i
PRODUKSI DAN KARAKTERISASI HIDROLISAT JEROAN
IKAN KAKAP PUTIH (
Lates calcarifer
)
CHOLIFAH
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
iii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Produksi dan Karakterisasi Hidrolisat Protein Jeroan Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer)” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2014
Cholifah
ABSTRAK
CHOLIFAH. Produksi dan Karakterisasi Hidrolisat Protein Jeroan Kakap Putih
(Lates calcarifer). Dibimbing oleh TATI NURHAYATI dan ELLA SALAMAH.
Jeroan ikan adalah bahan baku dengan kualitas rendah atau limbah yang jika tidak dimanfaatkan dapat menimbulkan masalah lingkungan dan kesehatan. Jeroan ikan kakap putih memiliki kadar protein tinggi (31,20%±0,03 bk) dan lemak (61,44%±1,22 bk). Kandungan lemak dapat mempengaruhi proses hidrolisis sehingga membutuhkan proses pembuangan lemak (deffating).
Deffating mampu menurunkan lemak sebesar 2,95% (bk) dari lemak awal yakni 61,44%±1,22 (bk) menjadi 58,71%±0,65 (bk). Proses hidrolisis jeroan ikan kakap putih menggunakan enzim papain dengan aktivitas 30 Usp/mL dengan konsentrasi enzim 0,15% (b/v), suhu 55°C, pH 8 selama 4 jam. Karakteristik produk hidolisat jeroan ikan kakap putih (Lates calcarifer) yakni kadar air (10,82±0,84%), kadar protein (62,85%±0,72), kadar lemak (0,84%±0,28), kadar abu (7,30%±0,03), karbohidrat (18,19%±1,32) dan daya cerna protein sebesar 87,03%. Hidrolisat protein jeroan ikan kakap putih memiliki kandungan 15 jenis asam amino. Asam amino tertinggi yakni asam glutamat (10,75%), sedangkan asam amino terendah yakni histidin (1,38%). Hidrolisat protein dapat diaplikasikan sebagai sumber protein dalam pakan ikan.
Kata kunci: deffating, hidrolisat, jeroan, papain.
ABSTRACT
CHOLIFAH. Production and Characterization the Hydrolysates of Protein Barramudi (Lates calcarifer) Viscera. Supervised by TATI NURHAYATI and ELLA SALAMAH.
Viscera of Barramudi are low quality raw materials or waste, which might environmental and health problems if it’s not utilized. Barramudi viscera have high protein value (31.20%±0.33 bk) and fat (61.44%±1.22 bk). The fat content effects the process hydrolysis, so it requires process of disposal fat (deffating). Process deffating can reduce fat content from 61.44%±1.22 (bk) into 58.71%±0.65 (bk). Hydrolysis barramudi viscera using enzyme papain with activity 30 usp/mL. Optimal concentration of papain used for hydrolisis of barramudi viscera protein is 0.15% with hydrolisis time for 4 hours, temperature 55°C and pH 8. Characteristic products hydrolysates barramudi viscera (Lates calcarifer) has the water content (10.82%±0.84); ash content (7.30%±0.03); protein content (62.85%±0.72); fat content (0.84%±0.28); and carbohydrate (18.19%±1.32); protein digestibility (87.03%). Hydrolysates protein viscera barramundi has 15 content of amino acid, the highest and lowest amino acid, respectively, glutamic acid (10.75%) and histidine (1.38%). Hidrolisat protein can be applied as a source of protein in fish feed.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada
Departemen Terknologi Hasil Perairan
PRODUKSI DAN KARAKTERISASI HIDROLISAT
JEROAN IKAN KAKAP PUTIH
(Lates calcarifer
)
CHOLIFAH
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Judul Skripsi : Produksi dan Karakterisasi Hidrolisat Jeroan Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer)
Nama : Cholifah
NIM : C34090047
Program Studi : Teknologi Hasil Perairan
Disetujui oleh
Dr Tati Nurhayati, SPi, MSi Pembimbing I
Dra Ella Salamah, MSi Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Ir Joko Santoso, MSi Ketua Departemen
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2013 sampai Juli 2013 ini adalah hidrolisat protein dengan judul “Produksi dan Karakterisasi Hidrolisat Jeroan Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer)”. Terima kasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu selama proses penyusunan skripsi ini, terutama kepada:
1. Ibu Dr Tati Nurhayati, SPi, MSi. dan Ibu Dra Ella Salamah, MSi selaku pembimbing yang telah memberikan pengarahan serta bimbingan pada penyusunan skripsi ini.
2. Bapak Roni Nugraha, SSi, MSi yang selalu mendukung dan memberi pengarahan serta bimbingannya selama penyusunan skripsi ini.
3. Dr Ir Joko Santoso, MSi selaku ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan.
4. Bapak Ma’mun Ali dan ibunda Sri Rahayu yang selalu memberikan dukungan, kasih sayang, dan do’a untuk kesuksesan penulis
5. Kakak dan adik tersayang yang selalu memberi dukungan dan semangat. 6. Teman-teman seperjuangan terutama untuk Asti Latifah dan Casti Hasan
Sanapi yang selalu menemani dan memberikan dukungan kepada penulis. 7. Teman-teman luar biasa yang selalu memberi semangat Ovintya, Lukman
Hakim, Batara Dharma.
8. Rekan-rekan THP 46, kakak-kakak THP 44 (Kak Made), kakak THP 43 (Kak Yayan), dan rekan rekan laboratorium karakteristik bahan baku (PBB).
Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih banyak kekurangannya. Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan penulis. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.
Bogor, Januari 2014
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... x
PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ... 1
Perumusan Masalah ... 1
Tujuan Penelitian ... 2
Manfaat Penelitian ... 2
Ruang Lingkup Penelitian ... 2
METODE PENELITIAN ... 2
Bahan ... 2
Alat ... 2
Prosedur Penelitian ... 3
Preparasi bahan baku ... 3
Proses pembuangan lemak (deffating) ... 3
Penentuan kondisi terbaik ... 4
Hidrolisis protein ... 4
Perhitungan derajat hidrolisis ... 4
Karakterisasi produk hidrolisat ... 5
Analisis proksimat ... 5
Analisis daya cerna protein... 6
Analisis asam amino (HPLC) ... 7
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 8
Rendemen Jeroan Ikan Kakap Putih ... 8
Komposisi Kimia Jeroan Ikan Kakap Putih ... 9
Pembuangan Komponen Lemak ... 10
Penentuan Kondisi Terbaik Hidrolisis... 10
Karakteristik Hidrolisat Protein Jeroan Ikan Kakap Putih ... 13
Komposisi Asam Amino Hidrolisat Protein ... 15
KESIMPULAN DAN SARAN ... 17
Kesimpulan ... 17
Saran ... 17
DAFTAR PUSTAKA ... 17
LAMPIRAN ... 20
DAFTAR TABEL
1 Elusi gradien pada metode HPLC ... 8
2 Komposisi kimia beberapa jeroan ikan ... 9
3 Analisis proksimat jeroan ikan kakap putih setelah deffating... 10
4 Karakteristik beberapa produk hidrolisat protein. ... 13
5 Karakteristik beberapa aplikasi produk hidrolisat. ... 15
6 Komposisi asam amino beberapa produk hidrolisat. ... 16
DAFTAR GAMBAR
1 Diagram alir prosedur penelitian ... 32 Rendemen jeroan ikan kakap putih ... 8
3 Nilai rata-rata derajat hidrolisis dengan konsentrasi enzim yang berbeda. ... 11
4 Nilai rata-rata derajat hidrolisis dengan waktu yang berbeda ... 12
5 Nilai rata-rata derajat hidrolisis dengan tingkat keasaman yang berbeda. ... 13
DAFTAR LAMPIRAN
1 Kromatogram standar asam amino ... 202 Kromatogram sampel hidrolisat protein ... 21
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pengolahan industri perikanan, menghasilkan limbah berupa bagian ikan yang tidak terpakai atau terbuang misalnya kepala, sirip, dan jeroan (isi perut). Pengolahan industri perikanan menghasilkan sekitar 25-30% limbah, yakni sekitar 3,6 juta ton pertahun (KKP 2007). Limbah merupakan bahan baku dengan kualitas rendah yang jika tidak dimanfaatkan dapat menimbulkan masalah lingkungan, kesehatan, dan ekonomi.
Bhaskar et al. (2008) menyatakan bahwa limbah industri perikanan misalnya jeroan memiliki kandungan protein dan lemak tak jenuh yang tinggi. Kandungan protein dalam jeroan ikan Sturgeon (Acipenser persicus) 15,48%; ikan
Catla (Catla catla) 8,52%; dan ikan tongkol 16,72% (Bhaskar et al. 2008; Ovissipour et al. 2009; Nurhayati et al. 2013). Limbah industri perikanan berupa jeroan ikan dapat dimanfaatkan sebagai sumber bahan baku pembuatan protein hidrolisat dan dapat meminimalisir masalah lingkungan (Bhaskar dan Mahendrakar 2008). Hidrolisat protein merupakan suatu proses pemutusan ikatan peptida pada struktur protein menjadi ikatan yang lebih sederhana melalui proses hidrolisis baik menggunakan enzim, asam, maupun basa. Reaksi hidrolisis ini akan menghasilkan hidrolisat protein yang berkualitas karena pH, kondisi suhu, dan waktu hidrolisis yang terkontrol (Kristinson 2007). Hidrolisis menggunakan enzim berlangsung secara spesifik yang dapat mempengaruhi pembentukan peptida dan asam-asam amino yang dapat mempengaruhi proses modifikasi karakteristik fungsional protein.
Jeroan ikan memiliki kandungan lemak yang cukup tinggi dan dapat mempengaruhi proses hidrolisis sehingga perlu dilakukan proses pembuangan komponen lemak (Bhaskar dan Mahendrakar 2008). Hal ini dimaksudkan agar proses hidrolisis berlangsung secara optimal dan menjaga kestabilan produk selama penyimpanan (Bhaskar et al. 2008). Optimalisasi dalam pembuatan hidrolisat protein jeroan ikan perlu dilakukan dengan pembuangan komponen lemak. Aplikasi produk hidrolisat telah banyak dikembangkan sebagai media pertumbuhan bakteri yakni pepton. Namun, informasi mengenai aplikasi produk hidrolisat protein untuk pangan maupun pakan sangat sedikit dilakukan. Penelitian mengenai hidrolisat protein ikan telah banyak dilakukan menggunakan berbagai jenis ikan dan enzim. Penelitian hidrolisat protein menggunakan limbah khususnya jeroan ikan masih sangat sedikit dilakukan. Oleh karena itu, informasi mengenai kondisi terbaik hidrolisis dan karakteristik produk hidrolisat protein perlu dilakukan.
Perumusan masalah
2
Tujuan penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kondisi terbaik pembuatan hidrolisat protein dengan perlakuan konsentrasi enzim, waktu hidrolisis, dan tingkat keasaman (pH) yang berbeda; serta karakterisasi produk hidrolisat protein yang dihasilkan.
Manfaat penelitian
Penelitian ini memberikan informasi kondisi terbaik meliputi konsentrasi enzim, waktu hidrolisis, dan tingkat keasaman (pH) dalam pembuatan hidrolisat protein jeroan ikan.
Ruang lingkup penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah limbah hasil perikanan yakni jeroan ikan kakap putih yang digunakan sebagai bahan baku. Penelitian ini mencangkup proses pembuatan hidrolisat protein dan penentuan kondisi terbaik; serta membandingkan karakterisasi produk hidrolisat dengan produk hidrolisat komersial.
METODE
Penelitian produksi dan karakterisasi hidrolisat jeroan ikan kakap putih dilaksanakan mulai bulan Februari 2013 sampai Juli 2013. Preparasi sampel dilakukan di laboratorium Pengetahuan Bahan Baku Industri Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Analisis proksimat di laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Pusat Antar Universitas Institut Pertanian Bogor. Analisis daya cerna dilakukan di laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Analisis kandungan asam amino dilakukan di laboratorium Terpadu Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Bahan
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah jeroan ikan kakap putih yang berasal dari industri pembekuan fillet kakap PT. Fega Marikultura, Kawasan Industri Tangerang. Bahan-bahan utama yang digunakan adalah akuades, enzim papain dengan aktivitas 30 usp/mL, NaOH, kertas pH, formaldehid 35%. Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis proksimat adalah akuades, selenium, H2SO4, NaOH, HCl, asam borat (H3BO3), kertas saring, kapas, dan pelarut heksana. Bahan yang digunakan untuk analisis daya cerna adalah HCl 0,1 N, enzim pepsin, NaOH 0,5 N, pankreatin, larutan bufer fosfat 0,2 M pH 8. Analisis asam amino dilakukan menggunakan bahan HCl 6 N dan 0,01 N, gas N2, larutan bufer kalium borat pH 10,4, pereaksi ortoftalaldehida (OPA) dan metanol.
Alat
3 dengan menggunakan tabung Kjeldahl. Analisis asam amino dengan menggunakan High Performance Liquid Chromatography (HPLC).
Prosedur Penelitian
Tahapan penelitian ini meliputi sampling sampel jeroan ikan kakap putih, preparasi sampel, pembuangan komponen lemak (deffating), penentuan kondisi optimum, dan analisis kimia yang terdiri dari analisis proksimat, daya cerna, dan asam amino. Prosedur kerja penelitian seperti disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1 Diagram alir metode penelitian. Preparasi bahan baku
Jeroan ikan kakap putih dibersihkan dan dipisahkan menjadi masing-masing bagian (lambung, usus, hati dan limfa) yang akan digunakan sebagai bahan baku hidrolisat. Lemak yang melapisi bagian jeroan dibuang atau tidak terpakai, selanjutnya dilakukan penimbangan bagian jeroan (lambung, usus, hati, limfa).
Proses pembuangan lemak (deffating) (Bhaskar et al. 2008) yang dimodifikasi Pembuangan komponen lemak dalam jeroan ikan dilakukan dengan menggunakan suhu rendah. Sampel jeroan ikan dicampur dengan air (1:1) menggunakan homogenizer dan dipanaskan dengan suhu 85°C selama 20 menit, kemudian didinginkan. Sampel yang telah dingin disentrifuse pada 6.000 g suhu 10°C selama 20 menit dengan tujuan untuk menghilangkan lapisan lemak sehingga diperoleh residu yang kaya akan protein.
Analisis asam amino Analisis daya cerna
Analisis proksimat
Jeroan ikan
Preparasi sampel
Penentuan kondisi optimum proses hidrolisis
Pembuangan lemak (deffating)
Produk Hidrolisat
Waktu hidrolisis Tingkat keasaman (pH)
4
Penentuan kondisi terbaik hidrolisis
Penentuan kondisi terbaik hidrolisis dievaluasi melalui tiga parameter yang berbeda yakni konsentrasi enzim terbaik, waktu hidrolisis terbaik dan tingkat keasaman (pH) terbaik. Konsentrasi enzim papain yang digunakan dalam penentuan kondisi hidrolisis terbaik yaitu 0% (b/v) (tanpa penambahan enzim/kontrol); 0,05% (b/v); 0,1% (b/v); 0,15% (b/v); 0,2% (b/v). Waktu hidrolisis yang digunakan yaitu 2 jam, 3 jam, 4 jam dan 5 jam. Tingkat keasaman (pH) hidrolisis yang digunakan yaitu 5, 6, 7, 8, 9. Penentuan kondisi terbaik dilakukan dengan perhitungan derajat hidrolisis.
Hidrolisis protein (Nurhayati et al. 2007) yang dimodifikasi
Pembuatan hidrolisat protein ikan dilakukan melalui reaksi hidrolisis enzimatis menggunakan enzim papain. Filtrat yang kaya akan protein dari hasil pembuangan komponen lemak dihomogenasikan menggunakan air dengan perbandingan 1:2. Hidrolisis dilakukan menggunakan waterbath shaker pada suhu 55°C dengan kondisi konsentrasi enzim, waktu hidrolisis, dan tingkat keasaman (pH) tertentu. Nilai pH campuran diatur hingga mencapai pH tertentu dengan menambahkan larutan NaOH 4 M dan atau larutan HCl 0,1 M.
Larutan selanjutnya diinaktivasi pada suhu 80-85°C selama 20 menit dengan tujuan untuk menghentikan proses hidrolisis. Sampel diendapkan selama 24 jam untuk memisahkan komponen lemak dan filtrat kemudian disaring menggunakan kain belacu dan kertas saring. Hasil hidrolisis dikeringkan menggunakan metode
freeze dryer.
Perhitungan derajat hidrolisis
Derajat hidrolisis protein dilakukan dengan metode titrasi formol melalui pembandingan nilai N-terasimilasi terhadap nilai total nitrogen sampel. Derajat hidrolisis protein diperoleh melalui perhitungan sebagai berikut :
terasimilasi total bahan
Nitrogen total dihitung berdasarkan metode Kjeldhal. N-terasimilasi diperoleh menggunakan metode titrasi formol (Gump et al. 1995 diacu dalam Wardana 2008). Sebanyak 0,5 mL hidrolisat diencerkan menggunakan akuades hingga mencapai volume 10 mL. Hasil pengenceran dinetralkan dengan larutan NaOH 0,2 N hingga mencapai nilai kisaran pH 8,0. Selanjutnya, ke dalam sampel dimasukkan 2 mL formaldehid yang sebelumnya telah dinetralkan menggunakan larutan NaOH 0,2 N hingga kisaran pH 8,0. Hasil pencampuran sampel dengan formaldehid dititrasi menggunakan NaOH 0,02 N hingga mencapai kisaran pH 8,0. Jumlah produk berupa asam amino dinyatakan dalam bentuk nilai nitrogen terasmilasi yang diperoleh melalui perhitungan menggunakan persamaan sebagai berikut:
N- terasimilasi = Vol. NaOH x N NaOH x BM N x faktor pengenceran keterangan:
5 Karakterisasi produk hidrolisat
Karakterisasi produk hidrolisat dilakukan dengan analisis proksimat produk, analisis daya cerna produk dengan menggunakan enzim pepsin, dan analisis asam amino dengan metode HPLC.
1. Analisis proksimat
Analisis proksimat merupakan suatu analisis yang dilakukan untuk mengetahui komposisi kimia suatu bahan yang meliputi analisis kadar air, abu, protein, lemak dan karbohidrat.
a. Analisis kadar air (AOAC 2005)
Analisis kadar air dilakukan dengan cara mengeringkan cawan porselen dalam oven pada suhu 105oC selama 1 jam. Cawan tersebut diletakkan ke dalam desikator (kurang lebih 15 menit) dan dibiarkan sampai dingin kemudian ditimbang. Cawan tersebut ditimbang kembali hingga beratnya konstan. Sebanyak 1 gram sampel dimasukkan ke dalam cawan tersebut, kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 105oC selama 8 jam atau hingga beratnya konstan. Setelah selesai, cawan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam desikator dan dibiarkan sampai dingin dan selanjutnya ditimbang kembali.
Perhitungan kadar air: adar air B B B B
Keterangan :
B0 = Berat cawan kosong (gram)
B1 = Berat cawan yang diisi dengan sampel (gram)
B2 = Berat cawan dengan sampel yang sudah dikeringkan (gram) b. Analisis kadar abu (AOAC 2005)
Cawan abu porselen dibersihkan dan dikeringkan di dalam oven bersuhu sekitar 105oC selama 30 menit. Cawan abu porselen tersebut dimasukkan ke dalam desikator (30 menit) dan kemudian ditimbang. Sampel sebanyak 1 gram ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam cawan abu porselen. Selanjutnya dibakar di atas kompor listrik sampai tidak berasap dan dimasukkan ke dalam tanur pengabuan dengan suhu 600oC selama 2 jam. Cawan dimasukkan di dalam desikator dibiarkan sampai dingin dan kemudian ditimbang.
Perhitungan kadar abu:
adar abu bobot setelah tanurberat sampel a al g ca an kosong
c. Analisis kadar protein (AOAC 2005)
6
didinginkan. Setelah dingin, ke dalam labu Kjeldahl ditambahkan 50 mL akuades dan 20 mL NaOH 40%, kemudian destilasi dengan suhu destilator 100oC. Hasil destilasi ditampung dalam labu erlenmeyer 125 mL yang berisi campuran 10 mL asam borat (H3BO3) 2% dan 2 tetes indikator bromcherosol green-methyl red yang berwarna merah muda. Setelah volume destilat mencapai 40 mL dan berwarna hijau kebiruan, maka proses destilasi dihentikan. Destilat kemudian dititrasi dengan HCl 0,1 N sampai terjadi perubahan warna merah muda. Volume titran dibaca dan dicatat. Larutan blanko dianalisis seperti contoh.
Perhitungan kadar protein:
adar protein m l m blanko l , mg contoh faktor koreksi ,
d. Analisis kadar lemak (AOAC 2005)
Sampel seberat 5 gram (W1) dimasukkan ke dalam kertas saring. Kedua ujung bungkus ditutup dengan kapas bebas lemak dan selanjutnya dimasukkan ke dalam selongsong lemak. Sampel yang telah dibungkus dimasukkan ke dalam labu lemak yang sudah ditimbang berat tetapnya (W2) dan disambungkan dengan tabung sokhlet. Selongsong lemak dimasukkan ke dalam ruang ekstraktor tabung Sokhlet dan disiram dengan pelarut lemak (n-heksana). Kemudian dilakukan refluks selama 6 jam. Pelarut lemak yang ada dalam labu lemak didestilasi hingga semua pelarut lemak menguap. Pada saat destilasi pelarut akan tertampung di ruang ekstraktor, pelarut dikeluarkan sehingga tidak kembali ke dalam labu lemak, selanjutnya labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105°C, setelah itu labu didinginkan dalam desikator sampai beratnya konstan (W3).
7 Kandungan protein sampel yang menempel dikertas saring dianalisis dengan metode Kjeldahl (AOAC 2005). Daya cerna protein in vitro dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
aya cerna protein total proteintotal protein protein tidak tercerna
3. Analisis asam amino
Analisis asam amino dilakukan menggunakan High Performance Liquid Chromatography (HPLC) dengan memanfaatkan reaksi pra kolom gugus amino, yaitu pereaksi ortoftalaldehida (OPA). Pereaksi ortoftalaldehida (OPA) akan bereaksi dengan asam amino primer dalam suasana basa, mengandung merkaptoetanolmembentuk senyawa yang berflouresensi sehingga dapat dideteksi dengandetektor flouresensi.Asam amino yang dianalisis mencakup 15 jenis asam amino. Asam amino yang tidak dianalisis antara lain triptofan, prolin, sistein, asparagin dan glutamin. Asam amino triptofan tidak dianalisis karena membutuhkan proses hidrolisis basa pada tahap preparasi sampel. Asam amino prolin, sistein, asparagin dan glutamintidak dianalisis karena menggunakan reaksi derivatisasi post kolom. Prosesanalisis asam amino menggunakan HPLC adalah (a) Preparasi sampel
Kadar protein sampel ditentukan terlebih dahulu dengan metode Kjeldahl. Sampel yang mengandung 3 mg protein dimasukan dalam tabung ulir, ditambahkan 2 mL HCl 6 N dan dialiri gas N2, kemudian ditutup. Sampel tersebut dihidrolisis dalam oven bersuhu 110°C selama 24 jam lalu disaring menggunakan kaca masir. Sampel tersebut dipindahkan ke labu rotary evaporator untuk dikeringkan, kemudian ditambah dengan HCl 0,01 N dan ditera sampai 25 mL. Sampel kemudian disaring dengan kertas milipore filter No. 45.
(b) Analisis asam amino dengan HPLC
Larutan bufer kalium borat pH 10,4 ditambahkan ke dalam sampel yang telah dikeringkan dengan perbandingan 1:1 sehingga diperoleh larutan sampel yang siap dianalisis. Larutan sampel tersebut dicampur dengan pereaksi ortoftalaldehida (OPA) dengan perbandingan 1:2. Hal yang sama juga dilakukan terhadap larutan standar asam amino. Larutan yang telah tercampur (baik sampel maupun standar) didiamkan selama 1 menit agar derivatisasi berlangsung sempurna. Larutan standar dan sampel diinjeksikan ke dalam kolom HPLC sebanyak μ , lalu ditunggu sampai pemisahan semua asam amino selesai. Kondisi alat HPLC pada saat dilakukan analisis :
Kolom : Ultra techspere
Fase mobil : Larutan A (Na-Asetat, Na-EDTA, metanol, THF) dan larutan B (metanol 95%, akuades) dengan gradient yang disajikan pada Tabel 1.
Detektor : Fluoresensi
onsentrasi asam amino μmol dalam sampel dapat dihitung dengan rumus:
8
Persen asam amino dalam sampel dapat dihitung dengan rumus : AA mol AA Mr AA g sampel
Tabel 1 Elusi gradient pada metode HPLC Waktu (menit) Laju aliran fase
mobil (ml/menit) % larutan B
0 1 0
1 1 0
2 1 20
5 1 20
13 1 45
15 1 45
18 1 80
19 1 100
26 1 100
28 1 0
35 1 0
HASIL DAN PEMBAHASAN
Rendemen Jeroan Ikan Kakap Putih
Rendemen merupakan bagian dari suatu bahan baku yang dapat diambil dan dimanfaatkan. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai ekonomis dan efektivitas suatu bahan atau produk. Rendemen jeroan ikan kakap putih dapat disajikan dalam Gambar 2.
Gambar 2 Rendemen jeroan ikan kakap putih
Gambar 2 menunjukkan bahwa rendemen jeroan ikan memiliki persentasi bagian tertinggi adalah lemak yakni 61,38%, diikuti dengan bagian lainnya misalnya hati, lambung, limfa dan usus yakni 24,33%; 6,63%; 0,82% dan 6,38%. Menurut Bhaskar et al. (2008) tingginya komponen lemak dalam jeroan ikan kakap putih dapat menghambat proses hidrolisis dan mempengaruhi daya simpan
lemak 61,38% hati
24.33% usus 6.83%
lambung 6.63%
9 produk. Oleh karena itu, komponen lemak tidak digunakan sedangkan komponen lain seperti hati, lambung, limfa dan usus digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan hidrolisat protein.
Komposisi Kimia Jeroan Ikan Kakap Putih
Komposisi kimia suatu bahan pangan dapat menentukan kandungan gizi bahan pangan yang meliputi air, abu, protein, lemak, dan karbohidrat. Menurut Winarno (2008) komposisi kimia yang terkandung dalam suatu bahan pangan menunjukkan seberapa besar kuantitas dan kualitas bahan tersebut untuk memberikan asupan gizi sesuai kebutuhan makhluk hidup. Komposisi kimia bahan pangan ditentukan dengan analisis proksimat. Komposisi kimia jeroan ikan kakap putih seperti disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Komposisi kimia beberapa jeroan ikan Komposisi Jeroan ikan kakap putih
(Lates calcarifer) Basis basah Basis kering Basis
basah rendah bila dibandingkan dengan jeroan ikan tongkol yakni 16,72%. Jeroan ikan kakap putih dapat dijadikan bahan baku dalam pembuatan hidrolisat protein.
Komposisi kadar air, abu, lemak, dan karbohidrat pada jeroan ikan kakap putih masing-masing 63,66%±0,28; 0,40%±0,40; 22,33%±1,22; 2,18%±1,51. Kandungan lemak yang terdapat dalam jeroan ikan kakap putih cukup tinggi yakni 22,33%±1,22. Kandungan lemak pada ikan termasuk tinggi jika mengandung lemak >15% (Hidayat 2005). Jeroan ikan kakap putih diperoleh dari ikan kakap putih yang dibudidaya dengan sistem keramba jaring apung. Ikan budidaya cenderung memiliki kandungan lemak tinggi yang disebabkan oleh jenis makanan atau pakan yang digunakan.
Pembuangan Komponen Lemak Jeroan Ikan Kakap (Deffating) Komposisi kimia jeroan ikan kakap putih menunjukkan kandungan lemak yang cukup tinggi yakni 22,33%±1,22. Kandungan lemak ini dapat menghambat proses hidrolisis dan mempengaruhi daya simpan. Proses pembuangan lemak (deffating) dilakukan dengan perlakuan suhu rendah. Bhaskar et al. (2008), proses
10
terdapat dalam bahan baku. Analisis proksimat jeroan ikan kakap putih setelah proses deffating seperti disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Analisis proksimat jeroan ikan kakap putih setelah deffating
Komposisi Jeroan ikan kakap putih
(Lates calcarifer) deffating
Jeroan ikan Catla (Catla catla)
deffatinga
Basis basah Basis kering Basis basah
Proses deffating dapat menurunkan lemak yakni dari 61,44%±1,22 menjadi 58,71%±0,65 atau sekitar 2,95% (bk). Proses deffating pada ikan Catla dapat menurunkan kandungan lemak sebesar 59,37% (bk) dari total lemak pada bahan baku. Penurunan lemak yang tidak signifikan diduga disebabkan oleh proses homogenisasi yang kurang sempurna dimana komponen usus tidak tercampur dengan sempurna dan proses sentrifugasi yang dilakukan satu tahap. Bagian usus sulit tercampur hal ini diduga disebabkan oleh sifat usus yang memiliki epitel silindris sederhana yang berlendir menutupi suatu sub-mukosa. Epitel silindris mengandung sel eosinofilik yang dibatasi oleh suatu lapisan muskularis mukosa yang rapat dan lapisan fibroelastik (Susanto 2008). Menurut Bhaskar et al. (2008) sentrifugasi yang dilakukan dalam proses deffating jeroan ikan Catla dilakukan dua tahap menggunakan kecepatan dan suhu yang sama. Proses deffating pada jeroan ikan kakap putih juga dapat menyebabkan kandungan protein menurun. Hal ini disebabkan karena pada saat proses deffating kandungan lemak menjadi terpisah namun pemanasan juga menyebabkan protein terlarut ikut terlarut dalam air (Thiansilakul et al. 2007).
.
Penentuan Kondisi Terbaik Proses Hidrolisis
11 semakin tinggi menunjukkan bahwa proses hidrolisis protein yang berlangsung juga semakin baik (Hasnaliza et al. 2010).
a. Konsentrasi enzim terbaik
Aktivitas enzim dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya konsentrasi (enzim/substrat). Informasi mengenai konsentrasi enzim terbaik sangat penting untuk menentukan enzim yang dibutuhkan agar reaksi hidrolisis dapat berjalan optimal (Whitaker 1996). Kosentrasi enzim terbaik dalam hidrolisat jeroan ikan kakap putih seperti disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3 Nilai rata-rata derajat hidrolisis hidrolisat protein jeroan kakap putih dengan konsentrasi enzim yang berbeda.
Derajat hidrolisis jeroan ikan kakap putih memiliki rentang dengan nilai terendah 10,44% dan tertinggi 12,75%. Derajat tertinggi hidrolisat protein menunjukkan kondisi terbaik hidrolisis protein yakni konsentrasi enzim papain 0,15% (b/v). Semakin besar konsentrasi enzim papain yang ditambahkan, nilai derajat hidrolisis hidrolisat protein juga semakin besar. Namun pada konsentrasi tertentu nilai derajat hidrolisis cenderung tetap atau tidak mengalami perubahan yang signifikan (Nurhayati et al. 2013). Pada kondisi tersebut enzim menjadi jenuh oleh substratnya dan tidak dapat berfungsi lebih cepat (Lehninger 1993 diacu dalam Hidayat 2005). Hal ini menjelaskan keadaan yang terjadi pada konsentrasi enzim 0,2% yang mengalami penurunan menjadi 11,20%. Menurut Mackie (1982) pada hidrolisis daging ikan terdapat pola yang khas yaitu meskipun sejumlah enzim ditambahkan secara berlebih terdapat sekitar 20% dari total nitrogen yang tidak larut.
12
b. Waktu hidrolisis terbaik
Proses hidrolisis dipengaruhi oleh konsentrasi substrat, konsentrasi enzim, suhu, pH, dan waktu (Muchtadi et al. 1992). Semakin lama waktu yang digunakan maka proses hidrolisis berjalan lebih sempurna (Gesualdo dan Li-Chan 1999). Waktu hidrolisis terbaik jeroan ikan kakap putih seperti disajikan pada Gambar 4.
Gambar 4 Nilai rata-rata derajat hidrolisis protein jeroan kakap putih pada waktu hidrolisis yang berbeda.
Berdasarkan gambar 4, derajat hidrolisis protein jeroan ikan kakap putih pada waktu hidrolisis yang berbeda menunjukkan bahwa derajat hidrolisis terendah terdapat pada perlakuan waktu 2 jam yakni 14,76%, dan tertinggi pada pelakuan waktu 4 jam yakni 23,10%. Nilai derajat hidrolisis tertinggi menunjukkan kondisi waktu hidrolisis terbaik. Jumlah protein terhidrolisis akan meningkat dengan meningkatnya waktu hidrolisis hingga mencapai keadaan stasioner dan menunjukkan nilai linear (Coligan et al. 2002). Hal ini digambarkan dengan perlakuan waktu hidrolisis 2 sampai 4 jam terjadi peningkatan nilai derajat hidrolisis namun pada perlakuan waktu 5 jam derajat hidrolisis cenderung menurun yakni 20,36%. Waktu hidrolisis dipengaruhi oleh jenis bahan baku dan konsentrasi enzim yang digunakan. Nurhayati et al. (2013) menyatakan bahwa waktu hidrolisis optimum jeroan ikan tongkol yakni 3 jam dengan konsentrasi enzim papain 3,277 U/mg. Hasil waktu hidrolisis terbaik digunakan pada tahap selanjutnya.
c. Tingkat keasaman (pH) terbaik
13
Gambar 5 Nilai rata-rata derajat hidrolisis protein jeroan ikan kakap putih pada tingkat keasaman (pH) yang berbeda.
Berdasarkan nilai derajat hidrolisis dapat diketahui bahwa proses hidrolisis jeroan ikan kakap putih memiliki nilai terendah yakni 13,99% pada perlakuan pH 5 dan tertinggi pada pH 8 yakni 18,32%. Tingkat keasaman (pH) dipengaruhi oleh karakteristik enzim yang digunakan. Proses hidrolisis jeroan ikan kakap putih dilakukan menggunakan enzim papain. Tingkat keasaman (pH) terbaik hidrolisis kerang hijau yakni pada pH 6 menggunakan enzim papain (Amalia 2007). Enzim papain memiliki kisaran nilai pH yang luas yakni pada pH 6 sampai 8, sedangkan pH dibawah 3 atau diatas 12 dapat menyebabkan denaturasi papain secara tidak dapat balik (irreversible) (Nurhayati et al. 2007).
Karakteristik Hidrolisat Protein Jeroan Ikan Kakap Putih (Lates calcalifer)
Proses hidrolisat protein dilakukan dengan enzim papain dengan aktivitas 30 Usp/mL dengan konsentrasi enzim 0,15% (b/v), suhu 55°C, pH 8 selama4 jam. Nilai derajat hidrolisis pada produk hidrolisat yang telah dikeringkan (freeze dry) sebesar 20,70%. Hidrolisat yang dihasilkan memiliki beberapa karakteristik diantaranya kandungan gizi yang terdapat dalam produk, presentasi daya cerna dan kandungan asam amino. Analisis proksimat hidrolisat jeroan ikan kakap putih seperti disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Karakteristik beberapa produk hidrolisat protein Komposisi Hidrolisat jeroan ikan
14
dibandingkan dengan kandungan air pada hidrolisat jeroan ikan catla (7,66%) dan ikan sturgeon (4,45%). Hal ini disebabkan oleh perbedaan metode pengeringan yang digunakan (Purbasari 2010). Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan acceptability, kesegaran, dan daya tahan bahan (Winarno 2008). Proses pengeringan yang dilakukan bertujuan untuk menurunkan kadar air dalam produk sehingga daya simpan produk hidrolisat semakin baik.
Kandungan lemak yang terdapat dalam produk hidrolisat yakni 0,84%±0,28. Kandungan lemak dalam produk hidrolisat jeroan ikan kakap putih lebih kecil jika dibandingkan dengan hidrolisat ikan Catla. Kandungan lemak dalam produk hidrolisat diduga dipengaruhi oleh karakteristik bahan baku yang digunakan serta proses pemisahan lemak setelah hidrolisis. Proses pemisahan lemak setelah hidrolisis dilakukan dengan metode penyimpanan pada suhu rendah dan proses penyaringan dengan menggunakan kertas saring dan belacu. Menurut Shahidi et al. (1995) menyatakan bahwa pada saat reaksi hidrolisis berlangsung, membran sel akan menyatu dan membentuk gelembung yang tidak terlarut, hal tersebut menyebabkan terlepasnya lemak pada struktur membran. Kandungan lemak ini dapat mempengaruhi daya simpan produk hidrolisat dan kestabilan produk terhadap oksidasi lemak (Ovissipour et al. 2008). Produk hidrolisat protein dengan kadar lemak rendah umumnya lebih stabil dan tahan lama jika dibandingkan dengan produk hidrolisat yang mempunyai kadar lemak yang tinggi. Kandungan protein dalam hidrolisat protein jeroan ikan kakap putih yakni 62,85%±0,72. Menurut Ovissipour et al. (2008) peningkatan kadar protein dalam produk hidrolisat disebabkan karena selama proses hidrolisis protein yang bersifat tidak larut dalam air berubah menjadi senyawa nitrogen yang bersifat larut dalam air dan senyawa-senyawa yang lebih sederhana misalnya peptida dan asam amino.
Kadar abu yang terdapat dalam produk hidrolisat yakni 7,30%±0,03. Kadar abu dalam hidrolisat protein jeroan ikan kakap putih tergolong besar jika dibandingkan dengan hidrolisat lainnya. Menurut Thiansilakul et al. (2007) peningkatan kadar abu ini disebabkan oleh penambahan senyawa yang dapat membentuk garam selama proses hidrolisis. Penambahan senyawa NaOH dan HCl untuk menyesuaikan kondisi pH optimum menyebabkan terbentuknya garam-garam mineral. Kadar karbohidrat yakni 18,19%±1,32 dalam produk hidrolisat protein ditentukan dengan metode by different. Menurut Okuzumi dn Fujii (2000) kandungan karbohidrat dalam produk perikanan tidak mengandung serat kebanyakan dalam bentuk glikogen dalam jumlah sedikit berupa glukosa,fruktosa, sukrosa, dan beberapa jenis monosakarida dan disakarida.
Karakteristik mutu hidrolisat protein juga dapat dilihat dari daya cerna protein. Daya cerna protein merupakan perbandingan jumlah nitrogen yang terkandung dalam bahan pangan yang dapat dicerna dan diserap oleh tubuh setelah proses pencernaan. Gauthier et al. (1982) menyatakan bahwa prinsip pengukuran daya cerna protein in vitro adalah mengukur kadar protein yang tidak tercerna oleh enzim pada kondisi yang menyerupai metabolisme tubuh ketika mencerna makanan. Enzim yang digunakan dalam analisis daya cerna protein
15 Tabel 5 Karakteristik beberapa aplikasi hidrolisat protein
Sumber: aInternasional Quality Ingredients (2005); bCalifornia Spray Dry Co (2011); cThaddee dan Lyraz (1990)
Keterangan: *Analisis dilakukan menggunakan satu jenis enzim proteolitik
Daya cerna protein hidrolisat jeroan ikan kakap putih yakni 87,03% lebih kecil jika dibandingkan dengan karakteristik hidrolisat komersial untuk pangan (97%) maupun pakan (95-97%). Hal ini diduga disebabkan oleh penggunaan jenis enzim selama analisis yakni enzim pepsin. Penggunaan beberapa enzim sekaligus (multienzim) akan menghasilkan daya cerna yang lebih tinggi dibandingkan dengan satu jenis enzim saja (Gauthier et al. 1982).
Daya cerna pada hidrolisat protein jeroan ikan kakap putih lebih tinggi jika dibandingkan dengan hidrolisat kerang hijau (Mytilus viridis) (78,93%) dan ikan selar (65,25%) namun lebih rendah jika dibandingkan dengan hidrolisat ikan lele dumbo (98,57%) dengan menggunakan satu jenis enzim yang sama yakni enzim pepsin (Amalia (2007); Hidayat (2005); Salamah et al. 2012). Perbedaan daya cerna protein masing-masing hidrolisat diduga disebabkan oleh karakteristik bahan baku yang digunakan.
16
17 KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Hidrolisat protein jeroan ikan kakap putih memiliki kondisi hidrolisis terbaik pada kosentrasi enzim 0,15%, pH 8, dan suhu 55°C dengan waktu hidrolisis selama 4 jam dengan nilai derajat hidrolisis sebesar 20,70%. Karakteristik hidrolisat protein jeroan ikan kakap putih memiliki komposisi proksimat kadar air (10,82%±0,84), kadar protein (62,85%±0,72), kadar lemak histidin (1,38%). Berdasarkan karakteristik mutu hidrolisat dan kandungan asam amino, produk hidrolisat jeroan ikan kakap putih dapat diaplikasikan sebagai sumber protein dalam pakan ikan.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai metode yang lebih efektif untuk proses pembuangan lemak (deffating) yang terdapat pada bahan baku jeroan ikan seperti penyimpanan pada suhu rendah, penggunaan metode multienzim dalam analisis daya cerna protein, serta analisis asam amino pada bahan baku jeroan ikan.
DAFTAR PUSTAKA
[AOAC] Association of official Analytical Chemist. 2005. Official Method of Analysis of the Association of Official Analytical of Chemist. Virginia (US): Published by The Association of Analytical Chemist, inc.
[KKP] Kementrian Kelautan dan Perikanan. 2007. Indonesian Fisheries Statistics Index 2006. Jakarta: Kementrian Kelautan dan Perikanan.
Amalia E. 2007. Pemanfaatan kerang hijau (Mytilus viridis) dalam pembuatan hidrolisat protein menggunakan enzim papain. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Bhaskar N, Benila T, Radha C, Lalitha R.G. 2008. Optimization of enzymatic hydrolysis of visceral waste proteins of catla (Catla catla) for preparing protein hydrolysate using a commercial protease. Journal Bioresource Technology 99:335-343.
________ dan Mahendrakar NS. 2008. Protein hydrolisate from visceral waste protein of catla (Catla catla): Optimization of hydrolysis condition for a commercial neutral protease. Journal Bioresource Technology 99:4105-4111.
California Spray Dry Co. 2011. Hydrolysate fish protein specification.
18
Coligan JE, Dunn BM, Speicher DW, Wingfield PT. 2002. Current Protocols in Protein Science. New York (US): John Wiley & Sons, Inc.
Damodaran S. 1996. Amino Acids, Peptides and Proteins. Food Chemistry.
Fennema O.R, editor. New York (US): Marcel Dekker, Inc.
Guathier SF, Vachon C, Jones JD, Savoie E. 1982. Assessment of protein digestibility by in vitro enzymatic hydrolysis with simultaneous dialysis.
Journal of Nutrition 112: 1718-1725
Gesualdo AML, Li-Chan ECY. 1999. Functional properties of fish protein hydrolysate from herring (Clupea harengus). Journal Food Science
64(6):1000-1004.
Hadiwiyoto S. 1993. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Yogyakarta (ID): Liberty
Hasnaliza H, Maskat MY, Wan AWM, Mamot S. 2010. The effect of enzyme concetration, temperature and incubation time on nitrogen content and degree of hydrolysis of protein precipate from cockle (Anadara granosa) meat wash water. International Food Research Journal 17: 147-152.
Hidayat T. 2005. Pembuatan hidrolisat protein dari ikan selar kuning (Caranx leptolepis) dengan menggunakan enzim papain. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
International Quality Ingredients. 2005. Product specification: fish protein hydrolysate. http://www.IQI.com [16 Juni 2013].
Kristinsson HG. 2007. Aquatic Food Protein Hydrolisate. Shahidi F, Editor. Boca Raton (US): Crc Pr. Liberty.
Mackie IM. 1982. Fish protein hydrolisates. Proc. Biochem 17: 26.
Muchtadi D, Palupi NS, Astawan M. 1992. Enzim dalam Industri Pangan. Bogor (ID): Pusat Antar Universitas Institut Pertanian Bogor
Nurhayati T, Desniar, Made S. 2013. Pembuatan pepton secara enzimatis menggunakan bahan baku jeroan ikan tongkol. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia 16(1):1-11.
________, Sallamah E, Hidayat T. 2007. Karakteristik hidrolisat protein ikan selar (Caranx leptolepis) yang diproses secara enzimatis. Buletin Teknologi Hasil Perikanan 10(1):23-34
Okuzumi M, Fujii T. 2000. Nutritional And Functional Properties Of Squid And Cuttle Fish. Tokyo (JP): National Cooperative Association Of Squid Processors.
Ovissipour M, Safari R, Motamedzadegan A, Shabanpour B. 2009. Chemical and biochemical hidrolysis of persian sturgeon (Acipenser persicus) visceral protein. Jounal Food and Bioprocess Technology 5:460-465.
Purbasari D. 2008. Produksi dan karakterisasi hidrolisat protein dari kerang mas ngur (Atactodea striata). [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Salamah E, Nurhayati T, Widadi I. 2012. Pembuatan dan karakterisasi hidrolisat protein dari ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) menggunakan enzim papain. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia 15 (1):9-16 Shahidi F, Han XQ dan Synowiecki J. 1995. Production and characteristic of
19 Susanto D. 2008. Gambaran histopatologi organ insang, otot, dan usus ikan mas (Cyprinus carpio) di Desa Cibanteng. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Thaddee I, Lyraz I. 1990. Seafood flavorants produced by enzymatic hydrolysis.
Proceedings of International By-Product Conference; April; Alaska (US): 197-201.
Thiansilakul Y, Benjakul S, Shahidi F. 2007. Compositions, functional properties, and antioxidative activity of protein hydrolysates prepared from round scad (Decapterus maruadsi). Journal Food Chemistry 103:1385-1394. Wang H, Fenglan Z, Jin C, Qingsheng Z, Zhirong C. 2012. Comparison of
chromatographic and titrimetric methods for the determination of the α– amino nitrogen in standard solusion and fish protein hydrolysates.
Journal Food Research 1(4):174-183.
Wardana. 2008. Hidrolisis protein keong mas (Pomacea canaliculata Lamarck) menggunakan papain untuk menghasilkan pepton. [tesis]. Bogor (ID): Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Whitaker JR. 1996. Enzymes. Fennema OR, editor. New York (US): Marcel Dekker Inc.
20
LAMPIRAN
Lampiran 1 Kromatogram standar analisis asam amino
PeakTable Detector A Chl 350nm-450nm
Peak# Ret. Time Area Height Name
1 3.399 29851667 6011427 Aspartat
2 7.714 21437160 2077538 Glutamat
3 12.001 842159 99216
4 12.307 24438560 2712172 Serina
5 12.990 14480575 1617483 Histidina
6 15.488 25484446 2748569 Glysina
7 15.891 22176463 2647476 Threonina
8 16.327 27900876 3257353 Arginina
9 18.759 25293226 3564794 Alanina
10 19.136 712499 76964
11 19.473 25599074 2600813 Tyrosina
12 21.537 80388 14958
13 21.767 769988 119326
14 22.015 2038918 241707
15 22.193 1130098 191535
16 22.670 89723 15978
17 23.007 596234 119701
18 23.209 27567161 5188358 Methionina
19 23.450 31357041 5971212 Valina
20 23.740 23946248 4746393 Fenilalanina
21 24.008 132709 13148
22 24.279 970086 197342
23 24.430 32092365 6363698 Ileusina
24 24.654 27248686 5592716 Leusina
25 25.064 52815 9254
26 25.270 743572 149357
27 25.511 16521513 3576436 Lysina
28 25.782 138485 22398
29 25.912 692784 161853
30 26.002 579111 129871
31 26.126 393270 58356
32 28.291 120088 24192
21 Lampiran 2 Kromatogram sampel hidrolisat asam amino
PeakTable
8 15.722 15580935 1823586 Threonina
9 16.136 17953291 2101046 Arginina
20 23.110 9340081 1793548 Methionina
21 23.358 24149329 4653016 Valina
22 23.658 11250209 2206439 Fenilalanina
23 23.925 252471 24861
24 24.188 1807217 360032
25 24.346 21369786 4282252 Ileusina
22
Lampiran 3 Dokumentasi kegiatan
Jeroan ikan kakap putih Lambung ikan Lemak ikan
Hati ikan Limfa ikan Usus ikan
Homogenisasi dengan air Pengovenan Sentrifugasi
Filtrat setelah sentrifugasi Hidrolisis Hidrolisat
23 DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 23 Oktober 1990. Penulis merupakan anak kelima dari tujuh bersaudara dari pasangan suami istri Ma’mun Ali dan Sri Rahayu. Tahun 2006 penulis lulus dari MA Al-Khairiyah Jakarta dan lulus pada tahun 2009. Penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI).
Selama kegiatan perkuliahan, penulis aktif dalam kegiatan organisasi sebagai anggota Majalah Emulsi divisi periklanan (periode 2010-2011) dan divisi produksi (periode 2011-2012). Sebagai anggota divisi produksi (periode 2010- 2011 dan periode 2011-2012) Fisheries Processing Club (FPC). Asisten Praktikum mata kuliah Fisiologi Formasi dan Degradasi Metabolit Hasil Perairan (2013). Bulan Juni-Juli 2012 penulis melaksanakan Praktik Lapangan di PT A indo Internasional Muara Baru Jakarta Utara dengan judul “Analisis Bahaya
(Hazard Analysis) Selama Proses Pembekuan Tuna Loin di PT Awindo
Internasional Muara Baru Jakarta”.