• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Patologi Organ Limpa dan Hati Mencit (Mus musculus) yang Diinfeksi Coxiella burnetii Pasase Dua Kali pada Hamster (Mesocricetus auratus)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Patologi Organ Limpa dan Hati Mencit (Mus musculus) yang Diinfeksi Coxiella burnetii Pasase Dua Kali pada Hamster (Mesocricetus auratus)"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI PATOLOGI ORGAN LIMPA DAN HATI MENCIT

(

Mus musculus

) YANG DIINFEKSI

Coxiella burnetii

PASASE

DUA KALI PADA HAMSTER (

Mesocricetus auratus

)

WILIAM MAREA

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Studi Patologi Organ Limpa dan Hati Mencit (Mus musculus) yang Diinfeksi Coxiella burnetii Pasase Dua Kali pada Hamster (Mesocricetus auratus

)

adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2013

Wiliam Marea

(4)

ABSTRAK

WILIAM MAREA. Studi Patologi Organ Limpa dan Hati Mencit (Mus musculus) yang Diinfeksi Coxiella burnetii Pasase Dua Kali pada Hamster (Mesocricetus auratus

). Dibimbing oleh MAWAR SUBANGKIT dan AGUS SETIYONO.

Query fever (Q fever) merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh agen Coxiella burnetii. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui gambaran patologi anatomi (PA) dan histopatologi limpa dan hati mencit (Mus musculus) yang diinfeksi oleh Coxiella burnetii pasase dua kali pada hamster (Mesocricetus auratus) dengan menggunakan metode imunohistokimia. Patologi anatomi organ hati dan limpa menunjukkan perubahan berupa hepatomegaly, dan splenomegaly. Gambaran histopatologi organ hati berupa degenerasi sel hepatosit, nekrosa sel hepatosit, dan adanya infiltrasi sel radang, sedangkan pada limpa ditemukan adanya peradangan yang ditandai dengan deplesi pulpa putih, hemoragi, dan infiltrasi sel radang pada pulpa merah. Hasil pemeriksaan menunjukkan positif

Coxiella burnetii pada organ limpa dan hati.

Kata kunci: Coxiella burnetii, imunohistokimia, Q fever, mencit

ABSTRACT

WILIAM MAREA. Pathological Study of Spleen and Liver of Mice (Mus musculus) which were Infected by Coxiella burnetii After Twice Passage in Hamster (Mesocricetus auratus). Supervised by MAWAR SUBANGKIT and AGUS SETIYONO.

Query fever (Q fever) is a disease caused by Coxiella burnetii agent. The aim of this research was to determine the gross pathology and histopathology of

Coxiella burnetii infection in the spleen and liver of mice (Musmusculus) which were infected by Coxiella burnetii after twice passage in hamster (Mesocricetus auratus) using immunohistochemistry methods. In this research the gross pathology of liver and spleen showed hepatomegaly, and splenomegaly. The histopathological change of liver showed hepatocyte degeneration, necrose, and infiltration of inflammatory cells. The histopathological change of spleen showed inflammation which characterized by the white pulp depletion, red pulp hemorrhage, and infiltration of inflammatory cell. The results showed positive

Coxiella burnetii in the spleen and liver.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan

pada

Fakultas Kedokteran Hewan

STUDI PATOLOGI ORGAN LIMPA DAN HATI MENCIT

(

Mus musculus

) YANG DIINFEKSI

Coxiella burnetii

PASASE

DUA KALI PADA HAMSTER (

Mesocricetus auratus

)

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Studi Patologi Organ Limpa dan Hati Mencit (Mus musculus) yang Diinfeksi Coxiella burnetii Pasase Dua Kali pada Hamster

(Mesocricetus auratus

)

Nama : Wiliam Marea

NIM : B04090073

Disetujui oleh

drh Mawar Subangkit, MSi Pembimbing I

drh Agus Setiyono, MS, PhD, APVet Pembimbing II

Diketahui oleh

drh Agus Setiyono, MS, PhD APVet Wakil Dekan FKH IPB

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2012 ini ialah Q fever, dengan judul Studi Patologi Organ Limpa dan Hati Mencit (Mus musculus) yang Diinfeksi Coxiella burnetii Pasase Dua Kali pada Hamster (Mesocricetus auratus

).

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak drh. Agus Setiyono, MS, PhD. APVet dan Bapak drh. Mawar Subangkit M.Si selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada staf laboratorium patologi FKH IPB, serta teman sepenelitian Lia, Uwi, Mutya, dan Vivi, yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayahanda Martion (alm), ibunda Refni Amir S.pd, M.Si, abang Seplika Marea ST, Maikel Marea AMd, dan adek Zade Marea atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2013

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

PENDAHULUAN 1

Latar belakang 1

Tujuan 2

Manfaat 2

METODOLOGI 3

Waktu dan Tempat Penelitian 3

Bahan dan Peralatan 3

Metode Penelitian 3

Persiapan Hewan Coba 3

Persiapan Antigen 3

Penginjeksian Antigen 4

Pembuatan Sediaan Histopatologi 4

Pewarnaan Hematoksilin Eosin 4

Pewarnaan Imunohistokimia Terhadap Antigen Coxiella burnetii 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 5

Hasil Pemeriksaan Makroskopis 5

Hasil Pemeriksaan Histopatologi Hati 7

Hasil Pemeriksaan Histopatologi Limpa 8

Hasil Pemeriksaan Imunohistokimia 10

SIMPULAN DAN SARAN 11

Simpulan 11

Saran 11

DAFTAR PUSTAKA 12

(10)

DAFTAR TABEL

1 Tabel 1 Komposisi pakan hamster yang tersedia secara ad libitum 3 2 Tabel 2 Hasil pengamatan histopatologi hati mencit yang diinfeksi

Coxiella burnetii 7

3 Tabel 3 Hasil pengamatan histopatologi limpa mencit yang diinfeksi

Coxiella burnetii 8

DAFTAR GAMBAR

1 Gambar 1 Gejala klinis mencit yang diinfeksi Coxiella burnetii 5 2 Gambar 2 Gambaran Patologi Anatomi (PA) limpa mencit yang

diinfeksi Coxiella burnetii 6

3 Gambar 3 Gambaran Patologi Anatomi (PA) hati mencit yang

diinfeksi Coxiella burnetii 6

4 Gambar 3 Perubahan histopatologi hati mencit yang diinfeksi

Coxiella burnetii 7

5 Gambar 4 Perubahan histopatologi limpa mencit yang diinfeksi

Coxiella burnetii 9

6 Gambar 5 Pengamatan menggunakan pewarnaan imunohistokimia pada organ hati mencit yang diinfeksi Coxiella burnetii 10 7 Gambar 6 Pengamatan menggunakan pewarnaan imunohistokimia

(11)

PENDAHULUAN

Latar belakang

Penyakit Query fever (Q fever) merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh agen Coxiella burnetii (C. burnetii), yaitu mikroorganisme pleomorfik dengan ukuran lebar 0.2-0.4 μm dan panjang 0.4-1.0 μm, bersifat obligat intraseluler termasuk ke dalam bacterial like organism dan memiliki membran sel seperti bakteri gram negatif tetapi sulit diamati dengan pewarnaan gram (Maurin dan Raoult 1999; Fournier et al. 1998).C. burnetii memiliki 2 fase antigen yaitu fase I bersifat virulen (patogenik) yang dapat diisolasi dari hewan maupun manusia yang terinfeksi di alam maupun di laboratorium. Sedangkan fase II bersifat kurang virulen yang diperoleh selama dikembangbiakan secara berseri di biakan sel atau telur tertunas. Penyakit ini ditandai dengan gejala subklinis yang kemudian berkembang sebagai infeksi akut, namun beberapa diantaranya akan berkembang dalam bentuk kronis (Lepidi et al 2008). Pada fase akut C. burnetii

dapat ditemukan di dalam darah sedangkan pada fase kronis terakumulasi dalam sel fagosit yang terdapat dalam organ seperti jantung, hati, limpa dan plasenta.

Penyakit Q fever pertama kali ditemukan di Australia pada tahun 1935 hingga akhirnya sampai saat ini penyakit Q fever telah menyebar hampir ke seluruh dunia. Q fever merupakan suatu masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia (Angelakis dan Raoult 2010). Penyakit ini telah dikelompokkan sebagai

emerging atau re-emerging zoonosis yaitu penyakit yang dapat ditularkan dari hewan ke manusia maupun sebaliknya (ECDC 2010). Menurut CDC (2012), sejak tahun 1999 Q fever digolongkan sebagai penyakit yang harus dilaporkan (notifiable disease). Agen penyebab penyakit ini telah dikelompokkan ke dalam bakteri yang berbahaya karena dapat memberikan dampak jangka panjang yang buruk pada penderitanya. C. burnetii dapat dikembangkan sebagai senjata biologis (bioterrorism) (CDC 2005).

Sejak penyakit ini dilaporkan, jumlah kasus Q fever yang dilaporkan ke

Central Disease Control (CDC) selalu mengalami peningkatan. Q fever

merupakan penyakit yang dapat menyerang berbagai jenis hewan, baik satwa liar, unggas, hewan ruminansia seperti sapi, kambing, domba, serta hewan piara seperti anjing, kucing, dan kuda, bahkan C. burnetii juga dapat menginfeksi berbagai macam hewan laboratorium, termasuk mencit, tikus, kelinci, marmut, dan monyet (Soejoedono 2004). Pada ruminansia, manifestasi Q fever menyebabkan aborsi, lahir mati, prematur, dan pengiriman lemah keturunan. Namun, manifestasi klinis umumnya hanya diekspresikan pada domba dan kambing. Pada sapi, Q fever

umumnya bersifat asimtomatik yaitu tidak menunjukkan gejala klinis, tetapi dapat mengakibatkan infertilitas, metritis, dan mastitis, bahkan dapat mengakibatkan kegagalan fungsi hati, radang tulang, radang otak, gangguan pada pembuluh darah dan peradangan jantung (endokarditis) yang dapat berakibat fatal (Porter et al.

2011).

(12)

2

langsung antara manusia dengan hewan ternak yang terinfeksi. Manusia juga dapat terinfeksi Q fever melalui udara, atau melalui makanan seperti daging dan susu yang berasal dari hewan yang terinfeksi atau bahan terkontaminasi lainnya. Pada bahan pangan asal hewan dan olahannya C. burnetii dapat bertahan hidup 1 bulan pada daging yang disimpan dalam cold storage pada suhu -20ºC, 42 bulan pada susu segar yang disimpan pada suhu 4-6ºC dan lebih dari 40 bulan pada susu skim (CFSPH 2007). Di Indonesia, penelitian yang lebih mendalam mengenai penyakit Q fever jarang dilakukan karena tidak semua hewan yang terinfeksi Q fever menunjukkan perubahan gejala klinis (asimptomatik).

Mencit merupakan hewan coba yang dapat dikembangkan untuk mempelajari patogenesis penyakit Q fever. Mencit memiliki kerentanan terhadap infeksi Q fever, selain itu mencit juga mempunyai siklus hidup yang relatif pendek, jumlah anak per kelahiran banyak dan mudah ditangani (Moriwaki et al. 1994), sehingga hal tersebut dapat dijadikan alasan dalam pemilihan mencit sebagai hewan percobaan pada penelitian ini.

Pada saat ini diagnosa penyakit Q fever masih banyak menggunakan diagnosa secara serologis. Setiyono et al. (2005) menyatakan bahwa diagnosa serologis Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) yang didukung dengan

immunofluorescense assay (IFA) dapat memberikan akurasi ketepatan yang baik. Teknik ini juga dianggap paling aman karena isolasi agen penyebab C. burnetii

dilakukan pada laboratorium yang memiliki fasilitas biosafety level 3 (BSL 3). Namun hingga saat ini belum ada informasi yang tersedia berkenaan dengan diagnosis Q fever menggunakan metode imunohistokimia. Teknik immunohistokimia dapat dikembangkan guna mengantisipasi adanya keterbatasan fasilitas laboratorium biosafety level 3 (BSL 3). Teknik ini merupakan teknik yang cepat dan tidak memerlukan bakteri hidup atau jaringan segar untuk diagnosis. Selain itu, teknik ini juga mampu dan memungkinkan dalam membuat studi retrospektif pada sampel yang telah lama disimpan (Porter et al. 2011). Hasil diagnosa menggunakan teknik imunohistokimia memiliki akurasi yang sangat baik, karena pembacaan hasil akhirnya berdasarkan adanya immunoreactivity

antara antigen penyebab penyakit dengan antibodi yang homolog.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gejala klinis, gambaran patologi anatomi (PA) dan histopatologi limpa dan hati mencit (Mus musculus) yang diinfeksi C. burnetii pasase dua kali pada hamster (Mesocricetus auratus).

Manfaat

(13)

3

METODOLOGI

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2012 sampai Juni 2013. Kegiatan pemeliharaan dan perlakuan hewan coba bertempat di fasilitas kandang hewan percobaan Bagian Patologi, FKH-IPB. Pembuatan sediaan histopatologi dilakukan di Laboratorium Histopatologi, Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi, FKH-IPB.

Bahan dan Peralatan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah hamster jantan berumur 2 bulan sebanyak 6 ekor, mencit jantan berumur 2 bulan sebanyak 7 ekor, antigen C. burnetii strain Nine Mile, Phosphate Buffered Saline (PBS), Buffer Neutral Formalin 10%, etanol (70%, 80% 90%, absolut), etanol bertingkat (30%, 50%, 70%, 80%, 96%, absolute), xylene, paraffin, lithium carbonat, pewarna jaringan

Mayer Hematoxyline, pewarna Eosin, antibodi primer Rabbit anti-C. burnetii antibody, Streptavidin-horseradish peroxidase (SA-HRP), methanol, H2O2, serum 1% FBS, antibodi sekunder biotin, PBS tween, diaminobenzidine (DAB), aquades, pakan mencit, dan sekam sebagai alas kandang.

Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah alat pemeliharaan dan perlakuan hamster (kandang dan syringe untuk injeksi antigen), alat nekropsi (jarum pentul, styrofoam, scalpel, gunting, pinset, dan pot plastik), alat pembuatan ekstrak (mortar dan centrifuge), dan alat untuk pembuatan sediaan histopatologi (gelas ukur, tissue cassete, tissue basket, tissue tang, Paraffin Embedding Console, object glass, cover glass, automatic tissue processor, microtome, staining system), serta alat photomicrograph, dan mikroskop cahaya.

Metode Penelitian

Persiapan Hewan Coba

Mencit harus berasal dari induk yang sama dan dipastikan bebas dari penyakit. Kandang mencit dibuat dari basket plastik ukuran sedang yang atasnya ditutup dengan kawat. Kandang diletakkan pada meja atau rak yang telah Laboratorium Rickettsia dan Chlamydia, National Institute of Infectious Disease, Tokyo. Pada pasase pertama 4 ekor hamster diinjeksi dengan antigen C. burnetii

(14)

4

diambil ekstraknya. Pembuatan ekstrak dengan cara menambahkan PBS pada gerusan limpa. Kemudian campuran tersebut disentrifuse untuk diambil ekstraknya. Ekstak limpa tersebut kemudian diinjeksikan kembali pada 2 ekor hamster lainnya (pasase kedua) dengan dosis 0,4 ml/BB dan diinkubasi selama 7 hari. Limpa hamster pasase kedua ini kemudian digerus untuk diambil ekstraknya. Penginjeksian Antigen

Penelitian ini menggunakan 7 ekor mencit yang diinjeksikan secara intraperitonial dengan ekstrak limpa hamster pasase kedua dengan dosis 0,4 ml/BB. Lalu mencit tersebut diinkubasi selama 7 hari, dilihat perubahan fisik, dinekropsi untuk dipanen organ limpa dan hati. Masing-masing organ dipisahkan dan dimasukkan ke dalam pot plastik yang berisi Buffered Neutral Formalin 10% selama kurang lebih 48 jam yang kemudian diproses untuk pembuatan sediaan histopatologi.

Pembuatan Sediaan Histopatologi

Limpa dan hati yang telah dikoleksi kemudian dipotong dengan ketebalan kurang lebih 3 mm. Potongan organ tersebut dicuci dengan PBS, kemudian difiksasi dengan menggunakan Buffered Neutral Formalin 10% kemudian dimasukkan ke dalam tissue cassete. Selanjutnya dilakukan proses dehidrasi dengan etanol bertingkat (30%, 50%, 70%, 80%, 96% dan absolute). Jaringan yang telah didehidrasi kemudian diclearing menggunakan xylene 2 kali, masing-masing 60 menit. Proses dilanjutkan dengan infiltrasi menggunakan parafin lunak selama 60 menit pada suhu 48oC, kemudian dilakukan pemblokan dalam parafin keras pada cetakan dan didiamkan selama sehari. Parafin yang sudah mengeras ditempelkan pada holder untuk dilakukan pemotongan setebal 4-6 µm dengan

rotary microtome. Kemudian dilakukan proses deparafinasi dengan cara slide direndam didalam xylene sebanyak 2 kali dengan durasi masing-masing selama 3 menit. Selanjutnya dilakukan proses rehidrasi menggunakan etanol bertingkat (30%, 50%, 70%, 80%, 96% dan absolute) masing-masing 3 menit dan dibilas dengan menggunakan dH2O selama 3 menit.

Pewarnaan Hematoksilin Eosin

Pewarnaan dilakukan pertama-tama dengan perwarna Mayer’s Hematoksilin selama 8 menit, kemudian dibilas dengan air mengalir dan dicuci dengan Lithium Carbonat selama 3 detik, setelah itu dibilas dengan air mengalir lagi. Selanjutnya jaringan dicelupkan ke dalam pewarna Eosin selama 15 detik. Sediaan dicuci dengan celupan etanol 90% sebanyak 10 kali, etanol absolut I 10 kali, etanol absolut II selama 2 menit, xylene I selama 1 menit, xylene II selama 1 menit. Langkah berikutnya dilanjutkan dengan menetesi sediaan dengan perekat PermountTM kemudian ditutup dengan cover glass. Sediaan kemudian diperiksa menggunakan mikroskop cahaya.

Pewarnaan Imunohistokimia Terhadap Antigen Coxiella burnetii

Sebelum diwarnai dengan pewarnaan imunohistokimia slide preparat harus diunmasking terlebih dahulu dengan menggunakan citrate buffer selama 15 menit dengan suhu 95oC.Slide preparat dicuci dengan PBS tween, kemudian dilakukan

(15)

5 selama 30 menit. Slide selanjutnya dicuci dengan PBS tween sebanyak 3 kali selama 5 menit kemudian dilakukan proses Blocking normal serum menggunakan serum 1% FBS selama 30 menit pada suhu ruang. Slide preparat yang telah dibloking selanjutnya dicuci dengan PBS tween sebanyak 3 kali selama 5 menit sebelum diinkubasi dengan antibodi primer Rabbit anti-C. burnetii antibody

selama 24 jam pada suhu 4oC. Slide yang telah diinkubasi tersebut dicuci sebanyak 3 kali selama 5 menit dengan menggunakan PBS tween kemudian ditetesi dengan antibodi sekunder biotin dan diinkubasi lagi selama 30 menit pada suhu ruang. Selanjutnya dilakukan pencucian sebanyak 3 kali selama 5 menit dengan menggunakan PBS tween kemudian ditetesi dengan Streptavidin-horseradish peroxidase (SA-HRP) selama 30 menit. Slide dicuci lagi dengan menggunakan PBS tween sebelum dilakukan proses aplikasi kromogen diaminobenzidine (DAB) dan dibilas dengan H2O. Slide yang telah dibilas selanjutnya dicuci lagi sebanyak 3 kali selama 5 menit dengan menggunakan PBS

tween. Proses selanjutnya dilakukan counter staining selama ± 7 detik dengan menggunakan Mayer Hematoxyline, kemudian dilakukan pencucian dengan air. Selanjutnya dilakukan proses dehidrasi, clearing dan diakhiri dengan proses

mounting menggunakan cover glass. Preparat selanjutnya diperiksa menggunakan mikroskop cahaya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Pemeriksaan Makroskopis

Mencit yang diinfeksi C. burnetii yang berasal dari ekstrak limpa hamster menyebabkan infeksi akut. Semua mencit perlakuan yang terinfeksi menunjukkan gejala klinis berupa rambut yang tidak beraturan, penurunan aktivitas, susah bergerak karena disebabkan oleh penampilan yang bungkuk, dan pembesaran abdomen (Gambar 1). Hal ini sejalan dengan penelitian Andoh et al. (2003) yang menyatakan bahwa pada mencit yang terinfeksi C. burnetii setelah 7 hari inokulasi akan menunjukkan gejala klinis berupa rambut yang tidak beraturan, susah bergerak, penampilan yang bungkuk, dan pembesaran abdomen.

Hasil pemeriksaan patologi anatomi (PA) mencit yang diinfeksi C. burnetii

menunjukkan pembesaran limpa (splenomegaly) (Gambar 2), dan pembesaran hati (hepatomegaly) (Gambar 3). Hal ini juga sejalan dengan penelitian Andoh et al.

(16)

6

Gambar 1 Gejala klinis mencit yang diinfeksi C. burnetii berupa rambut yang tidak beraturan, penurunan aktivitas, susah bergerak karena disebabkan oleh penampilan yang bungkuk, dan pembesaran abdomen

Gambar 2 Gambaran patologi anatomi (PA) mencit yang diinfeksi C. burnetii

organ limpa menunjukkan pembesaran limpa (splenomegaly)

Gambar 3 Gambaran patologi anatomi (PA) mencit yang diinfeksi C. burnetii

(17)

7 Hasil Pemeriksaan Histopatologi Hati

Hasil pengamatan histopatologi menggunakan pewarnaan Hematoksilin Eosin (HE) pada jaringan hati mencit yang telah disuntik agen C. burnetii setelah pasase kedua pada hamster yang diinkubasi selama 7 hari secara umum terlihat adanya peradangan pada perifer, radang granulomatosa parenkim hati, dan aktivasi folikel limfoid. Hasil selengkapnya dirangkum dalam Tabel 1.

Hati merupakan organ terbesar dan memiliki fungsi yang penting bagi kehidupan sebagai pusat metabolisme tubuh dan memiliki fungsi yang banyak dan komplek (Guyton 2000). Menurut McGavin (2007) kerusakan yang terjadi pada sel hati dapat bersifat sementara dan tetap. Sel-sel pada hati akan mengalami perubahan untuk beradaptasi dalam mempertahankan hidup pada kerusakan yang bersifat sementara. Gangguan kecil pada fungsi hati dapat dengan cepat menyebabkan perubahan umum baik secara patologi anatomi maupun histologinya. Kelainan hati yang bersifat multi fokus, sering ditemukan sebagai hasil reaksi organ hati terhadap masuknya mikroorganisme dan parasit. Adanya infeksi C. burnetii menyebabkan kerusakan hepatosit.

Pada hati terjadi peradangan di bagian tertentu. Interstisium hati mengalami perluasan sinusoid yang disertai dengan hemoragi. Pembuluh darah mengalami dilatasi, kongesti, akumulasi protein plasma, dan aktivasi dari folikel limfoid pada dinding pembuluh darah. Sedangkan pada parenkhim hati dapat dilihat adanya radang granuloma, degenerasi hidropis pada sel hepatosit, dan nekrosa sel hati (Gambar 4). Hepatosit yang mengalami degenerasi secara berkelanjutan akan mengalami kerusakan yang permanen dan akan mengalami kematian sel (nekrosa). Kejadian nekrosa ini dapat menyebabkan kromatin inti berbentuk menggumpal, pecah (karyorexis) dan menghilang (karyolisis) (Cheville 1999).

Tabel 1 Hasil pengamatan histopatologi hati mencit yang diinfeksi C. burnetii

Mencit Hemaktosilin Eosin (HE) Imunohisto

kimia (IHK) Perifer Sel hepatosit Folikel

(18)

8

Peradangan yang terjadi ditandai dengan adanya lesi granulomatosa berisi sel-sel radang seperti limfosit, makrofag, dan netrofil. Menurut Ganong (2002) invasi bakteri ke dalam tubuh akan mencetuskan suatu respon peradangan. Terdapatnya infiltrasi sel radang merupakan suatu respon tanggap kebal terhadap benda asing yang masuk ke dalam tubuh. Hal tersebut juga merupakan reaksi patofisiologis untuk melawan segala bentuk agen yang merugikan. Kehadiran sel

radang ini menunjukan bahwa C. burnetii mampu menyebabkan terjadinya suatu

peradangan pada hati yang merangsang sumsum tulang untuk melepaskan sel radang

(netrofil, limfosit dan makrofag). Hal ini sesuai dengan pernyataan Maurin dan

Raoult (1999) bahwa pada pemeriksaan histopatologi jaringan hati hewan yang terinfeksi C. burnetii akan menunjukkan adanya nekrosa dari sel hepatosit pada daerah tertentu, dan adanya infiltrasi sel radang yang terdiri dari makrofag dengan bentuk epitheloid, limfosit, polimorfonuklear leukosit, dan fibrin.

Hasil Pemeriksaan Histopatologi Limpa

Gambaran histopatologi limpa secara umum akibat infeksi C. burnetii

setelah pasase kedua pada hamster yang diinkubasi selama 7 hari menunjukkan peradangan (splenitis). Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2. Limpa merupakan organ limfoid di dalam tubuh yang memiliki fungsi utama membentuk limfosit, menghancurkan eritrosit serta mempertahankan organisme terhadap partikel asing yang masuk dalam aliran darah (Aughey dan Frye 2001). Dalam menjalankan fungsi tersebut, limpa akan menghasilkan antibodi terhadap antigen yang diangkut melalui darah (Tizard 2004). Perubahan histopatologi limpa mencit berupa deplesi pulpa putih, hemoragi pada pulpa merah dan terjadinya infiltrasi sel radang pada pulpa merah (Gambar 5). Leone et al. (2007) menyatakan bahwa mencit dewasa yang terinfeksi C. burnetii akan terbentuk granuloma yang terdiri dari beberapa sel radang seperti makrofag, limfosit dan sel polimorfonuklear yang terdeteksi dalam pulpa merah limpa.

(19)

9

Antigen C. burnetii yang menyerang sel limfoid pulpa putih menyebabkan sitolisis sehingga inti dari sel limfoid akan pecah. Mekanisme ini disebut dengan deplesi pulpa putih. Deplesi pulpa putih yang terjadi akan memicu hadirnya sel radang sebagai respon inflamasi akut. Hemoragi yang terjadi pada limpa merupakan suatu akibat dari kerusakan endotel yang ditimbulkan oleh infeksi akut antigen C. burnetii. Apabila terjadi perdarahan atau infeksi akut maka akan terjadi peningkatan jumlah platelet dalam peredaran darah perifer. Pada saat itu akan terjadi peningkatan jumlah megakaryosit. Menurut Guyton (2000) peningkatan jumlah megakaryosit dimaksudkan untuk menghasilkan lebih banyak lagi trombosit yang berguna untuk menutupi dinding pembuluh darah yang rusak akibat adanya serangan dari antigen. Hal tersebut merupakan suatu respon tanggap kebal terhadap adanya antigen yang masuk ke limpa melalui darah sehingga

Tabel 3 Hasil pengamatan histopatologi limpa mencit yang diinfeksi C. burnetii

Mencit Hemaktosilin Eosin (HE) Imunohistokimia

(IHK) Kapsula Pulpa merah Pulpa putih

A Tidak ada kelainan Peradangan dan hemoragi

Deplesi pulpa

putih +

B Tidak ada kelainan Peradangan dan hemoragi

Deplesi pulpa

putih +

C Tidak ada kelainan Peradangan dan hemoragi

Deplesi pulpa

putih +

D Tidak ada kelainan Peradangan dan hemoragi

Deplesi pulpa

putih +

E Tidak ada kelainan Peradangan dan hemoragi

Deplesi pulpa

putih +

F Tidak ada kelainan Peradangan dan hemoragi

Deplesi pulpa

putih +

(20)

10

menunjukan adanya peningkatan aktivitas hematopoeitic sebagai akibat dari suatu perdarahan pada limpa.

Hasil Pemeriksaan Imunohistokimia

Hasil pengamatan histopatologi menggunakan pewarnaan imunohisto- kimia dapat dilihat bahwa organ hati dan limpa pada semua mencit positif terinfeksi C. burnetii. Keberadaan C. burnetii di organ hati dapat dilihat dengan jelas pada sitoplasma makrofag atau monosit dari semua mencit (Gambar 6). Pada limpa mencit juga menunjukkan perubahan yang jelas dan nyata seperti halnya pada hati. Adanya infeksi dan keberadaan C. burnetii pada limpa mencit terlihat pada bagian pulpa merah dan pulpa putih limpa (Gambar 7). Hal tersebut dapat membuktikan bahwa pada mencit yang diinfeksikan antigen C. burnetii yang berasal dari ekstrak limpa hamster pada pasase kedua melalui rute intraperitonial memiliki tingkat virulensi dan patogenitas yang sangat tinggi. Rute intraperitonial akan menyebabkan antigen yang masuk ke tubuh mencit lebih mudah diabsorbsi, kemudian masuk ke dalam pembuluh darah dan saluran limfatik, sehingga terjadi respon tanggap kebal terhadap adanya antigen. Hal tersebut menyebabkan infeksi sistemik yang terlihat pada hati dan limpa. Deteksi keberadaan C. burnetii

menggunakan metode imunohistokimia menunjukkan hasil yang positif pada mencit. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian Andoh et al. (2003) dan Lepidi et al. (2008) yang menyatakan bahwa imunodeteksi dari C. burnetii dapat terlihat pada organ yang telah terinfeksi menggunakan metode imunohistokimia. Selain itu teknik imunohistokimia juga merupakan teknik yang cepat dan tidak memerlukan bakteri hidup atau jaringan segar untuk diagnosis.

(21)

11

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Mencit yang diinfeksi C. burnetii pasase dua kali pada hamster selama 7 hari post infeksi menunjukkan gejala klinis berupa rambut yang tidak beraturan, penurunan aktivitas, susah bergerak, dan pembesaran abdomen. Patologi anatomi (PA) organ hati dan limpa mengalami perubahan berupa pembesaran hati (hepatomegaly), dan pembesaran limpa (splenomegaly). Gambaran histopatologi hati berupa degenerasi sel hepatosit, nekrosa sel hepatosit, dan adanya radang granulomatosa. Gambaran histopatologi limpa berupa peradangan yang ditandai dengan deplesi pulpa putih dan infiltrasi sel radang pada pulpa merah. Pewarnaan imunohistokimia menunjukkan hasil positif C. burnetii pada limpa dan hati mencit.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut infeksi C. burnetii pada mencit dan pengamatan pada organ lainnya menggunakan metode imunohistokimia guna mendapatkan gambaran lebih lengkap dan komprehensif patogenesis Q fever pada hewan laboratorium.

Gambar 7 Gambaran limpa mencit yang diinfeksi C. burnetii, menunjukkan imunoreaktif yang jelas adanya infeksi dan keberadaan C. burnetii

(22)

12

DAFTAR PUSTAKA

Andoh M, Naganawa T, Hotta A, Yamaguchi T, Fukushi H, Masegi T, Hirai K. 2003. SCID Mouse Model For Lethal Q Fever. Infect Immun. 71(8):4717–4723. doi: 10.1128/IAI.71.8.4717–4723.2003.

Aughey E, Frye FL. 2001. Comparative Veterinary Histology with Clinical Correlates. Iowa(US): Iowa State University Press. 258.

Angelakis E, Raoult D. 2010. Q fever. Vet Microbiol. 140(3): 297–309.

Boenisch MST. 2001.Immunochemical Stainning Methods Ed 3. California(US). DAKO Corporation. 12-14.

[CDC] Centers for Disease Control and Prevention. 2005. Q Fever. Georgia USA: National Center for Infectious Diseases, Division of Viral and Rickettsial Diseases, Viral and Rickettsial Zoonoses Branch, Atlanta. 1-5.

[CDC] Centers for Disease Control and Prevention. 2012. Statistic-Q fever. Georgia USA: Centers for Disease Control and Prevention 1600 Clifton Rd. Atlanta.

Cheville NF. 1999. Introduction to Veterinary Pathology. Iowa(US): Iowa State University Press. (2):101-154.

[CFSPH] Center for Food Security and Public Health. 2007. Q Fever. Ames Iowa USA : Iowa State University College of Veterinary Medicine. 1-6.

Coulombier D. 2010. Query Fever: An Opportunity To Understand The Disease Better. European Centre for Disease Prevention and Control, Stockholm, Sweden [Internet]. J Euro Surveill. 15(12);[diunduh 2013 Feb 2].Tersedia pada: http://www.eurosurveillance.org/ViewArticle.aspx?ArticleId=19526 [ECDC] European Centre For Disease Prevention and Control. 2010. Panel with

Representatives from the Netherlands, France, Germany, United Kingdom, United States of America. Risk assessment on Q fever. ECDC Technical

[Terhubung Berkala]. [diunduh 2013 Jan 27]. Tersedia pada: http://ecdc.europa.eu/

Fournier PE, Thomas JM, Raoult D. 1998. Diagnosis of Q fever. J Clin Microbiol. 36(7):1823-1834.

Guyton A, Hall J. 2000. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta(ID): EGC. Harada T, Akiko E, Gary AB, Robert RM. 1999. Liver and Gallblader. Maronpot

RR, Gary AB, Beth WG, editor. America(US): Cache River Press. Terjemahan dari: Pathology of The Mouse.

Leone M, Bechah Y, Meghari S, Lepidi H, Capo C, Raoult D, Mege JL. 2007. C. burnetiiInfection Inc57bl/6 Mice Aged 1 or 14 Months. FEMS Immunol Med Microbiol. 50(2007):396–400. doi:10.1111/J.1574-695X.2007.00272.X

Lepidi H, Gouriet F, Raoult D. 2008. Immunohistochemical Detection of C. burnetiiin Chronic Q fever Hepatitis. European Society of Clinical Microbiology and Infectious Diseases. CMI. Suppl. 2(15):169–170. doi:10.1111/j.1469-0691.2008.02212.x

Maurin M, Raoult D. 1999. Q fever. J Clin Microbiol. Rev. 12:518–553.

(23)

13 Moriwaki K, Shiroishi T, Yonekawa H. 1994. Genetic in Wild Mice. Its Aplication to Biomedical Research. Tokyo(JP): Japan Scientific Sosieties Press. Karger.

Playfair JHL, Chain BM. 2005. Immunology At A Glance Eight Edition. London(GB): Blackwell Publishing

Porter SR, Czaplicki G, Mainil J, Guatt´eo R, Saegerman C. 2011. Q Fever: Current State of Knowledge and Perspectives of Research of a Neglected Zoonosis. Intern J Microbiol. 2011:22 doi: 10.1155/ 2011/248418. ID 248418. Setiyono A, Ogawa M, Cai Y,Shiga S, Kishimoto T,Kurane I.2005. New Criteria

for Immunofluorescent Assay for Q fever Diagnosis in Japan. J Clin Microbiol

43:5555-5559.

Soejoedono RR. 2004. Zoonosis. Bogor(ID): Laboratorium Kesmavet FKH-IPB. Swearengen JR.2012. Biodefense: Research Methodology and Animal Models.

America(US):Taylor &Francis Group LLC.

(24)

14

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Payakumbuh Sumatera Barat pada tanggal 28 Juni 1992 dari ayah Martion (alm) dan Ibu Refni Amir.SPd, Msi. Penulis adalah putri ketiga dari empat bersaudara.

Pendidikan formal yang pernah ditempuh sebelumnya, yaitu pada tahun 1997 penulis bersekolah di SDN 06 Kota Payakumbuh dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun yang sama juga penulis melanjutkan Sekolah Menengah Pertama di SMPN 9 Kota Payakumbuh dan selesai pada tahun 2006. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Kota Payakumbuh dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Fakultas Kedokteran Hewan.

Gambar

Tabel 1 Komposisi pakan hamster yang tersedia secara ad libitum
Gambar 1 Gejala klinis mencit yang diinfeksi C. burnetii berupa rambut yang
Tabel 1 Hasil pengamatan histopatologi hati mencit yang diinfeksi C. burnetii
Gambar 4 Gambaran histopatologi hati mencit yang diinfeksi C. burnetii. a.
+4

Referensi

Dokumen terkait

UJI SARI WORTEL (Daucus carota) UNTUK MENCEGAH NEKROSIS SEL HATI MENCIT (Mus musculus) YANG DISEBABKAN.. BAHAN

Data hasil pemeriksaan preparat histopatologi hati mencit ( Mus musculus ) jantan terhadap pengaruh lama pemberian ekstrak rimpang Temu hitam ( Curcuma aeruginosa

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian meniran merah terhadap jumlah limfosit pada organ Limpa Mencit Balb/C yang diinfeksi bakteri Salmonella

Pengaruh Pemberian Ekstrak Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa Lipn) terhadap Gambaran Histopatologi Hepar Mencit (Mus musculus) Jantan yang Dipapar

BIJI MAHONI (Swietenia mahogani Jack. ) DAN GAMBARAN MIKROSTRUKTUR LIMPA PADA MENCIT (Mus musculus L .) YANG DIINDUKSI DIABETES DENGAN ALOKSAN Kategori : SKRIPSI.. Nama

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK DAUN SIRSAK (Annona muricata) TERHADAP WAKTU KESEMBUHAN LUKA INSISI YANG DIINFEKSI Staphylococcus aureus PADA MENCIT

menyelesaikan penelitian dan menulis tesis ini dengan judul : PERUBAHAN SKELETAL FETUS MENCIT (Mus musculus) DARI INDUK YANG DIINFEKSI Toxoplasma gondii

Pengaruh Pemberian Ekstrak Umbi Gynura procumbens Terhadap Jumlah Koloni Kuman Pada Organ Limpa Mencit BALB/C yang Diinfeksi Oleh Salmonella typhimurium.. Disusun oleh: