• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jenis Dan Tingkat Serangan Cacing Parasitik Berdasarkan Perbedaan Tingkatan Umur Pada Insang Dan Saluran Pencernaan Ikan Patin (Pangasius djambal) Pada Kolam Budidaya Di Tanjung Morawa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Jenis Dan Tingkat Serangan Cacing Parasitik Berdasarkan Perbedaan Tingkatan Umur Pada Insang Dan Saluran Pencernaan Ikan Patin (Pangasius djambal) Pada Kolam Budidaya Di Tanjung Morawa"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

LAMPIRAN 1. FOTO KERJA 1.1. Benih Ikan Patin ( P. djambal )

Lokasi Kolam Pengambilan Benih ikan patin (P. djambal)

Pengambilan organ insang Pengambilan organ usus

(2)

1.2. Ikan Patin ( P. djambal) Umur 3-4 bulan

Lokasi Kolam Pengambilan Ikan patin (P. djambal) umur 3-4 bulan

pengambilan organ insang pengambilan organ usus

(3)

1.3. Ikan Patin ( P.djambal ) umur 5-6 bulan

Lokasi Kolam pengambilan Ikan patin (P. djambal)

umur 5-6 bulan

Pengambilan organ insang Pengambilan organ usus

Penimbangan ikan patin Penusukan Medula Oblongata

(4)

LAMPIRAN 2. Data berat badan Ikan patin (P. djambal) 2.1. Ikan Patin ( P. djambal) umur benih (1-2) bulan

Ikan Patin Berat badan

(5)

2.2. Ikan patin (P.djambal) umur 3-4 bulan dan Umur 5-6 bulan

Ikan Patin Berat Badan (gram)

Umur 3-4 bulan Umur 5-6 bulan

1 257,24 gram 500 gram

2 263,65 gram 409,12 gram

3 226,25 gram 462,39 gram

4 253,34 gram 457,71 gram

5 220,69 gram 466,12 gram

6 225,78 gram 511,04 gram

7 249,44 gram 463,15 gram

8 220,29 gram 452,38 gram

9 223,16 gram 434,12 gram

(6)

LAMPIRAN 3. Perhitungan Nilai Prevalensi Serangan Parasit Dactylogyrus sp., Gyrodactylus sp. dan Camallanus sp. pada ikan patin (Pangasius djambal) umur benih (1-2 bulan), umur 3-4 bulan dan umur 5-6 bulan

Jumlah ikan yang terserang parasit

Prevalensi = x 100%

Jumlah ikan yang diperiksa

a. Nilai Prevalensi Serangan Cacing Parasit Dactylogyrus sp., Gyrodactylus sp. dan Camallanus sp. pada Ikan Patin (P. djambal) umur benih (1-2 bulan)

b. Nilai Prevalensi Serangan Cacing Parasit Dactylogyrus sp., Gyrodactylus sp. dan Camallanus sp. pada Ikan Patin (P. djambal) umur 3-4 bulan 1. Dactylogyrus sp.

(7)

LAMPIRAN 4. Perhitungan Nilai Intensitas Cacing Parasit Dactylogyrus sp. Gyrodactylus sp. dan Camallanus sp. pada ikan patin (Pangasius djambal) umur benih (1-2 bulan), umur 3-4 bulan dan umur 5-6 bulan

Jumlah parasit yang menginfeksi Intensitas =

Jumlah ikan yang terserang

a. Nilai Intensitas Cacing Parasit Dactylogyrus sp., Gyrodactylus sp. dan Camallanus sp. pada Ikan Patin (P. djambal) umur benih (1-2 bulan) 1. Dactylogyrus sp.

b. Nilai Intensitas Cacing Parasit Dactylogyrus sp. Gyrodactylus sp.dan Camallanus sp. pada Ikan Patin (P. djambal) umur 3-4 bulan

1. Dactylogyrus sp.

c. Nilai Intensitas Cacing Parasit Dactylogyrus sp., Gyrodactylus sp. dan Camallanus sp. pada Ikan Patin (P. djambal) umur 5-6 bulan

(8)

LAMPIRAN 5. Data Kualitas Air Lokasi Pengambilan Sampel Ikan Patin (Pangasius djambal) umur benih (1-2 bulan), umur 3-4 bulan dan umur 5-6 bulan

a. Data Kualitas Air Lokasi Pengambilan Sampel Ikan Patin (P. djambal) umur benih (1-2 bulan)

Parameter Satuan Hasil

Suhu 0C 25

pH - 7.9

DO mg/l 7,58

BOD mg/l 14,2

b. Data Kualitas Air Lokasi Pengambilan Sampel Ikan Patin (P. djambal) umur 3-4 bulan

Parameter Satuan Hasil

Suhu 0C 25

pH - 6,5

DO mg/l 7,81

BOD mg/l 17,4

c. Data Kualitas Air Lokasi Pengambilan Sampel Ikan Patin (P. djambal) umur 5-6 bulan

Parameter Satuan Hasil

Suhu 0C 26

pH - 6,0

DO mg/l 2,72

(9)
(10)

Lampiran 7. Laporan Hasil Uji Kualitas Air Kolam Ikan Patin Umur

(11)

Lampiran 8. Laporan Hasil Uji Kualitas Air Kolam Ikan Patin Umur

(12)

DAFTAR PUSTAKA

Abdulgani, N. dan Arifudin,S. 2011. Prevalensi dan Derajat Infeksi Anisakis sp. pada Saluran Pencernaan Ikan Kerapu Lumpur (Epinephelus

sexfasciatus) di TPI Brondong Lamangon. [Skripsi]. Surabaya: Institut

Teknologi Sepuluh Nopember (ITS).

Adji, A.O.S. 2008. Studi Keragaman Cacing Parasitik Pada Saluran Pencernaan Ikan Gurami (Osphronemus Gouramy) Dan Ikan Tongkol (Euthynnus Spp.). [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran, Institut Pertanian Bogor.

Amri, K. 2007. Budidaya Ikan Patin. Budidaya Ikan Patin. Penebar Swadaya. Jakarta.

Amri, K. dan Khairuman, H. 2013. Budi Daya Patin. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Akbar J. 2011. Identifikasi Parasit Pada Ikan Betok (Anaba testudies). Bioscientia. [Skripsi]. Kalimantan Selatan: Jurusan Budidaya Perikanan, Fakultas Perikanan Universitas Lambung Mangkurat.

Arios, Y.P. 2008. Identifikasi Cacing Parasit Pada Insang Ikan Mas (Cyprinus

carpio Linn.) [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Fakultas

Kedokteran Hewan.

Bryant, C. dan Carolyn B. 1989. Biochemical Adaption In Parasite. Chapman And Hall: London.

Bush, A.O. Lafferty, KD. Lotz, JM, and Shotsak, A.W. 1997. Parasitogy meets

Ecology On Its Own Terms: Margolis et al. Reisited, J. Parasitol. 83:

576-583.

Buchmann, K. 1987. Peudodactylogyrus anguillae and Pseudodactylogyrus bini: in Fish 7 Parasites pathobiology and protection. Cab Internasional, Cambridge, USA.

.

Buchmann K & J Bresciani. 2001. Parasitic Diseases of Freshwater Trout. DSR Publisher: Denmark.

Dana, D., Adi, S., Alifuddin. 1994. Petunjuk Teknis Determinasi Parasit Ikan. Buku 3. Pusat Karantina Pertanian. Jakarta.

Dogiel, V. AG., G.K. Petrushevski and I. Polyanski. 1961. Parasitology Of

Fishes. T.F.H. Publisher, Hongkong.

(13)

Emelina, N.J. 2008. Cacing Parasitik Pada Insang Ikan Kembung (Decapterus Spp.). [Skripsi]. BOGOR: Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor.

Fujaya, Y. 1999. Fisiologi Hewan. Jurusan Perikanan. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Hariyadi, A.R. 2006. Pemetaan Infestasi Cacing Parasitik dan Resiko Zoonosis pada Ikan Laut di Perairan Indonesia Bagian Selatan. [Tesis]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan IPB.

Huent, M. 1979. Textbook of Fish Culture,Breeding and Cultivation of Fish. Fishing News Book Ltd., Farnham, Surrey, England.

Irianto, A. 2005. Patologi Ikan Teleostei. UGM Press. Yogyakarta.

Kabata Z. 1985. Parasites and Diseases of Fish Cultured In The Tropics. London: Taylor and Prancis.

Kordi, K. 2010. Budidaya Ikan Patin di Kolam Terpal. ANDI Press. Yogyakarta.

Kusmawan, D. 2012. Identifikasi Cacing Parasitik Pada Insang dan Gambaran LEUKOSIT Ikan Bawal Air Tawar (Colossoma macropomum) di Kabupaten Bogor. [SKRIPSI]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor.

Lorenzo, S. et.,al. 2000. Usefulness of Currently Available Methods For The Diagnosis of Anisakis Simplex Allergy. Allergy. 55:627-633.

Maier et al.,2009. Nature Reviews Microbiology, Malarie Parasite Protein that

the Host Remodal erytrocite. Macmillin Publisher Limited.

Mahyuddin, K. 2010. Panduan Lengkap Agribisnis Patin. Jakarta: Penebar Swadaya.

Maryono dan Sundana, S. 2002. Teknik Pencegahan dan Pengobatan penyakit bercak merah pada ikan air tawar yang disebabkan oleh bakteri aeromonas hydrophila. Buletin Teknik Pertanian. 7:1.

Moravec Frantisek,J. Wolter and W. Korting. Some Nematodes and

Acanthocephalans From Exotic Ornamental Freshwater Fishes Imported Into Germany. 1999. Folia Parasitologica.

(14)

Nabib, R. F.H. Pasaribu. 1989. Patologi dan Penyakit Ikan. Bogor: Lembaga Sumberdaya Informasi.

Noga, E.J. 2000. Fish Disease: Diagnosis and Treatment. Iowa State University Press.

Noga, E.R. Noble, G.A. 1989. Parasitologi Biologi Parasit Hewan. Edisi 5. Ardianto, Penerjemah: Soeripto N. Editor. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari: Parasitology: The Biology of Animal

Parasites 5th edition.

Nurdiyanto dan Sumartono. 2006. Model Distribusi Monogenea Pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Di Daerah Istimewa. Yogyakarta. J. Sain Vet. 24(2): 126

Prayitno, S. B. 2004. Prinsip-prinsip Diagnosa Penyakit Ikan. [Skripsi]. Semarang: Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Diponegoro.

Puhanda, R. 2012. Bakteri Dan Cacing Parasitik Pada Insang dan Saluran Pencernaan Ikan Patin (Pangasius djambal). [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Fakultas Kedokteran Hewan.

Rahayu, A.M. 2009. Keragaman dan Keberadaan Penyakit Bakterial dan Parasitik Benih Kerapu Macan Epinephelus fuscoguttatus Di Keramba Jaring Apung Balai Sea Farming Kepulaan Seribu. Jakarta. [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Sachlan, M. 1972. Penyakit Ikan. Direktorat Jenderal Perikanan. Departemen Pertanian . Bogor.

Storer, U. 1976. General Zoology. USA: Mc Graww-Hill Company.

Susanto, H. 2009. Pembenihan dan Pembesaran Patin. Penebar Swadaya. Jakarta.

Talunga. 2007. Tingkat Infeksi Parasit Thaparocleidus sp. Jan, 1982. Monogenea: (Ancylodiscoididae) Pada Insang Ikan Patin (Pangasius djambal). Kuliah Parasitologi Ikan. Fakultas Ilmu Kelautan Perikanan. Universitas Hasanuddin.

Tiuria, R. 2013. Infestasi Cacing Parasitik Pada Insang Ikan Mujair (Oreochromis

mossambicus). Bogor: IPB Fakultas kedokteran Hewan. (1):8-14.

.

Suwartiani, N. 2012. Keberadaan Cacing Parasitik Dan Bakteri Pada Insang Serta Saluran Penceranaan Ikan Nila Bogor Enhanced Strain Tilapia (Oreochromis niloticus). [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan.

(15)

Timur. Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Air Langga. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan . 4:1.

Untergasser D. 1989. Handbook and Diseases. T.F.H. Publication Inc. Translated

by Howard H. Hirschorn. Neptune City. United States.

Yuliartati, E. 2012. Tingkat Serangan Ektoparasit Pada Ikan Patin (Pangasius

djambal) Pada Beberapa Pembudidaya Ikan di Kota Makassar. [Skripsi].

Makassar: Universitas Hasanuddin.

(16)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2015 sampai dengan bulan April 2015 di Kolam Budidaya daerah Tanjung Morawa dan Laboratorium Balai Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Kelas 1 Medan 1 bagian Parasitologi di Jalan Karantina Ikan, Desa Aras Kabu, Kecamatan Beringin Deli Serdang, Sumatera Utara.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat bedah (dissecting set), timbangan, cawan petri, pinset, kait, pipet tetes, gunting, botol kaca, scalpel, spidol kertas, bak bedah, jarum pentul, tissue, kantong plastik ukuran 10 kg, label nama, kaca objek, kaca penutup, bunsen, mancis, kaca pembesar, kamera digital, PH meter, Termometer dan mikroskop cahaya,

Bahan yang digunakan ikan patin (Pangasius djambal) umur 1-2 bulan, umur 3-4 bulan dan umur 5-6 bulan , NaCl fisiologis 0,85% dan alkohol 70%, MnSO4, KOH-KI, H2SO4, dan Na2S2O3 0,0125 N ( Puhanda, 2012).

3.3 Metode Penelitian 3.3.1. Area Penelitian

(17)

3.3.2. Pengambilan Sampel Ikan

Pengambilan sampel benih ikan patin (Pangasius djambal) adalah menggu nakan metode survey yaitu melalui pengambilan sampel di lokasi budidaya di Kolam Budidaya daerah Tanjung Morawa secara langsung. Pengambilan sampel benih hingga yang siap panen dilakukan secara acak (random) (Mulia, 2006). Sampel ikan diambil dari 3 kolam yang berbeda. Pada kolam 1 merupakan kolam yang berisi benih ikan berumur 1-2 bulan yang terdiri dari ± 300 ekor. Pada kolam 2 merupakan kolam yang berisi ikan berumur 3-4 bulan yang terdiri dari ± 100 ekor. Pada kolam 3 merupakan kolam ikan yang berumur 5-6 bulan (ikan yang siap dipanen) dengan jumlah ± 100 ekor. Pada masing-masing kolam diambil sampel sebanyak 10 % dari jumlah populasi ikan pada kolam (Ulkhaq, et al., 2012). Setelah pengambilan sampel dilakukan pengamatan bagian morfologi meliputi: permukaan tubuh, warna lembaran insang, dan warna permukaan tubuh yang berwarna pucat (Adji, 2008). Sampel ikan patin masing-masing dimasukkan ke dalam kantong plastik berukuran 10 kg yang berisi air. Kemudian ikan dibawa ke Laboratorium Balai Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Kelas 1 Medan 1 bagian Parasitologi di Jalan Karantina Ikan Desa Aras Kabu, Kecamatan Beringin Deli Serdang. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan pada setiap sampel ikan patin (Pangasius djambal).

3.3.3.. Pemeriksaan Sampel Ikan Patin (Pangasius djambal)

Sebelum dilakukan identifikasi pada insang dan saluran pencernaan, masing-masing sampel terlebih dahulu ditimbang berat badannya. Selanjutnya sampel diletakkan diatas nampan atau bak bedah, kemudian ikan dimatikan saraf otaknya dengan menusuk kepala (bagian Medula Oblongata) ikan tersebut (Kusmawan, 2012).

3.3.4. Pemeriksaan Cacing Parasitik Pada Insang Ikan

(18)

0,85% . Setelah itu diambil potongan dari lembaran insang dan diletakkan diatas kaca objek. Kemudian dikerok dengan menggunakan scalpel dan hasil kerokan diletakkan di atas kaca objek lalu ditetesi dengan NaCl Fisiologis 0,85% dan ditutup dengan kaca penutup. Pengamatan dilakukan dibawah mikroskop. (Kabata, 1985).

3.3.5. Pemeriksaan Cacing Parasitik Pada Saluran Pencernaan Ikan

Organ ikan yang akan diperiksa adalah saluran pencernaan (usus). Pemeriksaan organ dalam tubuh ikan dilakukan dengan cara membedah bagian tubuh ikan dari kloaka hingga bagian pectoral. Lalu organ usus dikeluarkan dari tubuh ikan dan diletakkan didalam cawan petri berisi NaCl fisiologis 0,85%. Pada pemeriksaan usus terbagi menjadi 2 pemeriksaan yaitu:

a. Pengamatan isi usus

Isi usus dikeluarkan dengan cara dibedah atau menggunting usus secara ventrikal. Isi usus diambil sedikit demi sedikit dan diletakkan di atas gelas objek, kemudian ditetesi dengan larutan NaCl fisiologis, lalu ditutup dengan menggunakan kaca penutup. Pengamatan dilakukan dibawah mikroskop.

.

b. Pemeriksaan dinding usus ikan

Setelah seluruh isi usus dikeluarkan, selanjutnya dinding usus diletakkan di cawan petri dan ditetesi NaCl fisiologis 0,85% dan diamati seluruh dinding usus dibawah mikroskop, untuk melihat apakah ada parasit yang menempel pada dinding usus. (Kabata, 1985).

3.3.6. Identifikasi Parasit

(19)

3.3.7. Prevalensi dan Intensitas

Menurut Kusmawan (2012), tingkat infeksi ikan dinyatakan dalam prevalensi. Prevalensi merupakan persentase ikan yang terinfeksi parasit. Untuk menghitung prevalensi dari sampel dapat dilakukan dengan menggunakan rumus perhitungan sebagai berikut :

Prevalensi = X 100%

Sedangkan, untuk menghitung jumlah jenis parasit yang terdapat pada ikan, menggunakan rumus intensitas. Menurut Bush et al. (1997), untuk menghitung intevnsitas dari sampel dapat dilakukan dengan menggunakan rumus perhitungan sebagai berikut :

Intensitas =

Kategori infeksi berdasarkan prevalensi (William & Bunkley-William,1996 dalam Hariyadi, 2006), dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 3.1. Kategori Infeksi berdasarkan Prevalensi

No Nilai Kategori

Always : Cacing parasit selalu menginfeksi ikan dan tingkat infeksi kecacingan yang ditimbulkan sangat parah (99-100%).

Almost

always

: Cacing parasit hampir selalu menginfeksi ikan dan tingkat infeksi kecacingan yang ditimbulkan parah (98-99%).

Jumlah ikan yang terserang parasit

Jumlah ikan yang diperiksa

Jumlah parasit yang menginfeksi

(20)

Usually : Cacing parasit biasanya menginfeksi ikan (70-89%).

Frequently : Cacing parasit tersebut sering kali menginfeksi ikan (50- 69%).

Commonly : Cacing parasit tersebut biasa menginfeksi ikan (30-49%).

Often : Cacing parasit tersebut sering menginfeksi ikan (10-29%).

Occasionally : Cacing parasit kadang-kadang menginfeksi ikan (1-9%)

Rarely : Cacing parasit tersebut jarang menginfeksi ikan (0,1-<1%).

Very rarely : Cacing parasit tersebut sangat jarang menginfeksi ikan (0,01- <0,1%).

Almost never : Cacing parasit tersebut tidak pernah menginfeksi ikan (<0,01%).

3.3.8. Analisis Data

Jenis dan jumlah parasit dari hasil pemeriksaan dicatat. Data prevalensi dan intensitas dianalisis secara deskriptif (Adji, 2008).

3.3.9. Pemeriksaan Kualitas Air Tabel 3.2. Pemeriksaan Kualitas Air No Faktor

Fisik Alat Metode

1 Suhu Termometer Dimasukkan termometer ke dalam masing-masing kolam air kemudian dibiarkan beberapa saat lalu di baca skala dari termometer tersebut dan dicatat hasilnya.

2 pH pH meter Dicelupkan pH meter ke dalam sampel air, lalu dibaca pH air yang tertera kemudian dicatat hasilnya.

3 4

DO BOD

Pemeriksaan DO dilakukan di Laboratorium BTKLPP Pemeriksaan BOD dilakukan di Laboratorium BTKLPP

(21)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Jenis dan Jumlah Cacing Parasitik Pada Organ Insang Dan Saluran Pencernaan Ikan Patin Di Kolam Budidaya Daerah Tanjung Morawa 4.1.1.Jenis Cacing Parasitik Pada Organ Insang dan Saluran Pencernaan

Ikan Patin Di Kolam Budidaya Daerah Tanjung Morawa a. Cacing parasitik Dactylogyrus sp.

Jenis cacing parasitik yang didapat salah satunya adalah Dactylogyrus sp. yang diidentifikasi berdasarkan ciri-ciri adanya bintik mata pada bagian kepala yang terdiri dari 2 pasang atau 4 spot mata. Cacing jenis ini juga memliki bagian badan dan bagian ekor. Pada bagian badan terdapat saluran pencernaan (usus), sedangkan pada bagian ekor terdapat 14 kait marginal dan 2 kait utama. Hasil penelitian tersebut dapat dilihat pada gambar 4.1. dibawah ini.

Gambar 4.1. Cacing parasitik Dactylogyrus sp yang menginfeksi Ikan Patin dalam larutan NaCl fisiologis 0,85% dengan perbesaran 4 x10 lensa objekti f.

a.Dactylogyrus sp.yang masih segar; b. Dactylogyrus sp. yang mulai mengerut; c. Dactylogyrus sp. menempel pada insang ikan patin.

Menurut Dana et al.,(1994), Dactylogyrus berasal dari famili Dactylogirida

e.Cacing parasitik ini memiliki Opisthaptor dengan 7 pasang marginal hook dan 1

(22)

–2 pasang median hook atau anchor, memiliki Connective bar yang terletak diantara median hook. Dactylogyrus sp. memiliki struktur khitin yang dapat memperkuat ophisthaptor dan hook, mempunyai dua pasang mata, jarang yang satu pasang, cabang-cabang intestinum berfusi pada ujung anterior atau tengah.

Dactylogyrus sp. ini juga memiliki ciri yang lain seperti memiliki ovarium bulat,

jarang yang memanjang seperti botol, memiliki saluran vagina, tidak memiliki uterus, hanya memiliki ootype yang mengandung satu telur, memiliki testis tidak berpasangan, organ kopulasi berkhitin, lubang genital terletak di tengah dan

memiliki telur dengan pedicule pendek, tanpa filamen dan bentuknya oval (gambar 4.2. dan 4.3.).

Gambar 4.2. Morfologi Dactylogyrus sp. Gambar 4.3. Anatomi Dactylogyrus sp. Dana et al., (1994) Dana et al., (1994)

Kunci determinasi Kelompok Cacing parasit Dactylogyrus sp. Dana et al., (1994): 1) Bentuk tubuh pipih, lunak, dan simetri bilateral………...Platyhelminthes 2) Tubuh tidak bersegmen, bentuk tubuh pipih sampai fusiform……....Trematoda 3) Ektoparasit, memiliki satu organ penempel posterior dengan satu pasang atau

(23)

6) Terdapat bintik mata dan 4 lobe pada bagian anterior…………...Dactylogyrus Menurut Kabata (1985), Dactylogyrus sp. diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom: Animalia Filum: Platyhelminthes Kelas: Trematoda Ordo: Monogenea Family: Dactylogyridae Genus: Dactylogyrus Spesies: Dactylogyrus sp

b. Cacing Parasitik Gyrodactyus sp.

Gyrodactylus sp. yang ditemukan diidentifikasi berdasarkan ciri-ciri tidak

terdapatnya spot mata pada bagian kepala tetapi memiliki prohaptor, adanya embrio, uterus dan bagian opisthaptor (gambar 4.5.a).

(24)

c

Kunci determinasi Kelompok Cacing parasit Gyrodactylus sp. Dana et al., (1994): 1) Bentuk tubuh pipih, lunak, dan simetri bilateral………...Platyhelminthes 2) Tubuh tidak bersegmen, bentuk tubuh pipih sampai fusiform……....Trematoda 3) Ektoparasit, memiliki satu organ penempel posterior dengan satu pasang atau

lebih median hook beberapa marginal hook……….Monogenea 4) Memiliki opisthaptor dengan 16 kait marginal hook……….…..5 5) Memiliki Haptor……..………..…Gyrodactylidae 6) Haptor tidak dilengkapi struktur khitin sebagai tambahan pada marginal hook dan median hook dan tidak memiliki bintik mata………….…….Gyrodactylus

Menurut Kabata (1985), Gyrodactylus sp. diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom: Animalia

(25)

c. Cacing Parasitik Camallanus sp.

Camallanus sp. yang ditemukan pada organ saluran pencernaan (usus)

diidentifikasi berdasarkan ciri-ciri adanya rongga kapsul, otot esofagus, usus, dan spikulum (Gambar 4.6.).

Gambar 4.5.Cacing Parasitik Camallanus sp. yang menginfeksi saluran pencernaan ikan patin dalam larutan NaCl fisiologis 0,85% dengan perbesaran 40 x 10 lensa objektif

a. Bagian anterior tubuh b. Bagian posterior tubuh dan c. Bagian tubuh cacing secara keseluruhan

(26)

Gambar 4.6. Morfologi Camallanus maculatus ( Martin et al. 2007) 1. Rongga kapsul; 2. Otot esofagus; 3. Cincin syaraf ; 3. Kelenjar esofagus;4. Usus; 5. Spikulum

Kunci determinasi kelompok cacing parasit Camallanus sp. Kabata (1985) : 1) Bentuk tubuh Silindris……….Nemathelminthes 2) Tubuh ramping, memanjang dan memiliki lapisan kutikula yang

tebal………...Nematoda 3) Endoparasit. Esoagus terbagi menjadi dua bagian. Ditemukan di

usus………....Spirurida 4) Mulut memanjang secara dorsoventral, tanpa bibir, dan memiliki buccal

capsule yang dilapisi dengan kutikula yang tebal…………..…Camallanidae

5) Memiliki buccal capsule yang terdiri dari dua katub masing-masing pada sisi lateral, dan bagian dalam terdapat seperti batangan/palang yang letaknya membujur………...Camallanus

Menurut Kabata (1985), Camallanus sp. diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom: Anuimalia

Filum: Nemathelminthes Kelas: Nematoda

Ordo: Spirurida

(27)

4.1.2. Jumlah Cacing Parasitik yang Ditemukan Menyerang Pada Organ Insang dan Saluran Pencernaan (usus) Ikan Patin (Pangasius djambal) Di Kolam Budidaya Daerah Tanjung Morawa

Hasil penelitian tentang jumlah cacing parasitik yang ditemukan pada organ insang dan saluran pencernaan ikan patin dapat dilihat pada beberapa tabel dibawah ini:

Tabel 4.1. Jenis dan jumlah parasit yang ditemukan pada organ insang dan saluran pencernaan (usus) ikan patin (Pangasius djambal) umur (1-2) bulan

Ikan Organ yang diperiksa (Jenis dan Jumlah Parasit)

Insang n (1-2 bulan) Usus n (1-2 bulan)

(28)

Berdasarkan Tabel 4.1. terlihat bahwa jenis cacing parasitik yang ditemukan pada organ insang dan saluran pencernaan ikan patin (Pangasius djambal) umur benih (1-2) bulan adalah Dactylogyrus sp., Gyrodactylus sp.dan Camallanus sp. Cacing Dactylogyrus sp. dan Gyrodactylus sp. merupakan cacing parasitik yang ditemukan pada organ insang sedangkan Camallanus sp. merupakan cacing parasitik yang ditemukan pada organ saluran pencernaan (usus). Cacing parasitik

Dactylogyrus sp. dan Gyrodactylus sp. merupakan ektoparasit yang biasanya

terdapat pada organ insang ikan sedangkan Camallanus sp. merupakan endoparasit yang biasanya terdapat pada usus ikan.

Menurut Yuliartati (2011), parasit Dactylogyrus sp. biasanya ditemukan pada organ insang karena parasit ini merupakan cacing insang atau habitat hidupnya di insang ikan serta siklus hidupnya terjadi secara langsung. Cacing parasitik Gyrodactylus sp. termasuk ektoparasit, hal ini sesuai dengan pernyataan Nurdiyanto & Sumartona (2006), Gyrodactylus merupakan salah satu genus

monogenea yang termasuk subkelas Monopisthocotylea dan merupakan parasit

eksternal atau ektoparasit yang sering terdapat pada ikan air tawar. Penelitian Tiuria (2013) yang menunjukkan bahwa adanya cacing parasitik yang ditemukan pada insang ikan mujair di kolam Kecamatan Dramaga kota Bogor yang terdiri dari 2 sub kelas yaitu sub kelas Monogenea dan sub kelas Digenea. Cacing parasitik yang didapat berasal dari kelas Trematoda sub kelas Monogenea yang terdiri dari cacing Dactylogyrus sp, Discocotyle sp, dan Gyrodactylus sp. Hal ini terbukti bahwa cacing parasitik Dactylogyrus sp. dan Gyrodactylus sp. merupakan ektoparasit yang terdapat pada jenis ikan air tawar dan ditemukan pada organ insang ikan.

(29)

Bentuk ini yang membuat parasit dapat memegang dengan kuat pada dinding usus dan tidak lepas. Dari 30 sampel ikan patin (P. djambal) umur benih (1-2) bulan yang diperiksa, jumlah benih ikan yang terserang cacing parasitik Dactylogyrus sp. sebanyak 27 ekor, Gyrodactylus sp. sebanyak 5 ekor dan Camallanus sp. sebanyak 20 ekor (Tabel 4.1.). Data tersebut diketahui bahwa Dactylogyrus sp. lebih banyak menyerang benih ikan pada bagian organ insang dibandingkan dengan Gyrodactylus sp. sedangkan pada bagian organ saluran pencernaan (usus) benih ikan patin hanya terserang satu cacing parasitik yaitu Camallanus sp. Hal ini disebabkan karena setiap jenis cacing parasitik tersebut biasanya memiliki habitat hidup yang berbeda-beda pada setiap bagian-bagian tubuh ikan.

Menurut Kabata (1985), Dactylogyrus sp. merupakan parasit dalam kelas

monogenea yang sering menempel pada permukaan lamela insang ikan dengan

menggunakan opistaptor. Menurut Nurdiyanto & Sumartono (2006),

Gyrodactylus sp. biasanya banyak menyerang kulit dan sirip ikan, sehingga

populasinya di insang ikan berada dalam jumlah yang sedikit. Ditambah pendapat (Reed et., al 1996), bahwa Dactylogyrus merupakan parasit monogenea yang lebih dikenal juga dengan istilah parasit insang, karena parasit ini hanya akan teramati pada insang sedangkan Gyrodactylus biasanya terdapat pada kulit dan sirip. Pertumbuhan Gyrodactylus sp. disebabkan karena adanya pengaruh kualitas air yang kurang baik seperti suhu dan BOD pada ikan sehingga terjadi penyebaran parasit dengan cara kontak langsung dengan ikan sedangkan menurut penelitian Adji (2008), pada saluran pencernaan (usus) ikan gurami yang diambil dari tambak Desa Carangpulang Kelurahan Karawaci Bogor ditemukan

Procamallanus sp. dan Camallanus sp. Pernyataan tersebut menujukkan bahwa

usus ikan air tawar ada terdapat cacing parasitik Camallanus sp.

(30)

Tabel 4.2. Jenis dan Jumlah Parasit yang ditemukan pada organ insang dan saluran pencernaan Ikan Patin (Pangasius djambal) Umur 3-4 Bulan

Ikan Organ yang diperiksa (Jenis dan Jumlah Parasit )

Insang n(3-4 bulan) Usus n(3-4 bulan)

Keterangan: n = Jumlah parasit yang menginfeksi ikan

Berdasarkan Tabel 4.2. terlihat bahwa jenis cacing parasitik yang ditemukan pada organ insang dan saluran pencernaan ikan patin (P. djambal) umur 3-4 bulan adalah Dactylogyrus sp., Gyrodactylus sp., dan Camallanus sp.

Dactylogyrus sp. dan Gyrodactylus sp. merupakan cacing parasitik yang

ditemukan pada organ insang sedangkan Camallanus sp. merupakan cacing parasitik yang ditemukan pada organ saluran pencernaan (usus) ikan. Pada tabel tersebut juga dapat dilihat bahwa dari 10 sampel ikan yang diperiksa pada bagian organ insang, semuanya positif terserang cacing parasitik Dactylogyrus sp. sementara Gyrodactylus sp. hanya menyerang 4 ekor ikan. Pada bagian organ saluran pencernaan (usus) ada 7 ikan yang terserang cacing parasitik. Genus

Dactylogyrus sp selalu dominan bila dibandingkan dengan genus lainnya, hal ini

disebabkan karena Dactylogyrus sp. memiliki penyebaran yang luas pada jenis ikan air tawar.

(31)

Tabel 4.3. Jenis dan Jumlah Parasit yang ditemukan pada organ insang dan saluran pencernaan (usus) Ikan Patin (Pangasius djambal) Umur 5-6 Bulan

Ikan Organ yang diperiksa (Jenis dan Jumlah Parasit)

Insang n(5-6 bulan) Usus n(5-6 bulan)

Keterangan: n = Jumlah parasit yang menginfeksi ikan

Berdasarkan Tabel 4.3. terlihat bahwa jenis cacing parasitik yang ditemukan pada organ insang dan saluran pencernaan ikan patin (P. djambal) umur 5-6 bulan adalah Dactylogyrus sp., Gyrodactylus sp., dan Camallanus sp.

Dactylogyrus sp. dan Gyrodactylus sp. merupakan cacing parasitik yang

ditemukan pada organ insang sedangkan Camallanus sp. merupakan cacing parasitik yang ditemukan pada organ saluran pencernaan (usus) ikan. Pada bagian organ insang semua ikan positif terserang cacing parasitik Dactylogyrus sp. dan

Gyrodactylus sp hanya menyerang 5 ekor ikan sedangkan pada organ usus hanya

(32)

Berdasarkan data dari ketiga Tabel (4.1.,4.2. dan 4.3.) dapat dilihat bahwa jenis cacing parasitik yang ditemukan pada organ insang dan saluran pencernaan (usus) ikan patin (P. djambal ) mulai dari tahapan umur benih (1-2 bulan), umur 3-4 bulan dan umur 5-6 bulan adalah sama yaitu Dactylogyrus sp., Gyrodactylus sp. dan Camallanus sp. Dactylogyrus sp. dan Gyrodactylus sp. ditemukan pada organ insang sedangkan Camallanus sp. ditemukan pada organ saluran pencernaan (usus) ikan patin (P. djambal). Dactylogyrus dapat dikelompokkan dalam kingdom Animalia filum Platyhelminthes kelas Trematoda ordo

Monogenea famili Dactylogiridae genus Dactylogyrus, dan Gyrodactylus sp.

berasal dari Kingdom Animalia Filum Platyhelminthes, Kelas Trematoda, Ordo

Monogenea, Famili Gyrodactylidae sedangkan Camallanus sp. dapat

dikelompokkan dalam kingdom Animalia filum Nemathelminthes kelas Nematoda ordo Spirurida famili Camallanidae genus Camallanus.

Berdasarkan dari beberapa hasil penelitian yang dilakukan sebelumnya,

Dactylogyrus sp., Gyrodactylus sp. dan Camallanus juga ditemukan pada ikan

yang lain. Pada penelitian Puhanda (2012), jenis cacing parasitik yang ditemukan organ insang ikan patin adalah Dactylogyrus sp dan Pseudodactylogyrus sp. sedangkan pada penelitian Adji (2008), jenis cacing parasit yang menginfeksi ikan air tawar dan air laut (ikan mas dan ikan tongkol) pada organ saluran pencernaannya adalah Camallanus sp. dan Procamallanus sp. Selanjutnya hasil Tiuria (2013), menemukan bahwa jenis cacing parasit yang menginfeksi organ insang ikan mujair adalah berasal dari kelas Trematoda sub kelas Monogenea yaitu Dactylogyrus sp., Discocotyle sp., Gyrodactylus sp., Tetraonchus sp. dan jenis yang berasal dari sub kelas Digenea.

(33)

Menurut Tiuria (2013), cacing parasitik yang termasuk kedalam kelas Trematoda sub kelas Monogenea dan Sub kelas Digenea, merupakan jenis cacing parasitik yang sering menyerang ikan-ikan air tawar pada semua fase pertumbuhan mulai dari benih sampai dengan fase dewasa, selain itu keberadaan cacing parasitik yang sama juga dipengaruhi oleh kepadatan populasi ikan yang tinggi sehingga memungkinkan terjadinya kontak langsung dengan ikan yang terinfeksi parasit, adanya pintu masuk parasit melalui luka terbuka, kualitas air yang buruk.Dari ketiga tabel tersebut juga terlihat bahwa organ yang paling dominan diserang cacing parasitik adalah insang ikan. Insang ikan yang terserang cacing parasitik memiliki perbedaan morfologi. Pada organ insang yang sehat memiliki warna yang lebih cerah dan merah (Gambar 4.1.a) sedangkan organ insang yang terserang parasit berwarna pucat (Gambar 4.1.b).

Menurut Dogiel et al., (1961) yang menyatakan bahwa ciri ikan yang terserang parasit diantaranya tutup insang akan mengembang sehingga sulit untuk ditutup dengan sempurna dan lembaran-lembaran insang akan terlihat lebih pucat apabila lokasi infeksinya meluas. Jika pada insang terlihat adanya bintik putih, kemungkinan besar disebabkan oleh adanya cacing parasitik yang menempel pada insang. Menurut Yuliartati (2011), insang yang terserang parasit mengalami kerusakan yaitu warna dari insang tersebut yang berubah dari warna merah menjadi kehitaman di seluruh bagiannya. Banyaknya produksi lendir/mucus pada insang yang terinfeksi. Menurut Untergasser (1989), insang yang sehat akan terlihat berwarna merah cerah dan lembaran-lembaran insang tidak menyatu antara yang satu dengan yang lain.

Gambar 4.1. Perbedaan insang ikan patin yang sehat dan terserang parasit

a.Insang ikan yang sehat; b.Insang ikan yang terserang

(34)

Tabel 4.4. Jenis Dan Jumlah Rata-Rata Parasit Yang Ditemukan Pada Ikan Patin Umur 1-2 Bulan, 3-4 Bulan Dan 5-6 Bulan

Umur Ikan Jenis Parasit Jumlah rata-rata Parasit Pada

Insang Usus

Berdasarkan Tabel 4.4. terlihat bahwa jenis parasit yang paling tinggi menyerang organ insang adalah Dactylogyrus sp. umur 5-6 bulan dengan jumlah 236,4 dan yang paling rendah adalah Gyrodactylus sp. umur 1-2 bulan dengan jumlah 1,4 sedangkan pada organ usus, Camallanus sp.yang paling tinggi menyerang adalah umur 5-6 bulan dengan jumlah 3,3 dan yang paling rendah adalah umur 1-2 bulan dengan jumlah 1,6. Hal ini disebabkan karena adanya faktor lingkungan ekstrinsik dan instrinsik serta faktor umur yang dapat berpengaruh terhadap jumlah parasit yang ditemukan.

(35)

4.2. Prevalensi dan Intensitas Cacing Parasitik Pada Insang Dan Saluran Pencernaan (Usus) Ikan Patin Umur Benih (1-2) Bulan, 3-4 Bulan Dan

5-6 Bulan

4.2.1.Prevalensi Cacing Parasitik Pada Insang Dan Saluran Pencernaan(Usus )Ikan Patin Umur Benih (1-2) Bulan, 3-4 Bulan Dan 5-6 Bulan

Prevalensi cacing parasitik pada insang dan saluran pencernaan (usus) ikan patin umur benih (1-2 bulan), 3-4 bulan dan 5-6 bulan dapat dilihat pada Tabel 4.5. Pada Tabel 4.5. terlihat bahwa prevalensi cacing parasitik Dactylogyrus sp. pada organ insang ikan patin (P. djambal) umur benih sebesar 90 %, umur 3-4 bulan sebesar 100%, dan umur 5-6 bulan sebesar 100% dan prevalensi cacing parasitik

Gyrodactylus sp.yang menyerang pada umur benih sebesar 16,6%, umur 3-4

bulan sebesar 40%, dan umur 5-6 bulan sebesar 50%.

Tabel 4.5. Prevalensi cacing parasitik pada insang dan saluran pencernaan (usus) Ikan Patin ( Pangasius djambal ) umur benih (1-2) bulan, umur 3-4 bulan dan umur 5-6 bulan

Umur

ikan patin Organ

Prevalensi (%)

Dactylogyrus sp. Gyrodactylus sp. Camallanus sp.

1-2 bulan

Pada Tabel 4.5 juga terlihat bahwa prevalensi cacing parasitik Camallanus sp. pada organ saluran pencernaan (usus) ikan patin umur benih sebesar 40%, umur 3-4 bulan sebesar 70% dan umur 5-6 bulan sebesar 60%.

(36)

insang ikan patin (Pangasius djambal) umur benih sebesar 16,6% masuk dalam kategori often (cacing parasit tersebut sering menginfeksi ikan), umur 3-4 bulan sebesar 40% masuk dalam kategori commonly (cacing parasit tersebut biasa menginfeksi ikan) dan umur 5-6 bulan sebesar 50% masuk dalam kategori

frequently (cacing parasit tersebut sering kali menginfeksi ikan) sedangkan

prevalensi cacing parasitik pada saluran pencernaan (usus) ikan patin umur benih sebesar 40% masuk dalam kategori commonly (Cacing parasit tersebut biasa menginfeksi ikan),umur 3-4 bulan sebesar 70% masuk dalam kategori usually (cacing parasit biasanya menginfeksi ikan), dan umur 5-6 bulan sebesar 60% masuk dalam kategori frequently (Cacing parasit tersebut sering kali menginfeksi ikan).

(37)

Pada Tabel 4.5. tersebut juga terlihat bahwa prevalensi cacing parasitik yang menginfeksi saluran pencernaan (usus) ikan tergolong tinggi. Tingginya prevalensi pada usus dapat ditentukan oleh faktor kualitas pakan yang diberikan pada kolam budidaya ikan patin (P.djambal) berupa pelet dan pakan berupa cacing. Salah satu penyebab tingginya prevalensi parasit pada bagian usus dapat disebabkan karena adanya kualitas pakan yang tidak baik yang dapat menjadi pembawa parasit pada kolam budidaya. Tingginya prevalensi cacing parasitik pada usus juga dapat disebabkan karena usus tersebut merupakan habitat yang cocok untuk perkembangbiakan cacing Camallanus sp.

Menurut Noble & Noble (1989), tingginya prevalensi kecacingan dapat ditentukan oleh faktor diantaranya yaitu faktor ekstrinsik dan faktor intrinsik. Faktor ekstrinsik dapat dipengaruhi oleh habitat ikan itu sendiri seperti kualitas air, sumber air kolam, sanitasi kolam yang buruk, pakan ikan yang kurang, serta populasi ikan yang terlalu padat. Faktor instrinsik seperti kekebalan individu ikan, jenis kelamin, umur ikan serta ukuran tubuh ikan. Menurut Abdulgani & Arifuddin (2011), bahwa usus dapat menyediakan sumber nutirisi bagi nematoda antara lain darah, sel, jaringan, cairan tubuh dan sari-sari makanan yang terkandung dalam lumen usus, sehingga cacing Camallanus sp. tersebut dapat hidup dalam usus ikan karena termasuk dalam golongan nematoda yang dapat memanfaatkan sisa-sisa bahan organik dalam tubuh ikan.

4.2.2. Intensitas cacing parasitik pada insang dan saluran pencernaan (usus) Ikan patin (Pangasius djambal) umur benih, umur 3-4 bulan dan umur 5-6 bulan

Intensitas cacing parasitik pada insang dan usus ikan patin umur benih (1-2) bulan, umur 3-4 bulan dan umur 5-6 bulan dapat dilihat pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6. Intensitas cacing parasitik pada insang dan saluran pencernaan (usus) Ikan Patin ( P. djambal ) umur benih, umur 3-4 bulan dan

(38)

Berdasarkan Tabel 4.6. terlihat bahwa organ yang lebih banyak diserang oleh cacing parasitik adalah insang dibandingkan dengan usus ikan. Hal ini disebabkan karena organ insanf bersentuhan langsung dengan lingkungan perairan sehingga peluang masuk parasit akan lebih banyak. Menurut Yuliartati (2011), diantara bagian ektoparasit dan endoparasit, yang sering diserang parasit adalah insang. Di mana insang merupakan alat pernapasan yang langsung berhubungan dengan lingkungan hidupnya. Berdasarkan Tabel 4.6. juga dapat dilihat bahwa pada organ insang nilai intensitas ektoparasit yang paling tinggi adalah Dactylogyrus sp. dan yang paling rendah adalah Gyrodactylus sp. Tingginya nilai intensitas Dactylogyrus sp. disebabkan karena ektoparasit ini dapat berkembang biak dengan cepat sedangkan

rendahnya intensitas Gyrodactylus sp. disebabkan karena ektoparasit ini berkemban gbiak secara lambat dan dapat menghasilkan keturunan yang sedikit. Menurut Huent (1979), menyatakan bahwa tingginya nilai intensitas Dactylogyrus sp. disebabkan karena perkembangbiakan ektoparasit tersebut sangat cepat.

Dactylogyrus sp. dapat berkembangbiak dengan cara bertelur dan ratusan

ektoparasit dapat menginfeksi satu ekor ikan. Menurut Sachlan (1972), menyatakan bahwa intensitas Gyrodactylus sp. rendah karena ektoparasit tersebut berkembangbiak dengan cara menghasilkan embrio dan dalam satu kali berkembangbiak hanya menghasilkan keturunan 1-3 ekor.

(39)

4.3. Data Kualitas Air Kolam Budidaya Ikan Patin (Pangasius djambal) Umur benih (1-2) bulan, 3-4 bulan dan 5-6 bulan di Daerah Tanjung Morawa

Data kualitas air kolam budidaya ikan patin (P. djambal) umur benih (1-2) bulan, 3-4 bulan dan 5-6 bulan di daerah Tanjung Morawa dapat dilihat pada Tabel 4.7. Pada tabel 4.7. parameter kualitas air yang diukur pada kolam budidaya ikan patin (P. djambal) adalah Suhu, pH, DO dan BOD.

Tabel 4.7. Data Kualitas Air Kolam Budidaya Ikan Patin (Pangasius. djambal) Umur benih (1-2) bulan, 3-4 bulan dan 5-6 bulan di Daerah Tanjung Morawa

Parameter Satuan Baku mutu 260C. Parameter suhu ikan patin pada umur 1-2 bulan dan umur 3-4 bulan adalah sama yaitu 25 0C sedangkan umur 5-6 bulan adalah 260C. Pada tabel tersebut terlihat bahwa, rata-rata nilai parameter suhu adalah 25,3. Nilai tersebut rendah dan cocok untuk pertumbuhan cacing parasitik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Williams dan Joanes (1994) dalam Nurdiyanto & Sumartono (2006) yang menyatakan bahwa puncak intensitas Dactylogyrus sp. terjadi pada suhu 20o C-26oC, namun untuk perkembangan telur sampai dewasa membutuhkan suhu 24o C-28oC.

(40)

Hasil pengukuran DO (Disollved Oxygen) pada kolam ikan patin umur 1-2 bulan adalah 7,5 mg/l, umur 3-4 bulan adalah 7,81 mg/l dan umur 5-6 bulan adalah 2,72mg/l. Nilai parameter DO rendah dan cocok untuk pertumbuhan cacing parasitik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Susanto (2009), yang menyatakan bahwa kandungan oksigen (O2) digunakan oleh ikan untuk pernapasan. Oksigen yang diserap akan digunakan untuk aktivitas tubuh seperti bergerak, bertumbuh dan berkembang biak sehingga tidak boleh kekurangan agar aktivitas terus berlangsung. Kandungan oksigen (O2) optimum 5-6 ppm. Dari data tersebut terlihat bahwa pada umur ikan patin 5-6 bulan kandungan DO nya sangat rendah yaitu 2,72 mg/l. Hal ini dapat menyebabkan pertumbuhan parasit semakin tinggi pada kolam tersebut. Menurut Effendi (2000), Rendahnya kadar oksigen di suatu perairan dapat menyebabkan ikan menjadi stress, sehingga sistem imun tubuh ikan menurun.Pada kondisi yang demikian, ikan akan sangat mudah terinfeksi oleh patogen, baik bakteri maupun parasit.

(41)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dari penelitian dapat disimpulkan bahwa:

a. Jenis cacing parasitik yang ditemukan pada beberapa tingkatan umur ikan patin (Pangasius djambal) di daerah Tanjung Morawa adalah pada organ insang ditemukan Dactylogyrus sp. dan Gyrodactylus sp. sedangkan pada organ saluran pencernaan (usus) ditemukan Camallanus sp.

b. Tingkat prevalensi Dactylogyrus sp. pada umur benih (1-2) bulan sebesar 90% (almost always) dengan intensitas 9,11, umur 3-4 bulan sebesar 100% (always) dengan intensitas 180,9 dan umur 5-6 bulan sebesar 100% (always) dengan intensitas 236,4

c. Tingkat prevalensi Gyrodactylus sp. pada umur benih (1-2) bulan sebesar 16,6 % (often) dengan intensitas 8,6, umur 3-4 bulan sebesar 40% (Commonly) dengan intensitas 9,5 dan umur 5-6 bulan sebesar 60% (Frequently) dengan intensitas 12,4.

d. Tingkat prevalensi Camallanus sp. pada organ saluran pencernaan (usus) ikan patin (Pangasius djambal) berbeda antara beberapa tingkatan umur yaitu umur benih (1-2) bulan sebesar 40% dengan intensitas 4, umur 3-4 bulan sebesar 70% (Usually) dengan intensitas 4,14 dan umur 5-6 bulan sebesar 60 % (Frequently) dengan intensitas 5,5.

e. Intensitas serangan cacing parasitik pada organ insang ikan patin tergolong tinggi dan intensitas serangan cacing parasitik pada organ saluran pencernaan (usus) ikan patin tergolong rendah.

5.2. Saran

(42)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sistematika dan Morfologi Ikan Patin

Menurut Mahyuddin (2010), ikan patin dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Pisces

Sub Kelas : Teleostei

Ordo : Ostariophysi

Sub Ordo : Siluroidea

Famili : Pangasidae

Genus : Pangasius

Spesies : Pangasius djambal

Ikan patin (Pangasius djambal) (Gambar 2.1.) merupakan jenis ikan air tawar yang memiliki tubuh licin, tidak bersisik, serta memilki bentuk tubuh agak memanjang dan pipih. Warna tubuh ikan patin pada bagian punggung keabu-abuan atau kebiru-biruan dan dibagian perut putih keperak-perakan. Kepala ikan patin berbentuk simetris, lebar dan pipih, hampir mirip seperti ikan lele. Matanya terletak agak kebawah. Diperairan umum, panjang ikan patin bisa mencapai 120 cm. Mulut ikan patin agak lebar dan terletak di ujung kepala agak kebawah (sub-terminal). Pada sudut mulutnya, terdapat dua pasang sungut atau kumis yang berfungsi sebagai alat peraba pada saat berenang ataupun mencari makan. Keberadaan kumis menjadi ciri khas dari ikan golongan catfish. Tubuh ikan patin terbagi menjadi tiga bagian, yaitu kepala, badan, dan ekor. Bagian kepala mulai dari ujung mulut sampai akhir tutup insang. Bagian badan mulai dari akhir tutup insang sampai pangkal sirip anal dan bagian ekor dari sirip ekor sampai ujung ekor (Mahyuddin, 2010).

(43)

menjadi patil yang besar dan bergerigi di belakangnya sedangkan jari-jari lunak paa sirip ini ada 6-7 buah, sirip perut terdapat 6 jari-jari lunak, sirip dubur agak panjang dan mempunyai 30-33 jari-jari lunak sedangkan sirip ekor bercagak dan bentuknya simetris (Kordi, 2010) (Gambar 2.1.).

Gambar 2.1. Morfologi ikan patin (Pangasius djambal)

1. Mulut; 2. Mata; 3. Sirip dada; 4. Patil; 5. Sirip punggung; 6. Sirip perut; 7. Sirip anal; 8. Gurat sisik; 9. Sirip ekor.

2.2. Siklus Hidup

Ikan patin dalam menjalani hidupnya mengalami perkembangan atau fase yang akan dijalaninya selama beberapa waktu sampai akhirnya dapat dikonsumsi ataupun dijadikan induk untuk menghasilkan benih-benih yang berkualitas. Menurut Amri (2010), ikan patin memiliki fase kehidupan yaitu telur, larva, benih (juvenil) dan berkembang menjadi induk (dewasa) atau dapat dilihat seperti skema dibawah ini:

Skema 1. Siklus hidup ikan patin (Pangasius djambal)

2. Telur 3. Larva

4. Benih (Juvenil) 1.Induk

(Dewasa)

(44)

2.3. Sifat dan Habitat Alami

Ikan patin merupakan jenis ikan dasar perairan (demersal). Hal ini dibuktikan dengan bentuk mulutnya yang melebar dan menghadap ke bawah serta kebiasaan hidupnya yang lebih suka menetap di dasar dari pada muncul di permukaan perairan. Pada habitat aslinya ikan patin hidup di sungai yang dalam, agak keruh dan dasar yang berlumpur. Ikan ini bersifat nocturnal, keluar dari persembunyiannya dan melakukan aktivitas pada malam hari. Ikan patin hidup secara berkelompok atau bergerombol. Hal ini merupakan faktor yang dapat merangsang nafsu makannya (Puhanda, 2012).

Ikan patin termasuk jenis omnivora (pemakan segala). Ikan ini biasa memakan ikan–ikan kecil, cacing, serangga, biji–bijian, udang kecil dan moluska. Namun pada stadium larva, ikan lebih bersifat karnivora dan memakan

Brachionus sp., Crustacea dan Cladocera. Sementara itu ikan yang dalam

stadium larva yang baru habis kuning telurnya mempunyai sifat kanibal yang tinggi (Susanto, 2009).

Ikan patin termasuk salah satu jenis ikan yang cukup tahan dengan kekurangan oksigen dan memiliki tingkat toleransi yang tinggi terhadap pH (derajat keasaman) air lingkungannya, sehingga dapat bertahan hidup pada pH rendah atau yang agak asam sampai pH tinggi atau yang agak basa, yaitu berkisar antara pH 5–9. Ikan ini membutuhkan kadar oksigen terlarut sebesar 4 mg/liter air untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuhnya terhadap oksigen. Lingkungan dengan kadar karbondioksida sebesar 5 mg/liter masih sesuai dengan kondisi tubuh ikan patin. (Amri & Khairuman, 2013).

2.4. Parasit Cacing pada Ikan Air Tawar

(45)

Metazoa tersebut dibagi menjadi beberapa filum yaitu filum Plathyhelminthes, Nemathelminthes dan Acanthocephala. Cacing parasitik ikan pada umumnya cenderung menyerang organ insang dan saluran pencernaan ikan.

Monogenea merupakan parasit yang termasuk dalam phylum Platyhelminthes. Anggota dari kelas Monogenea ini sebagian besar bersifat ektoparasit pada ikan, namun ada beberapa yang bersifat endoparasit yaitu

Acolpenteron sp., Kritskya sp. dan Enterogyrus sp. Monogenea bersifat

hermaprodit, bertelur/ovipar (kecuali Gyrodactilus, vivipar) dan memiliki larva yang berenang bebas disebut oncomiracidium. Oncomiracidium menyerang inang dan post oncomiracidium bermigrasi melalui insang atau permukaan tubuh menuju target organ terakhir. Hal ini sejalan dengan infeksi oleh Monogenea yang sering ditemukan pada insang, kulit dan sirip ikan. Namun ada juga Monogenea yang menginfeksi organ dalam seperti rektum, uretra, rongga tubuh bahkan pembuluh darah. Beberapa spesies Monogenea yang bersifat patogen pada ikan ialah Dactylogyrus spp, Pseudodactylogyrus) dan Gyrodactylidae (Gyrodactylus. spp) (Talunga, 2007).

2.5. Jenis-Jenis Cacing Parasitik yang Terdapat Pada Insang Ikan

(46)

a. Dactylogyrus sp.

Dactylogyrus sp. merupakan cacing parasit yang sering menginfeksi insang

semua jenis ikan air tawar terutama yang berukuran benih dan tidak bersifat patogen, sehingga tidak mempengaruhi terjadinya penurunan berat badan walaupun jumlahnya tinggi. Dactylogyrus sp. (Gambar 2.2.) termasuk cacing tingkat rendah (trematoda) yang digolongkan dalam filum Platyhelminthes, ordo

Monogenea, dan famili Dactylogyridae. Kepala Dactylogyrus sp. terdiri dari 4

lobus dengan 2 pasang mata yang terletak di daerah pharynx (Gusrina, 2008 ).

Gambar 2.2. Morfologi Cacing Parasit Dactylogyrus sp

1. Kepala; 2. Badan; 3. Ekor; a. Organ Kepala; b. Mata; c.Pharynx; d. Ovarium; e. Dorsal Anchor; f. Dorsal Bar; g. Marginal Hook

Menurut Noga (1996) Dactylogyrus sp memiliki panjang tubuh rata – rata 0.3 – 2 mm. Dactylogyrus sp. yang sudah dewasa dapat melepaskan telur ke lingkungan. Telur akan berkembang menjadi oncomirasidia yang dilengkapi dengan kait–kait halus sehingga oncomirasidia dapat melekat pada bagian tubuh ikan terutama insang. Oncomirasidia tumbuh dewasa di tubuh inang dan kembali menghasilkan telur. Menurut Tiuria (2013), ikan yang terinfeksi Dactylogyrus sp. akan memperlihatkan sekresi mukosa yang berlebihan, warna kulit menjadi gelap, epitel insang hiperplasia, dan insang pucat. Gejala ikan yang terinfeksi

Dactylogyrus sp. dapat ditangani dengan menjaga kualitas air agar tetap bersih.

(47)

b. Gyrodactylus sp.

Gyrodactylus sp. merupakan salah satu genus cacing parasit yang menginfeksi

insang ikan air tawar. Menurut Suwartiani (2012), cacing Gyrodactylus sp. termasuk anggota dari filum Platlyhelmintes, kelas Trematoda, ordo Monogenea, dan famili Gyrodactylidae.

Gambar 2.3. Morfologi cacing parasit Gyrodactylus sp. ( Tiuria, 2013)

Gyrodactylus sp. memiliki panjang antara 0,5-0,8 mm namun beberapa

spesies bisa mencapai panjang tubuh 1,5 mm dengan lebar 0,158-0,2 mm. Cacing parasitik ini hanya dapat berkembang biak dengan baik di beberapa inang definitif tertentu bahkan tidak dapat hidup di beberapa ikan. Siklus hidupnya tergantung pada temperature lingkungan. Pertumbuhan populasi Gyrodactylus sp. biasanya menurun pada suhu 50C dan meningkat pada suhu 120C dan pertumbuhan tercepat pada suhu 180C. Pada suhu yang tinggi, proses reproduksi dapat terganggu.

Gyrodactylus sp. memiliki Larva yang berkembang di dalam uterus dan dapat

berisi kelompok-kelompok sel embrionik. Opisthaptor individu dewasa tidak memiliki batil hisap tetapi memiliki sederet kait-kait kecil yang berjumlah 16 buah yang terletak di sepanjang tepinya, dan sepasang kait besar yang berada di tengah-tengah. Terdapat juga dua tonjolan yang berbentuk seperti telinga (Arios, 2008).

(48)

serta tidak memiliki bintik mata sedangkan pada bagian anteriornya terdapat prohaptor yang merupakan alat penghisap bercabang empat.

c. Discocotyle sp.

Discocotyle sp. merupakan cacing parasitik yang bersifat patogen yang mampu

menyebabkan kematian pada ikan, sehingga menyebabkan terjadinya penurunan berat badan. Terjadinya penurunan berat badan dikarenakan infestasi cacing parasitik Discocotyle sp. yang menyerap darah ikan sehingga menyebabkan ikan cenderung lesu, anoreksia, anemia, gambaran hematokrit darah rendah, serta terlihat pucat di insang, hati dan ginjal (Tiuria, 2008).

Gambar 2.4. Morfologi cacing parasit Discocotyle sp. ( Tiuria, 2013)

Discocotyle digolongkan ke dalam famili Discocotylidae, genus

Discocotyle dan dapat menyebabkan Discocotylosis. Telur diproduksi oleh cacing

hermafrodit. Perkembangan telur ini dipengaruhi oleh suhu. Larva Discocotyle berkembang menjadi dewasa pada insang inang definitif. Cacing Discocotyle ini memiliki panjang 12 mm dan memiliki karakteristik jepitan pada opisthaptor. Monogenea ini menghisap darah, reaksi inflamasinya dapat menyebabkan kerusakan respirasi (Arios, 2008).

d. Pseudodactylogyrus sp.

Pseudodactylogyrus sp. masih termasuk ke dalam famili Dactylogyrydae. Parasit

ini memiliki bentuk tubuh yang sangat mirip dengan Dactylogyrus sp. tetapi

Pseudodactylogyrus sp. memiliki haptor atau kait pada bagian posterior ventral

tubuh yang terdiri dari 2 pasang ventral anchor yang dihubungkan oleh ventral

(49)

letaknya tidak beraturan. Parasit ini memiliki panjang tubuh bervariasi sekitar 0.45-0.99 mm (Buchmann, 1987).

Gambar 2.5. Morfologi Cacing Parasit Pseudodactylogyrus sp. 1. Ventral Anchor; 2. Ventral Bar; 3. Mata; 4. farink; 5. Saluran Pencernaan; 6. Ovarium.

2.6. Jenis-Jenis Cacing Parasitik yang Terdapat Pada Saluran Pencernaan Ikan

(50)

a. Procamallanus sp.

Menurut Kabata (1985) genus Procamallanus memiliki buccal kapsul berbentuk seperti barrel dan tidak terbagi menjadi dua katup. Pada dinding bagian dalam dari buccal kapsul tidak terlihat adanya seperti batangan yang pada Camallanus sp. disebut moniliform bars. Mulut biasanya hexagonal dengan enam papila yang belum terbentuk sempurna pada pinggiran mulut dan terdapat empat papila besar yang letaknya di pertengahan anterior. Esofagus terdiri dari dua bagian yaitu pada anterior terdapat otot esofagus yang berukuran pendek serta bagian posterior terdapat kelenjar esofagus yang ukurannya lebih panjang dari otot esofagus.

Gambar 2.6. Morfologi cacing parasit Procamallanus pintoi (Moravec et al.,1999)

1. Buccal kapsul; 2. Otot Esofagus; 3. Cincin Syaraf; 4.Kelenjar esofagus; 5. Usus.

Procamallanus sp. merupaskan nematoda kecil berwarna coklat yang

memiliki lapisan kutikula. Mulut terbuka sirkuler, dikelilingi delapan submedian papila kepala yang disusun dua buah amphid. Pada betina terdapat deirid kecil pada buccal kapsulnya sedang pada jantan deirid kecil ini terdapat di posterior sampai buccal kapsul. Cincin saraf lebih anterior sampai tengah dari panjang otot esofagus, lubang eskretori agak sedikit ke arah posterior cincin saraf. Saluran pencernaan berwarna gelap (coklat-hitam), ekor berbentuk corong dengan ujung ekor yang tajam. Betina memiliki vulva yang terletak ditengah tubuh dan beberapa spesies dekat posterior. Jantan memiliki ekor berbentuk kerucut dengan dan beberapa pasang papila. Biasanya ukuran betina lebih panjang daripada jantan (Moravec et al., 1999).

2 3

4

5

(51)

b. Camallanus sp.

Menurut Kabata (1985) perbedaan antara Camallanus sp. dengan Procamallanus sp. terletak pada rongga kapsul. Pada Camallanus sp., buccal kapsul terbagi menjadi dua katup sedang pada Procamallanus sp. buccal kapsul tidak terbagi. Umumnya Camallanus sp. ini menyerang organ usus dan saluran anus. Parasit ini memiliki ciri khas yaitu memiliki suatu buccal kapsul yang dilapisi kutikula yang tebal dan sepasang lekukan pada buccal kapsul. Mulutnya seperti penjepit yang kuat, berbingkai yang dikelilingi oleh buku-buku semacam tanduk. Bentuk seperti ini akan membuat parasit ini dapat memegang dengan kuat ke dinding usus dan tidak dapat lepas. Tempat berkaitnya cacing ini pada usus dapat terjadi pendarahan. Mulut sampai esofagus memiliki dinding otot yang tebal, biasanya esofagus dilapisi kutikula.

Gambar 2.7. Morfologi cacing Parasit Camallanus sp. (Adji, 2008) Menurut Buchmann & Bresciani (2001), panjang tubuh Camallanus jantan ini dapat mencapai 6,2 mm dan betinanya dapat mencapai 11 mm. Cacing ini memiliki ciri khas yakni adanya rongga kapsul yang terbuat dari dua katup lateral, cincin basal dan dua trident. Betina memiliki larva motil kira-kira panjangnya 0,5 mm. Camallanus sp. ini memiliki kebiasaan menghisap darah sehingga menyebabkan anemia. Perlekatan dengan rongga kapsulnya menyebabkan erosi pada mukosa. Menurut Noga (1996), parasit ini akan kelihatan keluar dari anus dan berwarna merah jika ikan diam tidak bergerak. Parasit ini juga banyak menyerang Poecilidae dan jenis ikan ovipar lain sebagai inang akhir.Camallanus sp. ini dapat menyebabkan camallanosis. Selain menyerang usus, parasit ini juga menginfeksi pilorus sekum. Adapun siklus hidup parasit ini yakni cacing dewasa

Rongga kapsul

Kelenjar esofagus Usus

(52)

berkopulasi di ikan kemudian betinanya membawa larva menuju lumen usus.

Camallanus sp. ini merupakan cacing vivipar. Larva akhirnya berada di air. Larva

akan termakan kopepoda yang akan terinfeksi pada hemocoelnya. Kopepoda sebagai inang antara yang berisi larva stadium ketiga (L3) dari Camallanus sp. tersebut akan dimakan oleh inang akhir yakni ikan. Melalui ingesti dan digesti kopepoda, larva cacing melekat pada mukosa dan berkembang menuju stadium dewasa pada ikan sebagai inang akhir. Inang paratenik mungkin termasuk dalam siklus parasit ini, dengan cara ini beberapa ikan membawa sejumlah besar larva dan akan berakhir pada saluran pencernaan ikan. Adapun gejala yang ditimbulkan yaitu kematian, cacat dan anemia pada ikan (Buchmann & Bresciani 2001).

Camalanus sp. berkembang melalui keberadaan inang antara. Kebanyakan

larvanya dapat hidup bebas di air selama 12 hari. Larva parasit ini menjadi makanan oleh cyclop krustasea dan berkembang dalam saluran pencernaan, cyclop ini menjadi inang antara bagi camallanus sp., kemudian cyclop akan termakan oleh ikan. Disini ikan akan menjadi inang definitif bagi camallanus jika ikan ini tidak dimakan oleh ikan karnivor lebih besar. Parasit ini juga dapat berkembang tanpa inang antara. Pada inang parasit ini dapat berkembang dan mencapai kematangan seksual untuk kemudian melepaskan larvanya dan berkembang disana (Untergasser, 1989).

c. Anisakis sp.

Cacing Anisakis sp. dapat menginfeksi berbagai jenis ikan baik ikan laut ataupun ikan air tawar. Cacing yang ditemukan di saluran pencernaan ikan yang memiliki tubuh bulat panjang berwarna putih transparan dan tampak jelas memiliki bagian kepala yang khas dilapisi oleh lapisan kutikula pada ujung anterior tubuhnya. Lapisan kutikula berfungsi melindungi tubuhnya dari enzim-enzim pencernaan di dalam usus (Lorenzo, 2000)

(53)

2.7. Kualitas Air

Kualitas air merupakan sifat air dan kandungan mahluk hidup, zat, energi, atau komponen lain dalam air. Dalam pemeliharaan ikan patin, selain pakan faktor lingkungan banyak menentukan pertumbuhan dan kelangsungan hidup. Agar pertumbuhan dan kelangsungan hidup optimal, maka diperlukan kondisi lingkungan yang optimal untuk kepentingan proses fisiologis pertumbuhan (Effendie, 1999). Beberapa parameter kualitas air yang berpengaruh terhadap keberadaan parasit pada ikan patin antara lain:

2.7.1. Suhu

Suhu merupakan variabel lingkungan penting untuk organisme akuatik karena suhu dapat mempengaruhi aktivitas makan ikan, metabolisme, gas (oksigen) terlarut dan proses reproduksi ikan. Kisaran suhu yang optimal untk pertumbuhan ikan patin adalah 25-300C (Susanto, 2009). Suhu suatu badan air juga dipengaruhi oleh musim, lintang, ketinggian dari permukaan laut, waktu harian, sirkulasi udara, penutupan awan, dan aliran serta kedalaman badan air (Effendie, 1999).

Menurut Rahayu (2009), apabila suhu mengalami penurunan akan menyebabkan kelarutan oksigen meningkat, laju metabolisme menurun, nafsu makan berkurang, pertumbuhan berkurang, sistem imun menurun, gerakan ikan melemah, disorientasi sehingga ikan dapat mengalami kematian. Sedangkan bila suhu meningkat, maka suhu tubuh meningkat, laju metabolisme juga meningkat, konsumsi oksigen bertambah sedangkan kadar oksigen terlarut menurun, toksistas perairan dari senyawa kimia meningkat, jumlah patogen meningkat sehingga ikan mudah terekspose oleh penyakit dan dapat menimbulkan kematian.

2.7.2. pH

(54)

ikan patin memiliki derajat keasaman yang baik untuk pertumbuhan antara 5-9. Alat sederhana yang digunakan untuk mengukur derajat keasaman air adalah kertas lakmus yang dilakukan dengan mencelupkan satu lembar kertas lakmus kedalam air dan akan berubah warnanya sehingga diketahui pH air yang diukur. Alat yang lain juga bisa menggunakan pH meter.

2.7.3. Kandungan Oksigen (O2)

Kandungan oksigen (O2) digunakan oleh ikan untuk pernapasan. Oksigen yang diserap akan digunakan untuk aktivitas tubuh seperti bergerak, bertumbuh dan berkembang biak sehingga tidak boleh kekurangan agar aktivitas terus berlangsung. Kandungan oksigen (O2) optimum sebanyak 5-6 ppm (Susanto, 2009). Menurut Rahayu (2009), kadar oksigen terlarut, juga berfluktuasi secara harian dan musiman, tergantung pada percampuran dan pergerakan massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi dan limbah yang masuk ke badan air. Rendahnya kadar oksigen di suatu perairan dapat menyebabkan ikan menjadi stress sehingga sistem imun tubuh ikan menurun. Pada kondisi yang demikian, ikan akan sangat mudah terekspose oleh patogen, baik bakteri maupun parasit.

Menurut Amri dan Khairuman (2013), ikan patin termasuk salah satu jenis ikan yang cukup tahan dengan kekurangan oksigen di dalam air, hampir sama halnya dengan ikan lele. Apabila kandungan oksigen di dalam air kurang, ikan patin akan mengambil langsung oksigen di udara bebas. Ikan patin dapat juga bertahan selama beberapa saat di darat. Pada usaha intensif, kandungan oksigen yang baik minimum 4 mg/ liter, sedangkan kandungan karbon dioksida kurang dari 5 mg/liter air. Alat yang digunakan untuk mengukur kandungan oksigen dan karbondioksida yang terlarut di dalam air adalah alat pengukur kualitas air.

2.7.4. BOD (Biochemical Oxygen Demand)

(55)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Subsektor perikanan memegang peranan penting dalam menyediakan protein hewani bagi rakyat Indonesia. Produksi ikan di Indonesia mencapai 2 juta ton per tahun, sebagian besar 74% berasal dari laut dan sisanya 26% berasal dari air tawar (Maryono dan Sundana, 2002). Ikan merupakan bahan pangan yang berprotein tinggi, murah, dan mudah dicerna oleh tubuh serta dapat memenuhi gizi masyrakat Indonesia. Hasil perikanan yang tergolong ikan-ikan ekonomis dan komersial yang banyak digemari oleh masyarakat Indonesia salah satunya adalah ikan patin (Pangasius djambal) (Talunga, 2007).

Ikan patin merupakan komoditas ekspor yang bernilai ekonomi tinggi baik dalam segi pembenihan ataupun pembesaran. Ikan patin banyak disukai masyarakat karena tekstur dagingnya yang lembut, memiliki warna yang bersih (hampir putih) dan memiliki kandungan protein yang tinggi. Ikan ini dianggap lebih aman juga untuk dikonsumsi karena kadar kolesterol yang terkandung di dalamnya relatif rendah. Ikan ini berpotensi besar sebagai komoditas ekspor karena banyak disukai oleh konsumen di luar negeri seperti Amerika Serikat dan Eropa (Puhanda, 2012).

(56)

mengambil nutrisi di dalam tubuh inang, meracuni inang, dan memfasilitasi masuknya mikroorganisme patogen ke dalam tubuh inang (Latama, 2002).

Penelitian mengenai tingkat serangan ektoparasit Pada Ikan Patin di Kota Makassar telah dilakukan oleh Yuliartati (2011) menunjukkan bahwa adanya mikrohabitat dari beberapa parasit tertentu seperti Ichtyophthirius multifilis dan

Dactylogyrus sp. pada bagian ektoparasit ikan patin (P. djambal) dan Studi Keragaman Cacing Parasitik Pada Saluran Pencernaan Ikan Gurami(Osphronemus

Gouramy) dan Ikan Tongkol (Euthynnus Spp.) telah dilakukan oleh Adji (2008)

menunjukkan bahwa adanya cacing parasit yang sering menyerang ikan tongkol seperti digenea (kemungkinan Lechitochirium sp.) dan nematoda yakni Spinitectus

sp. serta Infestasi Cacing Parasitik Pada Insang Ikan Mujair (Oreochromis

Mossambicus) dilakukan oleh Tiuria (2013) menunjukkan bahwa adanya infeksi

cacing parasitik pada insang ikan Mujair (Oreochromis Mossambicus) seperti dari kelas Trematoda sub kelas Monogenea yaitu Dactylogyrus sp, Discocotyle sp,

Gyrodactylus sp dan Tetraonchus sp. Terkait dengan hal tersebut, maka perlu

dilakukan penelitian untuk mengetahui jenis dan tingkat serangan cacing parasitik yang menginfeksi ikan patin terutama pada bagian insang dan saluran pencernaannya khususnya di daerah kolam budidaya Tanjung Morawa yang memiliki kualitas air kolam yang kurang bersih, sehingga dapat dilakukan proses pencegahan dan optimalisasi budidaya ikan tersebut.

1.2. Permasalahan

Bagaimana jenis dan tingkat serangan cacing parasitik pada insang dan saluran pencernaan ikan patin (Pangasius djambal) berdasarkan perbedaan tingkatan umur pada kolam budidaya di Tanjung Morawa ?

1.2.Hipotesis

(57)

1.4. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis dan tingkat serangan cacing parasitik berdasarkan perbedaan tingkatan umur pada insang dan saluran pencernaan ikan patin (Pangasius djambal).

1.5. Manfaat Penelitian

(58)

JENIS DAN TINGKAT SERANGAN CACING PARASITIK BERDASARKAN PERBEDAAN TINGKATAN UMUR PADA INSANG DAN SALURAN PENCERNAAN IKAN PATIN (Pangasius djambal) PADA

KOLAM BUDIDAYA DI TANJUNG MORAWA

ABSTRAK

Penelitian tentang jenis dan tingkat serangan cacing parasitik berdasarkan perbedaan tingkatan umur pada insang dan saluran pencernaan ikan patin (Pangasius djambal) pada kolam budidaya di Tanjung Morawa telah dilakukan pada bulan Maret-April 2015 dengan tujuan untuk mengetahui jenis dan tingkat serangan cacing parasitik berdasarkan perbedaan tingkatan umur pada insang dan saluran pencernaan ikan patin (Pangasius djambal). Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan patin umur benih (1-2) bulan sebanyak 30 ekor, umur 3-4 bulan sebanyak 10 ekor dan umur 5-6 bulan sebanyak 10 ekor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis cacing parasitik pada beberapa tingkatan umur memiliki jenis yang sama yaitu Dactylogyrus sp. dan Gyrodactylus sp. yang menyerang organ insang dan Camallanus sp. yang menyerang organ saluran pencernaan (usus). Prevalensi Dactylogyrus sp. pada umur benih (1-2) bulan sebesar 90% (almost always) dengan intensitas 9,1, umur 3-4 bulan sebesar 100% (always) dengan intensitas 180,9 dan umur 5-6 bulan sebesar 100% (always) dengan intensitas 236,4. Prevalensi Gyrodactylus sp. pada umur benih (1-2) bulan sebesar 16,6 % (often) dengan intensitas 8,6, umur 3-4 bulan sebesar 40% (commonly) dengan intensitas 9,5 dan umur 5-6 bulan sebesar 60% (frequently) dengan intensitas 12,4. Prevalensi Camallanus sp. pada organ saluran pencernaan (usus) umur benih (1-2) bulan sebesar 40% (commonly) dengan intensitas 4, umur 3-4 bulan sebesar 70% (usually) dengan intensitas 4,1 dan umur 5-6 bulan sebesar 60 % (frequently)dengan intensitas 5,5.

Kata Kunci: Ikan patin, Insang, Intensitas, Jenis Cacing Parasitik, Prevalensi,

Gambar

Tabel 3.1.  Kategori Infeksi berdasarkan Prevalensi
Gambar 4.1.  Cacing parasitik Dactylogyrus sp yang menginfeksi Ikan Patin dalam larutan NaCl fisiologis 0,85% dengan perbesaran 4 x10 lensa objekti
Gambar 4.5.Cacing Parasitik Camallanus sp. yang  menginfeksi saluran  pencernaan ikan patin dalam  larutan   NaCl  fisiologis 0,85%  dengan     perbesaran    40 x 10 lensa objektif  a
Gambar 4.6.  Morfologi Camallanus maculatus ( Martin et al. 2007)   1. Rongga kapsul; 2
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Identifikasi Cacing Parasitik dan Bakteri pada Insang dan Saluran Pencernaan Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Identifikasi Cacing Parasitik dan Bakteri pada Insang dan Saluran Pencernaan Ikan Nila Hitam ( Oreochromis niloticus

Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan informasi dan data tentang cacing parasitik dan bakteri yang ditemukan pada insang serta saluran pencernaan ikan nila BEST

hermaprodit, bertelur/ovipar (kecuali Gyrodactilus, vivipar) dan memiliki larva yang berenang bebas disebut oncomiracidium. Oncomiracidium menyerang inang dan post oncomiracidium