1
EFEK PEMBERIAN HIJAUAN FERMENTASI (Hi-fer+) DAN
KONSENTRAT STANDAR TERHADAP PRODUKSI DAN KUALITAS SUSU SAPI PERAH Friesian Holstein
CINDY SEPTIA DORA
DEPARTEMEN ILMU ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
3
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Efek Pemberian Hijauan Fermentasi (Hi-fer+) dan Konsentrat Standar terhadap Produksi dan Kualitas Susu Sapi Perah Friesian Holstein adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
ABSTRAK
CINDY SEPTIA DORA. Efek Pemberian Hijauan Fermentasi (Hi-fer+) dan Konsentrat Standar terhadap Produksi dan Kualitas Susu Sapi Perah Friesian Holstein. Dibimbing oleh ANITA S. TJAKRADIDJAJA dan SURYAHADI.
Hijauan fermentasi (Hi-fer+) adalah contoh penyediaan hijauan yang difermentasi menggunakan komplemen pakan (KP) dan molasses. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh pemberian Hi-fer+ dan konsentrat standar (PK 17.10%; TDN 71.05%) terhadap produksi dan kualitas susu sapi perah. Rancangan acak kelompok digunakan dalam penelitian ini (3 perlakuan; 4 ulangan); perlakuan terdiri atas: P0=hijauan peternak (rumput gajah/jerami padi) + konsentrat lokal, P1=hijauan peternak (rumput gajah/jerami padi) + konsentrat standar, P2=hijauan fermentasi (Hi-fer+) + konsentrat standar. Data dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA) dan uji ortogonal kontras. Perlakuan tidak mempengaruhi produksi dan kualitas susu (lemak, protein, laktosa, SNF, total solid dan densitas), pertambahan bobot badan, efisiensi penggunaan pakan dan persistensi laktasi. Pemberian Hi-fer+ dan konsentrat standar mampu meningkatkan kadar lemak susu sebesar 36.5%, mempengaruhi body condition score (BCS) (P<0.05), memperbaiki total plate count (TPC), meningkatkan konsumsi bahan segar hijauan dan memberikan income over feed cost yang lebih besar bagi peternak.
Kata kunci: Hi-fer+, konsentrat standar, kualitas susu, produksi susu
ABSTRACT
CINDY SEPTIA DORA. Effect of Fermented Forage (Hi-fer+) and Standard Concentrate on Milk Yield and Quality of Friesian Holstein Dairy Cow. Supervised by ANITA S. TJAKRADIDJAJA and SURYAHADI.
Fermented forage (Hi-fer+) is an example of providing forage to overcome the forage shortage. Hi-fer+ is elephant grass fermented with feed complement and molasses. This study was aimed at examining the use of fermented forage (Hi-fer+) and standard concentrate (crude protein 17.10% and TDN 71.05%) on milk production and quality. A completely randomised design (3 treatments; 4 replications) was used with treatment consisting of P0=farmer forage (elephant grass/rice straw) + local concentrate, P1=farmer forage (elephant grass/rice straw) + standard concentrate and P2=forage fermented (Hi-fer+) + standard concentrate. Data were analyzed with analysis of variance, and contrast orthogonal test. Treatments did not significantly affect milk production and quality (fat, protein, lactose, SNF, total solid and density), body weight gain, feed efficiency and lactation persistency. However, provision of Hi-fer+ and standard concentrate can increase milk fat content (36.5%), showed significant effect (P<0.05) on body condition score (BCS) and forage feed comsuptions (as fed) and provided greater income over feed cost.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan
pada
Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan
EFEK PEMBERIAN HIJAUAN FERMENTASI (Hi-fer+) DAN
KONSENTRAT STANDAR TERHADAP PRODUKSI DAN KUALITAS SUSU SAPI PERAH Friesian Holstein
CINDY SEPTIA DORA
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Judul Skripsi : Efek Pemberian Hijauan Fermentasi (Hi-fer+) dan Konsentrat Standar terhadap Produksi dan Kualitas Susu Sapi Perah Friesian Holstein
Nama : Cindy Septia Dora NIM : D24100032
Disetujui oleh
Ir Anita S. Tjakradidjaja, MRurSc Pembimbing I
Dr Ir Suryahadi, DEA Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Panca Dewi MHK, MSi Ketua Departemen
PRAKATA
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penulis menyusun skripsi yang berjudul Efek Pemberian Hijauan Fermentasi (Hi-fer+) dan Konsentrat Standar terhadap Produksi dan Kualitas Susu Sapi Perah Friesian Holstein berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan sejak Januari sampai dengan Maret 2014.
Pakan sapi perah tidak terlepas dari kondisi dan fluktuasi hijauan. Hijauan fermentasi (Hi-fer+) adalah contoh penyediaan hijauan (rumput gajah) yang difermentasi menggunakan komplemen pakan (KP) dan molasses. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh hijauan fermentasi (Hi-fer+) dan konsentrat standar dengan PK 17.10% dan TDN 71.05% terhadap produksi dan kualitas susu sapi perah
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan demi perbaikan di masa mendatang. Penulis juga berharap semoga skripsi ini dapat memberikan informasi, wawasan maupun sesuatu yang bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan dan semoga kekurangan yang terdapat pada tulisan ini dapat diperbaiki dalam tulisan selanjutnya.
11
Formulasi dan Pembuatan Konsentrat Standar 3
Pemberian Pakan 3
Penilaian Body Condition Score (BCS) 5
Perhitungan Efisiensi Penggunaan Pakan 6
Perhitungan Persistensi Laktasi 6
Perhitungan Pendapatan Peternak (Income Over Feed Cost) 6
Rancangan dan Analisis Data 6
Pertambahan Bobot Badan (PBB) dan Body Condition Score (BCS) 12 Efisiensi Penggunaan Pakan dan Persistensi Laktasi 13 Pendapatan Peternak (Income Over Feed Cost) 14
SIMPULAN DAN SARAN 15
DAFTAR PUSTAKA 17
LAMPIRAN 20
RIWAYAT HIDUP 26
DAFTAR TABEL
1 Pakan yang digunakan dan komposisi nutrien bahan pakan 3 2 Konsentrat standar sapi perah untuk penelitian 4 3 Konsumsi ransum dan zat makanan berdasarkan konsumsi bahan kering 9 4 Pengaruh perlakuan pakan terhadap produksi susu 10 5 Pengaruh perlakuan pakan terhadap kualitas susu 11 6 Pengaruh perlakuan pakan terhadap PBB dan BCS 12 7 Pengaruh perlakuan pakan terhadap efisiensi penggunaan pakan 13
8 Biaya pakan selama penelitian 14
9 Analisis keekonomian: Income Over Feed Cost 15
DAFTAR LAMPIRAN
1 Analisis ragam (ANOVA) terhadap konsumsi bahan segar hijauan 20 2 Uji ortogonal kontras konsumsi segar hijauan 20 3 Analisis ragam (ANOVA) terhadap konsumsi bahan kering hijauan 20 4 Uji ortogonal kontras konsumsi bahan kering hijauan 20 5 Analisis ragam (ANOVA) terhadap konsumsi bahan segar konsentrat 20 6 Uji ortogonal konrtas konsumsi bahan segar konsentrat 21 7 Analisis ragam (ANOVA) terhadap konsumsi bahan kering konsentrat 21 8 Analisis ragam (ANOVA) terhadap konsumsi bahan kering total 21 9 Analisis ragam (ANOVA) terhadap konsumsi TDN 21 10 Analisis ragam (ANOVA) terhadap konsumsi BO 21 11 Analisis ragam (ANOVA) terhadap konsumsi PK 22 12 Analisis ragam (ANOVA) terhadap konsumsi LK 22 13 Analisis ragam (ANOVA) terhadap konsumsi SK 22
14 Uji ortogonal kontras konsumsi SK 22
15 Analisis ragam (ANOVA) terhadap produksi susu harian 22 16 Analisis ragam (ANOVA) terhadap produksi susu 4% FCM 23 17 Analisis ragam (ANOVA) terhadap kadar lemak susu 23 18 Analisis ragam (ANOVA) terhadap kadar protein susu 23 19 Analisis ragam (ANOVA) terhadap kadar laktosa susu 23 20 Analisis ragam (ANOVA) terhadap kadar SNF susu 23 21 Analisis ragam (ANOVA) terhadap kadar total solid susu 24
22 Analisis ragam (ANOVA) terhadap densitas 24
23 Analisis ragam (ANOVA) terhadap PBB 24
24 Analisis ragam (ANOVA) terhadap BCS 24
25 Uji ortogonal kontras BCS 24
PENDAHULUAN
Usaha sapi perah didominasi oleh usaha peternakan rakyat dengan rata-rata kepemilikan sapi yang relatif masih rendah. Peternakan sapi perah rakyat memiliki peranan yang cukup strategis dalam menyumbang produksi susu nasional. Namun demikian, produktivitas dari peternakan sapi perah rakyat masih perlu ditingkatkan. Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) sapi perah merupakan daerah yang potensial untuk pengembangan sapi perah yang ada di Kabupaten Bogor.
Permasalahan yang dihadapi oleh peternak umumnya dikarenakan manajemen pakan yang kurang baik, pakan sapi perah tidak terlepas dari kondisi dan fluktuasi hijauan. Manajemen pemberian pakan pada umumnya dilakukan dengan sistem cut and carry untuk pakan hijauan, sedangkan pakan tambahan diberikan berupa konsentrat, ampas tahu dan lain sebagainya sesuai dengan ketersediaan di wilayah tersebut. Permasalahan hijauan pakan tidak hanya ketersediaan hijauan, akan tetapi kualitas hijauan yang tersedia juga merupakan masalah yang mengganggu usaha peternakan sapi perah. Untuk mengatasi ketersediaan hijauan yang berasal dari rumput gajah, peternak menggantikannya dengan limbah industri pertanian berupa jerami padi yang kualitasnya lebih rendah dibandingkan dengan rumput gajah. Masalah ini terus berlangsung dari tahun ke tahun. Salah satu penyebabnya adalah pendapatan peternak sapi perah yang relatif masih rendah sehingga tidak mampu membeli pakan bermutu tinggi (Kusnadi dan Juarini 2007). Keterbatasan hijauan untuk sapi perah juga dapat mengakibatkan berkurangnya kemampuan peternak untuk berusaha dalam skala ekonomi yang lebih efisien.
Sapi perah juga membutuhkan pakan berupa konsentrat sebagai pakan penguat. Konsentrat selain untuk memperbaiki kandungan nutrisi dari pakan yang digunakan, juga berfungsi sebagai bahan pendukung dalam proses fermentasi. Akan tetapi, konsentrat yang terdapat di KUNAK beragam jenis kandungan nutriennya, suplai yang berbeda dan diberikan secara terbatas pada ternak. Selain itu, ketergantungan terhadap ampas tahu yang sangat tinggi dengan pemberian per hari dapat mencapai 36 kg ekor-1 hari-1.
Produksi dan kualitas susu yang dihasilkan oleh sapi-sapi yang ada di KUNAK masih relatif rendah. Menurut penelitian terakhir (Malyadi 2014) pada 133 ekor dari 20 peternak, produksi susu di KUNAK pada musim kemarau 8-9 kg ekor-1 hari-1, sedangkan pada musim penghujan berkisar 10-11 kg ekor-1 hari-1. Kualitas susu pada musim kemarau mempunyai komposisi: kadar lemak susu 4.34%, laktosa 4.37%, protein 2.83% dan SNF 7.58%, sedangkan pada musim penghujan kadar lemak 4.07%, laktosa 4.13%, protein 2.77% dan solid non fat (SNF) 7.46%. Produksi susu masih tergolong rendah, kadar lemak cukup memadai, tetapi kadar protein masih tergolong rendah.
dengan tembaga dan seng dapat meningkatkan produksi susu dan bobot badan sapi serta konsumsi bahan kering, protein kasar dan energi termetabolisme (ME) dibandingkan kontrol.
Permasalahan tersebut perlu dicarikan solusi baik jangka pendek maupun jangka panjang untuk potensi pengembangan KUNAK. Hijauan fermentasi (Hi-fer+) adalah contoh penyediaan hijauan (rumput gajah) yang difermentasi menggunakan cairan Hi-fer+ (molases dan komplemen pakan). Hi-fer+ sudah diproduksi dan sudah diberikan kepada sapi potong, tetapi belum pernah dicoba sebagai pakan sapi perah. Hijauan fermentasi (Hi-fer+) memiliki keunggulan yaitu mampu meningkatkan selera makan, pemberian hijauan lebih irit, peternak tidak perlu mengarit rumput lagi, mudah diangkut, disimpan dan diberikan ke ternak serta yang lebih penting mutu hijauan lebih stabil sehingga produksi akan terjaga/terkontrol baik. Penggunaan Hi-fer+ pada sapi perah juga diikuti dengan pemberian konsentrat standar (NRC 2001) yang mempunyai kandungan protein kasar (PK) 17.10% dan total digestible nutrient (TDN) 71.05%. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan bertujuan untuk menguji pengaruh pemberian hijauan fermentasi (Hi-fer+) dan konsentrat standar dengan PK 17.10% dan TDN 71.05% terhadap produksi dan kualitas susu sapi perah.
METODE PENELITIAN
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Maret 2014 di KUNAK, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Laboratorium Ilmu Produksi Ternak Perah, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Fakultas Peternakan IPB, Laboratorium Teknologi Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan IPB dan Laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB.
Alat
Alat-alat yang digunakan untuk penelitian yaitu alat tulis, pita ukur, ember stainless steel, milkotester, timbangan digital, timbangan pakan, cool box dan kantong plastik.
Bahan
3
Prosedur Penelitian
Pembuatan Hi-fer+
Rumput gajah segar yang sudah dilayukan dichopper/dicacah hingga berukuran 5 cm. Setelah itu, komplemen pakan (KP) yang diencerkan dengan air dengan perbandingan KP:air = 1:9. KP yang telah diencerkan dicampur dengan sweetener dengan perbandingan KP:molasses 40:60. Setelah itu sebanyak 7.5% campuran KP-molasses dicampurkan dengan rumput gajah sampai rata dan dimasukkan ke dalam kantong plastik sebanyak 35 kg.
Tabel 1 Pakan yang digunakan dan komposisi nutrien bahan pakan Bahan
Hasil Analisis Laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi; bHasil perhitungan TDN menurut Wardeh (1981) = 40.263 + 0.197(%PK) + 0.423(%BetaN)+ 1.190(%LK) - 0.138(%SK) ; BK = bahan kering, BO = bahan organik, PK = protein kasar, SK = serat kasar, LK = lemak kasar, BETN = bahan ekstrak tanpa nitrogen, TDN = total digestible nutrient
Formulasi dan Pembuatan Konsentrat Standar
Konsentrat distandarkan dengan mengacu pada NRC (2001) sesuai dengan standar kebutuhan pakan sapi perah laktasi. Pembuatan konsentrat dilakukan dengan metode trial and error (dengan menggunakan komputer). Susunan dan komposisi konsentrat standar ditunjukkan pada Tabel 2. Dalam pembuatan konsentrat, bahan-bahan dicampurkan terlebih dahulu berdasarkan sumber energi, protein dan mineral. Langkah pertama pencampuran sumber energi yaitu dedak halus dicampur terlebih dahulu dengan jagung, onggok, pollard dan KP+tetes secara manual. Langkah kedua pencampuran sumber protein yaitu bungkil kelapa sawit dicampur dengan bungkil kelapa dan bungkil kedelai. Langkah ketiga larutan buffer mineral ditambahkan ke dalam campuran sumber protein dan selanjutnya dicampur dengan campuran sumber energi. Hasil pencampuran dari bahan-bahan pakan tersebut dihasilkan konsentrat.
Pemberian Pakan
juga berdasarkan kebiasaan peternak, sedangkan konsentrat mengacu pada pedoman pemberian pakan yaitu 0.5 PS. Untuk pemberian pakan P2 disesuaikan dengan pedoman umum yang digunakan dalam pemberian pakan (Sutardi 1981), yaitu konsumsi Bahan Kering (BK) = 0.025 BB + 0.1PS, dimana : BB yaitu bobot badan dan PS yaitu produksi susu. Jika BB = 400 dan PS = 10 kg ekor-1hari-1 maka konsumsi BK = 10 kg ekor-1 hari-1. Jika imbangan hijauan:konsentrat 60:40 maka konsumsi BK hijauan baik Hi-fer+ maupun rumput gajah adalah 60% dari BK yaitu 6 kg. Seandainya BK Hi-fer+ 34% maka konsumsi as fed Hi-fer+ adalah 6/0.34 = 17.65 kg ekor-1 hari-1. Acuan pemberian BK konsentrat adalah 0.5 PS. Jika kadar bahan kering konsentrat 87.24%, maka pemberian konsentrat as fed adalah (0.5 x 10)/0.8724 = 5.75 kg ekor-1 hari-1.
Tabel 2 Konsentrat standar sapi perah untuk penelitian
Bahan pakan Formula digistible nutrient, KP = komplemen pakan
Pemeliharaan
Pemeliharaan ternak percobaan dilakukan selama 42 hari dengan 14 hari masa adaptasi dan 28 hari masa pengumpulan data. Pakan diberikan 4 kali sehari yaitu pukul 07.00 pemberian konsentrat, pukul 08.00 pemberian hijauan, pukul 14.00 pemberian konsentrat dan pukul 17.00 pemberian hijauan, sedangkan air minum diberikan Ad libitum.
Pengukuran Konsumsi Ransum (kg ekor-1 hari-1)
Konsumsi ransum sapi perah dihitung berdasarkan konsumsi setiap perlakuan yang diukur setiap hari dengan cara menghitung selisih antara pakan yang diberikan dengan sisa pakan yang tidak dimakan.
Perhitungan Konsumsi Nutrien Ransum
Konsumsi nutrien ransum terdiri dari konsumsi BK, bahan organik (BO), PK, TDN, serat kasar (SK) dan lemak kasar (LK) dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Konsumsi BK (kg) = konsumsi ransum segar x %BK ransum Konsumsi BO (kg) = konsumsi BK x %BO ransum
5
Konsumsi SK (kg) = konsumsi BK x %SK ransum Konsumsi LK (kg) = konsumsi BK x %LK ransum Konsumsi TDN (kg) = konsumsi BK x %TDN ransum
Pengukuran Produksi Susu
Pengukuran dilakukan setiap satu hari pada pemerahan pagi pukul 04.30-06.30 WIB dan pemerahan sore pukul 15.00-17.00 WIB pada tiap ekor sapi yang laktasi. Pengukuran susu dilakukan pada saat memindahkan susu dari ember penampung ke milk can dengan menggunakan timbangan digital. Jumlah produksi susu yang telah diukur dicatat dalam satuan kilogram. Produksi susu lalu dikoreksi ke dalam produksi susu 4% FCM dengan menggunakan rumus dari metode Gaines yang telah disitir oleh Wickes (1983), berikut ini:
Produksi susu (4% FCM) = (0.4 x PS) + (15 x PS x KL) dimasukkan ke dalam plastik steril yang lalu dimasukkan dalam cool box. Sampel kemudian dibawa ke Laboratorium Ilmu Produksi Ternak Perah, Fakultas Peternakan IPB, untuk dilakukan pengujian komposisi susu dengan menggunakan milkotester. Langkah-langkah pengukuran dengan milkotester, yaitu:
Sampel susu sebanyak 20 ml yang telah dihomogenkan dituangkan ke dalam wadah berukuran kecil. Selanjutnya, alat detektor pada milkotester dicelupkan ke dalam sampel beberapa saat. Data hasil pengukuran akan muncul pada layar milkotester, lalu data tersebut dicatat. Data hasil pengukuran yang diambil berupa kadar lemak, kadar protein, kadar laktosa, solid non fat (SNF), kadar total solid dan densitas.
Analisa kualitas susu yaitu total plate count (TPC) dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, IPB. Pengujian TPC susu menggunakan metode Bacteriological Analytical Manual (BAM) (2001).
Pengukuran Pertambahan Bobot Badan (kg ekor-1 hari-1)
Bobot badan (BB) ternak diukur dengan mengkonversikan lingkar dada yang diukur dengan pita ukur ke BB dengan menggunakan rumus Schoorl (Sudono 1999) berikut:
Rumus Schoorl BB = (Lingkar dada+22)2 100
Pertambahan bobot badan dihitung setiap satu minggu sekali dengan mengurangi bobot akhir di setiap minggu denga bobot awal di setiap minggu dan dibagi dengan jumlah hari pengamatan.
Penilaian Body Condition Score (BCS)
bagian tubuh ternak, yaitu pada bagian punggung dan seperempat bagian belakang, seperti pada bagian processus spinosus, processus spinosus ke processus transversus, processus transversus, legok lapar, tuber coxae (hooks), antara tuber coxae dan tuber ischiadicus (pins), antara tuber coxae kanan dan kiri, dan pangkal ekor ke tuber ischiadicus dengan skor 1-5 (skor 1 = sangat kurus, skor 2 = kurus, skor 3 = sedang, skor 4 = gemuk dan skor 5 = sangat gemuk) dengan skala 0.25.
Perhitungan Efiesiensi Penggunaan Pakan
Efisiensi perhitungan penggunaan pakan dapat diketahui dengan mengukur produksi susu yang dihasilkan oleh masing sapi perah dalam masing-masing perlakuan dengan cara sebagai berikut:
Keefisienan penggunaan pakan
Keefisienan penggunaan pakan (%) = (Produksi BK susu/Konsumsi BK pakan) x 100%
Penggunaan total digistible energy (TDN)
Penggunaan TDN (kg kg-1) = Produksi susu/konsumsi TDN
Penggunaan protein
Penggunaan protein (kg kg-1) = Produksi susu/konsumsi PK
Produksi susu adalah produksi yang telah distandarisasi ke dalam kadar lemak 4% (fat corrected milk, (FCM)).
Perhitungan Persistensi Laktasi
Pengukuran persistensi dihitung setiap satu minggu sekali dengan mengurangi hasil pemerahan minggu ini dengan hasil pemerahan minggu sebelumnya.
Perhitungan Pendapatan Peternak (Income Over Feed Cost)
Perhitungan income over feed cost adalah selisih antara penerimaan harga jual susu dengan biaya pakan. Harga susu ditentukan dengan kriteria harga dari KPS Bogor yang mengacu pada kualitas susu, kadar lemak, protein dan TPC.
Rancangan dan Analisis Data
Perlakuan
Perlakuan yang diterapkan adalah:
P0 = Hijauan petenak (rumput gajah/jerami padi) + Konsentrat lokal P1 = Hijauan peternak (rumput gajah/jerami padi) + Konsentrat standar P2 = Hijauan Fermentasi (Hi-fer+) + Konsentrat standar
Peubah yang Diamati
7
Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 3 perlakuan dan 4 kelompok. Pengelompokkan berdasarkan produksi susu. Dengan model matematika sebagai berikut (Steel dan Torrie 1993):
Yij = µ + Ai + Kj +
ij
ij
: Pengaruh galat perlakuan A taraf ke-i dan kelompok ke-jAnalisis Data
Untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap peubah yang dimati, data yang diperoleh dianalisis sidik ragam (ANOVA). Uji ortogonal kontras digunakan untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum KUNAK Cibungbulang
Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah Cibungbulang terletak di Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Topografi wilayah KUNAK Cibungbulang berupa dataran dan perbukitan. Keadaan tanah yang masih subur memungkinkan penggunaan lahan untuk penanaman hijauan makanan ternak dan pertanian. Suhu dan kelembaban udara di KUNAK berkisar antara 26.32-32.46 oC dan 60.36-79.51% (Nopika 2013).
Kandang sapi laktasi di KUNAK dibuat sejajar (sistem stall), susunannya berupa tiga baris sejajar dengan gang di tengah dan kepala sapi berlawanan arah. Kandang yang digunakan tidak diberi sekat antar sapi, sapi diikat pada dinding tempat menyimpan pakan. Tempat pakan dibuat dari bahan baku semen yang bentuknya memanjang dan lantai keramik, satu wadah digunakan untuk semua sapi yang ada di peternakan tanpa ada sekat untuk memisahkan pakan untuk masing-masing sapi. Lantai kandang dibuat dari bahan baku semen dan dialasi dengan karpet (bedding). Pada lantai dibuat parit untuk mengalirkan kotoran sapi ke kebun rumput yang terdapat di sekitar kandang dan penampungan untuk dijadikan biogas. Atap kandang yang digunakan yaitu asbes. Sapi yang digunakan dalam penelitian yaitu sapi perah FH. Total sapi perah yang dipelihara yaitu sebanyak 18 ekor dengan 15 ekor laktasi dan 3 ekor kering kandang. Selain itu, terdapat pedet sebanyak 2 ekor yang dipelihara di kandang pedet.
Pakan konsentrat diberikan setelah sapi diperah pada jam 07.00, kemudian pada jam 08.00 diberikan hijauan berupa rumput gajah atau jerami padi. Sapi perah dimandikan siang harinya sebelum dilakukan pemerahan, dan dilanjutkan dengan pemberian konsentrat. Setelah itu dilakukan pemerahan yang dilanjutkan dengan pemberian hijauan. Ketersediaan hijauan di peternakan Bu Martini sangat berfluktuasi. Rumput gajah diperoleh sebagian dari kebun sendiri dan sebagian lagi membeli dari luar. Apabila tidak ada rumput gajah maka digantikan dengan jerami padi yang diambil dari daerah di sekitar KUNAK dengan cara barter dengan kotoran sapi, membeli ataupun diberi secara cuma-cuma oleh petani, sedangkan konsentrat diformulasikan sendiri oleh peternak dan diproduksi di luar KUNAK.
Sapi-sapi di peternakan Bu Martini ada yang mengalami gejala mastitis yang ditandai dengan keluarnya nanah dari puting sapi. Sapi yang mempunyai gejala mastitis dicuci dengan air hangat sebelum diperah dan dilakukan pengobatan oleh petugas medis di KUNAK. Selain itu, sapi di sini juga mengalami penyakit kulit dan penanganannya juga dilakukan oleh petugas medis di KUNAK. Penjualan susu sebagian dengan cara dijadikan satu ke tempat pengumpulan susu (TPS) yang berada di KUNAK dan sebagian lagi dibeli oleh pihak luar KPS yang kemudian akan dijual kembali.
Konsumsi Ransum
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian Hi-fer+ dan konsentrat berpengaruh sangat nyata (P<0.01) terhadap konsumsi segar hijauan (Tabel 3). Perlakuan P0 menunjukkan berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap konsumsi BK hijauan dan berpengaruh sangat nyata (P<0.01) terhadap konsumsi segar konsentrat dan konsumsi SK (Tabel 3). Komposisi ransum yang disajikan pada Tabel 3 dihitung berdasarkan konsumsi ransum sapi percobaan, sehingga terjadi sedikit perbedaan dengan komposisi ransum yang diformulasikan. Hal ini disebabkan oleh mutu bahan baku ransum berubah-ubah selama penelitian.
Perlakuan P2 berpengaruh nyata terhadap konsumsi bahan segar hijauan (P<0.05). Hal ini disebabkan oleh tingginya konsumsi Hi-fer+ yang mencapai 22.56 kg ekor-1 hari-1. Konsumsi bahan segar hijauan pada perlakuan P2 tidak diikuti dengan tingginya konsumsi BK hijauan. Rendahnya konsumsi BK hijauan pada perlakuan P2 dikarenakan oleh rendahnya kandungan BK pada Hi-fer+. Berbeda dengan perlakuan P0 dan P1 yang diberi kombinasi rumput gajah dan jerami padi yang memiliki kandungan BK yang tinggi, sehingga berakibat pada tingginya konsumsi BK hijauan.
Perlakuan P0 berpengaruh sangat nyata terhadap konsumsi bahan segar konsentrat (P<0.01). Hal ini akibat dari pemberian yang berlebih dan tingkat palatabilitas pakan ampas tahu yang tinggi sehingga disukai oleh ternak. Namun, perlakuan tidak mempengaruhi konsumsi total BK secara statistik yang dapat disebabkan oleh rendahnya konsumsi BK dari hijauan.
9
Kebutuhan zat makanan yaitu BK, TDN dan PK pada semua perlakuan dalam penelitian ini berada di bawah standar kebutuhan zat makanan (Sutardi 1981). Hal ini disebabkan oleh rendahnya konsumsi pakan as fed dan pemberian pakan yang terbatas terutama hijauan pada perlakuan P0 dan P1. Selain itu, tingkat konsumsi pakan sangat dipengaruhi oleh umur ternak, bobot badan dan intensitas pemberian pakan (Juarini et al. 2007). Konsumsi zat makanan di atas juga berada di bawah penelitian yang dilakukan oleh Kuoppala et al. (2008) yang melaporkan bahwa konsumsi BK 19.7 – 25.3 kg ekor-1 hari-1, konsumsi BO bahwa protein pakan berkorelasi positif dengan BK, BO, PK dan TDN.
Tabel 3 Konsumsi ransum dan zat makanan berdasarkan konsumsi bahan kering
Peubah Perlakuan
P0 P1 P2
Konsumsi ransum (kg ekor-1 hari-1) Hijauan
Bahan segar 14.49±0.44B 14.80±0.08B 22.56±0.89A Bahan kering 3.22±0.10a 3.22±0.12a 3.06±0.12b Konsentrat
Bahan segar 38.71±0.05A 6.56±2.23B 6.36±1.23C Bahan kering 6.14±0.005 5.43±1.85 5.27±1.02 Ortogonal Kontras);Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama berbeda nyata pada taraf uji 5% (Uji Ortogonal Kontras);*Kebutuhan zat makanan berdasarkan Sutardi (1981); P0 = hijauan peternak (rumput
gajah/jerami padi) + konsentrat lokal, P1 = hijauan peternak (rumput gajah/jerami padi) + konsentrat standar, P2 = hijauan fermentasi (Hi-fer+) + konsentrat standar; BK = bahan kering, TDN = total digestible nutrient, BO = bahan organik, PK =
Produksi Susu
Perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap produksi susu harian maupun produksi susu 4% FCM (Tabel 4). Produksi susu harian maupun produksi susu 4% FCM pada perlakuan dari nilai tertinggi sampai terendah berturut-turut yaitu P2, P0 dan P1. Pemberian Hi-fer+ dan konsentrat standar (P2) dapat meningkatkan produksi susu 1.14 % lebih tinggi dibandingkan P0.
Tabel 4 Pengaruh perlakuan pakan terhadap produksi susu
Produksi susu Perlakuan
Produksi susu yang dihasilkan dalam penelitian ini berada di bawah hasil penelitian Steinshamn dan Thuen (2008) dan Santos et al. (2014) yang melaporkan bahwa pemberian silase menghasilkan produksi susu berkisar antara 22–28.1 kg ekor-1 hari-1 dan 14.4 kg ekor-1 hari-1. Rendahnya produksi susu yang dihasilkan disebabkan oleh zat makanan yang dikonsumsi masih belum memenuhi standar (Tabel 3). Selain itu, zat makanan yang dikonsumsi digunakan oleh tubuh untuk pertambahan bobot badan. Chaerani (2004) melaporkan jika perubahan bobot badan negatif, maka terjadi peningkatan produksi susu dan jika perubahan bobot badan sapi positif, maka terjadi penurunan produksi. Selain itu, rendahnya produksi susu dapat disebabkan oleh cekaman panas sebagai akibat pemberian pakan hijauan. Pemberian pakan hijauan rumput gajah dan jerami padi diperkirakan dapat menghasilkan panas fermentasi yang lebih tinggi daripada pemberian Hi-fer+. Yani dan Purwanto (2006) menyatakan bahwa cekaman panas pada ternak berdampak pada peningkatan konsumsi air minum, penurunan konsumsi pakan dan produksi susu.
11
Kualitas Susu
Pemberian Hi-fer+ dan konsentrat standar tidak berpengaruh nyata terhadap kualitas susu (Tabel 5), walaupun demikian perlakuan P2 menghasilkan kadar lemak susu yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan P0 dan P1. Untuk kadar protein, laktosa, SNF, total solid dan densitas susu menunjukkan perlakuan P0 lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan P1 dan P2. Selain itu, hasil perhitungan TPC selama uji coba pemberian pakan diperoleh TPC paling rendah pada perlakuan P2 dan diikuti P1 serta paling tinggi P0.
Tabel 5 Pengaruh perlakuan pakan terhadap kualitas susu
Kualitas Susu Perlakuan
P0 P1 P2
Kadar lemak (%) 4.81±0.24 4.53±0.39 4.97±0.68
Kadar protein (%) 3.70±0.14 3.47±0.15 3.50±0.16 Kadar laktosa (%) 3.95±0.15 3.71±0.16 3.73±0.16
Kadar SNF (%) 7.65±0.29 7.18±0.30 7.23±0.31
Kadar total solid (%) 12.45±0.48 11.71±0.54 12.20±0.99 Densitas (g mL-1) 1.028±0.001 1.026±0.002 1.026±0.001 TPC (cfu mL-1) 6.30 x 105 3.72 x 105 1.49 x 105 P0 = hijauan peternak (rumput gajah/jerami padi) + konsentrat lokal, P1 = hijauan peternak (rumput gajah/jerami padi) + konsentrat standar, P2 = hijauan fermentasi (Hi-fer+) + konsentrat standar; SNF = solid non fat; TPC = total plate count
Kadar lemak susu pada perlakuan P2 lebih tinggi 36.5% dibandingkan dengan kontrol. Kadar lemak yang tinggi pada perlakuan P2 dikarenakan Hi-fer+ mempunyai SK yang tinggi, tingginya konsumsi LK dan adanya bahan aktif (asam organik) pada silase yang dapat merangsang prekursor pembentuk lemak. Disamping itu, penambahan tetes pada pembuatan silase menambah nilai energi sehingga berpengaruh pada meningkatnya sintesa lemak susu (Hidayati et al. 2013). Griinari dan Baumann (2001) melaporkan bahwa kandungan lemak susu sapi dapat dimanipulasi menggunakan pendekatan nutrisi dalam pakan yang diberikan. Hasil kadar lemak setara dengan hasil penelitian Mogensen et al. (2010) dengan pemberian silase jagung yang menghasilkan kadar lemak susu sebesar 4.38%-4.61%.
dari 1.026 g mL-1 menjadi 1.027 g mL-1 karena ternak mampu memproduksi bahan-bahan penyusun susu lebih banyak.
TPC pada perlakuan P2 lebih baik daripada P0 dan P1, kondisi mutu ransum secara tidak langsung dapat mempengaruhi perkembangan kuman yang ada di kelenjar ambing. Hal tersebut dapat disebabkan oleh bakteriosin yang diproduksi bakteri asam laktat pada Hi-fer+ yang bermanfaat menghambat pertumbuhan bakteri patogen. Selain itu, adanya antioksidan dan antijamur yang terdapat pada KP menunjang turunnya TPC pada perlakuan P2. TPC susu perlakuan P2 lebih rendah 76.35 % dibandingkan P0. Hal ini akan berakibat pada harga jual susu, semakin rendah kadar TPC maka harga jual susu semakin meningkat. TPC merupakan komponen penetapan harga susu. Menurut Saleh (2004), faktor-faktor yang mempengaruhi komposisi susu adalah jenis ternak dan keturunannya, tingkat laktasi, umur tenak, infeksi dan peradangan pada ambing, nutrisi atau pakan, lingkungan dan prosedur pemerahan. Selain itu, NAS (2003) melaporkan bahwa kualitas susu yang dihasilkan oleh seekor sapi perah laktasi sangat bergantung kepada suplai nutrisi yang diperoleh melalui pakan, komposisi zat gizi seperti bahan kering, protein, mineral dan kandungan vitamin akan optimal jika nilai nutrisi pakan terpenuhi.
Pertambahan Bobot Badan (PBB) dan Body Condition Score (BCS)
Analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap PBB, akan tetapi berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap BCS (Tabel 6).
Tabel 6 Pengaruh perlakuan pakan terhadap PBB dan BCS
Peubah Perlakuan
P0 P1 P2
PBB (kg ekor-1 hari-1) 0.15±0.37 0.35±0.19 0.69±0.31
BCS 2.88±0.14b 2.85±0.12b 3.19±0.24a
Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama berbeda nyata pada taraf uji 5% (Uji Ortogonal Kontras); P0 = hijauan peternak (rumput gajah/jerami padi) + konsentrat lokal, P1 = hijauan peternak (rumput gajah/jerami padi) + konsentrat standar, P2 = hijauan fermentasi (Hi-fer+) + konsentrat standar; PBB = pertmabahan bobot badan; BCS = body condition score
13
Perkembangan bobot badan sapi perah semua perlakuan selama penelitian mengalami kenaikan. Pemberian pakan pada ketiga perlakuan menunjukkan respon positif terhadap kenaikan bobot badan sapi perah. Pertambahan bobot badan merupakan cerminan dari kualitas pakan yang diberikan dan evaluasi dari pengaruh perlakuan pakan.
BCS sangat berkaitan dengan bobot badan, semakin besar bobot badan sapi maka sapi tersebut akan memiliki nilai BCS yang tinggi. BCS berkaitan erat dengan produksi susu. Rataan BCS pada sapi pertengahan laktasi pada masing-masing perlakuan berada di atas BCS minimum standar untuk sapi perah pertengahan laktasi. Hal ini sesuai dengan rekomendasi Penn State (2004) yaitu rataan BCS minimum saat pertengahan laktasi sebesar 2.75.
Efisiensi Penggunaan Pakan dan Persistensi Laktasi
Konsumsi ransum baik ditinjau dari BK, TDN, PK, dan SK tertinggi pada sapi yang diberi perlakuan P0 sebagai akibat pemberian ampas tahu yang berlebih. Kelebihan pemberian ini tidak banyak memberikan peningkatan produksi susu dibandingkan perlakuan P2. Secara keseluruhan efisiensi penggunaan pakan pada P0 dan P1 lebih rendah dibandingkan penggunaan ransum P2. Efisiensi penggunaan pakan P1 paling rendah disebabkan tidak selarasnya mutu konsentrat dengan hijauan yang mampu memberikan ransum seimbang. Sebagai akibat ketidakseimbangan zat makanan ransum P1 memberikan hasil yang kurang efisien dimana produksi susu/konsumsi susu terendah. Dapat disimpulkan bahwa pemberian ransum yang tidak seimbang akan mengakibatkan efisiensi penggunaan pakan menjadi lebih rendah.
Tabel 7 Pengaruh perlakuan terhadap efisiesi penggunaan pakan
Peubah Perlakuan standar; TDN = total digestible energy; PK = protein kasar
Gambar 1 Pengaruh pemberian pakan terhadap persistensi laktasi. ──
♦
── P0,──■── P1, ──▲── P2.
Pendapatan Peternak (Income Over Feed Cost)
Biaya pakan akan menentukan penerimaan yang didapat oleh peternak. Semakin besar biaya pakan maka akan semakin kecil penerimaan yang diterima oleh peternak. Tabel 8 menyajikan biaya pakan selama penelitian.
Tabel 8 Biaya pakan selama penelitian Peubah disebabkan oleh pemberian pakan yang berlebih terutama ampas tahu. Sedangkan biaya ransum per kg susu termurah pada perlakuan P1 diikuti perlakuan P2 dan yang termahal pada perlakuan P0. Harga dan biaya ransum ini akan menjadi faktor penentu penerimaan yang didapatkan oleh peternak.
Harga susu sangat ditentukan oleh banyak faktor, yaitu kadar lemak, kadar protein dan TPC susu. Harga susu dihitung sesuai dengan kualitas, biaya pakan dan pendapatan peternak (Tabel 9).
Biaya pakan pada perlakuan P0 lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan P1 dan P2 (Tabel 9), sehingga akan berdampak kepada income over feed cost yang didapatkan. Pendapatan peternak dari penjualan susu ke KPS menunjukkan perlakuan kontrol (P0) lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Hal ini berarti
15
bahwa biaya pakan berbanding terbalik dengan pendapatan peternak dari penjualan susu. Semakin tinggi biaya pakan yang dikeluarkan maka semakin rendah pula pendapatan peternak. Akan tetapi, pada income over feed cost menunjukkan hal yang berbeda bahwa perlakuan P2 lebih tinggi dibandingkan dengan P0 dan P1 (Tabel 9). Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan P2 yaitu pemberian Hi-fer+ dan konsentrat standar lebih efisien dibandingkan perlakuan lainnya. Penggunaan Hi-fer+ dan konsentrat standar akan memberikan tingkat keuntungan yang lebih besar bagi peternak.
Tabel 9 Analisis keekonomian: Income Over Feed Cost Peubah
Saran
17
DAFTAR PUSTAKA
Aryogi MA, Yusran, Umiyasih U, Rasyid A, Affandy L, Arianto H. 2001. Pengaruh teknologi defaunasi pada ransum terhadap produktivitas ternak sapi perah rakyat. Di dalam: Hidayati N, Priyanti A, Tiesnamurti B, editor. Pros. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner; 2001 Sep 17-18; Bogor, Indonesia. Bogor (ID): Puslitbang Peternakan Bogor. hlm 181-188.
Astuti SO. 2006. Pengaruh penambahan UMMB dan SPM terhadap kadar progesteron air susu dan performans reproduksi sapi perah laktasi [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
[BAM] Bacteriological Analytical Manual. 2001. Aerobic Plate Count. FDA [Internet]. [diunduh 2014 Feb 22]. Tersedia pada: http://cfsan.fdagov/ba.html.
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2011. Definisi Susu Segar (SNI 01-3141-2011). Jakarta (ID): Dewan Standarisasi Nasional.
[CENTRAS] Center of Tropical Animal Studies. 2013. Produksi Hijauan Fermentasi (Hi-fer+) dalam Kemasan Komersial Menggunakan Probiotik Unggul untuk Penyediaan Pakan Berkelanjutan serta Mendukung Pencapaian Swasembada Daging. Laporan Akhir Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). Bogor (ID): CENTRAS.
Chaerani L. 2004. Pemberian ransum suplemen yang mengandung ikatan ampas tahu dengan seng dan tembaga untuk meningkatkan produksi susu sapi perah di Pangalengan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Cole JB, Null DJ. 2003. Genetic Evaluations of Lactation Persistency for Five Breeds of Dairy Cattle. J Dairy Sci. (92): 2248–2258.
Dematawewa CMB, Pearson RE, Van Raden PM. 2007. Modeling Extended Lactations of Holstein. J Dairy Sci. (90): 3924–3936.
Edmonson AJ, Lean IJ, Weaver LD, Farfer T, Webster G. 1989. A body condition scoring chart for Holstein dairy cows. J Dairy Sci. (72): 68–70.
Ensminger ME, Tyler HD. 2006. Dairy Cattle Science. 4th ed. New Jersey (US): Pearson Education Inc., Upper Saddle River.
Griinari JM, Bauman DE. 2001. Production of low fat milk by diet induced milk fat depression. J Adv in Dairy Tech. (13):197.
Harmono ND. 2000. Pengaruh Tipe UDP dan Tingkat Energi terhadap Konsumsi dan Kecernaan Nutrien pada Sapi Perah Peranakan Friesian Holstein. Yogyakarta (ID): UGM Pr.
Hidayati A, Budiwijono T, Prihanta W. 2013. Penerapan Teknologi Silase Untuk Mempertahankan Produksi Susu Kambing kepada Kelompok Peternak di Dataran Tinggi. DEDIKASI.ejournal UMM. (10): 13–19.
Kuoppala K, Rinne M, Nousiainen J, Huhtanen P. 2008. The effect of cutting time of grass silage in primary growth and regrowth the interactions between silage quality and concentrate level on milk production of dairy cows. Livest Sci. (116): 171–182.
Kusnadi U, Juarini E. 2007. Optimalisasi Pendapatan Usaha Pemeliharaan Sapi Perah dalam Upaya Peningkatan Produksi Susu Nasional. ISSN 0216-6461. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. WARTAZOA. (17): 1. Malyadi J. 2014. Evaluasi kecukupan nutrisi sapi perah di Kawasan Usaha
Peternakan, Cibungbulang Bogor, Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Mogensen L, Vestergaard JS, Frette X, Lund P, Weisbjerg MR, Kristensen T. 2010. Efeect of toasting filed beans and of grass-clover: Maize silage ratio on milk production, milk composition and sensory quality of milk. Livest Sci. (128): 123–132.
[NAS] National Academy of Sciences. 2003. Nutrient requirements of dairy cattle 7th ed. Washington DC (US): National Academy Pr.
Nopika N. 2013. Pengaruh pemberian musik klasik terhadap konsumsi ampass tahu dan produksi susu [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Noviana N. 2004. Suplementasi ransum yang mengandung ikatan ampas kecap
dengan tembaga dan seng untuk produksi susu sapi perah [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
[NRC] National Research Council. 2001. Nutrient Requirement of Dairy Cattle. 8th ed. Washington DC (US): National Academy Pr.
Penn State. 2004. Begginer’s guide to body condition scoring: a tool for dairy herd management. Washington DC (US): National Academy Pr.
Putra S, Puger AW. 1995. Manipulasi Mikroba dalam Fermentasi Rumen Salah Satu Alternatif untuk Meningkatkan Efisiensi Penggunaan Zat-zat Makanan. Denpasar (ID): Udayana Pr.
Saleh E. 2004. Dasar Pengolahan Susu dan Hasil Ikutan Ternak. Medan (ID): USU Pr.
Santoz NW, Samtoz GTD, Silva-Kazama DC, Grande PA, Pintro PM, de Marchi FE, Jobim CC, Petit HV. 2014. Production, composition and antioxidants in milk dairy cows fed diets containing soybean oil and grape residue silage. Livest Sci. (159): 37 – 45.
Sembiring SBR. 2002. Pengaruh pemberian Bacillus sp. terhadap produksi dan kualitas susu sapi perah Fries Holland [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Steel RGD, Torrie JH. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika: Suatu Pendekatan Biometrik.Ed ke-3. M Syah, penerjemah. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama.
Steinshamn H, Thuen E. 2008. White or red clover-grass silage in organic dairy milk production: Grassland productivity and milk production responses with different levels of concentrate. Livest Sci. (119): 202 – 215.
19
Sutardi T. 1981. Sapi Perah dan Pemberian Makanannya. Departemen Ilmu Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Taylor RE, Field TG. 2004. Scientific Farm Animal Production. 8th ed. New Jersey (US): Pearson Prentice Hall.
Wardeh MF. 1981. Models for esmating energy and protein utilization for feeds [disertasi]. Utah (US): Utah State Univ Pr.
Wickes RB. 1983. Feeding experiment with dairy cattle. In. Dairy Cattle Research Techniques. Ternouth JH, editor. Australia (AU): Queensland of Primary Industries.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Analisis ragam (ANOVA) terhadap konsumsi bahan segar hijauan
SK db JK KT Fhit F0.05 F0.01
Total 11 170.489
Perlakuan 2 167.512 83.756 319.365 5.143 10.925 ** Kelompok 3 1.403 0.468 1.783 4.757 9.780 ns
Galat 6 1.574 0.262
** : sangat berbeda nyata (P<0.01), * : berbeda nyata (P<0.05), ns: tidak signifikan, SK: sumber keragaman, db: derajat bebas, JK: jumlah kuadrat, KT: kuadrat tengah, Fhit: nilai F.
Lampiran 2 Uji ortogonal kontras konsumsi bahan segar hijauan
P0 P1 P2
57.95 59.18 90.25 c Q JK
2 vs 1,0 -1 -1 2 63.37 6 167.323
1 vs 0 -1 1 0 1.23 2 0.189
JK Total 167.512
P0 : hijauan peternak (rumput gajah/jerami padi) + konsentrat lokal, P1 : hijauan peternak (rumput gajah/jerami padi) + konsentrat standar, P2 : hijauan fermentasi (Hi-fer+) + konsentrat standar
Lampiran 3 Analisis ragam (ANOVA) terhadap konsumsi bahan kering hijauan
SK db JK KT Fhit F0.05 F0.01
Total 11 0.187
Perlakuan 2 0.068 0.034 7.662 5.143 10.925 * Kelompok 3 0.092 0.031 6.864 4.757 9.780 *
Galat 6 0.027 0.004
** : sangat berbeda nyata (P<0.01), * : berbeda nyata (P<0.05), ns: tidak signifikan, SK: sumber keragaman, db: derajat bebas, JK: jumlah kuadrat, KT: kuadrat tengah, Fhit: nilai F.
Lampiran 4 Uji ortogonal kontras konsumsi bahan kering hijauan
P0 P1 P2
12.87 12.89 12.24 c Q JK
1,0 vs 2 1 1 -2 1.28 6 0.068
1 vs 0 -1 1 0 0.02 2 0.000
JK Total 0.068
P0 : hijauan peternak (rumput gajah/jerami padi) + konsentrat lokal, P1 : hijauan peternak (rumput gajah/jerami padi) + konsentrat standar, P2 : hijauan fermentasi (Hi-fer+) + konsentrat standar
Lampiran 5 Analisis ragam (ANOVA) terhadap konsumsi bahan segar konsentrat
SK db JK KT Fhit F0.05 F0.01
Total 11 2793.452
Perlakuan 2 2774.006 1387.003 1081.493 5.143 10.925 ** Kelompok 3 11.751 3.917 3.054 4.757 9.780 ns
Galat 6 7.695 1.282
21
Lampiran 6 Uji ortogonal kontras konsumsi bahan segar konsentrat
P0 P1 P2
154.85 26.23 25.45 c Q JK
0 vs 1,2 2 -1 -1 258.02 6 2773.930
1 vs 3 0 1 -1 0.78 2 0.076
JK Total 2774.006
P0 : hijauan peternak (rumput gajah/jerami padi) + konsentrat lokal, P1 : hijauan peternak (rumput gajah/jerami padi) + konsentrat standar, P2 : hijauan fermentasi (Hi-fer+) + konsentrat standar
Lampiran 7 Analisis ragam (ANOVA) terhadap konsumsi bahan kering konsentrat
SK db JK KT Fhit F0.05 F0.01
Total 11 15.065
Perlakuan 2 1.708 0.854 0.972 5.143 10.925 ns Kelompok 3 8.086 2.695 3.068 4.757 9.780 ns
Galat 6 5.270 0.878
** : sangat berbeda nyata (P<0.01), * : berbeda nyata (P<0.05), ns: tidak signifikan, SK: sumber keragaman, db: derajat bebas, JK: jumlah kuadrat, KT: kuadrat tengah, Fhit: nilai F.
Lampiran 8 Analisis ragam (ANOVA) terhadap konsumsi bahan kering total
SK db JK KT Fhit F0.05 F0.01
Total 11 15.766
Perlakuan 2 2.132 1.066 1.159 5.143 10.925 ns Kelompok 3 8.117 2.706 2.942 4.757 9.780 ns
Galat 6 5.517 0.920
** : sangat berbeda nyata (P<0.01), * : berbeda nyata (P<0.05), ns: tidak signifikan, SK: sumber keragaman, db: derajat bebas, JK: jumlah kuadrat, KT: kuadrat tengah, Fhit: nilai F.
Lampiran 9 Analisis ragam (ANOVA) terhadap konsumsi total digistible nutrien (TDN)
** : sangat berbeda nyata (P<0.01), * : berbeda nyata (P<0.05), ns: tidak signifikan, SK: sumber keragaman, db: derajat bebas, JK: jumlah kuadrat, KT: kuadrat tengah, Fhit: nilai F.
Lampiran 10 Analisis ragam (ANOVA) terhadap konsumsi bahan organik (BO)
SK db JK KT Fhit F0.05 F0.01
Total 11 11.979
Perlakuan 2 2.190 1.095 1.632 5.143 10.925 ns Kelompok 3 5.765 1.922 2.s865 4.757 9.780 ns
Galat 6 4.024 0.671
Lampiran 11 Analisis ragam (ANOVA) terhadap konsumsi protein kasar (PK)
** : sangat berbeda nyata (P<0.01), * : berbeda nyata (P<0.05), ns: tidak signifikan, SK: sumber keragaman, db: derajat bebas, JK: jumlah kuadrat, KT: kuadrat tengah, Fhit: nilai F.
Lampiran 12 Analisis ragam (ANOVA) terhadap konsumsi lemak kasar (LK)
SK db JK KT Fhit F0.05 F0.01
Total 11 0.099
Perlakuan 2 0.030 0.015 3.151 5.143 10.925 ns Kelompok 3 0.041 0.014 2.883 4.757 9.s780 ns
Galat 6 0.028 0.005
** : sangat berbeda nyata (P<0.01), * : berbeda nyata (P<0.05), ns: tidak signifikan, SK: sumber keragaman, db: derajat bebas, JK: jumlah kuadrat, KT: kuadrat tengah, Fhit: nilai F.
Lampiran 13 Analisis ragam (ANOVA) terhadap konsumsi serat kasar (SK)
SK db JK KT Fhit F0.05 F0.01
Total 11 0.814
Perlakuan 2 0.652 0.326 29.164 5.143 10.925 ** Kelompok 3 0.096 0.032 2.852 4.757 9.780 ns
Galat 6 0.067 0,\.011
** : sangat berbeda nyata (P<0.01), * : berbeda nyata (P<0.05), ns: tidak signifikan, SK: sumber keragaman, db: derajat bebas, JK: jumlah kuadrat, KT: kuadrat tengah, Fhit: nilai F.
Lampiran 14 Uji ortogonal kontras konsumsi serat kasar (SK)
P0 P1 P2
7.99 5.92 6.12 c Q JK
0 vs 2,1 2 -1 -1 3.94 6 0.647
2 vs 1 0 -1 1 0.2 2 0.005
JK Total 0.652 P0 : hijauan peternak (rumput gajah/jerami padi) + konsentrat lokal, P1 : hijauan peternak (rumput gajah/jerami padi) + konsentrat standar, P2 : hijauan fermentasi (Hi-fer+) + konsentrat standar
Lampiran 15 Analisis ragam (ANOVA) terhadap produksi susu harian
SK db JK KT Fhit F0.05 F0.01
Total 11 62.900
Perlakuan 2 1.281 0.641 0.121 5.143 10.925 ns Kelompok 3 29.951 9.984 1.892 4.757 9.780 ns
Galat 6 31.668 5.278
23
** : sangat berbeda nyata (P<0.01), * : berbeda nyata (P<0.05), ns: tidak signifikan, SK: sumber keragaman, db: derajat bebas, JK: jumlah kuadrat, KT: kuadrat tengah, Fhit: nilai F.
Lampiran 17 Analisis ragam (ANOVA) terhadap kadar lemak susu
SK db JK KT Fhit F0.05 F0.01
Total 11 2.434
Perlakuan 2 0.401 0.200 0.920 5.143 10.925 ns Kelompok 3 0.726 0.242 1.110 4.757 9.780 ns
Galat 6 1.307 0.218
** : sangat berbeda nyata (P<0.01), * : berbeda nyata (P<0.05), ns: tidak signifikan, SK: sumber keragaman, db: derajat bebas, JK: jumlah kuadrat, KT: kuadrat tengah, Fhit: nilai F.
Lampiran 18 Analisis ragam (ANOVA) terhadap kadar protein susu
SK db JK KT Fhit F0.05 F0.01
Total 11 0.322
Perlakuan 2 0.127 0.063 2.477 5.143 10.925 ns Kelompok 3 0.042 0.014 0.545 4.757 9.780 ns
Galat 6 0.154 0.026
** : sangat berbeda nyata (P<0.01), * : berbeda nyata (P<0.05), ns: tidak signifikan, SK: sumber keragaman, db: derajat bebas, JK: jumlah kuadrat, KT: kuadrat tengah, Fhit: nilai F.
Lampiran 19 Analisis ragam (ANOVA) terhadap kadar laktosa susu
SK db JK KT Fhit F0.05 F0.01
Total 11 0.358
Perlakuan 2 0.142 0.071 2.522 5.143 10.925 ns Kelompok 3 0.046 0.015 0.544 4.757 9.780 ns
Galat 6 0.169 0.028
** : sangat berbeda nyata (P<0.01), * : berbeda nyata (P<0.05), ns: tidak signifikan, SK: sumber keragaman, db: derajat bebas, JK: jumlah kuadrat, KT: kuadrat tengah, Fhit: nilai F.
Lampiran 20 Analisis ragam (ANOVA) terhadap kadar solid non fat (SNF) susu
SK db JK KT Fhit F0.05 F0.01
Total 11 1.346
Perlakuan 2 0.537 0.268 2.510 5.143 10.925 ns Kelompok 3 0.168 0.056 0.525 4.757 9.780 ns
Galat 6 0.641 0.107
Lampiran 21 Analisis ragam (ANOVA) terhadap kadar total solid susu
** : sangat berbeda nyata (P<0.01), * : berbeda nyata (P<0.05), ns: tidak signifikan, SK: sumber keragaman, db: derajat bebas, JK: jumlah kuadrat, KT: kuadrat tengah, Fhit: nilai F.
Lampiran 22 Analisis ragam (ANOVA) terhadap densitas susu
SK db JK KT Fhit F0.05 F0.01
Total 11 2.492
Perlakuan 2 1.317 6.583 4.472 5.143 10.925 ns Kelompok 3 2.917 9.722 6.604 4.757 9.780 *
Galat 6 8.833 1.472
** : sangat berbeda nyata (P<0.01), * : berbeda nyata (P<0.05), ns: tidak signifikan, SK: sumber keragaman, db: derajat bebas, JK: jumlah kuadrat, KT: kuadrat tengah, Fhit: nilai F.
Lampiran 23 Analisis ragam (ANOVA) terhadap pertambahan bobot badan (PBB)
SK db JK KT Fhit F0.05 F0.01
Total 11 1.423
Perlakuan 2 0.609 0.304 2.584 5.143 10.925 ns Kelompok 3 0.107 0.036 0.303 4.757 9.780 ns
Galat 6 0.707 0.118
** : sangat berbeda nyata (P<0.01), * : berbeda nyata (P<0.05), ns: tidak signifikan, SK: sumber keragaman, db: derajat bebas, JK: jumlah kuadrat, KT: kuadrat tengah, Fhit: nilai F.
Lampiran 24 Analisis ragam (ANOVA) terhadap body condition score (BCS)
SK db JK KT Fhit F0.05 F0.01
Total 11 0.565
Perlakuan 2 0.288 0.144 5.449 5.143 10.925 * Kelompok 3 0.119 0.040 1.505 4.757 9.780 ns
Galat 6 0.158 0.026
** : sangat berbeda nyata (P<0.01), * : berbeda nyata (P<0.05), ns: tidak signifikan, SK: sumber keragaman, db: derajat bebas, JK: jumlah kuadrat, KT: kuadrat tengah, Fhit: nilai F.
Lampiran 25 Uji ortogonal kontras body condition score (BCS)
P0 P1 P2
11.5 11.38 12.75 c Q JK
2 vs 0,1 -1 -1 2 2.62 6 0.286
0 vs 1 1 -1 0 0.12 2 0.002
25
Lampiran 26 Analisis ragam (ANOVA) terhadap efisiensi pakan
SK db JK KT Fhit F0.05 F0.01
Total 11 61.627
Perlakuan 2 17.561 8.781 1.784 5.143 10.925 ns Kelompok 3 14.538 4.846 0.985 4.757 9.780 ns
Galat 6 29.527 4.921
** : sangat berbeda nyata (P<0.01), * : berbeda nyata (P<0.05), ns: tidak signifikan, SK: sumber keragaman, db: derajat bebas, JK: jumlah kuadrat, KT: kuadrat tengah, Fhit: nilai F.
Lampiran 27 Analisis ragam (ANOVA) terhadap produksi susu/konsumsi TDN
SK db JK KT Fhit F0.05 F0.01
Total 11 0.933
Perlakuan 2 0.074 0.037 0.457 5.143 10.925 ns Kelompok 3 0.376 0.125 1.554 4.757 9.780 ns
Galat 6 0.484 0.081
** : sangat berbeda nyata (P<0.01), * : berbeda nyata (P<0.05), ns: tidak signifikan, SK: sumber keragaman, db: derajat bebas, JK: jumlah kuadrat, KT: kuadrat tengah, Fhit: nilai F.
Lampiran 28 Analisis ragam (ANOVA) terhadap produksi susu/konsumsi PK
SK db JK KT Fhit F0.05 F0.01
Total 11 21.632
Perlakuan 2 2.954 1.477 0.870 5.143 10.925 ns Kelompok 3 8.500 2.833 1.670 4.757 9.780 ns
Galat 6 10.179 1.697
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 20 September 1992. Penulis merupakan anak keempat dari empat bersaudara dari pasangan Bapak H. Pathul Muin dan Ibu Hj. Ros Tiati. Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 3 Palembang dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah
menjadi anggota Departemen Sosial dan Kesejahteraan Mahasiswa BEM FAPET IPB periode 2011/2012 dan 2012/2013. Kepanitiaan yang pernah diikuti yaitu Dekan Cup (2011), Bendahara Business Challenge (2012), Fapet Golden Week (2012) dan Bina Desa (2012). Prestasi yang dicapai penulis yaitu INTP Award IP tertinggi semester 3 dan 5 (2011 dan 2012) dan penerima dana penelitian untuk program kreatifitas mahasiswa (PKM-P) pada tahun 2012.
UCAPAN TERIMA KASIH
Alhamdulillahirabbil’alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat