• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sindrom Steven - Johnson

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Sindrom Steven - Johnson"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN KASUS

SINDROM STEVEN – JOHNSON

KHAIRINA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... i

I. PENDAHULUAN ... 1

II. LAPORAN KASUS... 2

III. DISKUSI ... 6

(3)

SINDROM STEVEN – JOHNSON

I. PENDAHULUAN

Sindrom Steven – Johnson (SSJ) dan nekrolisis epidermal toksik (NET) adalah reaksi

mukokutaneus yang mengancam nyawa dengan ciri-ciri nekrolisis luas dan lepasnya

epidermis. Kedua penyakit ini melibatkan kulit dan mukosa. SSJ dan NET memiliki

kemiripan baik secara klinis, gambaran histopatologi, hubungan dengan obat-obatan dan

mekanismenya. Oleh karena itu kedua kondisi ini mewakili tingkat keparahan dari proses

yang sama yang dibedakan hanya dari persentase permukaan tubuh yang terlibat.

Insiden SSJ/NET diperkirakan 1-6 kasus dan 0,4-1,2 kasus dari satu juta penduduk

pertahun, dapat terjadi di seluruh dunia dan dapat mengenai semua ras dengan insiden

tertinggi pada rentang usia 46-63 tahun. SSJ/NET lebih sering terdapat pada wanita daripada

pria sekitar 61-64%.

1-4

Etiologi utama SSJ dan NET adalah obat-obatan. 1,5

,

Lebih dari 100 obat-obatan yang

berbeda telah dilaporkan sebagai penyebabnya. Reaktivasi metabolit dari metabolisme

oksidatif obat dapat memicu respon imun. Penyebab lain yang jarang terjadi adalah infeksi

yang berhubungan dengan Mycoplasma pneumonie dan penyakit virus namun pada NET

diduga hanya obat-obatan yang berperan.

Tabel 1. Obat-obatan yang beresiko menimbulkan epidermal nekrolisis* 1,6,7

(4)

Patofisiologi dari SSJ masih belum jelas, namun sekarang telah ditetapkan bahwa obat

merupakan faktor penyebab yang penting.1 Para ahli berpendapat bahwa nekrosis epidermal

yang terlihat pada SSJ/NET diperantarai dengan mengubah metabolisme obat karena adanya

defisiensi pada mekanisme yang berhubungan dengan detoksifikasi metabolit perantara yang

reaktif, seperti adanya genotip aselerator lambat yang predominan pada beberapa pasien.

Beberapa mekanisme imunologis telah diketahui termasuk kerusakan melalui sel T sitotoksik

CD8+ menyebabkan nekrosis epidermal melalui apoptosis pada keratinosit, juga tingginya

konsentrasi sitokin pada pasien dengan SSJ/NET.

SSJ dan NET muncul dalam 8 minggu (biasanya 4 – 30 hari) setelah terpapar dengan

obat. Gejala non spesifik seperti demam, sakit kepala, rhinitis, mialgia dapat terjadi 1 – 3 hari

sebelum muncul lesi pada kulit. Selanjutnya akan terjadi sakit menelan dan rasa tersengat dan

terbakar pada mata dan munculnya lesi pada kulit dan mukosa. Erupsi dimulai dengan

terdistribusi simetris pada wajah, batang tubuh bagian atas dan tungkai atas. Bagian bawah

lengan dan kaki relatif tidak terkena tetapi lesi bisa juga meluas dengan cepat ke seluruh

permukaan tubuh dalam beberapa hari bahkan dalam beberapa jam. Gambaran lesi yang khas

berupa makula eritematosa, purpura dengan tepi yang tidak jelas dan menyatu. Gabungan lesi

nekrotik akan meluas.Gelembung pada SSJ/NET tipis, rapuh dan mudah pecah serta

ditemukan tanda Nikolsky positif. Lesi mukosa diawali dengan eritema, diikuti dengan erosi

yang nyeri pada mukosa pipi, mata dan genital, hidung, uretra, vagina, saluran pencernaan

dan saluran pernafasan. Diagnosis SSJ/NET ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan

fisik, pemeriksaan dermatologi dan pemeriksaan histopatologi 4

SSJ dan NET adalah penyakit yang mengancam jiwa, sehingga penatalaksanaan

pasien harus dilakukan dengan cepat. Hal penting yang harus dilakukan mendiagnosis dengan

cepat, menghentikan obat penyebab yang disangkakan, terapi penunjang yang baik,

perawatan khusus dan multidisiplin ilmu meliputi dermatologi, tim gawat darurat dan

spesialisasi yang dibutuhkan. Disebabkan patogenesis SSJ/NET yang belum jelas, terapi

terbatas pada terapi tidak spesifik dan simptomatik.

1,6

6,8

II. LAPORAN KASUS

Seorang wanita, 20 tahun, suku Jawa, dikonsulkan dari Departemen Ilmu Penyakit

Dalam RSUP H. Adam Malik Medan pada tanggal 22 November 2007 dengan keluhan

utama kulit bintik-bintik merah kehitaman hampir di seluruh tubuh, lepuh-lepuh yang

kemudian mengelupas hampir diseluruh muka, badan, tangan, kaki, dan kemaluan. Pada mata

(5)

mengeluhkan rasa gatal dan panas yang timbul sejak seminggu sebelum masuk rumah sakit.

Sebelumnya penderita pernah meminum obat yang dibeli di apotik karena keluhan demam

tetapi lupa nama obatnya. Empat hari kemudian permukaan kulit memerah dan lalu muncul

lepuh-lepuh berisi cairan. Kulit yang menjadi merah semakin banyak dan meluas hingga

penderita dibawa kerumah sakit. Riwayat pengobatan sebelumnya tidak dijumpai.

Pada pemeriksaan fisik dijumpai keadaan umum pasien lemah, tekanan darah 130/80

mmHg, nadi 88x/menit, pernafasan 16x/menit, suhu tubuh 37,5o

Pada pemeriksaan dermatologi dijumpai makula hiperpigmentasi hampir menutupi

seluruh wajah, erosi, ekskoriasi sebagian tertutup krusta pada regio nasalis dan oralis, makula

eritema, erosi, ekskoriasi, krusta, deskuamasi pada regio generalisata (badan, punggung,

ekstremitas superior, ekstremitas inferior, genitalia)

C, status gizi cukup, pada

mata, konjungtiva hiperemis dan ditemukan sekret purulen.

Gambar 1. Pasien pada saat pertama kali dikonsulkan.

Pada pemeriksaan laboratorium didapati Hb: 12,2 g/dl, leukosit: 14000 sel/mm3,

LED: 35 mm/jam, trombosit: 287.000 sel/mm3, eritrosit: 3,92 juta/mm3

Penderita di diagnosis banding dengan Sindroma Steven Johnson, Nekrolisis

Epidermal Toksik, Eritema Multiforme dengan diagnosis kerja Sindroma Stevens Johnson. , sedangkan dari

pemeriksaan urin rutin, fungsi ginjal, fungsi hati, kadar gula darah, kolesterol berada dalam

batas yang normal.

Penatalaksanaan dari Departemen Ilmu Penyakit Dalam adalah diet makanan yang

tinggi protein, IVFD RL 20 tetes/menit, injeksi deksametason 1 ampul (5 mg)/8 jam, injeksi

antibiotik gentamisin 1 ampul (80 mg)/12 jam, injeksi ranitidin 1 amp (50 mg)/12 jam.

Penatalaksanaan dari Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin adalah kompres NaCl

(6)

triamsinolon asetonid 0,1% ointment (kenalog in orabase®

Kontrol pasien hari ke-3, keadaan umum pasien: membaik, lesi baru tidak dijumpai.

Pada pemeriksaan dermatologi dijumpai makula hiperpigmentasi mulai berkurang pada

wajah, erosi, ekskoriasi sebagian tertutup krusta mulai berkurang pada regio nasalis dan

oralis, makula eritema, erosi, ekskoriasi, krusta, deskuamasi mulai berkurang pada regio

generalisata. Penatalaksanaan dari Departemen Ilmu Penyakit Dalam adalah diet makanan

yang tinggi protein, IVFD RL 20 tetes/menit, injeksi deksametason di tappering off menjadi

1 ampul/12 jam, injeksi antibiotik gentamisin 1 ampul (80 mg)/12 jam, injeksi ranitidin 1

amp (50 mg)/12 jam. Penatalaksanaan dari Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

adalah kompres dilanjutkan sampai lesi dibagian tersebut mengering, untuk daerah bibir

diberikan triamsinolon asetonid 0,1% ointment (kenalog in orabase

) 2xsehari. Pasien ini kemudian

dikonsulkan ke departemen Ilmu Penyakit Mata RSUP H. Adam Malik Medan untuk melihat

keterlibatan mata.

®

Kontrol pasien hari ke-5,keadaan umum pasien semakin membaik, lesi baru tidak

timbul kembali dan lesi keseluruhan mengering. Pada pemeriksaan dermatologi dijumpai

makula hiperpigmentasi tidak dijumpai lagi pada wajah, erosi, ekskoriasi sebagian tertutup

krusta tidak dijumpai lagi pada regio nasalis dan berkurang pada regio oralis, makula eritema,

erosi, ekskoriasi, krusta, deskuamasi berkurang pada regio generalisata. Penatalaksanaan dari

Departemen Ilmu Penyakit Dalam adalah diet makanan yang tinggi protein, IVFD RL 20

tetes/menit, injeksi deksametason di tappering off menjadi 1 amp/24 jam, injeksi antibiotik

gentamisin 1 ampul (80 mg)/12 jam, injeksi ranitidin 1 amp (50 mg)/12 jam. Penatalaksanaan

dari departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin adalah triamsinolon asetonid 0,1%

ointment (kenalog in orabase

) 2xsehari. Hasil konsul

dari Departemen Ilmu Penyakit Mata RSUP.H.Adam Malik : konjungtivitis ODS dan terapi

yang diberikan berupa salep oksitetrasiklin ODS sekali per hari, obat tetes cendo-lytreers

6x1tetes/hari ODS.

®

Kontrol pasien hari ke-6, keadaan umum pasien: semakin baik, lesi keseluruhan sudah

mulai mengering. Pada pemeriksaan dermatologi dijumpai makula hiperpigmentasi tidak

dijumpai lagi pada wajah, erosi, ekskoriasi sebagian tertutup krusta tidak dijumpai lagi pada

regio nasalis dan berkurang pada regio oralis, krusta, deskuamasi sudah berkurang pada regio

generalisata. Penatalaksanaan dari Departemen Ilmu Penyakit Dalam adalah diet makanan

yang tinggi protein, IVFD RL, injeksi deksametason dan gentamisin dihentikan, digantikan

dengan obat oral metil prednisolon 24 mg per hari sebanyak 3x8 mg (2-2-2 tab) direncanakan

(7)

departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin adalah triamsinolon asetonid 0,1% ointment

(kenalog in orabase®) 2xsehari pada bibir.

Gambar 2. Pasien pada saat hari ke-6

Kontrol pasien hari ke-9, keadaan umum pasien: baik, lesi baru tidak dijumpai dan

dijumpai hipopigmentasi paska inflamasi pada regio generalisata. Metil prednisolon di

tappering off menjadi 16 mg per hari sebanyak 2x8mg (2-2-0). Pasien dianjurkan untuk

pulang berobat jalan.

Gambar 3. Pasien pada saat hari ke-9

(8)

III. DISKUSI

Diagnosis SSJ pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan

klinis.

Penderita adalah seorang wanita berumur 20 tahun. Pada kepustakaan dikatakan

SSJ/NET lebih sering terdapat pada wanita daripada pria sekitar 61-64% dapat mengenai

semua ras dengan insiden tertinggi pada rentang usia 46-63 tahun.

Berdasarkan anamnesis, keluhan utama pasien berupa kulit bintik-bintik merah

kehitaman hampir di seluruh tubuh, lepuh-lepuh yang kemudian mengelupas hampir

diseluruh muka, badan, tangan, kaki, dan kemaluan. Pada mata terdapat sekret purulen dan

bibir terdapat luka. Dari anamnesis dan allo-anamnesis, penderita mengeluhkan rasa gatal dan

panas yang timbul sejak seminggu sebelum masuk rumah sakit. Sebelumnya penderita pernah

meminum obat yang dibeli di apotik karena keluhan demam tetapi lupa nama obatnya. Empat

hari kemudian permukaan kulit memerah dan lalu muncul lepuh-lepuh berisi cairan. Kulit

yang menjadi merah semakin banyak dan meluas hingga penderita dibawa kerumah sakit.

Riwayat pengobatan sebelumnya tidak dijumpai. Pada kepustakaan dikatakan SSJ dan NET

muncul dalam 8 minggu (biasanya 4 – 30 hari) setelah terpapar dengan obat. Gejala non

spesifik seperti demam, sakit kepala, rhinitis, mialgia dapat terjadi 1 – 3 hari sebelum muncul

lesi pada kulit. Selanjutnya akan terjadi sakit menelan dan rasa tersengat dan terbakar pada

mata dan munculnya lesi pada kulit dan mukosa. Erupsi dimulai dengan terdistribusi simetris

pada wajah, batang tubuh bagian atas dan tungkai atas. Bagian bawah lengan dan kaki relatif

tidak terkena tetapi lesi bisa juga meluas dengan cepat ke seluruh permukaan tubuh dalam

beberapa hari bahkan dalam beberapa jam.

1,5

Pada pemeriksaan fisik dijumpai keadaan umum pasien lemah, pada mata dijumpai

konjungtiva hiperemis dan ditemukan sekret purulen. Pada pemeriksaan dermatologi

dijumpai makula hiperpigmentasi hampir menutupi seluruh wajah, erosi, ekskoriasi sebagian

tertutup krusta pada regio nasalis dan oralis, makula eritema, erosi, ekskoriasi, krusta,

deskuamasi pada regio generalisata (badan, punggung, ekstremitas superior, ekstremitas

inferior, genitalia). Pada kepustakaan dikatakan gambaran lesi yang khas berupa makula

eritematosa, purpura dengan tepi yang tidak jelas dan menyatu. Gabungan lesi nekrotik akan

meluas.Gelembung pada SSJ/NET tipis, rapuh dan mudah pecah serta ditemukan tanda

(9)

mukosa pipi, mata dan genital, hidung, uretra, vagina, saluran pencernaan dan saluran

pernafasan.

Pada pemeriksaan laboratorium didapati Hb: 12,2 g/dl, leukosit: 14000 sel/mm 1,6

3 ,

LED: 35 mm/jam, trombosit: 287.000 sel/mm3, eritrosit: 3,92 juta/mm3, sedangkan dari

pemeriksaan urin rutin, fungsi ginjal, fungsi hati, kadar gula darah, kolesterol berada dalam

batas yang normal. Pada kepustakaan dikatakan, pemeriksaan laboratorium tidak ada yang

spesifik,namun biasanya terjadi anemia, peningkatan sel leukosit, hitung jenis sel : eosinofil

meningkat, dan peningkatan laju endap darah.1,2

Diagnosis banding penyakit ini adalah Sindroma Stevens Johnson, Nekrolisis

Epidermal Toksik, Eritema Multiforme. Pengelupasan epidermis < 10% area permukaan

tubuh total merupakan SSJ, dimana NET terjadi jika melibatkan > 30% permukaan tubuh,

kasus intermediet disebut sebagai SSJ/TEN-overlap.2 Diagnosis banding eritema multiforme

disingkirkan karena eritema multiforme merupakan reaksi kutaneus yang biasanya tampak

setelah infeksi daripada setelah pengobatan, sering dikaitkan dengan infeksi akut dan yang

tersering adalah infeksi virus herpes simpleks, terdapat gambaran lesi target berupa papul

yang berbeda pada SSJ dimana lesi targetnya berupa makula.2,6

Penatalaksanaan SSJ pada pasien terutama ditujukan untuk menyelamatkan jiwa dan

mencegah komplikasi. Penatalaksanaan umum berupa identifikasi dan penghentian

obat-obatan yang dicurigai sebagai penyebab. Perawatan suportif dilakukan dengan menstabilkan

keadaan umum dan dirawat inap di rumah sakit. Menurut kepustakaan, pasien SSJ mengalami

kondisi yang kurang stabil, sehingga memerlukan monitoring dan perawatan yang baik,

nutrisi, cairan dan elektrolit, mempertahankan keadaan hemodinamik agar tetap normal,

mencegah hipotermia dan pengobatan terhadap kemungkinan infeksi.1,2,3,5 Pengobatan pada

pasien diberikan secara topikal dan sistemik.1,2 Tidak ada pengobatan yang spesifik untuk

keadaan ini kecuali bila pasien mengalami kelainan pada paru atau sepsis dan keterlibatan

multi organ.3

Penatalaksanaan pada pasien adalah diet makanan yang tinggi protein, IVFD RL 20

tetes/menit, injeksi deksametason 1 ampul (5 mg)/8 jam, injeksi antibiotik gentamisin 1

ampul (80 mg)/12 jam, injeksi ranitidin 1 amp (50 mg)/12 jam, kompres NaCl 0,9% pada

daerah bibir, badan dan punggung, daerah bibir diberikan triamsinolon asetonid 0,1%

ointment (kenalog in orabase®) 2xsehari. Menurut kepustakaan, pengobatan SSJ dapat

diberikan kortikosteroid, namun sampai saat ini hal ini masih menjadi kontroversi. Dalam

beberapa studi pemberian kortikosteroid pada fase akut dapat mencegah perluasan dari

(10)

sistemik diberikan untuk penderita SSJ dengan adanya bukti infeksi sekunder lokal dan

sistemik. Namun, penderita SSJ tanpa bukti infeksi sekunder juga bermanfaat diberikan

antibiotik sistemik untuk menghindari terjadinya infeksi saat proses pelepasan epidermis

terjadi.1-3

Prognosis quo ad vitam dubia, quo ad funtionam dubia, quo ad sanationam dubia.

Angka kematian untuk SSJ dan NET termasuk tinggi antara 20-75%. SCORTEN merupakan

salah satu cara untuk menentukan prognosis SSJ-NET.

Kompres dilakukan untuk membersihkan kulit yang sakit dari debris dan membuat

keadaan yang basah menjadi kering, permukaan menjadi bersih sehingga mikroorganisme

tidak dapat tumbuh dan mulai terjadi proses epitelisasi. Pada pasien ini terjadi komplikasi

berupa konjungtivitis, diberikan terapi berupa salep oksitetrasiklin ODS sekali per hari, obat

tetes cendo-lytreers 6x1tetes/hari ODS dan didapatkan perbaikan setelah dilakukan terapi dan

perawatan dari Departemen Ilmu Penyakit Mata.

1

Semakin tinggi nilai SCORTEN

maka akan semakin tinggi angka kematiannya. Menurut kepustakaan, prognosis tergantung

pada etiologi yang mendasari penyakit dan prognosis terbaik adalah SSJ akibat obat, karena

kelainan kulit cepat mengalami resolusi apabila obat pencetus segera dihentikandan segera

mendapatkan terapi. Selain itu apabila etiologi sudah diketahui dengan pasti, biasanya

(11)

DAFTAR PUSTAKA

1. Valeyrie-Allanore L, Roujeau JC. Epidermal necrolysis (steven-johnson syndrome

and toxic epidermal necrolysis). Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest

BA, Paller AS, Leffell DC, editor. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine.

Edisi ke-7. New York: McGraw-Hill; 2008;349-62

2. Gerdts B, Vloemans AFPM, Kreis RW. Toxic epidermal necrolysis;15 years

experience in a Dutch burns centre. Dalam: JEADV 2007 (21):781-8

3. Hazin R, Ibrahim OA, Hazin MI, dkk. Steven-Johnson syndrome: Pathogenesis,

diagnosis and management. Dalam: Annual of medicine 2008 (40):129-38

4. Dalli RL, Kumar R, Kennedy P, Maitz P, dkk,. Toxic epidermal

necrolysis/steven-johnson syndrome: current trends in management. Dalam: ANZ. J Surg 2007

(77):671-6

5. Mockenhaupt M. Steven-johnson syndrome and toxic epidermal necrolysis. Dalam: J

Revuz, Roujeau CJ, Kerdel FA, dkk editor. Life-threatening dermatoses and

emergencies in dermatology. Verlag Berlin Heidelberg: Springer: 2009; 87-95

6. Contact dermatitis and drug eruption. Dalam: James WD, Berger TG, Elston DM.

Andrew’s diseases of the skin clinical dermatology. Edisi ke-10. Kanada. Saunders

Elsevier:2006;91-139

7. Fagan S, Spies M, Hollyoak M, dkk. Exfoliative and necrotizing diseases of the skin.

Dalam: Herndon D editor. Total burn care. Edisi ke-3. Cina: Saunders Elsevier:2007;

554-65

8. Paquet P, Pierad GE. New insight in toxic epidermal necrolysis (Lyell’s syndrome)

clinical considerations, pathobiology and targeted treatments revisited. Dalam: Drug

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan : Kegiatan pengabdian masyarakat ini dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan penerapan ibu- ibu kader kesehatan tentang pemantauan tumbuh kembang

Risiko-risiko yang ditemukan antara lain data kontrak tidak disimpan dalam sistem database, tidak ada perjanjian tertulis mengenai PIC vendor yang dikhususkan

Sumber dan metode rekrutmen yang diterapkan Unit Transfusi Darah Kabupaten Bekasi yaitu sumber dan metode eksternal hanya merekrut calon karyawan dari universitas/kampus

Skripsi yang berjudul: Penerapan Strategi Random Text Pada Pembelajaran Alquran Hadits Siswa Kelas V Madrasah Ibtidaiyah Al-Muhajirin Banjarmasin, ditulis oleh Rima Fitriani,

sasaran indikator target program indikator target kegiatan indikator target Renja Keterangan Terlaksananya Pemantauan Kualitas Udara. Ambien

Lebih dari 100 tahun setelah kode Braile dan kode Morse diperkenalkan, tepatnya pada tahun 1948, metode kompresi data mengalami peningkatan yang signifikan dengan

Jelaskan secara spesifik bagian sistem atau layanan yang akan dianalisa pada organisasi, dapat digunakan penguatan makna dengan mencantumkan sistem atau layanan

Informasi tentang kemungkinan dapat dimanfaatkannya tepung maggot sebagai pengganti sumber protein asal tepung ikan pada budidaya ikan bandeng dan pengaruhnya