• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Status Imunisasi dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Balita 1-5 Tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Desa Binjai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Status Imunisasi dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Balita 1-5 Tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Desa Binjai"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

Lampiran 1 FORMULIR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini Nama :

Alamat :

Menyatakan kesedian menjadi responden pada penelitian yang dilaksanakan oleh,

Nama peneliti : Exodus Maruba Barutu

Judul penelitian : Hubungan Status Imunisasi Dengan Kejadin Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Pada Balita 1-5 Tahun Di Wilayah

Kerja Puskesmas Desa Binjai

Saya yakin bahwa penelitian ini tidak mengakibatkan efek samping terhadap fisik dan mental saya dan kerahasiaan indetitasnya saya sangat dijaga oleh peneliti. Karena itu saya tidak akan menuntut penelii dan hasil penelitiannya dikemudian hari.

Medan, Januari 2016

Responden

(2)

60

Lampiran 2 INSTRUMEN PENELITIAN

HUBUNGAN STATUS IMUNISASI DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA 1-5 TAHUN DI

WILAYAH KERJA PUSKESMAS DESA BINJAI Kode : Tanggal : Petunjuk Pengisisan

a. Beri tanda check list ( √ ) pada tiap kolom jawaban yang telah disediakan dan sesuai dengan yang saudara/i lihat.

b. Tiap satu pertanyaan diisi dengan satu jawaban dan bila ada yang kurang dimengerti dapat ditanyakan pada peneliti.

Bagian 1. Kuesioner data demografi

1. Jenis Kelamin anak : L/P (Laki-laki/Perempuan) 2. Usia anak : …….. Tahun

3. Pendidikan Terakhir : ……….. 4. Pekerjaan : Wiraswasta

PNS/ TNI/ POLRI Karyawan

Bertani

5. Suku : Batak

Jawa

Melayu

(3)

61

Bagian 2. Lembar Observasi Status Imunisasi

Petunjuk pengisian: berilah tanda (√) pada setiap kolom jawaban yang tersedia di bawah ini sesuai kartu menuju sehat.

Imunisasi Polio 1 Imunisasi Polio 2 Imunisasi Polio 3 Imunisasi Polio 4 Imunisasi BCG Imunisasi DPT 1 Imunisasi DPT 2 Imunisasi DPT 3 Imunisasi HB 0 Imunisasi HB 1 Imunisasi HB 2 Imunisasi HB 3 Imunisasi Campak

(4)

62

Bagian 3. Kuesioner Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)

Petunjuk pengisian: Berilah tanda (√ ) pada setiap kolom jawaban yang tersedia di bawah ini sesuai dengan pengamatan saudari.

No Penyataan Ya Tidak

1. Anak ibu mengalami batuk pada 6 bulan terakhir

2. Anak ibu mengalami demam 6 bulan terakhir

3. Anak ibu mengalami serak pada saat bersuara 6 bulan terakhir

4. Anak ibu mengalami pilek 6 bulan terakhir

(5)

63

(6)

Lampiran 4 MASTER TABEL

HUBUNGAN STATUS IMUNISASI DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA 1-5 TAHUN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS DESA BINJAI KOTA MEDAN

No. Status Imunisasi

polio 1 polio 2 polio 3 polio 4 bcg dpt 1 dpt 2 dpt 3 hb o hb 1 hb 2 hb 3 campak Jlh

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 12

2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13

3 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 0 0 9

4 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 12

5 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13

6 1 1 0 0 1 1 0 0 1 1 0 0 0 6

7 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13

8 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 12

9 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 12

10 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 12

11 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13

12 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 12

13 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13

14 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 12

15 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 12

16 1 1 0 0 1 1 0 0 1 1 0 0 0 6

(7)

65

18 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 12

19 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13

20 1 1 0 0 1 1 0 0 1 1 0 0 0 6

21 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13

22 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 12

23 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13

24 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13

25 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13

26 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13

27 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 12

28 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13

29 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 12

30 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 12

31 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13

32 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 12

33 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 12

34 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13

35 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 12

36 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 12

37 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13

38 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 12

(8)

66

42 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13

43 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 12

44 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 12

45 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13

46 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 12

47 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13

48 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 0 0 9

49 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13

50 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 12

51 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13

52 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 0 0 9

53 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13

54 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13

55 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 0 0 9

56 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13

57 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 12

58 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 12

59 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13

60 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 0 0 9

61 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 12

62 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 12

63 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13

64 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 12

(9)

67

66 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 12

67 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13

68 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13

69 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13

(10)

68

Kejadian ISPA

jenis Kelamin Usia Pendidikan Pekerjaan suku jumlah anak

P1 P2 P3 P4 P5 Jlh

1 1 1 1 1 5 1 1 4 3 4 2

1 1 0 0 0 2 2 1 3 1 3 2

1 1 1 1 1 5 1 3 1 3 4 2

1 1 1 1 1 5 1 1 4 3 1 2

0 1 0 1 0 2 2 1 3 1 3 2

1 1 1 1 1 5 1 2 1 3 3 2

1 1 0 0 0 2 2 1 3 1 1 2

1 1 1 1 1 5 1 2 1 2 4 1

1 1 1 1 1 5 1 2 4 3 3 1

1 1 1 1 1 5 1 3 2 2 4 2

0 1 0 1 0 2 2 1 3 1 1 2

1 1 0 0 0 2 1 2 2 3 3 1

0 1 0 1 0 2 2 1 3 1 4 2

1 1 1 1 1 5 1 3 2 3 1 1

1 1 1 1 1 5 1 3 4 3 4 2

(11)

69

0 1 0 1 0 2 2 2 3 1 3 4

1 1 0 0 0 2 1 2 4 3 1 2

0 1 0 1 0 2 2 1 3 1 2 4

1 1 1 1 1 5 1 3 1 3 4 1

0 1 0 1 0 2 1 2 3 1 4 4

1 1 1 1 1 5 2 1 2 3 1 2

1 1 0 0 0 2 2 2 3 1 2 4

1 1 0 0 0 2 1 1 3 1 2 4

0 1 0 1 0 2 2 3 3 1 1 4

0 1 0 1 0 2 1 1 3 1 4 4

1 1 1 1 1 5 1 3 4 3 2 2

0 1 0 1 0 2 2 1 3 1 4 3

1 1 1 1 1 5 1 2 4 2 1 1

1 1 1 1 1 5 2 3 4 2 2 1

0 1 0 1 0 2 1 1 3 1 2 3

1 1 1 1 1 5 1 2 4 1 1 1

(12)

70

0 1 0 1 0 2 1 2 2 3 4 1

1 1 1 1 1 5 1 4 2 3 1 1

1 1 0 0 0 2 2 1 3 1 3 4

1 1 1 1 1 5 1 4 2 3 4 1

0 1 0 1 0 2 2 3 3 1 4 3

1 1 1 1 1 5 1 3 2 3 1 2

1 1 1 1 1 5 1 3 1 3 4 2

1 1 0 0 0 2 1 1 3 1 4 4

1 1 1 1 1 5 1 2 2 3 1 1

1 1 1 1 1 5 1 2 2 3 4 2

0 1 0 1 0 2 2 3 3 1 4 4

1 1 1 1 1 5 1 3 2 3 4 2

1 1 0 0 0 2 2 1 3 1 1 4

1 1 1 1 1 5 1 4 1 3 2 1

1 1 0 0 0 2 2 1 3 1 2 4

1 1 1 1 1 5 1 3 4 3 2 1

0 1 0 1 0 2 2 2 3 1 4 4

(13)

71

0 1 0 1 0 2 1 1 4 1 1 4

0 1 0 1 0 2 2 1 4 1 4 4

1 1 1 1 1 5 2 2 1 3 4 1

0 1 0 1 0 2 2 1 4 1 1 2

0 1 0 1 0 2 1 4 2 2 4 1

1 1 1 1 1 5 1 4 4 2 4 1

1 1 0 0 0 2 2 3 2 1 1 2

1 1 1 1 1 5 1 4 1 3 4 2

1 1 1 1 1 5 2 3 4 2 4 2

1 1 1 1 1 5 1 3 4 3 1 2

0 1 0 1 0 2 2 1 4 1 2 4

0 1 0 1 0 2 2 2 4 3 4 1

1 1 0 0 0 2 1 2 4 1 1 4

1 1 1 1 1 5 2 2 2 1 4 2

0 1 0 1 0 2 2 1 2 1 2 3

1 1 0 0 0 2 1 1 2 1 4 3

(14)

72

Keterangan:

1. Jenis kelamin 1= Laki-laki 2= Perempuan 2. Usia anak 1= 12-23 bulan

2= 24-35 bulan 3= 36-47 bulan 4= 48-60 bulan 3. Pendidikan 1= Sekolah dasar

2= Sekolah menengah atas 3= Sekolah menengah atas 4= Sarjana

4. Pekerjaan 1= Swasta

2= Pedagang

3= Ibu rumah tangga

5. Suku 1= Suku batak toba

2= Suku batak karo

3= Suku batak simalungun 4= Suku jawa

(15)

Lampiran 5 Analisa Univariad

Frequencies

Notes

Output Created 03-Feb-2016 00:57:02 Comments

Input Data D:\aq\goooooo\demograf

i.sav

Active Dataset DataSet0 Filter <none> Weight <none> Split File <none> N of Rows in values are treated as missing.

Cases Used Statistics are based on all cases with valid data.

Syntax FREQUENCIES

VARIABLES=v1 v2 v3 v4 v5 v6

/ORDER=ANALYSIS.

Resources Processor Time 0:00:00.000

Elapsed Time 0:00:00.000

(16)

74

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Laki-laki 42 60.0 60.0 60.0

Perempuan 28 40.0 40.0 100.0

Total 70 100.0 100.0

Usia Balita

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 12-23 bulan 24 34.3 34.3 34.3

Frequency Percent Valid Percent

Cumulativ

Sekolah menengah atas 22 31.4 31.4 72.9

Sarjana 19 27.1 27.1 100.0

(17)

75

Pekerjaan Ibu

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Pegawai Swasta 35 50.0 50.0 50.0

Pedagang 7 10.0 10.0 60.0

Ibu rumah tangga 28 40.0 40.0 100.0

Total 70 100.0 100.0

Suku

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Suku batak toba 19 27.1 27.1 27.1

Suku batak karo 13 18.6 18.6 45.7

Suku batak simalungun

7 10.0 10.0 55.7

Suku jawa 31 44.3 44.3 100.0

Total 70 100.0 100.0

Jumlah Anak Ibu

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 1 orang 20 28.6 28.6 28.6

2 orang 26 37.1 37.1 65.7

3 orang 6 8.6 8.6 74.3

>3 orang 18 25.7 25.7 100.0

(18)

Lampiran 6

UJI NORMALITAS DATA STATUS IMUNISASI DAN

KEJADIAN ISPA

EXAMINE VARIABLES=TOTAL2 TOTAL1 /PLOT BOXPLOT STEMLEAF NPPLOT /COMPARE GROUP /STATISTICS DESCRIPTIVES /CINTERVAL 95 /MISSING LISTWISE /NOTOTAL.

Explore

Notes

Output Created 03-Feb-2016 11:57:32 Comments

Input Data D:\aq\goooooo\spssgood.sav

Active Dataset DataSet0 Filter <none> Weight <none> Split File <none> N of Rows in Working

Data File

70 Missing Value

Handling

Definition of Missing User-defined missing values for dependent variables are treated as missing.

(19)

77 /MISSING LISTWISE /NOTOTAL.

Resources Processor Time 0:00:02.387

Elapsed Time 0:00:02.871

[DataSet0] D:\aq\goooooo\spssgood.sav

Statistic Std. Error

ISPA Mean 3.41 .180

95% Confidence Interval for Mean

(20)

78

Std. Deviation 1.508

Minimum 2

Std. Deviation 1.671

(21)

79

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic Df Sig. Statistic df Sig.

ISPA .354 70 .000 .635 70 .000

IMUNISA SI

.388 70 .000 .614 70 .000

(22)

Lampiran 7

Tabel Frekuensi Status Imunisasi dan Kejadian ISPA

Frequencies

Notes

Output Created 18-Feb-2016 11:30:58

Comments

Input Data D:\aq\SEMPURNA\spss\DATAIMUNIS

ASIDANISPA.sav

Active Dataset DataSet1

Filter <none>

Weight <none>

Split File <none>

N of Rows in Working Data

File

70

Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values are

treated as missing.

Cases Used Statistics are based on all cases with

valid data.

Syntax FREQUENCIES

VARIABLES=KODING2 kodin

/ORDER=ANALYSIS.

Resources Processor Time 0:00:00.015

Elapsed Time 0:00:00.015

(23)

81

Statistics

Kejadian

ISPA

Status

Imunisasi

N Valid 70 70

Missing 0 0

Frequency Table

Kejadian ISPA

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Terjadi ISPA 33 47.1 47.1 47.1

Tidak Terjadi ISPA 37 52.9 52.9 100.0

Total 70 100.0 100.0

Status Imunisasi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Imunisasi Lengkap 31 44.3 44.3 44.3

Imunisasi Tidak Lengkap 39 55.7 55.7 100.0

(24)

Lampiran 8

Hasil Uji Korelasi Menggunakan SPSS

Hubungan Status Imunisasi Dengan Kejadian ISPA

Nonparametric Correlations

Notes

Output Created 18-Feb-2016 11:28:03

Comments

Input Data D:\aq\SEMPURNA\spss\DATAIMUNIS

ASIDANISPA.sav

Active Dataset DataSet1

Filter <none>

Weight <none>

Split File <none>

N of Rows in Working Data

File

70

Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values are

treated as missing.

Cases Used Statistics for each pair of variables are

based on all the cases with valid data

for that pair.

Syntax NONPAR CORR

/VARIABLES=kodin KODING2

/PRINT=SPEARMAN TWOTAIL

NOSIG

/MISSING=PAIRWISE.

Resources Processor Time 0:00:00.016

Elapsed Time 0:00:00.048

Number of Cases Allowed 174762 casesa

a. Based on availability of workspace memory

(25)

83

Correlations

Status Imunisasi Kejadian ISPA

Spearman's rho Status

Imunisasi

Correlation Coefficient 1.000 -.842**

Sig. (2-tailed) . .000

N 70 70

Kejadian

ISPA

Correlation Coefficient -.842** 1.000

Sig. (2-tailed) .000 .

N 70 70

(26)

Lampiran 9 JADWAL PENELITIAN

No Aktivitas Penelitian Maret

(27)

Lampiran 10 TRANSAKSI DANA PENELITIAN

Anggaran dana yang dikeluarkan untuk proposal dan juga penelitian diperkirakan sebagai berikut:

No Pengeluaran Jumlah

1. Penyusunan proposal penelitian: literatur + internet + pengetikan + pengendalian + jilid (4 eksemplar)

Rp450.000,- 2. Izin survey awal dan penelitian Rp150.000.- 3. Pengumpulan data: transportasi + foto kopi (kuesioner

dan inform consent)

Rp500.000.- 4. Penyusunan proposal hasil penelitian: pengetikan +

penggandaan + jilid (4 eksemplar)

Rp300.000.-

5. Biaya tak terduga Rp200.000.-

(28)

Lampiran 11 DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Exodus Maruba Barutu

NIM : 141121133

Tempat/ Tanggal Lahir : Parlilitan, 05 Maret 1993 Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Kristen Protestan

Alamat : Jalan Seksama Gg. Resmi Ujung No. 15 Medan

Hp : 082166900525

Alamat Email

Status Pendidikan :

Semester : 3

Fakultas/ Jurusan : Keperawatan/ Ekstensi Keperawatan Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara

Riwayat Pendidikan :

1. SD 173484 Parlilitan Lulus tahun 2005 2. SMP Negeri 1 Parlilitan Lulus tahun 2008

3. SMA Negeri 14 Medan Lulus tahun 2011

(29)
(30)
(31)
(32)
(33)
(34)
(35)

DAFTAR PUSTAKA

Sunyoto, Danang. 2013. Statistik Untuk Para Medis. Bandung: Alfabeta.

Agussalim. 2012. Hubungan Pengetahuan, Status Imunisasi dan Keberadaan Perokok Dalam Rumah Dengan Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut Pada Balita Di Puskesmas Peukan Bada Kabupaten Aceh Besar.

Alsagaff, Hood. 2002. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya : Airlangga University Press.

Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta.

Arikunto, S. 2005. Manajemen Penelitian. Jakarta : PT Rineka Cipta.

Kunoli, Firdaus J. Pengantar Epidemiologi Penyakit Menular : Untuk Mahasiswa Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Trans Info Media.

Layuk, Ribka Rerung, dkk. 2012. Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian ISPA Pada Balita Di Lembang Batu Sura. Dibuka Pada Tanggal 15 Maret

Lisnawati, Lilis. 2013. Generasi Sehat Melalui Imunisasi. Jakarta: Trans Info Media.

Marimbi, H. 2010. Status Gizi dan Imunisasi Dasar pada Balita. Yogyakarta : Nuha Medika.

Marni. 2014. Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Gangguan Pernapasan. Yogyakarta : Gosyen Publishing.

Misnadiarly. 2008. Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumonia. Jakarta : Pustaka Populer Obor.

(36)

57

Nursalam. 2003. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Rikesdas. 2007. Laporan Nasional. Dibuka Pada Tanggal 16 Maret 2015.

Rilly, I. 2014. Panduan Imunisasi Anak Mencegah Lebih Baik Daripada Mengobati. Jakarta : Kompas Media Nusantara.

Rinawati, Mega & Nina Siti Mulyani. 2013. Imunisasi Untuk Anak. Yogyakarta: Nuha Medika.

Setiadi. 2007. Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Simaremare, Betty A. 2014. Hubungan Status Imunisasi Dengan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Balita Sakit (1-5 Tahun) di Puskesmas Teladan Medan. Dibuka pada tanggal 14 Maret 2015. (

WHO. 2007. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) yang Cenderung Menjadi Epidemi dan Pandemi di Fasilitas Kesehatan. Dibuka pada Tanggal 15 Maret

http://repository.usu.ac.id)

Riwu, Dewi. 2012. Ispa duduki peringkat pertama penyakit terbesar tahun 2011.

Wahyuni, Renikasri. 2012. Hubungan Kelengkapan Imunisasi dan Pemberian Vitamin A dengan Status Gizi Balita di Kelurahan Titi Rantai dan Kelurahan Babura Kec. Medan Maru Tahun 2015. Medan: USU. Diakses pada tanggal 30 Januari 2016 pukul 22.00 Wib.

Sinaga, Suci Soraya. 2015. Hubungan Asi Ekslusif terhadap Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Pada Bayi di Puskesmas Padang Bulan Medan. Medan: USU. Diakses pada tanggal 5 Januari 2016 pukul 21.00 Wib.

(37)

58

Fatmayati, Feby Angzila. 2009. Hubungan Tingkat Pendidikan Formal Ibu Dengan Status Imunisasi Dasar Balita di Kecamatan Kwadungan Ngawi. dapat dibuka pada Namira, Siti. 2013. Gambaran Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kejadian ISPA

(38)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN 3.1 Kerangka Konsep

Konsep adalah abstarksi dari suatu ralitas agar dapat dikomunikasikan dan membentuk suatu teori yang menjelaskan keterkaitan antar variable (baik variable yang diteliti maupun yang tidak diteliti). Kerangka konsep akan membantu peneliti menghubungkan hasil penemuan dengan teori (Nursalam, 2008). Dari skema berikut ini, kerangka konsep dalam penelitian ini menggambarkan bahwa infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) dipengaruhi oleh status imunisasi sebagai berikut :

Variabel Independen Variabel Dependen

Skema 3.1. Kerangka Konsep Penelitian Hubungan Status Imunisasi Dengan Kejadian ISPA Pada Balita 1-5 Tahun

Kejadian Infeksi Saluran

(39)

28

3.2 Defenisi Operasional

Defenisi operasional merupakan ruang lingkup atau pengertian variabel-varibel diamati atau diteliti dan untuk mengarahkan kepada pengukuran atau pengamatan terhadap variabel-variabel yang bersangkutan serta pengembangan instrumen atau alat ukur (Notoadmojo,2010).

Tabel 3.1. Defenisi Operasional Variabel No Variabel Defenisi

(40)
(41)

30

3. Serak 4. Pilek

5. Sakit atau nyeri telan

skor 0-2

2.3 Hipotesis

(42)

BAB 4

METODE PENELITIAN 4.1 Desain Penelitian

Desain penelitian merupakan rencana penelitian yang disusun sedemikian rupa sehingga peneliti dapat memperoleh jawaban terhadap pertanyaan penelitian. Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif korelasi dengan pendekatan cross sectional.

4.2 Populasi dan Sampel 4.2.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu yang mempunyai balita (1-5 Tahun) di wilayah kerja Puskesmas Desa Binjai, Kota Medan. 4.2.2 Sampel

Sampel kasus dalam penelitian ini adalah semua balita yang sakit (1-5 tahun) yang berkunjung ke Puskesmas Desa Binjai Tahun 2015 yaitu sebanyak 70 orang. Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan teknik accidental sampling yaitu cara pengambilan sample yang dilakukan dengan mengambil kasus atau responden yang ada atau tersedia di suatu tempat sesuai dengan konteks penelitian, dengan kriteria inklusi, yakni:

(43)

32

4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Desa Binjai Kecamatan Medan Denai, Kota Medan. Adapun pertimbangan pemilihan Puskesmas Desa Binjai sebagai tempat penelitian karena lokasi penelitian ini dekat dari rumah peneliti sehingga mudah dijangkau dan laporan tahun 2012–2014 angka kejadian infeksi saluran pernapasan akut merupakan penyakit tertinggi yang terjadi di Puskesmas Desa Binjai. Waktu penlitian ini dilakukan bulan Desember tahun 2015.

4.4 Pertimbangan Etik

Penelitian ini dilakukan setelah mendapatkan izin penelitian dari Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan izin dari Kepala Puskesmas Desa Binjai, serta mendapatkan surat etik dari komisi etik penelitian kesehatan fakultas keperawatan USU untuk melakukan penelitian.

(44)

33

pada lembar pengumpulan data yang diisi oleh responden. Lembar tersebut hanya akan diberi kode tertentu (anonymity). Kerahasiaan informasi responden dan kelompok data tertentu yang dilaporkan sebagai hasil penelitian (confidentiality).

4.5 Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner dan lembar observasi yang didasarkan pada tinjauan pustaka. Instrument penelitian terdiri dari tiga bagian, yaitu kuesioner data demografi, kuisioner tentang status imunisasi, dan kuesioner tentang kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA).

Kuesioner data demografi pada bagian pertama berisi tentang pengkajian data demografi ibu dari balita tersebut yang meliputi: jenis kelamin anak, umur anak, pendidikan terahir ibu, suku, pekerjaan, dan jumlah anak. Data demografi ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik responden, deskripsi frekuensi, dan presentasi demografi responden.

(45)

34

telah disediakan. Penilian status imunisasi dibagi kedalam dua kategori, yakni lengkap dan tidak lengkap. Status imunisasi lengkap apabila sudah mendapatkan 5 jenis imunisasi dasar yaitu BCG,DPT,Polio, Hepatitis B, dan Campak. Status imunisasi balita dikatakan tidak lengkap apabila salah satu dari 5 jenis imunisasi dasar tidak diberikan.

Untuk mengidentifikasi kejadian infeksi saluran pernpasan akut pada balita 1-5 tahun, peneliti menggunakan kuisioner yang berisi tanda dan gejala infeksi saluran pernapasan akut yang diangkat berdasarkan teori dan konsep. Tanda dan gejala yang diidentifikasi merupakan tanda dan gejala ringan yaitu batuk, pilek, demam, serak, dan nyeri saat menelan.

Pertanyaan pada kuesioner disajikan dalam bentuk skala Guttman dengan jawaban “ya dan tidak” dengan nilai 0 = tidak mengalami tanda dan gejala, 1= ya (mengalami tanda dan gejala). Jumlah skor merupakan hasil penjumlahan dari lima item tersebut. Jumlah skor tertinggi dalam instrument ini adalah 5 sedangkan skor terendah adalah nol. Berdasarkan rumus statistika: p = rentang

banyak kelas . Dimana p merupakan panjang kelas dengan

rentang yaitu nilai tertinggi dikurangi nilai terendah (Sudjana, 1992) dan dibagi menjadi 2 kelas yaitu terjadi ISPA dan tidak Terjadi ISPA, maka diperoleh panjang kelas sebesar 3. Dengan p=3 dan nilai terendah 0 sebagai baas bawah kelas interval pertama, maka kejadian ISPA dikategorikan atas interval sebagai berikut:

(46)

35

4.6 Uji Validitas dan Reliabilitas

Instrumen dibuat sendiri oleh peneliti, untuk instrument baru perlu dilakukan uji validitas dan realibilitas untuk mengetahui seberapa besar derajat kemampuan alat ukur dalam mengukur secara konsisten sasaran yang akan diukur.

Sebuah insturmen dikatakan valid bila mampu mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat. Uji validitas instrumen dilakukan oleh ahli keperawatan Komunitas yaitu Ibu Siti Zahara Nst., S.Kp., MNS. di Fakultas Keperawatan Uversitas Sumatera Utara. Berdasarkan uji validitas tersebut, kuesioner disusun kembali dengan bahasa yang lebih efektif dan dengan item-item pertanyaan yang mengukur sasaran sesuai dengan teori dan konsep.

(47)

36

apabila mampu mengukur apa yang diinginkan (Arikunto,2010). Instrument penlitian ini disusun sendiri oleh peneliti sehingga perlu dilakukan uji validitas dan reliabilitas untuk mengetahui seberapa besar derajat kemampuan alat ukur dalam mengukur secara konsisten sasaran yang diukur.

Penelitian ini menggunakan validitas logis dimana instrumen penelitian dianalisis oleh dosen yang berkompeten di bidang Keperawatan Komunitas yaitu Ibu Siti Zahara Nst., S.Kp., MNS. di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Berdasarkan uji validitas tersebut,kuesioner disusun kembali dengan bahasa yang lebih efektif dan dengan item-item pertanyaan yang mengukur sasaran sesuai dengan teori dan konsep.

4.7 Pengumpulan Data

Proses pengumpulan data pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 4.7.1 Permohonan ijin pelaksanaan penelitian didapatkan dari institusi

pendidikan (Fakultas Keperawatan USU)

4.7.2 Permohonan izin dikirim ke tempat penelitian (Puskesmas Desa Binjai, Kota Medan)

4.7.3 Peneliti melapor kepada Kepala Puskesmas

4.7.4 Peneliti meminta perawat memperkenalkan calon responden

(48)

37

4.7.7 Peneliti meminta calon responden menandatangani lembar persetujuan sebagai bentuk persetujuan bersedia menjadi responden

4.7.8 Peneliti memberikan kuesioner tentang kejadian ISPA dan data demografi

4.7.9 Peneliti meminta alamat rumah responden untuk dapat melakukan observasi langsung terhadap catatan imunisasi anak pada KMS

4.7.10 Waktu yang diperlukan untuk menjawab kuesioner pertanyaan adalah 5 – 10 menit

4.7.11 Setelah kuesioner diisi, kuesioner dikumpulkan oleh peneliti dan diperiksa oleh peneliti

4.7.12 Setelah seluruh kuesioner terkumpul, peneliti mulai mengolah dan menganalisa.

4.8 Pengolahan Data dan Analisis Data 1. Pengolahan Data

Dalam proses pengolahan data terdapat langkah-langkah yang harus dilakukan adalah:

a. Editing

(49)

38

b. Coding

Coding merupakan kegiatan memberikan kode numerik (angka) terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori. Pemberian kode ini sangat penting bila pengolahan dan analisis data menggunakan komputer. Biasanya dalam pemberian kode dibuat juga daftar kode dan artinya dalam satu buku untuk memudahkan kembali melihat lokasi dan dari suatu kode dari suatu variable.

c. Data Entry

Data entry adalah kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan dalam master tabel atau database komputer. Kemudian membuat tabel distribusi frekuensi.

d. Cleaning data

Pemeriksaan semua data yang telah dimasukan kedalam computer guna menghindari terjadinya kesalahan dalam pemasukan data.

2. Analisis Data

Analisa data berfungsi untuk meringkas atau mengklarifikasi, dan menyajikan data yang merupakan langkah awal dari analisis lebih lanjut dalam penggunaan uji statistik (Hidayat, 2011).

a. Univariat

(50)

39

berdasarkan (umur, agama, suku, pendidikan terakhir, pekerjaan, dan jumlah anak). Variabel status imunisasi meliputi: Imunisasi polio 4x, Imunisasi DPT 3x, Imunisasi BCG, Imunisasi HB 3x, dan Imunisasi campak. Variabel kejadian ISPA pada balita 1-5 tahun meliputi: batuk, panas, serak, pilek, dan sakit atau nyeri telan. Kemudian data ini disajikan dalam bentuk tabel dan distribusi frekuensi dan analisis terhadap hal berikut.

b. Analisis Bivariat

Analisis Bivariat digunakan untuk mengetahui hubunganantara variabel independen dengan variabel dependen, sehingga dapat diketahui hubungan antara status imunisasi dengan kejadian ISPA. Uji statistic yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji korelasi Product Moment Pearson’s (Pearson’s). Uji Pearson’s ini digunakan

jika memenuhi syarat yaitu, data terdistribusi normal. Jika ditemukan data tidak terdistribusi normal maka analisa data dikembalikan ke nonparametric dengan menggunkan Spearmen (Dahlan,2004).

(51)

40

membandingkan data yang didapat dengan data yang berdistribusi normal yang memiliki mean dan SD yang sama. Jika tes yang dilakukan menghasilkan signifikan (p<0.05), maka data tersebut tidak distribusi normal. Sebaliknya jika signifikan (p>0.05), maka data tersebut memiliki distribusi normal (Wahyuni, 2007).

Hasil analisa akan dibaca berdasarkan tabel hasil uji interpretasi. Tabel hasil uji interpretasi kekuatan hubungan dengan level 0-1. Batas kemaknaan yang digunakan adalah 0.05. Pengambilan keputusan statistic dilakukan dengan membandingkan nilai p (P value) dengan nilai α (0.05), dengan ketentuan:

a. Bila p value ≤ niali α (0.05), maka ada hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen

b. Bila p value > nilai α (0.05), maka tidak ada hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen.

Untuk menafsirkan hasil pengujian statistic tersebut digunakan kriteria penafsiran (Dahlan, 2001) sebagai berikut:

Tabel 4.9.2 Hasil uji interpretasi korelasi No Parameter Nilai Interpretasi 1 Kekuatan

(52)

41

3 Arah korelasi

+ (positif)

- (negative)

Searah. Semakin besar nilai suatu variabel, makin besar pula nilai variabel lainnya.

(53)

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Analisis Univariat

1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Geografis dan Demografis luas wilayah kelurahan Desa Binjai secara keseluruhan adalah 412,5 ha. Secara geografis, Keseluruhan Desa Binjai berbatasan dengan:

1. Kelurahan Tegal Sari Mandala

2. Kelurahan Sitirejo III di sebelah Selatan 3. Kelurahan Denai/Menteng di sebelah Timur

4. Kelurahan Tanjung Sari/Pasar Merah Timur, Kelurahan Medan Timur, Sitirejo I dan II di sebelah Barat

Secara administrarif berdasarkan data Tahun 2009, Keseluruhan Desa Binjai terdiri dari 20 lingkungan dengan jumlah penduduk sebanyak 52.966 jiwa.

2. Karakteristik Responden

(54)

43

perempuan. Usia balita yang berkunjung ke Puskesmas paling banyak berusia 12-23 bulan yaiut 24 orang (34.3%). Hasil identifikasi terhadap ibu dari balita sakit didapatkan tingkat pendidikan ibu paling banyak adalah sekolah menengah atas (SMA) yakni 22 orang (31.4%). Setengah dari jumlah ibu bekerja sebagai pegawai swasta. Jumlah ibu yang memiliki anak 2 orang merupakan yang terbanyak yaitu 26 ibu (37.1%).

(55)

44

3. Status Imunisasi

Berdasarkan hasil analisa data status imunisasi balita paling banyak tidak lengkap yaitu 39 orang balita (55.7%). Balita yang status imunisasinya lengkap sebanyak 31 orang yaitu 44.3%.

Tabel 5.1.1.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Status Imunisasi Balita di wilayah kerja Puskesmas Desa Binjai No Lembar Observasi Status Imunisasi Frekuensi Persentase% 1. Lengkap 31 44.3 2. Tidak Lengkap 39 55.7 Jumlah 70 100

4. Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)

Berdasarkan analisa data kejadian infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) didapati 37 orang responden yaitu 52.9% tidak mengalami ISPA dan sebanyak 33 orang (47.1%) mengalami gejala ISPA.

Tabel 5.1.1.3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Pada Balita 1-5 Tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Desa Binjai

No Lembar Kuesioner ISPA Frekuensi Persentase% 1. Terjadi ISPA 33 47.1 2. Tidak Terjadi ISPA 37 52.9 Jumlah 70 100

5.1.2 Analisis Bivariat

(56)

45

variabel. Dari hasil uji, didapat bahwa pada variabel status imunisasi dan kejaidan ISPA tidak terdistribusi normal dengan nilai p=0.000.

Dengan hasil ini, maka uji yang dilakukan untuk menganalisa kedua variabel adalah uji nonparametric Spearmen. Pada analisa data hubungan status imunisasi dan kejadian ISPA didapat nilai koefisien korelasi spearmen atau r= - 0.407 dengan p=0.000.

Tabel 5.1.2.1 Analisa Hubungan Status Imunisasi Dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Pada Balita 1-5 Tahun Di Wilayah Kerja Puskesmas Desa Binjai (n=70)

Variabel Korelasi

Status Imunisasi Kejadian ISPA Status Imunisasi

Dari hasil penelitian, peneliti membahas mengenai status imunisasi, kejadian infeksi saluran pernapasan akut, dan hubungan status imunisasi dengan kejadian infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) di Puskesmas Desa Binjai, Kota Medan.

5.2.1 Status Imunisasi

(57)

46

Immunization (UCI) sesuai dengan kepmenkes Nomor 482/MENKES/SK/IV/2010 mengenai Gerakan Akselerasi Imunisasi Nasional Universal Child Immunization 2010-2014 (GAIN UCI 2010 – 2014), yaitu cakupan imunisasi dasar balita sebesar 85% pada tahun 2012 dan 90% pada tahun 2014. Banyak faktor yang mempengaruhi rendahnya cakupan imunisasi ini, antaralain diduga disebabkan karena kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai pentingnya imunisasi, rendahnya akses pelayanan kesehatan, dan angka drop out imunisasi (Kemenkes, 2010).

(58)

47

anaknya melengkapi status imunisasi. Sebab menurut Notoadmodjo (2007) pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang, karena dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada yang tidak didasari oleh pengetahuan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fatmayati, (2009) menyatakan bahwa semakin tinggi pendidikan ibu semakin tinggi tingkat pengetahuan ibu tentang imunisasi, maka semakin tinggi pula kesadaran ibu untuk membawa anaknya untuk memperoleh imunisasi sehingga sangat berperan dalam kelengkapan imunisasi anak.

Bila dikaitkan dengan pernyataan Notoadmodjo (2007) diatas maka faktor lain yang mempengaruhi kelengkapan status imunisasi adalah jumlah anak. Ibu yang memiliki jumlah balita lebih dari 2 orang cenderung akan melengkapi imunisasi anaknya. Kecenderungan tersebut dikarenakan ibu sudah memiliki pengalaman dari anak sebelumnya.

(59)

48

Imunisasi mempunyai efek samping yang dapat dijadikan sebagai alasan oleh ibu untuk tidak lagi membawa anaknya melakukan imunisasi. Hal ini terbukti dari penemuan lapangan di Posyandu bahwa ada ibu yang menanyakan efek samping dari penyuntikan DPT yaitu terdapat pembengkakan diarea suntikan, nafsu makan balita menurun dan anaknya demam.

5.2.2 Infeksi Saluran Pernapasan Akut (Ispa)

Berdasarkan hasil penelitian kejadian infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) di wilayah kerja Puskesmas Desa Binjai terhadap 70 responden ditemukan 9 orang menderita infeksi saluran pernapasan akut yaitu 47.1%. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Suci (2015) yang menunjukkan paling banyak balita menderita ISPA (74%). Hasil penelitian ini didapati jumlah penderita ISPA tertinggi pada balita yang berusia 12-23 bulan yakni 24 orang yaitu 34.3%. Hal ini sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa ISPA sangat beresiko pada bayi berumur kurang dari 5 tahun. Pada usia anak-anak (5-14 tahun) risiko ISPA akan berkurang dan kemudian akan terus meningkat pada usia produktif (15-64 tahun) (Nelson dan Williams, 2007) dalam Halim (2012).

(60)

49

tersebut kemudian masuk ke dalam tubuh manusia melalui proses inhalasi, dengan dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti faktor lingkungan dan faktor karakteristik individu pada akhirnya pajanan tersebut dapat menimbulkan dampak kesehatan.

Proses inhalasi dimulai dari hidung, faring, laring, trakea, bronkus, dan alveoli. Udara yang mengandung kuman tersebut menginfeksi saluran pernapasan dan menimbulkan gejala penyakit. Gejala penyakit yang disebabkan infeksi merupakan hasil interaksi antara mikroorganisme dan sistem imun tubuh. Hasil interaksi ini sangat bervariasi mulai dari tidak menimbulkan efek sama sekali sampai dengan kematian. Hal tersebut tergantung jumlah dan virulensi mikroorganisme, efek fisiologi dan anatomi yang terpengaruh, dan efektivitas sistem imun tubuh.

(61)

50

5.2.3 Hubungan Status Imunisasi Dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)

Hasil penelitian ini menyatakan bahwa terdapat hubungan yang siknifikan antara status imunisasi dengan kejadian infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) di wilayah kerja Puskesmas Desa Binjai. Hubungan tersebut diinterpretasikan berdasarkan uji korelasi Spearmen dengan hasil P value = 0.000 (p < 0.05) dan nilai r = -0.842. Nilai r menunjukkan hubungan yang kuat dan berpola negatife artinya semakin lengkap status imunisasi maka kejadian infeksi saluran pernapasan akut akan semakin kecil.

Infeksi saluran pernapasan akut merupakan suatu penyakit yang diawali dengan adanya pajanan berupa udara yang dipengaruhi oleh agen-agen lingkungan, seperti agen-agen kimia, agen-agen fisik, agen-agen biologi (mikroorganisme). Udara yang sudah mengandung agen-agen tersebut kemudian masuk kedalam tubuh manusia melalui proses inhalasi. Agen-agen yang masuk kedalam tubuh manusia akan dilawan oleh pertahanan fisik dan pertahanan kekebalan (Immune Defenses). Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) akan terjadi apabila sistem pertahanan fisik dan kekebalan tubuh menurun.

(62)

51

pencegahan yang dapat dilakukan oleh keluarga agar balita tidak terkena penyakit infeksi saluran pernapasan akut diantaranya adalah dengan menjaga kondisi lingkungan yang bersih dan sehat, imunisasi lengkap dan pemberian ASI ekslusif selama 6 bulan dan dilanjutkan sampai usia anak 2 tahun.

Pernyataan ini sama halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Sulistyoningsih dan Resi (2010) dalam Namira (2013) mengenai hubungan status imunisasi dengan kejadian infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) pada balita di Tasikmalaya didapatkan persentase anak yang status imunisasinya tidak lengkap lebih besar dibandingkan status imunisasi yang lengkap sehingga anak mengalami ISPA dan diuji secara statistik bahwa status imunisasi anak dengan infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) memiliki hubungan yang signifikan.

(63)

52

Ispa merupakan penyakit yang dapat disebabkan oleh perkembangan dari penyakit difteri, pertusis, dan campak. Penyakit tersebut dapat dicegah dengan pemberian imunisasi (Prabu, 2009) dalam Agussalim (2012). Bayi dan balita yang pernah terserang campak dan selamat akan mendapat kekebalan alami terhadap pneumonia. Untuk mengurangi factor yang meningkatkan mortalitas ISPA, diupayakan imunisasi lengkap. Bayi dan balita yang mempunyai status imunisasi yang lengkap bila menderita ISPA dapat diharapkan perkembangan penyakitnya tidak akan menjadi lebih berat. Cara yang terbukti paling efektif saat ini adalah dengan pemberian imunisasi campak yang efektif sekitar 11% kematian balita dapat dicegah dan dengan imunisasi pertusis (DPT) 6% kematian dapat dicegah (Prabu, 2009).

(64)

53

(65)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 KESIMPULAN

Hasil penelitian terhadadap 70 orang responden di wilayah kerja Puskesmas Desa Binjai menunjukkan terdapat 39 balita (55.7%) status imunisasinya tidak lengkap. Pada kejadian infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) didapati 33 balita (47.1%) yang menderita ISPA.

(66)

55

6.2 Saran

Saran yang dapat diberikan peneliti berdasarkan penelitian ini adalah sebagai berikut:

6.2.1 Bagi Tempat Penelitian

Diharapkan hasil penelitian yang dipereloh dapat menjadi masukan kepada setiap pelayanan kesehatan sehingga mampu memberikan konseling, informasi, dan edukasi (KIE) tentang manfaat imunisasi lengkap dalam mencegah berbagai penyakit, sehingga dapat menurunkan angka kesakitan balita yang disebabkan oleh ISPA.

6.2.2 Bagi Perawat Puskesmas

Diharapkan kepada pegawai/perawat Puskesmas Desa Binjai untuk memeriksa kelengkapan KMS balita 1-5 tahun serta melakukan kelengkapan imunisasinya.

6.2.3 Bagi Peneliti Selanjutnya

(67)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) 2.1.1.Pengertian

ISPA sering di salah artikan sebagai infeksi saluran pernapasan atas. Istlah ISPA yang benar merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut di perkenalkan pada tahun 1984. Infeksi pada system pernapasan dideskripsikan sesuai dengan areanya, yaitu ISPA atas dan ISPA bawah. ISPA atas (upper airway), meliputi hidung dan faring. System pernapasan bawah meliputi bronkus, bronkeolus dan alveolus (Hartono dan Rahmawati H, 2012).

Chang, Daly, Elliott (2010) ketika individu bernapas dan system pernapasan menyaring udara, terjadi pajanan dengan berbagai partikel iritatif dan agens penyebab infeksi yang terbawa di dalam udara yang dihirup. Infeksi saluran napas atas didominasi oleh infeksi ringan dan dapat ditangani di pusat pelayanan kesehatan primer (puskesmas). Infeksi saluran napas bawah dapat lebih kompleks dan mengubah pada fungsi sitem tubuh lain serta kondisi kesehatan individu secara keseluruhan.

Menurut Depkes (2004) infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan istilah yang diadaptasi dari istilah bahasa inggris Acute Respiratory Infection (ARI). Istilah ISPA meliputi tiga unsure penting yaitu

(68)

7

manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit. Saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah, dan pleura. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai 14 hari. Batas hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dadapat berlangsung lebih dari 14 hari. Berdasarkan pengertian diatas, maka ISPA adalah infeksi saluran pernapasan yang berlangsung 14 hari. Salurapn pernapasan yang dimaksud adalah organ mulai dari hidung sampai alveoli paru beserta organ adneksenya seperti sinus, ruang telinga tengah, dan pleura.

2.1.2 Etiologi

1. Agen penginfeksi

(69)

8

Tabel 2.1.2.1

Agen Penyebab dalam Infeksi Saluran Pernapasan Akut (Lankein, 1994 Depkes 2009, Widoyono, 2008 dan Kusetiarini, 2012)

Bakteri Virus Other Aspirasi

Streptococcus

(70)

9

antibody keibuan dan produksi antibody bayi itu sendiri. Sisa infeksi dari virus berkelanjutan pada waktu balita dan prasekolah. Pada waktu anak-anak berumur 5 tahun, infeksi pernapasan yang disebabkan virus akan berkurang frekuensinya, tetapi pengaruh infeksi mycoplasma pneumonia dan grup A B-Hemolytic Streptococcus akan meningkat. Jumlah jaringan limfa meningkat seluruhnya pada masa anak-anak dan diketahui berulang-ulang meningkat kekebalan pada anak yang sedang tumbuh dewasa. Beberapa agen virus membuat sakit ringan pada anak yang lebih tua tetapi menyebabkan sakit yang hebat di system pernapasan bagian bawah.

3. Ukuran

Ukuran anatomi mempengaruhi respon infeksi system pernapasan. Diameter saluran pernapasan terlalu kecil pada anak-anak akan menjadi sasaran radang selaput lendir dan peningkatan produksi sekresi. Disamping itu jarak antara struktur dalam system yang pendek pada anak-anak, walaupun organism bergerak dengan cepat ke bawah system pernapasan yang mencakup secara luas. Pembuluh eustachius relative pendek dan terbuka pada anak kecil dan anak muda yang membuat pathogen mdah untuk masuk ke telinga bagian tengah.

4. Daya Tahan

(71)

10

kelelahan, dan tubuh yang menakutkan. Kondisi yang melmahkan pertahanan pada system pernapasan cenderung yang menginfeksi melibatkan alergi seperti: alergi rhinitis, asma, kelainan jantung yang disebabkan tersumbatnya paru-paru, dan cystic fibrosis. Partisipasi ari perawatan, khususnya jika pelaku perokok, juga meningkat kemungkinan infeksi (Blumer,1998).

5. Variasi Musim

Banyaknya pathogen pada system pernapasan yang muncul dalam wabah selama bulan musim semi dan dingin, tetapi infeksi mycoplasma sering muncul pada musim gugur dan awal musim semi. Infeksi yang berkaitan dengan asma (seperti asma bronchitis) frekuensi banyak muncul selama cuaca dingin. Musim semi dan dingin adalah tipe “musim RSV”.

2.1.3 Klasifikasi Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) a. Berdasarkan Lokasi Anatomik

Penyakit ISPA dapat dibagi dua berdasarkan lokasi anatominya, yaitu: ISPA atas (ISPaA) dan ISPA bawah (ISPaB). Contoh ISPA atas adalah batuk, pilek, pharingitis, sinusitis, flusalesma, sinusitis, dan lain-lain. ISPA bawah diantaranya Bronchiolitis dan pneumonia yang sangat berbahaya karena dapat menyebabkan kematian.

b. Berdasarkan Golongan Umur

(72)

11

1. Kelompok kurang dari 2 bulan, dibagi atas: pneumonia berat dan bukan pneumonia. Pneumonia berat ditandai dengan adanya napas cepat, yaitu sebanyak 60 kali permenit atau lebih, atau adanya tarikan dinding dada yang kuat pada dinding dada bagian bawah ke dalam (severe chest indrawing), sedangkan bukan pneumonia bila tidak ditemukan tarikan dinding dada pada bagian bawah dan napas tidak cepat.

2. Kelompok umur 2 bulan sampai kurang 5 tahun dibagi atas: pneumonia berat, pneumonia, dan bukan pneumonia. Pneumonia berat

bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam pada waktu anak menarik napas. Pneumonia didasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran adanya napas cepat sesuai umur, yaitu 40 kali permenit atau lebih. Bukan pneumonia, bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah dan tidak ada napas cepat.

2.1.4 Cara Penularan ISPA

ISPA dapat ditularkan melalui air ludah, darah, bersin, udara pernapasan yang mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat ke saluran pernapasannya.

Pada ISPA dikenal tiga cara penyebaran infeksi yaitu: 1. Melalui aerosol yang lembut, terutama oleh karena batuk

(73)

12

3. Melalui kontak langsung/tidak langsung dari benda yang telah dicemari jasad renik (hand to hand transmission)

Pada beberapa virus, transmissi diawali dengan penyebaran virus ke daerah sekitar terutama melalui bahan sekresi hidung. Dari beberapa penelitan klinik, laboratorium dan penelitian lapangan, diperoleh kesimpulan bahwa sebenarnya kontak hand to hand merupakan modus terbesar dibandingkan dengan cara penularan aerogen (yang semula banyak diduga sebagi penyebab utama) (Hood Alsagaff,2002).

2.1.5 Tanda Tanda Klinis

Manifestasi klinis ISPA dapat berupa batuk, kesulitan bernafas, sakit tenggorokan, pilek, demam dan sakit telinga (Depkes RI, 1999).

Menurut berat ringanya, ISPA dibagi menjadi 3 golongan,yaitu : 1. ISPA Ringan, dengan gejala yaitu:

a. Batuk

b. Serak, yaitu anak bersuara parau pa da waktu mengeluarkan suaranya , misalnya pada waktu berbicara atau menangis

c. Pilek, yaitu mengeluarkan lendir dari hidung d. Demam, yaitu suhu badan anak lebih dari 37ºC. 2. ISPA Sedang

Jika dijumpai gejala-gejala seperti ISPA ringan dan disertai dengan Gejala:

(74)

13

b. Suhu lebih dari 39ºC

c. Tenggorokan berwarna merah d. Timbul bercak-bercak campak

e. Telinga sakit atau mnegeluarkan nanah dari lubang telinga f. Pernafasan berbunyi

3. ISPA Berat

Jika seorang anak dijumpai gejala -gejala seperti ISPA ringan atau sedang ditambah dengan gejala sebagai berikut:

a. Bibir atau kulit membiru b. Pernafasan cuping hidung

c. Anak tidak sadar atau kesadarannya menurun d. Bunyi nafas gargling, atau snoring

e. Dijumpai adanya terraksi otot -otot bantu pernafasan, seperti intercostal, sternal, suprasternal

f. Nadi cepat dan lemah > 160x/menit (anak umur < 1 tahun) g. Tenggorokan berwarna merah

2.1.6 Tanda- tanda Bahaya

(75)

14

diusahakan agar yang ringan tidak menjadi lebih berat dan yang sudah berat cepat-cepat ditolong dengan tepat agar tidak jatuh dalam kegagalan pernapasan.

Tanda-tanda bahaya pada anak golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun adalah: tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor dan gizi buruk, sedangkan tanda bahaya pada anak golongan umur kurang dari 2 bulan adalah: kurang bisa minum (kemampuan minumnya menurun sampai kurang dari setengah volume yang biasa diminumnya), kejang, kesadaran menurun, stridor, Wheezing, demam dan dingin.

2.1.7 Faktor Resiko Terjadinya ISPA 1. Faktor Lingkungan

a. Pencemaran udara dalam rumah

Asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan bakar untuk memasak dengan konsentrasi tinggi dapat merusak mekanisme pertahanan paru sehingga akan memudahkan timbulnya ISPA.

b. Ventilasi Rumah

Ventilasi yaitu proses penyediaan udara atau pengerahan udara ke atau dari ruangan baik secara alami maupun secara mekanis.

c. Kepadatan hunian rumah

(76)

15

d. Faktor Individu Anak 1. Umur anak

Sejumlah studi yang besar menunjukkan bahwa insiden penyakit oleh virus melonjak pada bayi dan usia dini anak- anak.

2. Berat badan lahir

Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) mempunyai resiko kematian yang lebih besar dib andingkan dengan berat badan lahir normal,karena pembentukan zat anti kekebalan kurang sempurna sehingga lebih mudah terkena penyakit infeksi.

3. Status Gizi

Balita dengan gizi yang kurang akan lebih mudah terserang ISPA dibandingkan balita dengan gizi no rmal karena faktor daya tahan tubuh yang kurang. Penyakit infeksi sendiri akan menyebabkan balita tidak mempunyai nafsu makan dan mengakibatkan kekurangan gizi.

4. Vitamin A

Pemberian vitamin A yang dilakukan bersamaan dengan imunisasi akan menyebabkan peningkatan titer antibody yang spesifik dan tampaknya berada dalam nilai yang cukup tinggi.

5. Status imunisasi

(77)

16

e. Faktor Perilaku

Peran aktif keluarga dalam menangani ISPA sangat penting karena penyakit ISPA merupakan penyakit yang ada sehari - hari di dalam masyarakat/keluarga. Hal ini perlu mendapat perhatian serius, karena penyakit ini banyak menyerang balita, sehingga ibu balita dan anggota keluarga yang sebagian besar dekat balita mengetahui dan terampil menangani penyakit ISPA ini ketika anaknya sakit (Maryunani, 2011).

2.1.8 Penatalaksanaan Kasus ISPA

Penemuan dini penderita pneumonia dengan penatalaksanaan kasus yang benar merupakan strategi untuk mencapai dua dari tiga tujuan program (turunnya kematian karena pneumonia dan turunnya penggunaan antibiotik dan obat batuk yang kurang tepat pada pengobatan penyakit ISPA) .

(78)

17

Penatalaksanaan ISPA meliputi tindakan sebagai berikut: 1. Pemeriksaan

Pemeriksaan artinya memperoleh informasi tentang penyakit anak dengan mengajukan beberapa pertanyaan kepada ibunya, melihat dan mendengarkan anak. Hal ini penting agar selama pemeriksaan anak tidak menangis (bila menangis akan meningkatkan frekuensi napas), untuk ini diusahakan agar anak tetap dipangku oleh ibunya. Menghitung napas dapat dilakukan tanpa membuka baju anak. Bila baju anak tebal, mungkin perlu membuka sedikit untuk melihat gerakan dada. Untuk melihat tarikan dada bagian bawah, baju anak harus dibuka sedikit. Tanpa pemeriksaan auskultasi dengan steteskop penyakit pneumonia dapat didiagnosa dan di klasifikasikan.

2. Pengobatan

a. Pneumonia berat: dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotic parenteral, oksigen dan sebagainya.

b. Pneumonia: diberi obat antibiotik kotrimoksasol peroral. Bila penderita tidak mungkin diberi kotrimoksasol atau ternyata dengan pemberian kontrmoksasol keadaan penderita menetap, dapat dipakai obat antibiotik pengganti yaitu ampisilin, amoksisilin atau penisilin prokain.

(79)

18

merugikan seperti kodein, dekstrometorfan dan, antihistamin. Bila demam diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol. Penderita dengan gejala batuk pilek bila pada pemeriksaan tenggorokan didapat adanya bercak nanah (eksudat) disertai pembesaran kelenjar getah bening dileher, dianggap sebagai radang tenggorokan oleh kuman streptococcuss dan harus diberi antibiotic (penisilin) selama 10 hari. Setiap bayi atau anak dengan tanda bahaya harus diberikan perawatan khusus untuk pemer iksaan selanjutnya.

d. Perawatan dirumah

Beberapa hal yang perlu dikerjakan seorang ibu untuk mengatasi anaknya yang menderita ISPA.

1. Mengatasi panas (demam)

Untuk anak usia 2 bulan sampai 5 tahun demam diatasi dengan memberikan parasetamol atau dengan kompres, bayi dibawah 2 bulan dengan demam harus segera dirujuk. Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6 jam untuk waktu 2hari. Cara pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan dosisnya, kemudian digerus dan diminumkan. Memberikan kompres, dengan menggunakan kain bersih, celupkan pada air (tidak perl u air es).

2. Mengatasi batuk

(80)

19

3. Pemberian makanan

Berikan makanan yang cukup gizi, sedikit- sedikit tetapi berulang - ulang yaitu lebih sering dari biasanya, lebih - lebih jika muntah. Pemberian ASI pada bayi yang menyusu tetap diteruskan.

4. Pemberian minuman

Usahakan pemberian cairan (air putih, air buah dan sebagainya) lebih banyak dari biasanya. Ini akan membantu mengencerkan dahak, kekurangan cairan akan menambah parah sakit yang diderita.

5. Lain- lain

(81)

20

2.1.9 Pencegahan dan Pemberantasan ISPA Pencegahan dapat dilakukan dengan : 1. Menjaga keadaan gizi agar tetap baik. 2. Imunisasi

3. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan. 4. Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA. Pemberantasan yang dilakukan adalah :

1. Penyuluhan kesehatan yang terutama ditujukan pada para ibu 2. Pengelolaan kasus yang disempurnakan

3. Imunisasi 2.2 Konsep Imunisasi 2.2.1 Pengertian

Imunisasi adalah suatu cara untuk memberikan kekebalan kepada seseorang secara aktif terhadap penyakit menular (Mansjoer, 2000). Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kesehatan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpapar antigen yang serupa tidak pernah terjadi penyakit (Ranuh dkk, 2001).

Imunisasi merupakan reaksi antara antigen dan antibody yang dalam bidang ilmu immunologi merupakan kuman atau racun (Riyadi, 2009).

(82)

21

Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa imunisasi adalah usaha untuk meningkatkan kekebalan aktif seseorang terhadap suatu penyakit dengan memasukkan vaksin dalam tubuh bayi atau anak. Sedangkan imunisasi dasar adalah pemberian imunisasi awal untuk mencapai kadar kekebalan di atas ambang perlindungan (Depkes,2005). Yang dimaksud dengan imunisasi dasar menurut Ranuh dkk (2001) adalah pemberian imunisasi BCG (1x), Hepatitis B (3x), DPT (3x), Polio (4x), dan campak (1x) sebelum bayi berusia 1 tahun.

2.2.2 Tujuan Imunisasi

1. Untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang.

2. Untuk memberikan kekebalan kepada bayi agar dapat mencegah penyakit dan kematian bayi serta anak yang disebabkan oleh penyakit yang sering berjangkit.

3. Untuk menurunkan angka morbiditas dan mortalitas serta dapat mengurangi kecacatan akibat penyakit tertentu ( Hanum, 2010 ).

2.2.3 Manfaat Imunisasi

1. Untuk Anak: mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit dan kemungkinan cacat atau kematian.

(83)

22

3. Untuk Negara: memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan berakal untuk melanjutkan pembangunan Negara (Hanum, 2010).

2.2.4 Jenis-jenis Imunisasi

1. Imunisasi BCG (bacillus calmette-guerrin)

Vaksinasi BCG memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit tuberculosis (TBC). Pemberian imunisasi BCG sebaiknya dilakukan pada bayi yang baru lahir sampai usia 12 bulan, tetapi imunisasi ini sebaiknya dilakukan sebelum bayi berumur 2 bulan. Imunisasi ini cukup diberikan satu kali saja. Bila pemberian imunisasi ini berhasil maka setelah beberapa minggu di tempat suntikan akan timbul benjolan kecil. Dengan cara pemberian imunisasi BCG adalah melalui intradermal dengan lokasi penyuntikan pada lengan kanan atas.

2. Imunisasi DPT

(84)

23

3. Imunisasi Polio

Merupakan imunisasi yang diberikan untuk mencegah terjadinya penyakit polio yaitu penyakit radang yang menyerang saraf dan dapat mengakibatkan lumpuh kaki. Pemberian secara oral sebanyak 2 tetes dan di berikan 4 kali dengan interval 4 minggu.

4. Imunisasi Campak

Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah penyakit campak. Frekuensi pemberian imunisasi campak adalah satu kali yaitu pada usia 9 bulan. Cara pemberian imunisasi campak melalui subkutan. 5. Imunisasi Hepatitis B

Merupakan imunisasi yang digunakan untuk menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit hepatitis B yaitu penyakit infeksi yang merusak hati. Frekuensi pemberian imunisasi Hepatitis B sebanyak 3 kali dengan cara pemberian melalui intramuskuler.

2.2.5 Jadwal Imunisasi

(85)

24

Tabel 2.2.5.1 Jadwal Imunisasi Nasional (Depkes) bagi bayi yang baru lahir di rumah

Jadwal imunisasi

Umur Jenis Vaksin Tempat

Bayi Lahir di

Tabel 2.2.5.2 Jadwal Imunisasi Nasional (Depkes) bagi bayi yang lahir RS/RSB

Jadwal Imunisasi

Umur Jenis Vaksin Tempat

Bayi

(86)

25

2.2.6 Kontraindikasi

Penting sekali untuk memberi imunisasi semua anak, termasuk anak yang sakit dan kurang gizi, kecuali bila terdapat kontraindikasi. Adapun kontra-indikasi imunisasi, yakni:

1. Jangan beri BCG pada anak dengan infeksi HIV/AIDS simtomatis, tetapi beri imunisasi lainnya.

2. Beri semua imunisasi, termasuk BCG, pada anak dengan infeksi HIV asimtomatis.

3. Jangan beri imunisasi DPT-2 atau -3 pada anak yang kejang atau syok dalam jangka waktu 3 hari setelah imunisasi DPT sebelumnya.

4. Jangan beri DPT pada anak dengan kejang rekuren atau pada anak dengan penyakit syaraf aktif pada SSP.

5. Anak dengan diare yang seharusnya sudah waktunya menerima vaksin oral polio harus tetap diberi vaksin polio. Namun demikian, dosis ini tidak dicatat sebagai pemberian terjadwal. Buat catatan bahwa pemberian polio saat itu bersamaan dengan diare, sehingga petugas nanti akan memberikan dosis polio tambahan.

2.2.7 Status Imunisasi

(87)

26

Dalam pemberian imunisasi, anak harus dalam kondisi sehat. Imunisasi diberikan dengan memasukkan virus, bakteri, atau bagian dari bakteri ke dalam tubuh, dan kemudian menimbulkan antibodi (kekebalan). Untuk membentuk kekebalan yang tinggi, anak harus dalam kondisi fit. Anak yang sedang sakit, misalnya diare atau demam berdarah, badannya sedang memerangi penyakit. Jika dimasukkan kuman atau virus lain dalam imunisasi, maka tubuhnya akan bekerja sangat berat, sehingga kekebalan yang terbentuk tidak tinggi (Ranuh, 2005).

(88)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Indonesia dan negara-negara peserta United Nation General Assembly Special Session on Children menegaskan kembali dan mendeklarasikan komitmen terhadap kesejahteraan anak. Komitmen tersebut dikenal sebagai “A WORLD FIT CHILDREN(WFC)”. Sebagai tindak lanjut pertemuan tersebut,

Indonesia menyusun Program Nasional Bagi Anak Indonesia (PNBAI). PNBAI menganggap penting upaya penurunan angka kematian bayi dan balita hal ini dijabarkan dalam visi Anak Indonesia 2015 yakni, menuju anak Indonesia yang sehat.

(89)

2

Menurut WHO tahun 2012, sebesar 78% balita yang berkunjung ke pelayanan kesehatan adalah akibat ISPA. Infeksi saluran pernapasan akut lebih banyak terjadi di negara berkembang dibandingkan negara maju dengan persentase masing-masing sebesar 25%-30% dan 10%-15%. Kematian balita akibat ISPA di Asia Tenggara sebanyak 2.1 juta balita pada tahun 2014 (Fitri, 2012). India, Bangladesh, Indonesia, dan Myanmar merupakan negara dengan kasus kematian balita akibat ISPA terbanyak (Usman, 2012).

Berdasarkan hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2013, menunjukkan prevalensi nasional infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) adalah 25% tidak jauh berbeda dengan tahun 2007. Penyakit ispa yang tertinggi adalah Nusa Tenggara Timur (41,7%), Papua (31,1%), Nusa Tenggara Barat (28,3%), dan Jawa Timur (28,3%).

Sumatera Utara masuk kedalam 10 besar provinsi dengan kasus penyakit infeksi saluran pernapasan akut tertinggi, yaitu penemuan kasus sebesar 10,9%. Kota medan terdapat 225.494 (47%) kasus infeksi saluran pernapasan akut. Berdasarkan penelitian Simaremare (2014) yang dilakukan di Puskesmas Teladan Medan terdapat balita yang terserang infeksi saluran pernapasan akut pada tahun 2012 sebesar 1194 balita.

(90)

3

Sesuai data yang diperoleh dari Puskesmas Desa Binjai selama satu tahun terakhir yang merupakan lokasi penelitian, penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) pada balita menduduki urutan pertama. Jumlah yang menderita ISPA sebanyak 4.322 kasus dengan rata-rata 570 kasus setiap bulannya (Laporan Puskesmas Desa Binjai, 2014).

Berdasarkan karakteristik kelompok umur penduduk, periode prevalensi penyakit ISPA yang tinggi terjadi pada kelompok umur 1-4 tahun, kemudian mulai meningkat pada umur 45-54 tahun dan terus meninggi pada kelompok umur berikutnya. Hasil penelitian Daulay (1999) di Medan, anak berusia dibawah 2 tahun mempunyai resiko mendapatkan ISPA 1,4 kali lebih besar dibandingkan dengan anak yang lebih tua. Keadaan ini terjadi karena anak dibawah usia 2 tahun imunitasnya belum sempurna dan lumen saluran napasnya masih sempit.

Imunitas secara harafiah didapatkan oleh seseorang semenjak dia dilahirkan ke dunia ini. Imunitas adalah resistensi terhadap penyakit terutama penyakit infeksi. Gabungan sel, molekul dan jaringan yang berperan dalam resistensi terhadap infeksi disebut dengan sistem imun dan reaksi yang dikoordinasi sel-sel dan molekul-molekul terhadap mikroba dan bahan lainnya disebut respon imun. Sistem imun diperlukan tubuh untuk mempertahankan keutuhannya terhadap bahaya yang dapat ditimbulkan berbagai bahan dalam lingkungan hidup.

(91)

4

dan dengan cepat menyingkirkan mikroba tersebut. Disebut nonspesifik karena tidak ditujukan terhadap mikroba tertentu, terlah ada dan siap berfungsi sejak lahir. Sistem ini merupakan pertahanan terdepan dalam menghadapi serangan berbagai mikroba dan dapat memberikan respon langsung. Sistem imun spesifik mempunyai kemampuan mengenal benda yang dianggap asing bagi dirinya. Benda asing yang pertama kali muncul dalam badan segera dikenal oleh sistem imun spesifik sehingga terjadi sensifitasi sel-sel imun tersebut.

Imunisasi merupakan salah satu cara untuk memberikan kekebalan seseorang secara aktif terhadap penyakit menular, sehingga bila terpapar pada penyakit yang sama maka tidak terjadi penyakit. Imunisasi ini merupakan sistem imun yang spesifik. Imunisasi terdiri dari beberapa jenis, yakni: imunisasi BCG, imunisasi DPT, imunisasi polio, imunisasi campak, dan imunisasi Hb-0 (Depkes, 2013).

Sehubungan dengan hal diatas, penulis berminat meneliti hubungan status imunisasi dengan kejadian infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) pada balita 1-5 tahun di Puskesmas Desa Binjai Medan Tahun 2015.

1.2 Rumusan Masalah

(92)

5

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengidentifikasi hubungan status imunisasi dengan kejadian infeksi salran pernapasan akut (ISPA) pada balita (1-5 tahun).

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Untuk mengidentifikasi status imunisasi pada balita 1-5 tahun

b. Untuk mengidentifikasi kejadian infeksi saluran pernapasan akut pada balita 1-5 tahun

c. Untuk mengidentifikasi hubungan status imunisasi dengan kejadian ISPA pada balita 1-5 tahun

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Pelayanan Kesehatan

Pelayanan kesehatan dapat menggunakan hasil penelitian ini sebagai dasar dalam pemberian pendidikan kesehatan tentang pentingnya imunisasi bagi anak.

1.4.2 Penelitian Keperawatan

Gambar

Tabel Frekuensi Status Imunisasi dan Kejadian ISPA
Tabel 3.1. Defenisi Operasional Variabel
Tabel 4.9.2 Hasil uji interpretasi korelasi
Tabel 5.1.1.1 Distribusi Frekuensi dan Persentase berdasarkan                   karakteristik responden Ibu dari balita sakit di                   wilayah kerja Puskesmas Desa Binjai
+4

Referensi

Dokumen terkait

Universitas Sumatera

For other rows, transform Pivot Column to leaving basic variable column... Divide Right Side value by

mengakses sistem komputer. Saat diketikkan, komputer tidak menampilkan dilayar. Teknik ini mempunyai kelemahan yang sangat banyak dan mudah ditembus. Pemakai cenderung memilih

Dan dalam hal ini guru yang akan menjadi model bagi para siswa sehingga tujuan akhir pendidikan terletak pada terlaksananya pengabdian yang penuh kepada Allah baik pada

Cing kumaha pipokeunana merenahkeun kecap nu hartina sarua jeung kecap “meuli”, keur ka sorangan, jeung ka batur saluhureun, ngagunakeun basa

Jika dilihat dari kesalahan relatif dari solusi yang dihasilkan dari metode biseksi, regulafalsi, dan sekan terlihat bahwa metode sekan lebih cepat perhitungannya dari metode

[r]

[r]