i
LAPISAN TANAH DI RUAS JALAN
SAMPANGAN-BANARAN
KECAMATAN GUNUNGPATI SEMARANG
BERDASARKAN DATA GEOLISTRIK
skripsi
disajikan sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Sains
Program Studi Fisika
oleh
Farid Nurul Yaqin
4211410010
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi dengan judul “Lapisan Tanah di Ruas Jalan Sampangan-Banaran
Kecamatan Gunungpati Semarang Berdasarkan Data Geolistrik” telah disetujui
oleh pembimbing untuk diajukan di sidang panitia ujian skripsi Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Hari :
Tanggal :
Pembimbing
iii
PENGESAHAN
Skripsi yang berjudul :
Lapisan Tanah di Ruas Jalan Sampangan-Banaran Kecamatan Gunungpati Semarang Berdasarkan Data Geolistrik
disusun oleh
Farid Nurul Yaqin 4211410010
iv
PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi saya yang berjudul
”Lapisan Tanah di Ruas Jalan Sampangan-Banaran Kecamatan Gunungpati Semarang Berdasarkan Data Geolistrik” disusun berdasarkan hasil penelitian saya dengan arahan dosen pembimbing. Sumber informasi atau kutipan yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Semarang, Agustus 2014
Penulis
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO :
You never know how close you are, so never give up on your dreams Jika kamu terlahir miskin, itu bukan kesalahanmu, tapi jika kamu mati
sebagai orang miskin, itu kesalahanmu (Bill Gates)
PERSEMBAHAN :
Bapak dan Ibu yang senantiasa memberi doa, kasih sayang serta pengorbanan yang begitu besar demi masa depanku
Kakak dan adikku yang selalu memberi doa, semangat dan dukungan
vi
KATA PENGANTAR
Kami panjatkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan
judul “Lapisan Tanah di Ruas Jalan Sampangan-Banaran Kecamatan Gunungpati Semarang Berdasarkan Data Geolistrik”.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan
dan dukungan berbagai pihak, maka penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Rektor Universitas Negeri Semarang atas kesempatan yang diberikan kepada
penulis sehingga dapat menyelesaikan studinya.
2. Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam atas izin yang
diberikan kepada penulis untuk melakukan penelitian.
3. Ketua Jurusan Fisika atas kemudahan administrasi dalam menyelesaikan
skripsi ini.
4. Dr. Supriyadi, M.Si, sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan
pengarahan dan bimbingan dengan penuh kesabaran.
5. Dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan yang sangat
berguna untuk penyempurnaan skripsi ini.
6. Bapak dan Ibu dosen yang telah memberikan bekal ilmu yang tak ternilai
harganya selama belajar di FMIPA UNNES.
7. Bapak, Ibu, kakak dan adikku yang selalu memberi doa, bantuan, dan
dukungan serta semangat untuk saya selama ini.
vii
9. Kakak-kakak angkatan Fisika yang telah memberikan bantuan, dukungan dan
semangat untuk saya selama ini.
10.Teman-teman Fisika angkatan 2010 semuanya yang saya sayangi.
11.Adik-adik Fisika angkatan 2011 dan 2012 yang telah memotifasiku.
12.Teman-teman seperjuangan SMP dan SMA yang selalu memberiku motivasi.
13.Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi.
Semoga kiranya amal baik mereka diterima sebagai suatu amal kebaikan untuk keridhoan-Nya semata-mata. Penulis juga mohon maaf apabila dalam penyusunan laporan skripsi ini ada beberapa kekurangan dan kesalahan.
Akhir kata, semoga skripsi ini dapat memberi tambahan ilmu bagi para
pembaca untuk meningkatkan wawasan pengetahuan.
Semarang, 11 Agustus 2014
viii
ABSTRAK
Yaqin, Farid Nurul. 2014. Lapisan Tanah di Ruas Jalan Sampangan-Banaran Kecamatan Gunungpati Semarang Berdasarkan Data Geolistrik. Skripsi, Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Dr. Supriyadi, M.Si.
Kata Kunci : geolistrik, konfigurasi pole-pole, struktur tanah
Pada ruas jalan Sampangan-Banaran kecamatan Gunungpati, Semarang sering terjadi kerusakan jalan dan longsoran, salah satunya diakibatkan kondisi tanah yang labil, sehingga perlu dilakukan penelitian menggunakan metode geolistrik
resistivity konfigurasi pole-pole untuk mengetahui struktur tanah. Pada penelitian ini mengambil 10 lintasan di 2 lokasi yaitu lokasi pertama mencakup area dengan titik koordinat S 07o02’17.7” dan E 110o23’28.5” sampai titik koordinat S 07o02’01.7” dan E 110o23’27.0” serta lokasi kedua mencakup area dengan titik koordinat S 07o01’38.3” dan E 110o23’22.2” sampai titik koordinat S 07o01’28.9” dan E 110o23’19.9”. Dari hasil penelitian ditunjukkan bahwa di lokasi pertama struktur tanahnya diduga pada Formasi kaligetas adalah top soil, pasir tufaan, batuan breksi dan batuan lempung, pada Formasi Kerek adalah top soil, pasir tufaan, batuan lempung dan batuan konglomerat serta di titik koordinat S 07o02’13.2” dan E 110o23’27.0” merupakan daerah yang berpotensi longsor dan sepanjang jalan pada Formasi Kerek berpotensi terjadi kerusakan jalan. Di lokasi kedua diduga struktur tanahnya adalah top soil, pasir tufaan, batuan napal dan batuan konglomerat, di lokasi ini berpotensi terjadi kerusakan jalan dan di titik
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
PENGESAHAN ... iii
PERNYATAAN ... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v
KATA PENGANTAR ... vi
ABSTRAK ... viii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN... xvi
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ... 11.2 Rumusan Masalah ... 3
1.3 Batasan Masalah ... 3
1.4 Tujuan Penelitian ... 4
1.5 Manfaat Penelitian ... 4
1.6 Sistematika Skripsi ... 5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kondisi Geologi Semarang ... 62.1.1 Formasi Kaligetas (Qpkg) ... 6
2.1.2 Formasi Kalibeng (Tmkl) ... 7
2.1.3 Formasi Kerek (Tmk) ... 7
2.1.4 Formasi Damar (Qtd) ... 8
2.2 Tanah ... 8
x
2.2.1.1 Batuan Induk (Bedrock) ... 10
2.2.1.1.1 Batuan Beku ... 11
2.2.1.1.2 Batuan Sedimen ... 12
2.2.1.1.3 Batuan Metamorf ... 13
2.2.2 Gerakan Tanah ... 13
2.2.2.1 Longsoran ... 14
2.3 Teori Dasar kelistrikan ... 15
2.3.1 Sifat Kelistrikan Batuan dan Tanah ... 16
2.3.2 Potensial di sekitar Titik Arus di Permukaan Bumi ... 17
2.3.3 Faktor Geometri ... 18
2.4 Metode Geolistrik Resistivity ... 21
2.4.1 Aturan Elektroda Konfigurasi Pole-pole ... 22
2.4.2 Konsep Resistivitas Semu ... 24
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu penelitian ... 273.1.1 Lokasi Penelitian ... 27
3.1.2 Waktu Penelitian ... 28
3.2 Besaran yang Diukur ... 29
3.3 Peralatan ... 30
3.4 Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 31
3.4.1 Persiapan ... 31
3.4.2 Akuisisi Data ... 32
3.4.3 Pengolahan Data ... 33
3.4.4 Interpretasi Data ... 34
3.5 Bagan Alir Pelaksanaan Penelitian ... 35
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian ... 364.1.1 Hasil Pengolahan Data di Titik Pertama ... 37
4.1.2 Hasil Pengolahan Data di Titik Kedua ... 40
4.1.3 Hasil Pengolahan Data di Titik Ketiga ... 42
xi
4.1.5 Hasil Pengolahan Data di Titik Kelima ... 47
4.2 Pembahasan ... 50
4.2.1 Pembahasan Pengukuran di Lokasi Pertama ... 50
4.2.2 Pembahasan Pengukuran di Lokasi Kedua ... 54
BAB 5 PENUTUP
5.1 Simpulan ... 595.2 Saran ... 60
DAFTAR PUSTAKA ... 61
xii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Klasifikasi Batuan Beku ... 12
2.2 NilaiResistivitas Sebagian Material Bumi ... 17
4.1 Jenis Batuan Berdasarkan Nilai Resistivitas di Titik Pertama ... 40
4.2 Jenis Batuan Berdasarkan Nilai Resistivitas di Titik Kedua ... 42
4.3 Jenis Batuan Berdasarkan Nilai Resistivitas di Titik Ketiga ... 45
4.4 Jenis Batuan Berdasarkan Nilai Resistivitas di Titik Keempat ... 47
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Longsoran ... 15
2.2 Konduktor dengan Panjang L dan Luas Penampang A ... 16
2.3 Potensial di Sekitar Titik Arus pada Permukaan Bumi ... 18
2.4 Sumber Arus Tunggal pada Medium Non-Homogen ... 18
2.5 Distribusi Potensial dan Aliran Arus Oleh Sumber Arus Ganda di Permukaan Bumi ... 19
2.6 Aturan Konfigurasi Pole-pole ... 23
2.7 Pengaruh Jarak Antar Elektroda terhadap Kedalaman Lapisan ... 25
2.8 Resistivitas Semu sebagai Fungsi Bentangan : a) Medium Homogen Semi Tak Berhingga, b) Medium 2 Lapis (ρ1>ρ2), c) Medium Lapis (ρ1<ρ2), dan d) Medium 3 Lapis (ρ2>ρ1,ρ3<ρ2) (Waluyo, 2005) ... 25
3.1 Peta Lokasi Penelitian di Ruas Jalan Sampangan-Banaran ... 28
3.2 Alat Resistivity Multichannel ... 30
3.3 Diagram Alir pelaksanaan Penelitian ... 35
4.6 Hasil Pengolahan Data Resistivity Lintasan 1a (a) Penampang 2 Dimensi dari Software Res2DinV (b) Pemodelan 1 Dimensi dari Software IPI2win+IP ... 38
xiv
4.8 Hasil Pengolahan Data Resistivity Lintasan 2a (a) Penampang 2
Dimensi dari Software Res2DinV (b) Pemodelan 1 Dimensi dari
Software IPI2win+IP ... 41
4.9 Hasil Pengolahan Data Resistivity Lintasan 2b (a) Penampang 2
Dimensi dari Software Res2DinV (b) Pemodelan 1 Dimensi dari
Software IPI2win+IP ... 42
4.10 Hasil Pengolahan Data Resistivity Lintasan 3a (a) Penampang 2
Dimensi dari Software Res2DinV (b) Pemodelan 1 Dimensi dari
Software IPI2win+IP ... 43
4.11 Hasil Pengolahan Data Resistivity Lintasan 3b (a) Penampang 2
Dimensi dari Software Res2DinV (b) Pemodelan 1 Dimensi dari
Software IPI2win+IP ... 44
4.12 Hasil Pengolahan Data Resistivity Lintasan 4a (a) Penampang 2
Dimensi dari Software Res2DinV (b) Pemodelan 1 Dimensi dari
Software IPI2win+IP ... 46
4.13 Hasil Pengolahan Data Resistivity Lintasan 4b (a) Penampang 2
Dimensi dari Software Res2DinV (b) Pemodelan 1 Dimensi dari
Software IPI2win+IP ... 47
4.14 Hasil Pengolahan Data Resistivity Lintasan 5a (a) Penampang 2
Dimensi dari Software Res2DinV (b) Pemodelan 1 Dimensi dari
xv
4.15 Hasil Pengolahan Data Resistivity Lintasan 5b (a) Penampang 2
Dimensi dari Software Res2DinV (b) Pemodelan 1 Dimensi dari
Software IPI2win+IP ... 49
4.16 Penampang 2 Dimensi Hasil Surfer 10 di Lokasi Pertama (a) Titik
Sounding 1a-2a-3a (b) Titik Sounding 1b-2b-3b ... 51
4.17 Pemodelan 2 Dimensi Hasil CorelDraw X5 di Lokasi Pertama (a)
Titik Sounding 1a-2a-3a (b) Titik Sounding 1b-2b-3b ... 52
4.18 Penampang 2 Dimensi Hasil Surfer 10 di Lokasi Kedua (a) Titik
Sounding 4a-5a (b) Titik Sounding 4b-5b ... 55
4.19 Pemodelan 2 Dimensi Hasil CorelDraw X5 di Lokasi Kedua (a) Titik
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
Lampiran 1 Data Geolistrik Konfigurasi Pole-pole ... 63
Lampiran 2 Peta Geologi Lembar Magelang-Semarang ... 87
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Perkembangan era globalisasi saat ini, hampir semua bidang kehidupan
manusia dimudahkan oleh adanya teknologi canggih, salah satunya adalah
kendaraan bermotor sebagai alat transportasi. Seiring dengan meningkatnya
pertumbuhan dan penggunaan kendaraan bermotor, perlu adanya akses
transportasi yang memadai demi kelancaran, keamanan dan kenyamanan para
pengguna kendaraan bermotor. Jalan merupakan sarana akses transportasi yang
menghubungkan daerah satu dengan daerah lainnya untuk memberikan akses
informasi, ekonomi, sosial dan budaya yang lancar, cepat dan aman. Namun, jalan
tidak sepenuhnya bisa memberikan kelancaran dan keamanan akibat terjadinya
kerusakan pada jalan yang disebabkan oleh beberapa faktor di antaranya kondisi
tanah di bawah permukaan jalan. Kondisi tanah ini berkaitan dengan struktur
geologi yang berperan penting terhadap kekuatan, kestabilan dan ketahanan jalan.
Pada ruas jalan Sampangan-Banaran kecamatan Gunungpati, Semarang
sering terjadi kerusakan jalan yang dapat dilihat dengan adanya retakan-retakan
dan jalan yang bergelombang. Jalan Sampangan-Banaran merupakan akses
transportasi yang sangat penting bagi masyarakat Gunungpati, khususnya warga
Universitas Negeri Semarang (UNNES) dan sekitarnya, dikarenakan jalan ini
sekitarnya dalam melakukan berbagai aktivitas seperti pendidikan, ekonomi,
sosial, budaya dan sebagainya.
Di beberapa lokasi ruas jalan Sampangan-Banaran terdapat lereng yang
cukup curam yang berpotensi terjadinya longsoran pada musim penghujan.
Bencana tanah longsor (landslides) menjadi masalah yang umum pada daerah
yang mempunyai kemiringan yang curam (Darsono et al., 2012). Menurut Sugito
et al. (2010), salah satu faktor penyebab longsoran yang sangat berpengaruh
adalah bidang gelincir (slip surface) atau bidang geser (shear surface). Bidang
gelincir berada di antara bidang yang stabil dan bidang yang bergerak atau bidang
yang tergelincir.
Penanggulangan longsoran lereng di ruas jalan Sampangan-Banaran
kecamatan Gunungpati, Semarang sebenarnya sudah dilakukan dari setiap
tahunnya, namun di setiap musim penghujan indikasi yang sama yakni rekahan
pada permukaan jalan aspal yang menunjukkan arah gerakan massa tanah selalu
saja muncul secara perlahan (Cahyo et al., 2013).
Dari observasi yang telah dilakukan maka perlu adanya penelitian di
sepanjang ruas jalan Sampangan-Banaran kecamatan Gunungpati, Semarang
untuk mengetahui struktur dan perlapisan tanah di lokasi tersebut. Dalam
penelitian ini digunakan metode geolistrik resistivity dengan konfigurasi
pole-pole, karena konfigurasi ini memiliki keunggulan yaitu dapat menjangkau
kedalaman maksimum 90 % dari panjang bentangannya sehingga dimungkinkan
mempu mendeteksi jenis dan kedalaman batuan induk di lokasi tersebut. Metode
aliran listrik di dalam bumi dan mendeteksinya di permukaan bumi, menurut
Reynolds (1997) metode ini tidak merusak lingkungan, biasanya relatif murah dan
mampu mendeteksi sampai kedalaman tertentu.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah :
1) pendugaan struktur lapisan tanah di ruas jalan Sampangan-Banaran,
2) penentuan kedalaman dan jenis batuan induk (bedrock) di ruas jalan
Sampangan-Banaran, dan
3) penentuan lokasi yang berpotensi terjadi kerusakan jalan dan longsoran di
sepanjang ruas jalan Sampangan-Banaran.
1.3
Batasan Masalah
Pada penelitian ini perlu dilakukan pembatasan masalah, yaitu :
1) metode geofisika yang digunakan adalah metode geolistrik resistivity
dengan konfigurasi pole-pole,
2) wilayah penelitian di sepanjang ruas jalan Sampangan-Banaran kecamatan
Gunungpati, Semarang, dan
1.4
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1) mengetahui struktur lapisan tanah di sepanjang ruas jalan
Sampangan-Banaran berdasarkan data geolistrik,
2) mengetahui kedalaman dan jenis batuan induk di ruas jalan
Sampangan-Banaran, dan
3) mengetahui lokasi yang berpotensi terjadi kerusakan jalan dan longsoran di
sepanjang ruas jalan Sampangan-Banaran.
1.5
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diperoleh dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1) memberikan informasi tentang struktur dan perlapisan tanah untuk
mengetahui batas-batas kelabilan tanah yang dapat menjadi acuan dalam
pengembangan wilayah khususnya ruas jalan Sampangan-Banaran,
2) memberikan pengetahuan tentang teknik dan aplikasi metode geolistrik
resistivity konfigurasi pole-pole, dan
3) memberikan kontribusi dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan
1.6
Sistematika Skripsi
Sistematika penulisan skripsi disusun untuk memudahkan pemahaman
tentang struktur dan isi skripsi. Penulisan skripsi ini dibagi menjadi tiga bagian
yaitu: bagian pendahuluan skripsi, bagian isi skripsi, dan bagian akhir skripsi.
1) Bagian awal skripsi berisi tentang lembar judul, persetujuan pembimbing,
lembar pengesahan, lembar pernyataan, motto dan persembahan, kata
pengantar, abstrak, daftar isi, daftar tabel, daftar gambar, dan daftar
lampiran.
2) Bagian isi skripsi terdiri dari :
Bab I Pendahuluan yang berisi tentang latar belakang masalah, rumusan
masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
dan sistematika skripsi.
Bab II Tinjauan Pustaka terdiri dari kajian mengenai landasan teori yang
mendasari penelitian.
Bab III Metode Penelitian berisi lokasi dan waktu pelaksanaan penelitian,
besaran yang diukur, peralatan dan prosedur pelaksanaan penelitian
yang terdiri dari persiapan, akuisisi data, pengolahan data dan
interpretasi data.
Bab IV Hasil dan Pembahasan berisi tentang hasil-hasil penelitian dan
pembahasannya.
Bab V Penutup berisi tentang kesimpulan dan saran.
6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Kondisi Geologi Semarang
Struktur geologi yang terdapat di kota Semarang umumnya berupa sesar
yang terdiri dari sesar normal, sesar geser dan sesar naik. Sesar normal relatif
berarah barat-timur sebagian agak cembung ke arah utara, sesar geser berarah
utara selatan hingga barat laut-tenggara, sedangkan sesar normal relatif berarah
barat-timur. Sesar-sesar tersebut umumnya terjadi pada batuan Formasi Kerek,
Formasi Kalibeng dan Formasi Damar yang berumur kuarter dan tersier.
Berdasarkan peta geologi lembar Magelang-Semarang seperti pada Lampiran 2
dimana pada daerah sepanjang ruas jalan Sampangan-Banaran kecamatan
Gunungpati, Semarang terdapat beberapa Formasi batuan, yaitu, Formasi
Kaligetas, Formasi Kalibeng, Formasi Kerek dan Formasi Damar.
2.1.1 Formasi Kaligetas (Qpkg)
Batuannya terdiri dari breksi dan lahar dengan sisipan lava dan tufa halus
sampai kasar, setempat di bagian bawahnya ditemukan batu lempung
mengandung moluska dan batu pasir tufaan. Breksi dan lahar berwarna cokelat
kehitamaan, dengan komponen berupa andesit, basalt, batu apung dengan masa
dasar tufa komponen umumnya menyudut-menyudut tanggung, porositas sedang
hingga tinggi, breksi bersifat keras dan kompak, sedangkan lahar agak rapuh.
halus-kasar, porositas tinggi, getas. Batu lempung, berwarna hijau, porositas
rendah, agak keras dalam keadaan kering dan mudah hancur dalam keadaan
basah. Batu pasir tufaan, cokelat kekuningan, halus-sedang, porositas sedang,
agak keras.
2.1.2 Formasi Kalibeng (Tmkl)
Batuannya terdiri dari napal, batu pasir tufaan dan batu gamping. Napal
berwarna abu-abu kehijauan hingga kehitaman. Komposisi terdiri dari mineral
lempung dan semen karbonat, porositas rendah hingga kedap air, agak keras
dalam keadaan kering dan mudah hancur dalam keadaan basah. Pada napal ini
setempat mengandung karbon (bahan organik). Batu pasir tufaan kuning
kehitamaan, halus-kasar, porositas sedang, agak keras. Batu gamping merupakan
lensa dalam napal berwarna putih kelabu, keras dan kompak.
2.1.3 Formasi Kerek (Tmk)
Perselingan batu lempung, napal, batu pasir tufaan, konglomerat, breksi
vulkanik dan batu gamping. Batu lempung kelabu muda-tua, gampingan, sebagian
bersisipan dengan batu lanau atau batu pasir, mengandung fosil foram, moluska,
dan koloni koral. Lapisan tipis konglomerat terdapat dalam batu lempung di Kali
Kripik dan di dalam batu pasir. Batu gamping umumnya berlapis, kristalin dan
2.1.4 Formasi Damar (Qtd)
Batuannya terdiri dari batu pasir tufaan, konglomerat, dan breksi
vulkanik. Batu pasir tufaan berwarna kuning kecokelatan berwarna berbutir
halus-kasar, komposisi terdiri dari mineral mafik, felspar, dan kuarsa dengan masa
dasar tufaan, porositas sedang keras. Konglomerat berwarna kuning kecokelatan
hingga kehitamaan, komponen terdiri dari andesit, basalt, batu apung, berukuran
0,5-5 cm, membundar tanggung hingga membundar baik dan agak rapuh. Breksi
volkanik mungkin diendapkan sebagai lahar, berwarna abu-abu kehitamaan,
komponen terdiri dari andesit dan basalt, berukuran 1-20 cm, menyudut
membundar tanggung agak keras.
2.2
Tanah
Menurut Pamungkas & Widhiatmoko (2007) tanah adalah unsur yang
terdapat dalam lapisan bumi yang sangat besar pengaruhnya terhadap proses
terjadinya peristiwa gerakan tanah. Sebelum membahas tentang tanah dan batuan,
harus diketahui definisi dari tanah terlebih dahulu.
Tanah terjadi sebagai produk pecahan dari batuan yang mengalami
pelapukan kimiawi dan mekanis (kecuali tanah organik dan gambut). Mineral
yang peka terhadap pelapukan akan berubah menjadi mineral lempung yang
berbutir sangat halus. Pelapukan mekanis misalnya desakan es atau kegiatan yang
dilakukan oleh tumbuhan dan binatang membantu proses pemecahan tersebut
sifat tanah sangat bergantung pada batuan induknya dan pada faktor seperti iklim,
topografi, organisme dan waktu. Berikut definisi tanah ditinjau dari sudut
geoteknik, menurut Bowles (1991), tanah adalah kumpulan dari bagian-bagian
padat yang tidak terikat satu dengan yang lain (di antaranya mungkin material
organik atau mineral) yang terdapat secara alami yang dapat dipisahkan menjadi
partikel yang lebih kecil dan di dalam bentuk massa yang mengandung banyak
rongga. Rongga-rongga di antara bagian-bagian tersebut berisi udara atau air.
2.2.1 Struktur Tanah
Tanah mempunyai lapisan-lapisan pada permukaan bumi yang berasal
dari bebatuan yang telah mengalami serangkaian pelapukan oleh gaya-gaya alam.
Sekitar setengah dari volume tanah yang baik merupakan campuran antara hasil
disintegrasi, dekomposisi dan humus, yang merupakan rombakan sisa-sisa
organisme, sedangkan setengahnya lagi merupakan pori-pori tempat sirkulasi air
dan udara.
Struktur tanah merupakan susunan tanah yang terdiri dari beberapa
lapisan yang ada. Di bawah ini merupakan lapisan-lapisan yang ada pada struktur
tanah, yaitu :
1. Lapisan atas, merupakan lapisan yang terbentuk dari hasil pelapukan batuan
dan sisa-sisa makhluk hidup yang telah mati. Lapisan ini merupakan tanah
2. Lapisan tengah, terbentuk dari campuran antara hasil pelapukan batuan dan
air. Lapisan tersebut terbentuk karena sebagian bahan lapisan atas terbawa
oleh air dan mengendap.
3. Lapisan bawah, merupakan lapisan yang terdiri atas bongkahan-bongkahan
batu. Di sela-sela bongkahan terdapat hasil pelapukan batuan. Jadi, masih
ada batu yang belum melapuk secara sempurna.
4. Lapisan batuan induk, berupa bebatuan yang padat. Pada lapisan ini air sulit
meresap.
2.2.1.1 Batuan Induk (Bedrock)
Batuan induk adalah batuan yang belum mengalami pelapukan dan relatif
masih berada pada tempat aslinya. Batuan ini mendasari tipe batuan yang
mempunyai resistivitas (tahanan jenis) yang tinggi, selain itu juga mempunyai
sifat impermeabel yaitu tidak mudah menyerap air atau kedap air. Setiap daerah
memiliki batuan induk yang berbeda-beda tergantung dari sejarah geologis
tempat tersebut, jadi bisa berupa batuan beku, batuan sedimen maupun batuan
metamorf. Setiap material memiliki karakteristik daya hantar listriknya
masing-masing, batuan adalah material yang juga mempunyai daya hantar listrik dan
harga resistivitas tertentu. Batuan yang sama belum tentu mempunyai tahanan
jenis yang sama. Sebaliknya harga resistivitas yang sama bisa dimiliki oleh
batuan-batuan berbeda, hal ini terjadi karena nilai resistivitas batuan memiliki
rentang nilai yang bisa saling tumpang tindih. Adapun aspek-aspek yang
1) batuan sedimen yang bersifat lepas (urai) mempunyai nilai resistivitas lebih
rendah bila dibandingkan dengan batuan sedimen padu dan kompak,
2) batuan beku dan batuan ubahan (batuan metamorf) mempunyai nilai
resistivitas yang tergolong tinggi, dan
3) batuan yang basah dan mengandung air, nilai resistivitasnya rendah, dan
semakin rendah lagi bila air yang dikandungnya bersifat payau atau asin.
Para ahli geologi mengkasifikasikan batuan dalam tiga kelompok dasar
yaitu batuan beku (igneous), batuan sedimen (sedimentary), dan batuan metamorf
(metamorphic). Batuan merupakan campuran dari berbagai mineral dan senyawa,
dan komposisinya sangat bervariasi.
2.2.1.1.1 Batuan Beku
Batuan beku adalah batuan yang terbentuk akibat mendinginnya magma
cair. Batuan beku intrusif terbentuk di bawah permukaan bumi, batuan ini
mempunyai karakteristik di antaranya, pendinginannya sangat lambat (dapat
sampai jutaan tahun), memungkinkan tumbuhnya kristal-kristal yang besar dan
sempurna bentuknya. Batuan beku ekstrusif (lelehan) terbentuk ketika batuan cair
mengeras sesudah mencapai permukaan tanah. Batuan ini paling banyak terbentuk
pada saat gunung meletus. Ciri khas batuan beku ekstrusif adalah kenampakannya
yang kristalin, yaitu kenampakan suatu massa dari unit-unit kristal yang saling
mengunci (interlocking) kecuali gelas yang bersifat kristalin. Struktur kristal dari
batuan ekstrusif cenderung berbutir-halus sebagai akibat dari pendinginan yang
cepat. Beberapa batuan vulkanis mungkin agak berpori (batu apung dan scoria)
Menurut Bowles (1989), batuan beku diklasifikasi berdasarkan tekstur, komposisi,
warna dan sumbernya seperti pada Tabel 2.1 berikut :
Tabel 2.1 Klasifikasi Batuan Beku Berbutir kasar Berbutir halus Batuan lava
Granit (warna terang) Riolit (warna terang) Obsidian (hitam dan berkilat) Diorit (warna abu-abu) Basal (warna gelap) Batu apung (ringan, berongga
dan berkilat)
Gabro (warna gelap) Skoria (kemerah-merahan
sampai hitam dengan ruang kosong yang besar)
2.2.1.1.2 Batuan Sedimen
Batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk dari akumulasi material
hasil perombakan batuan yang sudah ada sebelumnya atau hasil aktivitas kimia
maupun organisme yang kemudian mengalami pembatuan (Pettijohn dalam
Danang Endarto, 2005). Sedimen biasanya didepositkan lapis per lapis yang
disebut lapisan (strata), dan apabila dipadatkan dan tersementasi menjadi satu
akan membentuk batuan sedimen (proses ini disebut pembatuan atau lithification).
Batuan-batuan ini, yang paling banyak adalah serpih, batu-pasir, dan batu
gamping, merupakan 75% dari seluruh batuan yang tersingkap di permukaan
bumi (Bowles, 1989). Batuan sedimen ini bisa digolongkan lagi menjadi
beberapa bagian di antaranya batuan sedimen klastik, batuan sedimen kimia, dan
batuan sedimen organik. Batuan sedimen klastik terbentuk melalui proses
pengendapan dari material-material yang mengalami proses transportasi. Besar
butir dari batuan sedimen klastik bervariasi dari mulai ukuran lempung sampai
hidrokarbon (reservoir rocks) atau bisa juga menjadi batuan induk sebagai
penghasil hidrokarbon (source rocks), contohnya batu konglomerat, batu pasir
dan batu lempung. Batuan sedimen kimia terbentuk melalui proses presipitasi dari
larutan. Biasanya batuan tersebut menjadi batuan pelindung (seal rocks)
hidrokarbon dari migrasi. Contohnya anhidrit dan batu garam (salt). Batuan
sedimen organik terbentuk dari gabungan sisa-sisa makhluk hidup. Batuan ini
biasanya menjadi batuan induk (source) atau batuan penyimpan (reservoir),
contohnya adalah batu gamping terumbu.
2.2.1.1.3 Batuan Metamorf
Metamorfosa melalui temperatur dan tekanan yang tinggi yang bekerja
pada batuan sedimen, atau lebih biasa pada batuan beku yang terbenam jauh di
dalam tanah akan menghasilkan batuan metamorf. Selama proses metamorfosa,
batuan yang asli mengalami perubahan-perubahan kimiawi dan fisis yang
mengubah tekstur serta komposisi mineral dan kimiawi. Penyusunan kembali
mineral selama metamorfosa menghasilkan dua tekstur dasar batuan yaitu
terfoliasi (foliated) dan tidak terfoliasi (nonfoliated). Foliasi menghasilkan
mineral batuan yang menjadi datar atau berbentuk pelat dan tersusun dalam
jalur atau lapisan yang sejajar. Batuan terfoliasi antara lain batu tulis atau batu
sabak (slate), sekis (schist), genes (gneiss). Batuan yang tidak terfoliasi antara
lain kuarsit (quartzite), marmer (marble), antrasit (anthracite).
2.2.2 Gerakan Tanah
Menurut Vernes, sebagaimana dikutip oleh Suhendra (2005), gerakan
menyebabkan bergeraknya masa tanah dan batuan ke tempat atau daerah yang
lebih rendah. Gerakan tanah ini di Indonesia sudah sering terjadi dan banyak
mengakibatkan korban jiwa, kehancuran lahan dan infrastruktur. Ada beberapa
macam gerakan tanah yang dikenal. Macam gerakan tanah dapat dibedakan
berdasarkan bentuk juga penyebab terjadinya. Besar kecilnya bahaya yang
ditimbulkan akibat gerakan tanah ini juga berbeda-beda. Salah satu gerakan tanah
yang sering terjadi adalah longsoran.
2.2.2.1 Longsoran
Longsor merupakan salah satu bencana alam geologi yang paling sering
menimbulkan kerugian seperti jalan raya rusak, kerusakan tata lahan, bangunan
perumahan, bahkan sampai merenggut korban jiwa. Kejadian longsor antara lain
dikontrol oleh sifat fisik tanah dan batuan, struktur geologi, kemiringan lereng,
vegetasi penutup serta faktor beban dan getaran (Virman et al., 2013).
Pergerakannya terdiri dari regangan geser dan perpindahannya sepanjang sebuah
atau beberapa permukaan dapat terlihat secara nyata. Pergerakannya
berkelanjutan, karena itu kegagalan geser mungkin tidak diawali secara serentak
pada batasan yang akan menjadi bidang gelincir. Massa tanah yang berpindah ini
longsor di atas bidang gelincir sampai permukaan tanah asli. Massa yang bergerak
menggelincir di atas lapisan batuan atau tanah asli dan terjadi pemisahan dari
Gambar 2.1 Longsoran
2.3
Teori Dasar Kelistrikan
Dalam metode geolistrik ini digunakan definisi-definisi sebagai berikut :
a) resistansi R = V/I dalam ,
b) resistivitas = E/J dalam m, dan
c) konduktivitas = 1/ dalam (m)-1
dengan, V : beda potensial 2 buah titik
I : kuat arus listrik yang mengalir
E : medan listrik
Untuk silinder konduktor dengan panjang L dan luas penampang A
[image:32.595.172.457.189.296.2]seperti pada Gambar 2.2 di bawah ini.
Gambar 2.2Konduktor dengan Panjang L dan Luas Penampang A
Sehingga untuk L V
E dan akhirnya diperoleh hukum ohm yang dapat dituliskan
dalam bentuk :
A L
R (2.1)
dengan R menyatakan tahanan () dan adalah resistivitas (m) yang akan
ditentukan dalam penelitian ini.
2.3.1 Sifat Kelistrikan Batuan dan Tanah
Batuan mempunyai sifat-sifat kelistrikan dimana sifat listrik batuan
adalah karakteristik dari batuan bila dialirkan arus listrik ke dalamnya. Arus listrik
ini dapat berasal dari alam itu sendiri akibat terjadi dimasukkan ke dalamnya.
Potensial listrik alam dikelompokkan menjadi 4 yaitu potensial elektrokinetik,
potensial difusi, potensial Nernst, potensial mineralisasi.
Sifat konduktivitas batuan berpori dihasilkan oleh sifat konduktivitas
dari fluida yang mengisi pori, interkoneksi ruang pori dan sifat konduktivitas dari
interfase butiran dan fluida pori (Revil, 1998). Menurut Telford et al. (1990),
aliran arus listrik di dalam batuan dan mineral dapat digolongkan menjadi tiga
macam, yaitu konduksi secara elektronik, konduksi secara elektrolitik, dan
konduksi secara dielektrik. Berdasarkan nilai resistivitas material-material bumi
dapat dilihat pada Tabel 2.2 di bawah.
Tabel 2.2NilaiResistivitas Sebagian Material Bumi (Hunt, 1984)
2.3.2 Potensial di Sekitar Titik Arus di Permukaan Bumi
Potensial di sekitar titik arus pada permukaan bumi seperti Gambar 2.3
yang dilalui arus I adalah permukaan setengah bola dengan luas 2 r2, sehingga :
A L R
2 ) ( 2 r r I V r r I Vr 2
(2.2)
I V r
2 (2.3)
Material Resistivitas
(Ohm-meter) Tanah Lempungan
Lempungan Lanauan
Tanah Lanauan Pasiran Batuan Dasar Lembab Pasir Kerikil Kelanauan Batuan Dasar Tak Lapuk Kelompok Chert
Slate
Gambar 2.3 Potensial di Sekitar Titik Arus pada Permukaan Bumi
Sumber arus tunggal pada medium non-homogen seperti pada Gambar
2.4 di bawah menunjukkan bahwa arus cenderung mengalir melalui zona
konduktif dan menghindari zona resistif yang menyebabkan terjadinya perubahan
[image:34.595.157.474.409.527.2]pola permukaan ekuipotensial dan hasil pengukuran potensial.
Gambar 2.4 Sumber Arus Tunggal pada Medium Non-Homogen
2.3.3 Faktor Geometri
Besaran koreksi letak kedua elektroda potensial terhadap kedua elektroda
arus disebut faktor geometri (Hendrajaya & Arif, 1990). Jika pada permukaan
bumi diberikan dua sumber arus yang berlawanan polaritasnya seperti pada
Gambar 2.5, maka besarnya potensial disuatu titik M adalah:
2 1 2
2 r
I r I
VM
2 1 1 1
2 r r
I
(2.4)
dengan, r1 : Jarak dari titk M ke sumber arus positif
r2 : Jarak dari titk M ke sumber arus negatif
Jika ada dua titik yaitu M dan N yang terletak di dalam bumi tersebut,
maka besarnya beda potensial antara titik M dan titik N adalah :
N M
MN V V
V
4 3 2 1 2 1 1 2 r I r I I r r I 4 3 2 1 1 1 1 1
2 r r r r
I
(2.5)
dengan, r3 : jarak titik N ke sumber arus positif
[image:35.595.185.445.551.716.2]r4 : jarak titik N ke sumber arus negatif
Pada metode geolistrik, menurut Hendrajaya & Arif (1990) dari hasil
pengukuran arus dan beda potensial untuk setiap jarak elektroda tertentu,
dapat dihitung nilai resistivitas semu (apparent resistivity
ρ
a). Untuk lebih jelas,penjabaran rumusnya adalah sebagai berikut (Telford et al., 1990) :
BN AN BM AM I
V 1 1 1 1
2 (2.6) sehingga I V BN AN BM AM a 1 1 1 1 2 a I V K
(2.7)
dengan, atau BN AN BM AM K 1 1 1 1
2 (2.8)
dengan K adalah faktor geometri yang besarnya tergantung dari susunan
2.4
Metode Geolistrik
Resistivity
Metode geolistrik merupakan salah satu metode geofisika yang
mempelajari sifat aliran listrik di dalam bumi dan bagaimana cara mendeteksinya
di dalam bumi dan bagaimana cara mendeteksinya di permukaan bumi. Dalam hal
ini meliputi pengukuran potensial, arus dan medan elektromagnetik yang tejadi
baik secara alamiah ataupun akibat injeksi arus ke dalam bumi. Salah satu metode
geolistrik yang sering digunakan adalah metoda geolistrik resistivity. Metode ini
pada dasarnya adalah pengukuran harga resistivitas batuan. Prinsip kerja metode
ini adalah dengan menginjeksikan arus ke bawah permukaan bumi sehingga
diperoleh beda potensial, yang kemudian akan didapat informasi mengenai
resistivitas batuan. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan empat elektroda
yang disusun sebaris, salah satu dari dua buah elektroda yang berbeda muatan
digunakan untuk mengalirkan arus ke dalam tanah, dan dua elektroda lainnya
digunakan untuk mengukur tegangan yang ditimbulkan oleh aliran arus tadi,
sehingga resistivitas bawah permukaan dapat diketahui. Arus yang dialirkan di
dalam tanah dapat berupa arus searah (DC) atau arus bolak-balik (AC)
berfrekuensi rendah. Untuk menghindari potensial spontan, efek polarisasi dan
menghindarkan pengaruh kapasitansi tanah yaitu kecenderungan tanah untuk
menyimpan muatan maka biasanya digunakan arus bolak balik yang berfrekuensi
rendah (Rohim dkk, 2010).
Metode geolistrik resistivity banyak digunakan dalam penyelidikan
1997). Pada metode ini, arus listrik diinjeksikan ke dalam bumi melalui dua
elektron arus. Kemudian beda potensial yang terjadi diukur melalui dua elektroda
potensial. Dari hasil pengukuran arus beda portensial untuk setiap jarak elektroda
yang berbeda kemudian dapat diturunkan variasi harga hambatan jenis
masing-masing lapisan di bawah titik ukur (sounding point).
Metode ini lebih efektif jika digunakan untuk eksplorasi yang sifatnya
dangkal, oleh karena itu metode ini jarang digunakan untuk eksplorasi minyak
tetapi lebih banyak digunakan dalam bidang engineering geology seperti
penentuan kedalaman batuan dasar, pencarian reservoar air, juga digunakan dalam
ekplorasi geothermal. Metode geolistrik resistivity mempunyai dua macam
pendekatan, yaitu pendekatan horizontal dan pendekatan vertikal, kedua
pendekatan ini mempunyai prosedur kerja dan interpretasi yang berbeda antara
satu sama lainnya. Metode pendekatan horizontal dimaksudkan sebagai eksplorasi
metode resistivity yang digunakan untuk mendeteksi lapisan atau formasi batuan
yang mempunyai kedudukan (Taib, 2000). Berdasarkan letak (konfigurasi)
elektroda terdapat tiga jenis metode geolistrik resistivity, yaitu metode Wenner,
Schlumberger dan Dipole Sounding.
2.4.1 Aturan Elektroda Konfigurasi Pole-pole
Konsep pengukuran geolistrik menggunakan konfigurasi elektroda paling
elementer, yaitu sumber arus tunggal dan potensial diukur hanya pada satu titik.
Pada kenyataannya pengiriman atau injeksi arus harus dilakukan menggunakan
dua elektroda yang masing-masing dihubungkan ke kutub positif (sebagai current
dengan pengukuran potensial pada dasarnya adalah pengukuran beda potensial,
yaitu potensial pada suatu titik relatif terhadap titik yang lain.
Pada dasarnya konfigurasi pole-pole ini hanya memanfaatkan dua
elektroda saja, yaitu elektroda arus (C1) dan elektroda elektroda potensial (P1)
seperti diperlihatkan pada Gambar 2.6 (Ridhwan et al., 2009). Sedangkan
elektroda lainnya (C2 dan P2) dianggap tak hingga. Kedua elektroda tak hingga
ditempatkan dua puluh kali lipat dari spasi elektroda terkecil diluar elektroda
[image:39.595.167.461.353.482.2]terluar (Anthony, 2006).
Gambar 2.6 Aturan Konfigurasi Pole-pole
Konfigurasi pole-pole memiliki beberapa keunggulan yaitu konfigurasi
ini memiliki jangkauan kedalaman maksimum 90 % dari panjang bentangannya.
Dibandingkan dengan konfigurasi lainnya, konfigurasi pole-pole memilili cepat
rambat yang paling baik (Herman, 2001). Faktor geometri konfigurasi pole-pole
adalah sebagai berikut :
a
Kpole2 (2.9)
Sedangkan tahanan jenis pada konfigurasi pole-pole adalah :
I V Kpole pole
(2.10)
dimana Kpole = 2 a
dengan, pole = resistivitas semu konfigurasi pole-pole
V = beda potensial
Kpole = faktor geometri konfigurasi pole-pole
I = Besarnya arus
a = Jarak elektroda
2.4.2 Konsep Resistivitas Semu
Resistivitas semu mewakili suatu bobot rata-rata dari resistivitas
sebenarnya pada suatu volume tanah yang besar, dimana nilai resistivitas
semu (ρa) suatu tipe tanah atau batuan khusus dapat meliputi suatu rentang
yang luas dan nilainya bergantung pada spasi elektroda. Untuk medium berlapis,
jika jarak antar elektroda arus kecil maka akan memberikan nilai resistivitas
semu yang harganya mendekati ρ batuan di dekat permukaan, sedangkan
untuk jarak bentangan yang lebar, resistivitas yang diperoleh akan mewakili
Gambar 2.7 Pengaruh Jarak Antar Elektroda terhadap Kedalaman Lapisan
Pada Gambar 2.8 menunjukkan contoh grafik resistivitas semu sebagai
fungsi jarak (bentangan) antar elektroda arus (Waluyo, 2005).
Gambar 2.8 Resistivitas Semu sebagai Fungsi Bentangan : a) Medium Homogen
Semi Tak Berhingga, b) Medium 2 Lapis (ρ1>ρ2), c) Medium 2 Lapis (ρ1<ρ2), dan d) Medium 3 Lapis (ρ2>ρ1,ρ3<ρ2) (Waluyo,
2005)
Jarak elektroda ini sebanding dengan kedalaman lapisan batuan yang
terdeteksi. Semakin besar jarak elektroda, semakin dalam lapisan batuan yang
[image:41.595.143.480.359.576.2]dianggap sebagai suatu medium yang homogen isotropis. Pada kenyataannya,
bumi tersusun atas komposisi batuan yang bersifat heterogen baik ke arah
vertikal maupun horisontal. Akibatnya objek batuan yang tidak homogen
dan beragam akan memberikan harga resistivitas yang beragam pula. Sehingga
resistivitas yang diukur adalah resistivitas semu. Harga resistivitas semu ini
tergantung pada resistivitas lapisan-lapisan pembentuk formasi dan konfigurasi
elektroda yang digunakan. Beberapa hal yang mempengaruhi nilai resistivitas
semu adalah sebagai berikut (Prasetiawati, 2004) :
1) ukuran butir penyusun batuan, semakin kecil besar butir maka kelolosan
arus akan semakin baik, sehingga mereduksi nilai tahanan jenis,
2) komposisi mineral dari batuan, semakin meningkat kandungan mineral
clay akan mengakibatkan menurunnya nilai resisivitas,
3) kandungan air, air tanah atau air permukaan merupakan media yang
mereduksi nilai resistivitas,
4) kelarutan garam dalam air di dalam batuan akan mengakibatkan
meningkatnya kandungan ion dalam air sehingga berfungsi sebagai
konduktor, dan
27
3.1
Lokasi dan Waktu Penelitian
3.1.1 Lokasi Penelitian
Penelitian yang dilakukan dengan menggunakan metode geolistrik untuk
menentukan struktur bawah permukaan ini dilakukan di daerah sepanjang ruas
jalan Sampangan-Banaran kecamatan Gunungpati, Semarang seperti pada peta
kesesuaian lahan kecamatan Gunungpati yang ditunjukkan pada Gambar 3.1. Pada
penelitian ini mengambil 5 titik pengukuran dengan tiap titik terdapat 2 lintasan
atau bentangan. Pengambilan data dilakukan 2 lokasi yang berbeda yaitu pada
lokasi pertama terdapat 3 titik pengukuran yang mencakup area dengan titik
koordinat S 07o02’17.7” dan E 110o23’28.5” sampai titik koordinat S 07o02’01.7” dan E 110o23’27.0” sepanjang 450 meter serta pada lokasi kedua mencakup area dengan titik koordinat S 07o01’38.3” dan E 110o23’22.2” sampai titik koordinat S 07o01’28.9” dan E 110o23’19.9” sepanjang 300 meter. Alasan pemilihan tempat penelitian pada kedua lokasi tersebut adalah karena di area tersebut memiliki
topografi yang yang cukup datar dan lurus sehingga sesuai bila digunakan metode
Gambar 3.1 Peta Lokasi Penelitian di Ruas Jalan Sampangan-Banaran
3.1.2 Waktu Penelitian
Penelitian dengan menggunakan metode geolistrik ini dilakukan secara
langsung dengan mengambil data di sepanjang ruas jalan Sampangan-Banaran
kecamatan Gunungpati, Semarang yang dilaksanakan selama 2 minggu yaitu pada
3.2
Besaran yang Diukur
Besaran-besaran fisis yang diukur pada saat penelitian adalah sebagai
berikut :
1. Beda potensial (V)
Beda potensial yang didapatkan saat pengukuran akibat adanya perbedaan
potensial antara dua buah elektroda potensial, yaitu elektroda P1 dan P2.
2. Kuat arus (I)
Kuat arus yang terukur adalah arus listrik yang diinjeksikan pada elektroda
C1 dan diterima oleh elektroda C2.
3. Jarak/spasi antar elektroda (a)
Jarak yang diukur antara elektroda satu dengan elektroda lainnya dalam
satuan meter. Pengukuran ini digunakan dalam menentukan faktor
geometri.
4. Resistansi (R)
Resistansi yang didapatkan pada saat pengambilan data merupakan
hambatan yang terukur di dalam bumi.
5. Faktor geometri (K)
Faktor geometri merupakan besaran koreksi letak antara kedua elektroda
potensial terhadap kedua elektroda arus. Faktor geometri ini digunakan
dalam menentukan resistivitas.
6. Resistivitas ()
Resistivitas yang terukur dalam penelitian ini merupakan hambatan jenis
3.3
Peralatan
Peralatan yang digunakan selama penelitian di lapangan adalah sebagai
berikut :
1) resistivitymeter multichannel merk S-Field seperti pada Gambar 3.2,
digunakan untuk memberikan harga beda potensial (V), potensial diri (Vsp)
dan kuat arus (I), dengan spesifikasi :
a) power : 75 W by 2 x 12 V NiCad
battery (low power consumption) b) AB voltage : automatic
500 V (100mA)
1000 V (50mA)
c) AB current : 100 mA current source transmitter with anti short
circuit
[image:46.595.220.419.500.698.2]d) injection time : 2-5 second,
2) elektroda sebanyak 16 buah yang digunakan untuk mengetahui
penempatan elektroda (elektroda potensial dan elektroda arus) yang akan
dipasang,
3) dua buah aki (elemen kering) sebagai sumber arus masing-masing 12 volt,
4) dua buah meteran masing-masing sepanjang 100 meter yang digunakan
untuk mengukur panjang lintasan yang akan diteliti,
5) kabel listrik digunakan sebagai kabel penghubung antar elektroda,
6) Global Positioning System (GPS) untuk menentukan titik lokasi penelitian.
7) alat tulis untuk mencatat hasil pengukuran di lapangan, dan
8) laptop untuk dihubungkan ke alat restivitymeter agar terbaca hasil
monitoring bawah permukaan dengan menggunakan softwareGeoRes.
3.4
Prosedur Pelaksanaan Penelitian
3.4.1 Persiapan
Dalam tahap persiapan yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut :
1) studi literatur, yaitu mempelajari literatur-literatur mengenai
geologi Semarang, teori-teori yang berhubungan dengan struktur
bawah permukaan tanah dan jurnal-jurnal penelitian tentang
geolistrik,
2) mengurus surat izin penelitian dan melakukan survei pendahuluan
untuk mengetahui gambaran umum lokasi penelitian,
4) melakukan uji tes pada alat yang akan digunakan di lapangan.
3.4.2 Akuisisi Data
Akuisis data dilaksanakan di sepanjang ruas jalan sampangan-Banaran
yang berfungsi untuk mengetahui lapisan tanah. Teknik pengambilan data dengan
menggunakan metode geolistrik konfigurasi pole-pole di lapangan yang dilakukan
adalah sebagai berikut :
1) memasang elektroda pada lintasan pengukuran sebanyak 16 buah sepanjang
150 meter, dengan dua buah elektoda sebagai elektroda potensial P1 dan P2
dan dua buah elektroda sebagai arus C1 dan C2, untuk elektroda P1 dan C1
(elektroda pertama dan ke-enambelas) ditempatkan di luar lintasan dengan
jarak tak hingga serta elektroda C2 dan P2 digunakan untuk mengukur nilai
arus dan potensial di lintasan,
2) mengatur jarak antar elektroda sepanjang 10 meter dan mengubungkan
kabel penghubung dengan elektroda,
3) kabel penghubung elektroda pertama hingga elektroda kedelapan
dimasukkan ke lubang pada alat resistivity multichannel yang bertuliskan
electrode 01-08,
4) kabel penghubung elektroda kesembilan hingga elektroda keenam belas
dimasukkan pada lubang alat resistivity multichannel yang bertuliskan
electrode 09-16,
5) sisa lubang dipergunakan untuk kabel penghubung dengan sumber arus atau
aki dan kabel penghubung alat resistivity multichannel dengan USB agar
6) membuka software GeoRes pada laptop. Dengan software tersebut
monitoring di bawah permukaan tanah dapat otomatis terbaca dengan
menggunakan bantuan software Res2Dinv.
7) Mengukur dan mencatat titik koordinat lokasi tiap elektroda dengan
menggunakan GPS.
3.4.3 Pengolahan Data
Dalam melakukan pengolahan data dilakukan dengan komputer
menggunakan software Res2dinv, IPI2win+IP, Surfer 10 dan CorelDraw X5.
Dimana software Res2dinv ini merupakan program yang dibuat untuk menghitung
serta menggambarkan harga resistivitas dari hasil perhitungan di lapangan dalam
bentuk 2 dimensi. Beberapa hal yang harus di lakukan dalam tahap ini adalah :
1) data berupa nilai beda potensial (ΔV), nilai potensial diri (Vsp) dari hasil
pengukuran, dan nilai besarnya kuat arus (I) yang diinjeksikan diolah
menggunakan program Microsoft Excel untuk mendapatkan nilai faktor
geometri (K) dan nilai resistivitas semu (ρa),
2) data resistivitas semu (ρa) hasil perhitungan, data datum point (dp), spasi
elektroda (a) dan faktor pemisah elektroda (n) diinput ke program notepad
dalam bentuk file text atau dengan format .dat,
3) setelah file data lapangan sudah berada dalam bentuk file text dan mengikuti
format data Res2Dinv, selanjutnya dilakukan inversi untuk menampilkan
gambar penampang bawah permukaan daerah survei,
penampang 1 dimensi menggunakan IPI2win+IP,
5) melakukan inversi sehingga diperoleh hasil grafik matching dan tabel data
log berupa resisitivitas, kedalaman dan ketebalan suatu lapisan batuan,
6) hasil data tiap titik dari IPI2win+IP dimasukkan ke Surfer 10 untuk
mendapatkan gambar penampang 2 dimensi, dan
7) menggunakan CorelDraw X5 untuk mendapatkan hasil gambar pemodelan 2
dimensi yang lebih jelas dan baik untuk diinterpretasikan.
3.4.4 Interpretasi Data
Dalam tahap interpretasi data resistivitas dilakukan berupa penampang 1
dimensi yaitu dengan menggunakan software IPI2win+IP dan penampang 2
dimensi dengan menggunakan software Surfer 10 dan CorelDraw X5. Pada
tahapan ini hasil output yang dihasilkan oleh software IPI2win+IP berupa data
log 1 dimensi secara vertikal serta pada Surfer 10 dan CorelDraw X5 akan
menampilkan gambar penampang 2 dimensi secara vertikal dan horisontal. Dari
perbedaan nilai resistivitas inilah kita dapat menafsirkan kondisi struktur geologi
3.5
Bagan Alir Pelaksanaan Penelitian
Adapun prosedur pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada diagram alir
[image:51.595.144.473.238.700.2]seperti pada Gambar 3.3 berikut :
Gambar 3.3 Diagram Alir Pelaksanaan Penelitian Mulai
Pengambilan data
Pengolahan data Res2Dinv, IPI2Win+IP , CorelDraw X5
dan Surfer 10
Selesai
Observasi daerah penelitian
Penentuan nilai resistivitas dengan menggunakan microsoft excel
Kedalaman dan penampang 2 D
36
4.1
Hasil Penelitian
Pada penelitian ini dilakukan di dua lokasi yang berbeda di sepanjang
ruas jalan Sampangan-Banaran kecamatan Gunungpati, Semarang. Di lokasi
pertama terdapat 3 titik pengambilan data, sementara untuk lokasi yang kedua
dilakukan pengambilan data sebanyak 2 titik, dimana masing-masing titik terdapat
2 lintasan pengukuran yang sejajar yaitu di sebelah kiri dan kanan ruas jalan.
Sehingga pada penelitian ini terdapat 10 lintasan pengukuran dengan setiap
lintasan mempunyai bentangan sepanjang 150 meter dan spasi titik ukur
sepanjang 10 meter. Penelitian mengenai model lapisan tanah ini menggunakan
metode geolistrik dengan kofigurasi pole-pole. Secara teoretis kedalaman yang
dicapai dalam sekali pengukuran menggunakan konfigurasi pole-pole adalah ±
90% dari panjang lintasan sehingga kedalaman yang dapat dicapai 113 meter.
Hasil data yang diperoleh dari penelitian ini diolah dengan menggunakan
software Res2DinV, IPI2win+IP, Surfer 10 dan CorelDraw X5. Pada pengolahan
data dengan menggunakan software Res2DinV akan diperoleh penampang secara
profilling atau 2 dimensi namun kedalaman yang didapatkan tidak mencapai 113
meter, tetapi hanya berkisar 105 meter karena koreksi dari software itu sendiri.
bawah permukaan tanah kurang begitu baik dan jelas untuk diinterpretasikan,
sehingga perlu dilakukan pengolahan data lebih lanjut secara Vertikal Electric
Sounding (VES) dengan menggunakan software IPI2win+IP untuk mendapatkan
penampang vertikal 1 dimensi struktur bawah permukaan yang cukup baik dan
jelas. Pada software ini akan diperoleh hasil berupa grafik log dan tabel hubungan
antara nilai resistivitas batuan dan kedalaman dalam bentuk 1 dimensi.
Untuk tahap pemodelan struktur bawah permukaan tanah dengan
menggunakan software Surfer 10 dan CorelDraw X5 yang didapatkan model
penampang secara 2 dimensi. Penggunaan software Surfer 10 ini berfungsi
sebagai acuan awal pemodelan penampang 2 dimensi dimana data input akan
dikoreksi dan diinterpolasi secara computing pada software ini sendiri sebelum
dilakukan pemodelan secara manual yang lebih jelas dan baik dengan
menggunakan software CorelDraw X5. Pengolahan model menggunakan kedua
software ini yaitu dengan menggabungkan 2 titik sounding (VES point) atau lebih
hasil dari software IPI2win+IP yang sejajar dan searah dari titik satu dengan titik
lainnya.
4.1.1 Hasil Pengolahan Data di Titik Pertama
Pada titik pertama terdapat 2 lintasan pengukuran, yaitu lintasan 1a dan
1b. Pada lintasan 1a titik awal pada koordinat S 07o02’17.7” dan E 110o23’27.5” dengan titik akhir pada koordinat S 07o02’13.2” dan E 110o23’27.0”. Hasil pengolahan data resistivity pada lintasan 1a menggunakan software Res2DinV dan
(a)
[image:54.595.118.503.116.507.2](b)
Gambar 4.1 Hasil Pengolahan Data Resistivity Lintasan 1a (a) Penampang 2 Dimensi dari Software Res2DinV (b) Pemodelan 1 Dimensi dari Software IPI2win+IP
Sedangkan pada lintasan 1b titik awal pada koordinat S 07o02’17.3” dan E 110o23’27.8” dengan titik akhir pada koordinat S 07o02’12.5” dan E 110o23’27.5”. Hasil pengolahan data resistivity pada lintasan 1b menggunakan
(a)
[image:55.595.120.512.118.496.2](b)
Gambar 4.2 Hasil Pengolahan Data Resistivity Lintasan 1b (a) Penampang 2 Dimensi dari Software Res2DinV (b) Pemodelan 1 Dimensi dari Software IPI2win+IP
Berdasarkan hasil pengolahan data resistivity menggunakan software
IPI2win+IP dan berdasarkan data geologi daerah penelitian, pada pengukuran di
titik pertama dapat dikelompokan jenis-jenis batuan bedasarkan nilai resistivitas
Tabel 4.1 Jenis Batuan Berdasarkan Nilai Resistivitas di Titik Pertama Nilai
Resistivitas
(Ωm) Jenis Batuan
Kedalaman Lintasan 1a
(m)
Lintasan 1b (m) 21,3 - 46,2 Top Soil/Tanah Penutup 0 - 5 0 - 9,55 0,323 - 0,836 Pasir Tufaan (basah) 5 - 17,5 9,55 - 25,8
194 - 229 Batuan Breksi Vulkanik (Basalt dan Andesit)
17,5 - 76,4 25,8 - 90,8
61,9 - 78 Batuan Lempung 76,4 - 113 90,8 - 113
4.1.2 Hasil Pengolahan Data di Titik Kedua
Pada titik kedua ini terdapat 2 lintasan pengukuran, yaitu lintasan 2a dan
2b. Pada lintasan 2a titik awal pada koordinat S 07o02’11.8” dan E 110o23’27.2” dengan titik akhir pada koordinat S 07o02’06.6” dan E 110o23’28.1”. Hasil pengolahan data resistivity pada lintasan 2a menggunakan softwareRes2DinV dan
IPI2win+IP dapat dilihat pada Gambar 4.3.
(b)
Gambar 4.3 Hasil Pengolahan Data Resistivity Lintasan 2a (a) Penampang 2 Dimensi dari Software Res2DinV (b) Pemodelan 1 Dimensi dari Software IPI2win+IP
Sedangkan pada lintasan 2b titik awal pada koordinat S 07o02’12.0” dan E 110o23’27.4” dengan titik akhir pada koordinat S 07o02’07.0” dan E 110o23’28.4”. Hasil pengolahan data resistivity pada lintasan 2b menggunakan
softwareRes2DinV dan IPI2win+IP dapat dilihat pada Gambar 4.4.
(b)
Gambar 4.4 Hasil Pengolahan Data Resistivity Lintasan 2b (a) Penampang 2 Dimensi dari Software Res2DinV (b) Pemodelan 1 Dimensi dari Software IPI2win+IP
Berdasarkan hasil pengolahan data resistivity menggunakan software
IPI2win+IP dan berdasarkan data geologi daerah penelitian, pada pengukuran di
titik kedua ini dapat dikelompokan jenis-jenis batuan bedasarkan nilai resistivitas
di daerah penelitian sebagaimana pada Tabel 4.2 berikut.
Tabel 4.2 Jenis Batuan Berdasarkan Nilai Resistivitas di Titik Kedua Nilai
Resistivitas
(Ωm) Jenis Batuan
Kedalaman Lintasan 2a
(m)
Lintasan 2b (m)
34 Top Soil 0 - 5,77 -
0,371 - 0,507 Pasir Tufaan 5,77 - 20 0 - 15,4 30,1 - 64,6 Batuan Lempung 20 - 78,5 15,4 - 74,4 83,6 - 92,1 Batuan Breksi Vulkanik
lapuk (Konglomerat)
78,5 - 113 74,4 - 133
4.1.3 Hasil Pengolahan Data di Titik Ketiga
Pada titik ketiga juga terdapat 2 lintasan pengukuran, yaitu lintasan 3a
[image:58.595.119.511.535.657.2]110o23’28.2” dengan titik akhir pada koordinat S 07o02’01.8” dan E 110o23’28.4”. Hasil pengolahan data resistivity pada lintasan 3a menggunakan
softwareRes2DinV dan IPI2win+IP dapat dilihat pada Gambar 4.5.
(a)
[image:59.595.117.507.210.599.2](b)
Gambar 4.5 Hasil Pengolahan Data Resistivity Lintasan 3a (a) Penampang 2 Dimensi dari Software Res2DinV (b) Pemodelan 1 Dimensi dari Software IPI2win+IP
110o23’28.5”. Hasil pengolahan data resistivity pada lintasan 3b menggunakan
softwareRes2DinV dan IPI2win+IP dapat dilihat pada Gambar 4.6.
(a)
[image:60.595.118.510.185.552.2](b)
Gambar 4.6 Hasil Pengolahan Data Resistivity Lintasan 3b (a) Penampang 2 Dimensi dari Software Res2DinV (b) Pemodelan 1 Dimensi dari Software IPI2win+IP
Berdasarkan hasil pengolahan data resistivity menggunakan software
IPI2win+IP dan berdasarkan data geologi daerah penelitian, pada pengukuran di
titik ketiga ini dapat dikelompokan jenis-jenis batuan bedasarkan nilai resistivitas
Tabel 4.3 Jenis Batuan Berdasarkan Nilai Resistivitas di Titik Ketiga Nilai
Resistivitas
(Ωm) Jenis Batuan
Kedalaman Lintasan 3a
(m)
Lintasan 3b (m)
2,87 - 14,7 Top Soil 0 - 5 0 - 5
0,34 - 0,413 Pasir Tufaan 5 - 20,6 5 - 22,7 34,4 - 52,1 Batuan Lempung 20,6 - 74,3 22,7 - 81,7 83,6 - 87,9 Batuan Konglomerat 74,3 - 113 81,7 - 113
4.1.4 Hasil Pengolahan Data di Titik Keempat
Pada titik keempat ini terdapat 2 lintasan pengukuran, yaitu lintasan 4a
dan 4b. Pada lintasan 4a titik awal pada koordinat S 07o01’38.3” dan E 110o23’22.0” dengan titik akhir pada koordinat S 07o01’33.8” dan E 110o23’19.9”. Hasil pengolahan data resistivity pada lintasan 4a menggunakan
softwareRes2DinV dan IPI2win+IP dapat dilihat pada Gambar 4.7.
(b)
Gambar 4.7 Hasil Pengolahan Data Resistivity Lintasan 4a (a) Penampang 2 Dimensi dari Software Res2DinV (b) Pemodelan 1 Dimensi dari Software IPI2win+IP
Sedangkan pada lintasan 4b titik awal pada koordinat S 07o01’37.9” dan E 110o23’22.2” dengan titik akhir pada koordinat S 07o01’33.4” dan E 110o23’20.2”. Hasil pengolahan data resisitivity pada lintasan 4b menggunakan
softwareRes2DinV dan IPI2win+IP dapat dilihat pada Gambar 4.8.
(b)
Gambar 4.8 Hasil Pengolahan Data Resistivity Lintasan 4b (a) Penampang 2 Dimensi dari Software Res2DinV (b) Pemodelan 1 Dimensi dari Software IPI2win+IP
Berdasarkan hasil pengolahan data resistivity menggunakan software
IPI2win+IP dan berdasarkan data geologi daerah penelitian, pada pengukuran di
titik keempat ini dapat dikelompokan jenis-jenis batuan bedasarkan nilai
resistivitas di daerah penelitian sebagaimana pada Tabel 4.4 berikut.
Tabel 4.4 Jenis batuan berdasarkan nilai Resistivitas di Titik Keempat Nilai
Resistivitas
(Ωm) Jenis Batuan
Kedalaman Lintasan 4a
(m)
Lintasan 4b (m)
2,87 - 4,15 Top Soil 0 - 5 0 - 5,14
0,36 - 1,27 Pasir Tufaan 5 - 24,8 5, 14 - 10 30,1 - 36,6 Batuan Napal 24,8 - 55,2 10 - 54,6 84,4 - 85,6 Batuan Konglomerat 55,2 - 113 54,6 - 113
4.1.5 Hasil Pengolahan Data di Titik Kelima
Pada titik kelima juga terdapat 2 lintasan pengukuran, yaitu lintasan 5a
[image:63.595.113.511.486.596.2]Hasil pengolahan data resisitivity pada lintasan 5a menggunakan software
Res2DinV dan IPI2win+IP dapat dilihat pada Gambar 4.9.
(a)
[image:64.595.116.510.186.529.2](b)
Gambar 4.9 Hasil Pengolahan Data Resistivity Lintasan 5a (a) Penampang 2 Dimensi dari Software Res2DinV (b) Pemodelan 1 Dimensi dari Software IPI2win+IP
(a)
[image:65.595.119.507.119.457.2](b)
Gambar 4.10 Hasil Pengolahan Data Resistivity Lintasan 5b (a) Penampang 2 Dimensi dari Software Res2DinV (b) Pemodelan 1 Dimensi dari Software IPI2win+IP
Berdasarkan hasil pengolahan data resistivity menggunakan software
IPI2win+IP dan berdasarkan data geologi daerah penelitian, pada pengukuran di
titik kelima ini dapat dikelompokan jenis-jenis batuan bedasarkan nilai resistivitas
di daerah penelitian sebagaimana pada Tabel 4.5 berikut.
Tabel 4.5 Jenis Batuan Berdasarkan Nilai Resistivitas di Titik Kelima Nilai
Resistivitas
(Ωm) Jenis Batuan
Kedalaman Lintasan 5a
(m)
Lintasan 5b (m)
3,48- 3,51 Top Soil 0 - 4,84 0 - 12,2
[image:65.595.110.514.653.752.2]