• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisa Jenis Kehilangan Gaya Prategang Pada Balok Beton Pratekan Dalam Sistem Post Tension

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisa Jenis Kehilangan Gaya Prategang Pada Balok Beton Pratekan Dalam Sistem Post Tension"

Copied!
141
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISA JENIS KEHILANGAN GAYA PRATEGANG (LOSES)

PADA BALOK BETON PRATEKAN DENGAN SISTEM

POST-TENSION

TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Penyelesaian

Pendidikan Sarjana Teknik Sipil

Disusun oleh :

HENDRIKO SIAHAAN

090404141

BIDANG STUDI STRUKTUR

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

(2)

ii

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur saya ucapkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat karunia

Nya, serta dukungan dari berbagai pihak, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas

akhir ini dengan baik. Salawat dan Salam tidak lupa pula saya curahkan kepada

Rasulullah Muhammad SAW, yang telah membawa kita menuju alam yang terang

benderang akan ilmu pengetahuan seperti saat ini. Tugas akhir ini berjudul

‘’ANALISA JENIS KEHILANGAN GAYA PRATEGANG PADA BALOK

BETON PRATEKAN DALAM SISTEM POST TENSION’’. Tugas akhir ini

disusun sebagai salah satu syarat menempuh jenjang pendidikan Strata satu (S1) pada

Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

Untuk dapat menyelesaikan tugas akhir ini, tentunya tidak dapat terlepas dari

segala hambatan dan rintangan, namun berkat bantuan moril maupun materil dari

berbagai pihak serta dukungan dan saran dari berbagai pihak, akhirnya tugas akhir ini

dapat diselesaikan dengan baik. Untuk tidak berlebihan kiranya dalam kesempatan

ini saya mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof.DR.Ing.Johannes Tarigan, selaku Ketua Departemen Teknik Sipil

dan juga merangkap sebagai pembimbing yang telah memberikan begitu

banyak ilmu yang tak ternilai harganya serta masukan-masukan, tenaga,

pikiran yang dapat membimbing saya sehingga terselesaikannya tugas akhir

(3)

2. Bapak Ir. Syahrizal, MT, selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil,

Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak/Ibu Dosen Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas

Sumatera Utara, yang telah memberikan banyak sekali ilmu yang bermanfaat

selama saya menempuh pendidikan di Departemen Teknik Sipil, Fakultas

Teknik, Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak/Ibu Staf TU Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas

Sumatera Utara, yang telah memberikan bantuan dalam proses administrasi

selama saya menempuh pendidikan di Departemen Teknik Sipil, Fakultas

Teknik, Universitas Sumatera Utara

5. Teristimewa untuk Orang Tua saya yang telah mendoakan dan mendukung

saya, dan serta buat adik dan kakak saya

6. Teristimewa buat pacar saya tercinta ‘Ayhi’, yang senantiasa mendukung,

membantu dan memberikan semangat bekerja dalam menyelesaikan Tugas

Akhir ini.

7. Mahasiswa seperjuangan 2009

8. Abang dan Kakak mahasiswa stambuk 2006, 2007, 2008, yang telah banyak

membantu memberikan informasi maupun memberikan dukungan untuk

meneyelesaikan Tugas Akhir ini

9. Adik-adik mahasiswa stambuk 2010, 2011, 2012, 2013, yang telah banyak

membantu memberikan dukungan untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini.

Saya sadari bahwa tugas akhir ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga saya

mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk menambah pengetahuan dan

(4)

iv

Akhirnya saya berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi saya dan

rekan-rekan serta adik-adik di Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik,

Universitas Sumatera Utara

Medan 2014

(5)

ABSTRAK

Beton adalah material yang kuat dalam kondisi tekan, tetapi lemah dalam

kondisi tarik, karena rendah nya kapasitas tarik tersebut, maka retak lentur terjadi

pada pembebanan yang relatif rendah. Kekuatan tarik beton polos hanyalah

merupakan suatu fraksi saja dari kekuatan tekannya dan masalah kurang

sempurnanya kekuatan tarik ini, menjadi pendorong dalam pengembangan beton

bertulang. Pada struktur dengan bentang yang panjang, struktur beton bertulang biasa

tidak cukup menahan tegangan lentur sehinggga terjadi retak didaerah yang

mempunyai tegangan lentur, geser, atau puntir yang tinggi. Timbulnya retak-retak

awal pada beton bertulang yang disebabkan olek ketidakcocokan dalam

regangan-regangan baja dan beton merupakan titik awal dikembangkannya suatu material

seperti ‘beton prategang’. Beton prategang pada dasarnya adalah beton dimana

tegangan-tegangan internal dengan besar serta distribusi yang sesuai diberikan

sedemikian rupa sehingga tegangan-tegangan yang diakibatkan oleh beban-beban

luar dilawan sampai suatu tingkat yang diinginkan. Proses prategang memberikan

tegangan tekan terlebih dahulu pada batang untuk dapat mengurangi atau

menghilangkan tegangan-tegangan tarik yang tidak diinginkan yang ada pada batang.

Melalui cara ini retak-retak yang terjadi pada kondisi beban yang bekerja dapat

dikurangi sampai seminimum mungkin atau bahkan dihilangkan seluruhnya.

Lendutan yang terjadi dapat dibatasi sampai suatu harga tertentu yang masih dapat

diterima. walaupun sesungguhnya dengan mengkombinasikan efek dari beban kerja

dan gaya-gaya prategang, batang dapat direncanakan tanpa mengalami lendutan

sama sekali. Dengan banyak keuntungan yang diperoleh, beton prategang juga tidak

luput dari beberapa permasalahan kehilangan gaya prategang yang penting dan

menarik untuk dianalisis. Agar kegagalan struktur dapat dihindari.

Dalam Tugas Akhir ini, kehilangan gaya prategang dibahas dalam berbagai kondisi

dimana diletakkannya baja prategang, guna melihat dan menyimpulkan kondisi

perletakan baja yang efektif, agar diperoleh dimensi yang ekonomis dan kehilangan

gaya prategang yang terkecil.

(6)

vi

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR NOTASI ... viii

Bab I Pendahuluan 1.1Umum ... 1

1.2Latar Belakang Masalah ... ... 2

1.3Perumusan Masalah ... 5

1.4Pembatasan Masalah ... 5

1.5Maksud dan Tujuan ... 6

1.6Metode Penelitian ... 6

1.7Sistematika Penulisan ... 7

1.8Diagram alur ... 9

Bab II Tinjauan Pustaka 2.1 Pendahuluan ... 10

2.2 Sejarah Beton Prategang ... 11

2.3 Karakteristik Material ... 12

2.4 Mekanika Material ... 12

(7)

2.4.2 Regangan ... 13

2.4.3 Tegangan regangan ... 14

2.5 Material Prategang (beton) ... 17

2.5.1 Kuat tekan ... 19

2.5.2 Kuat Tarik Dan Kuat Lentur ... 20

2.5.3 Hubungan Tegangan Regangan ... 22

2.5.4 Susut ... 23

2.5.5 Rangkak ... 25

2.6 Material Prategang (baja) ... 25

2.7 Pembebanan ... 30

2.7.1 Beban Mati ... 30

2.7.2 Beban Hidup ... 31

2.7.3 Beban Gempa ... 32

2.7.4 Beban Angin ... 33

BAB III Tinjauan Pembahasan 3.1 Prinsip Dasar Prategang ... 35

3.2 Metode Prategang ... 40

3.2.1 Metode Pratarik ... 40

3.2.2 Metode Pasca tarik ... 42

3.3 Material Penyuntikan ... 44

3.4 Saluran Tendon ... 46

3.5 Pengangkeran Tendon ... 47

(8)

viii

3.7 Kehilangan Prategang ... 50

3.7.1 Kehilangan Prategang pratarik ... 51

3.7.2 Kehilangan Prategang pasca tarik ... 51

3.8 Jenis Kehilangan Prategang ... 51

3.8.1 Kehilangan Gaya Prategang Akibat Perpendekan Elastis Beton ... 53

3.8.2 Kehilangan Gaya Prategang Akibat Relaksasi Baja ... 55

3.8.3 Kehilangan Gaya Prategang Akibat Rangkak ... 56

3.8.4 Kehilangan Gaya Prategang Akibat Susut ... 57

3.8.5 Kehilangan Gaya Prategang Akibat Slip Angker ... 58

3.8.6 Kehilangan Gaya Prategang Akibat Gesekan Tendon ... 59

BAB IV Aplikasi Dan Pembahasan 4.1 Data Perencanaan ... 62

4.2 Kondisi 1 ... 69

4.3 Kondisi 2 ... 81

4.4 Kondisi 3 ... 93

4.5 Kondisi 4 ... 106

BAB V Kesimpulan Dan Saran 5.1 Kesimpulan ... 119

5.2 saran ... 121

(9)

Daftar Notasi

A luas potongan melintang bentang

Ac luas penampang beton

Aps luas tendon prategang

Dc kerapatan beton (berat jenis)

Ec modulus elastisitas beton

Es modulus elastisitas baja I momen inersia penampang

Ic momen inersia penampang beton yang tidak retak

K koefisien gesek untuk pengaruh gelombang

L panjang bentang

M momen lentur

Mg momen lentur akibat beban mati Mq momen lentur akibat beban hidup

Mu momen ultimate

N gaya normal terhadap suatu penampang

P gaya prategang

Pk beban karakteristik pada tendon

P0 gaya prategang padatendon pada ujung pendongkrakan

Pi gaya prategang awal

Pt gaya prategang setelah waktu t

V gaya geser

Vc tahanan geser ultimate beton

(10)

x

Vu gaya geser ultimate

W momen tahanan

fc tegangan tekan

f’c kekuatan silinder beton yang ditentukan

fci kekuatan tekan beton pada awal transfer prategang

fct tegangan tekan yang diperkenankan pada beton pada awal transfer prategang

fcu kekuatan kubus karakteristik beton

fcw tegangan tekan yang diperkenankan pada beton dibawah beban layan

fep prategang efektif pada beton pada bidang tarik balok fmaks tegangan maksimum

fmin tegangan minimum

fpe prategang efektif pada tendon

fpi tegangan awal pada tendon

fpu kekuatan karakteristik tendon prategang ft kekuatan tarik karakteristik beton k konstanta

t waktu

q beban hidup

i jari-jari girasi

� sudut, perbandingan atau koefisien tanpa dimensi �e rasio modulus baja terhadap beton

β koefisien tanpa dimensi

η faktor reduksi untuk kehilangan prategang atau perbandingan kehilangan θ rotasi pada balok tumpuan

ɛ regangan

(11)

ɛse regangan efektif pada tendon setelah semua kehilangan

(12)

v

ABSTRAK

Beton adalah material yang kuat dalam kondisi tekan, tetapi lemah dalam

kondisi tarik, karena rendah nya kapasitas tarik tersebut, maka retak lentur terjadi

pada pembebanan yang relatif rendah. Kekuatan tarik beton polos hanyalah

merupakan suatu fraksi saja dari kekuatan tekannya dan masalah kurang

sempurnanya kekuatan tarik ini, menjadi pendorong dalam pengembangan beton

bertulang. Pada struktur dengan bentang yang panjang, struktur beton bertulang biasa

tidak cukup menahan tegangan lentur sehinggga terjadi retak didaerah yang

mempunyai tegangan lentur, geser, atau puntir yang tinggi. Timbulnya retak-retak

awal pada beton bertulang yang disebabkan olek ketidakcocokan dalam

regangan-regangan baja dan beton merupakan titik awal dikembangkannya suatu material

seperti ‘beton prategang’. Beton prategang pada dasarnya adalah beton dimana

tegangan-tegangan internal dengan besar serta distribusi yang sesuai diberikan

sedemikian rupa sehingga tegangan-tegangan yang diakibatkan oleh beban-beban

luar dilawan sampai suatu tingkat yang diinginkan. Proses prategang memberikan

tegangan tekan terlebih dahulu pada batang untuk dapat mengurangi atau

menghilangkan tegangan-tegangan tarik yang tidak diinginkan yang ada pada batang.

Melalui cara ini retak-retak yang terjadi pada kondisi beban yang bekerja dapat

dikurangi sampai seminimum mungkin atau bahkan dihilangkan seluruhnya.

Lendutan yang terjadi dapat dibatasi sampai suatu harga tertentu yang masih dapat

diterima. walaupun sesungguhnya dengan mengkombinasikan efek dari beban kerja

dan gaya-gaya prategang, batang dapat direncanakan tanpa mengalami lendutan

sama sekali. Dengan banyak keuntungan yang diperoleh, beton prategang juga tidak

luput dari beberapa permasalahan kehilangan gaya prategang yang penting dan

menarik untuk dianalisis. Agar kegagalan struktur dapat dihindari.

Dalam Tugas Akhir ini, kehilangan gaya prategang dibahas dalam berbagai kondisi

dimana diletakkannya baja prategang, guna melihat dan menyimpulkan kondisi

perletakan baja yang efektif, agar diperoleh dimensi yang ekonomis dan kehilangan

gaya prategang yang terkecil.

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Umum

Dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di berbagai

bidang, termasuk dalam bidang konstruksi, memacu negara-negara berkembang

termasuk Indonesia untuk mengadakan pembangunan sarana prasarana yang

dibutuhkan masyarakat. Hal ini juga mendorong para perencana untuk mendesain

bangunan yang lebih aman dan ekonomis. Di dalam perencanaan desain akan

ditemukan dua bagian utama dari bangunan, yaitu bagian struktur dan nonstruktur.

Bagian struktur ialah bagian bangunan yang ikut memikul beban yaitu meliputi

pondasi, balok, kolom, pelat, dan lain sebagainya. Bagian nonstruktur ialah bagian

bangunan yang tidak ikut memikul baban yang meliputi dinding, plafon, dan lain

sebagainya. Hal tersebut harus didesain sedemikian rupa agar tidak terjadi kegagalan.

Beton adalah material yang kuat dalam kondisi tekan, tetapi lemah dalam

kondisi tarik, karena rendah nya kapasitas tarik tersebut, maka retak lentur terjadi

pada pembebanan yang relatif rendah ( Edward G. Nawy.2001). Pada struktur

dengan bentang yang panjang, struktur beton bertulang biasa tidak cukup menahan

tegangan lentur sehinggga terjadi retak didaerah yang mempunyai tegangan lentur,

geser, atau puntir yang tinggi ( Budiadi, Andri.2008).

Penggunaan beton prategang pada era konstruksi modern ini bukanlah suatu

hal yang baru. Prategang banyak dipakai karena banyak keuntungan yang dapat

(14)

xiii

Diantaranya yang utama adalah kemungkinan untuk menjadikannya pracetak, yang

menjadikan struktur dapat dirakit dan mempersingkat waktu karena pelaksanaan

yang tidak bersifat ditempat. Selain itu beban yang ada, dipikul oleh kombinasi beton

itu sendiri dengan kabel prategang, dimana kabel yang dipakai untuk beban yang

sama dapat menghasilkan dimensi yang lebih kecil dari pada pemakaian beton

konvensional. Beton prategang juga dapat dicor ditempat, dimana prategang

mungkin akan dikombinasikan dengan material lain untuk menjamin kekuatan

struktur.

1.2Latar Belakang.

Beton adalah suatu bahan yang mempunyai kekuatan yang tinggi terhadap

tekan, tetapi sebaliknya mempunyai kekuatan relative sangat rendah terhadap tarik.

Beton tidak selamanya bekerja secara efektif didalam penampang-penampang

struktur beton bertulang, hanya bagian tertekan saja yang efektif bekerja, sedangkan

bagian beton yang retak dibagian yang tertarik tidak bekerja efektif dan hanya

merupakan beban mati yang tidak bermanfaat. Hal inilah yang menyebabkan tidak

dapatnya diciptakan srtuktur-struktur beton bertulang dengan bentang yang panjang

secara ekonomis, karena terlalu banyak beban mati yang tidak efektif. Disamping itu,

retak-retak disekitar baja tulangan bisa berbahaya bagi struktur karena merupakan

tempat meresapnya air dan udara luar kedalam baja tulangan sehingga terjadi

karatan. Putusnya baja tulangan akibat karatan fatal akibatnya bagi struktur.

Dengan kekurangan-kekurangan yang dirasakan pada struktur beton

bertulang seperti diuraikan diatas, timbullah gagasan untuk menggunakan

(15)

melalui kabel baja (tendon) yang ditarik atau biasa disebut beton pratekan. Beton

pratekan pertama kali ditemukan oleh Eugene Freyssinet seorang insinyur Perancis.

Ia mengemukakan bahwa untuk mengatasi rangkak, relaksasi dan slip pada jangkar

kawat atau pada kabel maka digunakan beton dan baja yang bermutu tinggi.

Disamping itu ia juga telah menciptakan suatu sistem panjang kawat dan sistem

penarikan yang baik, yang hingga kini masih dipakai dan terkenal dengan system

Freyssinet.

Didalam perancangan suatu struktur ada beberapa hal yang harus diperhatikan.

Diantaranya adalah :

- Dari segi kekuatan, struktur harus dapat diandalkan kekuatannya

- Dari segi estetika, memenuhi syarat keindahan

- Dari segi finansial struktur tersebut harus ekonomis

Beton prategang (pratekan) adalah beton yang mengalami tegangan internal dengan

besar dan distribusi sedemikian rupa sehingga dapat mengimbangi sampai batas

tertentu tegangan yang terjadi akibat beban eksternal.

Keuntungan Beton Prategang:

1. Seluruh penampang beton prategang menjadi efektif, sedangkan pada beton

bertulang biasa hanya diatas garis netral saja yang efektif.

2. Struktur beton prategang lebih ramping

3. Struktur beton prategang tidak retak akibat beban kerja

4. Lendutan yang lebih kecil

(16)

xv

6. Penggunaan bahan yang lebih sedikit karena menggunakan bahan mutu

tinggi.

Kekurangan Beton Prategang

1. Diperlukan kontrol yang lebih ketat dalam proses pembuatan

2. Kehilangan tegangan pada pemberian gaya prategang awal

3. Diperlukan biaya tambahan untuk pengangkutan

Beton pratekan memiliki dua jenis metode yaitu Sistem Pratarik (Pretension)

dan Pasca-tarik (Post-tension). Istilah pratarik digunakan untuk menggambarkan

metode sistem pratekan dimana setelah penarikan kabel dilakukan kemudian

beton dicor. Cara ini diterapkan pada pabrik beton pracetak atau laboratorium

dimana terdapat lantai penahan tarikan yang tetap, juga dipakai dilapangan dimana

dinding penahan dapat dibuat secara ekonomis. Kebalikan dari sistem pratarik,

sistem pasca-tarik adalah sistem pratekan dimana kabel ditarik setelah beton

mengeras. Jadi sistem pratekan hampir selalu dikerjakan terhadap beton yang

mengeras dan tendon-tendon diangkurkan pada beton tersebut segera setelah gaya

pratekan dilakukan. Cara ini dapat dipakai pada elemen-elemen baik beton pracetak

maupun beton yang dicetak ditempat. Namun tidak hanya berhenti disitu saja,

gaya-gaya parasit seperti kehilangan gaya-gaya yang terjadi akibat perpendekan elastis beton,

relaksasi kabel baja, rangkak, susut, friksi, gaya harus juga diperhitungkan untuk

kestabilan struktur.

Besarnya gaya prategang sebenarnya yang ada dalam suatu balok beton prategang

tidak dapat diukur dengan mudah. Gaya total pada tendon pada saat penarikan dapat

(17)

prategang akan menurunkan gaya prategang menjadi harga yang lebih rendah,

sehingga beban yang dipikul balok prategang menjadi lebih rendah pula. Selisih

antara gaya prategang akhir dengan gaya prategang awal dinamakan “kehilangan

prategang”

Jenis-jenis kehilangan gaya pada beton prategang

• perpendekan elastis beton

• relaksasi baja

• rangkak

• susut

• friksi ( hanya pada post tension )

• slip angker

1.3Perumusan Masalah

Perhitungan analisa kehilangan gaya prategang pada beton pratekan, perlu dilakukan

untuk mengetahui seberapa besar kehilangan gaya (loses) pada beton pratekan

tersebut sebagai dasar antisipasi kegagalan struktur.

1.4Batasan Masalah

agar pembahasan dalam tugas akhir ini lebih terarah, penulis membatasi masalah

kehilangan gaya prategang dalam sistem post-tension pada balok, tidak mencakup

(18)

xvii

1.5Tujuan dan Manfaat

Adapun tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah :

- sebagai analisa tambahan untuk perencanaan bangunan yang memakai beton

prategang

- untuk mengetahui seberapa besar kehilangan gaya prategang (loses) yang

diakibat kan beberapa hal antara lain:

1. perpendekan elastis beton

2. relaksasi baja

3. rangkak

4. susut

5. gesekan (friction)

6. slip angkur

- untuk mengetahui seberapa besar pengaruh kehilangan gaya pada beton

prategang jika kehilangan gaya ini diabaikan.

Manfaat

Dari penelitian tugas akhir ini dapat diketahui hal-hal yang harus diperhatikan, pada

saat perencanaan beton prategang sehingga kegagalan struktur bisa diantisipasi.

1.6 Metode Penelitian

Adapun metode penilitian dilakukan dengan metode study literatur, yaitu mencari

solusi untuk permasalahan dengan mengumpulkan data-data dan keterangan dari

(19)

melalui searching internet yang berhubungan dengan pembahasan tugas akhir ini

serta masukan dari dosen pembimbing

1.7 Sistematika Penulisan

Adapun sistematika dalam pembuatan tugas akhir ini akan dibagi kedalam 5 bagian

utama dan ditambah dengan lampiran-lampiran dan daftar pustaka. Adapun deskripsi

dari masing-masing bab adalah sebagai berikut:

BAB I. PENDAHULUAN

Berisikan tentang latar belakang pembuatan tugas akhir, tujuan penelitian, masalah

dan pembatasan masalah, metodologi penelitian yang digunakan serta sistematika

penulisan dalam tugas akhir yang digunakan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Berisikan tentang uraian dari berbagai literatur yang relevan dari tugas akhir yang

dikerjakan. Dalam hal ini membahas tentang kehilangan gaya prategang pada beton

pracetak dalam sistem pretensioning.

BAB III TINJAUAN PEMBAHASAN

Berisikan tentang metodologi penelitian yang digunakan dalam menyelesaikan tugas

(20)

xix

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN MASALAH

Berisikan tentang pengolahan data dan penyajiannya yang dikerjakan secara

objektifitas.

BAB V KESIMPULAN

Berisikan kesimpulan-kesimpulan yang diperoleh dari bab-bab sebelumnya serta

memberikan saran-saran yang penting untuk dijadikan masukan dalam tugas akhir

(21)

1.8 Diagram Alur Metodologi Penilitian

MULAI

ANALISIS GAYA PRATEGANG

Pemodelan Sistem Beton

Prategang STUDI PUSTAKA

Perpendekan

Elastis Beton

Relaksasi

Tegangan Baja Rangkak Susut

Kesimpulan Analisa Hasil Dan

Perbandingan

Selesai Hasil Yang

(22)

xxi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pendahuluan

Beton merupakan material yang lemah menahan gaya tarik tetapi kuat menahan gaya

tekan (Edward G Nawi 2001). Kuat tarik beton bervariasi mulai dari 8 sampai 14

persen dari kuat tekannya. Rendah nya kapasitas tarik beton menimbulkan terjadinya

retak. Faktor utama yang menyebabkan retak adalah tegangan yang terjadi, terutama

tegangan tarik. Wang dan Salmon (1986) menyatakan retak beton biasanya

disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:

- Perubahan volume, termasuk akibat susut rangkak akibat beban tetap,

tegangan akibat suhu dan perbedaan unsur kimia antara bagian beton.

- Tegangan lansung dalam dan luar akibat penerusan, beban bertukar arah,

lendutan jangka panjang, lendutan awal didalam beton prategang, atau

perbedaan penurunan di dalam struktur.

- Tegangan akibat lentur

Pembatasan retak dapat dicapai dengan membatasi tegangan yaitu dengan

pemberian gaya konsentris atau eksentris dalam arah longitudinal elemen struktur

(Visi & Kusuma, 1993 dalam jurnal Umi Khoiroh dkk 2009). Pemberian gaya

konsentris atau eksentris yaitu dengan cara menguranngi tegangan tarik pada

tumpuan dan daerah kritis pada saat kondisi beban bekerja, sehingga dapat

(23)

Gaya longitudinal tersebut disebut gaya prategang, yaitu gaya tekan yang

memberikan prategang pada penampang di sepanjang bentang suatu elemen struktur

sebelum bekerjanya beban mati dan beban hidup transversal atau beban hidup

horizontal transien. Gaya prategang ini berupa tendon yang diberikan tegangan awal

sebelum memikul beban kerjanya yang berfungsi mengurangi atau menghilangkan

tegangan tarik pada saat beton mengalami beban kerja, menggantikan tulangan tarik

pada struktur beton bertulang biasa.

Besar dan jenis pemberian gaya prategang, ditentukan berdasarkan :

1. Jenis sistem yang dilaksanakan

2. Panjang bentang

3. Kelangsingan yang dikehendaki

2.2 Sejarah Beton Prategang

Pada struktur dengan bentang yang panjang, struktur beton bertulang biasa tidak

cukup untuk menahan tegangan lentur sehingga terjadi retak-retak didaerah yang

mempunyai tegangan lentur, geser dan puntir yang tinggi. Timbulnya retak-retak

awal pada beton bertulang disebabkan oleh ketidakcocokan (non compatibility)

dalam tegangan-regangan baja dan beton, hal ini yang merupakan titik awal

dikembangkannya suatu material baru seperti beton prategang.

Beton prategang adalah material yang banyak digunakan dalam konstruksi.

Beton prategang pada dasarnya adalah beton dimana tegangan-tegangan internal

dengan besar serta distribusi yang sesuai diberikan sedemikian rupa sehingga

(24)

xxiii

yang diinginkan (N Khrisna Raju,1988). Dengan kata lain Beton prategang

merupakan penerapan gaya pratekan pada balok sedemikian rupa sebelum dikerjakan

beban luar guna meniadakan tegangan tarik serat beton yang terjadi saat beban luar

bekerja (Nasution, 2009 dalam jurnal Hardwiyono Sentot dkk 2013).

2.3 Karakteristik Material

Setiap material mempunyai karakteristik sendiri-sendiri. Agar bisa mendesain

struktur beton prategang dengan optimal kita harus mengenal terlebih dahulu

perilaku dari setiap materaial yang biasa digunakan dalam balok prategang adalah

beton mutu tinggi, tendon baja prategang, dan tulangan baja biasa.

2.4 Mekanika Material

Dari semua properti yang menjadi ciri khas dari setiap material kurva

tegangan-regangan adalah kurva yang paling menarik. Kurva tegangan-tegangan-regangan dari sebuah

material memuat banyak informasi yang dapat kita tangkap (tegangan maksimum,

regangan maksimum, kuat tarik, kuat tekan, modulus elastis, elongnasi, dll).

2.4.1 Tegangan

Sebuah gaya dan momen yang bekerja pada sebuah titik dari potongan penampang

menghasilkan distribusi tegangan yang bekerja pada penampang tersebut. Tegangan

dapat dipisahkan berdasarkan sumbu mana yang tegangan tersebut bekerja. Secara

(25)

Tegangan normal adalah tegangan yang diakibatkan oleh gaya yang bekerja pada

sumbu normal penampang dimana

��= lim∆�⃗ 0

∆�2

∆� ...(a)

Dimana jika gaya yang bekerja menyebabkan pertambahan panjang maka disebut

gaya tarik, sedangkan bila gaya yang bekerja menyebabkan perpendekan batang

maka disebut gaya tekan.

Tegangan geser adalah tegangan ayang diakibatkan gaya yang bekerja pada sumbu

tangensial penampang dimana

���= lim∆�→0∆�∆��...(b)

���= lim∆�→ 0

∆��

∆�...(c)

2.4.2 Regangan

Ketika sebuah gaya bekerja pada sebuah benda, gaya tersebut akan cenderung

mengubah bentuk dan ukuran dari benda tersebut. Akan tetapi perubahan yang

terjadi tidak pada volume benda tersebut. Pada gaya tarik benda akan memanjang

dan luas penampang akan mengecil, sedangkan pada gaya tekan benda akan

memendek dan penampang akan membesar sehingga total volume benda tersebut

akan tetap sama.

Regangan menggambarkan deformasi yang terjadi pada panjang dan sudut

antara dua titik. Regangan normal adalah pertambahan panjang per satuan panjang

(26)

xxv

ɛ = lim�→������∆�′−∆�

∆� ...(d)

dan regangan geser adalah perubahan sudut antara dua garis yang awalnya saling

tegak lurus sebelum terjadinya deformasi.

���= �2 - lim�→�→������������.Ɵ′...(e)

2.4.3 Tegangan Regangan

Berdasarkan rumus tegangan regangan normal diatas kita dapat membuat grafik

tegangan regangan. Grafik tegangan regangan untuk setiap material adalah unik.

Dibawah akan dibahas grafik tegangan regangan untuk baja.

(27)

Beberapa karekteristik material dapat dilihat dari grafik diatas :

1. Perilakau elastis : perilaku elastis terjadi apabila tegangan yang terjadi masih

dalam area elastis. Dimana pada daerah elastis ini kurva yang terbentuk

adalah garis linear. Jadi pada daerah ini tegangan yang terjadi proporsional

terhadap regangan yang terjadi. Titik akhir dari garis linear ini disebut dengan

batas elastis.

2. Leleh : tegangan yang terjadi sedikt diatas area elastis akan menyebabkan

material berdeformasi secara permanaen. Perilaku ini disebut dengan leleh

peristiwa leleh ini terjadi pada dua titik antara tegangan leleh bawah dimana

tegangan tidak berubah tetapi regangan terus meningkat hingga titik leleh

atas

3. Strain hardening : ketika material telah mencapai titik leleh atas tegangan

dapat ditingkatkan dan menghasilkan kurva yang terus meningkat tetapi

semakin datar sehingga mencapai tegangan ultimate. Kurva tersebut disebut

dengan strain hardening.

4. Necking : setelah melewati tegangan ultimate kurva menurun hingga

mencapai tegangan patah. Pada area kurva ini tegangan turun kemudian

regangan bertambah tetapi luas permukaan berkurang pada sebuah titik. Hal

ini yang disebut dengan necking.

Hubungan antara tegangan regangan dideskripsikan oleh robert hooke pada tahun

1676 yang dikenal dengan hukum hooke. Hukum hooke dapat diekspresikan dengan

persamaan matematis

(28)

xxvii

Dimana E adalah modulus young yang proportional pada daerah elastis. Pertama

tegangan regangan akan bersifat elastis hingga titik leleh bila tegangan tidak

mencapai tegangan leleh ( titik A)maka regangan akan kembali ke titik awal (titik

O). Pada daerah plastis persamaan (f) tidak lagi berlaku

Untuk menggambarkan tegangan regangan pada daerah plastis kita dapat

mempelajari fenomena strain hardening. Ketika material yang bersifat ductile

dikenai pembebanan berulang (loading unloading). Apabila tegangan melewati titik

leleh maka regangan akan bersifat inelastis. Pada saat unloading (titik A’) maka

regangan akan kembali secara sejajar dengan garis elastis tetap tidak kembali ke titik

O tetapi titik O’, perbedaan antara titik O dan titik O’ disebut regangan tetap

(permanent set). Bila beban diberikan lagi maka regangan akan melalui garis O’

menuju A’ dan disini titik A’ menjadi tegangan leleh baru. Bila beban melewati

tegangan leleh yang baru maka regangan akan masuk kedalam daerah plastis,

demikian pula seterusnya.

(29)

2.5. Material Prategang (beton)

Beton adalah campuran dari semen, air, dan agregat serta suatu bahan tambahan.

Setelah beberapa jam dicampur, bahan-bahan tersebut akan langsung mengeras

sesuai dengan bentuk waktu basahnya. Beton yang digunakan dalam beton prategang

adalah beton yang mempunyai kuat tekan yang cukup tinggi dengan nila f’c min 42

Mpa, modulus elastis yang tinggi dan mengalami rangkak ultimate yang lebih kecil

yang menghasilkan kehilangan prategangan yang lebih kecil pada baja. Kuat tekan

yang tinggi ini diperlukan untuk menahan tegangan tekan pada serat tertekan,

pengangkuran tendon, mencegah terjadinya keretakan. Tipikal diagram

tegangan-regangan beton dapat dilihat pada gambar 2.3

(30)

xxix

Kekuatan dan daya tahan beton adalah dua kualitas yang utama yang paling penting

distruktur beton prategang. Efek-efek dalam jangka panjang dapat dengan cepat

mengurangi gaya-gaya prategang dan menyebabkan kegagalan yang tidak

diharapkan. Oleh karena itu, perlu dilakukan berbagai upaya untuk menjamin dan

mengontrol kualitas pada berbagai tahap produksi dan konstruksi serta perawatan.

Gambar 2.4 menunjukan berbagai faktor yang mempengaruhi kualitas beton.

Gambar 2.4 sifat utama beton yang baik

Secara umum besaran-besaran mekanis beton dapat dikelompokan menjadi dua

(31)

1. Besaran sesaat atau jangka pendek, yaitu kuat tekan, kuat tarik, kuat lentur,

geser dan kekakuan yang diukur dengan modulus elastisitas

2. Besaran jangka panjang, yaitu rangkak dan susut

Pemakain beton berkekuatan tinggi dapat memperkecil dimensi penampang

melintang unsur-unsur struktural beton prategang. Dengan berkurangnya berat mati

material, maka secara teknis maupun ekonomis bentang yang lebih panjang dapat

dilakukan. Perubahan bentuk pada beton adalah langsung dan tergantung pada

waktu. Pada beban tetap, peubahan bentuk bertambah dengan waktu dan jauh lebih

besar dibandingkan harga langsungnya. Susut tidak disebabkan oleh tegangan, tetapi

merupakan akibat dari hilangnya air dalam proses pengeringan beton, sementara

rangkak oleh bekerjanya tegangan. Susut dan rangkak menyebabkan perubahan

bentuk aksial, kelengkungan pada penampang, kehilangan tegangan lokal antara

beton dan baja, redistribusi aksi internal pada struktur statis tertentu.

2.5.1. Kuat Tekan

Berdasarkan ACI 363R-92, “State Of The Art Report On High Strength Concrete

karakteristik beton dibedakan menjadi dua, yaitu :

1. Beton mutu normal (kuat tekan <41 Mpa)

2. Beton mutu tinggi (kuat tekan ≥ 41 Mpa)

Besar kuat tekan beton bergantung pada jenis campuran, agregat, waktu dan kualitas

perawatan. Umumnya kuat tekan yang digunakan dalam perencanaan adalah kuat

tekan beton umur 28 hari yang diperoleh dari pengujan laboratorium dengan

(32)

xxxi

Besarnya kuat tekan dapat dihitung dengan menggunakan rumus

�′� =

�... (g)

Dimana : f’c : kuat tekan beton umur tertentu (Mpa)

P : beban tekan maksimum

As : luas penampang benda uji (mm2)

2.5.2. Kuat Tarik Dan Kuat Lentur

secara umum, nilai kuat tarik beton relatif kecil dan pendekatan yang digunakan

untuk menentukan nilai kuat tarik ( fct ) adalah 0.10 f’c <f’ct<0,20 f’c. Metode yang

paling umum digunakan dalam pengujian kuat tarik adalah metode splitting atau

pembelahan silinder.

Besar nya kuat tarik belah dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:

��� = 2� ... (h)

Dimana :

���: kuat tarik belah benda uji (Mpa)

P : beban tekan maksimum (N)

I : panjang benda uji (mm)

Ds : diameter benda uji (mm)

sedangkan, untuk komponen struktur yang mengalami lentur, nilai kuat lentur

(modulus of repture, fr) digunakan dalam desain analisis penampang. Besar kuat

lentur diukur dengan menguji balok beton polos berpenampang bujur sangkar 6” dan

(33)

- Modulus elastisitas

Beton pada dasarnya bersifat non linear sehingga nilai modulus elastisitasnya

hanyalah pendekatan. Gambar 2.5 menunjukan modulus tangent dan secant pada

beton.

Gambar 2.5 Modulus tangent dan secant pada beton

Nilai modulus elastis beton selalu berubah tergantung pada kuat tekan lentur dan

umur beton. Umumnya yang diambil cukup mewakili nilai modulus elastisitas beton

adalah modulus secant untuk 0.45 f’c.

Standard SNI-03 menetapkan rumus berikut untuk menghitung modulus elastisitas

beton Ec :

Ec = 0.043 Wc 1.5��′� untuk 1500 < Wc < =2500 kg/m3... (h)

(34)

xxxiii

dan untuk beton normal ( Wc ≡2400 kg/m3 ), niali modulus elastisitas nya :

Ec = 4700 ��′� Mpa

Sedangkan nilai regangan pada saat tegangan maksimum (ɛ0) bervariasi antara

0.0015-0.0030. untuk beton dengan berat normal, nilai ɛ0 ~0.0020

2.5.3.Hubungan Tegangan Regangan

Pengetahuan mengenai hubungan tegangan regangan beton merupakan hal penting

dalam mengembangkan analisis desain serta prosedur-prosedur dalam struktur beton.

Pada gambar 2.6 menunjukan kurva tegangan regangan yang diperoleh dari

pengujian yang menggunakan benda uji beton silinder yang dibebani tekan uniaksial

(35)

Berdasarkan gambar 2.6 dapat terlihat bahwa :

1.Semakin rendah kekuatan beton, semakin tinggi regangan gagalnya.

2.Panjang bagian yang semula relatif linear akan bertambah untuk kuat tekan

beton yang semakin besar

3.Ada reduksi yang sangat nyata pada daktilitas untuk kekuatan yang meningkat

2.5.4.Susut

susut adalah kontraksi akibat pengeringan dan perubahan kimiawi yang tergantung

pada waktu dan keadaan kelembaban tetapi tidak pada tegangan.

Pada dasarnya ada dua jenis susut, yaitu :

1. Susut plastis, yang terjadi selama beberapa jam pertama sesudah pengecoran

beton segar di cetakan

2. Susut pengeringan, terjadi sesudah beton mengering dan sebagian besar

proses hidrasi kimiawi di pasta semen telah terjadi. Adapun faktor-faktor

yang mempengaruhi besarnya susut pengeringan adalah :

a.Agregat

Agregat beraksi menahan susut pasta semen, sehingga beton yang lebih kecil

banyak kandungan agregat akan lebih sedikit mengalami susut.

b.Rasio air semen

(36)

xxxv

c.Ukuran elemen beton

Semakin besar volume elemen beton , semakin berkurang laju dan besar totall

susut. Akan tetapi, durasi waktu susut akan lebih lama karena membutuhkan

waktu yang lebih banyakdalam pengeringan untuk mencapai daerah dalam.

d.Kondisi kelembaban sekitar

Semakin tinggi kelembaban , semakin kecil laju penyusutan

e.Penulangan

Beton bertulang mengalami penyusutan lebih sedikit dibandingkan dengan

beton polos (tidak bertulangan).

f. Bahan tambahan

Efek ini bervariasi tergantung pada jenisnya, misal akselarator seperti

kalsium klorida yang digunakan untuk mempercepat proses pengerasan

beton, akan memperbesar susut.

g.Jenis semen

Semen yang cepat kering akan susut lebih banyak dibandingkan dengan

jeni-jenis lainnya, sedangkan semen pengkompensasi susut akan mengurangi retak

susut apabila dugunakan bersama tulangan pengekang.

h.Karbonasi

Susut karbonasi disebabkan oleh reaksi antara karbondioksida yang ada di

atsmosfir (udara) dengan yang ada di pasta semen. Banyak nya susut

gabungan bergantung pada urutan proses karbonasi dan pengeringan. Apabila

kedua fenomena tersebut bekerja secara simultan, maka susut yang terjadi

(37)

2.5.5. Rangkak

Rangkak atau aliran material lateral adalah peningkatan regangan terhadap waktu

akibat beban yang terus menerus bekerja. Deformasi awal akibat beban adalah

regangan elastis, sedangkan regangan tambahan akibat beban yang sama yang terus

menerus bekerja disebut regangan rangkak.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi rangkak adalah

a. Sifat bahan dasar, seperti komposisi dan kehalusan semen, kualitas adukan dan

kandungan mineral dalam agregat

b.Rasio air terhadap jumlah semen atau kadar air

c.Suhu pada proses pengerasan

d.Kelembaban selama penggunaan

e.Umur beton pada saat beban bekerja

f. Lama pembebanan

g.Nilai tegangan

h.Nilai perbandingan luas permukaaan dan volume komponen struktur

i. Nilai slump

2.6 Material Prategang (Baja)

Untuk penggunaan pada beban layan yang tinggi, pengggunaan baja tulangan

(tendon) dan beton mutu tinggi akan lebih efesien. Hanya baja dengan tegangan

elastis tinggi yang cocok digunakan pada beton prategang. Penggunaan baja tulangan

mutu tinggi bukan saja merupakan suatu keuntungan, tetapi merupakan suatu

keharusan. Prategang akan menghasilkan elemen yang lebih ringan, bentang yang

(38)

xxxvii

dengan beton bertulang biasa. Prategang pada dasarnya merupakan suatu beban

yang menimbulkan tegangan dalam awal sebelum pembebanan luar dengan besar

dan distribusi tertentu bekerja sehingga tegangan yang dihasilkan dari beban luar

dilawan sampai tingkat yang diinginkan. Gaya pratekan dihasilkan dengan menarik

kabel tendon yang ditempatkan pada beton dengan alat penarik. Setelah penarikan

kabel tendon mencapai gaya/tekanan yang direncanakan, tendon ditahan dengan

angkur agar gaya tarik yang tadi dikerjakan tidak hilang. Penarikan kabel tendon

dapat dilakukan baik sebelum beton dicor atau setelah beton mengeras.

Baja (tendon) yang dipakai untuk beton prategang dalam prakteknya ada tiga

macam, yaitu :

a. Kawat tunggal (wires), biasanya digunakan untuk baja prategang pada beton

prategang dengan sistem pratarik (pretension)

b. Kawat untaian (strand), biasanya digunakan untuk baja prategang pada beton

prategang dengan sistem pasca tarik(post-tension)

c. Kawat batangan (bar), biasanya digunakan untuk baja prategang pada beton

prategangdengan sistem pratarik (pretension)

(39)

b. untaian kawat (strand)

c. kawat batangan (bars)

Gambar 2.7 jenis-jenis baja yang dipakai untuk beton prategang: (a) kawat

tunggal (wires). (b) untaian kawat (strand). (c) kawat batangan (bars)

(sumber : prestressed concrete design, M.K. Hurst)

(40)

xxxix

Tabel 1 Tipikal Baja Prategang

Jenis Material

(Sumber:Andri Budiadi 2008)

Kawat tunggal yang dipakai untuk beton prategang adalah yang sesuai dengan

spesifikasi seperti ASTM A 421 : stress-relieved strands mengikuti standard ASTM

A 416. Strands terbuat dari tujuh kawat dengan memuntir enam diantaranya pada

pich sebesar 12 sampai 16 kali diameter disekeliling kawat lurus yang sedikit lebih

besar.

Menurut standard DIN 18 800 dalam jurnal Harja Syahputra Hariyanto semua kabel

yang digunakan dalam struktur bangunan dikategorikan sebagai high tensile

members. Secara umum kabel-kabel tersebut mempunyai kekuatan rencana yang

(41)

sama dapat memikul beban yang lebih besar.

Tipikal diagram tegangan-regangan dari ketiga jenis tendon tersebut dapat dilihat

pada gambar 2.8, gambar 2.9, dan gambar 2.10.

Gambar 2.8 Diagram Tegangan-Regangan Pada Kawat Tunggal

(sumber : desain praktis beton prategang, Andri Budiadi)

Gambar 2.9 Diagram Tegangan-Regangan Pada Untaian Kawat

(42)

xli

Gambar 2.10 diagram tegangan-regangan pada baja batangan

(sumber : desain praktis beton prategang. Andri budiadi)

2.7 Pembebanan

Beban adalah gaya luar yang bekerja pada suatu struktur. Pada umumnya

penentuan besarnya beban hanya merupakan perkiraan. Meskipun beban yang

bekerja pada suatu lokasi dari struktur dapa diketahui secara pasti, namun distribusi

beban dari elemen ke elemen lainnya umumnya memerlukan asusmsi dan

pendekatan. Jenis beban yang biasa diperhitungkan pada perencanaan sruktur

bangunan antara lain sebagai berikut :

2.7.1 beban mati

Menurut (peraturan pembebanan indonesia,1983), beban mati merupakan

berat dari semuia bagian dari suatu struktur yang bersifat tetap selama masa

layannya, termasuk segala unsur tambahan, penyelesaian-penyelesaian, mesin-mesin

(43)

tersebut. Yang termasuk beban mati adalah berat struktur sendiri dan juga semua

bendanyang tetap pada posisinya selama struktur berdiri. Beban mati tetap berada

pada struktur dan tidak berubah sesuai dengan sistem struktur dan material yang

digunakan.

No Bahan / Komponen Struktur Berat

1 Baja 7850 kg/m3

2 Beton 2200 kg/m3

3 Beton Bertulang 2400 kg/m3

4 Kayu (Kelas 1) 1000 kg/m3

5 Pasir (Kering Udara) 1600 kg/m3

6 Pasir Jenuh Air 1800 kg/m3

7 Spesi dari Semen per cm Tebal 21 kg/m2

8 Dinding Bata ½ Batu 250 kg/m2

9 Dinding Bata 1 Batu 450 kg/m2

10 Penutup Atap Genting 50 kg/m2

11 Penutup Lantai Ubin Semen per cm Tebal 24 kg/m2 Tabel 2 berat bangunan berdasarkan SNI 03-1727-1989-F

2.7.2 beban hidup

Menurut (peaturan pembebanan indonesia,1983), beban hidup adalah semua

beban yang terjadi akibat penghunian atau penggunaan suatu struktur termasuk

beban-beban pada lantai yang berasal dari berat manusia, barang-barang yang dapat

berpindah, mesin-mesin serta peralatan yang tidak merupakan bagian yang tidak

(44)

xliii

sehingga menyebabkan perubahan dalam pembebanan lantai dan atap tersebut.

Khusus untuk atap, beban hidup dapat termasuk beban yang berasal dari air hujan ,

baik akibat genangan maupun akibat tekanan jatuh butiran air.

No Komponen Bangunan Berat (Kg/m2)

1 Atap (tanpa difungsikan untuk fungsi struktural lain) 100

2 Lantai dan Tangga Rumah Tinggal 200

3 Lantai Sekolah, Ruang Kuliah, Kantor, Toko, Toserba,

Restoran, Hotel, Asrama dan Rumah Sakit

250

4 Balkon yang Menjorok Keluar, Tangga, Bordes 300

5 Lantai Ruang Olahraga, Masjid, Gereja, Bioskop, Pabrik,

Bengkel, Gudang, Perpustakaan

400

6 Lantai Ruang Dansa, Panggung Penonton 500

7 Beban Pekerja 100

Tabel 3 beban hidup menurut kegunaan berdasarkan SNI 03-1727-1989F

2.7.3 beban gempa

Menurut (Peraturan Pembebanan Indonesia,1983), beban gempa adalah

semua beban akibat statik ekivalen yang bekerja pada struktur yang dipengaruhi oleh

gerakan tanah akibat gempa tersebut. Dalam hala ini pengaruh gempa pada struktur

ditentukan berdasarkan suatu analisa dinamik. Maka dapat disimpulkan beban gempa

disini adalah gaya-gaya yang terjadi oleh gerakan tanah akibat gempa pada struktur

tersebut. Besarnya beban gempa dasar nominal horizontal akibat gempa menurut

standard perencanaan ketahanan gempa untuk struktur rumah dan gedung

(45)

V = � � � W

Dimana :

V = beban gempa dasar nominal (beban gempa rencana)

Wt= kombinasi dari beban mati dan beban hidup vertikal yang direduksi

C= spektrum respon nominal gempa rencana, yang besarnya tergantung dari jenis

tanah dasar dan waktu getar struktur. Untuk mengetahui nilai C harus diketahui

terlebih dahulu jenis tanah tempat struktur berdiri.

I =faktor keutamaan struktur

R = faktor reduksi gempa

2.7.4 beban angin

Menurut (Peraturan Pembebanan Indonesia,1983), beban angin adalah semua

beban yang bekerja pada struktur atau bagian struktur yang disebabkan oleh selisih

dalam tekanan udara. Tekanan angin di indonesia adalah 80kg/m2 padabidang tegak sampai setinggi 20 m. Beban angin yang bekerja terhadap struktur adalah menekan

dan menghisap struktur dan sulit diprediksi. Faktor-faktor yang mempengaruhi daya

tekan dan hisap angin terhadap struktur adalah kecepatan angin, kepadatan udara,

permukaan bidanng dan bentuk dari struktur. Beban angin sangat bergantung dari

lokasi dan ketinggian dari struktur. Besarnya tekana tiup hartus diambil minimum

sebesar 25kg/m2, kecuali untuk bangunan-bangunan berikut :

• Pinggir laut hingga 5km dari pantai minimumtekanan tiup 40kg/m

• Bangunan didaerah yang tekanan tiiupnya lebih dari 40kg/m, haruis diambil

(46)

xlv • Untuk cerobong, tekanan tiup dalam kg/m harus ditentukan dengan rumus

(42,4+0,6h) dengan h adalah tinggi cerobong seluruhnya.

• Koefisien angin yang diambil untuk struktur tertutup dengan sudut pangkal

atap dinyatakan dengan β adalah sebagai berikut :

o β <22’ untuk bidang lengkung dipihak angin

- pada seperempat busur pertama -0,6

- pada seperempat busur kedua -0,7

o β <22’untuk bidang dibelakang angin

- pada seperempat busur pertama -0,5

- pada seperempat busur kedua -0,2

o β >22’ untuk bidang lengkung dipihak angin

- pada seperempat busur pertama -0,5

- pada seperempat busur kedua -0,6

o β >22’ untuk bidang lengkung dibelakang angin

- pada seperempat busur pertama -0,4

(47)

BAB III

TINJAUAN PEMBAHASAN

3.1 Prinsip Dasar Prategang

Pemberian gaya prategang ditentukan berdasarkan jenis sistem yang

dilaksanakan dan panjang bentang serta kelangsingan yang dikehendaki. Gaya

prategang yang diberikan secara longitudinal disepanjang atau sejajar dengan sumbu

komponen struktur, maka prinsip-prinsip prategang dikenal sebagai pemberian

prategang linear. Pemberian gaya prategang dapat dilakukan sebelum atau sesudah

beton dicor. Pemberian gaya prategang yang dilakukan sebelum pengecoran disebut

sistem pratarik (pretensioned), sedangkan pemberian gaya prategang setelah

dilakukan pengecoran disebut sistem pratarik (posttension). Pemberian gaya

prategang pada beton akan memberikan tegangan tekan pada penampang. Tegangan

ini akan menahan beban luar yang bekerja pada penampang. Beton prategang sendiri

dapat mengalami gaya prategang penuh (fullystressed) atau gaya prategang sebagian

(partial stressed). Prategang penuh adalah struktur yang tidak diijinkan ada tegangan

tarik pada penampang baik pada tahap transfer sampai massa layan dan tegangan

pada serat bawah dianggap tidak ada. Sedangkan prategang sebagian adalah

penampang struktur direncanakan untuk dapat menerima tegangan tarik pada lokasi

penampang selama masa transfer sampai massa layan dan tegangan serat bawah tidak

sama dengan nol.

Ada tiga konsep berbeda yang dipakai untuk menjelaskan dan menganalisis

(48)

xlvii

a. konsep pertama, sistem prategang untuk mengubah beton menjadi bahan

yang elastis. Ini merupakan buah pikiran eugene freyssinet yang

memvisualisasikan beton prategang pada dasarnya adalah beton yang

ditransformasikan dari bahan yang getas menjadi bahan elastis dengan

memberikan tekanan (desakan) terlebih dahulu (pratekan) pada bahan

tersebut. Dari konsep ini lahirlah kriteria” tidak ada tegangan tarik” pada

beton. Pada umumnya telah diketahui bahwa jika tidak ada tegangan tarik

pada beton, berarti tidak akan terjadi retak, dan beton tidak merupakan bahan

yang getas lagi melainkan berubah menjadi bahan yang elastis.

Gambar 3.1 Distribusi Tegangan Beton Prategang

Dalam bentuk yang paling sederhana, ambilah balok persegi panjang yang diberi

gaya prategang oleh sebuah tendon sentris. Akibat gaya prategang F, akan timbul

tegangan tekan merata seperti pada gambar.

�=�

(49)

Aklibat beban merata (termasuk berat sendiri beton) akan memberikan tegangan tarik

dibawah garis netral dan tegangan tekan diatas garis netral yang besarnya pada serat

terluar penampang adalah:

�= �.�

� ... 3.2

Dimana :

M = momen lentur pada penampang yang ditinjau

C = jarak garis netral ke serat terluar penampang

I = momen inersia penampang

Kalau kedua tegangan akibat gaya prategang dan tegangan akibat momen lentur ini

dijumlahkan, maka tegangan maksimum pada serat terluar penampang adalah :

Diatas garis netral

������ =�+�.� (tidak boleh melampaui tegangan hancur beton) ... 3.3 Dibawah garis netral

������ =�−�.� (tidak boleh < 0 ) ... 3.4 Jadi dengan adanya gaya internal tekan ini, maka beton akan dapat memikul beban

tarik.

b. konsep kedua, sistem prategang untuk kombinasi baja mutu tinggi dengan

beton. Konsep ini mempertimbangkan beton prategang sebagai kombinasi

(gabungan) dari baja dan beton, seperti pada beton bertulang, dimana baja

menahan tarikan dan beton menahan tekan, dengan demikian kedua bahan

(50)

xlix

pada beton prategang, baja mutu tinggi ditanam dalam beton, seperti pada

beton bertulang biasa, beton disekitarnya akan menjadi retak berat sebelum

seluruh kekuatan baja digunakan (gambar 3.3). oleh karena itu, baja perlu

ditarik sebelumnya (pratarik) terhadap beton. Dengan menarik dan

menjangkar ke beton dihasilkan tegangan dan regangan pada baja. Kombinasi

ini memungkinkan pemakaian yang aman dan ekonomis dari kedua bahan

dimana hal ini tidak dapat dicapai jika baja hanya ditanamkan dalam bentuk

seperti pada beton bertulang biasa

Gambar 3.2 momen penahan internal pada balok beton prategang dan beton

bertulang

(51)

Prategang, tanpa retak dan lendutan kecil

Gambar 3.3 Balok beton menggunakan baja mutu tinggi

c. konsep ketiga, sistem prategang untuk mencapai keseimbangan beban.

Konsep ini terutama menggunakan prategang sebagai suatu usaha untuk

membentuk keseimbangan gaya-gaya pada sebuah balok. Penerapan dari

konsep ini menganggap beton diambil sebagai benda bebas dan

menggantikan tendon dengan gaya-gaya yang bekerja pada sepanjang beton

Gambar 3.4 Balok prategang dengan tendon parabola

Suatu beton diatas dua perletakan (simple beam) yang diberi gaya prategang F

melalui suatu kabel prategang dengan lintasan parabola. Beban akibat gaya prategang

yang terdistribusikan secara merata kearah atas dinyatakan :

(52)

li

Dimana :

� =��

2

8

Sehingga persamaan menjadi

3.2 Metode Prategang

Ada dua jenis metode pemberian gaya prategang pada beton, yaitu :

3.2.1 Metode pratarik ( pretension method)

metode ini yaitu baja prategang diberi gaya prategang terlebih dahulu

sebelum beton dicor, oleh karena itu disebut pratarik. Adapun prinsip pratarik

(53)

Gambar 3.5 Metode pratarik

Tahap a

Kabel (tendon) prategang ditarik atau diberi gaya prategang kemudian diangker pada

suatu abutment tetap.

Tahap b

Beton dicor pada cetakan (formwork) dan landasan yang sudah disediakan

sedemikian sehingga melingkupi tendon yang sudah diberi gaya prategang dan

dibiarkan mengering.

Tahap c

Setelah beton mengering dan cukup umur dan kuat untuk menerima gaya prategang,

tendon dipotong dan dilepas, sehingga prategang ditransfer ke beton. Setelah gaya

(54)

liii

menerima beban kerja. Setelah beban kerja bekerja, maka balok beton tersebut akan

merata

3.2.2 Metode pascatarik (post tension method)

Pada metode pascatarik, beton dicor terlebih dahulu, dimana sebelumnya

telah disiapkan saluran kabel atau tendon yang disebut duct. Metode pasca

tarik dapat dijelaskan secara singkat seperti pada gambar 2.7

(55)

Tahap a

Dengan cetakan (form work) yang telah disediakan lengkap dengan

saluran/selongsong kabel prategang (tendon duct) yang dipasang melengkung sesuai

bidang momen balok, beton dicor

Tahap b

Setelah beton cukup umur dan kuat memikul gaya prategang, tendon atau kabel

prategang dimasukan dalam selongsong (tendon duct), kemudian ditarik untuk

mendapat gaya prategang. Metode pemberian gaya prategang ini, salah satu ujung

kabel diangker, kemudian ujung lainnya ditarik (ditarik satu sisi). Ada pula yang

ditarik dikedua sisinya dan diangkerkan secara bersamaan. Setelah diangker,

kemudian saluran di grouting melalui lubang yang telah disediakan

Tahap c

Setelah diangkurkan, balok beton menjadi tertekan, jadi gaya prategang telah

ditransfer ke beton. Karena tendon dipasang melengkung, maka akibat agaya

prategang tendon memberikan beban merata ke balok yang arahnya ke atas,

akibatnya balok melengkung keatas. Karena alasan transportasi dari pabrik kelokasi

proyek, maka biasanya beton prategang dengan sistem post tension ini dilaksanakan

secara segmental (balok dibagi-bagi misalnya dengan panjang 1-1,5 m), kemudian

pemberian gaya prategang dilaksanakan diproyek, setelah balok segmental tersebut

(56)

lv

Gaya prategang ditransfer melalui penjangkaran ujung seperti chucks dari supreme

products seperti terlihat dalam gambar 3.7. Tendon berupa strand tidak boleh

dilekatkan atau disuntik sebelum terjadinya prategang penuh.

Gambar 3.7 (a) angker strand, (b) angker strand tunggal, (c) chuck angker

(Sumber : prestressed concrete design, Edward G Nawy)

3.3 Material Penyuntikan

Untuk memberikan proteksi permanen pada baja pasca tarik dan untuk

mengembangkan lekatan antara baja prategang dan beton disekitarnya, saluran

prategang harus diisi bahan suntikan semen yang sesuai dalam proses penyuntikan

(57)

Proses penyuntikan

1. saluran dengan dinding beton (cored ducts) harus disemprotkan untuk

menjamin bahwa bbeton dapat dibasahi dengan baik.

2. Semua celah titik tinggi dan suntikan harus terbuka pada saat penyuntikan

dimulai. Suntikan harus dapat mengalir dari celah pertama setelah pipa

masukan sampai air pembersih residual atau udara yang terperangkap telah

dikeluarkan, pada saat mana celah tersebut harus ditutp. Celah-celah lainnya

harus ditutup secara berurutan dengan cara yang sama. Proses pemompaan

pada masukan tendon tidak boleh melebihi 250 psi.

3. Bahan suntikan harus dipompa melalui saluran dan secara terus menerus ke

luar di pipa buangan samapi tidak terlihat lagiada air atau udara keluar.

Waktu keluar suntikan tidak boleh kurangn dari waktu pemberian bahan

suntikan. Untuk menjamain bahwa tendon tetap terisi dengan bahan

suntikan, maka keluaran dan/atau masukan harus ditutup. Tutup yang

dibutuhkan tidak boleh lepas atau dibuka samapai bahan suntikan mengering.

4. Apabila aliran searah dari bahan suntikan tidak dapat dipertahankan, maka

suntikan harus segera dikuras dari saluran dengan air.

5. Pada temperatur dibawah 32’F, saluran harus dijaga bebar air untuk

menghindari kerusakan akibat pembekuan.

6. Temperatur beton tidak boleh 35’F atau lebih tinggi dari temperatur pada saat

penyuntikan samapai kubus suntikan yang berukuran 2 in mencapai kuat

tekan sebesar 800 psi

7. Bahan suntikan tidak boleh 90’F selama pencampuran atau pemompaan jika

(58)

lvii

3.4 Saluran

1. cetakan

a. formed duct. Saluran yang dibuat dengan menggunakan lapisan tipis yang tetap

ditempat. Harus berupa bahan yang tidak memungkinkan tembusnya pasta semen.

Saluran tersebut harus mentransfer tegangan lekatan yang dibutuhkan dan harus

dapat mempertahankan bentuknya pada saat memikul berat beton. Saluran logam

harus berupa logam besi, yang dapat saja digalvanisasi

b. cored ducts. Saluran ini harus dibentuk tanpa adanya tekanan yang dapat

mencegah aliran suntikan. Semua material pembentuk saluran jenis ini harus

disingkirkan.

2. celah atau bukaan suntikan. Semua saluran harus mempunyai bukaan untuk

suntikan di kedua ujung nya. Untuk kabel draped, semua titik yang tinggi harus

mempunyai celah suntikan kecuali dilokasi dengan kelengkungan kecil, seperti pada

slab menerus. Celah suntikan atau lubang buangan harus digunakan di titik-titik

rendah jika tendon akan diletakan. Semua celah atau bukaan suntikan harus dapat

mencegah bocornya suntikan.

3. ukuran saluran. Tendon yanng terdiri dari kawat, batang atau strands, luas saluran

harus sedikitnya dua kali luas netto baja prategang. Untuk tendon yang terdiri atas

satu kawat, batang, atau strand, diameter saluran harus sedikitnya ¼ in. Lebih besar

dari diameter normal kawat, batang, atau strand.

4. perletakan saluran. Sesudah saluran diletakan, pencetakan selesai, harus dilakukan

(59)

dikencangkan dengan baik pada jarak-jarak yang cukup dekat untuk mencegah

peralihan selama pengecoran beton. Celah atau bukaan untuk penyuntikan harus

diangkerkan dengan baik pada selubung dan pada baja tulangan atau cetakan, untuk

mencegah peralihan selama operasi pengecoran beton.

3.5 Pengangkeran Tendon

Pengangkeran ada 2 macam yaitu : angker mati dan angker hidup. Angker mati

adalah angker yang tidak bisa dilakukan lagi penarikan setelah penegangan tendon

dilakukan. Angker mati sering digunakan dalam prategang dengan sistem pratarik,

sedangkan angker hidup dapat dilakukan penarikan kembali jika hal tu diperlukan.

Pengangkeran ini sering digunakan dalam prategang denga sistem pasca tarik.

(60)

lix

(b) Angker hidup

Gambar 3.8 Pengangkeran dengan sistem pasca tarik (post-tensioning) dengan

(61)

3.6 Tahap Pembebanan

Tidak seperti pada perencanaan beton bertulang biasa, pada perencanaan beton

prategang ada dua tahap pembebanan yang harus dianalisis. Pada setiap tahap

pembebanan harus selalu diadakan pengecekan atas kondisi pada bagian yang

tertekan maupun bagian yang tertarik untuk setiap penampang. Dua tahap

pembebanan pada beton prategang yaitu tahap transfer dan tahap layan (service)

a. tahap transfer

Untuk metode pratarik, tahap transfer ini terjadi pada saat angker dilepas dan

gaya prategang di transfer ke beton. Untuk metode pasca tarik, tahap transfer ini

terjadi pada saat beton sudah cukup umur dan dilakukan penarikan kabel prategang.

Pada saat ini beban yang bekerja hanya berat sendiri struktur, beban pekerja dan

peralatan, sedangkan beban hidup belum bekerja sepenuhnya, jadi beban yang

bekerja sangat minimum, sementara gaya prategang yang bekerja adalah maksimum

karena belum ada kehilangan gaya prategang

b. tahap layan

Setelah beton prategang digunakan atau difungsikan sebagai komponen struktur ,

maka mulailah masuk tahap layan (service) dari beton prategang tersebut. Pada tahap

ini beban luar seperti beban hidup, angin, gempa dan lain-lain mulai bekerja,

sedangkan pada tahap ini semua kehilangan gaya prategang sudah harus

(62)

lxi

3.7 Kehilangan Prategang

Tegangan pada tendon prategang berkurang secara kontinyu seiring dengan

waktu. Total pengurangan tegangan ini disebut kehilangan prategang total.

Kehilangan prategang total ini adalah faktor utama yang mengganggu perkembangan

awal beton prategang. Menurut Raju N Khrisna 1993 kehilangan gaya prategang

dapat digolongkan menjadi 2, yaitu kehilangan langsung (immediate) dan kehilangan

yang bergantung pada waktu (time depending lost). Kehilangan langsung meliputi :

kehilangan akibat perpendekan elastis beton, gesekan tendon, slip angkur sedangkan

kehilangan yang bergantung pada waktu meliputi : kehilangan akibat susut, rangkak,

dan relaksasi baja.

Gaya prategang pada beton mengalami proses reduksi yang progresif

(pengurangan secara perlahan) sejak gaya prategang awal diberikan. Pada dasarnya

nilai masing-masing kehilangan gaya prategangan adalah kecil, tetapi apabila

dijumlahkan dapat menyebabkan penurunan gaya yang signifikan yaitu ± 15 % -

25%, sehingga kehilangan gaya prateganng harus dipertimbangkan. Bebearapa hal

yang harus diperhatikan untuk meminimalkan kehilangan gaya prategang adalah :

a. mutu beton yang digunakan minimal 40 mpa untuk memperkecil rangkak

b. tendon yang digunakan adalah mutu tinggi yang memiliki relaksasi

rendah,secara umum, reduksi gaya prategang dapat dikelompokan menjadi

dua kategori, yaitu :

- kehilangan elastis segara yang terjadi pada saat proses pabrikasi atau

konstruksi, termasuk perpendekan (deformasi) beton secara elastis,

(63)

- Kehilangan bergantung pada waktu, seperti rangkak, susut, dan kehilangan

akibat efek temperatur dan relaksasi baja, yang semuanya dapat ditentukan

pada kondisi limit tegangan akibat beban kerja didalam beton prategang.

3.7.1 Pratarik (pretension)

Kehilangan gaya prategang pada metode pratarik meliputi :

1. Kehilangan akibat deformasi elastis beton

2. Relaksasi tegangan baja

3. Penyusutan beton

4. Rangkak beton

3.7.2 Pasca tarik (post tension)

Kehilangan gaya prategang pada metode pasca tarik meliputi:

1. Kehilangan akibat deformasi elastis beton (jika baja ditarik secara berurutan)

2. Relaksasi tegangan baja

3. Penyusutan beton

4. Rangkak beton

5. Gesekan tendon

6. Slip agkur

Terdapat dua perbedaan kehilangan gaya prategang pada metode pratarik dan pasca

tarik. Pada metode pratarik tidak ditemukan kehilangan gaya prategang akibat

gesekan tendon, maupun slip angkur. Hal ini diakibatkan, pada metode pratarik kabel

(64)

lxiii

kemudian beton dicor kedalam cetakan. Sehingga kehilangan gaya prategang akibat

gesekan terhadap beton disekeliling kabel tidak ada karena sudah dilakukan

penarikan sebelum beton dituangkan. Untuk kehilangan gaya prategang akibat slip

angkur, angkur sebelumnya sudah di letakkan pada suatu abutment yang tetap

sehingga kehilangan akibat slip angkur tersebut tidak ada sewaktu penyaluran gaya

prategang ke beton.

3.8 Jenis Kehilangan Gaya Prategang

3.8.1 Kehilangan Gaya Prategang Akibat Perpendekan Elastis Beton

Mekanisme pengeringan beton yang mempengaruhi kehilangan tegangan adalah

berbeda antara struktur dengan sistem pratarik dan pasca tarik. Pada struktur pratarik,

perubahan regangan pada tulangan prategang yang diakibatkan oleh perpendekan

elastis dari beton adalah sama dengan regangan beton dilevel baja. Kehilangan gaya

prategang akibat perpendekan elastisitas beton , harus diperhitungkan dengan cermat

nilai modulus elastisitas beton pada saat transfer tegangan, modulus elastisitas baja

prategang, dan tegangan beton pada titik berat baja prategang yang diakibatkan oleh

gaya prategang dan beban mati segera setelah transfer. Secara umum kehilangan

tegangan akibat perpendekan elastis tergantung pada rasio modular dan tegangan

beton pada level baja atau dinyatakan dengan persamaan berikut :

Pada sistem pratarik

�= �� ��

Pada sistem pasca tarik

�= 0,5 ��

(65)

��= ∆��

fc= tegangan pada beton setelah penyaluran tegangan dari tendon berlangsung.

∆�� merupakan tegangan tendon awal fsi dikurangi dengan tegangan tendon setelah

penyaluran fs

∆��= fsifs = n��

Apabila Po adalah gaya awal tendon dan Pf adalah gaya sesudahnya maka

Po – Pf = n

M = momen akibat berat sendiri

Berhubung tegangan yang dihitung adalah tegangan pada pusat tendon maka nilai y

(66)

lxv

3.8.2 Kehilangan Gaya Prategang Relaksasi Kabel Baja

Relaksasi diartikan sebagai kehilangan dari tegangan tendon secara perlahan seiring

dengan waktu dan besarnya gaya prategang yang diberikan dibawah regangan yang

hampir konstan besar pengurangan prategang bergantung tidak hanya pada durasi

gaya prategang yang ditahan, melainkan juga pada rasio antara prategang awal dan

kuat leleh baja prategang.

Basarnya kehilangan tegangan pada baja akibat relaksasi baja prategang dapat

dihitung dengan rumus:

∆fre = [Kre – J(∆fSH+∆fCR + ∆fES)]C... (3.7)

Dimana :

∆fre = kehilangan tegangan akibat relaksasi baja prategang

Kre = Koefisien relaksasi yang harganya berkisar 41- 138 MPa, tergantung tipe tendon.

J = Faktor waktu yang harganya berkisar antara 0,05-0,15 tergantung tipe tendon

C= Faktor relaksasi yang besarnya tergantung pada jenis tendon

∆fSH = Kehilangan tegangan akibat susut

∆fCR = Kehilangan tegangan akibat rangkak

(67)

Tabel 4 koefisien relaksasi (Kre) dan faktor waktu (j)

Jenis tendon Kre J

Kawat atau stress-relieved strand mutu 270

Kawat atau stress-relieved strand mutu 250

Kawat stress-relieved mutu 240 atau 235

Strand relaksasi rendah mutu 270

Kawat relaksasi rendah mutu 250

Kawat relaksasi rendah mutu 240 atau 235

Batang stress-relieved mutu 145 atau 160

20.000

Tabel 5 nilai faktor relaksasi (C)

Fpi/fpu Kawat atau strand Stress-relieved

Kawat atau strand

relaksasi rendah atau

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil perencanaan dapat disimpulkan bahwa balok dengan bentang yang terlalu panjang lebih ekonomis didesain menggunakan Balok beton Prategang dibandingkan dengan

dalam perancangan struktur beton diawali dengan penentuan daerah D dan B.. Daniel Pasaribu : Analisa Gaya Dalam Pada Rigid Zone Pertemuan Balok Dan Kolom Portal Beton Bertulang

tergantung dari kombinasi antara gaya prategang dan beban luar selain itu,b eberapa hal yang mempengaruhi defleksi pada struktur beton prategang adalah beban mati, beban hidup,

Berdasarkan SNI 03-2847-2002, komponen struktur beton bertulang yang mengalami lentur harus direncanakan agar mempunyai kekakuan yang cukup untuk membatasi

Dari hasil perbandingan pada pelat beton bertulang biasa dengan hasil redesain yang dilakukan menggunakan sistem pelat prategang sistem post tension dengan

Dari hasil perbandingan pada pelat beton bertulang biasa dengan hasil redesain yang dilakukan menggunakan sistem pelat prategang sistem post tension dengan

a) Sistem struktur lantai beton bertulang yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sistem yang membentuk pelat dua arah dimana perbandingan bentang panjang dan