i
GAMBARAN KUALITAS HIDUP LANJUT USIA
DENGAN MASALAH PRURITUS
SENILIS DI PANTI
SOSIAL TRESNA WERDHA (PSTW) BUDHI MULYA
3 MARGAGUNA JAKARTA SELATAN
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana
Keperawatan (S.Kep)
Oleh
Firdiana Destiawati
NIM: 1112104000011
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
vi
LEMBAR PERNYATAAN PUBLIKASI TUGAS AHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai civitas akademika Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta, saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Firdiana Destiawati
NIM : 1112104000011
Program Studi : Ilmu Keperawatan
Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Jenis Karya : Skripsi
Demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya ilmiah saya
dengan judul:
Gambaran Kualitas Hidup Lanjut Usia dengan Masalah Pruritus Senilis di
Panti Sosial Tresna Werdha Budhi Mulya 3 Jakarta Selatan
Untuk di publikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu digital
library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
untuk kepentingan akademik sebatas sesuai Undang-Undang Hak Cipta.
Demikian pernyataan persetujuan s publikasi saya buat dengan sebenarnya.
Ciputat, Juni 2016
vii
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Skripsi, Juni 2016
Firdiana Destiawati, NIM: 1112104000011
Gambaran Kualitas Hidup Lanjut Usia dengan Masalah Pruritus Senilis di Panti Sosial Tresna Werdha Budhi Mulya 03 Margaguna Jakarta Selatan
xviii+ 93 Halaman + 11 Tabel + 2 Bagan + 6 Lampiran
ABSTRAK
Pruritus senilis merupakan masalah fisik yang sering dialami lanjut usia yang bersifat subyektif dan dipengaruhi oleh aspek emosional, fisiologis, lingkungan. Aspek tersebut juga merupakan aspek yang berperan dalam kualitas hidup lanjut usia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kualitas hidup lansia dengan masalah pruritus senilis di PSTW Budhi Mulya 03 Jakarta Selatan. Jumlah sample dalam penelitian ini adalah 56 lansia yang terdiri dari 19 orang lansia laki-laki dan 37 orang lansia perempuan. Pengambilan sample menggunakan teknik purposive sampling berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Instrumen yang digunakan adalah kuisioner World Health Organisation Quality Of Life (WHOQOL) yang kemudian dianalisa dengan menggunakan analisis univariat. Hasil penelitian diperoleh hasil rata-rata diperoleh bahwa lansia dengan kualitas hidup umum baik 89,3%. Lansia dengan persepsi kesehatan umum buruk 50% dan kesehatan umum baik 50%. Lansia dengan dimensi kesehatan fisik buruk atau 50% dan lansia dengan dimensi kesehatan fisik baik 50%. Lansia dengan dimensi psikologis baik 51,8%. Lansia dengan dimensi hubungan sosial buruk 50% dan lansia dengan dimensi hubungan sosial baik 50%. Lansia dengan dimensi lingkungan baik 55,4%. Gambaran Kualitas hidup lansia dengan masalah pruritus senilis pada umumnya baik, namun pada aspek kesehatan umum, dimensi kesehatan fisik, dan dimensi hubungan sosial memiliki kualitas yang seimbang. Penelitian lebih lanjut dapat dilakukan untuk mengetahui efektivitas penanganan farmakologi dan non farmakologi terhadap kualitas hidup lanjut usia dengan masalah pruritus senilis.
viii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES STUDY PROGRAM OF NURSING
ISLAMIC STATE UNIVERSITY (UIN) Syarif Hidayatullah JAKARTA
Thesis, June 2016
Firdiana Destiawati, NIM: 1112104000011
Description of Quality of Life in Elder with Senile Pruritus Problems In Social Institutions Budi Mulya 03 Tresna Werdha Margaguna South Jakarta
xviii+ 93 Pages + 11 Tables+ 2 Figures + 6 Appendixes
ABSTRACT
Senile pruritus is a common problem among elderly people which is usually subjective and affected by emotional, physiological, and environmental aspect. Those aspect influence the quality of future life. This research aims at knowing description of the quality of life of elderly with pruritus senile at PSTW Budhi Mulya 03 South Jakarta. The sample of this research are 56 elderly consisting of 19 males and 37 females. The samples were teken by using purposive sampling technique based on inclusive and exclusive criteria. The instrument is a questionnaire by World Health Organisation Quality Of Life (WHOQOL) which then analyzed by using univariate analysis. The results showed that the average quality of life of elderly with good quality of life was 89.3%. The percentage of elderly with bad general health perception was 50% and those with good general health perception 50%. The number of the elderly with bad physical health dimension was 50% and those with good physical health dimensions of was 50%. Futher, the elderly with good psychological dimensions was 51.8% in precentage. The elderly with bad social relationships was 50% of the respondents and those with good social relations was 50%. In addition, it was noticeable that 55.4% of elderly had good environmental dimension. The description of elderly with pruritus senile was generally good, however, for their general health aspect, physical helath dimension, and social relationship dimension had balance qualities. Futher study can be conducted in the area of effectiveness of pharmacological and nonpharmacological treatment on quality of life of elderly with pruritus senile.
ix
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil‟alamiin, tiada kata yang indah untuk diucapkan
selain pujian kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, taufik serta
hidayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan proposal dengan
judul “ Gambaran Kualitas Hidup Lanjut Usia dengan Masalah Pruritus Senilis di
Panti Sosial Tresna Werdha Budhi Mulya 3 Margaguna Jakarta Selatan”.
Saya menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini banyak mengalami
kesulitan dan tantangan , namun berkat pertolongan-Mu Ya Rabbi serta bantuan
dan bimbingan dari berbagai pihak sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan
baik.
Saya menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Arif Sumantri, S.KM.,M.Kes., selaku dekan fakultas
2. Ibu Maulina Handayani, S.Kp., M.Sc., Selaku Ketua Program Studi Ilmu
Keperawatan dan Ibu Ernawati, S.Kp.,M.Kep.,Sp.KMB selaku sekretaris
program studi ilmu keperawatan
3. Ibu Maftuhah P.hD selaku Pembimbing akademik yang senantiasa
membimbing dan memberi motivasi selama 4 tahun perkuliahan
berlangsung di program studi ilmu keperawatan.
4. Bapak Jamaludin, S.Kp.,M.Kep dan Ibu Ratna Pelawati, S.Kp.,M.Biomed
x
memberi arahan dan bimbingan dengan sabar kepada saya selama proses
pembuatan skripsi ini.
5. Bapak Karyadi, S.kep,M.kep,PhD dan Ibu Puspita Palupi, S,kep. M.Kep.
Ns,Sp.Mat selaku dosen penguji yang telah membantu menyempurnakan skripsi
ini.
6. Seluruh jajaran dosen, laboran, admin Program Studi Ilmu Keperawatan
yang telah memberi ilmu dan pengalaman yang tak ternilai serta seluruh
staf dan karyawan di lingkungan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
7. Orang tua saya, Bapak Izun Faizun dan Ibu Sudarmini yang telah
mencurahkan semua kasih sayang tiada tara, mendo‟akan keberhasilan,
memberi bantuan moril dan materiil yang tak terhingga kepada saya. Tak
lupa Adiku Muhamad Sokhib Daulah.
8. Keluarga besar Sudirman, Budhe Sukaryani, Budhe Suwarni,Budhe
Rusmini,Paman Rusmadi, Budhe Sariyah, Ibu Umiyati yang telah banyak
membantu baik secara moril maupun materil selama proses perkuliahan
saya berlangsung.
9. Sahabat terbaiku Iis Dahlia, ka Rizal Khoerul Haq, ka Sri Henny,Irma
Putri Ananda, Vini Nurul Inayah, Hizah Septi Kurniati, Nurhidayati, Nur
Indah Ritonga, Nur Cita Qomariah, Puji Rahma Pratami, Nurhidiyati,
Sabrina Salsabila, Muthoharoh, Miftahul Ulya, Yuli Sri Mulyani, ka Qoys
M. Iqbal, Ka Rusmanto, Angga yang selalu memberi support dan berbagi
ilmu dalam menyelesaikan skripsi ini.
10.Saudara seperjuangan PSIK 2012 yang mau berteman dengan saya dalam
xi
11.Sahabat Komda FKIK 2014 angkatan As-Syam tempat berjuang mencari
jati diri dan Al-Qolam yang banyak memberi masukan kehidupan
beragama yang baik.
12.Sahabat BEM PSIK dan HMPSIK yang telah memberikan banyak
pengalaman besar selamamasa perkuliahan di Ilmu Keperawatan ini.
13.Sahabat HIMARI (Himpunan Alumni SMAN 1Cipari) yang juga
memberikan dukungan dan semangat selama masa perkuliahan ini.
14.Segenap managemen, rekan guru dan murid lembaga pendidikan
„Gemilang‟, Bapak Fatah, Ibu Diyah, Ka Amrina, Ka Ami, Ka Indah, Ka
Aan yang banyak menginspirasi dan memberi pengalaman besar selama
melaksanakan perkuliahan di Ilmu Keperawatan ini
15.Sahabat „Waroeng Sehat‟, Pak Iman Santoso Bapak Faisal Ramlih, Bu
Ratih, Ahmad Macan, Yun Retnowati, Sahabat Costumer Service Sehat
yang telah memberi banyak pengalaman dan pelatihan sebagai bekal
kehidupan dimasa depan.
16.Seluruh pihak yang telah mendukung pembuatan skripsi ini hingga selesai.
Atas bantuan serta dukungan yang diberikan, semoga Allah SWT
senantiasa membalas dengan pahala yang berlimpah. Semoga skripsi ini dapat
bemanfaat bagi penulis maupun para pembaca. Semoga kita semua senantiasa
diberikan petunjuk, limpahan rahmat, hidayah, serta inayah yang tak
terhingga oleh Allah SWT.
Ciputat, Juni 2016
xii DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN ... ii
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
LEMBAR PERNYATAAN ... v
LEMBAR PERNYATAAN PUBLIKASI TUGAS AHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR BAGAN ... xv
DAFTAR TABEL ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
DAFTAR SINGKATAN ... xviii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 4
C. Pertanyaan Penelitian ... 5
D. Tujuan Penelitian ... 6
E. Manfaat Penelitian ... 7
F. Ruang Lingkup Penelitian BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9
A. Kualitas Hidup ... 9
1. Definisi Kualitas Hidup ... 8
2. Aspek Dalam Kualitas Hidup... 8
xiii
4. Pengukuran kualitas Hidup Menggunakan WHOQOL-BREEF ... 14
B. Lansia ... 18
1. Definisi Lansia ... 18
2. Tugas Perkembangan Lansia ... 19
3. Perubahan Pada Lansia ... 19
4. Perubahan Pada SIstem Integumen ... 27
C. Pruritus Senilis ... 30
1.Definisi Pruritus Senilis ... 30
2.Etiologi ... 30
3. Patofisiologi ... 31
4. Penanganan ... 32
D. Penelitian Terkait ... 32
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 34
A. Kerangka Konsep ... 34
B. Definisi Operasional ... 35
BAB IV METODE PENELITIAN ... 38
A. Desain Penelitian ... 38
B. Waktu dan Tempat Penelitian ... 38
C. Populasi dan Sample ... 39
D. Instrumen Penelitian ... 40
E. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 41
F. Teknik Pengumpulan Data ... 42
G. Pengolahan Data ... 45
H. Analisa Data ... 45
I. Etika Penelitian ... 46
BAB V HASIL PENELITIAN ... 48
A. Gambaran Panti Sosial Tresna Werdha Budhi Mulya 3 Margaguna Jakarta Selatan... 48
B. Skrining Lansia dengan Masalah Pruritus Senilis ... 50
C. Karakteristik Responden ... 51
xiv
1. Gambaran Kualitas Hidup Umum Lansia Berdasarkan Karakteristik Jenis
Kelamin, Lama Pruritus dan Penanganan Pruritus ... 54
2. Gambaran Kesehatan Umum Lansia Berdasarkan Karakteristik Jenis Kelamin, Lama Pruritus dan Penanganan Pruritus ... 56
3. Gambaran Dimensi Kesehatan Fisik Lansia Berdasarkan Karakteristik Jenis Kelamin, Lama Pruritus dan Penanganan Pruritus ... 57
4. Gambaran Dimensi Psikologis Lansia Berdasarkan Karakteristik Jenis Kelamin, Lama Pruritus dan Penanganan Pruritus ... 62
5. Gambaran Dimensi Hubungan Sosial Lansia Berdasarkan Karakteristik Jenis Kelamin, Lama Pruritus dan Penanganan Pruritus ... 64
6. Gambaran Dimensi Lingkungan Lansia Berdasarkan Karakteristik Jenis Kelamin, Lama Pruritus dan Penanganan Pruritus ... 67
BAB VI PEMBAHASAN ... 70
A. Gambaran Masalah Pruritus Senilis ... 70
B. Gambaran Kualitas Hidup Lansia Dengan Masalah Pruritus Senilis ... 71
1. Gambaran Kualitas Hidup Umum Lansia... 71
2. Gambaran Kesehatan Umum Lansia ... 74
3. Gambaran Dimensi Kesehatan Fisik Lansia ... 77
4. Gambaran Dimensi Psikologis Lansia ... 79
5. Gambaran Dimensi Hubungan Sosial Lansia ... 81
6. Gambaran Dimensi Lingkungan Lansia ... 83
C. Keterbatasan Penelitian ... 85
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ... 86
A.Kesimpulan ... 86
B. Saran ... 87
DAFTAR ISI ... 88
xv
DAFTAR BAGAN
1.1 Kerangka Teori... 33
xvi
DAFTAR TABEL
2.1 Perubahan Fisik Pada Lansia ... 20
2.2 Perbahan Pada Epidermis ... 25
3.1 Definisi Operasional... 35
5.1 Hasil Skrining lansia dengan masalah pruritus senilis ... 50
5.2 Karakteristik Responden ... 51
5.3 Distribusi Kualitas Hidup Umum Lansia Dengan Masalah Pruritus Senilis .. 53
5.4 Distribusi Kesehatan Umum Lansia Dengan Masalah Pruritus Senilis ... 54
5.5 Distribusi Dimensi Kesehatan Fisik Lansia Dengan Masalah Pruritus Senilis ... 59
5.6 Distribusi Dimensi Psikologis Lansia Dengan Masalah Pruritus Senilis ... 62
5.7 Distribusi Dimensi Hubungan Sosial Lansia Dengan Masalah Pruritus Senilis ... 64
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Lembar Prosedur Penelitian Lampiran 1 Lembar Inform consent
Lampiran 2 Kuisioner Data Demografi
Lampiran 3 Kuisioner WHOQOL-BREEF
Lampiran 4 Lembar Skrining Lansia
Lampiran 5 Lampiran Hasil SPSS
Lampiran 6 Terjemahan Dari Pusat Bahasa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
xviii
DAFTAR SINGKATAN
QOL : Quality of Life
Lansia : Lanjut Usia
PSTW : Panti Sosial Tresna Werdha GDP : Gula Darah Sewaktu
DHEA : Dehydroepiandosteron
HR : Heart Rate
SA : Sinus Atrial
ANP :Atrial Noment Peptide
PaO2 : Tekanan Oksigen Nitrit Oksida
BMR : Basal Metabolik Rate
IL : Interleukin
UV : Ultra Violet
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
World Health Organisation (WHO) mendefinisikan kualitas hidup
sebagai persepsi individu pada kehidupanya dalam konteks budaya dan
nilai sistem dimana mereka tinggal dan hubungannya dengan tujuan,
harapan, standar dan kekhawatiran. Konsep ini dipengaruhi oleh kesehatan
fisik seseorang, keadaan psikologis, kemandirian, hubungan sosial,
keyakinan pribadi dan lingkungan tempat tinggal (WHO, 1997). Usia
lanjut merupakan tahap terakhir dari kehidupan, dimana seorang telah
melewati berbagai tahap kehidupan dari bayi, anak-anak, remaja, dewasa
sampai lansia dan biasanya berkisar antara usia 65 dan 75 tahun (Potter &
Perry, 2012).
Sensus penduduk yang dilakukan Badan Pusat Statistik tahun 2010,
menjelaskan bahwa terdapat sekitar 36.087.424 lansia di Indonesia (Badan
Pusat Statistik, 2010). Jumlah kelompok usia ini akan terus meningkat,
pada tahun 2013 jumlah lansia meningkat 8,9% di Indonesia dan 25,3% di
dunia, tahun 2050 diperkirakan terjadi peningkatan 21,4% di Indonesia
dan 25,3% di dunia serta pada tahun 2100 diperkirakan terjadi
peningkatan 41% di Indonesia dan 35,1% di dunia.
Jumlah lansia yang terus meningkat akan mempengaruhi
kesejahteraan lansia (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2012).
Kesuksesan, kesejahteraan, dan kepuasan dalam kehidupan lansia
berkaitan erat dengan kualitas hidupnya (Fogari dan Zoppi dalam Kustanti,
2012). Kualitas hidup juga terdiri atas penilaian subyektif seseorang
mengenai sejauh mana berbagai dimensi mampu memenuhi kebutuhannya.
Komponen yang terdapat dalam kualitas hidup diantaranya adalah
komponen lingkungan, material, fisik, mental dan sosial (Yulianti, 2014).
Lansia yang memiliki kualitas hidup yang baik cenderung mampu
meningkatkan produktivitas, dan memiliki semangat dalam menjalani
kehidupan dengan tingkat kesejahteraan yang tinggi (Brockopp, 1999).
Bastable (2002) menyatakan bahwa lansia memiliki masalah yang krusial
dalam masanya sehingga mampu menurunkan kualitas hidupnya. Masalah
tersebut merupakan penurunan pada aspek fisik, aspek psikologis dan
aspek sosial lansia.
Gallo ett all, (1998 dalam Jafar et all, 2011) juga mengatakan
bahwa lansia merupakan subjek yang rentan terhadap besarnya stressor
kehidupan dan lansia merupakan populasi yang rentan terhadap penyakit.
Kerentanan ini dipicu oleh adanya penurunan fisik pada lansia, termasuk
penurunan fungsi sistem integumen. Salah satu masalah yang dihadapi
lansia adalah pruritus senilis (Yulianti, 2014).
Pruritus senilis pada lansia terjadi dikarenakan lansia mengalami
penurunan produksi imunoglobulin dan peningkatan sensitivitas tubuh
sehingga lansia mudah terserang penyakit termasuk gatal-gatal atau
pruritus. Pruritus termasuk masalah kulit yang paling sering terjadi pada
lansia, berupa sensasi tidak nyaman di kulit yang memicu lanjut usia untuk
sesorang, namun dalam kondisi kronis pruritus senilis sudah menjadi suatu
masalah yang teramat mengganggu (Fatmah, 2006). Gejala pruritus sama
halnya seperti nyeri yang bersifat subyektif dan umumnya dipengaruhi
oleh emosional, fisiologis, lingkungan, kognitif dan faktor sosial yang
memberikan rasa tidak nyaman pada lansia (Ryan, 2004).
Prevalensi pruritus senilis diberbagai negara semakin meningkat
seiring bertambahnya usia seseorang. Penelitian di Prancis pada 7.500
responden lansia mengalami pruitus dari total 10.000 populasi lansia yang
mengikuti penelitian, sedangkan di Amerika Serikat 7 miliyar pasien yang
mengunjungi layanan kesehatan mengeluh mengalami gatal-gatal atau
pruritus, dan 1,8 miliyar diantaranya adalah lansia yang berusia diatas 65
tahun. Negara Turki mencatat lansia dengan pruritus senilis mencapai 20%
dan 12% diantaranya mengalami pruritus senilis kronik (Cohen, 2012;
Berger, 2011). Studi kepustakaan yang dilakukan peneliti mendapatkan
data pada penelitian yang dilakukan Suyasa (2014) menjelaskan bahwa
10% dari jumlah populasi 200 lansia mengeluh mengalami gatal-gatal
(pruritus senilis).
Studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di Panti Sosial Tresna
Werdha Budhi Mulya 03 Margaguna, Jakarta Selatan mendapatkan data
bahwa terdapat hampir 175 orang lansia dari jumlah keseluruhan 230
lansia yang mengalami masalah pruritus dan sebagian dari mereka
mengalami masalah pruritus senilis.
Pruritus senilis merupakan masalah yang sering dialami lansia dan
sebagaimana dijelaskan dalam teori King dan Peplau (1994; Plumer ett all
2009) tentang konsep kualitas hidup pengaruh dari masalah gatal terhadap
kualitas hidupnya belum bisa diketahui apabila tidak dilakukan riset terkait
gambaran kualitas hidup pada lansia dengan gatal-gatal atau pruritus
senilis (Erturk, 2012). Perawat memiliki kepentingan untuk mengetahui
bagaimana gambaran kualitas hidup lansia dengan masalah pruritus
senilis.
B. Rumusan Masalah
Lanjut usia banyak mengalami keluhan gatal (pruritus) seiring
dengan peningkatan usia mereka. Masalah pruritus senilis merupakan
masalah yang timbul akibat penurunan fisik pada lansia. Kondisi fisik
seseorang merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas hidup
seseorang. Gambaran kualitas hidup lanjut usia dengan masalah pruritus
senilis perlu diketahui sebagai dasar untuk mengurangi masalah pruritus
senilis pada lansia dan melihat aspek dalam kualitas hidup (Kesehatan
umu, kesehatan fisik, psikologi, hubungan sosial) yang memburuk akibat
adanya masalah pruritus senilis.
C. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimanakah gambaran kualitas hidup lansia dengan masalah
pruritus senilis di Panti Sosial Tresna Werdha Budhi Mulya 3
Margaguna Jakarta Selatan?
2. Bagaimanakah gambaran kesehatan umum lansia dengan masalah
pruritus senilis di Panti Sosial Tresna Werdha Budhi Mulya 3
3. Bagaimanakah kualitas kesehatan fisik lansia dengan masalah pruritus
senilis di Panti Sosial Tresna Werdha Budhi Mulya 3 Margaguna
Jakarta Selatan?
4. Bagaimanakah kualitas kesehatan psikologis lansia dengan masalah
pruritus senilis di Panti Sosial Tresna Werdha Budhi Mulya 3
Margaguna Jakarta Selatan?
5. Bagaimanakah kualitas hubungan sosial lansia dengan masalah
pruritus senilis di Panti Sosial Tresna Werdha Budhi Mulya 3
Margaguna Jakarta Selatan?
6. Bagaimanakah kualitas lingkungan sekitar lansia dengan masalah
pruritus senilis di Panti Sosial Tresna Werdha Budhi Mulya 3
Margaguna Jakarta Selatan?
D. Tujuan Penelitian
Tujuan Umum:
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Gambaran Tentang
Kualitas Hidup Lansia dengan Masalah Pruritus Senilis Di Panti Sosial
Tresna Werdha Budhi Mulya 03 Mergaguna Jakarta Selatan.
Tujuan khusus :
1. Diketahuinya data demografi lansia dengan masalah pruritus senilis
di Panti Sosial Tresna Werdha Budhi Mulya 3 Margaguna Jakarta
2. Diketahuinya gambaran kesehatan umum lansia dengan masalah
pruritus senilis di Panti Sosial Tresna Werdha Budhi Mulya 3
Margaguna Jakarta Selatan?
3. Diketahuinya gambaran kualitas kesehatan fisik lansia dengan
masalah pruritus senilis di Panti Sosial Tresna Werdha Budhi Mulya
3 Margaguna Jakarta Selatan.
4. Diketahuinya gambaran kualitas kesehatan psikologis lansia dengan
masalah pruritus senilis di Panti Sosial Tresna Werdha Budhi Mulya
3 Margaguna Jakarta Selatan.
5. Diketahuinya gambaran kualitas hubungan sosial lansia dengan
masalah pruritus senilis di Panti Sosial Tresna Werdha Budhi Mulya
3 Margaguna Jakarta Selatan.
6. Diketahuinya gambaran kualitas lingkungan lansia dengan masalah
pruritus senilis di Panti Sosial Tresna Werdha Budhi Mulya 3
Margaguna Jakarta Selatan.
E. Manfaat Penelitian :
1. Bagi ilmu pengetahuan.
Diharapkan penelitian ini berkontribusi dalam memperluas
pengetahuan dalam ilmu gerontologi dan sebagai dasar dalam
mengembangkan derajat kesehatan lansia.
2. Bagi keperawatan.
Diharapkan penelitian ini memberikan tambahan informasi dan
mengatasi masalah kesehatan lansia terutama masalah pruritus senilis
di dalam komunitas panti sosial.
3. Bagi perawat.
Diharapkan penelitian ini memberi masukan dalam
mengembangkan perencanaan asuhan keperawatan lansia di komunitas
dalam hal ini komunitas panti sosial.
F. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian tentang Gambaran Kualitas Hidup Lanjut Usia dengan
Masalah Pruritus Senilis di Panti Sosial Tresna Werdha Budhi Mulya 3
Margaguna Jakarta Selatan di lakukan oleh mahasiswa Program Studi Ilmu
Keperawatan, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta pada lansia yang tinggal di Panti Sosial Tresna
Werdha Budhi Mulya 03 Margaguna Jakarta Selatan. Penelitian ini
dilakukan dengan desain penelitian deskriptif kuantitatif. Metode
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kualitas Hidup
1. Definisi Kualitas Hidup
World Health Organisation (WHO) mendefinisikan kualitas
hidup sebagai persepsi individu pada kehidupanya dalam konteks
budaya dan nilai sistem dimana mereka tinggal dan hubunganya
dengan tujuan, harapan, standar dan kekhawatiran (WHO, 1997).
Tidak ada persetujuan umum terkait dengan kualitas hidup pada lansia
(Bowling , dalam Shea 2002 ). Sejauh ini masih belum ada definisi
yang universal mengenai kualitas hidup. Kualitas hidup seringkali
digambarkan sebagai kesejahteraan fisik, fungsional, emosional, dan
faktor sosial (Yenny dan Herwana, 2006).
Kualitas hidup lansia adalah tingkat kesejahteraan dan kepuasan
dengan peristiwa atau kondisi yang dialami lansia, yang dipengaruhi
penyakit atau pengobatan. Kualitas hidup lansia bisa di dapatkan dari
kesejahteraan hidup lansia, emosi, fisik, pekerjaan, kognitif dan
kehidupan sosial ( Fogari dan Zoppi dalam Kustanti, 2012). Definisi
QOL masih samar dan dianggap sebagai konsep yang sulit di
definisikan. Keith menjelaskan kebanyakan peneliti tidak
mendefiniskan QOL secara ekplisit dan kebanyakan peneliti memilih
untuk mempelajari berbagai aspek dan dimensi dalam kualitas hidup
(Keith, 2001; Galloway, 2006)
2. Aspek Dalam Kualitas Hidup
Definisi yang diberikan Cummins (1998; Glatzer, 2015)
menyatakan bahwa kualitas hidup adalah konstruksi universal dari
kedua definisi secara subyektif dan obyektif dimana pada domain
obyektif berupa kesehatan dan domain subyektif berupa kepuasan
yang kepentingnya pada setiap individu.
Netuveli dan Balne (2008; Glatzer, 2015) menyatakan bahwa
pembentuk kualitas hidup adalah dimensi subyektif dan obyektif yang
berupa kesehatan, psikologis, sosial dan dengan instrumen penelitian
yang umum dan spesifik.
Brown (2004 dalam Glatzer, 2015) mengemukakan bahwa
hubungan dengan keluarga, kontak dengan orang lain, kesehatan
emosional, spiritualitas, mobilitas,kemandirian, aktivitas sosial dan
komunitas, perekonomian, kesehatan pribadi, dan lainya merupakan
bagian dari komponen kualitas hidup.
Fernandez – Ballesteros (2011 dalam Glatzer, 2015)
mengklasifikasikan multidimensi dari kualitas hidup pada lansia
berdasarkan konteks yang berbeda ( Individual/ konteks tingkat mikro
versus populasi/ konteks tingkat makro) dan pendekatan ( kondisi
obyektif dan persepsi subyektif). Prespektif obyektif menunjukan pada
personal atau karakteristik lingkungan mandiri atau persepsi manusia,
termasuk demografi, lingkungan fisik, ekonomi, sosial, kesehatan,
fungsional dengan hasil komponen obyektif pada tingkat makro atau
tersebut mengkaji domain kehidupanya (tingkat mikro) dan kondisi
serta stereotipe di komunitas.
Prespektif subyektif dari kualitas hidup dioperasionalkan dengan
jalan yang berbeda, menggukanan variasi indikator seperti
kebahagiaan, kepuasan hidup, moral, percaya diri, aspirasi, ekspektasi,
persepsi hubungan sosial dan dukungan (Glatzer, 2015).
Pengkahila (2007 dalam Kustanti, 2012) kualitas hidup lansia
meliputi :
a. Aspek fisik yang meliputi kenyamanan, energi, kelelahan, dan
istirahat.
b. Aspek psikososial yang meliputi perasaan positif dan negatif,
harga diri, citra tubuh dan penampilan diri.
c. Tingkat independensi meliputi aktivitas fisik, ketergantungan obat
dan kapasitas kerja.
d. Hubungan sosial meliputi hubungan pribadi, dukungan sosial,
aktivitas seksualitas.
e. Lingkungan : lansia berkesempatan mendapatkan informasi.
f. Spiritual.
Hardywinoto dalam purwanti (2009 dalam Kustanti, 2012)
menjelaskan Komponen – komponen yang mendukung kualitas hidup
lansia anatara lain :
a. Aspek demografi yaitu jenis kelamin, umur, harapan hidup,
b. Aspek biologis meliputi sistem kekebalan tubuh, kerusakan sel
dan jaringan akibat radikal bebas.
c. Aspek sosial dan budaya yaitu kesejahteraan sosial lanjut usia
meliputi kesehatan, kesempatan kerja, bantuan sosial.
d. Aspek ekonomi yang mencakup kondisi sosial ekonomi lanjut
usia
e. Aspek hukum dan etika yaitu mencakup keterbatasan sumber
daya manusia dan hubungan dengan keluarga.
f. Aspek psikologi dan perilaku dipengaruhi oleh hal – hal yang
disadari bagi lansia.
g. Aspek agama dan rohani yaitu upaya bagi lansia mengatasi
kesulitan hidup dan percaya bahwa diciptakan oleh tuhan yang
maha esa.
h. Aspek kesehatan mempengaruhi kehidupan lanjut usia seperti
kesehatan fisik dan mental.
i. Aspek pembinaan kesehatan untuk meningkatkan kualitas
pelayanan kesehatan pelayan kesehatan bagi perawatan lansia.
j. Aspek keperawatan lansia bertujuan mempertahankan kesehatan
dan semangat hidup lansia dengan meningkatkan perawatan
secara promotif, preventif dan kuratif (Kustanti, 2012).
Kualitas hidup biasanya dibagi dalam dimensi lingkungan fisik,
sosial, dan psikologis. Kualitas hidup juga terdiri atas penilaian
subjektif seseorang mengenai sejauh mana berbagai dimensi seperti
memenuhi kebutuhanya (Sadli, 2010). Lawton (1983 dalam Schalock,
1997) mendefinisikan faktor yang berperan dalam kualitas hidup
sebagai “good life” bagi lansia yang terdiri dari empat sektor , yaitu :
a. Kompetensi tingkah laku : kesehatan, kesehatan fungsional,
kognitif, tingkah laku sosial.
b. Kesehatan psikologi
c. Penerimaan kualitas hidup
d. Lingkungan objektif.
Konsep kualitas hidup menurut WHO dipengaruhi oleh
kesehatan fisik seseorang, keadaan psikologis, kemandirian, hubungan
sosial, keyakinan pribadi dan lingkungan tempat tinggal (WHO,
1997). Domain dalam WHOQOL-BREEF diantaranya:
1. Kesehatan fisik
Teori Felce dan Perry (1996 dalam Rohmah ett all, 2012)
mengemukakan bahwa kesejahteraan fisik difokuskan pada
kesehatan. Optimum aging didapatkan pada posisi dimana
fungsional lansia mencapai kondisi yang optimal atau maksimal.
Fisik yang berfungsi baik memungkinkan lanjut usia untuk
mencapai penuaan berkualitas. Ketidaksaiapan lansia menghadapi
kondisi tersebut berdampak pada rendahnya pencapaian kualitas
hidup. Fisik yang kurang berfungsi dengan baim akan menurunkan
kesempatan lansia untuk mengaktualisasikan dirinya.
Kesehatan fisik adalah aspek dasar yang menentukan
ketidakmampuan adalah pertimbangan penting. Keterbatasan fisik
dapat mengurangi kemandirian dan menghalangi kebiasaan,
aktivitas sosial dan pada tingkat yang lebih jauh akan menurunkan
kepuasan hidup (Rohmah ett all, 2012: Schalock, 1997).
WHO menjelaskan bahwa dalam domain kesehatan fisik
terdapat enam facet yang dijadikan indikator dalam menentukan
kualitas kesehatan fisik diantaranya:
a. Aktifitas sehari-hari
b. Ketergantungan terhadap obat-obatan
c. Energi dan kelelahan
d. Kemampuan gerak
e. Nyeri dan ketidaknyamanan
f. Tidur dan istirahat.
g. Kapasitas kerja. (Venkatesh, 2015)
2. Faktor psikologis
Kestabilan kesejahteraan psikologis menjadi faktor yaqng
berperan dalam meningkatkan kesejahteraan psikologis (Renwick
& Brown dalam Rohmah ett all, 2012). kesejahteraan psikologis
mengacu pada afek positif, spiritualitas, berfikir, belajar, memori
dan konsentrasi. Kesejahteraan psikologis menjadi salah satu faktor
yang menentukan kualitas hidup lansia.
Faktor psikologis merupakan faktor yang penting dalam
melakukan kontrol terhadap semua kejadian yang dialami dalam
penurunan fungsi fisiologis. Perubahan psikologis berasal dari
kesadaran tentang merosotnya perasaan rendah diri lansia apabila
dibandingkan dengan orang disekitarnya yang lebih muda.
Penurunan terhadap kecerdasan emosional menyebabkan lansia
menjadi mudah cemas, menyendiri, sering takut, merasa tidak
dicintai, merasa gugup, sedih dan cenderung mudah depresi. Hal ini
juga merupakan faktor yang berpengaruh terhadap kualitas hidup
seseorang.
Kesehatan kognitif juga penting terhadap kualitas hidup
lansia. Dimensi ini memiliki persepsi tersendiri tentang kepuasan
hidup. Banyak peneliti mengatakan bahwa persepsi pribadi terkait
kesehatan kognitif berhubungan erat dengan faktor sosial ekonomi,
derajat interaksi sosial dan aspek situasi kehidupan (Larson dan
Schalock, 1997).
WHO menjelaskan dalam aspek psikologis seseorang
terdapat beberapa indikator yang menentukan kualitas psikologis
nya. Indikator tersebut dibagi dalam enam facet dalam
WHOQOL-BREEF, diantaranya:
a. Citra tubuh dan penampilan.
b. Perasaan negatif.
c. Perasaan positive.
d. Kepercayaandiri.
h. Kemampuan berfikir, belajar, mengingat dan berkonsentrasi.
(Venkatesh, 2015)
3. Faktor sosial
Kesejahteraan sosial adalah suatu tata kehidupan dan
penghidupan sosial baik material maupun spiritual yang diliputi
rasa keselamatan, kesusilaan dan ketentraman lahir batin yang
memungkinkan lansia memenuhi kebutuhan dasar dengan
sebaik-baiknya. Blunden (1988) mencatat bahwa dimensi kesehatan sosial
merupakan element penting pada kehidupan kebanyakan orang.
Memiliki hubungan menjadikan seseorang mampu menentukan
pilihan, beraktivitas dan menjadi objek yang dihormati merupakan
komposisi penting dari kesehatan sosial (Rohmah ett all,
2012:Schalock, 1997).
WHO menjelaskan bahwa dalam domain hubungan sosial
terdapat tiga facet yang dijadikan indikator dalam menentukan
kualitas hubungan sosial diantaranya:
a. Hubungan personal.
b. Dukungan sosial.
c. Aktivitas seksual. (Venkatesh, 2015)
4. Faktor lingkungan
Tempat tinggal yang baik akan meningkatkan kualitas hidup
pada lansia. Lingkungan hidup lansia sebaiknya dalam suasana
penghuni merasa betah. Salah satu aspek dalam kesejahteraan
lingkungan adalah kesehatan material.
Kesehatan material adalah kemampuan untuk mendapatkan
dan menggunakan kebebasan terkait dengan pendapatan, hidup
dengan sebagian kualitas fisik yang dapat diterima dan memiliki
kepemilikan materil adalah bagian dari kualitas dan kuantitas
(Rohmah ett all, 2012 : Schalock, 1997).
WHO menjelaskan bahwa dalam domain lingkungan
terdapat delapan facet yang dijadikan indikator dalam menentukan
kualitas lingkungan diantaranya:
a. Sumber keuangan.
b. Kebebasan, keamanan fisik, keamanan lingkungan.
c. Ketersedian dan kualitas layanan fisik dan sosial.
d. Lingkungan.
e. Kesempatan mendapatkan informasi.
f. Berpartisipasi dalam kegiatan rekreasi.
g. Lingkungan fisik (Polusi,kebisingan).
h. Transportasi. (Venkatesh, 2015)
3. Kualitas hidup dalam keperawatan
Beberapa ahli keperawatan telah merumuskan konsep kualitas
hidup seseorang dalam berbagai versi. Studi kepustakaan yang
dilakukan Plumer (2009) menjelaskan konsep kualitas hidup menurut
a. Hildegard Peplau
Kualitas hidup menurut teori keperawatan Peplau dijelaskan
sebagai persepsi subjektif pada kondisi tertentu yang sedang
dialami seseorang. Kualitas hidup dapat diartikan sebagai
well-being atau kesehatan fisik dan sering disamakan dengan kesehatan.
Hubungannya adalah kualitas hidup adalah sebuah hasil dan sangat
signifikan dengan teorinya. Kualitas hidup terus berubah sesuai
dengan kondisi kehidupan seseorang dan pada dasarnya
dipengaruhi oleh kesehatan, hubungan sosial (Pelpau, 1994 dalam
Plumer, 2009)
b. Martha Roger
Teori Roger menjelaskan bahwa manusia dan lingkungan
adalah satu kesatuan yang saling mempengaruhi dan tidak dapat
dipisahkan. Roger mengemukakan bahwa kualitas hidup diartikan
sebagai kepuasan hidup yang seantiasa berfluktuasi berdasarkan
interaksi dari individu dan lingkungan (Roger, 1994;Plumer, 2009)
c. Imogene King
King menjelaskan bahwa ada interaksi yang terjadi anatara
manusia dan lingkungan dengan mempresentasikanya sebagai tiga
sistem yang saling terkait diantaranya sistem personal, sistem
interpersonal dan sistem sosial. Kepuasan hidup dipengaruhi oleh
komunikasi, interaksi dan transaksi antar individu (King,
d. Madeline Leininger
Kualitas hidup menurut teori Leininger adalah konstruksi
budaya dan fenomena yang abstrak. Kuallitas hidup dianggap
sebagai tentara yang kuat untuk mendampingi, menjaga,
mempromosikan kesehatan dalam sebuah budaya (Leininger,
1994;Plumer, 2009).
e. Rosemarie Rizzo Parse
Parse Mengatakan bahwa kualitas hidup diartikan sebagai
pandangan seseorang terhadap momen yang telah berubah sesuai
kondisinya. Kualitas hidup yang dijelaskan parse mengacu pada:
sebyektivitas, persepsi yang terlalu luas, persepsi dari tiap momen
yang dijalani. (Parse, 1994; Plumer, 2009)
4. Pengukuran Kualitas Hidup Menggunakan WHOQOL-BREEF
Pengukuran kualitas hidup yang dikembangkan oleh World
Health Organisation Quality Of Life Group (WHOQOL Group)
dengan 15 pusat penelitian yang terus mengembangkan pengkajian
kualitas hidup yang bisa lintas budaya yang selanjutnya
dikembangkan WHOQOL-BREEF dalam berbagai bahasa.
Kualitas hidup didefinisikan sebagai persepsi terhadap posisi
dalam kontek nilai, budaya yang tinggal dan saling berhubungan.
Sama halnya dengan kita mengartikan bahwa kualitas hidup lebih
kepada pandangan subyektif kaitanya dengan budaya, sosial dan
WHOQOL-BREEF memiliki empat domain stuktur,
terdapat 24 item pertanyaan dengan pertanyaan pertama berupa
pertanyaan tentang kualitas hidup secara umum dan pertanyaan kedua
tentang persepsi individu tentang kesehatanya. Selanjutnya rata-rata
skor tiap domain dihitung dengan nilai domain. Pengkajian ini tidak
digunakan untuk mengetahui tetang kondisi fisik melainkan
mengetahui efek yang akan didapat dari intervensi yang tepat (Oerley,
1996).
B. Lanjut Usia (Lansia)
1. Definisi Lansia
Definisi secara umum, seorang dikatakan lanjut usia (lansia)
apabila usianya 65 tahun ke atas (Setianto dalam Effendi, 2009).
Undang – undang nomor 13 tahun 1998 dalam Bab 1 pasal 1 ayat 2
yang berbunyi ,” Lanjut Usia adalah seseorang yang mencapai usia 60
tahun (enam puluh) tahun ke atas” (Effendi, 2009). Penuaan atau
proses terjadinya tua adalah suatu proses menghilangnya secara
perlahan–lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki
diri/mengganti dan mempertahan fungsi normalnya sehingga tidak
dapat bertahan terhadap infeksi serta memperbaiki kerusakan yang di
derita (Constntinides dalam Effendi, 2009). Lansia bukanlah suatu
penyakit melainkan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang
ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beadaptasi
2. Tugas Perkembangan Lansia
Seseorang dalam tumbuh kembangnya selalu dipengaruhi oleh
tumbuh kembang pada masa sebelumnya, usia lanjut biasanya
melanjutkan juga tahap perkembangan sebelumnya (Dewi, 2014).
Tugas perkembangan lansia diantaranya:
a. Mempersiapkan diri untuk kondisi yang menurun
b. Mempersiapkan diri untuk pensiun.
c. Membentuk hubungan baik dengan orang seusianya.
d. Mempersiapkan kehidupan baru.
e. Melakukan penyesuaian terhadap kehidupan sosial/masyarakat
secara santai
f. Mempersiapkan diri untuk kematianya dan kematian pasaangan.
3. Perubahan Sistem Tubuh Lansia
a. Perubahan fisik (Cassel, 2003)
Tabel 2.1
Kerusakan toleransi glukosa(GDP meningkat 1mg/dl/dekade.Prostprandial meningkat 10mg/dl/dekade)
Peningkatan serum insulin,peningkatan hormon pertumbuhan dimalam hari mengalami penurunan puncak,
Penurunan dehydroepiandrosteron (DHEA) Penurunan testosterone
Organ atau
sistem organ
Penurunan fungsi
kardiovaskuler Perubahan nadi istirahat, penurunan maksimum HR.
Kerusakan pengisian ventrikel kiri Penurunan fungsi pacemaker di SA node
Peningkatan atrial sistole untuk pengisian ventrikel
Hipertropi atrium kiri
Kontraksi dan relaksasi ventrikel yang memanjang
Penurunan inotropik kronik,respon lusitropik untuk stimulasi beta-adrenergik
Penurunan respon cardiac output
Penurunan respon hipertropi sebagai respon volume atau tekanan yang berlebihan
Peningkatan serum Atrial Numeric Peptide
(ANP)
Penebalan arteri besar, lumen,panjang, distensi berkurang.
Lapisan subendotel menebal dengan jaringan penghubung
Ukuran dan bentuk sel endotel yang tidak teratur Fragmentasi elastin di dinding arteri
Resistensi perifer meingkat.
Tekanan darah Peningkatan sistole, tidak berubahnya diastole.
Penurunan vasodilatasi mediasi beta-adrenergik.
Tidak berubahnya vasokontriksi alfa-adrenergik.
Kerusakan autoregulagi perfusi ke otak Paru-paru Peningkatan volume residu
Batuk tidak efektif
Kurang efektifnya aksi silia
Perfusi-ventilasi kurang cocok disebabkan penurunan PaO2 .
Peningkatan diameter trakea
Pembesaran saluran alveolar, kehilangan elastisitas paru, penuruan permukaan parenkim. Penurunan masa paru
Perluasan rongga thorax
Penurunan inpirasi dan ekspirasi maksimum Penurunan difusi CO
Organ atau sistem organ
Penurunan fungsi
Renal Penuruan bersihan kreatinin dan GFR
10ml/dekade
Penurunan 25% masa ginjal, peningkatan perfusi kortek dan sel juktaglomerulus
Penungkatan penyimpanan dan pengeluranan Na Kerusakan pengeluran lemak
Penurunan NO
Penurunan ketergantungan renal prostaglandin untuk mempertahankan perfusi
Penurunan aktivasi vitamin D
Genitourinaria Ereksi memanjang pada pria
Penurunan intensitas orgasme untuk laki-laki dan perempuan
Pengosongan blader tidak tuntas dan peningkatan residu
Penurunan sekresi prostat di urin
Penurunan sekresi protein faktor antiadherence Tamm-Horsfall
Suhu Kerusakan pada respon menggigil
Regulasi Penurunan vasokontriksi dan vasodilatasi Penurunan produksi urin
Tulang Lambatnya penyembuhan ketika fraktur Penurunan masa tulang
Penurunan formasi osteoklas. Sendi Gangguan matrik kartilago
Modifikasi poliglikan dan glikoaminoglikan Sistem saraf
perifer
Kehilangan saraf motorik spinal Penurunan sensasi terutama di kaki Penurunan sensitivitas panas
Penurunan potensial amplitudo pada saraf sensorik
Penurunan ukuran dan besar serat fibrin Penurunan heterogenitas akson dan mielin Sistem sarat
Penurunan densitas koneksi pada dendrit Peningkatan jumlah neurofibril
Peningkatan plak senilis
Penurunan myelin dan total lemak otak Peningkatan aktivitas monoamin oksida
Organ atau
sistem organ
Penurunan fungsi
Gastrointesinal Penurunan ukuran liver dan aliran darah Kerusakan pembersihan liver.
Penurunan induktivitas liver sebagai fubgsi menggabungkan enzim oksidasi, penurunan bilirubin
Penurunan sedang asam pada lambung Kerusakan pada mukosa gastric.
Penurunan masa pankreas dan enzim nya Penurunan efektifitas kontraksi kolon Penurunan penyerapan kalsium Penglihatan Gangguan pada adaptasi gelap
Kuning pada lensa
Kesulitan fokus pada jarak dekat Penurunan sensitivitas kontas Penurunan lakrimal
Penghidu Deteksi berkurang 50%
Haus Penurunan haus
Gangguan pengontrolan haus oleh endorpin Keseimbangan Peningkatan respon vertibular
Penurunan jumlah sel organ korti. Pendengaran Penurunan pemrosesan sentral
Kesulitan membedakan sumber bunyi Sistem imun Penurunan mediasi sel imunitas
Rendahnya produksi antibodi Peningkatan autoantibodi
Fasilitasi produksi anti-idiotypr antibodies
Peningkatan terjasinya MGUS (Monoclonal Gammathopathy Of Unknownn Significance)
Penurunan delay hipersensitivitas
Penurunan fungsi makrofag (interferon agmma, TGF-brta, TNF, IL-6,IL-1).
Penurunan sel proliferasi.
Atropi timus dan penurunan hormon tiroid Akumulasi memori sel T
Penuaan Sistem Integumen
Stanley (2006) menjelaskan bahwa hal-hal yang terjadi pada epidermis
lansia diantaranya:
a. Stratum korneum
Stratu Korneum merupakan lapisan luar epidermis yang terdiri
dari sel keratinosit. Jumlah sel dan lapisam secara esensial tidak
berubah namun kohesi sel mengalami penurunan. Perbaikan lapisan
sel menjadi lebih lambat, menghasilkan waktu penyembuh yang
lama. Penurunan kohesivan sel berhubungan dengan penggantian
sel. Pelembab pada stratum korneum berkurang tetapi status
perlindungan air tetap sehingga kulit lansia menjadi tampak kering
dan kasar.
b. Epidermis
Epidermis terjadi perlambatan dalam perbaikan sel, jumlah
basal yang lebih sedikit dan penurunan jumlah kedalaman rete ridge
yang dibentuk dari penonjolan epidermal dari lapisan basal yang
mengarah ke bawah. Pendataran rate ridge mengurangi area kontak
antara epidermis dan pemisahan antara lapisan kulit.
Penurunan kompetensi imun merupakan hasil keseluruhan
penurunan jumlah sel langerhans karena bertambahnya usia.
Kerusakan sel keratinosit dapat dilihat dari kulit yang mengalami
penuaan. Gangguan ini mungkin mencerminkan perubahan
Tabel 2.2
Perubahan Pada Epidermis
Perubahan Konsekuensi klinis
Waktu penggantian sel meningkat
Waktu penyembuhan lama
Penurunan melanosit Perlindungan dari sinar UV kurang Penurunan sel langerhans Respon terhadap pemeriksaan kulit
berkurang
Pendataran rate ridge Kulit mudah terpisah dan mengalami kerusakan
Volume dermal mengalami penurunan, dermis mengalami
penurunan jumlah sel dan menjadi lebih tipis. Perubahan
degenerative dimulai sejak usia 30 tahun, serabut elastis dan
jaringan kolagen secara bertahap dihancurkan oleh enzim.
Elastisitas yang menurun membuat dermis meningkatkan
kemampuan perenggangganya, sehingga kulit melentur saat terkena
tekanan, turgor kulit hilang dan organisasi kolagen jadi tidak
teratur. Vaskularisasi menurun dengan lebih sedikit pembuluh
darah kecil. Demis jadi berisi sedikit fibroblas, makrofag, sel
batang. Kulit jadi kurang mampu mengatur termoregulasi.
d. Subkutis
Lapisan subkutis mengalami penipisan sehingga kulit tampak
lebih kendur dan menggantung siatas tulang rangka. Penuruna
lemak menimbulkan peningkatan resiko cedera. Lemak lebih
banyak terdistribusi di bagian perut dan paha sehingga
b. Perubahan mental
Faktor yang mempengaruhi perubahan mental adalah
perubahan fisik, kesehatan umum, tingkat pendidikan,
keturunan(hereditas), lingkungan , tingkat kecerdasan (Intelegensi
quotient–I.Q) dan kenangan (memory). Kenangan dibagi menjadi
dua, yaitu kenangan jangka panjang (berjam–jam sampai berhari–
hari yang lalu) mencakup beberapa perubahan dan kenangan jangka
pendek atau seketika (0-10 menit) biasanya berupa kenangan buruk
(Efendi, 2009).
c. Perubahan psikososial
Perubahan psikososial yang terjasi terutama setelah seseorang
mengalami pensiun, berikut ini adalah hal –hal yang akan terjadi
pada masa pensiun
1. Kehilangan sumber fiannsial atau pemasukan (income)
berkurang
2. Kehilangan status karena dulu mempunyai jabatan posisi yang
cukup tinggi, lengkap dengan segala fasilitasnya
3. Kehilangan teman atau realsi
4. Kehilangan pekerjaan atau kegiatan
5. Merasaakn atau kesadaran akan kematian (sense of awarness
C. Pruritus Senilis
1. Definisi Pruritus Senilis
Pruritus senilis merupakan gatal-gatal yang biasanya ringan dan
setempat atau menyeluruh dengan sebab yang tidak pasti pada lanjut
usia, diagnosa pruritus senilis biasa ditegakan dengan menyingkirkan
diagnosa lain yang menyebabkan gatal pada kulit lansia (Obraun,
1991).
2. Etiologi.
a. Penuaan dan sistem imun
Perubahan yang terjadi pada sistem imun disebut dengan
“immunosenescense”. Ada dua fenomena yang terjasi pada sistem
imun yang mengalami penuaan. Pertama adanya proinflamatory dan
kedua adanya abrasi yang signifikan dari sel T dan sel B. Beberapa
pasien juga mengalami respon “alergic” semu dengan Th2 dominan.
Adanya respon alergik semu disebabkan karena reaksi
proinflamatory dan Th2 dominan kehilangan sel T naiv. (Cohen,
2012).
b. Penuaan dan pelindung epidermal.
Penuaan menyebabkan perubahan pada pelindung epidermal.
Mendekati usia 55 tahun, permukaan pH epidermis menjadi lebih
asam. Enzim yang menerima proses pembentukan lemak pembentuk
pelindung epidermal air sedikit lebih asam sehingga menyebabkan
untuk teriritasi dan gatal yang berasal dari produk detergent dan
lebih sulit mentoleransi antigen daripada orang yang lebih muda.
Asam dan symphomyelinase alami, synthase ceramide dan asam
ceramides merupakan enzim yang berfungsi memproduksi ceramise
dengan struktur pelindung epidermal. Pada lansia ceramide
berkurang di lapisan dalam epidermis. Aquaporin-3 adalah gliserol
dan kanal membran air yang penting dalam hidrasi kulit dengan
memperkuat konsentrasi gliserol lapisan statum korneum. Gen
aquaporin-3 berkurang pada seseorang dengan usia lebih dari 60
tahun. Semua langkah yang terjadi dalam pelindung epidermal dan
hidrasi pada lansia menimbulkan xerosis.
Kerusakan pelindung mengakibatkan pertama gagalnya
pelindung untuk menurunkan resiko dermatitis karna rusaknya
pelindung menyebabkan mudahnya antigen masuk. Setelah
pelindung gagal, pengeluaran sitokin untuk menginduksi pelindung
untuk memperbaikinya juga menyebabkan dermatitis sehingga
menyebabkan masalah pada kulit (Berger, 2011)
3. Patofisiologi
Disebut dengan pruritus senilis ketika masalah penyakit kulit
seperti jamur, dermatitis, penyakit sistemik penyebab gatal, gatal
yang disebabkan reaksi obat disingkirkan. Pada peningkatan usia
seseorang menyebabkan peningkatan sentuhan rasa nyeri dan gatal
pada ambang batasnyadisebabkan adanya atropi dari sel saraf
pada sistem saraf pusat tidak mampu menghambat adanya sensasi
gatal. Hal ini dianalogika dengan seseorang yang mengalami post
amputtasi tungkai, namun tiba-tiba merasakan tungkainya terasa
gatal atau ada sensasi gatal di bagian amputasinya.
Sensasi ini akan diterima oleh serabut C tak bermielin yang
selanjutnya akan di bawa ke otak melalui sum-sum tulang belakang
sampai ahirnya diterima oleh bagian hipotalamus lalu di bawa ke
korteks dan diterjemahkan sebagai gatal. Gatal yang dirasakan
lansia akan memicu bagian korteks untuk memerintahkan tubuh
menggaruk bagian yang gatal. Saat terjadi proses menggaruk,
gesekan tersebut akan menimbulkan luka yang selanjutnya memicu
tubuh mengeluarkan histamin. Pengeluaran histamin, prostaglansin
akan memicu saraf serabut C tak bermielin bekerja kembali untuk
mengirim respon gatal kembali (Khairina, 2013).
4. Penanganan
a. Pengobatan untuk kulit kering
1) Penggunaan omeolin tipis di permukaan kulit secara teratur
setelah mandi.
2) Hindari mandi air panas dalam waktu lama
3) Menggunakan sabun yang mengandung minyak
4) Menghindari sabun yang mampu mengiritasi kulit
5) Hindari pakaian yang mampu menimbulkan gesekan
6) Gunakan pengarur kelembabab bila perlu.
b. Terapi non-farmakologi
1) Stimulasi lapisan subkutan
2) Hipnosis
3) Terapi cahaya
4) Terapi ultraviolet
c. Terapi farmakologik
1) Topikal: menthol, Tacrolimus, Doxepin, Kortikosteroid,
Capsaisin
2) Sistemik: Cyclosporin, Doxepin, Oxatomide,
Aminotriptyline, Mirtazipine, SSRIs (Selectife serotonin
reuptake inhibitor), Ondansteron, Carbamazepine,
Gabapentin, Thalidormide, Opioid Anatgonis (Ward, 2005).
D. Penelitian Terkait
Penelitian Andreas Rantepadang tahun 2012 yang berjudul
Interaksi Sosial dan Kualitas Hidup Lansia di Kelurahan Lansot
Kecamatan Tomohon Selatann it Metode yang digunakan peneliti adalah
kuantitatif deskriptif, korelasi dan regresi, dan dari hasil penelitian
tersebut, Ia menjelaskan bahwa sebagaian besar lansia di kelurahan Lansot
memiliki interaksi sosial yang baik dan memiliki kualitas hidup yang baik
pula. Kualitas hidup dilihat dalam tiga dimensi: yaitu dimensi biologi yang
berhubungan dengan fisik dengan nilai rata-rata 4,10, psikologi dengan
nilai rata-rata 3,72, spirital dengan rata-rata 4,75,. Terdapat hubungan yang
0,690. Interaksi yang kuat juga terjadi antara dimensi biologis dengan
interaksi sosial lansia dengan nilai korelasi 0,673 (Rantepadang, 2012).
Penelitian Tessari, ett all. tahun 2009 dengan judul The Impact of
Pruritus on Quality of Life Patient Undergoing Dialysis: a Single-Center
Cohort Study. yang dilakukan pada 169 pasien yang menjalani
hemodialisa atau peritonial dialisa di Italia dapat diambil kesimpulan
bahwa adanya gejala pruritus atau gejala fisik lain mampu menurunkan
kualitas hidup seseorang. Adanya gangguan psikologis minor dialami oleh
orang-orang dengan masalah pruritus dan hal ini terjadi cukup signifikan,
gangguan yang diakibatkan masalah pruritus lainya adalah masalah
gangguan tidur (Tessari, 2009).
Penelitian yang dilakukan oleh Yudianto, ett all tahun 2008 dengan
judul Kualitas Hidup Penderita Diabetes Melitus di Rumah Sakit Umum
Daerah Cianjur, menggunakan metode deskriptif kuantitatif dan dilakukan
terhadap 4 dimensi berhubungan dengan kualitas hidup penderita diabetes
di poli penyakit dalam RSUD Cianjur dengan responden sebanyak 50
orang. Kuisioner kualitas hidup menggunakan WHOQOL-BREEF dan
dapat disimpulkan bahwa kualitas hidup penderita yang berobat di poli
penyakit dalam RSUD Cianjur secara keseluruhan baik dan persepsi
terhadap kesehatanya adalah memuaskan. Dimensi kesehatan fisik
responden merasa lebih pusa dengan kemampuan bergaulnya, dimensi
kesehatan psikologis memiliki perasaan negatif seperti cemas, putus asa
dukungan sosial, dimensi kesehatan lingkungan lebih puas dengan
kesempatan mendapat informasi (Yudianto, 2008)
Penelitian lainya tentang Status Gizi, Penyakit Kronis dan
Konsumsi Obat terhadap Kualitas Hidup Dimensi kesehatan Fisik Lansia
di Cilacap Utara tahun 2013 dilakukan oleh Sari. Metode penelitian ini
adalah metode analitik observasional dengan rancangan cross sectional
dengan jumlah responden 58 orang. Kejadian penyakit kronis dan
konsumsi obat-obatan berhubungan dengan menurunya kualitas hidup
dimensi kesehatan fisik pada lansia di wilayah kerja puskesmas Cilacap
Utara 1. Status gizi tidak memiliki hubungan dengan kualitas hidup
dimensi kesehatan fisik. Status gizi mengkin secara tidak langsung
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah model pendahuluan dari sebuah masalah
yang akan diteliti. Kerangka konsep dibuat berdasarkan literature review
danteori yang sudah dipelajari variable dan masalah yang akan diteliti.
Tujuan dari kerangka konsep adalah menggambarkan hubungan
(Swarjana, 2012). Variable adalah atribut dari sekelompok obyek yang
akan diteliti dan mamiliki variasi di dalam kelompok tersebut. Penelitian
ini memiliki satu variabel penelitian yaitu kualitas hidup lanjut usia
dengan masalah pruritus senilis.
Bagan 3.1: Kerangka Konsep
Kualitas Hidup lansia dengan masalah pruritus senilis:
35
A. Definisi Operasional
Definisi operasional adaalh suatu definisi ketika variabel-variabel penelitian memiliki sifat operasional. Definisi dari
operasional menjadikan konsep yang masih bersifat abstrak menjadi operasional yang memudahkan pengukuran variabel
tersebut (Wasis, 2006).
Variable Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Nama Identitas
responden. Bisa berupa nama asli atau inisial
Wawancara Kuisioner Nama responden atau inisial. Ordinal
Usia Lama waktu hidup
atau sejak dia di lahirkan
(setiawan,2015)
Wawancara kuisioner Usia dalam tahun Nominal
Jenis
Wawancara Kuisioner 1: Laki-laki
2: Perempuan
Wawancara Kuisioner Lamanya tinggal di panti
dalam tahun
36
Wawancara Kuisioner Akut: <6 minggu
Kronis: ≥6 minggu
Wawancara Kuisioner Jenis penanganan pruritus
1: Farmakologi
Wawancara Kuisioner WHOQOL-BREEF yang terdiri dari pertanyaan kualitas hidup lansia secara umum.
Hasil uji normalitas kualitas hidup lansia dengan distribusi data tidak normal
Value≥ Median (2,0) : Baik Value< Median (2,0) : Buruk (Harstono, 2007)
Hasil uji normalitas kesehatan umum lansia dengan
distribusi data tidak normal.
Value≥ Median (2,5) : Baik Value< Median (2,5) : Buruk (Harstono, 2007)
Hasil uji normalitas domain Kesehatan fisik dengan distribusi data normal
Value ≥ mean (22,1) : Baik
37
Value < mean (22,1): Buruk (Harstono, 2007)
Kuisioner WHOQOL-BREEF yang berisi pertanyaan domain psikologis
Hasil uji normalitas domain psikologis dengan distribusi data tidak normal
Value≥ Median (27): Baik Value< Median (27): Buruk. (Harstono, 2007)
Hasil uji normalitas domain hubungan sosial dengan distribusi tidak normal
Value≥ Median (102): Baik Value< Median (102): Buruk. (Harstono, 2007)
Hasil uji normalitas domain lingkungan dengan distribusi tidak normal
Value≥ Median (24): Baik Value< Median (24): Buruk. (Harstono, 2007)
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Desain penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif
dan pendekatan cross sectional. Penelitian deskriptif kuantitatif adalah
penelitian yang menggambarkan secara sistematis dan akurat suatu
situasi atau area populasi tertentu yang bersifat faktual. Tujuan
penelitian deskriptif adalah mendeskripsikan seperangkat peristiwa
populasi saat ini (Sudarwan, 2003). Salah satu jenis penelitian
deskriptif kuantitatif adalah penelitian perkembangan yang merupakan
penelitian untuk mengetahui perkembangan subyek dengan metode
cross sectional yaitu hanya dengan satu waktu pengukuran terhadap
lansia dengan keluhan pruritus dalam jangka waktu yang berbeda beda
(Suhrsimi, 2010).
B. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-Maret 2016 di
Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budhi Mulya 03 Margaguna
Jakarta Selatan karena ± 76% lansia di PSTW mengalami pruritus
secara umum dan belum ada penelitian terkait kualitas hidup lansia
dengan masalah pruritus di lokasi tersebut.
C. Populasi dan Sample
1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang memiliki kualitas dan
karakteristik tertentu yang ditetapkan peneliti untuk dipelajari. Tidak
semua penduduk atau orang yang berdomisili dikatakan sebagai
populasi dan sample. Populasi bukan hanya sekedar jumlah yang ada
pada obyek yang dipelajari melainkan karakteristik dari obyek tersebut
(Sugiyono, 2012). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh lanjut
usia yang memiliki keluhan pruritus senilis. Setelah dilakukan skrining
pada seluruh lansia di PSTW Budhi Mulya 3 Margaguna Jakarta
Selatan didapatkan hasil bahwa lansia dengan masalah pruritus senilis
berjumlah 56 orang.
2. Sample
Sample adalah bagian dari elemen populasi yang dari strategi
sampling. Sample yang diambil idealnya adalah sample yang mewakili
populasi. Teknik pengambilan sample dalam penelitian ini adalah
menggunakan purposive sampling. Besarnya sample yang diambil,
peneliti menggunakan prinsip total sampling dimana peneliti
mengambil seluruh anggota populasi menjadi subyek penelitian sesuai
dengan kriteria inklusi (Swarjana, 2015). Kriteria inklusi adalah
karakteristik umum subyek penelitian dari suatu populasi target yang
Kriteria Inklusi dalam penelitian ini adalah:
1. Lanjut usia yang tinggal di panti werdha.
2. Sedang mengalami keluhan pruritus senilis.
3. Dapat berkomunikasi dengan baik.
4. Mau menjadi subyek penelitian.
D. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan peneliti untuk
mengumpulkan data. Instrumen penelitian dibedakan menjadi dua jenis
yaitu instrumen penelitian survei dan instrumen penelitian non survei.
Instrumen disusun berdasarkan kebutuhan penelitian agar diperoleh data
yang sesuai. Data yang diperoleh nanti akan diolah menjadi informasi
yang akan menjelaskan suatu gejala atau hubungan antar gejala
(Sudarmawan, 2003). Intrumen yang digunakan dalam penelitian ini
adalah kuisioner. Kuisioner yang digunakan terdiri dari 2 jenis yaitu
kuisioner data demografi dan kuisioner WHOQOL-BREEF. Kuisioner
data demografi berisi nama, usia, jenis kelamin, pendidikan,lama tinggal di
panti, lama mengalami keluhan pruritus. Kuisioner 2 menggunakan
WHOQOL-BREEF yang terdiri dari 4 domain dalam kualitas hidup
seseorang. Kuisioner WHOQOL-BREEF merupakan draft manual dari
World Health Organitation Quality Of Life Group (WHOQOL Group)
yang merupakan salah satu anggota WHOQOL group dan telah di
terjemahkan pada tahun 2004 oleh Dr Ratna Mardiati ett all.
WHOQOL-BREEF terdiri dari pertanyaan tentang kualitas hidup berupa pertanyaan
positive (dengan skor 1-5) serta keempat domain kualitas hidup berupa
domain kesehatan fisik yang terdiri dari 7 pertanyaan berupa dua
pertanyaan negative dan lima pertanyaan positive. Domain kedua adalah
psikologik yang terdiri dari 6 pertanyaan dengan 5 pertanyaan positive dan
satu pertanyaan negative. Domain ketiga adalah hubungan sosial yang
terdiri dari 3 pertanyaan dengan pertanyaan positive dan yang ke empat
adalah lingkungan terdiri dari 8 pertanyaan positive (Sudharma, 2007).
Penilaian pada WHOQOL_BREEF yaitu dengan memberikan
skor 1-5 pada pertanyaan positive dan skor 5-1 pada pertanyaan negative.
Nilai yang dihasilkan menunjukan kualitas hidup orang tersebut. Penialian
pada setiap domain dihitung dengan mengalikan rata-rata item dengan 4
(Sudharma, 2007). Menentukan Penggunaan Mean dan Median, peneliti
menggunakan uji normalitas kolmogorov-smirnov karena jumlah
responden lebih dari 50 lansia (Harsono, 2007).
E. Uji Validitas dan Reliabilitas
Uji validitas adalah mengukur ke validan instrumen. Instrumen
yang valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa
yang seharusnya diukur. Instrumen yang valid harus memiliki validitas
internal dan eksternal. Instrumen yang memiliki validitas internal berarti
kriteria yang ada dalam instrumen mencerminkan teori yang telah ada.
Validitas internal instrumen harus memenuhi validitas konstruksi
(Sugiyono, 2012). Uji Validitas Konstruksi yang dilakukan Sudharma
nilai r berkisar antara 0,5 – 0,7. Artinya kuisioner WHOQOL-BREEF
merupakan kuisioner yang valid.
Reliabilitas adalah nilai yang menunjukan konsistensi alat ukur
dalam mengukur gejala yang sama (Umar, 2003). Uji reliabilitas biasa
dilakukan dengan Cronbach’s Alpha dimana reliabilitas yang baik harus
memiliki naili Alpha >0,6 (Bahri, 20015). Nilai koefisien Cornbach’s alfa
setiap item pertanyaan pada penggujian reliabilitas dengan nilai R: 0,8756
(Wardhani, 2006).
Artinya seluruh domain bermakna untuk menjelaskan variasi
pertanyaan WHOQOL-BREEF. Artinya WHOQOL-BREEF merupakan
instrument yang valid dan reliable digunakan untuk mengukur kualitas
hidup lansia dengan penyakit tertentu (Sudharma, 2007).
F. Teknik Pengumpulan Data
Proses pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan melalui beberapa
tahap:
1. Menentukan permasalahan
Pada awal proses penelitian, peneliti terlebih dahulu
menentukan permasalahan terkait dengan subyek penelitian, tempat
penelitian, tujuan penelitian dan manfaat penelitian.
2. Persiapan pengumpulan data
Sebagai langkah awal, peneliti melakukan persiapan berupa
mengajukan perizinan kepada pihak-pihak terkait seperti izin kepada
Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PSTP) Balai Kota Jakarta Selatan,