• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Hiperbilirubinemia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Hiperbilirubinemia"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Hiperbilirubinemia

Hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan konsentrasi bilirubin serum yang

menjurus ke arah terjadinya kern ikterus atau ensefalopati bilirubin bila kadar

bilirubin tidak dikendalikan(Mansjoer,2008). Hiperbilirubinemia fisiologis yang

memerlukan terapi sinar, tetap tergolong non patologis sehingga disebut ‘Excess Physiological Jaundice’. Digolongkan sebagai hiperbilirubinemia patologis (Non Physiological Jaundice) apabila kadar serum bilirubin terhadap usia neonatus >95% menurut Normogram Bhutani(Etika et al,2006).

Gambar 2.1 Kadar serum bilirubin terhadap usia neonatus >95% menurut Normogram Bhutani

Sumber : http://www.juliathomson.co.uk/guidelines/other-guidelines/neonatal-

[image:1.612.116.570.367.606.2]
(2)

Ikterus pada bayi atau yang dikenal dengan istilah ikterus neonatarum adalah

keadaan klinis pada bayi yang ditandai oleh pewarnaan ikterus pada kulit dan sklera

akibat akumulasi bilirubin tak terkonjugasi yang berlebih(Sukadi,2008). Pada orang

dewasa, ikterus akan tampak apabila serum bilirubin >2 mg/dl(>17µmol/L)

sedangkan pada neonatus baru tampak apabila serum bilirubin

>5mg/dl(86µmol/L)(Etika et al,2006). Ikterus lebih mengacu pada gambaran klinis

berupa pewaranaan kuning pada kulit, sedangkan hiperbilirubinemia lebih mengacu

pada gambaran kadar bilirubin serum total.

2.2 Klasifikasi

Terdapat 2 jenis ikterus yaitu yang fisiologis dan patologis.

2.2.1 Ikterus fisiologi

Ikterus fisiologi adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan hari ketiga serta tidak

mempunyai dasar patologi atau tidak mempunyai potensi menjadi karena ikterus.

Adapun tanda-tanda sebagai berikut :

1. Timbul pada hari kedua dan ketiga

2. Kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan.

3. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5% per hari.

4. Kadar bilirubin direk tidak melebihi 1 mg%.

5. Ikterus menghilang pada 10 hari pertama.

6. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis.

2.2.2 Ikterus Patologi

Ikterus patologis adalah ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar bilirubin mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia. Adapun tanda-tandanya

sebagai berikut :

(3)

2. Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan atau melebihi 12,5%

pada neonatus kurang bulan.

3. Pengangkatan bilirubin lebih dari 5 mg% per hari.

4. Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama.

5. Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg%.

6. Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik.

(Arief ZR, 2009. hlm. 29)

2.3 Etiologi

Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan

oleh beberapa faktor. Secara garis besar, ikterus neonatarum dapat dibagi:

a) Produksi yang berlebihan

Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, misalnya pada hemolisis

yang meningkat pada inkompatibilitas Rh, ABO, golongan darah lain, defisiensi

G6PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.

b) Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar

Gangguan ini dapat disebabkan oleh imaturitas hepar, kurangnya substrat untuk

konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau

tidak terdapatnya enzim glukorinil transferase(Sindrom Criggler-Najjar). Penyebab

lain adalah defisiensi protein Y dalam hepar yang berperanan penting dalam uptake

bilirubin ke sel hepar.

c) Gangguan transportasi

Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkut ke hepar. Ikatan

bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat,

sulfarazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin

(4)

d) Gangguan dalam eksresi

Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau di luar hepar. Kelainan

di luar hepar biasanya diakibatkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar

biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain.

(Hassan et al.2005)

2.4 Patofisiologi

Bilirubin adalah produk penguraian heme. Sebagian besar(85-90%) terjadi

dari penguraian hemoglobin dan sebagian kecil(10-15%) dari senyawa lain seperti

mioglobin. Sel retikuloendotel menyerap kompleks haptoglobin dengan hemoglobin

yang telah dibebaskan dari sel darah merah. Sel-sel ini kemudian mengeluarkan besi

dari heme sebagai cadangan untuk sintesis berikutnya dan memutuskan cincin heme

untuk menghasilkan tertapirol bilirubin, yang disekresikan dalam bentuk yang tidak

larut dalam air(bilirubin tak terkonjugasi, indirek). Karena ketidaklarutan ini,

bilirubin dalam plasma terikat ke albumin untuk diangkut dalam medium air.

Sewaktu zat ini beredar dalam tubuh dan melewati lobulus hati ,hepatosit melepas

bilirubin dari albumin dan menyebabkan larutnya air dengan mengikat bilirubin ke

asam glukoronat(bilirubin terkonjugasi, direk)(Sacher,2004).

Dalam bentuk glukoronida terkonjugasi, bilirubin yang larut tersebut masuk

ke sistem empedu untuk diekskresikan. Saat masuk ke dalam usus ,bilirubin diuraikan

oleh bakteri kolon menjadi urobilinogen. Urobilinogen dapat diubah menjadi

sterkobilin dan diekskresikan sebagai feses. Sebagian urobilinogen direabsorsi dari

usus melalui jalur enterohepatik, dan darah porta membawanya kembali ke hati.

Urobilinogen daur ulang ini umumnya diekskresikan ke dalam empedu untuk kembali

dialirkan ke usus, tetapi sebagian dibawa oleh sirkulasi sistemik ke ginjal, tempat zat

(5)

Pada dewasa normal level serum bilirubin <1mg/dl. Ikterus akan muncul

pada dewasa bila serum bilirubin >2mg/dl dan pada bayi yang baru lahir akan muncul

ikterus bila kadarnya >7mg/dl(Cloherty et al, 2008).

Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh pembentukan bilirubin yang

melebihi kemampuan hati normal untuk ekskresikannya atau disebabkan oleh

kegagalan hati(karena rusak) untuk mengekskresikan bilirubin yang dihasilkan

dalam jumlah normal. Tanpa adanya kerusakan hati, obstruksi saluran ekskresi hati

juga akan menyebabkan hiperbilirubinemia. Pada semua keadaan ini, bilirubin

tertimbun di dalam darah dan jika konsentrasinya mencapai nilai tertentu(sekitar

2-2,5mg/dl), senyawa ini akan berdifusi ke dalam jaringan yang kemudian menjadi

kuning. Keadaan ini disebut ikterus atau jaundice(Murray et al,2009).

2.5 Manifestasi klinis

Bayi baru lahir(neonatus) tampak kuning apabila kadar bilirubin serumnya

kira-kira 6mg/dl(Mansjoer at al, 2007). Ikterus sebagai akibat penimbunan bilirubin indirek pada kulit mempunyai kecenderungan menimbulkan warna kuning muda atau

jingga. Sedangkan ikterus obstruksi(bilirubin direk) memperlihatkan warna

kuning-kehijauan atau kuning kotor. Perbedaan ini hanya dapat ditemukan pada ikterus yang

berat(Nelson, 2007).

Gambaran klinis ikterus fisiologis:

a) Tampak pada hari 3,4

b) Bayi tampak sehat(normal)

c) Kadar bilirubin total <12mg%

d) Menghilang paling lambat 10-14 hari

e) Tak ada faktor resiko

f)Sebab: proses fisiologis(berlangsung dalam kondisi fisiologis)(Sarwono et al, 1994)

Gambaran klinik ikterus patologis:

(6)

b) Cepat berkembang

c) Bisa disertai anemia

d) Menghilang lebih dari 2 minggu

e) Ada faktor resiko

f) Dasar: proses patologis (Sarwono et al, 1994)

2.6 Diagnosis

2.6.1 Anamnesis

a)Riwayat kehamilan dengan komplikasi(obat-obatan, ibu DM, gawat janin,

malnutrisi intrauterine, infeksi intranatal)

b)Riwayat persalinan dengan tindakan/komplikasi

c)Riwayat ikterus/terapi sinar/transfusi tukar pada bayi sebelumnya

d)Riwayat inkompatibilitas darah

e)Riwayat keluarga yang menderita anemia, pembesaran hepar dan limpa(Etika et al,

2006).

2.6.2 Pemeriksaan fisik

Secara klinis, ikterus pada neonatus dapat dilihat segera setelah lahir atau

setelah beberapa hari. Amati ikterus pada siang hari dengan lampu sinar yang cukup.

Ikterus akan terlihat lebih jelas dengan sinar lampu dan bisa tidak terlihat dengan

penerangan yang kurang, terutama pada neonatus yang berkulit gelap. Penilaian

ikterus akan lebih sulit lagi apabila penderita sedang mendapatkan terapi sinar(Etika

et al, 2006).

Salah satu cara memeriksa derajat kuning pada neonatus secara klinis,

mudah dan sederhana adalah dengan penilaian menurut Kramer(1969). Caranya dengan jari telunjuk ditekankan pada tempat-tempat yang tulangnya menonjol seperti

(7)

kuning. Penilaian kadar bilirubin pada masing-masing tempat tersebut disesuaikan

dengan tabel yang telah diperkirakan kadar bilirubinnya(Mansjoer et al, 2007).

Derajat Ikterus pada Neonatus menurut Kramer

Zona Bagian tubuh yang kuning Rata-rata serum bilirubin

indirek

1 Kepala dan leher 100

2 Pusat-leher 150

3 Pusat-paha 200

4 Lengan+Tungkai 250

[image:7.612.116.530.194.346.2]

5 Tangan+Kaki >250

Tabel 2.1 Derajat ikterus pada neonatus menurut Kramer

Sumber:Arif Mansjoer.Kapita Selekta Kedokteran jilid 2,edisi ш Media Aesculapius

FK UI.2007:504

Waktu timbulnya ikterus mempunyai arti penting pula dalam diagnosis dan

penatalaksanaan penderita karena saat timbulnya ikterus mempunyai kaitan erat

dengan kemungkinan penyebab ikterus tersebut(Etika et al, 2006).

2.6.3 Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan serum bilirubin(direk dan indirek) harus dilakukan pada

neonatus yang mengalami ikterus. Terutama pada bayi yang tampak sakit atau

bayi-bayi yang tergolong resiko tingggi terserang hiperbilirubinemia berat.

Pemeriksaan tambahan yang sering dilakukan untuk evaluasi menentukan

penyebab ikterus antara lain adalah golongan darah dan ‘Coombs test’, darah lengkap

dan hapusan darah, hitung retikulosit, skrining G6PD dan bilirubin direk.

Pemeriksaan serum bilirubin total harus diulang setiap 4-24 jam tergantung usia bayi

dan tingginya kadar bilirubin. Kadar serum albumin juga harus diukur untuk

(8)

Penegakan diagnosis ikterus neonatarum berdasarkan waktu kejadiannya:

Waktu Diagnosis banding Anjuran Pemeriksaan

Hari ke-1 *Penyakit hemolitik

Inkompatibilitas darah(Rh,ABO)

Sferositosis. Anemia hemolitik

nonsferositosis(defisiensi G6PD)

Kadar bilirubin serum berkala

Hb, Ht, retikulosit,sediaan

hapus darah golongan darah

ibu/bayi, uji Coomb

Hari ke-2

s.d ke-5

Kuning pada bayi prematur

Kuning fisiologik, Sepsis

Darah ekstravaskular, Polisitemia

Sferositosis kongenital

Hitung jenis darah lengkap

Urin mikroskopik dan biakan

urin, Pemeriksaan terhadap

infeksi bakteri, golongan darah

ibu/bayi, uji Coomb

Hari ke-5

s.d ke-10

Sepsis, Kuning karena ASI

Def G6PD, Hipotiroidisme

Galaktosemia, Obat-obatan

Uji fingsi tiroid, Uji tapis enzim

G6PD, Gula dalam urin

Pemeriksaan terhadap sepsis

Hari

ke-10 atau

lebih

Atresia biliaris, Hepatitis neonatal

Kista koledokusm, Sepsis(terutama

infeksi saluran kemih), Stenosis pilorik

Urin mikroskopik dan biakan

Uji serologi TORCH, Alfa

fetoprotein, alfa1antitripsin,

Kolesistografi, Uji Rose-Bengal

Sumber:Levine Ml,Tudehope D.Thearle J.Essentials of Neonatal Medicine

[image:8.612.104.578.128.633.2]

Brookes:Waterloo 1990:165

Tabel 2.2 Penegakan diagnosis ikterus neonatarum berdasarkan waktu kejadiannya

(9)

2.7 Penatalaksanaan

Pada dasarnya, pengendalian bilirubin adalah seperti berikut:

a) Stimulasi proses konjugasi bilirubin menggunakan fenobarbital. Obat ini kerjanya

lambat, sehingga hanya bermanfaat apabila kadar bilirubinnya rendah dan ikterus

yang terjadi bukan disebabkan oleh proses hemolitik. Obat ini sudah jarang dipakai

lagi.

b) Menambahkan bahan yang kurang pada proses metabolisme bilirubin(misalnya

menambahkan glukosa pada hipoglikemi) atau (menambahkan albumin untuk

memperbaiki transportasi bilirubin). Penambahan albumin bisa dilakukan tanpa

hipoalbuminemia. Penambahan albumin juga dapat mempermudah proses ekstraksi

bilirubin jaringan ke dalam plasma. Hal ini menyebabkan kadar bilirubin plasma

meningkat, tetapi tidak berbahaya karena bilirubin tersebut ada dalam ikatan dengan

albumin. Albumin diberikan dengan dosis tidak melebihi 1g/kgBB, sebelum maupun

sesudah terapi tukar.

c) Mengurangi peredaran enterohepatik dengan pemberian makanan oral dini

d) Memberi terapi sinar hingga bilirubin diubah menjadi isomer foto yang tidak

toksik dan mudah dikeluarkan dari tubuh karena mudah larut dalam air.

e)Mengeluarkan bilirubin secara mekanik melalui transfusi tukar(Mansjoer et al,

2007).

Pada umunya, transfusi tukar dilakukan dengan indikasi sebagai berikut: 1) Pada semua keadaan dengan kadar bilirubin indirek ≤20mg%

2) Kenaikan kadar bilirubin indirek yang cepat yaitu 0,3-1mg%/jam

3) Anemia yang berat pada neonatus dengan gejala gagal jantung

(10)

f) Menghambat produksi bilirubin. Metalloprotoporfirin merupakan kompetitor

inhibitif terhadap heme oksigenase. Ini masih dalam penelitian dan belum digunakan

secara rutin.

g) Menghambat hemolisis. Immunoglobulin dosis tinggi secara

intravena(500-1000mg/Kg IV>2) sampai 2 hingga 4 jam telah digunakan untuk mengurangi level

bilirubin pada janin dengan penyakit hemolitik isoimun. Mekanismenya belum

diketahui tetapi secara teori immunoglobulin menempati sel Fc reseptor pada sel

retikuloendotel dengan demikian dapat mencegah lisisnya sel darah merah yang

dilapisi oleh antibody(Cloherty et al, 2008).

Terapi sinar pada ikterus bayi baru lahir yang di rawat di rumah sakit.

Dalam perawatan bayi dengan terapi sinar,yang perlu diperhatikan sebagai berikut :

1) Diusahakan bagian tubuh bayi yang terkena sinar dapat seluas mungkin dengan

membuka pakaian bayi.

2) Kedua mata dan kemaluan harus ditutup dengan penutup yang dapat memantulkan

cahaya agar tidak membahayakan retina mata dan sel reproduksi bayi.

3) Bayi diletakkan 8 inci di bawah sinar lampu. Jarak ini dianggap jarak yang terbaik

untuk mendapatkan energi yang optimal.

4) Posisi bayi sebaiknya diubah-ubah setiap 18 jam agar bagian tubuh bayi yang

terkena cahaya dapat menyeluruh.

5) Suhu bayi diukur secara berkala setiap 4-6 jam.

6) Kadar bilirubin bayi diukur sekurang-kurangnya tiap 24 jam.

7) Hemoglobin harus diperiksa secara berkala terutama pada bayi dengan hemolisis.

2.8 Komplikasi

Terjadi kern ikterus yaitu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin

indirek pada otak. Pada kern ikterus, gejala klinis pada permulaan tidak jelas antara

(11)

kejang tonus otot meninggi, leher kaku dan akhirnya opistotonus. Bayi yang selamat

Gambar

Gambar 2.1 Kadar serum bilirubin terhadap usia neonatus >95% menurut  Normogram Bhutani
Tabel 2.1 Derajat ikterus pada neonatus menurut Kramer
Tabel 2.2 Penegakan diagnosis ikterus neonatarum berdasarkan waktu kejadiannya

Referensi

Dokumen terkait

Mata kuliah MBS pada kurikulum Program Studi PGSD, FKIP Universitas Tadulako telah dikembangkan secara bertahap dan pada tahun 2012 jumlah SKS MK MBS yang tadinya 2

Dapat dilihat bahwa di setiap saat, grafik amplitudo sel[1,1] pada simulasi tanpa anomali (warna merah) selalu lebih tinggi daripada grafik simulasi dengan anomali.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana fenomena yang di alami oleh subjek penelitian tentang korban erupsi gunung sinabung tahun 2014 yang mengalami kasus

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji habitat dan morfologi siput Oncomelania hupensis lindoensis sebagai hewan reservoir dalam penularan shistosomiasis pada manusia

• Identifikasi parasit malaria, cacing parasit (Nematoda, Trematoda, Cestoda), telur cacing parasit dari tinja manusia dan hewan dengan PCR. • Pemeriksaan antibodi anti parasit

dewasa hidup dalam usus halus, telur keluar melalui feses dan kemudian menetas dalam waktu 3 minggu dan kemudian keluar meracidium yang berenang dalam air mencari hospes intermedier

Selain sebagai input dan output Port 2 memiliki fungsi khusus yaitu pada saat menjalankan program dari memori program eksternal atau pada saat mengakses memori data eksternal

Perjalanan penyakit appendisitis akut bisa terhenti pada stadium akut fokal, namun mukosa yang telah mengalami iritasi akan menyisakan jaringan parut dalam proses