• Tidak ada hasil yang ditemukan

Akibat Hukum Pemberian Pengampunan Pajak Bagi Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 Tentang Pengampunan Pajak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Akibat Hukum Pemberian Pengampunan Pajak Bagi Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 Tentang Pengampunan Pajak"

Copied!
130
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Adriani, PJA dan Santoso Brotodihardjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak,

Bandung: PT.Eresco Bandung, 1991.

Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2004.

Bohari, Pengantar Hukum Pajak, Jakarta: Raja Grafindo, 2004.

Chamim, Asyakuri, Pendidikan Kewarganegaraan, Yogyakarta: Diktilitbang Pimpinan Pusat Muhammadiyah, 1999.

Hadiz, Vedi R, Politik Gerakan Buruh di Asia Tenggara, Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2007.

Mardiasmo, Perpajakan Edisi Revisi 2011, Yogyakarta: Penerbit Andi, 2011.

Murip, Solehuddin, Business Plan Praktis & Dahsyat untuk UMKM, Bekasi ; Lascar Aksara, 2002.

Negara, Tunggul Anshari Setia, Pengantar Hukum Pajak, Malang: Media Publishing, 2008.

Partomo, Tiktik Sartika dan Abd.Rachman Soejoedono, Ekonomi Skala Kecil/Menengah dan Koperasi, Bogor ; Ghalia Indonesia, 2004.

(2)

Pudyatmoko, Y. Sri, Pengantar Hukum Pajak, Yogyakarta: Penerbit Andi, 2009.

Resmi, Siti, Perpajakan: Teori dan Kasus, Yogyakarta: Penerbit Salemba Empat, 2009.

Saly, Jeane Nelte, Usaha Kecil, Penanaman Modal Asing Dalam Perspektif Perdagangan Internasional, Jakarta : Penerbit Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Badan Pembinaan Hukum Nasional, 2001.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta: PT. RadjaGrafindo Persada, 2007

Soemitro, H. Rochmat dan Dewi Kania Sugiharti, Asas Dan Dasar Perpajakan,

Bandung: Refika Aditama, 2004.

Soeparmoko, Hukum Pajak, Bandung: Eresco, 2002.

Susanto, Gatut, M. Azirin Syamsuddin, Cara Mudah Mendirikan dan Mengelola UMKM, Jakarta: Raih Asa Sukses, 2009.

Suseno, Hg, Firman Sulistiyowati, Dionysius Desimbrianto, Reposisi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dalam Perekonomian Indonesia, Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma, 2005.

Tambunan, Tulus, UMKM DI INDONESIA, Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2009.

(3)

Usman, Rachmadi, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2003.

B. Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 118/ PMK.03/ 2016 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak

C. Tesis dan Makalah

Aulia, Rachman Amirtin, Perlindungan Hukum Terhadap UMKM dari Perbuatan Pelanggaran Hak Atas Merek, Skripsi, Medan: Fakultas Hukum Program Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara, 2010.

Lukman, Adam, Pengampunan Pajak Terhadap UMKM, Majalah Info Singkat Ekonomi dan Kebijakan Publik, Juli 2016.

(4)

D. Internet

Amnesti Pajak, http://www.pajak.go.id/amnestipajak diakses tanggal 25 September 2016

Evaoktavia, Defenisi Pajak Menurut Beberapa Ahli Ekonomi,https://evaoktaviagunawan.wordpress.com/2011/12/18/definis i-pajak-menurut-beberapa-ahli-ekonomi/ diakses tanggal 27 September 2016

Resta, Pengertian dan Kriteria Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, http://restafebri.blogspot.co.id/2009/03/pengertian-dan-kriteria-usaha- mikro_08.html diakses pada tanggal 26 September 2016

Strategi Pemberdayaan UMKM Menghadapi Pasar Bebas ASEAN, http://www.kemenkeu.go.id/sites/default/files/Strategi Pemberdayaan UMKM.pdf/diakses pada tanggal 18 April 2017

Pengertian UMKM Menurut Para Ahli Ekonomi,

http://pengayaan.com/pengertian-umkm-menurut-para-ahli-ekonomi. diakses pada tanggal 23 Oktober 2016

Perkembangan UMKM di Indonesia, http://karyatulisilmiah.com/perkembangan-umkm-di-indonesia/ diakses pada tanggal 18 April 2017

(5)

Kriteria Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, https://asepfirman17. wordpress.com/ administrasi-pendidikan/kriteria-usaha-mikro-kecil-dan-menengah-umkm/ diakses pada tanggal 10 November 2016

Koperasi dan UMKM Dalam Angka,

http://www.neraca.co.id/article/39432/koperasi-dan-umkm-dalam-ngka/ diakses pada tanggal 18 April 2017

M.Z Abidin, Kebijakan Fiskal dan Peningkatan Peran Ekonomi UMKM,

http://www.fiskal.depkeu.go.id/2010/adoku/2013/kajian/pprf/Laporan_ Tim_Kajian_Kebijakan_Antisipasi_Krisis_Tahun_2012_Melalui_KUR. pdf/ diakses pada tanggal 18 April 2017

Abdullah Abidin, Pengembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Sebagai Kekuatan Strategis Dalam Mempercepat Pembangunan Daerah,

http://langgudubima.blogspot.com/2009/06/pengembangan-usaha-mikro-kecil-dan.html. diakses tanggal 10 November 2016

Diswandi, Strategi Pengembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)

diIndonesia,http://shoppingh.blogspot.co.id/2012/06/strategi-pengembangan-usaha-mikro-kecil.html/ diakses pada tanggal 18 April 2017

Pengertian tax amnesty,http://www.lembagapajak.com/2016/07/pengertian-pengampunan-pajak-tax-amnesty-adalah.html diakses tanggal 7 Februari 2017

(6)

Siapa Yang Bisa Memanfaatkan?, http://pajak.go.id/content/amnesti-pajak diakses tanggal 11 Maret 2017

(7)

BAB III

PENGAMPUNAN PAJAK DALAM HUKUM PERPAJAKAN DI

INDONESIA

A. Tinjauan Umum Tentang Perpajakan

1. Pengertian, Karakteristik dan Unsur Pajak

Pengertian pajak menurut Undang-undang No. 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan No. 1:

“Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang- Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.60

Di Indonesia dikenal berbagai jenis pajak yang diberlakukan yang meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat. Agar lebih mengerti dan memahami mengenai pajak dan juga pajak daerah, maka terlebih dahulu akan dibahas mengenai definisi pajak menurut pendapat beberapa sarjana.

Pengertian pajak menurut Djajadiningrat adalah suatu kewajiban menyerahkan sebagian daripada kekayaan kepada Negara disebabkan suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan- peraturan yang ditetapkan

60

(8)

pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa balik dari Negara secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan umum.61

Pengertian pajak menurut Rochmat Soemitro adalah “Iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.” 62

Pengertian pajak menurut Dr. Soeparman Soemahamidjaja adalah “ Iuran wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.”

Pengertian pajak menurut Prof. PJA. Adriani adalah “Iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.63

Pengertian pajak menurut Prof. Dr. Smeets, dalam buku De Economische Betekenis der Belastingen mengatakan bahwa pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma-norma umum, dan yang dapat dipaksakan, tanpa adanya kontraprestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal yang individual, maksudnya adalah untuk membiayai pengeluaran pemerintah.64

61

Siti Resmi, Perpajakan: Teori dan Kasus, (Yogyakarta: Penerbit Salemba Empat,2009) hal. 1

62

Y. Sri Pudyatmoko, Pengantar Hukum Pajak, (Yogyakarta: Penerbit Andi, 2009) hal. 1

63

PJA. Adriani dalam Santoso Brotodihardjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak,(Bandung: PT.Eresco Bandung, 1991) hal. 2

64

(9)

N.J. Feldmann,dalam bukunya De overheidsmiddelen van Indonesia, Leiden, 1949, memberikan definisi mengenai pajak adalah sebagai berikut:65

Belastingen zijn aan de overhead (Volgens algemene, door har

vastgestelde normen) verschuldigde afdwingbare pretties,

waar geentegen prestatie tegenover staat en uitsluitend dienen tot

decking van publieke uitgaven.

Terjemahan bebasnya Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terhutang kepada penguasa menurut norma-norma yang ditetapkannya secara umum), tanpa adanya kontraprestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum.

Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa ciri atau karakteristik yang melekat pada pajak adalah :66

a. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksanaannya yang sifatnya dapat dipaksakan.

b. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontra prestasi individual oleh pemerintah.

c. Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

d. Pajak memiliki fungsi budgeter atau mengatur.

e. Hasil pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah, baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran

65

Defenisi Pajak Menurut Beberapa Ahli Ekonomi https://evaoktaviagunawan .wordpress.com/2011/12/18/definisi-pajak-menurut-beberapa-ahli-ekonomi/ diakses tanggal 6 Januari 2017

66

Angger Sigit Pramukti & Fuady Primaharsya, Pokok-Pokok Hukum Perpajakan,

(10)

pembangunan, dan apabila terdapat kelebihan maka sisanya digunakan untuk public investment.67

Dari pengertian tersebut juga bahwa pajak memiliki unsur-unsur, diantaranya :68 a. Iuran dari rakyat kepada negara

Yang berhak memungut pajak hanyalah negara. Iuran tersebut berupa uang (bukan barang).

b. Berdasarkan undang-undang

Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya.

c. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah.

d. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas. Dari pandangan Rochmat Soemitro dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur :69

a. Iuran dari rakyat kepada negara, yang berhak memungut pajak hanyalah negara, iuran tersebut berupa uang (bukan barang).

b. Berdasarkan undang-undang, pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya.

67

Y. Sri Pudyatmoko, Pengantar Hukum Pajak, (Yogyakarta: Penerbit Andi, 2009) hal. 4

68

Prof. Dr. Mardiasmo, Perpajakan Edisi Revisi 2011, (Yogyakarta: Penerbit Andi,2011) hal. 1

69

(11)

c. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat ditunjuk, dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah.

d. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.

2. Asas-Asas, Jenis dan Fungsi Pajak

Untuk mencapai tujuan pemungutan pajak perlu memegang teguh asas-asas pemungutan dalam memilih alternatif pemungutannya, sehingga terdapat keserasian pemungutan pajak dengan tujuan dan asas yang masih diperlukan lagi yaitu pemahaman atas perlakuan pajak tertentu.

Asas-asas pemungutan pajak sebagaimana dikemukakan oleh Siti Resmi dalam buku Perpajakan: Teori dan Kasus menyatakan bahwa terdapat tiga asas pemungutan pajak yaitu :70

a. Asas Domisili (Asas Tempat Tinggal)

Asas ini menyatakan bahwa negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan Wajib Pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan berasal dari dalam maupun luar negeri. Setiap Wajib Pajak yang berdomisili atau bertempat tinggal di wilayah Indonesia (Wajib Pajak Dalam Negeri) dikenakan pajak atas seluruh penghasilan yang diperolehnya baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia.

70

(12)

b. Asas Sumber

Asas ini menyatakan bahwa negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa memerhatikan tempat tinggal Wajib Pajak. Setiap orang yang memperoleh penghasilan dari Indonesia dikenakan pajak atas penghasilan yang diperolehnya tadi.

c. Asas Kebangsaan

Asas ini menyatakan bahwa pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara. Misalnya pajak bangsa asing di Indonesia dikenakan atas setiap orang asing yang bukan berkebangsaan Indonesia tetapi bertempat tinggal di Indonesia.71

Asas-asas pemungutan pajak sebagaimana dikemukakan oleh Adam Smith dalam buku An Inquiri into the Nature and Cause of the Wealth of Nations

menyatakan bahwa pemungutan pajak hendaknya didasarkan pada asas-asas berikut :72

1. Equality

Pemungutan pajak harus bersifat adil dan merata, yaitu pajak dikenakan kepada orang pribadi yang harus sebanding dengan kemampuan membayar pajak (ability to pay) dan sesuai dengan manfaat yang diterima.

Adil dimaksudkan bahwa setiap Wajib Pajak menyumbangkan uang untuk pengeluaran pemerintah sebanding dengan kepentingannya dan manfaat yang diminta.

71

Ibid., hal.11

72

Angger Sigit Pramukti & Fuady Primaharsya, Pokok-Pokok Hukum Perpajakan,

(13)

2. Certainty

Penetapan pajak itu tidak ditentukan sewenang-wenang. Oleh karena itu, Wajib Pajak harus mengetahui secara jelas dan pasti besarnya pajak yang terutang, kapan harus dibayar, serta batas waktu pembayaran. 3. Convenience

Kapan Wajib Pajak itu harus membayar pajak sebaiknya sesuai dengan saat-saat yang tidak menyulitkan Wajib Pajak. Sebagai contoh: pada saat Wajib Pajak memperoleh penghasilan. Sistem pemungutan ini disebut pay as you earn.73

4. Economy

Secara ekonomi bahwa biaya pemungutan dan biaya pemenuhan kewajiban pajak bagi Wajib Pajak diharapkan seminimum mungkin, demikian pula beban yang ditanggung Wajib Pajak.

Asas keadilan dalam prinsip perundang-undangan perpajakan maupun dalam hal pelaksanaannya harus dipegang teguh, walaupun keadilan itu sangat relatif.

Menurut Richard A. Musgrave dan Peggy B. Musgrave dalam buku Public Finance in Theory and Practice terdapat dua macam asas keadilan pemungutan pajak, adalah sebagai berikut:

73

(14)

1. Benefit principle

Dalam sistem perpajakan yang adil, setiap Wajib Pajak harus membayar pajak sejalan dengan manfaat yang dinikmatinya dari pemerintah. Pendekatan ini disebut revenue and expenditure approach.

2. Ability principle

Dalam pendekatan ini menyarankan agar pajak dibebankan kepada Wajib Pajak atas dasar kemampuan membayar.

Pajak dapat dikelompokkan ke dalam berbagai jenis dengan mempergunakan kriteria-kriteria tertentu. Pajak dapat dilihat dari segi administrative juridis, dari segi titik tolak pungutannya, berdasarkan sifatnya dan berdasarkan kewenangan pemungutannya. 74

1. Dari Segi Administratif Yuridis

Penggolongan Pajak dari sisi ini akan menghasilkan apa yang sering dikenal dengan Pajak langsung dan Pajak tidak langsung. Kedua jenis Pajak tersebut masih dapat dibagi lagi ke dalam dua segi yang lain yaitu dari sisi yuridis dan ekonomis.

a.) Segi Yuridis

Suatu jenis Pajak dikatakan sebagai Pajak langsung apabila dipungut secara periodik, yakni dipungut secara berulang-ulang, tidak hanya satu kali pungut saja dengan menggunakan penetapan sebagai dasarnya dan kohir.75 Sebagai contoh, Pajak Penghasilan (PPh). Pajak Penghasilan ini dipungut secara periodik setiap tahun atau setiap masa

74

Y. Sri Pudyatmoko, Pengantar Hukum Pajak, (Yogyakarta: Penerbit Andi, 2009) hal. 10

75

(15)

Pajak, di mana pemungutannya digunakan penetapan dalam SPT. Sedangkan Pajak tidak langsung dipungut secara incidental (tidak berulang-ulang) dan tidak menggunakan kohir. Jadi Pajak tidak langsung hanya dipungut sesekali ketika terpenuhi yafbestand seperti yang dikehendaki oleh ketentuan undang-undang. Contoh Pajak tidak langsung adalah Bea Materai atau juga Pajak Pertambahan Nilai atas Barang dan Jasa. Dalam Bea Materai, pengenaan Pajak itu hanya dilakukan terhadap dokumen. Ketika seseorang itu membuat dokumen itu, ia akan dikenai Pajak, sehingga apabila tidak dibuat dokumen terhadap sebuah perjanjian perdata misalnya, maka juga tidak dikenakan Pajak. Demikian pula dengan Pajak Pertambahan Nilai, di mana Pajak dikenakan apabila terjadi penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak. Apabila tidak terjadi penyerahan Barang/Jasa Kena Pajak, maka juga tidak dikenakan Pajak.

b.) Segi Ekonomis

(16)

Pajak itu bertindak sebagai penanggung Pajak, karena ketika ia menerima penyerahan barang atau jasa maka di samping membayar harga juga ia membayar Pajak yang kemudian dikreditkan Pengusaha Kena Pajak dikreditkan. Sementara konsumen itu sendiri sebagai destinataris yang memikul beban Pajak dan memang demikianlah dituju oleh pembuat undang-undang.

2. Berdasarkan Titik Tolak Pungutannya

Pembedaan Pajak dengan menggunakan dasar titik tolak pungutannya ini akan menghasilkan dua jenis Pajak yakni Pajak subjektif dan Pajak objektif. 76

a.) Pajak Subjektif adalah Pajak yang pengenaannya berpangkal pada diri orang/badan yang dikenai Pajak (wajib Pajak). Pajak subjektif dimulai dengan menetapkan orangnya baru kemudian dicari syarat-syarat objeknya. Jadi, yang diperhatikan pertama kali adalah subjeknya (orang atau badan) baru kemudian dicari objeknya. Siapa saja yang dikategorikan sebagai subjek Pajak itu sudah ditentukan dan setelah mereka ini memenuhi syarat sebagai subjek baru kemudian dilihat apakah mereka mempunyai/memperoleh penghasilan yang memenuhi syarat untuk dikenai Pajak.

b.) Pajak Obektif yaitu Pajak yang pengenaannya berpangkal pada objek yang dikenai Pajak, dan untuk mengenakan Pajaknya harus dicari subjeknya. Jadi, pertama-tama yang dilihat adalah objeknya yang selain

76

(17)

benda dapat pula berupa keadaan, peristiwa atau perbuatan yang menyebabkan timbulnya kewajibanm membayar, kemudian baru dicari subjeknya (orang atau badan) yang bersangkutan langsung tanpa mempersoalkan apakah subjek itu sendiri berada di Indonesia atau tidak.

3. Berdasarkan Sifatnya

Pembagian Pajak dengan mendasarkan sifatnya ini akan memunculkan apa yang disebut sebagai Pajak yang bersifat pribadi (persoonlijk) dan Pajak kebendaan (zakelijk). Pembagian yang seperti itu kurang disetujui oleh Prof. PJA. Adriani dan Prof. Smeets sebagai nama lain Pajak subjektif dan objektif, karena istilah Pajak zakelijk dapat disalahartikan dan ditafsirkan seolah-olah dalam menetapkan Pajak ini tidak dapat diindahkan sama sekali pribadi seseorang wajib Pajak. Padahal dalam banyak hal keadaan wajib Pajak mempengaruhinya, walaupun bersifat sekunder. 77

a). Pajak yang bersifat pribadi, yakni Pajak yang dalam penetapannya memperhatikan keadaan dari diri serta keluarga wajib Pajak. Dalam penentuan besarnya utang Pajak, keadaan dan kemampuan wajib Pajak diperhatikan. Contoh dari Pajak yang bersifat pribadi ini dapat dilihat di dalam Pajak Penghasilan.

b). Pajak yang bersifat kebendaan, adalah Pajak yang dipungut tanpa memperhatikan diri dan keadaan si wjib Pajak. Pajak yang bersift kebendaan ini umumnya merupakan Pajak tidak langsung. Akan tetapi,

77

(18)

dalam hal tertentu, misalnya wajib Pajaknya merupakan seorang pensiunan yang semata-mata hidup dari uang pensiunan itu dapat mengajukan permohonan pengurangan Pajak. Demikian pula apabila terjadi bencana alam. 78

4. Berdasarkan Kewenangan Pemungutannya

Dengan mendasarkan pada kewenangan pemungutannya, maka Pajak dapat digolongkan menjadi dua yakni Pajak yang dipuungut oleh Pemerintah pusat (Pajak pusat), dan Pajak yang dipungut oleh Pemerintah daerah (Pajak daerah).79

a). Pajak Pusat, yakni Pajak yang kewenangan pemungutannya berada pada Pemerintah pusat. Yang tergolong jenis Pajak ini antara lain, Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai atas Barang dan Jasa (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn.BM), Bea Materai dan Cukai.

b). Pajak Daerah, yakni Pajak yang kewenangan pemungutannya berada pada Pemerintah daerah, baik pada Pemerintah Daerah Tingkat I maupun Pemerintah Daerah Tingkat II. Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, disebutkan :

Pasal 2 : 80

1). Jenis Pajak Propinsi terdiri atas :

(a). Pajak Kendaraan Bermotor;

78

Ibid., hal. 14

79

Ibid., hal. 14

80

(19)

(b). Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;

(c). Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;

(d). Pajak Air Permukaan; dan

(e). Pajak Rokok.

2.) Jenis Pajak Kabupaten/Kota terdiri atas :

(a). Pajak Hotel;

(b). Pajak Restoran;

(c). Pajak Hiburan;

(d). Pajak Reklame;

(e). Pajak Penerangan Jalan;

(f). Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan;

(g). Pajak Parkir;

(h). Pajak Air Tanah;

(i). Pajak Sarang Burung Walet;

(j). Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan; dan

(20)

Di samping jenis-jenis Pajak yang telah disebutkan di atas, masih dimungkinkan adanya Pajak Kabupaten/Kota yang lain asalkan memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh Undang-Undang, misalnya yang bersifat Pajak (bukan retribusi), objek Pajaknya bukan menjadi objek Pajak propinsi, dan sebagainya. Sebelum keluarnya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 dulu dikenal adanya banyak Pajak daerah, seperti Pajak radio, Pajak bangsa asing Pajak pemotongan hewan Pajak rumah tangga, dan sebagainya yang jenisnya begitu banyak. Perlu diingat bahwa di samping Pajak daerah, juga dikenal apa yang dinamakan sebagai retribusi daerah yang dibagi ke dalam tiga golongan, yakni retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha dan retribusi perizinan tertentu.

Fungsi pajak sebagaimana dikemukakan oleh Mardiasmo dalam buku Perpajakan Edisi Revisi 2011 menyatakan bahwa fungsi pajak yaitu :81

a. Fungsi Budgetair

Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya.

b. Fungsi Mengatur (regulerend)

Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.

Contoh :

(1). Pajak yang tinggi dikenakan terhadap minuman keras untuk mengurangi konsumsi minuman keras.

81

(21)

(2). Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah untuk mengurangi gaya hidup konsumtif.

(3). Tarif pajak untuk ekspor sebesar 0%, untuk mendorong ekspor produk Indonesia di pasaran dunia.

3. Subjek Pajak, Wajib Pajak dan Penanggung Pajak

Dalam bidang pajak dikenal beberapa pihak yang saling berhubungan. Mereka adalah Subjek Pajak, Wajib Pajak, dan Penanggung Pajak.82

a. Subjek Pajak

Subjek Pajak adalah orang atau badan yang telah memenuhi syarat subjektif. Undang-Undang Pajak Penghasilan, misalnya, menyebutkan bahwa Subjek Pajak dapat berupa orang, badan, warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, termasuk Bentuk Usaha Tetap (permanent establishment). Orang dalam hal ini menyangkut manusia sebagai pendukung hak dan kewajiban. Sementara itu pengertian badan memang agak berbeda dengan apa yang selama ini banyak dipahami dalam Hukum Keperdataan. Dalam Hukum Keperdataan, yang namanya badan sebagai subjek hukum haruslah berbadan hukum. Dalam hal ini yang dapat menjadi badan hukum adalah Perseroan Terbatas, yayasan, dan koperasi. Sementara itu dalam hal pajak yang dimaksud sebagai badan tidak selalu badan hukum. Bentuk CV, Firma,

82

(22)

Kongsi, Persekutuan, atau perkumpulan orang pun dapat menjadi badan.

Bahkan dalam UU Nomor 28 Tahun 2007 ditentukan sangat luas, yakni sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap (Pasal 1.3).

Di dalam pasal 4 ayat (1) huruf o dari Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 ditentukan bahwa yang termasuk dalam pengertian penghasilan yang dapat dikenakan pajak adalah iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari wajib pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas. Dengan demikian perkumpulan dari mereka yang melakukan pekerjaan bebas seperti perkumpulan para dokter, pengacara, PPAT, akuntan publik dan sebagainya sepanjang menerima penghasilan dari anggotanya dapat dikategorikan sebagai wajib pajak.83

Untuk menjadi subjek pajak, syarat subjektif harus dipenuhi. Syarat subjektif yakni syarat yang melekat pada diri subjek yang

83

(23)

bersangkutan, seperti misalnya lahir di Indonesia, berdomisili di Indonesia, berkedudukan atau didirikan di Indonesia, dan sebagainya. Atau, kalau tidak tinggal dan berkedudukan di Indonesia, maka memiliki kekayaan di Indonesia atau memperoleh penghasilan dari Indonesia. Subjek pajak dinilai potensial untuk dikenakan pajak, tetapi belum mempunyai kewajiban untuk membayar pajak.

b. Wajib Pajak

Wajib pajak adalah subjek pajak yang telah memenuhi syarat objektif, selain juga syarat subjektif.84 Syarat objektif adalah syarat yang berkaitan dengan sasaran pengenaan pajak (objek pajak). Sebagai contoh adalah seseorang yang tinggal di Indonesia yang memperoleh penghasilan dan penghasilan tersebut memenuhi syarat untuk dikenakannya pajak.

Di dalam ketentuan, khususnya di dalam Pasal 1 Butir 2 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 dimasukkan pula sebagai Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.85

Subjek pajak/wajib pajak itu menurut tempatnya dapat dibedakan menjadi subjek pajak/wajib pajak dalam negeri dan luar negeri. Subjek pajak/wajib pajak dalam negeri adalah subjek pajak/wajib pajak yang

84

Ibid, hal.22.

85

(24)

bertempat tinggal, berkedudukan, atau berdomisili di dalam negeri. Adapun subjek pajak/wajib pajak luar negeri adalah subjek pajak/wajib pajak yang bertempat tinggal, berdomisili, atau berkedudukan di luar negeri, tetapi memiliki objek pajak di dalam negeri. Pembedaan tersebut di dalam Undang-Undang Tentang Pajak Penghasilan membawa konsekuensi pembedaan perlakuan. Subjek pajak/wajib pajak dalam negeri dikenakan pajak terhadap seluruh penghasilannya, dari mana pun berasal, berdasarkan penghasilan bersihnya, dengan tarif progresif, dan sekaligus dikenai kewajiban untuk mengisi SPT (Surat Pemberitahuan). Adapun untuk subjek pajak/wajib pajak luar negeri dikenakan pajak terhadap penghasilan yang berasal dari dalam negeri saja (Indonesia), berdasarkan penghasilan kotor, dengan tarif proporsional, dan tidak diwajibkan untuk mengisi SPT.

c. Penanggung Pajak

Penanggung pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban wajib pajak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (Pasal 1.28 UU KUTAP). Jadi mereka adlaah orang atau pihak yang bertanggung jawab dalam pemenuhan kewajiban pajak. Dalam menjalankan hak dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, wajib pajak diwakili dalam hal :86

86

(25)

1). badan oleh pengurus;

2). badan yang dinyatakan pailit oleh kurator;

3). badan dalam pembubaran oleh orang atau badan yang ditugasi untuk melakukan pemberesan;

(a). badan dalam likuidasi oleh likuidator;

(b). suatu warisan yang belum terbagi oleh salah seorang ahli warisnya, pelaksana wasiatnya atau yang mengurus harta peninggalannya; atau

(c). anak yang belum dewasa atau orang yang berada dalam pengampuan oleh wali atau pengampunya (Pasal 32 ayat (1) UU No.28 Tahun 2007).

Penanggung pajak kadang kala memang sekaligus wajib pajak itu sendiri. Misalnya, untuk wajib pajak orang pribadi, selain sebagai wajib pajak, ia juga sekaligus penaggung pajak. Artinya ia bertanggung jawab terhadap apa yang mestinya dipenuhi dalam soal pajak yang wajib baginya.

B. Pengampunan Pajak Dalam Hukum Perpajakan

1. Pengertian dan Sumber Hukum Pengampunan Pajak

(26)

yang berasal dari dalam negeri, yaitu pajak. Pajak merupakan sumber penerimaan yang dominan dalam struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Hampir 70 persen penerimaan berasal dari sektor pajak. Karena itu untuk mencapai target penerimaan negara dari sektor perpajakan dibutuhkan upaya-upaya yang nyata, serta mengimplementasikan dalam bentuk kebijakan pemerintah. Salah satunya adalah tax amnesty atau pengampunan pajak. Kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan subyek pajak maupun obyek pajak.Subyek pajak dapat berupa kembalinya dana-dana yang berada di luar negeri, sedangkan dari sisi obyek pajak berupa penambahan jumlah wajib pajak.87

Sebenarnya Indonesia pernah menerapkan amnesti pajak pada 1984. Namun pelaksanaannya tidak efektif karena wajib pajak kurang merespons dan tidak diikuti dengan reformasi sistem administrasi perpajakan secara menyeluruh.Pengampunan pajak diharapkan menghasilkan penerimaan pajak yang selama ini belum atau kurang bayar, disamping meningkatkan kepatuhan membayar pajak karena makin efektifnya pengawasan, didukung semakin akuratnya informasi mengenai daftar kekayaan wajib pajak.

Secara umum pengertian pengampunan pajak adalah kebijakan pemerintah yang diberikan kepada pembayar pajak tentang forgiveness / pengampunan pajak, dan sebagai ganti atas pengampunan tersebut pembayar pajak diharuskan untuk membayar uang tebusan. Mendapatkan pengampunan pajak artinya data laporan

87

Makalah Peran Tax Amnesty Dalam Pembangunan Indonesia,

(27)

yang ada selama ini dianggap telah diputihkan dan atas beberapa utang pajak juga dihapuskan.88

Menurut UU Pengampunan Pajak dalam Pasal 1 Ayat (1) mengatakan bahwa pengampunan pajak adalah penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang perpajakan, dengan cara mengungkap Harta dan membayar Uang Tebusan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

Menurut "PMK No. 118/PMK.03/2016" Pengampunan Pajak adalah adalah penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang perpajakan, dengan cara mengungkap Harta dan membayar Uang Tebusan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pengampunan Pajak.89

Sumber Hukum Materiil Pengampunan Pajak haruslah berasal dan bersumber dari pancasila. Pancasila merupakan sumber hukum materiil bagi semua hukum yang ada di Indonesia. Begitu juga dengan sumber hukum pengampunan pajak. Nilai-nilai Pancasila Menjadi Inspirasi sekaligus Bahan (Materi) dalam Menyusun Semua Peraturan Hukum Perpajakan. Pancasila sekaligus sebagai Alat Penguji Setiap Peraturan Hukum Perpajakan yang Berlaku, Apakah Bertentangan atau Tidak dengan Nilai-nilai Pancasila seperti yang tercantum dalam ketetapan MPR No. III/2000 Pasal 1, 2, 3.

88

Pengertian Tax Amnesty, http://www.lembagapajak.com/2016/07/pengertian-pengampunan-pajak-tax-amnesty-adalah.html diakses tanggal 7 Februari 2017

89

(28)

Peraturan yang mendasari pelaksanaan Pengampunan Pajak tertuang dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 Tentang Pengampunan Pajak, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK03/2016 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak, dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 119/PMK.08/2016 tentang Tata Cara Pengalihan Harta Wajib Pajak ke Dalam Wiayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Penempatan pada Instrumen Investasi di Pasar Keuangan dalam rangka Pengampunan Pajak.

2. Tujuan dan Sasaran Pengampunan Pajak Pengampunan Pajak bertujuan untuk:90

a. mempercepat pertumbuhan dan restrukturisasi ekonomi melalui pengalihan Harta, yang antara lain akan berdampak terhadap peningkatan likuiditas domestik, perbaikan nilai tukar Rupiah, penurunan suku bunga, dan peningkatan investasi;

b. mendorong reformasi perpajakan menuju sistem perpajakan yang lebih berkeadilan serta perluasan basis data perpajakan yang lebih valid, komprehensif, dan terintegrasi; dan

c. meningkatkan penerimaan pajak, yang antara lain akan digunakan untuk pembiayaan pembangunan.

Pengampunan Pajak ditujukan terhadap subjek dan objek pajak yang dituangkan dalam Pasal 3 UU Pengampunan Pajak diantaranya :91

90

(29)

1. Setiap Wajib Pajak berhak mendapatkan Pengampunan Pajak.

2. Pengampunan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada Wajib Pajak melalui pengungkapan Harta yang dimilikinya dalam Surat Pernyataan.

3. Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yaitu Wajib Pajak yang sedang:

a. dilakukan penyidikan dan berkas penyidikannya telah dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan;

b. dalam proses peradilan; atau

c. menjalani hukuman pidana, atas Tindak Pidana di Bidang Perpajakan.

4. Pengampunan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pengampunan atas kewajiban perpajakan sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir, yang belum atau belum sepenuhnya diselesaikan oleh Wajib Pajak. 5. Kewajiban perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) terdiri atas

kewajiban:

a. Pajak Penghasilan; dan

b. Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

Wajib Pajak yang dimaksudkan dalam hal ini antara lain:92 1. Wajib Pajak Orang Pribadi

2. Wajib Pajak Badan

91

Pasal 3 UU No 11 Tahun 2016 Tentang “ Pengampunan Pajak”

92

(30)

3. Wajib Pajak yang bergerak di bidang Usaha Mikro Kecil dan Menengan (UMKM)

4. Orang Pribadi atau Badan yang belum menjadi Wajib Pajak

3. Subjek Hukum Pengampunan Pajak

Subjek Hukum Pengampunan Pajak yang dituangkan dalam Pasal 3 UU Pengampunan Pajak diantaranya :93

1. Setiap Wajib Pajak berhak mendapatkan Pengampunan Pajak.

2. Pengampunan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada Wajib Pajak melalui pengungkapan Harta yang dimilikinya dalam Surat Pernyataan.

3. Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yaitu Wajib Pajak yang sedang:

a. dilakukan penyidikan dan berkas penyidikannya telah dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan;

b. dalam proses peradilan; atau

c. menjalani hukuman pidana, atas Tindak Pidana di Bidang Perpajakan.

93

(31)

C. Pengampunan Pajak Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016

1. Tarif dan Cara Menghitung Uang Tebusan Pengampunan Pajak

Berdasarkan Pasal 4 UU No.11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak, ditekankan aspek penghitungan tarif uang tebusan dalam keikutsertaan wajib pajak dalam pengampunan pajak.94 Uang Tebusan yang dimaksudkan merupakan sejumlah uang yang dibayarkan ke kas negara untuk mendapatkan pengampunan pajak. Tarif uang tebusan yang harus dibayarkan merupakan hasil dari Surat Pernyataan Harta untuk Pengampunan Pajak yang selanjutnya disebut Surat Pernyataan yang merupakan surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk mengungkapkan Harta, Utang, nilai Harta Bersih serta penghitungan dan pembayaran Uang Tebusan. Yang dimaksud dengan “Harta” adalah akumulasi tambahan kemampuan ekonomis berupa seluruh kekayaan, baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, baik yang digunakan untuk usaha maupun bukan untuk usaha, yang berada di dalam dan/atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Yang dimaksud dengan “Utang” adalah jumlah pokok utang yang belum dibayar yang berkaitan langsung dengan perolehan Harta.

Sesuai yang diatur dalam Pasal 4 bahwa tarif uang Tebusan yang dikenakan terbagi sesuai dengan letak harta yang berada di dalam atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tarif Uang Tebusan dikenakan 2% didalam NKRI dan 4% diluar NKRI untuk periode penyampaian bulan pertama sampai dengan akhir bulan ketiga terhitung sejak UU Pengampunan Pajak

94

(32)

berlaku, 3% didalam NKRI dan 6% diluar NKRI untuk periode pada bulan keempat hingga tanggal 31 Desember 2016, dan 5% didalam NKRI dan 10% diluar NKRI untuk periode yang dimulai tanggal 1 Januari 2017 hingga 31 Maret 2017. Serta Tarif Uang Tebusan bagi Wajib Pajak yang peredaran usahanya sampai dengan Rp 4,8 miliar pada Tahun Pajak Terakhir sebesar 0,5% bagi Wajib Pajak yang mengungkapkan nilai Harta sampai dengan Rp 10 miliar dalam Surat Pernyataan dan 2% bagi Wajib Pajak yang mengungkapkan nilai Harta lebih dari Rp 10 miliar dalam Surat Pernyataan.

Sesuai dengan Pasal 5 UU Pengampunan Pajak, cara penghitungan Uang Tebusan dilakukan dengan cara mengalikan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dengan dasar pengenaan Uang Tebusan. Pengenaan Uang Tebusan dihitung berdasarkan nilai Harta bersih yang belum atau belum seluruhnya dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Terakhir (SPT PPh). Nilai Harta Bersih merupakan selisih antara nilai Harta dikurangi nilai Utang.95

2. Tata Cara Pengampunan Pajak Atas Kewajiban Perpajakan

Berdasarkan Pasal 8 UU Pengampunan Pajak, untuk memperoleh Pengampunan Pajak, Wajib Pajak harus menyampaikan Surat Pernyataan kepada Menteri. Yang dimaksud dengan “Menteri” adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.96 Penyampaian Surat Pernyataan dalam Pengampunan Pajak harus ditandatangani

95

Pasal 5 UU No 11 Tahun 2016 tentang “Pengampunan Pajak”

96

(33)

oleh Wajib Pajak orang pribadi, pemimpin tertinggi berdasarkan akta pendirian badan atau dokumen lain yang dipersamakan, bagi Wajib Pajak badan atau penerima kuasa, dalam hal ini pemimpin tertinggi dalam keadaan sedang berhalangan. Pemberian Surat Pernyataan kepada Wajib Pajak setelah melalui proses yang telah diatur dalam UU Pengampunan Pajak dengan dilakukannya pemeriksaan, pemeriksaan bukti permulaan; dan/atau penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan untuk masa pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir sampai dengan diterbitkannya Surat Keterangan. Yang dimaksud dengan “Tahun Pajak” adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender, kecuali jika Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender. Yang dimaksud dengan “Surat Keterangan” adalah surat yang diterbitkan oleh Menteri sebagai bukti pemberian Pengampunan Pajak. Bagi Wajib Pajak yang telah diterbitkan Surat Keterangan sebagaimana diatur dalam Pasal 11 UU Pengampunan Pajak, memperoleh fasilitas Pengampunan Pajak berupa :97

a. penghapusan pajak terutang yang belum diterbitkan ketetapan pajak, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan, dan tidak dikenai sanksi pidana di bidang perpajakan, untuk kewajiban perpajakan dalam masa pajak, bagian Tahun Pajak, dan Tahun Pajak, sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir;

97

(34)

b. penghapusan sanksi administrasi perpajakan berupa bunga, atau denda, untuk kewajiban perpajakan dalam masa pajak, bagian Tahun Pajak, dan Tahun Pajak, sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir;

c. tidak dilakukan pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan, dan penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan, atas kewajiban perpajakan dalam masa pajak, bagian Tahun Pajak, dan Tahun Pajak, sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir; dan

d. penghentian pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan, dan penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan, dalam hal Wajib Pajak sedang dilakukan pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan, dan penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan atas kewajiban perpajakan, sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir, yang sebelumnya telah ditangguhkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3), yang berkaitan dengan kewajiban perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5).

3. Perlakuan Perpajakan Pengampunan Pajak

(35)

telah dilaporkan oleh Wajib Pajak dalam SPT PPh Terakhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a, sebagai tambahan atas saldo laba ditahan dalam neraca.98

Perlakuan perpajakan berhubungan dengan pengalihan hak dan pembatasan hak yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak terhadap Wajib Pajak sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pengampunan Pajak untuk dapat mendapatkan pengampunan pajak. Ketetapan perlakuan perpajakan atas harta yang belum diungkap yang dituangkan dalam Pasal 18 menekankan adanya ditemukan hal yang berkaitan dengan data dan/atau informasi mengenai Harta yang belum atau kurang diungkapkan dalam Surat Pernyataan setelah diperolehnya Surat Keterangan oleh Wajib Pajak. Dengan adanya penemuan hal tersebut maka Wajib Pajak tidak lagi untuk menyampaikan Surat Pernyataan sampai dengan periode Pengampunan Pajak berakhir namun dianggap menjadi tambahan penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak pada saat ditemukannya data dan/atau informasi mengenai Harta dimaksud, paling lama 3 (tiga) tahun terhitung sejak UU Pengampunan Pajak berlaku. Dengan ketentuan yang ada dalam UU Pengampunan Pajak maka Wajib Pajak akan dikenai Pajak Penghasilan ditambah dengan sanksi administrasi perpajakan.99

98

Pasal 14 Butir 1 UU No 11 Tahun 2016 tentang “Pengampunan Pajak”

99

(36)

4. Upaya Hukum Dan Ketentuan Pidana

Mengenai sengketa pajak yang ada telah ditentukan upaya hukum yang ada sesuai dengan Pasal 19 UU Pengampunan Pajak. Sengketa yang berkaitan dengan Undang-Undang ini hanya dapat diselesaikan melalui pengajuan gugatan kepada badan peradilan pajak. Sengketa yang terjadi dalam perpajakan karena adanya penemuan pelanggaran akan kerahasiaan data dan informasi sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 21 UU Pengampunan Pajak. Pasal ini menekankan aturan sebagai berikut :100

1). Menteri menyelenggarakan Manajemen Data dan Informasi dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang ini.

2). Menteri, Wakil Menteri, pegawai Kementerian Keuangan, dan pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan Pengampunan Pajak, dilarang membocorkan, menyebarluaskan, dan/atau memberitahukan data dan informasi yang diketahui atau diberitahukan oleh Wajib Pajak kepada pihak lain.

3). Data dan informasi yang disampaikan Wajib Pajak dalam rangka Pengampunan Pajak tidak dapat diminta oleh siapapun atau diberikan kepada pihak manapun berdasarkan peraturan perundang-undangan lain, kecuali atas persetujuan Wajib Pajak sendiri.

4). Data dan informasi yang disampaikan Wajib Pajak digunakan sebagai basis data perpajakan Direktorat Jenderal Pajak.

Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 21 UU Pengampunan Pajak, apabila terjadi pelanggaran maka telah diatur ketentuan pidananya dalam Pasal 23 UU

100

(37)

Pengampunan Pajak dimana ditekankan bagi setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun serta penuntutan terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan atas pengaduan orang yang kerahasiaannya dilanggar. Namun dalam Pasal 22 UU Pengampunan Pajak mengatur bahwa Menteri, Wakil Menteri, pegawai Kementerian Keuangan, dan pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan Pengampunan Pajak, tidak dapat dilaporkan, digugat, dilakukan penyelidikan, dilakukan penyidikan, atau dituntut, baik secara perdata maupun pidana jika dalam melaksanakan tugas didasarkan pada iktikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.101

101

(38)

BAB IV

AKIBAT HUKUM PEMBERIAN PENGAMPUNAN PAJAK BAGI USAHA

MIKRO KECIL MENENGAH DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG

NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK

A. Kedudukan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Dalam Menerima

Pengampunan Pajak

UMKM dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu: standard regime dan

presumptive regime. Dalam standard regime, UMKM tidak dibedakan perlakuan perpajakannya. Namun demikian terdapat beberapa negara yang menerapkan standard regime dengan penyederhanaan formulir perpajakan, tata cara pembayaran, atau dengan pengurangan tarif. Negara-negara yang menerapkan

standard regime untuk UMKM pada umumnya negara-negara maju yang komunitas UMKM-nya telah memiliki efisiensi administrasi tinggi dan mempunyai kemampuan book-keeping yang memadai. Sementara itu, dalam model presumptive regime, pajak dikenakan berdasarkan pada kondisi tertentu dari Wajib Pajak. Presumptive regime biasa digunakan terutama di negara yang mayoritas pembayar pajaknya adalah kelompok tidak memenuhi kewajiban membayar pajak dan sumber daya administrasinya tidak memadai. Di negara tersebut sebagian besar Wajib Pajak tidak memiliki transparansi keuangan yang memungkinkan untuk pengenaan pajak secara efektif oleh Pemerintah.102

102

(39)

Hubungan yang tercipta antara UMKM dalam pengampunan pajak adalah berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Pasal 3 UU Pengampunan Pajak bahwa Wajib Pajak turut serta dalam pemanfaatan program pengampunan pajak.103 Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pengampunan pajak dalam hal ini merupakan penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang perpajakan, dengan cara mengungkap Harta dan membayar Uang Tebusan sebagaimana diatur dalam undang-undang.104

Ketentuan pemanfaatan pengampunan pajak bagi Wajib Pajak yang dimaksudkan dalam hal ini diantaranya :105

1. Wajib Pajak Orang Pribadi 2. Wajib Pajak Badan

3. Wajib Pajak yang bergerak di bidang Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)

4. Orang Pribadi atau Badan yang belum menjadi Wajib Pajak

Dari ketentuan tersebut UMKM selaku Wajib Pajak berhak dalam pemanfaatan pengampunan pajak. Hubungan yang tercipta antara UMKM sebagai Wajib Pajak dalam menerima pengampunan pajak, maka wajib bagi UMKM untuk tunduk dalam mematuhi peraturan perundang-undangan tentang pajak

103

Pasal 3 Butir 1 UU No 11 Tahun 2016 tentang “Pengampunan Pajak”

104

Pasal 1 UU No 11 Tahun 2016 tentang “Pengampunan Pajak”

105

(40)

terkhusus Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Sesuai Pasal 2 ayat (1) UU No. 28 Tahun 2007 menekankan bahwa semua Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan berdasarkan sistem self assessment, wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak untuk dicatat sebagai Wajib Pajak dan sekaligus untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak.106

Self assessment dalam hal ini muncul sejak perubahan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan pada tahun 1983 yang merupakan awal dimulainya reformasi perpajakan Indonesia. Indonesia telah mengganti sistem pemungutan pajaknya pula dari sistem official-assessment menjadi sistem self-assessment yang masih diterapkan sampai dengan sekarang. Sistem Self-assessment merupakan sistem pemungutan pajak yang memberikan kepercayaan kepada Wajib Pajak (WP) untuk menghitung/memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang seharusnya terutang berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan.107

Self Assesment System antara lain :

a. Wewenang untuk menetapkan besarnya pajak yang terutang ada pada WP sendiri

106

Pasal 2 Butir 1 UU No 28 Tahun 2007 tentang “Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan”

107

(41)

b. Wajib Pajak Aktif mulai dari menghitung, memperhitungkan, menyetorkan dan melaporkan sendiri pajak yang terutang

c. Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi

Sebaliknya pada sistem official-assessment besarnya pajak yang seharusnya terutang ditetapkan sepenuhnya oleh Fiskus (aparat pajak). Kriteria dari Official Assesment system adalah :

a. Wewenang untuk menetapkan besarnya pajak yang terutang ada pada fiskus

b. Wajib Pajak bersifat pasif

c. Utang pajak timbul setelah dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh fiskus.

Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan subjektif adalah persyaratan yang sesuai dengan ketentuan mengenai subjek pajak dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan 1984 dan perubahannya. Serta Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan objektif adalah persyaratan bagi subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan atau diwajibkan untuk melakukan pemotongan/pemungutan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan 1984 dan perubahannya.108

Kewajiban mendaftarkan diri sebagaimana diatur dalam Pasal 2 UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan tersebut berlaku pula terhadap wanita kawin yang dikenai pajak secara terpisah karena hidup terpisah berdasarkan keputusan hakim atau dikehendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian

108

(42)

pemisahan penghasilan dan harta. Wanita kawin selain tersebut di atas dapat mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak atas namanya sendiri agar wanita kawin tersebut dapat melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya terpisah dari hak dan kewajiban perpajakan suaminya. Nomor Pokok Wajib Pajak tersebut merupakan suatu sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak. Oleh karena itu, kepada setiap Wajib Pajak hanya diberikan satu Nomor Pokok Wajib Pajak. Selain itu, Nomor Pokok Wajib Pajak juga dipergunakan untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan administrasi perpajakan. Dalam hal berhubungan dengan dokumen perpajakan, Wajib Pajak diwajibkan mencantumkan Nomor Pokok Wajib Pajak yang dimilikinya. Terhadap Wajib Pajak yang tidak mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan.109

Pemberian Pengampunan Pajak bagi Wajib Pajak termasuk dalam hal ini termasuk UMKM dalam pelaksanaannya didasarkan atas beberapa asas, diantaranya :110

1) Kepastian Hukum

Asas kepastian hukum merupakan pelaksanaan Pengampunan Pajak harus dapat mewujudkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan kepastian hukum.

2) Keadilan

109

Penjelasan Pasal 2 UU No 28 Tahun 2007 tentang “Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan”

110

(43)

Asas keadilan merupakan pelaksanaan Pengampunan Pajak menjunjung tinggi keseimbangan hak dan kewajiban dari setiap pihak yang terlibat.

3) Kemanfaatan

Asas kemanfaatan merupakan seluruh pengaturan kebijakan Pengampunan Pajak bermanfaat bagi kepentingan negara, bangsa, dan masyarakat, khususnya dalam memajukan kesejahteraan umum.

4) Kepentingan Nasional

Asas kepentingan nasional merupakan pelaksanaan Pengampunan Pajak mengutamakan kepentingan bangsa, negara, dan masyarakat di atas kepentingan lainnya.

Sesuai UU NO.20 Tahun 2008 tentang UMKM, ditentukan kriteria UMKM dalam memenuhi persyaratan untuk menerima pengampunan pajak yaitu:111

1. Kriteria usaha mikro dalam pasal 6 ayat (1) Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 yaitu :

b.memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp50.000.000 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau c. memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300.000.000

(lima ratus juta rupiah).

2. Kriteria usaha kecil dalam Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang No.20 Tahun 2008 yaitu :

111

(44)

a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp500.000.000 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000 (tiga

ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000 (dua milyar lima ratus juta rupiah).

3. Kriteria usaha menengah pada Pasal 6 ayat (3) Undang-Undang No.20 Tahun 2008 yaitu :

a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp10.000.000.000 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau

b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp50.000.000.000 (lima puluh milyar rupiah).

(45)

Selain itu, Penentuan Tarif uang tebusan Pengampunan Pajak Wajib Pajak UMKM juga didasarkan pada jumlah aset yang akan dideklarasikan.112

Berdasarkan Pasal 4 ayat (3) UU Pengampunan Pajak menekankan bahwa besarnya penentuan tarif uang tebusan bagi Wajib Pajak UMKM yang peredaran usahanya sampai dengan Rp 4,8 Milyar pada Tahun Pajak Terakhir dikenakan sebesar :113

1) 0,5 % (nol koma lima persen) bagi Wajib Pajak yang mengungkapkan nilai Harta sampai dengan Rp 10 Milyar dalam Surat Pernyataan; atau 2) 2 % (dua persen) bagi Wajib Pajak yang mengungkapkan nilai Harta

lebih dari Rp 10 Milyar dalam Surat Pernyataan,

untuk periode penyampaian Surat Pernyataan pada bulan pertama sejak Undang-Undang ini mulai berlaku sampai dengan tanggal 31 Maret 2017.

B. Tata Cara dan Syarat Pemberian Pengampunan Pajak Bagi Usaha

Mikro, Kecil dan Menengah

1. Tata Cara Pengajuan Pengampunan Pajak

Adapun tata cara pengajuan Pengampunan Pajak adalah sebagai berikut:114

a. Wajib Pajak datang ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau tempat lain yang ditentukan oleh Menteri untuk meminta penjelasan mengenai pengisian dan pemenuhan kelengkapan dokumen yang harus dilampirkan dalam Surat Pernyataan, yaitu:

112

Siapa Yang Bisa Memanfaatkan?, http://pajak.go.id/content/amnesti-pajak diakses tanggal 11 Maret 2017

113

Pasal 4 Butir 3 UU No 11 Tahun 2016 tentang “Pengampunan Pajak”

114

(46)

1) bukti pembayaran Uang Tebusan;

2) bukti pelunasan Tunggakan Pajak bagi Wajib Pajak yang memiliki Tunggakan Pajak;

3) daftar rincian Harta beserta informasi kepemilikan Harta yang dilaporkan;

4) daftar Utang serta dokumen pendukung;

5) bukti pelunasan pajak yang tidak atau kurang dibayar atau pajak yang seharusnya tidak dikembalikan bagi Wajib Pajak yang sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan atau penyidikan; 6) fotokopi SPT PPh Terakhir; dan

7) surat pernyataan mencabut segala permohonan yang telah diajukan ke Direktorat Jenderal Pajak

8) surat pernyataan mengalihkan dan menginvestasikan Harta ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia paling singkat selama jangka waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak dialihkan dalam hal Wajib Pajak akan melaksanakan repatriasi; 9) melampirkan surat pernyataan tidak mengalihkan Harta ke luar

wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia paling singkat selama jangka waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak diterbitkannya Surat Keterangan dalam hal Wajib Pajak akan melaksanakan deklarasi;

(47)

b. Wajib Pajak melengkapi dokumen-dokumen yang akan digunakan untuk mengajukan Amnesti Pajak melalui Surat Pernyataan, termasuk membayar uang tebusan, melunasi tunggakan pajak, dan melunasi pajak yang tidak atau kurang dibayar atau pajak yang seharusnya tidak dikembalikan bagi Wajib Pajak yang sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan atau penyidikan

c. Wajib Pajak menyampaikan Surat Pernyataan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau Tempat Lain yang ditentukan Menteri Keuangan.

d. Wajib Pajak akan mendapatkan tanda terima Surat Pernyataan.

e. Menteri atau pejabat yang ditunjuk atas nama Menteri menerbitkan Surat Keterangan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterima Surat Pernyataan beserta lampirannya dan mengirimkan Surat Keterangan Pengampunan Pajak kepada Wajib Pajak

f. Dalam hal jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (4) Menteri atau pejabat yang ditunjuk atas nama Menteri belum menerbitkan Surat Keterangan, Surat Pernyataan dianggap diterima

(48)

Pernyataan Kedua dan Ketiga dapat disampaikan sebelum atau setelah Surat Keterangan atas Surat Pernyataan sebelumnya dikeluarkan.

2. Syarat Pemberian Pengampunan Pajak

Sesuai Pasal 8 UU Pengampunan Pajak, bahwa syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh Wajib Pajak UMKM untuk memperoleh Pengampunan Pajak sebagai berikut :115

1) Untuk memperoleh Pengampunan Pajak, Wajib Pajak harus menyampaikan Surat Pernyataan kepada Menteri.

2) Surat Pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh:

a. Wajib Pajak orang pribadi;

b. pemimpin tertinggi berdasarkan akta pendirian badan atau dokumen lain yang dipersamakan, bagi Wajib Pajak badan; atau

c. penerima kuasa, dalam hal pemimpin tertinggi sebagaimana dimaksud pada huruf b berhalangan.

3) Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak; b. membayar Uang Tebusan;

c. melunasi seluruh Tunggakan Pajak;

115

(49)

d. melunasi pajak yang tidak atau kurang dibayar atau melunasi pajak yang seharusnya tidak dikembalikan bagi Wajib Pajak yang sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan dan/atau penyidikan; e. menyampaikan SPT PPh Terakhir bagi Wajib Pajak yang telah

memiliki kewajiban menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan; dan

f. mencabut permohonan:

(1) pengembalian kelebihan pembayaran pajak;

(2) pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi perpajakan dalam Surat Ketetapan Pajak dan/atau Surat Tagihan Pajak yang di dalamnya terdapat pokok pajak yang terutang;

(3) pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak yang tidak benar; (4) keberatan;

(5) pembetulan atas surat ketetapan pajak dan surat keputusan; (6) banding;

(7) gugatan; dan/atau (8) peninjauan kembali,

dalam hal Wajib Pajak sedang mengajukan permohonan dan belum diterbitkan surat keputusanatau putusan.

(50)

(5) Pembayaran Uang Tebusan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) menggunakan surat setoran pajak yang berfungsi sebagai bukti pembayaran Uang Tebusan setelah mendapatkan validasi.

(6) Dalam hal Wajib Pajak bermaksud mengalihkan Harta ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Wajib Pajak harus mengalihkan Harta ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan menginvestasikan Harta dimaksud di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia paling singkat selama jangka waktu 3 (tiga) tahun:

a. sebelum 31 Desember 2016 bagi Wajib Pajak yang memilih menggunakan tarif Uang Tebusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a dan huruf b; dan/atau

b. sebelum 31 Maret 2017 bagi Wajib Pajak yang memilih menggunakan tarif Uang Tebusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c.

(51)

3. Akibat Hukum Pemberian Pengampunan Pajak Bagi Usaha Mikro,

Kecil Dan Menengah Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun

2016 Tentang Pengampunan Pajak

Dalam hal terjadi akibat hukum dalam pemberian pengampunan pajak bahwa Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) telah menjadi Wajib Pajak yang bergerak di bidang usaha. UMKM sebagai Wajib Pajak mempunyai kewajiban untuk membayar pajak sebagaimana ditentukan dalam UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Namun kewajiban yang seharusnya dijalankan telah berubah dalam waktu yang telah ditentukan yaitu dengan lahirnya UU Pengampunan Pajak. Wajib Pajak UMKM dipermudah dengan penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang perpajakan, dengan cara mengungkap Harta dan membayar Uang Tebusan sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.

Pengampunan Pajak yang diberikan kepada Wajib Pajak UMKM haruslah mengungkapkan Harta yang dimilikinya dalam Surat Pernyataan. Pengampunan Pajak yang dimaksud dalam hal ini meliputi pengampunan atas kewajiban perpajakan sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir, yang belum atau belum sepenuhnya diselesaikan oleh Wajib Pajak. Kewajiban perpajakan yang dimaksud dalam hal ini yaitu Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.116

116

(52)

Uang Tebusan bagi Wajib Pajak UMKM sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (3) UU Pengampunan Pajak bahwa tarif yang dikenakan dalam peredaran usahanya sampai dengan Rp 4,8 Milyar pada Tahun Pajak Terakhir adalah sebesar:117

a. 0,5 % (nol koma lima persen) bagi Wajib Pajak yang mengungkapkan nilai Harta sampai dengan Rp 10 Milyar dalam Surat Pernyataan; atau b. 2 % (dua persen) bagi Wajib Pajak yang mengungkapkan nilai Harta

lebih dari Rp 10 Milyar dalam Surat Pernyataan,

untuk periode penyampaian Surat Pernyataan pada bulan pertama sejak Undang-Undang ini mulai berlaku sampai dengan tanggal 31 Maret 2017.

Berdasarkan Pasal 16 ayat (1) UU Pengampunan Pajak bahwa Wajib Pajak yang menyampaikan Surat Pernyataan, tidak berhak :118

a. Mengompensasikan kerugian fiskal dalam surat pemberitahuan untuk bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir, ke bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak berikutnya; b. Mengompensasikan kelebihan pembayaran pajak dalam surat

pemberitahuan atas jenis pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5) untuk masa pajak pada akhir Tahun Pajak Terakhir, ke masa pajak berikutnya;

c. Mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dalam surat pemberitahuan atas jenis pajak sebagaimana dimaksud

117

Pasal 4 UU No 11 Tahun 2016 tentang “Pengampunan Pajak”

118

(53)

dalam Pasal 3 ayat (5) untuk masa pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir; dan/atau d. Melakukan pembetulan surat pemberitahuan atas jenis pajak

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5) untuk masa pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir, setelah Undang-Undang ini diundangkan.

Wajib Pajak UMKM yang telah menyampaikan Surat Pernyataan dalam hal ini diatur dalam Pasal 11 UU Pengampunan Pajak pada akhirnya akan diterbitkan Surat Keterangan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk atas nama Menteri. Wajib Pajak UMKM yang telah diterbitkan Surat Keterangan, memperoleh fasilitas Pengampunan Pajak berupa :119

a. Penghapusan pajak terutang yang belum diterbitkan ketetapan pajak, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan, dan tidak dikenai sanksi pidana di bidang perpajakan, untuk kewajiban perpajakan dalam masa pajak, bagian Tahun Pajak, dan Tahun Pajak, sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir;

b. Penghapusan sanksi administrasi perpajakan berupa bunga, atau denda, untuk kewajiban perpajakan dalam masa pajak, bagian Tahun Pajak, dan tahun pajak, sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir; c. Tidak dilakukan pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan,

dan penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan, atas kewajiban

119

(54)

perpajakan dalam masa pajak, bagian Tahun Pajak, dan Tahun Pajak, sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir; dan

d. Penghentian pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan, dan penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan, dalam hal Wajib Pajak sedang dilakukan pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan, dan penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan atas kewajiban perpajakan, sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir, yang sebelumnya telah ditangguhkan sebelumnya,

yang berkaitan dengan kewajiban perpajakan diantaranya Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

Wajib Pajak UMKM yang telah memperoleh Surat Keterangan dan membayar Uang Tebusan sebagaimana diatur dalam Pasal 15 yaitu: 120

(1) Wajib Pajak yang telah memperoleh Surat Keterangan dan membayar Uang Tebusan atas:

a. Harta tidak bergerak berupa tanah dan/atau bangunan; dan/atau b. Harta berupa saham,

yang belum dibaliknamakan atas nama Wajib Pajak, harus melakukan pengalihan hak menjadi atas nama Wajib Pajak.

(2) Pengalihan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dibebaskan dari pengenaan Pajak Penghasilan, dalam hal:

a. permohonan pengalihan hak; atau

120

(55)

b. penandatanganan surat pernyataan oleh kedua belah pihak di hadapan notaris yang menyatakan bahwa Harta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah benar milik Wajib Pajak yang menyampaikan Surat Pernyataan, dalam hal Harta dimaksud belum dapat diajukan permohonan pengalihan hak,

dilakukan dalam jangka waktu paling lambat tanggal 31 Desember 2017.

(3) Pengalihan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dibebaskan dari pengenaan Pajak Penghasilan dalam hal terdapat perjanjian pengalihan hak dalam jangka waktu paling lambat tanggal 31 Desember 2017.

(4) Apabila sampai dengan tanggal 31 Desember 2017, Wajib Pajak tidak mengalihkan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), atas pengalihan hak yang dilakukan dikenai pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Pajak Penghasilan.

(56)

Harta bagi Wajib Pajak yang mengalihkan Harta, dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan berikutnya.121

Akibat hukum yang timbul terhadap Wajib Pajak terhadap perlakuan atas harta yang belum atau kurang diungkap sebagaimana diatur dalam Pasal 18 UU Pengampunan Pajak adalah sebagai berikut :122

(1) Dalam hal Wajib Pajak telah memperoleh Surat Keterangan kemudian ditemukan adanya data dan/atau informasi mengenai Harta yang belum atau kurang diungkapkan dalam Surat Pernyataan, atas Harta dimaksud dianggap sebagai tambahan penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak pada saat ditemukannya data dan/atau informasi mengenai Harta dimaksud.

(2) Dalam hal:

a. Wajib Pajak tidak menyampaikan Surat Pernyataan sampai dengan periode Pengampunan Pajak berakhir; dan

b. Direktur Jenderal Pajak menemukan data dan/atau informasi mengenai Harta Wajib Pajak yang diperoleh sejak tanggal 1 Januari 1985 sampai dengan 31 Desember 2015 dan belum dilaporkan dalam Surat Pemberitah

Referensi

Dokumen terkait

Judul Tugas Akhir : PENERAPAN METODE DECISION TREE DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA ID3 UNTUK PEMBUATAN SISTEM PENILAIAN KINERJA GURU (Studi Kasus SMAN 8 Malang) Dengan ini

Misalnya seorang guru yang akan melaksanakan pembelajaran harus memiliki pemahaman yang baik tentang karakterstik dan kondisi peserta didik agar dapat

Berdasarkan latar belakang tersebut maka Penulis menyusun beberapa rumusan masalah yang berkaitan dengan latar belakang serta judul penelitian, diantaranya mengenai pengelolaan

kelas kontrol dengan model pembelajarn konvesional namun tidak terlalu signifikan terhadap hasil belajar siswa.Dimana model Project Based Learning (PjBL) memiliki nilai

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dimensi persepsi yang paling berhubungan dengan perilaku ibu dalam membawa balita ke posyandu adalah persepsi motivasi dengan nilai odds

Universitas Sumatera Utara... Universitas

Permasalahan pelaksanaan pencegahan luka tekan yang belum dilakukan dengan maksimal perlu diselesaikan, sehingga penting dilakukan penelitian untuk mengkaji anteseden

menentukan tujuan, menentukan langkah belajar yang tepat, mempersiapkan hal-hal yang dibutuhkan dalam proses belajarnya, memahami kekuatan dan kekurangan diri, dapat memfokuskan