ANALISIS WACANA PESAN DAKWAH PEMBERITAN “PERINGATI MAULID NABI, WARGA MUSLIM DI BALI ARAK RIBUAN TELUR”
DI MEDIA ONLINE TEMPO
(24 FEBRUARI 2012)
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Oleh:
IBNU MUHAJIR SAPUTRA NIM : 109051100007
KONSENTRASI JUNALISTIK
JURUSAN KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
i
ABSTRAK
Ibnu Muhajir Saputra.
Analisis Wacana Pesan Dakwah Pemberitaan “Tradisi Perayaan dan Keunikan Maulid Nabi Muhammad SAW Etnis Bugis Bali” di Media Online Tempo.
Pemberitaan peringati “Maulid Nabi, Warga Muslim di Bali Arak Ribuan Telur” di
Media Online Tempo adalah sebuah pemberitaan yang diharapkan dapat memberikan informasi dan lebih dari sekedar inspirasi kepada pembacanya saat ini. Dalam sejarah kehidupan Rasullah. 12 Rabiul awal memiliki makna tersendiri. Selain menandai kelahiran beliau, tanggal tersebut juga menandai hijrahnya Rasulullah ke Madinah, bahkan pada tanggal tersebut Rasulullah juga menghadap ke pangkuan Allah SWT. Bagi komunitas etnis Bugis Bali, tanggal tersebut diabadikan dalam bentuk perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW.
Menurut latar belakang masalah di atas muncul pertanyaan, bagaimana wacana teks
dalam berita “Peringati Maulid Nabi, Warga Muslim di Bali Arak Ribuan Telur”
dikonstruksi? Dan apa pesan dakwah yang diangkat dalam berita “Peringati Maulid Nabi,
Warga Muslim di Bali Arak Ribuan Telur” jika dilihat dari segi kognisi dan konteks sosial?
Wacana teks yang terdapat dalam teks berita “Peringati Maulid Nabi, Warga Muslim
di Bali Arak Ribuan Telur” yaituberita yang bertema keagamaan. Sebenarnya maksud dari
pemberitaan tersebut secara tidak langsung menjelaskan bahwa terjadi toleransi dan kerukunan antar umat beragama. Ini bisa dilihat dari penggunaan bahasa serta penyusunan skema berita. Selain itu, penggunaan bahasa di Media Online Tempo mudah dimengerti sehingga pembaca dapat langsung memahami isi dari wacana tersebut.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori analisis wacana Teun A. Van Dijk. Model ini menekankan pada aspek bahasa yang digunakan oleh media yang menggunakan 3 Struktur: struktur mikro, struktur makro dan super struktur. Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Dengan mengidentifikasi persoalan tersebut secara mendalam dan menyeluruh.
Dari hasil penelitian ini, ditemukan bahwa pesan dakwah yang terkandung dalam struktur makro atau wacana teks adalah ibadah dan muamalah. Pesan dakwah yang terkandung dalam super struktur berisi adanya kerjasama dan saling membantu antar umat beragama. Dan pesan dakwah yang terkandung dalam struktur mikro yaitu damai, saling menghargai satu sama lain sehingga tidak ada perpecahan dan terjadi kerukunan antar umat beragama.
ii
Tiada kata yang patut kita lantunkan selain puji syukur kehadirat Allah SWT Tuhan
yang Maha Agung yang dengan limpahan anugerah dan nikmat yang tak terukur kepada kami
selaku peneliti, sehingga dapat memulai dan menyelesaikan penelitian ini. Shalawat teriring
salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan baginda Nabi Besar Muhammad SAW.
Amien.
Peneliti menyadari adanya kekurangan dan kelemahan yang melekat pada diri
peneliti, khususnya pada penyelesaian skripsi ini. Namun Alhamdulillah dengan keterbatasan
dan kekurangan ini akhirnya peneliti bisa menyelesaikan penelitian ini. Hal ini tidak terwujud
sendirinya melainkan karena dukungan dan bantuan dari banyak pihak baik moril maupun
materi, sehingga banyak ucapan terimakasih peneliti ucapkan kepada:
1. Dr. H. Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi, Wakil Dekan I Bid. Akademik Dr. Suparto M. Ed, Wakil Dekan II
Bid. Kepegawaian Drs. Jumroni M Si, Wakil Dekan III Bid. Kemahasiswaan Drs.
Wahidin Saputra M.A
2. Ketua Konsentrasi Jurnalistik Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Rubiyanah M.A., yang telah memberikan sarana dan prasarana yang baik selama
peneliti berada di kampus ini;
3. Sekretaris Konsentrasi Jurnalistik Ade Rina Farida M.Si., yang telah membantu
peneliti dalam menyelesaikan nilai akademis di kampus tercinta ini;
4. Dr. H. Asep Usman Ismail M.A selaku pembimbing yang telah membimbng
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dengan baik;
5. Ayahanda Drs. H. Suwarso, Ibunda Hj Supartilah S.pdI, tercinta dan tersayang
iii
telah banyak memberikan do’a, ridha, dan semangat sehingga penulis dapat
menyelesaikan studi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Semoga ini semua bisa membuat mereka bangga.
6. Bapak, Ibu Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, khususnya Prodi
Konsentrasi Jurnalistik yang telah memberikan wawasan ke-ilmuan, mendidik dan
mengarahkan penulis selama penulis berada pada masa kuliah;
7. Bagian Administrasi dan Tata Usaha yang telah banyak membantu memberikan
kelancaran kepada penulis dalam penyelesaian administrasi. Serta pimpinan dan
segenap karyawan Perpustakaan Utama (PU) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi atas penyediaan
buku-buku penunjang dan mencari berbagai literature sehingga penullis dapat
menyelesaikan skripsi ini;
8. Bapak I Gede Suardana selaku wartawan Tempo koresponden Bali, yang telah
memberikan waktu luang untuk wawancara walau di tengah kesibukan.
9. Zuliani Abidin S.Si yang telah selalu mengingatkan, memberi dukungan dan
motivasi penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini.
10. Keluarga Besar Jurnalistik A angkatan 2009 khususnya POLAR, Eko Ramanudin,
Jeffri Kaharsyah, Indi Hikami, Yunus Priyonggo, Andrianto ketut, M. Aulia
Pratama, Maulana A. Subhi Luhung, yang sudah memberi kecerian dengan
indahnya persahabatan yang telah kalian berikan, yang telah menjadi keluarga
serta inspirasi bagi penulis.
11. Keluarga Besar KKN Anomali – Pulau Pari - Jakarta tahun 2012. Semoga tali
silaturahmi ini tidak pernah putus.
iv kebaikan keluarga dan sahabat-sahabatku tercinta.
Amiin ya Rabbal ‘Alamin.
Jakarta, 01 November 2013
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iii
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7
D. Metodologi Penelitian ... 8
E. Sistematika Penulisan ... 10
F. Tinjauan Pustaka ... 11
BAB II LANDASAN TEORITIS A. Analisis Wacana... 12
1. Pengertian Analisis Wacana ... 12
2. Analisis Wacana Model Teun. A. Van Dijk ... 14
a. Teks ... 15
b. Konteks Sosial ... 16
c. Kognisi Sosial ... 16
B. Konseptualisasi Berita ... 17
1. Pengertian Berita ... 17
2. Nilai-Nilai Berita ... 19
C. Konsep Dakwah ... 20
1. Pengertian Dakwah... 20
2. Pesan Dakwah ... 22
BAB III GAMBARAN UMUM TEMPO A. Sejarah Serta Perkembangan Tempo ... 25
B. Visi Misi Tempo Inti Media ... 31
vi
B. Analisis ... 40 1. Kerangka Analisis Teks Model Teori Teun A Van Dijk 40 2. Analisis Pemberitaan Dari Kognisi Sosial ... 51 3. Analisis Pemberitaan Dari Konteks Sosial ... 54 BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ... 57 B. Saran ... 57
vii
DAFTAR TABEL
1. Tabel 1 Skema atau Model Kognisi Sosial Van Dijk ... 17
2. Tabel 2 Kerangka Data Analisis Teks Tematik ... 41
3. Tabel 3 Kerangka Data Analisis Teks Skematik ... 42
4. Tabel 4 Kerangka Data Analisis Teks Semantik ... 44
5. Tabel 5 Kerangka Data Analisis Teks Sintaktis ... 46
[image:11.595.96.494.142.608.2]1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Era globalisasi adalah masa di mana dunia semakin menyempit,
seolah-olah tidak ada batas geografis bahkan budaya/kultur. Tidak terkecuali teknologi
komunikasi sangat pesat saat ini bermanfaat sebagai sebuah sarana yang
menghubungkan masyarakat dari tempat yang satu ke tempat yang lain. Salah satu
contohnya adalah media jurnalistik.
Asep Saeful Muhtadi dalam buku “Jurnalistik Pendekatan Teori” dan
Praktik” mengemukakan bahwa secara umum, medium Jurnalistik baik media
cetak maupun elektronik, keduanya memiliki fungsi yang sama yaitu menyiarkan
informasi. Ini merupakan fungsi utama media massa. Sebab masyarakat membeli
media tersebut karena memerlukan informasi tentang berbagai hal yang terjadi di
dunia ini.
Fungsi kedua dari media massa yaitu mendidik. Karena media massa
menyajikan pesan-pesan atau tulisan-tulisan yang mengandung pengetahuan dan
dijadikan media pendidikan massa.
Ketiga, menghibur. Media massa biasanya menyajikan rubrik-rubrik atau
program-program yang bersifat hiburan. Dan fungsi yang keempat yaitu
memengaruhi. Dalam hal ini, pers memegang peranan penting dalam tatanan
kehidupan masyarkat. Pers dapat melakukan kontrol sosial secara bebas dan
2
Keberadaan jurnalistik atau pers yang dianggap sebagai fourth estate
(kekuatan keempat) dalam sistem kenegaraan, setelah legislatif, eksekutif, dan
yudikatif. Sebagai pilar keempat itu, media massa cetak maupun elektronik dapat
dimanfaatkan sebagai penyalur aspirasi rakyat, pembentuk opini umum atau
politik negara, dan pembela kebenaran dan keadilan.1
Sebab media, selain berfungsi sebagai alat untuk menyampaikan
pesan-pesan seperti dinyatakan oleh Marshall Mc Luhan, media tersebut juga telah
menjadikan dirinya sendiri sebagai pesan. Apa yang diterima publik dari media
adalah sesuatu yang akan menjadi miliknya. Apa yang dianggap penting oleh
media, karena keampuhannya, juga dianggap penting oleh publik.2
Bill Kovach, ketua Commite of Concered Journalist yaitu lembaga
kewartawanan yang peduli kepada publik di Amerika Serikat, ia menyatakan
bahwa setidaknya ada sembilan elemen jurnalisme dalam media massa. Ia mengutarakan hal ini dalam buku “sembilan elemen Jurnalisme,” di antaranya;
media harus mengungkapkan kebenaran dalam pemberitaannya, media harus loyal
kepada masyrakat, media harus menjunjung disiplin verifikasi, media juga harus
bisa menjaga independensi terhadap sumber berita, media harus bisa menjadi
pemantau pemerintah, media harus meyediakan forum publik untuk kritik maupun
dukungan warga, media harus berupaya membuat hal yang penting, menarik dan
relevan, meida harus menjaga agar berita tetap komprehensif dan proporsional,
1
Zaenudin HM, The Journalist, (Jakarta:Prestasi Pustaka, 2007), h. 5-6
2
serta menulis berita dengan hati nurani.3 Kesembilan elemen dalam jurnalisme inilah yang menjadi pedoman bagi pekerja media dalam menjalankan tugasnya.
Sesuai dengan pers tersebut, pers bergerak sesuai dengan jalur idealisme
jurnalistik. Namun, pers juga memiliki daya saing dalam perusahaan media yang
mengakibatkan harus memiliki visi misi yang berbeda, konten atau isi media yang
berbeda serta gaya penulisan yang menarik pula.
Pada umumunya, gaya penulisan berita konvensional terdapat dua yaitu
Straight News dan feature. Namun, sesuai dengan perkembangan media massa
baik di Amerika serikat maupun di Indonesia, Narrative Reporting atau penulisan
narasi mulai diterapkan, khususnya dalam media cetak. Tapi tidak semua media
menggunakannya kecuali majalah. Seperti majalah Gatra, Trust dan sebagainya
yang menerapkannya karena memiliki halaman yang lebih luas dan reportase
lebih mendalam dibandingkan surat kabar harian.
Berita memang perlu mengandung pesan moral maupun agama. Karena
pemeberitaan media massa tidak hanya ditulis dengan tujuan sastra (estetik)
semata tetapi didalamnya terdapat pelajaran moral dan agama yang mengkritik
tentang kepincangan moral masyarakat.
Dalam kumpulan laporan jurnalistik tersebut, terdapat peristiwa menarik
yang diambil menjadi kasus analisis dalam penelitian ini yaitu tulisan berita “Keunikan Tradisi Perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW Etnis Bugis
Bali” di Media Online Tempo”
3
4
Perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW, merupakan peristiwa bersejarah
bagi umat islam, peristiwa ini diperingati sebagai hari lahirnya Nabi Muhammad
SAW, yang merupakan nabi dan rasul terakhir.
Tradisi4 Maulid juga dilaksanakan oleh komunitas etnis Bugis. Komunitas
etnis Bugis memiliki kaitan yang erat dengan agama Islam. Sejak dulu, orang
Bugis dikenal sebagai penganut agama Islam yang taat. Mereka rajin
bersembahyang dan mengaji di masjid. Mereka juga bercita-cita untuk pergi haji.
Begitu inginnya pergi haji, ada peribahasa di kalangan orang Bugis yang
berbunyi:
Biar mi tinggal di ruma kayu
Yang penting bisa naek haji5
Orang-orang tua Bugis akan merasa sangat malu jika anaknya tidak bisa
membaca Al-Qur’an, atau tidak pernah bersembahyang di masjid. Warga Bugis
adalah masyarakat yang fanatik terhadap agama yang dianutnya, yaitu Islam.
Tidaklah mengherankan jika berbagai pengajian marak di kalangan masyarakat Bugis. Kaum ibu membentuk pengajian di majlis ta’lim, kaum bapak memiliki
pengajian di masjid, kaum remaja juga memiliki pengajian yang biasanya
diadakan bergiliran dari rumah ke rumah. 6
Ketika merayakan Maulid Nabi terkadang setiap pengajian merayakannya
sendiri-sendiri. Setiap pengajian akan saling mengundang jamaah pengajian yang
lain. Tujuannya memang hanya memperingati, akan tetapi bagi orang Bugis tidak
4 Menurut Disctionary of sociology adalah proses situasi sosial yang merupakan pewarisan elemen kebudayaan yg di turunkan dr generasi ke generasi secara terus menerus secara lengkap tertulis, a social
5
Hilmy Muhammadiyah, Perempuan Bugis naik haji, (Universitas Michigan, éLSAS, 2009), hlm
20
6
afdol rasanya jika tidak mengisi acara itu dengan ceramah agama dan pembacaan
riwayat nabi Muhammad SAW, karangan syeikh Jafar al-Barjanzi.
Tradisi maulid bagi komunitas etnis Bugis memiliki ciri khas tersendiri
dibandingkan komunitas etnis budaya lainnya. Dalam perayaan maulid yang
sering dilakukan oleh masyarakat yang biasa menggunakan bahasa Konjo7 disebut
a‟baca barasanji dan a‟baca doang. Dalam bahasa Indonesia berarti membaca
bersanji dan membaca do’a.
Setelah perayaan Maulid, orang Bugis memiliki kebiasaan yang khas
untuk menunjukkan keakraban mereka. Pertama, warga muslim setempat
mengarak perahu keliling gang. Hal ini merupakan simbol penghormatan mereka
kepada leluhur, orang-orang Bugis yang dulu datang ke Bali. Kedua, Maudu di
Bali Biasanya tuan rumah menyediakan makanan ala kadarnya untuk dimakan.
Pada zaman dahulu, makanan ini berupa telur rebus dengan kulit merah. Ini
adalah telur bebek dan telur ayam, telur asin, direbus sampai matang dibubuhi
serbuk pewarna merah dari pohon kesumba. Serbuk pewarna itulah yang
kemudian membuat kulit telur jadi merah.
Di Tanah Melayu, telur merah serupa dinamakan "telok abang". Telok
abang biasanya dikaitkan dalam mainan dari gabus berbentuk kapal terbang dan
kapal laut yang jadi hadiah bagi anak-anak setiap perayaan 17 Agustus di
Sumatera Selatan.8
Pada masa sekarang, tidak jauh beda pada saat zaman dahulu. Telur-telur
disajikan, dirangkai secantik mungkin dalam berbagai bentuk dan ukuran.
7
Bahasa Konjo Adalah Bahasa Yang Digunakan Oleh Masyarakat Kecamatan Kajang dan Kabupaten Sinjai Bagian Barat. Bahasa konjo memiliki banyak kesamaan dengan bahasa bugis
8
6
Kemudian telur digantung digunungan diruangan tempat berlangsung acara.
Setelah pembacaan doa, baru telur-telur itu boleh diperebutkan. 9
Bertitik tolak dari masalah ini maka penulis menuangkannya dalam skirpsi yang
berjudul “Analisis Wacana Pesan Dakwah Terhadap Berita Keunikan Tradisi
Perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW Etnis Bugis Bali” di Media Online
Tempo.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Pembatasan ini dimaksudkan agar masalah lebih terarah dan lebih jelas
variabelnya. Batasan masalah yang dimaksud dalam penelitian ini adalah megenai
perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW pada komunitas etnis Bugis. Penulis
hanya mengambil edisi Tanggal 24 januari 2013.
2. Perumusan Masalah
Dalam melakukan penelitian ini, penulis juga merumuskan masalah ke
dalam beberapa masalah yakni:
a. Bagaimanakah wacana teks dalam berita “Keunikan Tradisi Perayaan
Maulid Nabi Muhammad SAW Etnis Bugis Bali di media online
Tempo” dikontruksikan?
b. Apa pesan dakwah yang diangkat dalam berita “keunikan tradisi
perayaan maulid nabi Muhammad SAW etnis Bugis Bali” jika dilihat
dari segi kognisi sosial dan konteks sosial?
9
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan diadakannya penelitian ini adalah :
a. untuk mengetahui bagaimana kerangka wacana dalam berita “keunikan
tradisi perayaan maulid nabi etnis Bugis Bali” di Media online Tempo.
b. untuk mengetahui apa pesan moral yang terkandung dalam berita “keunikan tradisi perayaan maulid nabi etnis Bugis Bali” di media
online Tempo.
2. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat mememberikan kontribusi
positi bagi pengembangan wacana keilmuan tentang gejala sosial yang
terjadi sehari-hari di sekitar kita. Seperti, peristiwa-peristiwa yang
luput dari perhatian kita dan hilang begitu saja dari sejarah, sama
halnya seperti peristiwa maulid nabi Muhammad SAW
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini, diharapkan bisa menambah pengetahuan
bagi akademisi, praktisi, mahasiswa jurnalistik dan kepada pembaca
pada umumnya serta dapat bermanfaat bagi seluruh lapisan
masyarakat, dan memberi motivasi bagi penulis untuk lebih
8
D. Metodologi Penelitian
Sebagai karya ilmiah, setiap pembahasan menggunakan metode untuk
menganalisa dan mendeskripsikan suatu masalah. Metode itu sendiri berfungsi
sebagai landasan dalam mengelaborasi suatu masalah, sehingga suatu masalah
dapat diuraikan dan dijelaskan dengan gamblang dan dapat dipahami.
Bogdan dan Taylor yang dikutip Lexy J. Moleong mendefinisikan
metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang
dapat diamati.10 Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan pisau
analisis wcana yang dikembangkan oleh Teun A. Van Dijk. Pendekatan kualitatif
ini memusatkan perhatian pada prinsip-prinsip umum yang mendasari perwujudan
sebuah makna dari gejala-gejala sosial di dalam masyarakat.11
Sedangkan analisis wacana didefinisikan sebagai suatu upaya
pengungkapan maksud tersembunyi dari sang subjek yang mengemukakan suatu
pernyataan. Metode analisis berbeda dengan analisis isi kualitatif yang lebih
menekankan pada pertanyaan apa (who), analisis wacana lebih melihat kepada
bagaimana (how) dari suatu pesan atau teks komunikasi.
Melalui analisis wacana kita bukan hanya mengetahui bagaimana isi teks
berita, tetapi bagaimana juga pesan itu disampaikan. Dengan melihat bagaimana
struktur kebahasan tersebut, analisis wacana lebih bisa.12
10
Lexy, Metodologi Penelitian, h- 3
11
Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, (Jakarta: Kencana, 2007). H, 23
12
Tahapan Penelitian A) Observasi Teks
1. Obeservasi atau pengamatan langsung dilakukan kepada teks yang
akan diteliti. Yaitu mencari dan menghimpun berita “Keunikan Tradisi Perayaan
Maulid Nabi Muhammad SAW Etnis Bugis Pulau Pramuka di koran tempo.”
2. Wawancara, yakni suatu cara untuk mengumpulkan data dengan
mengajukan pertanyaan langsung kepada seorang informan atau seorang autoritas
(seorang ahli atau yang berwenang dalam suatu masalah).13 Wawancara yang
dilakukan dengan terstruktur atau tersusun sesuai dengan pertanyaan-pertanyaan
yang telah disiapkan terlebih dahulu. Wawancara ini dilakukan sebagai
pendukung bagi kognisi sosial serta konteks sosial dalam analisis wacana van
Dijk.
3. Studi Dokumentasi, adalah merupakan tekhnik yang dilakukan dalam
mengumpulkan data berdasarkan buku, majalah, makalah atupun literatur-literatur
lainnya. Penulis akan mengumpulkan data yang berhubungan dengan analisis
wacana.
B). Tekhnik Pengolahan Data
a). Analisis Data
Setelah data diperoleh, maka selanjutnya adalah melakukan
analisis data. Setelah diperoleh wacana yang akan dianalisis, maka sebagai
rujukan adalah dengan menggunakan analisis wacana model Teun van
13
10
Dijk yang terdiri tiga elemen yaitu dimensi teks, kognisi sosial, dan
konteks sosial.
Jadi, dalam menganalisa data pada tahapan ini penulis selain
memperhatikan bagaimana teks/script dalam berita ”Keunikan Tradisi
Perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW Etnis Bugis Bali di koran
Tempo.” yang terdapat kandungan moral itu di bentuk. Untuk selanjutnya
penulis akan menafsikan atau menginterpretasikan makna yang
tersembunyi dalam teks tersebut, kemudian diambil kesimpulan guna
mencari jawaban dari pertanyaan yang terdapat dalam rumusan masalah.
Dengan adanya kesimpulan tersebut diharapkan penulis bisa lebih terarah.
E. Sistematika Penulisan
Untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai skripsi ini maka
penulis akan menguraikan dalam 5 bab.
BAB 1 Pendahuluan, berisi tentang latar belakang masalah,
pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, metodologi penelitian, serta sistematika
penulisan. Bab ini memberikan gambaran atau kerangka
dari penelitian yang dilakukan.
BAB II Kajian Teoritis, pada bab ini
penulis menjelaskan landasan teori yang berkenaan dengan
penelitian yang dilakukan. Bab ini meliputi Analisis
Wacana, Kerangka Analisis Wacana, konseptualisasi berita
BAB III Gambaran umum Koran Tempo, penulisakan
menggambarkan mengenai sejarah berdiri Koran Tempo,
Visi dan Misi Koran Tempo, Struktur organisasi Koran
Tempo dan Rubrikasi Koran Tempo.
BAB IV Hasil penelitian, menguraikan Wacana Pesan Moral dalam
berita Keunikan Tradisi Perayaan Maulid Nabi Muhammad
SAW Etnis Bugis Bali di koran Tempo dilihat dari segi teks,
Kognisi Sosial dan Konteks Sosial.
BAB V Penutup, menguraikan kesimpulan berdasarkan pada bab
bab sebelumnya, peneilitan ini juga dilengkapi dengan
[image:22.595.99.508.225.608.2]12 BAB II
LANDASAN TEORI
A. ANALISIS WACANA
1. Pengertian Analisis Wacana
Pengertian analisis wacana terdiri dari dua kata, yaitu analisis dan wacana. Analisis
menurut Kamus Besar Indonesia (KBBI) adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa,
penjelasan sesudah dikaji sebaik-baiknya, penguraian suatu pokok atas berbagai bagian, serta
karya sastra atau unsur-unsurnya untuk memahami pertalian antar unsur tersebut.1
Secara etimologi istilah wacana berasal dari bahasa Sansekerta wak/wak/uak yang
memiliki arti „berkata‟ dan „berucap‟. Kemudian kata tersebut mengalami perubahan
menjadi wacana. Kata „ana‟ yang berada dibelakang adalah bentuk sufiks (akhiran) yang
bermakna „membendakan‟ (nominalisasi). Dengan demikian, kata wacana dapat dilakukan
sebagai perkataan atau tuturan.2
Istilah wacana diperkenalkan dan digunakan oleh para ahli linguistik (ahli Bahasa) di
Indonesia sebagai terjemahan dari istilah bahasa Inggris, „discourse‟, kata „deiscourse‟
sendiri berasal dari bahasa Latin, discursus (lari ke sana lari ke mari). Kata ini diturunkan
dari kata „dis‟ (dan/dalam arah yang berbeda-beda) dan kata „currere‟ (lari).3
Dalam Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, terdapat tiga makna dari istilah
wacana. Pertama, percakapan, ucapan, dan tutur. Kedua, keseluruhan tutur atau cakapan yang
1
Depdikbud, Kamus Besar Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, cet ke-1 1998), h. 32
2
Deddy Mulyana, Kajian Wacana: Teori, Metode Aplikasi, dan Prinsip-Prinsip Analisis Wacana,
(Yogyakarta: Tiara Wacana, 2005) h. 3
3
merupakan satu kesatuan. Ketiga, satuan bahasa terbesar, terlengkap yang realisasinya pada
bentuk karangan yang utuh, seperti novel, buku, artikel.4
Definis klasik wacana berasal dari asumsi-asumsi formalis (dalam istilah Hymes
1974b, “struktural”), mereka berpendapat bahwa wacana adalah “bahasa di atas kalimat atau di atas klausa” (Stubbs 1983:1).5
Van Dijk (1985:4) mengamati bahwa karakteristik deskripsi struktural wacana pada
beberapa perbedaan unit, kategori bentuk sistematik atau hubungan-hubungan yang berbeda.
Lajutnya, menurut van Dijk, penelitian atas wacana tidak cukup hanya atas dasar dimensi
teks semata, karena teks tersebut merupakan hasil praktik produksi yang harus diamati juga.
Van Dijk menyatakan bahwa wacana itu sebenarnya adalah bangunan teoritis yang abstrak
(the abstract theoritical construct) dengan begitu wacana belum dapat dilihat sebagai
perwujudan wacana teks.6
Secara ringkas atau sederhana, teori wacana mencoba menjelaskan terjadinya sebuah
peristiwa seperti terbentuknya sebuah kalimat atau pernyataan. Wacana sebagai upaya untuk
mengungkap makna yang tersirat dari subjek yang mengungkapkan pernyataan tersebut.
Caranya, adalah dengan meletakkan posisi pada si pembicara dengan mengikuti struktur
makna dari pembicara tersebut.
Jika dicoba untuk merumuskan, analisis wacana adalah studi tentang struktural pesan
dalam komunikasi. Dalam pandangan LittelJohn, 19996:84-85). Pertama, seluruhnya
mengenai cara-cara wacana disusun, prinsip yang digunakan oleh komunikator untuk
menghasilkan dan memahami percakapan atau tipe-tipe pesan lainnya. Kedua, wacana
4
Peter Salim dan Yenny Salim, Kamus Besar Bahasa Indonesia Kontemporer, (Jakarta, Modern English Press, edisi ke -3 2002), h. 1709
5
Deborah Schiffrin, Ancangan Kajian Wacana, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h. 28
6
14
dipandang sebagai aksi. Ia adalah cara melakukan segala hal, biasanya dengan kata-kata. Ahli
analisis wacana berasumsi bahwa pengguna bahasa mengetahui bukan hanya aturan-aturan
tata bahasa kalimat, namun juga aturan-aturan untuk menggunakan unit-unit yang lebih besar
dalam menyelesaikan tujuan-tujuan pragmatik dalam situasi sosial. Ketiga, analsisi wacana
adalah suatu pencarian prinsip-prinsip yang digunakan oleh komunikator aktual dari
perspektif mereka; ia tidak memperdulikan ciri atau sifat psikologis tersembunyi atau fungsi
otak, namun terhadap problema percakapan sehari-hari yang kita kelola dan kita pecahkan.7
LittelJohn lebih mengarahkan wacana kepada aturan-aturan tata bahasa yang hadir
dalam proses berkomunikasi. Secara otomatis, lebih terarah kepada makna pesan yang
disampaikan oleh komunikator.
Maka, tetap saja dalam penelitian lebih terarah kepada tokoh van Dijk, yang lebih
memaksudkan bahwa analsis wacana sebagai suatu analisis untuk membongkar
maksud-maksud dan makna-makna tertentu.
2. Analisis Wacana Model Teun van Dijk
Model analisis wacana van Dijk kerap disebut „kognisi sosial’. Istilah ini sebenarnya
diadopsi dari pendekatan lapangan psikologi sosial, terutama untuk menjelaskan struktur dan
proses terbentuknya suatu teks.8
7
Alex Sobur, Analisis Wacana Teks Media Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Semiotik, dan Analisis Framing, h. 48-49
8
a. Teks
untuk memperoleh gambaran struktur teks dalam model van Dijk, berikut gambaran singkatnya:
1. Tematik, secara harfiah berarti tema. Tema adalah suatu amanat utama yang
disampaikan oleh penulis melalui tulisannya.
2. Skematik, umumnya teks mempunyai skema atau alur dari pendahuluan sampai
akhir. Alur menunjukkan bagian-bagian dalam teks yang disusun dan diurutkan
hingga membentuk suatu kesatuan arti.
3. Semantik, adalah displin ilmu bahasa yang menelaah makna satuan lingual, baik
makna leksikal maupun makna gramatikal.9
4. Sintaktis, merupakan struktur teks yang dalam pengemasannya menentukan
koherensi dan kata ganti yang digunakan dalam satu kalimat. Koherensi adalah
pertalian atau jalinan antar kata atau kalimat dalam teks.
5. Stilistik, yaitu cara yang digunakan oleh penulis untuk menyatakan maksud dengan
menggunakan bahasa sebagai sarana.
6. Retoris, adalah gaya yang diungkapkan ketika seseorang berbicara atau menulis
yang memiliki fungsi persuasif dan berhubungan erat dengan bagaimana pesan itu
disampaikan kepada khalayak.
Keenam unsur teks itu kecuali satu yaitu Retoris tidak penulis gunakan dalam skripsi
ini karena retoris tidak ada kaitannya di dalam penelitian penulis
9
16
b. Konteks Sosial
Konteks sosial adalah faktor-faktor yang memperngaruhi cerita atau teks yang berasal
dari luar. Menurut van Dijk struktrur ini melihat bagaimana teks ini dihubungkan lebih jauh
dengan struktural sosial dan pengetahuan yang berkembang dalam publik atas suatu wacana.
Konteks sosial berusaha memasukkan semua situasi hal yang berada diluar teks dan
mempengaruhi pemakaian bahasa.
c. Kognisi Sosial
Dalam kerangka analisis van Dijk, pentingnya kognisi sosial yaitu kesadaran mental
wartawan yang membentuk teks tersebut. Karena, setiap teks pada dasarnya dihasilkan lewat
kesadaran, pengetahuan, prasangka, atau pengetahuan tertentu atas suatu peristiwa. Di sini,
wartawan tidak sebagai individu yang netral tapi individu yang memiliki beragam nila,
pengalaman, dan pengaruh ideologi yang didapatkan dari kehidupannya.
Peristiwa dipahami berdasarkan skema atau model, skema dikonseptualisasikan
sebagai struktur mental dimana tercakup cara pandang terhadap manusia, peranan sosial dan
peristiwa. Ada beberapa skema atau model yang dapat digunakan dalam analisis kognisi
sosial penulis, digambarkan sebagai berikut10
10
Tabel 1
Skema atau Model Kognisi Sosial Van Dijk
Skema Person (Person Schemes)
Skema ini menggambarkan bagaimana seseorang menggambarkan dan memandang orang
lain
Skema diri (Self Schemas)
Skema ini berhubungan dengan bagaimana diri sendiri dipandang , dipahami, dan
digambarkan oleh seseorang
Skema Peran (Rule Schemas)
Skema ini berhubungan dengan bagaimana seseorang memandang dan menggambarkan
peranan dan posisi seseorang dalam masyarakat
Skema Peristiwa (Event Schemas)
Skema ini yang paling sering dipakai, karena setiap peristiwa selalu ditafsirkan dan dimaksud
dengan skema tertentu
B. KONSEPTUALISASI BERITA
1. Pengertian Berita
Paul De Manssener dalam buku Here’s The News : Unesco Associate menyatakan,
news atau berita adalah sebuah informasi yang penting dan menarik perhatian serta minta
khalayak pendengar. Charnley dan James M. Neal menuturkan berita adalah laporan tentang
18
menarik, masih baru dan harus secepatnya disampaikan kepada khalayak (Erol Jonathans
dalam Mirza, 2008:68-69).11
Berita dapat didefinisikan sebagai peristiwa yang dilaporkan segera yang didapat di
lapangan dan sedang dipersiapkan untuk dilaporkan, belum dapat disebut berita. Wartawan
yang menonton dan menyaksika peristiwa, belum tentu telah menemukan peristiwa.
Wartawan harus bisa menemukan peristiwa setelah memahami proses atau jalan cerita, yaitu
harus tau apa (what) yang terjadi, siapa (who) yang terlibat, bagaimana kejadian itu terjadi
(how), kapan (when) terjadi, dimana (where) peristiwa itu terjadi, dan mengapa (why) sampai
terjadi. Keenam hal tersebut merupakan unsur berita.12
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa berita adalah jalan cerita tentang peristiwa. Ini
berarti bahwa suatu cerita setidaknya mengandung dua hal, yaitu peristiwa dan jalan
ceritanya. Jalan cerita tanpa peristiwa atau peristiwa tanpa jalan tidak dapat disebut berita.13
Setelah merujuk kepada beberapa definisi tersebut, maka dapat didefinisikan berita
sebagai berikut: berita adalah laporan tercepat mengenai fakta atau ide terbaru yang benar,
menarik dan atau penting bagi sebagian besar khalayak, melalui media berkala seperti surat
kabar, radio, televisi atau media online internet.14
11
AS Haris Sumadira, Jurnalistik Indonesia Tekhnik Menulis Berita dan Feature, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2005), h.64
12
Eni Setiati, Ragam Jurnalistik Baru dalam Pemberitaan, h.18
13
Sudirman Tebba, Jurnalistik Baru, (Ciputat: Kalam Indonesia, 2005), h.55
14
2. Nilai-Nilai Berita
Nilai berita atau news values merupakan elemen-elemen dari berita sebagai dasar
patokan bagi wartawan untuk memutuskan berita mana yang pantas untuk diliput, dan mana
yang tidak. Meski menurut Downie JR dan Kaiser, istilah tersebut tidak mudah didefinisikan.
Kriteria nilai umum berita, menurut Brian S. Brooks, George Kennedy, Darly M.
Moen, dan Doen Ranly dalam “News Reporting and Editing” (1980:6-17) menunjuk kepada
sembilan hal. Beberapa pakar lain menyebutkan, ketertarikan manusiawi (humanity) dan seks
(sex) dalam segala dimensi dan manifestasinya, juga termasuk ke dalam criteria umum nilai
berita yang harus diperhatikan dengan seksama oleh para reporter dan editor media massa.
Sehingga terdapat 11 nilai berita, menurut AS Haris Sumadira dalam bukunya : Jurnalistik Indonesia Menulis Berita dan Feature” yakni :
a. Keluarbiasaan (unsualness)
b. Kebaruan (newsness)
c. Akibat (impact)
d. Actual (timelines)
e. Kedekatan (proximity)
f. Informasi (information)
g. Konflik (conflict)
h. Orang penting (prominence)
i. Ketertarikan manusiawi (human interest)
20
k. Seks (sex).15
Dari 11 nilai berita menurut AS Haris Sumadira yang paling berhubungan dalam topik
berita yang penulis yaitu Aktual, Kedekatan, Informasi
C. KONSEP DAKWAH
1. Pengertian Dakwah
Secara etimologi kata dakwah berasal dari bahasa Arab yang berarti panggilan,
pengajakan, penyeruan, atau orang yang mengajak. Bila diurai menurut tata bahasa Arab kata
dakwah berasal ةوعد ,وعدي ,اعدyang artinya menyeru, memanggil, mengajak dan menjamu.16
Adapula pengertian lain mengatakan bahwa dakwah diambil dari kata da’a yang
artinya memanggil, menyeru dan menghimpun manusia untuk suatu perkara dan
menganjurkan mereka untuk mengamalkannya sebagaimana yang terdapat dalama QS. Yunus
ayat 25
Artinya: “dan Allah menyeru (manusia) ke Darussalam (surga), dan memberi petunjuk
kepada orang yang Dia kehendaki ke jalan yang lurus (Islam).”
Sedangkan secara terminologi (istilah) kata dakwah memliki arti yang beragam. Hal
ini disebabkan karena adanya perbedaan sudut pandang dan penafsiran yang dilakukan oleh
15
Ibid, h.80
16
para ahli dan praktisi dakwah. Beberapa diantaranya memaparkan pengertian tentang dakwah
adalah:
a. Prof. Toha Yahya Oemar menyatakan bahwa Islam adalah sebagai upaya
mengajak umat dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan
perintah Tuhan untuk kemaslahatan di dunia dan akhirat.17
b. Syeikh Ali Mahfudz di dalam kitabnya Hidayatul Mursyiddin dakwah adalah
mendorong (motivasi manusia untuk melakukan kebaikan dan mengikuti
petunjuk, memerintahkan mereka berbuat ma’ruf dan mencegahnya dari perbuatan
munkar agar mereka memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat.18
c. Syeikh M. Abduh mengatakan dakwah adalah menyeru kepada kebaikan dan
mencegah dari yang munkar adalah fardhu yang di wajibkan kepada setiap
muslim.19
d. Menurut Muhammad Natsir dakwah mengandung arti kewajiban yang menjadi
tanggung jawab seorang muslim dalam amar ma‟ruf nahi munkar.20
Dari berbagai pengertian dakwah diatas dapat disimpulkan bahwa dakwah adalah
suatu usaha baik dalam bentuk lisan, tulisan, perbuatan dan sebagainya yang merupakan
untuk menyeru, mengajak individu atau kelompok agar mau menuju jalan Islam untuk
beramal ma’ruf nahi munkar dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari demi
mencapai keridhoan Allah.
17
Toha Yahya Oemar, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Wijaya, 1992), h.1
18
Moh. Ardani, Memahami Permasalahan Fikih Dakwah, (Jakarta: PT. Mara Cahaya Utama, 2006), h.10
19
Sayyid M. Nuh, Dakwah Fardiyyah dalam Manhaj Amal Islam, (Solo: Citra Islami Press, 1996), h.13-14
20
22
2. Pesan Dakwah
Menurut Toto Tasmara pesan dakwah adalah semua pernyataan yang bersumber dari
Al-Qur’an dan sunnah baik tertulis maupun lisan dengan pesan-pesan (risalah) tersebut.21 Sedangkan menurut Quraisy Shihab pesan dakwah merupakan Al-Islam yang bersumber pada
Al-Qu’ran dan Hadits sebagai sumber utama yang meliputi aqidah, syariah, dan akhlak. Jadi
pesan dakwah dapat dikatakan sebagai pernyataan yang berupa seperangkat lambing yang
bermakna yang disampaikan untuk mengajak manusia baik melalui media lisan maupun
tulisan agar mengikuti ajaran Islam dan mampu mensosialisasikannya dalam kehidupan
dengan tujuan mendapatkan kehidupan yang baik di dunia maupun akhirat. Penjelasan dari
pesan-pesan dakwah tersebut adalah:
1. Aqidah
Secara etimologi awidah berasal dari kata al-aqdu yang berarti ikatan,
kepastian, penetapan, pengukuhan, pengencangan dengan kuat dan juga berarti
yakin. Sedangkan secara terminologi, terdapat dua pengertian aqidah baik
secara umum maupun secara khusus.secara umum aqidah berarti hokum yang
benar seperti keimanan dan ketahuidan kepada Allah, percaya kepada
malaikat, rasul, kitab, qadha dan qadar serta hari kiamat.
2. Syariah
Secara etimologi syariah artinya jalan. Sedangkan secara terminologi syariah
artinya suatu system norma Ilahi yang mengatur hubungan manusia dengan
Tuhan, dan hubungan manusia dengan manusia, serta hubungan manusia
21
dengan alam lainnya.22 dalam pembahasan syariah meliputi perkara ibadah dan muamalah
3. Akhlak
Secara etimologi kata akhlak berasal dari bahasa Arab, jamak dari khuluqun
yang menurut bahasa berarti budi pekerti, perangkai tingkah laku atau tabiat. Secara terminologi Prof. Dr. Farid Ma’ruf mendefinisikan akhlak yaitu
kehendak jiwa manusia yang menimbulkan perbuatan dengan mudah karena
kebiasaan, tanpa memerlukan pertimbangan fikiran terlebih dahulu.23
22
Endang Saefudin Anshari, Kuliah Al-Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1992), h.23
23
24 BAB III
GAMBARAN UMUM
A. Sejarah serta Perkembangan Tempo
Tempo lahir dan besar pada zaman orde baru, disokong oleh perusahaan
yang juga dibesarkan pada masa orde baru tahun 1971, tetapi orde baru juga yang
mematikannya.1 Tempo lahir dan mati di masa orde baru. Beberapa pendiri
Tempo adalah aktivis mahasiswa tahun 1965/1966 yang ikut menggulingkan
Soekarno. Tempo luput dari pembredelan dua kali pada masa Orde Baru, tahun
1974 dan 1978. Tahun 1982, terjadi Insiden lapangan Banteng, menjelang pemilu
1982 dan dianggap oleh Pemerintah mengganggu keamanan. Untuk itu Goenawan
Muhammad harus mendatangani kesepakatan dengan Departemen Penerangan
untuk tidak meliput isu-isu yang sensitif, termasuk yang menyangkut keluarga
Cendana.
Tempo merupakan bagian kelas menengah Orde Baru, untuk itu Tempo
merupakan fondasi ekonomi yang menyokong Orde Baru. Periode ketika tempo
berjaya ialah pada dekade 1980-an, dimana anggaran belanja iklan perusahaan
banyak masuk ke media cetak. Jumlahnya mencapai 50% dari total belanja iklan
tersebut. Inilah yang pada akhirnya membuat gaji para wartawan tempo mencapai
puncaknya. Setelah perpindahan Tempo dari kawasan Senen ke kawasan
Kuningan pada tahun 1986, setahun kemudian terjadi eksodus puluhan
wartawannya. Mereka keluar dari Tempo untuk mendirikan Majalah Editor
1
http:/www.kompas.com/kompas-cetak/0509/17/pustaka/20532888.him, artikel berjudul
keluarnya mereka dikarenakan Tempo telah berubah menjadi institusi bisnis,
bukan lagi institusi perjuangan dan manajemen sering kali membela pemilik
modal dan tidak lagi menganggap wartawan sebagai aset berharga.
“Dunia media sangatlah dinamis karena ia juga mewakili dinamika dalam
masyarakat secara mikro. Kantor Tempo pertama di Senen banyak menyimpan
memori. Kehangatan ruang seperti bedeng justru menimbulkan suasana egaliter,
pintu penghubung ruangan yang mirip pintu bar di dilm-dilm koboi; perilaku para
komunis yang kocak-kocak seperti misalnya: tulisan Ong Hok Ham yang sulit
diedit karena satu halaman ketik ketinggalan di rumahnya, atau Abdurrahman
Wahid yang bisa menghabiskan dua nasi bungkus mulai menegetik kolomnya di
Kantor Tempo; dan perilaku para wartawannya sendiri yang memang jahil,
menyiasati waktu-waktu krisis saat deadline. Situasi ini bergeser ketika kemudian
Tempo pindah dari suasana pasar ke situasi perkantoran modern di kawasan
Kuningan.”2
Majalah Tempo adalah majalah berita mingguan Indonesia yang umumnya
meliput berita dan politik. Edisi pertama Tempo diterbitkan pada Maret 1971 yang
merupakan majalah pertama dan tidak memiliki afiliasi dengan pemerintah.
Majalah ini pernah dilarang oleh pemerintah pada tahun 1982 dan 21 Juni 1994,
Tempo kembali beredar pada 6 Oktober 1998. Tempo juga menerbitkan majalah
dalam bahasa Inggris sejak 12 September 2000 yang bernama Tempo Magazine
dan pada 2 April 2001 Tempo juga menerbitkan Koran Tempo. Pelarangan terbit
Majalah Tempo pada 1994 bersama dengan Editor dan Detik, tidak pernah jelas
2
26
penyebabnya. Tapi banyak orang yakin bahwa Menteri Penerangan saat itu.
Harmoko, mencabut Surat Izin Usaha Penerbitan pers (SIUPP) Tempo karena
laopran majalah ini tentang impor kapal dari Jerman, laporan ini dianggap
membahayakan stabilitas negara. Laporan utama membahas keberatan pihak
militer terhadap impor oleh Menristek BJ Habibie. Sekelompok wartawan juga
kecewa pada sikap Pesatuan Wartawan Indonesia (PWI) karena menyetujui
pembredelan Tempo. Editor dan Detik yang mendirikan Aliansi Jurnalis
Indonesia (AJI).
Koran Tempo adalah sebuah koran berbahasa Indonesia yang terbit di
Indonesia, pemiliknya adalah PT Tempo Inti Media Harian. Tempo sebelumnya
dikenal dengan Majalah Tempo. Dalam proses pendiriannya Koran Tempo
melakukan penjualan saham kepada publik sebanyak 17,6 persen dari dana
tersebut hingga akhirnya koran ini bisa beroperasi. Koran Tempo pertama kali
diterbitkan di Jakarta, 2 April 2001 dengan sirkulasi sebesar 100.000 setiap hari.3
Pertimbangan mendirikan Koran Tempo secara tekhnis ialah untuk mewadahi
bahan-bahan berita Majalah Tempo yang terbuang percuma, secara idealis Koran
Tempo mencoba memunculkan sesuatu yang baru dan berbeda dari surat kabar
lainnya.
Idealisme Koran Tempo sendiri ialah menjadi media massa cetak yang
mampu mendorong masyarakat menjadi kritis dalam menerima informasi Market
reader. Koran Tempo ialah masyarakat kelas menengah ke atas yang secara
ekonomi berkecukupan dan memiliki pendidikan tinggi. Motto yang dianut Koran
3
Tempo adalah ”to be concise”, yaitu memberitakan sebuah peristiwa dengan
ringkas padat dan jelas sesuai dengan 5 W + 1 H. Motto ini juga yang mendasari
desain Koran Tempo yang pendek dan berita tidak bersambung dari satu halaman
lain ke halaman lainnya. Pertimbangan lain adalah waktu pembaca surat kabar
yang relatif pendek.
Saat ini Tempo memiliki labelnya sebagai koran kompak, sebuah
pergeseran konsep surat kabar harian broadsheet menjadi format tabloid lima
kolom yang lebih mungil dan ringkas. Harus diakui bahwa Tempo adalah sebuah
sekolah jurnalisme dalam praktik di Indonesia yang alumninya diakui di
mana-mana. Sebutlah nama-nama petinggi media di Indonesia saat ini, banyak di
antaranya adalah alumni Tempo. Kalau menyebut nama berita, sukar menyebut
media mana pun yang tak ada alumni Tempo di dalamnya.
Selain Majalah dan Koran, Tempo mengeluarkan berita yang mudah di
akses dalam media online. Situs berita Tempointeraktif.com berganti nama
menjadi Tempo.co pada 23 November 2011. Pergantian identitas ini akan lebih
memberikan kemudahan dan kenyamanan bagi pengaksesnya. Tampilan dan
rubrikasi berita lebih jernih, jumlah berita lebih banyak dan isi lebih akurat.
Konten yang ditampilkan dibuat lebih berwarna agar menarik mata pengunjung
untuk betah dan berlama-lama menikmati situs tersebut.
Perubahan itu juga menjadi bukti perhatian besar Tempo Media Group pada media online. Sangat penting untuk tampil lebih “enak dibaca dan perlu” di
tengah kompetisi media online di tanah air saat ini. Kanal-kanal diperbaiki supaya
28
Olahraga, Otomotif, Seleb, Travel. Konten kanal foto, grafis, serta video
memperkaya situs itu. Ditambah dengan Jeda, Blog, info pemerintah daerah,
sampai berita lelang, jumlah berita yang tampil kini rata-rata mencapai 450 berita
sehari-hari.
Pergantian nama menjadi Tempo.co merupakan bagian dari strategi
memperkukuh konvergensi pada produk berita Tempo. Peristiwa yang terjadi di
lapangan akan online di Tempo.co. Kemudian Koran Tempo akan menyajikannya
dengan menambahkan konteks, kelengkapan dan tambahan data. Untuk berita
dengan magnitude luas, Majalah Tempo akan menyajikan cerita di balik peristiwa
yang terjadi tadi. Semua saling bertaut, saling melengkapi. Semua berita di media
online dan cetak itu sudah pula bisa diunduh lewat aplikasi Tempo di perangkat
digital berbasis Android dan lapak digital iTunes lewat iPad.
Selain itu, produk digital Tempo juga dapat diakses melalui telepon
“pintar” berbagai jenis dan merk, juga BlackBerry dan iPhone. Tempo telah
mengembangkan aplikasi iPad dan Android untuk hampir semua produk majalah
cetaknya. Aplikasi digital tersebut diharapkan memberikan pengalaman baru bagi para pembaca untuk menikmati semua “terbitan” Tempo Media Group. Pengakses
digital tidak hanya bisa menikmati teks berita bermutu, infografik, atau disain
yang memikat tapi juga tampilan audio dan video yang tentu saja lebih menarik.
Tempo Media Group memang bertekad mengembangkan layanan media
yang terintegrasi dengan baik. Tentu saja modal yang diperlukan tidak sedikit.
Untuk membangun aplikasi digital untuk platform iPad dan Android dibutuhkan
baru. Angka ini juga belum mencakup investasi aplikasi untuk perangkat
BlackBerry, juga penambahan kapasitas bandwidth dan perombakan web.
Mulai 2012, tim digital Tempo menganggarkan dana cukup besar untuk
pengembangan infrastruktur server dan peningkatan bandwidth. Sejak
diluncurkan, jumlah pengakses digital Tempo telah meningkat lebih dari 500
persen.
Produk digital akan terus dikembangkan sesuai dengan road-map yang
disusun tim digital Tempo. Peta pengembangan itu disusun dengan
memperhatikan perkembangan teknologi digital, kompetitor dan potensi pasar.
Tentu yang terpenting adalah penyempurnaan konten berita. Usaha co-branding
dengan mitra kerja menjadi bagian pengembangan digital ini, di samping kegiatan
promosi.
Hasilnya mulai tampak. Sejak Tempo lahir kembali pada 1998, situs berita
Tempo.co yang lahir di masa pembredelan itu mengalami pertumbuhan yang luar
biasa. Menurut catatan Google Analytics, sepanjang 2010 terjadi peningkatan
jumlah pengunjung sebesar 190 persen, dari 1 juta pengunjung menjadi 4,5 juta
pengunjung per bulan. Sementara itu, jumlah halaman (page per view) yang
dibuka pengunjung juga mengalami peningkatan menjadi 18-20 juta halaman per
bulan.
Keberhasilan itu menggembirakan, walaupun belum cukup. Jumlah
pengunjung Tempo.co ditargetkan akan meningkat menjadi 8-9 juta, dengan 35
30
juga berharap mampu masuk peringkat 5 besar di situs pemeringkat Alexa dalam
waktu dekat ini.
B. Visi Misi Tempo Inti Media
Visi Tempo Inti Media
Menjadi acuan dalam proses meningkatkan kebebasan rakyat untuk
berpikir dan mengularkan pendapat serta membangun suatu masyarakat yang
menghargai kecerdasan dan perbedaan pendapat.4
Misi Tempo Inti Media
1. menyumbangkan kepada masyarakat suatu produk multimedia yang
menampung dan menyalurkan secara adil suara yang berbeda-beda
2. Sebuah produk multimedia yang mandiri, bebas dari tekanan kekuasaan
modal dan politik
3. Terus meningkatkan apresiasi terhadap ide-ide baru, bahasa, dan tampilan
visual yang baik.
4. Sebuah karya yang bermutu tinggi dan berpegang pada kode etik
5. Menjadikan tempat kerja yang mencerminkan Indonesia yang beragam
sesuai kemajuan jaman.
6. Sebuah proses kerja yang menghargai kemitraan dari semua sektor
4
7. Menjadi lahan yang subur bagi kegiatan-kegiatan untuk memperkaya
khasanah artistik dan intelektual
C. Struktur Organisasi Tempo
Pemimpin Redaksi : Gendur Sudarsono
Wakil Pemimpin Redaksi : Daru Priyambodo
Redaktur Eksekutif : M. Taufiqurrahman
Nasional dan Hukum
Redaktur Pelaksana : Budi Setyarso, Elik Susanto, I. R. Baskoro, Yosep
Suprayogi
Redaktur : Bagja Hidayat, Jajang Jamaludin, Jobphie
Sugiarto, Setri Yastra, Sukma N Lophies
Ekonomi
Redaktur Pelaksana : Nugroho Dewantoro
Redaktur : Ali Nur Yasin, Efri. N. P, Ritongga, Retno
Sulistyawati, Y Tomi Aryanto
Internasional dan Nusa
32
Redaktur : Dwi Arjanto, Maria Hasugian, Mustafa Ismail,
Raju Febrian, Sapto Yunus
News dan Metro
Redaktur : Purwanto, Widiarsi Agustina, Yandi Rofyandi,
Zakarias Wuragil
Sains dan Sport
Redaktur Pelaksana : Yosep Soeprayogi, Yosrizal Suriagi
Redaktur : Firman Atmahkusumah, Harry Prasetyo, Irfan
Budiman, Nurdin Saleh, Candra Dewi
Gaya Hidup dan Seni
Redaktur Pelaksana : Qoris Tajudin, Seno Joko Suyono
Redaktur : Dudi Hidayat, Dwi Wilyana, Kurniawan, Nurdin
Kalim, Purwanti Diah Prabandari
Investigasi dan Khusus
Redaktur Pelaksana : Purwanto Setiadi
Kreatif
Redaktur Kreatif : Gilang Rahadian
Redaktur Desain : Eko Punto Pambudi, Yuyun Nurochman
Bahasa
Redaktur Bahasa : Uu Suhardi (koordinator), Harto Pratikto, Sapto
Nugroho
Pusat data dan Analisis Tempo
Koordinator : Priarna Ade Subrata
34 BAB IV
TEMUAN DAN ANALISIS DATA
A. Temuan
Bali dikenal sebagai pulau yang dihuni oleh mayoritas Hindu, namun ternyata
terdapat pula masyarakat Muslim yang telah berabad lamanya menghuni pulau Bali dan
hidup berdampingan dengan masyarakat Hindu. Sejarah masuknya Islam di Bali ternyata
berbeda-beda di setiap kabupaten dan memiliki keunikan tersendiri. Berdasarkan catatan
sejarah, disebutkan bahwa Islam masuk ke Bali sejak abad ke-14, tepatnya di daerah Gelgel,
kabupaten Klungkung. Berdasarkan cerita rakyat turun-temurun, cikal bakal orang Islam
pertama yang datang ke Gelgel (pusat pemerintahan di Bali sejak abad ke-14) adalah para
pengiring Dalem dari Majapahit berjumlah 40 orang pada masa pemerintahan Dalem Ketut
Ngelesir, Raja Gelgel I. Raja Dalem Ketut yang masih termasuk dinasti Majapahit
mendirikan Kerajaan Gelgel, yang pada saat itu masih di bawah naungan kerajaan Majapahit.
Dikisahkan, setelah Majapahit runtuh, datanglah Ratu Dewi Fatimah dari Majapahit yang
beragama Islam dengan niat untuk mengajak Raja Dalem Ketut memeluk Islam dan bersedia
menjadi istri apabila Raja Dalem Ketut menjadi Muslim. Konon, upaya Ratu Dewi Fatimah
gagal karena upaya yang semestinya mengkhitan Raja Dalem Ketut ternyata tidak mampu
memutuskan bulu kaki Raja Dalem Ketut. Akhirnya Ratu Dewi Fatimah kembali ke Loloan
(kabupaten Jembrana) tempat pertama beliau mendarat. Setelah Ratu Dewi F atimah
meninggal, para pengiringnya kembali ke Gelgel dan bermukim di sana. Sejak saat itulah
terdapat pemeluk Islam di Gelgel.1
Gelombang berikutnya, Islam masuk ke Bali sejak abad ke-17, berawal dari
datangnya para pelaut Bugis yang melakukan hubungan dagang. Melalui hubungan dagang
1
inilah Islam diperkenalkan ke masyarakat Bali dan berkembang secara damai. Menurut
sumber-sumber lokal, kelompok orang-orang Bugis ini dikenal dengan sebutan "wong
sunantara" atau "wong nusantara". Gelombang masuknya Islam ke Bali menunjukkan
intensitas yang tinggi pada tahun 1667 setelah terjadi perang Makassar dimana para pedagang
dan bangsawan Bugis-Makassar meningalkan daerahnya untuk menghindari diri dari kejaran
Belanda dan akhirnya mendarat di Badung, Buleleng dan Jembrana. Ketiga daerah ini
kemudian menjadi pusat kekuatan orang-orang Bugis di Bali. Hingga kini masyarakat
Muslim paling banyak terdapat di Badung, Buleleng dan Jembrana2
Sisa-sisa pelaut Bugis yang melarikan diri menuju Badung merupakan pelautpelaut
Bugis Wajo. Para pelaut Muslim ini berlabuh di pelabuhan Serangan yang merupakan
pelabuhan penting di kabupaten Badung, termasuk Kuta yang terletak di Bali Selatan.
Berdasarkan laporan salah seorang utusan Belanda, pada tahun 1828-1830 Kuta merupakan
daerah pelabuhan dan tempat berdagang yang ramai dengan penduduknya terdiri atas 30 KK
orang Bugis dan 30 KK orang Bali yang memeluk Islam3. Sementara itu, beberapa penduduk
asli di pesisir pantai seperti di Serangan, Suwun, Tuban telah memeluk Islam karena
pergaulannya dengan para pelaut Bugis yang tinggal di pesisir pantai, sehingga sering disebut
sebagai Bali Islam4. Orang-orang Bugis yang bermukim di pesisir pantai di Bali Selatan ini
kemudian membentuk pemukiman Muslim yang masih ada hingga saat ini. Proses
terbentuknya masyarakat Islam di Badung yang dibawa oleh para pelaut dan pedagang Bugis
juga dapat dilihat dari berdirinya masjid. Menurut cerita raja Pamecutan IX (Cokorde
Pamecutan) masjid pertama yang didirikan di daerah Badung adalah masjid orang-orang
Bugis di Serangan yang mendapat bantuan dari kerajaan di mana marmer yang dipasang di
2
Yuliani, Ni Putu.1993. Kerukunan antar Umat Beragama di Jembrana dan Buleleng 1856-1990: Suatu Tinjauan Sejarah, (Skripsi S1), Fakultas Sastra Universitas Udayana, Denpasar
3
Parmiti, Ni Nyoman. 1998. Masyarakat Islam di Badu.ng 1891-1990, Skripsi S1 , Fakultas Sastra, Universitas Udayana Denpasar
4
36
dalam masjid didatangkan dari Cambay Gujarat-India. Kemudian orang-orang Bugis juga
membangun masjid di daerah Suwung5.
Masuknya Islam ke Serangan berkaitan erat dengan kedatangan pedagangpedagang
Bugis di Serangan. Meskipun belum ada catatan yang pasti, diperkirakan orang-orang Bugis
telah bermukim di Bali Utara pada 1642. Sementara di Bali Barat, orang-orang Bugis datang
pada tahun 16696 Berdasarkan cerita turun-temurun orang-orang Bugis yang bermukim di
Serangan berasal dari Lombok dan Sumbawa. Mereka bermukim di Badung setelah terjadi
penggabungan Sumbawa dan Lombok. Di mana pada periode abad ke-17, Kerajaan Gelgel di
Bali mengalami kejayaan dan wilayah kekuasaannya meliputi seluruh Bali, Lombok dan
Sumbawa7
Teori Van Dijk yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya merupakan teori yang
menggunakan analisis teks, konteks sosial dan kognisi sosial dalam menganalisis suatu
wacana, maka untuk mempermudah penulis dalam mengolah data yang terdapat dalam berita
Peringati Maulid Nabi, Warga Muslim di Bali Arak Ribuan Telur.
Peneliti memfokuskan pada berita Peringati Maulid Nabi, Warga Muslim di Bali Arak
Ribuan Telur dengan alasan berita ini.
Bulan Rabiul Awal merupakan bulan yang sangat bersejarah dan berharga bagi umat
Islam di dunia. Di mana pada bulan ini Allah SWT telah mengaruniakan kepada kita umat
manusia, seorang Nabi dan Rasul bernama Muhammad bin Abdullah sebagai rahmat bagi
semesta alam.
5
Sarlan, M. MPA (ed.). 2009 Islam di Bali: Sejarah masuknya agama Islam ke Bali, Bidang Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi Bali. Program Peningkatan ..
6
Suwitha, I Putu Gede. 1985. "Hubungan antar suku Bangsa dalam Masyarakat Majemuk di Jembrana Bali", Masyarakat Indonesia, No.2, Jakarta: LIPI
7
Sebagaimana firman-Nya.
Artinya: “dan tiadalah Kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk (menjadi)
rahmat bagi semesta alam.” (QS al-Anbiya; 107)
Tanggal 12 Rabiul Awal telah menjadi salah satu tanggal istimewa bagi sebagian
kaum muslimin. Tanggal ini dianggap sebagai hari kelahiran Nabi akhir zaman, sang pembawa risalah, penyempurna iman, Nabi agung Muhammad shallallahu alaihi wa’alaa alihi
wa sahbihi wa sallam. Beliau merupakan sosok teladan umat muslim yang pada sosoknya lah
kita berkaca terhadap semua tindak tanduk yang kita perbuat setiap harinya.
Tanggal 12 Rabiul Awal ini biasa disebut Maulid Nabi atau Maulud saja. Kata maulid
atau milad dalam bahasa arab berarti hari lahir. Jadi Maulid Nabi Muhammad SAW (bahasa
Arab mawlid an-nabi), adalah peringatan hari lahir Nabi Muhammad SAW.8 Peringatan
Maulid Nabi merupakan tradisi yang berkembang di masyarakat Islam jauh setelah Nabi
Muhammad wafat. Masyarakat muslim di Indonesia menyambut Maulid Nabi dengan
mengadakan perayaan keagamaan seperti pembacaan syair Barzanji dan pengajian.
Peringatan ini bukan sekedar mengenang sebatas kelahirannya saja. Lebih dari itu secara
substansi, peringatan ini adalah ekspresi kegembiraan dan penghormatan kita selaku umatnya
kepada Nabi Muhammad SAW. Tujuannya adalah untuk membangkitkan kecintaan kita
kepada Nabi Muhammad SAW.
Salah satu bentuk kecintaan kita kepada beliau adalah bershalawat, sebagaimana yang
diperintahkan Allah dalam QS al-Ahzab:56
ۚ
8
38
Artinya: “Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Wahai
orang-orang yang beriman, bershalawatlah kalian untuk Nabi dan ucapkanlah
salam penghormatan kepadanya.” (Al-Ahzab: 56)
Manusia sebagai mahluk sosial tidak dapat hidup sendiri, melainkan memerlukan
orang lain dalam berbagai hal, seperti bergaul, bekerja, tolong menolong, kerja bakti,
keamanan, dan lain-lain. Seperti halnya yang dikemukakan oleh Kayam9 sebagai berikut :
Sejak manusia bergabung dalam suatu masyarakat, agaknya, keselarasan menjadi suatu kebutuhan. Betapa tidak ! Pada waktu pengalaman mengajari manusia hidup bermasyarakatjauh lebih menguntungkan, efisien dan efektif daripada hidup soliter, sendirian, pada waktu itu pula manusia belajar untuk menenggang dan bersikap toleran terhadap yang lain. Pada waktu dia tahu bahwa untuk menjaga kelangsungan hidupnya dia membutuhkan bekerja bersama orang yang kemudian mengikat diri dalam suatu masyarakat, manusia juga belajar memahami suatu pola kerjasama yang terdapat dalam hubungan antara anggota masyarakat tersebut.
Kerjasama yang dilakukan secara bersama-sama disebut sebagai gotong-royong,
akhirnya menjadi strategi dalam pola hidup bersama yang saling meringankan beban
masing-masing pekerjaan. Adanya kerjasama semacam ini merupakan suatu bukti adanya keselarasan
hidup antar sesama bagi komunitas, terutama yang masih menghormati dan menjalankan
nilai-nilai kehidupan, yang biasanya dilakukan oleh komunitas perdesaan atau komunitas
tradisional. Tetapi tidak menuntup kemungkinan bahwa komunitas masyarakat yang berada
di perkotaan juga dalam beberapa hal tertentu memerlukan semangat gotong-royong.10
Gotong-royong sebagai bentuk solidaritas sosial, terbentuk karena adanya bantuan
dari pihak lain, untuk kepentingan pribadi ataupun kepentingan kelompok, sehingga di
9
Kayam Umar, Prisma No.3 Th XVI 1987. Keselarasan dan Kebersamaan : Suatu Penjelajahan Awal. Jakarta : LP3ES. Hal. 18
10
dalamnya terdapat sikap loyal dari setiap warga sebagai satu kesatuan. Dalam hal ini,
Parson11 mengemukakan,
Loyalty is, as it were, the uninstitutonalized precusor of solidarity, it is the “spilling
over” of motivation to conform with the interests or expectations of alter beyond the boundaries of any institutionalized or agreed obligation. Collectivity-orientation on the other hand converts this “propensity” into an institutionalized obligation of the
role-expectation. Then whether the actor “feel like it” or not, he is obligated to act in
certain ways and risks the application of negative sanctions if he does not.
Loyalitas, karena itu, para pendahulu uninstitutonalized solidaritas, itu adalah
"tumpah" motivasi agar sesuai dengan kepentingan atau harapan mengubah melampaui batas-batas dari setiap dilembagakan atau disetujui kewajiban. Kolektivitas-orientasi di sisi lain mengubah ini "kecenderungan" menjadi kewajiban dilembagakan peran-harapan. Lalu apakah aktor "merasa seperti itu" atau tidak, ia wajib untuk bertindak dengan cara tertentu dan risiko penerapan sanksi negatif jika dia tidak.
Kehidupan warga suatu komunitas yang terintegrasi dapat dilihat dari adanya
solidaritas di antara mereka melalui tolong-menolong tanpa keharusan untuk membalasnya,
seperti adanya musibah atau membantu warga lain yang dalam kesusahan. Warga komunitas
suatu saat akan memiliki kegiatan yang memerlukan bantuan dari warga lainnya, yaitu
penyelenggaraan suatu tradisi perayaan keagamaan.
Bantuan yang dilakukan terhadap warga yang melakukan kegiatan ini dapat berupa
bahan makanan, uang, ataupun tenaga. Mereka yang datang membantu terlebih dahulu
diberitahu waktu perayaan dilaksanakan, sehingga akan mempersiapkan segala sesuatunya.
Seperti masyarakat Hindu di Bali yang membantu warga Muslim saat memperingati Maulid
Nabi seperti mengarak miniatur perahu. selain itu warga Hindu juga ikut menyumbang telur
hias untuk memeriahkan perayaan maulid Nabi di Bali.12
11
Parsons Talcott, The Social System. (New York: Amerind Publishing Co. Pvt. Ltd. 1951), Hal. 97 – 98
40
Kemudian sikap toleransi yang diberikan masyarakat Hindu kepada warga Muslim di
Bali tidak menggangu dan saling menghormati saat perayaan berlangsung seperti yang telah
di ajarkan Rasulullah dimana pada masa hidup Rasulullah toleransi antar umat beragama itu
beliau gambarkan dalam hubungan jual-beli dan saling memberi dengan non muslim.13
Sebagaimana diterangkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam kitab
al-Maghazi hadits nomor 4467:
نعف
ةشئ ع
ضر
ها
نع
:تل ق
ف ت
بنلا
لص
ها
ه لع
ملس
هعرد
ةن ه م
دنع
د
.ن ثاثب
: نع
ع ص
نم
عش
تك(
،
غملا
مقر
ث دحلا
6644
)Artinya: “Dari Aisyah RA. Dia berkata: Nabi telah wafat sedangkan baju besinya telah
diberikan kepada seorang yahudi sebagai gadai dengan 30 sha‟ gandum”. (Kitab
al-Maghazi, hadits nomor 4467)
B. Analisis
1. Kerangka Analisis Teks Menurut Teori Teun A Van Dijk
Dalam menganalisis berita Peringati Maulid Nabi di Bali memfokuskan dan
menguraikan peristiwa tertentu dengan struktur wacana untuk melihat proses retorika dan
persuasi yang dijalankan ketika seseorang menyampaikan pesan, penulis menggunakan
struktur wacana model Van Dijk yang terdiri dari struktur makro, superstruktur dan struktur
mikro, yang terdiri dari elemen yaitu tematik, skematik, semantik, sintaktis, dan stilistik.
a. Tematik
Pada bab sebelumnya dituliskan bahwa elemen tematik merupakan gagasan inti atau
gambaran umum dari suatu teks atau yang sering kita kenal tema/topik, yaitu
13
[image:51.595.70.528.222.579.2]