• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Kualitas Hidup Lanjut Usia dengan Masalah Pruritus Senilis di Panti Sosial Tresna Werdha Budhi Mulya 03 Margaguna Jakarta Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gambaran Kualitas Hidup Lanjut Usia dengan Masalah Pruritus Senilis di Panti Sosial Tresna Werdha Budhi Mulya 03 Margaguna Jakarta Selatan"

Copied!
163
0
0

Teks penuh

(1)

i

GAMBARAN KUALITAS HIDUP LANJUT USIA

DENGAN MASALAH PRURITUS

SENILIS DI PANTI

SOSIAL TRESNA WERDHA (PSTW) BUDHI MULYA

3 MARGAGUNA JAKARTA SELATAN

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana

Keperawatan (S.Kep)

Oleh

Firdiana Destiawati

NIM: 1112104000011

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

vi

LEMBAR PERNYATAAN PUBLIKASI TUGAS AHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademika Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Firdiana Destiawati

NIM : 1112104000011

Program Studi : Ilmu Keperawatan

Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Jenis Karya : Skripsi

Demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya ilmiah saya

dengan judul:

Gambaran Kualitas Hidup Lanjut Usia dengan Masalah Pruritus Senilis di

Panti Sosial Tresna Werdha Budhi Mulya 3 Jakarta Selatan

Untuk di publikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu digital

library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

untuk kepentingan akademik sebatas sesuai Undang-Undang Hak Cipta.

Demikian pernyataan persetujuan s publikasi saya buat dengan sebenarnya.

Ciputat, Juni 2016

(7)

vii

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Skripsi, Juni 2016

Firdiana Destiawati, NIM: 1112104000011

Gambaran Kualitas Hidup Lanjut Usia dengan Masalah Pruritus Senilis di Panti Sosial Tresna Werdha Budhi Mulya 03 Margaguna Jakarta Selatan

xviii+ 93 Halaman + 11 Tabel + 2 Bagan + 6 Lampiran

ABSTRAK

Pruritus senilis merupakan masalah fisik yang sering dialami lanjut usia yang bersifat subyektif dan dipengaruhi oleh aspek emosional, fisiologis, lingkungan. Aspek tersebut juga merupakan aspek yang berperan dalam kualitas hidup lanjut usia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kualitas hidup lansia dengan masalah pruritus senilis di PSTW Budhi Mulya 03 Jakarta Selatan. Jumlah sample dalam penelitian ini adalah 56 lansia yang terdiri dari 19 orang lansia laki-laki dan 37 orang lansia perempuan. Pengambilan sample menggunakan teknik purposive sampling berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Instrumen yang digunakan adalah kuisioner World Health Organisation Quality Of Life (WHOQOL) yang kemudian dianalisa dengan menggunakan analisis univariat. Hasil penelitian diperoleh hasil rata-rata diperoleh bahwa lansia dengan kualitas hidup umum baik 89,3%. Lansia dengan persepsi kesehatan umum buruk 50% dan kesehatan umum baik 50%. Lansia dengan dimensi kesehatan fisik buruk atau 50% dan lansia dengan dimensi kesehatan fisik baik 50%. Lansia dengan dimensi psikologis baik 51,8%. Lansia dengan dimensi hubungan sosial buruk 50% dan lansia dengan dimensi hubungan sosial baik 50%. Lansia dengan dimensi lingkungan baik 55,4%. Gambaran Kualitas hidup lansia dengan masalah pruritus senilis pada umumnya baik, namun pada aspek kesehatan umum, dimensi kesehatan fisik, dan dimensi hubungan sosial memiliki kualitas yang seimbang. Penelitian lebih lanjut dapat dilakukan untuk mengetahui efektivitas penanganan farmakologi dan non farmakologi terhadap kualitas hidup lanjut usia dengan masalah pruritus senilis.

(8)

viii

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES STUDY PROGRAM OF NURSING

ISLAMIC STATE UNIVERSITY (UIN) Syarif Hidayatullah JAKARTA

Thesis, June 2016

Firdiana Destiawati, NIM: 1112104000011

Description of Quality of Life in Elder with Senile Pruritus Problems In Social Institutions Budi Mulya 03 Tresna Werdha Margaguna South Jakarta

xviii+ 93 Pages + 11 Tables+ 2 Figures + 6 Appendixes

ABSTRACT

Senile pruritus is a common problem among elderly people which is usually subjective and affected by emotional, physiological, and environmental aspect. Those aspect influence the quality of future life. This research aims at knowing description of the quality of life of elderly with pruritus senile at PSTW Budhi Mulya 03 South Jakarta. The sample of this research are 56 elderly consisting of 19 males and 37 females. The samples were teken by using purposive sampling technique based on inclusive and exclusive criteria. The instrument is a questionnaire by World Health Organisation Quality Of Life (WHOQOL) which then analyzed by using univariate analysis. The results showed that the average quality of life of elderly with good quality of life was 89.3%. The percentage of elderly with bad general health perception was 50% and those with good general health perception 50%. The number of the elderly with bad physical health dimension was 50% and those with good physical health dimensions of was 50%. Futher, the elderly with good psychological dimensions was 51.8% in precentage. The elderly with bad social relationships was 50% of the respondents and those with good social relations was 50%. In addition, it was noticeable that 55.4% of elderly had good environmental dimension. The description of elderly with pruritus senile was generally good, however, for their general health aspect, physical helath dimension, and social relationship dimension had balance qualities. Futher study can be conducted in the area of effectiveness of pharmacological and nonpharmacological treatment on quality of life of elderly with pruritus senile.

(9)

ix

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil‟alamiin, tiada kata yang indah untuk diucapkan

selain pujian kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, taufik serta

hidayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan proposal dengan

judul “ Gambaran Kualitas Hidup Lanjut Usia dengan Masalah Pruritus Senilis di

Panti Sosial Tresna Werdha Budhi Mulya 3 Margaguna Jakarta Selatan”.

Saya menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini banyak mengalami

kesulitan dan tantangan , namun berkat pertolongan-Mu Ya Rabbi serta bantuan

dan bimbingan dari berbagai pihak sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan

baik.

Saya menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Arif Sumantri, S.KM.,M.Kes., selaku dekan fakultas

2. Ibu Maulina Handayani, S.Kp., M.Sc., Selaku Ketua Program Studi Ilmu

Keperawatan dan Ibu Ernawati, S.Kp.,M.Kep.,Sp.KMB selaku sekretaris

program studi ilmu keperawatan

3. Ibu Maftuhah P.hD selaku Pembimbing akademik yang senantiasa

membimbing dan memberi motivasi selama 4 tahun perkuliahan

berlangsung di program studi ilmu keperawatan.

4. Bapak Jamaludin, S.Kp.,M.Kep dan Ibu Ratna Pelawati, S.Kp.,M.Biomed

(10)

x

memberi arahan dan bimbingan dengan sabar kepada saya selama proses

pembuatan skripsi ini.

5. Bapak Karyadi, S.kep,M.kep,PhD dan Ibu Puspita Palupi, S,kep. M.Kep.

Ns,Sp.Mat selaku dosen penguji yang telah membantu menyempurnakan skripsi

ini.

6. Seluruh jajaran dosen, laboran, admin Program Studi Ilmu Keperawatan

yang telah memberi ilmu dan pengalaman yang tak ternilai serta seluruh

staf dan karyawan di lingkungan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

7. Orang tua saya, Bapak Izun Faizun dan Ibu Sudarmini yang telah

mencurahkan semua kasih sayang tiada tara, mendo‟akan keberhasilan,

memberi bantuan moril dan materiil yang tak terhingga kepada saya. Tak

lupa Adiku Muhamad Sokhib Daulah.

8. Keluarga besar Sudirman, Budhe Sukaryani, Budhe Suwarni,Budhe

Rusmini,Paman Rusmadi, Budhe Sariyah, Ibu Umiyati yang telah banyak

membantu baik secara moril maupun materil selama proses perkuliahan

saya berlangsung.

9. Sahabat terbaiku Iis Dahlia, ka Rizal Khoerul Haq, ka Sri Henny,Irma

Putri Ananda, Vini Nurul Inayah, Hizah Septi Kurniati, Nurhidayati, Nur

Indah Ritonga, Nur Cita Qomariah, Puji Rahma Pratami, Nurhidiyati,

Sabrina Salsabila, Muthoharoh, Miftahul Ulya, Yuli Sri Mulyani, ka Qoys

M. Iqbal, Ka Rusmanto, Angga yang selalu memberi support dan berbagi

ilmu dalam menyelesaikan skripsi ini.

10.Saudara seperjuangan PSIK 2012 yang mau berteman dengan saya dalam

(11)

xi

11.Sahabat Komda FKIK 2014 angkatan As-Syam tempat berjuang mencari

jati diri dan Al-Qolam yang banyak memberi masukan kehidupan

beragama yang baik.

12.Sahabat BEM PSIK dan HMPSIK yang telah memberikan banyak

pengalaman besar selamamasa perkuliahan di Ilmu Keperawatan ini.

13.Sahabat HIMARI (Himpunan Alumni SMAN 1Cipari) yang juga

memberikan dukungan dan semangat selama masa perkuliahan ini.

14.Segenap managemen, rekan guru dan murid lembaga pendidikan

„Gemilang‟, Bapak Fatah, Ibu Diyah, Ka Amrina, Ka Ami, Ka Indah, Ka

Aan yang banyak menginspirasi dan memberi pengalaman besar selama

melaksanakan perkuliahan di Ilmu Keperawatan ini

15.Sahabat „Waroeng Sehat‟, Pak Iman Santoso Bapak Faisal Ramlih, Bu

Ratih, Ahmad Macan, Yun Retnowati, Sahabat Costumer Service Sehat

yang telah memberi banyak pengalaman dan pelatihan sebagai bekal

kehidupan dimasa depan.

16.Seluruh pihak yang telah mendukung pembuatan skripsi ini hingga selesai.

Atas bantuan serta dukungan yang diberikan, semoga Allah SWT

senantiasa membalas dengan pahala yang berlimpah. Semoga skripsi ini dapat

bemanfaat bagi penulis maupun para pembaca. Semoga kita semua senantiasa

diberikan petunjuk, limpahan rahmat, hidayah, serta inayah yang tak

terhingga oleh Allah SWT.

Ciputat, Juni 2016

(12)

xii DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

LEMBAR PERNYATAAN ... v

LEMBAR PERNYATAAN PUBLIKASI TUGAS AHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR BAGAN ... xv

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

DAFTAR SINGKATAN ... xviii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Pertanyaan Penelitian ... 5

D. Tujuan Penelitian ... 6

E. Manfaat Penelitian ... 7

F. Ruang Lingkup Penelitian BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

A. Kualitas Hidup ... 9

1. Definisi Kualitas Hidup ... 8

2. Aspek Dalam Kualitas Hidup... 8

(13)

xiii

4. Pengukuran kualitas Hidup Menggunakan WHOQOL-BREEF ... 14

B. Lansia ... 18

1. Definisi Lansia ... 18

2. Tugas Perkembangan Lansia ... 19

3. Perubahan Pada Lansia ... 19

4. Perubahan Pada SIstem Integumen ... 27

C. Pruritus Senilis ... 30

1.Definisi Pruritus Senilis ... 30

2.Etiologi ... 30

3. Patofisiologi ... 31

4. Penanganan ... 32

D. Penelitian Terkait ... 32

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 34

A. Kerangka Konsep ... 34

B. Definisi Operasional ... 35

BAB IV METODE PENELITIAN ... 38

A. Desain Penelitian ... 38

B. Waktu dan Tempat Penelitian ... 38

C. Populasi dan Sample ... 39

D. Instrumen Penelitian ... 40

E. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 41

F. Teknik Pengumpulan Data ... 42

G. Pengolahan Data ... 45

H. Analisa Data ... 45

I. Etika Penelitian ... 46

BAB V HASIL PENELITIAN ... 48

A. Gambaran Panti Sosial Tresna Werdha Budhi Mulya 3 Margaguna Jakarta Selatan... 48

B. Skrining Lansia dengan Masalah Pruritus Senilis ... 50

C. Karakteristik Responden ... 51

(14)

xiv

1. Gambaran Kualitas Hidup Umum Lansia Berdasarkan Karakteristik Jenis

Kelamin, Lama Pruritus dan Penanganan Pruritus ... 54

2. Gambaran Kesehatan Umum Lansia Berdasarkan Karakteristik Jenis Kelamin, Lama Pruritus dan Penanganan Pruritus ... 56

3. Gambaran Dimensi Kesehatan Fisik Lansia Berdasarkan Karakteristik Jenis Kelamin, Lama Pruritus dan Penanganan Pruritus ... 57

4. Gambaran Dimensi Psikologis Lansia Berdasarkan Karakteristik Jenis Kelamin, Lama Pruritus dan Penanganan Pruritus ... 62

5. Gambaran Dimensi Hubungan Sosial Lansia Berdasarkan Karakteristik Jenis Kelamin, Lama Pruritus dan Penanganan Pruritus ... 64

6. Gambaran Dimensi Lingkungan Lansia Berdasarkan Karakteristik Jenis Kelamin, Lama Pruritus dan Penanganan Pruritus ... 67

BAB VI PEMBAHASAN ... 70

A. Gambaran Masalah Pruritus Senilis ... 70

B. Gambaran Kualitas Hidup Lansia Dengan Masalah Pruritus Senilis ... 71

1. Gambaran Kualitas Hidup Umum Lansia... 71

2. Gambaran Kesehatan Umum Lansia ... 74

3. Gambaran Dimensi Kesehatan Fisik Lansia ... 77

4. Gambaran Dimensi Psikologis Lansia ... 79

5. Gambaran Dimensi Hubungan Sosial Lansia ... 81

6. Gambaran Dimensi Lingkungan Lansia ... 83

C. Keterbatasan Penelitian ... 85

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ... 86

A.Kesimpulan ... 86

B. Saran ... 87

DAFTAR ISI ... 88

(15)

xv

DAFTAR BAGAN

1.1 Kerangka Teori... 33

(16)

xvi

DAFTAR TABEL

2.1 Perubahan Fisik Pada Lansia ... 20

2.2 Perbahan Pada Epidermis ... 25

3.1 Definisi Operasional... 35

5.1 Hasil Skrining lansia dengan masalah pruritus senilis ... 50

5.2 Karakteristik Responden ... 51

5.3 Distribusi Kualitas Hidup Umum Lansia Dengan Masalah Pruritus Senilis .. 53

5.4 Distribusi Kesehatan Umum Lansia Dengan Masalah Pruritus Senilis ... 54

5.5 Distribusi Dimensi Kesehatan Fisik Lansia Dengan Masalah Pruritus Senilis ... 59

5.6 Distribusi Dimensi Psikologis Lansia Dengan Masalah Pruritus Senilis ... 62

5.7 Distribusi Dimensi Hubungan Sosial Lansia Dengan Masalah Pruritus Senilis ... 64

(17)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Prosedur Penelitian Lampiran 1 Lembar Inform consent

Lampiran 2 Kuisioner Data Demografi

Lampiran 3 Kuisioner WHOQOL-BREEF

Lampiran 4 Lembar Skrining Lansia

Lampiran 5 Lampiran Hasil SPSS

Lampiran 6 Terjemahan Dari Pusat Bahasa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(18)

xviii

DAFTAR SINGKATAN

QOL : Quality of Life

Lansia : Lanjut Usia

PSTW : Panti Sosial Tresna Werdha GDP : Gula Darah Sewaktu

DHEA : Dehydroepiandosteron

HR : Heart Rate

SA : Sinus Atrial

ANP :Atrial Noment Peptide

PaO2 : Tekanan Oksigen Nitrit Oksida

BMR : Basal Metabolik Rate

IL : Interleukin

UV : Ultra Violet

(19)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

World Health Organisation (WHO) mendefinisikan kualitas hidup

sebagai persepsi individu pada kehidupanya dalam konteks budaya dan

nilai sistem dimana mereka tinggal dan hubungannya dengan tujuan,

harapan, standar dan kekhawatiran. Konsep ini dipengaruhi oleh kesehatan

fisik seseorang, keadaan psikologis, kemandirian, hubungan sosial,

keyakinan pribadi dan lingkungan tempat tinggal (WHO, 1997). Usia

lanjut merupakan tahap terakhir dari kehidupan, dimana seorang telah

melewati berbagai tahap kehidupan dari bayi, anak-anak, remaja, dewasa

sampai lansia dan biasanya berkisar antara usia 65 dan 75 tahun (Potter &

Perry, 2012).

Sensus penduduk yang dilakukan Badan Pusat Statistik tahun 2010,

menjelaskan bahwa terdapat sekitar 36.087.424 lansia di Indonesia (Badan

Pusat Statistik, 2010). Jumlah kelompok usia ini akan terus meningkat,

pada tahun 2013 jumlah lansia meningkat 8,9% di Indonesia dan 25,3% di

dunia, tahun 2050 diperkirakan terjadi peningkatan 21,4% di Indonesia

dan 25,3% di dunia serta pada tahun 2100 diperkirakan terjadi

peningkatan 41% di Indonesia dan 35,1% di dunia.

Jumlah lansia yang terus meningkat akan mempengaruhi

kesejahteraan lansia (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2012).

Kesuksesan, kesejahteraan, dan kepuasan dalam kehidupan lansia

(20)

berkaitan erat dengan kualitas hidupnya (Fogari dan Zoppi dalam Kustanti,

2012). Kualitas hidup juga terdiri atas penilaian subyektif seseorang

mengenai sejauh mana berbagai dimensi mampu memenuhi kebutuhannya.

Komponen yang terdapat dalam kualitas hidup diantaranya adalah

komponen lingkungan, material, fisik, mental dan sosial (Yulianti, 2014).

Lansia yang memiliki kualitas hidup yang baik cenderung mampu

meningkatkan produktivitas, dan memiliki semangat dalam menjalani

kehidupan dengan tingkat kesejahteraan yang tinggi (Brockopp, 1999).

Bastable (2002) menyatakan bahwa lansia memiliki masalah yang krusial

dalam masanya sehingga mampu menurunkan kualitas hidupnya. Masalah

tersebut merupakan penurunan pada aspek fisik, aspek psikologis dan

aspek sosial lansia.

Gallo ett all, (1998 dalam Jafar et all, 2011) juga mengatakan

bahwa lansia merupakan subjek yang rentan terhadap besarnya stressor

kehidupan dan lansia merupakan populasi yang rentan terhadap penyakit.

Kerentanan ini dipicu oleh adanya penurunan fisik pada lansia, termasuk

penurunan fungsi sistem integumen. Salah satu masalah yang dihadapi

lansia adalah pruritus senilis (Yulianti, 2014).

Pruritus senilis pada lansia terjadi dikarenakan lansia mengalami

penurunan produksi imunoglobulin dan peningkatan sensitivitas tubuh

sehingga lansia mudah terserang penyakit termasuk gatal-gatal atau

pruritus. Pruritus termasuk masalah kulit yang paling sering terjadi pada

lansia, berupa sensasi tidak nyaman di kulit yang memicu lanjut usia untuk

(21)

sesorang, namun dalam kondisi kronis pruritus senilis sudah menjadi suatu

masalah yang teramat mengganggu (Fatmah, 2006). Gejala pruritus sama

halnya seperti nyeri yang bersifat subyektif dan umumnya dipengaruhi

oleh emosional, fisiologis, lingkungan, kognitif dan faktor sosial yang

memberikan rasa tidak nyaman pada lansia (Ryan, 2004).

Prevalensi pruritus senilis diberbagai negara semakin meningkat

seiring bertambahnya usia seseorang. Penelitian di Prancis pada 7.500

responden lansia mengalami pruitus dari total 10.000 populasi lansia yang

mengikuti penelitian, sedangkan di Amerika Serikat 7 miliyar pasien yang

mengunjungi layanan kesehatan mengeluh mengalami gatal-gatal atau

pruritus, dan 1,8 miliyar diantaranya adalah lansia yang berusia diatas 65

tahun. Negara Turki mencatat lansia dengan pruritus senilis mencapai 20%

dan 12% diantaranya mengalami pruritus senilis kronik (Cohen, 2012;

Berger, 2011). Studi kepustakaan yang dilakukan peneliti mendapatkan

data pada penelitian yang dilakukan Suyasa (2014) menjelaskan bahwa

10% dari jumlah populasi 200 lansia mengeluh mengalami gatal-gatal

(pruritus senilis).

Studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di Panti Sosial Tresna

Werdha Budhi Mulya 03 Margaguna, Jakarta Selatan mendapatkan data

bahwa terdapat hampir 175 orang lansia dari jumlah keseluruhan 230

lansia yang mengalami masalah pruritus dan sebagian dari mereka

mengalami masalah pruritus senilis.

Pruritus senilis merupakan masalah yang sering dialami lansia dan

(22)

sebagaimana dijelaskan dalam teori King dan Peplau (1994; Plumer ett all

2009) tentang konsep kualitas hidup pengaruh dari masalah gatal terhadap

kualitas hidupnya belum bisa diketahui apabila tidak dilakukan riset terkait

gambaran kualitas hidup pada lansia dengan gatal-gatal atau pruritus

senilis (Erturk, 2012). Perawat memiliki kepentingan untuk mengetahui

bagaimana gambaran kualitas hidup lansia dengan masalah pruritus

senilis.

B. Rumusan Masalah

Lanjut usia banyak mengalami keluhan gatal (pruritus) seiring

dengan peningkatan usia mereka. Masalah pruritus senilis merupakan

masalah yang timbul akibat penurunan fisik pada lansia. Kondisi fisik

seseorang merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas hidup

seseorang. Gambaran kualitas hidup lanjut usia dengan masalah pruritus

senilis perlu diketahui sebagai dasar untuk mengurangi masalah pruritus

senilis pada lansia dan melihat aspek dalam kualitas hidup (Kesehatan

umu, kesehatan fisik, psikologi, hubungan sosial) yang memburuk akibat

adanya masalah pruritus senilis.

C. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimanakah gambaran kualitas hidup lansia dengan masalah

pruritus senilis di Panti Sosial Tresna Werdha Budhi Mulya 3

Margaguna Jakarta Selatan?

2. Bagaimanakah gambaran kesehatan umum lansia dengan masalah

pruritus senilis di Panti Sosial Tresna Werdha Budhi Mulya 3

(23)

3. Bagaimanakah kualitas kesehatan fisik lansia dengan masalah pruritus

senilis di Panti Sosial Tresna Werdha Budhi Mulya 3 Margaguna

Jakarta Selatan?

4. Bagaimanakah kualitas kesehatan psikologis lansia dengan masalah

pruritus senilis di Panti Sosial Tresna Werdha Budhi Mulya 3

Margaguna Jakarta Selatan?

5. Bagaimanakah kualitas hubungan sosial lansia dengan masalah

pruritus senilis di Panti Sosial Tresna Werdha Budhi Mulya 3

Margaguna Jakarta Selatan?

6. Bagaimanakah kualitas lingkungan sekitar lansia dengan masalah

pruritus senilis di Panti Sosial Tresna Werdha Budhi Mulya 3

Margaguna Jakarta Selatan?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan Umum:

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Gambaran Tentang

Kualitas Hidup Lansia dengan Masalah Pruritus Senilis Di Panti Sosial

Tresna Werdha Budhi Mulya 03 Mergaguna Jakarta Selatan.

Tujuan khusus :

1. Diketahuinya data demografi lansia dengan masalah pruritus senilis

di Panti Sosial Tresna Werdha Budhi Mulya 3 Margaguna Jakarta

(24)

2. Diketahuinya gambaran kesehatan umum lansia dengan masalah

pruritus senilis di Panti Sosial Tresna Werdha Budhi Mulya 3

Margaguna Jakarta Selatan?

3. Diketahuinya gambaran kualitas kesehatan fisik lansia dengan

masalah pruritus senilis di Panti Sosial Tresna Werdha Budhi Mulya

3 Margaguna Jakarta Selatan.

4. Diketahuinya gambaran kualitas kesehatan psikologis lansia dengan

masalah pruritus senilis di Panti Sosial Tresna Werdha Budhi Mulya

3 Margaguna Jakarta Selatan.

5. Diketahuinya gambaran kualitas hubungan sosial lansia dengan

masalah pruritus senilis di Panti Sosial Tresna Werdha Budhi Mulya

3 Margaguna Jakarta Selatan.

6. Diketahuinya gambaran kualitas lingkungan lansia dengan masalah

pruritus senilis di Panti Sosial Tresna Werdha Budhi Mulya 3

Margaguna Jakarta Selatan.

E. Manfaat Penelitian :

1. Bagi ilmu pengetahuan.

Diharapkan penelitian ini berkontribusi dalam memperluas

pengetahuan dalam ilmu gerontologi dan sebagai dasar dalam

mengembangkan derajat kesehatan lansia.

2. Bagi keperawatan.

Diharapkan penelitian ini memberikan tambahan informasi dan

(25)

mengatasi masalah kesehatan lansia terutama masalah pruritus senilis

di dalam komunitas panti sosial.

3. Bagi perawat.

Diharapkan penelitian ini memberi masukan dalam

mengembangkan perencanaan asuhan keperawatan lansia di komunitas

dalam hal ini komunitas panti sosial.

F. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian tentang Gambaran Kualitas Hidup Lanjut Usia dengan

Masalah Pruritus Senilis di Panti Sosial Tresna Werdha Budhi Mulya 3

Margaguna Jakarta Selatan di lakukan oleh mahasiswa Program Studi Ilmu

Keperawatan, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta pada lansia yang tinggal di Panti Sosial Tresna

Werdha Budhi Mulya 03 Margaguna Jakarta Selatan. Penelitian ini

dilakukan dengan desain penelitian deskriptif kuantitatif. Metode

(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kualitas Hidup

1. Definisi Kualitas Hidup

World Health Organisation (WHO) mendefinisikan kualitas

hidup sebagai persepsi individu pada kehidupanya dalam konteks

budaya dan nilai sistem dimana mereka tinggal dan hubunganya

dengan tujuan, harapan, standar dan kekhawatiran (WHO, 1997).

Tidak ada persetujuan umum terkait dengan kualitas hidup pada lansia

(Bowling , dalam Shea 2002 ). Sejauh ini masih belum ada definisi

yang universal mengenai kualitas hidup. Kualitas hidup seringkali

digambarkan sebagai kesejahteraan fisik, fungsional, emosional, dan

faktor sosial (Yenny dan Herwana, 2006).

Kualitas hidup lansia adalah tingkat kesejahteraan dan kepuasan

dengan peristiwa atau kondisi yang dialami lansia, yang dipengaruhi

penyakit atau pengobatan. Kualitas hidup lansia bisa di dapatkan dari

kesejahteraan hidup lansia, emosi, fisik, pekerjaan, kognitif dan

kehidupan sosial ( Fogari dan Zoppi dalam Kustanti, 2012). Definisi

QOL masih samar dan dianggap sebagai konsep yang sulit di

definisikan. Keith menjelaskan kebanyakan peneliti tidak

mendefiniskan QOL secara ekplisit dan kebanyakan peneliti memilih

untuk mempelajari berbagai aspek dan dimensi dalam kualitas hidup

(Keith, 2001; Galloway, 2006)

(27)

2. Aspek Dalam Kualitas Hidup

Definisi yang diberikan Cummins (1998; Glatzer, 2015)

menyatakan bahwa kualitas hidup adalah konstruksi universal dari

kedua definisi secara subyektif dan obyektif dimana pada domain

obyektif berupa kesehatan dan domain subyektif berupa kepuasan

yang kepentingnya pada setiap individu.

Netuveli dan Balne (2008; Glatzer, 2015) menyatakan bahwa

pembentuk kualitas hidup adalah dimensi subyektif dan obyektif yang

berupa kesehatan, psikologis, sosial dan dengan instrumen penelitian

yang umum dan spesifik.

Brown (2004 dalam Glatzer, 2015) mengemukakan bahwa

hubungan dengan keluarga, kontak dengan orang lain, kesehatan

emosional, spiritualitas, mobilitas,kemandirian, aktivitas sosial dan

komunitas, perekonomian, kesehatan pribadi, dan lainya merupakan

bagian dari komponen kualitas hidup.

Fernandez – Ballesteros (2011 dalam Glatzer, 2015)

mengklasifikasikan multidimensi dari kualitas hidup pada lansia

berdasarkan konteks yang berbeda ( Individual/ konteks tingkat mikro

versus populasi/ konteks tingkat makro) dan pendekatan ( kondisi

obyektif dan persepsi subyektif). Prespektif obyektif menunjukan pada

personal atau karakteristik lingkungan mandiri atau persepsi manusia,

termasuk demografi, lingkungan fisik, ekonomi, sosial, kesehatan,

fungsional dengan hasil komponen obyektif pada tingkat makro atau

(28)

tersebut mengkaji domain kehidupanya (tingkat mikro) dan kondisi

serta stereotipe di komunitas.

Prespektif subyektif dari kualitas hidup dioperasionalkan dengan

jalan yang berbeda, menggukanan variasi indikator seperti

kebahagiaan, kepuasan hidup, moral, percaya diri, aspirasi, ekspektasi,

persepsi hubungan sosial dan dukungan (Glatzer, 2015).

Pengkahila (2007 dalam Kustanti, 2012) kualitas hidup lansia

meliputi :

a. Aspek fisik yang meliputi kenyamanan, energi, kelelahan, dan

istirahat.

b. Aspek psikososial yang meliputi perasaan positif dan negatif,

harga diri, citra tubuh dan penampilan diri.

c. Tingkat independensi meliputi aktivitas fisik, ketergantungan obat

dan kapasitas kerja.

d. Hubungan sosial meliputi hubungan pribadi, dukungan sosial,

aktivitas seksualitas.

e. Lingkungan : lansia berkesempatan mendapatkan informasi.

f. Spiritual.

Hardywinoto dalam purwanti (2009 dalam Kustanti, 2012)

menjelaskan Komponen – komponen yang mendukung kualitas hidup

lansia anatara lain :

a. Aspek demografi yaitu jenis kelamin, umur, harapan hidup,

(29)

b. Aspek biologis meliputi sistem kekebalan tubuh, kerusakan sel

dan jaringan akibat radikal bebas.

c. Aspek sosial dan budaya yaitu kesejahteraan sosial lanjut usia

meliputi kesehatan, kesempatan kerja, bantuan sosial.

d. Aspek ekonomi yang mencakup kondisi sosial ekonomi lanjut

usia

e. Aspek hukum dan etika yaitu mencakup keterbatasan sumber

daya manusia dan hubungan dengan keluarga.

f. Aspek psikologi dan perilaku dipengaruhi oleh hal – hal yang

disadari bagi lansia.

g. Aspek agama dan rohani yaitu upaya bagi lansia mengatasi

kesulitan hidup dan percaya bahwa diciptakan oleh tuhan yang

maha esa.

h. Aspek kesehatan mempengaruhi kehidupan lanjut usia seperti

kesehatan fisik dan mental.

i. Aspek pembinaan kesehatan untuk meningkatkan kualitas

pelayanan kesehatan pelayan kesehatan bagi perawatan lansia.

j. Aspek keperawatan lansia bertujuan mempertahankan kesehatan

dan semangat hidup lansia dengan meningkatkan perawatan

secara promotif, preventif dan kuratif (Kustanti, 2012).

Kualitas hidup biasanya dibagi dalam dimensi lingkungan fisik,

sosial, dan psikologis. Kualitas hidup juga terdiri atas penilaian

subjektif seseorang mengenai sejauh mana berbagai dimensi seperti

(30)

memenuhi kebutuhanya (Sadli, 2010). Lawton (1983 dalam Schalock,

1997) mendefinisikan faktor yang berperan dalam kualitas hidup

sebagai “good life” bagi lansia yang terdiri dari empat sektor , yaitu :

a. Kompetensi tingkah laku : kesehatan, kesehatan fungsional,

kognitif, tingkah laku sosial.

b. Kesehatan psikologi

c. Penerimaan kualitas hidup

d. Lingkungan objektif.

Konsep kualitas hidup menurut WHO dipengaruhi oleh

kesehatan fisik seseorang, keadaan psikologis, kemandirian, hubungan

sosial, keyakinan pribadi dan lingkungan tempat tinggal (WHO,

1997). Domain dalam WHOQOL-BREEF diantaranya:

1. Kesehatan fisik

Teori Felce dan Perry (1996 dalam Rohmah ett all, 2012)

mengemukakan bahwa kesejahteraan fisik difokuskan pada

kesehatan. Optimum aging didapatkan pada posisi dimana

fungsional lansia mencapai kondisi yang optimal atau maksimal.

Fisik yang berfungsi baik memungkinkan lanjut usia untuk

mencapai penuaan berkualitas. Ketidaksaiapan lansia menghadapi

kondisi tersebut berdampak pada rendahnya pencapaian kualitas

hidup. Fisik yang kurang berfungsi dengan baim akan menurunkan

kesempatan lansia untuk mengaktualisasikan dirinya.

Kesehatan fisik adalah aspek dasar yang menentukan

(31)

ketidakmampuan adalah pertimbangan penting. Keterbatasan fisik

dapat mengurangi kemandirian dan menghalangi kebiasaan,

aktivitas sosial dan pada tingkat yang lebih jauh akan menurunkan

kepuasan hidup (Rohmah ett all, 2012: Schalock, 1997).

WHO menjelaskan bahwa dalam domain kesehatan fisik

terdapat enam facet yang dijadikan indikator dalam menentukan

kualitas kesehatan fisik diantaranya:

a. Aktifitas sehari-hari

b. Ketergantungan terhadap obat-obatan

c. Energi dan kelelahan

d. Kemampuan gerak

e. Nyeri dan ketidaknyamanan

f. Tidur dan istirahat.

g. Kapasitas kerja. (Venkatesh, 2015)

2. Faktor psikologis

Kestabilan kesejahteraan psikologis menjadi faktor yaqng

berperan dalam meningkatkan kesejahteraan psikologis (Renwick

& Brown dalam Rohmah ett all, 2012). kesejahteraan psikologis

mengacu pada afek positif, spiritualitas, berfikir, belajar, memori

dan konsentrasi. Kesejahteraan psikologis menjadi salah satu faktor

yang menentukan kualitas hidup lansia.

Faktor psikologis merupakan faktor yang penting dalam

melakukan kontrol terhadap semua kejadian yang dialami dalam

(32)

penurunan fungsi fisiologis. Perubahan psikologis berasal dari

kesadaran tentang merosotnya perasaan rendah diri lansia apabila

dibandingkan dengan orang disekitarnya yang lebih muda.

Penurunan terhadap kecerdasan emosional menyebabkan lansia

menjadi mudah cemas, menyendiri, sering takut, merasa tidak

dicintai, merasa gugup, sedih dan cenderung mudah depresi. Hal ini

juga merupakan faktor yang berpengaruh terhadap kualitas hidup

seseorang.

Kesehatan kognitif juga penting terhadap kualitas hidup

lansia. Dimensi ini memiliki persepsi tersendiri tentang kepuasan

hidup. Banyak peneliti mengatakan bahwa persepsi pribadi terkait

kesehatan kognitif berhubungan erat dengan faktor sosial ekonomi,

derajat interaksi sosial dan aspek situasi kehidupan (Larson dan

Schalock, 1997).

WHO menjelaskan dalam aspek psikologis seseorang

terdapat beberapa indikator yang menentukan kualitas psikologis

nya. Indikator tersebut dibagi dalam enam facet dalam

WHOQOL-BREEF, diantaranya:

a. Citra tubuh dan penampilan.

b. Perasaan negatif.

c. Perasaan positive.

d. Kepercayaandiri.

(33)

h. Kemampuan berfikir, belajar, mengingat dan berkonsentrasi.

(Venkatesh, 2015)

3. Faktor sosial

Kesejahteraan sosial adalah suatu tata kehidupan dan

penghidupan sosial baik material maupun spiritual yang diliputi

rasa keselamatan, kesusilaan dan ketentraman lahir batin yang

memungkinkan lansia memenuhi kebutuhan dasar dengan

sebaik-baiknya. Blunden (1988) mencatat bahwa dimensi kesehatan sosial

merupakan element penting pada kehidupan kebanyakan orang.

Memiliki hubungan menjadikan seseorang mampu menentukan

pilihan, beraktivitas dan menjadi objek yang dihormati merupakan

komposisi penting dari kesehatan sosial (Rohmah ett all,

2012:Schalock, 1997).

WHO menjelaskan bahwa dalam domain hubungan sosial

terdapat tiga facet yang dijadikan indikator dalam menentukan

kualitas hubungan sosial diantaranya:

a. Hubungan personal.

b. Dukungan sosial.

c. Aktivitas seksual. (Venkatesh, 2015)

4. Faktor lingkungan

Tempat tinggal yang baik akan meningkatkan kualitas hidup

pada lansia. Lingkungan hidup lansia sebaiknya dalam suasana

(34)

penghuni merasa betah. Salah satu aspek dalam kesejahteraan

lingkungan adalah kesehatan material.

Kesehatan material adalah kemampuan untuk mendapatkan

dan menggunakan kebebasan terkait dengan pendapatan, hidup

dengan sebagian kualitas fisik yang dapat diterima dan memiliki

kepemilikan materil adalah bagian dari kualitas dan kuantitas

(Rohmah ett all, 2012 : Schalock, 1997).

WHO menjelaskan bahwa dalam domain lingkungan

terdapat delapan facet yang dijadikan indikator dalam menentukan

kualitas lingkungan diantaranya:

a. Sumber keuangan.

b. Kebebasan, keamanan fisik, keamanan lingkungan.

c. Ketersedian dan kualitas layanan fisik dan sosial.

d. Lingkungan.

e. Kesempatan mendapatkan informasi.

f. Berpartisipasi dalam kegiatan rekreasi.

g. Lingkungan fisik (Polusi,kebisingan).

h. Transportasi. (Venkatesh, 2015)

3. Kualitas hidup dalam keperawatan

Beberapa ahli keperawatan telah merumuskan konsep kualitas

hidup seseorang dalam berbagai versi. Studi kepustakaan yang

dilakukan Plumer (2009) menjelaskan konsep kualitas hidup menurut

(35)

a. Hildegard Peplau

Kualitas hidup menurut teori keperawatan Peplau dijelaskan

sebagai persepsi subjektif pada kondisi tertentu yang sedang

dialami seseorang. Kualitas hidup dapat diartikan sebagai

well-being atau kesehatan fisik dan sering disamakan dengan kesehatan.

Hubungannya adalah kualitas hidup adalah sebuah hasil dan sangat

signifikan dengan teorinya. Kualitas hidup terus berubah sesuai

dengan kondisi kehidupan seseorang dan pada dasarnya

dipengaruhi oleh kesehatan, hubungan sosial (Pelpau, 1994 dalam

Plumer, 2009)

b. Martha Roger

Teori Roger menjelaskan bahwa manusia dan lingkungan

adalah satu kesatuan yang saling mempengaruhi dan tidak dapat

dipisahkan. Roger mengemukakan bahwa kualitas hidup diartikan

sebagai kepuasan hidup yang seantiasa berfluktuasi berdasarkan

interaksi dari individu dan lingkungan (Roger, 1994;Plumer, 2009)

c. Imogene King

King menjelaskan bahwa ada interaksi yang terjadi anatara

manusia dan lingkungan dengan mempresentasikanya sebagai tiga

sistem yang saling terkait diantaranya sistem personal, sistem

interpersonal dan sistem sosial. Kepuasan hidup dipengaruhi oleh

komunikasi, interaksi dan transaksi antar individu (King,

(36)

d. Madeline Leininger

Kualitas hidup menurut teori Leininger adalah konstruksi

budaya dan fenomena yang abstrak. Kuallitas hidup dianggap

sebagai tentara yang kuat untuk mendampingi, menjaga,

mempromosikan kesehatan dalam sebuah budaya (Leininger,

1994;Plumer, 2009).

e. Rosemarie Rizzo Parse

Parse Mengatakan bahwa kualitas hidup diartikan sebagai

pandangan seseorang terhadap momen yang telah berubah sesuai

kondisinya. Kualitas hidup yang dijelaskan parse mengacu pada:

sebyektivitas, persepsi yang terlalu luas, persepsi dari tiap momen

yang dijalani. (Parse, 1994; Plumer, 2009)

4. Pengukuran Kualitas Hidup Menggunakan WHOQOL-BREEF

Pengukuran kualitas hidup yang dikembangkan oleh World

Health Organisation Quality Of Life Group (WHOQOL Group)

dengan 15 pusat penelitian yang terus mengembangkan pengkajian

kualitas hidup yang bisa lintas budaya yang selanjutnya

dikembangkan WHOQOL-BREEF dalam berbagai bahasa.

Kualitas hidup didefinisikan sebagai persepsi terhadap posisi

dalam kontek nilai, budaya yang tinggal dan saling berhubungan.

Sama halnya dengan kita mengartikan bahwa kualitas hidup lebih

kepada pandangan subyektif kaitanya dengan budaya, sosial dan

(37)

WHOQOL-BREEF memiliki empat domain stuktur,

terdapat 24 item pertanyaan dengan pertanyaan pertama berupa

pertanyaan tentang kualitas hidup secara umum dan pertanyaan kedua

tentang persepsi individu tentang kesehatanya. Selanjutnya rata-rata

skor tiap domain dihitung dengan nilai domain. Pengkajian ini tidak

digunakan untuk mengetahui tetang kondisi fisik melainkan

mengetahui efek yang akan didapat dari intervensi yang tepat (Oerley,

1996).

B. Lanjut Usia (Lansia)

1. Definisi Lansia

Definisi secara umum, seorang dikatakan lanjut usia (lansia)

apabila usianya 65 tahun ke atas (Setianto dalam Effendi, 2009).

Undang – undang nomor 13 tahun 1998 dalam Bab 1 pasal 1 ayat 2

yang berbunyi ,” Lanjut Usia adalah seseorang yang mencapai usia 60

tahun (enam puluh) tahun ke atas” (Effendi, 2009). Penuaan atau

proses terjadinya tua adalah suatu proses menghilangnya secara

perlahan–lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki

diri/mengganti dan mempertahan fungsi normalnya sehingga tidak

dapat bertahan terhadap infeksi serta memperbaiki kerusakan yang di

derita (Constntinides dalam Effendi, 2009). Lansia bukanlah suatu

penyakit melainkan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang

ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beadaptasi

(38)

2. Tugas Perkembangan Lansia

Seseorang dalam tumbuh kembangnya selalu dipengaruhi oleh

tumbuh kembang pada masa sebelumnya, usia lanjut biasanya

melanjutkan juga tahap perkembangan sebelumnya (Dewi, 2014).

Tugas perkembangan lansia diantaranya:

a. Mempersiapkan diri untuk kondisi yang menurun

b. Mempersiapkan diri untuk pensiun.

c. Membentuk hubungan baik dengan orang seusianya.

d. Mempersiapkan kehidupan baru.

e. Melakukan penyesuaian terhadap kehidupan sosial/masyarakat

secara santai

f. Mempersiapkan diri untuk kematianya dan kematian pasaangan.

3. Perubahan Sistem Tubuh Lansia

a. Perubahan fisik (Cassel, 2003)

Tabel 2.1

Kerusakan toleransi glukosa(GDP meningkat 1mg/dl/dekade.Prostprandial meningkat 10mg/dl/dekade)

Peningkatan serum insulin,peningkatan hormon pertumbuhan dimalam hari mengalami penurunan puncak,

Penurunan dehydroepiandrosteron (DHEA) Penurunan testosterone

(39)

Organ atau

sistem organ

Penurunan fungsi

kardiovaskuler Perubahan nadi istirahat, penurunan maksimum HR.

Kerusakan pengisian ventrikel kiri Penurunan fungsi pacemaker di SA node

Peningkatan atrial sistole untuk pengisian ventrikel

Hipertropi atrium kiri

Kontraksi dan relaksasi ventrikel yang memanjang

Penurunan inotropik kronik,respon lusitropik untuk stimulasi beta-adrenergik

Penurunan respon cardiac output

Penurunan respon hipertropi sebagai respon volume atau tekanan yang berlebihan

Peningkatan serum Atrial Numeric Peptide

(ANP)

Penebalan arteri besar, lumen,panjang, distensi berkurang.

Lapisan subendotel menebal dengan jaringan penghubung

Ukuran dan bentuk sel endotel yang tidak teratur Fragmentasi elastin di dinding arteri

Resistensi perifer meingkat.

Tekanan darah Peningkatan sistole, tidak berubahnya diastole.

Penurunan vasodilatasi mediasi beta-adrenergik.

Tidak berubahnya vasokontriksi alfa-adrenergik.

Kerusakan autoregulagi perfusi ke otak Paru-paru Peningkatan volume residu

Batuk tidak efektif

Kurang efektifnya aksi silia

Perfusi-ventilasi kurang cocok disebabkan penurunan PaO2 .

Peningkatan diameter trakea

Pembesaran saluran alveolar, kehilangan elastisitas paru, penuruan permukaan parenkim. Penurunan masa paru

Perluasan rongga thorax

Penurunan inpirasi dan ekspirasi maksimum Penurunan difusi CO

(40)

Organ atau sistem organ

Penurunan fungsi

Renal Penuruan bersihan kreatinin dan GFR

10ml/dekade

Penurunan 25% masa ginjal, peningkatan perfusi kortek dan sel juktaglomerulus

Penungkatan penyimpanan dan pengeluranan Na Kerusakan pengeluran lemak

Penurunan NO

Penurunan ketergantungan renal prostaglandin untuk mempertahankan perfusi

Penurunan aktivasi vitamin D

Genitourinaria Ereksi memanjang pada pria

Penurunan intensitas orgasme untuk laki-laki dan perempuan

Pengosongan blader tidak tuntas dan peningkatan residu

Penurunan sekresi prostat di urin

Penurunan sekresi protein faktor antiadherence Tamm-Horsfall

Suhu Kerusakan pada respon menggigil

Regulasi Penurunan vasokontriksi dan vasodilatasi Penurunan produksi urin

Tulang Lambatnya penyembuhan ketika fraktur Penurunan masa tulang

Penurunan formasi osteoklas. Sendi Gangguan matrik kartilago

Modifikasi poliglikan dan glikoaminoglikan Sistem saraf

perifer

Kehilangan saraf motorik spinal Penurunan sensasi terutama di kaki Penurunan sensitivitas panas

Penurunan potensial amplitudo pada saraf sensorik

Penurunan ukuran dan besar serat fibrin Penurunan heterogenitas akson dan mielin Sistem sarat

Penurunan densitas koneksi pada dendrit Peningkatan jumlah neurofibril

Peningkatan plak senilis

Penurunan myelin dan total lemak otak Peningkatan aktivitas monoamin oksida

(41)

Organ atau

sistem organ

Penurunan fungsi

Gastrointesinal Penurunan ukuran liver dan aliran darah Kerusakan pembersihan liver.

Penurunan induktivitas liver sebagai fubgsi menggabungkan enzim oksidasi, penurunan bilirubin

Penurunan sedang asam pada lambung Kerusakan pada mukosa gastric.

Penurunan masa pankreas dan enzim nya Penurunan efektifitas kontraksi kolon Penurunan penyerapan kalsium Penglihatan Gangguan pada adaptasi gelap

Kuning pada lensa

Kesulitan fokus pada jarak dekat Penurunan sensitivitas kontas Penurunan lakrimal

Penghidu Deteksi berkurang 50%

Haus Penurunan haus

Gangguan pengontrolan haus oleh endorpin Keseimbangan Peningkatan respon vertibular

Penurunan jumlah sel organ korti. Pendengaran Penurunan pemrosesan sentral

Kesulitan membedakan sumber bunyi Sistem imun Penurunan mediasi sel imunitas

Rendahnya produksi antibodi Peningkatan autoantibodi

Fasilitasi produksi anti-idiotypr antibodies

Peningkatan terjasinya MGUS (Monoclonal Gammathopathy Of Unknownn Significance)

Penurunan delay hipersensitivitas

Penurunan fungsi makrofag (interferon agmma, TGF-brta, TNF, IL-6,IL-1).

Penurunan sel proliferasi.

Atropi timus dan penurunan hormon tiroid Akumulasi memori sel T

(42)

Penuaan Sistem Integumen

Stanley (2006) menjelaskan bahwa hal-hal yang terjadi pada epidermis

lansia diantaranya:

a. Stratum korneum

Stratu Korneum merupakan lapisan luar epidermis yang terdiri

dari sel keratinosit. Jumlah sel dan lapisam secara esensial tidak

berubah namun kohesi sel mengalami penurunan. Perbaikan lapisan

sel menjadi lebih lambat, menghasilkan waktu penyembuh yang

lama. Penurunan kohesivan sel berhubungan dengan penggantian

sel. Pelembab pada stratum korneum berkurang tetapi status

perlindungan air tetap sehingga kulit lansia menjadi tampak kering

dan kasar.

b. Epidermis

Epidermis terjadi perlambatan dalam perbaikan sel, jumlah

basal yang lebih sedikit dan penurunan jumlah kedalaman rete ridge

yang dibentuk dari penonjolan epidermal dari lapisan basal yang

mengarah ke bawah. Pendataran rate ridge mengurangi area kontak

antara epidermis dan pemisahan antara lapisan kulit.

Penurunan kompetensi imun merupakan hasil keseluruhan

penurunan jumlah sel langerhans karena bertambahnya usia.

Kerusakan sel keratinosit dapat dilihat dari kulit yang mengalami

penuaan. Gangguan ini mungkin mencerminkan perubahan

(43)

Tabel 2.2

Perubahan Pada Epidermis

Perubahan Konsekuensi klinis

Waktu penggantian sel meningkat

Waktu penyembuhan lama

Penurunan melanosit Perlindungan dari sinar UV kurang Penurunan sel langerhans Respon terhadap pemeriksaan kulit

berkurang

Pendataran rate ridge Kulit mudah terpisah dan mengalami kerusakan

Volume dermal mengalami penurunan, dermis mengalami

penurunan jumlah sel dan menjadi lebih tipis. Perubahan

degenerative dimulai sejak usia 30 tahun, serabut elastis dan

jaringan kolagen secara bertahap dihancurkan oleh enzim.

Elastisitas yang menurun membuat dermis meningkatkan

kemampuan perenggangganya, sehingga kulit melentur saat terkena

tekanan, turgor kulit hilang dan organisasi kolagen jadi tidak

teratur. Vaskularisasi menurun dengan lebih sedikit pembuluh

darah kecil. Demis jadi berisi sedikit fibroblas, makrofag, sel

batang. Kulit jadi kurang mampu mengatur termoregulasi.

d. Subkutis

Lapisan subkutis mengalami penipisan sehingga kulit tampak

lebih kendur dan menggantung siatas tulang rangka. Penuruna

lemak menimbulkan peningkatan resiko cedera. Lemak lebih

banyak terdistribusi di bagian perut dan paha sehingga

(44)

b. Perubahan mental

Faktor yang mempengaruhi perubahan mental adalah

perubahan fisik, kesehatan umum, tingkat pendidikan,

keturunan(hereditas), lingkungan , tingkat kecerdasan (Intelegensi

quotient–I.Q) dan kenangan (memory). Kenangan dibagi menjadi

dua, yaitu kenangan jangka panjang (berjam–jam sampai berhari–

hari yang lalu) mencakup beberapa perubahan dan kenangan jangka

pendek atau seketika (0-10 menit) biasanya berupa kenangan buruk

(Efendi, 2009).

c. Perubahan psikososial

Perubahan psikososial yang terjasi terutama setelah seseorang

mengalami pensiun, berikut ini adalah hal –hal yang akan terjadi

pada masa pensiun

1. Kehilangan sumber fiannsial atau pemasukan (income)

berkurang

2. Kehilangan status karena dulu mempunyai jabatan posisi yang

cukup tinggi, lengkap dengan segala fasilitasnya

3. Kehilangan teman atau realsi

4. Kehilangan pekerjaan atau kegiatan

5. Merasaakn atau kesadaran akan kematian (sense of awarness

(45)

C. Pruritus Senilis

1. Definisi Pruritus Senilis

Pruritus senilis merupakan gatal-gatal yang biasanya ringan dan

setempat atau menyeluruh dengan sebab yang tidak pasti pada lanjut

usia, diagnosa pruritus senilis biasa ditegakan dengan menyingkirkan

diagnosa lain yang menyebabkan gatal pada kulit lansia (Obraun,

1991).

2. Etiologi.

a. Penuaan dan sistem imun

Perubahan yang terjadi pada sistem imun disebut dengan

“immunosenescense”. Ada dua fenomena yang terjasi pada sistem

imun yang mengalami penuaan. Pertama adanya proinflamatory dan

kedua adanya abrasi yang signifikan dari sel T dan sel B. Beberapa

pasien juga mengalami respon “alergic” semu dengan Th2 dominan.

Adanya respon alergik semu disebabkan karena reaksi

proinflamatory dan Th2 dominan kehilangan sel T naiv. (Cohen,

2012).

b. Penuaan dan pelindung epidermal.

Penuaan menyebabkan perubahan pada pelindung epidermal.

Mendekati usia 55 tahun, permukaan pH epidermis menjadi lebih

asam. Enzim yang menerima proses pembentukan lemak pembentuk

pelindung epidermal air sedikit lebih asam sehingga menyebabkan

(46)

untuk teriritasi dan gatal yang berasal dari produk detergent dan

lebih sulit mentoleransi antigen daripada orang yang lebih muda.

Asam dan symphomyelinase alami, synthase ceramide dan asam

ceramides merupakan enzim yang berfungsi memproduksi ceramise

dengan struktur pelindung epidermal. Pada lansia ceramide

berkurang di lapisan dalam epidermis. Aquaporin-3 adalah gliserol

dan kanal membran air yang penting dalam hidrasi kulit dengan

memperkuat konsentrasi gliserol lapisan statum korneum. Gen

aquaporin-3 berkurang pada seseorang dengan usia lebih dari 60

tahun. Semua langkah yang terjadi dalam pelindung epidermal dan

hidrasi pada lansia menimbulkan xerosis.

Kerusakan pelindung mengakibatkan pertama gagalnya

pelindung untuk menurunkan resiko dermatitis karna rusaknya

pelindung menyebabkan mudahnya antigen masuk. Setelah

pelindung gagal, pengeluaran sitokin untuk menginduksi pelindung

untuk memperbaikinya juga menyebabkan dermatitis sehingga

menyebabkan masalah pada kulit (Berger, 2011)

3. Patofisiologi

Disebut dengan pruritus senilis ketika masalah penyakit kulit

seperti jamur, dermatitis, penyakit sistemik penyebab gatal, gatal

yang disebabkan reaksi obat disingkirkan. Pada peningkatan usia

seseorang menyebabkan peningkatan sentuhan rasa nyeri dan gatal

pada ambang batasnyadisebabkan adanya atropi dari sel saraf

(47)

pada sistem saraf pusat tidak mampu menghambat adanya sensasi

gatal. Hal ini dianalogika dengan seseorang yang mengalami post

amputtasi tungkai, namun tiba-tiba merasakan tungkainya terasa

gatal atau ada sensasi gatal di bagian amputasinya.

Sensasi ini akan diterima oleh serabut C tak bermielin yang

selanjutnya akan di bawa ke otak melalui sum-sum tulang belakang

sampai ahirnya diterima oleh bagian hipotalamus lalu di bawa ke

korteks dan diterjemahkan sebagai gatal. Gatal yang dirasakan

lansia akan memicu bagian korteks untuk memerintahkan tubuh

menggaruk bagian yang gatal. Saat terjadi proses menggaruk,

gesekan tersebut akan menimbulkan luka yang selanjutnya memicu

tubuh mengeluarkan histamin. Pengeluaran histamin, prostaglansin

akan memicu saraf serabut C tak bermielin bekerja kembali untuk

mengirim respon gatal kembali (Khairina, 2013).

4. Penanganan

a. Pengobatan untuk kulit kering

1) Penggunaan omeolin tipis di permukaan kulit secara teratur

setelah mandi.

2) Hindari mandi air panas dalam waktu lama

3) Menggunakan sabun yang mengandung minyak

4) Menghindari sabun yang mampu mengiritasi kulit

5) Hindari pakaian yang mampu menimbulkan gesekan

6) Gunakan pengarur kelembabab bila perlu.

(48)

b. Terapi non-farmakologi

1) Stimulasi lapisan subkutan

2) Hipnosis

3) Terapi cahaya

4) Terapi ultraviolet

c. Terapi farmakologik

1) Topikal: menthol, Tacrolimus, Doxepin, Kortikosteroid,

Capsaisin

2) Sistemik: Cyclosporin, Doxepin, Oxatomide,

Aminotriptyline, Mirtazipine, SSRIs (Selectife serotonin

reuptake inhibitor), Ondansteron, Carbamazepine,

Gabapentin, Thalidormide, Opioid Anatgonis (Ward, 2005).

D. Penelitian Terkait

Penelitian Andreas Rantepadang tahun 2012 yang berjudul

Interaksi Sosial dan Kualitas Hidup Lansia di Kelurahan Lansot

Kecamatan Tomohon Selatann it Metode yang digunakan peneliti adalah

kuantitatif deskriptif, korelasi dan regresi, dan dari hasil penelitian

tersebut, Ia menjelaskan bahwa sebagaian besar lansia di kelurahan Lansot

memiliki interaksi sosial yang baik dan memiliki kualitas hidup yang baik

pula. Kualitas hidup dilihat dalam tiga dimensi: yaitu dimensi biologi yang

berhubungan dengan fisik dengan nilai rata-rata 4,10, psikologi dengan

nilai rata-rata 3,72, spirital dengan rata-rata 4,75,. Terdapat hubungan yang

(49)

0,690. Interaksi yang kuat juga terjadi antara dimensi biologis dengan

interaksi sosial lansia dengan nilai korelasi 0,673 (Rantepadang, 2012).

Penelitian Tessari, ett all. tahun 2009 dengan judul The Impact of

Pruritus on Quality of Life Patient Undergoing Dialysis: a Single-Center

Cohort Study. yang dilakukan pada 169 pasien yang menjalani

hemodialisa atau peritonial dialisa di Italia dapat diambil kesimpulan

bahwa adanya gejala pruritus atau gejala fisik lain mampu menurunkan

kualitas hidup seseorang. Adanya gangguan psikologis minor dialami oleh

orang-orang dengan masalah pruritus dan hal ini terjadi cukup signifikan,

gangguan yang diakibatkan masalah pruritus lainya adalah masalah

gangguan tidur (Tessari, 2009).

Penelitian yang dilakukan oleh Yudianto, ett all tahun 2008 dengan

judul Kualitas Hidup Penderita Diabetes Melitus di Rumah Sakit Umum

Daerah Cianjur, menggunakan metode deskriptif kuantitatif dan dilakukan

terhadap 4 dimensi berhubungan dengan kualitas hidup penderita diabetes

di poli penyakit dalam RSUD Cianjur dengan responden sebanyak 50

orang. Kuisioner kualitas hidup menggunakan WHOQOL-BREEF dan

dapat disimpulkan bahwa kualitas hidup penderita yang berobat di poli

penyakit dalam RSUD Cianjur secara keseluruhan baik dan persepsi

terhadap kesehatanya adalah memuaskan. Dimensi kesehatan fisik

responden merasa lebih pusa dengan kemampuan bergaulnya, dimensi

kesehatan psikologis memiliki perasaan negatif seperti cemas, putus asa

(50)

dukungan sosial, dimensi kesehatan lingkungan lebih puas dengan

kesempatan mendapat informasi (Yudianto, 2008)

Penelitian lainya tentang Status Gizi, Penyakit Kronis dan

Konsumsi Obat terhadap Kualitas Hidup Dimensi kesehatan Fisik Lansia

di Cilacap Utara tahun 2013 dilakukan oleh Sari. Metode penelitian ini

adalah metode analitik observasional dengan rancangan cross sectional

dengan jumlah responden 58 orang. Kejadian penyakit kronis dan

konsumsi obat-obatan berhubungan dengan menurunya kualitas hidup

dimensi kesehatan fisik pada lansia di wilayah kerja puskesmas Cilacap

Utara 1. Status gizi tidak memiliki hubungan dengan kualitas hidup

dimensi kesehatan fisik. Status gizi mengkin secara tidak langsung

(51)
(52)

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah model pendahuluan dari sebuah masalah

yang akan diteliti. Kerangka konsep dibuat berdasarkan literature review

danteori yang sudah dipelajari variable dan masalah yang akan diteliti.

Tujuan dari kerangka konsep adalah menggambarkan hubungan

(Swarjana, 2012). Variable adalah atribut dari sekelompok obyek yang

akan diteliti dan mamiliki variasi di dalam kelompok tersebut. Penelitian

ini memiliki satu variabel penelitian yaitu kualitas hidup lanjut usia

dengan masalah pruritus senilis.

Bagan 3.1: Kerangka Konsep

Kualitas Hidup lansia dengan masalah pruritus senilis:

(53)

35

A. Definisi Operasional

Definisi operasional adaalh suatu definisi ketika variabel-variabel penelitian memiliki sifat operasional. Definisi dari

operasional menjadikan konsep yang masih bersifat abstrak menjadi operasional yang memudahkan pengukuran variabel

tersebut (Wasis, 2006).

Variable Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala

Nama Identitas

responden. Bisa berupa nama asli atau inisial

Wawancara Kuisioner Nama responden atau inisial. Ordinal

Usia Lama waktu hidup

atau sejak dia di lahirkan

(setiawan,2015)

Wawancara kuisioner Usia dalam tahun Nominal

Jenis

Wawancara Kuisioner 1: Laki-laki

2: Perempuan

Wawancara Kuisioner Lamanya tinggal di panti

dalam tahun

(54)

36

Wawancara Kuisioner Akut: <6 minggu

Kronis: ≥6 minggu

Wawancara Kuisioner Jenis penanganan pruritus

1: Farmakologi

Wawancara Kuisioner WHOQOL-BREEF yang terdiri dari pertanyaan kualitas hidup lansia secara umum.

Hasil uji normalitas kualitas hidup lansia dengan distribusi data tidak normal

Value≥ Median (2,0) : Baik Value< Median (2,0) : Buruk (Harstono, 2007)

Hasil uji normalitas kesehatan umum lansia dengan

distribusi data tidak normal.

Value≥ Median (2,5) : Baik Value< Median (2,5) : Buruk (Harstono, 2007)

Hasil uji normalitas domain Kesehatan fisik dengan distribusi data normal

Value ≥ mean (22,1) : Baik

(55)

37

Value < mean (22,1): Buruk (Harstono, 2007)

Kuisioner WHOQOL-BREEF yang berisi pertanyaan domain psikologis

Hasil uji normalitas domain psikologis dengan distribusi data tidak normal

Value≥ Median (27): Baik Value< Median (27): Buruk. (Harstono, 2007)

Hasil uji normalitas domain hubungan sosial dengan distribusi tidak normal

Value≥ Median (102): Baik Value< Median (102): Buruk. (Harstono, 2007)

Hasil uji normalitas domain lingkungan dengan distribusi tidak normal

Value≥ Median (24): Baik Value< Median (24): Buruk. (Harstono, 2007)

(56)
(57)

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif

dan pendekatan cross sectional. Penelitian deskriptif kuantitatif adalah

penelitian yang menggambarkan secara sistematis dan akurat suatu

situasi atau area populasi tertentu yang bersifat faktual. Tujuan

penelitian deskriptif adalah mendeskripsikan seperangkat peristiwa

populasi saat ini (Sudarwan, 2003). Salah satu jenis penelitian

deskriptif kuantitatif adalah penelitian perkembangan yang merupakan

penelitian untuk mengetahui perkembangan subyek dengan metode

cross sectional yaitu hanya dengan satu waktu pengukuran terhadap

lansia dengan keluhan pruritus dalam jangka waktu yang berbeda beda

(Suhrsimi, 2010).

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-Maret 2016 di

Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budhi Mulya 03 Margaguna

Jakarta Selatan karena ± 76% lansia di PSTW mengalami pruritus

secara umum dan belum ada penelitian terkait kualitas hidup lansia

dengan masalah pruritus di lokasi tersebut.

(58)

C. Populasi dan Sample

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang memiliki kualitas dan

karakteristik tertentu yang ditetapkan peneliti untuk dipelajari. Tidak

semua penduduk atau orang yang berdomisili dikatakan sebagai

populasi dan sample. Populasi bukan hanya sekedar jumlah yang ada

pada obyek yang dipelajari melainkan karakteristik dari obyek tersebut

(Sugiyono, 2012). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh lanjut

usia yang memiliki keluhan pruritus senilis. Setelah dilakukan skrining

pada seluruh lansia di PSTW Budhi Mulya 3 Margaguna Jakarta

Selatan didapatkan hasil bahwa lansia dengan masalah pruritus senilis

berjumlah 56 orang.

2. Sample

Sample adalah bagian dari elemen populasi yang dari strategi

sampling. Sample yang diambil idealnya adalah sample yang mewakili

populasi. Teknik pengambilan sample dalam penelitian ini adalah

menggunakan purposive sampling. Besarnya sample yang diambil,

peneliti menggunakan prinsip total sampling dimana peneliti

mengambil seluruh anggota populasi menjadi subyek penelitian sesuai

dengan kriteria inklusi (Swarjana, 2015). Kriteria inklusi adalah

karakteristik umum subyek penelitian dari suatu populasi target yang

(59)

Kriteria Inklusi dalam penelitian ini adalah:

1. Lanjut usia yang tinggal di panti werdha.

2. Sedang mengalami keluhan pruritus senilis.

3. Dapat berkomunikasi dengan baik.

4. Mau menjadi subyek penelitian.

D. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan peneliti untuk

mengumpulkan data. Instrumen penelitian dibedakan menjadi dua jenis

yaitu instrumen penelitian survei dan instrumen penelitian non survei.

Instrumen disusun berdasarkan kebutuhan penelitian agar diperoleh data

yang sesuai. Data yang diperoleh nanti akan diolah menjadi informasi

yang akan menjelaskan suatu gejala atau hubungan antar gejala

(Sudarmawan, 2003). Intrumen yang digunakan dalam penelitian ini

adalah kuisioner. Kuisioner yang digunakan terdiri dari 2 jenis yaitu

kuisioner data demografi dan kuisioner WHOQOL-BREEF. Kuisioner

data demografi berisi nama, usia, jenis kelamin, pendidikan,lama tinggal di

panti, lama mengalami keluhan pruritus. Kuisioner 2 menggunakan

WHOQOL-BREEF yang terdiri dari 4 domain dalam kualitas hidup

seseorang. Kuisioner WHOQOL-BREEF merupakan draft manual dari

World Health Organitation Quality Of Life Group (WHOQOL Group)

yang merupakan salah satu anggota WHOQOL group dan telah di

terjemahkan pada tahun 2004 oleh Dr Ratna Mardiati ett all.

WHOQOL-BREEF terdiri dari pertanyaan tentang kualitas hidup berupa pertanyaan

(60)

positive (dengan skor 1-5) serta keempat domain kualitas hidup berupa

domain kesehatan fisik yang terdiri dari 7 pertanyaan berupa dua

pertanyaan negative dan lima pertanyaan positive. Domain kedua adalah

psikologik yang terdiri dari 6 pertanyaan dengan 5 pertanyaan positive dan

satu pertanyaan negative. Domain ketiga adalah hubungan sosial yang

terdiri dari 3 pertanyaan dengan pertanyaan positive dan yang ke empat

adalah lingkungan terdiri dari 8 pertanyaan positive (Sudharma, 2007).

Penilaian pada WHOQOL_BREEF yaitu dengan memberikan

skor 1-5 pada pertanyaan positive dan skor 5-1 pada pertanyaan negative.

Nilai yang dihasilkan menunjukan kualitas hidup orang tersebut. Penialian

pada setiap domain dihitung dengan mengalikan rata-rata item dengan 4

(Sudharma, 2007). Menentukan Penggunaan Mean dan Median, peneliti

menggunakan uji normalitas kolmogorov-smirnov karena jumlah

responden lebih dari 50 lansia (Harsono, 2007).

E. Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji validitas adalah mengukur ke validan instrumen. Instrumen

yang valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa

yang seharusnya diukur. Instrumen yang valid harus memiliki validitas

internal dan eksternal. Instrumen yang memiliki validitas internal berarti

kriteria yang ada dalam instrumen mencerminkan teori yang telah ada.

Validitas internal instrumen harus memenuhi validitas konstruksi

(Sugiyono, 2012). Uji Validitas Konstruksi yang dilakukan Sudharma

(61)

nilai r berkisar antara 0,5 – 0,7. Artinya kuisioner WHOQOL-BREEF

merupakan kuisioner yang valid.

Reliabilitas adalah nilai yang menunjukan konsistensi alat ukur

dalam mengukur gejala yang sama (Umar, 2003). Uji reliabilitas biasa

dilakukan dengan Cronbach’s Alpha dimana reliabilitas yang baik harus

memiliki naili Alpha >0,6 (Bahri, 20015). Nilai koefisien Cornbach’s alfa

setiap item pertanyaan pada penggujian reliabilitas dengan nilai R: 0,8756

(Wardhani, 2006).

Artinya seluruh domain bermakna untuk menjelaskan variasi

pertanyaan WHOQOL-BREEF. Artinya WHOQOL-BREEF merupakan

instrument yang valid dan reliable digunakan untuk mengukur kualitas

hidup lansia dengan penyakit tertentu (Sudharma, 2007).

F. Teknik Pengumpulan Data

Proses pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan melalui beberapa

tahap:

1. Menentukan permasalahan

Pada awal proses penelitian, peneliti terlebih dahulu

menentukan permasalahan terkait dengan subyek penelitian, tempat

penelitian, tujuan penelitian dan manfaat penelitian.

2. Persiapan pengumpulan data

Sebagai langkah awal, peneliti melakukan persiapan berupa

mengajukan perizinan kepada pihak-pihak terkait seperti izin kepada

Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PSTP) Balai Kota Jakarta Selatan,

Gambar

gambaran kualitas hidup pada lansia dengan gatal-gatal atau pruritus
Tabel 2.1
Tabel 2.2
Tabel 5.1.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk memastikan keberasilan dari hasil pembuatan alat, maka alat diuji dengan cara digunakan untuk mengasapkan ikan gabus dengan bahan bakar kayu merah dan

Berdasarkan unsur hara yang diperlukan tanaman maka harus disesuaikan dengan fungsinya, terutama unsur hara makro dan mikro harus selalu tersedia, karena

Laporan akhir dengan judul Alat Bantu Penepat Pengelasan Pada Pagar Ranjang Rumah Sakit Dengan Metode Meja Putar bertujuan untuk membantu proses pengelasan

bahwa berdasarkan Pasal 3 ayat (1) Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2015 tentang Biaya Kuliah Tunggal

Millier meneliti beberapa karakteristik sistem hukum yang telah berkembang yaitu adanya consuel (yaitu suatu badan yang menyelesaikan persengketaan yang terdiri

Perlunya diadakan penelitian yang lebih spesifik lagi berkaitan dengan pengaruh media massa, pengaruh teman, citra tubuh, perilaku makan, dan aktivitas fisik pada

Berdasarkan hasil wawancara terhadap beberapa mahasiswa/i Jurusan Teknik informatika Fakultas Ilmu Komputer Universitas Prima Indonesia dengan tingkat religiusitas sedang

Sistem Peringatan Kerusakan Perangkat Jaringan Base Transceiver Station Berbasis Sistem Informasi Geografi untuk memberikan visualisasi beserta informasi kepada