PENGARUH PERENDAMAN AWAL TERHADAP
SIFAT FISIS, MEKANIS, DAN KETAHANAN RAYAP
PAPAN PARTIKEL DARI LIMBAH BATANG KELAPA SAWIT
DENGAN PEREKAT PHENOL FORMALDEHIDA
SKRIPSI
Oleh:
GUIDO SIMBOLON
091201102
PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENGARUH PERENDAMAN AWAL TERHADAP
SIFAT FISIS, MEKANIS, DAN KETAHANAN RAYAP
PAPAN PARTIKEL DARI LIMBAH BATANG KELAPA SAWIT
DENGAN PEREKAT PHENOL FORMALDEHIDA
Oleh :
GUIDO SIMBOLON
091201102/ TEKNOLOGI HASIL HUTAN
Skripsi Merupakan Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Kehutanan Di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Peneletian : Pengaruh Perendaman Awal Terhadap Sifat Fisis, Mekanis, dan Ketahanan Rayap Papan Partikel dari Limbah Batang Kelapa Sawit dengan Perekat Phenol Formaldehida
Nama : Guido Simbolon
NIM : 091201102
Program Studi : Kehutanan
Disetujui oleh, Komisi Pembimbing :
Dr. Rudi Hartono, S.Hut., M.Si Tito Sucipto, S.Hut., M.Si
Ketua Anggota
Mengetahui,
Ketua Program Studi Kehutanan
Guido Simbolon. Effect of Early Immersion Against Physical Properties, Mechanical and Resilience Particle Board From Waste Oil Palm Trunk With Phenol Formaldehyde Adhesives. Under the guidance of Rudi Hartono and
Tito Sucipto.
ABSTRACT
Study the influence of the physical properties of the initial soaking, mechanical and termite resistance of particleboard from oil palm trunk waste was conducted in June 2012 until March 2013. The purpose of this study was to evaluate the effect of early immersion (immersion hot water and cold water) to the physical properties, mechanical and termite resistance of particleboard from oil palm trunk waste and determine the effect of immersion is the best start to the quality of the particle board. This study uses a completely randomized design (CRD) with factorial non hot water immersion treatment (1, 2 and 3 hours) and cold water immersion ( 24, 48 and 72 hours ) and the results were compared with the Indonesian National Standard (SNI) 03-2105-2006 and to test weight reduction the results were compared with the Indonesian National Standard (SNI) 01-7202-2006. The results showed that the physical properties of particle board that meets the standards of density, moisture content, while the thickness of only 2 types of development boards, while not required water absorption and mechanical properties of particle board for only a broken modulus values (MOR) in accordance with the standards, while internal bond and modulus of elasticity (MOE) does not meet the standards and values of the resulting particle board resistance to attack by subterranean termites is very high.
Guido Simbolon. Pengaruh Perendaman Awal Terhadap Sifat Fisis, Mekanis dan Ketahanan Papan Partikel Dari Limbah Batang Kelapa Sawit Dengan Perekat Phenol Formaldehida. Dibawah bimbingan Rudi Hartono dan Tito Sucipto.
ABSTRAK
Penelitian pengaruh perendaman awal terhadap sifat fisis, mekanis dan ketahanan rayap papan partikel dari limbah batang kelapa sawit dilakukan pada bulan Juni 2012 sampai dengan bulan Maret 2013. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi pengaruh perendaman awal (perendaman air panas dan air dingin) terhadap sifat fisis, mekanis dan ketahanan rayap papan partikel dari limbah batang kelapa sawit serta mengetahui pengaruh perendaman awal yang terbaik terhadap kualitas papan partikel. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) non faktorial dengan perlakuan perendaman air panas (1,2 dan 3 jam) dan perendaman air dingin (24, 48 dan 72 jam) dan hasilnya dibandingkan dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) 03-2105-2006 dan untuk uji penurunan berat hasilnya dibandingkan dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-7202-2006. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sifat fisis papan partikel yang memenuhi standar yaitu kerapatan, kadar air, sedangkan pengembangan tebal hanya 2 jenis papan, sementara daya serap air tidak disyaratkan dan untuk sifat mekanis papan partikel hanya nilai modulus patah (MOR) yang sesuai dengan standar sedangkan internal bond dan modulus elastisitas (MOE) tidak memenuhi standar serta nilai ketahanan papan partikel yang dihasilkan terhadap serangan rayap tanah sangat tinggi.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Medan, Sumatera Utara pada tanggal 15 Mei 1990.
Penulis adalah anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan Mangasi
Simbolon dan Roide Sihombing.
Pada tahun 2008 penulis lulus dari SMK Telkom Sandhy Putra, Medan
dan pada tahun 2009 lulus seleksi masuk USU melalui jalur Ujian Masuk
Bersama (UMB). Penulis memilih Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian.
Selama menuntut ilmu di USU, penulis aktif di sejumlah organisasi
kemahasiswaan yakni sebagai anggota Ikatan Mahasiswa Khatolik (IMK)
Pertanian USU tahun 2009-2010. Selain itu pada tanggal 20 Juni–10 Juli 2010
penulis menjadi panitia dalam program Aceh Community Conservation Initiatif
melalui kegiatan sekolah lapangan di Aceh Tenggara dan pada tahun 2012-2013
penulis menjadi koordinator bidang minat dan bakat Himpunan Mahasiswa Sylva
(Himas) USU.
Pada tahun 2012 menjadi asisten praktikum Sifat Fisis dan Mekanis Kayu
dan menjadi asisten lapangan Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di
kawasan Tahura Bukit Barisan dan Hutan Pendidikan USU, Tongkoh pada
tanggal 7–16 Juli 2012.
Pada tanggal 27 Juni – 6 Juli 2011 penulis juga melakukan Praktik
Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di kawasan Tahura Bukit Barisan dan Hutan
Pendidikan USU, Tongkoh, dan pada tahun 2013 melaksanakan Praktek Kerja
KATA PENGANTAR
Penulis memanjatkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
segala kasih dan rahmat-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan.
Karya ilmiah ini berjudul Pengaruh Perendaman Awal Terhadap Sifat Fisis,
Mekanis dan Ketahanan Rayap Papan Partikel dari Limbah Batang Kelapa
Sawit dengan Perekat Phenol Formaldehida.
Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang
setinggi-tinginya kepada :
1. Dr. Rudi Hartono, S.Hut., M.Si sebagai ketua komisi pembimbing dan
Tito Sucipto, S.Hut., M.Si sebagai anggota komisi pembimbing yang telah
membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi.
2. Bapak Apri Heri Iswanto, S.Hut., M.Si sebagai dosen yang telah membantu
penulis dalam pembuatan papan partikel serta pengujian sifat mekanis papan
partikel di Laboratorium Keteknikan Kayu Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor
3. Ayah saya Mangasi Simbolon, S.E dan ibunda tercinta Roide Sihombing serta
adik-adikku (Edmond, Yohana dan Dian) yang senantiasa memberikan
semangat dan doa untuk penulis selama kuliah.
4. Teman-teman THH’09 yaitu Kaya Muda, Syahroni, Lasma, Riris dan
Cut Yulia selaku teman kerja selama penelitian.
5. Teman-teman Kehutanan’09 yaitu Pandapotan, Hot Parasian, Donni, Marta,
Rajesh, Tabita, Rena, Maria, Monnica, Samuel, Linda, Esthy, Citra, Irfan,
Berliana, Masderita, Rezky, Frans Soit, Rionaldo, Purnama, Kholis, Sabda,
Sondang, Felix, Bastanta, Benyamin dan lain-lain.
Penulis mengharapkan agar karya ilmiah ini dapat menjadi panduan
belajar dan bacaan yang bermanfaat bagi mahasiswa/i kehutanan secara khusus
dan masyarakat secara umum. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.
Medan, Oktober 2013
DAFTAR ISI
Perekat Phenol Formaldehida ... 12
Perendaman Dingin ... 13
Perendaman Panas ... 14
Rayap Sebagai Organisme Perusak Kayu... 15
METODOLOGI Waktu dan Lokasi Penelitian ... 18
Bahan dan Alat ... 18
Prosedur Penelitian. ... 18
Pengujian Sifat Fisis Papan Partikel ... 22
Pengujian Sifat Mekanis Papan Partikel ... 23
Pengujian Penurunan Berat Papan Partikel ... 26
Rancangan Percobaan dan Analisis Data ... 28
HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisis Papan Partikel ... 29
Nilai Kerapatan ... 29
Nilai Pengembangan Tebal ... 36
Sifat Mekanis Papan Partikel ... 39
Nilai Internal Bond... 39
Nilai MOE ... 41
Nilai MOR ... 44
Nilai Penurunan Berat Papan Partikel ... 46
Kualitas Papan Partikel ... 49
KESIMPULAN DAN SARAN ... 51
DAFTAR PUSTAKA ... 53
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Luas areal kelapa sawit menurut provinsi di seluruh Indonesia ... 5
2. Beberapa sifat-sifat penting kayu kelapa sawit ... 7
3. Sifat fisis dan mekanis papan partikel berdasarkan
SNI 03-2105-2006 ... 26
4. Tabel 4. Penilaian terhadap kerusakan contoh uji
pada grave yard test ... 27 5. Klasifikasi penurunan berat papan partikel terhadap rayap tanah
berdasarkan SNI 01-7202-2006 ... 28
6. Kelas ketahanan papan partikel terhadap serangan rayap tanah ... 47
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Pemotongan horizontal permukaan contoh uji untuk pengujian ... 21
2. Bagan alur penelitian... 22
3. Pengujian keteguhan rekat internal ... 25
4. Pengujian MOE dan MOR ... 26
5. Histogram kerapatan papan partikel... 29
6. Histogram kadar air papan partikel ... 32
7. Histogram daya serap air papan partikel ... 35
8. Histogram pengembangan tebal papan partikel ... 37
9. Histogram internal bond papan partikel ... 39
10.Histogram MOE papan partikel ... 41
11.Histogram MORpapan partikel ... 44
12.Histogram penurunan berat papan partikel ... 46
13.Contoh uji papan partikel yang sedang diserang rayap ... 48
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Perhitungan kebutuhan bahan baku papan partikel dari
limbah BKS ... 57
2. Nilai sifat fisis papan partikel dari limbah BKS ... 58
3. Nilai sifat mekanis papan partikel dari limbah BKS ... 59
4. Nilai penurunan berat papan partikel dari limbah BKS ... 60
5. Hasil analisis ragam kerapatan papan partikel dari limbah BKS ... 61
6. Hasil analisis ragam kadar air papan partikel dari limbah BKS ... 61
7. Hasil uji lanjut Duncan kadar air papan partikel dari limbah BKS ... 61
8. Hasil analisis ragam daya serap air papan partikel dari limbah BKS ... 62
9. Hasil analisis ragam pengembangan tebal papan partikel dari limbah BKS ... 62
10.Hasil analisis ragam MOE papan partikel dari limbah BKS... 62
11.Hasil uji lanjut Duncan MOE papan partikel dari limbah BKS ... 63
12.Hasil analisis ragam MOR papan partikel dari limbah BKS ... 63
13.Hasil analisis ragam internal bond papan partikel dari limbah BKS ... 63
14.Hasil analisis ragam penurunan berat papan partikel dari limbah BKS ... 64
Guido Simbolon. Effect of Early Immersion Against Physical Properties, Mechanical and Resilience Particle Board From Waste Oil Palm Trunk With Phenol Formaldehyde Adhesives. Under the guidance of Rudi Hartono and
Tito Sucipto.
ABSTRACT
Study the influence of the physical properties of the initial soaking, mechanical and termite resistance of particleboard from oil palm trunk waste was conducted in June 2012 until March 2013. The purpose of this study was to evaluate the effect of early immersion (immersion hot water and cold water) to the physical properties, mechanical and termite resistance of particleboard from oil palm trunk waste and determine the effect of immersion is the best start to the quality of the particle board. This study uses a completely randomized design (CRD) with factorial non hot water immersion treatment (1, 2 and 3 hours) and cold water immersion ( 24, 48 and 72 hours ) and the results were compared with the Indonesian National Standard (SNI) 03-2105-2006 and to test weight reduction the results were compared with the Indonesian National Standard (SNI) 01-7202-2006. The results showed that the physical properties of particle board that meets the standards of density, moisture content, while the thickness of only 2 types of development boards, while not required water absorption and mechanical properties of particle board for only a broken modulus values (MOR) in accordance with the standards, while internal bond and modulus of elasticity (MOE) does not meet the standards and values of the resulting particle board resistance to attack by subterranean termites is very high.
Guido Simbolon. Pengaruh Perendaman Awal Terhadap Sifat Fisis, Mekanis dan Ketahanan Papan Partikel Dari Limbah Batang Kelapa Sawit Dengan Perekat Phenol Formaldehida. Dibawah bimbingan Rudi Hartono dan Tito Sucipto.
ABSTRAK
Penelitian pengaruh perendaman awal terhadap sifat fisis, mekanis dan ketahanan rayap papan partikel dari limbah batang kelapa sawit dilakukan pada bulan Juni 2012 sampai dengan bulan Maret 2013. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi pengaruh perendaman awal (perendaman air panas dan air dingin) terhadap sifat fisis, mekanis dan ketahanan rayap papan partikel dari limbah batang kelapa sawit serta mengetahui pengaruh perendaman awal yang terbaik terhadap kualitas papan partikel. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) non faktorial dengan perlakuan perendaman air panas (1,2 dan 3 jam) dan perendaman air dingin (24, 48 dan 72 jam) dan hasilnya dibandingkan dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) 03-2105-2006 dan untuk uji penurunan berat hasilnya dibandingkan dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-7202-2006. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sifat fisis papan partikel yang memenuhi standar yaitu kerapatan, kadar air, sedangkan pengembangan tebal hanya 2 jenis papan, sementara daya serap air tidak disyaratkan dan untuk sifat mekanis papan partikel hanya nilai modulus patah (MOR) yang sesuai dengan standar sedangkan internal bond dan modulus elastisitas (MOE) tidak memenuhi standar serta nilai ketahanan papan partikel yang dihasilkan terhadap serangan rayap tanah sangat tinggi.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kebutuhan manusia terhadap kayu sebagai bahan bangunan hingga
peralatan rumah tangga akan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya
jumlah penduduk dan berkembangnya teknologi. Hal ini akan meningkatkan
tekanan terhadap hutan alam sebagai penyedia bahan baku kayu. Luas hutan alam
terus mengalami penurunan, pada tahun 2001, luas hutan alam sekitar 36,42 juta
ha dan terus menurun hingga pada tahun 2011 menjadi 23,41 juta ha
(Kementrian Kehutanan, 2012). Penurunan luas hutan alam ini akan berdampak
terhadap supply kayu untuk keperluan manusia. Sehingga perlu mencari alternatif
bahan baku yang potensinya lebih besar dan murah sebagai bahan pengganti kayu.
Salah satu bahan baku alternatif tersebut adalah limbah batang kelapa
sawit (Elaesis guineensis Jacq). Potensi kelapa sawit saat ini terus meningkat,
dengan semakin luasnya perkebunan kelapa sawit yang terdapat di Indonesia.
Berdasarkan data dari Departemen Pertanian (2010) luas areal kelapa sawit di
Indonesia pada tahun 2005 yaitu 5,45 juta ha, dan terus mengalami peningkatan
hingga pada tahun 2009 luas areal kelapa sawit mencapai 8,25 juta ha.
Pemanfaatan limbah yang dihasilkan saat ini hanya terbatas pada buah,
sabut, tandan dan pelepah sawit tersebut, sedangkan pada bagian batang umumnya
dibakar atau dibiarkan menumpuk menjadi limbah yang dapat menimbulkan
berbagai dampak dan gangguan lingkungan (Bakar, 2003). Menurut Febrianto
dan Bakar (2004) bahwa dalam setiap peremajaan satu tanaman kelapa sawit pada
umur 25 tahun dihasilkan sebanyak 1,193 m3 log sawit. Bila dalam 1 ha ada 140
Bila limbah batang kelapa sawit dapat dimanfaatkan, selain akan
mengurangi tekanan terhadap hutan juga akan bermanfaat dalam pengembangan
perkebunan kelapa sawit yang mengarah pada zero-waste (penurunan limbah).
Masalah-masalah yang ada khususnya peremajaan yang menghasilkan limbah dan
polusi pembakaran dapat diatasi. Secara bersamaan kelangkaan kayu untuk bahan
bangunan dan furniture dapat diatasi.
Salah satu cara yang dapat mengatasi limbah hasil peremajaan kelapa
sawit ini adalah pembuatan papan partikel. Papan partikel dapat diproduksi dari
serbuk kayu, limbah pertanian atau bahan berlignoselulosa lainnya. Batang kelapa
sawit merupakan salah satu bahan yang berlignoselulosa sehingga dapat
digunakan sebagai alternatif bahan baku papan partikel. Batang kelapa sawit
merupakan salah satu hasil peremajaan yang sangat berpotensi digunakan sebagai
bahan baku papan partikel (Jamilah, 2009).
Kualitas papan partikel sangat ditentukan oleh jenis perekat. Dalam
penelitian ini perekat yang digunakan adalah perekat phenol formaldehida (PF).
Perekat PF merupakan salah satu jenis perekat untuk penggunaan eksterior yang
memiliki sifat tahan cuaca dan tahan air. Secara lebih rinci, Kliwon dan Iskandar
(2008) menjelaskan sifat yang dimiliki perekat jenis ini, antara lain : (1) daya
rekat baik walau dipakai di luar (tempat yang tidak terlindung), (2) kelarutan
dalam air baik (3) cepat menjadi stabil, lamanya pengempaan dapat diperpendek,
dan (4) kestabilan kekentalan baik selama operasi.
Dalam proses perekatan antara PF dengan kayu terdapat prinsip kohesi dan
prinsip adhesi. Hasil ikatan antara kayu dengan perekat dikenal adanya teori
kimia kayu dengan perekat, yaitu melalui ikatan hidrogen. Perekat mekanis terjadi
karena bahan perekat masuk ke dalam rongga-rongga yang ada pada kayu lalu
mengeras dan terjadi proses penjangkaran (Achmadi, 1990).
Masalah utama dalam pemanfaatan limbah kelapa sawit berlignoselulosa
ini adalah tingginya kandungan zat ekstraktif (terutama pati), sifat higroskopis
yang berlebihan dan asam lemak yang tinggi dibandingkan dengan kayu biasa
yang dapat menurunkan sifat perekatan dalam pembuatan panel, baik yang
menggunakan perekat thermoplastic, semen maupun perekat thermosettting.
Masalah ini dapat diatasi dengan cara memberi perlakuan khusus pada limbah
kelapa sawit untuk menghilangkan atau menurunkan kandungan zat ektraktif
tersebut sebelum digunakan sebagai bahan baku papan partikel (Darnoko et al.,
1994, Hermiati et al., 2003).
Pada penelitian ini, perlakuan pendahuluan pada partikel batang kelapa
sawit yang berupa perendaman panas dan perendaman dingin merupakan suatu
usaha untuk memperbaiki sifat partikel yang dihasilkan. Perendaman panas dan
dingin menyebabkan sebagian zat ekstraktif yang terdapat dalam partikel terlarut,
sehingga diharapkan dapat meningkatkan kualitas perekatan dalam pembuatan
papan partikel. Berdasarkan hal tersebut diatas, maka dilakukan penelitian dengan
judul “Pengaruh Perendaman Awal Terhadap Sifat Fisis, Mekanis, dan Ketahanan
Rayap Papan Partikel dari Limbah Batang Kelapa Sawit dengan Perekat Phenol
Formaldehida (PF)”. Pada penelitian ini diharapkan limbah batang kelapa sawit
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah :
1. Mengevaluasi pengaruh perendaman awal bahan baku terhadap sifat fisis
papan partikel dari limbah batang kelapa sawit dengan menggunakan perekat
PF.
2. Mengevaluasi pengaruh perendaman awal bahan baku terhadap sifat mekanis
papan partikel dari limbah batang kelapa sawit dengan menggunakan perekat
PF.
3. Mengevaluasi tingkat ketahan papan partikel dari limbah batang kelapa sawit dengan perekat PF terhadap serangan rayap tanah.
4. Mendapatkan perlakuan perendaman awal yang paling optimal terhadap
kualitas papan partikel dari limbah batang kelapa sawit dengan menggunakan
perekat PF.
Manfaat Penelitian
1. Dapat memberikan alternatif penggunaan bahan baku pengganti kayu yang
semakin berkurang ketersediaannya.
2. Sebagai sumber informasi tentang pemanfaatan batang kelapa sawit yang
selama ini menjadi limbah.
Hipotesis
Pemberian perlakuan awal berupa perendaman air panas dan air dingin
pada partikel limbah batang kelapa sawit diduga memberikan pengaruh terhadap
TINJAUAN PUSTAKA
Batang Kelapa Sawit
Perkebunan kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) telah berkembang pesat
di Indonesia. Berdasarkan data Departemen Pertanian (2010) luas perkebunan
kelapa sawit pada tahun 2005 – 2009 mengalami peningkatan sebesar 33,9%. Laju
pertambahan areal perkebunan kelapa sawit tersebut diperkirakan akan terus
bertambah tiap tahunnya mengingat kelapa sawit mempunyai nilai ekonomi yang
tinggi dan dapat berproduksi dalam waktu yang singkat. Luas areal perkebunan
kelapa sawit menurut provinsi di seluruh Indonesia dapat dilihat seperti yang
disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Luas areal kelapa sawit menurut provinsi di seluruh Indonesia
No.
Provinsi
Luas Lahan Perkebunan Sawit (Ha) pada Tahun
2005 2006 2007 2008 2009
1 Nanggroe Aceh D. 254.261 308.560 274.822 287.038 313.745
2 Sumatera Utara 894.911 979.541 998.966 1.017.574 1.044.854
3 Sumatera Barat 282.518 315.618 291.734 327.653 344.352
4 Riau 1.277.703 1.547.942 1.620.882 1.673.553 1.925.344
5 Kepulauan Riau 13.698 6.933 6.678 8.256 2.645
6 Jambi 403.477 568.751 448.899 484.137 489.384
7 Sumatera Selatan 548.678 630.214 682.730 690.729 775.339
8 Bangka Belitung 130.037 133.284 172.227 185.508 141.897
9 Bengkulu 147.125 165.221 163.455 202.863 224.651
10 Lampung 148.535 157.229 152.409 152.511 153.160
11 Jawa Barat 8.744 9.831 10.550 11.531 12.140
12 Banten 14.076 14.077 14.894 14.894 15.023
13 Kalimantan Barat 381.791 492.112 451.400 499.548 602.124
14 Kalimantan Tengah 434.481 571.874 616.331 870.201 1.091.620
15 Kalimantan Selatan 134.621 243.451 257.862 290.852 312.719
16 Kalimantan Timur 201.236 237.765 339.294 409.566 530.552
Pohon kelapa sawit (Elaeis guinensis Jacq) termasuk dalam famili
arecaceae. Ketinggian tanaman ini dapat mencapai 12 meter dan tumbuh tegak
lurus dengan diameter berkisar antara 45 - 60 cm. Usia produktif tanaman kelapa
sawit bisa mencapai 25 tahun (Bakar, 2003).
Berdasarkan penelitian Febrianto dan Bakar (2004) pada umur peremajaan
tinggi batang sawit dapat mencapai 12 m, sehingga bila 1,5 m batang dari pangkal
dan 1 m batang dari ujung dikeluarkan, maka dari setiap batang dihasilkan 9,5 m
log sawit dengan diameter rata-rata 40 cm. Dengan demikian dari setiap batang
peremajaan akan dihasilkan sebanyak 1,193 m3 log sawit. Bila dalam 1 ha ada 140
batang, maka dari setiap ha peremajaan akan dihasilkan 167 m3 log sawit.
Batang kelapa sawit sebagai salah satu limbah padat dari industri kelapa
sawit merupakan bahan berlignoselulosa. Limbah batang sawit masih belum
dimanfaatkan secara optimal, seringkali limbah tersebut dibuang atau dibakar
tanpa pengolahan lebih lanjut menjadi sesuatu yang dapat dimanfaatkan dan
memiliki nilai jual yang lebih tinggi. Salah satu masalah serius dalam
pemanfaatan batang sawit adalah sifat higroskopisnya yang tinggi. Meskipun telah
dikeringkan sehingga mencapai kadar air kering tanur, kayu sawit dapat kembali
menyerap uap air dari udara hingga mencapai kadar air lebih dari 20%. Pada
kondisi ini beberapa jenis jamur dan cendawan dapat tumbuh subur baik pada
permukaan maupun bagian dalam kayu sawit (Balfas, 2003).
Batang kelapa sawit dapat dimanfaatkan sebagai produk unggulan apabila
diketahui keunggulan dan kelemahan sifat-sifatnya. Kerapatan BKS berumur 25
tahun berkisar antara 0,14–0,60 g/cm3 (Erwinsyah, 2008), sedangkan pada umur
disebabkan adanya variasi struktur dan anatomi batang kelapa sawit yang sangat
lebar pula dari pusat bagian batang yang didominasi oleh jaringan dasar parenkim
dan di daerah tepi dekat kulit didominasi oleh berkas pembuluh yang berdinding
tebal.
Pemanfaatan batang kelapa sawit sebagai bahan untuk konstruksi atau
perabot rumah tangga kurang sesuai karena disamping kerapatannya rendah, pada
waktu pengeringan kayu menjadi pecah atau bengkok. Kadar air kayu kelapa
sawit segar cukup tinggi, yaitu sekitar 65% (Prayitno dan Darnoko 1994).
Batang kelapa sawit mempunyai sifat yang berbeda antara bagian pangkal
batang dan bagian ujung, bagian tengah batang, inti dan bagian tepinya. Beberapa
sifat kayu kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 2. (Bakar, 2003).
Tabel 2. Beberapa sifat-sifat penting kayu kelapa sawit :
No Sifat-Sifat Penting Kelapa Sawit Bagian Dalam Batang Tepi Tengah Inti
1 Kerapatan (g/cm³) 0,35 0,28 0,2
2 Kadar Air (%) 156 257 365
3 Kekuatan Lentur (kg/cm²) 29,99 11,42 6,98
4 Keteguhan Lentur (kg/cm²) 295 129 67
5 Susut Volume (%) 26 39 48
6 Kelas Awet IV V V
7 Kelas Kuat III-V V V
Zat ekstraktif memiliki pengaruh yang sangat besar dalam menurunkan
higroskopisitas dan permeabilitas serta meningkatkan keawetan kayu. Meskipun
jumlahnya sedikit, ekstraktif mempunyai pengaruh yang besar dalam perekatan
kayu, yaitu mempengaruhi pH, kontaminasi dan penetrasi. Zat ekstraktif
berpindah secara difusi, salah satunya sebagai suatu material volatile (mudah
menguap) atau sebagai material terlarut. Panas dan gradient air mempercepat
tegangan permukaaan (Ruhendi et al., 2007). Kadar zat ekstraktif dalam batang
kelapa sawit yang diacu dari penelitian Purnomo (1988) dalam Purwadi (1993)
terdiri dari kadar zat ekstraktif larut dalam air dingin dan air panas setelah diberi
perlakuan perendaman.
Papan Partikel
Papan partikel merupakan salah satu produk biokomposit yang dihasilkan
dari potongan kayu kecil (partikel) atau bahan berlignoselulosa lainnya, yang
diikat dengan menggunakan perekat dan dibantu oleh faktor suhu, tekanan dan
waktu kempa (Haygreen dan Bowyer, 1996). Sedangkan menurut Badan
Standard Nasional (1996) papan partikel adalah produk kayu yang dihasilkan dari
pengempaan panas antara campuran partikel kayu atau bahan berlignoselulosa
lainnya dengan perekat organik serta bahan perekat lainnya yang dibuat dengan
cara pengempaan mendatar dengan dua lempeng datar.
Menurut Haygreen danBowyer (1996), tipe partikel yang digunakan untuk
bahan baku pembuatan papan partikel adalah :
a. Pasahan (shaving), partikel kayu kecil berdimensi tidak menentu yang
dihasilkan apabila mengetam lebar atau mengetam sisi ketebalan kayu.
b. Serpih (flake), partikel kecil dengan dimensi yang telah ditentukan
sebelumnya yang dihasilkan dalam peralatan yang dikhususkan.
c. Biskit (wafer), serupa serpih dalam bentuknya tetapi lebih besar. Biasanya
lebih dari 0,025 inci tebalnya dan lebih dari 1 inci panjangnya.
d. Tatal (chips), sekeping kayu yang dipotong dari suatu blok dengan pisau yang
e. Serbuk gergaji (sawdust), berupa serpih yang dihasilkan oleh pemotongan
dengan gergaji.
f. Untaian (strand), pasahan panjang, tetapi pipih dengan permukaan yang
sejajar.
g. Kerat (silver), hampir persegi potongan melintangnya dengan panjang paling
sedikit 4 kali ketebalannya.
h. Wol kayu (excelsior), keratin yang panjang, berombak, ramping juga
digunakan sebagai kasuran pada pengepakan.
Macam Papan Partikel
Menurut Sutigno (1994) ada beberapa macam papan partikel yang
dibedakan berdasarkan :
a. Bentuk
Papan partikel pada umumnya berbentuk datar dengan ukuran relatif panjang
tipis sehingga disebut panel. Ada beberapa papan partikel yang tidak datar
(papan partikel lengkung) dan mempunyai bentuk tertentu tergantung pada
cetakan yang dipakai seperti bentuk kotak radio.
b. Pengempaan
Cara pengempaan dapat secara mendatar atau secara ekstrusi. Cara mendatar
ada yang kontinyu dan tidak kontinyu. Cara kontinyu berlangsung melalui ban
baja yang menekan pada saat bergerak memutar. Cara tidak kontinyu
pengempaan berlangsung pada lempeng yang bergerak vertikal dan banyaknya
celah dapat satu atau lebih. Pada cara ekstrusi, pengempaan berlangsung
kontinyu diantara dua lempeng statis. Penekanan dilakukan oleh semacam piston
c. Kerapatan
Ada tiga kelompok kerapatan papan partikel, yaitu rendah, sedang dan tinggi.
Terdapat perbedaan batas antara setiap kelompok tersebut, tergantung pada
standar yang digunakan.
d. Kekuatan (sifat mekanis)
Pada prinsipnya sama seperti kerapatan, pembagian berdasarkan kekuatan pun
ada yang rendah, sedang dan tinggi. Terdapat perbedaan batas antara setiap
macam (tipe) tersebut, tergantung pada standar yang digunakan. Ada standar
yang menambahkan persyaratan beberapa sifat fisis.
e. Macam perekat
Macam perekat yang dipakai mempengaruhi ketahanan papan partikel
terhadap pengaruh kelembaban, yang selanjutnya menentukan
penggunaannya. Ada standar yang membedakan berdasarkan sifat perekatnya,
yaitu interior dan eksterior. Ada standar yang memakai penggolongan
berdasarkan macam perekat, yaitu Tipe U (urea formaldehyde atau yang
setara), Tipe M (melamin urea formaldehyde atau yang setara) dan tipe P
(phenol formaldehyde atau yang setara).
f. Susunan partikel
Pada saat membuat partikel dapat dibedakan berdasarkan ukurannya, yaitu
halus dan kasar. Pada saat membuat papan partikel kedua macam partikel
tersebut dapat disusun tiga macam sehingga menghasilkan papan partikel yang
berbeda yaitu papan partikel homogen (berlapis tunggal), papan partikel berlapis
g. Arah partikel
Pada saat membuat hamparan, penaburan partikel (yang sudah dicampur
dengan perekat) dapat dilakukan secara acak (arah serat partikel tidak teratur)
atau arah serat diatur, misalnya sejajar atau bersilangan tegak lurus. Untuk
yang disebutkan terakhir dipakai partikel yang relatif panjang, biasanya
berbentuk untai (strand) sehingga disebut papan untai terarah (oriented strand
board atau OSB).
h. Penggunaan
Berdasarkan penggunaan yang berhubungan dengan beban, papan partikel
dibedakan menjadi papan partikel penggunaan umum dan papan partikel
struktural (memerlukan kekuatan yang lebih tinggi). Untuk membuat mebel,
pengikat dinding dipakai papan partikel penggunaan umum. Untuk membuat
komposisi dinding, peti kemas dipakai papan partikel struktural.
i. Pengolahan
Ada dua macam papan partikel berdasarkan tingkat pengolahannya, yaitu
pengolahan primer dan pengolahan sekunder. Papan partikel pengolahan
primer adalah papan partikel yang dibuat melalui pembuatan partikel,
pembentukan hamparan dan pengempaan yang menghasilkan papan partikel.
Papan partikel pengolahan sekunder adalah pengolahan lanjutan dari papan
partikel pengolahan primer misalnya dilapisi vinir indah, dilapisi kertas aneka
corak.
Perekat Phenol Formaldehida
Perekat (adhesive) adalah suatu substansi yang dapat menyatukan dua
reaksi perekat terhadap panas, maka perekat dapat dibedakan atas perekat
thermosetting dan perekat thermoplastic. Perekat thermosetting merupakan
perekat yang dapat mengeras bila terkena panas atau reaksi kimia dengan bantuan
katalisator atau hardener dan bersifat irreversible. Perekat jenis ini jika sudah
mengeras tidak dapat lagi menjadi lunak. Contoh perekat yang termasuk jenis ini
adalah fenol formaldehida, urea formaldehida, melamin formaldehida, isosianat,
dan resorsinol formaldehida. Perekat thermoplastic adalah perekat yang dapat
melunak jika terkena panas dan mengeras kembali apabila suhunya telah rendah.
Contoh perekat yang termasuk jenis ini adalah polyvynil adhesive, cellulose
adhesive, dan acrylic resin adhesive (Pizzi, 1983).
Phenol formaldehida merupakan hasil kondensasi formaldehida dengan
monohidrik phenol, termasuk phenol itu sendiri, creosol dan xylenol. Phenol
formaldehida ini dapat dibagi menjadi dua kelas yaitu resol yang bersifat
thermosetting dan novolak yang bersifat thermoplastik. Perbedaan kedua ini
disebabkan oleh perbandingan molar phenol dan formaldehida, serta katalis atau
kondisi yang terjadi selama berlangsungnya reaksi (Ruhendi dan Hadi, 1997).
Perekat Phenol formaldehida adalah prapolimer berbobot molekul rendah
yang terbentuk phenol dan formaldehida. Polimerisasinya dikendalikan oleh
kondisi asam atau basa (pH). Kondisi reaksi lainnya yang juga penting yaitu
nisbah molar antara phenol dan formaldehida. Dengan mengubah waktu dan suhu
reaksi dan pemilihan katalis serta reaktivitas phenol, berbagai sifat perekat dapat
dibuat untuk bermacam-macam penerapan (Achmadi, 1990).
Perekat yang biasa yang biasa digunakan untuk pembuatan papan
phenol formaldehida, dan melamin formaldehida. Perekat PF termasuk perekat
tipe eksterior yang tahan direbus dan tahan terhadap pengaruh cuaca. Spesifikasi
perekat : warna merah tua, encer, pH 10-13, berat jenis 1,180-1,230, resin content
40-44 %, curing time 5-25 menit pada suhu 135℃, water solubility > 20 pada
suhu 25℃, masa simpan 2-3 bulan, tekanan kempa 10 kg/cm², suhu pengerasan
130-135℃, berat labur 0,047 gr/cm². Kelebihan lain dari perekat ini adalah tahan
terhadap serangan rayap dan jamur perusak kayu, tetapi PF ini memberikan efek
warna yang gelap (Maloney, 1993).
Perendaman Dingin
Hadi (1991) mengemukakan bahwa perendaman selumbar dengan air
dingin menyebabkan sebagian zat ekstraktif kayu terlarut. Semakin berkurangnya
kandungan zat ekstraktif tersebut maka dimungkinkan terbentuknya garis
perekatan yang lebih baik atau kontak antar selumbar dengan perekatnya lebih
sempurna karena zat ekstraktif yang dapat menghambat pada proses perekatan
jumlahnya berkurang.
Perendaman selumbar dengan air dingin tidak mempengaruhi kerapatan
dan kadar air papan partikel, tetapi sangat mempengaruhi penyerapan air dan
pengembangan tebal papan partikel pada pengujian 24 jam. Apabila ditelaah lebih
lanjut ternyata semakin lama selumbar direndam, penyerapan air dan
pengembangan tebal papannya semakin kecil. Namun demikian perendaman
selumbar selama dua, tiga, dan empat hari tidak menunjukkan penurunan yang
Perendaman Panas
Kamil (1970) dalam Saputra (2004) menyatakan bahwa perendaman
partikel-partikel kayu dalam air bertujuan untuk melarutkan zat-zat ekstraktif
seperti gula, pati, zat warna, dan lain-lain. Zat-zat ekstraktif yang larut dalam air
panas meliputi garam-garam anorganik, garam-garam organik, gula siklol, gum
pectin, galaktan, yanin, pigmen, polisakarida, dan komponen lain yang
terhidrolisa. Pelarutan zat-zat ekstraktif tersebut dapat meningkatkan daya ikat
antar partikel kayu dengan bahan pengikatnya.
Maloney (1997) dalam Lukman (2008) menyatakan bahwa zat ekstraktif
berpengaruh terhadap konsumsi perekat, laju pengerasan perekat, dan daya tahan
papan partikel yang dihasilkan. Selain itu bahan ekstraktif yang mudah menguap
dapat menyebabkan terjadinya blowing atau delaminasi pada proses pengempaan
panas. Semakin banyak kandungan zat ekstraktif, semakin besar pula
pengaruhnya. Perendaman partikel kayu diharapkan dapat mengurangi kandungan
zat ekstraktif kayu sehingga pengaruh zat ekstraktif terhadap sifat papan partikel
dapat ditekan.
Diduga bahwa kualitas partikel bahan baku partikel batang kelapa sawit
berpengaruh terhadap kualitas perekat likuida. Perendaman partikel batang kelapa
sawit pada air panas merupakan perlakuan pendahuluan optimal untuk
meningkatkan keterbasahan partikel dan akan berpengaruh terhadap perekatan
karena beberapa zat ekstraktif terlarut (Ruhendi et al., 2007).
Menurut Winarno (1996), pada saat partikel kayu sawit direndam dengan
antar partikel dengan perekat jadi lemah akibat terbentuknya gugus hidroksil
bebas dan menyebabkan adanya ruang yang berisi udara diantara partikel.
Rayap Sebagai Organisme Perusak Kayu
Sebagaimana di negara-negara tropika lainnya, di Indonesia rayap dikenal
sebagai serangga perusak kayu dan bangunan gedung yang paling penting.
Serangannya pada kayu konstruksi bangunan dan bahan lignoselulosa lainnya
telah dilaporkan hampir di seluruh propinsi di Indonesia. Bahkan kerugian
ekonomis yang terjadi akibat serangannya pada bangunan gedung terus meningkat
dari tahun ke tahun. Pada tahun 2000 kerugian tersebut diperkirakan mencapai
Rp. 3,73 trilyun (Nandika et al., 2003). Indonesia sebagai negara tropis dengan
iklim dan cuaca yang hangat sepanjang tahun merupakan suatu tempat hidup yang
sangat sesuai bagi organisme perusak kayu ini (Tarumingkeng, 2000).
Pengalaman selama lebih dari dua puluh tahun terakhir ini menunjukkan
bahwa rayap merupakan faktor perusak kayu dan bangunan yang paling
mengganggu. Hal ini bukan saja karena kasus serangannya yang sangat banyak
dan terjadi hampir di seluruh daerah di Indonesia, tetapi juga karena kerugian
ekonomis yang ditimbulkannya sangat besar. Kerusakan bukan hanya terjadi pada
konstruksi bangunan gedung, tetapi juga komponen arsitektur, meubel, buku serta
barang-barang lain yang disimpan di dalam bangunan. Bahkan saat ini bahaya
rayap tidak hanya mengancam bangunan sederhana, tetapi juga
bangunan-bangunan mewah dan berlantai banyak (Tarumingkeng, 2000).
Tsoumis (1991) menyatakan rayap memiliki habitat yang unik dalam suatu
ekosistem. Keberadaan koloni rayap berperan penting dalam siklus
sulfur, oksigen dan fosfor. Mudahnya rayap beradaptasi dengan lingkungannya
mengakibatkan mereka bisa ditemui di hampir semua bentuk ekosistem. Dalam
pembagian jenisnya, rayap dibagi dalam kelompok besar yaitu rayap kayu kering
(dry-wood termites) dan rayap tanah (moist-wood atau subterranean termites).
Koloni rayap dibangun oleh seekor raja dan ratu (bertelur ribuan tiap hari) dengan
dibantu oleh kasta prajurit dan kasta pekerja.
Kemampuan rayap melakukan adaptasi yang tinggi terhadap kondisi
lingkungan menyebabkan penyebaran rayap di dunia menjadi sangat luas. Faktor
lingkungan mempengaruhi perkembangan populasi rayap meliputi curah hujan,
suhu, kelembaban, ketersediaan makanan dan musuh alami. Faktor-faktor tersebut
saling berinteraksi dan mempengaruhi satu sama lain. Kelembaban dan suhu
merupakan faktor yang secara bersama-sama mempengaruhi aktivitas rayap
(Nandika et al., 2003).
Menurut Nandika et al. (2003), rayap tanah memiliki ciri-ciri sebagai
berikut: kepala berwarna kuning, antena, labrum, dan pronotum kuning pucat;
antena terdiri dari 15 segmen, segmen kedua dan keempat sama panjangnya,
mandibel berbentuk seperti arit dan melengkung diujungnya, batas antar sebelah
dalam dari mandibel sama sekali rata; panjang kepala dengan mandibel 2,46-2,66
mm, panjang kepala tanpa mandibel 1,56-1,68 mm, lebar kepala 1,40-1,44 mm
dengan lebar pronotum 1,00-1,03 mm dan panjangnya 0,56 mm, dengan panjang
badan 5,5-6,0 mm, bagian abdomen ditutupi dengan rambut yang menyerupai
duri; abdomen berwarna putih kekuningan.
Rayap selalu hidup dalam satu kelompok yang disebut koloni dengan pola
yang melakukan kopulasi dan mampu memperoleh habitat yang cocok yaitu
bahan berselulosa untuk membentuk sarang utama. Koloni rayap dapat juga
terbentuk dari fragmen koloni yang terpisah dari koloni utama karena sesuatu
bencana yang menimpa koloni utama itu. Individu betina pertama yang dapat kita
sebut ratu meletakkan beribu-ribu telur yang kemudian menetas dan berkembang
menjadi individu-individu yang polimorfis (Tarumingkeng et al., 1990).
Rayap pada dasarnya adalah serangga daerah tropika dan subtropika.
Namun sebarannya kini cenderung meluas ke daerah sedang (temperate ) dengan
batas-batas 50 ̊ LU dan LS. Di daerah tropika rayap ditemukan mulai dari pantai
sampai ketinggian 3000 m di atas permukaan laut. Makanan utamanya adalah
kayu atau bahan yang terutama terdiri atas selulosa. Dari perilaku makan yang
demikian kita menarik kesimpulan bahwa rayap termasuk golongan makhluk
hidup perombak bahan mati yang sebenarnya sangat bermanfaat bagi
kelangsungan kehidupan dalam ekosistem kita (Pracaya, 1991).
Rayap termasuk ke dalam ordo blatodea, mempunyai 7 (tujuh) famili
termitidae yang merupakan kelompok rayap tinggi. Rayap merupakan serangga
pemakan kayu (Xylophagus) atau bahan-bahan yang mengandung selulosa
(Nandika et al., 2003). Rayap juga hidup berkoloni dan mempunyai sistem kasta
METODOLOGI
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2012 sampai Maret 2013.
Persiapan bahan baku dilakukan di Workshop Kehutanan Fakultas Pertanian,
Universitas Sumatera Utara (FP USU), pengovenan partikel BKS dilakukan di
Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan dan Laboratorium Ilmu Tanah FP USU.
Pembuatan papan partikel dan pengujian sifat mekanis dilaksanakan di
Laboratorium Biokomposit dan Keteknikan Kayu, Fakultas Kehutanan, Institut
Pertanian Bogor. Pengujian sifat fisis dilaksanakan di Laboratorium Teknologi
Hasil Hutan FP USU dan pengujian ketahanan papan partikel terhadap serangan
rayap dilaksanakan di hutan tridarma USU.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah partikel batang kelapa
sawit dan perekat PF. Alat yang digunakan adalah chainsaw, mesin serut, terpal,
plastik, universal testing machine (UTM), alat tulis, timbangan, kalkulator, oven,
kalifer, kempa panas dan kamera digital.
Prosedur Penelitian
1. Penyiapan bahan baku
Persiapan bahan yang dilakukan adalah dengan memilih batang kelapa sawit
yang tidak produktif dan dipotong dengan chainsaw. Batang kelapa sawit
bagian kulitnya serta dibentuk menjadi balok dengan menggunakan chainsaw.
Balok dari kelapa sawit di serut menjadi bentuk partikel.
2. Perendaman
Partikel batang kelapa sawit direndam dengan air panas dan air dingin dengan
ketentuan dalam perendaman air panas dilakukan dengan tiga variasi waktu
yaitu 1, 2 dan 3 jam dan dengan perendaman air dingin variasi waktunya
adalah 24, 48 dan 72 jam. Partikel yang telah direndam kemudian dikeringkan
dan dioven sampai kadar airnya 5 %.
3. Pencampuran (blending)
Partikel dicampurkan dengan perekat PF dengan kadar perekatnya adalah 8 %.
Partikel dicampur dengan cara disemprotkan dengan menggunakan sprayer
gun sesuai dengan kebutuhan setiap papan. Papan partikel yang akan dibuat
adalah berkerapatan 0,7 g/cm3 dengan ukuran 30 cm x 30 cm x 1 cm.
4. Pembentukan lembaran
Partikel yang telah dicampur dengan perekat dimasukkan ke dalam pencetakan
lembaran. Pembentukan lembaran dilakukan dengan menggunakan alat
pencetak lembaran ukuran 30 cm x 30 cm x 1 cm.
5. Pengempaan panas (hot pressing)
Pengempaan dilakukan adalah kempa panas suhu 1700C dengan waktu 9 menit
dan tekanan kempa 25 kg/cm2.
6. Pengkondisian (conditioning)
Papan yang baru dibentuk biasanya didinginkan terlebih dahulu sebelum
ditumpuk. Penumpukan papan partikel pada kondisi panas akan menghambat
sendiri, seperti pewarnaan, terlepasnya partikel-pertikel lapisan permukaan
pada saat pengemplasan dan menurunkan kekuatan. Pengkondisian dilakukan
untuk menyeragamkan kadar air dan menghilangkan tegangan sisa yang
terbentuk selama proses pengempaan panas selama 14 hari pada suhu kamar.
7. Pemotongan Contoh Uji
Papan partikel yang telah mengalami conditioning kemudian dipotong sesuai
dengan tujuan pengujian yang dilakukan. Ukuran contoh uji disesuaikan
dengan standar pengujian SNI 03-2105-2006 tentang papan partikel. Pola
pemotongan untuk pengujian seperti terlihat pada Gambar 1.
30 cm
30 cm
30 cm
Gambar 1. Pola pemotongan horizontal permukaan contoh uji untuk pengujian
Keterangan:
A. Contoh uji internal bond (5 cm x 5 cm)
B. Contoh uji pengembangan tebal dan daya serap air (5 cm x 5 cm) C. Contoh uji MOE dan MOR (20 cm x 5 cm)
D. Contoh uji kerapatan dan kadar air (10 cm x 10 cm)
A
B
C
Proses secara singkat dapat disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2. Bagan alir penelitian
Pengujian penurunan berat
Pencampuran dengan perekat PF 8 % (blending)
Pembentukan lembaran papan (ρ = 0,7 g/cm3) dimensi = 30 cm x 30 cm x 1 cm
Pengempaan (suhu 170ºC, waktu 9 menit, tekanan kempa 25 kg/cm2)
Pengkondisian
Pengujian Kualitas Papan Partikel Perlakuan Awal
Perendaman air panas (1, 2, 3) Jam Perendaman air dingin (24, 48, 72) Jam
Pengujian sifat mekanis yaitu: MOE, MOR, dan
Internal Bond sesuai dengan SNI 03-2105-2006 Pengujian sifat fisis yaitu:
kerapatan, kadar air, pengembangan tebal dan daya serap air sesuai dengan
Pengujian Sifat Fisis Papan Partikel
Pengujian ini meliputi pengujian kerapatan papan partikel, kadar air papan
partikel, dan pengembangan tebal
a. Kerapatan
Pengujian kerapatan papan partikel dilakukan pada kondis kering udara
dan volume kering udara. Contoh uji berukuran 10 cm x 10 cm x 1 cm ditimbang
beratnya (B). Selanjutnya diukur rata-rata panjang, lebar dan tebalnya untuk
menentukan volume contoh uji (V). Nilai kerapatan papan partikel dihitung
dengan rumus:
Contoh uji ukuran 10 cm x 10 cm x 1 cm yang digunakan adalah bekas
contoh uji kerapatan . Kadar air papan partikel dihitung berdasarkan berat awal
(BA) dan berat kering oven (BKO) contoh uji setelah dioven selama 24 jam pada
suhu 103 ± 2 ̊C. Nilai kadar air dihitung menggunakan persamaan:
c. Daya Serap Air
Contoh uji berukuran 5 cm x 5 cm x 1 cm ditimbang berat awalnya (B1),
kemudian contoh uji direndam dalam air dingin selama 24 jam dan ditiriskan lalu
ditimbang berat akhirnya (B2). Nilai daya serap air dihitung dengan rumus:
DSA =
B1 = berat sebelum perendaman (g) B2 = berat setelah perendaman (g)
d. Pengembangan Tebal
Perhitungan pengembangan tebal didasarkan pada selisih tebal sebelum
(T1) dan setelah perendaman (T2) dengan air dingin selama 24 jam. Contoh uji
berukuran 5 cm x 5 cm x 1 cm dan dihitung dengan rumus: T1 = tebal sebelum perendaman (g) T2 = tebal setelah perendaman (g)
Pengujian Sifat Mekanis Papan Partikel
a. Keteguhan rekat internal
Keteguhan rekat internal (internal bond) diperoleh dengan cara merapatkan
kedua permukaan contoh uji pada balok besi kemudian balok besi tersebut ditarik
secara berlawanan. Contoh uji ukuran 5 cm x 5 cm x 1 cm. Cara pengujian dapat
Balok besi
Contoh uji
Balok besi
Gambar 3. Pengujian keteguhan rekat internal
Nilai keteguhan rekat internal atau internal bond (IB) dihitung dengan
rumus berikut:
IB = A P
Keterangan :
IB = Internal Bond atau keteguhan rekat internal (kg/cm2), P = beban saat ikatan partikel lepas (kg)
A = luas permukaan contoh uji (cm2)
b. Keteguhan lentur (modulus of elasticity)
Pengujian MOE dilakukan bersama-sama dengan pengijuan MOR dengan
pengujian 5 cm x 5 cm x 1 cm pada kondisi kering udara. Contoh uji
dibentangkan dengan pembebanan dilakukan di tengah-tengah jarak sangga.
Kecepatan pembebanan sebesar 10 mm/menit yang selanjutnya diukur besarnya
beban yang dapat ditahan oleh contoh uji tersebut sampai batas proporsi. Pola
Gambar 4. Pengujian MOE dan MOR
Keterangan :
P = posisi dan arah pembebanan L = panjang bentangan contoh uji (cm) b = lebar contoh uji (cm)
h = tebal contoh uji (cm)
Nilai MOE dihitung dengan rumus berikut:
MOE =
3 3
4 ybh PL ∆ ∆
Keterangan :
MOE = modulus of elasticity (kg/cm2)
ΔP = perubahan beban yang digunakan (kg) L = panjang bentangan contoh uji (cm)
Δy = perubahan defleksi setiap perubahan beban (cm) b = lebar contoh uji (cm)
h = tebal contoh uji (cm)
c. Modulus patah atau modulus of rupture (MOR)
Pengujian modulus patah menggunakan contoh uji yang sama dengan
contoh uji pengujian modulus elastisitas. Contoh pengujian MOR dapat dilihat
MOR =
Pengujian sifat fisis dan mekanis papan partikel meliputi kerapatan, kadar
air, daya serap air, pengembangan tebal, internal bond, MOE, MOR, yang
mengacu pada ketetapan Standar Nasional Indonesia (SNI) 03-2105-2006, seperti
disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Sifat fisis dan mekanis papan partikel berdasarkan SNI 03-2105-2006
No. Sifat fisis dan mekanis SNI 03-2105-2006
1 Kerapatan (g/cm3) 0,4 - 0,9
Pengujian Ketahanan Papan Partikel terhadap Serangan Rayap Tanah
Contoh uji penurunan berat papan partikel adalah 20 cm x 5 cm x 1 cm.
Pengujian dilakukan untuk mengetahui sifat ketahanan papan partikel terhadap
serangan rayap tanah. Pengujian dilakukan dengan cara grave yard test
(uji kubur). Sebelum dikubur contoh uji dikeringkan terlebih dahulu di dalam
oven selama 24 jam pada suhu 103±20C. Setelah dioven, papan ditimbang (BKO1)
Penguburan dilakukan dengan jarak antar sampel berkisar 5-10 cm. Pada
bagian ujung papan partikel dibiarkan terlihat di atas permukaan tanah sepanjang
5 cm dan diberi tanda menggunakan seng dengan tujuan untuk memudahkan
mengenali papan. Setelah 100 hari, contoh uji diambil dan dibersihkan dari tanah,
kemudian dioven dengan suhu 103±20C selama 24 jam dan ditimbang (BKO2).
Dihitung persentase penurunan berat contoh uji berdasarkan SNI 01-7207-2006
dengan rumus:
BKO1 = berat contoh uji sebelum penguburan (g) BKO2 = berat contoh uji setelah penguburan (g)
Setelah dihitung persentase penurunan berat, maka dilakukan penilaian
secara visual dengan mementukan derajat proteksi berdasarkan scoring
(pemberian nilai), seperti disajikan pada Tabel 3.
Tabel 4. Penilaian terhadap kerusakan contoh uji pada grave yard test
No Kondisi Contoh Uji Skor
1 Utuh (tidak ada serangan gigitan) 0
2 Serangan ringan (ada bekas gigitan rayap) 1-20
3 Serangan sedang berupa saluran-saluran yang tidak dalam dan melebar 21-40
4 Serangan hebat berupa saluran-saluran yang dalam dan lebar 41-60 5 Serangan hancur (lebih dari 50 % penampang melintang dimakan rayap) 61-80 Sumber : Sommuwat et al. (1995) dalam Folia (2001)
Tabel 5. Klasifikasi penurunan berat papan partikel terhadap rayap tanah berdasarkan SNI 01-7202-2006.
Kelas Ketahanan Penurunan berat (%)
I Sangat tahan < 3,52
II Tahan 3,52-7,50
III Sedang 7,50-10,96
IV Buruk 10,96-18,95
V Sangat buruk 18,95-31,89
Rancangan Percobaan dan Analisis data
Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap nonfaktorial dengan
perlakuan yaitu : perendaman air panas dan perendaman air dingin.
Perlakuan :
1. Perendaman air panas 1 jam 4. Perendaman air dingin 24 jam 2. Perendaman air panas 2 jam 5. Perendaman air dingin 48 jam
3. Perendaman air panas 3 jam 6. Perendaman air dingin 72 jam
Masing-masing perlakuan tersebut dilakukan sebanyak tiga ulangan,
dengan demikian jumlah sampel papan partikel yang didapat adalah sebanyak 18
papan. Model statistik yang digunakan adalah :
Yij =
γ
+τ
i +ε
ijKeterangan :
Yij = Respon objek yang diberi perlakuan ke-i ulangan ke-j
γ
= Rataan umum / nilai tengahτ
i = Pengaruh lamanya perendaman pada taraf ke-iε
ij = Nilai galat percobaan dari lamanya perendaman pada taraf ke-i dan ulangan pada taraf ke-jApabila hasil analisis perlakuan perendaman awal ternyata memberikan
pengaruh yang nyata, maka dilakukan uji wilayah berganda Duncan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sifat-sifat papan partikel yang diukur meliputi sifat fisis, sifat mekanis dan
sifat ketahanan papan partikel terhadap serangan rayap. Sifat fisis terdiri atas
kerapatan, kadar air, daya serap air dan pengembangan tebal. Sifat papan
mekanisnya yaitu modulus elastisitas (MOE), modulus patah (MOR), keteguhan
rekat internal.
Sifat fisis papan partikel
Nilai kerapatan
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa nilai rata-rata kerapatan papan
partikel yang dihasilkan berkisar antara 0,66-0,75 g/cm3. Rekapitulasi rata-rata
nilai kerapatan papan partikel dengan perlakuan awal disajikan pada Gambar 5
dan data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2.
Gambar 5. Histogram kerapatan papan partikel
0,74 0,74
Perendaman Air Panas Perendaman Air Dingin
Pada Gambar 5 terlihat bahwa nilai kerapatan papan partikel terendah
yaitu sebesar 0,66 g/cm3 diperoleh dari papan partikel dengan perlakuan
perendaman air panas selama 3 jam sedangkan nilai kerapatan papan partikel
tertinggi yaitu sebesar 0,75 g/cm3 diperoleh dari papan partikel dengan perlakuan
perendaman air dingin selama 48 jam. Nilai kerapatan papan partikel yang
dihasilkan menunjukkan bahwa papan partikel yang dihasilkan sesuai dengan
Standar Nasional Indonesia (SNI) 03-2105-2006 yang mensyaratkan nilai
kerapatan papan partikel berkisar antara 0,4 g/cm3–0,9 g/cm3.
Berdasarkan hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan perendaman
awal tidak berpengaruh nyata terhadap nilai kerapatan papan partikel dari limbah
batang kelapa sawit (Lampiran 5). Artinya perlakuan perendaman awal yang
diberikan belum menghasilkan nilai kerapatan papan partikel yang berbeda secara
signifikan.
Kerapatan papan partikel yang dihasilkan bervariasi, dari target kerapatan
yang ditetapkan yaitu 0,7 g/cm3. Ada nilai kerapatan yang di bawah target dan ada
yang diatas target. Nilai kerapatan yang bervariasi tersebut diduga karena tidak
meratanya distribusi pertikel pada tahap pembuatan lembaran (mat forming)
sehingga tekanan dan panas yang diterima oleh lembaran pada saat proses
pengempaan tidak sama. Adapun faktor yang mempengaruhi tidak tercapainya
target kerapatan adalah keluarnya partikel dari plat besi pada saat proses
pengempaan. Setiawan (2004), menyatakan bahwa faktor yang menyebabkan
perbedaan kerapatan karena adanya spring back atau usaha pembebasan dari
partikel pada tahap pembuatan lembaran saat proses pembuatan papan partikel
dapat menyebabkan nilai kerapatan yang bervariatif.
Kelly (1977) dalam Muharam (1995), menerangkan bahwa faktor penting
yang mempengaruhi nilai kerapatan akhir papan partikel adalah kerapatan bahan
baku dan banyaknya bahan pada lembaran (kepadatan lembaran). Selain itu, dapat
dipengaruhi pula oleh kondisi proses produksi terutama proses pengempaan,
pengeringan bahan baku, kadar perekat, dan bahan tambahan lainnya.
Haygreen dan Bowyer (1996) menyatakan bahwa nilai kerapatan
tergantung pada besarnya tekanan yang diberikan pada saat pengempaan papan.
Semakin tinggi kerapatan papan yang dibuat, maka semakin besar pula tekanan
kempa yang diberikan pada saat pengempaan papan partikel.
Berdasarkan kerapatannya, Maloney (1993) membagi papan partikel
menjadi beberapa golongan, yaitu papan partikel berkerapatan rendah
(low density particle board) yang kerapatannya kurang dari 0,4 g/cm3, papan
partikel berkerapatan sedang (medium density particle board), yaitu papan yang
mempunyai kerapatan antara 0,4-0,8 g/cm3, dan papan partikel berkerapatan
tinggi (high density particle board), kerapatan lebih dari 0,8 g/cm3. Dari hasil
nilai rata-rata kerapatan papan partikel dari limbah batang kelapa sawit yang
diperoleh, yaitu berkisar antara 0,66-0,75 g/cm3. Hal tersebut menunjukkan bahwa
papan partikel yang dihasilkan termasuk dalam golongan papan partikel
berkerapatan sedang (medium density particle board), yaitu papan yang
Nilai kadar air
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa nilai rata-rata kadar air papan
partikel berkisar antara 4,84 - 7,16 %. Rekapitulasi rata-rata kadar air papan
partikel dengan perlakuan awal disajikan pada Gambar 6 dan data selengkapnya
dapat dilihat pada Lampiran 2.
Gambar 6. Histogram kadar air papan partikel
Gambar 6 menunjukkan bahwa nilai kadar air tertinggi ditunjukkan pada
perlakuan perendaman air dingin selama 24 jam yaitu sebesar 7,16%, dan nilai
kadar air terendah ditunjukkan pada perlakuan perendaman air dingin selama
72 jam yaitu sebesar 4,84%. Nilai rata-rata kadar air papan partikel tersebut
menunjukkan bahwa papan partikel yang dihasilkan sesuai dengan SNI
03-2105-2006) yang mensyaratkan nilai kadar air papan partikel maksimum 14%.
Pada Gambar 6 juga terlihat bahwa semakin lama perlakuan perendaman
yang dilakukan pada partikel limbah batang kelapa sawit baik itu dari perendaman
air panas maupun pada perendaman air dingin, maka nilai kadar air papan partikel
6,87 6,72
Perendaman Air Panas Perendaman Air Dingin
yang dihasilkan semakin kecil. Hal tersebut dikarenakan terjadinya pengurangan
kadar pati yang terkandung pada partikel limbah batang kelapa sawit tersebut.
Hasil analisis ragam kadar air papan partikel menunjukkan bahwa
perlakuan perendaman awal menunjukkan pengaruh nyata terhadap nilai kadar air
papan partikel (Lampiran 6). Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa pada
perlakuan awal perendaman air dingin selama 72 jam yang memiliki nilai kadar
air terendah (Lampiran 7) berbeda nyata dengan perendaman air panas selama 1,
2 dan 3 jam dan perendaman air dingin selama 24 dan 48 jam. Hal ini berarti
perlakuan awal dengan perendaman air dingin selama 72 jam merupakan waktu
yang optimal untuk menurunkan nilai kadar air papan partikel limbah batang
kelapa sawit.
Pengurangan pati dapat memperbaiki sifat fisis dan mekanis papan partikel
terutama sifat higroskopis papan yang dihasilkan, secara umum pati merupakan
polimer berantai panjang yang banyak mengandung gugusan hidroksil (OH). Pati
pada partikel batang kelapa sawit dapat menyerap air hingga mencapai 20%
walaupun kayu sawit tersebut sudah dikeringtanurkan (Balfas, 2003).
Perlakuan awal partikel batang kelapa sawit sebelum proses pembuatan
papan dapat melarutkan sebagian pati yang terkandung dalam batang kelapa sawit
tersebut sehingga perekat lebih mudah masuk dan menutupi pori-pori partikel
yang menyebabkan ikatan antara partikel dengan perekat menjadi lebih kuat dan
uap air susah untuk menembusnya (Hadi, 1991). Semakin lamanya perlakuan
perendaman partikel batang kelapa sawit yang dilakukan maka ikatan antara
partikel dengan perekat menjadi lebih kuat sehingga kadar air papan papan
Faktor lain yang mempengaruhi nilai kadar air yang bervariasi dari papan
partikel yang dihasilkan adalah ukuran partikel limbah BKS yang tidak seragam
dan kurang meratanya perekat PF dalam papan partikel dari limbah BKS. Ukuran
partikel limbah BKS yang lebih seragam dan meratanya perekat PF dalam
pembuatan papan partikel akan menyebabkan ikatan antar partikel sangat kuat,
sehingga tidak ada rongga-rongga yang memungkinkan air masuk ke dalam papan
partikel.
Jumlah perekat yang digunakan juga dapat mempengaruhi nilai kadar air
papan yang dihasilkan. Semakin banyak perekat yang digunakan maka ikatan
antar partikel akan semakin rapat sehingga air tidak bisa masuk. Widarmana
(1977) dalam Pamungkas (2006) menyatakan bahwa kadar air papan akan
semakin rendah dengan semakin banyaknya perekat yang diberikan. Hal ini
disebabkan karena ikatan antar partikel akan semakin rapat dan kompak sehingga
air akan kesulitan menembus ruang antar partikel.
Nilai Daya Serap Air
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa nilai rata-rata daya serap air papan
partikel yang dihasilkan berkisar antara 73,16-89,85%. Rekapitulasi daya serap
air papan partikel dengan perlakuan awal perendaman air panas dan air dingin
dengan waktu yang berbeda-beda disajikan pada Gambar 7 dan data hasil
pengujian daya serap air papan partikel disajikan pada Lampiran 2.
Pada Gambar 7 menunjukkan bahwa nilai daya serap air papan partikel
yang dihasilkan berkisar antara 73,16-89,85%. Nilai daya serap air terendah
ditunjukkan pada perlakuan perendaman awal dengan air dingin selama 48 jam
perendaman awal dengan air panas selama 1 jam yaitu sebesar 89,85%. Nilai daya
serap air pada papan partikel yang dihasilkan cukup tinggi.
Menurut Balfas (2003) bahwa salah satu masalah serius dalam
pemanfaatan batang kelapa sawit adalah sifat higroskopis yang berlebihan. Selain
itu struktur partikel kelapa sawit juga mengandung selulosa dan senyawa-senyawa
lainnya yang sangat mudah menyerap air.
Gambar 7. Histogram daya serap air papan partikel
Berdasarkan hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan
perendaman awal tidak berpengaruh nyata terhadap nilai daya serap air papan
partikel dari limbah batang kelapa sawit (Lampiran 8). Artinya perlakuan
perendaman awal yang diberikan belum menghasilkan nilai daya serap air papan
partikel yang berbeda secara signifikan.
Faktor lain yang menyebabkan tingginya nilai daya serap air papan
partikel yang dihasilkan adalah karena sifat bahan baku (serbuk BKS) sangat
mudah menyerap air dan memiliki kandungan zat pati yang cukup tinggi.
89,85
Perendaman Air Panas Perendaman Air Dingin
Kandungan pati yang tinggi akan menyebabkan proses perekatan terhambat dan
mempercepat proses masuknya air. Nilai kadar pati yang terlarut pada partikel
batang kelapa sawit dengan perlakuan perendaman diperoleh relatif sangat sedikit
jika dibandingkan dengan jumlah kandungan pati yang terdapat pada batang sawit
mencapai lebih dari 40% (Prayitno dan Darnoko, 1994).
Menurut Halligan (1970) dalam Kahfi (2007), disamping sifat adsorbsi air
dari bahan baku yang digunakan dan ketahanan perekat terhadap air, terdapat
faktor lain yang mempengaruhi penyerapan air papan partikel, yaitu :
a. Volume ruang kosong yang dapat menampung air di antara partikel,
b. Adanya saluran kapiler yang menghubungkan ruang kosong satu sama lainnya
c. Luas permukaan partikel yang tidak dapat ditutupi perekat, dan
d. Dalamnya penetrasi perekat pada partikel
Berdasarkan SNI 03-2105-2006, nilai daya serap air papan partikel tidak
dipersyaratkan. Oleh karena itu, nilai daya serap air papan partikel ini tidak bisa
dibandingkan dengan standar tersebut.
Haygreen dan Bowyer (1996) menyatakan bahwa tingginya daya serap air
papan partikel disebabkan oleh adanya ikatan hidrogen yang terdapat dalam
selulosa, hemiselulosa dan lignin pada partikel, sehingga air yang masuk ke dalam
papan semakin banyak dan mengakibatkan daya serap airnya menjadi lebih tinggi.
Penyerapan air terjadi berupa gaya absorbsi yang merupakan gaya tarik molekul
air pada ikatan hidrogen yang terdapat dalam selulosa, hemiselulosa dan lignin.
Nilai pengembangan tebal
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa nilai rata-rata pengembangan tebal
pengembangan tebal papan partikel dengan perlakuan awal disajikan pada
Gambar 8 dan data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2.
Pada Gambar 8 menunjukkan bahwa nilai rata-rata pengembangan tebal
tertinggi ditunjukkan pada perlakuan perendaman air panas selama 1 jam yaitu
sebesar 17,91% dan nilai rata-rata pengembangan tebal terendah terlihat pada
perlakuan perendaman air panas selama 3 jam yaitu sebesar 9,73%. Hal tersebut
menunjukkan bahwa papan partikel dengan perlakuan perendaman air panas
selama 1 jam yang memiliki kestabilan dimensi yang lebih tinggi dibandingkan
dengan papan partikel lainnya.
Gambar 8. Histogram pengembangan tebal papan partikel
Nilai rata-rata pengembangan tebal papan partikel yang dihasilkan pada
penelitian ini menunjukkan bahwa hanya papan partikel dengan perlakuan
perendaman awal dengan air panas selama 2 dan 3 jam yang sesuai dengan SNI
03-2105-2006 yang mensyaratkan nilai pengembangan tebal papan partikel
17,91
Perendaman Air Panas Perendaman Air Dingin
maksimal 12%. Semakin tinggi nilai pengembangan tebal maka semakin rendah
kestabilan dimensinya dan demikian juga sebaliknya.
Pada Gambar 8 juga menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan dari
nilai pengembangan tebal papan partikel yang dihasilkan dengan perlakuan
perendaman awal dengan air panas, semakin lamanya waktu perendaman awal
cenderung menghasilkan nilai pengembangan tebal yang lebih kecil. Hal ini
disebabkan karena air panas lebih cepat mengeluarkan zat ektraktif pada dinding
sel batang kelapa sawit (Ruhendi et al., 2007). Semakin berkurangnya zat
ekstraktif pada partikel batang kelapa sawit tersebut maka kontak antar partikel
dengan perekat menjadi lebih tinggi hal ini akan mempersulit masuknya air
sehingga perubahan dimensinya tidak terlalu besar.
Nilai rata-rata pengembangan tebal papan partikel yang dihasilkan pada
penelitian ini cukup tinggi dan hanya 2 jenis papan partikel yang pengembangan
tebalnya memenuhi syarat SNI 03-2105-2006. Salah satu faktor yang
mempengaruhi tingginya nilai pengembangan papan partikel yang dihasilkan
adalah ketidakseragaman ukuran partikel limbah BKS yang digunakan. Semakin
bervariasi dan besarnya ukuran partikel diikuti juga dengan semakin tingginya
pengembangan tebal papan partikel. Hal ini disebabkan karena semakin banyak
terdapat rongga-rongga dalam papan partikel yang mengakibatkan semakin
rendahnya stabilitas dimensi papan partikel.
Berdasarkan hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan
perendaman awal tidak berpengaruh nyata terhadap nilai pengembangan tebal