• Tidak ada hasil yang ditemukan

KETEPATAN POSISI PENOLONG SAAT RESUSITASI JANTUNG PARU TERHADAP KEBERHASILAN RESUSITASI JANTUNG PARU (Studi Pada Pasien Cardiac Arrest Di RS Wava Husada )

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KETEPATAN POSISI PENOLONG SAAT RESUSITASI JANTUNG PARU TERHADAP KEBERHASILAN RESUSITASI JANTUNG PARU (Studi Pada Pasien Cardiac Arrest Di RS Wava Husada )"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

KETEPATAN POSISI PENOLONG SAAT RESUSITASI

JANTUNG PARU TERHADAP KEBERHASILAN RESUSITASI

JANTUNG PARU

(Studi Pada Pasien Cardiac Arrest Di RS Wava Husada )

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Pada Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Malang

OLEH:

ANDRI CAHYONO

NIM. 201310420312133

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

(2)
(3)
(4)
(5)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan hanya bagi Allah S.W.T pemelihara alam raya yang atas limpahan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya, penulis mampu menyelesaikan tugasskripsi. Skripsi ini dibuat dalam rangka melakukan studi penelitian demi memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Keperawatan di Program Studi Ilmu Keperawatan, Universitas Muhammadiyah Malang.

Terselesaikannya Skripsi ini tentunya tak lepas dari dorongan dan uluran tangan berbagai pihak. Tak salah kiranya penulis mengungkapkan rasa terimakasih dan penghargaan kepada :

1. Bapak Yoyok Bekti Prasetyo.,M.Kep.Sp.Kom. selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Malang.

2. Ibu Nurul Aini.,M.Kep. selaku kepala Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Malang dan pembimbing 2 yang memberi banyak masukan dan saran.

3. Ibu Indah Dwi P., S.Kep.Ns.MNg, selaku pembimbing 1 yang dengan sabar meluangkan waktu untuk membimbing dan mengarahkan penulis.

4. Bapak Sunardi S.Kep, Ns, M.Kep, Sp. KMB dan ibu Henik Tri Rahayu, S.Kep, Ns, M.S selaku penguji seminar proposal yang juga banyak sekali memberikan masukan dan saran yang membangun demi terselesaikannya tugas skripsi ini.

5. Seluruh responden yang telah bersedian dilakukan observasi sehingga skripsi ini bisa terselasaikan.

6. Seluruh keluarga besar RS Wava Husada yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu telah banyak memberikan dukungan serta semangat .

7. Keluarga besarku yang banyak memberikan bantuan dan dukungan.

Semoga Allah memberikan balasan kebaikan dan ketulusan semua pihak yang banyak membantu terselesaikannya skripsi ini dengan melimpahkan rahmat dan karunianya.

Malang, April 2015

(6)

ABSTRACT

RESCUERS’ POSITION ACCURACY DURING CARDIO PULMONARY RESUCITATION (CPR) AND THE OUTCOME OF CARDIO

PULMONARY RESUCITATION

(Study in the Cardiac Arrests’ patient at Wava Husada Hospital) Andri Cahyono ¹, Indah Dwi P., S.Kep.Ns.MNg.², Nurul Aini.,M.Kep.³

Background: To reduce the death caused by cardiac arrest, than the correct implemantation needs in order to handle patients with cardiac arrest. One of the method used nowadays is cardiopulmonary resucitation (CPR). There are many factors affecting sucsessfullnes of the CPR, one of it is the correct position of the rescuer while doing CPR, so with doing the right position of giving CPR will increase the possibility of life and reduce the mortality.

Purpose : To know responsibility between the right position while doing CPR in order to sucsessfullnes of the CPR in patiens with cardiac arrest

Research Method : This study use chi-square data analysis to hypotesa test.. The sampling technicque use in this stydy is accidental sampling with 14 respondens on period 16th February - 16th March 2015.

Result : there are 92,8% respondens that doing the right position while doing CPR and from that 92,8% respondens there are 55.1% not sucsessfull return the spontaneous circulation and 35.7% success to return the spontaneous circulation. there is a significant relationship between the right position while doing CPR in order to sucsessfullnes of the CPR in patiens with cardiac arrest.

Recommendation: Nurses should increase collaboration with physicians to further improve the effectiveness of doing CPR, more nurses and improve the science and knowledge of emergency so they can find and detect early intervention and collaboration gravity for action. Nurses also have much to learn and understand the nursing care of patients post cardiac arrest.

Keywords: Cardiac Pulmonary Resuscitation, right of position, CPR Success

(7)

ABSTRAK

KETEPATAN POSISI PENOLONG SAAT RESUSITASI

JANTUNG PARU TERHADAP KEBERHASILAN

RESUSITASI JANTUNG PARU

(Studi Pada Pada Pasien Cardiac Arrest Di RS Wava Husada )

Andri Cahyono ¹, Indah Dwi P., S.Kep.Ns.MNg.², Nurul Aini.,M.Kep.³

Latar Belakang : Untuk mengurangi angka kematian akibat henti jantung, maka dibutuhkan penatalaksanaan yang tepat dalam penanganan pasien henti jantung. Salah satu penanganan yang dikembangkan adalah Resusitasi Jantung Paru (RJP). Terdapat banyak faktor yang dapat meningkatkan keberhasilan RJP salah satunya adalah ketepatan posisi penolong saat melakukan RJP sehingga diharapkan dengan memberikan RJP dengan posisi yang tepat akan meningkatkan keberhasilan RJP dan menurunkan angka kematian akibat henti jantung.

Tujuan Penelitian : Untuk mengetahui hubungan ketepatan posisi penolong saat resusitasi jantung paru terhadap keberhasilan melakukan resusitasi jantung paru

Desain Penelitian : penelitian ini merupakan penelitian deskriptik analitik dengan pendekatan prospektif. Teknik pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah accidental sampling dengan total sampel sebanyak 14. Analisa data dilakukan dengan uji chi-square untuk menguji hubungan ketepatan posisi penong saat melakukan RJP terhadap keberhasilan melakukan RJP.

Hasil Penelitian: Dari total 14 responden, 92,8% responden yang melakukan tidakan RJP dengan tepat dan dari 92.8 % responden yang melakukan RJP dengan tepat terdapat 57.1 % tidak berhasil mengembalikan nadi pasien dan 35.7 % berhasil mengembalikan nadi pasien. Terdapat hubungan yang signifikan (p value <0.05)antara ketepatan posisi penolong saat melakukan RJP terhadap keberhasilan RJP pada pasien cardiac arrest di RS wava Husada.

Saran : hendaknya perawat lebih banyak dan meningkatkan ilmu dan pengetahuan tentang kegawatdaruratan sehingga bisa mengetahui dan mendeteksi dini kegawatan untuk intervensi dan kolaborasi tindakan. Perawat juga harus banyak belajar dan memahami asuhan keperawatan pada pasien post cardiac arrest.

Kata kunci : Resusitasi Jantung Paru, Ketepatan Posisi, Keberhasilan RJP

(8)

DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i

Lembar Pengesahan ... ii

Lembar Pernyataan Keaslian ... iii

Kata Pengantar ... iv

Abstract ... v

Intisari ... vi

Daftar Isi ... vii

Daftar Tabel ... viii

Daftar Gambar ... ix

Daftar Lampiran ... x

BAB I BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang……… 1

1.2 Rumusan Masalah………...……… 4

1.3 Tujuan penelitian……… 4

1.4 Manfaat Penelitian………..………… 5

1.5 Keaslian Penelitian………..………... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Resusitasi Jantung Paru………...……… 9

2.1.1 Definisi………. 9

2.1.2 Tujuan Resusitasi Jantung Paru……… 10

2.1.3 Indikasi Resusitasi Jantung Paru………. 10

2.1.3 Penatalaksanaan Resusitasi Jantung Paru……… 13

2.2 Posisi Penolong Yang Tepat pada saat Resusitasi Jantung Paru………... 22

2.3 Hal-Hal Yang Mempengaruhi Keberhasilan Resusitasi Jantung Paru……….. 23

2.4 Faktor-faktor yang menghambat keberhasilan RJP………..……….... 26

(9)

BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep Penelitian……… 29

3.2 Hipotesis Penelitian……… 30

BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian………..……… 31

4.2 Kerangka penelitian……… 32

4.3 Populasi dan Sampel………...……… 33

4.4 Variabel Penelitian………..……… 35

4.5 Lokasi dan waktu penelitian……… 36

4.6 Instrumen Penelitian………..… 36

4.7 Definisi Operasional………... 36

4.8 Lembar Observasi………... 38

4.9 Analisa Data………... 38

4.10 Prosedur penelitian………. 39

4.11 Etika Penelitian………... 40

BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Data Umum………... 42

5.2 Data Khusus………... 45

BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Ketepatan Posisi Penolong……… 50

6.2 Keberhasilan Resusitasi Jantung Paru………. 52

6.3 Hubungan Ketepatan Posisi Penolong Saat Resusitasi Jantung Paru Terhadap Keberhasilan Resusitasi Jantung Paru………. 55

6.4 Keterbatasan Penelitian 56 6.3 Implikasi Keperawatan………. 56

BAB VII PENUTUP 7.1 Kesimpulan……… 58

7.2 Saran ………. 58

Daftar Pustaka ………... 60

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Jenis Dan Penyebab Henti Nafas……… 11

Tabel 2.2 Frekuensi Denyut Nadi Normal Berdasarkan Usia………... 28

Tabel 4.3 Definisi Operasional Penelitian………... 38

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Responden……….. 41

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Usia Responden………. 42

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Pendidikan Responden………. 42

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Pelatiahn Kegawatan Yang Pernah Diikuti Responden…... 43

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Masa Kerja Responden………. 43

Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Ketepatan Posisi Penolong……….. 44

Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Keberhasilan RJP……… 44

Tabel 5.8 Tabulasi Silang Ketepatan Posisi Penolong Terhadap Keberhasilan RJP……… 44

Tabel 5.9 Hasil Uji Chi-Square Hubungan Antara Ketepatan Posisi Dengan Keberhasilan RJP……… 46

(11)

Gambar 2.1 Algoritme Resusitasi Jantung Paru……… 14

Gambar 2.2 Posisi landmark di middle sternum……….. 17

Gambar 2.3 Kompressi membentuk sudut 90⁰……… 17

Gambar 2.4 Kedalaman, posisi badan dan titik tumpuan kompresi……….. 17

Gambar 2.5 Posisi tangan diatas titik tumpuan saling mengunci………... 18

Gambar 2.6 Posisi penolong saat melakukan RJP……… 22

Gambar 3.1 Bagan kerangka konsep……… 29

Gambar 4.1 Bagan rancangan penelitian……….. 31

Gambar 4.2 Bagan kerangka penelitian……… 32

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Ijin Penelitian Dari FIKES UMM

Lampiran 2 Planning Of Action

Lampiran 3 Surat Perjanjian Melakukan Penelitian

Lampiran 4 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian

Lampiran 5 Inform Consent

Lampiran 6 Lembar Observasi

Lampiran 7 Data Penelitian

Lampiran 8 Hasil Tabulasi Data

Lampiran 9 Hasil Uji Statistik

Lampiran 10 Foto dokumentasi penelitian

(13)

DAFTAR PUSTAKA

Abdul MI, 2010, Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik., Jakarta: Binarupa Aksara

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta Rineka Cipta

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar 2010. Depkes RI

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar 2013. Depkes RI

Colquhoun, M. C., Handley, A. J., Evans, T. R. 2004. ABC of Resuscitation. BJM Publishing Group, Fifth edition

Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi: Buku Saku. Jakarta: EGC

Hazinski M. F., 2005, Current in Emergency Cardiovaskuler Care, AHA Published

Hidayat. (2007). Metode Penelitian Kebidanan Teknik Analisa Data. Jakarta : Salemba Medika

Indonesia. 2008. Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar 2007. Depkes RI

John M. Field, Mary Fran Hazinski, Michel R. Sayre,et.al. 2010 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care Sciene Circulation. 2010;122:S639-S946.

Kartikawati, N. Dewi. 2011. Buku Ajar Dasar-Dasar Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta: Salemba Medika

Koeshartono. 2011 Penanggulangan Penderita Gawat Darurat. Surabaya RSU Dr. Soetomo FK Unair.

Kowalak, Jenifer P. 2012. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC

Kucia, Angela M., Quin, Tom. 2010. Acute Cardiac Care: A Practical Guide for Nurse. United Kingdom: Blackwell Publishing Ltd

(14)

Malang Trauma Services. 2008. Basic Trauma Life Support. Malang: RSUD Dr. Saiful Anwar Malang

Mutahal, 2007, Apuranto H. Kematian mendadak. In: Apuranto H, Hoediyanto, editors. Buku ajar ilmu kedokteran forensik dan medikolegal. Edisi 3. Surabaya: Airlangga.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

Padmosantjojo. 2000. Keperawatan Bedah Saraf. Jakarta: Bagian Bedah Saraf FKUI.

PERKI. 2012. Buku Panduan KursusBantuan Hidup Jantung Dasar

PERKI. 2012. Buku Panduan Kursus Bantuan Hidup Jantung Lanjut

Perkins GD, Smith CM, Augre C, et al 2006 Effects of a backboard, bed height, and operator position on compression depth during simulated resuscitation: http://dx.doi.org/10.1007/s00134-006/7 July 2006

Pratondo. 2013. Persepsi Perawat Tentang Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan Resusitasi Jantung Paru (RJP) Di RSUD DR. Kariadi Semarang. Jurnal Stikes Kusuma Husada

Soemantri, Irman. 2007. Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawtan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika

Sugianto, Kartika Mawar Sari. 2013. Gambaran Tingkat Pengetahuan Perawat Tentang Bantuan Hidup Dasar Di RSUD Ciawi Bogor. Jurnal Universitas Indonesia

Suharsono, Tony., & Ningsih, Dewi Kartika. 2012. Penatalaksanaan Henti Jantung Di Luar Rumah Sakit.

Tanto, Chris. 2014. Kapita Selecta Kedokteran, Jakarta: Essensial Medicine.

William & Wilkins. 2011. Nursing: The Series For Clinical Exellence. Memahami Berbagai Macam Penyakit. Jakarta: PT. Indeks

(15)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kematian mendadak hingga saat ini masih menjadi penyebab utama

kematian. WHO menjelaskan bahwa sebagian besar kematian mendadak

dilatarbelakangi oleh penyakit kardiovaskuler dan penyebab utama dari kematian ini

adalah penyakit jantung koroner. Komplikasi yang paling memungkinkan dari

penyakit jantung koroner adalah gagal jantung. Individu yang menderita gagal jantung

akan mengalami penurunan toleransi terhadap aktivitas fisik, penurunan kualitas

hidup dan rentang hidupnya memendek (Kowalak, 2013: 175)

Menurut, Dr Marc Eckstein (University of Southern California, Los Angeles),

kompresi dada adalah lebih utama dan jangan dihentikan selama minimal 2 menit,

baru diberi napas buatan dan cara ini akan jauh lebih baik. Tujuan RJP adalah

mempertahankan agar jantung dan otak tetap mendapatkan aliran darah. Hasil studi

yang dilakukan di Airport Chicago dan Las Vegas didapatkan angka keberhasilan

mencapai 50 sampai 74% bagi penderita yang mengalami cardiac arrest dan segera

mendapatkan RJP dan defibrilasi (tindakan mekanis listrik dengan alat defibrilator,

sehingga ritme jantung kembali normal), tindakan RJP dan defibrilasi tersebut mereka

lakukan dalam waktu yang sangat cepat, yaitu sekitar 3-5 menit setelah kejadian cardiac

arrest.

World Health Organization (WHO) pada tahun 2004 melakukan survey yang

menyimpulkan bahwa, diperkirakan 17,1 juta orang meninggal (29% dari jumlah

kematian total) karena penyakit jantung dan pembuluh darah. Dari kematian 17,1 juta

orang tersebut, diperkirakan 7,2 juta kematian disebabkan oleh penyakit jantung

(16)

2

koroner. Kasus penyakit jantung koroner meningkat pada negara maju dan negara

berkembang dan diperkirakan pada tahun 2020 kasus penyakit jantung koroner sudah

mencapai 82 juta kasus. Lebih dari 60% beban kasus penyakit jantung koroner secara

global terjadi di negara berkembang (Mackay, 2004:13)

Di Indonesia, menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) yang

dilakukan oleh Balitbangkes pada tahun 2013 menunjukkan bahwa prevalensi

nasional penyakit jantung koroner sebesar 1,5%, sedangkan prevalensi untuk kejadian

henti jantung mendadak belum didapatkan. Namun hasil Riset Kesehatan Dasar

(2007) menunjukkan data bahwa kematian yang disebabkan oleh penyakit jantung

mendapatkan porsi 4,6% dari 4.552 mortalitas dalam 3 tahun. Sedangkan data yang

diperoleh dari WHO pada tahun 2002 di Indonesia sudah terjadi 220 372 kasus

kematian yang disebabkan oleh penyakit jantung (WHO, 2014: 1)

Untuk mengurangi angka kematian akibat henti jantung, maka dibutuhkan

penatalaksanaan yang tepat dalam penanganan pasien henti jantung. Salah satu

penanganan yang dikembangkan adalah Resusitasi Jantung Paru (RJP). Resusitasi

Jantung Paru telah diperkenalkan sejak tahun 1960. Selama kurun waktu 40 tahun

sejak diperkenalkannya, RJP modern telah banyak perubahan dan perkembangan

(Pratondo &Iktavianus, 2012). Hingga saat ini RJP merupakan penatalaksanaan yang

sangat vital dalam kasus henti jantung. American Heart Asociation menyebutkan bahwa

kejadian henti jantung dapat terjadi di mana saja, penanganan RJP pada saat kejadian

dapat membantu mengurangi risiko kematian. Henti jantung dapat sangat mematikan,

namun ketika RJP dan defibrilasi dapat diberikan secepatnya, dalam banyak kasus

jantung dapat berdenyut kembali (AHA, 2012)

Resusitasi Jantung Paru sejak awal kemunculannya sudah di pelajari oleh

(17)

3

sudah mulai diberikan pelatihan Resusitasi Jantung Paru. Pemberian pelatihan pada

masyarakat umum ditujukan agar masyarakat dapat melakukan pertolongan pada

seseorang yang membutuhkan RJP, jika kejadian berada di sekitar mereka. Di

rumah sakit petugas kesehatan khususnya dokter, perawat, dan bidan wajib memiliki

kualifikasi RJP yang dibuktikan dengan sertifikasi Basic Cardiac Life Support (BCLS).

Selain itu dapat dipastikan bahwa petugas kesehatan baik dokter maupun perawat

yang bertugas di unit khusus seperti UGD dan ICU memiliki kualifikasi BCLS

(KARS, 2011:75-78).

Consensus on Resuscitation Science, 2005 merekomendasikan bahwa bila ada

pasien dengan henti jantung di atas tempat tidur harus memasukkan papan dibawah

pasien untuk mendapatkan permukaan yang rata dan datar untuk pijat jantung.

Namun penyisipan dari papan adalah memakan waktu dan dapat mempengaruhi

hasil RJP itu sendiri (Perkins et al, 2006:7).

Efektifitas pijat jantung untuk resusitasi jantung paru dipengaruhi oleh posisi

penolong terhadap pasien. Di rumah sakit pijat jantung biasanya dilakukan dengan

berdiri disamping tempat tidur pasien, berdiri dengan menggunakan bangku kecil

atau footstep dan berlutut diatas tempat tidur disamping pasien. Posisi berlutut diatas

tempat tidur disamping pasien atau posisi berdiri dengan menggunakan bangku kecil/

footstep akan mendapatkan kedalaman dan jumlah kompresi yang efektif dan

memberikan ketepatan posisi saat RJP (Perkins et al, 2006:9).

Posisi penolong saat melakukan RJP dapat menentukan rangkaian tindakan

RJP yang diberikan harus guideline AHA 2010 yang sangat mementingkan kualitas

dari pijat jantung. Hands only CPR adalah tidakan resusitasi yang hanya melakukan

(18)

4

Data yang kami peroleh dari RS Wava Husada bahwa dalam bulan Juli–

September 2014 angka kematian pada ruang khusus (UGD dan ICU) sebesar 71

kejadian. Dengan kualifikasi BCLS yang dimiliki petugas (perawat) pada ruang

khusus, maka 70 kejadian kematian diantaranya telah mendapatkan penatalaksanaan

Resusitasi Jantung Paru sebelum dinyatakan meninggal oleh dokter. Dari 71

kematian, 1 kasus di dalamnya tidak mendapatkan RJP, hal ini dikarenakan kasus

tersebut termasuk dalam indikasi DNR (Do Not Resuscitation).

Dari data diatas menunjukkan angka kematian pasien di UGD dan ICU

sangat tinggi, dan penulis merasa perlu untuk melakukan penelitian mengenai

Ketepatan Posisi Penolong Saat RJP terhadap Keberhasilan RJP Pada Pasien Cardiac

Arrest. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan gambaran terhadap pencapaian

optimal penatalaksanaan Resusitasi Jantung Paru yang ditunjang oleh ketepatan posisi

penolong.

1.2 RumusanMasalah

Apakah terdapat hubungan antara ketepatan posisi penolong saat melakukan

resusitasi jantung paru dengan keberhasilan resusitasi jantung paru pada pasien cardiac

arrest ?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum dari penelitian ini adalah :

Untuk mengetahui hubungan ketepatan posisi penolong saat resusitasi

(19)

5

1.3.2 Tujuan Khusus dari penelitian ini adalah :

1. Mengidentifikasi ketepatan posisi penolong saat resusitasi jantung paru

2. Mengidentifikasi keberhasilan resusitasi jantung paru.

3. Mengetahui hubungan ketepatan posisi penolong saat RJP terhadap

keberhasilan RJP.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat dari segi teoritis :

1. Mengembangkan ilmu dalam keperawatan tentang keefektifan, ketepatan

posisi, teknik serta skill dalam melakukan resusitasi jantung paru

2. Pengawasan dan memungkinkan revisi tentang prosedur pelaksanaan

resusitasi jantung paru baik di Rumah Sakit maupun di Institusi Pendidikan.

3. Mengajak dan mengevaluasi institusi, tenaga kesehatan dan lembaga

pendidikan untuk menerapkan standart resusitasi jantung paru dengan baik

dan benar.

1.4.2 Manfaat penelitian dari segi praktisi adalah :

1. Memberikan manfaat pada peneliti, Rumah Sakit dan institusi lain dalam

menerapkan tindakan resusitasi jantung paru dengan posisi dan teknik yang

benar.

2. Keberhasilan resusitasi jantung paru akan menyelamatkan nyawa dan

meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit.

1.5 Keaslian Penelitian

Beberapa penelitian yang menunjang

1.5.1 Persepsi perawat tentang faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan

Resusitasi Jantung Paru di RSUP Dr. Kariadi Semarang (Pratondo, 2013)

(20)

6

digunakan menurunkan response time perawat dalam memberikan resusitasi

pada pasien yang mengalami cardiac arrest. Kompetensi perawat menguasai

panduan resusitasi jantung paru dan kolaborasi dengan dokter menentukan

kualitas resusitasi yang diberikan kepada pasien. Penghentian resusitasi

jantung paru dengan mempertimbangkan durasi resusitasi jantung paru dan

kondisi pasien dilakukan untuk memberikan kesempatan pada klien untuk

meninggal dengan tenang. Penanganan pasca resusitasi setelah pasien stabil

perlu persiapkan sebagai penangganan berkelanjutan dari resusitasi jantung

paru

1.5.2 Penelitian lain yang berjudul “Gambaran tingkat pengetahuan perawat

tentang bantuan hidup dasar di RSUD Ciawi Bogor” (Sugianto, 2013)

menunjukkan bahwa mayoritas responden memiliki tingkat pengetahuan

kurang tentang resusitasi jantung paru. Hasil penelitian mendapatkan bahwa

tingkat pengetahuan resusitasi jantung paru berdasarkan karakteristik usia

menunjukkan responden pada kelompok usia dewasa tengah memiliki tingkat

pengetahuan yang lebih baik. Tingkat pengetahuan responden berdasarkan

jenis kelamin didapatkan bahwa responden laki-laki lebih banyak yang

memiliki tingkat pengetahuan baik dibandingkan responden perempuan.

Responden yang pernah mengikuti pelatihan resusitasi jantung paru memiliki

tingkat pengetahuan yang lebih baik. Tingkat pengetahuan tentang resusitasi

jantung paru berdasarkan masa kerja didapatkan bahwa responden yang

memiliki masa kerja lebih lama memiliki tingkat pengetahuan baik.

1.5.3 Penelitian yang lain yang berjudul “Keberhasilan Tindakan Resusitasi Jantung

Paru Otak di Ruang Resusitasi” (Yukti & Raharjo: 2007). Pasien henti jantung

(21)

7

memerlukan tindakan resusitasi jantung paru (RJP) yang tepat dan adekuat.

Dari beberapa kepustakaan diketahui bahwa angka keberhasilannya kecil.

Tindakan anestesi sering menyebabkan gangguan fungsi organ vital, dan

bahkan dapat menyebabkan henti jantung. Untuk penanganan henti jantung

PPDS Anestesiologi dan Reanimasi dibekali dengan pengetahuan dan

ketrampilan tindakan RJP. Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai berapa

besar keberhasilan tindakan RJP yang dilakukan PPDS Anestesiologi dan

Reanimasi di ruang Resusitasi. Data dikumpulkan secara retrospektif

berdasarkan catatan laporan harian di ruang resusitasi dari bulan September

sampai dengan bulan Desember 2007. Setelah memenuhi kriteria inklusi

pasien henti jantung ditelusuri apakah ROSC (Return of Spontaneous

Circulation) atau tidak setelah dilakukan tindakan RJP. Hubungan antara lama

RJP pada penderita yang ROSC dengan yang tidak ROSC, dan hubungan

antara umur dengan terjadinya ROSC diuji dengan Mann-Whitney test.

Hubungan antara gambaran EKG saat henti jantung, lama henti jantung,

tempat terjadinya henti jantung dan diagnosis dengan terjadinya ROSC, diuji

dengan Chi-square test. Dari data yang terkupul selama 4 bulan ditemukan

terdapat 220 pasien henti jantung di ruang resusitasi, 34 pasien tidak

dilakukan RJP karena DNR. Setelah dilakukan RJP, 53 pasien ROSC (28,5%).

Pasien meninggalkan ruang resusitasi dalam keadaan hidup sebanyak 3 pasien

(1,4%). Median lama RJP yang dilakukan pada pasien yang ROSC lebih

singkat dibandingkan dengan yang tidak ROSC (10 menit dan 20 menit).

Median umur pasien dengan ROSC lebih muda dibandingkan yang tidak

ROSC. Gambaran EKG VF dan VT 100% mengalami ROSC. Lama henti

(22)

8

mengalami henti jantung di ruang resusitasi paling banyak yang mendapatkan

ROSC. Pasien henti jantung yang didiagnosis noncardiac mendapatkan ROSC

yang lebih tinggi dibandingkan dengan diagnosis cardiac, dan yang paling kecil

adalah yang didiagnosis trauma. Keberhasilan tindakan RJP di ruang resusitasi

adalah 28,5%. Terdapat perbedaan yang bermakna antara median lama RJP

antara yang ROSC dengan yang tidak ROSC. Terdapat perbedaan yang

bermakna antara gambaran EKG yang shockable dan yang tidak shockable

untuk terjadinya ROSC. Tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara

diagnosis, lama henti jantung dan tempat terjadinya henti jantung dengan

terjadinya ROSC. Angka harapan hidup pasien henti jantung yang ROSC di

Referensi

Dokumen terkait

Kajian atas penelitian- penelitian dampak suplai air terhadap kesehatan menunjukkan bahwa di sebagian besar kasus dengan perbaikan suplai air telah mampu menurunkan

Mendapati adanya tiga varian teks MT yang berbeda dari satu tempat, menunjukkan bahwa tempat tersebut yakni Desa Karangnunggal memiliki kekayaan tradisi maupun

Dengan menggunakan perintah dalam level SQL (Structured Query Language) yang mudah untuk dipahami oleh orang awam, akses terhadap database mudah sekali dilakukan.. Keuntungan

Iran, penelitian sejenis yang diikuti 129 partisipan menunjukkan prevalensi stres pada mahasiswa fakultas kedokteran adalah 61,47% dimana 26,22% diantaranya merupakan stres

Sifat khusus dari bentonit adalah kemampuan untuk membentuk gel thixotrophic dengan air, kemampuan untuk menyerap besar jumlah air, dan kapasitas kation tukar

(untuk memindahkan saldo rekening penjualan netto ke rekening rugi-laba) Jika perusahaan memiliki rekening pendapatan yang lain, misalnya pendapatan sewa, pendapatan

Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hidayati (2014) yang menyatakan bahwa komitmen organisasi memoderasi pengaruh gaya kepemimpinan transaksional

Namun karena beragamnya jenis kayu tropis yang ada, khususnya di Indonesia, dan semakin berkembangnya industri produk komposit kayu seperti kayu lapis, papan