Asuhan Keperawatan pada Ny.D dengan Prioritas Masalah
Kebutuhan Dasar Gangguan Rasa Nyaman; Nyeri
di RSUD. dr. Pirngadi Medan
Karya Tulis Ilmiah (KTI)
Disusun dalam Rangka Menyelesaikan
Program Studi DIII Keperawatan
Oleh
AGUSTINA
112500076
PROGRAM STUDI DIII
KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya serta
segala nikmat yang tidak terhingga yang diberikan-Nya. Bersyukur kepada Tuhan
karena penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah dengan judul “Asuhan
keperawatan pada Ny. D dengan Gangguan Kebutuhan Dasar Rasa Nyaman: Nyeri di
Rumah Sakit Umum Daerah Pirngadi Medan”.
Penyusunan karya tulis ini telah banyak mendapat bantuan, bimbingan, dan
dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Dr. Dedi Ardinata, M.Kes sebagai Dekan Fakultas Keperawatan Universitas
Sumatera Utara.
2. Ibu Nur Afi Darti S.Kp.,M.Kep selaku Ketua Progam Studi DIII Fakultas
Keperawatn Universitas Sumatera Utara dan selaku penguji.
3. Ibu Nur Asiah, S.Kep.Ns.,M.Biomed sebagai dosen pembimbing karya tulis
penulis yang penuh keikhlasan dan kesabaran telah memberikan arahan,
bimbingan, dan ilmu yang bermanfaat dalam penyusunan karya tulis ini.
4. Seluruh dosen pengajar fakultas keperawatan universitas sumatera utara yang telah
banyak mendidik penulis selama proses perkuliahan dan staf nonakademik yang
membantu memfasilitasi secara administratif.
5. Kedua orangtua dan keluarga yang telah memberikan doa, dukungan, dan motivasi
kepada penulis.
6. Para sahabat yang telah memberikan dukungan, dan motivasi kepada penulis.
Medan, 24 Juni 2014
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan ... i
Kata Penghantar ... ii
Daftar Isi ... iii
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Tujuan ... 2
1.3 Manfaat ... 2
BAB 2 PENGGOLAHAN KASUS ... 3
2.1 Konsep dasar asuhan keperawatan kasus ... 3
2.1.1 Definisi nyeri ... 3
2.1.2 Teori nyeri ... 3
2.1.3 Fisiologi nyeri ... 4
2.1.4 Klasifikasi nyeri ... 5
2.1.5 Faktor yang mempengaruhi nyeri ... 7
2.1.6 Pengukuran intensitas nyeri ... 8
2.1.7 Asuhan keperawatan sesuai konsep dasar ... 10
2.2 Asuhan keperawatan kasus ... 14
2.2.1 Pengkajian ... 14
2.2.2 Analisa data ... 23
2.2.3 Rumusan ... 24
2.2.4 Perencanaan ... 24
2.2.5 Implementasi ... 27
BAB 3 KESIMPULAN DAN SARAN ... 31
3.1 Kesimpulan ... 31
3.2 Saran ... 31
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Rasa nyaman berupa terbebas dari rasa yang tidak menyenangkan adalah suatu
kebutuhan individu. Nyeri merupakan perasaan yang tidak menyenangkan yang
terkadang dialami individu. Kebutuhan terbebas dari rasa nyeri itu merupakan salah satu
kebutuhan dasar yang merupakan tujuan diberikannya asuhan keperawatan pada
seorang pasien dirumah sakit (Prasetyo, 2010).
Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan bersifat sangat
subyektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam hal skala atau
tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi
rasa nyeri yang dialaminya (Hidayat, 2009).
Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis, dan
peradangan apendiks yang paling sering terjadi. Peradangan akut apendiks memerlukan
tindakan pembedahan segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya
(Muttaqin, 2011).
Menurut Sjamsuhidayat (2005) dalam Muttaqin (2011), dari beberapa literatur
menyebutkan bahwa tindakan apendiktomi ini dapat timbul berbagai masalah
keperawatan, salah satu diantaranya nyeri. Nyeri pasca bedah mungkin sekali
disebabkan oleh luka operasi. Kemudian timbul reaksi terhadap sensasi nyeri dalam
bentuk sikap dan perilaku verbal maupun non-verbal untuk mengemukakan apa yang
dirasakannya (Muttaqin, 2011).
Dalam memberikan asuhan keperawatan guna mengatasi rasa nyeri pada pasien,
perawat harus selalu berusaha untuk mengembangkan strategi penatalaksanaan nyeri,
sehingga lebih dari sekedar pemberian obat-obatan analgesik. Dengan memahami
konsep nyeri secara holistik, diharapkan perawat mampu mengembangkan
strategi-strategi yang dapat mengatasi nyeri yang dirasaakan seorang pasien (Prasetyo, 2010).
Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk menyusun Karya Tulis Ilmiah
dengan judul “Asuhan Keperawatan pada Ny. D dengan Gangguan Kebutuhan Dasar
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Tujuan dari penulisan karya tulis ilmiah ini adalah untuk mengetahui bagaimana
asuhan keperawatan pada klien yang mengalami masalah kebutuhan dasar rasa nyaman;
nyeri khususnya pada Ny. D di ruang Kenanga I RSUD dr. Pirngadi Medan.
1.1.2 Tujuan Khusus
1. Mampu melakukan pengkajian pada Ny. D dengan prioritas masalah kebutuhan
dasar rasa nyaman; nyeri.
2. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada Ny. D dengan prioritas masalah
kebutuhan dasar nyaman; nyeri.
3. Mampu menyusun rencana asuhan keperawatan pada Ny, D dengan prioritas
masalah kebutuhan dasar rasa nyaman; nyeri.
4. Mampu melakukan implementasi pada Ny. D dengan prioritas masalah kebutuhan
dasar rasa nyaman; nyeri.
5. Mampu melakukan evaluasi pada Ny. D dengan prioritas masalah kebutuhan dasar
rasa nyaman; nyeri.
1.3 Manfaat
1. Bagi Praktik Keperawatan
Untuk menambah pengetahuan dan pengalaman dalam membuat asuhan
keperawatan yang sistematis dan sesuai dengan konsep keperawatan.
2. Bagi Pendidikan Keperawatan
Hasil Karya Tulis Ilmiah yang diperoleh dapat dijadikan konstribusi bagi
peningkatan pendidikan keperawatan dan pengembangan ilmu keperawatan.
3. Bagi Kebutuhan Klien
Hasil asuhan keperawatan ini dapat digunakan untuk mengetahui cara memenuhi
BAB 2
PENGELOLAAN KASUS
2.1 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan dengan Masalah Kebutuhan Dasar Gangguan Rasa Nyaman; Nyeri
2.1.1 Definisi Nyeri
Nyeri merupakan sensasi yang rumit, unik, universal, dan bersifat individual.
Dikatakan bersifat individual karena respon individu terhadap sensasi nyeri beragam
dan tidak bisa disamakan satu dengan lainnya. Hal tersebut menjadi dasar bagi perawat
dalam mengatasi nyeri pada klien (Asmadi, 2008).
Menurut Mahon (1994) dalam Potter dan Perry (2005), nyeri merupakan suatu
kondisi yang lebih dari sekedar sensasi tunggal yang disebabkan oleh stimulus tertentu.
Nyeri bersifat subyektif dan sangat bersifat individual. Stimulus nyeri dapat berupa
stimulus yang bersifat fisik dan mental, sedangkan kerusakan dapat terjadi pada
jaringan aktual dan pada fungsi ego seseorang individu (Potter dan Perry, 2005).
Nyeri merupakan kondisi perasaan yang tidak menyenangkan. Sifatnya sangat
subjektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam hal skala atau
tingkatannya. Nyeri sangat mengganggu dan menyulitkan lebih banyak orang dibanding
suatu penyakit manapun. Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial (Smeltzer,
2002).
2.1.2 Teori Nyeri
Menurut Tamsuri (2006), terdapat berbagai teori yang berusaha menggambarkan
bagaimana nonsiseptor dapat menghasilkan rangsang nyeri.
1. Teori Spesivisitas (Specivicity Theory)
Teori ini didasarkan pada kepercayaan bahwa terdapat organ tubuh yang secara
khusus mentransmisi rasa nyeri. Saraf ini diyakini dapat menerima rangsangan
nyeri dan mentransmisikan melalui ujung dorsal dan substansia gelatinosa ke
talamus, yang akhirnya akan dihantarkan pada daerah yang lebih tinggi sehingga
timbul respon nyeri. Teori ini tidak menjelaskan bagaimana faktor-faktor
multidimensional dapat memengaruhi nyeri.
2. Teori Pola (Pattern Theory)
Teori ini menerangkan bahwa ada dua serabut nyeri, yaitu serabut yang mampu
dengan lambat. Kedua serabut saraf tersebut bersinapsis pada medula spinalis dan
meneruskan informasi ke otak mengenai jumlah, intensitas, dan tipe input sensori
nyeri yang menafsirkan karakter dan kuantitas input sensori nyeri.
3. Teori Gerbang Kendali Nyeri (Gate Control Theory)
Pada tahun 1959, Melzack & Wall menjelaskan teori gerbang kendali nyeri, yang
menyatakan terdapat semacam “pintu gerbang” yang dapat memfasilitas atau
memperlambat transmisi sinyal nyeri.
2.1.3 Fisiologi Nyeri
Nyeri selalu dikaitkan dengan adanya stimulus (rangsang nyeri) dan reseptor.
Reseptor yang dimaksud adalah nosiseptor, yaitu ujung-ujung saraf bebas pada kulit
yang berespon terhadap stimulus yang kuat. Munculnya nyeri dimulai dengan adanya
stimulus nyeri. Stimulus-stimulus tersebut dapat berupa biologis, zat kimia, panas,
listrik serta mekanik. Reseptor merupakan sel-sel khusus yang mendeteksi
perubahan-perubahan partikular disekitarnya, kaitannya dengan proses terjadinya nyeri maka
reseptor-reseptor inilah yang menangkap stimulus-stimulus nyeri (Prasetyo, 2010).
Menurut Presetyo (2010), beberapa penggolongan reseptor nyeri antara lain:
1. Termoreseptor : reseptor yang menerima sensasi suhu (panas atau dingin).
2. Mekanoreseptor : reseptor yang menerima stimulus-stimulus mekanik.
3. Nosiseptor : reseptor yang menerima stimulus-stimulus nyeri.
4. Kemoreseptor : reseptor yang menerima stimulus kimiawi.
Menurut Nair (1990) dalam Potter dan Perry (2005), nyeri merupakan campuran
reaksi fisik, emosi, dan perilaku. Cara yang paling baik untuk memahami pengalamanan
nyeri akan membantu menjelaskan tiga komponen fisiologis berikut, yakni: resepsi,
presepsi, dan reaksi. Stimulus penghasil nyeri mengirimkan impuls melalui serabut
saraf perifer. Serabut nyeri memasuki medula spinalis dan menjalani salah satu dari
beberapa rute saraf dan akhirnya sampai di dalam massa berwarna abu-abu di medula
spinalis. Terdapat pesan nyeri dapat berinteraksi dengan sel-sel saraf inhibitor,
mencegah stimulus nyeri sehingga di transmisi tanpa hambatan ke korteks serebral.
Sekali stimulus nyeri mencapai korteks serebral, maka otak menginterprestasi kualitas
nyeri dan memproses informasi tentang pengalaman dan pengetahuan yang lalu serta
asosiasi kebudayaan dalam mempresepsikan nyeri (Potter & Perry, 2005).
disini. Juga terdapat interkoneksi antara sistem neural desenden dan traktus sensori
asenden. Traktus asenden berakhir pada otak bagian bawah dan bagian tengah dan
impuls-impuls dipancarkan ke korteks serebri (Smeltzer, 2002).
Mediator kimia dari nyeri, sejumlah substansi yang mempengaruhi sensitivitas
ujung-ujung saraf atau reseptor nyeri dilepaskan ke jaringan ekstrakselular sebagai
akibat dari kerusakan jaringan. Zat-zat kimiawi yang meningkatkan transmisi atau
persepsi nyeri meliputi histamin, bradikinin, asetilkolin, dan substansi P.
Prostalglandin adalah zat kimiawi yang diduga dapat meningkatkan sensitivitas
reseptor nyeri dengan meningkatkan efek yang menimbulkan nyeri dari bradikinin
(Smeltzer, 2002).
Teori gerbang kendali nyeri merupakan proses dimana terjadi interaksi antara
stimulus nyeri dan sensasi lain dan stimulasi serabut yang mengirim sensasi tidak nyeri
memblok transmisi impuls nyeri melalui sirkuit gerbang penghambat. Sel-sel inhibitor
dalam kornu dorsalis medula spinalis mengandung eukafalin yang menghambat
transmisi nyeri (Smeltzer, 2002).
Secara singkat proses terjadinya nyeri dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
Stimulus nyeri: biologi, zat kimia, panas, listrik serta mekanik
Stimulus nyeri menstimulus nosiseptor di perifer
Impuls nyeri diteruskan oleh serat afferen (A-delta & C) ke medula spinalis
Impuls bersinapsis di substansia gelatinosa (lamina II dan III)
Impuls melewati traktus spinothalamus
Impuls masuk ke fermatio retikularis Impuls langsung masuk ke thalamus
Sistem limbik Fast pain
Slow pain
− Timbul respon emosi
− Respon otonom: TD meningkat, keringat dingin
2.1.4 Klasifikasi Nyeri
Menurut Asmadi (2008), nyeri dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa
golongan berdasarkan pada tempat, sifat, berat ringannya nyeri, dan waktu lamanya
1. Nyeri berdasarkan tempatnya:
a. Pheriperal pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh misalnya pada
kulit, mukosa.
b. Deep pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh yang lebih dalam
atau pada organ-organ tubuh visceral.
c. Refered pain, yaitu nyeri dalam yang disebabkan karena penyakit organ/
struktur dalam tubuh yang ditransmisikan ke bagian tubuh di daerah yang
berbeda, bukan daerah asal nyeri.
d. Central pain, yaitu nyeri yang terjadi karena perangsangan pada sistem saraf
pusat, spinal cord, batang otak, talamus, dan lain-lain.
2. Nyeri berdasarkan sifatnya:
a. Incidental pain, yaitu nyeri yang timbul sewaktu-waktu lalu menghilang.
b. Steady pain, yaitu nyeri yang timbul dan menetap serta dirasakan dalam waktu
yang lama.
c. Paraxymal pain, yaitu nyeri yang dirasakan berintesitas tinggi dan kuat sekali.
Nyeri tersebut biasanya menetap ± 10-15 menit, lalu menghilang, kemudian
timbul lagi.
3. Nyeri berdasarkan berat ringannya:
a. Nyeri ringan, yaitu nyeri dengan intesitas rendah.
b. Nyeri sedang, yaitu nyeri yang menimbulkan reaksi.
c. Nyeri berat, yaitu nyeri dengan intensitas yang tinggi.
4. Nyeri berdasarkan waktu lamanya serangan:
a. Nyeri akut, yaitu nyeri yang dirasakan dalam waktu yang singkat dan berakhir
kurang dari enam bulan, sumber dan daerah nyeri diketahui dengan jelas. Rasa
nyeri mungkin sebagai akibat dari luka, seperti luka operasi, ataupun pada
suatu penyakit arteriosclerosis pada arteri koroner.
b. Nyeri kronis, yaitu nyeri yang dirasakan lebih dari enam bulan. Nyeri kronis ini
polanya beragam dan berlangsung berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.
Ragam pola tersebut ada yang nyeri timbul dengan periode yang diselingi
interval bebas dari nyeri lalu timbul kembali lagi nyeri, dan begitu seterusnya.
Ada pula pola nyeri kronis yang konstan, artinya rasa nyeri tersebut
terus-menerus terasa makin lama semakin meningkat intensitasnya walaupun telah
2.1.5 Faktor yang Memengaruhi Respon Nyeri
Nyeri yang dialami oleh pasien dipengaruhi oleh sejumlah faktor. Faktor-faktor
ini dapat meningkatkan atau menurunkan persepsi nyeri pasien, serta meningkat dan
menurunnya toleransi terhadap nyeri dan pengaruh sikap respon terhadap nyeri
(Smeltzer, 2002).
Menurut Mubarak (2007), faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri yaitu:
1. Etnik dan nilai budaya
Latar belakang etnik dan budaya merupakan faktor yang memengaruhi reaksi
terhadap nyeri dan ekspresi nyeri. Sebagai contoh, individu dan budaya tertentu
cenderung ekspresif dalam mengungkapkan nyeri, sedangkan individu dari budaya
lain justru lebih memilih menahan perasaan mereka dan tidak ingin merepotkan
orang lain.
2. Tahap perkembangan
Usia dan tahap perkembangan seseorang merupakan variabel penting yang akan
memengaruhi reaksi dan ekspresi terhadap nyeri. Dalam hal ini, anak-anak
cenderung kurang mampu mengungkapkan nyeri yang mereka rasakan
dibandingkan orang dewasa, dan kondisi ini dapat menghambat penanganan nyeri
untuk mereka. Di sisi lain, prevalensi nyeri pada individu lansia lebih tinggi karena
penyakit akut atau kronis yang mereka derita. Walaupun ambang batas nyeri tidak
berubah karena penuaan, tetapi efek analgesik yang diberikan menurun karena
perubahan fisiologis yang terjadi.
3. Lingkungan dan individu pendukung
Lingkungan yang asing, tingkat kebisingan yang tinggi, pencahayaan, dan aktivitas
yang tinggi di lingkungan tersebut dapat memperberat nyeri. Selain itu, dukungan
dari keluarga dan orang terdekat menjadi salah satu faktor penting yang
memengaruhi persepsi nyeri individu. Sebagai contoh, individu yang sendirian,
tanpa keluarga atau teman-teman yang mendukungnya, cenderung merasakan nyeri
yang lebih berat dibandingkan mereka yang mendapat dukungan dari keluarga dari
orang-orang terdekat.
4. Pengalaman nyeri sebelumnya
Pengalaman masa lalu juga berpengaruh terhadap persepsi nyeri individu dan
kepekaan terhadap nyeri. Individu yang pernah mengalami nyeri atau menyaksikan
penderitaan orang terdekatnya saat mengalami nyeri cenderung merasa terancam
pernah mengalaminya. Selain itu, keberhasilan atau kegagalan metode penanganan
nyeri sebelumnya juga berpengaruh terhadap harapan individu terhadap
penanganan nyeri saat ini.
5. Ansietas dan stres
Ansietas sering kali menyertai peristiwa nyeri yang terjadi. Ancaman yang tidak
jelas asalnya dan ketidakmampuan mengontrol nyeri atau peristiwa di sekelilingnya
dapat memperberat persepsi nyeri. Sebaliknya, individu yang percaya bahwa
mereka mampu mengontrol nyeri yang mereka rasakan akan mengalami penurunan
rasa takut dan kecemasan yang akan menurunkan persepsi nyeri mereka.
2.1.6 Pengukuran Intensitas Nyeri
Nyeri tidak dapat diukur secara objektif misalnya dengan X-Ray atau tes darah.
Namun tipe nyeri yang muncul dapat diramalkan berdasarkan tanda dan gejalanya.
Kadang-kadang perawat hanya bisa mengkaji nyeri dengan bertumpu pada ucapan dan
perilaku klien karena hanya klien yang mengetahui nyeri yang dialaminya. Oleh sebab
itu perawat harus mempercayai bahwa nyeri tersebut memang ada. Gambaran skala dari
berat nyeri merupakan makna yang lebih objektif yang dapat diukur. Gambaran skala
nyeri tidak hanya berguna dalam mengkaji beratnya nyeri, tetapi juga dalam
mengevaluasi perubahan kondisi klien (Potter dan Perry, 2005).
Menurut Hayward (1975) dalam Mubarak (2007), mengembangkan sebuah alat
ukur nyeri (painometer) dengan skala longitudinal yang pada salah satu ujungnya
tercantum nilai 0 (untuk keadaan tanpa nyeri) dan ujung lainnya nilai 10 (untuk kondisi
nyeri paling hebat). Untuk mengukurnya, penderita memilih salah satu bilangan yang
menurutnya paling menggambarkan pengalaman nyeri yang terakhir kali ia rasakan, dan
nilai ini dapat dicatat pada sebuah grafik yang dibuat menurut waktu. Intensitas nyeri ini
sifatnya subyektif dan dipengaruhi oleh banyak hal, seperti tingkat kesadaran,
konsentrasi, jumlah distraksi, tingkat aktivitas, dan harapan keluarga. Intensitas nyeri
Tabel 2.1 Skala Nyeri Menurut Hayward
Skala nyeri menurut Hayward
Skala Keterangan
0
1-3
4-6
7-9
10
Tidak nyeri
Nyeri ringan
Nyeri sedang
Sangat nyeri, tetapi masih dapat dikontrol dengan aktivitas
yang biasa dilakukan
Nyeri hebat dan tidak bisa dikontrol
Skala penilaian numerik (Numerical Rating Scale, NRS) lebih digunakan
sebagai pengganti alat pendeskripsikan kata dengan menggunakan skala analog visual
(Visual Analog Scale, VAS) merupakan suatu garis lurus yang mewakili intensitas
nyeri. Skala nyeri yang digunakan yaitu:
1. Numerik (0-10)
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Tidak Nyeri Nyeri Ringan Nyeri Sedang Sangat Nyeri Nyeri Hebat
Ada pula skala wajah, yakni Wong-Baker FACES Rating Scale yang ditujukan
untuk klien yang tidak mampu menyatakan intensitas nyerinya melalui skala angka. Ini
termasuk anak-anak yang tidak mampu berkomunikasi secara verbal dan lansia yang
mengalami gangguan kognisi dan komunikasi (Mubarak, 2007).
2.1.7 Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian
Pengkajian nyeri yang terkini, lengkap dan akurat akan memudahkan perawat di
dalam menetapkan data dasar, dalam menegakkan diagnosa keperawatan yang tepat,
merencanakan terapi pengobatan yang cocok, dan memudahkan perawat dalam
mengevaluasi respon klien terhadap terapi yang diberikan (Prasetyo, 2010).
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan,
untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian dalam menangani masalah-masalah klien
sehingga dapat menentukan tindakan keperawatan yang tepat. Pada anamnesis, keluhan
utama yang paling sering ditemukan adalah nyeri. Pengkajian dengan pendekatan
PQRST dapat membantu perawat dalam menentukan rencana intervensi yang sesuai
(Muttaqin, 2011).
Tabel 2.2 Pengkajian nyeri dengan pendekatan PQRST (Muttaqin, 2011):
Variabel Deskripsi dan Pertanyaan
Faktor
Pencetus
(P: Provoking
Incident)
Pengkajian untuk mengindentifikasi faktor yang menjadi
predisposisi nyeri.
− Bagaimana peristiwa sehingga terjadi nyeri?
− Faktor apa saja yang bisa menurunkan nyeri?
Kualitas
(Q: Quality of
Pain)
Pengkajian untuk menilai bagaimana rasa nyeri dirasakan secara
subyektif. Karena sebagian besar deskripsi sifat dari nyeri sulit
ditafsirkan.
− Seperti apa rasa nyeri yang dirasakan pasien?
− Bagaimana sifat nyeri yang digambarkan pasien?
Lokasi
(R: Region)
Pengkajian untuk mengindentifikasi letak nyeri secara tepat,
adanya radiasi dan penyebabnya.
− Dimana (dan tunjukan dengan satu jari) rasa nyeri paling hebat mulai dirasakan?
Keparahan
(S: Scale of
Pain)
Pengkajian untuk menentukan seberapa jauh rasa nyeri yang
dirasakan pasien. Pengkajian ini dapat dilakukan berdasarkan skal
nyeri dan pasien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
memengaruhi kemampuan fungsinya. Berat ringannya suatu
keluhan nyeri bersifat subyektif.
− Seberapa berat keluhan yang dirasakan.
− Dengan menggunakan rentang 0-9.
Keterangan:
0 = Tidak ada nyeri
1-2-3 = Nyeri ringan
4-5 = Nyeri sedang
6-7 = Nyeri hebat
8-9 = Nyeri sangat
10 = Nyeri paling hebat
Waktu
(T: Time)
Pengkajian untuk mendeteksi berapa lama nyeri berlangsung,
kapan, apakah bertambah buruk pada malam hari atau siang hari.
− Kapan nyeri muncul?
− Tanyakan apakah gejala timbul mendadak, perlahan-lahan atau
seketika itu juga?
− Tanyakan apakah gejala-gejala timbul secara terus-menerus
atau hilang timbul.
− Tanyakan kapan terakhir kali pasien merasa nyaman atau
merasa sangat sehat.
b. Analisa Data
Penegakan diagnosa keperawatan yang akurat akan dapat dilaksanakan apabila
data dan analisa pengkajian yang dilakukan dengan cermat dan akurat. Dari pengkajian
tersebut dapat dibuat analisa data untuk merumuskan masalah keperawatan (Prasetyo,
2010).
Menurut North America Nursing Diagnosis Association (NANDA) NIC NOC,
nyeri adalah pengalaman sensori serta emosi yang tidak menyeenangkan dan meningkat
akibat adanya kerusakan jaringan yang aktual atau potensial, digambarkan dalam istilah
berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau dapat diramalkan dan durasinya kurang
dari enam bulan.
Batasan Karakteristik Subyektif:
1. Mengungkapkan secara verbal atau melaporkan dengan isyarat.
Obyektif:
1. Gerakan menghindari nyeri
2. Posisi menghindari nyeri
3. Perubahan autonomik dari tonus otot (dapat dalam rentang tidak berenergi sampai
kaku)
4. Respon-respon autonomik (misalnya, diaforesis, tekanan darah, pernapasan,
perubahan nadi, dilatasi pupil)
5. Perubahan nafsu makan
6. Perilaku distraksi (misalnya, mondar-mandir, mencari orang, aktivitas berulang)
7. Perilaku ekspresif (misalnya, kegelisahan, merintih, menangis, kewaspadaan, peka
terhadap rangsang, dan menarik napas dalam)
8. Wajah topeng (nyeri)
9. Perilaku menjaga atau melindungi
10. Bukti yang dapat diamati (nyeri)
11. Berfokus pada diri sendiri
12. Gangguan tidur (mata terlihat kuyu, gerakan tidak teratur, dan menyeringai)
Faktor yang Berhubungan:
Agens-agens yang menyebabkan cedera (misalnya, biologis, kimia, fisik, dan
psikologis)
c. Rumusan Masalah
Menurut Prasetyo (2010), rumusan masalah keperawatan yang muncul pada
klien dengan gangguan nyeri yaitu:
1. Ansietas berhubungan dengan nyeri kronik
2. Nyeri berhubungan dengan:
a. Cedera fisik / trauma
b. Penurunan suplai darah ke jaringan
3. Nyeri kronik berhubungan dengan:
a. Kontrol nyeri yang tidak adekuat
b. Jaringan parut
c. Kanker maligna
4. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan:
a. Nyeri muskuloskeletal
b. Nyeri insisi
2.2 Asuhan Keperawatan Kasus 2.2.1 Pengkajian
I. BIODATA
IDENTITIAS PASIEN
Nama : Ny. D
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 33 Tahun
Status Perkawinan : Janda
Agama : Islam
Pendidikan : Tamat SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Jl. Maplindo No. 15 Medan
Tanggal Masuk RS : Minggu, 30 Mei 2014
No. Register : 76.62.80
Ruangan/Kamar : Ruang Kenanga 1
Golongan Darah : O
Tanggal Pengkajian : Rabu, 04 Juni 2014
Tanggal Operasi : Selasa, 03 Juni 2014
Diagnosa Medis : Post op. Appendicitis
II. KELUHAN UTAMA
Klien mengatakan nyeri perut bagian kanan bawah atau yang habis dioperasi dan
klien mengatakan tubuhnya terasa panas.
III. RIWAYAT KESEHATAN SEKARANG
A. Provocativ/palliative
1. Apa penyebabnya
Klien mengatakan nyeri muncul ketika merubah posisi, terkadang nyeri
muncul tidak diketahui apa sebabnya.
2. Hal-hal yang memperbaiki
Klien mengatakan nyeri akibat luka insisi muncul ketika klien sedang
B. Quantity/quality
1. Bagaimana dirasakan
Klien mengatakan saat nyeri muncul seperti ditusuk-tusuk dan nyeri yang
dirasakan hilang timbul.
2. Bagaimana dilihat
Ketika nyeri muncul klien terlihat meringis menahan sakit
C. Region
1. Dimana lokasinya
Klien mengatakan nyeri dibagian luka insisi kuadran kanan bawah
abdomen.
2. Apakah menyebar
Klien mengatakan nyeri yang dirasakan hanya pada bagian luka insisi.
D. Severity
Klien mengatakan nyeri yang dirasakan sangat menggangu aktivitas, sehingga
aktivitas klien masih dibantu keluarga.
E. Time
Nyeri akibat luka insisi timbul ketika merubah posisi dan terkadang timbul
begitu saja.
IV. RIWAYAT KESEHATAN MASA LALU A. Penyakit yang pernah alami
Pasien mengatakan sebelum operasi apendicitis ini ia pernah sakit maag.
B. Pengobatan/tindakan yang dilakukan
Pasien mengatakan jika maag ia mengkonsumsi obat yang dibeli di apotek dan
istirahat saja dirumah. jika 3 hari tidak sembuh barulah pasien berobat ke klinik
dekat rumahnya.
C. Pernah dirawat/dioperasi
Pasien belum pernah dirawat atau dioperasi sebelumnya, ketika terkena
penyakit apendicitis inilah pasien dirawat dan dioperasi.
D. Lama dirawat Tidak ada.
E. Alergi
F. Imunisasi Tidak lengkap.
V. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA A. Orang tua
Orang tua tidak memiliki riwayat penyakit seperti klien dan riwayat penyakit
keturunan.
B. Saudara kandung
Klien mengatakan saudara kandungnya tidak memiliki riwayat penyakit seperti
klien dan juga riwayat penyakit keturunan.
C. Penyakit keturunan yang ada
Klien mengatakan tidak ada penyakit keturunan dari keluarga.
D. Anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa Tidak ada yang mengalami gangguan jiwa dalam keluarga.
E. Anggota keluarga yang meninggal
Klien mengatakan anggota keluarga yang telah meninggal yaitu ayah klien dan
saudara kandung klien (abang).
F. Penyebab meninggal
Klien mengatakan ayah klien meninggal setelah jatuh dari kamar mandi, dan
abang klien meninggal karena kecelakaan sepeda motor.
VI. RIWAYAT KEADAAN PSIKOSOSIAL A. Persepsi pasien tentang penyakitnya
Klien mengatakan ingin cepat sembuh dan pulang agar bisa kembali berkumpul
dengan keluarganya khususnya anak-anaknya.
B. Konsep Diri
− Gambaran diri
Klien mengatakan tidak merasa malu akan penyakitnya.
− Ideal diri
Klien mengatakan ingin cepat sembuh,agar bisa melaksanakan semua
aktivitas rutinnya.
− Harga diri
− Peran diri
Klien mengatakan ia adalah tulanng punggung bagi kedua anaknya.
− Identitas
Klien mengatakan ia adalah seorang ibu dan tulang punggung bagi kedua
anaknya.
C. Keadaan emosi
Stabil, ketika berbicara kooperatif
D. Hubungan sosial
− Orang yang berarti
Keluarga, keduanya anaknya, dan orangtuanya (ibu).
− Hubungan dengan keluarga
Hubungan dengan keluarga terjalin dengan harmonis.
− Hubungan dengan orang lain
Klien mengatakan hubungan dengan tetangga atau orang yang ada
disekitarnya terjalin baik.
− Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
Tidak ada.
E. Spiritual
− Nilai dan keyakinan
Klien mengatakan dia seorang muslim dan percaya dengan adanya Allah
SWT.
− Kegiatan ibadah
Klien mengatakan dia ikut pengajian yang ada didaerah tempat tinggalnya.
VII. PEMERIKSAAN FISIK A. Keadaan umum
Pasien mengatakan masih merasakan nyeri. Tingkat kesadaran composmentis
dengan nilai GCS 14 (E4V5M5).
B. Tanda-tanda vital
− Tekanan darah : 120/80 mmHg
− Nadi : 80 x/i
− Pernafasan : 22 x/i
− Suhu tubuh : 380C
− TB : 155 cm
− BB : 50 kg
C. Pemeriksaan head to toe Kepala dan rambut
− Bentuk : bulat, simetris, tidak ada massa
− Ubun-ubun : tertutup dan keras
− Kulit kepala : bersih
Rambut
− Penyebaran dan keadaan rambut : penyebaran rambut rata dan bersih
− Bau : tidak ada
− Warna kulit : coklat atau sawo matang
Wajah
− Warna kulit : Sawo matang
− Struktur wajah : Bulat, tidak ada edema
Mata
− Kelengkapan dan kesimetrisan
Mata lengkap, simetris kanan dan kiri
− Palpebra
Tidak ada tanda peradangan
− Konjungtiva dan sklera
Normal, tidak ada pembengkakan
− Pupil
Pupil isokor
− Cornea dan iris
Normal, tidak ada peradangan dan pengapuran
− Visus
Tidak menggunakan alat bantu seperti kaca mata
− Tekanan bola mata
Tidak dilakukan pemeriksaan
Hidung
− Tulang hidung dan posisi septum nasi
− Lubang hidung
Simetris kanan dan kiri
− Cuping hidung
Tidak ada pernafasan cuping hidung
Telinga
− Bentuk telinga
Simetris kanan dan kiri
− Ukuran telinga
Normal
− Lubang telinga
Normal, bersih tidak ada kotoran telinga
− Ketajaman pendengaran baik
Mulut dan faring
− Keadaan bibir
Mukosa normal
− Keadaan gusi dan gigi
Baik
− Keadaan lidah
Bersih
− Orofaring
Normal
Leher
Tidak dilakukan pemeriksaan
Pemeriksaan integumen
− Kebersihan : Bersih
− Kehangatan : Normal
− Warna : Sawo matang
− Turgor : Normal
− Kelembaban : Normal
− Kelainan pada kulit : Tidak ada kelainan
Pemeriksaan thoraks/dada Tidak dilakukan pemeriksaan
Pemeriksaan paru
Tidak dilakukan pemeriksaan
Pemeriksaan jantung Tidak dilakukan pemeriksaan
Pemeriksaan abdomen Tidak dilakukan pemeriksaan
Pemeriksaan kelamin dan sekitarnya Tidak dilakukan pemeriksaan
Pemeriksaan muskuloskeletal/ekstremitas (kesimetrisan, kekuatan otot, edema) :
Tidak dilakukan pemeriksaan karena pasien dapat berjalan dan menggerakkan
tangan.
Pemeriksaan neurologi (Nervus cranialis) Tidak dilakukan pemeriksaan
Fungsi motorik
Tidak dilakukan pemeriksaan
Fungsi sensorik (identifikasi sentuhan, tes tajam tumpul, panas dingin, getaran
Tidak dilakukan pemeriksaan
Refleks (bisep, trisep, brachioradialis, patelar, tendon achiles, plantar) Tidak dilakukan pemeriksaan
X. POLA KEBIASAAN SEHARI HARI I. Pola makan dan minum
− Frekuensi makan/hari : 3 kali sehari
− Nafsu/selera makan : Normal
− Nyeri ulu hati : Tidak ada
− Alergi : Tidak ada alergi
− Mual dan muntah : Tidak ada
− Waktu pemberian makan : pagi, siang, sore
− Waktu pemberian cairan/minum
Pasien minum dengan bantuan ibunya ketika haus
− Masalah makan dan minum (kesulitan menelan, mengunyah)
Tidak ada
II. Perawatan diri/personal hygiene
− Kebersihan tubuh : Bersih
− Kebersihan gigi dan mulut : Bersih
− Kebersihan kuku kaki dan tangan : Bersih
III. Pola kegiatan/Aktivitas
− Uraian aktivitas pasien untuk mandi, makan, eliminasi, ganti pakaian
dilakukan secara mandiri, sebahagian, atau total.
Klien melakukannya dengan bantuan orang lain (keluarga) − Uraikan aktivitas ibadah pasien selama dirawat/sakit.
Selama dirawat pasien tetap melakukan shalat, walaupun shalat berbaring
ditempat tidur karena tidak tahan membungkuk.
IV. Pola eliminasi
1. BAB
− Pola BAB : 1 kali sehari
− Karakter feses : lunak
− Riwayat perdarahan : tidak ada
− BAB terakhir : beberapa jam setelah
operasi
− Diare : Tidak ada
− Penggunaan laksatif : Tidak ada
2. BAK
− Pola BAK : 3 x sehari
− Karakter urine : Kuning keruh
− Kesulitan BAK : Tidak ada
− Riwayat penyakit ginjal/kandung kemih : Tidak ada
− Penggunaan diuretic : Tidak ada
V. Mekanisme koping
1. Adaptif
a. Bicara dengan orang lain
b. Mampu menyelesaikan masalah
c. Teknik relaksasi
d. Aktivitas konstruksi
e. Olahraga
2.2.2 Analisa Data
No. Data Penyebab Masalah
Keperawatan 1. Tanggal: 04 Juni 2014
DS :
− Pasien mengatakan nyeri
diluka insisi, pasien
mengatakan skala nyeri 7.
DO :
− Tampak lemah, tampak
meringis saat merubah posisi.
− Perilaku ekspresif (misalnya gelisah) saat nyeri
− Tanda-tanda vital
TD: 120/80 mmHg, HR: 80
x/i, RR: 22 x/i
Skala nyeri: 7
Tindakan pembedahan
Terputusnya kontinuitas
jaringan pascabedah
Merangsang saraf perifer
Menimbulkan
rangsangan nyeri
Impuls dikirim otak
bagian thalamus
Nyeri dipersepsikan
Gangguan rasa
nyaman:Nyeri
Gangguan Rasa
Nyaman: Nyeri
2. Tanggal: 04 Juni 2014 DS:
− Pasien mengatakan tubuhnya
demam (panas), dan lemah
DO:
− Terlihat lemah, kulit teraba
panas, gelisah, turgor masih
normal, tidak ada tanda
peradangan dilokasi insisi
(rubor, kolor, dolor, tumor
tidak ada).
− Tanda-tanda vital
TD: 120/80 mmHg, HR: 80
x/i, RR: 20 x/i, T: 380C
Post operasi apendiktomi
Respon sistemik
Peningkatan suhu tubuh
Hipertermia
2.2.3 Rumusan Masalah
1. Masalah Keperawatan
a. Gangguan Rasa Nyaman : Nyeri
b. Hipertermia
2. Diagnosa Keperawatan (Prioritas)
a. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan tindakan pembedahan
ditandai luka insisi, klien dengan tampak lemah, skala nyeri 7, nyeri tidak
menyebar hanya saat merubah posisi, perilaku ekspresif (gelisah), TD:
120/80 mmHg, HR: 80 x/i, RR: 22 x/i.
b. Hipertermia berhubungan dengan pascabedah, ditandai dengan T: 380C, HR:
80 x/i, RR: 22 x/i, TD: 120/80 mmHg, dan kulit teraba panas.
2.2.4 Perencanan Keperawatan
Nyeri b/d terputusnya kontinuitas jaringan pascabedah
Tujuan: Dalam 3x24 jam nyeri berkurang/hilang
Kriteria evaluasi:
1. Secara subyektif melaporkan nyeri atau dapat diatasi
2. Skala nyeri 0-1 dalam rentang (0-10)
3. Dapat mengindetifikasi aktivitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri:
Pasien tidak gelisah
Intervensi Rasional
Kaji respon nyeri dengan pendekatan
PQRST
Pendekatan komprehensif untuk menetukan
rencana intervensi
Lakukan manajemen nyeri
keperawatan:
1. Istirahatkan pasien pada saat nyeri
muncul
2. Atur posisi semifowler
3. Bantu ambulasi dini
Istirahatkan secara fisiologis akan
menurunkan kebutuhan oksigen untuk
memenuhi metabolisme basal.
Posisi ini mengurangi tegangan pada luka
insisi dan organ abdomen yang membantu
mengurangi nyeri.
Meningkatkan normalisasi fungsi organ
4. Ajarkan teknik distraksi pada saat
nyeri
5. Manajemen lingkungan tenang,
batasi pengunjung
6. Lakukan manajemen sentuhan
7. Tingkatkan pengetahuan tentang:
penyebab nyeri dan
menghubungkan berapa lama
nyeri akan berlangsung
8. Kolaborasi dengan tim medis
pemberian analgesic
ketidaknyamanan abdomen.
Distraksi (pengalihan perhatian) dapat
menurunkan stimulus internal.
Lingkungan tenang akan menurunkan
stimulus nyeri eksternal dan membatasi
pengunjung akan membantu meningkatkan
kondisi oksigen ruangan yang akan
berkurang apabila banyak yang berada di
ruangan.
Manajemen sentuhan pada saat nyeri berupa
sentuhan dukungan psikologis dapat
membantu menurunkan nyeri.
Pengetahuan yang aknan dirasakan
membantu mengurangi nyerinya dan dapat
membantu mengembangkan kepatuhan
pasien terhadap rencana terapeutik.
Analgesik memblok lintasan nyeri sehingga
nyeri akan berkurang.
Hipertermia b/d respon sistemik
Tujuan: Dalam 1 x 24 jam terjadi penurunan suhu tubuh
Kriteria hasil:
1. Pasien mampu menjelaskan kembali pendidikan kesehatan yang diberikan
2. Pasien mampu termotivasi untuk melakukan penjelasan yang telah diberikan
Intervensi Rasional
Kaji tanda-tanda vital pasien Sebagai pengawasan terhadap adanya
perubahan keadaan umum pasien sehingga
dapat dilakukan penanganan dan perawatan
secara cepat dan tepat.
Kaji pengetahuan pasien dari keluarga
tentang cara menurunkan suhu tubuh
Sebagai dasar untuk memberikan intervensi
Lakukan tirah baring total Penurunan aktivitas akan menurunkan laju
metabolisme yang tinggi padaa fase akut,
dengan demikian membantu menurunkan
suhu tubuh
Atur lingkungan yang kondusif Kondisi ruang kamar yang tidak panas,
tidak bising, dan sedikit pengunjung
memberikan efektivitas terhadap proses
penyembuhan
Beri kompres dengan air dingin (air
biasa) pada daerah aksia, lipatan paha,
dan temporasi bila terjadi panas
Kompres dingin merupakan teknik
penurunan suhu tubuh dengan
meningkatkan efek konduktivitas.
Pengeluaran suhu tubuh secara konduksi
akan beerpindah dari tubuh ke material yang
dingin
Anjurkan keluarga untuk memakaikan
pakaian yang dapat menyerap keringat
seperti katun
Pakaian yang mudah menyerap keringat
sangat efektif meningkatkan efek dari
evaporasi. Evaporasi: Pengeluaran suhu
tubuh.
Anjurkan keluarga untuk melakukan
masase pada ekstremitas
Masase dilakukan untuk meningkatkan
aliran darah ke perifer dan terjadi
vasodilatasi peerifer yang akan
meningkatkan efek evaporasi.
Kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian obat antiperitik
Antiperitik bertujuan untuk mmblok respons
panas sehingga suhu tubuh pasien dapat
2.2.5 Implementasi dan Evaluasi
Hari 1 Diagnosa Pukul Implementasi Evaluasi Rabu,
Mengukur tanda-tanda
vital pasien.
Mengukur intensitas
nyeri dengan cara
PQRST.
Memberikan posisi
semifowler pada
pasien.
Mengajarkan teknik
relaksai (napas dalam)
pada pasien.
Memberi informasi
pada pasien tentang
nyeri.
S:
Pasien mengatakan
nyeri perut bagian
kanan bawah yang
habis di operasi, nyeri
seperti ditusuk-tusuk,
Pasien mengatakan
skala nyeri 5, nyeri
hilang timbul, Pasien
mengatakan nyeri
sudah berkurang
O:
Pasien tampak
meringis dan gelisah,
terdapat luka tertutup
pada abdomen kanan
bawah
A:
Masalah teratasi
sebagian
P:
Intervensi dilanjutkan
16.00
Memberikan obat
analgesik: 1 tablet asam
Hari 1 Diagnosa Pukul Implementasi Evaluasi Rabu,
04 Juni
2014
Hipertermia 14.00
14.05
14.10
15.15
15.20
Mengukur tanda-tanda
vital pasien
Melakukan tirah baring
pada pasien
Melakukan kompres
dingin pada daerah
lipatan dan temporal
pada pasien
Mengukur kembali
suhu tubuh pasien
Menganjurkan kepada
keluarga untuk
memakaikan pakaian
yang menyerap
keringat seperti katun
S:
Pasien mengatakan
suhu tubuh sudah
normal
O:
Pasien tampak
tenang, dan tampak
sedang tdur
T: 370C
A:
Masalah teratasi
P:
Intervensi dihentikan
15.30
Memberikan obat
antipiretik: 1 tablet
Hari 2 Diagnosa Pukul Implementasi Evaluasi
Mengukur tanda-tanda
vital pasien
Mengukur skala nyeri
pasien rentang (0-10)
Mengingatkan pasien
untuk tetap pada posisi
semifowler
Mengingatkan untuk
melakukan teknik
relaksai (napas dalam)
pada pasien saat nyeri
datang
Memberikan
kesempatan pasien
untuk istirahat pada
saat nyeri berkurang
S:
Pasien mengatakan
nyeri perut bagian
kanan bawah yang
habis di operasi, nyeri
seperti ditusuk-tusuk,
Pasien mengatakan
skala nyeri 4, nyeri
hilang timbul, Pasien
mengatakan nyeri
sudah berkurang
O:
Pasien tampak masih
menahan sakit,
TD:120/80 mmHg,
HR: 82 x/i,20 x/i, T;
370C
A:
Masalah teratasi
sebagian
P:
Hari 3 Diagnosa Pukul Implementasi Evaluasi
Melihat keadaan
umum pasien dan
mengukur tanda-tanda
vital. Mengukur skala
nyeri
Mengingatkan pasien
untuk teknik relaksasi
pada saat nyeri ( tarik
napas dalam) dan tetap
pada posisi semifowler
Memberikan
lingkungan yang
tenang pada pasien
Melakukan teknik
distraksi
(mendengarkan
musik)
Mengingatkan pasien
untuk istirahat saat
nyeri datang
S:
Pasien mengatakan
sakit, Pasien tampak
dapat melakukan
teknik relaksasi
(napas dalam) dengan
benar, nyeri
berkurang.
O:
Skala nyeri: 3, Pasien
tampak masih
menahan,
TD: 120/80 mmHg
HR: 74 x/i, RR: 24x/i,
T: 370C
A:
Masalah teratasi
sebagian
P:
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
Setelah melakukan asuhan keperawatan pada Ny.D dengan Gangguan
Kebutuhan Dasar Nyeri selama 3 hari dari tanggal 04 Juni sampai 06 Juni 2014, penulis
mendapatkan pengalaman yang nyata tentang perawatan pasien dengan Gangguan
Kebutuhan Dasar Nyeri di ruang Kenanga 1 RSU Pirngadi Medan.
Pengkajian yang dilakukan meliputi pengkajian biologis, psikologis, social,
spiritual. Dalam melakukan pengkajian penulis tidak mengalami hambatan yang berarti
karena pasien dan keluargannya kooperatis ssehingga pasien mau mengungkapkan
masalah yang dihadapi saat itu. Diagnosa yang muncul pada asuhan keperawatan ini
adalah Nyeri akut berhubungan dengan luka insisi.
Hipertermia berhubungan respon sistemik pasca bedah. Penulisan rencana
keperawatan masing- masing diagnosa berdasarkan teori dan sesuai dengan kondisi
pasein. Selama dilakukan tindakan keperawatan, nyeri yang dirasakan pasien Ny. D
berkurang dengan skala nyeri 3 dan intervensi dihentikan karena jadwal praktek
lapangan telah selesai. Evaluasi menggunakan metode SOAP.
3.2 Saran
Setelah mendapatkan pengalaman nyata dalam melakukan Asuhan Keperawatan
pada pasien Ny. D dengan Gangguan Kebutuhan Dasar Nyeri, penulis menyampaikan
saran kepada :
1. Bagi Akademik
Studi kasus ini bisa menambah kepustakaan dan sebagai bahan studi bagi
mahasiswa dan bisa menambah wawasan tentang Gangguan Kebutuhan Dasar
Nyeri.
2. Bagi Institusi Rumah Sakit
Bagi rumah sakit khususnya Rumah sakit RSUD Pirngadi Medan diharapkan dapat
memberikan pelayanan yang paripurna dengan tidak hanya berfokus kepada
pelayanan klien di Rumah Sakit RSUD Pirngadi Medan saja akan tetapi persiapan
3. Bagi Profesi Keperawatan
Memberi masukan dan sumbangan bagi perkembangan ilmu keperawatan dan
profesi keperawatan yang profesional sehingga bisa meningkatkan asuhan
keperawatan yang diberikan.
4. Bagi Penulis
Bagi penulis agar lebih meningkatkan cara berkomunikasi dengan klien, dan apa
DAFTAR PUSTAKA
Anas, Tamsuri. 2006. Konsep dan Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta; EGC
Asmadi. 2008. Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien, Jakarta: Salemba Medika.
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia, Buku 1, Jakarta: Salemba Medika.
Mubarak, Wahit Iqbal. 2007. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia Teori dsan Aplikasi Dalam Praktik. Jakarta: EGC
Muttaqin Arif dan Kumala Sari. 2011. Gannguan Gastrointestinal Aplikasi Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika
Potter & Perry. 2005. Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktek. Edisi 4,Volume 2. Jakarta: EGC
Prasetyo, Sigit Nian. 2010. Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Surakarta: Graha Ilmu
Lampiran
Catatan Perkembangan
Hari/
Tanggal Diagnosa Pukul Implementasi Evaluasi Rabu,
04 Juni
2014
Gangguan
rasa nyaman:
nyeri
Mengukur tanda-tanda
vital pasien.
Mengukur intensitas
nyeri dengan cara
PQRST.
Memberikan posisi
semifowler pada
pasien.
Mengajarkan teknik
relaksai (napas dalam)
pada pasien.
Memberi informasi
pada pasien tentang
nyeri.
Kolaborasi dengan
dokter pemberian obat
analgesik
Memberikan obat
analgesik: 1 tablet asam
mefenamat 500 mg
S:
Pasien mengatakan
nyeri perut bagian
kanan bawah yang
habis di operasi, nyeri
seperti ditusuk-tusuk,
Pasien mengatakan
skala nyeri 5, nyeri
hilang timbul, Pasien
mengatakan nyeri
sudah berkurang
O:
Pasien tampak
meringis dan gelisah,
terdapat luka tertutup
pada abdomen kanan
bawah
A:
Masalah teratasi
sebagian
P:
Hari/
Tanggal Diagnosa Pukul Implementasi Evaluasi Rabu,
04 Juni
2014
Hipertermia 14.00
14.05
14.10
15.15
15.20
15.30
Mengukur tanda-tanda
vital pasien
Melakukan tirah baring
pada pasien
Melakukan kompres
dingin pada daerah
lipatan dan temporal
pada pasien
Mengukur kembali
suhu tubuh pasien
Menganjurkan kepada
keluarga untuk
memakaikan pakaian
yang menyerap
keringat seperti katun
Memberikan obat
antipiretik: 1 tablet
paracetamol 500 mg
S:
Pasien mengatakan
suhu tubuh sudah
normal
O:
Pasien tampak tenang,
dan tampak sedang
tdur
T: 370C
A:
Masalah teratasi
P:
Hari/
Tanggal Diagnosa Pukul Implementasi Evaluasi Kamis,
5 Juni
2014
Gangguan
rasa nyaman:
nyeri
Mengukur tanda-tanda
vital pasien
Mengukur skala nyeri
pasien rentang (0-10)
Mengingatkan pasien
untuk tetap pada posisi
semifowler
Mengingatkan untuk
melakukan teknik
relaksai (napas dalam)
pada pasien saat nyeri
datang
Memberikan
kesempatan pasien
untuk istirahat pada
saat nyeri berkurang
S:
Pasien mengatakan
nyeri perut bagian
kanan bawah yang
habis di operasi, nyeri
seperti ditusuk-tusuk,
Pasien mengatakan
skala nyeri 4, nyeri
hilang timbul, Pasien
mengatakan nyeri
sudah berkurang
O:
Pasien tampak masih
menahan sakit,
TD:120/80 mmHg,
HR: 82 x/i,20 x/i, T;
370C
A:
Masalah teratasi
sebagian
P:
Hari/
Tanggal Diagnosa Pukul Implementasi Evaluasi Jumat,
06 Juni
2014
Gangguan
rasa nyaman:
Nyeri
Melihat keadaan umum
pasien dan mengukur
tanda-tanda vital.
Mengukur skala nyeri
Mengingatkan pasien
untuk teknik relaksasi
pada saat nyeri (tarik
napas dalam) dan tetap
pada posisi semifowler
Memberikan
lingkungan yang tenang
pada pasien
Melakukan teknik
distraksi
(mendengarkan musik)
Mengingatkan pasien
untuk istirahat saat
nyeri datang
S:
Pasien mengatakan
nyeri berkurang
O:
Skala nyeri: 3, Pasien
tampak masih
menahan sakit, Pasien
tampak dapat
melakukan teknik
relaksasi (napas
dalam) dengan benar,
TD: 120/80 mmHg
HR: 74 x/i, RR: 24 x/i,
T: 370C
A:
Masalah teratasi
sebagian
P: