DINAMIKA FAKTOR-FAKTOR PENGELOLAAN SUMBER
DAYA IKAN PEPEREK
Eubleekeria splendens
(Cuvier,1829)
DI PERAIRAN SELAT SUNDA
ROSITA FADILLAH
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Dinamika Faktor-Faktor Pengelolaan Sumberdaya Ikan Peperek Eublekeeria splendens (Cuvier, 1829) di Perairan Selat Sunda adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
.
Bogor, September 2015
Rosita Fadillah
ABSTRAK
ROSITA FADILLAH. Dinamika Faktor-Faktor Pengelolaan Sumber daya Ikan Peperek (Eublekeeria splendens, Cuvier 1829) di Perairan Selat Sunda. Dibimbing oleh LUKY ADRIANTO dan MENNOFATRIA BOER.
Ikan Peperek termasuk kelompok ikan demersal yang mempunyai nilai ekonomis dan tersebar di seluruh wilayah Perairan Indonesia, salah satunya di Perairan Selat Sunda. Ikan ini merupakan hasil tangkapan sampingan yang diolah menjadi ikan asin, walaupun demikian Ikan Peperek merupakan ikan yang dominan didaratkan di PPP Labuan Banten dengan menggunakan alat tangkap berupa jaring arad (trawl). Tujuan penelitian ini adalah untuk untuk menduga pengelolaan yang tepat bagi Ikan Peperek Eublekeeria splendens di Perairan Selat Sunda berbasiskan analisis parameter pertumbuhan dan analisis catch-revenue. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei hingga September 2014 dan Maret 2015. Jumlah total ikan contoh yang diambil mencapai 546 ekor. Hasil penelitian menunjukkan Ikan Peperek memiliki pola pertumbuhan isometrik, dan mempunyai hasil tangkapan yang berfluktuatif. Laju eksploitasi Ikan Peperek betina dan jantan telah melebihi laju eksploitasi optimum. Pengelolaan yang dapat direkomendasikan yaitu pengaturan upaya penangkapan, pengaturan musim penangkapan, serta mengatur kerjasama antara nelayan dan pemerintah.
Kata kunci: Ikan Peperek, pengelolaan, pertumbuhan, Selat Sunda
ABSTRACT
ROSITA FADILLAH. The Dynamics of Resources Management Factors of Ponyfish (Eubleekeria splendens, Cuvier 1829) in Sunda Strait. Supervised by LUKY ADRIANTO and MENNOFATRIA BOER.
Splendid Ponyfish is one of demersal fish that have economic value and spread out in all of Indonesia, such as Sunda Strait. Splendid fish is bycatch that be processed become salted fish, even though splendid fish is one of dominant fish landed on PPP Labuan Banten with use of fishing gear in the form of trawl. The purpose of this research is to study appropriate management for splendid fish Eublekeeria splendens in Sunda Strait area based on growth parameter analysis and catch-revenue analysis. This research was conducted from May till September 2014 and March 2015. The total of fish was taken during the study were 546 fishes. The result showed that the growth pattern of splendid ponyfish is issometric, and has fluctuated production pattern. The rate of exploitation of male and female of ribbon fish landslide above optimum exploitation rate. Management process that can be recommended are manage the efforts and mesh size, manage the fishing season and manage the cooperation between fishermen and government.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan
pada
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan
DINAMIKA FAKTOR-FAKTOR PENGELOLAAN SUMBER
DAYA IKAN PEPEREK
Eublekeeria splendens
(Cuvier, 1829)
DI PERAIRAN SELAT SUNDA
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
PRAKATA
Syukur Alhamdulillah ke hadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya, Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Dinamika Faktor-Faktor Pengelolaan Sumber daya Ikan Peperek Eublekeeria splendens
(Cuvier, 1829) di Perairan Selat Sunda”. Skripsi ini disusun dan diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana perikanan pada Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan kesempatan studi untuk menempuh studi kepada penulis.
2. Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan atas biaya penelitian melalui Biaya Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN), Anggaran pendapatan Belanja Negara (APBN), DIPA IPB Tahun Ajaran 2014, kode Max:2013.089.521219, Penelitian Dasar untuk Bagian, Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi, Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, IPB dengan judul “Dinamika Populasi dan Biologi Reproduksi Sumberdaya Ikan Ekologis dan Ekonomis Penting di Perairan Selat Sunda, Provinsi Banten” yang dilaksanakan oleh Prof Dr Ir Mennofatria Boer, DEA (sebagai ketua peneliti) dan Dr Ir Rahmat Kurnia, Msi (sebagai anggota peneliti).
3. Dr Ir Luky Adrianto, MSc selaku dosen pembimbing akademik sekaligus selaku dosen pembimbing skripsi pertama dan Prof Dr Ir Mennofatria Boer, DEA selaku dosen pembimbing skripsi kedua yang telah memberikan masukan dan arahan dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.
4. Dr Ir Niken Tunjung Murti Pratiwi, MSi dan Dr Ir Isdradjad Setyobudiandi, MSc selaku Komisi Pendidikan S1 serta Dr Ir Zairion, MSc selaku dosen penguji yang telah memberikan arahan dan masukan dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Staf Tata Usaha Departemen Manajem Sumberdaya Perairan.
6. Pak kawel dan ibu atik, pak toha dan ibu warti, ibu hasanah, ibu wasti dari Labuan, yang telah banyak membantu selama proses pengambilan data
7. Keluarga :Wahyu Suryana Padilah (Bapak), Siti Khodijah (Ibu), Muhammad Raihan Alhafidh (Adik), dan keluarga besar sumedang yang telah memberikan motivasi baik secara moril maupun materil.
8. Tim BOPTN, Tim Asisten Bioper, dan partner penelitian Rizka Sari, kak Siska, kak Wida, kak Mega.
9. Sahabat seperjuangan Oky, Irma, Anes, Nindria, Bayu, Meti, Gama, Hadi, Ceppy, Annisa, Amir, Sigit, Septa dan THE ALMA serta teman-teman yang tidak mungkin disebutkan satu persatu.
10. Teman - teman MSP 48, adik-adik MSP 49, dan MSP 50.
Semoga skripsi ini bermanfaat.
Bogor, September 2015
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI vii
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR GAMBAR viii
DAFTAR LAMPIRAN viii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 3
METODE 3
Tempat dan waktu 3
Pengumpulan data 3
Data primer 3
Data sekunder 4
Analisis data 4
HASIL DAN PEMBAHASAN 10
Hasil 10
Pembahasan 18
Alternatif pengelolaan 23
KESIMPULAN DAN SARAN 23
Kesimpulan 23
Saran 24
DAFTAR PUSTAKA 24
LAMPIRAN 27
DAFTAR TABEL
1. Parameter pertumbuhan berdasarkan model von Bertalanffy 15 2. Laju mortalitas dan eksploitasi Ikan Peperek 15 3. Hasil tangkapan (ton) dan upaya penangkapan (trip) 15 4. Perbandingan pola pertumbuhan Ikan Peperek 20
DAFTAR GAMBAR
1. Kerangka pemikiran 2
2. Peta lokasi penelitian 3
3. Pemetaan partisipatif daerah tangkapan dengan trip harian 11 4. Pemetaan partisipatif daerah tangkapan dengan trip mingguan 11
5. Hasil tangkapan dari lima nelayan 12
6. Komposisi hasil tangkapan ikan di PPP Labuan Banten 12 7. Hubungan panjang dan bobot Ikan Peperek betina 13 8. Hubungan panjang dan bobot Ikan Peperek jantan 13 9. Sebaran frekuensi panjang Ikan Peperek dengan keterangan Lm 14 10. Pergeseran modus frekuensi panjang Ikan Peperek betina 14 11. Pergeseran modus frekuensi panjang Ikan Peperek jantan 14 12. Kurva model produksi surplus dengan model Fox 16 13. Hasil tangkapan&upaya tangkapan setiap per triwulan 2004-2013 16 14. Hasil tangkapan per unit upaya tangkap dari tahun 2004-2013 17
15. Keterkaitan antara CPUE dan RPUE 17
16. Laju produksi harian Ikan Peperek selama 20 hari 18
DAFTAR LAMPIRAN
1. (a) Panjang total Ikan Peperek dan (b) sketsa alat tangkap arad 27
2. Hubungan panjang dan bobot (uji t) 27
3. Uji Chi-square terhadap proporsi kelamin 28
4. Ukuran pertama kali matang gonad (Lm) 29
5. Pendugaan pertumbuhan Von Bertalanffy 30
6. Pendugaan mortalitas Ikan Peperek 32
7. Standarisasi alat tangkap pada Ikan Peperek 33
8. Model produksi surplus 37
9. Standarisasi alat tangkap berdasarkan data triwulan 38
10.CPUE dan RPUE Ikan Peperek 42
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sumberdaya perikanan laut Indonesia memiliki sifat spesifik yakni akses terbuka (open access) yang dapat memberikan sebuah pemikiran bahwa setiap orang memiliki sumberdaya tersebut secara bersama (common property) (Utami et al. 2012). Sementara itu, semua individu baik nelayan maupun pengusaha perikanan laut akan merasa memiliki hak untuk mengeksploitasi sumberdaya laut sesuai kemampuan masing-masing. Sebaliknya tidak satupun pihak yang menjaga kelestarian ikan tersebut, melainkan setiap pihak akan berusaha untuk memaksimumkan hasil tangkapan (Fauzi 2010). Pemanfaatan sumberdaya perikanan haruslah memberikan manfaat ekonomi yang optimal dengan tetap memperhatikan faktor biologis sumberdaya ikan sehingga dalam aktifitas pemanfaatan sumberdaya perikanan akan memberikan keuntungan yang maksimal bagi kesejahteraan nelayan dan lestari secara biologi (Hazrina 2010).
Menurut Tampubolon (1991), Ikan Peperek (Eublekeeria splendens) merupakan salah satu jenis ikan demersal yang habitatnya berada di suatu dasar perairan atau daerah berbatu dan membentuk gerombolan besar. Ikan ini termasuk kedalam hasil tangkapan sampingan (by catch) dari hasil tangkapan utama dan biasa tertangkap dengan alat tangkap trawl (pukat pantai), cantrang dan pukat tepi (Kepmen 2010). Selain itu, Ikan Peperek merupakan ikan ekonomis penting yang menjadi salah satu ikan hasil tangkapan yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Labuan Banten, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. Kabupaten Pandeglang merupakan salah satu pusat produksi perikanan di Provinsi Banten karena letaknya yang berbatasan langsung dengan Selat Sunda dan Samudera Hindia (Dhenis 2010).
Pentingnya sumberdaya ikan bagi kebutuhan manusia baik untuk kegiatan perekonomian maupun kebutuhan pangan, sehingga mendorong manusia untuk melakukan kegiatan eksploitasi terhadap sumberdaya ikan tersebut, termasuk Ikan Peperek. Ikan Peperek di Labuan cukup potensial dalam kegiatan penangkapan, ikan ini banyak di konsumsi masyarakat umumnya dipasarkan dalam bentuk segar maupun dalam bentuk olahan seperti ikan asin. Kegiatan tersebut dapat mempengaruhi dan mengubah status stok sumberdaya Ikan Peperek terutama diperairan Selat Sunda. Oleh karena itu, perlu analisis untuk menduga pengelolaan yang berkelanjutan. Analisis ini akan menggambarkan bahwa secara biologi Ikan Peperek dapat lestari dan secara ekonomi nelayan dapat tetap memperoleh keuntungan dari pemanfaatan Ikan Peperek tersebut (Purnamasari 2013).
Perumusan Masalah
2
statistik perikanan Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) tahun 2004-2010, diketahui bahwa hasil tangkapan berfluktuasi. Produksi Ikan Peperek menurun dengan permintaan pasar yang meningkat karena harganya yang relatif stabil, dengan kisaran harga sebesar Rp. 10.000 s/d 20.000 /kg. Jika penangkapan Ikan Peperek tidak terkontrol dari sekarang, maka dikhawatirkan terjadi kerusakan pada sumberdaya ikan.
Permasalahan-permasalahan tersebut dapat mengancam kelestarian dan ketersediaan dari sumber daya ikan yang ada. Adanya eksploitasi, pola musim penangkapan dan daerah penangkapan Ikan Peperek yang berbeda-beda, serta volume produksi yang meningkat dapat mengakibatkan kelestarian Ikan Peperek terancam di perairan Selat Sunda. Untuk itu, perlu dilakukan pengelolaan sumberdaya Ikan Peperek dengan upaya melihat hasil tangkapan lestari agar ketersediaan stok dapat berkelanjutan dan dimanfaatkan secara optimal untuk menambah nilai ekonomis bagi nelayan setempat. Gambar 1 merupakan kerangka pemikiran dari penelitian ini.
Gambar 1 Kerangka pemikiran
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menduga pengelolaan yang tepat bagi Ikan Peperek Eublekeeria splendens di perairan selat sunda yang berbasiskan analisis parameter pertumbuhan dan analisis catch-revenue.
Sumberdaya Ikan Peperek di Perairan Selat Sunda yang di daratkan di PPP Labuan, Banten
Permasalahan-permasalahan yang dapat mengancam kelestarian dan ketersediaan
sumberdaya ikan
Analisis parameter pertumbuhan
Analisis catch-revenue
Dinamika faktor-faktor pengelolaan Ikan Peperek
3
Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai potensi dan tingkat pemanfaatan sumber daya Ikan Peperek yang didaratkan di perairan Selat Sunda, sehingga dapat dijadikan pertimbangan dalam menentukan kebijakan pengelolaan sumberdaya perikanan yang berkelanjutan.
METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian dilakukan di PPP Labuan, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten (Gambar 2). Waktu penelitian dimulai dari bulan Mei 2014 hingga Oktober 2014 dan Maret 2015. Analisis ikan contoh dilakukan di Laboratorium Biologi Perikanan, Laboratorium Model dan Simulasi, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Gambar 2 Peta lokasi penelitian
Pengumpulan Data Data primer
4
Maret 2015 dengan pengambilan contoh Ikan Peperek (Lampiran 1) yang dilakukan di tempat pendaratan Ikan (TPI) Labuan, Banten yang terdiri dari panjang total (mm), bobot basah (gram), dan jenis kelamin. Ikan contoh diambil secara acak dari keranjang-keranjang ikan yang merupakan hasil tangkapan nelayan dengan menggunakan metode penarikan contoh acak sederhana (PCAS). Banyaknya ikan contoh yang diambil tergantung jumlah ikan yang didaratkan dan harga Ikan Peperek. Jumlah total ikan yang diambil mencapai 546 ekor. Ikan contoh diukur panjang total dan ditimbang bobot basahnya di lokasi pelelangan dan kemudian diawetkan dalam cool box untuk dianalisis jenis kelamin di Laboratorium Biologi Perikanan.
Selain itu data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan mewawancarai nelayan yang mendaratkan Ikan Peperek di PPP Labuan Banten pada tanggal 12 Maret hingga 31 Maret 2015 di Pantai Pelabuhan Perikanan (PPP) Labuan, Banten. Metode yang digunakan yaitu metode purposive sampling yang artinya bahwa penentuan contoh mempertimbangkan kriteria-kriteria tertentu yang telah dibuat terhadap obyek yang sesuai dengan tujuan penelitian (Suharsimi 2010). Kegiatan wawancara dilakukan terhadap 5 nelayan/responden tetap, selama 20 hari. Wawancara tersebut bertujuan untuk mengetahui hasil tangkapan, biaya operasi penangkapan dan pendapatan per trip, harga per trip, serta daerah penangkapan per trip selama 20 hari.
Data sekunder
Data sekunder diperoleh dari DKP Kabupaten Pandeglang, Banten yang meliputi hasil tangkapan dan trip setiap tahun serta data hasil tangkapan ikan yang didaratkan di PPP Labuan Banten. Informasi lain yang dikumpulkan adalah operasi penangkapan, daerah penangkapan, biaya operasi penangkapan, dan pendapatan perupaya tangkap.
Analisis Data Analisis spasial sederhana
Informasi geografis dalam bentuk yang paling sederhana adalah sebuah informasi yang berkaitan dengan lokasi tata letak obyek tertentu yang selanjutnya diperluas fungsinya sebagai alat bantu dalam memproses data spasial sehingga menjadi informasi. Metode analisis data spasial sederhana digunakan untuk mengetahui sebaran daerah tangkapan Ikan Peperek yang di daratkan di PPP Labuan Banten. Untuk menentukan daerah sebaran penangkapan Ikan Peperek dapat disajikan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Menentukan jumlah responden, yaitu nelayan yang diwawancarai mengenai daerah penangkapan Ikan Peperek berdasarkan alat tangkap yang digunakan. 2. Membuat peta dasar dari lokasi penelitian dengan menggunakan mapping
method “ArcviewGIS 3.3”
3. Membuat titik lokasi penangkapan Ikan Peperek dalam bentuk spasial ke peta dasar.
5
Analisis runtun waktu
Samsiah (2008) menyatakan data runtun waktu (time series) adalah jenis data yang dikumpulkan menurut urutan waktu dalam suatu rentang waktu tertentu. Analisis data time series mengidentifikasi pola historis yaitu dengan menggunakan waktu sebagai rujukan, kemudian membuat prediksi dengan menggunakan ekstrapolasi berdasarkan waktu untuk pola-pola tersebut. Pola tersebut merupakan sebuah model analisis data runtun waktu yang dapat digunakan untuk melakukan analisis data yang mempertimbangkan pengaruh waktu, seperti dalam ukuran jam, hari, minggu, bulan, kuartal, dan tahun. Penentuan runtun waktu yang digunakan yaitu dalam waktu hari selama 20 hari, untuk mengetahui runut waktu volume ikan yang didaratkan dan harga ikan.
Analisis parameter pertumbuhan
Hubungan panjang bobot
Bobot dapat dianggap sebagai suatu fungsi dari panjang. Pertumbuhan panjang dengan hubungan pertumbuhan bobot yaitu dengan rumus (Effendie 2002) :
W = aLb (1)
Keterangan :
W : Bobot / berat (gram) L : Panjang (mm)
a : Konstanta Intersep (perpotongan kurva hubungan panjang-bobot dengan sumbu y)
b : Konstanta Penduga pola pertumbuhan panjang-bobot Berdasarkan pola hubungan linear maka
Log w = log a + log L (2)
Interpretasi dari hubungan panjang dan bobot dapat dilihat dari nilai konstanta b yaitu dengan hipotesis :
1. H0 : b = 3, dikatakan hubungan yang isometrik (pola pertumbuhan panjang sama dengan pola pertumbuhan bobot).
2. H1 : b ≠ 3, dikatakan memiliki hubungan allometrik, yaitu : a) bila b>3 ; Allometrik positif (pertambahan bobot lebih dominan) b) bila b<3 ; Allometrik negarif (pertambahan panjang lebih dominan)
Penetapan nilai b = 3 dilakukan dengan uji statistik yang menggunakan uji parsial (uji t).
thitung = |bS-3
b| (3)
Sb adalah galat baku dengan dugaan b yang dihitung dengan :
Sb= s
2
∑ni=1x2i - 1n(∑ni=1xi)2
(4)
6
Sebaran frekuensi panjang
Sebaran frekuensi panjang ditentukan dengan menggunakan data panjang total ikan. Data panjang ikan dikelompokkan ke dalam beberapa kelas panjang, sehingga setiap kelas panjang ke-i memiliki frekuensi (fi). Pendugaan kelompok umur diduga dengan analisis frekuensi panjang ikan menggunakan metode ELEFAN I dalam software FISAT II (FAO-ICLARM Stock Assesment Tool). Menurut Boer (1996), jika fi merupakan frekuensi ikan dalam kelas panjang ke-i (i=1, 2, ..., G), µj adalah rata-rata panjang kelompok umur ke-j, σj adalah simpangan baku panjang kelompok umur ke-j dan pi Adalah proporsi ikan dalam kelompok umur ke-j (j= 1, 2, ..., G), maka fungsi objektif yang digunakan untuk menduga {μ̂j, σ̂j, p̂j} adalah fungsi kemungkinan maksimum (maximum likelihood
qij merupakan kepekatan sebaran normal dengan nilai tengah µj dan simpangan baku σj, dan xiadalah titik tengah kelas panjang ke-i. Fungsi objektif L ditentukan
dengan cara mencari turunan pertama L masing-masing terhadap μj, σj, pj sehingga
diperoleh dugaan μ̂j, σ̂j, dan p̂jyang akan digunakan untuk menduga parameter pertumbuhan.
Ukuran pertama kali matang gonad
Metode yang digunakan untuk menduga ukuran rata-rata ikan yang pertama kali matang gonad adalah metode Spearman-Karber yang menyatakan bahwa logaritma ukuran rata-rata mencapai matang gonad adalah (Udupa 1986) adalah: m = [xk +(x2)]- (x Σpi) (7) dengan
Lm = antilog m (8)
dan selang kepercayaan 95% bagi log m dibatasi sebagai: antilog m = (m ±1.96 √x2∑pi× qi
7
Pendugaan parameter pertumbuhan
Plot Ford-Walford merupakan salah satu metode paling sederhana dalam menduga parameter pertumbuhan L∞ dan K dari persamaan Von Bertalanffy dengan interval waktu pengambilan contoh yang sama (King 1995). Berikut adalah persamaan pertumbuhan von Bertalanffy :
Lt = L∞ [ − −� �−�0 ] (10)
Pendugaan nilai koefisien pertumbuhan (k) dan L∞ dilakukan dengan menggunakan metode Ford Wallford yang diturunkan dari model Von Bertalanffy, untuk t sama dengan t+1, persamaannya menjadi:
Lt+1=L∞ (1-e-k t+1-t0 ) (11)
Lt+1 adalah panjang ikan pada saat umur t+1, L∞ adalah panjang maksimum secara teoritis (panjang asimtotik), k adalah koefisien pertumbuhan dan t0 adalah umur teoritis pada saat panjang ikan sama dengan nol. Kedua rumus di atas disubstitusikan dan diperoleh persamaan:
Lt+1- Lt = [L∞ - Lt][1 - e-k] (12) atau:
Lt+1=L∞[1-e-k]+Lte-k (13)
Persamaan di atas dapat diduga dengan persamaan regresi linier y = b0 + b1x, jika Lt sebagai absis (x) diplotkan terhadap Lt+1 sebagai ordinat (y), sehingga terbentuk kemiringan (slope) sama dengan e-k dan titik potong dengan absis sama dengan L∞[1 – e-k]. Nilai k dan L
∞ diperoleh dengan cara:
k =-ln(b) (14)
L∞=1-ba (15)
Selanjutnya untuk menduga nilai t0 (umur teoritis ikan pada saat panjang sama dengan nol) dapat diperoleh melalui persamaan Pauly (1983) in Sparre dan Venema (1999):
log -t0 =- . 9 -0.2752 logL∞ -1.038 log K (16) Keterangan:
Lt : Panjang ikan pada saat umur t (mm) L∞ : Panjang asimtotik ikan (mm)
K : Koefisien laju pertumbuhan (mm/satuan waktu) t : Umur ikan
t0 : Umur ikan pada saat panjang ikan 0
Mortalitas dan laju eksploitasi
Laju mortalitas total (Z) diduga dengan kurva tangkapan yang dilinierkan berdasarkan data komposisi panjang dengan langkah-langkah sebagai berikut (Sparre dan Venema 1999) :
lnC L1, L2
∆t L1, L2 = h - Z t
L1+L2
8
Persamaan diatas diduga melalui persamaan regresi linear sederhana y = b0 + b1x dengan y =ln∆t LC L1, L2
1, L2 sebagai ordinat, x = t
L1+L2
2 sebagai absis, dan Z = -b
Laju mortalitas alami (M) diduga dengan menggunakan rumus empiris Pauly (1980) in Sparre dan Venema (1999) sebagai berikut:
ln M = -0.0152 - 0.279 ln L∞ + 0.6543 ln K + 0.463 ln T (18) Pauly (1980) in Sparre dan Venema (1999) menyarankan untuk memperhitungkan jenis ikan yang memiliki kebiasaan menggerombol ikan dikalikan dengan nilai 0.8, sehingga untuk spesies yang menggerombol nilai dugaan menjadi 20% lebih rendah:
M = 0.8 e -0.0152 - 0.279 ln L∞ + 0.6543 ln K + 0.463 ln T (19) Keterangan :
M : laju mortalitas alami (per tahun) L∞ : panjang asimtotik (mm)
K : koefisien pertumbuhan (per tahun) T : suhu rata-rata prairan (˚C)
Laju mortalitas penangkapan (F) dapat ditentukan dengan:
F = Z – M (20)
Laju eksploitasi (E) dapat ditentukan dengan membandingkan mortalitas penangkapan (F) terhadap mortalitas total (Z):
E= F+MF =ZF (21)
Model produksi surplus
Pendugaan potensi Ikan Peperek dapat diduga dengan model produksi surplus yang menganalisis hasil tangkapan (catch) dan upaya penangkapan (effort). Model yang digunakan dipilih antara model Schaefer dan Fox yang memiliki koefisien determinasi (R2) tertinggi. Tingkat upaya penangkapan optimum (fMSY dan hasil tangkapan maksimum lestari (MSY) dari unit penangkapan dengan menggunakan model Schaefer (1954) in Sparre dan Venema (1999) diperoleh dengan persamaan berikut:
Y = af + bf2 (22)
Sehingga diperoleh dugaan fMSY dan MSY :
fMSY = − (23)
9 Sedangkan menurut Fox (1970) in Sparre dan Venema (1999) persamaannya adalah:
Y = f e a+bf (25)
Sehingga diperoleh dugaan fMSY dan MSY :
fMSY = − (26)
MSY = − e (a-1) (27)
Keterangan :
= Konstanta
= Peubah
�� = Tangkapan (ton) � = Upaya (trip)
MSY = Maximum Sustainable Yield
fMSY = Upaya saat Maximum Sustainable Yield
Model yang dapat diduga sebagai model terbaik merupakan model yang memiliki nilai kolerasi dan determinasi yang paling tinggi. Penentuan jumlah tangkapan yang diperbolehkan atau Total Allowable Catch (TAC) atau Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) adalah 80% dari tangkapan maksimum lestarinya (Pasisingi 2011).
TAC = 80 % x MSY (28)
Eksekusi perhitungan parameter pertumbuhan dan produksi surplus menggunakan perangkat lunak FISAT versi II.
Analisis Catch - Revenue
Standarisasi alat tangkap
Standarisasi alat tangkap digunakan untuk menyeragamkan upaya penangkapan yang ada sehingga dapat diasumsikan upaya penangkapan suatu alat tangkap dapat menghasilkan tangkapan yang relatif sama dengan alat tangkap yang dijadikan standar. Alat tangkap yang digunakan standar adalah alat tangkap yang dominan menangkap menangkap jenis ikan tertentu dan memiliki nilai Fising Power Index (FPI) sama dengan satu. Nilai FPI dari masing-masing alat tangkap lainnya dapat diketahui dengan membagi laju penangkapan rata-rata unit penangkapan yang dijadikan standar. Menurut Spare dan Venema (1999) nilai FPI diketahui dengan rumus:
CPUEi= Cfi
i (29)
FPIi= CPUECPUEsi (30)
10
penangkapan alat tangkap yang di jadikan standar, dan FPI adalah faktor upaya tangkap pada jenis alat tangkap ke-i.
Analisis hasil tangkapan per unit upaya tangkap dan pendapatan per upaya tangkap
Hasil tangkapan per unit upaya tangkap (Catch per unit of effort, CPUE) hasil tangkapan per upaya tangkap mencerminkan perbandingan antara hasil tangkapan dengan unit penangkapan yang dicurahkan. Data produksi pertahun dibagi dengan upaya penangkapan pertahun untuk menghasilkan CPUE. Rumus perhitungan CPUE adalah sebagai berikut:
CPUEti= YtiEti (31)
Keterangan :
CPUEti : CPUE pada waktu t untuk jenis ke-i (kg/orang/trip) Yti : Hasil tangkapan pada waktu t jenis ke-i (kg)
Eti : Upaya penangkapan pada waktu t jenis ke-i (trip)
Analisis pendapatan per upaya tangkap (Revenue per unit of effort, RPUE) dilakukan untuk melihat apakah nelayan mengalokasikan upaya penangkapannya berdasarkan keuntungan atau laba yang akan diperoleh. Keuntungan ini dapat dilihat berdasarkan nilai pasar dari suatu komoditi atau jumlah hasil produksi. Prakiraan keuntungan ekonomi tidak dapat dihitung langsung tetapi dapat diperkirakan melalui perhitungan RPUE, dengan persamaan sebagai berikut :
RPUEt = CPUEt× P (32) Keterangan:
RPUEt : Pendapatan per unit effort pada waktu ke-t CPUEt : Hasil tangkap per usaha pada waktu ke-t P : Harga stok yang berlaku
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pemetaan partisipatif daerah tangkapan
11
Gambar 3 Pemetaan partisipatif daerah tangkapan Ikan Peperek dengan trip harian di Perairan Selat Sunda
12
Produksi harian nelayan arad
Penelitian ini dilakukan dengan analisis hasil tangkapan harian yang dilakukan selama 20 hari pada bulan maret 2015 terhadap lima nelayan yang mendaratkan Ikan Peperek di PPP Labuan Banten dengan menggunakan jaring arad (pukat pantai) atau modifikasi dari trawl (Lampiran 1). Grafik produksi harian tiap nelayan disajikan pada gambar 5
Gambar 5 Hasil tangkapan dari lima nelayan yang mendaratkan Ikan Peperek di Perairan Selat Sunda
Komposisi hasil tangkapan ikan
Pelabuhan Pantai Perikanan (PPP) Labuan berada di Desa Teluk, Kecamatan Labuan, Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten. Kabupaten Pandeglang merupakan salah satu pusat produksi perikanan di Provinsi Banten yang letaknya berbatasan langsung dengan Selat Sunda dan Samudra Hindia. Ikan yang didaratkan di PPP Labuan berasal dari perairan Selat Sunda. PPP Labuan memiliki tiga tempat pelelangan ikan (TPI) yaitu TPI I, TPI II, dan TPI III.
Umumnya nelayan labuan melakukan kegiatan penangkapan beberepa jenis ikan, baik jenis ikan pelagis maupun jenis ikan demersal. Nelayan di PPP Labuan menggunakan alat tangkap yang beragam sehingga menyebabkan hasil tangkapan yang didapatkan cukup banyak (Gambar 6).
Gambar 6 Komposisi hasil tangkapan ikan di PPP Labuan Banten Sumber : DKP kabupaten Pandeglang 2013
13
Hubungan panjang dan bobot
Analisis hubungan panjang dan bobot menggunakan data ukuran panjang total dan bobot basah ikan contoh. Hubungan panjang dan bobot dimanfaatkan untuk mengetahui pola pertumbuhan suatu organisme. Gambar 7 dan Gambar 8 menyajikan hasil analisis hubungan panjang bobot Ikan Peperek.
Gambar 7 Hubungan panjang dan bobot Ikan Peperek betina
Gambar 8 Hubungan panjang dan bobot Ikan Peperek jantan
Sebaran frekuensi panjang dan kelompok umur
14
Gambar 9 Sebaran frekuensi panjang Ikan Peperek dengan keterangan Lm
Gambar 10 Pergeseran modus frekuensi panjang Ikan Peperek betina
Gambar 11 Pergeseran modus frekuensi panjang Ikan Peperek jantan
Ana1isis pendugaan parameter pertumbuhan
Analisis mengenai parameter pertumbuhan adalah koefisien pertumbuhan (K), panjang asimtotik atau panjang yang tidak dapat diacapai oleh ikan (L∞) dan umur teoritik ikan pada saat panjang ikan nol (t0), disajikan pada Tabel 1.
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
F
re
k
uens
i
(ind
iv
idu
)
Selang kelas (mm)
jantan
betina
Lm♂=156,9035 mm
15 Tabel 1 Parameter pertumbuhan Ikan Peperek di Perairan Selat Sunda berdasarkan
model von Bertalanffy (K, L∞, dan t0)
Parameter pertumbuhan Betina Jantan
K (per tahun) 0, 83 0, 64
L∞ (mm) 172, 73 183, 23
t0 (per tahun) -0, 1206 -0, 1535
Mortalitas dan laju eksploitasi
Pendugaan konstanta laju mortalitas total (Z) Ikan Peperek dilakukan dengan kurva hasil tangkapan yang dilinearkan berbasis data panjang, parameter mortalitas terdiri dari mortalitas alami (M) dan mortalitas penangkapan (F). Untuk mengetahui laju mortalitas dan laju eksploitasi disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Laju mortalitas dan eksploitasi Ikan Peperek di Perairan Selat Sunda
Parameter Betina Jantan
Mortalitas Total (Z) 3,72 2,40
Mortalitas alami (M) 0,79 0,66
Mortalitas tangkapan (F) 2,93 1,74
Laju eksploitasi (E) 78, 69% 72, 38 %
Model produksi surplus
Model produksi surplus digunakan untuk mengetahui tingkat upaya optimum suatu upaya yang dapat menghasilkan suatu tangkapan maksimum lestari. Model yang biasa digunakan untuk menduga hasil tangkapan lestari dan upaya penangkapan optimal adalah model Schaefer dan Fox. Data hasil tangkapan Ikan Peperek yang telah distandarisasi dengan memproporsikan tangkapan Ikan Peperek dan tangkapan total pada alat tangkap tertentu. Model produksi surplus yang digunakan adalah model Fox dengan nilai determinasi sebesar 88,27%. Data hasil tangkapan Ikan Peperek dan upaya penangkapan yang telah distandarisasi disajikan pada Tabel 3 dan grafik analisis MSY dengan menggunakan model Fox disajikan pada Gambar 12.
Tabel 3 Hasil tangkapan (ton) dan upaya penangkapan (trip) Ikan Peperek di Perairan Selat Sunda dari tahun 2004-2013
Tahun Hasil tangkapan (ton) Upaya (trip)
16
Gambar 12 Kurva model produksi surplus dengan model Fox Ikan Peperek di Perairan Selat Sunda
Analisis hasil tangkapan per unit upaya tangkap
Widodo dan Suadi (2006) menjelaskan bahwa kecenderungan kelimpahan relatif selang beberapa tahun diukur dengan menggunakan data hasil tangkapan per satuan upaya yang diperoleh dari suatu penelitian penarikan contoh dalam perikanan. Hubungan antara produksi dengan upaya penangkapan dan pola sebaran hasil tangkapan per satuan upaya Ikan Peperek disajikan pada Gambar 13 dan 14. Data tersebut didapat dari DKP Kab Pandeglang 2013.
Gambar 13 Hasil tangkapan dan upaya tangkapan Ikan Peperek setiap per triwulan dari tahun 2004-2013
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
17
Gambar 14 Hasil tangkapan per unit upaya tangkap Ikan Peperek di Perairan Selat Sunda dari tahun 2004-2013
Analisis CPUE dan RPUE
Hasil tangkapan per unit upaya tangkap atau Cacth per unit effort (CPUE) dapat memberikan gambaran mengenai kelimpahan sumberdaya ikan dalam suatu perairan. Sementara itu analisis pendapatan per unit upaya tangkap (Revenue per unit of effort, RPUE) digunakan untuk melihat apakah nelayan mengalokasikan upaya penangkapannya berdasarkan keuntungan atau laba yang akan diperoleh. Hasil analisis CPUE dan RPUE disajikan pada gambar 15 sedangkan pada gambar 16 disajikan grafik laju produksi harian selama 20 hari.
Gambar 15 Keterkaitan antara CPUE dan RPUE pada Ikan Peperek di Perairan Selat Sunda dari tahun 2004-2013
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
C
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
18
Gambar 16 Laju produksi harian Ikan Peperek selama 20 hari pada bulan maret 2015
Pembahasan
Operasi penangkapan ikan yang digunakan untuk menangkap Ikan Peperek berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan adalah jaring arad (pukat pantai) (Lampiran 1). Ukuran mata jaring arad sebesar 0,75-1,25 inchi. Jaring arad dioperasikan menggunakan kapal motor berukuran 15-20 GT, kapal motor tersebut beroperasi secara trip harian. Nelayan dengan trip harian berangkat setiap hari dari pukul 05.00 WIB dan pulang sekitar pukul 15.00 WIB. Akan tetapi, Menurut Agustina (2013) Lama waktu penangkapan biasanya ditentukan dari cuaca, modal untuk perbekalan, dan besarnya kapal yang digunakan
Daerah tangkapan Ikan Peperek di sekitar pantai Pulau Rakata, Pulau Panaitan, Anyer, Tanjung Lesung, dan Pulau Papole (Gambar 2). Penetuan daerah tangkapan tersebut berdasarkan pengalaman dari nelayan sebelumnya atau pun dari cerita antar sesama nelayan. Selain itu, modal menjadi alasan lain bagi nelayan yang hanya mampu menjangkau daerah-daerah tersebut dengan permodalan rendah.
19
pachycentru), Swanggi (Priacanthus tayenus), Kurisi (Nemipterus furcosus), Layur (Lepturacanthus savala), Peperek (Eublekeeria splendens) hingga Cumi (Loligo
sp.) dan Udang (Penaeus).
Berdasarkan Gambar 5 yang menunjukan hasil tangkapan dari lima kapal yang mendaratkan Ikan Peperek, dapat dilihat bahwa hasil tangkapan setiap harinya mengalami fluktuasi. Hal tersebut dipengaruhi oleh lama waktu penangkapan dan cuaca di daerah penangkapan (Agustina 2013). Nelayan 4 mengalami fluktuasi yang sangat drastis, pada hari ke-7 mendapatkan hasil tangkapan Ikan Peperek terbanyak yaitu sebanyak 50 kg dan pada hari ke-9 mengalami penurunan, dikarenakan tidak melaut. Nelayan 4 dan 5 mendapatkan hasil tangkapan terbanyak pada hari ke-18 dengan banyaknya hasil tangkapan 40 kg sampai dengan 50 kg, sedangkan nelayan 1,2 dan nelayan 3 mendapatkan hasil tangkapan Ikan Peperek terbanyak pada hari ke-10 sampai hari ke-14 masing-masing sebanyak 20 kg sampai 30 kg (Lampiran 11). Menurut Utami et al (2012), produksi ikan tidak hanya dipengaruhi oleh banyaknya upaya penangkapan yang dilakukan, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti tenaga kerja, kelimpahan sumberdaya ikan, dan pemodalan. Hasil tangkapan trip harian dan harga Ikan Peperek dari lima kapal yang mendaratkan Ikan Peperek, kisaran harga yang terjadi selama 20 hari berkisar Rp. 10.000 hingga 50.000 /kg. Fluktuasi produksi harian rata-rata yang terjadi selama pengamatan mengindikasikan adanya ketidakpastian hasil tangkapan. Harga Ikan Peperek dari 5 contoh nelayan selalu sama setiap harinya, hal ini terjadi karena permintaan yang tinggi dan terus menerus terhadap ikan tersebut sehingga nelayan tidak membeda-bedakan harga ikan tersebut (Agustina 2013).
Berdasarkan hasil analisis panjang dan bobot diketahui bahwa untuk Ikan Peperek betina memiliki persamaan W= 0,00003L2,9852 dengan koefisien determinasi sebesar 62,46%, sedangkan ikan jantan memiliki persamaan W= 0,00002L3,0162 dan koefisien determinasi sebesar 57,70%. Persamaan yang terbentuk dimanfaatkan untuk menduga bobot ikan pada panjang tertentu dan menentukan pola pertumbuhan ikan tersebut. Oleh karena itu bobot dapat dianggap sebagai fungsi dari panjang (Effendie 2002). Hasil uji t (Lampiran 2) menujukan bahwa pola pertumbuhan Ikan Peperek baik betina maupun jantan adalah issometrik, yakni bahwa Ikan Peperek memiliki pertumbuhan panjang dan bobot yang seimbang. Hal ini sesuai dengan penelitian Saadah dan Sjafe’i (2001) yang menyebutkan bahwa Ikan Peperek memiliki pertumbuhan issometrik, namun pada penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Simanjuntak (2009), Hazrina (2010), dan Pratiwi (2011) menunjukan hasil yang berbeda. Perbandingan pola pertumbuhan Ikan Peperek dapat dilihat pada Tabel 4. Ada perbedaan pola pertumbuhan dari berbagai penelitian. Hal ini disebabkan oleh perbedaan ukuran, habitat, dan jumlah contoh yang diamati. Perbedaan nilai b pada spesies yang sama dapat disebabkan oleh adanya perbedaan laju pertumbuhan, perbedaan umur dan tahapan perkembangan gonad, makanan, serta kondisi perairan (Rahman et al
20
Tabel 4 Perbandingan pola pertumbuhan Ikan Peperek
Peneliti Lokasi Spesies Jenis
Kelamin b
Pola Pertumbuhan
Saadah (2000) Labuan Banten Leiognathus
splendens Betina 2, 9750 Issometrik
Jantan 2, 9700 Issometrik
Blanakan Subang 3, 0888
Palabuan ratu 2, 7433 Allometrik
negatif
Hazrina (2010) Palabuhan ratu Leiognathus
spp. 2, 8321
Allometrik negatif
Pertiwi (2011) Teluk Jakarta Leiognathus
equlus
Betina 2, 6940 Allometrik
negatif
Jantan 2, 8820 Allometrik
negatif
Pada Gambar 9 dapat dilihat bahwa frekuensi panjang Ikan Peperek betina menyebar dari selang kelas panjang 70 mm hingga 169 mm, sedangkan untuk frekuensi panjang ikan jantan menyebar dari selang kelas panjang 70 mm hingga 179 mm dan berdasarkan hasil pengukuran diketahui panjang maksimal Ikan Peperek sebesar 175 mm dan untuk panjang minimum sebesar 70 mm. Menurut Pratiwi (2011) perbedaan ukuran panjang disebabkan beberapa faktor seperti tempat pengambilan contoh ikan, keterwakilan contoh yang diambil dan diduga karena tekanan penangkapan yang tinggi. Pada jenis ikan yang sama ukuran panjang totalnya belum tentu sama di suatu daerah yang berbeda, karena ada faktor luar yang dapat mempengaruhi hal tersebut. Nilai panjang pertama kali matang gonad (Lm) pada Ikan Peperek betina adalah 119,5019 mm dan untuk nilai panjang pertama kali matang gonad (Lm) ikan jantan sebesar 156,9035 mm (Lampiran 4). Hal ini menunjukan banyak ikan yang tertangkap sebelum ukuran pertama kali matang gonad. Analisis kelompok umur dilakukan untuk melihat perubahan rata-rata panjang ikan pada setiap pengambilan contoh (Lampiran 5). Gambar 10 dan gambar 11 dapat dilihat bahwa adanya pergeseran modus ke arah kanan yang menunjukkan adanya pertumbuhan pada Ikan Peperek betina dan jantan pada pengambilan contoh ke-1 hingga ke-2, dan terjadi pergeseran modus ke arah kiri yang menunjukan terjadinya rekruitmen pada pengambilan contoh 3 hingga ke-6. Perbedaan ukuran panjang ikan dapat dipengaruhi karena adanya faktor dalam dan faktor luar (Effendie 2002).
21 Bertalanffy yaitu Lt = 173,72(1-exp[-0, 83(+0,1206)]) dan persamaan pertumbuhan Von Bertalanfy untuk ikan jantan adalah Lt =183,23(1-exp[-0,64(+0,1535)]) (Lampiran 6). Dapat dilihat pada Tabel 1 yang menunjukan bahwa koefisien pertumbuhan Ikan Peperek jantan lebih besar dibandingkan Ikan Peperek betina. Hal ini di duga karena semakin tinggi nilai koefisien pertumbuhan, maka semakin cepat waktu yang dibutuhkan untuk mendekati panjang asimtotik (Sparre & Venema 1999). Sementara itu, Ikan Peperek jantan lebih cepat mengalami mortalitas alami dibandingkan dengan Ikan Peperek betina.
Hasil analisis laju mortalitas dan laju ekspoitasi Ikan Peperek dapat dilihat dalam Tabel 2. Laju mortalitas total Ikan Peperek betina sebesar 3,43 dengan laju mortalitas alami 0,80 dan laju mortalitas penangkapan sebesar 2,6 dengan laju exsploitasi sebesar 76,66 %. Sedangkan laju mortalitas total ikan jantan sebesar 3, 38 dengan laju mortalitas alami sebesar 0,66 dan laju mortalitas penangkapan sebesar 2,71, sehingga diperoleh laju eksploitasi sebesar 80,35% (Lampiran 6). Mortalitas alami terjadi karena karena penangkapan seperti pemangsaan, penyakit, kelaparan dan usia tua (Sparre & Venema 1999). Menurunnya laju mortalitas alami disebabkan oleh berkurangnya jumlah ikan yang tumbuh hingga usia tua dan mengalami kematian secara alami akibat telah tertangkap lebih dahulu oleh aktifitas penangkapan yang tinggi. Semakin tinggi tingkat eksploitasi ikan di suatu daerah maka mortalitas penangkapan tinggi (Sparre & Venema 1999). Hal ini dapat dilihat dari jumlah TKG ikan yang tertangkap yaitu dominan pada TKG I dan TKG II (Lampiran 3). Menurut Gullan (1971) in Pauly (1984) laju eksploitasi optimum sebesar 0,5 sehingga dapat dilihat bahwa laju eksploitasi Ikan Peperek telah melewati batas optimum yang disebabkan adanya tekanan penangkapan terhadap Ikan Peperek di perairan Selat Sunda. Hal ini dapat dilihat juga pada panjang maksimum yang tertangkap di PPP Labuan yaitu untuk Ikan Peperek betina sebesar 166 mm dan untuk ikan jantan sebesar 175 mm. Sedangkan nilai panjang asimtotik Ikan Peperek betina sebesar 172, 73 mm dan untuk ikan jantan sebesar 183, 23mm. Menurut DKP (2013), Alat tangkap yang banyak digunakan nelayan untuk menangkap Ikan Peperek di perairan Selat Sunda adalah payang, dogol, pukat pantai (arad), pukat cincin, jaring insang hanyut, jaring insang tetap, bagan rakit, bagan tancap, dan pancing. Hasil analisis yang didapat untuk mengetahui alat tangkap standar yang mempunyai faktor daya tangkap atau fishing power index
(FPI)=1 pada Lampiran 7 adalah jaring arad.
Menurut Sparre & Venema (1999), Model produksi surplus merupakan suatu model yang mengatur tentang upaya tangkap yang diperbolehkan untuk menangkap sumberdaya ikan dengan tidak melebihi batas hasil tangkapan lestari atau Maximum Sustainable Yield (MSY). Hasil analisis yang disajikan pada Lampiran 8 menunjukan bahwa nilai koefisien determinasi (R2) dengan hasil yang tertinggi adalah model Fox yaitu sebesar88,27%. Hal ini menunjukan bahwa model Fox baik digunakan untuk menduga upaya optimum (fmsy) dan MSY karena dapat mewakili keadaan yang sebenarnya (Gambar 12). Selain itu, asumsi dari model Fox yang mengatakan bahwa setiap sumber daya tidak akan pernah punah (habis). Pada pendekatan model Fox diperoleh upaya penangkapan optimum (fmsy) Ikan Peperek adalah 36.434 trip per tahun dengan nilai MSY adalah 1.503 ton per tahun dan jumlah tangkapan Ikan Peperek yang diperbolehkan atau Total Allowable Catch
22
biological overfishing yang merupakan kondisi tingkat upaya penangkapan dalam suatu perikanan tertentu melampaui tingkat yang diperlukan untuk menghasilkan MSY. Upaya yang dapat dilakukan yaitu dengan pengaturan upaya penangkapan dan pola penangkapan (Widodo & Suardi 2006).
Berdasarkan Gambar 13, dapat dilihat bahwa hasil tangkapan per upaya penangkapan Ikan Peperek di perairan Selat Sunda mengalami fluktuasi. Hasil tangkapan tertinggi terjadi pada bulan April tahun 2004 sebesar 569,7 ton dan hasil tangkapan terendah pada bulan Oktober tahun 2013 sebesar 218,5 ton. Sedangkan upaya penangkapan tertinggi terjadi pada bulan Januari tahun 2009 sebesar 17.656 trip melaut, dan terendah terjadi pada bulan Juni pada tahun 2006 sebesar 1.806 trip melaut. Tahun 2004 terlihat pada Lampiran 9, bahwa hasil tangkapan Ikan Peperek sangat tinggi dengan upaya yang rendah, sedangkan pada tahun 2008 sampai 2013 hasil tangkapan rendah dengan upaya penangkapan yang tinggi. Hal ini diduga telah terjadi kelebihan tangkap secara biologi terhadap Ikan Peperek, karena upaya penangkapan yang terus meningkat dan hasil tangkapan menurun. Laju produksi yang berfluktuasi bisa terjadi karena faktor lingkungan, pemangsaan, dan interaksi dengan populasi lain (Widodo & Suardi 2006). Hal ini juga sesuai dengan hasil wawancara yang didapat bahwa laju produksi menurun dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan keadaan ekonomi. Berdasarkan Gambar 14 terlihat bahwa, hasil tangkapan per upaya tangkap (CPUE) Ikan Peperek berfluktuasi dan menurun (Lampiran 9). Hal ini terlihat dari tahun 2006 sampai 2011 CPUE Ikan Peperek menurun, diduga bahwa hasil tangkapan yang rendah dan upaya penangkapan yang tinggi. Sehigga hal tersebut disebabkan oleh semakin jauhnya daerah penangkapan dan akibat pengaruh perubahan kondisi lingkungan (Prihatini et al 2007).
23
Alternatif pengelolaan
Pengelolaan sumberdaya perikanan tidak hanya sekedar proses mengelola sumberdaya ikan, akan tetapi yaitu dengan mengelola manusia sebagai pengguna, pemanfaat, dan pengelola sumberdaya ikan (Nikijuluw 2005). Pengelolaan terhadap Ikan Peperek dilakukan agar sumberdaya Ikan Peperek dapat berlangsung berkelanjutan. Contoh ikan yang teramati pada penelitian ini memiliki ukuran lebih kecil dari ukuran pertama kali matang gonad (Lm). Sementara itu, dapat diduga bahwa stok sumber daya Ikan Peperek yang di tangkap di perairan Selat Sunda telah mengalami kondisi growth overfishing. Ciri dari kondisi growth overfishing, yaitu ikan-ikan yang berukuran kecil banyak tertangkap oleh nelayan sebelum ikan tersebut mendapatkan kesempatan untuk tumbuh. Dalam mengatasi kondisi seperti ini, hal yang dapat dilakukan adalah pembatasan upaya penangkapan, Pengaturan musim atau buka tutup daerah penangkapan dan pengaturan ukuran mata jaring (Widodo & Suardi 2006). Ukuran Ikan Peperek dewasa menurut Pauly (1977) adalah 9 cm dengan panjang tubuh Ikan Peperek kurang dari tiga kali tinggi tubuh sehingga dapat diasumsikan bahwa tinggi Ikan Peperek yaitu 3cm. Apabila ukuran tersebut dikonversikan kedalam inchi menjadi 1,18 inchi. Sebaiknya ukuran mata jaring alat tangkap untuk menangkap Ikan Peperek minimal sebesar 1,18 inchi (Hazrina 2010).
Berdasarkan informasi mengenai kondisi yang terjadi terhadap sumberdaya Ikan Peperek di PPP Labuan yang diperoleh dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka perlu adanya upaya untuk mengoptimalkan hasil tangkapan atau produksi Ikan Peperek. Adanya kerjasama antara pemerintah dengan nelayan, dengan menciptakan lapangan pekerjaan sampingan untuk nelayan seperti wirausaha, koperasi simpan pinjam, penambahan fasilitas yang mendukung seperti adanya pabrik pengolahan perikanan. Pengelolaan perikanan harus dilakukan dari aspek ekologi, sosial, dan ekonomi untuk menjamin bahwa sumber daya dimanfaatkan secara berkesinambungan dan tanggung jawab serta potensi ekonominya. Menurut Simarmata (2013), Pengelolaan perikanan bersifat kompleks yaitu mencakup aspek biologi, ekonomi, sosial budaya, hukum dan politik. Maka, pengelolaan sumberdaya perikanan harus bersifat terpadu agar tujuan dari pengelolaan tersebut dapat tercapai.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Pengelolaan yang tepat guna menjamin kelestarian Ikan Peperek (Eubleekeria splendens) di Labuan Banten, yaitu dengan rencana pengelolaan menganut sistem perikanan berkelanjutan sebagai berikut :
1. Pembatasan upaya penangkapan melalui pengurangan effort, khususnya alat tangkap arad yang menjadi ancaman terhadap kelestarian Ikan Peperek.
2. Pengaturan musim atau buka tutup daerah tangkapan untuk menyeimbangkan perekonomian nelayan.
24
Saran
Perlu penelitian yang mewakili semua musim, hal tersebut bertujuan agar informasi lebih mengenai kondisi Ikan Pepeprek sehingga dapat menentukan alternatif pengelolaan yang lebih tepat dan berkelanjutan.
DAFTAR PUSTAKA
Agustina N. 2013. Analisis Sumber Daya Ikan Kurisi (Nemipterus japonicus
Bloch 1791) yang didaratkan di PPN Karangantu [skripsi] Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Boer M. 1996. Pendugaan Koefisien Pertumbuhan (L∞, K, t0) Berdasarkan Data Frekuensi Panjang. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia
4(1): 75-84.
Dhenis. 2010. Kajian Pembentukan Daerah Penangkapan Ikan Tongkol di Selat Sunda [skripsi] Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
[DKP] Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang. 2013. Statistik Perikanan Tangkap Kabupaten Pandeglang Tahun 2003-2013. (Draft tahun 2013).
Effendie MI. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. Yogyakarta Effendie MI. 2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. Yogyakarta.
163 hlm.
Fauzi A. 2010. Ekonomi Perikanan : Teori, Kebijakan, dan Pengelolaan. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.224 hal
Hazrina A. 2010. Dinamika Stok Ikan Peperek (Leiognathus spp) di Perairan Teluk Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa Barat [skripsi] Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
King M. 1995. Fishery Biology, Assessment, and Management. London (UK) : Fishing News Books. 341 P.
[KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2010. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 06 Tahun 2010 tentang Alat Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia. Jakarta.
Lawson EO, Doseku PA. 2013. Aspects of Biology in Round Sardinella,
Sardinella aurita (Valenciennes, 1847) from Majidun Creek, Lagos, Nigeria.
World Journal of Fish and Marine Sciences. 5(5): 575-581.
Nikijuluw VPH. 2005. Politik Ekonomi Perikanan. PT Fery Agung Corporation. Jakarta
Nontji A. 2002. Laut Nusantara. Cetakan ketiga. Penerbit Djambatan. Jakarta. 367 hlm.
25 Pasisinggi N. 2011. Model Produksi Surplus Untuk Pengelolaan Sumberdaya Rajungan (Portunus pelagicus) di Teluk Banten, Kabupaten Serang, Provinsi Banten [skripsi] Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Pauly D. 1977. The Leiognathidae (Teleostei) : Their Species, Stocks, and Fisheries in Indonesia, With Notes on The Biology of Leiognathus splendens
(Cuv.) Mar. Res. Indonesian. 19: 73-93.
Pauly D. 1984. Fish Population Dynamics in Tropical Waters: A Manual for Use With Programmable Calculator. ICLARM. Manila. Filipina. 325 hal Prahadina VD. 2014. Pengelolaan Perikanan Kembung (Genus: Rastrelliger) di
Perairan Selat Sunda Yang Didaratkan di PPP Labuan Banten [tesis] Bogor. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.
Purnamasari R. 2013. Analisis Sumber Daya Ikan Tembang (Sardinella fimbriata) yang didaratkan di PPN Karangantu Provinsi Banten [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Rahardjo MF, Ernawati Y, Novitriana R. 2004. Aspek Pemijahan Ikan Petek
Leiognathus equulus, Forskal 1775 (fam. Leiognathidae) di Pesisir Mayangan Subang Jawa Barat. Jurnal ikhtiologi. 4 (1).
Rahman MM, Hossain MY, Hossain MA, Ahmad F, Ohtomi Jun. 2012. Sex Ratio, Length-Frequency Distribution And Morphometric Relationship of Length-Length and Length-Weight for Spiny Eel, Macroganthus aculeatus
in the Ganges River, NW Bangladesh. Word Journal of Zoology. 7(4): 388-346.
Saadah. 2000. Beberapa Aspek Biologi Ikan Petek (Leiognathus splendens Cuv.) di Perairan Teluk Labuan, Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Saadah dan Sjafe’i DS. 2001. Beberapa Aspek Biologi Ikan Petek, Leiognathus splendens CUVIER di Perairan Teluk Labuan Banten. Jurnal Ikhtiologi 1(1): 13-17.
Samsiah DN. 2008. Analisis Data Runtun Waktu Menggunakan Model Arima (p, d, q) [skripsi]. Yogyakarta (ID): Universitas Islam Negeri Kalijaga.
Simanjuntak RJ. 2010. Keterkaitan Laju Eksploitasi dengan Pertumbuhan dan Reproduksi Ikan Petek Leiognathus equlus (Forskal, 1775) Famili Leiognathidae [skripsi] Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Simarmata R. 2013. Kajian Stok Sumberdaya Ikan Tembang (Sardinella Fimbriata Valenciennes, 1847) di Perairan Teluk Banten yang Didaratkan di PPN Karangantu, Banten [skripsi] Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sparre P. dan Venema SC. 1999. Introduksi Pengkajian Stok Ikan Tropis Buku
e-manual (Edisi Terjemahan). Kerjasama Organisasi Pangan, Perserikatan Bangsa-Bangsa dengan Pusat Penelitiaan dan Pengembangan Perikanan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta. 438 hlm.
Suharsimi S. 2010. Prosedur penelitian : Suatu Pendekatan Praktis, Edisi Revisi 2010. Jakarta (ID): Rineka Cipta
Syakila S. 2009. Studi Dinamika Stok Ikan Tembang (Sardinella fimbriata) di Perairan Teluk Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
26
Pratiwi E. 2011. Kajian Stok Dan Analisis Ketidakpastian Hasil Tangkapan Sumberdaya Ikan Petek (Leiognathus equlus Forskal, 1874) di Perairan Teluk Jakarta [skripsi] Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Prihartini A, Anggoro S, dan Asriyanto. 2007. Analisis Tampilan Biologis Ikan Layang (Decapterus sp) Hasil Tangkapan Purse Seine Yang Didaratkan di PPP Pekalongan. Pasir Laut 1(1):1-5
Utami, Gumilar, Sriati. 2012. Analisis Bioekonomi Penangkapan Ikan Layur (Trichirus sp.) di Perairan Parigi Kabupaten Ciamis. Perikanan dan Kelautan
3(3): 137-144.
Walpole RE. 1993. Pengantar Statistika. Jakarta. 515 hlm. PT Gramedia Pustaka Umum.
27
LAMPIRAN
Lampiran 1 (a) Panjang total Ikan Peperek (Eubleekeria splendens) dan (b) sketsa alat tangkap arad
Lampiran 2 Hubungan panjang dan bobot (uji t) Ikan Peperek (Eublekeeria splendens) di Perairan Selat Sunda
Hipotesis
H0 : b = 3 ( Issometrik) H0 : b ≠ 3 (Allometrik)
Betina Jantan
(∑x)² 219702, 6632 414498, 4053
∑x² 956, 2177 1313, 1587
sb² 230, 5928 215, 8226
sb 15, 1852 14, 6909
t hit 0, 0009 0, 0011
t tab 2, 2563 2, 2522
Kesimpulan Gagal tolak H0 Gagal tolak H0
(a)
28
Lampiran 2 (lanjutan)
B J
n 230 316
a 0, 00003 0, 00005
b 2, 9852 3, 0162
R² 0, 6246 0, 5770
Karena thit < ttab maka Gagal tolak H0, sehingga b = 3 (Issometrik)
Lampiran 3 Uji Chi-square terhadap proporsi kelamin
1. Tingkat kematangan gonad (TKG) pada Ikan Peperek betina di Perairan Selat Sunda
Sampling N TKG I TKG II TKG III TKG IV
30-May-14 37 1 5 19 12
27-Jun-14 34 3 11 12 8
23-Jul-14 54 16 28 7 3
23-Aug-14 33 2 17 7 7
23-Sep-14 40 4 17 12 7
24-Okt-14 32 13 14 4 1
2. Tingkat kematangan gonad (TKG) pada Ikan Peperek jantan di Perairan Selat Sunda
Sampling N TKG I TKG II TKG III TKG IV
30-May-14 52 19 14 14 5
27-Jun-14 66 49 10 4 3
23-Jul-14 51 18 13 10 10
23-Aug-14 53 20 4 9 20
23-Sep-14 50 40 5 5 0
24-Okt-14 44 26 14 4 0
TKG betina Jantan ei betina jantan
I 39 172 105 41, 9170 41, 9170
II 92 60 76 3, 3684 3, 3684
III 61 46 51 1, 7524 1, 7524
IV 38 38 38 0 0
n 230 316
Xhit 94, 0758
Xtab 3, 1824
Hipotesis
H0 : proporsi ikan betina dan jantan seimbang H1 : proporsi ikan betina dan jantan tidak seimbang
29 Lampiran 4 Ukuran pertama kali matang gonad (Lm) Ikan Peperek (Eublekeeria
30
Lampiran 5 Pendugaan pertumbuhan Von Bertalanffy Ikan Peperek (Eublekeeria splendens) di Perairan Selat Sunda
1. Ikan Peperek betina
L∞ = 172, 73 mm
K = 0, 820 per tahun
Log (t0) = -0, 3922 – 0, 2752 (Log L∞ ) – 1, 0380 (Log K)
= -0, 3922 – 0, 2752 (Log 172, 73) – 1, 0380 (Log 0, 820) = -0,9184
-t0 = 10-0,9184
t0 = -0, 1206 tahun
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200
-1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
L
t
(m
m
)
waktu (bulan)
Lt = 173,72 (1-e[-0,83(+0,1206)] )
31 Lampiran 5 (lanjutan)
2. Ikan Peperek jantan
L∞ = 183, 23 mm
K = 0, 640 per tahun
Log (t0) = -0, 3922 – 0, 2752 (Log L∞ ) – 1, 0380 (Log K)
= -0, 3922 – 0, 2752 (Log 183, 23) – 1, 0380 (Log 0, 640) = -0,81379
-t0 = 10-0,81379
t0 = -0, 1535 tahun
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200
-1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
L
t
(m
m
)
waktu (bulan)
Lt=183,23 (1-e [-0,64(+0,1535)])
32
a = 10,4334 b = -3,7273 (kolom yang ditandai garis merupakan data yang diregresikan)
a = 9,3428 b = -2,4049 (kolom yang ditandai garis merupakan data yang diregresikan)
M = 0,8 e (-0,0152-0,279 (Ln L∞) + 0,6543 (Ln K) + 0,463 Ln t ) = 0,6640
Z = 2,4049
33 Lampiran 7 Standarisasi alat tangkap pada Ikan Peperek (Eublekeeria splendens) di
Perairan Selat Sunda dari tahun 2004-2013 a. Alat tangkap berdasarkan proporsi tangkapan
Tahun payang
Catch (ton) Total hasil tangkapan (ton) Effort (trip) Proporsi Effort
2004 - 0,0000
2005 75,8 2.455 112.201 0,0309 3.465
2006 0,0000
2007 0,0000
2008 0,0000
2009 0,0000
2010 17,8 2.383 62.223 0,0075 465
2011 17,1 19.310 351.091 0,0009 310
2012 8,9 19.854 0,0004 519
2013 3,9 19.290 704.585 0,0002 141
Tahun dogol
Catch (ton) Total hasil tangkapan (ton) Effort (trip) Proporsi Effort
2004 443 3.743 120.738 0,1183 14.287 2005 371 3.198 78.295 0,1161 9.089
2006 436 2.775 51.210 0,1571 8.044 2007 438 2.852 64.364 0,1535 9.877
2008 444 2.943 100.046 0,1510 15.103
2009 388 2.859 111.919 0,1359 15.206 2010 345 2.725 121.309 0,1267 15.370
2011 296 16.182 884.772 0,0183 16.182
2012 278 16.810 828.460 0,0165 13.698 2013 260 16.793 814.222 0,0155 12.608
Tahun pukat pantai (arad)
Catch (ton) Total hasil tangkapan (ton) Effort (trip) Proporsi Effort
2004 471,5 1.958 31.130 0,2408 7.497
2005 395 2.745 110.201 0,1439 15.856
2006 527,8 3.214 56.593 0,1642 9.294
2007 538,5 3.290 75.619 0,1637 12.378
2008 544,8 3.498 121.455 0,1557 18.914
2009 462,3 3.387 147.656 0,1365 20.155
2010 452,57 3.114 128.651 0,1453 18.699
2011 423,75 18.070 770.560 0,0235 18.070
2012 411,59 17.460 605.609 0,0236 14.276
34
Lampiran 7 (lanjutan)
Tahun pukat cincin
Catch (ton) Total hasil tangkapan (ton) Effort (trip) Proporsi Effort
2004 2005 2006 2007
2008 51,7 4.325 149.914 0,0120 1.792 2009 50,4 4.072 142.842 0,0124 1.768 2010 85,69 3.668 235.036 0,0234 5.491 2011 123,29 6.597 352.992 0,0187 6.597 2012 138,53 7.767 416.462 0,0178 7.428 2013 131,29 7.653 247.934 0,0172 4.253
Tahun jaring insang hanyut
Catch (ton) Total hasil tangkapan (ton) Effort (trip) Proporsi Effort
2004 2005 2006 2007 2008 2009
2010 4,53 2.269 5.915.130 0,0020 11.808 2011 7,76 11.549 17.188.067 0,0007 11.549 2012 28,33 12.489 4.412.712 0,0023 10.010 2013 31,01 12.176 2.805.828 0,0025 7.146
Tahun jaring insang tetap
Catch (ton) Total hasil tangkapan (ton) Effort (trip) Proporsi Effort
2004 2005
2006 417,2 2.694 56.924 0,1549 8.815 2007 388,6 2.811 72.938 0,1383 10.084
2008 280,7 3.094 162.179 0,0907 14.715
2009 254,1 2.712 149.678 0,0937 14.022 2010 253,59 2.565 153.554 0,0989 15.184
2011 233,41 15.942 1.088.845 0,0146 15.942
2012 235,18 17.352 1.055.404 0,0136 14.304
35
b. Tangkapan Ikan Peperek dan upaya tangkap per alat tangkap
36
Lampiran 7 (lanjutan)
Th J.insang hanyut J.insang tetap Bagan Rakit Bagan Tancap
C f C f C f C f
2004 - - - - 506, 1 20.910 475, 9 20.697
2005 - - - - 442, 0 32.178 359, 1 35.327 2006 - - 417, 2 8.815 - - - -
2007 - - 388, 6 10.084 - - - -
2008 - - 280, 7 14.715 123, 6 22.106 54, 0 22.099 2009 - - 254, 1 14.022 119, 9 18.907 47, 2 14.052
2010 4, 5 11.808 253, 6 15.184 120, 3 27.137 43, 1 16.616 2011 7, 8 11.549 233, 4 15.942 119, 3 12.768 35, 3 21.217 2012 28, 3 10.010 235, 2 14.304 116, 8 20.744 33, 7 10.499 2013 31, 0 7.146 239, 1 5.299 104, 3 17.790 28, 8 6.330
71,6 40.513 2.301,9 98.366 1.652,3 172.540 1.077,1 146.836
ALAT TANGKAP C (ton) f (trip) CPUE (ton/trip) FPI
Payang 123, 4 4.900 0, 0252 0, 8108
Dogol 3.699,5 129.465 0, 0286 0, 9202
Pukat Pantai (Arad) 4.588,4 147.757 0, 0311 1, 0000
Pukat Cincin 580, 9 27.329 0, 0213 0, 6845
Jaring Insang Hanyut 71, 6 40.513 0, 0018 0, 0569 Jaring Insang Tetap 2.301, 9 98.366 0, 0234 0, 7536
Bagan Rakit 1.652, 3 172.540 0, 0096 0, 3084
37 splendens) di Perairan Selat Sunda
Parameter Schaefer Fox
38
Lampiran 9 Standarisasi alat tangkap pada Ikan Peperek (Eublekeeria splendens) di Perairan Selat Sunda tahun 2004-2013 berdasarkan data triwulan
39 Lampiran 9 (lanjutan)
Tahun Pukat Cincin
C1 C2 C3 C4 f1 f2 f3 f4
2004
2005
2006
2007
2008 51,7 1.792
2009 50,4 1.768
2010 25,1 54,69 4,1 1,8 1.277 1.652 1.350 1.212
2011 34,24 69,83 17,84 1,38 1.667 1.820 1.790 1.320
2012 38,05 80,76 18,63 1,09 1.735 2.030 1.203 2.460
2013 30,13 82,53 18,63 0 1.548 1.070 1.635
127,52 389,91 59,2 4,27 6.227 10.132 5.978 4.992
Tahun Jaring insang hanyut
C1 C2 C3 C4 f1 f2 f3 f4
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010 2,76 0,77 0,7 0,3 3.858 2.325 2.914 2.711
2011 3,8 1,13 1,35 1,48 3.441 2.376 2.990 2.742
2012 3,44 21,3 0,25 3,34 3.576 2.917 637 2.880
2013 3,9 21,85 0 5,26 3.420 599 0 3.126
13,9 45,05 2,3 10,38 14.295 8.217 6.541 11.459
Tahun Jaring insang tetap
C1 C2 C3 C4 f1 f2 f3 f4
2004
2005
2006 98 106,4 106,4 106,4 3.960 742 696 3.417
2007 87 93 96,3 112,3 2.008 2.956 2.480 2.640
2008 2,3 72,4 95,8 110,2 4.410 3.120 3.540 3.645
2009 2,1 70,4 86,2 95,4 4.425 2.997 3.120 3.480
2010 1,11 71,28 85,2 96 5.576 2.948 3.540 3.120
2011 2,56 60,06 73,7 97,09 5.249 3.199 3.613 3.881
2012 4,48 60,66 84,83 85,21 5.376 3.792 720 4.416
2013 0 63,68 90,25 85,21 709 4.590
40
Lampiran 9 (lanjutan)
Tahun Bagan Rakit
C1 C2 C3 C4 f1 f2 f3 f4
2004 145,9 150,4 130,4 79,4 5.445 5.445 4.695 5.325
2005 120,4 115 122,4 84,2 9.626 9.056 6.950 6.546
2006
2007
2008 91,8 28,7 3,1 11.055 5.672 5.379
2009 90,2 27,5 2,2 18.907
2010 91,58 27,89 0,4 0,4 6.926 4.980 8.541 6.690
2011 93 26,33 6.434 6.334
2012 92,84 22,39 1,13 0,46 6.388 6.379 1.557 7.320
2013 84,72 14,93 4,6 5.980 2.554 3.876 7.380
810,44 413,14 254,33 174,36 70.761 40.420 25.719 38.640
Tahun Bagan Tancap
C1 C2 C3 C4 f1 f2 f3 f4
2004 135,6 136 124,7 79,6 5.667 5.667 4.260 5.103
2005 109,4 94 96,7 59 10.577 8.650 8.240 7.860
2006
2007
2008 39 10,7 1,2 3,1 6.612 6.311 5.720 3.456
2009 35 9,7 2,5 5.739 5.278 3.035
2010 32,58 8,5 2 5.795 4.791 6.030
2011 26,07 7,2 0,86 1,12 6.437 4.807 5.268 4.705
2012 25,49 8,2 5.897 4.602
2013 23,46 5,38 5.967 362
426,6 279,68 223,46 147,32 52.691 40.469 23.488 30.189
ALAT TANGKAP C1 C2 C3 C4 f1 f2 f3 f4
Payang 23,72 88,84 6,78 4,04 466 3.826 347 261
Dogol 1062,09 917,04 811,81 908,56 36.592 31.785 26.942 34.136
Pukat Pantai (Arad) 790,03 1544,4 1134,24 1119,76 40.814 38.937 33.216 39.112
Pukat Cincin 127,52 389,91 59,2 4,27 6.227 10.132 5.978 4.992
J. Insang Hanyut 13,9 45,05 2,3 10,38 14.295 8.218 6.541 11.459
J. Insang Tetap 197,55 597,88 718,68 787,81 31.004 20.467 17.710 29.189
Bagan Rakit 810,44 413,14 254,33 174,36 70.761 40.420 25.719 38.640