• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN KEPATUHAN PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) PADA PETUGAS PENUNJANG MEDIS DI RS PKU MUHAMMADIYAH GAMPING

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN KEPATUHAN PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) PADA PETUGAS PENUNJANG MEDIS DI RS PKU MUHAMMADIYAH GAMPING"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

KARYA TULIS ILMIAH

HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN KEPATUHAN PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) PADA PETUGAS PENUNJANG MEDIS

DI RS PKU MUHAMMADIYAH GAMPING

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh :

DITA PUTRI HENDRIYANI 20130310086

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

(2)

KARYA TULIS ILMIAH

HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN KEPATUHAN PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) PADA PETUGAS PENUNJANG MEDIS

DI RS PKU MUHAMMADIYAH GAMPING

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh :

DITA PUTRI HENDRIYANI 20130310086

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

(3)

DI RS PKU MUHAMMADIYAH GAMPING

Disusun Oleh:

DITA PUTRI HENDRIYANI 20130310086

Telah disetujui dan diseminarkan pada tanggal 17 Oktober 2016

Dosen pembimbing Dosen Penguji

dr. Ekorini Listiowati, MMR dr. Inayati, M.Kes, Sp.MK NIK : 19700131200104173049 NIK : 19680113199708173025

Mengetahui

Kaprodi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran & Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

dr. Alfaina Wahyuni, Sp.OG., M.Kes

(4)

NIM : 20130310086 Program Studi : Pendidikan Dokter

Fakultas : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis laintelah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Karya Tulis Ilmiah ini.

Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Karya Tulis Ilmiah ini hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Yogyakarta, September 2016 Yang membuat pertanyaan,

(5)

rahmat, hidayah dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah

dengan judul “Hubungan Pengetahuan dengan Kepatuhan Penggunaan Alat

Pelindung Diri (APD) pada Petugas Penunjang Medis di RS PKU

Muhammadiyah Gamping” ini dengan baik. Sholawat serta salam senantiasa

tercurah kepada Rasulullah SAW yang telah menjadi suri tauladan bagi kita semua. Karya Tulis Ilmiah ini diajukan untuk memenuhi sebagian syarat untuk memperoleh derajat sarjana kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Penulis mengucapkan terimaksih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan maupun bantuan dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini, antara lain:

1. dr. H. Ardi Pramono, Sp. An., M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

2. dr. Ekorini Listiowati, MMR selaku dokter pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu dan membimbing penulis dengan penuh kesabaran untuk menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

3. dr. Inayati, M. Kes, Sp. Mikro selaku dokter penguji yang telah meluangkan waktu dan memberikan masukan serta arahan kepada penulis.

4. Kedua orangtua penulis, Bapak Darmuji dan Ibu Endang Suryani atas segala kasih sayang, perhatian, dukungan, nasihat, motivasi dan doa yang tak pernah putus.

5. Teman-teman satu kelompok bimbingan, Nachtaya Bintang Irpawa, Rizka Kharisma Putri, dan Anita Riau Chandra yang telah membantu dan memberi dukungan satu sama lain.

(6)

9. Teman-teman Medallion Pendidikan Dokter UMY 2013 yang telah memberikan dukungan dan membantu selama pengerjaan Karya Tulis Ilmiah ini.

10.Semua pihak yang telah membantu dalam kelancaran penelitian ini dan penyelesainan Proposal Karya Tulis Ilmiah ini yang tidak dapat diucapkan satu persatu.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari sempurna, sehingga saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diperlukan oleh penulis. Semoga Karya Tulis Ilmiah ini nantinya dapat bermanfaat bagi pembaca serta menambah khazanah ilmu pengetahuan Kedokteran Indonesia

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Yogyakarta, September 2016

(7)

PERNYATAAN KEASLIAN ... iii

3. Alat Pelindung Diri (Depkes, 2008) ... 22

4. Unit Penunjang Medis ... 30

B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 43

C. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 44

D. Variable Penelitian ... 45

E. Definisi Operasional ... 46

F. Alat dan Bahan Penelitian ... 47

G. Jalannya Penelitian ... 47

H. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 48

I. Analisis Data ... 50

J. Kesulitan Penelitian ... 50

K. Etika Penelitian ... 51

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 52

A. Hasil Penelitian ... 52

(8)
(9)

Gambar 3. Hasil kuesioner tingkat pengetahuan petugas penunjang medis RS PKU Muhamamdiyah Gamping ... 55 Gambar 4. Hasil kuesioner tingkat kepatuhan penggunaan APD pada

(10)

Tabel 2. Waktu Penelitian ... 44 Tabel 3. Definisi Operasional ... 46 Tabel 4. Karakteristik petugas penunjang medis RS PKU muhammadiyah

Gamping berdasarkan jenis kelamin ... 53 Tabel 5. Karakteristik petugas penunjang medis RS PKU muhammadiyah

Gamping berdasarkan tingkat pendidikan ... 53 Tabel 6. Hasil kuesioner tingkat pengetahuan petugas penunjang medis RS PKU Muhamamdiyah Gamping ... 54 Tabel 7. Rata-rata nilai pengetahuan tiap instalasi………..55 Tabel 8. Hasil kuesioner tingkat kepatuhan penggunaan APD pada petugas

(11)

terjadi pada pasien selama proses perawatan di rumah sakit atau fasilitas kesehatan lainnya yang tidak didapatkan saat atau sebelum pasien masuk ke rumah sakit. Menurut WHO (2010) prevalensi HAIs di Indonesia mencapai 7,1%. HAIs dapat meningkatkan resiko kematian, memperpanjang lamanya rawat inap, dan pengeluaran biaya rawat inap yang lebih tinggi. penggunaan alat pelindung diri (APD) sangat penting untuk melindungi mukosa - mulut, hidung dan mata dari tetesan dan cairan yang terkontaminasi.

Tujuan Penelitian: Untuk mengetahui hubungan pengetahuan dengan kepatuhan penggunaan Alat Pelindung Diri pada petugas penunjang medis di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping.

Metode: Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain observasional atau non eksperimental yang merupakan metode penelitian secara observasional analitik dengan rancangan cross sectional. Menggunakan 38 responden yang diambil teknik total sampling. Analisis data yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dengan kepatuhan penggunan APD dengan menggunakan uji Fisher’s Exact Testdan spearman correlation. Hasil dan Pembahasan: dari penelitian ini didapatkan sebanyak 31 responden (81%) mempunyai pengetahuan baik dan 26 responden (68%) patuh dalam penggunaan APD. Terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan kepatuhan penggunaan APD dengan nilai signifikansi 0,022. Tingginya pengetahuan mengenai APD tidak berhubungan dengan tingginya kepatuhan penggunaan APD dengan nilai signikansi 0,094.

Kesimpulan: Terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan kepatuhan penggunaan alat pelindung diri pada petugas penunjang medis di RS PKU Muhammadiyah Gamping dan tingginya pengetahuan petugas mengenai APD tidak berhubungan dengan tingginya kepatuhan penggunaan APD pada petugas penunjang medis RS PKU Muhammadiyah Gamping.

(12)

World Health Organization (WHO) IN 2010, the prevalence of HAIs in Indonesia is about 7,1%. HAIs increase the risk of death, length of stay, and hospital costs.

The use of Personal Protective Equipment (PPE) is important to protect mouth –

mucosae, nose, and eyes from the contaminated liquid.

Purpose: To discover the relations of knowledge and the adherence to use PPE in medical service employees in PKU Muhammadiyah Gamping Hospital.

Methods: This is a quantitative with analytic-observational design and cross-sectional approach’s research . Using 38 respondents from total sampling technique. Fisher’s Exact Test and Spearman Correlation Test are used to analyze the relations between both variables.

Results and Discussion: From this research, 31 respondents (81%) have a good knowledge and 26 respondents (68%) obey the use of PPE. There is a significant relations between knowledge and the adherence to use PPE with p value = 0,022. The level of knowledge about PPE did not related to the level of adherence with to use PPE with p value = 0,094.

Conclusion: There is a relation between knowledge and adherence in using PPE in medical employees at PKU Muhammadiyah Gamping Hospital. The level of knowledge did not related to the level of adherence to use PPE in medical employees at PKU Muhammadiyah Gamping Hospital.

(13)
(14)

terjadi pada pasien selama proses perawatan di rumah sakit atau fasilitas kesehatan lainnya yang tidak didapatkan saat atau sebelum pasien masuk ke rumah sakit. Menurut WHO (2010) prevalensi HAIs di Indonesia mencapai 7,1%. HAIs dapat meningkatkan resiko kematian, memperpanjang lamanya rawat inap, dan pengeluaran biaya rawat inap yang lebih tinggi. penggunaan alat pelindung diri (APD) sangat penting untuk melindungi mukosa - mulut, hidung dan mata dari tetesan dan cairan yang terkontaminasi.

Tujuan Penelitian: Untuk mengetahui hubungan pengetahuan dengan kepatuhan penggunaan Alat Pelindung Diri pada petugas penunjang medis di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping.

Metode: Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain observasional atau non eksperimental yang merupakan metode penelitian secara observasional analitik dengan rancangan cross sectional. Menggunakan 38 responden yang diambil teknik total sampling. Analisis data yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dengan kepatuhan penggunan APD dengan menggunakan uji Fisher’s Exact Testdan spearman correlation. Hasil dan Pembahasan: dari penelitian ini didapatkan sebanyak 31 responden (81%) mempunyai pengetahuan baik dan 26 responden (68%) patuh dalam penggunaan APD. Terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan kepatuhan penggunaan APD dengan nilai signifikansi 0,022. Tingginya pengetahuan mengenai APD tidak berhubungan dengan tingginya kepatuhan penggunaan APD dengan nilai signikansi 0,094.

Kesimpulan: Terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan kepatuhan penggunaan alat pelindung diri pada petugas penunjang medis di RS PKU Muhammadiyah Gamping dan tingginya pengetahuan petugas mengenai APD tidak berhubungan dengan tingginya kepatuhan penggunaan APD pada petugas penunjang medis RS PKU Muhammadiyah Gamping.

(15)

World Health Organization (WHO) IN 2010, the prevalence of HAIs in Indonesia is about 7,1%. HAIs increase the risk of death, length of stay, and hospital costs.

The use of Personal Protective Equipment (PPE) is important to protect mouth –

mucosae, nose, and eyes from the contaminated liquid.

Purpose: To discover the relations of knowledge and the adherence to use PPE in medical service employees in PKU Muhammadiyah Gamping Hospital.

Methods: This is a quantitative with analytic-observational design and cross-sectional approach’s research . Using 38 respondents from total sampling technique. Fisher’s Exact Test and Spearman Correlation Test are used to analyze the relations between both variables.

Results and Discussion: From this research, 31 respondents (81%) have a good knowledge and 26 respondents (68%) obey the use of PPE. There is a significant relations between knowledge and the adherence to use PPE with p value = 0,022. The level of knowledge about PPE did not related to the level of adherence with to use PPE with p value = 0,094.

Conclusion: There is a relation between knowledge and adherence in using PPE in medical employees at PKU Muhammadiyah Gamping Hospital. The level of knowledge did not related to the level of adherence to use PPE in medical employees at PKU Muhammadiyah Gamping Hospital.

(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Healthcare Acquired Infections (HAIs) merupakan infeksi yang terjadi pada pasien selama proses perawatan di rumah sakit atau fasilitas kesehatan lainnya yang tidak didapatkan saat atau sebelum pasien masuk ke rumah sakit (World Health Organization (WHO), 2011). Menurut survei di Inggris, prevalensi keseluruhan HAIs di Inggirs sekitar 6,4%, dimana 22,8% diantaranya infeksi saluran pernapasan (pneumonia dan infeksi pernapasan lainnya), Urinary Tract Infections (UTI) atau di Indonesia lebih dikenal sebagai infeksi saluran kemih (ISK) sebesar 17.2%, Surgical Site Infections (SSI) atau infeksi luka oprasi (ILO) berkisar 15.7%, clinical sepsis sebesar 10.5%, infeksi saluran pencernaan sebesar 8.8% dan Bloodstream Infections (BSI) atau infeksi aliran darah primer (IADP) sebesar 7.3% (Health Protection

Agency, 2012).

(17)

pemasangan kateter dan sebanyak 42 kasus infeksi aliran darah primer atau sekitar 84% dikaitkan kateter sentral (Shelley, dkk., 2014)

Prevalensi HAIs di negara-negara berpendapatan rendah lebih tinggi dari negara-negara berpendapatan tinggi. Beberapa penelitian pada tahun 1995-2010, prevalensi HAIs di negara-negara berpendapatan rendah dan menengah berkisar antara 5,7-19,1%, sementara prevalensi di negara-negara berpendapatan tinggi berkisar antara 3,5-12%. Prevalensi HAIs di Indonesia yang merupakan bagian dari negara-negara berpendapatan menengah yaitu mencapai 7,1% (WHO, 2011).

Kejadian HAIs di Indonesia, berdasarkan data yang diambil pada tahun 2011-2012 di RS Pertamina Jakarta 99 dari 897 pasien mendapatkan kasus HAIs dengan prosentase sebagai berikut: Ventilator Acquired Pneumonia (VAP) 42,43 %, BSI 33,33 %, UTI 21,21 %, dan SSI 3,03 % (Sugiarto, 2014). Berdasarkan data dari Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) RS. Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2012 terjadi 70 kasus Hospital Acquired

Pneumonia (HAP) dari populasi berisiko sebanyak 3.778 pasien (prevalensi

1,85%) dan 21.590 total pasien yang dirawat (0,32%) dan meningkat menjadi 0,34% pada tahun 2013. Sedangkan dari hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti selama 6 bulan di ruang Dahlia IV angka kejadian HAP mencapai 0,4% yang seharusnya angka ini nol (Kardi, dkk., 2015).

(18)

data phlebitis sebesar 0,014 per 1000 pasien rawat inap, ISK sebesar 0,006 per 1000 pasien rawat inap, infeksi post transfusi sebesar 0%, dan ILO sebesar 0,19% (Komite PPI RS PKU Muhammadiyah Gamping, 2015). HAIs dapat meningkatkan resiko kematian, memperpanjang lamanya rawat inap, dan pengeluaran biaya rawat inap yang lebih tinggi (Glance, 2011). HAIs juga dapat menyebabkan disabilitas dalam jangka waktu lama, meningkatkan resistensi antimikroba, menambah biaya yang tinggi untuk dibayarkan pada pasien dan keluarganya dan menyebabkan kematian yang tidak seharusnya. Infeksi tersebut setiap tahunnya menyebabkan 37.000 kematian di Eropa dan 99.000 kematian di USA. Tiap tahunnya HAIs menyebabkan kerugian finansial yang signifikan dengan estimasi paling tidak 7 juta euro yang langsung dibayarkan untuk sekali perawatan di Eropa, dan paling tidak 16 juta untuk tambahan hari untuk tinggal di rumah sakit, dan sekitar 6,5 juta dollar di USA (WHO, 2011).

Para ahli setuju bahwa penggunaan alat pelindung diri (APD) sangat penting untuk melindungi mukosa - mulut, hidung dan mata dari tetesan dan cairan yang terkontaminasi. Mengingat bahwa tangan dikenal untuk

(19)

Integrasi ayat Al-Qur‟an yang berhubungan dengan topik penelitian :

Artinya:

“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah Kepadamu (kebahagiaan) negeri akherat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai

orang-orang yang berbuat kerusakan“. (QS. Al-Qoshosh; 77)

Dalam ayat tersebut disebutkan bahwa manusia tidak boleh berbuat kerusakan di muka bumi. Ini berarti bahwa manusia diutus untuk menjaga lingkungan, tidak mencemarinya, berbuat dan berperilaku sehat. Karena Allah tidak menyukai orang-orang yang merusak alam ciptaanNya. Dengan demikian penggunaan alat pelindung diri merupakan salah satu upaya penerapan kesehatan dan keselamatan kerja di Rumah Sakit agar tercipta lingkungan yang aman dan pekerja maupun pasien di Rumah Sakit terhindar dari resiko bahaya yang ditimbulkan.

(20)

langsung dengan pasien, sehingga kemungkinan terjadinya HAIs tinggi karena kontaminasi silang antara pasien dengan petugas. Kontaminasi tersebut bisa disebabkan oleh cedera perkutan (misalnya, jarum suntik atau tertusuk benda tajam) atau kontak dengan membran mukosa (mata, mulut, hidung) atau kulit yang tidak utuh (misalnya kulit yang pecah-pecah, terkelupas, atau menderita dermatitis) serta darah, jaringan, atau cairan tubuh lain yang berpotensi menular (Singhal, dkk., 2009). Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan pengetahuan dengan penggunaan Alat Pelindung Diri pada Petugas Penunjang Medis di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: Bagaimana hubungan pengetahuan dengan kepatuhan penggunaan Alat Pelindung Diri pada petugas penunjang medis di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping?

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan pengetahuan dengan kepatuhan penggunaan Alat Pelindung Diri pada petugas penunjang medis di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping.

2. Tujuan Khusus

(21)

b. Mengetahui kepatuhan pengunaan APD pada petugas penunjang medis Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Bagi Rumah Sakit

Memberikan data mengenai bagaimana pengetahuan dan kepatuhan penggunaan APD pada petugas penunjang medis di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping.

2. Bagi praktisi kesehatan

Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan kepada tenaga medis khususnya dalam melakukan tindakan dengan menggunakan APD sesuai prosedur sehingga terhindar dari segala kemungkinan HAIs di RS PKU Muhammadiyah Gamping.

3. Bagi lembaga atau institusi pendidikan

Sebagai pengembangan pengetahuan baik kalangan mahasiswa pendidikan sarjana maupun profesi agar dapat melaksanakan pencegahan serta pengendalian HAIs yang berhubungan dengan penggunaan APD. 4. Bagi peneliti

Penelitian ini merupakan sarana belajar untuk menambah wawasan dan mengetahui lebih dalam tentang penggunaan APD di rumah sakit dan hasilnya diharapkan dapat menjadi dasar pertimbangan bagi peneliti selanjutnya.

(22)

E. Keaslian Penelitian

Tabel 1. Keaslian Penelitian Nama

Peneliti Judul Penelitian

Hasil

(23)

Nama

Peneliti Judul Penelitian

Hasil

(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori 1. Pengetahuan

a. Definisi pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil „tahu‟, dan ini terjadi setelah seseorang

melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni : indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo,2007).

b. Jenis pengetahuan

Menurut Budiman dan Agus (2013), Pemahaman masyarakat mengenai pengetahuan dalam bidang kesehatan sangat bervariasi. Pengetahuan merupakan bagian dari perilaku kesehatan. Adapun jenis pengetahuan diantaranya adalah sebagai berikut :

1) Pengetahuan implisit

(25)

mengetahui bahaya merokok bagi kesehatan, namun dia tetap merokok.

2) Pengetahuan eksplisit

Pengetahuan eksplisit adalah pengetahuan yang disimpan dalam wujud nyata. Pengetahuan yang nyata dideskripsikan dalam tindakan-tindakan yang berhubungan dengan kesehatan. Contoh sederhananya adalah seseorang yang telah mengetahui bahaya merokok bagi kesehatan, dan dia tidak merokok.

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan 1) Pendidikan

Pendidikan merupakan suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan baik formal maupun nonformal yang berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar, dimana semakin tinggi pendidikan maka akan semakin mudah seseorang tersebut dalam menerima sebuah informasi. Semakin banyak informasi yang diterima, maka semakin banyak pula pengetahuan yang didapat. Namun perlu ditekankan bahwa seseorang yang berpendidikan rendah tidak berati mutlak berpengetahuan rendah.

2) Informasi/media massa

(26)

komputer, dan basis data. Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun nonformal dapat memberikan pengaruh sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Berkembangnya teknologi akan menyediakan bermacam-macam media massa yang dapat mempengeruhi pengetahuan masyarakat. Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, ataupun majalah mempunyai pengaruh yang besar terhadap pembentukan opini dan kepercayaan seseorang.

3) Sosial, budaya, dan ekonomi

Kebiasaan dan tradisi akan mempengaruhi pengetahuan seseorang secara tidak langsung. Status ekonomi seseorang juga akan menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk suatu kegiatan tertentu sehingga status sosial ekonomi seseorang akan mempengaruhi pengetahuan seseorang tersebut.

4) Lingkungan

(27)

5) Pengalaman

Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah satu cara memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi di masa lampau.

6) Usia

Usia mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambahnya usia maka akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikir seseorang sehingga pengetahuan yang diperoleh juga semakin banyak.

d. Tingkatan pengetahuan 1) Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat sesuatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Yang termasuk dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali sesuatu yang telah dipelajari

sebelumnya. Oleh karena itu, “tahu” merupakan tingkatan

pengetahuan yang pealing rendah. Untuk mengukur tahu atau tidaknya seseorang terdapat sesuatu yang telah dipelajari yaitu dengan menyebutkan, menguraikan, ataupun mengidentifikasi. 2) Memahami (comprehention)

(28)

paham terhadap objek atau materi dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, dan menyimpulkan terhadap suatu objek yang dipelajari.

3) Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menerapkan materi yang telah dipelajari pada situasi ataupun kondisi yang sebenarnya.

4) Analisis (analysis)

Analisis merupakan suatu kemampuan untuk menyatakan suatu materi atau objek kedalam komponen-komponen tetapi masih dalam struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.

5) Sintesis (syntesis)

Sintesis adalah suatu kemampuan unrtuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang ada.

6) Evaluasi (evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek.

e. Cara mengukur tingkat pengetahuan

(29)

disesuaikan dengan tingkat pengetahuan tersebut diatas. Sedangkan kualitas pengetahuan pada masing-masing tingkat pengetahuan dapat dilakukan dengan scoring.

f. Kriteria tingkat pengetahuan

Tingkat pengetahuan seseorang dibagi menjadi tiga tingkatan yang didasarkan pada nilai prosentase sebagai berikut : (Budiman dan Riyanto, 2013)

1) Tingkat pengetahuan kategori Baik jika nilainya ≥75%. 2) Tingkat pengetahuan kategori Cukup jika nilainya 56-74%. 3) Tingkat pengetahuan kategori Kurang jika nilainya ≤55%.

Dapat pula dikelompokkan menjadi dua kategori jika yang diteliti adalah masyarakat umum, yaitu:

1) Tingkat pengetahuan kategori Baik jika nilainya >50%.

2) Tingkat pengetahuan kategori Kurang baik jika nilainya ≤50%. Namun apabila yang diteliti adalah petugas kesehatan, maka persentasenya sebagai berikut:

1) Tingkat pengetahuan kategori Baik jika nilainya >75%.

2) Tingkat pengetahuan kategori Kurang baik jika nilainya ≤75%. 2. Kepatuhan

a. Definisi kepatuhan

(30)

(2008) kepatuhan adalah ketaatan seseorang pada tujuan yang telah ditentukan. Kepatuhan meupakan suatu permasalahan bagi semua disiplin kesehatan, salah satunya pelayanan perawatan di rumah sakit. Kepatuhan merupakan suatu perubahan perilaku dari perilaku yang tidak mentaati peraturan ke perilaku yang mentaati peraturan (G Notoatmodjo, 2003).

Menurut Bastable (2002) kepatuhan adalah istilah yang dipakai untuk menjelaskan ketaatan pada tujuan yang telah ditentukan. Kepatuhan menyiratkan adanya suatu upaya untuk mengendalikan. Kepatuhan dalam program kesehatan merupakan perilaku yang dapat diobservasi dan dengan begitu dapat langsung diukur. Karakteristik pribadi dan situasi memainkan suatu peran penting dalam menentuka kepatuhan.

b. Jenis-jenis kepatuhan

Menurut Gulo (2002) jenis-jenis kepatuhan meliputi : 1) Otoritarian

Otoriatian adalah kepatuhan yang ikut-ikutan atau sering

disebut “bebekisme”.

2) Konformis

Kepatuhan tipe ini memiliki 2 bentuk yaitu:

a) Konformis hedonis adalah kepatuhan yang berorientasi pada

(31)

b) Konformis integral adalah kepatuhan yang menyesuaikan kepentingan diri sendiri dengan masyarakat.

3) Compulsive deviant

Compulsive deviant adalah kepatuhan yang tidak konsisten

atau yang disebut “plinplan”.

4) Hedonik psikopatik

Hedonik psikopatik adalah kepatuhan kepada kekayaan tanpa memperhitungkan kepentingan orang lain.

5) Supramoralis

Supramoralis adalah kepatuhan karena keyakinan yang tinggi terhadap nilai-nilai moral.

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan

Carpenito (2000) berpendapat bahawa faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan adalah segala sesuatu yang dapat berpengaruh positif sehingga penderita tidak mampu lagi mempertahankan kepatuhannya, sampai menjadi kurang patuh dan tidak patuh. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan diantaranya :

1) Pemahaman tentang instruksi

(32)

2) Tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan dapat meningkatkan kepatuhan, sepanjang bahwa pendidikan tersebut merupakan pendidikan yang aktif yang diperoleh secara mandiri, lewat tahapan-tahapan tertentu semakin tua umur seseorang maka proses perkembangan mental nya bertambah baik, akan tetapi pada umur-umur tertentu, bertambahnya proses perkembangan mental ini tidak secepat ketika berusia belasan tahun, dengan demikian dapat disimpulkan faktor umur akan mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang yang akan mengalami puncaknya pada umur-umur tertentu dan akan menurun kemampuan penerimaan atau mengingat sesuatu seiring dengan usia semakin lanjut. Hal ini menunjang dengan adanya tingkat pendidikan yang rendah.

3) Keyakinan, sikap dan kepribadian

(33)

4) Dukungan sosial

Dukungan sosial dalam bentuk dukungan emosional dari anggota keluarga atau teman merupakan faktor penting dalam kepatuhan.

Kepatuhan dipengaruhi oleh berbagai faktor. Menurut Notoatmodjo (2003), faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan seseorang adalah :

1) Faktor Intrinsik a) Pengetahuan

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk tebentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2007). Penelitian Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku, dalam diri seseorang tersebut terjadi proses yang berurutan, yaitu:

(1) Awareness (kesadaran), di mana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).

(2) Interest (tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Disini sikap sudah mulai timbul.

(34)

(4) Trial, subjek mencoba melakukan sesuatu sesuai apa yang dikehendaki oleh stimulus.

(5) Adoption, di mana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

b) Masa Kerja

Masa kerja merupakan pengalaman individu yang akan menentukan perkembangannya dalam pekerjaan dan jabatan. Kreitner dan Kinichi (2005) menyatakan bahwa masa kerja yang lama akan cenderung membuat seseorang betah dalam sebuah organisasi, hal ini disebabkan karena ia telah beradaptasi dengan lingkungan yang cukup lama sehingga akan merasa nyaman dalam pekerjaannya.

Kinerja dan kualitas kerja dari seseorang berkembang dan bertambah melalui pengalaman kerja yang mendewasakan seseorang dari proses latihan dan juga pendidikan (Notoatmodjo,2003).

c) Pendidikan formal

(35)

pendidikan maka akan semakin mudah seseorang tersebut dalam menerima sebuah informasi.

d) Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmodjo,2007). Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu. Dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Menurut Newcomb sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksana motif tertentu. Allport (1854) menjelaskan bahwa sikap mempunyai 3 komponen pokok, yaitu:

(1) Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek.

(2) Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek.

(3) Kecenderungan untuk bertindak. e) Bertanggung jawab (responsible)

(36)

2) Faktor Ekstrinsik a) Pengawasan

Perubahan perilaku individu pada tahap kepatuhan

(compliance) adalah mula-mula individu melakukan sesuatu

atas instruksi petugas tanpa kerelaan untuk melakukan tindakan tersebut dan seringkali karena ingin menghindari hukuman atau sanksi jika dia tidak patuh, atau untuk memperoleh imbalan yang dijanjikan jika dia mematuhi aturan tersebut.

Pengawasan berfungsi untuk memastikan bahwa kegiatan yang dilakukan berjalan sesuai rencana. Proses pengawasan pada dasarnya dikarenakan oleh administrasi dan manajemen dengan menggunakan dua teknik yaitu (1) pengawasan langsung apabila pimpinan organisasi mengadakan sendiri pengawasan terhadap kegiatan yaitu dengan melakukan observasi langsung; dan (2) pengawasan tidak langsung, yaitu pengawasan dari jarak jauh yang dilakukan melalui laporan yang disampaikan oleh bawahan (Notoadmodjo, 2003).

b) Beban kerja

(37)

c) Faktor organisasi

Adanya kesepakatan untuk membuat suasana lingkungan kerja yang aman, adanya dukungan rekan kerja, dan adanya pelatihan (Saefudin, dkk., 2006).

3. Alat Pelindung Diri (Depkes, 2008) a. Definisi APD

APD merupakan peralatan pelindung yang digunakan oleh seorang pekerja untuk melindungi dirinya dari kontaminasi lingkungan. APD dalam bahasa Inggris dikenal dengan sebutan

Personal Protective Equipment (PPE). Dengan melihat kata "personal"

pada kata PPE terebut, maka setiap peralatan yang dikenakan harus mampu memperoteksi pemakainya. APD dapat berkisar dari yang sederhana hingga relatif lengkap. APD merupakan solusi pencegahan yang paling mendasar dari segala macam kontaminasi dan bahaya akibat bahan kimia.

(38)

APD terdiri dari sarung tangan, masker, alat pelindung mata, topi, gaun, apron, dan pelindung kaki. APD yang paling baik adalah yang terbuat dari bahan yang telah diolah atau bahan sintetik yang tidak tembus air atau cairan seperti darah dan cairan tubuh. Bahan yang paling umum digunakan untuk pakaian bedah (masker, topi, dan gaun) adalah kain katun ringan, namun kain ini kurang efektif karena karena cairan masih dapat menembusnya sehingga memungkinkan terjadinya kontaminasi. Warna bahan kain yang digunakan untuk bahan APD sebaiknya bewarna putih atau terang agar kotoran dan kontaminasi dapat terlihat dengan mudah (Panduan Pemakaian Alat Pelindung Diri RS PKU Muhammadiyah Gamping, 2015).

b. Pedoman umum APD

1) Tangan harus selalu dibersihkan meskipun menggunakan APD. 2) Lepas dan ganti bila perlu segala perlengkapan APD yang dapat

digunakan kembali yang sudah rusak atau sobek segera setelah Anda mengetahui APD tersebut tidak berfungsi optimal.

3) Lepaskan semua APD sesegera mungkin setelah selesai memberikan pelayanan dan hindari kontaminasi:

a) Lingkungan di luar ruang isolasi b) Para pasien atau pekerja lain, dan c) Diri Anda sendiri.

(39)

a) Perkirakan risiko terpajan cairan tubuh atau area terkontaminasi sebelum melakukan

b) Kegiatan perawatan kesehatan.

c) Pilih APD sesuai dengan perkiraan risiko terjadi pajanan. d) Menyediakan sarana APD bila emergensi dibutuhkan untuk

dipakai. c. Jenis-jenis APD

1) Sarung tangan

Sarung tangan melindungi tangan dari bahan yang dapat menularkan penyakit dan melindungi pasien dari mikroorganisme yang berada di tangan petugas kesehatan. Sarung tangan merupakan penghalang (barier) fisik paling penting untuk mencegah penyebaran infeksi. Sarung tangan harus diganti antara setiap kontak dengan satu pasien ke pasien lainnya, untuk menghindari kontaminasi silang. Penggunaan sarung tangan bukan berarti menghilangkan tindakan cuci tangan atau pemakaian antiseptik yang digosokkan pada tangan.

Pemakaian sarung tangan diperlukan pada saat:

(40)

b) Dipakai untuk menghindari transmisi mikroba di tangan petugas ke pada pasien saat dilakukan tindakan terhadap kulit pasien yang tidak utuh, atau mukus membran.

c) Mencegah tangan petugas terkontaminasi mikroba dari pasien transmisi kepada pasien lain. Perlu kepatuhan petugas untuk pemakaian sarung tangan sesuai standar. Memakai sarung tangan tidak menggantikan perlunya cuci tangan, karena sarung tangan dapat berlubang walaupun kecil, tidak nampak selama melepasnya sehingga tangan terkontaminasi.

Hal yang perlu diperhatikan ketika memakai sarung tangan :

a) Gunakan sarung tangan dengan ukuran yang sesuai, khususnya untuk sarung tangan bedah. Sarung tangan yang tidak sesuai dengan ukuran tangan dapat menggangu ketrampilan dan mudah robek.

b) Jaga agar kuku selalu pendek untuk menurunkan risiko sarung tangan robek.

c) Tarik sarung tangan ke atas manset untuk melindungi pergelangan tangan.

d) Gunakan pelembab yang larut dalam air (tidak mengandung lemak) untuk mencegah kulit tangan kering/berkerut.

(41)

f) Jangan menggunakan cairan pelembab yang mengandung parfum karena dapat menyebabkan iritasi pada kulit.

g) Jangan menyimpan sarung tangan di tempat dengan suhu yang terlalu panas atau terlalu dingin misalnya di bawah sinar matahari langsung, di dekat pemanas, AC, cahaya ultraviolet, cahaya fluoresen atau mesin rontgen, karena dapat merusak bahan sa rung tangan sehingga mengurangi efektifitasnya sebagai pelindung.

2) Masker

Masker harus cukup besar agar menutupi hidung, mulut, bagian bawah dagu, dan rambut pada wajah (jenggot). Masker dipakai untuk menahan cipratan yang keluar sewaktu petugas kesehatan atau petugas bedah berbicara, batuk atau bersin serta untuk mencegah percikan darah atau cairan tubuh lainnya memasuki hidung atau mulut petugas kesehatan. Bila masker tidak terbuat dari bahan tahan cairan, maka masker tersebut tidak efektif untuk mencegah kedua hal tersebut.

(42)

μm) yang tersebar melalui batuk atu bersin ke orang yang berada di

dekat pasien (kurang dari 1 meter). Pada perawatan pasien yang telah diketahui atau dicurigai menderita penyakit menular melalui udara atau droplet, masker yang digunakan harus dapat mencegah partikel mencapai membran mukosa dari petugas kesehatan.

3) Alat pelindung mata

Alat pelindung mata melindungi petugas dari percikan darah atau cairan tubuh dengan cara melindungi mata. Pelindung mata mencakup kacamata (goggles) plastik bening, kacamata pengaman, pelindung wajah, dan visor. Kacamata koreksi atau kacamata dengan lensa polos juga dapat digunakan, tetapi hanya jika ditambahkan pelindung pada bagian sisi mata. Petugas kesehatan harus menggunakan masker dan pelindung mata atau pelindung wajah, jika melakukan tugas ayang memungkinkan adanya percikan cairan secara tidak sengaja kearah wajah. Bila tidak tersedia pelindung wajah, petugas kesehatan dapat menggunakan kacamata pelindung atau kacamata biasa serta masker.

4) Topi

(43)

pemakainya dari darah atau cairan tubuh yang terpercik atau menyemprot.

5) Gaun pelindung

Digunakan untuk menutupi atau mengganti pakaian biasa atau seragam lain, pada saat merawat pasien yang diketahui atau dicurigai menderita penyakit menular melalui dropletlairborne. Pemakaian gaun pelindung terutama adalah ntuk melindungi baju dan kulit petugas kesehatan dari sekresi, espirasi. Ketika merawat pasien yang diketahui atau dicurigai menderita penyakit menular tersebut, petugas kesehatan harus mengenakan gaun pelindung setiap memasuki ruangan untuk merawat pasien karena ada kemungkinan terpercik atau tersemprot darah, cairan tubuh, sekresi atau ekskresi. Pangkal sarung tangan harus menutupi ujung lengangan sepenuhnya. Lepaskan gaun sebelum meninggalkan area pasien. Setelah gaun dilepas, pastikan bahwa pakaian dan kulit tidak kontak dengan bagian yang potensial tercemar lalu cuci tangan segera untuk mencegah berpindahnya organisme.

6) Apron

(44)

tumpahan darah, cairan tubuh atau sekresi. Apron ini penting untuk mencegah cairan tubuh pasien mengenai baju ataupun kulit petugas kesehatan jika gaun pelindung tidak tahan air.

7) Pelindung kaki

Digunakan untuk melindungi kaki dari cedera akibat benda tajam atau benda berat yang mungkin jatuh secara tidak sengaja ke atas kaki. Oleh karena itu, sandal, "sandal jepit" atau sepatu yang terbuat dari bahan lunak (kain) tidak boleh dikenakan. Sepatu boot karet atau sepatu kulit terlutup memberikan lebih banyak perlindungan, tetapi harus dijaga tetap bersih dan bebas kontaminasi darah atau tumpahan cairan tubuh lain. Penutup sepatu tidak diperlukan jika sepatu bersih. Sepatu yang tahan terhadap benda tajam atau kedap air harus tersedia di kamar bedah.

d. Penggunaan APD di rumah sakit

1) Faktor-faktor penting yang harus diperhatikan pada pemakaian APD

a) Kenakan APD sebelum kontak dengan pasien, umumnya sebelum memasuki ruangan.

b) Gunakan dengan hati-hati jangan menyebarkan kontaminasi. c) Lepas dan buang secara hati-hati ke tempat limbah infeksius

(45)

d) Segera lakukan pembersihan tangan dengan langkah-langkah membersihankan tangan sesuai pedoman.

2) Cara Mengenakan APD

Langkah-langkah mengenakan APD pada Perawatan Ruang Isolasi Kontak dan Airborne adalah sebagai berikut :

a) Kenakan baju kerja sebagai lapisan pertama pakaian pelindung.

b) Kenakan pelindung kaki.

c) Kenakan sepasang sarung tangan pertama. d) Kenakan gaun luar.

e) Kenakan celemek plastik.

f) Kenakan sepasang sarung tangan kedua. g) Kenakan masker.

h) Kenakan penutup kepala. i) Kenakan pelindung mata. 4. Unit Penunjang Medis

Macam-macam unit penunjang medis: a. Instalasi gizi

(46)

diselenggarakan oleh rumah sakit, diperlukan pengolahan makanan yang baik dan memenuhi syarat hygiene sanitasi makanan, yaitu dengan pengendalian faktor yang memungkinkan terjadinya kontaminasi yang akan mempengaruhi pertumbuhan kuman dan bertambahnya bahan aditif pada makanan dan minuman yang berasal dari proses pengolahan makanan dan minuman yang disajikan di rumah sakit, agar tidak menjadi mata rantai penularan penyakit dan gangguan kesehatan (Djarismawati dkk, 2004).

Penyelenggaraan makanan yang kurang memenuhi syarat kesehatan (tidak saniter dan higienis) selain memperpanjang proses perawatan, juga dapat menyebabkan timbulnya infeksi silang (cross

infection) atau infeksi nosokomial (infeksi yang didapatkan di rumah

(47)

APD yang digunakan oleh petugas instalasi gizi (Panduan Pemakaian Alat Pelindung Diri RS PKU Muhammadiyah Gamping, 2015):

1) Pelindung kepala: topi/tutup kepala.

2) Pelindung mata: spectackle goggle bila menangani alat makan dari pasien dengan penyakit menular berbahaya.

3) Pelindung pernafasan: masker bedah, terutama bila pekerja gizi sedang batuk atau pilek ringan, dan apabila sedang menangani alat makan dari pasien dengan penyakit menular berbahaya.

4) Pelindung tangan: sarung tangan karet, terutama bila mencuci alat makan dan menangani alat makan dari pasien dengan infeksi berbahaya.

5) Pelindung kaki: sepatu boot bila berada di area yang basah. b. Instalasi farmasi

(48)

dengan resiko rendah infeksi yaitu mungkin memiliki banyak kontak dengan pasien, tetapi jarang berpaparan dengan darah ataupun jarum suntik (Singhal, dkk., 2009).

APD yang digunakan oleh petugas instalasi farmasi (Panduan Pemakaian Alat Pelindung Diri RS PKU Muhammadiyah Gamping, 2015):

1) Pelindung pernafasan: masker bedah, atau masker N95 bila menghadapi pasien dengan penyakit pernafasan berbahaya.

2) Pelindung tangan: sarung tangan bedah bila menghadapi resiko terpapar cairan tubuh pasien.

c. Instalasi radiologi

(49)

Mammografi. Pelayanan imaging diagnostik adalah pelayanan untuk melakukan diagnosis denga menggunakan radiasi non pengion, antara lain pemeriksaan dengan magnetic resonance imanging (MRI), dan

Ultrasonografi (USG). Pelayanan radiologi intervensional adalah

pelayanan untuk melakukan diagnosis dan terapi intervensi dengan menggunakan peralatan radiologi X-Ray (angiografi, CT). Pelayanan ini menggunakan radiasi pengion dan non pengion. Pimpinan instalasi radiologi diutamakan seorang spesialis radiologi.

Pelayanan radiologi wajib menjamin kemanan bagi pasien dan petugas di radiologi dengan cara pemeriksaan periodik terhadap peralatan radiologi dan pemeriksaan tingkat paparan radiasi terhadap petugas. Untuk melakukan kegiatan penyelenggaraan pelayanan radiologi diharuskan mempunyai peralatan proteksi radiasi yang cukup memadai baik kualitas maupun kuantitas (Depkes,2011).

(50)

radiologi yang dapat menyebabkan batuk atau menghasilkan aerosol dari pasien dengan TB menular seperti prosedur ini dapat meningkatkan kemungkinan droplet nuklei ke udara (Tan, dkk., 2006).

APD yang dibutuhkan pada instalasi radiologi (Panduan Pemakaian Alat Pelindung Diri RS PKU Muhammadiyah Gamping, 2015):

1) Pelindung kepala: topi/tutup kepala bila ada resiko terpapar cairan tubuh pasien.

2) Pelindung mata: spectackle goggle bila ada resiko terpapar cairan tubuh pasien.

3) Pelindung mulut: masker bedah, bila menangani pasien dengan penyakit pernafasan berbahaya menggunakan masker respirator N95.

4) Pelindung tangan: sarung tangan bedah, dapat didobel bila menangani pasien dengan infeksi berbahaya.

5) Pelindung badan: apron berlapis timbal bila berisiko terpapar sinar radiasi.

6) Pelindung kaki: sepatu boot karet bila ada resiko tinggi terpapar cairan tubuh pasien.

d. Instalasi fisioterapi

(51)

melalui paduan intervensi medik, keterapian fisik, dan atau rehabilitatif untuk mencapai kemampuan fungsi yang optimal. Layanan fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu dan atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara, dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang daur kehidupan denga menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan, pelatihan fungsi, dan komunikasi (Depkes, 2011).

Fisioterapis beresiko tekena penularan penyakit yang berada dilingkungan rumah sakit, seperti misalnya HAIs. HAIs merupakan infeksi yang diakibatkan adanya interaksi antara pasien dengan petugas medis, pasien satu dengan pasien lainnya, atau pasien dengan orang yang menjenguk. HAIs bisa menyebar melalui udara saat berbicara, batuk, atau bersin dan kontak langsung. Penularan akan dengan cepat terjadi jika terjadi interaksi dalam jarak antara 60 cm sampai 1 meter. Fisioterapi yang memberikan pelayanan secara kontak langsung dengan tiap pasien, memiliki resiko terkena penularan penyakit lebih besar, apalagi penanganan pasien yang berada di ruang isolasi (Alfajri, dkk., 2014).

APD yang dibutuhkan oleh petugas pada instalasi fisioterapi:

1) Pelindung pernapasan: masker. Ketika menangani pasien dengan penyakit airborne.

(52)

e. Instalasi laboratorium

(53)

Hal - hal yang dapat menyebabkan petugas kesehatan beresiko untuk terkena infeksi antara lain cedera perkutan (misalnya, jarum suntik atau tertusuk benda tajam) atau kontak dengan membran mukosa (mata, mulut, hidung) atau kulit yang tidak utuh (misalnya kulit yang pecah-pecah, terkelupas, atau menderita dermatitis) serta darah, jaringan, atau cairan tubuh lain yang berpotensi menular. Infeksi HBV adalah risiko pekerjaan yang diakui untuk petugas kesehatan. Risiko petugas kesehatan tertular infeksi Hepatitis B Virus (HBV) terkait occupationally telah terbukti berhubungan dengan beberapa faktor. Dua faktor penting adalah tingkat paparan cairan tubuh yang terinfeksi atau benda tajam darah yang terkontaminasi seperti jarum dan peralatan medis lainnya, dan durasi kerja di kategori risiko pekerjaandalam sebuah studi yang dilakukan di Amerika Serikat, petugas kesehatan dengan kontak darah yang sering atau dengan sering berpaparan dengan jarum suntik memiliki sekitar dua kali lipat lebih tinggi prevalensi infeksi HBV daripada petugas kesehatan lainnya (Singhal, dkk., 2009).

(54)

1) Saat pengambilan spesimen dari tubuh pasien:

a) Pelindung penafasan: masker bedah, atau masker respirator N95 bila menghadapi pasien dengan penyakit pernafasan menular seperti TBC dan Pneumonea.

b) Pelindung mata: spectackle google bila menghadapi pasien dengan resiko terpapar cairan tubuh tinggi.

c) Pelindung tangan: sarung tangan bedah bersih, dapat di dobel bila pasien memiliki penyakit menular resiko tinggi seperti HIV atau hepatitis B dan C.

d) Pelindung tubuh: jas lab dan apron/celemek bila ada resiko tinggi terpapar cairan tubuh pasien.

e) Pelindung kaki: sepatu boot karet bila ada resiko tinggi terpapar cairan tubuh pasien.

2) Saat mengolah dan mengerjakan spesimen:

a) Pelindung pernafasan: masker bedah, atau masker respiraot N95 bila menangani spesimen dahak TBC.

b) Pelindung tangan: sarung tangan bedah bersih, dapat di dobel bila menangani spesimen dari pasien dengan penyakit menular berbahaya seperti HIV, Hepatitis B dan C.

(55)
(56)

C. Kerangka Konsep

Berdasarkan uraian teori dalam tinjauan pustaka diatas, maka penulis mengembangkan kerangka konsep sebagai berikut:

Variable Independen Variable Dependen

1. Ada hubungan antara pengetahuan dengan kepatuhan penggunaan Alat Pelindung Diri pada petugas penunjang medis RS PKU Muhammadiyah Gamping.

(57)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain observasional atau non eksperimental yang merupakan metode penelitian secara observasional analitik dengan rancangan cross sectional untuk menilai hubungan pengetahuan dengan kepatuhan penggunaan alat pelindung diri. Data diambil dengan membagikan kuesioner dan melakukan observasi pada sejumlah responden.

Penelitian kuantitatif merupakan penelitian yang menekankan pada data-data numerik (angka) yang diolah dengan metode statistika (Azwar,2007). Dilihat dari tujuannya, penelitian kuantitatif dapat digunakan untuk menguji suatu teori, menyajikan suatu fakta, mendiskripsikan statistik, ataupun untuk menunjukkan hubungan antar variabel (Sabana dan Sudrajat, 2005).

(58)

independen yaitu pengetahuan dan variabel dependen yaitu kepatuhan penggunaan APD diukur atau dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan (Notoatmodjo, 2010).

B. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti (Notoatmodjo,2010). Populasi pada penelitian ini adalah seluruh petugas kesehatan pada unit penunjang medis RS PKU Muhammadiyah Gamping dengan total 38 petugas yang terdiri dari 10 petugas instalasi farmasi, 7 petugas instalasi radiologi, 3 petugas instalasi fisioterapi, 7 petugas instalasi laboratorium, dan 11 petugas instalasi gizi.

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang akan dilibatkan dalam penelitian yang merupakan bagian yang representatif dan mempresentasikan karakter atau ciri-ciri populasi (Neuman, 2000). Metode sampling pada penelitian ini adalah total sampling, yaitu seluruh petugas kesehatan yang bekerja pada unit penunjang medis RS PKU Muhammadiyah Gamping yang berjumlah 38 responden dengan kriteria sebagai berikut:

a. Kriteria inklusi:

1) Semua petugas kesehatan pada unit penunjang medis RS PKU Muhammadiyah Gamping.

(59)

b. Kriteria eksklusi:

1) Petugas yang cuti atau sakit pada saat pengambilan data.

2) Responden yang tidak mengikuti pengambilan data hingga selesai. C. Lokasi dan Waktu Penelitian

(60)

D. Variable Penelitian

Variabel adalah ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota-anggota suatu kelompok yang berbeda dengan yang dimilki kelompok lain (Notoatmodjo, 2010).

1. Variabel bebas (independent variable) merupakan variabel yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel terikat. Variabel ini juga disebut sebagai variabel prediktor, risiko, atau kausa (Hidayat, 2007). Variabel bebas pada penelitian ini adalah pengetahuan mengenai alat pelindung diri. 2. Variabel terikat (dependent variable) merupakan variabel yang

dipengaruhi atau menjadi akibat dari variabel bebas. Variabel ini juga disebut sebagai variabel efek, outcome, hasil, atau event (Hidayat, 2007). Variabel terikat pada penelitian ini adalah kepatuhan penggunaan alat pelindung diri petugas kesehatan pada unit penunjang medis RS PKU Muhammadiyah Gamping.

(61)

E. Definisi Operasional

Tabel 3. Definisi Operasional Variabel Definisi

Operasional Alat Ukur Cara Ukur

(62)

F. Alat dan Bahan Penelitian

Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah lembar kuesioner untuk penilaian kuantitatif yaitu penilaian pengetahuan penggunaan APD dan ceklis observasi untuk penilaian kuantitatif terhadap kepatuhan petugas dalam menggunakan APD.

G. Jalannya Penelitian 1. Prosedur Persiapan

Peneliti menyusun proposal penelitian dan melakukan survei mengenai kepatuhan penggunaan alat pelindung diri pada petugas medis dan menentukan lokasi penelitian di Unit penunjang medis RS PKU Muhammadiyah Gamping.

2. Prosedur Administrasi

Peneliti mengajukan surat permohonan izin penelitian kepada Dekan Fakultas Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang diajukan kepada Direktur RS PKU Muhammadiyah Gamping.

3. Prosedur Teknis

a. Peneliti meminta persetujuan dari kepala RS PKU Muhammadiyah Gamping untuk melakukan penelitian di RS PKU Muhammadiyah Gamping yaitu dengan memberikan surat permohonan izin sebagai tempat dilakukannya penelitian.

(63)

c. Peneliti menemui calon responden dan meminta kesediaan untuk berpartisipasi dalam penelitian dengan mengisi lembar informed

consent apabila responden bersedia.

d. Peneliti menyebarkan lembar kuesioner yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya kepada responden secara bertahap menyesuaikan dengan jadwal kerja responden. Pengisian kuesioner dilakukan dalam waktu maksimal 30 menit (termasuk pengisian identitas responden). e. Setelah kuesioner diisi oleh responden, peneliti langsung mengambil

kembali kuesioner tersebut dan selanjutnya dicek kelengkapan data, jika ada yang tidak lengkap, maka peneliti akan meminta kepada responden untuk melengkapi kembali, jika responden berserdia.

f. Peneliti melakukan observasi mengenai penggunaan APD pada responden saat bertugas secara bertahap menyesuaikan dengan jadwal kerja responden. Observasi dilakukan secara diam-diam sehingga responden tidak mengetahui apabila sedang dinilai kepatuhannya dalam menggunakan APD. Penilaian dilakukan berdasarkan ceklis observasi yang tertera pada lampiran.

g. Peneliti mengumpulkan dan mencatat data yang dibutuhkan untuk keperluan penelitian, selanjutnya dilakukan proses pengolahan data. H. Uji Validitas dan Reliabilitas

(64)

validitas adalah kesesuaian antara alat ukur dengan sesuatu yang akan diukur, sehingga hasil ukur yang didapat akan mewakili dimensi ukuran yang sebenarnya dan dapat dipertanggungjawabkan (Herdiansyah, 2010). Uji validitas kuesioner akan diujicobakan pada 30 responden yang memiliki karakteristik yang sama dengan subjek penelitian yaitu petugas yang bekerja pada unit penunjang di RS PKU Muhammadiyah Bantul. Setelah itu dilakukan uji korelasi product moment untuk menghitung korelasi antar masing-masing pertanyaan dengan skor total. Hasil tiap-tiap item dibandingkan dengan tabel nilai product moment.

Dari uji validitas yang dilakukan pada 30 petugas penunjang medis dan non medis di RS PKU Muhammadiyah Bantul, di mana kuesioner yang diberikan berisikan tentang pengetahuan menganai penggunaan alat pelindung diri yang terdiri dari 20 item soal. Berdasarkan hasil uji korelasi

product moment, didapatkan 15 soal valid dan 5 soal tidak valid.

(65)

Dari uji reliabilitas menggunakan Alpha Cronbach yang dilakukan pada kuesioner yang berisikan mengenai pengetahuan penggunaan alat pelindung diri menyakan bahwa kuesioner tersebut reliable.

I. Analisis Data

1. Analisis Univariat

Analisis ini digunakan untuk menganalisa secara deskriptif yaitu menghitung frekuensi dan prosentase masing-masing variabel.

2. Analisis Bivariat

Analisis ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel independen yaitu pengetahuan dengan variabel dependen yaitu kepatuhan penggunan APD dengan menggunakan uji Chi-Square dan spearman correlation.

J. Kesulitan Penelitian

(66)

K. Etika Penelitian Etik penelitian meliputi:

1. Lembar persetujuan (informed consent)

Peneliti membuat surat pernyataan yang berisi penjelasan tentang penelitian

meliputi topik penelitian, tujuan, dan cara pengambilan data. Setelah calon

responden memahami atas penjelasan peneliti terkait penelitian ini, calon responden sebagai sampel penelitian kemudian menandatangani

imformed consent tersebut.

2. Tanpa nama (Anomity)

Untuk menjaga kerahasiaan responden maka peneliti tidak mencantumkan nama responden pada lembar kuesioner hanya dengan menggunakan kode atau angka.

3. Kerahasiaan Informasi (Confidentiality)

(67)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Deskripsi Umum Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RS PKU Muhammadiyah Gamping yang merupakan salah satu Rumah Sakit Umum milik yayasan Muhammadiyah yang terletak di jl. Wates Km 5,5, Sleman, Yogyakarta. RS PKU Muhammadiyah Gamping merupakan rumah sakit pendidikan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Rumah sakit pendidikan tipe c ini mempunyai beberapa fasilitas peyanan diantaranya berupa instalasi gawat darurat, pelayanan medis, pelayanan penunjang, pelayanan pemeliharaan kesehatan, dan pelayanan unggulan. Pelayanan penunjang berupa pelayanan medis dan non medis.

Pengambilan data pada penelitian ini dilakukan di Unit Penunjang Medis RS PKU Muhammadiyah Gamping. Unit Penunjang Medis di RS PKU Muhammadiyah Gamping terdiri dari 5 Instalasi yaitu Instalasi Farmasi, Instalasi Radiologi, Instalasi Fisioterapi, Instalasi Laboratorium, dan Instalasi Gizi.

(68)

terbagi dalam shift. Berbeda dengan Instalasi Fisioterapi yaitu petugas bekerja dari pukul 07.00 sampai 17.00 WIB.

2. Deskripsi Subjek Penelitian

Penelitian ini menggunakan total sampling sehingga seluruh petugas penunjang medis yang di RS PKU Muhammadiyah Gamping yang memenuhi kriteria inkluasi merupakan subjek penelitian. Subyek penelitian sebanyak 38 petugas penunjang medis yang terdiri dari 10 orang dari Instalasi Farmasi, 7 orang dari Instalasi Radiologi, 3 orang dari Instalasi Fisioterapi, 7 orang dari Instalasi Laboratorium, dan 11 orang dari Instalasi Gizi. Data tersebut didapatkan dari survey secara langsung di RS PKU Muhammadiyah Gamping dengan karakteristik sebagai berikut:

Tabel 4. Karakteristik petugas penunjang medis RS PKU muhammadiyah Gamping berdasarkan jenis kelamin

No. Jenis Kelamin Frekuensi Persentase

1 Laki-laki 12 31,6 %

2 Perempuan 26 68,4 %

Total 38 100 %

Karakteristik jenis kelamin petugas penunjang medis pada penelitian berdasarkan tabel 4 terdiri dari 12 orang laki-laki (31,6%) dan 26 orang perempuan (68,4%).

(69)

Karakteristik tingkat pendidikan petugas penunjang medis pada penelitian berdasarkan tabel 5 terdapat 12 orang (31,6%) pendidikan terakhirnya adalah SMA/SMK, 23 orang (60,5%) adalah D1-D3, dan 3 orang (7,9%) adalah D4/S1.

3. Deskripsi Data Penelitian

a. Pengetahuan Penggunaan APD

Data penelitian ini diperoleh dari 38 responden yang merupakan seluruh petugas penunjang medis RS PKU Muhammadiyah Gamping yang terdiri dari 5 instalasi yaitu 10 orang dari Instalasi Farmasi, 7 orang dari Instalasi Radiologi, 3 orang dari Instalasi Fisioterapi, 7 orang dari Instalasi Laboratorium, dan 11 orang dari Instalasi Gizi. Data pengetahuan penggunan APD yang diperoleh dari kuesioner yang berisi 15 pertanyaan mengenai APD secara umum.

Dari hasil kuesioner didapatkan hasil sebagai berikut:

Tabel 6. Hasil kuesioner tingkat pengetahuan petugas penunjang medis RS PKU Muhamamdiyah Gamping

No. Interval Skor Kategori Frekuensi Persentase

1 X ≤ 55 % KURANG 0 0

2 56% ≤ X ≤

74%

CUKUP 7 18%

3 X ≥ 75% BAIK 31 81%

(70)

Gambar 3. Hasil kuesioner tingkat pengetahuan petugas penunjang medis RS PKU Muhamamdiyah Gamping

Dari tabel 6 dan gambar 3 diperoleh sebanyak 31 responden (81%) mempunyai pengetahuan baik, 7 responden (18%) mempunyai pengetahuan cukup, dan tidak ada responden yang mempunyai pengetahuan kurang. Frekuensi pengetahuan terbanyak adalah kategori baik yaitu 81% dari total responden, sehingga dapat disimpulkan bahwa pengetahuan penggunaan APD pada petugas penunjang medis di RS PKU Muhammadiyah Gamping sebagian adalah baik.

Tabel 7. Rata-rata nilai pengetahuan tiap instalasi

No. Instalasi Rata-rata

1 Farmasi 78%

2 Radiologi 80%

3 Fisioterapi 86%

4 Laboratorium 80%

5 Gizi 80%

Rata-rata nilai pengetahuan pada Instalasi Farmasi adalah 78%, Instalasi Radiologi 80%, Instalasi Fisioterapi 86%, Instalasi

0 5 10 15 20 25 30 35

(71)

Laboratorium 80%, dan Instalasi Gizi 80%. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa Instalasi yang mempunyai rata-rata nilai pengetahuan paling tinggi adalah Instalasi Fisioterapi dengan nilai rata-rata 86% dan Instalasi yang mempunyai rata-rata nilai pengetahuan paling rendah adalah Instalasi Farmasi dengan nilai rata-rata 78%.

b. Kepatuhan Penggunaan APD

Penggunaan APD pada setiap instalasi berbeda, tergantung dari tugas dan indikasi penggunaan APD. Untuk itu, dalam melakukan penilaian kepatuhan penggunaan APD dinilai dan dideskripsikan secara sendiri sendiri. Data kepatuhan penggunaan APD didapatkan dari observasi peneliti secara langsung selama petugas penunjang medis bertugas. Dari hasil observasi didapatkan data sebagai berikut:

Tabel 8. Hasil kuesioner tingkat kepatuhan penggunaan APD pada petugas penunjang medis RS PKU Muhammadiyah Gamping

No. Interval Skor Kategori Frekuensi Persentase

1 X ≤ 74% TIDAK

PATUH

12 32%

2 X ≥ 75% PATUH 26 68%

(72)

Gambar 4. Hasil kuesioner tingkat kepatuhan penggunaan APD pada petugas penunjang medis RS PKU Muhammadiyah Gamping

Dari tabel 7 dan gambar 4 diperoleh sebanyak 12 responden (32%) tidak patuh dan 26 responden (68%) patuh. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kepatuhan penggunan APD pada petugas penunjang medis RS PKU Muhammadiyah Gamping sebagian besar adalah patuh.

Tabel 9. Rata-rata nilai kepatuhan tiap instalasi

No. Instalasi Rata-rata

1 Farmasi 90%

2 Radiologi 85%

3 Fisioterapi 83%

4 Laboratorium 57%

5 Gizi 69%

Rata-rata nilai kepatuhan pada Instalasi Farmasi adalah 90%, Instalasi Radiologi 85%, Instalasi Fisioterapi 83%, Instalasi

0 5 10 15 20 25 30

(73)

Laboratorium 57%, dan Instalasi Gizi 69%. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa Instalasi yang mempunyai rata-rata nilai kepatuhan paling tinggi adalah Instalasi Farmasi dengan nilai rata-rata 90% dan Instalasi yang mempunyai rata-rata nilai kepatuhan paling rendah adalah Instalasi Laboratorium dengan nilai rata-rata 57%.

4. Hubungan Pengetahuan dengan Kepatuhan Penggunaan APD pada Petugas Penunjang Medis di RS PKU Muhammadiyah Gamping

(74)

di RS PKU Muhammadiyah Gamping, dengan menggunakan uji

Spearman Correlation karena data yang penulis gunakan berdistribusi

tidak normal. Apabila nilai signifikansi yang diperoleh lebih besar dari 0,05 (>0,05) maka hipotesis kedua ditolak dan apabila nilai Signifikansi yang diperoleh lebih kecil dari 0,05 (<0,05) maka hipotesis kedua diterima. Berikut hasil uji statistik chi-square dan Spearman Correlation yang dioperoleh dari hasil penelitian:

Tabel 10. Hasil uji statistik chi-square dan Spearman Correlation

Kepatuhan Total

Tidak patuh Patuh

Cukup 5 2 7

13,2% 5,3% 18,4%

Baik 7 24 31

18,4% 63,1% 81,6%

Total 12 26 38

31,6% 68,4% 100%

Fisher’s Exact Test Sig= 0,022 α= 0,05

Spearman Correlation Sig= 0,094 α=0,05

Dari analisis pada tabel 6 didapatkan nilai Fisher’s Exact Test dengan Sig= 0,022. Oleh karena nilai Sig <0,05 maka hipotesis pertama diterima yaitu terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan kepatuhan penggunaan APD pada petugas penunjang medis di RS PKU Muhammadiyah Gamping. Pada korelasi dengan menggunakan

Spearman Correlation didapatkan nilai Sig= 0,094. Karena nilai Sig >0,05

(75)

B. Pembahasan

1. Pengetahuan Penggunaan APD

(76)

rendah. Berdasarkan latar belakang pendidikan terakhir responden adalah D4/S1 sebanyak 3 orang, D1-D3 sebanyak 23 orang, dan SMA/SMK sebanyak 12 orang.

2. Kepatuhan Penggunaan APD

(77)

pengelolaan spesimen, serta menyerahkan hasil lab ke pasien. Jadi petugas merasa kerepotan apabila harus lepas-pakai alat pelindung diri. Ketidaksediaan alat berupa sepatu boots merupakan alasan para petugas di instalasi gizi tidak menggunakan salah satu APD tersebut. Dari pihak instalasi sudah mengajukan namun belum disediakan oleh pihak rumah sakit. Pada Instalasi farmasi menggunaan alat pelindung diri berupa sarung tangan dianggap merepotkan pada saat meracik obat. Selain pendidikan, menurut Carpenito (2000) kepatuhan juga dipengaruhi oleh sikap seseorang tersebut. Sikap akan mempengaruhi penguasaan diri terhadap lingkungan.

3. Hubungan Pengetahuan dengan Kepatuhan Penggunaan Alat Pelindung Diri pada Petugas Penunjang Medis di RS PKU Muhammadiyah Gamping

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari uji chi-square diperoleh nilai signifikasi 0,022 yang berarti nilai tersebut lebih kecil dari 0.05. Ini berarti terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan kepatuhan penggunaan alat pelindung diri pada petugas penunjang medis di RS PKU Muhammadiyah Gamping. Dari uji Spearman Correlation diperoleh nilai signifikansi 0,094, hal ini menunjukkan bahwa pada penelitian ini tingginya pengetahuan petugas mengenai APD tidak berhubungan dengan tingginya kepatuhan penggunaan APD.

(78)
(79)

Gambar

Tabel 1. Keaslian Penelitian
Gambar 1. Kerangka teori
Gambar 2. Kerangka Konsep
Tabel 3. Definisi Operasional
+7

Referensi

Dokumen terkait

Jika nilai p ≤ 0,05 maka ada hubungan antara pengetahuan terminologi medis dengan ketepatan kode diagnosis yang dihasilkan oleh masing-masing petugas rekam medis di RS

Secara umum hasil analisis terhadap tingkat kepatuhan tenaga kedokteran gigi pada RS PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta bahwa masih terdapat tenaga kesehatan yang tidak

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan dan menganalisis faktor yang paling dominan mempengaruhi tingkat kepatuhan penggunaan alat pelindung diri pada

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dengan kepatuhan penggunaan alat pelindung diri pada petugas penunjang non medis RS

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara pengawasan terhadap kepatuhan pemakaian alat pelindung diri pada petugas

Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga dengan kepatuhan asupan cairan di RS PKU Muhammadiyah

DEFINISI ALAT PELINDUNG DIRI APD Menurut OSHA atau Occupational Safety and Health Association, personal protective equipment atau alat pelindung diri didefinisikan sebagai alat

Alat Pelindung Diri APD petugas kesehatan adalah pakaian khusus yang digunakan petugas kesehatan untuk melindungi diri dari resiko pajanan darah, semua jenis cairan tubuh, sekret,