PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMEGANG SAHAM MINORITAS PADA PERUSAHAAN YANG MELAKUKAN AKUISISI
SKRIPSI
Disusun untuk melengkapi tugas akhir dan diajukan sebagai peryaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Hukum pada
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Oleh:
RUTH PAOLIN MARBUN NIM : 090200225
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMEGANG SAHAM MINORITAS PADA PERUSAHAAN YANG MELAKUKAN AKUISISI
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum
OLEH :
RUTH PAOLIN MARBUN NIM : 090200225
Disetujui Oleh:
Ketua Departemen Hukum Ekonomi
Windha, SH, M.Hum NIP. 197501122005012002
Pembimbing I Pembimbing II
Prof. Dr. Bismar Nasution, Sh, MH Dr. Mahmul Siregar, SH, M.Hum NIP: 195603291986011001 NIP: 197302202002121001
FAKULTAS HUKUM
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa berkat
kasih dan rahmat yang diberikan-Nya dari awal hingga akhir kepada Penulis
sehingga penulisan skripsi ini dapat selesai dengan baik.
Penulisan skripsi ini merupakan kewajiban tahap akhir studi yang disusun
dalam rangka memenuhi tugas-tugas dan melengkapi syarat-syarat untuk
mencapao gelar Sarjana Hukum pada fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Medan. Adapun judul yang penulis bahas adalah “ Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Saham Minoritas Pada Perusahaan Yang Melakukan Akuisisi”.
Dengan rendah hati, Penulis menyadari banyak kekurangan yang terdapat
dalam penulisan skripsi ini dan masih jauh dari apa yang diharapkan. Hal ini tidak
lain dikarenakan terbatasnya kemampuan Penulis dalam pemahamannya dalam
bidang hukum ekonomi dan bisnis, namun demikian Penulis berharap dengan
penuh. agar skripsi ini mempunyai banyak manfaat yang cukup baik, yang
tentunya bagi Penulis sendiri, bagi pembaca skripsi ini dan bagi mereka yang
mempelajari pennasalahan hukum. Untuk hal tersebut penulis mengucapkan
terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum selaku Dekan Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara
2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum selaku Pembantu
Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
3. Bapak Syafruddin, S.H., M.H., D.F.M selaku Pembantu Dekan II
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
4. Ibu Windha, S.H., M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi
Fakultas Hukum Unuversitas Sumatera Utara
5. Bapak Ramli Siregar, S.H., M.Hum selaku Sekretaris Departemen
Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
6. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H., M.H selaku Dosen
Pembimbing I yang telah banyak membantu penulis sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini, untuk segala nasehat dan bimbingan
yang telah diberikan kepada penulis, penulis sangat berterima kasih
7. Bapak Dr. Mahmul Siregar, S.H., M.Hum selaku Dosen Pembimbing
II yang telah banyak membantu penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini, untuk segala nasehat dan bimbingan yang
telah diberikan kepada penulis, penulis sangat berterima kasih
8. Bapak Syarifuddin Siba, S.H selaku Dosen Wali penulis semasa
perkuliahannya
9. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
yang telah banyak memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis
selama masa perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara serta kepada seluruh Pegawai di Fakultas Hukum Sumatera
10.Bapakku tercinta P. Lumban Gaol dan ibuku tersayang R. Togatorop,
S.pd yang telah memberikan kasih, doa serta dukungannya yang tanpa
henti-hentinya kepada penulis. Terima kasih mak, pak, I love you.
11.Abang dan adikku tersayang Junjungan Panuturi Marbun, B.IT,
Maurise Pieta Marbun dan Artha Uli Marbun, untuk semua semangat
dan dungkungan serta pengertiannya yang sangat membantu penulis
menjadi semangat, kalian mood booster bagiku.
12.Kak Surti Anatasya Pasaribu yang selalu mendukung penulis lewat
masakan-masakannya yang lezat serta cerita-ceritanya yang lucu
13.Keluarga besar dari ompung Junjungan Lumban Gaol dan Ompung
Johannes Togatorop untuk semangat dan nasehat yang tiada hentinya
14.Teman-teman lorong Sembilan yang menjadi teman kuliah serta teman
sepermainan, Anita Veronica Hutapea, Martina Ritonga, Ahmad
Husein, Dwi Hardi, Daniel Tampubolon, Reminisir Harita, Darwin
Gulo, Gindo Purba, King Richter Sinaga, Rebekka Dosma Sinaga,
Fahmi Siregar, Evan Richardo Tambunan dan teman-teman lainnya
stambuk 2009 yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, terima kasih
untuk semangat, dukungan serta bantuan yang kalian berikan selama
ini juga untuk suara-suara emas kalian yang sangat menghibur kita
semua dikala galau
15.Teman bermain penulis diluar kampus Jastin Anju Saragih, Julianto
pengalaman dan menjadi teman bertualangku, ditunggu rencana
selanjutnya ya
16.Sahabat terkasih Annette Anasthasia Napitupulu, Yunita Panjaitan dan
Paruhum Purba, terima kasih untuk semuanya yang tak dapat
disebutkan satu-persatu, semua sangat istimewa
17.Semua pihak yang membantu penulis dalam berbagai hal yang tidak
dapat disebutkan satu-persatu.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan imbalan yang setimpal atas
kasih, jerih payah, dan jasa-jasa mereka. Penulis memohon maaf kepada
Bapak/Ibu Dosen Pembimbing, dan Dosen Penguji atas sikap dan kata-kata yang
tidak berkenan selama penulisan ini.
Akhir kata, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat yang baik dan
menambah wawasan bagi para pembacanya. Selain itu, Penulis berharap
mendapat kritik dan saran guna melengka.pi kekurangan dalam skripsi ini, serta
membantu Penulis dalam.berlogika hukum yang sistematis.
Medan, Februari 2014
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ……… iii
DAFTAR ISI ………... v
ABSTRAK ………. ix
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ……….. 1
B. Perumusan Masalah ………. 9
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ……… 10
D. Keaslian Penulisan ……… 11
E. Tinjauan Pustaka ……….. 12
F. Metode Penelitian ……….... 18
G. Sistematika Penulisan ……….. 21
BAB II PENGATURAN AKUISISI DALAM PERUSAHAAN A. Pengertian dan Dasar Hukum Akuisisi Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas ... 23
B. Jenis dan Bentuk Pelaksanaan Akuisisi ………... 27
C. Pelaksanaan akuisisi yang Dilakukan Perusahaan ………. 36
BAB III PROSES PENGAMBILALIHAN PERSEROAN TERBATAS A. Pelaksanaan Pengambilalihan pada PT Tertutup ……….. 45
C. Pengaruh Akuisisi pada Persaingan Usaha ……….. 66
BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMEGANG SAHAM MINORITAS PADA PERUSAHAAN YANG MELAKUKAN AKUISISI
A. Defenisi Pemegang Saham Minoritas ………. 71
B. Hak-Hak Pemegang Saham Minoritas ……… 74
C. Perlindungan Pemegang Saham Minoritas Melalui
Appraisal Rights ………. 84
D. Perlindungan Pemegang Saham Minoritas melalui
Silent Majority ………. 95
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ………. 97
B. Saran ……… 98
ABSTRAKSI
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMEGANG SAHAM MINORITAS PADA PERUSAHAAN YANG MELAKUKAN AKUISISI
Ruth Paolin Marbun*) Bismar Nasution**) Mahmul Siregar***)
Perbedaan komposisi kepemilikan saham pada perusahaan menyebabkan munculnya kelompok-kelompok pemegang saham pada perusahaan tersebut. Kelompok Pemegang saham mayoritas mempunyai posisi yang sangat dominan dalam menjalankan perusahaan karena jumlah sahamnya yang besar, sementara dengan kelompok pemegang saham minoritas yang jumlah sahamnya sangat kecil tentunya suara yang dapat dikeluarkan pun hanya sebatas jumlah sahamnya saja. Hal inilah yang perlu dilindungi oleh undang-undang agar kekuasaan pemilik saham yang mayoritas tidak menyebabkan pemegang saham minoritas dirugikan kepentinganya.
Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif analisis, yaitu menggambarkan keadaan yang sedang diteliti yaitu perlindungan hukum bagi pemegang saham minoritas pada perusahaan yang melakukan akuisisi dan menganalisisnya berdasarkan fakta-fakta yang diperoleh dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tertier. Metode pendekatan yang dilakukan adalah analisis yuridus normative, yaitu pendekatan perundang-undangan dengan menganalisis Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.
Akuisisi sebagai restrukturisasi perusahaan diatur di dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang di dalam undang-undang tersebut mengatur tentang bagaimana akuisisi dilaksanakan baik melalui direksi maupun langsung melalui pemegang saham. Dan dalam pengambilalihan perusahaan harus melihat bentuk dari perusahaan itu sendiri, apakah perusahaan terbuka atau perusahaan tertutup yang masing-masing bentuknya itu mempunyai peraturan yang berbeda untuk dapat diambil alih. Dalam hal pengambilalihan ini, biasanya pemegang saham minoritas menjadi pihak yang selalu dirugikan karena keputusan pengambilalihan ini bersebrangan dengan tujuan dan kepentingan pemengang saham minoritas sehingga hukum memberikan perlindungan yang nyata pada pemegang saham minoritas seperti appraisal rights dan prinsip silent majority agar pemegang saham minoritas tetap diperhitungkan dan dipandang keberadaannya di dalam RUPS.
Kata kunci:
Perusahaan, Akuisisi, pemegang Saham
*) Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara **) Dosen Pembimbing I
ABSTRAKSI
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMEGANG SAHAM MINORITAS PADA PERUSAHAAN YANG MELAKUKAN AKUISISI
Ruth Paolin Marbun*) Bismar Nasution**) Mahmul Siregar***)
Perbedaan komposisi kepemilikan saham pada perusahaan menyebabkan munculnya kelompok-kelompok pemegang saham pada perusahaan tersebut. Kelompok Pemegang saham mayoritas mempunyai posisi yang sangat dominan dalam menjalankan perusahaan karena jumlah sahamnya yang besar, sementara dengan kelompok pemegang saham minoritas yang jumlah sahamnya sangat kecil tentunya suara yang dapat dikeluarkan pun hanya sebatas jumlah sahamnya saja. Hal inilah yang perlu dilindungi oleh undang-undang agar kekuasaan pemilik saham yang mayoritas tidak menyebabkan pemegang saham minoritas dirugikan kepentinganya.
Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif analisis, yaitu menggambarkan keadaan yang sedang diteliti yaitu perlindungan hukum bagi pemegang saham minoritas pada perusahaan yang melakukan akuisisi dan menganalisisnya berdasarkan fakta-fakta yang diperoleh dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tertier. Metode pendekatan yang dilakukan adalah analisis yuridus normative, yaitu pendekatan perundang-undangan dengan menganalisis Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.
Akuisisi sebagai restrukturisasi perusahaan diatur di dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang di dalam undang-undang tersebut mengatur tentang bagaimana akuisisi dilaksanakan baik melalui direksi maupun langsung melalui pemegang saham. Dan dalam pengambilalihan perusahaan harus melihat bentuk dari perusahaan itu sendiri, apakah perusahaan terbuka atau perusahaan tertutup yang masing-masing bentuknya itu mempunyai peraturan yang berbeda untuk dapat diambil alih. Dalam hal pengambilalihan ini, biasanya pemegang saham minoritas menjadi pihak yang selalu dirugikan karena keputusan pengambilalihan ini bersebrangan dengan tujuan dan kepentingan pemengang saham minoritas sehingga hukum memberikan perlindungan yang nyata pada pemegang saham minoritas seperti appraisal rights dan prinsip silent majority agar pemegang saham minoritas tetap diperhitungkan dan dipandang keberadaannya di dalam RUPS.
Kata kunci:
Perusahaan, Akuisisi, pemegang Saham
*) Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara **) Dosen Pembimbing I
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Perseroan terbatas adalah subjek hukum yang menjadi pemegang hak dan
kewajiban dari suatu benda atau kekayaan, yang dimana kekayaan itu berasal dari
harta orang perorangan yang dianggap layak untuk dipertahankan.1 Sebagai
subjek hukum Perseroan terbatas bertindak layaknya sebagai individu karena
dapat melakukan perbuatan hukum sendiri, dapat menggugat dan digugat atas
namanya sendiri dihadapan pengadilan, dan memiliki harta tersendiri yang
terpisah dari pemegang sahamnya. Di dalam sistem hukum di Indonesia, hukum
perseroan bukanlah hukum yang paling utama, sebab masih terdapat pokok-pokok
hukum lain yang bersentuhan dengan hukum perseroan yaitu mengenai
Persekutuan dan Perkumpulan yang semuanya diatur didalam Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata. Selain persekutuan dan perkumpulan, juga terdapat
Firma dan Komanditer yang diatur dalam Kitab Hukum Dagang.2
Jika diperhatikan pengertian perjanjian yang ada, yaitu merupakan suatu
perbuatan hukum untuk saling mengikatkan diri dengan tujuan untuk
menimbulkan akibat hukum tertentu yang saling dikehendaki, maka jelas disini
suatu perseroan dapat didirikan harus lebih oleh dua orang atau minimal harus ada
dua pihak untuk saling mengikatkan diri. Khusus dalam pendirian perseroan
terbatas, yang sebelumnya diatur dalam KUHD tidak menentukan berapa orang
1
Frans Satrio Wicaksono, Tanggung Jawab Pemegang Saham, Direksi dan Komisaris Perseroan Terbatas (PT), (Jakarta : Visimedia, 2009), hlm. 2.
2
yang harus ada dalam mendirikan perseroan terbatas, tapi agar ada hubungan
hukum serta dikaitkan dengan pengertian perjanjian, maka dapat disimpulkan
bahwa perseroan terbatas dapat didirikan minimal oleh dua orang.3
Namun di dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas terdapat
pengecualian dari ketentuan dua orang pendiri atau lebih ini tidak berlaku bagi
Persero yang seluruh sahamnya dimiliki oleh Negara atau Perseroan yang
mengelola bursa efek, lembaga kliring dan penjamin, lembaga penyimpanan dan
penyelesaian, dan lembaga lainnya sebagaimana yang diatur dalam
Undang-Undang Pasar Modal. Yang dimaksud dengan “Persero” adalah Badan Usaha
Milik Negara yang berentuk perseroan yang dimana modalnya terbagi dalam
saham yang telah diatur di dalam Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara.4
Perkembagan perusahaan yang ada di Indonesia menuntut adanya suatu
pengaturan yang lebih khusus, untuk mengatur semua sistem badan usaha, baik
badan usaha yang berbentuk badan hukum atau yang tidak berbentuk badan
hukum. Awalnya pengaturan mengenai badan usaha ini hanya terdapat dalam
Pasal 36 sampai dengan Pasal 56 KUHD, dan karena dianggap terlalu singkatnya
pembahasan mengenai badan usaha didalam pasal tersebut maka pemerintah
mengeluarkan suatu bentuk peraturan baru yang berkaitan dengan badan usaha,
terutama Perseroan Terbatas.
Pengaturan mengenai perseroan terbatas pada awalnya diatur dalam
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas. Pembentukan
3
Habib Adjie, Status Badan Hukum, Prisip-prinsip dan Tanggung Jawab Sosial Perseroan Terbatas, (Bandung : Mandar Maju, 2008), hlm. 9.
4
pengaturan khusus mengenai Perseroan ini dikarenakan untuk dapat melindungi
kepentingan pemegang saham dan kreditor, maupun pihak lain yang terkait serta
kepentingan perseroan itu sendiri, sedangkan didalam KUHD kedudukan
perseroan masih sempit, dan tidak sesuai dengan perkembangan ekonomi dan
dunia usaha yang semakin pesat serta hanya menciptakan kesatuan hukum dalam
perseroan yang berbentuk badan hukum, serta tidak mencantumkan suatu
perlindungan bagi pemegang saham.5
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebutlah yang menjadi dasar
motivasi diundangkan UUPT 1995, yaitu sebagai pengganti ketentuan Perseroan
yang diatur dalam KUHD. UUPT 1995, tidak lagi ditempatkan sebagai bagian
dalam KUHD maupun KUH Perdata. Akan tetapi, UUPT 1995 merupakan
undang-undang yang terpisah dan berdiri sendiri diluar KUHD maupun KHU
Perdata.
Kemudian seiring tejadinya perubahan-perubahan pada dunia usaha dan
perkembangan ekonomi yang semakin pesat, UU No. 1 tahun 1995 yang telah
berlaku selama kurang lebih 12 (dua belas) tahun dirasakan tidak lagi mampu
untuk memenuhi kebutuhan pengaturan dan menampung berbagai kebutuhan yang
terjadi didalam dunia usaha dan perkembangan ekonomi yang pesat sehingga UU
No. 1 tahun 1995 ini rtidak lagi sepenuhnya dapat memberikan pelayanan yang
maksimal bagi pelaku usaha yang melakukan kegiatannya. Untuk itu perlu
perubahan terhadap UU No. 1 tahun 1995.
5
UU No. 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas telah disesuaikan
dengan berbagai perkembangan yang terjadi dalam aktivitas usaha berupa
penambahan ketentuan baru, perbaikan, penyempurnaan maupun
mempertahankan ketentuan yang ada di dalam UU No. 1 tahun 1995 yang dinilai
masih relevan dengan keadaan saat ini.6
Perkembangan perusahaan yang semakin pesat membuat persaingan
usaha diantara perusahaan-perusahaan semakin ketat. Perusahaan harus mampu
mempertahankan eksisitensi perusahaannya.
Untuk itu perusahaan harus melakukan strategi agar perusahaannya tetap
bertahan dan berkembang. Proses strukturisasi perusahaan yang dilakukan dapat
berupa penggabungan (merger), peleburan (konsolidasi), dan pengambilaalihan
(akuisisi). Merger, konsolidasi, dan akuisisi adalah bentuk strategi yang biasanya
dilakukan oleh para pelaku bisnis dalam merestrukturisasi perusahaan,
mengekspansi perusahaan, atau untuk memenuhi ketentuan perundang-undangan.
Hal ini diatur dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas tahun 2007.
Di dalam bahasa Inggris “merger” berarti “penggabungan”,sedangkan
dalam bahasa latin berarti “bergabung bersama, menyatu atau berkombinasi yang
menyebabkan hilangnya identitas karena terserap sesuatu”. Dalam merger hanya
ada satu perusahaan yang bertahan, sementara perusahaan lainnya dibubarkan
tanpa likuidasi.7
6
Binoto Nadapdap, Hukum Perseroan Terbatas, (Jakarta; Permata Aksara, 2012), hlm. 9.
Konsolidasi atau yang bisa pula disebut dengan “consolidation”
adalah adanya dua PT atau lebih yang menggabungkan diri menjadi satu PT baru
7
dimana peleburan tersebut yang karena hukum memperoleh aktiva dan pasiva dari
perseroan yang meleburkan diri berakhir karena hukum.8 Istilah “akuisisi” berasal
dari bahasa Inggris “acquisition” yang sering juga disebut dengan “take over”
adalah pengambilalihan yang dilakukan oleh sebuah perusahaan dengan cara
membeli saham mayoritas perusahaan sehingga mengambil alih kontrol modal
atas perusahaan lain.9
Untuk menciptakan iklim usaha yang sehat dan efisien, antara lain dapat
ditempuh dengan cara merger, konsilidasi, dan akuisisi perseroan terbatas. Proses
tersebut merupakan stategi yang lazim dilakukan oleh pelaku bisnis untuk
menyelamatkan perusahaannya. Pelaku usaha sebagai subjek ekonomi senantiasa
berupaya untuk memaksimalkan keuntungan dalam mengelola perusahaannya.
Bentuk lain restrukturisasi peusahaan yang tengah marak di kalangan pelaku
usaha adalah akuisisi. Akuisisi ini sendiri dalam Undang-Undang Perseroan
Terbatas tahun 2007 diatur dalam BAB VIII UUPT 2007.
Di Indonesia sejarah tentang hukum akuisisi juga masih terbilang baru
dalam tingkat undang-undang, karena pengaturan mengenai akuisisi di Indonesia
baru dimulai sejak lahirnya Undang-Undang Perseroan Terbatas Tahun 1995 yang
kini diganti oleh Undang-Undang Perseroan Terbatas Tahun 2007.
Namun demikian tidak berarti bahwa sebelum lahirnya Undang-Undang
Perseroan Terbatas tersebut, akuisisi tidak dilakukan di Indonesia. Praktek
akuisisi sebelum lahirnya Undang-Undang Perseroan Terbatas pada dasarnya
didasari pada hukum kontraktual dan hukum sidang usaha khusus.
8
Republik Indonesia, Undang-Undang Tentang Perseroan Terbatas, Nomor 40 Tahun 2007, Pasal 1 angka 10.
9
Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Perseroan Terbatas Tahun 2007
berbunyi:
“Pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan
hukum atau orang perseorangan yang mengambil alih saham yang
mengakibatkan beralihnya pengendalian atas perseroan tersebut.”
Sementara itu menurut Pasal 1 angka 3 Peraturan Pemerintah Nomor 27
Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Perseroan
Terbatas adalah:
“pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan
hukum atau orang perseorangan untuk mengambil alih baik seluruh
ataupun sebagian besar saham perseroan yang dapat mengakibatkan
beralihnya pengendalian terhadap perseroan tersebut”.
Perbuatan hukum pengambilalihan tidak mengakibatkan perseroan yang
diambil alih sahamnya menjadi bubar dan berakhir, hanya pemegang saham yang
beralih dari pemegang saham yang semula kepada yang mengambil alih. Akibat
hukumnya hanya sebatas peralihan pengendalian atas perseroan tersebut
berubah.10
Seperti juga dengan pranata hukum yang lain, maka pranata hukum yang
disebut “akuisisi” perusahaan juga oleh hukum dilarang dilakukan jika merugikan
pihak-pihak lainnya. Apabila pemegang saham tidak setuju atas pengambilalihan
10
Perseroan, diberikan hak khusus yang disebut appraisal right, yaitu hak milik
pemegang saham yang tidak setuju terhadap keputusan RUPS hukum untuk
menjual sahamnya kepadaa perseroan dengan harga wajar. Pasal 126 ayat (1)
Undang-Undang Perseroan Terbatas Tahun 2007 mengatur bahwa perbuatan
hukum merger, konsilidasi dan akuisisi wajib memperhatikan kepentingan
hak-hak pemegang saham minoritas.11 Undang-Undang Perseroan Terbatas
menekankan pada perlindungan hak pemegang saham minoritas karena
Undang-Undang Perseroan Terbatas mempunyai asumsi bahwa pelaksanaan akuisisi
tersebut sebenarnya hanya untuk kepentingan pemegang saham mayoritas, maka
tentunya pemegang saham mayoritas tidak akan setuju dalam RUPS untuk
melakukan akuisisi tersebut, sehingga dengan demikian akuisisi tidak dapat
dilaksanakan, atau pihak pemegang saham mayoritas dapat menghentikan akuisisi
tersebut dengan mengganti direksi yang dianggap tidak koperatif dengan
pemegang saham mayoritas. Kewenangan-kewenangan yang demikian hanya
dipunyai oleh pemegang saham mayoritas dan tidak dimiliki oleh pemegang
saham minoritas.12
Perseroan terdiri dari beberapa pihak yang memiliki hak didalam
perseroan tersebut, yaitu berbentuk saham. Sehingga dalam menjalankan suatu
perseroan, pihak yang terkait hendaknya memiliki jalinan keseimbangan, yaitu
dalam bentuk majority rule and minority protection. Artinya yang berkuasa tetap
11
Iswi Hariyani, R. Sefianto, Cita Yustisia s, Op.Cit., hlm. 23. 12
pemegang saham mayoritas tetapi sedapat mungkin juga harus memperhatikan
kepentingan pemegang saham minoritas.13
Upaya-upaya hukum yang dapat dilakukan dalam melindungi pihak
pemegang saham minoritas dalam akuisisi dilindungi dengan cara-cara:
1. Pemberlakuan prinsip Super Majority, dalam hal ini untuk dapat
menyetujui akuisisi, yang diperlukan bukan hanya voting antara pemegang
saham dalam RUPS dengan simple majority (lebih dari 50%) pemegang
saham yang menyetujuinya. Undnag-Undang Perseroan Terbatas
menyebutkan angka ¾ (tiga perempat) atau lebih pemegang saham yang
menyetujuinya.
2. Pemberlakuan prinsip Silent Majority, sesuai dengan ketentuan yang
terdapat dalam Keputusan Ketua Bapepam Nomor Kep-12/PM/1997
keputusan akuisisi, terlebih dahulu disetujui oleh rapat umum pemegang
saham, yang dilakukan oleh pemegang saham minoritas yang indepedrn
3. Mengajukan gugatan, dapat dilakukan secara gugatan langsung dan
gugatan derivatif. Gugatan langsung ini dapat dilakukan kepada siapa saja
yang merugikan pemegang saham minoritas dan dilakukan untuk dan atas
nama dirinya sendiri. Sedangkan gugatan derivatif diajukan oleh
pemegang saham minoritas untuk mewakili dirinya sendiri sebagai
pemegang saham minoritas yang mengajukan gugatan untuk dan atas
nama perseroan.
13
4. Hak menjual saham atau appraisal right adalah hak yang dimiliki
pemegang saham yang merasa dirugikan atas tindakan perusahaan untuk
menjual saham-sahamnya.14
Dengan upaya-upaya tersebut maka pemilik saham mayoritas tidak dapat
mengambil keputusan secara sepihak tanpa adanya persetujuan dari pemilik
saham minoritas, sehingga keberadaan pemilik saham minoritas tidak hanya
dilindungi kepentingannya dari segi kepemilikan saham, namun juga memiliki
fungsi yang penting di dalam pengambilan keputusan pada Rapat Umum
Pemegang Saham.
Berdasarkan uraian di atas, maka dilakukan penelitian dengan judul
“Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Saham Minoritas Pada Perseroan
Terbatas yang Melakukan Akuisisi”.
B. Rumusan Permasalahan
Dengan paparan latar belakang yang jelas dan tegas dalam skripsi yang
berjudul “ Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Saham Minoritas Pada Perseroan Terbatas Yang melakukan Akuisisi” maka rumusan masalah yang dapat ditarik oleh penulis yaitu:
1. Bagaimana pengaturan akuisisi dalam perusahaan berdasarkan
Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007?
2. Bagaimana tahapan proses pengambilalihan (akuisisi) perusahaan?
3. Bagaimana perlindungan hukum terhadap pemegang saham minoritas
pada perusahaan yang melakukan akuisisi?
14
C. Tujuan Penulisan
Mengacu pada judul dan permasalahan dalam penelitian ini maka dapat
dikemukakan bahwa tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengaturan akuisisi berdasarkan Undang-Undang
Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007.
2. Untuk mengetahui tahapan proses pengambilalihan (akuisisi) perseroan
terbatas.
3. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap pemegang saham
minoritas pada perseroan terbatas yang melakukan akuisisi.
Disamping mempunyai tujuan penelitian juga mempunyai manfaat dari
segi kegunaan teoritis dan kegunaan praktis, yaitu :
1. Kegunaan Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran
dalam rangka perkembangan ilmu hukum pada umumnya,
perkembangan Hukum Ekonomi dan Khususnya mengenai akuisisi
terhadap pemegang saham minoritas pada perusahaan yang melakukan
akuisisi
2. Kegunaan Praktis
Sebagai acuan bahan pegangan dan referensi bagi masyarakat
khususnya dalam hal perlindungan pemegang saham minoritas pada
perusahaan yang melakukan akuisisi. Selain itu juga menjadi bahan
D. Keaslian Penulisan
Dalam rangka meningkatkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan yang
diperoleh penulis, maka penulis menuangkanya dalam sebuah skripsi yang
berjudul “ Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Saham Minoritas pada
Perusahaan yang Melakukan Akuisisi. Berdasarkan penelusuran di perpustakaan
Fakultas Hukum Universitas Sumatera utara maka adapun judul yang berkaitan
dengan judul skripsi ini adalah skripsi yang berjudul “Tinjauan Terhadap
Perlindungan Saham Minoritas Pada Perusahaan Go Public” yang ditulis oleh
Tulus Monang, tahun 2001 di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang
di dalamya memuat mengenai perlindungan hukum atas saham-saham minoritas
dalam perusahaan yang Go public.
Selain judul diatas, skripsi lain yang berkaitan dengan judul saya adalah
skripsi yang berjudul “Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Saham
Minoritas dalam Merger Perusahaan Ditinjau dari Undang-Undang Perseroan”
oleh Silvia Devie, tahun 2005 di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
yang di dalamnya memuat mengenai perlindungan hukum terhadap pemilih
saham dalam hal merger (penggabungan) perusahaan. Sedangkan dalam skripsi
ini hal yang dituangkan adalah perlindungan hukum terhadap pemegang saham
minoritas yang perusahaannya melakukan akuisisi (pengambilalihan) dimana
pengambilalihan merupakan salah satu proses restrukturisasi perusahaan yang
berbeda dengan merger karena akuisisi merupakan tindakan pengambilalihan
restrukturisasi yang dilakukan dengan pemusatan pada satu perusahaan saja yang
menyebabkan bubarnya perusahaan lain.
Dengan demikian, jika dilihat dari permasalahan serta tujuan yang hendak
dicapai oleh penulisan skripsi ini maka, dapat disimpulkan bahwa apa yang ada
didalam skripsi ini adalah asli dari karya penulis sendiri dan bukan hasil jiplakan
dari skripsi orang lain, dan dimana diperoleh melalui hasil pemikiran para pakar
dan praktisi, referensi, buku-buku, makalah-makalah dan bahan-bahan seminar,
serta media cetak berupa koran-koran, media elektronik seperti internet serta
bantuan dari berbagai pihak, berdasarkan pada asas-asas keilmuan yang jujur,
rasional dan terbuka. Semua ini adalah merupakan impliksi dari proses penemuan
kebenaran ilmiah, sehingga hasil penulisan ini dapat dipertanggungjawabkan
kebenaran secara ilmiah.
E. Tinjauan Pustaka
Sistem perekonomian yang semakin berkembang, membuktikan bahwa
peranan sebuah perusahan dalam pengerak akifitas perekonomian sangat besar.
Kegiatan perusahaan yang ada saat ini bukan hanya dapat dijalankan oleh
perorangan, melainkan sebuah kelompok. Jika sebuah perusahan dijalankan oleh
perseorangan maka hal itu disebut oleh perusahan dagang.15
15
HMN Poerwosoetjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Bentuk-Bentuk Perusahaan, (Jakarta, Penerbit: Jambatan, 1995), hal.1
Selain usaha
perseorangan terdapat juga usaha yang dijalankan oleh lebih dari satu orang atau
dijalankan oleh bersama-sama. Kegiatan yang dijalankan secara bersama-sama
usaha dari perusahaan atau usaha tersebut. Kegiatan usaha yang dilakukan
bersama-sama dengan kata lain disebut sebagai perkumpulan. Perkumpulan ini
dapat dibedakan menjadi dua, yaitu perkumpulan yang berbadan hukum dan yang
tidak berbadan hukum.Didalam sebuah perkumpulan, wajib memiliki unsur-unsur
yaitu:16
1. Adanya beberapa orang yang bersama-sama punya kepentingan
terhadap sesuatu.
2. Beberapa orang yang berkepentingan tersebut berkehendak atau
sepakat untuk mendirikan perkumpulan tersebut.
3. Adanya tujuan yang hendak dicapai bersama-sama.
4. Adanya unsur kerjasam dari orang-orang tersebut untuk mencapai
tujuan-tujuan yang telah ditetapkan.
Perkumpulan-perkumpulan ini terdiri dari beberapa, yaitu Firma (Fa),
Persekutuan Komanditer (CV), Perseroan Terbatas (PT) dan sebagainya. Namun,
dengan sistem perekonomian yang sangat berkembang saat ini, perkumpulan
Perseroan Terbatas (PT) yang paling diminati para pengusaha.
Selain sebagai persekutuan modal yang berbadan hukum, perseroan
terbatas juga merupakan tempat para pihak melakukan kerja sama, yaitu
melakukan hubungan kontraktual. Kerja sama ini menciptakan badan hukum yang
sengaja diciptakan yaitu perseroan sebagai suatu “artificial person”.17
16
Ibid, hal.9 17
Dalam kegiatan bisnis, secara umum bentuk badan usaha ini sangat diminati dan
dikenal, karena beberapa pertimbangan yaitu:
1. Adanya pertanggungjawaban yang terbatas pada pemegang saham.
2. Adanya sifat mobilitas penyertaan, artinya adanya kemungkinan
perpindahan atau perubahan penyertaanya.
3. Adanya kepengurusan melalui organ perusahaan.18
Sebagai sebuah badan hukum, PT wajib mendukung hak dan kewajiban
baik antar para pengurus maupun kepada para pemegang saham. Pemegang saham
pada sebuah PT mempunyai hak dan kewajiban yang timbuk karena akibat
kepemilikan saham terhadap PT tersebut. Nilai saham yang dimiliki oleh tiap
pemegang saham, berpengaruh dalam mengambil sebuah kebijakan dalam RUPS,
sehingga menimbulkan kepemilikan saham mayoritas dan minoritas. Pemegang
saham minoritas merupakan pemegang saham pada sebuah PT yang persentase
kepemilikan sahamnya lebih kecil dari pemilik saham lain atau sebesar dibawah
50% dari saham PT, dan selebihnya dari saham tersebut dimiliki oleh pemegang
saham mayoritas.
Akibat kepemilikan saham yang berbeda, menimbulkan perbedaan hak
yang timbul dan pengelolaan perusahaan, yang dimana pada pemegang saham
mayaoritas yang memiliki banyak suara dalam RUPS tentu mempunyai
kesempatan daam menentukan dewan direksi dan komisaris. Dimana organ ini
memiliki peran dalam mentukan jalan perusahaan berdasarkan yang telah
18
ditetapkan RUPS. Walaupun demikian, kebijakan penting dari perusahaan lebih
ditentukan oleh RUPS, serta pengangkatan Dewan Direksi dan Komisaris sangat
ditentukan oleh komposisi kepemilikan saham, maka tidak jarang tujuan yang
ditetapkan mengabaikan kepentingan pemegang saham minoritas.19
Akibat sering terjadinya perbedaan kepentingan antara pemegang saham
mayoritas dan minoritas, dalam menjalankan sebuah perusahaan, maka hukum
memandang perlu memberikan perlindungan terhadap pemegang saham minoritas
dalam perusahaan.20
Melihat begitu besarnya peluang dari suatu perusahaan untuk
mengembangkan usahanya, tidak benyak perusahaan melakukan beberapa cara
untuk meluaskan dan membesarkan perusahannya. Salah satunya adalah dengan
melakukan Akuisisi atau dengan kata lain melakukan “Pengambilalihan”. Akuisisi
(Pengambilalihan) menurut Undang-Undang 40 Tahun 2007 yaitu “
Pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh Badan Hukum
atau orang perseorangan untuk mengambilalih saham perseroan yang
mengakibtakan beralihnya pengendalian atas perseroan tersebut”
Berdasarkan definisi tersebut maka dapat ditarik beberapa unsur yang
melekat dalam pengambilalihan antara lain yaitu:21
19
Yoserwan, Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Penggabunga, Peleburan, Dan Pengambilalihan Perusahan Publik, Thesis, Ilmu Hukum, Pascasarjana, Universitas Diponegoro, 2001, hlm. 29
20 Ibid 21
1. Pengambilalihan adalah suatu perbuatan hukum;
2. Pihak yang mengambilalih adalah orang atau Badan Hukum;
3. Metode pengambilalihan dengan cara melakukan pengambilalihan
saham;dan
4. Pengambilalihan saham itu dapat mengakibatkan beralihnya
pengendalian atas Perseroan Terbatas tersebut;
Dalam melakukan pengambilalihan, ditentukan beberapa syarat menurut
Pasal 126 Undang-undang Perseroan Terbatas yaitu:
1. Pengambilalihan saham wajib memperlihatkan ketentuan Angaran
Dasar Perseroan yang diambil alih tentang pemindahan hak atas saham
dan perjanjian yang telah dibuat oelh Perseroan dengan pihak lain;
2. Pengambilalihan saham tidak boleh merugikan perusahaan, baik
kepentingan perusahaan yang mengakuisisi maupun kepentingan
perusahaan yang diambil alih;
3. Pengambilalhan saham tidak boleh merugiakan pemegang saham
minoritas
4. Pengambilalihan saham tidak boleh merugikan karyawan perusahaan.
5. Pengambilalihan saham tidak boleh merugikan kreditur dan mitra
usaha lainnya dari perseroan terbatas.
Berdasarkan ketentuan point ke 3 (tiga) memperlihatkan bahwa
kepentingan dari pemegang saham minoritas harus diperhatikan. Ini
ini adalah pemegang saham minoritas) dengan adanya pengambilalihan Perseroan,
padahal RUPS dengan suara mayoritas tertentu telah memutuskan untuk
melakukan pengambilalihan. Untuk melindungi kepentingan pemegang saham
yang tidak setuju terhadap keputusan pengambilalihan tersebut, maka pemegang
saham tersebut oleh hukum diberikan suatu hak khusus yang disebut dengan
Apprasial Right. Apprasial Right adalah suatu hak yang dimiliki oleh pemegang
saham yang tidak setuju terhadap pengambilalihan tetapi mereka kalah dalam
forum RUPS atau tindakan corporate lainnya untuk menjual saham yang
dipegangnya kepada Perseroan yang bersangkutan, sedangkan Perseroan yang
menerbitkan saham tersebut wajib membeli kembali saham Perseroan yang
diterbitkan tersebut dengan harga wajar. Dalam hal ini UUPT memandang
pelaksanaan akuisisi dilakukan untuk kepentingan pemegang saham mayoritas,
dengan pertimbangan bahwa apabila akuisisi dilakukan dengan merugikan
kepentingan pemegang saham mayoritas, tentunya pemegan saham mayaoritas
tidak akan menyetujui RUPS untuk akuisisi tersebut.22
Maka dengan melihat keadaan yang diatas penting adanya suatu
perlindungan hukum yang diberikan kepada pemegang saham minoritas dalam
pengambilan keputusan untuk melaksanakan akuisisi tersebut, sebab bagaimana
pun juga pemegang saham minoritas ini memiliki nilai saham didalam perusahaan
yang akan diakuisisikan tersebut.
22
F. Metode Penelitian
Untuk mendapatkan data yang valid dan akurat penelitian harus dilakukan
secara sistematis dan teratur, sehingga metode yang dipakai sangatlah
menentukan. Metode penelitian yaitu urutan-urutan bagaimana penelitian itu
dilakukan.23
Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini dapat dijelaskan
sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian yurdis normative, maka
pendekatan yang dilakukan adalah pensdekatan perundang-undangan dengan
bertititk tolak pada nalisis terhadap Udang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas. Penelitian ini difokuskan kepada perlindungan hukum
terhadap pemegang saham minoritas pada perusahaan yang melakukan akuisisi
dengan bertitik tolak pada UU PT itu sendiri. Hal ini dapat ditempuh dengan
melakukan penelitian kepustakaan, atau studi kepustakaan. Penelitian ini juga
tidak terlepas dari penelitian terhadap bahan media massa ataupun bahan dari
internet. Selain itu, penulis juga menggunakan metode penelitian yuridis, dengan
melihat ketentuan-ketentuan yang ada di dalam masyarakat dan dampak ketentuan
tersebut bagi masyarakat.
2. Bahan Penelitian
Materi dalam skripsi ini menggunakan dari data sebagai berikut:
23
a. Bahan hukum primer, yaitu : berbagai dokumen peraturan
perundang-undangan yang tertulis yang ada dalam dunia Hukum Bisnis, dan Perjanjian
dalam Perseroan Terbatas yakni Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2009
Tentang Perseroan Terbatas, serta peraturan perundang-undangan lain
dibawah undang-undang.
b. Bahan hukum Sekunder, yaitu: bahan-bahan yang memiliki hubungan dengan
bahan hukum primer dan dapat digunakan untuk menganalisis dan
memahami bahan hukum primer yang ada. Semua dokumen yang dapat
menjadi sumber informasi mengenai Perseroan Terbatas, seperti hasil
seminar atau makalah-makalah dari para pakar hukum, Koran, Majalah, serta
sumber-sumber lain yakni internet yang memiliki kaitan erat dengan
permaslahan yang dibahas.
c. Bahan Hukum Tertier, yaitu : Mencakup kamus bahasa untuk pembenahan
tata Bahasa Indonesia dan juga sebagai alat bantu pengalih bahasa beberapa
istilah asing.
3. Teknik Pengumpulan Data
Bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dikumpulkan dengan
melakukan penelitian kepustakaan atau yang lebih dikenal dengan studi
kepustakaan. Penelitian kepustakaan dilakukan dengan cara mengumpulkan data
yang terdapat dalam buku-buku literatur, peraturan perundang-undangan, majalah,
surat kabar, hasil seminar, dan sum ber-sumber lain yang terkait dengan masalah
4.Analisis Data
Data yang diperoleh dari penelusuran kepustakaan, dianalisis dengan metode
kualitatif. Metode Kualitatif yaitu metode analisa data yang mengelompokan dan
menyeleksi data yang diperoleh menurut kualitas dan kebenarannya kemudian
dihubungkan dengan teori yang diperoleh dari penelitian kepustakaan sehingga
diperoleh jawaban atas permasalahan yang diajukan.
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari V Bab yang msing-masing
bab memiliki sub-babnya tersendiri, yang secara garis besarnya dapat diuraikan
sebagai berikut:
BAB I Pendahuluan
Dalam bab ini diuraikan secara umum mengenai keadaan-keadaan
yang berhubungan dengan objek penelitian secara latar belakang
pemilihan judul, rumusan masalah, kegunaan penelitian, keaslian
penulisan, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika
penulisan.
BAB II Pengaturan Akuisisi dalam Perusahaan berdasarkan Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007
Dalam Bab ini menguraikan mengenai segala jenis pengaturan
yang berhubungan dengan Akuisisi, tertutama mengenai hubungan
pelaksanaan Akuisisi dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun
hubungan hukum antara pemegang saham minoritas dengan
pelaksanaan Akuisisi.
BAB III Tahapan Proses Pengambilalihan (Akuisisi) Perseroan Terbatas?
Dalam bab ini menguraikan mengenai tata cara proses
pengambilalihan (Akuisi) Perseoan Tebatas, baik Peseoan Tebatas
yang terbuka ataupun Peseoan Tebatas tertutup. Sehingga dapat
dianalisi mengenai bagaimana kedudukan seorang pemegang
saham minortas dalam mengambil keputusan akuisisi Peseoan
tersebut.
BAB IV Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Saham Minoritas Perseroan Terbatas Yang Melakukan Akuisisi
Dalam bab ini menjelaskan mengenai kedudukan kedudukan
seorang pemegang saham minoritas dalam suatu perusahaan.
Selain itu pada bab ini menjelaskan bagaimana bentuk
perlindungan yang diberikan kepada pemegang saham minoritas
pada perusahaan yang melakukan akuisisi.
BAB V Kesimpulan dan Saran
Bab terakhir ini berisikan kesimpulan yang diambil oleh penulis
terhadap bab-bab sebelumnya yang telah diambil oleh penulis
terhadap bab-bab sebelumnya yang telah penulis uraikan dan yang
ditutup dengan mencoba memberikan saran-saran yang penulis
BAB II
PENGATURAN AKUISISI DALAM PERUSAHAAN
A. Pengertian dan Dasar Hukum Akuisisi Berdasarkan Undang-Undang No.40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.
Dalam bab VIII Undang-Undang No.40 Tahun 2007 Tentang Perseroan
Terbatas diatur mengenai salah satu bentuk restrukurisasi dari Perseroan yaitu
Pengambilalihan. Kata Pengambilalihan yang terdapat dalam Undang-Undang
Peseroan Terbatas, memiliki arti yang sama dengan kata Akuisisi. Istilah Akuisisi
yang sering digunakan dalam dunia bisnis adalah takeover. Namun Akuisisi ini
awalnya berasal dari bahasa inggris yaitu acquisition. Beberapa negara memiliki
pengertian yang berbeda-beda mengenai akuisisi ini. 24
Menurut M.A.Weinberg sebagai ahli hukum asing menjelaskan bahwa
akuisisi adalah perbuatan yang dilakukan perorangan, kelompok perorangan, atau
perusahaan, serta mencakup akuisisi kekayaan dan akuisisi saham. Berbeda
dengan Scharf ahli hukum Amerika, menjelaskan bahwa akuisisi hanya dapat
dilakukan oleh perusahaan saja. Selain itu menurut Scharf, akuisisi adalah segala
tindankan korporasi yang melibatkan transaksi jual beli baik seluruh maupun
sebagai aset, saham atau bentuk sekuritas lainnya, antara dua perusahaan yang
masing-masing bertindak sebagai penjual dan pembeli. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa di Amerika Serikat, pengertian akuisisi ini adalah suatu
24
tindakan yang didalamnya mencakup marger, konsolidasi dan berbagai tindakan
korporasi lainnya.25
Agus Daryanto menjelaskan bahwa tujuan akuisisi adalah untuk
memperbaiki sistem manajemen perseroan yang terakuisisi. Perseroan yang
manajemennya lemah akan sulit berkembang walaupun mempunyai cukup dana.
Sehingga perseroan tersebut tidak mampu bersaing dengan perusahaan lain
terutama perusahaan yang sejenis dan kemungkinan akan menyebabkan
kehancuran. Sehingga cara untuk menyelamatkannya adalah dapat dengan cara
digabungkan dengan kelompok konglomerasi yang berpengalaman dalam bidang
manajemen dengan cara menjual sebagian besar sahamnya kepada kelompok
konglomerasi tersebut.26
Di Indonesia sendiri, pengaturan mengenai akuisisi terdapat dalam
beberapa peraturan perundang-undangan. Misalnya, didalam Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2007 pasal 1 angka 11 menjelaskan bahwa “Pengambilalihan
adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang
perorangan untuk mengambil ahli saham Perseroan yang mengakibatkan
beralihnya pengendalian atas perseroan tersebut”. Berbeda dengan PP Nomor 27
Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan Perseroan
Terbatas pasal 1 angka 3 menjelaskan bahwa “Pengambilalihan adalah perbuatan
hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan untuk
25
Miranda Anwar, Pencatatan Saham Lewat Belakang (Backdoor Listing) Dengan Cara Melakukan Akuisis (Studi Kasusu : Akuisisi PT.Fatrapolindonusa Industri TBK, Oleh Titian International CORP.SDN.BHD), Skripsi Ilmu Hukum, Universitas Indonesia, 2008, hlm. 15
26
mengambil alih baik seluruh ataupun sebagaian besar saham perseroan yang
dapat mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap perseroan tersebut”.
Persamaan antara PP Nomor 27 Tahun 1998 dengan Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2007 adalah, bahwa dalam melakukan akuisisi yang diambil alih adalah
saham yang dimiliki perusahaan, tidak termasuk asset atau akuisisi lainnya seperti
akuisisi bisnis.
Seperti yang dilansir dalam PP Nomor 27 Tahun 1998 mengenai
Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas yang
mendefenisikan bahwa akuisisi adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh
badan hukum atau orang perseroan untuk mengambil alih baik seluruh atau
sebagaian besar saham perseroan yang dapat mengakibatkan beralihnya
pengendalian terhadap perseroan tersebut.
Selain menjelaskan mengenai pengertian akuisisi, di dalam
Undang-Undang Perseroan Terbatas juga mengatur mengenai objek yang diambil alih
dalam akuisisi perusahaan. Hal ini dijelaskan dalam Pasal 125 ayat 1
Undang-Undang Perseroan Terbatas yang menyebutkan bahwa pengambilalihan dilakukan
dengan cara mengambilalih saham yang telah dikeluarkan, dan/ atau akan
dikeluarkan oleh perseroan melalui direksi perseroan atau langsung dari
pemegang saham. Serta ketentuan pasal 125 ayat 3 UUPT yaitu”
Pengambilalihan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 adalah pengambilalihan
saham yang mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap perseroa tersebut”
Mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap perseroan dimaksudkan
kegiatan yang berhubungan dengan perseroan tersebut diambilalih oleh pemegang
kendali perseroan yang baru.
Dalam hal pengambilalihan, PP No. 27 Tahun 1998 Pasal 1 huruf b
mengatakan bahwa pengambilalihan hanya dapat dilakukan dengan
memperhatikan kepentingan masyarakat dan persaingan usaha secara sehat.
Selain di dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas dan PP No.27 Tahun
1998 Tentang Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas,
dasar hukum lain mengenai akuisisi ada dalam Keputusan Ketua Badan
Pengawasan Pasar Modal Dan Lembaga Keuangan No. Kep-259/BL/2008 tanggal
30 Juni 2008 tentang Pengambilalihan Perusahaan Terbuka (Peraturan
BAPEPAM IX.H.1) yang mengatakan bahwa pengambilalihan perseroan Terbuka
adalah tindakan yang dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung yang
mengakibatkan berubahnya pengendalian atas perusahaan terbuka. Kemudian ada
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Merger, Konsolidasi
dan Akusisi Bank (PP 28/1999) dan dalam Surat Keputusan Bank Indonesia
No.2/51/KEP/DIR tanggal 14 Mei 1999 tentang Persyaratan dan Tata Cara
Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Bank Umum (SKB 32/51/1999) juga
memberikan pengertian yang sama terhadap akuisisi, yaitu bahwa akuisisi adalah
pengambilalihan terhadap suatu bank yang menyebabkan beralihnya pengendalian
terhadap bank tersebut.
Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2010 tentang Penggabungan atau
Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan Yang Dapat
juga memberikan pengertian mengenai pengambilalihan yaitu suatu tindakan
hukum yang dilakukan oleh pelaku usaha untuk mengambil alih saham suatu
badan usaha sehingga mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap badan
usaha tersebut.
Dari beberapa defenisi pengambilalihan yang telah dijabarkan diatas, maka
unsur-unsur yang harus di penuhi dalam pengambilalihan adalah sebagai berikut:
1. Adanya suatu perbuatan hukum yang dilakukan terhadap perusahaan;
2. Pelaku pengambilalihan dapat dilakukan oleh badan hukum maupun
perseorangan;
3. Menyebabkan beralihnya pengendalian atas badan usaha yg diambil alih.
B. Jenis Dan Bentuk Dari Pelaksanaan Akuisisi a. Jenis-jenis Dari Pelaksanaan Akuisisi.
Berdasarkan dari pengertian akuisisi dapat disimpulkan bahwa akuisisi
menyebabkan beralihnya pengendalian atas perseroan yang diambil alih, yang
berarti bahwa akan ada peralihan kewenangan dari pemegang saham lama kepada
pemegang saham yang baru terhadap pengendalian jalannya perusahaan setelah
akuisisi dilakukan. Pada akuisisi perusahaan yang diambil alih masih berdiri
sendiri, karena yang berpindah adalah pengendalinya saja. Dalam Akuisisi saham
adalah akuisisi yang objek pengalihannya adalah sahamnya saja. Dimana
pemindahan kepemilikan saham itu ditujukan kepada saham yang telah
Dalam Pasal 125 ayat 1 UUPT, dijelaskan bahwa pengambilalihan
dilakukan dengan cara pengambilan saham yang telah dikeluarkan dan/atau akan
dikeluarkan oleh Perseroan melalui direksi perseroan atau langsung dari
pemegang saham. Dimana yang berhak melakukan pengambilalihan adalah badan
hukum atau orang perseorangan. Dalam hal pengambilalihan dilakukan oleh
badan hukum perseroan, Direksi sebelum melakukan perbuatan hukum
pengambilalihan harus berdasarkan keputusan RUPS yang memenuhi kourum
kehadiran dan ketentuan tentang persyaratan pengambilalihan keputusan RUPS
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 UU PT yakni paling sedikit ¾ (tiga
perempat) bagian dari seluruh saham dengan hak suara yang hadir ataupun yang
diwakili, dan keputusan sah apabila disetuju paling sedikit ¾ (tiga perempat)
bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan. Apabila dalam hal kuorum kehadiran
tidak tercapai maka dapat dilakukan kembali RUPS kedua dengan ketentuan
paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari seluruh jumlah saham dengan hak
suara yang hadir ataupun yang diwakili, dan keputusan sah apabila disetujui
paling sedikit ¾ (tiga perempat) bagian dari suara yang dikeluarkan.
Pengambilalihan saham dilakukan langsung dari pemegang saham, tidak
perlu persetujuan dari direksi dan dewan komisaris perseroan penerbit saham
tersebut, tetapi pengambilalihan saham ini wajib memperhatikan ketentuan
anggaran dasar perseroan yang diambilalih tentang pemindahan hak atas saham
dan perjanjian yang telah dibuat perseroan dengan pihak lain.
Pengambilalihan saham yang dimaksud adalah pengambilalihan yang
saham dalam akuisisi diartikan sebagai akuisisi yuridis. Dilaksanakannya akuisisi
yuridis ini dilatarbelakangi oleh 3 hal yaitu:27
a. Akuisisi horizontal
Akuisisi horizontal adalah akuisisi yang terjadi antara 2 (dua)
perusahaan yang sejenis. Dengan kata lain akuisisi horizontal ini
adalah pengambilalihan yang bertujuan untuk mengambilalih
Perseroan pesaing secara langsung yang mempunyai produk barang
atau jasa yang sama ataupun memiliki wilayah pemasaran yang
sama.Akuisisi horizontal dilakukan dengan tujuan utuk memperluas
pangsa pasar atau membunuh pesaing usaha, terutama yang dilakukan
terhadap perusahaan pesaing, sehingga dengan akuisisi ini mereka
dapat mengurangi pesaing.28
b. Akuisisi vertikal
Akuisisi vertikal adalah akuisisi yang jika terjadi antara 2 (dua)
perusahaaan yang mempunyai proses produksi atau perdagangan yang
terkait. Dimana perusahaan yang diambil alih mempunyai kaitan
dengan perusahaan yang mengambil alih, misalnya perusahaan yang
diambil alih merupakan perusahaan pemasok bahan baku bagi
perusahaan yang diambil ahli merupakan distributor hasil produksi
perusahaan pengambil alih. Hal ini dilakukan dengan maksud untuk
menjaga kelestarian kelangsungan. Pengambilalihan vertikal ini
bertujuan untuk menguasai sejumlah mata rantai produksi dan
27
Rudhi Prasetya, Op.Cit., hlm. 141-142 28
distribusi dari hulu sampai hilir. Misalnya, PT A yang adalah
perseroan yang memproduksi baju mengambil alih PT B yang
merupakan produsen benang dimana industry benang merupakan hulu
dari industry baju.
c. Akusisi konsentrik
Akuisisi konsentrik ini juga memiliki dua jenis yaitu akusisi konsentrik
pemasaran yang adalah akuisisi yang dilakukan bila perusahaan
pengambilalih ingin memanfaatkan saluran distribusi yang sama dari
berbagai produk yang menggunakan teknologi yang berlainan.
Misalnya perusahaan pengambilalih mengambilalih perusahaan
plastik, karena produk plastik itu dijual oleh toko-toko yang sama
dengan barang pecah belah yang berbentuk plastik juga, yang
diproduksi oleh perusahaan pengambilalih. Dengan cara ini agar dapat
perusahaan yang diambil alih dengan satu kali jalan, dengan pengambil
alih yang berarti merupakan suatu efesiensi.
Selain akusisi konsentrik pemasaran, akuisisi konsentrik lain adalah
akusisisi konsentrik teknologi yang adalah akuisisi yang terjadi
diantara perusahaan yang mempergunakan teknologi yang sama, tetapi
berlainan saluran distribusinya. Misalnya penjualan TV tentu sama
dengan penjaualan kulkas dan radio.
d. Akuisisi Konglomerat
Akuisisi ini adalah akuisisis yang bertujuan untuk mengambilalih
dengan Perseroan. Dalam kata lain akuisisi jenis ini melibatkan
perusahaan-perusahaan yang tidak terkait, baik secara horizontal
maupun vertikal. Akuisisi konglomerat dilakukan dengan tujuan agar
perusahaan yang diakuisisi dapat menunjang kegiatan perusahaan yang
mengakuisisi secara keseluruhan, serta untuk memantapkan kondisi
portepel grup peusahaan.29
Sistem pengambilalihan yang diatas berdasarkan dari jenis usaha
perseroan yang dikaitkan dengan pemasaran. Namun jika dilihat dari segi subjek
yang melakukan pengambilalihan atau akuisisi maka akuisisi dapat dibedakan
atas:30
1. Pengambilalihan Eksternal yakni merupakan pengambilalihan yang terjadi
dalam dua Perseroan atau lebih dan tidak berada dalam1 (satu) holding
company.
2. Pengambilalihan Internal adalah Pengambilalihan dimana baik Perseroan
yang diambilalih maupun Perseroan yang akan diambilalih berada dalam 1
(Satu) holding company
b. Bentuk dari Pelaksanaan Akuisisi
Apabila dilihat dari segi objek transaksi Pengambilalihan, maka
pengambilalihan atau akuisisi dapat dibedakan sebagai berikut:
1. Akuisisi Saham, dimana pihak yang mengambilalih atau mengakuisisi
perusahaan yang diambilalih secara signifikan yang memungkinkan pihak
29
Felix Oentoeng Soebagjo “Akuisisi Perusahaan di Indonesia : Tujuan, Pelaksanaan dan Permasalahannya,” (Makalah Ilmu Hukum Keperdataan Pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, 12 November 2008), hlm. 14-16
30
yang mengambilalih maupun memegang kendali atas management
perusahaan target. Maka dalam rangka melakukan akuisisi saham ini,
seseorang atau badan hukum harus menjadi pemegang saham mayoritas
dalam suatu Perseroan. Dewasa ini akuisisi saham menjadi pilihan para
pengusaha. Akuisisi daham menjadi target oleh perusahaan pengakuisisi,
yang mengakibatkan penguasaan mayoritas atas saham perusahan target
oleh perusahaan yang melakukan akuisisi dan akan membawa kearah
pengusaan manajemen dan jalannya perseroan.31
Maka melalui penguasaan seluruh atau sebagian besar saham pada
perusahaan target, maka perusahaan target tersebut akan dimiliki oleh
perusahaan yang mengambil alih, termasuk hak-hak yang melekat pada
perusahaan target (diantaranya perjanjian-perjanjian yang dibuat, segala
perijinan yang dipunyai, dan kerugian atau keuntungan pajak), serta
kewajiban-kewajiban yang menjadi beban perusahaan.
Akuisisi Saham harus
memiliki nilai transaksi 51 % (lima puluh satu persen), atau paling tidak
setelah transaksi akuisisi tersebut tuntas perusahaan pengakuisisi memiliki
minimal 51 % (lima puluh satu persen) saham perusahaan target akuisisi.
Pengaturan hukum mengenai persyaratan akuisisi saham ini ada dalam PP
27 Tahun 1998 yang menjelaskan bahwa akuisisi sebagai pengambilalihan
seluruh atau “sebagian besar” saham sehingga pengendalian atas
perusahaan target beralih kepada perusahaan pengakuisisi.
32
31
Felix Oentoeng Soebagjo, Op.Cit., hlm. 87-88 32
2. Akuisisi Asset, dimana yang diambilalih adalah asset perseroan target
dengan atau tanpa ikut mengambilalih seluruh kewajiban Perseroan target
terhadap pihak ketiga. Sebagai kontraprestasi dari akuisisi ini, pihak yang
mengakuisisi memberikan suatu harga yang pantas dengan cara yang sama
seperti akuisisi saham. Akuisisi asset pada umumnya dilakukan jika
perusahaan pengakuisisi menghadapi kesulitan dalam menghitung berapa
jumlah hutang perusahaan target yang harus ditanggungnya, atau jika
perusahaan pengakuisisi ingin menghindar dari kewajiban membayar
utang, atau jika utang dan piutang perusahaan target sangat tidak jelas
tercantum dalam pembukuan perusahaan.33
Akuisisi asset ini memiliki keuntungan sendiri yaitu:34
a. Dapat memilih asset yang benar-benar diinginkan saja. Maksudnya
adalah dalam melakukan akuisisi aset tidak semua perusahaan target
ikut beralih kepada perusahaan pengakuisisi. Perusahaan pengakuisisi
bebas memilih aset mana yang berguan baginya dan menguntungkan
untuk diakuisisi, sedangkan aset-aset yang dianggap kurang
menguntungkan tidak perlu diambil alih.
b. Menghindari tanggung jawab perusahaan target. Kewajiban
perusahaan target yang beralih hanyalah kewajiban-kewajiban yang
melekat pada aset yang diakuisisi saja, sebab dalam akuisisi aset tidak
semua tanggung jawab perusahaan target kepada pihak ketiga ikut
beralih kepada perusahan pengakuisisi.
33
Ibid., hlm. 84-85 34
c. Menghindari gangguan pemegang saham minoritas, pekerja dan
manajemen. Apabila yang akuisisi adalah saham, maka dalam
perusahaan yang diakuisisi masih ada pemegang saham minoritas
(kecuali akuisisi dilakukan atas seluruh saham perusahaan), pekerja
dan manajemen yang kepentingannya tidak selalu sesuai dengan
kepentingan perusahaan pengakuisisi, Terkadang ketidaksesuaian
kepentingan ini dapat berdampak sangat serius dan berujung pada
penyelesaian di pengadilan, melalui apa yang dinamakan dengan
gugatan derivative. Namun hal ini dapat dihindari dengan cara akuisisi
aset, sehingga perusahaan pengakuisisi tidak perlu berurusan dengan
pemegang saham minoritas, pekerja dan manajemen perusahaan yang
diakuisisi.
Namun demikian, akuisisi aset juga memiliki kelemahan-kelemahan
apabila dibandingkan dengan akuisisi saham sebagi berikut:35
a. Prosesnya relative sulit.
Proses akuisisi aset relative sulit karena pengalihan aset umumnya harus
dilakukan satu persatu dan masing-masing objek yang dialihkan
memerlukan prosedur yang berbeda-beda.
b. Memerlukan waktu yang relatif lama.
Pengalihan aset dilakukan satu persatu dengan prosedur yang
berbeda-beda, sehingga memerlukan waktu lebih lama dibandingkan dengan
pengalihan saham yang dapat dilakukan dalam satu transaksi saja.
35
c. Memerlukan lebih banyak biaya.
Biaya transaksi aset bermacam-macam dan atas beberapa jenis taransaksi
aset dikenakan pajak yang tinggi. Hal ini menyebabkan akuisisi aset
memerlukan biaya yang lebih besar dibandingkan dengan akuisisi saham.
d. Kehilangan identitas bisnis.
Berbeda dengan akuisisi saham di mana kelanjutan bisnis, jaringan bisnis,
hak milik intelektual, serta berbagai aktiva tidak berwujud yang dimiliki
perusahaan target dapat dianjurkan oleh perusahaan pengakuisisi dalam
akuisisi aset faktor tersebut tidak ikut beralih kepada perusahaan
pengakuisisi. Dengan demikian, apabila perusahaan target memiliki aktiva
tidak berwujud dan bisnis dengan nilai yang cukup besar, maka akuisisi
aset saja kurang menguntungkan.
3. Akuisisi Kombinasi, dimana pengambilalihan merupakan kombinasi
antara akuisisi saham dan akuisisi asset. Misalnya dilakukan akuisisi
sebesar 40 % (empat puluh persen) asset perusahaan target. Demikian juga
dengan kontraprestasinya, dapat saja dibayar sebagian dengan tunai dan
sebagian dengan saham perusahaan pengambilalih.
4. Akuisisi Bertahap, dimana akuisiisi tersebut tidak dilaksanakan sekaligus.
Misalnya, Perseroan target memberikan convertible bonds (obligasi yang
dapat dikonversi menjadi saham), sementara Perseroan pengambilalihan
mengambilalih memberikan dana ke Perseroan target melalui pembelian
bonds (obligsi). Pada tahap selanjutnya, obligasi tersebut dengan ditukar
saham, jika kinerja Perseroan yang diambilalih membaik.
5. Akuisisi Kegiatan Usaha, dimana kegiatan usaha yang diambilalih hanya
kegiatan usaha termasuk jaringan bisnis, alat produksi, hak kekayaaan
inteletual dan lain sebagainya.
Dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas, pengambilalihan yang dikenal
adalah pengambilalihan dengan transaksi saham. Dilihat dari segi motivasi,
Akuisisi dapat diklarifikasikan sebagai berikut:36
a. Akusisi Strategis.
Akuisisi strategis dilatarbelakangi oleh motivasi untuk meningkatkan
produktivitas perusahaan. Akuisisi startegis digharapkan dapat
meningkatkan sinergi usaha, mengurangi risiko (karena diverifikasi),
memperluas pangsa pasar, meningkatkan efisiensi dan lain sebagainya.
b. Akuisisi Finansial
Akuisisi Finansial dilatarbelakangi oleh motivasi untuk mendapatkan
keuntungan finansial semata-mata dan dalam waktu yang
sesingkat-singkatnya. Akuisisi ini bersifat spekulaif, sebab mengharapkan
keuntungan dari pembelian saham atau aset persedahan target dengan
harga murah, namun pendapatan perusahaan target yang tinggi.
36
C. Pelaksanaan Akuisisi Yang Dilakukan Perusahaan.
Metode pelaksanaan akuisisi yang berkembang dewasa ini memiliki dilihat
berdasarkan kriteria-kriteria sebagai berikut:37
1. Pelaksanaan Akuisisi Berdasarkan Objek Transaksi.
Akuisisi yang dilihat berdasarkan objek transaksi ini dapat
diklasifikasikan dalam 2 jenis yaitu:
a. Akuisisi Saham.
Gunawan Widjaja, menjelaskan bahwa pelaksanaan akuisisi saham
dilakukan dengan cara membeli seluruh saham atau sebagaian
besar saham-saham yang telah dikeluarkan oleh suatu perusahaan
dengan atau tanpa melakukan penyetoran atas seluruh atau
sebagian besar saham yang belum ditempatkan.38
Felix Oentoeng Soebagjo lebih lanjut menjelaskan bahwa akuisisi
perusahaan dengan cara mengambil alih saham dilakukan terhadap
saham dasar yang telah dikeluarkan, maupun terhadap bagian
midal dasar yang belum dikeluarkan.39
37
Ibid., hlm.34
Perusahaan pengambil alih
dapat melakukan pembelian saham melalui Direksi perusahaan
yang akan diambil alih, maupun langsung dari para pemegang
saham. Dengan demikian, suatu akuisisi perusahaan yang akan
dilakukan terhadap saham yang telah dikeluarkan dapat
dilaksanakan baik melalui Direksi langsung dari pemilik saham
yang bersangkutan, sedangkan akuisisi perusahaan yang akan
38
Felix Oentoeng Soebagjo, Op.Cit., hlm. 87-88 39
dilakukan terhadap saham yang masih dalam portepel hanya dapat
dilaksanakan melalui Direksi.40
Pembayaran atas saham yang diakuisisi dapat dilakukan dengan
salah satu atau kombinasi dari cara-cara berikut:41
1. Tunai
2. Saham perusahaan pengakuisisi atau saham perusahaan lain;
3. Surat berharga
4. Properti
5. Pengambilalihan tanggung jawab dari perusahaan target kepada
pihak ketiga
b. Akuisisi Aset
Menurut pendapat Gunawan Widjaja, secara sederhana akuisisi
aset dilakukan dengan cara :42
i. Jual beli aset antara pihak yang melakukan akuisisi aset
sebagai pembeli, dan pihak yang asetnya diakuisisi segabai
penjual, dalam ha akuisisi dengan pembayaran tunai:atau
ii. Perjanjian tukar-menukat anatar aset pihak yang diakuisisi
dengan hak kebendaan lain milik pihak yang melakukan
akuisisi, jika akuisisi tersebut tidak dilakukan dengan
pembayaran tuni.
40
Felix Oentoeng Soebagjo, Op.Cit., hlm. 3-4 41
Munir Fuady(a), Op.Cit., hlm. 90 42
Pengambilalihan kepemilikan atas aset perusahaan dapat meliputi
berbagai macam aset. Maka dalam pelaksanaanya harus
memperhatikan peraturan perundang-undnagan yang berlaku
terhadap masing-masing aset. Penandatangan perjanjian akuisisi
aset tidak otomatis mengakibatkan berpindahnya hak atas aset yang
diakuisis. Agar terjadi peralihan hak diperlukan tindakan-tindakan
hukum tergantung dari jenis aset yang hendak dialihkan.43
Sebagai kontraprestasi dalam transaksi akuisisi aset, perusahaan
pengakuisisi membayar suatu harga yang pantas kepada pemegang
saham perusahaan target dengan cara yang sama seperti yang
dilakukan akuisisi saham.44
2. Pelaksanaan akuisisi berdasarkan Cara Pembayaran Transaksi.
Dalam pelaksanaan ini, dilakukan dengan 4 cara yaitu:
a. Akuisisi Dibayar Tunai (cash Based Acquisition)
Salah satu metode pembayaran transaksi akuisisi yang paling
umum adalah dengan uang tunai. Pihak pengakuisisi bebas
mendapatkan dana tunai tersebut dari berbagai macam sumber,
namun pada umumnya sulit bagi pihak pengakuisisi untuk
memperoleh dana pinjaman dari bank yang ditujukan khususu
untuk membeli saham, walaupun saham yang diakuisisi tersebut
dapat dijadikan objek jaminan lewat gadai atau fidusia saham. Oleh
43
Ibid., hlm. 85 44
sebab itu, umumnya dana tunai untuk keperluan membeli saham
dari sumber lain, misalnya lewat pasar modal.45
b. Akuisisi Dibayar Dengan Saham (Stock Based Acqusition)
Dalam transaksi akuisisi yang dibayar dengan saham, pihak
pengakuisisi menyerahkan sejumlah saham perusahaannya atau
saham perusahaan lain yang dimilikinya kepada pihak perusahaan
target atau pemegang saham perusahaan target yang sahamnya
diakuisisi. Sebagaimana dalam transaksi jual beli pada umumnya,
nilai saham yang dibayaran harus sesuai dengan harga saham yang
diakuisisi.46
Dalam pembayaran akuisisi dengan saham, metode pembayaran
dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:
i. Inbreng Saham
Inberng saham adalah salah satu metode penyetoran
saham oleh pemegang saham kepada perusahaan, dengan
cara memberikan saham perusahaan lain. Melalui
inberng saham iniah, terjadi pengalian saham terhadap
perusahaan yang melakukan akuisisi.47
ii.Share Swap
45
Ibid., hlm. 100 46
Ibid. 47
Share Swap adalah pertukaran saham antara satu
perusahaan dengan perusahaan lain, dalam hal saham
yang ditukarkan berasal dari portepel perusahan atau
saham baru yang khusus diteritkan untuk tujuan share
swap tersebut. Setelah share swap selesai dilakukan,
maka masing-masing perusahaan saling memegang
saham satu sama lain48
iii. Pertukaran Saham Pemegang Saham
Pertukaran saham pemegang saham adalah transaksi
tukar-menukar saham yang sudah diterbitkan dan sudah
dobayar anatara para pemilik saham tersebut. Sehingga
apabila pertukaran mengakibatkan para pemegang saham
saling menguasai perusahan-perusahaan yang sahamnya
dipertukarkan tersebut, maka terjadi saling
mengakuisisi.49
c. Akuisisi Dibayar Dengan Aset (Asset Based Acqusition)
Dalam transaksi akuisisi yang dibayar dengan aset, pihak yang
mengakuisisi melakukan pembayaran atau harga akuisisi dengan
menggunakan aset milik pihak pengakuisisi, atau milik perusahaan
yang dimiliki oleh pihak pengakuisisi. Apabila objek transaksi
akuisisi adalah aset perusahaan target dan pembayarannya
48
Ibid, hlm. 105-106 49
mengunakan aset perusahaan pengakuisisi, maka yang terjadi
adalah asset swap.50
d. Akuisisi Dengan Pembay