• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Merokok dengan Kejadian Dermatitis Kontak Alergi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Merokok dengan Kejadian Dermatitis Kontak Alergi"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN DERMATITIS

KONTAK ALERGI

TESIS

NELLY

NIM : 107105009

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK

KONSENTRASI ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

HALAMAN PERSETUJUAN

Judul Tesis : Hubungan Merokok dengan Kejadian Dermatitis Kontak Alergi

Nama : Nelly

Nomor Induk : 107105009

Program Studi : Magister Kedokteran Klinik

Konsentrasi : Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

Menyetujui :

Pembimbing I Pembimbing II

(Prof. Dr. dr. Irma D Roesyanto, SpKK(K))(dr. Chairiyah Tanjung, SpKK(K))

NIP. 194712241976032001 NIP. 195012111978112001

Program Magister Kedokteran Klinik Dekan

Sekretaris Program Studi

(dr. Murniati Manik, Msc, SpKK, SpGK)(Prof. dr. Gontar A. Siregar, SpPD-KGEH)

NIP. 195307191980032001 NIP. 195402201980111001

(3)

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Tesis ini adalah hasil karya penulis sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah penulis nyatakan dengan benar

NAMA : NELLY

NIM : 107105009

(4)

HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN DERMATITIS KONTAK ALERGI

Nelly, Irma D. Roesyanto, Chairiyah Tanjung, Arlinda Sari Wahyuni

Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

RSUP Haji Adam Malik Medan – Indonesia

Abstrak

Latar belakang : Dermatitis kontak alergi disebabkan oleh adanya paparan individu yang tersensitisasi terhadap alergen kontak.

Tujuan : Untuk mengetahui hubungan merokok dengan kejadian dermatitis kontak alergi

Merokokmerupakan salah satu faktorrisiko untukterjadinya dermatitis kontak alergi.Berbagai penelitian mengenai hubungan antara merokok dengan kejadian dermatitis kontak alergididapatkan hasil yang bervariasi.

Metode : Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan rancangan cross sectional. Tiga puluh empat orang pasien dengan riwayat dermatitis kontak diikutsertakan dalam penelitian ini.Subjek penelitian dilakukan anamnesis, pemeriksaan dermatologis, dan uji tempel dengan 28 alergen standar dari European Baseline Series.Hasil uji tempel dibaca pada jam ke-48 dan 72 sesuai dengan International Contact Dermatitis Research Group (ICDRG). Kemudian diberikan kuesioner merokok dan dianalisis secara statistik.

.

Hasil :Pada penelitian ini didapatkan bahwa jumlah dan lama merokok memiliki peran dalam kejadian dermatitis kontak alergi.

Kesimpulan : Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara status merokok dengan kejadian dermatitis kontak alergi. Namun, terdapat hubungan yang bermakna antara derajat berat merokok dengan kejadian dermatitis kontak alergi.

(5)

THE ASSOCIATION BETWEEN SMOKING AND ALLERGIC CONTACT DERMATITIS INCIDENCE

Nelly, Irma D. Roesyanto, Chairiyah Tanjung, Arlinda Sari Wahyuni

Department of Dermato-Venereology Medical Faculty of Sumatera Utara University

RSUP Haji Adam Malik Medan – Indonesia

Abstract

Background :Allergic contact dermatitis is caused as the result from exposure of sensitized individuals to contact allergens. Smoking is one of risk factors in the development of allergic contact dermatitis. Some studies in association between smoking and allergic contact dermatitis incidence have found variety results.

Objective :To investigate the association between smoking and allergic contact dermatitis incidence

Methods :This was a cross-sectional analyses study involving 34 subjects with history of contact dermatitis. History taking by anamneses and dermatological examination were conducted to all subjects. They were all patch tested with 28 standard allergens from European Baseline Series. Patch test results were read after 48 and 72 hours based on International Contact Dermatitis Research Group (ICDRG). Then they were given questionnaire about smoking and results were analyzed statistically.

Results :This study revealed that amount and duration of smoking had role in allergic contact dermatitis incidence.

Conclusion : There was no significantly associated between smoking status and allergic contact dermatitis incidence.

(6)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur, hormat dan kemuliaan penulis panjatkan kehadirat

Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memampukan penulis dalam menyelesaikan

seluruh rangkaian penyusunan tesis yang berjudul: “Hubungan merokok dengan

kejadian dermatitis kontak alergi” sebagai salah satu persyaratan untuk

memperoleh gelar Magister Kedokteran Klinik Kulit dan Kelamin di Departemen

Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera

Utara.

Dalam penyelesaian tesis ini ada banyak pihak yang Tuhan telah kirimkan

untuk membantu, memberikan dorongan dan masukan kepada penulis. Oleh

karena itu, pada kesempatan ini, ijinkanlah penulis menyampaikan rasa terima

kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Yang terhormat Prof. Dr. dr. Irma D. Roesyanto-Mahadi, SpKK(K), selaku

pembimbing utama penulis, yang dengan penuh kesabaran membimbing,

memberi masukan, koreksi dan dorongan semangat kepada penulis selama

proses penyusunan tesis ini dan juga sebagai Ketua Departemen Ilmu

Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera

Utara, yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti

pendidikan spesialis di bidang Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. Yang terhormat dr. Chairiyah Tanjung, SpKK(K), selaku pembimbing

kedua, yang dengan penuh kesabaran dan ketekunan dalam membimbing,

(7)

tesis ini dan juga sebagai Ketua Program Studi Departemen Ilmu Kesehatan

Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, yang

telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti pendidikan

spesialis dan senantiasa mengingatkan dan memberikan dorongan selama

mengikuti pendidikan spesialis di bidang Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

3. Yang terhormat Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara yang telah

memberikan kesempatan kepada saya untuk dapat melaksanakan studi pada

Universitas yang Bapak pimpin.

4. Bapak Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Prof. dr.

Gontar A. Siregar, SpPD, KGEH, yang telah memberikan kesempatan

kepada saya untuk mengikuti Program Magister Kedokteran Klinik dan

Program Pendidikan Dokter Spesialis di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit

dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

5. Yang terhormat dr. Richard Hutapea, SpKK(K), sebagai anggota tim

penguji, yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan dan koreksi

atas penyempurnaan tesis ini

6. Yang terhormat dr. Kristo A. Nababan, MKed(DV), SpKK, sebagai anggota

tim penguji, yang telah memberikan bimbingan, masukan dan koreksi atas

penyempurnaan tesis ini

7. Yang terhormat dr. Meidina K. Wardani, SpKK, sebagai anggota tim

penguji, yang telah memberikan bimbingan, masukan dan koreksi atas

(8)

8. Yang terhormat para Guru Besar, Alm. Prof. Dr. dr. Marwali Harahap,

SpKK(K), Prof. dr. Mansur A. Nasution, SpKK(K), serta seluruh staf

pengajar di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK USU, RSUP

H. Adam Malik Medan dan RSUD dr. Pirngadi Medan yang tidak dapat

saya sebutkan satu persatu, yang telah membantu dan membimbing saya

selama mengikuti pendidikan ini.

9. Yang terhormat Bapak Direktur RSUP H. Adam Malik Medan dan Direktur

RSUD dr. Pirngadi Medan, yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas

kepada saya selama menjalani pendidikan keahlian ini.

10. Yang terhormat Dr. dr. Arlinda Sari Wahyuni, M.Kes, selaku konsultan

statistik, yang telah banyak membantu penulis dalam hal metodologi

penelitian dan pengolahan statistik penelitian ini.

11. Yang terhormat seluruh staf/pegawai dan perawat di Bagian Ilmu Kesehatan

Kulit dan Kelamin di RSUP H. Adam Malik Medan atas bantuan,

dukungan, dan kerjasama yang baik selama ini.

12. Yang terhormat semua pasien dengan riwayat dermatitis kontak yang telah

terlibat dalam penelitian ini, penulis mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya.

13. Yang tercinta Ibunda The Lie Hiong yang dengan penuh cinta kasih,

keikhlasan, doa, kesabaran, dan pengorbanan luar biasa untuk mengasuh,

mendidik, dan membesarkan penulis. Tiada ungkapan yang mampu

melukiskan betapa beryukurnya saya dan kiranya hanya Tuhan Yang Maha

(9)

14. Yang terkasih adik saya Zeinun, S.Kom, terima kasih atas doa, dukungan

dan semua bantuan yang telah diberikan kepada saya selama ini.

15. Yang terkasih kekasih saya dr. Hendra A. Choandry, SpPD, terima kasih

untuk segala dukungan moril dan materil, perhatian, dan kebersamaan kita

selama ini. Doa dan semangat darimu merupakan salah satu sumber

kekuatan saya dalam menjalani suka duka masa pendidikan ini.

16. Teman seangkatan dan sahabat saya tersayang, dr. Evita Lourdes br. Pinem,

dr. Fitry Adelia Sy, dr. Nadiya Munir, dr. Lia Yutrishia, dr. Sulistya Dwi

Rahasti, dr. Indah Atmasari terima kasih untuk kerjasama, kebersamaan,

waktu dan kenangan yang tidak akan pernah terlupakan selama menjalani

pendidikan ini.

17. dr. Liza Arianita, dr. Ridha Raudha, dr. Lora Desika Kaban, dr. Nita

Andrini, terima kasih atas kerjasama dan kebersamaan selama persiapan

mengikuti ujian nasional hingga penyelesaian tesis ini.

18. dr. Tri Nanda Syahfitri, dr. Arie Hidayati, dr. Ivan Tarigan, dr. Yosie Anra,

dr. Dewi Lastya Sari, dr. Meilania Hasnatasha, dr. Dina Theresa yang telah

menjadi teman berbagi cerita suka dan duka, terima kasih atas kerjasama

dan kebersamaan selama menjalani masa pendidikan ini.

19. Yang terhormat seluruh teman sejawat peserta Program Pendidikan Dokter

Spesialis Ilmu Kesehatan dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu atas segala

bantuan, dukungan, dan kerjasama yang telah diberikan kepada saya selama

(10)

Saya menyadari bahwa tesis ini masih memiliki banyak kekurangan.Oleh

karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi

kesempurnaan tesis ini.Kiranya tesis ini dapat memberikan manfaat bagi kita

semua.

Pada kesempatan ini, perkenankanlah saya untuk menyampaikan

permohonan maaf yang setulus-tulusnya atas segala kesalahan atau kekhilafan

yang telah saya lakukan selama proses penyusunan tesis dan selama menjalani

masa pendidikan ini.

Akhir kata, dengan penuh kerendahan hati, saya panjatkan doa kepada

Tuhan Yang Maha Pengasih, agar kiranya berkenan untuk memberkati dan

melindungi kita sekalian. Amin.

Medan, April 2015

Penulis

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK………. i

ABSTRACT……….……….. ii

KATA PENGANTAR………...… iii

DAFTAR ISI……….. viii

DAFTAR TABEL………... x

DAFTAR GAMBAR……….….……..…. xi

DAFTAR LAMPIRAN...………….…………..………..……. xii

DAFTAR SINGKATAN……….……….. xiii

BAB 1 PENDAHULUAN………..…... 1

1.1. Latar Belakang……….……… 1

1.2. Rumusan Masalah……….………...… 3

1.3. Hipotesis………..… 3

1.4. Tujuan Penelitian………. 3

1.4.1. Tujuan umum………... 3

1.4.2. Tujuan khusus……….. 4

1.5. Manfaat Penelitian………... 4

1.5.1. Bidang akademik atau ilmiah………..……. 4

1.5.2. Pelayanan masyarakat……….….… 4

1.5.3. Pengembangan penelitian……….... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA………..…... 5

2.1. Dermatitis Kontak Alergi……….... 5

2.1.1. Definisi……… 5

2.1.2. Epidemiologi………...….... 5

2.1.3. Faktor-faktor predisposisi……… 5

2.1.3.1. Usia….………... 5

2.1.3.2. Jenis kelamin………..…... 6

2.1.3.3. Ras………..…... 6

2.1.3.4. Dermatitis atopik………...… 6

2.1.3.5. Penyakit penyerta……….…………. 7

2.1.3.6. Faktor-faktor lain………... 7

(12)

2.2.3. Klasifikasi ………...……… 13

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian………..…………. 20

3.3.1. Populasi target………. 20

3.3.2. Populasi terjangkau……….…. 20

3.3.3. Sampel………. 20

3.3.3.1. Kriteria inklusi……….…….. 21

3.3.3.2. Kriteria eksklusi……….……… 21

3.4. Besar Sampel……….……….…. 22

3.5. Cara Pengambilan Sampel Penelitian……….……….… 22

3.6. Identifikasi Variabel……… 22

3.7. Cara Penelitian……….………… 23

3.7.1. Pencatatan data dasar……….. 23

3.7.2. Pemeriksaan uji tempel………... 23

3.7.3. Pemeriksaan hubungan merokok dengan dermatitis kontak alergi………..……….. 24

3.8. Definisi Operasional……….……... 25

3.9. Kerangka Operasional……….….… 27

3.10. Pengolahan dan Analisis Data……….… 27

3.11. Etika Penelitian……….…... 28

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN……… 29

4.1. Karakteristik Subjek Penelitian ………..… 29

4.2. Alergen Penyebab Dermatitis Kontak Alergi ……….… 34

(13)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

4.1 Karakteristik subjek DK penelitian ……… 30

4.2 Karakteristik merokok subjek penelitian ……… 33

4.3. Alergen penyebab dermatitis kontak alergi ..………. 35

4.4 Hubungan antara status merokok dengan kejadian DKA ………….. 39

4.5 Frekuensi jenis kelamin berdasarkan status merokok ……… 40

(14)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

2.1 Kerangka teori ……… 18

2.2 Kerangka konsep ……… 19

3.1 Kerangka operasional ………. 27

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Naskah Penjelasan Kepada Peserta Penelitian ……….….. 48

2. Persetujuan Setelah Penjelasan ……….…...….. 51

3. Status penelitian ………. 52

4. Kuesioner Merokok ……… 55

5. Persetujuan Komite Etik Tentang Pelaksanaan Penelitian Bidang Kesehatan ………. 57

6. Anamnesis Tes Tempel ……….. 58

7. Hasil Pemeriksaan Tes Tempel ……..……… 64

8. Data Penelitian ………... 65

9. Analisis Statistik ……….… 69

10. Gambar Uji Tempel dan Hasil Pembacaan ……….... 73

(16)

DAFTAR SINGKATAN

AIDS : Acquired Immunodeficiency Syndrome

AAAAI : American Academy of Allergy, Asthma and Immunology

BPS : Badan Pusat Statistik

DKA : Dermatitis Kontak Alergi

FK : Fakultas Kedokteran

DermatitisKontak Iritan

GMCSF : Granulocyte Macrophage Colony-Stimulating Factor

HAM : Haji Adam Malik

HIV : Human Immunodeficiency Virus

HLA-DR : Human Leucocyte Antigen-DR ICAM-1 : Intercellular Adhesion Molecule-1

ICDRG : International Contact Dermatitis Research Group

IFN : Interferon

IgE : Imunoglobulin E

IL : Interleukin

IL-R : Interleukin Reseptor

IKKK : Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

IPPD : N-Isopropyl-N-phenyl-4-phenylenediamine

LFA : Lymphocyte Function-associated Antigen

MBT : 2-Mercaptobenzothiazole

PPD :

PPOK : Penyakit Paru Obstruktif Kronik Para-Phenylenediamine

PT : Perseroan Terbatas

PTBP : 4-tert-Butylphenolformaldehyde resin RSCM : Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo

RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah

RSUP : Rumah Sakit Umum Pusat

SD : Sekolah Dasar

SMA : Sekolah Menengah Atas

SMP : Sekolah Menengah Pertama

SMF : Satuan Medis Fungsional

TNF : Tumor Necrosis Factor

TRUE : Thin-layer Rapid-Use Epicutaneous

(17)

HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN DERMATITIS KONTAK ALERGI

Nelly, Irma D. Roesyanto, Chairiyah Tanjung, Arlinda Sari Wahyuni

Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

RSUP Haji Adam Malik Medan – Indonesia

Abstrak

Latar belakang : Dermatitis kontak alergi disebabkan oleh adanya paparan individu yang tersensitisasi terhadap alergen kontak.

Tujuan : Untuk mengetahui hubungan merokok dengan kejadian dermatitis kontak alergi

Merokokmerupakan salah satu faktorrisiko untukterjadinya dermatitis kontak alergi.Berbagai penelitian mengenai hubungan antara merokok dengan kejadian dermatitis kontak alergididapatkan hasil yang bervariasi.

Metode : Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan rancangan cross sectional. Tiga puluh empat orang pasien dengan riwayat dermatitis kontak diikutsertakan dalam penelitian ini.Subjek penelitian dilakukan anamnesis, pemeriksaan dermatologis, dan uji tempel dengan 28 alergen standar dari European Baseline Series.Hasil uji tempel dibaca pada jam ke-48 dan 72 sesuai dengan International Contact Dermatitis Research Group (ICDRG). Kemudian diberikan kuesioner merokok dan dianalisis secara statistik.

.

Hasil :Pada penelitian ini didapatkan bahwa jumlah dan lama merokok memiliki peran dalam kejadian dermatitis kontak alergi.

Kesimpulan : Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara status merokok dengan kejadian dermatitis kontak alergi. Namun, terdapat hubungan yang bermakna antara derajat berat merokok dengan kejadian dermatitis kontak alergi.

(18)

THE ASSOCIATION BETWEEN SMOKING AND ALLERGIC CONTACT DERMATITIS INCIDENCE

Nelly, Irma D. Roesyanto, Chairiyah Tanjung, Arlinda Sari Wahyuni

Department of Dermato-Venereology Medical Faculty of Sumatera Utara University

RSUP Haji Adam Malik Medan – Indonesia

Abstract

Background :Allergic contact dermatitis is caused as the result from exposure of sensitized individuals to contact allergens. Smoking is one of risk factors in the development of allergic contact dermatitis. Some studies in association between smoking and allergic contact dermatitis incidence have found variety results.

Objective :To investigate the association between smoking and allergic contact dermatitis incidence

Methods :This was a cross-sectional analyses study involving 34 subjects with history of contact dermatitis. History taking by anamneses and dermatological examination were conducted to all subjects. They were all patch tested with 28 standard allergens from European Baseline Series. Patch test results were read after 48 and 72 hours based on International Contact Dermatitis Research Group (ICDRG). Then they were given questionnaire about smoking and results were analyzed statistically.

Results :This study revealed that amount and duration of smoking had role in allergic contact dermatitis incidence.

Conclusion : There was no significantly associated between smoking status and allergic contact dermatitis incidence.

(19)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dermatitis Kontak (DK)ialah dermatitis yang disebabkan oleh

bahan/substansi yang menempel pada kulit.1,2Kulit dapat bereaksi secara

imunologi dan/atau nonimunologi terhadapbahan eksogen tersebut

dimanadapatdibagimenjadi bahaniritanyangmemiliki efek toksiklangsungpada

kulitdan menyebabkan Dermatitis Kontak Iritan (DKI)dan bahan

kimiaalergidimanaterjadi reaksi imunhipersensitivitaslambatyang

menimbulkanDermatitis Kontak Alergi (DKA).3,4

Pada survei American Academy of Allergy, Asthma and

Immunology(AAAAI), DKmerupakan masalahkulit yang umumdimanaterdapat

5,7 jutakunjungan dokterpertahun.5Sampai saat ini didapatilebih dari 85.000bahan

kimiadiduniasaat ini dan hampirsetiap bahandapatmenjadi iritan, sedangkanlebih

dari3.700bahantelah diidentifikasi sebagaialergenkontak.

DKI

5,6

jauhlebih seringdaripadaDKA.7,8Insiden DKA diperkirakan terjadi

sebesar 0,21% dari populasi penduduk.6,9,10Semuakelompok usia dapat terkena

dan jumlah perempuan yang menderita DKA sedikit lebih banyak oleh

karenapaparan kontaktan spesifik dalam perhiasan dan kosmetik.

Di Indonesia, laporan dari Bagian Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas

Kedokteran (FK) Universitas Sam Ratulangi Manado pada periode Januari

2001-Desember 2005 didapatkan insiden DK sebesar 5,51%.

5,6

11

Sedangkan di Poliklinik

(20)

tahun 2000 sebanyak 30,61% dan tahun 2001 sebanyak 30,40%.Di Rumah Sakit

Umum Pusat (RSUP) Haji Adam Malik (HAM) Medan, selama tahun 2000

terdapat 731 pasien baru diPoliklinik Alergi-Imunologi dimana 201 pasien atau

27,50% menderita DK, sedangkan pada tahun 2001 insiden DK sebesar

23,70%.12Berdasarkan data rekam medis di RSUP HAM Medan pada tahun 2013

didapatkan pasien baru yang berkunjung ke Poliklinik Alergi-Imunologi sebanyak

248 orang dimana 77 pasien menderita DK dan 17 pasien didiagnosis DKA.Dari

catatan medis poliklinik alergi di RSUP HAM Medan pada tahun 2000 sebanyak

5,39% disebabkan oleh sandal karet, 3,43% masing-masing oleh obat tradisional

dan krim topikal, sedangkan penyebab terbanyaknya (68,62%) tidak diketahui.12,13

Berbagai penelitian telah dilakukan untuk menyelidiki faktor-faktor yang

berkaitan dengan DKA.Beberapa faktor yang berkaitan dengan DKA adalah DA,

kerentanan genetik, tembakau, alkohol.10,14Selain itu, studi juga telah menyelidiki

mengenai hubungan gaya hidup (minum alkohol dan merokok) dengan DKA.15

Ada buktiyang kuat bahwa alkoholdan tembakaumemiliki efek

padasistem imun, tetapi sedikit yang diketahuimengenai

pengaruhfaktor-faktorgaya hidupini terhadapprevalensiDKA.15,16Penelitian pada 690wanita di

Norwegia mendapatkanhubungan yang signifikan antara merokok dan DKA,tetapi

hal ini tidak didapatkan dalam penelitian pada520laki-laki Swediayang

melakukandinas militer.Penelitian yang dilakukan Jacob P. Thyssen dkk.di

Kopenhagenpada tahun 2010yang menyelidiki hubungan merokok dengan

sensitisasi kontak dan nikel pada 3460 individumendapatkan adanya kaitan

merokok dengan sensitisasi kontak dan nikel.15Penelitian oleh Allan Linneberg

(21)

Penggunaan rokokmerupakan faktorrisiko untukterjadinya

DKA.16,17Merokokmeningkatkanproduksi sitokinproinflamasi sepertiTumor

Necrosis Factor (TNF)-α danInterleukin (IL)-1dan menurunkankadar sitokinanti-inflamasi seperti IL-10.Merokokmemiliki banyakefek merusak padasistem imun,

meskipunmekanisme yang tepatbelum sepenuhnya dipahami.18,19

Dari penelitian-penelitian tersebut didapatkan hasil-hasil yang bervariasi

dalam hubungan antara merokok dengan kejadian DKA dan penelitian ini belum

pernah dilakukan di Indonesia.Oleh karena itu, dilakukan penelitian mengenai

hubungan merokok dengan DKA yang direncanakan dilakukan di Satuan Medis

Fungsional (SMF) Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin (IKKK) RSUP HAM

Medan.

1.2. Rumusan Masalah

Apakah ada hubungan antara merokok dengan kejadian DKA.

1.3. Hipotesis

Hipotesis mayor : ada hubungan antara merokok dengan kejadian DKA.

Hipotesis minor :

1. Ada hubungan antara status merokok dengan kejadian DKA.

2. Ada hubungan antara derajat berat merokok dengan kejadian DKA.

1.4. Tujuan Penelitian 1.4.1. Tujuan umum

(22)

2. Mengetahui hubungan derajat berat merokok dengan kejadian DKA.

1.4.2. Tujuan khusus

1. Mengetahui proporsiDKA pada pasienDK.

2. Mengetahui proporsi status merokok pada pasien DKA.

3. Mengetahui proporsi derajat berat merokok pada pasien DKA.

4. Mengetahui alergenpenyebab pada pasienDKA.

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Bidang akademik atau ilmiah

Membuka wawasan yang lebih mendalam mengenai peran merokok

sebagai perkiraan salah satu faktor risiko dalam kejadianDKA.

1.5.2. Pelayanan masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan terhadap

masyarakat mengenai hal-hal yang dapat mempengaruhi terjadinya

penyakit alergi pada kulit terutama yang dikaitkan dengan gaya hidup

merokok.

1.5.3. Pengembangan penelitian

Menjadi landasan teori dan data tambahan bagi penelitian-penelitian

(23)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Dermatitis Kontak Alergi 2.1.1. Definisi

DKA merupakan reaksi hipersensitivitas tipe lambat diperantarai sel atau

reaksi imun tipe IV yang disebabkan oleh kontak kulit dengan alergen

lingkungan.6.20

2.1.2. Epidemiologi

DKA terjadi pada 5-11% pria dan 13-18% wanita.3,21,22Di Indonesia

terlihat bahwa frekuensi DKA menunjukkan peningkatan dalam tahun-tahun

terakhir ini. Di bagian Alergi-Imunologi Rumah Sakit dr. Cipto

Mangunkusumo(RSCM) Jakarta pada tahun 1988 dilaporkan 35 kasus yang

berumur antara 6-67 tahun, 21 diantaranya dengan DKA yang tidak diketahui

penyebabnya dan 14 orang dengan dermatitis kronis non spesifik yang

penyebabnya tidak diketahui.1

2.1.3. Faktor predisposisi 2.1.3.1. Usia

Selama dekade terakhir, beberapapenelitian telahmemperlihatkan

DKsebagai penyebab pentingpada dermatitismasa kanak-kanak, meskipunalergen

(24)

Hasil reaksiuji tempel positif cenderung meningkatdengan usiakarena

akumulasialergiyang diperolehselama hidupnya. Orang dewasamuda

lebihcenderung mengalami alergipekerjaan ataukosmetiksedangkanorang tua lebih

cenderungterjadi sensitivitas obat. Usia merupakan faktor penting dalam setiap

penelitian uji tempel.20,24

2.1.3.2. Jenis kelamin

Perbedaan jenis kelamindalam terjadinyaDKA sebagian besar tidak

diketahui.6 Wanitabiasanyalebih seringdiuji tempel, dan memiliki lebih banyak

hasilpositifdaripada pria.24,25Perbedaan jenis kelaminmungkin

disebabkanfaktor-faktor sosial danlingkungan dimanawanita lebih mungkinuntukmemiliki

sensitivitasnikelkarena peningkatanpemakaianperhiasan, danprialebih mungkin

untukmemiliki sensitivitaskromatakibat paparan pekerjaan.24,25

2.1.3.3. Ras

Peranrasdalam kejadian DKA terhadapbeberapaalergenpoten

sepertiPara-Phenylenediamine(PPD)masih kontroversial.6Penelitian yang

terbatasmenunjukkantingkat sensitisasilebih rendah terhadapnikel danneomisin di

Afrika Amerika dibandingkan dengan Kaukasia.6,17,23Berkenaan

denganprotokoluji tempel, penilaian reaksi positifmungkin sedikitlebih sulit

padajeniskulit yang lebih gelap(Fitzpatrick tipeVdanVI). Hal ini disebabkan oleh

eritemayang tidakjelas sehinggaterjadirisikomengabaikanreaksialergi positif

ringan.6

(25)

2.1.3.4. Dermatitis atopik (DA)

Sampai saat ini, pasien dengan DA kebanyakan dianggap kurang

mungkin untuk menderita DKA.Beberapa peneliti telah melaporkan penurunan

frekuensi sensitisasi kontak antara individu dengan DA. Ada juga sejumlah

penelitian yang menunjukkan bahwa sensitisasi kontak dalam DA berhubungan

terbalik dengan keparahan klinis DA.23,24

2.1.3.5. Penyakit penyerta

Penyakit penyerta yang sering adalah gangguan yang terkait dengan

defisiensi imun, sepertiAcquired Immunodeficiency Syndrome(AIDS), penyakit

yang beragam seperti limfoma, sarkoidosis, kusta lepromatosa, dan dermatitis

atopik telah dikaitkan dengan kurangnya reaktivitas atau anergi.20,23

2.1.3.6. Faktor-faktor lain

Paparan alergen dan kemungkinan terjadinya sensitisasi bervariasi

dengan usia, faktor sosial, lingkungan, kegemaran, dan pekerjaan. Penelitian

telahmenyelidikihubungan yang mungkin antarafaktor-faktor gaya hidupseperti

minum alkohol dan merokoktembakaudengansensitisasikontak.15,16

2.1.4. Etiologi

Ada sekitar 25bahan kimiapenyebab DKA, termasukpoison ivy, nikel,

sarung tangan karet, pewarna rambut dan tato temporer, tekstil, bahan pengawet,

(26)

2.1.5. Patogenesis

DKA merupakan reaksi hipersensitivitas diperantarai selyang lambat

(tipe IV)akibat adanyapaparan dan sensitisasi berikutnya hostyang rentan secara

genetikterhadap alergen lingkungan dimana pada paparan berulangakan memicu

reaksi inflamasi kompleks.2,4,6,8Ini merupakan perbedaanpenting dengan

DKIdimana DKI tidak adareaksisensitisasidanintensitasreaksi

inflamasiiritasisebanding dengandosis, konsentrasi danjumlahiritan.6,7,26Adadua

fase berbedadalam DKA yaitufasesensitisasidan faseelisitasi.6,24,25

2.1.5.1. Fase sensitisasi

Sebagian besar alergen adalah molekul lipofilik dan kecil (<500 Dalton)

yang mampu menembus stratum korneum dan mencapai sel penyaji antigen dalam

epidermis (sel Langerhans) atau dermis (sel dendritik dermal).Bahan-bahan

kimiawi ini merupakan antigen yang tidak lengkap atau hapten dimana harus

ditangkap oleh sel penyaji antigen, diinternalisasi, diikat ke protein kompleks

histokompatibilitas major, dan diekpresikan kembali pada permukaan sel untuk

menjadi antigen lengkap.Sel penyaji antigen kemudian migrasi ke kelenjar getah

bening lokal dimana alergen yang baru dibentuk dipresentasikan ke sel T naif.

Limfosit ini selanjutnya mengalami proliferasi klonal dan berdiferensiasi menjadi

sel efektor, supresor, dan memori Cluster of Differentiation (CD)4 dan CD8 yang

dilepaskan ke dalam aliran darah dan kulit. Proses ini terjadi selama 10-15 hari

dan jarang menimbulkan lesi kulit yang terlihat.21

(27)

Paparan berulang terhadap alergen menyebabkan sel T yang tersensitisasi

sebelumnya menghasilkan Interleukin (IL)-1, IL-2, dan Interferon (IFN)-γ. Limfokin-limfokin ini menginduksi proliferasi sel T sitotoksik dan perekrutan

makrofag.21Selain itu, sel-sel T teraktivasi mensekresi Interferon (IFN)-γuntuk

mengaktifkan keratinosit yang mengekspresikanIntercellular Adhesion

Molecule(ICAM)-1 dan HLA-DR.6,10,20Molekul ICAM-1 memungkinkan

keratinosit untuk berinteraksi dengan sel T dan leukosit lain yang

mengekspresikan molekulLymphocyte Function-associated Antigen(LFA)-1

sedangkan ekspresi HLA-DR memungkinkan keratinosit untuk berinteraksi

langsung dengan sel T CD4 dan untuk presentasi antigen ke sel-sel ini juga.Selain

itu, ekspresi HLA-DR dapat membuat keratinosit menjadi target bagi sel T

sitotoksik. Keratinosit teraktivasi juga menghasilkan sejumlah sitokin termasuk

IL-1, IL-6, dan Granulocyte Macrophage Colony-Stimulating Factor (GMCSF),

yang semuanya dapat lebih lanjut memperluas keterlibatan dan aktivasi sel T.

Selain itu, IL-1 dapat merangsang keratinosit untuk menghasilkan

eikosanoid.10,20,26Adanya kombinasi sitokin dan eikosanoid menyebabkan aktivasi

sel mast dan makrofag.26

Histamindari selmastdaneikosanoiddari selmast, keratinosit,

daninfiltrasileukosit menyebabkandilatasipembuluh darah danpeningkatan

permeabilitasterhadapfaktor-faktor dan sel-sel proinflamatori larut yang beredar.

Kaskadeini menyebabkanresponklinis inflamasi DKA, kerusakanselular, dan

selanjutnyaprosesperbaikan.

Dalam waktu 8-48 jam, sel-sel efektor ini dan sitokin proinflamatori akan

menyerang epidermis dan menimbulkan gambaran klinis dermatitis. Bila tidak

(28)

diobati, proses ini akan berlanjut selama beberapa hari atau minggu hingga sel

supresor yang terutama mensekresikan IL-4 dan IL-10 mengambil alih dan

menghambat reaksi.21

2.1.6. Gambaran klinis

Pasien umumnya mengeluh gatal dengan gambaran klinis dermatitis

berupaefloresensi kulit yang bersifat polimorf dan berbatas tegas.6,20

2.1.6.1.Fase akut

Kelainan kulit umumnya muncul 24-48 jam pada tempat terjadinya

kontakdengan bahan penyebab.6Pada yang ringan hanya berupa eritema

danedema, sedangkan pada yang berat terdapat eritema dan edema yang lebih

hebat disertaivesikel atau bula yang bila pecah akan terjadi erosi dan

eksudasi.Lesicenderung menyebar dan batasnya kurang jelas. Keluhan subjektif

berupa gatal.6,20,28

2.1.6.2.Fase sub akut

Pada fase ini akan terlihateritema, edema ringan, vesikula, krusta dan

pembentukan papul-papul.6,28

2.1.6.3.Fase kronis

Lesi cenderung simetris,batasnya kabur, kelainan kulit berupa likenifikasi,

papul, skuama, terlihat pulabekas garukan berupa erosi atau ekskoriasi, krusta

(29)

2.1.7. Diagnosis

Untuk menetapkan bahan alergen penyebab DKA,diperlukan anamnesis

yang teliti, riwayat penyakit yang lengkap, pemeriksaan fisik dan uji tempel.

Anamnesis dilakukan untuk menegakkan diagnosis dan mencari

penyebab yang penting dalam menentukan terapi serta tindak lanjutuntuk

mencegah kekambuhan. Pada anamnesis perlu juga ditanyakan riwayat atopi,

perjalanan penyakit, pekerjaan, hobi, riwayat kontaktan dan pengobatan yang

pernah diberikan oleh dokter maupun dilakukan sendiri, pertanyaanpersonal

mengenai pakaian baru, sepatu lama, kosmetik, kaca mata, dan jam tangan serta

kondisi lain yaitu riwayat medis umum dan mungkin faktor psikologik.

5,6,28

Pemeriksaan fisik didapatkan eritema, edema dan papuldengan

pembentukan vesikel yang jika pecahakan membentuk dermatitis yang

membasah. Lesi pada umumnya timbul pada tempat kontak, tidak berbatas tegas,

dan dapat meluas ke daerah sekitarnya.

5,6,25

Uji tempel digunakan untuk mendeteksi hipersensitivitas terhadap zat

yang bersentuhan dengan kulit sehingga alergen dapat ditentukan dan tindakan

korektif dapat diambil. Uji tempel dilakukanuntuk konfirmasi dan diagnostik

tetapi hanya dalam kerangka anamnesis dan pemeriksaan fisik.

5,6,20

4

Uji tempel dapat

dilakukan dengan Thin-layer Rapid-Use Epicutaneous (TRUE) atau dengan

chamber aluminium yang disiapkan tersendiri (Finn) yang dipasang pada tape

Scanpor.4,27,29Serangkaian alergen standar atau dasar direkomendasikan untuk

penggunaanpada setiap orang yang menjalani uji tempel.4,30,31The European

(30)

dunia.31Dalam protokol uji tempel umum, jumlah tertentu hapten yang diduga

diaplikasikan ke kulit selama 48 jam (24 jam di beberapa negara), dan penilaian

selanjutnya reaksi kulit dilakukan pada waktu tertentu, biasanya setelah 2, 3, 4,

dan/atau 7 hari. Pembacaan tambahan setelah 7 hari dapat memperlihatkan hingga

10%reaksi positif yang negatif pada pemeriksaan sebelumnya.5,6,31Intensitas

reaksi dinilai dan dicatat sesuai International Contact Dermatitis Research Group

(ICDRG) menurut sistem penilaian oleh Wilkinson dkk. yaitu dari + (reaksi non

vesikular lemah dengan eritema yang dapat diraba), ++ (reaksi kuat edema atau

vesikular), +++ (reaksi hebat bulosa atau ulserasi). Bila reaksi sangat lemah atau

meragukan dimana hanya ada eritema samar atau makular (tidak dapat diraba)

dicatat dengan tanda tanya (?+), dan reaksi iritan dicatat sebagai IR.6,30,31 Jika

memungkinkan, tes tempelharus dipasang di bagian punggung atas pasien karena

merupakan lokasi yang paling nyaman baik untuk dokter dan pasien, dan sebagian

besar validasi uji tempel dilakukan di daerah ini. Aplikasi tes di daerah tubuh

lainmisal tangan, lengan, paha, perut) harus dibatasi dalam situasi pengecualian

dan harus dilakukan oleh dokter berpengalaman karena kesulitan interpretasi.10,31

2.2. Merokok 2.2.1. Definisi

Merokok merupakan prosesmenghirupasappembakarantembakau yang

terbungkusdalam rokok, pipa, dan cerutu. Seorang perokokadalahseseorang yang

merokoksetidaknya saturokokdalam seminggu.32

(31)

Merokokmencapai tingkat epidemikselama abadterakhir danmencapai

puncakpada tahun 1964dimana40% orang dewasadiAmerika Serikatadalah

perokok. Sejak itu,penggunaan tembakautelah menurunsecara bertahap,

meskipun28% orang dewasadi negara-negaramajumasihperokok. Selama dekade

terakhir, jumlah perokokdi Spanyoltelahsedikit menurun menjadisekitar30% dari

populasi orang dewasa.32

Merokok adalahpenyebab utamapenyakitdan kematiandi dunia Barat

dengan persentase sekitar 20% darikematian dinegara-negara tersebut. Di seluruh

dunia,sekitar 2juta orangmeninggal setiap tahunkarena merokok, setengah

darimereka berusia di bawah70tahun.32,33

2.2.3. Klasifikasi

WHO telah menerbitkan pedoman standar untuk pengukuran merokok.

Berdasarkan pedoman ini, orang dapat diklasifikasikan sebagai perokok atau non

perokokdan dua kategori utama ini dapat dibagi menjadi beberapa sub kategori.

Seorang perokok adalah orang yangpada saat surveimerokok produk

tembakau baik harian atau okasionaldimanaperokok dapat berupa perokok harian

atau okasional. Seorang perokok harian adalah orangyang merokok produk

tembakau setidaknya sekali sehari (kecuali bahwa orang yang merokok setiap

hari, tetapi tidak pada hari-hari puasa agama, masih diklasifikasikan sebagai

perokok harian).Seorang perokok okasional adalah orangyang merokok, tetapi

tidak setiap hari.Perokok okasional bisa reducer, perokok okasional

berkesinambungan atau experimenter. Seorang reducer adalah orang yang

dulunya merokok setiap hari tetapi sekarang tidak merokok setiap hari

(32)

lagi.Seorang perokok okasional berkesinambungan adalah orang yang tidak

pernah merokok setiap hari, tetapi telah merokok 100 atau lebih rokok (atau

jumlah tembakauyang setara) dan sekarang merokok sesekali.

Seorangexperimenteradalah orang yang telah merokok kurang dari 100 batang

rokok (atau jumlah tembakauyang setara) dan sekarang perokok sesekali.

Seorang nonperokok adalah orang yang pada saat survei tidak merokok

sama sekali.Non perokok dapat dibagi eks-perokok, tidak pernah merokok atau

perokok eks-okasional. Seorang eks-perokok adalah orang yang dulunya seorang

perokok harian tetapi saat ini tidak merokok sama sekali. Seorang tidak pernah

merokok adalah orang yangtidak pernah merokok sama sekali atau belum pernah

menjadi perokok harian dan telah merokok kurang dari 100 batang rokok (atau

jumlah setara tembakau) sepanjang hidupnya. Seorang perokok eks-okasional

adalah orang yang sebelumnya merokok sesekali, tetapi tidak pernah merokok

setiap hari dan yang telah merokok 100 atau lebih rokok (atau jumlah setara

tembakau) sepanjang hidupnya.

33,34

Derajat berat merokok dihitung dengan menggunakan Indeks Brinkman

(IB), yaitu perkalian jumlah rata-rata batang rokok yang dihisap sehari dikalikan

dengan lama merokok dalam tahun, dan dikategorikan dalam ringan (0-200),

sedang (200-600), berat (>600).

33,34

33

2.2.4. Risiko dan komponen rokok

Merokokberbahayakarena ada banyakbahan dalamasap tembakauyang

dapat membahayakantubuh.35Seperti juga nikotin, ada lebih dari 4.000 bahan

(33)

dari bahan kimia ini menyebabkan kanker.35,36Asap tembakauterdiri

darifasepartikulatpadattermasukalkaloid, nikotin, dan fasegasyang mudah

menguap.Ada banyakmutagendan karsinogendalam asap tembakau, terutama

hidrokarbon aromatikpolisiklik, nitrosamin, dan aminaheterosiklik. Komponen

beracunutama fase padattermasuknikotin, fenol, katekol, kuinolin, anilin, toluidin,

nikel, N-nitrosodimetilamin, benzopiren, benzanthracenedan2-naftilamin.

Komponenberacunutama fasegastermasukkarbon dioksida, karbon monoksida,

hidrogen sianida, nitrogen oksida, aseton, formaldehid, akrolein, amonium,

piridin, 3-vinilpiridin, N-nitrosodimetilamin, danN-nitrosopirolidin.18,37Studi

ekspresi gen pada kulit memperlihatkan bahwa komponen tembakau

mengupregulasi 14 gen berbeda yang terlibat dalam metabolisme xenobiotik, stres

oksidatif, dan respon stres. Tembakau juga memiliki efek nongenomik yang

menghasilkan sebagiandari aktivasi spesies oksigen reaktif. Nikotin dan senyawa

terkait secara farmakologi lain menggunakan efek mereka pada kulit dengan

mengaktifkan reseptor asetilkolin nikotinik (nAChR) yang diekspresikan oleh

sel-sel kulit.38

2.3. Merokok dan Kulit

Nikotinselama beberapa dekadetelahdianggap sebagaifaktor utamayang

menimbulkangangguanterkait merokok, tetapi bukti terbaru secarajelas

menunjukkanbahwa efekvasoaktifsementarapadakulitdanperfusisubkutantidak

dapatmenjelaskandengan memuaskan mekanisme

patofisiologiyangmengganggupenyembuhan lukadankontribusi terhadap

(34)

Merokok menimbulkan efek imunomodulator sistemik melalui pelepasan

spesies oksigen reaktif dari asap tembakauyang diyakini menyebabkan kaskade

efek merugikan pada fungsi sel inflamasi normal dengan melemahkan mekanisme

fagositosis dan bakterisidal serta meningkatkan pelepasan enzim proteolitik.

Selain itu, sintesis kolagen dan endapan kolagen matur dalam matriks

ekstraselular berkurang.18,38Gangguan tersebutakan mempengaruhi mekanisme

biologi yang menyebabkan efek merugikan pada jalur perbaikan selular pada kulit

dan apendiksnya. Hal inidapat diamati dalam penyembuhan luka akut pada

perokok.35,38

Tidak diragukan lagi, kelainan kulitdegeneratifadalah akibat darimerokok

dalammekanismereparatifdanperkembangandegradasiekstraselularelastin,

kolagen, dan molekulmatriks ekstraselularlainnya.35,36Hal ini semakinmenjelaskan

bahwaefek imunomodulatordan perubahanfungsi selinflamatoriakibat

merokokmempengaruhiperjalanan klinispenyakitkulit.

Penelitiandermatologimasih perludilakukan untuk menjelaskanmengapamerokok

merupakanfaktor yang memperberat beberapa penyakit, sementara tampak

mengurangiperjalanan klinisyang lain.37,38

Di seluruh dunia,prevalensipenyakit alergitelah meningkat secara

bermaknadalam beberapadekade terakhiryang mungkin memilikidua penjelasan.

Disatu sisi, adanya peningkatan kesadarandoktersertakesadaran pasien

danorangtua yang menyebabkanpeningkatanidentifikasi danpeningkatanpresentasi

kasus kepadadokter. Di sisi lain, ada kemungkinan bahwapeningkatan ini

disebabkanperubahanpaparan terhadap faktorrisiko yang diketahuidantidak

(35)

Merokokmeningkatkanproduksi sitokinproinflamasi sepertiTNF-α dan

IL-1dan menurunkankadar sitokinanti-inflamasi seperti IL-10.17Cirikhas

imunologiDKAadalahreaksi imun diperantarai sel tipe IVdimana

sel-selThelpertipe 1dansitokinterkaitadalah dominan. Halini diketahui baik

bahwamerokokmemiliki banyakefek merusak padasistem imun,

meskipunmekanisme yang tepatbelum sepenuhnya dipahami. Efekimunologi juga

bisamemainkan perandalam regulasi reaksi imun diperantarai selThelper tipe 1

sehinggamemperantaraiterjadinyaalergi kontak.15,16Merokok mungkin juga

memiliki efeknonimunologimisalnyadengan mengurangialiran darahdalam

kulityang dapatmemiliki pengaruh padareaktivitas uji tempel. Dengan demikian,

kemungkinanmekanisme yang mendasarihubungan yang diamatiantara

(36)

2.4. Kerangka Teori

Gambar 2.1 Kerangka teori

(37)

2.5. Kerangka Konsep

Gambar 2.2 Kerangka konsep

Merokok Dermatitis Kontak Alergi

 Status Merokok

 Derajat Berat

(38)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan suatu studi analitik dengan rancangan potong

lintang (cross sectional).

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan mulai bulan Oktober2014 hingga Maret 2015

yang bertempat di SMF IKKK RSUP HAM Medan.

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1. Populasi target

Pasien-pasien dengan riwayat DK.

3.3.2. Populasi terjangkau

Pasien-pasien dengan riwayat DK yang berobat keSMF IKKK RSUP

HAMsejakOktober2014 hinggaMaret 2015.

3.3.3. Sampel

Bagian dari populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan

(39)

3.3.3.1. Kriteria inklusi

1. Pasien berumur 18-65 tahun dengan riwayat DK.

2. Bersedia ikut serta dalam penelitian dengan menandatangani

informed consent.

3.3.3.2. Kriteria eksklusi

1. Pasien yang menderita flare DK.

2. Pasien yang mendapat pengobatan antihistamin sistemik (antagonis

reseptor H1, antagonis reseptor H2, antagonis leukotrien) dan

anthistamin topikal (doksepin) dalam waktu 2 minggu terakhir

sebelum penelitian.

3. Pasien yang menggunakan obat kortikosteroid topikal dan

imunosupresan topikal lain (takrolimus, pimekrolimus) pada lokasi

uji tempel dalam 2 minggu terakhir.

4. Pasien yang sedang mengkonsumsi obat kortikosteroid sistemik

dengan dosis diatas 20 mg dalam 2 minggu terakhir.

5. Pasien yang memiliki kebiasaan minum minuman beralkohol.

6. Pasien yang memiliki riwayat stigmata atopik baik pada dirinya

maupun keluarganya.

(40)

3.4. Besar Sampel

Untuk menghitung besar sampel, digunakan rumus berikut.

Rumus :

P = proporsi di populasi (0,22)

a

P = perkiraan proporsi di populasi (0,47)

a P

P0 − = beda proporsi yang bermakna ditetapkan sebesar 0,25

Maka :

Sampel untuk penelitian ini sebanyak 34 orang.

3.5. Cara Pengambilan Sampel Penelitian

Pada penelitian ini akan digunakan pengambilan sampel secara

non-randomized consecutivesampling.

3.6 Identifikasi Variabel

Variabel bebas : status merokok, derajat berat merokok

(41)

3.7. Cara Penelitian

3.7.1. Pencatatan data dasar

Pencatatan data dasar dilakukan oleh peneliti diSMF IKKK Divisi

Dermato Alergi dan Imunologi RSUP HAM Medan meliputi identitas pasien,

anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan dermatologis.Diagnosis klinis

ditegakkan oleh peneliti bersama dengan pembimbing di SMF IKKKDivisi

Dermato Alergi dan Imunologi RSUP HAM Medan.

3.7.2. Pemeriksaan uji tempel

1. Bahan alergen standar yang digunakan dalam penelitian ini adalah

alergen dari European Baseline Series Chemotechnique Diagnostics.

2. Aplikasikan sejumlah kecilantigenpada setiap chamber berurutan

dimulai darinomor satubahan standar

3.

.

Untukantigencair, diaplikasikansatu tetescairanke kertas saring yang

sudah ditempatkan di dalamchamber

4.

.

Posisi pasien duduk atau telungkup.

5. Dilakukan pembersihan pada kulit punggung bagian atas dengan

kain kasa atau jika kulit pasien berminyak dapat dibersihkan dengan

kapas alkohol, kemudian dibiarkan kering.

6. Ditempelkan IQ Ultra®chamberpada punggung dan direkat dengan

plester hipoalergenik, serta diberi tanda sesuai dengan urutan bahan

(42)

7. Pasien diijinkan pulang dengan pesan bahwa lokasi uji tempel tidak

boleh basah terkena air dan untuk berhati-hati bila sedang mandi

serta mengurangi aktivitas yang menimbulkan keringat berlebihan.

8. Pembacaan dilakukan pada jam ke 48 dan 72 (atau lebih awal jika

ada keluhan sangat gatal atau rasa terbakar pada lokasi uji tempel).

9. Intensitas reaksi dinilai dan dicatat sesuai dengan ICDRG menurut

sistem penilaian oleh Wilkinson dkk. yaitu :

- negatif

29,30

?+ reaksi meragukan

+ reaksi lemah (non vesikular)

++ reaksi kuat (edema atau vesikular)

+++ reaksi hebat (bula atau ulseratif)

NT tidak diuji

IR reaksi iritan tipe berbeda

10. Hasil tes tempel yang positif bermakna dinilai relevansinya dengan

anamnesis dan gambaran klinis. Hasil relevansi positif dianggap

sebagai penyebab (pembacaan dilakukan 15 menit setelah plester

dilepaskan).Pasien diberi catatan tentang hasil uji tempel yang positif

bermakna.

3.7.3. Pemeriksaan hubungan merokok dengan dermatitis kontak alergi

Pasien yang telah didiagnosis dengan DKA melalui pemeriksaan uji

tempel kemudian akan diberikan kuesioner mengenai kebiasaan merokoknya

(43)

hasil kuesioner tersebut pasien akan dihitung derajat berat merokok dengan indeks

Brinkman yaitu perkalian jumlah rata-rata batang rokok yang dihisap sehari

dikalikan lama merokok dalam tahun, yang dikategorikan menjadi ringan (0-200),

sedang (200-600), dan berat (>600).33Setelah itu, hubungan merokok dengan

DKA akan dihitung secara statistik.

3.8. Definisi Operasional

3.8.1. DKA adalahdermatitis kontak yang disebabkan adanya kontak kulit

dengan alergen. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan

gambaran klinis yang didukung oleh uji tempel yang hasilnya positif.

Anamnesis berupa riwayat kontak ulang dengan bahan alergen yang

dicurigai.

Gambaran klinis berupa makula eritema, edema, papul, vesikel pada

tempat kontak dengan bahan alergen, tidak berbatas tegas dan dapat

meluas ke sekitarnya.

Uji tempel adalah suatu metode yang digunakan untuk menentukan

apakah suatu bahan tertentu menyebabkan inflamasi alergi pada kulit

pasien dengan aplikasi sejumlah bahan alergen standar ke kulit selama 48

jam dan dinilai reaksi kulit pada hari ke-2 dan 3. Uji tempel dinyatakan

positif bila ditemukan intensitas reaksi +, ++, +++ pada kulit sesuai

dengan sistem ICDRG.

(44)

3.8.2. Merokok adalahkegiatan atau aktivitas menghisapasaptembakau yang

dibakar ke dalam tubuh dan menghembuskannya kembali keluar.

Merokok akan dibagi menjadi status merokok dan derajat berat merokok.

Skala ukur : ordinal

3.8.3. Status merokok adalah riwayat mengenai jumlah total rokok yang dihisap

yang diperoleh melalui kuesioner. Status merokok dibagi menjadi tidak

pernah, eks-perokok, ≤15 batang per hari, >15 batang per hari.

3.8.4. Indeks Brinkman merupakan penentuan

Skala ukur : ordinal

derajat berat merokok yaitu

perkalian jumlah rata-rata batang rokok yang dihisap sehari dikalikan

dengan lama merokok dalam tahun yang diperoleh melalui

kuesioner.Indeks Brinkman dikategorikan atasderajat ringan (0-200),

(45)

3.9. Kerangka Operasional

Gambar 3.1 Kerangka operasional

3.10. Pengolahan dan Analisis Data

Data yang didapat diolah dengan metode analisis hipotesis untuk

menentukan hubungan antara merokok dengan DKA.Analisis dilakukan dengan

menggunakan perangkat lunak pengolah data.

Untuk menganalisis hubungan antar variabel dilakukan uji statistik chi

square dengan jumlah sel tidak ada nilai ekspektasi(expected count)kurang dari 5

tidak lebih dari 25%. Bila ada, maka digunakan ujiFisher.Batas uji keamanan atau

nilai p yang digunakan dalam penelitian adalah 0,05 dengan interval kepercayaan

95%. Dikatakan bermakna jika nilai p≤0,05 dan tidak bermakna jika nilai p>0,05. Pasien riwayat DK yang berobat ke SMF IKKK RSUP HAM

Medan

Memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi

DKA (+)

Merokok (+)

Uji tempel

DKA (-)

Merokok (+)

(46)

3.11. Etika Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan sampel biologis, yang

selama pelaksanaannya tidak bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan

kode etik peneltiian biomedik.Ijin didapat dari Komisi Etika Penelitian Fakultas

(47)

BAB 4

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan terhadap 34 subjek dengan riwayat DK sejak

Oktober 2014 –Maret 2015.

4.1. Karakteristik Subjek Penelitian

Karakteristik subjek pada penelitian ini ditampilkan berdasarkan

distribusi frekuensi kelompok jenis kelamin, usia, suku, agama, pendidikan, status

pernikahan. Sedangkan karakteristik merokok terdiri dari status merokok dan

(48)

Tabel 4.1Karakteristik subjek DK penelitian

Karakteristik sosiodemografi Jumlah (n=34) Persentase (%)

Jenis kelamin

Dari tabel 4.1 tampakbahwa laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan

perempuan, yaitu laki-laki sebanyak 23 orang atau 67,6% dan perempuan

sebanyak 11 orang atau 32,4%.

Pada penelitian di Jerman yang dilakukan oleh Forsbeck pada tahun 2001

ditemukan 1141 orang dengan DK dengan perbandingan 50,4% untuk perempuan

dan lebih banyak daripada laki-laki. Demikian juga pada penelitian Basketter di

Thailand, dari 1178-2545 orang yang diikutsertakan dalam penelitiannya

(49)

Dotterud di Norwegia pada tahun 2007 ditemukan prevalensi sebesar 55,8%

perempuan dari 1236 orang subjek penelitian.23 Hasil penelitian yang dilakukan

oleh García-Gavín tentang epidemiologi DK di Spanyol pada tahun 2008

ditemukan 740 orang atau 63,7% adalah perempuan dan 421 orang atau 36,3%

adalah laki-laki, dengan perbandingan antara perempuan dan laki-laki sebesar

1,76dari 1161 pasien.40

Pada umumnya, wanitalebih seringdilakukan uji

tempelsehinggadidapatkan hasilpositifyang lebih banyak daripada pria. Selain itu,

wanita lebih peduli dan lebih takut terhadap kesehatannya sehingga lebih sering

mencari pengobatan secepatnya.20,23

Distribusi berdasarkan usia yang dibagi dalam tiga kelompok didapatkan

kelompok usia 18-34 tahun memiliki frekuensi kejadian terbanyak sebesar 13

orang atau 38,2% dengan usia termuda adalah 20 tahun sedangkan usia tertua

adalah 62 tahun.

Pada penelitian ini ditemukan prevalensi

laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan. Hal ini dapat terjadi karena subjek

yang diikutsertakan dalam penelitian sesuai dengan kriteria eksklusi dan inklusi

sehingga didapatkan prevalensi laki-laki yang lebih besar dalam penelitian ini.

Pada penelitian Wulus di Manado ditemukan kelompok usia tertinggi

25-44 tahun yaitu sebanyak 30,18%.41 Pada penelitian Fatma dan Hari tentang

analisis hubungan antara usia pekerja dengan kejadian DK pada pekerja di PT Inti

Pantja Press Industri menunjukkan bahwa 26 pekerja atau 60,5% dari 43 pekerja

yang berusia ≤30 tahun terkena DK, sedangkan di antara pekerja yang berusia >30 tahun hanya sekitar 13 orang atau 35,1% yang terkena DK.42Menurut kepustakaan

(50)

mengenai semua usia dan angka kejadian meningkat pada usia produktif. Hal ini

terkait dengan pekerjaan dan kehidupan mereka sehari-hari dimana mereka selalu

terpapar dengan bahan-bahan iritan dan alergen.

Berdasarkan tabel 4.1 didapatkansuku terbanyak adalah suku Jawa

sebesar 15 orang atau 44%.

20,29

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera

Utara pada tahun 2000 mayoritas penduduk kota Medan berasal dari suku Jawa

sebesar 33,03% dan Batak sebesar 20,93%, kemudian suku Tionghoa sebesar

10,65%, Mandailing sebesar 9,36%, Minangkabau sebesar 8,6%, Melayu sebesar

6,59%, Karo sebesar 4,10%, Aceh sebesar 2,78%, dan lain-lain sebesar 3,95%.43

Berdasarkan pendidikan didapatkan

Menurut Yuli Kusumawati (2008) tingkat pendidikan seseorang ikut

menentukan atau mempengaruhi mudah tidaknya seseorang menerima suatu

pengetahuan. Semakin tinggi pendidikan seseorang akan semakin mudah

menerima informasi tentang kesehatan.

frekuensi tertinggi adalah SLTA

sebanyak 19 orang atau 55,9% dimana dapat disimpulkan bahwa rata-rata sampel

pada penelitian ini memiliki tingkat intelektual yang cukup baik.

44

Namun, dalam penelitian Budiani di

Puskesmas Turi Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta ditemukan bahwa

pendidikan tidak berhubungan dengan DKA dan secara statistik tidak bermakna.

Demikian juga pada penelitian Mithia R dkk.di Makassar yang menyatakan

bahwa tidak ada hubungan pengetahuan dengan kejadian DK di Rumah Tahanan

Kelas I Makassar. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa tingkat

pengetahuan yang cukup baik tidak akan menjamin seseorang terhindar dari

(51)

Perilakulah yang kemudian menjadi pencetus seseorang berperilaku sehat ataupun

tidak.

Tabel 4.2Karakteristik merokok subjek penelitian 45

Karakteristik Jumlah (n=34) Persentase (%)

Status merokok Derajat berat merokok

Ringan

Distribusi frekuensi status merokok terbanyak adalah ≤15 batang/hari sebanyak 21 orang atau 61,8% yang diikuti tidak pernah merokok sebanyak 13

orang atau 38,2%.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Linneberg, dkk. ditemukan bahwa

alergi kontak terjadi pada status merokok ≤15 batang/hari dan eks -perokok dengan prevalensi yang sama yaitu sebesar 19,7% yang diikuti status merokok

>15 batang/hari sebesar 17,9% dan tidak pernah sebesar 13,6%.16

Dari tabel 4.2 tampak bahwa frekuensi derajat ringan merokok sebanyak

26 orang atau 76,5%, kemudian derajat sedang delapan orang atau 23,5%, dan

tidak ada yang memiliki derajat berat.

Dalam penelitian

ini hanya didapatkan status merokok yang tidak pernah dan ≤15 batang/hari sedangkan untuk status merokok eks-perokok dan >15 batang/hari tidak dijumpai

dalam sampel penelitian. Hal ini menjadi keterbatasan penelitian sehingga tidak

dapat melihat bagaimana prevalensi alergi kontak pada masing-masing status

(52)

Hasil penelitian Thyssen JP dkk. menunjukkan bahwa sensitisasi nikel

dihubungkan secara signifikan dengan merokok tembakau dengan hubungan yang

tergantung dosis dan tidak tergantung jenis kelamin.15 Pada penelitian ini hanya

didapatkan status merokok yang tidak pernah dan ≤15 batang/hari sehingga

derajat berat merokok yang paling banyak diperoleh adalah derajat ringan diikuti

oleh derajat sedang.

4.2. Alergen Penyebab Dermatitis Kontak Alergi

(53)

Tabel 4.3Alergen penyebab dermatitis kontak alergi

No Alergen standar

Hasil uji tempel

Total

5. Cobalt(II)chloride hexahydrate 28 (82,4) 6 (17,6) 34 (100,0)

6. Benzocaine 32 (94,1) 2 (5,8) 34 (100,0)

7. Nickel(II)sulfate hexahydrate 25 (73,5) 9 (26,4) 34 (100,0)

8. Clioquinol 34 (100,0) 0 34 (100,0)

16. 4-tert-Butylphenolformaldehyde

resin (PTBP) 32 (94,1) 2 (5,8) 34 (100,0)

17. 2-Mercaptobenzothiazole (MBT) 34 (100,0) 0 34 (100,0)

18. Formaldehyde 34 (100,0) 0 34 (100,0)

23. Methylisothiazolinone +

Methylchloroisothiazolinone 34 (100,0) 0 34 (100,0)

24. Budesonide 34 (100,0) 0 34 (100,0)

25. Tixocortol-21-pivalate 34 (100,0) 0 34 (100,0)

26. Methyldibromoglutaronitrile 34 (100,0) 0 34 (100,0)

27. Fragrance mix II 34 (100,0) 0 34 (100,0)

28. Lyral 34 (100,0) 0 34 (100,0)

Berdasarkan tabel 4.3 di atas didapatkan bahwa lima alergen yang

(54)

sebanyak 9 orang atau 26,4%, kobalt klorida sebanyak 6 orang atau 17,6%,

potassiumdichromate sebanyak 5 orang atau 14,7%, myroxylon pereirae

resinsebanyak 2 orangatau 5,8%, dan fragrance mix I sebanyak 2orangatau 5,8%.

Hal ini sesuai dengan penelitian García-Gavín dkk.di Spanyolyang

menemukan lima alergen penyebab DKA paling sering adalah nikel sulfat sebesar

25,88%, potassiumdichromatesebesar 5,31%, kobalt klorida sebesar 5,10%,

fragrance mixsebesar 4,64%, dan balsam Peru sebesar 4,44%. Nikel merupakan

alergen yang paling sering dengan frekuensi sensitisasi 25,88% (CI 95%,

23,35-28,41%).40 Kobalt klorida merupakan alergen kedua paling sering terjadi pada

wanita, kemungkinan disebabkan oleh sensitisasi melalui pemakaian perhiasan,

lingkungan pekerjaan, sensitisasi melalui produk kebersihan dan rambut,

produk-produk yang digunakan dalam industri tekstil, atau kulit.7,40

Dalam penelitian ini didapatkan hasil positif terhadap Myroxylon

pereirae resin (balsam Peru) dan fragrance mix masing-masing sebanyak 2 orang

atau 5,8%.Fragrance mixes dan balsam Peru dalam penelitian García-Gavín, dkk.

di Spanyol merupakan penyebab peringkat keempat dan kelima, dengan

persentase sekitar 4,5% yang sesuai dengan studi yang dipublikasikan oleh rumah

sakit di Spanyol. Prevalensi ini terjadi samaantara laki-laki dan perempuan

sehingga menunjukkan fragrance terdapat dimana-mana saat ini yang tidak hanya

terdapat dalam parfum tetapi juga dalam setiap jenis produk industri seperti sabun,

deterjen, dan cat.40

Selain itu, juga ditemukan reaksi positif terhadap benzokain pada 2 orang

atau 5,8%.Anestesi lokal dari derivat –kain digunakan secara luas terutama dalam

(55)

digunakan untuk pruritus ani, hemoroid dan gigitan serangga, lotion untuk luka

bakar, dan tetes mata dan telinga anestesi.Pada penelitian Ana,dkk. diperoleh

bahwa dari 112 pasien atau 4,1% yang diperiksa setidaknya terdapat satu reaksi

alergi terhadap anestesi lokal, dengan prevalensi reaksi terhadap benzokain

sebesar 22,5% dan sebagian besar atau 44% tidak berhubungan atau terjadi akibat

reaksi silang dengan senyawa para.46

Dari tabel 4.3 didapatkan 1 orang atau 2,9% positif terhadap PPD. Selain

itu juga dijumpai 1 orang atau 2,9% bereaksi positif terhadap

N-Isopropyl-N-phenyl-4-phenylenediamine (IPPD). Dalam penelitian García-Gavín, PPD adalah

alergen peringkat ketiga pada wanita, dengan frekuensi 5,03% (CI 95%,

3,43%-6,64%).40 PPD terdapat pada pewarna rambut yang merupakan prekursor umum di

dalam produk pewarna rambut oksidatif. IPPD merupakan turunan dari PPD yang

juga terdapat dalam pewarna rambut.47

Gambar 4.1 Frekuensi alergen penyebab dermatitis kontak alergi 0

1 2 3 4 5 6

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10111213141516171819202122232425262728

Ju

m

lah

Alergen

18-34

35-49

(56)

Dari gambar 4.1 tampak bahwa alergen penyebab DKA paling banyak

pada kelompok usia 18-34 tahun adalah nikel sulfat, yang disusul kobalt klorida,

potassiumdichromate, dan myroxylon pereirae resin. Alergen penyebab pada

kelompok usia 35-49 tahun adalah nikel sulfat, kobalt klorida,

potassiumdichromate, benzokain, PTBP. Pada kelompok usia 50-65 tahun alergen

penyebab adalah potassium

Faktor penting yang meningkatkan induksi DKA dalam kelompok usia

dewasa muda (15-40 tahun) adalah pekerjaan, misalnya pekerjaan industri,

katering, dan pertanian. Penyebab lain adalah pakaian, memakai kosmetik dan

faktor lingkungan lain.

dichromate, nikel sulfat, fragrance mix I, PPD,

thiuram mix, kobalt klorida, benzokain, IPPD, PTBP,

2-Methoxy-6-n-pentyl-4-benzoquinone.

Kelompok usia yang berbeda memiliki pekerjaan tertentu dan

kesempatan paparan terhadap alergen kontak yang juga berbeda. Resistensi

terhadap dermatitis kontak okupasional menurun seiring usia sehingga risiko

dermatitis kontak okupasional meningkat secara progresif dengan usia.

48

48,49

Sugai,

dkk. yang memeriksa sensitivitas kontak terhadap alergen standar yang terdapat

dalam lingkungan sehari-hari (kromat, kobalt, nikel dan formaldehid) mengamati

penurunan pada dekade ke-4.48

Hubungan antara status merokok dengan kejadian DKA dapat dilihat

pada tabel 4.4

(57)

Tabel 4.4Hubungan antara status merokok dengan kejadian DKA DKA (+) DKA (-)

Nilai p*

n % n %

Status merokok Tidak pernah

≤15 batang/hari

6

13

31,6

68,4

7

8

46,7

53,3 0,369

Total 19 100,0 15 100,0

*Chi-Square

Berdasarkan tabel 4.4 diperoleh nilai signifikansi p 0,369 dengan

menggunakan uji Chi-Square pada hubungan antara status merokok dengan

kejadian DKA. Oleh karena p>0,05 maka tidak ada hubungan yang bermakna

antara status merokok dengan kejadian DKA.

Dari tabel 4.4 terlihat bahwa pada status merokok tidak pernah merokok

didapatkan sebesar 7 orang atau 20,6% yang tidak memiliki DKA dan 6 orang

atau 17,6% yang memiliki DKA. Sedangkan status merokok ≤15 batang/hari

diperoleh sebesar 8 orang atau 23,5% yang tidak memiliki DKA dan 13 orang

atau 38,2% yang memiliki DKA. Hal ini menunjukkan bahwa dalam kejadian

DKA bukan hanya ditentukan oleh jumlah rokok yang dihisap setiap harinya,

tetapi juga ditentukan oleh lamanya waktu merokok, jenis rokok yang digunakan,

(58)

Tabel 4.5Frekuensi jenis kelamin berdasarkan status merokok Status merokok

Tidak pernah ≤15 batang/hari

n % n %

Jenis kelamin Laki-laki

Perempuan

Pada penelitian ini ditemukan sebanyak 3 orang atau 8,8% laki-laki

dengan status merokok tidak pernah dan sebanyak 20 orang atau 58,8% yang

merokok ≤15 batang/hari. Pada status merokok tidak pernah ditemukan sebesar 10

orang perempuan atau 29,4% dan yang merokok ≤15 batang/hari ada 1 orang atau 2,9% perempuan. Hal ini berbeda dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan

oleh Allan dkk di Kopenhagen, Denmark yang ditemukan prevalensi merokok

adalah sama antara laki-laki dan perempuan, tetapi merokok berat (>15

batang/hari) lebih sering terdapat pada laki-laki. Dalam penelitian tersebut

ditemukan tidak ada interaksi yang signifikan secara statistik antara merokok dan

jenis kelamin. Dengan demikian, efek merokok pada prevalensi alergi kontak

adalah sama antara laki-laki dan perempuan, dan tidak ada hubungan yang

signifikan secara statistik antara merokok dan usia.16

4.4. Hubungan antara Derajat Berat Merokok dengan Kejadian DKA

Pada frekuensi derajat berat merokok diperoleh pasien dengan DKA

sebanyak 11 orang atau 32,4% pada derajat ringan dan 8 orang atau 23,5% dengan

DKA pada derajat sedang. Sedangkan yang tidak memiliki DKA sebanyak 15

(59)

Penelitian Linneberg menemukan hubungan dosis-respon positif antara

merokok dan alergi kontak. Efek merokok tidak tergantung pada determinan

alergi kontak seperti jenis kelamin dan usia.16

Tabel 4.6Hubungan antara derajat berat merokok dengan kejadian DKA DKA (+)

Nilai p* DKA (-)

n % n %

Derajat berat merokok Ringan Sedang

Dari tabel 4.6diperoleh nilai signifikansi p 0,004.Dengan adanya nilai

p≤0,005 maka ada hubungan yang bermakna antara derajat berat merokok dengan kejadian DKA.

Hal ini sesuai dengan penelitian di Denmark pada 1.056 partisipan yang

menemukan hubungan yang kuat antara merokok dan alergi kontak. Pada

penelitian tersebut diperoleh frekuensi alergi kontak sebanyak 13,6% pada status

merokok tidak pernah, sebanyak 19,7% dengan status merokok sebelumnya,

sebanyak 19,7% pada status merokok ≤15 gram/hari, dan sebanyak 17,9% pada

status merokok >15 gram/hari.16 Sedangkan penelitian di Norwegia dengan 1.236

partisipan dewasa hanya menemukan hubungan yang lemah antara merokok dan

DKA pada subjek wanita yang diteliti.50Demikian jugapada penelitian yang

dilakukan pada 520 laki-laki Swedia muda yang menjalankan pelatihan wajb

Gambar

Gambar Uji Tempel dan Hasil Pembacaan ………………………....  73
Gambar 2.1 Kerangka teori
Gambar 2.2 Kerangka konsep
Gambar 3.1 Kerangka operasional
+7

Referensi

Dokumen terkait

If you are using an older version of Packet Tracer and encounter an issue, please download and install Packet Tracer 7.1.. Most known issues in older versions of Packet Tracer

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Melnyk (2004) dalam penerapan COPE menunjukkan bahwa pengetahuan yang baik mengenai penyakit anak dan perilaku yang dialami anak

Jumlah kejadian rupture perineum pada ibu bersalin normal di Puskesmas Tegalrejo Yogyakarta 2015 dalam penelitian ini sebanyak 95 orang sebagian besar terjadi pada rupture

“Website merupakan sebuah kumpulan halaman-halaman web beserta file- file pendukungnya, seperti file gambar, video, dan file digital lainnya yang disimpan pada sebuah web

Hasil dari penelitian ini bahwa keberadaan atau kegiatan yang dilakukan oleh LSM A New Vision mendapat respon positif dan antusias yang tinggi dari masyarakat.. A

Pada saat dilakukan uji konsolidasi pada tanah tersebut, suatu pemampatan yang kecil (perubahan angka pori yang kecil) akan terjadi bila beban total yang diberikan pada saat

yang dihasilkan dari pengolahan dengan metode PPP (32.68 cm dari data 10 bulan) dan diferensial (34.21 cm dari data 10 bulan) merupakan vektor pergeseran yang dipengaruhi juga

Nilai Precipitable water vapor (PWV) bulan juli Tahun 2015 yang diperoleh dari pengolahan data GPS untuk masing-masing stasiun mencapai nilai terendah dengan kisaran 23.39-26.45