mengenali objek tersebut.

Proses interpretasi dimulai dengan mendigitasi objek yang terinterpretasi sebagai penggunaan lahan tertentu pada citra Landsat TM 7 dalam bentuk shape file sehingga menghasilkan polygon area penggunaan lahan aktual. File tersebut kemudian dibangun atributnya sehingga kemudian menjadi dasar pembuatan peta penggunaan lahan. Seluruh proses interpretasi dilakukan pada piranti lunak arcGIS 10.

Uji akurasi hasil interpretasi

Pengukuran akurasi dilakukan untuk validasi hasil dari interpretasi citra. Hasil interpretasi diverifikasi dengan titik-titik ground thruth (kenyataan di lapangan) untuk melihat keakuratannya. Titik ground thruth di tentukan oleh piranti lunakErdas dengan metode Stratified Random Sampling agar tetap objektif.

(24)

uji interpretasi yang sama dengan kondisi aktualnya lalu di bandingkan dengan jumlah titik sampel keseluruhan. Nilai akurasi keseluruhan ini biasanya lebih tinggi dari nilai akurasi kappa karena tidak menghitung error interpretasi. Akurasi

kappa memperhitungkan titik-titik error yang ditunjukkan pada matriks error (Tabel 2) Hasil interpretasi yang dapat digunakan diharapkan memiliki nilai akurasi diatas 85% (Jensen 1996).

P+i : Jenis penggunaan lahan hasil interpretasi Pi+ : Jenis penggunaan lahan referensi

Dimana,

X+i : Jumlah titik interpretasi pada penggunaan lahan ke-i Xi+ : Jumlah titik referensi pada penggunaan lahan ke-i

Xii : Jumlah titik referensi pada penggunaan lahan ke-i yang sesuai dengan titik interpretasi penggunaan lahan ke-i

i : Baris atau kolom

r : Jumlah Tipe penggunaan lahan N : Jumlah titik sampel validasi Khat : Nilai kappa

Data atribut hasil interpretasi citra terutama dibangun untuk mengidentifikasi area/poligon berdasarkan jenis penggunaan lahan dan luasannya. Hasil interpretasi pada dua titik tahun yaitu tahun 1994 dan 2012 kemudian ditumpang tindihkan dengan berbagai proses tumpang tindih (overlay) pada piranti lunak ArcGIS untuk mendapatkan perubahan luas penggunaan lahan, trend perubahan penggunaan lahan, perubahan garis pantai dan kondisi abrasi/akresi.

Lahan aktual dari hasil interpretasi citra Landsat tahun 2012 kemudian dibandingkan dengan peta RTRW Pesisir Karawang juga dengan ditumpang tindihkan untuk melihat inkonsistensi yang terjadi antara keduanya

Analisis Penggunaan Lahan Sesuai Secara Fisik

(25)

berdasarkan parameter fisik yang tergambar pada data atributnya. Data atribut peta satuan lahan tersebut antara lain landform, taksonomi tanah, litologi, lereng dan iklim.

Tiap satuan lahan pada peta kesesuaian fisik lahan kemungkinan sesuai bagi lebih dari satu jenis penggunaan lahan. Peta kesesuaian fisik lahan tersebut perlu diekstraks menjadi beberapa alternatif komposisi penggunaan lahan sesuai yang tiap-tiap satuan lahannya hanya terdiri dari satu jenis penggunaan lahan yang sesuai. Hal ini dilakukan karena untuk input simulasi model CA-Markov, tiap satuan lahan hanya boleh memiliki satu penggunaan lahan yang sesuai.

Beberapa alternatif tersebut kemudian diseleksi dengan melihat kompatibilitasnya terhadap penggunaan lahan aktual tahun 2012 melalui nilai indeks kappa. Alternatif kesesuaian yang paling kompatibel dengan penggunaan lahan aktual 2012 (ditunjukkan dengan nilai kappa tertinggi), kemudian akan digunakan sebagai input dalam validasi model prediksi penggunaan lahan. Tahapan penentuan alternatif komposisi penggunaan lahan sesuai yang akan digunakan dalam validasi model disajikan dalam Gambar 5.

Gambar 5. Diagram tahapan penentuan alternatif kesesuaian penggunaan lahan Model Prediksi Perubahan Penggunaan Lahan

Proses pemodelan dilakukan pada piranti lunak Idrisi dengan menjalankan modul Celullar Automata – Markov (CA-Markov). Modul ini diproses dengan mengkombinasikan modul Markov Chain yang menghasilkan Transitional Probability dan MOLA (Multi-Objective Land Allocation) yang melakukan proses iterasi untuk mendapatkan komposisi akhir. Prediksi perubahan penggunaan lahan diproses berdasarkan penggunaan lahan tahun awal, kesesuaian lahan dan tetangganya.

(26)

ukuran piksel juga akan memberi informasi mengenai berapa radius yang berpengaruh pada perubahan penggunaan pada piksel pusat. Filter matriks ini sifatnya bergerak secara horizontal atau vertikal dalam melakukan analisis ketetanggan pada suatu peta raster. Untuk filter dengan ukuran 5 x 5 nilai

Gambar 6. filter matriks ukuran 5 x 5 (Eastman 2003)

Input untuk menjalankan simulasi model CA-Markov selain dari filter matriks ketetanggaan sebelumnya harus dipersiapkan terlebih dahulu dengan proses pengolahan data yang diuraikan di bawah ini :

Konversi vektor ke raster

Proses pemodelan dengan piranti lunak Idrisi mengharuskan seluruh input data berbasis raster, sedangkan data awal seperti hasil interpretasi citra sebagian besar diolah dengan keluaran berbentuk vektor. Oleh karena itu perlu dilakukan proses konversi vektor ke raster.

Peta penggunaan lahan tahun 1994 dan 2012 merupakan hasil interpretasi dari citra Landsat TM 7. Oleh karena itu berdasarkan resolusi citra Landsat TM 7 yaitu 30 x 30 maka konversi vektor ke raster dilakukan pada ukuran raster 30 x 30. Proses konversi dilakukan dalam modul import pada piranti lunak Idrisi dengan merubah data-data berbasis vektor menjadi menjadi file dengan ekstensi .rst yang berbasis raster.

Matriks probabilitas dan area transisi.

Salah satu faktor yang diperhitungkan pengaruhnya pada perubahan penggunaan lahan kedepan dalam model prediksi penggunaan lahan dengan pendekatan CA-Markov adalah faktor sejarah pola perubahan penggunaan lahan yang terjadi di masa lalu. Faktor tersebut didapat dari matriks probabilitas dan area transisi.

Matrik probabilitas dan area transisi (transition area) didapat dengan metode Markov Chain dan menggunakan input penggunaan lahan tahun 1994 dan tahun 2012 (rentang waktu 18 tahun). Metode ini untuk mengetahui pola perubahan dan kemungkinan perubahan antara satu penggunaan lahan ke penggunaan lahan lain dalam rentang waktu tertentu. Metode Markov Chain

(27)

Tabel 3. Ilustrasi matriks transisi area/probabilitas

Penggunaan Lahan 1994 (% atau ha)

Penggunaan Lahan 2012 (% atau ha)

Pit2 Pit2 … Pzt2 Pit2 : Tipe penggunaan lahan ke-i pada tahun t2 z : Jumlah tipe penggunaan lahan

Xii : Luas perubahan penggunaan lahan ke-i periode tahun t1 dan t2 t1 : Tahun ke-1 (1994)

t2 : Tahun ke-2 (2012)

Penentuan input kesesuaian lahan

Setelah dikonversi ke dalam bentuk raster data, alternatif komposisi penggunaan lahan sesuai yang ada diseleksi kembali untuk menentukan satu alternatif yang akan digunakan dalam simulasi model untuk proses validasi. Seleksi berdasarkan kompatibilitas dari alternatif komposisi penggunaan lahan sesuai tersebut terhadap aktual penggunaan lahan tahun 2012. Kompatibilitas dilihat dari nilai kappa perbandingan masing-masing alternatif dengan penggunaan lahan tahun 2012. Alternatif komposisi penggunaan lahan sesuai dengan nilai kappa tertinggi akan digunakan sebagai input kesesuaian dalam simulasi model CA-Markov untuk proses validasi.

Alternatif komposisi penggunaan lahan sesuai yang terpilih menjadi input kesesuaian lalu dipecah menjadi beberapa file raster sesuai dengan jumlah tipe penggunaan lahan aktual. Tiap file raster diberi pembobotan berdasarkan kesesuaian dari tiap tipe penggunaan lahan aktualnya. Semua file raster tersebut kemudian digabungkan menjadi satu file gabungan berekstensi Raster Group File

(.rgf). Semua proses engolahan data input kesesuaian ini dilakukan dalam piranti lunak Idrisi.

Validasi model

(28)

Prediksi penggunaan lahan tahun 2030

Model yang telah divalidasi dijalankan dengan menggunakan tahun dasar penggunaan lahan aktual 2012. Alternatif kesesuaian fisik yang dihasilkan masing-masing dijadikan input kesesuaian pada model, sehingga model dilakukan sebanyak jumlah alternatif kesesuaian yang ada. Hasilnya adalah beberapa skenario prediksi penggunaan lahan pada tahun 2030.

Tiap skenario prediksi penggunaan lahan tahun 2030 yang dihasilkan kemudian diseleksi berdasarkan nilai inkonsistensi dan kompatibilitasnya terhadap peta pola ruang RTRW. Proses ini untuk mendapatkan skenario prediksi penggunaan lahan tahun 2030 yang paling konsisten penggunaan lahannya terhadap RTRW dan mendukung implementasi RTRW untuk kemudian dijadikan sebagai Peta Prediksi Penggunaan Lahan Potensial Tahun 2030. Alur tahapan simulasi model untuk mendapatkan Peta Prediksi Penggunaan Lahan Potensia Tahun 2030 disajikan pada Gambar 7.

Gambar 7. Diagram alir simulasi model prediksi penggunaan lahan 2030

Arahan Kebijakan yang Mendukung RTRW Pesisir Karawang

Masalah-masalah alih fungsi lahan pada perubahan penggunaan lahan yang diprediksi terjadi antara tahun 2012 hingga tahun 2030 kemudian dijadikan dasar dalam membuat arahan-arahan kebijakan penggunaan lahan di wilayah pesisir yang dapat dilakukan pemerintah Kabupaten Karawang. Arahan-arahan kebijakan tersebut juga harus didukung oleh adanya peraturan perundangan-undangan yang terkait sehingga penerapannya sesuai hukum.

(29)

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

Kondisi Umum Fisik Wilayah

Geomorfologi

Wilayah pesisir Kabupaten Karawang sebagian besar daratannya terdiri dari dataran aluvial yang terbentuk karena banyaknya sungai yang melewati pesisir Karawang dan bermuara ke pantai (Gambar 8). Lebih dari 76% dataran aluvium mendominasi bentuk lahan di wilayah pesisir, sisanya adalah dataran marin (19%) yang banyak terdapat di daratan yang berbatasan langsung dengan laut dan sedikit dataran tektonik (5%) di wilayah selatan Cilamaya.

Gambar 8. Peta Bentuk Lahan Pesisir Kab. Karawang

Dataran marin secara umum material penyusunnya berupa pasir dengan segala ukuran tergantung sumber material sekitar dengan struktur horisontal, rona cerah, tekstur halus dan pola teratur-seragam. Vegetasi jarang sebatas mintakat pantai seperti pandanus, bakau dan beberapa jenis lainnya, permukiman jarang kecuali telah dimanfaatkan untuk kawasan pariwisata, relief datar dan proses utama adalah pengendapan membentuk bentukan-bentukan khas pantai seperti

(30)

Sedangkan bentuk lahan struktural tektonik terbentuk di wilayah paling selatan pada daerah penelitian, merupakan daratan bergelombang yang terbentuk akibat proses tektonik yaitu pelipatan, pengangkatan dan sesar.

Geologi

Hampir seluruh daerah penelitian berbahan induk aluvium baik bentuk lahan marin maupun aluvial. Sedikit area berbahan induk sedimen terletak di selatan Kecamatan Cilamaya Kulon dan Cilamaya Wetan seperti terlihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Peta Bahan Induk Daratan Pesisir Kab. Karawang Lereng

Hampir seluruh wilayah penelitian merupakan daerah yang datar dengan persen kelerengan yang sangat rendah, hanya sebagian kecil (4%) saja yang sedikit bergelombang. Daerah yang bergelombang tersebut berada di wilayah Kecamatan Cilamaya Kulon dan Cilamaya Wetan. Secara spasial kelerengan di wilayah pesisir Kabupaten Karawang disajikan pada Gambar 10.

(31)

Tabel 4. Lereng dan luasannya

No. Lereng Luas (Ha)

1 0 - 2% 36,522.61

2 1 - 2% 5,425.80

3 1 - 3% 28,873.43

4 2 - 8% 3,300.62

Gambar 10. Peta Kondisi Lereng Wilayah Pesisir Kab. Karawang Ketinggian

Wilayah Pesisir Kabupaten Karawang memiliki fluktuasi ketinggian yang relatif kecil sehingga kondisi daratannya cenderung rata dengan ketinggian yang sebagian besar rendah yaitu 0 - 3 meter di atas permukaan laut (DPL), semakin ke utara ketinggian semakin meningkat walaupun tidak signifikan yaitu berkisar antara 4 – 10 meter DPL.

(32)

Gambar 11. Peta Kondisi ketinggian Pesisir Kab. Karawang

(33)

Tanah

Tanah di wilayah penelitian terdiri dari 5 jenis berdasarkan great group

yang teridentifikasi. Jenis yang paling luas tanah asosiasi great group Endoaquepts dan Endoaquents yang meliputi 47% luas wilayah penelitian. Jenis tanah asosiasi Endoaquepts dan Udifluvents juga cukup luas (29%) meliputi bagian barat wilayah penelitian sedangkan jenis tanah asosiasi Udipsamments dan Endoaquents (11%) terletak di bagian timur wilayah penelitian dan mendekati pantainya.

Ordo tanah yang mendominasi di wilayah penelitian adalah inceptisol dan terdapat juga ordo entisol ke arah bagian utaranya. Hal ini menunjukkan bahwa tanah di wilayah penelitian merupakan tanah-tanah yang dalam tahap pembentukan dan tanah-tanah yang baru terbentuk. Informasi jenis tanah disajikan pada Tabel 5. dan penyebarannya secara spasial terlihat pada Gambar 12.

Tabel 5. Jenis Tanah dan luasnya di Pesisir Kabupaten Karawang No. No. Jenis Tanah (great group) Luas

(Km2) Persentase 1 Asosiasi Endoaquepts dan Endoaquents 351.2 47% 2 Asosiasi Endoaquepts dan Udifluvents 212.7 29%

3 Asosiasi Eutrudepts dan Hapludalfs 38.0 5%

4 Asosiasi Hydraquents dan Sulfaquents 59.7 8% 5 Asosiasi Udipsamments dan Endoaquents 79.6 11%

Jumlah 741.2 100%

(34)

Iklim

Temperatur rata-rata di wilayah penelitian adalah 27oC dengan tekanan udara rata-rata 0,01 milibar, penyinaran matahari 66% dan kelembaban nisbi 80%, sampai April bertiup angin Muson Laut dan sekitar bulan Juni bertiup angin Muson Tenggara, kecepatan angin antara 30 – 35 km/jam, lamanya tiupan rata-rata 5 – 7 jam. Curah hujan intensitasnya hampir sama di seluruh wilayah dengan rata-rata bulan basah 3 hingga 8 bulan. Secara spasial informasi curah hujan disajikan pada Gambar 13.

Penggunaan Lahan

Pada tahun 2012, terdapat 6 jenis penggunaan lahan di wilayah penelitian yaitu kebun campuran, mangrove, permukiman, sawah, tambak dan tubuh air. Penamaan penggunaan lahan yang dipakai mengacu pada SNI No. 7645 tahun 2010. Semua sawah yang teridentifikasi merupakan sawah teririgasi dan luasnya sangat dominan dibandingkan dengan penggunaan lahan yang ada lainnya yaitu mencapai 65 persen lebih dari luas keseluruhan wilayah penelitian. Secara spasial Peta penggunaan lahan disajikan pada Gambar 14.

Gambar 14. Peta Penggunaan Lahan Pesisir Kab. Karawang

(35)

Tabel 6. Penggunaan lahan dan luasnya di Pesisir Kabupaten Karawang

No. Penggunaan Lahan Luas (ha) Persentasi

1 kebun campuran 706 0.95

2 mangrove 210 0.28

3 permukiman 6,518 8.76

4 sawah 48,211 64.81

5 tambak 18,465 24.82

6 tubuh air 277 0.37

Jumlah 743.87 100.00

Rencana Tata Ruang Wilayah

Data spasial mengenai Rencana Tata Ruang Wilayah berasal dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Karawang tahun 2010. RTRW tersebut dibuat dengan jangka waktu 20 tahun hingga tahun 2030. Wilayah penelitian mencakup wilayah pesisir Karawang oleh karena itu data spasial RTRW yang digunakan oleh peneliti hanyalah mencakup wilayah pesisirnya yang diproyeksikan dalam Gambar 15.

Berdasarkan rencana pola ruang diketahui jika wilayah pesisir dominan lahannya diperuntukkan bagi pertanian lahan basah dengan luas meliputi 71% dari seluruh luas daratan wilayah pesisir Karawang. Peruntukkan lainnya adalah tambak, kawasan lindung hutan mangrove dan perumahan pedesaan.

(36)

Tabel 7. Rencana pola ruang dan luasnya di Pesisir Kabupaten Karawang

No. Rencana Pola Ruang Luas

(km2) Persentase

1 Kawasan lindung mangrove 8,690 11.7

2 Perumahan pedesaan 2,390 3.2

3 Pertanian lahan basah 53,070 71.3

4 tambak 9,970 13.4

5 tubuh air 260 0.4

Tabel 7 memperlihatkan Informasi mengenai rencana pola ruang wilayah pesisir dan luasnya. Kawasan lindung hutan mangrove dalam peta pola ruang RTRW memiliki peruntukan area yang cukup luas yaitu 8,690 hektar yang membentang di Kecamatan Pakisjaya, Batujaya, Tirtajaya dan Cibuaya.. Perumahan pedesaan area peruntukannya hanya seluas 2,390 hektar.

Sosial Ekonomi

Penduduk

Jumlah penduduk Kabupaten Karawang pada tahun 2011 menurut data potensi desa BPS adalah 2,105,855 jiwa dan lebih dari 26% nya hidup di wilayah pesisir yaitu sebanyak 556,725 jiwa. Penduduk laki-laki sedikit lebih banyak dari penduduk perempuan yaitu sebanyak 279,816 jiwa sedangkan penduduk perempuan sebanyak 276,909 jiwa.

Tabel 8. Jumlah Penduduk di Pesisir Kabupaten Karawang

No. Kecamatan Laki-laki

Jumlah Total 279,816 276,909 556,725

(37)

Gambar 16. Peta Sebaran Penduduk Pesisir Kab. Karawang Pendidikan

Jumlah sekolah di wilayah pesisir kabupaten Karawang sebanyak 426 sekolah. Hanya kecamatan Tirtajaya yang belum memiliki sekolah tingkat SMU dan sederajat. Informasi selengkapnya disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Fasilitas sekolah di Pesisir Kab. Karawang

Kecamatan SD SMP SMU SMK Jumlah

Batujaya 61 11 6 3 81

Cibuaya 33 6 0 8 47

Cilamaya Kulon 46 8 1 1 56

Cilamaya Wetan 44 8 4 3 59

Pakisjaya 29 5 2 1 37

Pedes 43 4 1 0 48

Tempuran 42 7 1 0 50

Tirtajaya 42 6 0 0 48

Jumlah 340 55 15 16 426

Perekonomian

(38)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Perubahan Penggunaan Lahan

Perubahan penggunaan lahan dianalisis dengan menggunakan peta penggunaan lahan tahun 1994 dan 2012 yang dihasilkan dari interpretasi citra

Landsat TM 7 tahun 1994 dan 2012 secara visual. Masing-masing titik tahun citra

Landsat TM 7 tersebut diambil pada bulan Maret. Hasil interpretasi citra Landsat

TM 7 tahun 2012 telah divalidasi menggunakan titik-titik sampel ground thruth

yang kondisinya dilihat berdasarkan citra Ikonos 2010 dan cek lapangan. Validasi yang dilakukan menghasilkan nilai akurasi sebesar 93.33% dan nilai indeks kappa

sebesar 0.9018 yang menunjukkan bahwa peta hasil interpretasi citra tersebut layak untuk digunakan dalam penelitian ini.

Proses interpretasi citra Landsat TM 7 dilakukan dengan bantuan piranti arcGIS 10 dan menghasilkan peta penggunaan lahan pada skala yang mempertimbangkan resolusi spasial dari citra Landsat TM 7 dan kenampakan tutupan lahan secara visual pada citra.

Luas Penggunaan Lahan Tahun 1994 dan 2012.

Intepretasi secara visual citra Landsat TM 7 pada wilayah penelitian menghasilkan peta dengan 7 (tujuh) kelas penggunaan lahan. Secara alfabetik 7 kelas penggunaan lahan tersebut urutannya adalah: kebun campuran, laut, hutan mangrove, permukiman, sawah, tambak dan tubuh air (sungai dan rawa) dengan informasi luas masing-masing penggunaan lahan disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10. Luas perubahan penggunaan lahan

Penggunaan Lahan (Kode) 1994 2012

ha % ha %

Jumlah 131,059.15 100.0 131,059.15 100.0

Tabel 10 menginformasikan beberapa penggunaan lahan mengalami penurunan luas yang cukup signifikan yaitu kebun campuran, hutan mangrove dan sawah. Penggunaan lahan yang mengalami peningkatan adalah permukiman dan tambak.

(39)

untuk kebun campuran ini juga merupakan tanah yang potensial untuk permukiman. Secara visual dari hasil interpretasi citra Landsat, lahan yang digunakan untuk kebun campuran biasanya terletak di sekitar permukiman sehingga apabila permukiman tersebut berkembang maka lahan kebun campuran tersebut secara otomatis akan terpakai.

Hutan mangrove merupakan ekosistem pesisir yang berada di perbatasan antara daratan dan lautan yang salah satu fungsinya adalah menjadi pelindung dari efek negatif interaksi keduanya di wilayah tropis. Kondisi luas hutan mangrove yang menurun akan sangat merugikan karena tentu saja akan menurunkan fungsinya tersebut. Luas hutan mangrove di wilayah penelitian tahun 2012 menyusut 47.8% atau hampir setengah dari luas pada tahun 1994. Angka ini tentu sangat mengkhawatirkan bagi kelangsungan ekosistem hutan mangrove ke depan khususnya di pesisir Kabupaten Karawang.

Penggunaan lahan yang paling luas penyusutannya adalah sawah. Luas sawah yang teralihkan mencapai lebih dari 1,013 ha. Semakin luasnya alih fungsi lahan sawah menjadi penggunaan lahan lain, semakin mengancam identitas Kabupaten Karawang sebagai lumbung padi Jawa Barat dan tentu akan berimbas langsung pada ketahanan pangan nasional. Alih fungsi lahan sawah di wilayah pesisir Karawang ini selain akibat dari bertambahnya penduduk juga diduga akibat dari semakin seringnya terjadi puso akibat cuaca dan hama ditambah dengan biaya produksi sawah yang semakin tinggi menjadikan nilai ekonomi sawah semakin kalah dengan penggunaan lahan lain terutama perikanan tambak.

Permukiman merupakan salah satu penggunaan lahan yang meningkat luasannya di wilayah penelitian. Luasannya meningkat seluas 542 ha atau ±9% dari tahun 1994 ke 2012. Meningkatnya penduduk di wilayah pesisir mau tidak mau berpengaruh pada meningkatnya luasan penggunaan lahan untuk permukiman karena masih dianggap luasnya lahan sehingga penyebaran permukiman masih bersifat horizontal.

Perikanan tambak merupakan salah satu primadona ekonomi di wilayah pesisir Kabupaten Karawang. Tambak udang sempat menjadi sangat maju tingkat produksinya di Kabupaten Karawang. Namun demikian, karena penyakit dan eksploitasi lahan pesisir yang terlalu berlebihan produksi udang semakin menurun dan menyebabkan kebangkrutan petambak pada akhir tahun1990-an. Kebangkitan petambak mulai terjadi terutama setelah dilakukan diversifikasi produk dari udang menjadi bandeng, mas dan produk perikanan lainnya sehingga nilai ekonomi penggunaan lahan tambak kembali meningkat. Hal tersebut menjelaskan peningkatan penggunaan lahan untuk tambak pada rentang waktu antara tahun 1994 dan 2012. Penggunaan lahan tambak luasannya meningkat lebih dari 800 ha atau sebesar 4.5%.

(40)

Gambar 17. Grafik persentase penggunaan lahan 1994 dan 2012 Perubahan Penggunaan Lahan 1994 dan 2012

Penyusutan dan penambahan luas penggunaan lahan yang terjadi antara tahun 1994 dan 2012 mengindikasikan terjadinya perubahan penggunaan atau alih fungsi lahan. Alih fungsi penggunaan lahan terluas yang terjadi antara tahun 1994 dan 2012 menimpa jenis penggunaan lahan sawah yaitu sebesar 1,194.38 ha sedangkan persentase perubahan lahan yang paling tinggi terjadi pada jenis penggunaan lahan Hutan mangrove yaitu sebesar 87.36 %. Informasi selengkapnya mengenai perubahan penggunaan lahan dan persentasenya antara tahun 1994 dan 2012 tersaji dalam Tabel 11 dan Tabel 12.

Tabel 11. Matrik perubahan penggunaan lahan tahun 1994 dan 2012

Penggunaan lahan 1994

Penggunaan lahan 2012

kc lt rv pmk sw tb ta Jumlah

ha ha ha ha ha ha ha ha

kc 0.00 2.58 0.00 129.09 89.06 0.35 0.00 221.07

lt 0.00 0.00 55.02 1.58 0.00 394.29 1.29 452.18

rv 62.18 82.24 0.00 81.33 1.12 123.84 0.00 350.71

pmk 0.00 12.09 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 12.09

sw 0.00 0.00 0.00 329.41 0.00 862.79 2.18 1194.38

tb 9.25 352.38 103.99 12.83 90.83 0.00 0.00 569.28

ta 0.00 2.11 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 2.11

Jumlah 71.43 451.39 159.01 554.23 181.01 1381.27 3.47 2801.82

(41)

Tabel 12. Matrik persentase perubahan penggunaan lahan

Ket : kc=kebun campuran, lt=laut, rv=mangrove, pmk-permukiman, sw=sawah, tb=tambak, ta=tubuh air (sungai, rawa)

Kebun campuran mengalami alih fungsi lahan kedalam 4 jenis penggunaan lahan lainnya yaitu (1) laut, berhubungan dengan terjadinya abrasi; (2) permukiman yang merupakan pengambil alih fungsi kebun campuran yang terluas yaitu 129.09 ha; (3) sawah, seluas 89.06 ha; dan (4) tambak, sebagai pengambil alih fungsi lahan kebun campuran tersempit yaitu seluas 0.35 ha.

Akresi (penambahan daratan) terjadi antara tahun 1994 dan 2012, dimana daratan baru tersebut dimanfaatkan sebagai lahan (1) hutan mangrove, seluas 55.02 ha, hal ini erat hubungannya dengan kegiatan penanaman hutan mangrove yang dilakukan berbagai instansi dan organisasi lingkungan hidup di Kabupaten Karawang dalam rangka upaya pembentukan kembali green belt, (2) permukiman, seluas 1.58 ha, (3) tambak, pemanfaatan yang paling luas dilakukan pada lahan akresi yaitu mencapai lebih dari 394.29 ha, dan (4) tubuh air, akresi yang terjadi di area muara sungai akan segera membentuk bentuk lahan muara yang baru.

Pembukaan lahan hutan mangrove yang dilakukan antara tahun 1994 dan 2012 untuk dimanfaatkan menjadi penggunaan lahan lain mencapai hampir 90%. Penggunaan lahan itu antara lain (1) kebun campuran, hal ini terjadi di hutan bakau (hutan mangrove) yang tidak lagi tergenang air sehingga masyarakat memanfaatkannya menjadi kebun campuran seluas 62.18 ha, (2) laut, abrasi telah menghilangkan 82.24 ha lahan hutan mangrove menjadi laut, (3) permukiman, terdapat 81.33 ha lahan hutan mangrove yang dibuka untuk permukiman, (4) sawah, seluas 1.12 ha, dan (5) tambak, merupakan penyebab utama banyak dibukanya hutan mangrove di pesisir Kabupaten Karawang selama ini, sehingga dalam kurun 1994 dan 2012 pembukaan hutan mangrove untuk tambak masih merupakan yang terluas yaitu seluas 123.84 ha.

(42)

lahan sawah menjadi tambak terjadi seluas 862.79 ha, dan (3) tubuh air, terdapat area lahan pesawahan yang karena berada di daerah rawa apabila musim hujan maka berubah menjadi tubuh air seluas 2.18 ha.

Pada tahun 1994, terdapat 569.28 ha luas tambak yang beralih fungsi menjadi penggunaan lahan lain, terutama lahan tambak udang yang bangkrut akibat penyakit yang ditinggalkan oleh pengelolanya. Tambak terbengkalai tersebut sebagian dimanfaatkan oleh masyarakat ataupun pengelolanya menjadi tambak kembali ataupun mengalami alih fungsi menjadi jenis penggunaan lahan yang lain, yaitu (1) kebun campuran, seluas 9.25 ha, (2) permukiman, seluas 12.83 ha, dan (3) sawah, seluas 90.83 ha. Selain itu terdapat juga tambak yang dihijaukan kembali dengan ditanami hutan mangrove seluas 103.99 ha. Namun alih fungsi yang terluas yang terjadi pada tambak adalah diakibatkan oleh abrasi yaitu seluas 352.38 ha tambak berubah menjadi laut dengan penyebab utamanya adalah tidak adanya green belt yang melindungi tambak-tambak tersebut dari gerusan arus dan ombak laut.

Gambar 18. Peta perubahan penggunaan lahan 1994 dan 2012

Gambar 18 memperlihatkan bagian barat wilayah penelitian yaitu di Kecamatan Pakisjaya, Batujaya, Tirtajaya dan Cibuaya terjadi perubahan penggunaan lahan yang paling dominan yaitu penggunaan lahan sawah menjadi tambak. Usaha tambak dikecamatan-kecamatan tersebut memang paling banyak dan paling luas dibandingkan dengan kecamatan yang lain, bahkan beberapa tempat di kecamatan-kecamatan tersebut diberi nama tambak, seperti desa Tambaksari dan Tambaksumur yang menunjukkan dominannya area tambak di wilayah tersebut.

(43)

lebih banyak dibandingkan dengan wilayah lain sehingga kehidupannya lebih dinamis dan memicu pertambahan penduduk yang lebih tinggi.

Abrasi dan Akresi

Pembahasan mengenai perubahan penggunaan lahan di wilayah pesisir tentu tidak lepas dari proses fisik yang terjadi di lautan. Kekuatan ombak dan arus laut sangat berpengaruh pada garis pantai, terutama apabila daratan yang berbatasan dengan laut tersebut merupakan pantai dengan berbahan dasar lembut seperti lumpur atau lumpur berpasir yang mudah berpindah. Pantai dengan dasar tersebut biasanya ditumbuhi vegetasi mangrove (Woodroffe 1992) yang membantu menjaga kestabilan sedimen (Thampanya et al. 2006). Jika sedimen/tanah daratan pantai tidak stabil maka dengan mudah akan terbawa arus dan ombak sehingga berpindah ke tempat lain. Kejadian tersebut mengakibatkan kondisi yang disebut abrasi (erosi pesisir) dan akresi (sedimentasi pesisir/penambahan daratan).

Kondisi abrasi dan akresi secara nyata terjadi di wilayah pesisir Kabupaten Karawang. Pemberitaan mengenai kerugian akibat abrasi dan akresi sudah sering terdengar. Permukiman, infrastruktur, lahan usaha tambak dan lainnya tergerus menjadi lautan sehingga kerugian yang dialami masyarakat sudah sangat memprihatinkan. Secara visual sebenarnya akan lebih mudah mengetahui kondisi abrasi dan akresi ini melalui penginderaan jauh, seperti yang terjadi antara tahun 1994 dan 2012 yang disajikan pada Gambar 19.

Tabel 13. Luas abrasi dan akresi tahun 1994 dan 2012 per kecamatan

Kecamatan Kondisi

Cilamaya wetan 27.52 152.20

(44)

1. Pakis 2. Cibuaya 3. Cilebar

1994 1994 1994

2012 2012 2012

1994

4. Cilamaya Wetan

2012 2012

1994 Legenda 1

2

3

4

Gambar 19. Garis pantai tahun 1994 dan 2012 darat

laut

darat darat

darat

darat

darat

laut

laut

laut

(45)

Gambar 20. Kondisi abrasi dan akresi di sekitar bangunan break water

Perpindahan sedimen yang mengakibatkan terjadinya akresi dan abrasi juga dapat disebabkan oleh kegiatan anthropogenik (manusia sebagai penyebab) seperti penebangan hutan, penghijauan, dan konstruksi perairan seperti dam, jetty dan pemecah gelombang (Hogart 2001). Hal inilah yang terindikasi menjadi penyebab terjadinya akresi dan abrasi di Kecamatan Cilebar, yang diketahui melalui hasil interpretasi citra Landsat TM 7 dengan dibantu citra Ikonos seperti yang tarlihat pada Gambar 20. Gambar tersebut mengindikasikan terjadinya abrasi dan akresi akibat adanya bangunan pemecah gelombang (break water) yang menjorok ke laut. Hasil pengecekan lapangan membuktikan keberadaan pemecah gelombang tersebut berada di antara wilayah yang terkena abrasi dan akresi. Daerah disebelah barat pemecah gelombang mengalami abrasi sedangkan daerah sebelah timur mengalami akresi. Hasil pengolahan peta menunjukkan daerah yang mengalami abrasi daratannya terkikis ±200 meter ke arah darat antara tahun 1994 dan 2012, sebaliknya di daerah yang mengalami akresi terjadi penambahan daratan sepanjang ±200 meter ke arah laut. Pembangunan pemecah gelombang dan bangunan-bangunan laut lainnya di wilayah pesisir yang tidak memperhitungkan aspek oseanografi terbukti telah berpengaruh langsung pada kondisi fisik dari lahan pesisir. Jika kestabilan lahan yang diinginkan untuk konsep perencanaan penggunaan lahan tentu bangunan laut yang menyebabkan abrasi maupun akresi ini cukup merugikan.

(46)

Tabel 14. Luas abrasi dan akresi per penggunaan lahan Banyaknya permukiman yang didirikan tepat dipinggir pantai membuat resiko kerugian akibat abrasi semakin tinggi. Sementara itu terjadinya akresi memicu konflik perebutan lahan baru. Aturan pemerintah mengenai sempadan pantai masih belum terimplementasi di lapangan sehingga lahan yang berbatasan langsung dengan laut masih banyak yang dimiliki oleh masyarakat dan dimanfaatkan sebagai lahan budidaya. Dampak dari pemanfaatan zona pantai sebagai wilayah permukiman dan budidaya menjadikan kerugian dari terjadinya abrasi dan akresi masih sulit teratasi. Informasi selengkapnya mengenai luas abrasi dan akresi yang terjadi per-penggunaan lahan di wilayah penelitian dalam rentang waktu tahun 1994 dan 2012 disajikan pada Tabel 14.

Inkonsistensi Penggunaan Lahan Pesisir Tahun 2012 dengan RTRW

Peta penggunaan lahan wilayah pesisir Kabupaten Karawang tahun 2012 dibandingkan dengan peta RTRW pesisir Kabupaten Karawang untuk mengetahui inkonsistensi yang terjadi pada peruntukan penggunaan lahan oleh RTRW dan kondisi penggunaan lahan sesungguhnya (aktual). Setelah dibandingkan, ternyata terlihat adanya inkonsistensi pada beberapa peruntukkan lahan dengan luasan yang diinformasikan oleh Tabel 15.

Gambar

Gambar 9.
Tabel 4. Lereng dan luasannya
Gambar 11. Peta Kondisi ketinggian Pesisir Kab. Karawang
Gambar 13. Peta Curah Hujan Pesisir Kab. Karawang
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penggunaan lahan di Kabupaten Bandung dikelompokan atas enam jenis penggunaan lahan dengan luas terbesar hingga terkecil pada tahun 2002 berturut-turut adalah

Tema yang dipilih adalah pemodelan spasial dengan judul disertasi: Model Perubahan Penggunaan Lahan untuk Penataan Ruang dalam Kerangka Pembangunan Wilayah Berkelanjutan (Studi

Penggunaan lahan yang tidak sesuai terhadap kemampuan lahan sebesar 134.874,9 Ha (21,09%) dari total luas wilayah penelitian dengan ketidaksesuaian terbesar terjadi pada

Inkonsistensi lahan yang paling besar terjadi pada jenis tutupan ruang terbangun, sawah, dan pertanian lainnya yakni sebesar 91.57% dari luas inkonsistensi total,

Penggunaan lahan di Kabupaten Bandung dikelompokan menjadi enam jenis penggunaan lahan dengan luas terbesar hingga terkecil pada tahun 2002 dan 2012

Dampak langsung dari konversi lahan pertanian adalah berkurangnya luas areal tanam dan panen khususnya tanaman pangan, karena sebagian besar lahan yang dikonversi adalah lahan

Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola konversi lahan pertanian, pola spasial konversi lahan pertanian, serta keterkaitan pola konversi lahan

MODEL SPASIAL PERUBAHAN LAHAN SAWAH UNTUK MENDUKUNG KEBIJAKAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN LP2B DI KABUPATEN SELUMA Spatial Model Paddy Field To Support Sustainable Food