PENGGUNAAN MINYAK WIJEN (
Oleum sesami
)
SEBAGAI PELEMBAB KULIT DALAM
SEDIAAN KRIM
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PENGGUNAAN MINYAK WIJEN (
Oleum sesami
)
SEBAGAI PELEMBAB KULIT DALAM
SEDIAAN KRIM
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PENGESAHAN SKRIPSI
PENGGUNAAN MINYAK WIJEN (
Oleum sesami
)
SEBAGAI PELEMBAB KULIT DALAM
SEDIAAN KRIM
OLEH:
GUSMELY SIREGAR
NIM 121524115
Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
Pada Tanggal: 11 November 2015
Disetujui oleh,
Pembimbing I, Panitia Penguji,
Prof. Dr. UripHarahap, Apt Prof. SumadioHadisahputra, Apt.
NIP 195301011983031004 NIP 1 11281983031002
Medan, Desember 2015
Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si.,Apt. NIP 195807101986012001
Pembimbing II,
Dra. Lely Sari Lubis, M.Si., Apt.
NIP 195404121987012001 Dr. Anayanti Arianto, M.Si., Apt. NIP 195306251986012001
Drs. Suryanto, M.Si., Apt. NIP 196106191991031001
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala limpahan
berkat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian
dan penyusunan skripsi ini serta shalawat beriring salam untuk Rasulullah
Muhammad SAW sebagai suri tauladan dalam kehidupan. Skripsi ini disusun
untuk melengkapi salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Farmasi pada
Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, dengan judul “Penggunaan Minyak
Wijen (Oleum sesami) Sebagai Pelembab Kulit Dalam Sediaan Krim.
Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada IbuDra. Fat Aminah, M.Sc., Apt., dan
IbuDra. Lely Sari Lubis, M.Si., Apt.,selaku dosen pembimbing yang telah banyak
memberikan bimbingan, arahan, dan bantuan selama masa penelitian hingga
selesainya penyusunan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
Ibu Dr. Masfria, M.S.,Apt selaku Pejabat Dekan Fakultas Farmasi Universitas
Sumatera Utara, yang telah memberikan bantuan dan fasilitas sehingga penulis
dapat menyelesaikan pendidikan. Penulis juga menyampaikan ucapan terima
kasih kepada Ibu Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt., IbuDra. Anayanti Arianto,
M.Si., Apt., danBapak Drs. Suryanto, M.Si., Apt., selaku dosen penguji yang telah
memberikan kritik, saran dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi
ini serta Bapak Drs. Syahrial Yonoes, SU., Apt., selaku penasehat akademik yang
selalu memberikan bimbingan kepada penulis selama perkuliahan.
Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tiada terhingga
maupun non materi. AdikkuEvitamala Siregar, Panindoan Siregar, Fahrizal
Siregar, bang Anri Panasehat Siregar danseluruhkeluarga yang turut membantu,
mendoakandanmemberikansemangat selama penulis melakukan
penelitian.Penulisjugamengucapkanterimakasihkepada sahabat-sahabat dan para
sukarelawan yang telahmemberikanbantuandansemangattakterhingga dan
kebersamaannya selama ini, serta seluruh pihak yang telah ikut membantu
penulis.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih
jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis menerima kritik dan saran demi
kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat
memberi manfaat bagi kita semua.
Medan, Desember 2015 Penulis,
Gusmely Siregar NIM 121524115
SEBAGAI PELEMBAB KULIT DALAM SEDIAAN KRIM
ABSTRAK
Latar Belakang: Minyak wijen (Oleum sesami) merupakan minyak nabati yang diperoleh dengan pemerasan biji-biji sesami. Minyak wijen kaya akan asam lemak seperti asam oleat, asam linoleat, palmitat dan asam stearat. Selain itu minyak wijen memiliki kandungan protein, serat, kalsium, vitamin B, dan vitamin E.
Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah untuk membuat sediaan krim dengan menggunakan minyak wijen sebagai pelembab, mengetahui kemampuan krim minyak wijen mengurangi penguapan air dari kulit dan mengetahui sediaan krim tidak menyebabkan iritasi.
Metode Penelitian:Pada penelitian ini, krim pelembab mengandung asam stearat sebagai basis krim dan penambahan minyak wijen dengan konsentrasi 2,5%, 5%, 7,5%, 10%, gliserin 2% dan blanko. Pengujian kemampuan sediaan menggunakan alat skin analyzer untuk meningkatkan kelembaban kulit dengan menggunakan 10 orang sukarelawan. Beberapa pengujiannya yaitu uji homogenitas, penentuan tipe emulsi, pH, uji iritasi terhadap kulit dan pengamatan stabilitas secara visual selama 12 minggu pada suhu kamar dengan mengamati bau, warna, dan pecah atau tidaknya emulsi dari sediaan.
Hasil: Hasil uji homogenitas menunjukkkan bahwa sediaan krim yang dihasilkan homogen, tipe emulsi minyak dalam air, memiliki pH 5,16-5,87, stabil dalam penyimpanan 12 minggu, tidak mengiritasi kulit, dan memiliki kemampuan meningkatkan kelembaban kulit dengan rata-rata persentasenya yaitu F0 (Blanko): 7,59%, F1 (minyak wijen 2,5%): 19,06%, F2 (minyak wijen 5%): 25,28%, F3 (minyak wijen 7,5%): 30,89%, F4 (minyak wijen 10%): 39,89%, F5 (gliserin 2%): 24,98%, dimana semakin tinggi konsentrasi minyak wijen yang ditambahkan pada sediaan krim, maka semakin tinggi pula kemampuannya meningkatkan kelembaban kulit.
Kesimpulan: Kesimpulan dari penelitian ini adalah minyak wijen dapat diformulasikan dalan sediaan krim pelembab serta mampu meningkatkan kelembaban kulit hingga 39,89% yaitu formula F4 (minyak wijen 10%).
Kata kunci: minyak wijen, krim, pelembab,kulit
MOISTURIZER IN CREAM PREPARATION
ABSTRACT
Backgroud: Sesami oil is vegetable oil that is obtained by extortion sesami seeds. Sesami oil is rich in fatty acids such as oleic acid, linoleic acid, palmitic and stearic acid. In addition, sesame oil contains protein, fiber, calcium, vitamin B, and vitamin E.
Purpose: The aim of this study was to prepare cream by using sesami oil as moisturizing agent, to know the ability sesami oil cream reducing in water evaporation from the skin and causing no irritation.
Methods: In thisstudy, moisturizer cream containing stearic acid as cream bases and the addition of sesami oil by using concentration was 2.5%, 5%, 7.5%, 10%, glycerin 2% and blank. Evaluating the ability of preparation by using Skin Analyzer was to increase the moisture of skin by using 10 volunteers. Some of the evaluating parameters were homogenity test, determining emulsion type, pH, irritation test on skin and evaluating the odor, colour, and emulsion breakage.
Results: The result of the homogenity test showed that all of the moisturizing cream preparations were homogenous, oil in water emulsion type, pH of 5.16-5.87, stable in storage for 12 weeks, didn’t irritate skin, and able to improve skin moisture, with the average percentage was F0 (blank):7.59%, F1 (sasami oil 2.5%): 19.06, F2 (sesami oil 5%): 25.28%, F3 (sesami oil 7.5%): 30.89%, F4 (sesami oil 10%): 39.89%, F5 (glycerin 2%): 24.98%, where the higher concentration of sesami oil were added into cream, the greater the ability of cream to improve skin moisture.
Conclusions: The conclusions of this study is sesame oil could be formulated in moisturizer cream preparation and able to increase skin moisture up to 39.89% which is formula F4.
Keywords : Sesame oil, cream, mousturizing, skin
Halaman
2.1.4 Faktor yang menyebabkan dehidrasi kulit ... 10
2.1.5 Alasan kulit dilembabkan ... 11
2.3 Kosmetik ... 14
2.3.1 Defenisi kosmetik ... 14
2.3.2 Tujuan penggunaan kosmetik ... 14
2.3.3 Kosmetika pelembab ... 15
2.4 Bahan-Bahan Sediaan Krim Pelembab ... 17
2.5 Uraian Tanaman Wijen ... 18
3.4.3 Pemeriksaanterhadapsediaan ... 23
3.4.3.1Pemeriksaanhomogenitassediaan ... 23
3.4.3.2Penentuantipeemulsisediaan ... 23
3.4.3.3Pengukuran pH sediaan ... 23
3.4.3.4Penentuanstabilitassediaan ... 24
3.4.3.6Penentuan sediaan untuk meningkatkan
kelembababan kulit ... 24
BAB IV HASIL DANPEMBAHASAN ... 26
4.1Identifikasi Sampel ... 26
4.2 Penentuan Mutu Fisik Sediaan ... 26
4.2.1 Pemeriksaan homogenitas ... 26
4.2.2 Penentuan tipe emulsi pada sediaan krim ... 27
4.2.3 Penentuan pH sediaan ... 28
4.2.4 Pengamatan stabilitas sediaan ... 29
4.2.5 Uji iritasi terhadap sukarelawan ... 31
4.2.6 Penentuan kemampuan sediaan untuk meningkatkan kelembaban kulit ... 32
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 36
5.1 Kesimpulan ... 36
5.2 Saran ... 36
DAFTAR PUSTAKA ... 37
LAMPIRAN ... 39
Tabel Halaman
3.1 Formula sediaan krim yang dibuat ... 22
4.1 Data hasil penentuan tipe emulsi sediaan ... 27
4.2 Data pengukuran pH sediaan krim pada saat selesai dibuat ... 28
4.3 Data pengukuran pH sediaan krim setelah penyimpanan selama
12 minggu ... 28
4.4 Data pengamatan terhadap terhadap kestabilan sediaan krim saat
selesai dibuat dan setelah 1, 4, 8 dan 12 minggu ... 30
4.5 Data hasil uji iritasi sediaan terhadap sukarelawan pada 24 dan
48 jam ... 31
4.6 Data kelembaban kulit sebelum penggunaan krim m/a dan setelah penggunaan krim m/a pada minggu ke 1,2,3, dan 4 . ... 32
4.7 Data peningkatan persentase kelembaban krim m/a ... 33
Gambar Halaman
4.1 Grafik persentase peningkatan kadar air setelah pemberian krim
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Hasil analisis kandungan asam lemak minyak wijen ... 39
2. Surat pernyataan sukarelawan ... 40
3. Hasil pengukuran menggunakan moisture cheker (kadar air) . 41
4. Gambar pohon, biji, dan minyak wijen ... 51
5. Gambar sediaan krim setelah dibuat dan setelah12minggu ... 52
6. Gambar alat untuk menguji kelembaban (moisture cheker)
dan pHmeter Hanna ... 53
7. Foto sebelum dan sesudah pemakaian krim ... 54
8. Gambar uji homogenitas dan tipe emulsi dengan pewarnaan metilen biru ... 57
SEBAGAI PELEMBAB KULIT DALAM SEDIAAN KRIM
ABSTRAK
Latar Belakang: Minyak wijen (Oleum sesami) merupakan minyak nabati yang diperoleh dengan pemerasan biji-biji sesami. Minyak wijen kaya akan asam lemak seperti asam oleat, asam linoleat, palmitat dan asam stearat. Selain itu minyak wijen memiliki kandungan protein, serat, kalsium, vitamin B, dan vitamin E.
Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah untuk membuat sediaan krim dengan menggunakan minyak wijen sebagai pelembab, mengetahui kemampuan krim minyak wijen mengurangi penguapan air dari kulit dan mengetahui sediaan krim tidak menyebabkan iritasi.
Metode Penelitian:Pada penelitian ini, krim pelembab mengandung asam stearat sebagai basis krim dan penambahan minyak wijen dengan konsentrasi 2,5%, 5%, 7,5%, 10%, gliserin 2% dan blanko. Pengujian kemampuan sediaan menggunakan alat skin analyzer untuk meningkatkan kelembaban kulit dengan menggunakan 10 orang sukarelawan. Beberapa pengujiannya yaitu uji homogenitas, penentuan tipe emulsi, pH, uji iritasi terhadap kulit dan pengamatan stabilitas secara visual selama 12 minggu pada suhu kamar dengan mengamati bau, warna, dan pecah atau tidaknya emulsi dari sediaan.
Hasil: Hasil uji homogenitas menunjukkkan bahwa sediaan krim yang dihasilkan homogen, tipe emulsi minyak dalam air, memiliki pH 5,16-5,87, stabil dalam penyimpanan 12 minggu, tidak mengiritasi kulit, dan memiliki kemampuan meningkatkan kelembaban kulit dengan rata-rata persentasenya yaitu F0 (Blanko): 7,59%, F1 (minyak wijen 2,5%): 19,06%, F2 (minyak wijen 5%): 25,28%, F3 (minyak wijen 7,5%): 30,89%, F4 (minyak wijen 10%): 39,89%, F5 (gliserin 2%): 24,98%, dimana semakin tinggi konsentrasi minyak wijen yang ditambahkan pada sediaan krim, maka semakin tinggi pula kemampuannya meningkatkan kelembaban kulit.
Kesimpulan: Kesimpulan dari penelitian ini adalah minyak wijen dapat diformulasikan dalan sediaan krim pelembab serta mampu meningkatkan kelembaban kulit hingga 39,89% yaitu formula F4 (minyak wijen 10%).
Kata kunci: minyak wijen, krim, pelembab,kulit
MOISTURIZER IN CREAM PREPARATION
ABSTRACT
Backgroud: Sesami oil is vegetable oil that is obtained by extortion sesami seeds. Sesami oil is rich in fatty acids such as oleic acid, linoleic acid, palmitic and stearic acid. In addition, sesame oil contains protein, fiber, calcium, vitamin B, and vitamin E.
Purpose: The aim of this study was to prepare cream by using sesami oil as moisturizing agent, to know the ability sesami oil cream reducing in water evaporation from the skin and causing no irritation.
Methods: In thisstudy, moisturizer cream containing stearic acid as cream bases and the addition of sesami oil by using concentration was 2.5%, 5%, 7.5%, 10%, glycerin 2% and blank. Evaluating the ability of preparation by using Skin Analyzer was to increase the moisture of skin by using 10 volunteers. Some of the evaluating parameters were homogenity test, determining emulsion type, pH, irritation test on skin and evaluating the odor, colour, and emulsion breakage.
Results: The result of the homogenity test showed that all of the moisturizing cream preparations were homogenous, oil in water emulsion type, pH of 5.16-5.87, stable in storage for 12 weeks, didn’t irritate skin, and able to improve skin moisture, with the average percentage was F0 (blank):7.59%, F1 (sasami oil 2.5%): 19.06, F2 (sesami oil 5%): 25.28%, F3 (sesami oil 7.5%): 30.89%, F4 (sesami oil 10%): 39.89%, F5 (glycerin 2%): 24.98%, where the higher concentration of sesami oil were added into cream, the greater the ability of cream to improve skin moisture.
Conclusions: The conclusions of this study is sesame oil could be formulated in moisturizer cream preparation and able to increase skin moisture up to 39.89% which is formula F4.
Keywords : Sesame oil, cream, mousturizing, skin
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kosmetik berasal dari kata kosmetikos (Yunani) yang berarti
keterampilanmenghias, dan mengatur.Kosmetik adalah campuran bahan yang
diaplikasikan pada anggota tubuh bagian luar seperti epidermis kulit, kuku,
rambut, bibir, gigi, dan sebagainya dengan tujuan untuk menambah daya tarik,
melindungi, memperbaiki, sehingga penampilannya lebih cantik dari semula
(Muliyawan dan Suriana, 2013).
Adapun tujuan utama penggunaan kosmetik pada masyarakat adalah untuk
kebersihan pribadi,meningkatkan daya tarik melalui make-up, meningkatkan rasa
percaya diri, melindungi kulit dan rambut dari kerusakan sinar UV(Mitsui, 1997).
Kulit merupakan “selimut” yang menutupi permukaan tubuh dan memiliki
fungsi utama sebagai pelindung dari berbagai macam gangguan dan rangsangan
luar. Fungsi perlindungan ini terjadi melalui sejumlah mekanisme biologis, seperti
pembentukan lapisan tanduk secara terus-menerus, respirasi dan pengaturan suhu
tubuh, produksi sebum dan keringat, dan pembentukan pigmen melanin
untukmelindungi dari bahaya sinar ultraviolet matahari, sebagai perasa dan
peraba, serta pertahanan terhadap tekanan dan infeksi dari luar (Tranggono dan
Latifah, 2007).
Perawatan kulit penting untuk melindungi kulit dari kerusakan dan
penuaan dini.Salah satu perawatan kulit adalah melindungi kulit dari dehidrasi.
melindungi kulit dari dehidrasi, kulit pun tampak lembut, segar, dan cerah
(Muliyawan dan Suriana, 2013).
Kosmetika pelembab perlu digunakan terutama pada kulit kering atau kulit
normal yang cenderung kering terutama jika si pamakai akan lama berada didalam
lingkungan yang mengeringkan kulit, misalnya ruangan ber-AC. Secara alamiah
kulit memiliki lapisan lemak tipis di permukaannya, yang antara lain terdiri atas
produksi kelenjar minyak kulit. Pembentukan lapisan lemak tersebut terutama
untuk melindungi kulit dari kelebihan penguapan air yang akan menyebabkan
dehidrasi kulit (Tranggono dan Latifah, 2007).
Menggunakan produk pelembab seperti krim pelembab adalah salah satu
cara termudah untuk menjaga kelembaban kulit.Pelembab mampu menjaga
kelembaban kulit karena krim pelembab mengandung bahan yang mampu
menahan air di jaringan kulit terutama epidermis.Salah satu penyusun dari krim
pelembab adalah gliserin tetapi kurang disukai dan terasa panas di kulit makanya
diganti dengan minyak tumbuhan karena dinilai lebih mudah bercampur dengan
lemak kulit dan lebih mampu menembus sel-sel kulit (Muliyawan dan Suriana,
2013).
Minyak wijen adalah minyak lemak yang diperoleh dengan pemerasan
biji-biji sesami, berupa cairan yang warnanya kuning pucat, berbau lemah, dan
rasa tawar. Umumnya biji wijen berisi sekitar 47% minyak lemak. Kandungan
dari minyak wijen ini adalah minyak nabati, protein, serat, kalsium, vitamin B,
dan vitamin E. Manfaat dari wijen ini antara lain untuk industri farmasi, kosmetik,
obat-obatan, pembuatan makanan dan minyak goreng.Minyak wijen memiliki 2
kosmetik karena sifat antioksidan yang dimilikinya (Suparni dan Wulandari,
2012).
Beberapa keuntungan dari minyak wijen seperti melembabkan kulit
karena adanya kandungan vit E, asam linoleat, asam stearat, dan asam palmitat,
sebagai tabir surya alami dikarenakan mengandung vit E yang berfungsi sebagai
antioksidan baik dan memperlambat penuaan kulit (Ambikar,et al., 2014).
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk memformulasikan
minyak wijen sebagai bahan pelembab dalam sediaan krim.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka perumusan masalah pada
penelitian ini adalah :
a. Apakah minyak wijendapat diformulasikan dalam sediaan krim pelembab?
b. Apakah minyak wijen dalam sediaan krim mampu mengurangi penguapan
air dari kulit?
c. Apakah sediaan krim minyak wijen tidak menyebabkan iritasi?
1.3 Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka hipotesis pada penelitian ini
adalah :
a. Minyak wijendapat diformulasikan dalam sediaan krim pelembab.
b. Minyak wijendalam bentuk sediaan krim pelembab mampu mengurangi
penguapan air dari kulit.
c. Sediaan krim minyak wijen tidak menyebabkan iritasi.
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
a. Untuk membuat sediaan krim dengan menggunakan minyak wijen sebagai
pelembab.
b. Untuk mengetahui seberapa besar kemampuan minyak wijendalam bentuk
sediaan krimmampu mengurangi penguapan air dari kulit.
c. Untuk mengetahui sediaan krim minyak wijen tidak menyebabkan iritasi.
1.5 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil guna
minyak wijenyaitu tidak hanya sebagai bahan konsumsi tetapi juga sebagai bahan
kosmetik, yaitu sebagai bahan pelembab kulit dalam sediaan krim.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kulit
Kulit merupakan lapisan terluar dari tubuh manusia sehingga menjadi
bagian yang bersentuhan langsung dengan lingkungan, Fungsi utama kulit adalah
sebagai pelindung. Fungsi perlindungan ini terjadi seperti pelepasan sel-sel yang
sudah mati, respirasi dan pengaturan suhu tubuh, produksi sebum dan keringat,
dan pembentukan pigmen melanin untuk melindungi kulit dari bahaya sinar
ultraviolet, sebagai perasa dan peraba (Muliyawan dan Suriana, 2013).Luas kulit
orang dewasa sekitar 1,5m2 dengan berat kira-kira 15% berat badan.Kulit
merupakan organ yang merupakan cermin kesehatan(Wasitaatmadja, 1997).
2.1.1 Struktur kulit
Kulit terbagi atas3 lapisan utama:
1. Epidermis (kulit ari) sebagai lapisan yang paling luar
Para ahli histologi membagi epidermis dari bagian terluar hingga ke dalam
menjadi 5 lapisan yaitu:
a. Lapisan tanduk (stratum corneum)
Lapisan tanduk sebagai lapisan yang paling atas, terdiri atas beberapa
lapisan sel yang pipih, mati, tidak memiliki inti, tidak mengalami proses
metabolisme, tidak berwarna, dan sangat sedikit mengandung air. Lapisan ini
sebagian besar terdiri atas keratin, jenis protein yang tidak larut air, dan sangat
resisten terhadap bahan-bahan kimia.Hal ini berkaitan dengan fungsi kulit untuk
memproteksi tubuh dari pengaruh luar. Secara alami, sel-sel yang sudah mati
corneum dilapisi oleh suatu pelindung lembab tipis yang bersifat asam, disebut
mantel asam kulit.
b. Lapisan jernih (stratum lucidum) disebut juga “lapisan barrier”
Terletak tepat dibawah stratum corneum, merupakan lapisan yang tipis,
jernih, mengandung eleidin, sangat tampak jelas pada telapak tangan dan telapak
kaki.Antara stratum lucidum dan stratum granulosum terdapat lapisan keratin tipis
yang disebut rein’s barrier yang tidak bisa ditembus (immpermeabel).
c. Lapisan berbutir-butir (stratum granulosum)
Tersusun oleh sel-sel keratinosit yang berbentuk polygonal, berbutir kasar,
berinti mengkerut. Stoughton menemukan bahwa didalam butir keratohyalin itu
terdapat bahan logam, khususnya tembaga yang menjadi katalisator.
d. Lapisan malphigi (stratum spinosum) yang selnya seperti berduri
Memiliki sel yang berbentuk kubus dan seperti berduri.Intinya besar dan
oval.Setiap sel berisi filamen-filamen kecil yang terdiri atas serabut protein,
Cairan limfe masih ditemukan mengitari sel-sel dalam lapisan malphigi ini.
e. Lapisan basal(stratum germinativum)
Lapisan ini hanya tersusun oleh satu lapis sel-sel basal. Adalah lapisan
terbawah epidermis.Di dalam stratum germinativum juga terdapat sel-sel
melanosit, yaitu sel-sel yang tidak mengalami keratinasi dan fungsinya hanya
membentuk pigmen melanin dan memberikannya kepada sel-sel keratinosit
melalui denrit-denritnya.
2. Dermis (korium, kutis, kulit jangat)
Dermis adalah lapisan kulit yang berada dibawah epidermis.Lapisan ini
dermis juga berperan menyuplai nutrisi bagian epidermis (Muliyawan dan
Suriana, 2013).
Dalam dermis terdapat adneksa-adneksa kulit seperti folikel rambut, papila
rambut,kelenjar keringat,saluran keringat, kelenjar sebasea, otot penegak
rambut.Ujung pembuluh darah danujung sarafjuga sebagian serabut lemak yang
terdapat pada lapisan lemak bawah kulit (Tranggono dan Latifah, 2007).
3. Hipodermis
Lapisan ini terdiri atas jaringan pembuluh darah, dan sel-sel penyimpanan
lemak yang memisahkan dermis dengan otot, tulang dan struktur lain. Lapisan
hipodermis berfungsi sebagai cadangan makanan dan bantalan untuk melindungi
tubuh dari benturan-benturan fisik serta dalam pengaturan suhu tubuh. Jumlah
lemak dalam lapisan ini akan meningkat bila makan berlebihan (Guyton dan Hall,
1996).
2.1.2 Fungsi biologik kulit
a. Proteksi
Lapisan tanduk dan mantel lemak kulit menjaga kadar air tubuh dengan
cara mencegah masuknya air dari luar tubuh dan mencegah penguapan air, selain
itu juga berfungsi sebagai barrier terhadap racun dari luar. Mantel asam kulit
dapat mencegah pertumbuhan bakteri di kulit (Tranggono dan Latifah, 2007).
b. Thermoregulasi
Kulit mengatur temperatur tubuh melalui mekanisme dilatasi dan
konstriksi pembuluh kapiler dan melalui perspirasi, yangkeduanya dipengaruhi
saraf otonom.Pada saat temperatur badan menurun terjadi
vasodilatasi untuk meningkatkan pembuangan panas (Tranggono dan Latifah,
2007).
c. Persepsi sensoris
Kulit bertanggung jawab sebagai indera terhadap rangsangan dari luar
berupa tekanan, raba, suhu, dan nyeri melalui beberapa reseptor. Rangsangan dari
luar diterima oleh reseptor dan diteruskan ke sistem saraf pusat dan selanjutnya
diinterpretasikan oleh korteks serebri (Tranggono dan Latifah, 2007)
d. Absorbsi
Beberapa bahan dapat diabsorbsi kulit melalui dua jalur yaitu melalui
epidermis dan melalui kelenjar sebasea. Material yang mudah larut dalam lemak
lebih mudah diabsorbsi dibanding air dan material yang larut dalam air
(Taranggono dan Latifah, 2007).
2.1.3 Jenis kulit
Secara umum kulit terbagimenjadi3 jenis, yaitu kulit kering, kulit normal,
dan kulit berminyak.Pembagian ini didasarkan pada kandungan air dan minyak
yang terdapat pada kulit (Muliyawan dan Suriana, 2013).
a. Kulit normal
Kulit normal adalah kulit yang memiliki kadar air tinggi dan kadarminyak
rendah sampai normal (Muliyawan dan Suriana, 2013).
Ciri-ciri fisik yang dimiliki oleh kulit normal adalah :
- Tidak berminyak
- Kulit tampak segar dan cerah
- Bahan-bahan kosmetik mudah menempel di kulit
b. Kulit berminyak
Kulit berminyak yaitu kulit yang memiliki kandungan air dan minyak yang
tinggi (Muliyawan dan Suriana, 2013).
Secara Fisik, kulit jenis ini memiliki ciri-ciri berikut :
- Pori-pori kulit besar terutama di hidung, pipi, dagu karena di sini minyak
sangat banyak menumpuk
- Kulit bertekstur kasar dan berminyak
- Mudah kotor dan sangat rentanberjerawat
c. Kulit Kering
Kulit kering adalah kulit yang memiliki kadar air kurang atau rendah
(Muliyawan dan Suriana, 2013).
Ciri-ciri fisik yang tampak pada kulit kering yaitu:
- Kulit kelihatan kusam
- Pori-pori halus, kulit muka tipis
- Sangat sensitif
- Cepat menampakkan kerutan-kerutan, karena kelenjar minyak kurang
menghasilkan minyak
Kulit terdiri dari beberapa jenis, biasanya disebabkan oleh beberapa faktor
yang menyebabkan perubahan jenis kulit tersebut.Seperti kulit normal menjadi
kering atau normal menjadi berminyak. Faktor-faktor tersebut antara lain:
a. Usia, perubahan jenis kulit dapat dialami oleh orang yang sama disebabkan
usia yang bertambah misalnya kulit normal di masa remaja menjadi kering di
b. Iklim, pengaruh dari udara dapat merubah jenis kulit, misalnya kulit normal
menjadi kering oleh hawa dingin.
c. Makanan, pembentukan kulit tergantung pada zat makanan yang bervariasi
dan seimbang. Makanan yang berlemak, panas dan pedas atau
minuman-minuman keras menyebabkan kulit normal akan menjadi berminyak.
d. Pengaruh sinar, pengaruh sinar UV dari matahari terhadap kulit adalah:
- Kulit berwarna hitam
- Cepat keriput dan tua
- Kemungkinan terjadi kanker kulit (Muliyawan dan Suriana, 2013).
2.1.4 Faktor yang menyebabkan dehidrasi kulit
Normalnya, kulit sehat dilindungi dari kekeringan oleh bahan-bahan yang
bisa menyerap air seperti asam amino, purin, pentose, choline, dan derivate asam
fosfat yang jumlah totalnya 20% dari berat lapisan stratum corneum. Bahan-bahan
yang larut dalam air tersebut dapat terangkat dari kulit oleh perspirasi atau
pencucian jika bahan-bahan itu tidak dilindungi oleh lapisan lemak tipis yang
tidak larut dalam air.Jika lapisan lemak tipis itu diangkat, bahan-bahan yang dapat
larut airitu terbuka dan siraman air berikutnya akan mengangkat mereka,
meninggalkan kulit yang sebagian atas sepenuhnya kehilangan karakter hidrofilik
dan elastisitasnya. Demikian penghilang lapisan lemak kulit menyebabkan
dehidrasi kulit (Tranggono dan Latifah, 2007).
Berkali-kali menggosok kulit dengan sabun atau detergent akan
menimbulkan efekseperti di atas. Mula-mula lemak permukaan kulit diemulsikan
pada udara, stratum corneumdengan cepat mengering dan menjadi kasar dan
pecah-pecah (Tranggono dan latifah, 2007).
Pengaruh udara terhadap dehidrasi stratum corneum juga diketahui.Jika
kelembaban relatif udara rendah (kandungan uap air dalam udara sedikit), maka
resiko kekeringan kulit lebih besar.Dalam udara yang panas, stratum corneum
tidak cepat mengering seperti dalam udara dingin, karena kelenjar sebasea aktif
mensuplai permukaan kulit dengan minyak dan air. Jika angin keras, pengupan air
kulit lebih cepat karena uap airnya tersapu oleh angin (Tranggono dan latifah,
2007).
Elastisitas stratum corneum dalam udara dingin berkurang karena lilin
kulit (bahan semen antara sisik-sisik keratin stratum corneum) menjadi lebih keras
dan kokoh, selain itu sekresi sebum juga berkurang (Tranggono dan Latifah,
2007).
2.1.5 Alasan kulit dilembabkan
Secara alamiah kulit memiliki lapisan lemak tipis dipermukaannya, yang
antara lain terdiri atas produksi kelenjar minyak kulit. Pembentukanlapisan lemak
tersebut terutama untuk melindungi kulit dari kelebihan penguapan air yang
menyebabkan dehidrasi (Tranggono dan Latifah, 2007).
Menurut penelitian Blank, et al., (1952), kandungan air di dalam stratum
corneum, meskipun sedikit(hanya 10%), sangat penting. Kelembutan dan
elastisitas stratum corneum sepenuhnya tergantung pada air yang dikandungnya,
dan bukan pada lemaknya.Blank juga menemukan bahwa stratum corneum yang
diletakkan di udara kering menjadi keras, bersisik, dan tidak dapat dilunakkan
petrolatum.Stratum corneum ini baru menjadi lunak kembali setelah diberi air
(Tranggono dan Latifah, 2007).
Stratum corneum terbuat dari sisik-sisik keratin dan semen yang mirip
lilin, yang mengisi celah-celah piringan-piringan keratin tersebut. Keratin terdiri
molekul-molekul rantai panjang yang dihubungkan satu sama lain dengan
jembatan garam atau hidrogen. Semakin sedikit jumlah air diantara rantai-rantai,
semakin kuat ikatan itu dan semakin rendah elastisitas keratin stratum corneum.
Kulit akan kering dan pecah-pecah. Mikroorganisme, kotoran, sisa sabun dan
lain-lain akan masuk dan menumpuk dalam celah tersebut sehingga menimbulkan
berbagai gangguan kebersihan dan kesehatan serta menjadi sumber infeksi. Bila
bakteri atau bahan iritan menembus retak V tersebut sampai ke bawah lapisan
rein’s tipe kelainan kulit yang lain, keratinisasiyang tidak normal, dapat terjadi.
stratum germinativum bereaksi terhadap bahan iritan dengan meningkatkan
pembelahan sel-selnya, mengakibatkan migrasi sel yang sangat cepat ke atas
sehingga terjadi penebalan stratum corneumdengan sel-sel semi- keratinisasi.
Komposisi bahan semen stratum corneum juga menjadi abnormal, membuat
aglomerasi sel-sel menjadi sisik-sisik yang lebih kasar.Bila sisik-sisik ini terlepas,
terjadi celah yang lebih dalam yang dapat menampung lebih banyak kotoran dan
mikroorganisme (Tranggono dan Latifah, 2007).
Secara garis besar, retak-retak pada stratum corneum di bawah kondisi
yang kurang baik akan menimbulkan gangguan kulit yang lebih serius. Jika
celah-celah berbentuk V itu berkembang dan bahan-bahan asing seperti sisa sabun,
kotoran, dan mikroorganisme masuk, maka kulit yang menjadi kering dan
yang juga akan melemahkan kulit. Disinilah perlunya kosmetik pelembab kulit
untuk mencegah dehidrasi kulit yang menyebabkan kekeringan dan retak-retak
pada kulit serta akibat-akibat buruknya (Tranggono dan Latifah, 2007).
2.2 Emulsi
Emulsi adalahsediaan dasar berupa sistem dua fase, terdiri dari dua cairan
yang tidak tercampur, dimana salah satu cairan yang terdispersi dalam bentuk
globul dalam cairan lainnya (Anief, 2004).
Emulsi mengandung bahan obat cair, terdispersi dalam cairan pembawa,
distabilkan dengan zat pengemulsi atau surfakatan yang cocok. Emulsi biasanya
mengandung dua zat yang tidak bercampur, yaitu air dan minyak, dimana cairan
yang satu terdispersi menjadi butir-butir kecil dalam cairan lain. Dispersi ini tidak
stabil, butir-butir ini bergabung dan membentuk dua lapisan air dan minyak yang
terpisah. Zat pengemulsi (emulgator) merupakan komponen yang paling penting
agar diperoleh emulsi stabil (Anief, 2004).
Emulsi dinyatakan sebagai sistem minyak dalam air (m/a) jika fase
dispersi merupakan fase yang tidak bercampur dengan air, dan air merupakan fase
kontinyu. Jika terjadi sebaliknya, maka emulsi tersebut dinyatakan emulsi air
dalam minyak (Ditjen POM, 1985).
Emulsi dikatakan pecah jika partikel halus yang terdispersi secara spontan
bersatu membentuk partikel yang lebih besar dan akhirnya terpisah menjadi dua
fase. Secara umum, ada tiga pola kerusakan emulsi:
1. Kriming adalah proses mengembangnya partikel karena pengaruh gravitasi,
sehingga masing-masing partikel memisah menjadi bentuk emulsi krim dan
2. Inversi fase adalah ketidakstabilan emulsi yang terjadi karena perubahan fase
m/a menjadi a/m atau sebaliknya.
3. De-emulsifikasi adalah proses pemisahan sempurna emulsi menjadi
masing-masing komponen cair.
Sumber ketidakstabilan lainnya adalah pertumbuhan mikroorganisme. Emulsi m/a
yang dibuat dengan bahan alam seperti gom, karbohidrat, dan protein sangat cepat
ditumbuhi bakteri pembusuk, jamur (Anief, 2004)
2.3 Kosmetik
2.3.1 Defenisi kosmetik
Kosmetik berasal dari kata kosmetikos (yunani) yang berarti keterampilan,
menghias, dan mengatur.Kosmetik adalah campuran bahan yang diaplikasikan
pada anggota tubuh bagian luar seperti epidermis kulit, kuku, rambut, bibir, gigi,
dan sebagainya dengan tujuan untuk menambah daya tarik, melindungi,
memperbaiki, sehingga penampilannya lebih cantik dari semula (Muliyawan dan
Suriana, 2013).
2.3.2 Tujuan penggunaan kosmetik
Tujuan penggunaan kosmetik dapat dikelompokkan sebagai berikut
(Rostamailis, 2005):
a. Melindungi kulit dari pengaruh-pengaruh luar yang merusak misalnya sinar
matahari, perubahan cuaca.
b. Mencegah lapisan terluar kulit dari kekeringan, terutama orang-orang yang
tinggal di daerah yang iklimnya dingin seperti daerah pegunungan yang selalu
c. Mencegah kulit cepat kering dan keriput, karena kosmetik menembus ke bawah
lapisan luar dan memasukkan bahan-bahan aktif ke lapisan-lapisan yang
terdapat lebih dalam.
d. Melekat di atas permukaan kulit untuk mengubah warna atau rona daerah kulit
tertentu.
e. Memperbaiki kondisi kulit misalnya kulit yang kering, normal dan berminyak.
f. Menjaga kulit tetap kencang.
g. Mengubah rupa/penampilan misalnya, bila telah dipakai kosmetik yang
diinginkan sehingga orang memandang kita ada perasaan berubah, bisa
berubah bertambah cantik/segar.
2.3.3 Kosmetika pelembab
Setiap orang mempunyai jenis kulit yang berbeda-beda.Namun, apapun
jenis kulit itu membutuhkan perawatan dan perlindungan agar tetap sehat dan
terhindar dari gejala penuaan dini.Ada beberapa langkah idealyang harus
dilakukan dalam rangkaian perawatan kulit sehari-hari yaitu pembersihan,
pelembaban, perlindungan dan tata rias.Perawatan kulit ini penting untuk
melindungi kulit dari kerusakan dan penuaan dini.Salah satu hal dalam perawatan
kulit adalah melindungi kulit dari dehidrasi. Kulit yang mengalami dehidrasi akan
cepat berkerut dan tampak kusam, sehingga pelembaban merupakan salah satu
langkah terpenting dalam rangkaian kegiatan perawatan kulit (Muliyawan dan
Suriana, 2013).
Kosmetik pelembab perlu dikenakan terutama pada kulit kering atau kulit
dalam lingkungan yang mengeringkan kulit, misalnya ruangan ber-AC
(Tranggono dan Latifah, 2007).
Menggunakan produk pelembab adalah salah satu cara termudah untuk
menjaga kelembapan kulit. Krim pelembab memang dirancang untuk
meningkatkan dan menjaga kelembapan kulit dalam berbagai kondisi, baik
kondisi panas maupun dingin (Muliyawan dan Suriana, 2013).
Krim pelembab memiliki kekentalan yang bervariasi dari ringan hingga
sangat kental. Kekentalan krim ini ditentukan oleh dua faktor yaitu, kandungan
minyak dan gliserol yang menyusun krim pelembab tersebut. Beberapa penyusun
krim pelembab ini yaitu:
• Emulsi minyak dalam air, yaitu krim dengan bahan dasar air yang
mengandung tetesan kecil minyak.
• Emulsi air dalam minyak, yaitu krim yang mengandung lebih banyak
minyak. Krim ini cocok dipakai pada kulit yang kering, karena mampu
bertahan lebih lama.
Jenis krim pelembab yang tersusun atas emulsi minyak dalam air lebih
diminati. Selain tidaka terlalu berminyak dan lengket, krim ini juga lebih mudah
menyerap dalam kulit dan memberi efek mendinginkan. Pelembab mampu
menjaga kelembaban kulit karena krim pelembab mengandung bahan yang
mampu menahan air didalam jaringan kulit, terutama epidermis. Bahan utama
penyusun krim pelembab, antara lain: lemak, minyak tumbuhan yang dinilai lebih
mudah bercampur dengan lemak kulit dan lebih mampu menembus sel-sel kulit,
air yang sudah didestilasi, bahan tambahan lain seperti antioksidan, vitamin, dan
Usia dewasa, kulit mengalami beberapa perubahan, sesuai dengan
bertambahnya usia, seperti usia 20-30 tahun. Pada usia ini kulit berada pada
kondisi yang paling optimal, perkembangan pembuluh darah, kolagenmencapai
puncaknya. Pergantian sel kulit mati dengan yang baru berjalan dengan baik.
Perawatan kulit pada usia ini tidaklah rumit, hanya diperlukan perawatan standar
berupa pembersih, sabun dan penyegar, jangan lupa menggunakan pelembab
minimal 2 kali sehari. Sebaiknya dioleskan setiap setelah mandi (Muliyawan dan
Suriana, 2013).
2.4 Bahan-Bahan Sediaan Krim Pelembab
Bahan-bahan yang digunakan mencakup emolien, zat sawar, zat
humektan, zat pengemulsi, zat pengawet, parfum (Ditjen, POM., 1985).
a. Emolien: Zat yang paling penting untuk bahan pelembut kulit adalah turunan
dari lanolin dan derivatnya, hidrokarbon, asam lemak.
b. Zat sawar: Bahan-bahan yang biasa yang digunakan adalah paraffin wax, asam
stearat.
c. Humektan: Suatu zat yang berfungsi sebagai pelembab kulit. Berbagai macam
humektan digunakan dalam kosmetik termasuk alkohol polihidrat seperti
gliserin, propilen glikol, dan sorbitol. Humektan memainkan peran penting
dalam kosmetik, yaitu untuk mempertahankan kadar air pada kulit dan mampu
menarik air dari udara serta menahan air agar tidak menguap.
d. Zat pengemulsi adalah bahan yang memungkinkan tercampurnya semua
bahan-bahan secara merata., misalnya gliseril monostearat, trietanolamin
e. Pengawet adalah Bahan yang dapat mengawetkan kosmetika dalam jangka
terjadinya tengik oleh aktivitas mikroba sehingga kosmetika menjadi stabil.
Selain itu juga dapat bersifat antioksidan yang dapat menangkal terjadinya
oksidasi.
f. Parfum: Pemilihan parfum yang digunakan pada sediaan krim biasanya
didasarkan atas nilai keindahan, tetapi sudah pasti jika wangi yang ditimbulkan
dari parfum menambah daya tarik dari konsumen untuk memilih produk yang
ditawarkan produsen.
2.5 Uraian Tanaman Wijen
Wijen termasuk tanaman dari famili pedaliceae. Tanaman ini tergolong
jenis terna tahunan yang tingginya dapat mencapai 2 meter. Batang tanaman
mempunyai bau yang khas, bersegi empat dengan sudut agak tumpul. Daunnya
berbentuk bundar atau telur, sedikit lonjong. Daunnya memiliki tepi yang rata
atau sedikit bergigi dengan tekstur kasar. Daun ini tersusun berselang seling atau
hampir berhadapan (Jaelani, 2009).
Jenis biji wijen ada 2 yaitu wijen hitam dan wijen putih tetapi biasa
digunakan yang berwarna putih pada industri makanan.Biji wijen dengan warna
putih cenderung menghasilkan minyak dengan mutu yang lebih baik
dibandingkan dengan biji yang berwarna hitam.Sedangkan warna hitam
menghasilkan persentase minyak yang lebih besar (Jaelani, 2009).
Bunga tanaman berwarna putih, merah jambu, ungu berbintik lembayung
atau kuning dibagian dalamnya. Bunga wijen muncul dari ketiak daunnya.
Buahnya berbentuk kotak, lonjong dan beruang empat dengan sekat biji-biinya.
banyak. Biji-biji ini bentuknya bundar seperti telur tetapi agak putih dan
meruncing di ujungnya (Jaelani, 2009).
2.5.1 Taksonomi wijen (Sesamum indicum)
Tanaman wijen mempunyai taksonomi sebagai berikut:
Philum : Spermatophyta
Divisi : Angiospermae
Sub-divisi : Dicotyledone
Ordo : Pedaliales
Famili : Pedaliceae
Genus : Sesamum
Spesies : Sesamum indicum L
2.5.2 Kandungan dan manfaat minyak wijen
Biji wijen mengandung kadar minyak nabati sebesar 45-55% yang terdiri
atas asam stearat, asam palmitat, asam oleat, asam linoleat. Minyak ini berwarna
kuning agak jernih dan berasa agak manis. Selain minyak nabati ada protein,
serat, kalsium, vitamin B dan vitamin E (Jaelani, 2009).
Dibidang kosmetik, minyak wijen sangat diperlukan untuk campuran
minyak rambut selain itu bisa juga mencegah penuaan dini dan sebagai bahan
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian ini dilaksanakan secara eksperimental. Penelitian ini
meliputi identifikasi sampel, pembuatan sediaan krim, penentuan mutu fisik
meliputi uji homogenitas sediaan, uji pH, penentuan tipe emulsi, pengamatan
stabilitas sediaan selama 12 minggu pada penyimpanan suhu kamar dan uji
iritasikulit sukarelawan, pengukuran kelembaban kulit dengan skin analyzer
moisture cheker.
3.1 Alat-Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:pH meter (Hanna
Instrument), neraca listrik (Boeco Germany), lumpang porselen, stamfer, objek
gelas, alat-alat gelas, cawan penguap, penangas air, spatel, sudip, pot plastik, pipet
tetes, penjepit tabung, batang pengaduk dan alatskin analyzer moisture cheker.
3.2 Bahan-Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: asam stearat,
setil alkohol, trietanolamin, nipagin, butilhidroksitoluen (BHT), akuades, oleum
rosae, minyak wijen, metilen biru, larutan dapar pH asam (4,01), larutan dapar pH
netral (7,01).
3.3 Sukarelawan
Sukarelawan yang dijadikan panel pada uji iritasi dan penentuan
kemampuan sediaan untuk mengurangi penguapan air dari kulit berjumlah 10
orang, dengan kriteria sebagai berikut (Ditjen POM, 1985):
2. Usia antara 20-30 tahun
3. Tidak ada riwayat penyakit alergi
4. Bersedia menjadi sukarelawan
3.4 Prosedur Kerja
3.4.1 Identifikasi sampel
Identifikasi sampel dilakukan dengan menganalisiskandungan asam lemak
yang terkandung dalam minyak wijen di Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Medan.
3.4.2 Formulasi sediaan krim
3.4.2.1 Formula dasar krim ( Young, 1972)
R/ Asam stearat 12 g
Nipagin secukupnya
3.4.2.2 Formula yang telah dimodifikasi
R/ Asam stearat 12 g
Setil alkohol 0,5 g
Trietanolamin 1 g
Nipagin 0,1 %
Butilhidroksitoluen 0,1 %
Minyak wijen x %
Oleum rosae 3 tetes
Sebagai pembanding digunakan Gliserin 2%
Konsentrasi minyak wijen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: 2,5, 5, 7,5,
dan 10%.
3.4.2.3 Pembuatan sediaan krim
Formula yang digunakan adalah sebagai berikut:
Tabel 3.1Formula dasar krim dengan minyak wijen yang dibuat
No Bahan
Keterangan: Formula F0: Blanko (dasar krim)
Formula F1: Konsentrasi minyak wijen 2,5% Formula F2: Konsentrasi minyak wijen 5% Formula F3:Konsentrasi minyak wijen 7,5% Formula F4:Konsentrasi minyak wijen 10% Formula F5: Gliserin 2% (pembanding)
Cara Pembuatan:
Ditimbang bahan-bahan yang akan diperlukan untuk membuat dasar krim.
Asam stearat, setil alkohol dan butilhidroksitoluen dilebur di atas penangas air
pada suhu ±70°C (massa I). Kemudian nipagindilarutkan dalam air
panastambahkan trietanolamin aduk sampai homogen (massa II). Kemudian
massa I dimasukkan ke dalam lumpang porselen panas, tambahkan massa II dan
gerus secara konstan hingga terbentuk massa krim.Setelah terbentuk massa
krimtambahkan minyak wijen sedikit demi sedikitgerus lalu, tambahkan oleum
3.4.3 Pemeriksaan terhadap sediaan 3.4.3.1 Pemeriksaan homogenitas sediaan
Pemeriksaan homogenitas dilakukan dengan menggunakan objek
gelas.Sejumlah tertentu sediaan jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan
transparan lain yang cocok, sediaan harus menunjukkan susunan yang homogen
dan tidak terlihat adanya butiran kasar (Ditjen, POM., 1979).
3.4.3.2 Penentuan tipe emulsi sediaan
Penentuan tipe emulsi pada sediaan krim dilakukan dengan dua cara, yaitu
dengan pengenceran dan pewarnaan. Pengenceran fase dilakukan dengan
mengencerkan 0,5 gram sediaan krim dengan 25 ml air dalam beaker glass. Jika
sediaan terdispersi secara homogen dalam air, maka sediaan termasuk emulsi tipe
m/a, sedangkan jika sediaan tidak terdispersi secara homogen dalam air, maka
sediaan termasuk emulsi tipe a/m(Syamsuni, 2006).
Pewarnaan dilakukan cara sejumlah tertentu sediaan diletakkan di atas
objek glass, ditambahkan satu tetes biru metilen, diaduk. Bila biru metilen
tersebar merata berarti sediaan tipe minyak dalam air, tetapi jika warna hanya
berupa bintik-bintik biruberarti tipe sediaan adalah air dalam minyak (Ditjen,
POM.,1985).
3.4.3.3 Pengukuran pH sediaan
Pengukuran pH sediaan dilakukan dengan menggunakan alat pH
meter.Alat terlebih dulu dikalibrasi dengan menggunakan larutan dapar standar
netral (pH 7,01) dan larutan dapar pH asam (pH 4,01) hingga alat menunjukkan
harga pH tersebut. Kemudian elektroda dicuci dengan akuades, lalu dikeringkan
dengan tissue. Sampel dibuat dalam konsentrasi 1%,yaitu ditimbang 0,5 g sediaan
larutan tersebut.Dibiarkan alat menunjukkan nilai pH sampai konstan. Angka
yang ditunjukkan pH meter merupakan pH sediaan (Rawlins, 2003).
3.4.3.4 Penentuan stabilitas sediaan
Pengamatan stabilitas dilakukan pada penyimpanan suhu
kamar.Masing-masing formula sediaan dimasukkan kedalam pot plastik, ditutup bagian
atasnya.Selanjutnya, dilakukan pengamatan pada saat sediaan telah selesai dibuat,
penyimpanan 1, 4, 8, dan 12 minggu dilakukan pada suhu kamar. Selanjutnya,
dilakukan pengamatan berupa pecah atau tidaknya emulsi, perubahan warna dan
bau dari sediaan(Ansel, 2005).
3.4.3.5 Uji iritasi terhadap kulit sukarelawan
Penelitian ini dilakukan pada 10 orang sukarelawan. Sediaan dioleskan di
bagian lengan bawah, kemudian dibiarkan selama 48 jam dan dilihat perubahan
yang terjadi berupa kemerahandan pembengkakan pada kulit (Wasitaatmadja,
1997).
3.4.3.6 Penentuan kemampuan sediaan untuk meningkatkankelembaban kulit
Kemampuan sediaan untuk meningkatkan kelembaban kulit ditentukan
dengan menggunakan alat skin analyzer yaitu moisture cheker.Adapun parameter
untuk pengukuran kadar air ditandai dengan dehidrasi: 0-29, normal: 30-50, dan
hidrasi: 51-100. Setiap formula di ujikan pada sukarelawan yaitu pada bagian
pergelangan atas tangan yaitu dengan diberi tanda lingkaran lalu dioeskan sehari
dua kali selama satu bulan. Pengukuran kelembaban awal dilakukan sebelum
sediaan digunakan, selanjutnya dilakukan pengukuran kelembaban pada daerah
kulit yang diuji pada minggu ke-1, ke-2, ke-3 dan ke-4.
a. Bersihkan permukaan kulit yang hendak diukur dengan tissu halus
b. Bersihkan bagian sensor pada moisture cheker dengan menggunakan kain lensa
yang tersedia
c. Tekan tombol power pada moisture cheker dan tunggu hingga menunjukkan
angka 00,0
d. Letakkan diatas permukaan kulit yang akan diukur, angka yang ditampilkan
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Identifikasi Sampel
Identifikasi sampel dilakukan dengan menganalisis kandungan asam lemak
yang terkandung dalam minyak wijen di Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS),
Medan. Kemudian mencocokkan hasil analisis yang didapat dengan
sebuahjurnalLipids in pharmaceutical and cosmetic preparations.Journal Of
Grasas y Aceites.
Hasil analisis komposisi asam lemak dalam minyak wijen dari Pusat
Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) yaitu:
- Asam oleat : 36,2%
- Asam linoleat : 37,9%
- Asam stearat : 6,0%
- Asam linolenat : 1%
Adapun komposisi asam lemak yang terdapat pada jurnal Lipids in
pharmaceutical and cosmetic preparations yaitu:
- Asam oleat : 35-50%
- Asam linoleat : 35-50%
- Asam stearat : 3,5-6%
- Asam linolenat : 1%
4.2Penentuan Mutu Fisik Sediaan
4.2.1 Pemeriksaan homogenitas
Dari percobaan yang dilakukan pada sediaan krim pelembab tidak
4.2.2 Penentuan tipe emulsi pada sediaan krim
Menurut Syamsuni (2006), penentuan tipe emulsi dapat ditentukan dengan
pengenceran fase dan pewarnaan dengan metilen biru. Penentuan tipe emulsi
dengan pengenceran fase dilakukan dengan cara mengencerkannya dengan air,
dengan prinsip tersebut maka tipe emulsi m/a dapat diencerkan dengan air
sedangkan tipe emulsi a/m tidak dapat diencerkan dengan air. Hasil percobaan
untuk pengujian tipe emulsi sediaan krim dengan pengenceran fase menggunakan
air dan pewarnaan dengan metilen biru yaitu:
Tabel 4.1 Data hasil penentuan tipe emulsi sediaan
No Formula Terdispersinya
Sediaan dalam air
Terdispersinya metilen biru dalam sediaan
1 F0 √ √
Keterangan: Formula F0 : Blanko (dasar krim tanpa sampel) Formula F1 : Konsentrasi minyak wijen 2,5% Formula F2 : Konsentrasi minyak wijen 5% Formula F3 : Konsentrasi minyak wijen 7,5% Formula F4 : Konsentrasi minyak wijen 10% Formula F5 : Gliserin 2% (pembanding) √ : Terdispersi secara 27egative - : Tidak terdispersi secara 27egative
Berdasarkan hasil uji tipe emulsi dengan pengenceran fase, formula F0,
F1, F2, F3, F4 dan F5 dapat diencerkan dengan penambahan air, dengan
demikian membuktikan sediaan krim tersebut mempunyai tipe emulsi m/a.
Pengujian tipe emulsi dengan cara pewarnaan dengan metilen biru. Pengujian
dilakukan menambahkan larutan metilen biru pada sediaan yang diuji. Apabila
Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan bahwa formula F0,F1, F2, F3, F4 dan
F5 mempunyai tipe m/a karena metilen biru dapat terlarut dan memberikan warna
biru yang homogen.
4.2.3 Penentuan pH sediaan
pH sediaan ditentukan dengan menggunakan pH meter. Dari percobaan
yang dilakukan, diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 4.2 Data Pengukuran pH sediaan krim pada saat selesai dibuat
No Formula pH
Keterangan: Formula F0 : Blanko (dasar krim tanpa sampel) Formula F1 : Konsentrasi minyak wijen 2,5% Formula F2 : Konsentrasi minyak wijen 5% Formula F3 : Konsentrasi minyak wijen 7,5% Formula F4 : Konsentrasi minyak wijen 10% Formula F5 : Gliserin 2% (pembanding)
Tabel 4.3Data pengukuran pH sediaan krim setelah penyimpananselama 12minggu
Hasil penentuan pH sediaan pada saat selesai dibuat, diperoleh bahwa pH
pada formula F0: 6,06; F1: 6,07; F2: 6,00; F3: 5,97; F4: 5,93; F5:6,03. Setelah
penyimpanan selama 12 minggu terjadi perubahan pH pada setiap sediaan yaitu:
F0: 5,16; F1:5,67; F2: 5,7; F3: 5,7; F4: 5,7 F5: 5,87.
Perubahan pH yang terjadi pada sediaan krim yaitu seluruh sediaan
mengalami penurunan pH setelah penyimpanan selama 12 minggu.Hal ini dapat
disebabkan oleh pengaruh kondisi lingkungan seperti udara selama penyimpanan,
dimana oksigen dapat mempengaruhi kestabilan dari zat-zat yang mudah
teroksidasi seperti hal nya minyak.
Perubahan pH yang terjadi sesuai dengan yang diungkapkan oleh
Ansel(2005), bahwa oksidasi dari suatu zat obat yang rentan kebanyakan terjadi
bila zat tersebut dipaparkan ke cahaya, atau dikombinasi dalam formulasi dengan
zat-zat kimia lainnya tanpa melihat ke pengaruhnya terhadap oksidasi dengan
tepat. Kestabilan dari obat-obat yang dapat dioksidasi dapat dipengaruhi oleh
oksigen sehinggga penambahan antioksidan perlu untuk
menstabilkannya.Ketidakstabilan tersebut sangat berpengaruh terhadap pH
sediaan.
Berdasarkan hasil penentuan pH tersebut dapat diketahui bahwa meskipun
terjadi penurunan pH setelah penyimpanan 12 minggu tetapi masih menunjukkan
kisaran pH yang sesuai dengan pH kulit yaitu 4,5–6,5 sehingga tidak beresiko
untuk menimbulkan reaksi yang negative pada kulit.
4.2.4 Pengamatan stabilitas sediaan krim
Ketidakstabilan formulasi obat dapat dideteksi dalam beberapa hal dengan
sebagian dari cairan fase tidak teremulsikan dan membentuk suatu lapisan yang
berbeda pada permukaan atau dasar emulsi.Oleh sebab itu perlu dilakukan uji
evaluasi selama 3 bulan dan dianggap sebagai stabilitas minimum yang harus
dimiliki oleh suatu emulsi (Ansel, 2005).
Berikut ini adalah data hasil pengamatan stabilitas sediaan krim saat
selesai dibuat dan setelah penyimpanan selama 12 minggu.
Tabel 4.4Data pengamatan terhadap kestabilan sediaan krim saat selesai dibuat dan setelah 1, 4, 8, dan 12 minggu pada penyimpanan suhu kamar
No Formu
Keterangan: Formula F0 : Blanko (dasar krim tanpa sampel) Formula F1 : Konsentrasi minyak wijen 2,5% Formula F2 : Konsentrasi minyak wijen 5% Formula F3 : Konsentrasi minyak wijen 7,5% Formula F4 : Konsentrasi minyak wijen 10% Formula F5 : Gliserin 2% (pembanding)
x : Perubahan warna
y : Perubahan bau
z : Pemisahan fase
- : Tidak ada perubahan
√ : Terjadi perubahan
Berdasarkan hasil uji stabilitas pada sediaan selama 12 minggu, maka
diperoleh hasil pada Tabel 4.4 diatas yang menunjukkan bahwa seluruh sediaan
dari tiap formula tidak mengalami perubahan warna, bau, dan tidak terjadi
selama penyimpanan pada suhu kamar. Hal ini menunjukkan bahwa sediaan stabil
secara fisik.
4.2.5 Uji iritasi terhadap sukarelawan
Tabel 4.5Data hasil uji iritasi terhadap sukarelawan selama 24 dan 48 jam
Formula Sukarelawan Reaksi 24 jam 48 jam
Keterangan: Index iritasi primer: 0/48 = 0,00 sistem skor FederalHazardousSubstance Act (Barel,et al.,2001).
Tidak Erythema 0 Tidak edema 0 Sangat sedikit erythema 1 Sangat sedikit edema 1
Sedikit erythema 2 Sedikit edema 2
Erythema sedang 3 Edema sedang 3
Erythema sangat parah 4 Edema sangat parah 4
Berdasarkan hasil uji iritasi terhadap sukarelawan, tidak terlihat adanya
reaksi iritasi seperti erythema dan edema pada kulit dari setiap formula, hal ini
menunjukkan bahwa keseluruhan sediaan aman untuk digunakan.
4.2.6 Penentuan kemampuan sediaan untuk meningkatkan
kelembabankulit
Hasil pengukuran kelembaban yang menunjukkan persentase peningkatan
kelembaban kulit pada tiap minggu pengujian.
Tabel 4.6Data kelembaban kulit sebelum penggunaan krim m/a dansetelahpenggunaan krim m/a pada minggu ke 1,2,3, dan 4.
Formula Sukarelawan
Kelembaban pada minggu (%) Awal
Formula F5 : Gliserin 2% (pembanding) Dehidrasi : 0-29
Normal : 30-50 Hidrasi : 51-100
Tabel 4.7Data peningkatan persentase kelembaban krim m/a
Formula Sukarelawan
Peningkatan kadar air pada minggu ke
1 2 3 4
Keterangan : Formula F0 : Blanko (dasar krim tanpa sampel) Formula F1 : Konsentrasi minyak wijen 2,5% Formula F2 : Konsentrasi minyak wijen 5% Formula F3 : Konsentrasi minyak wijen 7,5% Formula F4 : Konsentrasi minyak wijen 10% Formula F5 : Gliserin 2% (pembanding)
Berdasarkan data yang diperoleh setelah pengukuran kelembaban seperti
pada grafik, terlihat bahwa terdapat peningkatan persentase kelembaban kulit pada
bertambahnya waktu pengukuran dan peningkatan persentase kelembaban berbeda
antar formula yang satu dengan yang lainnya.
Gambar 4.1Grafik persentase peningkatankadar air setelah pemberian krim pada sukarelawan
Keterangan: Formula F0 : Blanko (dasar krim tanpa sampel) Formula F1 : Konsentrasi minyak wijen 2,5% Formula F2 : Konsentrasi minyak wijen 5% Formula F3 : Konsentrasi minyak wijen 7,5% Formula F4 : Konsentrasi minyak wijen 10% Formula F5 : Gliserin 2% (pembanding)
Secara umum, terlihat bahwa setiap formula menunjukkan peningkatan
persentase kelembaban sebelum penggunaan dan setelah penggunaan krim,
dimana persentase kelembaban semakin meningkat dengan bertambahnya waktu
penggunaan krim, hal ini dapat dilihat bahwa persentase kelembaban pada tiap
formula meningkat pada minggu ke-1 dan semakin meningkat pada minggu ke-2,
ke-3 dan ke-4. Tetapi, peningkatan persentase kelembaban berbeda pada tiap
formula.Dimana semakin tinggi konsentrasi minyak wijen pada krim semakin
tinggi pula peningkatan persentase kelembabannya. Sementara pada formula F5
(pembanding gliserin 2%) terlihat grafik persentasenya hampir sejajar dengan
formula F2 (minyak wijen 5%) ini menandakan pada F5 kemampuannya untuk
meningkatkan kelembaban kulit hampir sama dengan F2 (minyak wijen 5%).
Berbeda untuk F3 dan F4 dimana lebih tinggi kemampuannya meningkatkan
kelembaban kulit dibandingkan F5.Artinya, pada F3 dan F4 lebih bagus
peningkatan kemampuan melembabkan kulit daripada F5 (pembanding gliserin
2%). Kemampuan yang paling tinggi untuk meningkatkan kelembaban kulit yaitu
pada formula F4 hingga 39,89%.
Berdasarkan hasil analisis data secara statistik menggunakan ujiAnova
menunjukkan kondisi kadar air kulit pada kondisi awal dan minggu 1 untuk
semua formula peningkatan kemampuan untuk melembabkan kulit hampir sama
dimana signifikan P>0,05, sedangkan pada minggu ke-2, ke-3, ke-4 dan ke-5
semakin jelas telihat perbedaan kemampuan krim untuk melembabkan kulit
dimana signifikan P<0,05 artinya perbedaan yang signifikan antara semua
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1Kesimpulan
a. Minyak wijendapat diformulasikan dalam sediaan krim pelembab. Hasil
evaluasi menunjukkan sediaan krim yang homogen, memiliki tipe emulsi m/a
dan pH sesuai dengan pH kulit (4,5-6,5), tidak mengiritasi serta stabil secara
fisik selama penyimpanan 12 minggu.
b. Penambahan minyak wijen (Oleum sesami) dalam sediaan krim yang
dihasilkan mampu meningkatkan kelembaban kulit dengan rata-rata
persentase yaitu F0 (Blanko): 7,59%, F1 (minyak wijen 2,5%): 19,06%, F2
(minyak wijen 5%): 25,28%, F3 (minyak wijen 7,5%): 30,89%, F4(minyak
wijen 10%): 39,89%, F5(gliserin 2%): 24,98%. Formula yang paling tinggi
meningkatkan persentase kelembaban kulit hingga 39,89% yaitu F4 (minyak
wijen 10%), dimana semakin tinggi konsentrasi minyak wijen yang
ditambahkan pada sediaan, maka semakin tinggi pula kemampuan
meningkatkan kelembaban kulit.
5.2 Saran
Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk memformulasikan minyak
LAMPIRAN
Lampiran 2.Surat pernyataan sukarelawan
SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Alamat :
Menyatakan bersedia menjadi sukarelawan untuk uji kelembaban kulit
yang dilakukan selama 1 bulan dan uji iritasi selama 2 hari dalam penelitian
Gusmely Siregar dengan judul “Penggunaan Minyak Wijen (Oleum sesami)
Sebagai Pelembab Kulit Dalam Sediaan Krim”dan memenuhi kriteria sebagai
sukarelawan uji sebagai berikut (Ditjen POM,1985).
1. Wanita berbadan sehat
2. Usia antara 20-30 tahun
3. Tidak ada riwayat penyakit yang berhubungan dengan alergi, dan
4. Bersedia menjadi sukarelawan
Apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan selama uji iritasi,
sukarelawan tidak akan menuntut kepada peneliti.
Demikian surat pernyataan ini dibuat, atas partisipasinya peneliti
mengucapkan terima kasih.
Sukarelawan Peneliti
(...) (Gusmely Siregar)
Lampiran 3.Hasil pengukuran menggunakan moisture cheker (kadar air)
F0( Kondisi awal) :
Lampiran 3. (Lanjutan)
2 Minggu:
Lampiran 3. (Lanjutan)
4 Minggu:
Lampiran 3. (Lanjutan)
1 Minggu:
Lampiran 3. (Lanjutan)
3 Minggu:
Lampiran 3. (Lanjutan)
F2 (Kondisi awal):
Lampiran 3. (Lanjutan)
3Minggu:
Lampiran 3.(Lanjutan)
F3 (Kondisi awal):
Lampiran 3. (Lanjutan)
Lampiran 3. (Lanjutan)
3 Minggu:
Lampiran 3.(Lanjutan)
F4 (Kondisi awal) :
Lampiran 3.(Lanjutan)
2 Minggu:
Lampiran 3.(Lanjutan)
4 Minggu:
Lampiran 3. (Lanjutan)
1 Minggu:
Lampiran 3.(Lanjutan)
3 Minggu:
Lampiran 4.Gambar pohon, biji, dan minyak wijen
Gambar Minyak wijen
Lampiran 5. Gambar sediaan krim setelah dibuat dan setelah 12 minggu
Gambar.Sediaan setelah penyimpanan selama 12 minggu
Lampiran 6. Gambar alat untuk menguji kelembaban (moisture cheker) danpH meter Hanna
Gambar.pH meter Hanna (untuk mengukur pH)
Lampiran 7.Foto sebelum dan sesudah pemakaian krim
F1(sebelum) F1 (sesudah)
Lampiran 7.(Lanjutan)
F3 (sebelum) F3 (sesudah)
Lampiran 7.(Lanjutan)
F5 (sebelum) F5 (sesudah)
Lampiran 8. Gambar uji homogenitas dan uji tipe emulsi dengan pewarnaan metilen biru
Uji tipe emulsi sediaan krim dengan pewarnaan metilen biru
Lampiran 9.Data hasil analisis statistik dengan SPSS
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig. Statistic Df Sig.
Kondisi Awal .161 18 .200* .851 18 .009
1 Minggu .154 18 .200* .942 18 .319
2 Minggu .139 18 .200* .971 18 .816
3 Minggu .184 18 .110 .943 18 .325
4 Minggu .142 18 .200* .951 18 .440
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
ANOVA
Within Groups 8.285 12 .690
Total 12.609 17
1 Minggu Between Groups 9.002 5 1.800 2.467 .093
Within Groups 8.756 12 .730
Total 17.758 17
2 Minggu Between Groups 29.929 5 5.986 7.581 .002
Within Groups 9.475 12 .790
Total 39.404 17
3 Minggu Between Groups 76.593 5 15.319 16.809 .000
Within Groups 10.936 12 .911
Total 87.529 17
4 Minggu Between Groups 162.127 5 32.425 31.325 .000
Within Groups 12.421 12 1.035