• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertanggungjawaban Agen Asuransi Dalam Penyampaian Informasi Produk Ditinjau Dari Undang-Undang No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pertanggungjawaban Agen Asuransi Dalam Penyampaian Informasi Produk Ditinjau Dari Undang-Undang No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen"

Copied!
117
0
0

Teks penuh

(1)

PERTANGGUNGJAWABAN AGEN ASURANSI DALAM PENYAMPAIAN INFORMASI PRODUK DITINJAU

DARI UNDANG - UNDANG N0.8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat- Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh:

PATRICIA PURBA 100200413

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

PERTANGGUNGJAWABAN AGEN ASURANSI DALAM PENYAMPAIAN INFORMASI PRODUK DITINJAU

DARI UNDANG - UNDANG N0.8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

OLEH: PATRICIA PURBA

100200413

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

Disetujui

Ketua Departemen Hukum Ekonomi

Windha. S.H..M.Hum. NIP.197501122005012002

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Ramli Siregar. S.H..M.Hum. Windha. S.H..M.Hum. NIP.195303121983031002 NIP.197501122005012002

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

ABSTRAK

PERTANGGUNGJAWABAN AGEN ASURANSI DALAM PENYAMPAIAN INFORMASI PRODUK DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO.8 TAHUN

1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN *Patricia Purba

**Ramli Siregar ***Windha

Perusahaan asuransi di Indonesia berkembang secara cepat. Produk jasa asuransi yang ditawarkan kepada masyarakat melalui agen asuransi terdiri dari berbagai jenis sesuai dengan kebutuhan masyarakat Indonesia sehingga perusahaan-perusahaan asuransi di Indonesia bersaing untuk mendapatkan pemegang polis sebagai konsuymen perusahaan asuransi tersebut. Ketatnya persaingan antara perusahaan asuransi tidak menutup kemungkinan untuk terjadinya kesalahan dalam penyampaian informasi oleh agen asuransi dalam melakukan promosi produk. Asuransi yang bertujuan hanya untuk mendapatkan pemegang polis sebanyak-banyaknya dan memperoleh keuntungan dari pemegang polis tersebut sehingga informasi yang disampaikan berlebihan/ tidak sesuai dengan realita. Kehadiran Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (selanjutnya disingkat dengan UUPK) hadir sebagai bentuk dalam melindungi konsumen atas penyampaian informasi produk asuransi oleh agen asuransi sebagai pihak pelaku usaha.

Adanya permasalahan yang diangkat dalam penulisan skripsi ini adalah bagaimana aspek hukum perlindungan konsumen dalam kegiatan asuransi, selanjutnya bagaimana kedudukan agen asuransi di dalam industri asuyransi, serta bagimana prtanggungjawaban agen asuransi dalam penyampaian informasi produk ditinjau dari UUPK tersebut.

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian hukum yuridis, yakni dengan mengumpulkan data dari berbagai referensi baik melalui buku-buku, perundang-undangan, website dan sumber-sumber referensi lain.

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa hak-hak konsumen produk asuransi (calon/pemegang polis) mengacu pada UUPK, serta pengaturan tentang transparansi informasi mengenai produk asuransi oleh agen asuransi beserta pihak yang bertanggung jawab jelas tertulis di dalam UUPK disertai dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi sebagai pelengkap. Sehingga apabila konsumen merasa dirugikan oleh agen asuransi, yang bertanggungjawab dalam hal ini adalah perusahaan asuransi sebagai pihak pelaku usaha.

Kata kunci : Tanggung jawab, Agen, Asuransi, Produk _________________

*Mahasiswa Fakultas Hukum USU **Dosen Pembimbing I

(4)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Pengasih, atas segala karunia, anugerah, kasih dan penyertaan-Nya kepada Penulis, khususnya selama Penulis menuntut ilmu di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

Untuk memenuhi salah satu syarat meraih gelar Sarjana Hukum dari Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara maka dalam kesempatan ini, Penulis menyusun sebuah Karya Ilmiah dalam bentuk skrispsi dengan judul: “PERTANGGUNGJAWABAN AGEN ASURANSI DALAM PENYAMPAIAN INFORMASI PRODUK DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN”

Penulis menyadari masih begitu baik karena keterbatasan kemampuan dan pengalaman Penulis dalam menyusun skripsi ini. Oleh karena itu Penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan yang diberikan dalam bentuk sumbangan pikiran, dukungan, semangat, saran, motivasi dan doa dari berbagai pihak.

Dalam kesempatan ini dengan segala kerendahan hati Penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum, selaku Pembantu Dekan I Fakultas

(5)

3. Syafruddin Hasibuan, S.H., M.H., D.F.M, selaku Pembantu Dekan II Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara

4. Dr. OK. Saidin, S.H., M.Hum, selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

5. Windha, S.H.,M.Hum., selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara, yang juga merangkap sebagai Dosen

Pembimbing II Penulis yang telah memberikan motivasi dan banyak masukan

serta saran kepada Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Rm;i Siregar. S.H.,M.Hum, selaku Sekretaris Departemen Hukum Ekonomi

yang juga merangkap sebagai Dosen Pembimbing II Penulis yang telah

memberikan motivasi dan banyak masukan serta saran kepada Penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

7. Seluruh Dosen tercinta Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang

telah mengajar dan membimbing Penulis selama mengikuti perkuliahan

hingga sampai selesai.

8. Teristimewa kedua orang tua saya, Papa saya Parlindungan Purba. S.H.,M.M.

dan Ibu saya (Alm.) dr. Maria Betty, spKK atas doa, kasih sayang, nasehat,

bimbingan, dan dukungan moril beserta materil yang menjadi sumber

motivasi bagi Penulis hingga skripsi ini selesai.

9. Saudara tersayang : dr.Agustinus Purba, Margareth Eka Purba. S.H. dan Putri

Purba yang selalu memberikan dukungan, nasehat, semangat dan motivasi

(6)

10. Tante Martha yang selalu mengurus saya dan memberikan motivasi dan

dukungan hingga skripsi ini selesai

11. Kak Maria dan Kak Henny yang membantu saya dalam bekerja sambil

menulis skripsi hingga skripsi ini terselesaikan

12. Teman-teman terbaik: Desi Pranata S.H., Leonard Sinaga,S.H., Greta

Ginting,S.H., Charles, Deny Mulia Ananda yang selalu memberi dukungan

penuh hingga skripsi ini terselesaikan

13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah

memberikan bantuan dan dukungan dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis berharap semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi para pembaca khususnya bagi diri Penulis. Penulis mohon maaf yang sedalam- dalamnya kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang secara langsung maupun tidak langsung memberikan motivasi kepada Penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

Semoga Tuhan memberikan berkat-Nya dan dengan hati yang terbuka Penulis meminta saran dan kritik atas kesempurnaan skripsi ini dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.

Medan, Oktober 2014

Penulis,

(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

ABSTRAKSI ... BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan ... 7

C. Tujuan Penulisan dan Manfaat Penulisan ... 9

D. Keaslian Penulisan ... 9

E. Tinjauan Kepustakaan ... 10

F. Metode Penelitian ... 13

G. Sistematika Penulisan ... 15

BAB II ASPEK HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM KEGIATAN ASURANSI ... 18

A. Usaha Perasuransian ... 18

B. Perlindungan Konsumen menurut Undang-Undang No.8 Tahun 1999 ... 26

C. Peranan pemerintah untuk melindungi konsumen di dalam industri asuransi menurut Undang-Undang No.2 Tahun 1999 ... 43

BAB III KEDUDUKAN AGEN ASURANSI DALAM INDUSTRI ASURANSI ... 47

(8)

C. Tugas dan Kewenangan Agen Asuransi ... 61

BAB IV PERTANGGUNGJAWABAN AGEN ASURANSI DALAM PENYAMPAIAN INFORMASI PRODUK DITINJAU DARI UU NO.8 TAHUN 1999 ... 78

A. Penyampaian Informasi Ditinjau dari UU No.8 tahun 1999 B. Transparansi Penyampaian Informasi Oleh Agen Asuransi Terhadap Pemegang Polis Asuransi ... 83

C. Tanggungjawab Agen Asuransi Sebagai Pelaku Usaha Dalam Penyampaian Informasi Produk Ditinjau Dari UU No.8 Tahun 199992 ... 88

D. Penyelesaian Sengketa Dalam Hal Penyampaian Informasi Produk Menurut UU No.8 Tahun 1999 ... 96

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 104

A. Kesimpulan ... 104

B. Saran ... 105

(9)

ABSTRAK

PERTANGGUNGJAWABAN AGEN ASURANSI DALAM PENYAMPAIAN INFORMASI PRODUK DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO.8 TAHUN

1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN *Patricia Purba

**Ramli Siregar ***Windha

Perusahaan asuransi di Indonesia berkembang secara cepat. Produk jasa asuransi yang ditawarkan kepada masyarakat melalui agen asuransi terdiri dari berbagai jenis sesuai dengan kebutuhan masyarakat Indonesia sehingga perusahaan-perusahaan asuransi di Indonesia bersaing untuk mendapatkan pemegang polis sebagai konsuymen perusahaan asuransi tersebut. Ketatnya persaingan antara perusahaan asuransi tidak menutup kemungkinan untuk terjadinya kesalahan dalam penyampaian informasi oleh agen asuransi dalam melakukan promosi produk. Asuransi yang bertujuan hanya untuk mendapatkan pemegang polis sebanyak-banyaknya dan memperoleh keuntungan dari pemegang polis tersebut sehingga informasi yang disampaikan berlebihan/ tidak sesuai dengan realita. Kehadiran Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (selanjutnya disingkat dengan UUPK) hadir sebagai bentuk dalam melindungi konsumen atas penyampaian informasi produk asuransi oleh agen asuransi sebagai pihak pelaku usaha.

Adanya permasalahan yang diangkat dalam penulisan skripsi ini adalah bagaimana aspek hukum perlindungan konsumen dalam kegiatan asuransi, selanjutnya bagaimana kedudukan agen asuransi di dalam industri asuyransi, serta bagimana prtanggungjawaban agen asuransi dalam penyampaian informasi produk ditinjau dari UUPK tersebut.

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian hukum yuridis, yakni dengan mengumpulkan data dari berbagai referensi baik melalui buku-buku, perundang-undangan, website dan sumber-sumber referensi lain.

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa hak-hak konsumen produk asuransi (calon/pemegang polis) mengacu pada UUPK, serta pengaturan tentang transparansi informasi mengenai produk asuransi oleh agen asuransi beserta pihak yang bertanggung jawab jelas tertulis di dalam UUPK disertai dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi sebagai pelengkap. Sehingga apabila konsumen merasa dirugikan oleh agen asuransi, yang bertanggungjawab dalam hal ini adalah perusahaan asuransi sebagai pihak pelaku usaha.

Kata kunci : Tanggung jawab, Agen, Asuransi, Produk _________________

*Mahasiswa Fakultas Hukum USU **Dosen Pembimbing I

(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hakekat kehidupan manusia di dunia selalu dihadapkan pada peristiwa yang

tidak pasti. Peristiwa ketidakpastian itu dapat mengakibatkan keuntungan atau

kerugian. Kerugian sebagai akibat dari hilangnya jiwa tidak dapat dinilai dengan

uang karena manusia hidup itu mempunyai kemampuan untuk menghasilkan.

Besarnya kerugian tersebut akan berpengaruh pada berkurangnya atau lenyapnya

nilai ekonomis hidupnya.

Salah satu cara manusia untuk mengalihkan resikonya sendiri adalah dengan

melakukan perjanjian pengalihan resiko dengan pihak lain. Perjanjian sejenis ini

disebut asuransi atau pertanggungan, karena asuransi adalah perjanjian antara

penanggung dan tertanggung yang mewajibkan tertanggung membayar sejumlah

premi untuk memberikan penggantian atas risiko kerugian, kerusakan, kematian,

atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin terjadi atas peristiwa

yang tak terduga.1

Industri asuransi merupakan sarana pengerahan dan pemupukan dana

masyarakat, disamping berperan sebagai sarana perlindungan terhadap resiko.

Artinya, asuransi merupakan salah satu lembaga keuangan yang patut

diperhitungkan terutama dukungan investasi dalam pembiayaan pembangunan dan

meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Hal ini memberikan kesimpulan bahwa segala kerugian yang

mungkin timbul di masa yang akan datang dipindahkan kepada penanggung.

1

(11)

Perusahaan asuransi memiliki karakteristik tersendiri karena produk yang

dijual disini adalah tidak nyata karena tidak dapat dilihat dan disentuh. Tidak

seperti produk lain, produk asuransi hanya dapat dirasakan manfaatnya karena

produk yang dijual pada asuransi sebenarnya adalah tanggung jawab itu dari pihak

penanggung dalam memberikan penggantian atas kerugian yang diterima oleh

pihak tertanggung terhadap obyek asuransi.

Perkembangan asuransi di Indonesia sudah mulai mendapatkan perhatian

serius dari masyarakat. Industri ini bahkan banyak diminati oleh penanggung

asing. Keadaan inilah yang mengharuskan perusahaan-perusahaan lokal untuk

meningkatkan penjualan jasa asuransinya agar dapat tumbuh, bertahan dan

berkembang seiring banyaknya perusahaan asing yang masuk. Untuk itu,

penanggung nasional harus mengantisipasi arus globalisasi tersebut dengan tidak

menggantungkan diri dengan cara yang lampau,kegiatan perusahaan harus

dilakukan tepat pada sasarannya.

Peningkatan efisiensi dan menekan biaya yang bertujuan sebagai kebutuhan

utama menyebabkan industri asuransi perlu memperbaiki sistem dan prosedur

yang selama ini dianut. Bila diperlukan harus dilakukan secara menyeluruh dan

menyentuh, tidak saja segi-segi underwriting dan akseptasi karena hal ini

bertujuan untuk mengurangi adanya klaim.2

2

Peluang Bisnis di Indonesia, http:/

Disamping itu, seiring tumbuh dan

berkembangnya teknologi dan informasi, pengembangan produk dan program

asuransi harus dapat memenuhi kebutuhan pasar.

(12)

Asuransi merupakan bisnis yang mempertaruhkan kredibilitas suatu

perusahaan, kepercayaan masyarakat khususnya nasabah adalah yang utama,

karena tanpa kepercayaan, industri ini akan mati secara perlahan-lahan,maka suatu

perusahaan wajiblah bertanggungjawab penuh terhadap nasabah .

Untuk menjaga kepercayaan tersebut dibutuhkan kerjasama serta itikad yang

baik dari pihak penanggung maupun pihak tertanggung untuk dapat melaksanakan

perjanjian asuransi seperti yang telah tercantum dalam polis. Penanggung dalam

membangun jalur pemasaran yang menjadi penghubung antara penanggung dan

tertanggung, memerlukan agen yang berfungsi menjadi basis pemasaran produk

dari penanggung tersebut. Agen berperan penting sebagai jembatan komunikasi

antara penanggung dan tertanggung.

Agen melakukan kegiatan memasarkan produk asuransi untuk

memasarkan produk asuransi agen harus memahami tentang produk dan manfaat

dari produk tersebut. Pengetahuan dan itikad baik dari seorang agen menjadi

penting karena agen bekerja sebagai basis pemasaran penanggung, sehingga jika

terjadi suatu evenemen pada tertanggung, penanggung akan bertanggungjawab

dengan membayar uang pertanggungan sesuai dengan yang diperjanjikan

sebelumnya. Terjadinya ketidakbenaran dalam penyampaian informasi produk

akan berdampak pada klaim tertanggung yang ditujukan pada penanggung.

Alasan batalnya pertanggungan, dapat menjadi alasan bagi penanggung untuk menghindar dari tanggung jawab membayar ganti kerugian pada

(13)

telah disepakati. Kenyataan seperti ini akan sangat mengecewakan, terutama bagi tertanggung yang jujur yang berharap akan mendapatkan ganti kerugian dari resiko yang diterimanya.

Suatu kegiatan asuransi dapat kita simpulkan sesuai fungsinya bahwa pihak

agen asuransi diibaratkan sebagai pelaku usaha dan nasabah diibaratkan sebagai

konsumen. Kenyataan bahwa pelaku usaha dan konsumen adalah dua pihak yang

saling memerlukan satu sama lain adalah benar adanya karena agen asuransi

memerlukan nasabah di dalam mata pencahariannya, begitu pula konsumen

sebagai nasabah memerlukan barang dan jasa dari pelaku usaha/agen asuransi

guna memenuhi keperluannya karena apabila nasabah tidak bertemu dengan agen

asuransi, sangatlah sulit nasabah tersebut untuk menentukan kebutuhan manakah

yang sangat dibutuhkannya pada saat ini dan bagaimana cara mendapatkan polis

asuransi tersebut. Di dalam kenyataanya, seringkali konsumen dirugikan oleh

pelaku usaha yang tidak jujur dan suka memanfaatkan keadaan pihak konsumen

yang apabila ditinjau dari aspek hukum merupakan tindak pelanggaran hukum.

Hal ini mengakibatkan pihak nasabah membayar sejumlah uang namun hal

tersebut ternyata di dalam kenyataanya sangat tidak ada manfaatnya bagi nasabah

itu sendiri. Di sisi lain, karena ketidaktahuan, ketidaksadaran konsumen akan

haknya sebagai konsumen, maka konsumen menjadi korban dari pelaku usaha

yang culas. Guna melindungi dan menumbuhkembangkan kesadaran konsumen

akan hak-haknya, Pemerintah Indonesia mengeluarkan Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (selanjutnya disingkat dengan

(14)

Pasal 1 ayat (2) UUPK menjelaskan bahwa konsumen adalah setiap orang

pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi

kepentingan diri sendiri,keluarga,orang lain, maupun makhluk hidup lain dan

tidak untuk diperdagangkan.

Pernyataan tidak untuk diperdagangkan yang dinyatakan dalam definisi

konsumen ini ternyata memang dibuat sejalan dengan pengertian pelaku usaha

yang diberikan oleh UUPK pada Pasal 1 ayat (3) yang menyatakan bahwa yang

dimaksud dengan pelaku usaha adalah setiap perseorangan atau badan usaha, baik

yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan

berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Kesatuan

Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian

menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.

Hal ini menunjukkan bahwa tidak hanya produsen pabrikan yang

menghasilkan barang dan/atau jasa yang tunduk pada UUPK. Para rekanan

termasuk para agen, distributor, serta jaringan yang melaksanakan fungsi

pendistribusian dan pemasaran barang dan/atau jasa kepada masyarakat luas

selaku pemakai atau pengguna barang dan/atau jasa pun tunduk pada UUPK.3

Pasal 1 ayat (1) UUPK menyatakan bahwa yang dimaksud perlindungan

konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk

memberi perlindungan kepada konsumen. Dari pasal ini tampak jelas bahwa

konsumen butuh perlindungan hukum karena di dalam posisinya yang rentan

dalam gangguan pelaku usaha yang nakal dan juga tidak bertanggungjawab atas

3

(15)

barang yang dijualnya seperti salah satu contohnya memberikan ekspektasi yang

terlalu tinggi namun jauh dari kenyataan.

Perlindungan konsumen sangatlah penting karena konsumen berada dalam

posisi yang lemah, akibat adanya kesenjangan antara konsumen dengan pelaku

usaha yaitu kesenjangan pengetahuan dan informasi, sehingga perlu dilindungi

berbagai haknya. Dalam dunia usaha, penyampaian pesan dari produsen kepada

konsumen disebut dengan promosi. Menurut UUPK, promosi adalah kegiatan

pengenalan atau penyebarluasan informasi suatu barang dan/atau jasa,untuk

menarik minat beli konsumen terhadap barang dan/atau jasa yang akan dan sedang

diperdagangkan.

Informasi yang disampaikan pelaku usaha kepada konsumen atas barang

dan/atau jasa yang ditawarkan harus lengkap, benar, jelas dan jujur.

1. Lengkap dalam arti, jangan ada informasi yang sengaja disembunyikan,

sehingga konsumen di kemudian hari tidak dirugikan atas barang dan/atau jasa

yang dikonsumsi.

2. Benar, dalam arti yang berkaitan dengan bahan baku, bahan penolong,

komposisi, kadaluarsa, kemanjuran/khasiat, kehalalan, isi atau syarat-syarat

dalam perjanjian dan sebagainya.

3. Jelas, dalam arti pemaparan atau pengungkapannya,tidak boleh menimbulkan

arti ganda yang dapat menyesatkan konsumen.

4. Jujur, dalam arti informasi disampaikan harus dilakukan/dibuat oleh orang

(16)

Penyampaian informasi yang lengkap, benar, jelas dan jujur adalah

merupakan salah satu kewajiban pelaku usaha, sebaliknya kewajiban pelaku usaha

tersebut merupakan hak konsumen. Kenyataannya, masih sering dijumpai

penyampaian informasi produk yang dilakukan oleh agen asuransi yang

merugikan konsumen. Kondisi ini tentu saja sangat merugikan bagi konsumen

karena telah dibohongi dengan penyampaian informasi produk yang ditawarkan

oleh agen asuransi menyebabkan suatu pemikiran bahwa masyarakat perlu

mendapatkan perlindungan hukum dari penyampaian informasi produk yang

dilakukan oleh agen asuransi yang bersifat menyesatkan.

Era baru perlindungan konsumen di Indonesia ditandai dengan disahkannya

UUPK. Undang-undang ini menempatkan perlindungan konsumen ke dalam suatu

koridor sistem hukum perlindungan konsumen yang merupakan bagian dari

sistem hukum nasional. Sehubungan dengan hal tersebut, maka Badan Pembinaan

Hukum Nasional bermaksud mengadakan kegiatan kompilasi terhadap

perlindungan konsumen terutama dalam kaitannya dengan kegiatan penyampaian

inforamsi produk oleh agen asuransi.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka pokok permasalahan yang akan dibahas

didalam skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah aspek hukum perlindungan konsumen dalam kegiatan asuransi?

2. Bagaimanakah kedudukan agen asuransi dalam industri asuransi?

3. Bagaimanakah pertanggungjawaban agen asuransi dalam penyampaian

(17)

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan utama dalam pembahasan skripsi yang berjudul

“Pertanggungjawaban Agen Asuransi Dalam Penyampaian Produk Ditinjau dari

Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen“ adalah

sebagai pemenuhan tugas akhir untuk memperoleh gelar sarjana hukum pada

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Selain itu, penulisan pembahasan skripsi ini juga bertujuan, antara lain:

1. Untuk mengetahui dan memahami apa yang menjadi aspek hukum

perlindungan konsumen di dalam kegiatan asuransi

2. Untuk memahami secara jelas bagaimana kedudukan agen asuransi di dalam

industri asuransi

3. Untuk mengetahui bagaimana pertanggungjawaban agen asuransi di dalam

penyampaian informasi produk ditinjau dari UUPK

Adapun manfaat yang ingin dicapai dan diperoleh dari penulisan skripsi ini

adalah sebagai berikut :

1. Secara teoritis, pembahasan terhadap masalah-masalah yang telah dirumuskan

diharapkan dapat dijadikan sebagai sumbangan di bidang perlindungan

konsumen, khususnya berkaitan dengan pertanggungjawaban agen asuransi

dalam penyampaian informasi produk.Selain itu,hasil pemikiran ini juga akan

dapat menambah khasanah kepustakaan di bidang perlindungan konsumen

pada umumnya, dan agen asuransi pada khususnya

2. Secara praktis, pembahasan terhadap permasalahan ini diharapkan dapat

(18)

dalam menentukan kebijakan dan langkah-langkah untuk memberikan

perlindungan hukum yang baik terhadap konsumen yang berkaitan dengan

agen asuransi dalam penyampaian informasi produk, juga bagi produsen, serta

masyarakat umum mengenai berbagai problema praktis yang dihadapi dalam

menegakkan hak dari konsumen dalam memperoleh informasi produk,

terutama penyampaian informasi produk oleh agen asuransi sebagai landasan

operasional bagi instansi yang terkait dalam menanggulangi

hambatan-hambatan dalam penerapan peraturan perlindungan konsumen pada umumnya,

hak konsumen atas penyampaian informasi produk yang benar oleh agen

asuransi pada khususnya.

D. Keaslian Penulisan

Penulisan skripsi ini didasarkan kepada ide, gagasan, maupun pemikiran

secara pribadi dari awal hingga akhir penyelesaian. Ide maupun gagasan yang

timbul karena melihat keadaan yang berkembang mengenai pertanggungjawaban

agen asuransi dalam penyampaian produk ditinjau dari UUPK dengan semakin

berkembangnya asuransi. Artinya tulisan ini bukanlah merupakan hasil ciptaan

ataupun karya orang lain yang diambil secara utuh. Oleh karena itu, keaslian dari

penulisan ini terjamin adanya. Kalaupun ada pendapat dan kutipan dari penulisan

ini, hal tersebut merupakan semata-mata adalah sebagai faktor pendorong dan

pelengkap dalam usaha menyusun dan menyelesaikan penulisan ini, karena hal ini

(19)

E. Tinjauan Kepustakaan

Permasalahan yang sering timbul dalam masyarakat Indonesia adalah

bagaimana sebuah asuransi menindaklanjuti klaim-klaim yang timbul atas

pertanggungan yang diperjanjikan di polis antara penanggung dan tertanggung,

sehingga memunculkan kekhawatiran di kalangan masyarakat tentang tanggung

jawab dari perusahaan perusahaan asuransi yang ada di Indonesia saat ini. 4

Kehadiran agen asuransi untuk dapat membantu masyarakat dalam hal ini

disebut tertanggung dalam masalah penyelesaian klaim asuransi maupun

penutupan asuransi.5

Fungsi dan peranan agen asuransi di belahan dunia lain sudah sangat

berkembang dan hampir seluruh transaksi asuransi melalui agen asuransi. Oleh

sebab itulah mengapa agen asuransi dinyatakan suatu elemen yang penting di

dalam suatu industri asuransi. Agen asuransi dibentuk dalam badan hukum dan Agen asuransi adalah suatu badan hukum yang dibentuk

dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat akan suatu badan yang dapat

membantu mereka dalam membeli produk asuransi dan mendampingi pada saat

terjadi klaim, dengan kondisi masyarakat tertanggung sangat awam dengan

persyaratan polis asuransi dan disisi lain pihak perusahaan asuransi sangatlah

paham sehingga pemerintah merasa perlu untuk membentuk agen asuransi melalui

peraturan yaitu Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha

Perasuransian (selanjutnya disingkat dengan UUUP) yang bertujuan melindungi

kepentingan masyarakat luas.

4

Azwar dan Azrul., Pengantar Administrasi Kesehatan (Jakarta : Bina Rupa Aksara, 1999), hlm. 32.

5

(20)

harus memiliki ijin dari Departemen Keuangan dengan persyaratan cukup ketat

dan diatur secara jelas dalam UUUP.

Memasuki era industrialisasi ini berbagai hal perlu mendapat perhatian yang

lebih serius lagi dimulai dari penyediaan sumber daya manusia yang berkualitas,

penguasaan ilmu dan teknologi untuk mengantisipasi tuntutan akan barang

dan/atau jasa yang berkualitas, banyak terjadi persaingan yang lebih ketat baik

terjadi di dalam negeri maupun di luar negeri sebagai akibat dari globalisasi dan

perdagangan bebas. Sementara dibalik itu, kedudukan konsumen masih lemah.

Pembangunan yang dilakukan membawa akibat sampingan yang kompleks

yang memerlukan penanganan yang serius, khususnya masalah di dalam

perlindungan konsumen. Kebutuhan hukum dan perkembangan kesadaran hukum

dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara senantiasa berkembang (dinamis)

sejalan dengan perkembangan pembangunan di dalam segala bidang. Kondisi

seperti ini mengakibatkan pembinaan hukum harus mampu mengarahkan dan

menampung kebutuhan-kebutuhan hukum yang sesuai dengan tingkat kemajuan

pembangunan di dalam segala bidang sehingga tercapai ketertiban, keadilan dan

kepastian hukum yang mengarahkan kepada peningkatan kesejahteraan

masyarakat.

Kenyataan menunjukkan, beragam faktor penting yang menunjukkan

lemahnya kedudukan konsumen. Menurut hasil penelitian Badan dan Pembinaan

Hukum Nasional (BPHN), faktor-faktor yang melemahkan konsumen adalah : 6

1. Masih rendahnya tingkat kesadaran konsumen akan haknya

6

(21)

2. Belum terkondisinya masyarakat konsumen karena sebagai masyarakat belum

tahu akan hak-hak dan kemana haknya disalurkan jika mendapatkan kesulitan

atau kekurangan dari standar barang dan/atau jasa yang sewajarnya.

3. Belum terkondisinya masyarakat konsumen menjadi masyarakat yang

mempunyai kemauan menuntut hak-haknya

4. Proses peradilan yang ruwet dan waktu yang berkepanjangan

5. Posisi konsumen yang lemah.

Hukum perlindungan konsumen tidak dapat berdiri sendiri sebagai suatu

sistem tetapi harus terintegrasi juga kedalam suatu sistem perekonomian, yang di

dalamnya terlibat juga pelaku usaha. Sistem perekonomian yang semakin

kompleks berdampak pada perubahan konstruksi hukum dalam hubungan antara

produsen dan konsumen. Perubahan konstruksi hukum diawali dengan perubahan

paradigma hubungan antara konsumen dan produsen. Hubungan yang semula

dibangun diatas prinsip caveat emptor (yang menekankan konsumen haruslah

berhati-hati dalam melakukan transaksi dengan produsen) berubah menjadi

prinsip caveat venditor (yang menekankan kesadaran produsen untuk melindungi

konsumen). Ketidakseimbangan posisi ini sangat perlu dikompensasi dengan

berbagai upaya, baik melalui gerakan perlindungan konsumen, perangkat

kelembagaan, dan hukum maupun berbagai upaya lain agar konsumen bisa

mengkonsumsi barang dan/atau jasa, khususnya pangan yang diinginkan secara

aman.

Pemerintah wajib memikirkan berbagai kewajiban yang arahnya adalah

(22)

konsumen dari situasi tersebut. Penjabaran mengenai hak-hak konsumen melalui

undang-undang khususnya di Indonesia merupakan bagian dari implementasi

sebagai suatu negara kesejahteraan, karena Undang-Undang Dasar 1945 beserta

amandemennya di samping sebagai konstitusi politik juga disebut sebagai

konstitusi ekonomi yaitu konstitusi yang mengandung ide negara kesejahteraan

yang tumbuh berkembang karena pengaruh sosialisme sejak abad ke-19.

Perlindungan hukum terhadap konsumen yang diberikan oleh negara

haruslah segera dapat diimplementasikan dalam kerangka kehidupan ekonomi.

Hal ini penting mengingat bahwa perlindungan konsumen haruslah menjadi salah

satu perhatian yang utama karena berkaitan erat dengan kesehatan dan

keselamatan masyarakat sebagai konsumen.

F. Metode Penelitian

Metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini terdiri dari :

1. Spesifikasi penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif yang berarti salah satu jenis penelitian

yang tujuannya untuk menyajikan gambaran lengkap mengenai setting sosial

untuk eksplorasi dan klasifikasi mengenai suatu fenomena atau kenyataan sosial

dengan jalan mendeskripsikan sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah

dan unit yang diteliti antara fenomena yang diuji dengan yang tertulis di dalam

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Sedangkan materi penelitian ini adalah berdasarkan data sekunder dan data

(23)

Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk meneliti penerapan ketentuan –

ketentuan perundang-undangan (hukum positif) dalam bidang perlindungan

konsumen. Dengan demikian penelitian yang dilakukan merupakan penelitian

hukum yuridis yaitu suatu penelitian dengan mengambil kerangka penelitian

berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, yang kemudian hasilnya

akan dipaparkan dalam bentuk deskripsi berupa pemaparan hal-hal yang

ditemukan dalam penelitian tersebut.

2. Data penelitian

Penelitian data dalam skripsi ini berasal dari :

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, yakni :

1) Norma dan kaidah dasar, yaitu Pembukuan Undang-Undang Dasar 1945,

2) Peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan

konsumen yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999

b. Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum

primer, seperti : buku-buku, hasil-hasil penelitian, karya dari kalangan hukum

dan sebagainya.

c. Bahan hukum tertier atau bahan hukum penunjang, mencakup :

1) Bahan-bahan yang memberi petunjuk-petunjuk maupun penjelasan terhadap

hukum primer dan sekunder

2) Bahan-bahan primer, sekunder dan tertier (penunjang) di luar bidang hukum

seperti kamus, insklopedia, majalah, koran, makalah dan sebagainya yang

(24)

3. Teknik pengumpulan data

Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini

adalah melalui studi dokumen dan penelusuran kepustakaan yang merupakan

teknik pengumpulan data dalam bentuk sekunder.

4. Analisis data

Analisis data yang dilakukan secara kualitatif yakni pemilihan teori-teori,

asas-asas, norma-norma, doktrin dan pasal-pasal di dalam undang-undang

terpenting yang relevan dengan permasalahan. Membuat sistematika dari

data-data tersebut sehingga akan menghasilkan klasifikasi tertentu sesuai dengan

permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini. Data yang dianalisis secara

kualitatif akan dikemukakan dalam bentuk uraian secara sistematis pula,

selanjutnya semua data diseleksi, diolah kemudian dinyatakan secara deskriptif

sehingga dapat memberikan solusi terhadap permasalahan yang dimaksud.

G. Sistematika Penulisan

Penulisan penelitian ini secara garis besar terdiri dari 5 bab dan sub-sub bab

yang diuraikan sebagai berikut :

Bab I PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan secara umum mengenai keadaan-keadaan yang

berhubungan dengan objek penelitian mulai latar belakang pemilihan

judul, rumusan masalah, kegunaan penelitian, keaslian penulisan,

(25)

Bab II ASPEK HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM

KEGIATAN ASURANSI

Bab ini akan membahas mengenai segala hal tentang usaha

perasuransian, dan hubungannya dengan perlindungan konsumen

berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen dan juga peran serta pemerintah di dalam

usaha perasuransian ini yang mengacu pada Undang-Undang Nomor 2

Tahun 1992 tentang Asuransi.

Bab III KEDUDUKAN AGEN ASURANSI DALAM INDUSTRI

ASURANSI

Bab ini akan membahas mengenai kedudukan agen asuransi di dalam

industri asuransi, yang mana akan membahas secara lengkap

mengenai pengertian agen asuransi dan apa saja yang akan menjadi

tugas dan kewenangan agen asuransi tersebut di dalam menjalankan

tugasnya.

Bab IV PERTANGGUNGJAWABAN AGEN ASURANSI DALAM

PENYAMPAIAN INFORMASI PRODUK DITINJAU DARI UU

NO.8/1999

Bab ini akan membahas lebih lanjut mengenai pertanggungjawaban

agen asuransi tersebut di dalam penyampaian informasi produk yang

akan ditinjau berdasarkan Undang-Undang No.8 Tahun 1999

mengenai Perlindungan Konsumen. Di dalam bab ini akan dijabarkan

(26)

saja yang akan menjadi tanggungjawab agen asuransi tersebut dalam

mempertanggungjawabkan produk yang akan ditawarkannya.

Bab V KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini akan ditarik suatu kesimpulan setelah dilakukan

pembahasan pada bab-bab sebelumnya, untuk kemudian diberikan

(27)

BAB II

ASPEK HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN KEGIATAN ASURANSI

A. Usaha Perasuransian

Usaha perasuransian pada mulanya masuk ke Indonesia pada waktu

penjajahan Belanda yang pada saat itu negara Indonesia masih disebut dengan

Nederlands Indie. Keberadaan asuransi di negara kita sebagai akibat berhasilnya

Bangsa Belanda dalam sektor perkebunan dan perdagangan di negeri jajahannya.

Untuk menjamin kelangsungan usahanya, maka adanya asuransi mutlak

diperlakukan. Dengan demikian usaha perasuransian di Indonesia dapat dibagi

dalam dua kurun waktu yakni zaman penjajahan sampai tahun 1942 dan zaman

sesudah Perang Dunia II atau zaman kemerdekaan. Perusahaan-perusahaan

asuransi yang ada di zaman Hindia Belanda pada zaman penjajahan itu adalah :

1. Perusahaan-perusahaan yang didirikan oleh orang Belanda

2. Perusahaan-perusahaan yang merupakan kantor cabang dari perusahaan

asuransi yang berkantor pusat di Belanda, Inggris dan negara lainnya.

Dengan sistem monopoli yang dijalankan di Hindia Belanda, perkembangan

asuransi kerugian di Hindia Belanda terbatas pada kegiatan dagang dan

kepentingan bangsa Belanda, Inggris dan bangsa Eropa lainnya sehingga manfaat

dan peranan asuransi belum dikenal oleh masyarakat, terutama oleh masyarakat

(28)

Jenis asuransi yang telah diperkenalkan di Hindia Belanda pada waktu itu

masih sangat terbatas dan sebagian besar terdiri dari asuransi kebakaran dan

pengangkutan. Asuransi kendaraan bermotor masih belum memegang peran

karena jumlah kendaraan bermotor sangat sedikit dan hanya dimiliki oleh Belanda

dan bangsa asing lainnya.

Pada zaman penjajahan tidak tercatat adanya perusahaan asuransi kerugian

satupun. Selama terjadinya Perang Dunia II kegiatan perasuransian di Indonesia

praktis berhenti, terutama karena pemisahan perusahaan asuransi milik Belanda

dan Inggris.

Setelah Perang Dunia II usai, perusahaan-perusahaan Belanda dan Inggris

kembali beroperasi di negara yang sudah merdeka ini. Sampai tahun 1964 pasar

industri asuransi di Indonesia masih dikuasai oleh perusahaan asing terumata

Belanda dan Inggris. Pada awal mulanya beroperasi di Indonesia mereka

mendirikan sebuah badan yang disebut “Bataviasche Verzekerings Unie” (BVU)

pada tahun 1946 yang melakukan kegiatan asuransi secara kolektif. Kemudian

mulailah bermunculan berbagai perusahaan asuransi baik lokal maupun asing di

Indonesia hingga saat ini.7

Usaha perasuransian di Indonesia terus berkembang sehingga menjadi salah

satu kegiatan usaha yang diatur oleh pemerintah karena di dalamnya merupakan

kegiatan yang berkaitan dengan pengumpulan dana masyarakat. Usaha

perasuransian ini telah disahkan pada tanggal 11 Februari 1992 yaitu

Undang-7

(29)

Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian (selanjutnya disingkat

dengan UUUP).8

Peraturan mengenai usaha perasuransian tersebut merupakan hukum publik

yang mengatur kegiatan usaha perasuransian, sedangkan perjanjian yang timbul

sehubungan dengan kontrak asuransi diatur tersendiri di dalam Kitab

Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) yang merupakan hukum privat.9

Menurut UUUP, kegiatan asuransi merupakan salah satu kegiatan

menghimpun dana masyarakat yang pada akhirnya akan dikembalikan kepada

masyarakat dalam bentuk manfaat asuransi. Meskipun sama-sama menghimpun

dana, kegiatan perasuransian tidak sama dengan kegiatan perbankan. Salah satu

perbedaan yang sangat prinsip dan mencolok adalah jika konsumen akan

mendapatkan bunga setelah uang tersebut disimpan di bank selama beberapa hari,

bulan, bahkan tahun. Sebaliknya, apabila konsumen menggunakan uangnya untuk

membayar premi asuransi jiwa selama masa pertanggungan, kompensasinya

adalah konsumen mendapatkan manfaat asuransi jiwa berupa proteksi selama

masa pertanggungan dan sejumlah uang pertanggungan pada waktu berakhirnya

masa pertanggungan.10

Asuransi atau pertanggungan merupakan suatu perjanjian yang mengikat antara pihak penanggung dengan pihak yang tertanggung yang mana dalam hal ini pihak penanggung akan menerima premi asuransi dari pihak tertanggung yang sebagai gantinya pihak tertanggung akan mendapatkan tanggung jawab dari pihak penanggung atas terjadinya suatu kerugian, kerusakan, kehilangan keuntungan

8

Usaha Perasuransian,

2014). 9

Asuransi,

10

(30)

yang diharapkan yang merupakan suatu peristiwa yang tidak dapat diduga sebelumnya.11

Bahan pertanggungan atau yang dikatakan sebagai obyek asuransi adalah hal-hal yang dapat ditanggung oleh pihak penanggang adalah berupa benda-benda yang dimiliki oleh pihak tertanggung, jasa pihak tertanggung, jiwa dan raga pihak tertanggung serta materil yang hilang dikarenakan oleh suatu kejadian yang merugikan pihak tertanggung dan kerusakan yang bukan disengaja. Sebagai contoh adalah sebuah kecelakaan mobil yang mengakibatkan mobil tersebut hancur. Apabila mobil tersebut sebelumnya telah diasuransikan, maka mobil itu menjadi tanggungjawab pihak penanggung.12

Perusahaan Perasuransian adalah Perusahaan Asuransi yang bergerak dibidang Kerugian, Jiwa, Reasuransi, Pialang Asuransi, Pialang Reasuransi, Agen Asuransi, Penilai Kerugian Asuransi dan Perusahaan Konsultas Aktuaria.13 Usaha Perasuransian dibagi menjadi 2 (dua) sesuai dengan penjabaran diatas, yaitu :14

1. Usaha Asuransi

a. Usaha Asuransi Kerugian, yaitu usaha yang memberikan jasa dalam

penanggulangan resiko atas kerugian, dan tanggung jawab hukum kepada

pihak ketiga, yang timbul dari peristiwa yang tidak pasti.

b. Usaha Asuransi Jiwa, yaitu usaha yang memberikan jasa dalam

penanggulangan resiko yang dikaitkan dengan hidup atau meninggalnya

seseorang yang dipertanggungkan.

c. Usaha Reasuransi, yaitu usaha yang memberikan jasa dalam

pertanggungan ulang terhadap resiko yang dihadapi oleh perusahaan

asuransi kerugian dan atau perusahaan asuransi jiwa.

2. Usaha Penunjang Usaha Asuransi

11

Republik Indonesia, Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 tentang Pengertian Asuransi atau Pertanggungan, Pasal 1 ayat (1)

12

Ibid, Pasal 1 ayat (2) 13

Ibid , Pasal 1 ayat (4)

14

(31)

a. Usaha Pialang Asuransi yaitu usaha yang memberikan jasa keperantaraan

dalam penutupan asuransi dan penanganan penyelesaian ganti rugi

asuransi dengan bertindak untuk kepetingan tertanggung.

b. Usaha Pialang Reasuransi yaitu usaha yang memberikan jasa

keperantaraan dalam penempatan reasuransi dan penanganan penyelesaian

ganti rugi reasuransi dengan bertindak untuk kepentingan perusahaan

asuransi.

c. Usaha Penilai Kerugian Asuransi, yaitu usaha yang memberikan jasa

penilaian terhadap kerugian obyek asuransi yang dipertanggungkan.

d. Usaha Konsultan Aktuaria, yaitu usaha yang memberikan jasa konsultasi

aktuaria.

e. Usaha Agen Asuransi, yaitu usaha yang memberikan jasa keperantaraan

dalam rangka pemasaran jasa asuransi untuk dan atas nama penanggung.

Hanya terdapat 3 (tiga) badan hukum yang dianggap layak untuk melakukan usaha perasuransian. Ketiga badan hukum tersebut adalah Perusahaan Perseroan (selanjutnya disingkat dengan PERSERO), Koperasi dan Usaha Bersama

(Mutual).15 PERSERO adalah perusahaan yang semua modalnya berbentuk saham, yang jenis peredarannya tergantung jenis saham tersebut.16

Perseroan terbatas diatur pada Pasal 1 undang-undang perseroan terbatas yaitu badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha degan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaanya. Koperasi adalah badan usaha yang

berlandaskan asas-asas kekeluargaan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian yang menegaskan pengertian koperasi pada

Persero adalah suatu bentuk usaha yang berbentuk perseroan terbatas yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

15

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Perusahaan Perasuransian, Pasal 7 ayat (1).

16

(32)

Pasal 1 ayat (1) yaitu badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan. Lain pula dengan Usaha Bersama (Mutual) yang merupakan badan usaha namun peraturan undang-undangnya belum ada, untuk sementara ketentuan tentang usaha perasuransian yang berbentuk usaha bersama akan diatur dengan Peraturan

Pemerintah.17 Usaha bersama (mutual) dapat dikategorikan sebagai persekutuan perdata (maatschap). Di dalam hal kepemilikan perusahaan perasuransian, perusahaan perasuransian hanya dapat didirikan oleh :18

1. Warga Negara Indonesia (WNI) dan atau badan hukum Indonesia yang

sepenuhnya dimiliki warga negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia

2. Perusahaan perasuransian yang pemiliknya sebagaimana dimaksud dalam

angka 1, dengan perusahaan perasuransian yang tunduk pada hukum asing

Setiap pihak yang melakukan usaha perasuransian wajib mendapatkan izin usaha dari menteri, kecuali bagi perusahaan yang menyelanggarakan Program Asuransi Sosial.19 Program asuransi sosial adalah suatu program yang merupakan turun tangan dari pemerintah yang bersifat memberikan perlindungan bagi masyarakat.20 Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk mendapatkan izin usaha butuh memenuhi beberapa persyaratan mengenai :21

a. Anggaran dasar

b. Susunan organisasi

c. Permodalan

d. Kepemilikan

e. Keahlian di bidang perasuransian

f. Kelayakan rencana kerja

17

Republik Indonesia, Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 tentang Perusahaan Perasuransian, Pasal 7 ayat (3).

18

Ibid

19

Ibid, Pasal 9 ayat (1).

20

Jenis Badan Usaha Indonesia, www.akademiasuransi.org (diakses tanggal 21 Juli 2014).

21

(33)

g. Hal-hal lain yang diperlukan untuk mendukung pertumbuhan usaha

perasuransian secara sehat

Selain dalam perlunya suatu perizinan dalam usaha perasuransian, suatu usaha perasuransian membutuhkan pengawasan yang wajib dilakukan oleh menteri.22 Hal-hal didalam usaha perasuransian yang memerlukan pembinaan dan pengawasan meliputi:23

1. Kesehatan keuangan bagi perusahaan asuransi kerugian, perusahaan

asuransi jiwa dan perusahaan reasuransi, yang terdiri dari:

a. Batas tingkat solvabilitas;

b. Retensi sendiri;

c. Reasuransi;

d. Investasi;

e. Cadangan teknis; dan

f. Ketentuan-Ketentuan lain yang berhubungan dengan kesehatan

keuangan;

2. Penyelenggaraan usaha, yang terdiri dari:

a. Syarat-syarat polis asuransi;

b. Tingkat premi;

c. Penyelesaian klaim;

d. Persyaratan keahlian di bidang perasuransian; dan

e. Ketentuan-ketentuan lain yang berhubungan dengan penyelenggaraan

usaha;

Segala hal yang mengatur masalah perusahaan perasuransian telah diatur, namun apabila dalam suatu hal terdapat pelanggaran terhadap ketentuan dalam

22

Ibid , Pasal 10. 23

(34)

undang-undang ini atau peraturan pelaksanaanya, menteri dapat melakukan tindakan berupa pemberian peringatan, pembatasan kegiatan usaha, atau

pencabutan izin usaha,24 namun tetap memiliki tahapan yang berstruktur dengan tahapan pelaksanaan yang utama yaitu pemberian peringatan, yang kedua

pembatasan kegiatan usaha dan yang terakhir adalah pencabutan izin usaha,25 oleh sebab itu sebab itulah sebelum sampai pada tahapan akhir, menteri dapat

memerintahkan perusahaan yang bersangkutan untuk menyusun rencana dalam rangka mengatasi penyebab dari pembatasan kegiatan usahanya,26 dan pada akhirnya pencabutan izin usaha tersebut akan diumumkan oleh menteri dalam surat kabar harian di Indonesia yang memiliki peredaran luas.27

B. Perlindungan Konsumen Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999

Pembangunan perekonomian nasional pada era globalisasi harus dapat

mendukung tumbuhnya dunia usaha sehingga mampu menghasilkan beraneka

barang dan/atau jasa yang, memiliki kandungan teknologi yang dapat

meningkatkan kesejahteraan masyarakat banyak dan sekaligus mendapatkan

kepastian atas barang dan/atau jasa yang diperoleh dari perdagangan tanpa

mengakibatkan kerugian konsumen.

Konsumen perlu meningkatkan kesadaran, pengetahuan, kepedulian,

kemampuan dan kemandirian untuk melindungi dirinya serta

menumbuhkembangkan sikap pelaku usaha yang bertanggungjawab. Perlindungan

konsumen semakin banyak dibicarakan, hal ini disebabkan selama masih banyak

konsumen yang dirugikan, masalahnya tidak akan pernah tuntas sehingga masalah

perlindungan konsumen perlu diperhatikan.

(35)

Hukum perlindungan konsumen merupakan bagian dari hukum konsumen

yang memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang bersifat mengatur dan juga

mengandung sifat yang melindungi kepentingan konsumen. Berbicara tentang

hukum perlindungan konsumen maka kita harus pula membicarakan tentang

UUPK. UUPK lahir sebagai jawaban atas pembangunan dan perkembangan

perekonomian dewasa ini. Konsumen sebagai motor penggerak dalam

perekonomian kerap kali berada dalam posisi lemah atau tidak seimbang bila

dibandingkan dengan pelaku usaha dan hanya menjadi alat dalam aktivitas bisnis

untuk meraup keuntungan yang sebesar-besarnya oleh pelaku usaha.

Ketentuan yang menyatakan bahwa semua undang-undang yang ada dan

berkaitan dengan perlindungan konsumen tetap berlaku, sepanjang tidak

bertentangan atau telah diatur khusus oleh undang-undang sehingga haruslah

dipelajari juga peraturan perundang-undangan tentang konsumen dan/atau

perlindungan konsumen ini dalam kaidah-kaidah hukum peraturan

perundang-undangan umum yang mungkin atau dapat mengatur dan/atau melindungi

hubungan dan/atau masalah konsumen dengen penyedia barang dan jasa. Sebagai

akibat dari penggunaan peraturan perundang-undangan umum ini, dengan

sendirinya berlaku pula asas-asas hukum yang terkandung di dalamnya pada

berbagai pengaturan dan/atau perlindungan konsumen tersebut yang menyebabkan

di antara asas hukum tersebut tidak cocok untuk memenuhi fungsi pengaturan

dan/atau perlindungan pada konsumen, tanpa setidak-tidaknya

(36)

Pembatasan dimaksudkan dengan tujuan “menyeimbangkan kedudukan” di antara

para pihak pelaku usaha dan/atau konsumen bersangkutan.28

Hukum perlindungan konsumen dirancang dengan asas dan tujuan yang

jelas, bahwa perlindungan konsumen berasaskan manfaat, keadilan,

keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen, serta kepastian hukum,29

yang mana perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama

berdasarkan 5 (lima) asas yang relevan dalam pembangunan nasional, yaitu:30

1. Asas manfaat dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam

menyelenggarakan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat

sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara

keseluruhan

2. Asas keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan

secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku

usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil

3. Asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara

kepentingan konsumen, pelaku usaha , dan pemerintah dalam arti materiil dan

spiritual

4. Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan untuk memberikan

jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan,

pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau

digunakan

28

Az. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen (Jakarta : Diadit Media, 2001), hlm. 30.

29

Republik Indonesia, Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 tentang Perusahaan Perasuransian, Pasal 2

30

(37)

5. Asas kepastian hukum dimaksudkan agar pelaku usaha maupun konsumen

menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam menyelenggarakan

perlindungan konsumen serta negara menjamin kepastian hukum

Hukum ekonomi mempersoalkan hubungan antara hukum dan

kegiatan-kegiatan ekonomi, maka asas lain yang juga patut mendapat perhatian adalah

asas-asas yang berlaku dalam aspek kegiatan ekonomi tersebut. Dalam kegiatan

ekonomi yang sangat terkenal yaitu upaya mendapatkan keuntungan

sebesar-besarnya dengan biaya yang sekecil-kecilnya. Berangkat dari hal ini, maka dalam

hukum ekonomi juga berlaku asas “maksimalisasi” dan asas “efisiensi”. Melalui

asas ini suatu aturan yang hendak diambil/diterapkan harus mempertimbangkan

sesuatu yang lebih menguntungkan secara maksimal bagi semua pihak demikian

pula harus menghindari suatu prosedur yang panjang dalam rangka efisiensi

waktu, biaya dan tenaga.31

Sedangkan dalam tujuannya, perlindungan konsumen memiliki

tujuan-tujuan yang telah dirancang sebaik mungkin, yaitu:32

1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk

melindungi diri

2. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya

dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa

3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan

menuntut hak-haknya sebagai konsumen

31

Ibid, hlm. 31.

32

(38)

4. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur

kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan

informasi

5. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan

konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam

berusaha

6. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan

usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan

keselamatan konsumen

Dalam esensialnya dapat diambil bahwa alasan yang dapat dikemukakan

untuk menerbitkan peraturan perundang-undangan secara khusus mengatur dan

melindungi kepentingan konsumen dapat disebutkan sebagai berikut:33

1. Konsumen memerlukan pengaturan tersendiri, karena dalam suatu hubungan

hukum dengan penjual, konsumen merupakan pengguna barang dan jasa untuk

kepentingan diri sendiri dan tidak untuk diproduksi ataupun diperdagangkan

2. Konsumen memerlukan sarana atau secara hukum tersendiri sebagai upaya

guna melindungi atau memperoleh haknya.

Di samping UUPK, hukum konsumen ditemukan di dalam berbagai

peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sebelumnya, telah diuraikan bahwa

Undang-Undang Perlindungan Konsumen berlaku setahun sejak disahkannya

(tanggal 20 April 2000) dan ditambah dengan ketentuan Pasal 64 (Ketentuan

Peralihan) undang-undang ini, berarti untuk membela kepentingan konsumen,

33

(39)

masih harus dipelajari semua peraturan perundang-undangan umum yang berlaku.

Tetapi peraturan perundang-undangan ini tidak khusus diterbitkan untuk

konsumen atau perlindungan konsumen, setidak-tidaknya ia merupakan sumber

juga dari hukum konsumen dan/atau hukum perlindungan konsumen. Beberapa

diantaranya adalah:34

1. Undang-Undang Dasar dan Ketetapan MPR

Hukum Konsumen, terutama Hukum Perlindungan Konsumen mendapatkan

landasan hukumnya pada Undang-Undang Dasar 1945, Pembukaan , Alinea

ke-4 berbunyi “Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah

Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia”. Landasan

hukum lainnya terdapat pada Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945

(UUD 1945). Ketentuan tersebut berbunyi: Tiap warga Negara berhak atas

penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, yang mana penjelasan autentik

Pasal 27 ayat (2) ini berbunyi “Telah jelas, pasal-pasal ini mengenal hak-hak

warga negara.” dan salah satu yang menarik dari TAP-MPR 1993 ini adalah

disusunya dalam satu napas, dalam satu baris kalimat, tentang kaitan produsen

dan konsumen. Susunan kalimat tersebut berbunyi : “...meningkatkan

pendapatan produsen dan melindungi kepentingan konsumen”

2. Hukum Konsumen dalam Hukum Perdata

Dalam hukum perdata yang dimaksudkan hukum perdata dalam arti luas,

termasuk hukum perdata, hukum dagang serta kaidah-kaidah keperdataan yang

termuat dalam berbagai peraturan perundang-undangan lainnya. Kesemuanya

34

(40)

itu baik hukum perdata tertulis maupun hukum perdata tidak tertulis. Seperti

penjelasannya, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) ,

terutama dalam buku kedua, ketiga dan keempat. Kitab Undang-Undang

Hukum Dagang (KUHD), Buku Kesatu dan Buku Kedua. Lalu, berbagai

peraturan perundang-undangan lain yang memuat kaidah-kaidah hukum

bersifat perdata tentang subjek-subjek hukum, hubungan hukum dan masalah

antara penyedia barang atau penyelenggara jasa tertentu dan konsumen.

3. Hukum Konsumen dalam Hukum Publik

Dengan hukum publik dimaksudkan hukum yang mengatur hubungan antara

negara dan alat-alat perlengkapannya atau hubungan antara negara dengan

perorangan. Termasuk hukum publik dan terutama dalam kerangka hukum

konsumen dan/atau hukum perlindungan konsumen, adalah hukum

administrasi negara, hukum pidana, hukum acara perdata dan/atau hukum acara

pidana dan hukum internasional khususnya hukum perdata internasional.

Ketentuan hukum administrasi , misalnya menentukan bahwa pemerintah

melakukan pengaturan dan pembinaan rumah susun dan pengawasan terhadap

pelaksanaan undang-undang (termuat dalam Pasal 4 ayat (1) dan pasal 20 ayat

(1) Undang-Undang tentang Rumah Susun, Undang-Undang Nomor 16 Tahun

1985 LN Tahun 1985 No.75. Selanjutnya dalam Undang-Undang Kesehatan,

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992, Pasal 73 ditentukan “ Pemerintah

melakukan pembinaan terhadap semua kegiatan yang berkaitan dengan

penyelenggaraan upaya kesehatan”. Dari peraturan perundang-undangan

(41)

menjalankan tindakan administratif berupa pengawasan dan pembinaan

terhadap pelaku usaha dengan perilaku tertentu dalam melaksanakan

undang-undang tersebut.

Ketentuan dasarnya, perlindungan konsumen adalah segala upaya yang

menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada

konsumen.35 Pihak-pihak yang terkait didalam hal ini adalah konsumen dan

pelaku usaha. Konsumen yaitu setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang

tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain

maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.36 Sebagai

konsumen tentunya memiliki hak dan kewajiban. Hak konsumen, sebagaimana

tertuang dalam Pasal 4 UUPK adalah:37

1. Hak atas kenyamanan dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan/atau

jasa;

2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau

jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang

dijanjikan;

3. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan

barang dan/atau jasa;

4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang

digunakan

35

Republik Indonesia, Undang-Undang nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 1 ayat (1)

36

Ibid, Pasal 1 ayat (2)

37

(42)

5. Hak untuk mendapatkan advokasi perlindungan dan upaya penyelesaian

sengketa perlindungan konsumen secara patut;

6. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;

7. Hak untuk diperlakukan dan dilayani secara benar dan jujur serta tidak

diskriminatif;

8. Hak untuk mendapatkan kompensasi ganti rugi dan/atau penggantian, apabila

barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak

sebagaimana mestinya;

9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya;

Apabila hak-hak tersebut diakui oleh Undang-Undang yang mana berarti

berlaku hanya di Indonesia, bukan berarti secara Internasional konsumen tidak

memiliki hak terhadap suatu barang dan jasa. Terdapat 4 hak dasar yang diakui

secara internasional, yang mana secara umum 4(empat) hak dasar konsumen,

yaitu:38

1. Hak untuk mendapatkan keamanan (the right to safety)

2. Hak untuk mendapatkan informasi (the right to be informed)

3. Hak untuk memilih (the right to choose)

4. Hak untuk didengar (the right to be heard)

Pada prinsipnya, apabila adanya suatu hak maka ada suatu kewajiban.

Dalam hal inilah yang menjadi kewajiban konsumen, yaitu:39

1. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau

pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;

38

Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen (Jakarta : Grasindo,2000), hlm. 16-27.

39

(43)

2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;

3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;

4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara

patut

Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang

berbentuk hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan

dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun

bersama-sama melalui perjanjian penyelenggaraan kegiatan usaha dalam berbagai bidang

ekonomi.40 Namun ternyata tidak hanya konsumen yang memiliki hak di dalam

bidang ini, sangatlah jelas bahwa pada dasarnua hak pelaku usaha adalah:41

1. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai

kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

2. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang

beritikad baik;

3. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum

sengketa konsumen;

4. Hak untuk rehabilitasi nama baik terbukti secara hukum bahwa kerugian

konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan

5. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Sedangkan yang menjadi kewajiban pelaku usaha adalah:42

1. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;

40

Ibid, Pasal 1 ayat (3)

41

Ibid ,Pasal 6

42

(44)

2. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan

jaminan barang dan.atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan

dan pemeliharaan

3. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak

diskriminatif

4. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan

berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku

5. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba

barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas

barang yang dibuat dan/atau diperdagangkan

6. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat

penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang

diperdagangkan

7. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau

jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

Tentang kewajiban kedua pelaku usaha yaitu memberikan informasi yang

benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta

memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan, disebabkan karena

informasi merupakan hak konsumen dan juga karena ketiadaan informasi yang

tidak memadai dari pelaku usaha merupakan salah satu jenis cacat produk (cacat

informasi), yang akan sangat merugikan konsumen.43

43

Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen (Jakarta : Sinar Grafika, 2011), hlm. 44.

(45)

yang sangat penting, terutama yang jelas dan benar adanya, terlebih karena

menguntungkan dan melindungi kedua belah pihak.

Objek didalam perlindungan konsumen ini adalah barang dan jasa. Barang

adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun

tidak bergerak, dapat dihabiskan meupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat

untuk diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh

konsumen.44 Jasa pada definisinya adalah setiap layanan yang berbentuk

pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh

konsumen.45 Di dalam memperkenalkan barang dan jasa tersebut perlu dilakukan

adanya promosi, yaitu kegiatan pengenalan atau penyebarluasan informasi suatu

barang dan/atau jasa untuk menarik minat beli konsumen terhadap barang

dan/atau jasa yang akan dan sedang diperdagangkan,46 Promosi tersebut sangatlah

penting dalam proses penyebaran informasi yang dari pengertiannya sendiri dapat

kita ambil fungsinya sendiri yaitu agar masyarakat tahu mengenai fungsi dan

tujuan barang dan/atau jasa tersebut. Namun, promosi juga harus mengandung

unsur agar suatu promosi tersebut efektif terhadap penyebaran informasinya

kepada setiap anggota masyarakat, beberapa unsur yang harus ada ialah:47

1. Kegiatan pengenalan atau penyebarluasan informasi

2. Tentang suatu barang dan/atau jasa yang;

a. akan diperdagangkan, dan

44

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen ,Pasal 1 ayat (4)

(46)

b. sedang diperdagangkan

3. Tujuan menarik minat beli dari pihak konsumen

Sangatlah wajar apabila harga yang ditawarkan biasanya lebih rendah

daripada harga yang diperdagangkan di tempat lain.48 Hal ini dapat dilihat dari

pengertian promosi itu sendiri yang dapat kita ketahui bahwa tujuannya adalah

menarik minat masyarakat, membuat konsumen memperhatikan apa yang sedang

kita promosikan, dan juga mengambil perhatian masyarakat. Semakin besar dan

berkembangnya pasar, maka semakin penting pula suatu perlindungan bagi pihak

konsumen. Perlindungan terhadap konsumen dipandang secara material maupun

formal makin terasa sangat penting, mengingat makin lajunya ilmu pengetahuan

dan teknologi yang merupakan motor penggerak bagi produktivitas dan efisiensi

produsen atas barang dan jasa yang dihasilkannya dalam rangka mencapai sasaran

usaha. Rangka mengejar dan mencapai kedua hal tersebut, akhirnya baik langsung

atau tidak langsung, konsumenlah yang pada umumnya akan merasakan

dampaknya sehingga upaya-upaya untuk memberikan perlindungan yang

memadai terhadap kepentingan konsumen merupakan suatu hal yang penting dan

mendesak untuk segera dicari solusinya, terutama di Indonesia, mengingat

sedemikian kompleksnya permasalahan yang mengangkut perlindungan

konsumen, lebih-lebih menyongsong era perdagangan bebas yang akan datang.49

Pemberian hal-hal yang berkaitan dengan perlindungan yang memadai

terhadap kepentingan konsumen, terdapat lembaga yang dapat menangani segala

hal yang berkaitan dengan perlindungan konsumen, yaitu Lembaga Perlindungan

48

Ibid

49

(47)

Konsumen Swadaya Masyarakat (LPSK) yang memiliki definisi lembaga

non-pemerintah yang terdaftar dan diakui oleh non-pemerintah yang mempunyai kegiatan

menangani perlindungan konsumen,50 yang sesuai dengan penjelasannya bahwa

lembaga ini dibentuk untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam upaya

perlindungan konsumen serta menunjukkan bahwa perlindungan konsumen

menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat.51 Tidak

hanya satu badan saja yang wajib dalam pembelaan konsumen, namun ada satu

badan lagi yaitu Badan Perlindungan Konsumen Nasional, yang berfungsi sebagai

badan yang dibentuk untuk membantu upaya pengembangan perlindungan

konsumen,52 tampak bahwa saat ini konsumen tidak perlu lagi merasa takut akan

dirugikan di dalam suatu pasar karena kedua lembaga yang disahkan oleh

undang-undang adalah lembaga yang cukup kuat dalam melindungi konsumen. Rumusan

pengertian Badan Perlindungan Konsumen Nasional sebagai badan yang

membantu upaya pengembangan perlindungan konsumen adalah pengertian yang

luas. Sudah tentu hal ini sangat menguntungkan konsumen. Hal tersebut

memperlihatkan kesungguhan pemerintah untuk memberdayakan konsumen dari

kedudukan yang sebelumnya berada pada pihak yang lemah tatkala berhadapan

dengan pelaku usaha yang memiliki bargaining position yang sangat kuat dalam

aspek sosial, ekonomi, bahkan psikologi.53

50

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 1 ayat (9)

51

Ahmad Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta : Raja Grafindo Persada,2011), hlm. 17.

52

Republik Indonesia, Op.Cit., Pasal 1 ayat (12).

53

Referensi

Dokumen terkait

Dalam tugas akhir ini tujuan yang ingin dicapai adalah membangun suatu aplikasi IPS Management System untuk membantu pengelolaan sensor IPS dalam menjaga keamanan web server

 besar sudah puluhan puluhan atau atau bahkan bahkan restoran atau restoran atau usaha usaha yang be yang bergerak rgerak di di bidang bidang makanan makanan jepang. Ini

Seorang wanita berusia 25 tahun datang ke dokter dengan keluhan demam yang tidak kunjung membaik sejak 2 hari lalu.Demam disertai dengan nyeri otot dan nyeri

- diambil 1 gr serbuk tanaman anting-anting - dilarutkan dalam 10 ml pelarut etanol - dimasukkan ke dalam botol kaca - dilakukan ekstraksi ultrasonik dengan variasi lama ekstraksi

Oleh karena nilai signifikasi kurang dari 0,05 dan r tabel 0,235 sehingga rhitung > rtabel dan dengan demikian dapat dijelaskan bahwa ada pengaruh yang

merupakan Sistem operasi berbasis Debian yang dapat bebas dioptimalkan untuk perangkat keras Raspberry Pi , yang dirilis pada bulan Juli 2012.. Gambar 2.2 Diagram blok arsitektur

Dari hasil penelitian mengenai hubungan terpaan pesan persuasif Nusatrip di media sosial (Facebook, Twitter, Instagram, dan Pinterest) dan persepsi kualitas website

proses menumbuhkembangkan potensi diri itu telah ditawarkan secara sempurna dalam sistem ajaran Islam, ini yang pada akhirnya menjadikan manusia dapat menjalankan tugas