• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penggunaan Minyak Wijen ( Oleum Sesami) Sebagai Pelembab Kulit Dalam Sediaan Krim

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Penggunaan Minyak Wijen ( Oleum Sesami) Sebagai Pelembab Kulit Dalam Sediaan Krim"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

PENGGUNAAN MINYAK WIJEN (

Oleum sesami

)

SEBAGAI PELEMBAB KULIT DALAM

SEDIAAN KRIM

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

PENGGUNAAN MINYAK WIJEN (

Oleum sesami

)

SEBAGAI PELEMBAB KULIT DALAM

SEDIAAN KRIM

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

PENGGUNAAN MINYAK WIJEN (

Oleum sesami

)

SEBAGAI PELEMBAB KULIT DALAM

SEDIAAN KRIM

OLEH:

GUSMELY SIREGAR

NIM 121524115

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada Tanggal: 11 November 2015

Disetujui oleh,

Pembimbing I, Panitia Penguji,

Prof. Dr. UripHarahap, Apt Prof. SumadioHadisahputra, Apt.

NIP 195301011983031004 NIP 1 11281983031002

Medan, Desember 2015

Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si.,Apt. NIP 195807101986012001

Pembimbing II,

Dra. Lely Sari Lubis, M.Si., Apt.

NIP 195404121987012001 Dr. Anayanti Arianto, M.Si., Apt. NIP 195306251986012001

Drs. Suryanto, M.Si., Apt. NIP 196106191991031001

(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala limpahan

berkat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian

dan penyusunan skripsi ini serta shalawat beriring salam untuk Rasulullah

Muhammad SAW sebagai suri tauladan dalam kehidupan. Skripsi ini disusun

untuk melengkapi salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Farmasi pada

Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, dengan judul “Penggunaan Minyak

Wijen (Oleum sesami) Sebagai Pelembab Kulit Dalam Sediaan Krim.

Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada IbuDra. Fat Aminah, M.Sc., Apt., dan

IbuDra. Lely Sari Lubis, M.Si., Apt.,selaku dosen pembimbing yang telah banyak

memberikan bimbingan, arahan, dan bantuan selama masa penelitian hingga

selesainya penyusunan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada

Ibu Dr. Masfria, M.S.,Apt selaku Pejabat Dekan Fakultas Farmasi Universitas

Sumatera Utara, yang telah memberikan bantuan dan fasilitas sehingga penulis

dapat menyelesaikan pendidikan. Penulis juga menyampaikan ucapan terima

kasih kepada Ibu Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt., IbuDra. Anayanti Arianto,

M.Si., Apt., danBapak Drs. Suryanto, M.Si., Apt., selaku dosen penguji yang telah

memberikan kritik, saran dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi

ini serta Bapak Drs. Syahrial Yonoes, SU., Apt., selaku penasehat akademik yang

selalu memberikan bimbingan kepada penulis selama perkuliahan.

Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tiada terhingga

(5)

maupun non materi. AdikkuEvitamala Siregar, Panindoan Siregar, Fahrizal

Siregar, bang Anri Panasehat Siregar danseluruhkeluarga yang turut membantu,

mendoakandanmemberikansemangat selama penulis melakukan

penelitian.Penulisjugamengucapkanterimakasihkepada sahabat-sahabat dan para

sukarelawan yang telahmemberikanbantuandansemangattakterhingga dan

kebersamaannya selama ini, serta seluruh pihak yang telah ikut membantu

penulis.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih

jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis menerima kritik dan saran demi

kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat

memberi manfaat bagi kita semua.

Medan, Desember 2015 Penulis,

Gusmely Siregar NIM 121524115

(6)

SEBAGAI PELEMBAB KULIT DALAM SEDIAAN KRIM

ABSTRAK

Latar Belakang: Minyak wijen (Oleum sesami) merupakan minyak nabati yang diperoleh dengan pemerasan biji-biji sesami. Minyak wijen kaya akan asam lemak seperti asam oleat, asam linoleat, palmitat dan asam stearat. Selain itu minyak wijen memiliki kandungan protein, serat, kalsium, vitamin B, dan vitamin E.

Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah untuk membuat sediaan krim dengan menggunakan minyak wijen sebagai pelembab, mengetahui kemampuan krim minyak wijen mengurangi penguapan air dari kulit dan mengetahui sediaan krim tidak menyebabkan iritasi.

Metode Penelitian:Pada penelitian ini, krim pelembab mengandung asam stearat sebagai basis krim dan penambahan minyak wijen dengan konsentrasi 2,5%, 5%, 7,5%, 10%, gliserin 2% dan blanko. Pengujian kemampuan sediaan menggunakan alat skin analyzer untuk meningkatkan kelembaban kulit dengan menggunakan 10 orang sukarelawan. Beberapa pengujiannya yaitu uji homogenitas, penentuan tipe emulsi, pH, uji iritasi terhadap kulit dan pengamatan stabilitas secara visual selama 12 minggu pada suhu kamar dengan mengamati bau, warna, dan pecah atau tidaknya emulsi dari sediaan.

Hasil: Hasil uji homogenitas menunjukkkan bahwa sediaan krim yang dihasilkan homogen, tipe emulsi minyak dalam air, memiliki pH 5,16-5,87, stabil dalam penyimpanan 12 minggu, tidak mengiritasi kulit, dan memiliki kemampuan meningkatkan kelembaban kulit dengan rata-rata persentasenya yaitu F0 (Blanko): 7,59%, F1 (minyak wijen 2,5%): 19,06%, F2 (minyak wijen 5%): 25,28%, F3 (minyak wijen 7,5%): 30,89%, F4 (minyak wijen 10%): 39,89%, F5 (gliserin 2%): 24,98%, dimana semakin tinggi konsentrasi minyak wijen yang ditambahkan pada sediaan krim, maka semakin tinggi pula kemampuannya meningkatkan kelembaban kulit.

Kesimpulan: Kesimpulan dari penelitian ini adalah minyak wijen dapat diformulasikan dalan sediaan krim pelembab serta mampu meningkatkan kelembaban kulit hingga 39,89% yaitu formula F4 (minyak wijen 10%).

Kata kunci: minyak wijen, krim, pelembab,kulit

(7)

MOISTURIZER IN CREAM PREPARATION

ABSTRACT

Backgroud: Sesami oil is vegetable oil that is obtained by extortion sesami seeds. Sesami oil is rich in fatty acids such as oleic acid, linoleic acid, palmitic and stearic acid. In addition, sesame oil contains protein, fiber, calcium, vitamin B, and vitamin E.

Purpose: The aim of this study was to prepare cream by using sesami oil as moisturizing agent, to know the ability sesami oil cream reducing in water evaporation from the skin and causing no irritation.

Methods: In thisstudy, moisturizer cream containing stearic acid as cream bases and the addition of sesami oil by using concentration was 2.5%, 5%, 7.5%, 10%, glycerin 2% and blank. Evaluating the ability of preparation by using Skin Analyzer was to increase the moisture of skin by using 10 volunteers. Some of the evaluating parameters were homogenity test, determining emulsion type, pH, irritation test on skin and evaluating the odor, colour, and emulsion breakage.

Results: The result of the homogenity test showed that all of the moisturizing cream preparations were homogenous, oil in water emulsion type, pH of 5.16-5.87, stable in storage for 12 weeks, didn’t irritate skin, and able to improve skin moisture, with the average percentage was F0 (blank):7.59%, F1 (sasami oil 2.5%): 19.06, F2 (sesami oil 5%): 25.28%, F3 (sesami oil 7.5%): 30.89%, F4 (sesami oil 10%): 39.89%, F5 (glycerin 2%): 24.98%, where the higher concentration of sesami oil were added into cream, the greater the ability of cream to improve skin moisture.

Conclusions: The conclusions of this study is sesame oil could be formulated in moisturizer cream preparation and able to increase skin moisture up to 39.89% which is formula F4.

Keywords : Sesame oil, cream, mousturizing, skin

(8)

Halaman

2.1.4 Faktor yang menyebabkan dehidrasi kulit ... 10

2.1.5 Alasan kulit dilembabkan ... 11

(9)

2.3 Kosmetik ... 14

2.3.1 Defenisi kosmetik ... 14

2.3.2 Tujuan penggunaan kosmetik ... 14

2.3.3 Kosmetika pelembab ... 15

2.4 Bahan-Bahan Sediaan Krim Pelembab ... 17

2.5 Uraian Tanaman Wijen ... 18

3.4.3 Pemeriksaanterhadapsediaan ... 23

3.4.3.1Pemeriksaanhomogenitassediaan ... 23

3.4.3.2Penentuantipeemulsisediaan ... 23

3.4.3.3Pengukuran pH sediaan ... 23

3.4.3.4Penentuanstabilitassediaan ... 24

(10)

3.4.3.6Penentuan sediaan untuk meningkatkan

kelembababan kulit ... 24

BAB IV HASIL DANPEMBAHASAN ... 26

4.1Identifikasi Sampel ... 26

4.2 Penentuan Mutu Fisik Sediaan ... 26

4.2.1 Pemeriksaan homogenitas ... 26

4.2.2 Penentuan tipe emulsi pada sediaan krim ... 27

4.2.3 Penentuan pH sediaan ... 28

4.2.4 Pengamatan stabilitas sediaan ... 29

4.2.5 Uji iritasi terhadap sukarelawan ... 31

4.2.6 Penentuan kemampuan sediaan untuk meningkatkan kelembaban kulit ... 32

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 36

5.1 Kesimpulan ... 36

5.2 Saran ... 36

DAFTAR PUSTAKA ... 37

LAMPIRAN ... 39

(11)

Tabel Halaman

3.1 Formula sediaan krim yang dibuat ... 22

4.1 Data hasil penentuan tipe emulsi sediaan ... 27

4.2 Data pengukuran pH sediaan krim pada saat selesai dibuat ... 28

4.3 Data pengukuran pH sediaan krim setelah penyimpanan selama

12 minggu ... 28

4.4 Data pengamatan terhadap terhadap kestabilan sediaan krim saat

selesai dibuat dan setelah 1, 4, 8 dan 12 minggu ... 30

4.5 Data hasil uji iritasi sediaan terhadap sukarelawan pada 24 dan

48 jam ... 31

4.6 Data kelembaban kulit sebelum penggunaan krim m/a dan setelah penggunaan krim m/a pada minggu ke 1,2,3, dan 4 . ... 32

4.7 Data peningkatan persentase kelembaban krim m/a ... 33

(12)

Gambar Halaman

4.1 Grafik persentase peningkatan kadar air setelah pemberian krim

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Hasil analisis kandungan asam lemak minyak wijen ... 39

2. Surat pernyataan sukarelawan ... 40

3. Hasil pengukuran menggunakan moisture cheker (kadar air) . 41

4. Gambar pohon, biji, dan minyak wijen ... 51

5. Gambar sediaan krim setelah dibuat dan setelah12minggu ... 52

6. Gambar alat untuk menguji kelembaban (moisture cheker)

dan pHmeter Hanna ... 53

7. Foto sebelum dan sesudah pemakaian krim ... 54

8. Gambar uji homogenitas dan tipe emulsi dengan pewarnaan metilen biru ... 57

(14)

SEBAGAI PELEMBAB KULIT DALAM SEDIAAN KRIM

ABSTRAK

Latar Belakang: Minyak wijen (Oleum sesami) merupakan minyak nabati yang diperoleh dengan pemerasan biji-biji sesami. Minyak wijen kaya akan asam lemak seperti asam oleat, asam linoleat, palmitat dan asam stearat. Selain itu minyak wijen memiliki kandungan protein, serat, kalsium, vitamin B, dan vitamin E.

Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah untuk membuat sediaan krim dengan menggunakan minyak wijen sebagai pelembab, mengetahui kemampuan krim minyak wijen mengurangi penguapan air dari kulit dan mengetahui sediaan krim tidak menyebabkan iritasi.

Metode Penelitian:Pada penelitian ini, krim pelembab mengandung asam stearat sebagai basis krim dan penambahan minyak wijen dengan konsentrasi 2,5%, 5%, 7,5%, 10%, gliserin 2% dan blanko. Pengujian kemampuan sediaan menggunakan alat skin analyzer untuk meningkatkan kelembaban kulit dengan menggunakan 10 orang sukarelawan. Beberapa pengujiannya yaitu uji homogenitas, penentuan tipe emulsi, pH, uji iritasi terhadap kulit dan pengamatan stabilitas secara visual selama 12 minggu pada suhu kamar dengan mengamati bau, warna, dan pecah atau tidaknya emulsi dari sediaan.

Hasil: Hasil uji homogenitas menunjukkkan bahwa sediaan krim yang dihasilkan homogen, tipe emulsi minyak dalam air, memiliki pH 5,16-5,87, stabil dalam penyimpanan 12 minggu, tidak mengiritasi kulit, dan memiliki kemampuan meningkatkan kelembaban kulit dengan rata-rata persentasenya yaitu F0 (Blanko): 7,59%, F1 (minyak wijen 2,5%): 19,06%, F2 (minyak wijen 5%): 25,28%, F3 (minyak wijen 7,5%): 30,89%, F4 (minyak wijen 10%): 39,89%, F5 (gliserin 2%): 24,98%, dimana semakin tinggi konsentrasi minyak wijen yang ditambahkan pada sediaan krim, maka semakin tinggi pula kemampuannya meningkatkan kelembaban kulit.

Kesimpulan: Kesimpulan dari penelitian ini adalah minyak wijen dapat diformulasikan dalan sediaan krim pelembab serta mampu meningkatkan kelembaban kulit hingga 39,89% yaitu formula F4 (minyak wijen 10%).

Kata kunci: minyak wijen, krim, pelembab,kulit

(15)

MOISTURIZER IN CREAM PREPARATION

ABSTRACT

Backgroud: Sesami oil is vegetable oil that is obtained by extortion sesami seeds. Sesami oil is rich in fatty acids such as oleic acid, linoleic acid, palmitic and stearic acid. In addition, sesame oil contains protein, fiber, calcium, vitamin B, and vitamin E.

Purpose: The aim of this study was to prepare cream by using sesami oil as moisturizing agent, to know the ability sesami oil cream reducing in water evaporation from the skin and causing no irritation.

Methods: In thisstudy, moisturizer cream containing stearic acid as cream bases and the addition of sesami oil by using concentration was 2.5%, 5%, 7.5%, 10%, glycerin 2% and blank. Evaluating the ability of preparation by using Skin Analyzer was to increase the moisture of skin by using 10 volunteers. Some of the evaluating parameters were homogenity test, determining emulsion type, pH, irritation test on skin and evaluating the odor, colour, and emulsion breakage.

Results: The result of the homogenity test showed that all of the moisturizing cream preparations were homogenous, oil in water emulsion type, pH of 5.16-5.87, stable in storage for 12 weeks, didn’t irritate skin, and able to improve skin moisture, with the average percentage was F0 (blank):7.59%, F1 (sasami oil 2.5%): 19.06, F2 (sesami oil 5%): 25.28%, F3 (sesami oil 7.5%): 30.89%, F4 (sesami oil 10%): 39.89%, F5 (glycerin 2%): 24.98%, where the higher concentration of sesami oil were added into cream, the greater the ability of cream to improve skin moisture.

Conclusions: The conclusions of this study is sesame oil could be formulated in moisturizer cream preparation and able to increase skin moisture up to 39.89% which is formula F4.

Keywords : Sesame oil, cream, mousturizing, skin

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kosmetik berasal dari kata kosmetikos (Yunani) yang berarti

keterampilanmenghias, dan mengatur.Kosmetik adalah campuran bahan yang

diaplikasikan pada anggota tubuh bagian luar seperti epidermis kulit, kuku,

rambut, bibir, gigi, dan sebagainya dengan tujuan untuk menambah daya tarik,

melindungi, memperbaiki, sehingga penampilannya lebih cantik dari semula

(Muliyawan dan Suriana, 2013).

Adapun tujuan utama penggunaan kosmetik pada masyarakat adalah untuk

kebersihan pribadi,meningkatkan daya tarik melalui make-up, meningkatkan rasa

percaya diri, melindungi kulit dan rambut dari kerusakan sinar UV(Mitsui, 1997).

Kulit merupakan “selimut” yang menutupi permukaan tubuh dan memiliki

fungsi utama sebagai pelindung dari berbagai macam gangguan dan rangsangan

luar. Fungsi perlindungan ini terjadi melalui sejumlah mekanisme biologis, seperti

pembentukan lapisan tanduk secara terus-menerus, respirasi dan pengaturan suhu

tubuh, produksi sebum dan keringat, dan pembentukan pigmen melanin

untukmelindungi dari bahaya sinar ultraviolet matahari, sebagai perasa dan

peraba, serta pertahanan terhadap tekanan dan infeksi dari luar (Tranggono dan

Latifah, 2007).

Perawatan kulit penting untuk melindungi kulit dari kerusakan dan

penuaan dini.Salah satu perawatan kulit adalah melindungi kulit dari dehidrasi.

(17)

melindungi kulit dari dehidrasi, kulit pun tampak lembut, segar, dan cerah

(Muliyawan dan Suriana, 2013).

Kosmetika pelembab perlu digunakan terutama pada kulit kering atau kulit

normal yang cenderung kering terutama jika si pamakai akan lama berada didalam

lingkungan yang mengeringkan kulit, misalnya ruangan ber-AC. Secara alamiah

kulit memiliki lapisan lemak tipis di permukaannya, yang antara lain terdiri atas

produksi kelenjar minyak kulit. Pembentukan lapisan lemak tersebut terutama

untuk melindungi kulit dari kelebihan penguapan air yang akan menyebabkan

dehidrasi kulit (Tranggono dan Latifah, 2007).

Menggunakan produk pelembab seperti krim pelembab adalah salah satu

cara termudah untuk menjaga kelembaban kulit.Pelembab mampu menjaga

kelembaban kulit karena krim pelembab mengandung bahan yang mampu

menahan air di jaringan kulit terutama epidermis.Salah satu penyusun dari krim

pelembab adalah gliserin tetapi kurang disukai dan terasa panas di kulit makanya

diganti dengan minyak tumbuhan karena dinilai lebih mudah bercampur dengan

lemak kulit dan lebih mampu menembus sel-sel kulit (Muliyawan dan Suriana,

2013).

Minyak wijen adalah minyak lemak yang diperoleh dengan pemerasan

biji-biji sesami, berupa cairan yang warnanya kuning pucat, berbau lemah, dan

rasa tawar. Umumnya biji wijen berisi sekitar 47% minyak lemak. Kandungan

dari minyak wijen ini adalah minyak nabati, protein, serat, kalsium, vitamin B,

dan vitamin E. Manfaat dari wijen ini antara lain untuk industri farmasi, kosmetik,

obat-obatan, pembuatan makanan dan minyak goreng.Minyak wijen memiliki 2

(18)

kosmetik karena sifat antioksidan yang dimilikinya (Suparni dan Wulandari,

2012).

Beberapa keuntungan dari minyak wijen seperti melembabkan kulit

karena adanya kandungan vit E, asam linoleat, asam stearat, dan asam palmitat,

sebagai tabir surya alami dikarenakan mengandung vit E yang berfungsi sebagai

antioksidan baik dan memperlambat penuaan kulit (Ambikar,et al., 2014).

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk memformulasikan

minyak wijen sebagai bahan pelembab dalam sediaan krim.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka perumusan masalah pada

penelitian ini adalah :

a. Apakah minyak wijendapat diformulasikan dalam sediaan krim pelembab?

b. Apakah minyak wijen dalam sediaan krim mampu mengurangi penguapan

air dari kulit?

c. Apakah sediaan krim minyak wijen tidak menyebabkan iritasi?

1.3 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka hipotesis pada penelitian ini

adalah :

a. Minyak wijendapat diformulasikan dalam sediaan krim pelembab.

b. Minyak wijendalam bentuk sediaan krim pelembab mampu mengurangi

penguapan air dari kulit.

c. Sediaan krim minyak wijen tidak menyebabkan iritasi.

(19)

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

a. Untuk membuat sediaan krim dengan menggunakan minyak wijen sebagai

pelembab.

b. Untuk mengetahui seberapa besar kemampuan minyak wijendalam bentuk

sediaan krimmampu mengurangi penguapan air dari kulit.

c. Untuk mengetahui sediaan krim minyak wijen tidak menyebabkan iritasi.

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil guna

minyak wijenyaitu tidak hanya sebagai bahan konsumsi tetapi juga sebagai bahan

kosmetik, yaitu sebagai bahan pelembab kulit dalam sediaan krim.

(20)

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kulit

Kulit merupakan lapisan terluar dari tubuh manusia sehingga menjadi

bagian yang bersentuhan langsung dengan lingkungan, Fungsi utama kulit adalah

sebagai pelindung. Fungsi perlindungan ini terjadi seperti pelepasan sel-sel yang

sudah mati, respirasi dan pengaturan suhu tubuh, produksi sebum dan keringat,

dan pembentukan pigmen melanin untuk melindungi kulit dari bahaya sinar

ultraviolet, sebagai perasa dan peraba (Muliyawan dan Suriana, 2013).Luas kulit

orang dewasa sekitar 1,5m2 dengan berat kira-kira 15% berat badan.Kulit

merupakan organ yang merupakan cermin kesehatan(Wasitaatmadja, 1997).

2.1.1 Struktur kulit

Kulit terbagi atas3 lapisan utama:

1. Epidermis (kulit ari) sebagai lapisan yang paling luar

Para ahli histologi membagi epidermis dari bagian terluar hingga ke dalam

menjadi 5 lapisan yaitu:

a. Lapisan tanduk (stratum corneum)

Lapisan tanduk sebagai lapisan yang paling atas, terdiri atas beberapa

lapisan sel yang pipih, mati, tidak memiliki inti, tidak mengalami proses

metabolisme, tidak berwarna, dan sangat sedikit mengandung air. Lapisan ini

sebagian besar terdiri atas keratin, jenis protein yang tidak larut air, dan sangat

resisten terhadap bahan-bahan kimia.Hal ini berkaitan dengan fungsi kulit untuk

memproteksi tubuh dari pengaruh luar. Secara alami, sel-sel yang sudah mati

(21)

corneum dilapisi oleh suatu pelindung lembab tipis yang bersifat asam, disebut

mantel asam kulit.

b. Lapisan jernih (stratum lucidum) disebut juga “lapisan barrier”

Terletak tepat dibawah stratum corneum, merupakan lapisan yang tipis,

jernih, mengandung eleidin, sangat tampak jelas pada telapak tangan dan telapak

kaki.Antara stratum lucidum dan stratum granulosum terdapat lapisan keratin tipis

yang disebut rein’s barrier yang tidak bisa ditembus (immpermeabel).

c. Lapisan berbutir-butir (stratum granulosum)

Tersusun oleh sel-sel keratinosit yang berbentuk polygonal, berbutir kasar,

berinti mengkerut. Stoughton menemukan bahwa didalam butir keratohyalin itu

terdapat bahan logam, khususnya tembaga yang menjadi katalisator.

d. Lapisan malphigi (stratum spinosum) yang selnya seperti berduri

Memiliki sel yang berbentuk kubus dan seperti berduri.Intinya besar dan

oval.Setiap sel berisi filamen-filamen kecil yang terdiri atas serabut protein,

Cairan limfe masih ditemukan mengitari sel-sel dalam lapisan malphigi ini.

e. Lapisan basal(stratum germinativum)

Lapisan ini hanya tersusun oleh satu lapis sel-sel basal. Adalah lapisan

terbawah epidermis.Di dalam stratum germinativum juga terdapat sel-sel

melanosit, yaitu sel-sel yang tidak mengalami keratinasi dan fungsinya hanya

membentuk pigmen melanin dan memberikannya kepada sel-sel keratinosit

melalui denrit-denritnya.

2. Dermis (korium, kutis, kulit jangat)

Dermis adalah lapisan kulit yang berada dibawah epidermis.Lapisan ini

(22)

dermis juga berperan menyuplai nutrisi bagian epidermis (Muliyawan dan

Suriana, 2013).

Dalam dermis terdapat adneksa-adneksa kulit seperti folikel rambut, papila

rambut,kelenjar keringat,saluran keringat, kelenjar sebasea, otot penegak

rambut.Ujung pembuluh darah danujung sarafjuga sebagian serabut lemak yang

terdapat pada lapisan lemak bawah kulit (Tranggono dan Latifah, 2007).

3. Hipodermis

Lapisan ini terdiri atas jaringan pembuluh darah, dan sel-sel penyimpanan

lemak yang memisahkan dermis dengan otot, tulang dan struktur lain. Lapisan

hipodermis berfungsi sebagai cadangan makanan dan bantalan untuk melindungi

tubuh dari benturan-benturan fisik serta dalam pengaturan suhu tubuh. Jumlah

lemak dalam lapisan ini akan meningkat bila makan berlebihan (Guyton dan Hall,

1996).

2.1.2 Fungsi biologik kulit

a. Proteksi

Lapisan tanduk dan mantel lemak kulit menjaga kadar air tubuh dengan

cara mencegah masuknya air dari luar tubuh dan mencegah penguapan air, selain

itu juga berfungsi sebagai barrier terhadap racun dari luar. Mantel asam kulit

dapat mencegah pertumbuhan bakteri di kulit (Tranggono dan Latifah, 2007).

b. Thermoregulasi

Kulit mengatur temperatur tubuh melalui mekanisme dilatasi dan

konstriksi pembuluh kapiler dan melalui perspirasi, yangkeduanya dipengaruhi

saraf otonom.Pada saat temperatur badan menurun terjadi

(23)

vasodilatasi untuk meningkatkan pembuangan panas (Tranggono dan Latifah,

2007).

c. Persepsi sensoris

Kulit bertanggung jawab sebagai indera terhadap rangsangan dari luar

berupa tekanan, raba, suhu, dan nyeri melalui beberapa reseptor. Rangsangan dari

luar diterima oleh reseptor dan diteruskan ke sistem saraf pusat dan selanjutnya

diinterpretasikan oleh korteks serebri (Tranggono dan Latifah, 2007)

d. Absorbsi

Beberapa bahan dapat diabsorbsi kulit melalui dua jalur yaitu melalui

epidermis dan melalui kelenjar sebasea. Material yang mudah larut dalam lemak

lebih mudah diabsorbsi dibanding air dan material yang larut dalam air

(Taranggono dan Latifah, 2007).

2.1.3 Jenis kulit

Secara umum kulit terbagimenjadi3 jenis, yaitu kulit kering, kulit normal,

dan kulit berminyak.Pembagian ini didasarkan pada kandungan air dan minyak

yang terdapat pada kulit (Muliyawan dan Suriana, 2013).

a. Kulit normal

Kulit normal adalah kulit yang memiliki kadar air tinggi dan kadarminyak

rendah sampai normal (Muliyawan dan Suriana, 2013).

Ciri-ciri fisik yang dimiliki oleh kulit normal adalah :

- Tidak berminyak

- Kulit tampak segar dan cerah

- Bahan-bahan kosmetik mudah menempel di kulit

(24)

b. Kulit berminyak

Kulit berminyak yaitu kulit yang memiliki kandungan air dan minyak yang

tinggi (Muliyawan dan Suriana, 2013).

Secara Fisik, kulit jenis ini memiliki ciri-ciri berikut :

- Pori-pori kulit besar terutama di hidung, pipi, dagu karena di sini minyak

sangat banyak menumpuk

- Kulit bertekstur kasar dan berminyak

- Mudah kotor dan sangat rentanberjerawat

c. Kulit Kering

Kulit kering adalah kulit yang memiliki kadar air kurang atau rendah

(Muliyawan dan Suriana, 2013).

Ciri-ciri fisik yang tampak pada kulit kering yaitu:

- Kulit kelihatan kusam

- Pori-pori halus, kulit muka tipis

- Sangat sensitif

- Cepat menampakkan kerutan-kerutan, karena kelenjar minyak kurang

menghasilkan minyak

Kulit terdiri dari beberapa jenis, biasanya disebabkan oleh beberapa faktor

yang menyebabkan perubahan jenis kulit tersebut.Seperti kulit normal menjadi

kering atau normal menjadi berminyak. Faktor-faktor tersebut antara lain:

a. Usia, perubahan jenis kulit dapat dialami oleh orang yang sama disebabkan

usia yang bertambah misalnya kulit normal di masa remaja menjadi kering di

(25)

b. Iklim, pengaruh dari udara dapat merubah jenis kulit, misalnya kulit normal

menjadi kering oleh hawa dingin.

c. Makanan, pembentukan kulit tergantung pada zat makanan yang bervariasi

dan seimbang. Makanan yang berlemak, panas dan pedas atau

minuman-minuman keras menyebabkan kulit normal akan menjadi berminyak.

d. Pengaruh sinar, pengaruh sinar UV dari matahari terhadap kulit adalah:

- Kulit berwarna hitam

- Cepat keriput dan tua

- Kemungkinan terjadi kanker kulit (Muliyawan dan Suriana, 2013).

2.1.4 Faktor yang menyebabkan dehidrasi kulit

Normalnya, kulit sehat dilindungi dari kekeringan oleh bahan-bahan yang

bisa menyerap air seperti asam amino, purin, pentose, choline, dan derivate asam

fosfat yang jumlah totalnya 20% dari berat lapisan stratum corneum. Bahan-bahan

yang larut dalam air tersebut dapat terangkat dari kulit oleh perspirasi atau

pencucian jika bahan-bahan itu tidak dilindungi oleh lapisan lemak tipis yang

tidak larut dalam air.Jika lapisan lemak tipis itu diangkat, bahan-bahan yang dapat

larut airitu terbuka dan siraman air berikutnya akan mengangkat mereka,

meninggalkan kulit yang sebagian atas sepenuhnya kehilangan karakter hidrofilik

dan elastisitasnya. Demikian penghilang lapisan lemak kulit menyebabkan

dehidrasi kulit (Tranggono dan Latifah, 2007).

Berkali-kali menggosok kulit dengan sabun atau detergent akan

menimbulkan efekseperti di atas. Mula-mula lemak permukaan kulit diemulsikan

(26)

pada udara, stratum corneumdengan cepat mengering dan menjadi kasar dan

pecah-pecah (Tranggono dan latifah, 2007).

Pengaruh udara terhadap dehidrasi stratum corneum juga diketahui.Jika

kelembaban relatif udara rendah (kandungan uap air dalam udara sedikit), maka

resiko kekeringan kulit lebih besar.Dalam udara yang panas, stratum corneum

tidak cepat mengering seperti dalam udara dingin, karena kelenjar sebasea aktif

mensuplai permukaan kulit dengan minyak dan air. Jika angin keras, pengupan air

kulit lebih cepat karena uap airnya tersapu oleh angin (Tranggono dan latifah,

2007).

Elastisitas stratum corneum dalam udara dingin berkurang karena lilin

kulit (bahan semen antara sisik-sisik keratin stratum corneum) menjadi lebih keras

dan kokoh, selain itu sekresi sebum juga berkurang (Tranggono dan Latifah,

2007).

2.1.5 Alasan kulit dilembabkan

Secara alamiah kulit memiliki lapisan lemak tipis dipermukaannya, yang

antara lain terdiri atas produksi kelenjar minyak kulit. Pembentukanlapisan lemak

tersebut terutama untuk melindungi kulit dari kelebihan penguapan air yang

menyebabkan dehidrasi (Tranggono dan Latifah, 2007).

Menurut penelitian Blank, et al., (1952), kandungan air di dalam stratum

corneum, meskipun sedikit(hanya 10%), sangat penting. Kelembutan dan

elastisitas stratum corneum sepenuhnya tergantung pada air yang dikandungnya,

dan bukan pada lemaknya.Blank juga menemukan bahwa stratum corneum yang

diletakkan di udara kering menjadi keras, bersisik, dan tidak dapat dilunakkan

(27)

petrolatum.Stratum corneum ini baru menjadi lunak kembali setelah diberi air

(Tranggono dan Latifah, 2007).

Stratum corneum terbuat dari sisik-sisik keratin dan semen yang mirip

lilin, yang mengisi celah-celah piringan-piringan keratin tersebut. Keratin terdiri

molekul-molekul rantai panjang yang dihubungkan satu sama lain dengan

jembatan garam atau hidrogen. Semakin sedikit jumlah air diantara rantai-rantai,

semakin kuat ikatan itu dan semakin rendah elastisitas keratin stratum corneum.

Kulit akan kering dan pecah-pecah. Mikroorganisme, kotoran, sisa sabun dan

lain-lain akan masuk dan menumpuk dalam celah tersebut sehingga menimbulkan

berbagai gangguan kebersihan dan kesehatan serta menjadi sumber infeksi. Bila

bakteri atau bahan iritan menembus retak V tersebut sampai ke bawah lapisan

rein’s tipe kelainan kulit yang lain, keratinisasiyang tidak normal, dapat terjadi.

stratum germinativum bereaksi terhadap bahan iritan dengan meningkatkan

pembelahan sel-selnya, mengakibatkan migrasi sel yang sangat cepat ke atas

sehingga terjadi penebalan stratum corneumdengan sel-sel semi- keratinisasi.

Komposisi bahan semen stratum corneum juga menjadi abnormal, membuat

aglomerasi sel-sel menjadi sisik-sisik yang lebih kasar.Bila sisik-sisik ini terlepas,

terjadi celah yang lebih dalam yang dapat menampung lebih banyak kotoran dan

mikroorganisme (Tranggono dan Latifah, 2007).

Secara garis besar, retak-retak pada stratum corneum di bawah kondisi

yang kurang baik akan menimbulkan gangguan kulit yang lebih serius. Jika

celah-celah berbentuk V itu berkembang dan bahan-bahan asing seperti sisa sabun,

kotoran, dan mikroorganisme masuk, maka kulit yang menjadi kering dan

(28)

yang juga akan melemahkan kulit. Disinilah perlunya kosmetik pelembab kulit

untuk mencegah dehidrasi kulit yang menyebabkan kekeringan dan retak-retak

pada kulit serta akibat-akibat buruknya (Tranggono dan Latifah, 2007).

2.2 Emulsi

Emulsi adalahsediaan dasar berupa sistem dua fase, terdiri dari dua cairan

yang tidak tercampur, dimana salah satu cairan yang terdispersi dalam bentuk

globul dalam cairan lainnya (Anief, 2004).

Emulsi mengandung bahan obat cair, terdispersi dalam cairan pembawa,

distabilkan dengan zat pengemulsi atau surfakatan yang cocok. Emulsi biasanya

mengandung dua zat yang tidak bercampur, yaitu air dan minyak, dimana cairan

yang satu terdispersi menjadi butir-butir kecil dalam cairan lain. Dispersi ini tidak

stabil, butir-butir ini bergabung dan membentuk dua lapisan air dan minyak yang

terpisah. Zat pengemulsi (emulgator) merupakan komponen yang paling penting

agar diperoleh emulsi stabil (Anief, 2004).

Emulsi dinyatakan sebagai sistem minyak dalam air (m/a) jika fase

dispersi merupakan fase yang tidak bercampur dengan air, dan air merupakan fase

kontinyu. Jika terjadi sebaliknya, maka emulsi tersebut dinyatakan emulsi air

dalam minyak (Ditjen POM, 1985).

Emulsi dikatakan pecah jika partikel halus yang terdispersi secara spontan

bersatu membentuk partikel yang lebih besar dan akhirnya terpisah menjadi dua

fase. Secara umum, ada tiga pola kerusakan emulsi:

1. Kriming adalah proses mengembangnya partikel karena pengaruh gravitasi,

sehingga masing-masing partikel memisah menjadi bentuk emulsi krim dan

(29)

2. Inversi fase adalah ketidakstabilan emulsi yang terjadi karena perubahan fase

m/a menjadi a/m atau sebaliknya.

3. De-emulsifikasi adalah proses pemisahan sempurna emulsi menjadi

masing-masing komponen cair.

Sumber ketidakstabilan lainnya adalah pertumbuhan mikroorganisme. Emulsi m/a

yang dibuat dengan bahan alam seperti gom, karbohidrat, dan protein sangat cepat

ditumbuhi bakteri pembusuk, jamur (Anief, 2004)

2.3 Kosmetik

2.3.1 Defenisi kosmetik

Kosmetik berasal dari kata kosmetikos (yunani) yang berarti keterampilan,

menghias, dan mengatur.Kosmetik adalah campuran bahan yang diaplikasikan

pada anggota tubuh bagian luar seperti epidermis kulit, kuku, rambut, bibir, gigi,

dan sebagainya dengan tujuan untuk menambah daya tarik, melindungi,

memperbaiki, sehingga penampilannya lebih cantik dari semula (Muliyawan dan

Suriana, 2013).

2.3.2 Tujuan penggunaan kosmetik

Tujuan penggunaan kosmetik dapat dikelompokkan sebagai berikut

(Rostamailis, 2005):

a. Melindungi kulit dari pengaruh-pengaruh luar yang merusak misalnya sinar

matahari, perubahan cuaca.

b. Mencegah lapisan terluar kulit dari kekeringan, terutama orang-orang yang

tinggal di daerah yang iklimnya dingin seperti daerah pegunungan yang selalu

(30)

c. Mencegah kulit cepat kering dan keriput, karena kosmetik menembus ke bawah

lapisan luar dan memasukkan bahan-bahan aktif ke lapisan-lapisan yang

terdapat lebih dalam.

d. Melekat di atas permukaan kulit untuk mengubah warna atau rona daerah kulit

tertentu.

e. Memperbaiki kondisi kulit misalnya kulit yang kering, normal dan berminyak.

f. Menjaga kulit tetap kencang.

g. Mengubah rupa/penampilan misalnya, bila telah dipakai kosmetik yang

diinginkan sehingga orang memandang kita ada perasaan berubah, bisa

berubah bertambah cantik/segar.

2.3.3 Kosmetika pelembab

Setiap orang mempunyai jenis kulit yang berbeda-beda.Namun, apapun

jenis kulit itu membutuhkan perawatan dan perlindungan agar tetap sehat dan

terhindar dari gejala penuaan dini.Ada beberapa langkah idealyang harus

dilakukan dalam rangkaian perawatan kulit sehari-hari yaitu pembersihan,

pelembaban, perlindungan dan tata rias.Perawatan kulit ini penting untuk

melindungi kulit dari kerusakan dan penuaan dini.Salah satu hal dalam perawatan

kulit adalah melindungi kulit dari dehidrasi. Kulit yang mengalami dehidrasi akan

cepat berkerut dan tampak kusam, sehingga pelembaban merupakan salah satu

langkah terpenting dalam rangkaian kegiatan perawatan kulit (Muliyawan dan

Suriana, 2013).

Kosmetik pelembab perlu dikenakan terutama pada kulit kering atau kulit

(31)

dalam lingkungan yang mengeringkan kulit, misalnya ruangan ber-AC

(Tranggono dan Latifah, 2007).

Menggunakan produk pelembab adalah salah satu cara termudah untuk

menjaga kelembapan kulit. Krim pelembab memang dirancang untuk

meningkatkan dan menjaga kelembapan kulit dalam berbagai kondisi, baik

kondisi panas maupun dingin (Muliyawan dan Suriana, 2013).

Krim pelembab memiliki kekentalan yang bervariasi dari ringan hingga

sangat kental. Kekentalan krim ini ditentukan oleh dua faktor yaitu, kandungan

minyak dan gliserol yang menyusun krim pelembab tersebut. Beberapa penyusun

krim pelembab ini yaitu:

• Emulsi minyak dalam air, yaitu krim dengan bahan dasar air yang

mengandung tetesan kecil minyak.

• Emulsi air dalam minyak, yaitu krim yang mengandung lebih banyak

minyak. Krim ini cocok dipakai pada kulit yang kering, karena mampu

bertahan lebih lama.

Jenis krim pelembab yang tersusun atas emulsi minyak dalam air lebih

diminati. Selain tidaka terlalu berminyak dan lengket, krim ini juga lebih mudah

menyerap dalam kulit dan memberi efek mendinginkan. Pelembab mampu

menjaga kelembaban kulit karena krim pelembab mengandung bahan yang

mampu menahan air didalam jaringan kulit, terutama epidermis. Bahan utama

penyusun krim pelembab, antara lain: lemak, minyak tumbuhan yang dinilai lebih

mudah bercampur dengan lemak kulit dan lebih mampu menembus sel-sel kulit,

air yang sudah didestilasi, bahan tambahan lain seperti antioksidan, vitamin, dan

(32)

Usia dewasa, kulit mengalami beberapa perubahan, sesuai dengan

bertambahnya usia, seperti usia 20-30 tahun. Pada usia ini kulit berada pada

kondisi yang paling optimal, perkembangan pembuluh darah, kolagenmencapai

puncaknya. Pergantian sel kulit mati dengan yang baru berjalan dengan baik.

Perawatan kulit pada usia ini tidaklah rumit, hanya diperlukan perawatan standar

berupa pembersih, sabun dan penyegar, jangan lupa menggunakan pelembab

minimal 2 kali sehari. Sebaiknya dioleskan setiap setelah mandi (Muliyawan dan

Suriana, 2013).

2.4 Bahan-Bahan Sediaan Krim Pelembab

Bahan-bahan yang digunakan mencakup emolien, zat sawar, zat

humektan, zat pengemulsi, zat pengawet, parfum (Ditjen, POM., 1985).

a. Emolien: Zat yang paling penting untuk bahan pelembut kulit adalah turunan

dari lanolin dan derivatnya, hidrokarbon, asam lemak.

b. Zat sawar: Bahan-bahan yang biasa yang digunakan adalah paraffin wax, asam

stearat.

c. Humektan: Suatu zat yang berfungsi sebagai pelembab kulit. Berbagai macam

humektan digunakan dalam kosmetik termasuk alkohol polihidrat seperti

gliserin, propilen glikol, dan sorbitol. Humektan memainkan peran penting

dalam kosmetik, yaitu untuk mempertahankan kadar air pada kulit dan mampu

menarik air dari udara serta menahan air agar tidak menguap.

d. Zat pengemulsi adalah bahan yang memungkinkan tercampurnya semua

bahan-bahan secara merata., misalnya gliseril monostearat, trietanolamin

e. Pengawet adalah Bahan yang dapat mengawetkan kosmetika dalam jangka

(33)

terjadinya tengik oleh aktivitas mikroba sehingga kosmetika menjadi stabil.

Selain itu juga dapat bersifat antioksidan yang dapat menangkal terjadinya

oksidasi.

f. Parfum: Pemilihan parfum yang digunakan pada sediaan krim biasanya

didasarkan atas nilai keindahan, tetapi sudah pasti jika wangi yang ditimbulkan

dari parfum menambah daya tarik dari konsumen untuk memilih produk yang

ditawarkan produsen.

2.5 Uraian Tanaman Wijen

Wijen termasuk tanaman dari famili pedaliceae. Tanaman ini tergolong

jenis terna tahunan yang tingginya dapat mencapai 2 meter. Batang tanaman

mempunyai bau yang khas, bersegi empat dengan sudut agak tumpul. Daunnya

berbentuk bundar atau telur, sedikit lonjong. Daunnya memiliki tepi yang rata

atau sedikit bergigi dengan tekstur kasar. Daun ini tersusun berselang seling atau

hampir berhadapan (Jaelani, 2009).

Jenis biji wijen ada 2 yaitu wijen hitam dan wijen putih tetapi biasa

digunakan yang berwarna putih pada industri makanan.Biji wijen dengan warna

putih cenderung menghasilkan minyak dengan mutu yang lebih baik

dibandingkan dengan biji yang berwarna hitam.Sedangkan warna hitam

menghasilkan persentase minyak yang lebih besar (Jaelani, 2009).

Bunga tanaman berwarna putih, merah jambu, ungu berbintik lembayung

atau kuning dibagian dalamnya. Bunga wijen muncul dari ketiak daunnya.

Buahnya berbentuk kotak, lonjong dan beruang empat dengan sekat biji-biinya.

(34)

banyak. Biji-biji ini bentuknya bundar seperti telur tetapi agak putih dan

meruncing di ujungnya (Jaelani, 2009).

2.5.1 Taksonomi wijen (Sesamum indicum)

Tanaman wijen mempunyai taksonomi sebagai berikut:

Philum : Spermatophyta

Divisi : Angiospermae

Sub-divisi : Dicotyledone

Ordo : Pedaliales

Famili : Pedaliceae

Genus : Sesamum

Spesies : Sesamum indicum L

2.5.2 Kandungan dan manfaat minyak wijen

Biji wijen mengandung kadar minyak nabati sebesar 45-55% yang terdiri

atas asam stearat, asam palmitat, asam oleat, asam linoleat. Minyak ini berwarna

kuning agak jernih dan berasa agak manis. Selain minyak nabati ada protein,

serat, kalsium, vitamin B dan vitamin E (Jaelani, 2009).

Dibidang kosmetik, minyak wijen sangat diperlukan untuk campuran

minyak rambut selain itu bisa juga mencegah penuaan dini dan sebagai bahan

(35)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian ini dilaksanakan secara eksperimental. Penelitian ini

meliputi identifikasi sampel, pembuatan sediaan krim, penentuan mutu fisik

meliputi uji homogenitas sediaan, uji pH, penentuan tipe emulsi, pengamatan

stabilitas sediaan selama 12 minggu pada penyimpanan suhu kamar dan uji

iritasikulit sukarelawan, pengukuran kelembaban kulit dengan skin analyzer

moisture cheker.

3.1 Alat-Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:pH meter (Hanna

Instrument), neraca listrik (Boeco Germany), lumpang porselen, stamfer, objek

gelas, alat-alat gelas, cawan penguap, penangas air, spatel, sudip, pot plastik, pipet

tetes, penjepit tabung, batang pengaduk dan alatskin analyzer moisture cheker.

3.2 Bahan-Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: asam stearat,

setil alkohol, trietanolamin, nipagin, butilhidroksitoluen (BHT), akuades, oleum

rosae, minyak wijen, metilen biru, larutan dapar pH asam (4,01), larutan dapar pH

netral (7,01).

3.3 Sukarelawan

Sukarelawan yang dijadikan panel pada uji iritasi dan penentuan

kemampuan sediaan untuk mengurangi penguapan air dari kulit berjumlah 10

orang, dengan kriteria sebagai berikut (Ditjen POM, 1985):

(36)

2. Usia antara 20-30 tahun

3. Tidak ada riwayat penyakit alergi

4. Bersedia menjadi sukarelawan

3.4 Prosedur Kerja

3.4.1 Identifikasi sampel

Identifikasi sampel dilakukan dengan menganalisiskandungan asam lemak

yang terkandung dalam minyak wijen di Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Medan.

3.4.2 Formulasi sediaan krim

3.4.2.1 Formula dasar krim ( Young, 1972)

R/ Asam stearat 12 g

Nipagin secukupnya

3.4.2.2 Formula yang telah dimodifikasi

R/ Asam stearat 12 g

Setil alkohol 0,5 g

Trietanolamin 1 g

Nipagin 0,1 %

Butilhidroksitoluen 0,1 %

Minyak wijen x %

Oleum rosae 3 tetes

(37)

Sebagai pembanding digunakan Gliserin 2%

Konsentrasi minyak wijen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: 2,5, 5, 7,5,

dan 10%.

3.4.2.3 Pembuatan sediaan krim

Formula yang digunakan adalah sebagai berikut:

Tabel 3.1Formula dasar krim dengan minyak wijen yang dibuat

No Bahan

Keterangan: Formula F0: Blanko (dasar krim)

Formula F1: Konsentrasi minyak wijen 2,5% Formula F2: Konsentrasi minyak wijen 5% Formula F3:Konsentrasi minyak wijen 7,5% Formula F4:Konsentrasi minyak wijen 10% Formula F5: Gliserin 2% (pembanding)

Cara Pembuatan:

Ditimbang bahan-bahan yang akan diperlukan untuk membuat dasar krim.

Asam stearat, setil alkohol dan butilhidroksitoluen dilebur di atas penangas air

pada suhu ±70°C (massa I). Kemudian nipagindilarutkan dalam air

panastambahkan trietanolamin aduk sampai homogen (massa II). Kemudian

massa I dimasukkan ke dalam lumpang porselen panas, tambahkan massa II dan

gerus secara konstan hingga terbentuk massa krim.Setelah terbentuk massa

krimtambahkan minyak wijen sedikit demi sedikitgerus lalu, tambahkan oleum

(38)

3.4.3 Pemeriksaan terhadap sediaan 3.4.3.1 Pemeriksaan homogenitas sediaan

Pemeriksaan homogenitas dilakukan dengan menggunakan objek

gelas.Sejumlah tertentu sediaan jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan

transparan lain yang cocok, sediaan harus menunjukkan susunan yang homogen

dan tidak terlihat adanya butiran kasar (Ditjen, POM., 1979).

3.4.3.2 Penentuan tipe emulsi sediaan

Penentuan tipe emulsi pada sediaan krim dilakukan dengan dua cara, yaitu

dengan pengenceran dan pewarnaan. Pengenceran fase dilakukan dengan

mengencerkan 0,5 gram sediaan krim dengan 25 ml air dalam beaker glass. Jika

sediaan terdispersi secara homogen dalam air, maka sediaan termasuk emulsi tipe

m/a, sedangkan jika sediaan tidak terdispersi secara homogen dalam air, maka

sediaan termasuk emulsi tipe a/m(Syamsuni, 2006).

Pewarnaan dilakukan cara sejumlah tertentu sediaan diletakkan di atas

objek glass, ditambahkan satu tetes biru metilen, diaduk. Bila biru metilen

tersebar merata berarti sediaan tipe minyak dalam air, tetapi jika warna hanya

berupa bintik-bintik biruberarti tipe sediaan adalah air dalam minyak (Ditjen,

POM.,1985).

3.4.3.3 Pengukuran pH sediaan

Pengukuran pH sediaan dilakukan dengan menggunakan alat pH

meter.Alat terlebih dulu dikalibrasi dengan menggunakan larutan dapar standar

netral (pH 7,01) dan larutan dapar pH asam (pH 4,01) hingga alat menunjukkan

harga pH tersebut. Kemudian elektroda dicuci dengan akuades, lalu dikeringkan

dengan tissue. Sampel dibuat dalam konsentrasi 1%,yaitu ditimbang 0,5 g sediaan

(39)

larutan tersebut.Dibiarkan alat menunjukkan nilai pH sampai konstan. Angka

yang ditunjukkan pH meter merupakan pH sediaan (Rawlins, 2003).

3.4.3.4 Penentuan stabilitas sediaan

Pengamatan stabilitas dilakukan pada penyimpanan suhu

kamar.Masing-masing formula sediaan dimasukkan kedalam pot plastik, ditutup bagian

atasnya.Selanjutnya, dilakukan pengamatan pada saat sediaan telah selesai dibuat,

penyimpanan 1, 4, 8, dan 12 minggu dilakukan pada suhu kamar. Selanjutnya,

dilakukan pengamatan berupa pecah atau tidaknya emulsi, perubahan warna dan

bau dari sediaan(Ansel, 2005).

3.4.3.5 Uji iritasi terhadap kulit sukarelawan

Penelitian ini dilakukan pada 10 orang sukarelawan. Sediaan dioleskan di

bagian lengan bawah, kemudian dibiarkan selama 48 jam dan dilihat perubahan

yang terjadi berupa kemerahandan pembengkakan pada kulit (Wasitaatmadja,

1997).

3.4.3.6 Penentuan kemampuan sediaan untuk meningkatkankelembaban kulit

Kemampuan sediaan untuk meningkatkan kelembaban kulit ditentukan

dengan menggunakan alat skin analyzer yaitu moisture cheker.Adapun parameter

untuk pengukuran kadar air ditandai dengan dehidrasi: 0-29, normal: 30-50, dan

hidrasi: 51-100. Setiap formula di ujikan pada sukarelawan yaitu pada bagian

pergelangan atas tangan yaitu dengan diberi tanda lingkaran lalu dioeskan sehari

dua kali selama satu bulan. Pengukuran kelembaban awal dilakukan sebelum

sediaan digunakan, selanjutnya dilakukan pengukuran kelembaban pada daerah

kulit yang diuji pada minggu ke-1, ke-2, ke-3 dan ke-4.

(40)

a. Bersihkan permukaan kulit yang hendak diukur dengan tissu halus

b. Bersihkan bagian sensor pada moisture cheker dengan menggunakan kain lensa

yang tersedia

c. Tekan tombol power pada moisture cheker dan tunggu hingga menunjukkan

angka 00,0

d. Letakkan diatas permukaan kulit yang akan diukur, angka yang ditampilkan

(41)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Identifikasi Sampel

Identifikasi sampel dilakukan dengan menganalisis kandungan asam lemak

yang terkandung dalam minyak wijen di Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS),

Medan. Kemudian mencocokkan hasil analisis yang didapat dengan

sebuahjurnalLipids in pharmaceutical and cosmetic preparations.Journal Of

Grasas y Aceites.

Hasil analisis komposisi asam lemak dalam minyak wijen dari Pusat

Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) yaitu:

- Asam oleat : 36,2%

- Asam linoleat : 37,9%

- Asam stearat : 6,0%

- Asam linolenat : 1%

Adapun komposisi asam lemak yang terdapat pada jurnal Lipids in

pharmaceutical and cosmetic preparations yaitu:

- Asam oleat : 35-50%

- Asam linoleat : 35-50%

- Asam stearat : 3,5-6%

- Asam linolenat : 1%

4.2Penentuan Mutu Fisik Sediaan

4.2.1 Pemeriksaan homogenitas

Dari percobaan yang dilakukan pada sediaan krim pelembab tidak

(42)

4.2.2 Penentuan tipe emulsi pada sediaan krim

Menurut Syamsuni (2006), penentuan tipe emulsi dapat ditentukan dengan

pengenceran fase dan pewarnaan dengan metilen biru. Penentuan tipe emulsi

dengan pengenceran fase dilakukan dengan cara mengencerkannya dengan air,

dengan prinsip tersebut maka tipe emulsi m/a dapat diencerkan dengan air

sedangkan tipe emulsi a/m tidak dapat diencerkan dengan air. Hasil percobaan

untuk pengujian tipe emulsi sediaan krim dengan pengenceran fase menggunakan

air dan pewarnaan dengan metilen biru yaitu:

Tabel 4.1 Data hasil penentuan tipe emulsi sediaan

No Formula Terdispersinya

Sediaan dalam air

Terdispersinya metilen biru dalam sediaan

1 F0 √ √

Keterangan: Formula F0 : Blanko (dasar krim tanpa sampel) Formula F1 : Konsentrasi minyak wijen 2,5% Formula F2 : Konsentrasi minyak wijen 5% Formula F3 : Konsentrasi minyak wijen 7,5% Formula F4 : Konsentrasi minyak wijen 10% Formula F5 : Gliserin 2% (pembanding) √ : Terdispersi secara 27egative - : Tidak terdispersi secara 27egative

Berdasarkan hasil uji tipe emulsi dengan pengenceran fase, formula F0,

F1, F2, F3, F4 dan F5 dapat diencerkan dengan penambahan air, dengan

demikian membuktikan sediaan krim tersebut mempunyai tipe emulsi m/a.

Pengujian tipe emulsi dengan cara pewarnaan dengan metilen biru. Pengujian

dilakukan menambahkan larutan metilen biru pada sediaan yang diuji. Apabila

(43)

Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan bahwa formula F0,F1, F2, F3, F4 dan

F5 mempunyai tipe m/a karena metilen biru dapat terlarut dan memberikan warna

biru yang homogen.

4.2.3 Penentuan pH sediaan

pH sediaan ditentukan dengan menggunakan pH meter. Dari percobaan

yang dilakukan, diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 4.2 Data Pengukuran pH sediaan krim pada saat selesai dibuat

No Formula pH

Keterangan: Formula F0 : Blanko (dasar krim tanpa sampel) Formula F1 : Konsentrasi minyak wijen 2,5% Formula F2 : Konsentrasi minyak wijen 5% Formula F3 : Konsentrasi minyak wijen 7,5% Formula F4 : Konsentrasi minyak wijen 10% Formula F5 : Gliserin 2% (pembanding)

Tabel 4.3Data pengukuran pH sediaan krim setelah penyimpananselama 12minggu

(44)

Hasil penentuan pH sediaan pada saat selesai dibuat, diperoleh bahwa pH

pada formula F0: 6,06; F1: 6,07; F2: 6,00; F3: 5,97; F4: 5,93; F5:6,03. Setelah

penyimpanan selama 12 minggu terjadi perubahan pH pada setiap sediaan yaitu:

F0: 5,16; F1:5,67; F2: 5,7; F3: 5,7; F4: 5,7 F5: 5,87.

Perubahan pH yang terjadi pada sediaan krim yaitu seluruh sediaan

mengalami penurunan pH setelah penyimpanan selama 12 minggu.Hal ini dapat

disebabkan oleh pengaruh kondisi lingkungan seperti udara selama penyimpanan,

dimana oksigen dapat mempengaruhi kestabilan dari zat-zat yang mudah

teroksidasi seperti hal nya minyak.

Perubahan pH yang terjadi sesuai dengan yang diungkapkan oleh

Ansel(2005), bahwa oksidasi dari suatu zat obat yang rentan kebanyakan terjadi

bila zat tersebut dipaparkan ke cahaya, atau dikombinasi dalam formulasi dengan

zat-zat kimia lainnya tanpa melihat ke pengaruhnya terhadap oksidasi dengan

tepat. Kestabilan dari obat-obat yang dapat dioksidasi dapat dipengaruhi oleh

oksigen sehinggga penambahan antioksidan perlu untuk

menstabilkannya.Ketidakstabilan tersebut sangat berpengaruh terhadap pH

sediaan.

Berdasarkan hasil penentuan pH tersebut dapat diketahui bahwa meskipun

terjadi penurunan pH setelah penyimpanan 12 minggu tetapi masih menunjukkan

kisaran pH yang sesuai dengan pH kulit yaitu 4,5–6,5 sehingga tidak beresiko

untuk menimbulkan reaksi yang negative pada kulit.

4.2.4 Pengamatan stabilitas sediaan krim

Ketidakstabilan formulasi obat dapat dideteksi dalam beberapa hal dengan

(45)

sebagian dari cairan fase tidak teremulsikan dan membentuk suatu lapisan yang

berbeda pada permukaan atau dasar emulsi.Oleh sebab itu perlu dilakukan uji

evaluasi selama 3 bulan dan dianggap sebagai stabilitas minimum yang harus

dimiliki oleh suatu emulsi (Ansel, 2005).

Berikut ini adalah data hasil pengamatan stabilitas sediaan krim saat

selesai dibuat dan setelah penyimpanan selama 12 minggu.

Tabel 4.4Data pengamatan terhadap kestabilan sediaan krim saat selesai dibuat dan setelah 1, 4, 8, dan 12 minggu pada penyimpanan suhu kamar

No Formu

Keterangan: Formula F0 : Blanko (dasar krim tanpa sampel) Formula F1 : Konsentrasi minyak wijen 2,5% Formula F2 : Konsentrasi minyak wijen 5% Formula F3 : Konsentrasi minyak wijen 7,5% Formula F4 : Konsentrasi minyak wijen 10% Formula F5 : Gliserin 2% (pembanding)

x : Perubahan warna

y : Perubahan bau

z : Pemisahan fase

- : Tidak ada perubahan

√ : Terjadi perubahan

Berdasarkan hasil uji stabilitas pada sediaan selama 12 minggu, maka

diperoleh hasil pada Tabel 4.4 diatas yang menunjukkan bahwa seluruh sediaan

dari tiap formula tidak mengalami perubahan warna, bau, dan tidak terjadi

(46)

selama penyimpanan pada suhu kamar. Hal ini menunjukkan bahwa sediaan stabil

secara fisik.

4.2.5 Uji iritasi terhadap sukarelawan

Tabel 4.5Data hasil uji iritasi terhadap sukarelawan selama 24 dan 48 jam

Formula Sukarelawan Reaksi 24 jam 48 jam

Keterangan: Index iritasi primer: 0/48 = 0,00 sistem skor FederalHazardousSubstance Act (Barel,et al.,2001).

(47)

Tidak Erythema 0 Tidak edema 0 Sangat sedikit erythema 1 Sangat sedikit edema 1

Sedikit erythema 2 Sedikit edema 2

Erythema sedang 3 Edema sedang 3

Erythema sangat parah 4 Edema sangat parah 4

Berdasarkan hasil uji iritasi terhadap sukarelawan, tidak terlihat adanya

reaksi iritasi seperti erythema dan edema pada kulit dari setiap formula, hal ini

menunjukkan bahwa keseluruhan sediaan aman untuk digunakan.

4.2.6 Penentuan kemampuan sediaan untuk meningkatkan

kelembabankulit

Hasil pengukuran kelembaban yang menunjukkan persentase peningkatan

kelembaban kulit pada tiap minggu pengujian.

Tabel 4.6Data kelembaban kulit sebelum penggunaan krim m/a dansetelahpenggunaan krim m/a pada minggu ke 1,2,3, dan 4.

Formula Sukarelawan

Kelembaban pada minggu (%) Awal

(48)

Formula F5 : Gliserin 2% (pembanding) Dehidrasi : 0-29

Normal : 30-50 Hidrasi : 51-100

Tabel 4.7Data peningkatan persentase kelembaban krim m/a

Formula Sukarelawan

Peningkatan kadar air pada minggu ke

1 2 3 4

Keterangan : Formula F0 : Blanko (dasar krim tanpa sampel) Formula F1 : Konsentrasi minyak wijen 2,5% Formula F2 : Konsentrasi minyak wijen 5% Formula F3 : Konsentrasi minyak wijen 7,5% Formula F4 : Konsentrasi minyak wijen 10% Formula F5 : Gliserin 2% (pembanding)

Berdasarkan data yang diperoleh setelah pengukuran kelembaban seperti

pada grafik, terlihat bahwa terdapat peningkatan persentase kelembaban kulit pada

(49)

bertambahnya waktu pengukuran dan peningkatan persentase kelembaban berbeda

antar formula yang satu dengan yang lainnya.

Gambar 4.1Grafik persentase peningkatankadar air setelah pemberian krim pada sukarelawan

Keterangan: Formula F0 : Blanko (dasar krim tanpa sampel) Formula F1 : Konsentrasi minyak wijen 2,5% Formula F2 : Konsentrasi minyak wijen 5% Formula F3 : Konsentrasi minyak wijen 7,5% Formula F4 : Konsentrasi minyak wijen 10% Formula F5 : Gliserin 2% (pembanding)

Secara umum, terlihat bahwa setiap formula menunjukkan peningkatan

persentase kelembaban sebelum penggunaan dan setelah penggunaan krim,

dimana persentase kelembaban semakin meningkat dengan bertambahnya waktu

penggunaan krim, hal ini dapat dilihat bahwa persentase kelembaban pada tiap

formula meningkat pada minggu ke-1 dan semakin meningkat pada minggu ke-2,

ke-3 dan ke-4. Tetapi, peningkatan persentase kelembaban berbeda pada tiap

formula.Dimana semakin tinggi konsentrasi minyak wijen pada krim semakin

tinggi pula peningkatan persentase kelembabannya. Sementara pada formula F5

(50)

(pembanding gliserin 2%) terlihat grafik persentasenya hampir sejajar dengan

formula F2 (minyak wijen 5%) ini menandakan pada F5 kemampuannya untuk

meningkatkan kelembaban kulit hampir sama dengan F2 (minyak wijen 5%).

Berbeda untuk F3 dan F4 dimana lebih tinggi kemampuannya meningkatkan

kelembaban kulit dibandingkan F5.Artinya, pada F3 dan F4 lebih bagus

peningkatan kemampuan melembabkan kulit daripada F5 (pembanding gliserin

2%). Kemampuan yang paling tinggi untuk meningkatkan kelembaban kulit yaitu

pada formula F4 hingga 39,89%.

Berdasarkan hasil analisis data secara statistik menggunakan ujiAnova

menunjukkan kondisi kadar air kulit pada kondisi awal dan minggu 1 untuk

semua formula peningkatan kemampuan untuk melembabkan kulit hampir sama

dimana signifikan P>0,05, sedangkan pada minggu ke-2, ke-3, ke-4 dan ke-5

semakin jelas telihat perbedaan kemampuan krim untuk melembabkan kulit

dimana signifikan P<0,05 artinya perbedaan yang signifikan antara semua

(51)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1Kesimpulan

a. Minyak wijendapat diformulasikan dalam sediaan krim pelembab. Hasil

evaluasi menunjukkan sediaan krim yang homogen, memiliki tipe emulsi m/a

dan pH sesuai dengan pH kulit (4,5-6,5), tidak mengiritasi serta stabil secara

fisik selama penyimpanan 12 minggu.

b. Penambahan minyak wijen (Oleum sesami) dalam sediaan krim yang

dihasilkan mampu meningkatkan kelembaban kulit dengan rata-rata

persentase yaitu F0 (Blanko): 7,59%, F1 (minyak wijen 2,5%): 19,06%, F2

(minyak wijen 5%): 25,28%, F3 (minyak wijen 7,5%): 30,89%, F4(minyak

wijen 10%): 39,89%, F5(gliserin 2%): 24,98%. Formula yang paling tinggi

meningkatkan persentase kelembaban kulit hingga 39,89% yaitu F4 (minyak

wijen 10%), dimana semakin tinggi konsentrasi minyak wijen yang

ditambahkan pada sediaan, maka semakin tinggi pula kemampuan

meningkatkan kelembaban kulit.

5.2 Saran

Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk memformulasikan minyak

(52)

LAMPIRAN

(53)

Lampiran 2.Surat pernyataan sukarelawan

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama :

Umur :

Jenis Kelamin :

Alamat :

Menyatakan bersedia menjadi sukarelawan untuk uji kelembaban kulit

yang dilakukan selama 1 bulan dan uji iritasi selama 2 hari dalam penelitian

Gusmely Siregar dengan judul “Penggunaan Minyak Wijen (Oleum sesami)

Sebagai Pelembab Kulit Dalam Sediaan Krim”dan memenuhi kriteria sebagai

sukarelawan uji sebagai berikut (Ditjen POM,1985).

1. Wanita berbadan sehat

2. Usia antara 20-30 tahun

3. Tidak ada riwayat penyakit yang berhubungan dengan alergi, dan

4. Bersedia menjadi sukarelawan

Apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan selama uji iritasi,

sukarelawan tidak akan menuntut kepada peneliti.

Demikian surat pernyataan ini dibuat, atas partisipasinya peneliti

mengucapkan terima kasih.

(54)

Sukarelawan Peneliti

(...) (Gusmely Siregar)

Lampiran 3.Hasil pengukuran menggunakan moisture cheker (kadar air)

F0( Kondisi awal) :

(55)

Lampiran 3. (Lanjutan)

2 Minggu:

(56)

Lampiran 3. (Lanjutan)

4 Minggu:

(57)

Lampiran 3. (Lanjutan)

1 Minggu:

(58)

Lampiran 3. (Lanjutan)

3 Minggu:

(59)

Lampiran 3. (Lanjutan)

F2 (Kondisi awal):

(60)

Lampiran 3. (Lanjutan)

(61)

3Minggu:

Lampiran 3.(Lanjutan)

(62)

F3 (Kondisi awal):

Lampiran 3. (Lanjutan)

(63)

Lampiran 3. (Lanjutan)

3 Minggu:

(64)

Lampiran 3.(Lanjutan)

F4 (Kondisi awal) :

(65)

Lampiran 3.(Lanjutan)

2 Minggu:

(66)

Lampiran 3.(Lanjutan)

4 Minggu:

(67)

Lampiran 3. (Lanjutan)

1 Minggu:

(68)

Lampiran 3.(Lanjutan)

3 Minggu:

(69)

Lampiran 4.Gambar pohon, biji, dan minyak wijen

(70)

Gambar Minyak wijen

Lampiran 5. Gambar sediaan krim setelah dibuat dan setelah 12 minggu

(71)

Gambar.Sediaan setelah penyimpanan selama 12 minggu

Lampiran 6. Gambar alat untuk menguji kelembaban (moisture cheker) danpH meter Hanna

(72)

Gambar.pH meter Hanna (untuk mengukur pH)

Lampiran 7.Foto sebelum dan sesudah pemakaian krim

(73)

F1(sebelum) F1 (sesudah)

Lampiran 7.(Lanjutan)

(74)

F3 (sebelum) F3 (sesudah)

Lampiran 7.(Lanjutan)

(75)

F5 (sebelum) F5 (sesudah)

Lampiran 8. Gambar uji homogenitas dan uji tipe emulsi dengan pewarnaan metilen biru

(76)

Uji tipe emulsi sediaan krim dengan pewarnaan metilen biru

Lampiran 9.Data hasil analisis statistik dengan SPSS

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic Df Sig. Statistic Df Sig.

Kondisi Awal .161 18 .200* .851 18 .009

1 Minggu .154 18 .200* .942 18 .319

2 Minggu .139 18 .200* .971 18 .816

3 Minggu .184 18 .110 .943 18 .325

4 Minggu .142 18 .200* .951 18 .440

a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

ANOVA

(77)

Within Groups 8.285 12 .690

Total 12.609 17

1 Minggu Between Groups 9.002 5 1.800 2.467 .093

Within Groups 8.756 12 .730

Total 17.758 17

2 Minggu Between Groups 29.929 5 5.986 7.581 .002

Within Groups 9.475 12 .790

Total 39.404 17

3 Minggu Between Groups 76.593 5 15.319 16.809 .000

Within Groups 10.936 12 .911

Total 87.529 17

4 Minggu Between Groups 162.127 5 32.425 31.325 .000

Within Groups 12.421 12 1.035

Gambar

Tabel 3.1Formula dasar krim dengan minyak wijen yang dibuat
Tabel 4.1 Data hasil penentuan tipe emulsi sediaan
Tabel 4.2 Data Pengukuran pH sediaan krim pada saat selesai dibuat
Tabel 4.4Data pengamatan terhadap kestabilan  sediaan krim saat selesai dibuat  dan setelah 1, 4, 8, dan 12 minggu pada penyimpanan suhu kamar
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil pengujian kemampuan pengurangan penguapan air dari kulit menunjukkan semakin tinggi konsentrasi sari kecambah yang ditambahkan ke dalam sediaan krim pelembab maka

konsentrasi buah labu kuning yang ditambahkan ke dalam sediaan krim akan.. semakin besar kemampuan sediaan krim tersebut untuk

Sediaan krim dengan konsentrasi sari buah rasberi 4 dan 6% tidak memiliki perbedaan yang signifikan dengan krim yang mengandung gliserin 2% untuk mengurangi penguapan air

Pengaruh udara terhadap dehidrasi stratum corneum juga diketahui.Jika kelembaban relatif udara rendah (kandungan uap air dalam udara sedikit), maka resiko kekeringan kulit

Data kemampuan sediaan untuk mengurangi penguapan air pada

Ekstrak lobak merah (Raphanus sativus L.) dalam bentuk sediaan krim. mampu mengurangi penguapan air dari kulit atau

Sediaan krim dengan konsentrasi sari buah rasberi 4 dan 6% tidak memiliki perbedaan yang signifikan dengan krim yang mengandung gliserin 2% untuk mengurangi penguapan air

Hasil menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi sari buah srikaya yang ditambahkan pada sediaan krim maka semakin besar kemampuan sediaan krim tersebut untuk mengurangi