• Tidak ada hasil yang ditemukan

Observasi Klinis Pengaruh Pemberian Serbuk Daun Sidaguri (Sida Rhombifolia L) Pada Pasien Hiperurisemia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Observasi Klinis Pengaruh Pemberian Serbuk Daun Sidaguri (Sida Rhombifolia L) Pada Pasien Hiperurisemia"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

OBSERVASI KLINIS PENGARUH PEMBERIAN

SERBUK DAUN SIDAGURI (Sida rhombifolia

L

)

PADA PASIEN HIPERURISEMIA

SKRIPSI

OLEH:

MERY LESTARI SIREGAR NIM 101524008

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

OBSERVASI KLINIS PENGARUH PEMBERIAN

SERBUK DAUN SIDAGURI (Sida rhombifolia

L

)

PADA PASIEN HIPERURISEMIA

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH

MERY LESTARI SIREGAR NIM 101524008

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

OBSERVASI KLINIS PENGARUH PEMBERIAN

SERBUK DAUN SIDAGURI (

Sida rhombifolia

L)

PADA PASIEN HIPERURISEMIA

OLEH:

MERY LESTARI SIREGAR NIM 101524008

Dipertahankan dihadapan panitia penguji skripsi Fakultas farmasi universitas sumatera utara

Pada tanggal: 5 Februari 2015

s Disetujui Oleh:

Pembimbing I,

Drs.Awaluddin Saragih, M.Si., Apt. NIP 195008221974121002

Pembimbing II,

Drs. Saiful Bahri, M.S., Apt. NIP 195208241983031001

Panitia penguji:

Prof. Dr. Urip Harahap, Apt. NIP 195301011983031004

Drs. Awaluddin Saragih, M.Si., Apt. NIP 195008221974121002

Dra. Aswita Hafni Lubis, M.Si., Apt. NIP 195304031983032001

Khairunnisa, S,Si., M.Pharm., Ph. D., Apt. NIP 1978021520008122001

Medan, April2015 Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Wakil Dekan I,

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena limpahan rahmat, kasih dan karunianNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul ”Observasi Klinis Pemberian Serbuk Daun Sidaguri (Sida rhombifolia L) Pada Pasien Hiperurisemia”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tulus dan

ikhlaskepada Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt.selaku Dekan Fakultas Farmasi USU Medan yang telah memberikan fasilitas sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan. Bapak Drs. Awaluddin Saragih, M.Si., Apt.BapakDrs. Saiful Bahri, M.S., Apt. dan Bapak DR. Dr. Umar Zein,

DTM&H,Sp.PD.KPTIselaku pembimbing penelitian lapangan yang telah

memberikan waktu, bimbingan, dan nasehat selama penelitian hingga selesainya penyusunan skripsi ini serta kepada IbuDra. Tuti Roidah Pardede, M.Si., Apt. selaku penasehat akademis yang telah memberikan bimbingan kepada penulis. BapakProf. Dr. Urip Harahap, Apt. IbuDra. Aswita Hafni Lubis, M.Si., Apt. dan IbuKhairunnisa, S.Si., M.Pharm., Ph.D., Apt. selaku dosen pengujiyang telah memberikan saran dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Kepada Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi USU yang telah mendidik selama perkuliahan sertaBapakdan Ibu kepala Laboratorium Obat Tradisional yang telah memberikan bantuan dan fasilitas selama penulis melakukan penelitian.

Penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tiada terhingga kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta, S. Matua Siregar dan Dra. Siti Zahroh Harahap yang tiada hentinya berkorban dengan tulus ikhlas bagi

kesuksesan penulis,yang selalu setia memberi doa, dukungan dan motivasi selama melakukan penelitian.

Penulis menyadari skripsi ini masih belum sempurna, oleh karena itudiharapkan kritik dan saran yang membangun untuk penyempurnaannya. Harapan saya semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan kefarmasian.

Medan, April 2015 Penulis

(5)

OBSERVASI KLINIS PENGARUH PEMBERIAN

SERBUK DAUN SIDAGURI (Sida rhombifolia L)

PADA PASIEN HIPERURISEMIA

ABSTRAK

Latar belakang: Hiperurisemia merupakan penyakit yang banyak diderita dengan gejala nyeri pada tungkai dan dapat menyebabkan komplikasi, diantaranya urolithiasis, gangguan jantung, stroke, merusak saraf dan peradangan tulang. Daun sidaguri (Sida Rhombifolia L) dari hasil penelitian pada hewan mencit secara in vitro berkhasiat sebagai hepatoprotektor, antiudema, antiinflamasi, antihiperurisemia dan analgetika.Secara tradisional masyarakat memanfaatkan daun sidagurisebagai obat gatal, bisul, borok, kudis,eksim dan cacingan sedangkan akarnya sebagai obat sariawan dan obat bengkak.

Tujuan penelitian: Mengetahui karakteristik daun sidaguri yang diteliti sesuai dengan monografi yang tertera pada Materia Medika Indonesia, mengetahui pengaruh pemberian serbuk daun sidaguri sebagai penurun kadar asam urat pada pasien hiperurisemia melalui observasi klinis, mengetahui efek samping pemberian serbuk daun sidaguri pada pasien hiperurisemia.

Metode penelitian: Metode yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan desain penelitian yang digunakan observasi klinismurni. Penelitian ini meliputi: penyediaan simplisia, karakterisasi daun sidaguri, pembuatan sediaan serbuk simplisia, pengambilan test strip darahhiperurisemia, pemeriksaan vital sign

(pengukuran tekanan darah, pengukuran suhu tubuh), pemeriksaan gejala klinis (pusing, mual, muntah, gatal-gatal, rasa haus yang berlebih, berkemih), pemberian serbuk simplisia kepada pasien hiperurisemia dan pemantauan pasien hiperurisemia selama 14 hari.

Hasil penelitian: Hasil karakterisasi simplisia diperoleh dengan kadarair 7,32%, kadar sari larut dalam air 10,51%, kadar sari larut dalam etanol 6,4%, kadar abu yang tidak larut dalam asam 0,72%, kadar abu total 6,95%. Kadar yang diperoleh dari hasil karakterisasi simplisia tersebut memenuhi syarat sesuai dengan standar Materia Medika Indonesia (MMI) Edisi VI, sehingga simplisia dapat digunakan sebagai bahan penelitian.Hasil analisis statistikterdapat perbedaan yang signifikan terhadap nilai penurunan asam urat pemberian serbuk daun sidaguripada pasien hiperurisemia dengan probabilitas 0.000 ( p ≤ 0.05) . Rerata pasien hiperurisemia mengalami penurunankadar asam urat, hari ke-7 normal, hari ke-14 tetap normal dan tidak menunjukkan adanya efek samping yang merugikan.

(6)

THE CLINICAL OBSERVATION OF GIVING EFFECT

OF LEAF POWDER SIDAGURI (Sida rhombifolia L)

IN PATIENTS HYPERURICEMIA

ABSTRACT

Background: Hyperuricemia is a disease that affects many with symptoms of pain in the limbs and can lead to complications, including heart urolithiasisgangguan, stroke, nerve damage and bone inflammation. Leaves sidaguri (Sida rhombifolia L) of the results of animal studies of mice in vitro efficacious as hepatoprotective, antiudema, anti-inflammatory, and analgesic antihiperurisemia. Traditionally, people use the leaves as a remedy sidaguri itching, sores, ulcers, scabies, eczema and worms, while its roots as a cure cancer sores and swollen drugs.

Objective: Knowing the characteristics of the studied sidaguri leaves according to the monograph listed in Materia Medical Indonesia, determine the effect of leaf powder sidaguri as lowering uric acid levels in patients with hyperuricemia through clinical observation, knowing adverse reactions in patients sidaguri leaf powder hyperuricemia.

Method: The method used was a descriptive study research design used observation pure clinical. This research includes: provision of botanicals, characterization sidaguri leaves, preparing the powder preparation bulbs, making blood test strips hyperuricemia, checks vital signs (blood pressure measurement, measurement of body temperature), examination of clinical symptoms (dizziness, nausea, vomiting, itching, sense excessive thirst, urination), giving crude drug powder to the patient and monitoring of patients with hyperuricemia hyperuricemia for 14 days.

Results: The results obtained with the characterization simplicia 7.32% water content, water soluble extract content of 10.51%, the levels of soluble extract in ethanol 6.4%, ash content that does not dissolve in acid 0.72%, total ash 6.95%. Levels obtained from the characterization of the crude drugs are eligible in accordance with the standards of Materia Medical Indonesia (MMI) Edition VI, so the bulbs can be used as research material. Statistical analysis found a significant difference to the value of uric acid reduction provision leaf powder sidaguri hyperuricemia in patients with probability 0.000 (p ≤ 0.05). The mean patient hyperuricemia decreased levels of uric acid, a normal day 7, day 14 remained normal and does not indicate any adverse side effects.

(7)

DAFTAR ISI

lan

JUDUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

PENGESAHAN SKRIPSI ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Hipotesis ... 3

1.4 Tujuan Penelitian ... 3

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

1.6 Kerangka Pikir Penelitian ... 5

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Tumbuhan Sidaguri ... 6

2.1.1 Morfologi Tumbuhan Sidaguri ... 6

(8)

2.1.3 Kandungan Zat Kimia Tumbuhan Sidaguri ... 7

2.1.4 Khasiat Umum ... 7

2.2 Asam Urat ... 8

2.2.1 Defenisi Asam Urat ... 8

2.3 Hiperurisemia dan Gout ... 9

2.3.1 Patofisiologi Gout ... 10

2.3.2 Pembagian Gout ... 10

2.3.3 Pembentukan Asam Urat dan Hiperurisemia ... 11

2.3.4 Tahapan Penyakit Hiperurisemia dan Gout ... 13

2.3.5 Penetapan Diagnosis Hiperurisemia dan Gout... 14

2.3.6 Pengobatan Hiperurisemia dan Gout Akut ... 15

2.3.6.1Pengobatan Jangka Panjang ... 18

2.4 Obat Pilihan untuk Pengobatan Hiperurisemia dan Gout ... 18

2.4.1 Allopurinol ... 18

2.4.1.1Farmakokinetik ... 19

2.4.1.2Efek Samping ... 19

2.4.1.3Dosis ... 20

2.5 Penatalaksanaan Terapi ... 21

2.5.1 Terapi non Farmakologi ... 20

2.6 Observasi Klinis ... 21

2.6.1 Tujuan Observasi Klinis ... 21

2.6.2 Beberapa hal yang menjadi pengamatan ... 22

BAB III : METODE PENELITIAN ... 23

(9)

3.1.1 Bahan yang Digunakan ... 23

3.1.2 Alat yang Digunakan ... 23

3.2 Penyiapan Bahan Tumbuhan ... 24

3.2.1 Pengambilan Bahan Tumbuhan ... 24

3.2.2 Indentifikasi Tumbuhan ... 24

3.2.3 Pengolahan Bahan Tumbuhan ... 24

3.3 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia ... 25

3.3.1 Pemeriksaan Makroskopik ... 25

3.3.2 Pemeriksaan Mikroskopik ... 25

3.3.3 Penetapan Kadar Air ... 25

3.3.4 Penetapan Kadar Sari Larut Dalam Air ... 26

3.3.5 Penetapan Kadar Sari Larut Dalam Ethanol ... 26

3.3.6 Penetapan Kadar Abu Total ... 27

3.3.7 Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Asam ... 27

3.4 Pembuatan Sediaan Serbuk Daun Sidaguri ... 27

3.5 Penggunaan Alat Pengukuran Kadar Asam Urat ... 27

3.6 Uji Observasi Klinis ... 28

3.6.1 Tempat Penelitian ... 28

3.6.2 Desain Penelitian ... 28

3.6.3 Populasi Penelitian ... 28

3.6.4 Kriteria Inklusi, Ekslusi, Jumlah Pasien Subjek Penelitian ... 29

(10)

3.6.6 Tindakan Medis ... 31

3.6.7 Pemeriksaan Kadar Asam Urat, Pengambilan Sampel Darah ... 31

3.6.8 Tindakan Keamanan ... 32

3.7 Lembar Persetujuan Tindakan Medis (Informed Consent) ... 32

3.8 Kelayakan Etik (Ethical Clearance) ... 32

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN ... 34

4.1 Identifikasi Tumbuhan ... 34

4.2 Hasil Observasi Klinis ... 35

4.3 Hasil Analisis Statistik Penurunan Kadar Asam Urat Setelah Pemberian Serbuk Daun Sidaguri ... 37

4.4 Persentase Delta Penurunan Pemberian Serbuk Daun Sidaguri ... 41

4.5 Hasil Pengamatan Efek Samping Pemberian Serbuk Daun Sidaguri ... BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ... 43

5.1 Kesimpulan ... 43

5.2 Saran ... 43

DAFTAR PUSTAKA ... 44

(11)

DAFTAR TABEL

an

Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Karakterisasi Serbuk Simplisia Sidaguri ... 34

Tabel 4.2 Data Pasien Hiperurisemia dan Penurunan Kadar Asam Urat Menggunakan Serbuk Daun Sidaguri dosis 1 g per 8 Jam

Secara Oral ... 36

Tabel 4.3 Statistik Kadar Asam Urat ... 37

Tabel 4.4 Statistik Deskriptif Persentase Delta hari pemberianserbuk

daun sidaguri pada pasien hiperurisemia ... 41

Tabel 4.5 Hasil Statistik non- Parametrik (Wilcoxon) ... 43

Tabel 4.6 Hasil Pengamatan Pasien Hiperurisemia yang Mengkonsumsi

(12)

DAFTAR GAMBAR

an

Gambar 1.1 Kerangka Pikir Penelitian ... 5

Gambar 2.1 Rumus Bangun Asam Urat... 8

Gambar 2.2 Skema Pembentukan Asam Urat ... 12

Gambar 2.3 Mekanisme Allopurinol Dalam Menurunkan Kadar Asam

Urat ... 19

Gambar 4.1 Grafik Hasil Rerata Penurunan Kadar Asam Urat VS Hari

Pengukuran ... 38

Gambar 4.2 Grafik Persentase Delta Kadar Asam Urat VS Selisih Hari

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

an

Lampiran 1 Hasil Identifikasi Tumbuhan ... 47

Lampiran 2 Tumbuhan Sidaguri ... 48

Lampiran 3 Daun Segar dan Daun Kering Sidaguri ... 49

Lampiran 4 Serbuk Simplisia Daun Sidaguri dan Sediaan Serbuk Daun Sidaguri ... 50

Lampiran 5 Hasil Pemeriksaan Karakterisasi ... 51

Lampiran 6 Mikroskopik Serbuk Daun Sidaguri ... 52

Lampiran 7 Perhitungan Penetapan Kadar Air ... 53

Lampiran 8 Perhitungan Penetapan Kadar Sari Laut Dalam Air ... 54

Lampiran 9 Perhitungan Penetapan Kadar Sari Laut Dalam Ethanol ... 55

Lampiran 10 Perhitungan Penetapan Kadar Abu Total ... 56

Lampiran 11 Perhitungan Kadar Abu Tidak Larut Asam ... 57

Lampiran 12 Tabel Data Pasien Hiperurisemia dengan Penurunan Asam Urat yang Menggunakan Serbuk Daun Sidaguri ... 58

Lampiran 13 Hasil Statistik Data ... 59

(14)

Lampiran 14 Gambar Alat ... 67

Lampiran 15 Informed Consent Pasien ... 69

Lampiran 16 Anamnese Pasien Hiperurisemia ... 71

Lampiran 17 Grafik Penurunan Kadar Asam Urat VS Hari Pengukuran ... 73

Lampiran 18 Grafik Rerata Selisih Penurunan Kadar Asam Urat VS Selisih Hari ... 74

Lampiran 19 Surat Ethical Clearance ... 75

Lampiran 20 Dokumentasi Pasien ... 76

Lampiran 21 Contoh Kuisioner Pasien ... 79

(15)

OBSERVASI KLINIS PENGARUH PEMBERIAN

SERBUK DAUN SIDAGURI (Sida rhombifolia L)

PADA PASIEN HIPERURISEMIA

ABSTRAK

Latar belakang: Hiperurisemia merupakan penyakit yang banyak diderita dengan gejala nyeri pada tungkai dan dapat menyebabkan komplikasi, diantaranya urolithiasis, gangguan jantung, stroke, merusak saraf dan peradangan tulang. Daun sidaguri (Sida Rhombifolia L) dari hasil penelitian pada hewan mencit secara in vitro berkhasiat sebagai hepatoprotektor, antiudema, antiinflamasi, antihiperurisemia dan analgetika.Secara tradisional masyarakat memanfaatkan daun sidagurisebagai obat gatal, bisul, borok, kudis,eksim dan cacingan sedangkan akarnya sebagai obat sariawan dan obat bengkak.

Tujuan penelitian: Mengetahui karakteristik daun sidaguri yang diteliti sesuai dengan monografi yang tertera pada Materia Medika Indonesia, mengetahui pengaruh pemberian serbuk daun sidaguri sebagai penurun kadar asam urat pada pasien hiperurisemia melalui observasi klinis, mengetahui efek samping pemberian serbuk daun sidaguri pada pasien hiperurisemia.

Metode penelitian: Metode yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan desain penelitian yang digunakan observasi klinismurni. Penelitian ini meliputi: penyediaan simplisia, karakterisasi daun sidaguri, pembuatan sediaan serbuk simplisia, pengambilan test strip darahhiperurisemia, pemeriksaan vital sign

(pengukuran tekanan darah, pengukuran suhu tubuh), pemeriksaan gejala klinis (pusing, mual, muntah, gatal-gatal, rasa haus yang berlebih, berkemih), pemberian serbuk simplisia kepada pasien hiperurisemia dan pemantauan pasien hiperurisemia selama 14 hari.

Hasil penelitian: Hasil karakterisasi simplisia diperoleh dengan kadarair 7,32%, kadar sari larut dalam air 10,51%, kadar sari larut dalam etanol 6,4%, kadar abu yang tidak larut dalam asam 0,72%, kadar abu total 6,95%. Kadar yang diperoleh dari hasil karakterisasi simplisia tersebut memenuhi syarat sesuai dengan standar Materia Medika Indonesia (MMI) Edisi VI, sehingga simplisia dapat digunakan sebagai bahan penelitian.Hasil analisis statistikterdapat perbedaan yang signifikan terhadap nilai penurunan asam urat pemberian serbuk daun sidaguripada pasien hiperurisemia dengan probabilitas 0.000 ( p ≤ 0.05) . Rerata pasien hiperurisemia mengalami penurunankadar asam urat, hari ke-7 normal, hari ke-14 tetap normal dan tidak menunjukkan adanya efek samping yang merugikan.

(16)

THE CLINICAL OBSERVATION OF GIVING EFFECT

OF LEAF POWDER SIDAGURI (Sida rhombifolia L)

IN PATIENTS HYPERURICEMIA

ABSTRACT

Background: Hyperuricemia is a disease that affects many with symptoms of pain in the limbs and can lead to complications, including heart urolithiasisgangguan, stroke, nerve damage and bone inflammation. Leaves sidaguri (Sida rhombifolia L) of the results of animal studies of mice in vitro efficacious as hepatoprotective, antiudema, anti-inflammatory, and analgesic antihiperurisemia. Traditionally, people use the leaves as a remedy sidaguri itching, sores, ulcers, scabies, eczema and worms, while its roots as a cure cancer sores and swollen drugs.

Objective: Knowing the characteristics of the studied sidaguri leaves according to the monograph listed in Materia Medical Indonesia, determine the effect of leaf powder sidaguri as lowering uric acid levels in patients with hyperuricemia through clinical observation, knowing adverse reactions in patients sidaguri leaf powder hyperuricemia.

Method: The method used was a descriptive study research design used observation pure clinical. This research includes: provision of botanicals, characterization sidaguri leaves, preparing the powder preparation bulbs, making blood test strips hyperuricemia, checks vital signs (blood pressure measurement, measurement of body temperature), examination of clinical symptoms (dizziness, nausea, vomiting, itching, sense excessive thirst, urination), giving crude drug powder to the patient and monitoring of patients with hyperuricemia hyperuricemia for 14 days.

Results: The results obtained with the characterization simplicia 7.32% water content, water soluble extract content of 10.51%, the levels of soluble extract in ethanol 6.4%, ash content that does not dissolve in acid 0.72%, total ash 6.95%. Levels obtained from the characterization of the crude drugs are eligible in accordance with the standards of Materia Medical Indonesia (MMI) Edition VI, so the bulbs can be used as research material. Statistical analysis found a significant difference to the value of uric acid reduction provision leaf powder sidaguri hyperuricemia in patients with probability 0.000 (p ≤ 0.05). The mean patient hyperuricemia decreased levels of uric acid, a normal day 7, day 14 remained normal and does not indicate any adverse side effects.

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Kemajuan tekhnologi dan ilmu pengetahuan yang semakin pesat ternyata tidak

mampu menggeser dan mengesampingkan obat tradisional, tetapi justru obat

tradisional untuk penyakit tertentu saling berdampingan dan saling melengkapi

bersama dengan obat modern. Hanya saja pengetahuan dan informasi yang

memadai mengenai berbagai jenis tumbuhan yang di pakai sebagai obat

tradisional untuk pengobatan penyakit tertentu sangat sedikit (Dalimartha, 2000).

Pengembanganproduksi tanaman obatterusberkembang semakin pesat mengingat

perkembangan industri obat modern dan tradisional terus meningkat.Hal ini

terbukti dari banyaknya peminat pengobatan tradisional,kondisi ini turut

dipengaruhioleh kesadaran masyarakat yang semakin meningkat tentang manfaat

tanaman yang berkhasiat sebagai obat. Masyarakat semakin sadar akan

pentingnya kembali ke alam (back to nature) dengan memanfaatkan obat-obat

alami.Masyarakat untuk meningkatkanderajad kesehatannya banyak yang

mengkomsumsi produk alami (Djauhariya dan Hernani, 2004).

Pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan juga mendukung

pengobatan tradisional yang berkembang di Indonesia. Pemerintah mengeluarkan

surat keputusan Menteri Kesehatan tentang pembentukan Sentra Pengembangan

dan Penerapan Pengobatan Tradisional (Sentra P3T), sebagai wadah untuk

(18)

tradisional dalam rangka pembuktian keamanan dan manfaat pengobatan (DepKes

RI, 2004).

Pemanfaatan obat tradisional di berbagai daerah merupakan warisan turun

temurun berdasarkan pengalaman atau empirik selanjutnya berkembang melalui

pembuktian ilmiah melalui uji pra-klinik dan uji klinik (DepKes RI, 2004).

Beragam tumbuhan obat yang digunakanuntukpenyakithiperurisemia sebagai

obat tradisional salah satunya adalah tumbuhan sidaguri (Sida rhombifolia

L).Tumbuhan sidaguri tumbuh dimana saja, dapat tumbuh liar ditepi jalan, tanah

berumput, hutan, ladang, dan tempat lainnnya yang mendapat sinar matahari yang

cukup atau sedikit terlindung.

Prevalensi hiperurisemia di Indonesia bervariasi antara 1-15,39%, pada studi

kasus didapatkan insidensi hiperurisemia 4,9% pada kadar asam urat ≥ 9 mg/dL,

0,5%, pada kadar 7 mg/dL–8,9 mg/dL, dan pada kadar 0,1% ≤ 7 mg/dL. Insidensi

kumulatif hiperurisemia mencapai angka 22% setelah 5 tahun dengan kadar asam

urat ≥ 9 mg/dL (Rofi. dkk., 2011).

Sebelum dilakukan penelitian observasi klinis, telah dilakukan uji pre klinis

skripsi efek hipourikemia ekstrak daun sidaguri (Sida rhombifolia L) pada mencit

jantan (Yetrie, 2012) dan tesis uji efek anti inflamasi dan analgetika ekstrak

tumbuhan sidaguri (Sida rhombifolia L) secara oral dan topikal terhadap mencit

(Ernawaty, 2009).

Berdasarkan uraian, pada penelitian ini observasi klinis pengaruh

pemberian serbuk daun sidaguri pada pasien hiperurisemia untuk mengetahui

manfaat dantidakmenimbulkan efek samping yang merugikan

(19)

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat diambil perumusan masalah yaitu:

a. apakah karakteristik simplisia daun sidaguri sesuai dengan monogafi yang

tertera pada Materia Medika Indonesia.

b. apakah serbuk daun sidaguri efektif menurunkan kadar asam urat pada

pasien hiperurisemia.

c. apakah serbuk daun sidaguri memiliki efek samping yang merugikan bila

dikomsumsi pada pasien hiperurisemia

1.3 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah diatas maka dibuat hipotesis sebagai berikut:

a. karakteristik simplisia daun sidaguri sesuai dengan monogafi yang tertera

pada Materia Medika Indonesia.

b. pemberian serbuk daun sidaguri dapat menurunkan kadar asam urat pada

pasien hiperurisemia.

c. pemberianserbuk daun sidaguri tidak menimbulkanefek samping yang

merugikan bila dikomsumsi pasien hiperurisemia.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. untuk mengetahui karakteristik daun sidaguri yang diteliti sesuai dengan

monogafi yang tertera pada Materia Medika Indonesia

b. untuk mengetahui pengaruh pemberian serbuk daun sidaguri sebagai

(20)

c. untuk mengetahui efek sampingpemberian serbuk daun sidaguri pada pasien

hiperurisemia

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. menunjang program pemerintah untuk melakukan penelitian dan

pengembangan obat tradisional yang merupakan warisan budaya bangsa

b. mendapatkan suatu obat tradisional dari serbuk daun sidaguri untuk

pengobatan pasien hiperurisemia

(21)

Penelitian ini terdiri dari variabel bebas yaitu: serbuk daun sidaguri, hari

pemberian serbuk daun sidaguri (H0, H1, H2, H3, H7, H14), variabel terikat

yaitu: karakteristik simplisia, kadar asam urat dalam darah dan parameter yaitu:

pemeriksaan makroskopik, pemeriksaan mikroskopik, penetapan kadar air,

penetapan kadar abu total, penetapan kadar sari larut dalam air, penetapan kadar

sari larut dalam etanol, pusing, mual, muntah, penurunan tekanan darah, berkemih

≥ 3 kali sehari, rasa haus, gatal-gatal, penurunan kadar hiperurisemia, tidak

menimbulkan efek samping yang merugikan, kerangka pikir penelitian dapat

dilihat pada Gambar 1.1.

Variabel Bebas Variabel Terikat Parameter

Gambar. 1.1 Kerangka pikir penelitian

BAB II

1. Pemeriksaan makroskopik 2. Pemeriksaan mikroskopik 3. Penetapan kadar air 4. Penetapan kadar abu total 5. Penetapan kadar abu tidak

larut dalam asam

6. Penetapan kadar sari larut dalam air

7. Penetapan kadar sari larut dalam etanol

(22)

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tumbuhan Sidaguri

Tumbuhan sidaguri belum terlalu banyak dibudidayakan di Indonesia, oleh

karenanya tumbuhan sidaguri masih banyak tumbuh secara liar. Proses regenerasi

tumbuhan sidaguri secara alami dengan cara tumbuhnya tunas-tunas baru dari

kecambah yang dihasilkan tumbuhan induknya. Bagian dari tumbuhan sidaguri

yang dapat dimanfaatkan sebagai obat yaitu: akar, batang dan, daun (Tersono,

2006)

2.1.1 Morfologi tumbuhan sidaguri

Sidaguri tumbuh liar di tepi jalan, halaman berumput, hutan, ladang, dan di

tempat-tempat dengan sinar matahari cerah atau sedikit berlindung. Tumbuhan

tersebar pada daerah tropis diseluruh dunia dari dataran rendah sampai 1.450 m

dpl. Perdu tegak bercabang ini tingginya dapat mencapai 2 m dengan cabang kecil

berambut rapat. Daun tunggal, bergerigi, ujung runcing, pertulangan menyirip,

bagian bawah berambut pendek warnanya abu-abu, panjang 1,5 - 4 cm, lebar 1 -

1,5 cm. Bunga tunggal bewarna kuning cerah yang keluar dari ketiak daun, mekar

sekitar pukul 12 siang dan layu sekitar tiga jam kemudian (Dalimarta, 2003).

2.1.2 Klasifikasi tumbuhan sidaguri

Klasifikasi

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

(23)

Suku : Malvaceae

Marga : Sida

Jenis : Sida rhombifolia L

Nama umum : Sidaguri

Nama daerah

Sumatera : Saliguri (Minangkabau), Sidaguri (Melayu)

Jawa : Sidagori (Sunda), Sidaguri (Jawa Tengah),

Taghuri (madura)

Nusa Tenggara : Kahindu (Sumba)

Maluku : Hutu Gamo (Halmahera), Digo (Ternate)

(Tjitrosoepomo, 1991)

2.1.3 Kandungan zat kimiatumbuhan sidaguri

Kandungan kimia daun sidaguri sebagai berikut:

a. Bagian daun tumbuhan sidaguri terdapat kandungan kimia alkaloid, kalsium

oksalat, tanin, saponin, phenol, asam amino, minyak atsiri.

b. Bagianbatang tumbuhan sidaguri terdapat kandungan kimia kalsium oksalat

dan tanin.

c. Bagian akar tumbuhan sidaguriterdapat kandungan kimia alkaloid, steroid

dan efedrin (Tersono, 2006).

2.1.4 Khasiat umum

Tanaman ini memiliki rasa manis, sedikit pedas dan sejuk. Dalam pengobatan,

sidaguri digunakan sebagai antiradang, meluruhkan kencing, dan menghilangkan

rasa sakit (Utami, 2003).

(24)

Asam urat merupakan senyawa turunan purin dan rumus molekul

C5H4N4O3.Kristal putih tidak berbau dan tidak berasa mengalami dekomposisi

dengan adanya pemanasan menjadi asam sianida (HCN) sangat sukar larut dalam

air, larut dalam gliserin dan alkali. Asam urat dapat larut dalam larutan dengan pH

tinggi dan dapat puladipanaskan hingga suhu C untuk membantu

kelarutannya. Rumus bangun asam urat dapat dilihat pada Gambar 2.1

Gambar 2.1 Rumus bangun asam urat (Katzung, et all., 2009).

2.2.1 Defenisi asam urat

Asam urat adalah hasil metabolismetubuh, sehingga keberadaannya bisa normal

dalam darah dan urin, metabolik protein makanan menghasilkan sisa purin juga

menghasilkan asam urat, oleh karena itu kadar asam urat di dalam darah bisa

meningkat bila seseorang terlalu banyak mengkonsumsi makanan yang

mengandung purin tinggi seperti daging, kerang dan jeroan (Misnadiarly, 2007).

Asam urat merupakan hasil akhir dari metabolisme purin, pada mamalia yaitu

suatu produk sisa yang tidak mempunyai peran fisiologis. Manusia tidak memiliki

urikase yang akan menguraikan asam urat menjadi alantoin yang mudah larut

(25)

Purin sebagai prekursor asam urat berasal dari tiga sumber yaitu: purin dari

makanan, perubahan asam nukleat jaringan menjadi nukleotida purin dan sintesis

basa purin. Adanya abnormalitas pada sistem enzim yang meregulasi metabolisme

purin dapat menyebabkan terjadinya kelebihan produksi asam urat. Sekitar dua

pertiga dari asam urat yang diproduksi setiap hari akan dieksresikan bersama

dengan urin, sisanya akan dieliminasi melalui saluran cerna setelah mengalami

degradasi enzimatik oleh bakteri kolon (Hawkins dan Rahn, 2006)

Pada keadaan normal asam urat larut dalam darah dan dikeluarkan dari dalam

tubuh melalui urin. Jika produksiasam uratmeningkatdan ginjaltidak mampu

mengeluarkan asamuratdengancukupdaridalamtubuh,makakadar

asamuratdalamdarahakanmeningkat.Hal ini merupakan kondisi yang disebut

hiperurisemia. Hiperurisemia yang lanjut dapat berkembang menjadi gout

(Shamley, 2005).

2.3Hiperurisemia dan Gout

Hiperurisemia keadaan dimana terjadinya peningkatan kadar asam urat diatas

normal. Apabila terjadi kelebihan pembentukan atau penurunan eksresi maka akan

terjadi peningkatan konsentrasi asam urat dalam darah. Secara biokimiawi akan

terjadi hipersaturasi yaitu, kelarutan asam urat pada serum yang melewati ambang

batas. Peningkatan kadar asam urat dalam darah hingga melebihi 6,8 mg/dL pada

pria dan 6,0 mg/dL pada wanita dapat dikatakan kondisi hiperuriemia (Ernst dan

Clark, 2011)

Gout adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan keadaan penyakit yang

(26)

peradangan terhadap deposisi kristal monosodium urat, oleh karena itu gout

merupakan diagnosis klinis sedangkan hiperurisemia adalah kondisi biokimia

(Johnstone,2005)

2.3.1 Patofisiologi gout

Gout sudah dikenal sejak masa Hippocrates. Pada masa itu penyakit ini sering

disebut dengan “penyakit para raja” dan “raja dari penyakit”. Julukan ini muncul

karena asam urat sering terjadi pada kelompok masyarakat dengan kemampuan

sosial ekonomi tinggi yang sering mengkonsumsi daging. Gout berasal dari

bahasa latin “gutta” yang berarti tetesan. Pada zaman dahulu, asal mula penyakit

ini diduga disebabkan oleh adanya racun yang jatuh setetes demi setetes pada

persendian.Penyakit ini bisa akibat produksi asam urat yang meningkat atau

proses pembuangan asam urat melalui ginjal menurun atau akibat peningkatan

asupan makanan yang kaya purin (Sustrani, 2005).

Gout adalah penyakit metabolik yang ditandai artriris akut berulang karena

endapan monosodium urat di persendian dan tulang rawan, dapat juga terjadi

pembentukan batu asam urat di ginjal (Katzung, 1997).

2.3.2 Pembagian gout

Gout dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu bentuk primer (90 persen) dan

sekunder (10 persen). Gout primer adalah kasus gout dimana penyebabnya tidak

diketahui atau akibat kelainan proses metabolisme dalam tubuh. Gout sekunder

adalah kasus dimana penyebabnya dapat diketahui atau akibat hambatan dari

pembuangan asam urat karena penyakit darah tinggi, dehidrasi, efek samping

(27)

2.3.3 Pembentukan asam urat dan hiperurisemia

Tubuh manusia memiliki nukleotida purin mengalami suatu pelepasan satu

gugus fosfat oleh enzim fosfo mono esterase menjadi bentuk nukleosidanya yaitu

adenosin dan guanosin. Nukleosida ini selanjutnya secara bertahap akan diubah

menjadi asam urat. Asam urat akan mengalami deaminasi oleh adenosin,

deaminase membentuk inosin. Pada inosin dan guanosin akan terjadi peristiwa

fosforilasi ikatan N-glikosidat dengan melepaskan senyawa ribosa 1-fosfat dan

basa purin (hipoxantin, guanin),

Selanjunya terjadi pembentukan senyawa xantin dari hipoxantin yang

dikatalisis oleh xantin oxidase danguanin yang dikatalisis oleh guanase. Xantin

yang terbentuk akan teroksidasi menjadi asam urat dengan katalisator yang sama

yaitu xantin oksidase (Ernst dan Clark, 2011). Skema pembentukan asam urat

(28)
(29)

Faktor-faktor yang berpengaruh sebagai penyebab hiperurisemia dan gout

(Sustrani, 2005) adalah:

a. Faktor keturunan dengan adanya riwayat gout dalam silsilah keluarga.

Meningkatnya kadar asam urat karena diet tinggi protein dan makanan

kaya protein. Purin merupakan senyawa yang akan dirombak menjadi

asam urat dalam tubuh. Beberapa jenis makanan yang diketahui kaya purin

antara lain daging, seafood (makanan laut), kacang-kacangan, bayam,

jamur dan kembang kol.

b. Akibat konsumsi alkohol berlebihan, komsumsi alkohol menyebabkan

serangan gout karena alkohol meningkatkan produksi asam urat.

Mekanisme kerja alkohol meningkatkan produksi asam urat: Kadar laktat

darah meningkat sebagai akibat produk-produk sampingan dari

metabolisme normal alkohol.Asam laktat menghambat eksresi asam urat

oleh ginjal, sehingga terjadi peningkatan kadar asam laktat dalam serum.

c. Hambatan dari pembuangan asam urat karena penyakit tertentu, terutama

gangguan ginjal.

d. Faktor lain seperti stres dan darah tinggi

2.3.4 Tahapan penyakit hiperurisemia dan gout

Serangan asam urat umumnya terasa tiba-tiba (acute attack) tanpa disertai

dengan gejala sebelumnya dan dimulai pada malam hari dengan lokasi utama

pada sendi ibu jari kaki, tumit, lutut, pergelangan tangan dan kaki, siku dan jari

(30)

a. Tahap pertama (asimtomatik) Pada tahap ini terjadi peningkatan kadar

asam urat, tetapi tidak disertai rasa nyeri dan terbentuk kristal urat di

kandung kemih.

b. Tahap kedua (akut)

Pada tahap ini sendi mengalami rasa nyeri hebat yang disertai dengan rasa

panas. Serangan radang sendi akut biasanya terjadi mendadak pada malam

hari sehingga membuat pasien terbangun dari tidur. Serangan ini mencapai

puncaknya dalam waktu yang singkat dan akan menghilang dalam waktu

sepuluh hari.

c. Tahap ketiga (kronis) pada tahap kronis, kristal tofus terbentuk setelah 10

tahun serangan pertama. Kejadian ini biasanya muncul jika penyakit

diabaikan. Dalam tahap ini, biasa terjadi 5-6 kali serangan dalam waktu

setahun. Rasa nyeri berlangsung lama dan terus-menerus hingga beberapa

persendian, seperti ujung ibu jari kaki, pergelangan kaki, lutut, siku dan

pergelangan tangan bengkak.

d. Tahap keempat (kronis bertofus)

Setelah lebih 10 tahun, penderita akan mendapatkan benjolan keras berisi

kristal asam urat berbentuk jarum di beberapa sendi dan daun telinga.

Sendi yang sering terkena adalah sendi yang mendapat tekanan, seperti

sendi ibu jari kaki, lutut, sendi siku dan jari tangan.

2.3.5 Penetapan diagnosis hiperurisemia dan gout

Berdasarkan subkomite The American Rheumatism Association yang

(31)

a. Adanya kristal urat dalam cairan sendi.

b. Tofus terbukti mengandung kristal urat berdasarkan pemeriksaan kimiawi

dan mikroskopik dengan sinar terpolarisasi.

c. Lebih dari sekali mengalami serangan arthritis akut.

d. Terjadi peradangan secara maksimal dalam satu hari.

e. Oligoarthritis (jumlah sendi yang meradang) kurang dari empat hari.

f. Kemerahan di sekitar sendi yang meradang.

g. Ibu jari terasa sakit atau membengkak.

h. Serangan unilateral (satu sisi) pada sendi ibu jari kaki.

i. Hiperurisemia (kadar asam urat dalam darah lebih dari 7 mg/dL).

j. Tofus di tulang rawan sendi dan kapsula sendi.

k. Pembengkakan sendi secara asimetris (satu sisi tubuh saja).

l. Serangan arthritis akut berhenti secara menyeluruh.

2.3.6 Pengobatan hiperurisemia dan gout akut

Pengobatan bertujuan untuk menghilangkan rasa nyeri secepat mungkin. Berbagai

obat-obatan dilakukan untuk mengurangi nyeri gout dan menurunkan

hiperurisemia diantaranya (Johnstone 2005):

a. Pemberian kolkisin. Obat ini merupakan alkaloid Colchicum autumnale

sejenis bunga lili yang mempunyai khasiat antiradang dan diindikasikan

menjadi obat penyakit gout. Obat ini tidak mempengaruhi pembentukan

(sintesis), pengeluaran (ekskresi) kadar asam urat dalam darah.

Mekanisme kerja:

kolkisin menghambat migrasi granulosit ketempat radang menyebabkan

(32)

juga menghambat pelepasan glikoprotein dari leukosit yang merupakan

penyebab terjadinya nyeri dan radang sendi pada gout.

Dosis pemakaian:

0.5-0,6 mg tiap tablet satu jam atau 1,2 mg tablet sebagai dosis awal dan

diikuti 0,5-0,6 mg tablet tiap 2 jam sampai gejala penyakit hilang atau

mulai timbul gejala saluran cerna, misalnya: mual, muntah, diare.

Dapat diberikan dosis maksimal sampai 7-8 mg tablet tetapi tidak melebihi

7,5 mg tablet dalam waktu 24 jam untuk terapi profilaksis diberikan

0,5-1,0 mg tablet perhari.

Efek samping:

Mual, muntah, diare, pengobatan harus dihentikan bila efek samping ini

terjadi walaupun belum mencapai efek terapi.

Obat lain yang diberikan adalah golongan antiinflamasi non steroid

(OAINS). OAINS kurang toksik bila dibandingkan dengan kolkisin.

b. OAINS dapat menghilangkan tanda dan gejala inflamasi seperti rasa nyeri

tetapi tidak bisa menghilangkan penyebabnya. Kolkisin dan OAINS tidak

dapat mencegah penumpukan asam urat di jaringan atau tofus, batu ginjal,

serta reumatik gout menahun yang merusak sendi bisa terjadi setelah

beberapa tahun. Salah satu obat golongan OAINS yang digunakan untuk

mengatasi gout adalah Indometasin.

Mekanisme kerja:

Menghambat sintesis prostaglandin yang kuat secara in vitro, disebabkan

karena efek penghambatan sintesis prostaglandin di jaringan perifer

(33)

sebagai anti inflamasi lebih efektif menanggulangi peradangan daripada

aspirin atau OAINS lainnya (Mycek,2001)

Dosis:Dosis pemakaian awal tablet 75-100 mg/hari. Dosis ini kemudian

diturunkan setelah 5 hari bersamaan dengan meredanya gejala serangan

akut

Efek samping:

Gangguan saluran cerna, mual,dyspepsia, anoreksia, rasa sakit di lambung,

flatulen, diare terjadi pada 10% - 60% pasien. Untuk mengurangi efek ini

OAINS sebaiknya dimakan dengan makanan atau susu, kecuali obat

enteric coated, jangan dimakan dengan susu atau antasida. Semua OAINS

mempunyai kecenderungan menyebabkan pendarahan disaluran

pencernaan, OAINS anion memasuki sel mukosa lambung, memasuki ion

hidrogen dan terkonsentrasi dalam sel-sel, dengan sel mati atau rusak.

Luka pada mukosa lambung juga dapat disebabkan oleh OAINS yang

menghambat terjadinya prostaglandin yang berfungsi sebagai

gastroprotektor (Hansen, 2005)

c. Obat golongan kortikosteroid bisa diberikan bila ada kontraindikasi

penggunaan kolkisin dan OAINS. Obat golongan ini salah satunya,

prednison. Merupakan suatu golongan glukokortikoid sintetik dan

diabsorbsi secara cepat.

Mekanisme kerja:

Bekerja dengan menduduki reseptor spesifik dalam sitoplasma sel yang

responsif.Ikatan steroid reseptor ini lalu berikatan dengan DNAyang

(34)

berkurangnya produksi prostaglandin dan leukotrien, berkurangnya

depolarisasi mast cell, dan sintesis kolagen.

Dosis:prednisolon 20-50 mg tablet sehari dengan penurunan

berangsur-angsur sampai 7 hari.

Efek samping:

Gangguan elektrolit dan cairan tubuh, gangguan pencernaan, keringat

berlebih, urtikaria, osteoporosis (Tjay, 2007 )

2.3.6.1 Pengobatan jangka panjang

Pengobatan jangka panjang dimaksudkan untuk mengatasi kadar asam urat

yang tinggi. Pengobatan ini dilakukan setelah serangan akut berakhir. Sampai saat

ini tidak ada obat-obatan khusus yang dapat menurunkan kadar asam urat yang

berlebihan dalam darah. Obat yang biasa diberikan adalah obat yang dapat

memacu pembuangan asam urat lewat ginjal seperti probenesid, dapat juga

diberikan obat yang dapat menghambat pembentukan asam urat seperti

allopurinol. Beberapa dokter memberikan obat-obat yang bersifat diuretik atau

peluruh seni untuk memperbanyak keluarnya cairan dari dalam tubuh, agar

sebagian asam urat turut larut dalam cairan tersebut.

2.4 Obat Pilihan untuk Pengobatan Hiperurisemia dan Gout

2.4.1 Allopurinol

Allopurinol digunakan terutama jika produksi asam urat berlebihan, terutama

(35)

Mekanisme kerja: Allopurinol bekerja dengan menghambat enzim xanthin

oksidase sehingga mengurangi pembentukan asam urat. Pengobatan jangka

panjang mengurangi frekuensi serangan reumatik akut, menghambat pembentukan

tofus dan mengurangi besarnya tofus (Junaidi, 2008). Mekanisme allopurinol

dalam menurunkan asam urat dapat dilihat pada Gambar

Gambar 2.3 Mekanisme kerja allopurinol dalam menurunkan asam urat (Katzung, et all., 2009).

2.4.1.1 Farmakokinetik

Hampir 80% diabsorbsi setelah pemberian per-oral. Seperti asam urat,

allopurinol dimetabolisme sendiri oleh xanthin oksidase. Senyawa hasilnya

aloxatin, mempertahankan kemampuan menghambat xanthin oksidase dan

mempunyai masa kerja yang cukup lama, sehingga allopurinol cukup diberikan

hanya sekali sehari (Katzung, 1997).

2.4.1.2 Efek samping

Allopurinol dapat ditoleransi dengan baik oleh banyak penderita. Reaksi

hipersensitif, terutama kemerahan pada kulit, merupakan efek samping yang

(36)

setelah berbulan-bulan atau bertahun-tahun setelah pemberian keadaan kronis.

Serangan gout akut dapat terjadi lebih sering selama beberapa minggu pertama

terapi, karena itu kolkisin dan OAINS harus diberikan secara bersama-sama. Efek

samping saluran cerna berupa mual dan diare (Mycek, 2001).

2.4.1.3Dosis

Dosis untuk penyakit gout ringan 200-400 mg tablet sehari, 400-600 mg

untuk penyakit yang lebih berat. Untuk penderita gangguan fungsi ginjal dosis

cukup 100-200 mg tablet sehari. Untuk anak 6-10 tahun: 300 mg sehari dan anak

dibawah 6 tahun: 150 mg sehari (Wilmana, 1995).

2.5. Penatalaksanaan Terapi

Tujuan dari terapi gout dan hiperurisemia adalah sebagai berikut:

a. Menghentikan serangan akut.

b. Mencegah serangan kembali dari arthritis gout.

c. Mencegah komplikasi yang berkaitan dengan deposit kristal asam urat

kronis di jaringan.

Sangat penting bagi pasien untuk memahami diagnosis gout dan pentingnya

pengobatan. Terapi jangka panjang biasanya dianjurkan untuk menindaklanjuti

serangan akut yang parah. Untuk serangan akut dan pencegahan berulangnya

serangan dibutuhkan terapi obat. Perubahan gaya hidup dapat digunakan sebagai

pilihan-pilihan dalam pengobatan (DepKes RI, 2006).

2.5.1Terapi non farmakologi

Berikut ini tindakan yang dapat dilakukan dalam menurunkan kadar asam

(37)

a. Penurunan berat badan

b. Menghindari makanan dan minuman tertentu yang dapat menjadi pencetus

gout

c. Mengurangi konsumsi alkohol

d. Memperbanyak minum air

e. Mengganti obat-obatan yang dapat menyebabkan gout, misalnya obat

diuretik golongan tiazida

f. Terapi es pada tempat yang sakit(DepKes RI, 2006)

2.6 Observasi Klinis

Observasi klinis adalah pengamatan dan pendataan pada subjek penelitian

(pasien) menurut keadaan alamiah yang menggunakan pengobatan tradisional

dimasyarakat dimana identititas subjek dan gejala klinis maupun laboratorik

merupakan parameter utama, sehingga dapat dibuktikan bahwa obat tradisional

tersebut aman, berkhasiat dan berkualitas. Pengamat menerapkan beberapa

tahapan penelitian yang meliputi tempat dan waktu penelitian, kriteria inklusi dan

ekslusi, jumlah subjek penelitian, cara kerja, pemeriksaan klinis dan laboratoriun,

tindakan keamanan (DepKes, 2004).

Pengamatan atau observasi dalam konteks penelitian ilmiah adalah studi

yang disengaja dan dilakukan secara sistematis, terencana terarah pada satu tujuan

dengan mengamati dan mencatat fenomena atau perilaku satu atau sekelompok

orang dalam konteks kehidupan sehari-hari dan memperhatikan syarat-syarat

penelitian ilmiah. Dengan demikian hasil pengamatan dapat dipertanggung

(38)

2.6.1 Tujuan observasi klinis

Pada dasarnya observasi bertujuan untuk mendeskripsikan setting yang

dipelajari, aktivitas yang berlangsung, orang-orang yang terlibat dalam aktivitas

dan makna kejadian dilihat dan perspektif mereka terlibat dalam kejadian yang

diamati tersebut. Deskripsi harus kuat, faktual, sekaligus teliti tanpa harus

dipenuhi berbagai hal yang tidak relevan.

2.6.2 Beberapa hal yang menjadi bahan pengamatan

Beberapa hal yang biasanya menjadi pengamatan seorang peneliti yang

menggunakan metode pengamatan adalah sebagai berikut: (Anonim,2011)

a.Pelaku atau partisipan, menyangkut siapa saja yang terlibat dalam kegiatan

yang diamati, apa status mereka, bagaimana hubungan mereka dengan

kegiatan tersebut, bagaimana kedudukan mereka dalam masyarakat, atau

budaya tempat kegiatan tersebut, kegiatan menyangkut apa yang dilakukan

oleh partisipan, apa yang mendorong mereka melakukannya, bagaimana

bentuk kegiatan tersebut, serta akibat dari kegiatan tersebut.

b. Tujuan, menyangkut apa yang diharapkan partisipan dari kegiatan atau

peristiwa yang akan diamati.

c. Perasaan, menyangkut ungkapan-ungkapan emosi partisipan, baik itu

dalambentuk tindakan ucapan, ekspresi muka, atau gerak tubuh.

d. Ruang atau tempat, menyangkut lokasi dari peristiwa yang diamati serta

pandangan para partisipan tentang waktu.

e. Waktu, menyangkut jangka waktu kegiatan atau peristiwa yang diamati

(39)

f. Benda atau alat, menyangkut jenis, bentuk, bahan, dan kegunaan benda atau

alat yang dipakai pada saat kegiatan berlangsung.

g. Peristiwa menyangkut kejadian-kejadian lain yang terjadi bersamaan atau

(40)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan desain

penelitian yang digunakan observasi klinis murni. Penelitian ini meliputi:

penyediaan simplisia, karakterisasi daun sidaguri, pembuatan sediaan serbuk

simplisia, pengambilan test strip darah hiperurisemia, pemeriksaan vital sign

(pengukuran tekanan darah, pengukuran suhu tubuh), pemeriksaan gejala klinis

(pusing, mual, muntah,gatal-gatal,rasa haus yang berlebih, berkemih), pemberian

serbuk simplisia, kepada pasien hiperurisemia, pemantauan pasien hiperurisemia

selama 14 hari.

3.1 Bahan dan Alat

3.1.1 Bahan yang digunakan

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah simplisia daun

sidaguri diperoleh dari desa Perdamean, Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten

Deli Serdang Propinsi Sumatera Utara, asam klorida, etanol, toluena, kloroform,

aquades, kloral hidrat.

3.1.2 Alat yang digunakan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas,

blender, neraca kasar, neraca analitik, tangas air, rotary evaporator, mikroskop,

eksikator, seperangkat alat destilasi untuk Penentuan Kadar Air (PKA), lemari

(41)

kesehatan seperti alat cek asam urat digital (Easy Touch®GCU), stik asam urat

(Easy Touch®), tensi meter digital (OMRONHEM-7111),

thermometer digital (Magic star), timbangan badan (GEA® Medical), blood

lancets nomor 28 G (GEA®Medical), kapas pembalut (Bio panca), alkohol 70฀

(Brataco cemical).

3.2 Penyiapan Bahan Tumbuhan

Penyiapan bahan tumbuhan meliputi pengambilan bahan tumbuhan,

identifikasi tumbuhan dan pengolahan bahan tumbuhan.

3.2.1 Pengambilan bahan tumbuhan

Sampel yang digunakan adalah daun sidaguri diperoleh dari Desa

Perdamean, Kecamatan Tanjung Morawa, Kabupaten Deli Serdang Propinsi

Sumatera Utara. Pengumpulan sampel dilakukan secara purposif yaitu tanpa

membandingkan dengan tumbuhan yang sama dari daerah lain.

3.2.2 Identifikasi tumbuhan

Identifikasi tumbuhan dilakukan dengan mengirim bentuk bagian

tumbuhan, oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Lembaga Penelitian

dan Pengembangan Biologi Bogor hasil dari identifikasi nama tumbuhan dapat

dilihat pada Lampiran 1 halaman 51

3.2.3 Pengolahan bahan tumbuhan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah daun sidaguri yang masih

segar. Daun dipisahkan dari pengotoran, dicuci hingga bersih kemudian ditiriskan

dan ditimbang,diperoleh berat basah sebesar 15,6 kg. Selanjutnya daun tersebut

dikeringkan dalam lemari pengering pada temperatur 40°C sampai daun kering.

(42)

Simplisia kering diblender menjadi serbuk, ditimbang dan diperoleh berat

simplisia serbuk sebesar 1,35 kg. Lalu dimasukkan ke dalam wadah plastik

terrtutup rapat dan disimpan pada suhu kamar.

3.3 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia

Pemeriksaan karakteristik simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik dan

mikroskopik, penetapan kadar air, penetapan kadar sari larut dalam air, penetapan

kadar sari larut dalam etanol, penetapan kadar abu total, penetapan kadar abu

tidak larut dalam asam (Ditjen POM, 1989).

3.3.1 Pemeriksaan makroskopik

Pemeriksaan makroskopik terhadap daun sidaguri segar, daun simplisia

dilakukan dengan mengamati warna, rasa, bau, bentuk, ukuran dan tekstur daun

sidaguri.

3.3.2 Pemeriksaan mikroskopik:

Pemeriksaan mikroskopik terhadap serbuk simplisia dilakukan dengan cara

menaburkan serbuk simplisia di atas kaca objek yang telah diteteskan dengan

larutan kloral hidrat dan ditutup dengan kaca penutup kemudian dilihat dibawah

mikroskop.

3.3.3 Penetapan kadar air

Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Azeotropi (destilasi toluena).

Cara penetapan:

Ke dalam labu bulat dimasukkan 200 ml toluena dan 2 ml air suling, didestilasi

selama 2 jam.Setelah itu toluena didinginkan dan volume air pada tabung

(43)

yang telah ditimbang seksama, lalu dipanaskan hati-hati selama 15 menit.Setelah

toluena mulai mendidih, kecepatan tetesan diatur, kurang lebih 2 tetes tiap detik,

hingga sebagian besar air tersuling. Kemudian kecepatan penyulingan dinaikkan

hingga 4 tetes tiap detik.Setelah semua air tersuling, bagian dalam pendingin

dibilas dengan toluena yang telah dijenuhkan. Destilasi dilanjutkan selama 5

menit kemudian tabung penerima dibiarkan mendingin sampai suhu kamar.

Setelah air dan toluena memisah sempurna, volume air dibaca dengan ketelitian

0,1 ml. Selisih kedua volume air yang dibaca sesuai dengan kandungan air yang

terdapat dalam bahan yang diperiksa (Ditjen POM, 1989).

3.3.4 Penetapan kadar sari larut dalam air

Sebanyak 5 gserbuk dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml air kloroform

(2,5 ml kloroform dalam air suling sampai 1000 ml) dalam labu bersumbat sambil

sesekali dikocok selama 6 jam pertama kemudian dibiarkan selama 18 jam dan

disaring. Sejumlah 20 ml filtrat pertama diuapkan sampai kering dalam cawan

dangkal berdasar rata yang telah ditara.Sisa dipanaskan dalam oven pada suhu

105ºC sampai diperoleh bobot konstan.Kadar sari yang diperoleh bobot

konstan.Kadar sari yang larut di dalam air dihitung terhadap bahan yang telah

dikeringkan di udara (DepKes RI, 1995).

3.3.5 Penetapan kadar sari larut dalam etanol

Sebanyak 5 g serbuk yang telah dikeringkan di udara dimaserasi selama 24

jam dalam 100 ml etanol 96% dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali

selama 6 jam pertama dan kemudian dibiarkan selama 18 jam dan disaring.

Sejumlah 20 ml filtrat pertama diuapkan sampai kering dalam cawan dangkal

(44)

sampai diperoleh bobot konstan.Kadar sari yang larut dalam etanol dihitung

terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (DepKes RI, 1995).

3.3.6 Penetapan kadar abu total

Sebanyak lebih kurang 2 g sampai 3 g zat yang telah digerus dan ditimbang

seksama dimasukkan dalam krus porselen yang telah dipijar dan ditara, kemudian

diratakan.Krus dipijarkan perlahan-lahan hingga arang habis, kemudian

didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu total dihitung

terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (DepKes RI, 1995).

3.3.7 Penetapan kadar abu tidak larut asam

Abu yang telah diperoleh dari penetapan kadar abu total dididihkan dalam

25 ml asam klorida 2 N selama 5 menit. Bagian yang tidak larut dalam asam

dikumpulkan, disaring melalui kertas saring, dipijarkan hingga bobot tetap

kemudian didinginkan dan ditimbang.Kadar abu yang tidak larut dalam asam

dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (DepKes RI, 1995).

3.4 Pembuatan Sediaan Serbuk Daun Sidaguri.

Serbuk daun sidaguri yang telah diserbuk diayak dengan ayakan mesh 60,

ditimbang tiap 1 g serbuk daun sidaguri kemudian dibungkus dengan kertas

perkamen. Untuk 1 orang pasien hiperurisemia diberikan 42 bungkus serbuk daun

sidaguri, dikomsumsi dengan dosis 3 kali sehari selama 14 hari.

(45)

Kadar asam urat didalam darah pasien hiperurisemia dilakukan

menggunakan alat cek asam urat (easy touch)yang bekerja secara enzimatis.

Prosedur penggunaannya yaitu:

a. Sesuaikan kode yang terdapat dalam label dengan yang terdapat dalam vial

test strip.

b. Setelah sesuai masukkan kode ke dalam alat pengukur asam urat.

c. Masukkan test strip untuk menghidupkan layar.

d. Darah disentuhkan pada strip, kemudian darah akan mengalir sampais ke

zona reaksi dengan otomatis.

e. Setelah 20 detik hasil pengukuran kadar asam urat akan ditampilkan pada

layar.

3.6 Uji Observasi Klinis

3.6.1 Tempat penelitian

Penelitian di lakukan dibeberapa tempatyaitu:

a. Kelurahan Tanjung Sari Kecamatan Medan Selayang

b. Pasar 1 Kecamatan Medan Polonia

c. Jl. Besar Tembung Dusun 1 Desa Tembung Kecamatan Percut Sei Tuan-

Kab.Deli Serdang.

3.6.2 Desain penelitian

Metode yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan desain

penelitian observasi klinis murni, penelitian meliputi: pemeriksaan vital sign

(pengukuran tekanan darah, pengukuran suhu tubuh), tanda dan gejala klinis

(46)

serbuk simplisia kepada pasien hiperurisemia, dan pemantauan pasien

hiperurisemia (subjek penelitian).

3.6.3 Populasi penelitian

Populasi penelitian adalah semua pasien dewasa wanita dan pria ≥ 18 tahun

dengan hiperurisemia.Pengambilan sampel dihitung dengan menggunakan rumus

slovin minimal size.

Jumlah sampel ditentukan dengan dasar perhitungan sebagai berikut:

Keterangan :

n = Sampel

N = Populasi

e = Interval keyakinan (0,05)

Jumlah populasi sampel penelitian minimal 28 orang.

3.6.4 Kriteria inklusi, eksklusi, jumlah pasien subjek penelitian

a. Kriteria inklusi penelitian ini adalah:

• Wanita dewasa pasien hiperurisemia dengan kadar asam urat ≥ 6,0 mg/ dL

usia ≥ 18 tahun dengan pemeriksaan darah dengan alat easy touch asam

(47)

• Pria dewasa, pasien hiperurisemia dengan kadar asam urat ≥ 7,0 mg/dL

usia ≥ 18 tahun dengan pemeriksaan darah dengan alat easy touch asam

urat.

• Tidak mengkomsumsi obat-obatan asam urat dalam dua minggu terakhir.

• Bersedia ikut dalam penelitian, mengikuti prosedur penelitian dan

menanda tangani form informed consent.

b. Kriteria eksklusi penelitian ini adalah:

• Wanita dewasa, usia ≥ 18 tahun pasien dengan kadar asam urat ≥

6,0mg/dL dengan komplikasi.

• Pria dewasa, usia ≥ 18 tahun pasien dengan kadar asam urat ≥ 7,0 mg/dL

dengan komplikasi.

• Wanita hamil, menyusui dan nifas.

• Adanya penyakit lain yang nyata secara klinis, seperti gangguan fungsi

hati, fungsi ginjal, gangguan jantung atau menderita penyakit kronis.

• Tidak teratur makan obat.

• Tidak mengikuti kontrol selama penelitian (meninggal, pindah alamat,

mengundurkan diri).

c. Jumlah pasien subjek penelitian 30 orang, 22 orang pria dan 8 orang wanita.

3.6.5 Tahapan dan cara kerja

Setiap pasien yang datang atau ditemukan dengan gejala klinis penderita

asam urat tinggi dilakukan pemeriksaan darah. Pada semua penderita yang

memenuhi kriteria sebagai sampel penelitian (subjek penelitian), akan diberi

informasi menyangkut waktu penggunaan obat tradisional sebelumnya, dan

(48)

kegiatan penelitian, manfaat maupun resiko penelitian sebelum mereka mengisi

informed consent. Subjek penelitian selanjutnya dilakukan pemeriksaan vital sign

untuk pengumpulan data.Pemberian serbuk daun sidaguri kepada subjek

penelitian sesuai dengan anjuran yaitu 1 g untuk pemakaian 3 kali sehari selama

14 hari.

3.6.6 Tindakan medis

Tindakan medis yang dilakukan bagi setiap pasien adalah sebagai berikut:

a. Melihat keluhan utama dan riwayat penyakit, nyeri bagian sendi, jari kaki,

jari tangan, dengkul tumit jika dihentakkan, pergelangan tangan serta siku

terutama saat pagi hari, baru bangun tidur atau malam hari.

b. Pemeriksaan fisik meliputi: berat badan dan tinggi badan (hanya pada H0)

tekanan darah, suhu tubuh (pada hari ke-0, hari ke-1, hari ke-2, hari ke-3

kemudian hari ke-7, dan hari ke-14)

c. Pemeriksaan kadar asam urat dalam darah pada stik asam urat dengan alat

easy touch digital serta dilihat nilai kadar asam urat (pada hari ke-0, hari

ke-1, hari ke-2, hari ke-3 kemudian hari ke-7, dan hari ke-14)

3.6.7 Pemeriksaan kadar asam urat, pengambilan sampel darah

a. Alat: digunakan cara strip asam urat (easy touch®), merupakan alat

pemeriksaan laboratorium sederhana yang dirancang hanya untuk penggunaan

sampel darah kapiler, bukan untuk sampel serum atau plasma. Strip katalisator

spesifik untuk asam urat dalam darah kapiler (Surya, 2003).

b. Cara kerja: dilakukan dengan cara mengambil sedikit darah dari ujung jari

pasien dengan menggunakan lancet (pistol penusuk), lalu darah yang didapat

(49)

dengan memasukkan strip ke alat digital asam urat. Prinsip pemeriksaan pada

metode ini adalah strip test yang diletakkan pada alat, ketika darah diteteskan pada

zona reaksi test strip,katalisator asam urat akan mereduksi asam urat dalam darah.

Intensitas dari elektron yang terbentuk dalam alat strip setara dengan konsentrasi

asam urat dalam darah.

3.6.8 Tindakan keamanan

Selama pengobatan penderita di follow up terhadap kepatuhan, efek

samping, komplikasi asam urat atau keadaan klinis lain yang dianggap penting.

Apabila dalam follow up pasien terjadi komplikasi asam urat atau menunjukkan

keadaan hiperurisemia yang berat di rujuk kepada dokter spesialis penyakit dalam.

3.7 Lembar Persetujuan Tindakan Medis (Informed Consent)

Pada observasi klinis ini, digunakan Informed consent sebagai lembaran

persetujuan tindakan medis untuk pasien yang bersedia ikut dalam penelitian ini.

Informed consent adalah persetujuan yang diberikan pasien untuk melakukan

suatu tindakan medis terhadap pasien sesudah pasien memperoleh informasi

lengkap dan memahami tindakan tersebut. Dengan kata lain, informed consent

juga disebut persetujuan tindakan medis. Tujuan dari informed consent adalah

agar pasien mendapat informasi yang cukup untuk dapat mengambil keputusan

atas terapi yang akan dilaksanakan (Anonim, 2011).

3.8 Kelayakan etik (Ethical clearance)

Untuk melengkapi kelayakan pada penelitian observasi klinis ini,

(50)

etik penelitian.Sehingga dapat memberikan jaminan bahwa penelitian layak untuk

dilaksanakan.

Persetujuan Komite Etik tentang pelaksanaan penelitian bidang kesehatan

diajukan kepada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.Disetujui

pelaksanaannya selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan

kode etik penelitian biomedik.

Ethical clearance atau kelayakan etik adalah keterangan tertulis yang

diberikan oleh komisi etik penelitian untuk riset yang melibatkan mahluk

hidup(manusia, hewan dan tumbuhan) yang menyatakan bahwa suatu proposal

riset layak dilaksanakan setelah memenuhi persyaratan tertentu (Astuti dan

(51)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 IdentifikasiTumbuhan

Hasil identifikasi tumbuhan dengan mengirimkan bagian tumbuhan yang

dilakukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Lembaga Penelitian dan

Pengembangan BiologiBogor, menunjukkan bahwa tumbuhan yang diteliti adalah

Sidarhombifolia L. suku Malvaceae.

Hasil pemeriksaan makroskopik daun segar sidaguri berwarna hijau,

bentuk daunnya bulat telur memanjang dan tepinya bergerigi. Panjang daunnya 1

sampai 4 cm dengan lebar 1 sampai 2 cm. Serbuk simplisia daun sidaguri

berwarna hijau kecoklatan, tidak berbau, rasa agak kelat. Hasil pemeriksaan

mikroskopik serbuk simplisia memperlihatkan adanya rambut penutup bentuk

bintang, epidermis dengan stomata, sel parenkim berisi kristal kalsium oksalat,

mesofil kristal kalsium oksalat dan serabut sklerenkim. Hasil pemeriksaan

karakterisasi dari serbuk simplisia daun sidaguri dapat dilihat pada Tabel 4.1

Tabel 4.1. Hasil pemeriksaan karakterisasi serbuk simplisia sidaguri

(52)

Hasil pemeriksaan karakterisasi simplisia tersebut memenuhi syarat sesuai

dengan standar Materia Medika Indonesia (MMI) edisiVI, sehingga simplisia

dapat digunakan sebagai bahan penelitian.

4.2 Hasil Observasi Klinis

Penelitian observasi klinis ini dilakukan pada 30 orang pasien

hiperurisemia, 22 orang pria dan 8 orang wanita diketahui berdasarkan hasil

pemeriksaan kadar asam urat dalam darah. Sebelum diberi serbuk daun sidaguri

pasien diberikan penjelasan mengenai proses dan prosedur penelitian, setelah

pasien mendapat penjelasan, maka pasien selanjutnya menandatangani lembaran

bersedia ikut dalam penelitian dan mengikuti prosedur yang ditetapkan(informed

consent) . Informed consent pasien hiperurisemia dapat dilihat pada Lampiran 15

halaman 72. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan klinis (anamnese pasien

hiperurisemia). Anamnese pasien hiperurisemia dapat dilihat pada Lampiran 16

halaman 74. Pasien diberikan serbuk daun sidaguri dengan dosis 1 g tiap

bungkus, dikomsumsi 3 kali sehari (per 8 jam) selama 14 hari secara oral. Setiap

pasien dipantau selama 6 kali yaitu hari 0, 1, 2, 3, 7, 14. Data dari ke-30 pasien

tersebut rerata pasien mengalami penurunan hiperurisemia, nyeri bagian sendi

berangsur hilang, pembengkakan dan rasa panas bagian sendi juga hilang. Data

pasien hiperurisemia dan penurunan asam urat menggunakan serbuk daun sidaguri

(53)

Tabel 4.2 Data pasien hiperurisemia dan penurunan asam urat menggunakan serbuk daun sidaguri dosis 1 g per 8 jam secara oral

NO NAMA

(54)

4.3 Hasil Analisis Statistik Penurunan Kadar Asam Urat Setelah Pemberian Serbuk Daun Sidaguri

Analisis statistik deskriftif dibagi menjadi dua bagian, pertama

menjelaskan mengenai analisis kualitatif dengan menggunakan statistik deskriftif

yang akan membahas sebaran data, kedua menjelaskan mengenai hasil olah data

dengan menggunakan program SPSS 18 yang bertujuan untuk mengetahui tingkat

kebaikan model dan pengaruh dari masing-masing variabel independent terhadap

variabel dependent, hasil deskriftif kadar asam urat dapat dilihat pada Tabel 4.3

dan grafik rerata penurunan kadar asam urat vs hari pengukuran dapat dilihat pada

Gambar 4.1

Tabel 4.3 Statistik deskriftif kadar asam urat

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

AU_H0 30 7.60 19.00 10.3067 2.29571

AU_H1 30 4.40 15.30 8.6467 2.18028

AU_H2 30 3.30 11.40 6.7533 2.02190

AU_H3 30 3.00 8.60 5.5867 1.59627

AU_H7 30 2.00 7.50 4.3200 1.35911

AU_H14 30 2.00 5.40 3.3467 .87994

Valid N (listwise) 30

(55)

Gambar 4.1 Grafik hasil rerata penurunan kadar asam urat vs hari pengukuran

Berdasarkan Tabel 4.3 dan gambar 4.1 dapat diketahui bahwa rerata kadar asam

urat menurun pada hari ke-7 dan stabil hingga hari ke-14. Penjelasan mengenai

penurunan kadar asam urat setelah pemberian serbuk daun sidaguri diuraikan

sebagai berikut:

a. Au_H0

Hasil pengujian statistik deskriftif rerata kadar asam urat pasien

hiperurisemia 10.3067 mg/dL dimana standar deviasi pengukuran kadar

sam urat 10.3067 mg/dlL dengan kadar minimum 7.60 mg/dL dan kadar

maksimum 19.00 mg/dL. Berdasarkan data ini dapat dilihat bahwa rerata

pasien hiperurisemia tidak ada mengalami penurunan asam urat karena

pada hari nol karena belum ada pemberian seduhan serbuk daun sidaguri

pada pasien hiperurisemia.

(56)

b. Au_H1

Hasil pengujian statistik deskriftif rerata kadar asam urat pasien

hiperurisemia 8.6467 mg/dL dimana standar deviasi pengukuran kadar

sam urat 2.18028 mg/dL dengan kadar minimum 4.40 mg/dL dan kadar

maksimum 15.30 mg/dL. Hal ini dapat dilihat bahwa rerata pasien

hiperurisemia mulai mengalami penurunan asam urat karena pada hari

pertamamulai dilakukan pemberian seduhan serbuk daun sidaguri pada

pasien hiperurisemia.

c. Au_H2

Hasil pengujian statistik deskriftif rerata kadar asam urat pasien

hiperurisemia 6.7533 mg/dL dimana standar deviasi pengukuran kadar

sam urat 2.02190 mg/dL dengan kadar minimum 3.00 mg/dL dan kadar

maksimum 11.40 mg/dL, berdasarkan hasil analisis ini dapat dilihat bahwa

rerata pasien hiperurisemia mengalami penurunan asam urat tetapi pada

hari kedua pemberian seduhan serbuk daun sidaguri pada pasien

hiperurisemia kadar asam urat rerata belum normal.

d. Au_H3

Hasil pengujian statistik deskriftif rerata kadar asam urat pasien

hiperurisemia 5.5867 mg/dL dimana standar deviasi pengukuran kadar

asam urat 1.59627 mg/dL dengan kadar minimum 3.00 mg/dL dan kadar

maksimum 8.60 mg/dL.Berdasarkan data ini dapat dilihat bahwa

pemberian seduhan serbuk daun sidaguri pada pasien hiperurisemia pada

hari ketiga rerata pasien hiperurisemia mulai normal dengan kadar asam

(57)

e. Au_H7

Hasil pengujian statistik deskriftif rerata kadar asam urat pasien

hiperurisemia 4.3200 mg/dL dimana standar deviasi pengukuran kadar

asam urat 1.35911 mg/dL dengan kadar minimum 2.00 mg/dL dan kadar

maksimum 7.50 mg/dL.

Berdasarka data dapat dilihat bahwa rerata pasien hiperurisemia

mengalami penurunan asam urat.Pada hari ketujuh pemberian seduhan

serbuk daun sidaguri pada pasien hiperurisemia rerata tetap normal dengan

kadar asam urat ≤ 6 mg/dL

f. Au_H14

Hasil pengujian statistik deskriftif rerata kadar asam urat pasien

hiperurisemia 3.3467 mg/dL dimana standar deviasi pengukuran kadar

asam urat 0.87994 mg/dL dengan kadar minimum 2.00 mg/dL dan kadar

maksimum 5.40 mg/dL. Berdasarkan data dilihat bahwa rerata pasien

hiperurisemia mengalami penurunan asam urat karena pada hari keempat

belas pemberian seduhan serbuk daun sidaguri pada pasien hiperurisemia

rerata tetap normal dengan kadar asam urat ≤ 6 mg/dL.

4.4 Persentase Delta Penurunan Pemberian Serbuk Daun Sidaguri

Analisis data persentase delta dari kadar awal dan akhir kadar asam urat

untuk mengetahui berapa nilai persentase penurunan kadar asam urat dalam darah

pada hari ke-1, ke-2, ke-3, ke-7, ke-14 denganperbandingan hari ke-0 (sebelum)

pemberian serbuk daun sidaguri. Hasil deskriftif persentase delta hari pemberian

Gambar

Gambar. 1.1 Kerangka pikir penelitian
Gambar 2.1 Rumus bangun asam urat (Katzung, et all., 2009).
Gambar 2.2  Skema Pembentukan Asam Urat (Katzung, et all., 2009)
Gambar
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian mampu memberikan informasi terkait.. 1) Penurunan kadar bilirubin tikus setelah pemberian fraksi heksan-etanol dari ekstrak daun Macaranga tanarius