ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PRODUKSI PADI DI KABUPATEN ACEH TENGGARA
TESIS
OLEH :
SYAHROEL DESKY
057018032/EP
MAGISTER EKONOMI PEMBANGUNAN
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2007
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis telah dapat menyelesaikan penelitian tesis ini
sebagaimana mestinya. Selawat serta salam kepada Nabi Muhammad SAW yang
telah membawa cahaya ilmu pengetahuan ke dunia ini.
Penelitian tesis dengan mengambil judul ”Analisis faktor-faktor yang
mempengaruhi produksi padi di Kabupaten Aceh Tenggara” ini menganalisis
pengaruh dari luas lahan garapan, waktu kerja yang digunakan, jumlah pekerja,
penggunaan pupuk, pestisida, dan benih dalam mempengaruhi tingkat produksi
padi sawah dengan mengambil 120 sampel petani padi sawah di Kabupaten Aceh
Tenggara.
Dalam proses penelitian dan penyusunan laporan tesis, penulis banyak
mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karenanya dalam kesempatan ini
penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya
kepada:
1. DR. Murni Daulay, M.Si dan DR. Syaad Afifuddin, M.Ec selaku ketua dan
sekretaris Program Studi Ekonomi Pembangunan.
2. DR. Dede Ruslan, M.Si selaku pembimbing utama yang telah meluangkan
waktu untuk membimbing penulis, disela-sela kesibukannya.
3. Drs. Iskandar Syarief, MA selaku pembimbing anggota yang telah banyak
4. Khairil, Aida, Rara, dan rekan-rekan lainnya sesama mahasiswa Magister
Ekonomi Pembangunan khususnya angkatan IX yang telah meluangkan waktu
untuk diskusi
5. Kepada kedua orang tuaku Sehaddin Desky dan Hj. Hayatun terima kasih
banyak atas bantuan moril dan spirit yang diberikan.
6. Kepada istri tercinta Early Burhan dan anak kami tersayang Muhammad Farrel
Nandana Desky terima kasih atas perhatian dan kesabaran menemani penulis
selama menempuh pendidikan.
7. Terakhir buat kakakku Mery dan Bang Taufik, adikku Fatmawati dan Ridwan
serta keponakanku Raihan, Hafis dan Nisa.
Penulis menyadari tesis ini masih mengandung banyak kekurangan, baik
dari segi isi maupun tata cara penulisannya, karena penulis mengharapkan kritik
dan saran kontruktif demi kesempurnaan dimasa akan datang. Kiranya penulis
mengharapkan penelitian tesis ini memberikan manfaat kepada semua pihak yang
membacanya.
Medan, Juni 2007 Penulis,
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 7
1.3 Tujuan Penelitian ... 7
1.4 Manfaat Penelitian ... 7
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis ... 9
2.1.1 Teori Produksi... 9
2.1.2 Fungsi Produksi... 12
2.1.3 Faktor Produksi dan Pendapatan... 16
2.1.3.1 Modal ... 16
2.1.3.2 Tenaga Kerja ... 17
2.1.3.3 Pendapatan ... 18
2.1.4 Maksimisasi Laba ... 21
2.1.4.1 Fungsi Permintaan Input ... 24
2.1.4.2 Fungsi Penawaran Output ... 25
2.1.4.3 Fungsi Laba Maksimum... 25
2.2 Penelitian Terdahulu ... 26
2.3 Kerangka Konseptual ... 29
2.4 Hipotesis... 31
BAB III. METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup dan Lokasi Penelitian ... 32
3.2 Teknik Pengumpulan Data... 32
3.3 Populasi dan Sampel ... 33
3.3.1 Populasi ... 33
3.3.2 Sampel... 33
3.4 Teknik Analisis Data... 35
3.5 Definisi Operasional Variabel... 37
3.6 Uji Kesesuaian (Goodness of Fit) ... 37
3.6.1 Uji Determinasi R2... 38
2.6.3 Uji Statistik t... 39
3.7 Uji Asumsi Klasik ... 40
3.7.1 Uji Multikolinearitas ... 40
3.7.2 Uji Heterokedastisitas ... 41
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Responden ... 44
4.1.1 Umur, Jenis Kelamin dan Status Perkawinan ... 44
4.1.2 Pendidikan, Pekerjaan dan Tanggungan Keluarga... 45
4.1.3 Kondisi Rumah Tempat Tinggal... 48
4.2 Tingkat Produksi Padi Sawah ... 50
4.3 Uji Asumsi Klasik... 51
4.3.1 Uji Multikolinieritas... 52
4.3.2 Uji Heterokedastisitas ... 54
4.4 Hasil Estimasi Model Penelitian... 57
4.5 Pembuktian Hipotesis ... 58
4.5.1 Uji Parsial... 59
4.5.2 Uji Simultan ... 60
4.6 Optimasi Laba Petani Melalui Harga Gabah ... 61
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 65
5.2 Saran ... 67
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Tabel I.1 Sawah Berpengairan, Luas Areal dan Total Produksi Padi di
Kabupaten Aceh Tenggara... 6
Tabel III.1 Sampel Penelitian Berdasarkan Luas Sawah dan Produksi
Tanaman Padi ... 34
Tabel IV.1 Karakteristik Umur, Jenis Kelamin, dan Status Perkawinan
Responden... 45
Tabel IV.2 Karakteristik Pendidikan, Pekerjaan dan Tanggungan
Keluaraga Responden ... 47
Tabel IV.3 Karakteristik Kondisi Tempat Tinggal Responden ... 48
Tabel IV.4 Rata-rata Tingkat Produksi dan Faktor Pendukung Tingkat
Produksi Padi Sawah di Kabupaten Aceh Tenggara ... 51
Tabel IV.5 Uji Multokolinieritas Model Produksi Padi Sawah ... 52
Tabel IV.6 Koefisien Korelasi Antar Variabel ... 53
Tabel IV.7 Hasil Uji Park Model Produksi Padi Sawah di Kabupaten
Aceh Tenggara ... 56
Tabel IV.8 Hasil Estimasi Model Penelitian... 57
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Grafik Hubungan total produksi, marginal produksi dan
rata-rata produksi ... 10
Gambar 2.2 Grafik Peta Isoquant ... 12
Gambar 2.3 Grafik Laba Maksimum... 23
Gambar 2.4 Grafik Laba Convex Terhadap wi... 26
Gambar 2.5 Kerangka Konseptual... 31
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh luas lahan, jam kerja, jumlah pekerja, pupuk, pestisida, dan bibit/benih terhadap produksi padi di Kabupaten Aceh Tenggara. Selain itu juga untuk mengetahui hubungan tingkat harga jual gabah optimum terhadap harga input pupuk yang berlaku di Kabupaten Aceh Tenggara.
Metode yang digunakan untuk menganalisis data penelitian adalah model regresi linier berganda. Data yang digunakan berupa data primer dalam bentuk cross-sectional yang dikumpulkan melalui quisioner. Jumlah sampel yang digunakan sebanyak 120 petani padi.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Salah satu amanat dari Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 ditetapkan
bahwa tujuan dibentuknya Negara adalah untuk memajukan kesejahteraan umum
dan asas keadilan sosial. Untuk memajukan kesejahteraan umum, Todaro (2000)
mengartikan dengan meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui pembangunan,
antara lain dengan meningkatkan pendapatan. Sehingga pendapatan per kapita
merupakan konsep yang paling sering dipakai sebagai tolok ukur tingkat
kesejahteraan penduduk suatu Negara.
Secara umum sejak kemerdekaan, kesejahteraan penduduk Indonesia terus
mengalami peningkatan. Hal ini lebih terasa pada masa Orde Baru, terlepas dari
berbagai persoalan yang dialami Negara mulai dari Kolusi, Korupsi dan
Nepotisme (KKN) sampai kepada permasalahan hutang Negara, perekonomian
Indonesia mengalami pertumbuhan secara teratur, dari Gross National Product
(GNP) per kapita US$ 70 tahun 1967 menjadi US$ 1.110 pada tahun 1997.
Negara ini diakui sebagai perekonomian industrialisasi baru, dengan Gross
Domestic Product (GDP) riel tumbuh rata-rata di atas 4,6 persen per tahun selama
tiga dasawarsa (Todaro, 2000).
Di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) sendiri pertumbuhan
ekonomi (non migas) tercatat 7,4 persen per tahun pada periode 1970-1997.
yaitu hanya -0,41 persen per tahun. Kemudian kembali menunjukkan kenaikan
pada periode 2001-2004 yaitu 3,12 persen per tahun (BPS, 2004).
Kondisi ekonomi NAD membawa pengaruh kepada ekonomi
kabupaten-kabupaten dalam wilayahnya. Sebagaimana ekonomi di Aceh Tenggara.
Perekonomian di Aceh Tenggara secara umum meningkat dari tahun sebelumnya,
walaupun dalam kurun waktu selama tahun 2004 terjadi beberapa musibah besar,
baik yang terjadi di daerah seperti banjir bandang di Kecamatan Badar, maupun
musibah yang terjadi di luar daerah seperti Tsunami yang terjadi di Banda Aceh
dan beberapa kabupaten lainnya.
Menurut perhitungan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar
harga konstan, pertumbuhan ekonomi Aceh Tenggara tahun 2004 mencapai 6,03
persen, lebih baik dibandingkan tahun 2003 yang hanya mengalami pertumbuhan
5,56 persen dan diperkirakan masih lebih tinggi dibandingkan kabupaten lain yang
ada di NAD. Keadaan ini disebabkan kondisi keamanan di Aceh Tenggara relatif
lebih stabil dan kondusif, sehingga semua aktivitas perekonomian berjalan dengan
lancer. Selain itu, membaiknya tingkat pertumbuhan ekonomi Aceh Tenggara
disebabkan adanya peningkatan pertumbuhan dibeberapa sektor ekonomi antara
lain; sektor pertanian, pertambangan dan penggalian, perdagangan dan sektor jasa
(BPS, 2005).
Sektor pertanian pada tahun 2004 tumbuh sebesar 5,10 persen, sedangkan
pada tahun sebelumnya hanya tumbuh sebesar 4,48 persen. Semua sub sektornya
juga mengalami pertumbuhan. Peningkatan pertumbuhan ini disebabkan karena
pertanian. Selain itu, harga komoditi pertanian yang juga semakin membaik
mendorong para petani meningkatkan produksi pertaniannya. Kondisi iklim
selama kurun waktu 2004 juga sangat mendukung dalam usaha pertanian (BPS,
2005).
Harga komoditi pertanian ikut membaik disebabkan adanya kebijakan
pemerintah untuk melindungi petani. Salah satu bentuk intervensi pemerintah
dalam menstabilkan harga adalah dengan menetapkan harga dasar gabah. Dengan
kebijakan ini pemerintah mengharapkan adanya perlindungan terhadap para petani
yang sebagian besar berada di pedesaan, peningkatan produksi hasil pertanian,
dan pada akhirnya akan berdampak positif bagi pertumbuhan ekonomi.
Faktor lain yang turut mempengaruhi produksi padi adalah tenaga kerja,
bagi petani tradisional biasanya jumlah tenaga kerja yang digunakan tidak efisien.
Hal ini disebabkan penggunaan tenaga kerja dengan luas lahan tidak seimbang.
Selain itu, banyak dari waktu yang harusnya digunakan untuk menggarap sawah
digunakan untuk hal-hal lain, sehingga pekerjaan yang seharusnya dikerjakan
menjadi terlantar. Selain faktor sumberdaya manusia di atas, faktor penting yang
turut menentukan produksi padi adalah penggunaan pupuk dan pestisida yang
tepat. Kelebihan dalam penggunaan pupuk dan pestisida akan berdampak pada
peningkatan biaya produksi, sementara bila kekurangan pupuk dan pestisida akan
menyebabkan penurunan produksi.
Selain harga, sumberdaya manusia, pupuk dan pestisida, faktor lain yang
sangat menentukan produksi hasil pertanian adalah iklim. Dimana sebagaimana
yang ada di NAD memiliki dua iklim yaitu; kemarau dan penghujan. Pada
umumnya pada saat kemarau, tingkat produksi padi mengalami penurunan,
disebabkan kekurangan air. Sementara pada saat musim penghujan akan terjadi
peningkatan dalam produksi hasil pertanian. Kondisi iklim ini sangat berdampak
bagi petani padi karena sebagian dari sawah yang ada merupakan sawah tadah
hujan.
Letak Goegrafis Kabupaten Aceh Tenggara adalah disebelah Timur
berbatasan dengan Provinsi Sumatera Utara. Sebelah Barat berbatasan dengan
Kabupaten Aceh Selatan. Disebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Gayo
Lues dan disebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Aceh Singkil dan
Provinsi Sumatera Utara.. Daerah Kabupaten Aceh Tenggara terletak diketinggian
± 600 m diatas permukaan laut yang merupakan daerah perbukitan dan
pegunungan. Sebagian kawasannya merupakan daerah suaka alam Taman
Nasional Gunung Leuser. Luas Kabupaten Aceh Tenggara adalah 4.231,41 KM2 ,
yang terdiri dari 11 kecamatan, 249 desa dan 1 kelurahan. Kecamatan yang
terluas adalah Kecamatan Babul Rahmah 1.159,08 KM2 , sedangkan wilayah yang
terkecil adalah Kecamatan Semadam 35,34 KM2 (BPS, 2005)
Penduduk di Kabupaten Aceh Tenggara terdiri dari beberapa suku, yang
terbanyak adalah suku Alas disamping suku yang lain seperti Aceh, Gayo,
Singkil, Jawa, Karo dan Batak. Jumlah penduduk Kabupaten Aceh Tenggara
pada akhir tahun 2004 berjumlah 169.409 jiwa dengan kepadatan penduduk 40
jiwa per KM2 yang terdiri dari 77.385 laki-laki dan 92.024 perempuan. Penduduk
terkecil terdapat pada Kecamatan Darul Hasanah yaitu sebanyak 9.335 jiwa.
Dilihat dari kepadatan penduduknya, wilayah yang terpadat penduduknya adalah
Kecamatan Babussalam sebesar 575 Jiwa/KM2 , sedangkan yang terjarang
penduduknya terdapat di Kecamatan Babul Rahmah yakni 8 jiwa / KM2.
Pertumbuhan penduduk di Kabupaten Aceh Tenggara berkisar 1,67 persen per
tahun. Rendahnya angka pertumbuhan penduduk ini disebabkan banyaknya
penduduk yang pindah ke daerah lain untuk bekerja, sekolah dan lain sebagainya.
Keadaan ini terjadi karena kurangnya fasilitas pendidikan dan kurangnya lapangan
kerja (BPS, 2005).
Sumberdaya manusia merupakan faktor terpenting dalam pertumbuhan
ekonomi. Pertumbuhan ekonomi tidak semata-mata tergantung dari jumlah
sumberdaya manusia saja, namun lebih menekankan pada efisiensi mereka.
Peningkatan pendapatan per kapita berkaitan erat dengan pengembangan faktor
manusia sebagaimana terlihat dalam efisiensi atau produktivitasnya. Terlepas dari
adanya manusia sebagai salah satu faktor penting dalam pembangunan, yang
terasa lebih penting lagi bagaimana sumberdaya manusia yang ada dapat
dikerahkan untuk mengisi lapangan pekerjaan yang ada. Upaya penting yang perlu
dilakukan adalah menciptakan lapangan kerja yang mampu untuk menampung
angkatan kerja. Salah satu lapangan kerja yang sangat terbuka adalah sektor
pertanian.
Luas lahan persawahan di wilayah Aceh Tenggara sebesar 17.224 Ha yang
terdiri dari sawah beririgasi 2.500 Ha, sawah berpengarian sederhana 13.972 Ha
mampu menghasilkan 107.153 ton gabah kering panen selama tahun 2004 dengan
produktivitasnya 5,51 ton per hektar.
Tabel I.1
Sawah Berpengairan, Luas Areal dan Total Produksi Padi di Kabupaten Aceh Tenggara
SAWAH BERPENGAIRAN (Ha)
No KECAMATAN Setengah
Tehnis Lawe Sigala Gala Babul Makmur
JUMLAH 2.500 13.972 752 17.224 107.153,4
Sumber: BPS Aceh Tenggara, 2005
Wilayah yang menghasilkan produksi gabah terbesar adalah kecamatan
Lawe Alas total hasil panen selama tahun 2004 sebesar 18.832 ton. Selain
tanaman Padi, terdapat juga jagung yang luas tanamnya 27.054 Ha dengan
produksi sebesar 151.092,85 ton tahun 2004 (BPS, 2005). Namun demikian
berdasarkan laporan yang diterbitkan Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan
Kabupaten Aceh Tenggara pada tahun 2005 terjadi penurunan produktivitas
produksi sebesar 0,09 ton/ha. Jika pada tahun 2004 produktivitasnya sebesar 5,51
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah-masalah yang hendak
diteliti dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh luas lahan, jam kerja, jumlah pekerja, pupuk,
pestisida, dan benih/bibit terhadap produksi padi di Kabupaten Aceh
Tenggara.
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk menganalisis pengaruh luas lahan, jam kerja, jumlah pekerja,
pupuk, pestisida, dan benih/bibit terhadap produksi padi di Kabupaten
Aceh Tenggara.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada semua pihak,
terutama untuk:
1. Pemerintah daerah Kabupaten Aceh Tenggara dalam menyusun rencana
pembangunan sektor pertanian yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat
yang bekerja di sektor pertanian.
2. Petani padi, dalam hal ini dapat menjadi salah satu pertimbangan bagi para
petani dalam upaya meningkatkan kesejahteraan melalui peningkatan
produksi. Sehingga mampu meningkatkan pendapatan dan tingkat
3. Sebagai sarana pengembangan ilmu pengetahun yang berhubungan dengan
produksi padi.
4. Sebagai bahan referensi bagi penelitian lanjutan terutama yang
berhubungan dengan variable-variabel yang digunakan dalam penelitian
ini.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Teori Produksi
Menurut Pappas (1995) Produksi adalah berkaitan dengan cara bagaimana
sumber daya (masukan) dipergunakan untuk menghasilkan produk-produk
perusahaan (keluaran). Sementara itu, menurut Beattie dan Taylor (1994)
produksi yaitu proses kombinasi dan koordinasi material-material dan
kekuatan-kekuatan (input, faktor, sumber daya, atau jasa – jasa produksi) dalam pembuatan
suatu barang atau jasa output atau produk.
Menurut Joesron dan Fathorrozi (2003), produksi merupakan hasil akhir
dari proses atau aktivitas ekonomi dengan memanfaatkan beberapa masukan atau
input. Lebih lanjut Putong (2002) produksi atau memproduksi menambah
kegunaan (nilai guna) suatu barang. Kegunaan suatu barang akan bertambah bila
memberikan manfaat baru atau lebih dari bentuk semula. Lebih spesifik lagi
produksi adalah kegiatan perusahaan dengan mengkombinasikan berbagai input
untuk menghasilkan output dengan biaya yang minimum.
Ahyari (1997) Produksi adalah kegiatan yang dapat menimbulkan
tambahan manfaatnya atau penciptaan faedah baru. Faedah atau manfaat ini dapat
terdiri dari beberapa macam, misalnya faedah bentuk, faedah waktu, faedah
tempat, serta kombinasi dari beberapa faedah tersebut diatas. Dengan demikian
produksi tidak hanya terbatas pada pembuatan, tetapi sampai pada distribusi.
Salvatore (2001) produksi adalah merujuk pada transformasi dari berbagai input
atau sumber daya menjadi output berupa barang atau jasa.
Manajemen produksi bertujuan mengatur penggunaan resources
(faktor-faktor produksi) yang ada baiknya berupa bahan, tenaga kerja, mesin-mesin dan
perlengkapan sedemikan rupa sehingga proses produksi dapat berjalan dengan
efektif dan efesien.
Hubungan antara Produksi Total (TP), produksi rata-rata (AP) dan Produk
Marjinal (MP) dalam jangka pendek untuk satu input (input lain dianggap
konstan) dapat dilihat pada gambar berikut (Nicholson 1994) :
Gambar 2.1 di atas memperlihatkan bahwa antara titik A dan C adalah
pertambahan produksi yang semakin berkurang (law of diminishing marginal
productivity). Titik C adalah total produksi mencapai maksimum artinya
tambahan input tidak lagi menyebabkan tambahan output atau produksi marginal
(MP) adalah nol (C1). Sedangkan Produksi Rata-rata (AP) mencapai maksimum
adalah pada saat elastisitas produksi sama dengan 1 dan AP berpotongan dengan
MP artinya produksi rata-rata sama dengan tambahan output akibat tambahan 1
unit input produksi, dengan asumsi faktor produksi lain dianggap konstan.
Hubungan fungsional antara berbagai faktor produksi termasuk
pengelolaannya memerlukan koordinasi yang baik sehingga dapat menghasilkan
output optimal. (Mubyarto 1986). Apabila keterbatasan biaya menjadi kendala
maka tindakan yang dilakukan adalah dengan meminimumkan biaya (cost
minimization) dan jika tidak dihadapkan dengan keterbatasan biaya maka dapat
dilakukan melalui pendekatan memaksimumkan keuntungan (profit
maximazation)
Apabila kedua input yang digunakan dalam proses produksi menjadi
variabel, maka variabel yang sering digunakan adalah pendekatan isoquant dan
isocost. Isoquant adalah kurva yang menujukan kombinasi input yang dipakai
dalam proses produksi yang menghasilkan output tertentu dalam jumlah yang
sama. Jumlah produksi digambarkan oleh pergeseran kurva isoquant, jika suatu
perusahaan memutuskan untuk menambah produksinya maka kurva isoquant akan
bergeser kekanan sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 2 berikut (Joesran dan
Gambar 2.2: Peta Isoquant
Gambar 2.2 mengilustasikan bahwa ada beberapa proses produksi
sehingga kurva isoquant continue, dan sebenarnya yang ingin dituju oleh setiap
perusahaan adalah titik T, namum untuk mencapai titik tersebut sangat sulit
terlaksana dan tidak akan tercapai, karena titik T menggambarkan penggunaan
input yang demikian banyak sehingga menciptakan output yang tak terhingga.
2.1.2 Fungsi Produksi
Fungsi produksi menghubungkan input dengan output dan menentukan
tingkat output optimum yang bisa diproduksikan dengan sejumlah input tertentu,
atau sebaliknya, jumlah input minimum yang diperlukan untuk memproduksikan
tingkat output tertentu. Fungsi produksi ditentukan oleh tingkat teknologi yang
sistem produksi merupakan suatu fungsi dari tingkat teknologi pabrik, peralatan,
tenaga kerja, bahan baku dan lain-lain yang digunakan dalam suatu perusahaan
(Arsyad, 1993 ).
Fungsi produksi menggambarkan kombinasi penggunaan input dan
teknologi yang dipakai oleh suatu perusahaan. Pada keadaan teknologi tertentu,
hubungan antara input dan output tercermin pada fungsi produksinya. Suatu
fungsi produksi menggambarkan kombinasi input yang dipakai dalam proses
produksi, yang menghasilkan output tertentu dalam jumlah yang sama dapat
digambarkan dengan kurva isokuan (isoquant), yaitu kurva yang menggambarkan
berbagai kombinasi faktor produksi yang menghasilkan produksi yang sama
(Joesran dan Fathorrozi, 2003)
Isoquant hanya menjelaskan keinginan perusahaan berdasarkan fungsi
produksi yang ditentukan, dan tidak menjelaskan apa yang dapat diperbuat oleh
perusahaan. Untuk memahami ini kita harus memasukkan faktor biaya kedalam
gambar yaitu garis isocost, yang menggambarkan kombinasi biaya berbagai input
dengan input konstan dan biaya itu yang tersedia.
Menurut Pappas (1995) fungsi produksi adalah suatu pernyataan deskriptif
yang mengkaitkan masukan dengan keluaran. Fungsi ini menyatakan maksimum
yang dapat diproduksi dengan sejumlah masukan tertentu atau, alternatif lain,
jumlah minimum masukan yang diperlukan untuk memproduksi satu tingkat
keluaran tertentu. Fungsi produksi ditetapkan oleh teknologi yang tersedia, yaitu
hubungan masukan/keluaran untuk setiap sistem produksi adalah fungsi dari
dipergunakan perusahaan. Setiap perbaikan teknologi, seperti penambahan satu
komputer pengendalian proses yang memungkinkan suatu perusahaan pabrikan
untuk menghasilkan sejumlah keluaran tertentu dengan jumlah bahan mentah,
energi dan tenaga kerja yang lebih sedikit, atau program pelatihan yang
meningkatkan produktivitas tenaga kerja, menghasilkan sebuah fungsi produksi
yang baru.
Menurut Samuelson (1992) fungsi produksi adalah kaitan teknologi antara
jumlah output maksimum yang bisa dihasilkan oleh masing – masing dan tiap
perangkat input (faktor produksi). Fungsi ini tetap untuk tiap tingkatan teknologi
yang digunakan.
Produksi sebenarnya merupakan kegiatan yang diukur sebagai tingkat
output per unit waktu. Hubungan antara kuantitas produksi dengan input yang
digunakan dalam proses produksi diformulasikan sebagai fungsi produksi.
Menurut Beattie dan Taylor (1994) Produksi adalah proses kombinasi dan
koordinasi material-material serta kekuatan (faktor produksi, sumber daya) dalam
menghasilkan suatu barang atau jasa (output atau produksi). Hubungan antara
input dan output diformulasikan dalam suatu fungsi produksi sebagai berikut :
Q = f (K, L, M ) (2.1)
Dimana: Q adalah jumlah output dari suatu barang yang dihasilkan selama
periode tertentu, K adalah jumlah modal yang digunakan. L adalah tenaga kerja
yang digunakan, dan M adalah variabel lain yang kemungkinan mempengaruhi
Jika dalam proses produksi hanya terdapat dua kombinasi faktor (input)
produksi yaitu modal dan tenaga kerja, maka bentuk model hubungan antara
output dengan inputnya adalah Q = f (K, L). Jumlah maksimum suatu barang yang
dapat diproduksi (Q) dengan menggunakan kombinasi alternatif antara modal (K)
dengan tenaga kerja L.
Banyak fungsi produksi memiliki suatu sifat yang disebut skala hasil
konstan (constant returns to scale). Fungsi produksi memiliki skala hasil konstan
jika peningkatan dalam persentase yang sama dalam seluruh faktor-faktor
produksi menyebabkan peningkatan output dalam persentase yang sama. Jika
fungsi produksi memiliki skala hasil konstan, maka kita dapatkan output 10
persen lebih banyak ketika kita meningkatkan modal dan tenaga kerja sampai 10
persen. Secara matematis, fungsi produksi memiliki skala hasil konstan jika:
) , (zK zL F
zY = (2.2)
Untuk setiap angka positif z. Persamaan ini menyatakan bahwa jika kita
mengalikan jumlah modal dan jumlah tenaga kerja dengan angka z, output juga
dikalikan dengan z. Pada bagian berikutnya kita lihat bahwa asumsi skala hasil
konstan memiliki implikasi penting pada distribusi pendapatan dari produksi
(Mankiw, 2003:43)..
Konsep fisik lain dari suatu produksi adalah Average Product (AP) atau
produksi rata-rata yaitu perbandingan antara jumlah produk (output) yang
dihasilkan dalam suatu proses produksi dengan jumlah faktor produksi (input)
yang digunakan.
L Q
K Q
APK = dimana input L dianggap konstan (2.4)
Di samping itu dikenal juga konsep Marginal product (MP) atau produksi
marjinal yaitu tambahan produksi akibat penambahan satu unit input. Fungsi ini
juga merupakan slope dari produksi total. Produksi marjinal bisa diperoleh dengan
melakukan derivasi parsial :
L Q MPL
∂ ∂
= produksi marginal dari tenaga kerja (2.5)
K Q MPK
∂∂
= produksi marginal dari modal (2.6)
2.1.3 Faktor Produksi dan Pendapatan
2.1.3.1Modal
Modal adalah salah satu faktor produksi yang menyumbang pada hasil
produksi, hasil produksi dapat naik karena digunakannya alat-alat mesin produksi
yang efesien. Dalam proses produksi tidak ada perbedaan antara modal sendiri
dengan modal pinjaman, yang masing-masing menyumbang langsung pada
produksi.
Akumulasi modal terjadi apabila sebagian dari pendapatan di tabung dan
di investasikan kembali dengan tujuan memperbesar output dan pendapatan
dikemudian hari. Pengadaan pabrik baru, mesin-mesin, peralatan dan bahan baku
produktif secara fisik) dan hal ini jelas memungkinkan akan tejadinya peningkatan
output dimasa mendatang (Todaro, 1998).
Menurut Mubyarto (1994) Modal adalah barang atau uang yang secara
bersama – sama faktor produksi, tanah dan tenaga kerja menghasilkan barang
yang baru yaitu output. Pentingnya peranan modal karena dapat membantu
menghasilkan produktivitas, bertambahnya ketrampilan dan kecakapan pekerja
juga menaikkan produktivitas produksi. T.W.Schultz (dalam Mubyarto, 1994)
mengusulkan dengan tegas perbedaan antara modal manusiawi dan modal fisik.
Berhubungan dengan modal manusiawi adalah hubungan antara modal dan
teknologi, disini ditekankan bahwa teknologi tidak lain adalah cara-cara atau
metode yang dapat menurunkan biaya produksi dan menaikan hasil produksi.
Bagi tenaga kerja pengetahuan menganai cara – cara atau metode – metode baru
dapat dibedakan pengetahuan dalam bersifat teknis dan pengetahuan bersifat
organisatoris atau manajerial.
2.1.3.2Tenaga Kerja
Setiap usaha yang dilaksanakan pasti memerlukan tenaga kerja. Oleh
karena itu dalam analisa ketenagakerjaan dibidang bisnis/perusahaan penggunaan
tenaga kerja dinyatakan oleh besarnya curahan tenaga kerja. Skala usaha akan
mempengaruhi besar kecilnya tenaga kerja yang dibutuhkan dan pula
membutuhkan tenaga kerja yang mempunyai keahlian (terampil). Biasanya
perusahaan kecil akan membutuhkan jumlah tenaga kerja yang sedikit, dan
mempunyai keahlian. Dalam analisa ketenagakerjaan sering dikaitkan dengan
tahapan pekerjaan dalam perusahaan, hal seperti ini sangat penting untuk melihat
alokasi sebaran pengguna tenaga kerja selama proses produksi sehingga dengan
demikian kelebihan tenaga kerja pada kegiatan tertentu dapat dihindarkan
(Sukartawi 2002).
Di Negara-negara yang sudah maju, kemajuan tenaga kerja diukur dengan
tingginya produktivitas tenaga kerja, semua usaha diarahkan untuk meningkatkan
produktivitas. Tenaga kerja merupakan faktor produksi yang paling terbatas
jumlahnya, dalam keadaan ini mesin-mesin penghemat tenaga kerja (labor saving)
ditemukan untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja dan produktivitas
output yang dihasilkan (Mubyarto 1994)
Penggunaan tenaga kerja sebagai variabel dalam proses produksi lebih
ditentukan oleh pasar tenaga kerja, dalam hal ini dipengaruhi oleh upah tenaga
kerja serta harga outputnya (Nopirin, 1996). Pengusaha cenderung menambah
tenaga kerja selama produk marginal (nilai tambah output yang diakibatkan oleh
bertambahnya 1 unit tenaga kerja) lebih tinggi dari pada cost yang dikeluarkan
untuk upah tenaga kerja.
2.2 Penelitian Terdahulu
Yusri (2005) berkesimpulan bahwa rata-rata hasil produksi petani untuk
lahan luas adalah sebesar 7,31 ton dengan rata-rata luas lahan sebesar 1,56 Ha.
Sedangkan hasil produksi untuk petani lahan sempit adalah sebesar 1,59 ton
ton/Ha. Dari hasil estimasi diperoleh nilai t-hitung untuk variable luas lahan,
tenaga kerja, benih, pupuk organik, pupuk unorganik, pestisida adalah: 6,247;
1,073; 3,358; 1,410; 3,325; dan 0,512. Sedangkan nilai t-tabel untuk n=90 pada
tingkat kepercayaan 95% ( =0,05) adalah 1,990 maka dapat disimpulkan bahwa
variabel luas lahan, benih, pupuk unorganik berpengaruh secara signifikan
terhadap produksi usaha tani padi sawah pada tingkat keyakinan 95%.
Yusniar (2006) dilihat dari kepekaan penggunaan faktor produksi terhadap
kegiatan produksi pupuk, PT. Pupuk Iskandar Muda modal , dan tenaga kerja
berpengaruh terhadap produksi. Hasil analisis data dengan uji serempak
menunjukan bahwa faktor produksi modal dan tenaga kerja berpengaruh terhadap
output. Hal ini dibuktikan dengan nilai Fhitung = 17.992 > Ftabel yaitu 2.08 dan
demikian juga dengan melihat nilai sig = 0.000 < = 0.05. Untuk uji parsial
modal dan tenaga kerja berpengaruh secara signifikan, hal ini dibuktikan oleh
thitung = 4.660 > t tabel = 2.021 dan nilai sig sebesar 0.000 < = 0.05, dan untuk
tenaga kerja thitung = 2.123 ≥ ttabel = 2.021 dan nilai sig = 0.039 > = 0.05.
Dari penggabungan koefesiensi regresi 1 + 2 diperoleh nilai sebesar 0.618 yang
berarti bahwa keadaan produksi PT. Pupuk Iskandar Muda berada pada
decreasing return to scale atau proporsi penambahan faktor produksi akan
menghasilkan tambahan produksi lebih kecil, hal ini ditunjukan oleh 1 + 2 < 1.
Penambahan input sebesar 1% akan menambah produksi 0.618. Artinya produksi
pupuk PT. Pupuk Iskandar Muda belum berproduksi secara optimal.
Karsyno (2000) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa bagi petani
produksi; bibit, pupuk, pestisida dan pengeluaran lainnya adalah sekitar 15 persen
dari hasil. Untuk pembayaran tenaga kerja di luar keluarga sekitar 10 persen,
sehingga petani gurem akan memperoleh surplus sekitar 75 persen dari hasil
padinya, apabila berperan sebagai petani penggarap. Apabila petani menyerahkan
penguasaan lahannya kepada pihak lain, maka dia akan menerima hanyalah nilai
sewa tanah sekitar 35 persen dari nilai produksi, ditambah dari pendapatan
sebagai buruh.
Malian dan Siregar (2000) menemukan bahwa pendapatan rumah tangga
yang diperoleh petani sayuran berkisar antara Rp. 13,4 – Rp. 14,8 juta per tahun,
atau setara dengan Rp. 1,1 – Rp. 1,2 juta per bulan. Dari jumlah pendapatan
rumah tangga tersebut, penerimaan yang diperoleh dari kegiatan on-farm berkisar
antara Rp. 12,2 – Rp. 13,9 juta per tahun. tingkat pendapatan yang diterima petani
sayuran ternyata lebih tinggi dibandingkan dengan pendapatan petani anggrek
yang berpendapatan Rp. 10,1 – Rp. 12,4 juta per tahun dimana penerimaan yang
bersumber dari on-farm antara Rp. 8,3 – 10,3 juta per tahun. Sedangkan
pendapatan petani tanaman hias berkisar antara Rp. 8,4 – 12,1 juta per tahun.
Sudaryanto dan Rusastra (2000) dalam penelitiannya tentang kebijakan
dan pengembangan pertanian menyarankan kepada pemerintah daerah perlu
mengupayakan pembangunan pertanian sebagai poros pembangunan yang
didukung oleh kebijaksanaan yang kondusif sehingga dapat memberikan
sumbangan nyata terhadap pembangunan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat
di daerah. beberapa program pembangunan yang perlu mendapatkan penekanan
pertanian, peningkatan ketahanan pangan berkelanjutan, pengembangan agribisnis
dan ekonomi kerakyatan dan pengembangan agropolitan yang sejalan dengan
semangat otonomi daerah.
Susilowati, dkk (2002) hasil penelitiannya menyebutkan secara umum
sumber pendapatan rumah tangga masih tergantung pada sektor pertanian, yaitu
sebanyak 51 persen yang terdiri dari 29,5 persen di bidang usahatani/nelayan dan
21,5 persen sebagai buruh tani/buruh nelayan. Di sektor non-pertanian, sumber
pendapatan rumah tangga yang sifatnya usaha sebanyak 20,6 persen yang
terbanyak berupa usaha dagang yaitu 14,1 persen. Sedangkan yang bersumber
pendapatan utama dari butuh non-pertanian sebanyak 21,5 persen, terutama yang
dominan adalah buruh usaha jasa.
2.3 Kerangka Konseptual
Pada hakekatnya setiap petani merupakan pengusaha (entrepreneurship)
terhadap jenis usaha pertanian yang diusahakannya. usaha tani padi sawah
merupakan perusahaan yang bersifat ekonomis, menggunakan faktor-faktor
produksi, dan menghasilkan out-put sebagai hasil produksi yang kemudian dijual
dan nantinya memperoleh laba atau pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup
keluarganya.
Dalam proses produksi tersebut dibutuhkan faktor-faktor produksi antara
lain: luas lahan; tenaga kerja; bibit; pupuk; pestisida; musim; disamping
diberikan masing-masing faktor produksi terhadap hasil akhir produksi tidaklah
sama, tetapi memiliki keterkaitan satu dengan lainnya.
Pengetahuan dan kemampuan untuk mengkombinasikan semua faktor
produksi secara proporsional akan mampu meningkatkan hasil produksi yang
optimal. Sebaliknya, bila faktor-faktor produksi tidak mampu dikombinasikan
secara optimal, maka yang terjadi adalah penurunan hasil produksi
Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini, dengan
didukung oleh teori-teori dan juga temuan-temuan hasil penelitian terdahulu,
maka kerangka konseptual tentang faktor-faktor yang mempengaruhi produksi
padi di Kabupaten Aceh Tenggara, sebagai berikut:
Luas Lahan
Gambar 2.5: Kerangka Konseptual Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Produksi Padi di Kabupaten Aceh Tenggara
Waktu Kerja
Jumlah Pekerja
Benih/bibit Pupuk Produksi Padi
2.4 Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah penelitian ini, dengan didukung oleh
teori-teori, temuan-temuan hasil penelitian terdahulu, serta kerangka konseptual di atas,
maka hipotesis penelitian ini adalah:
Luas lahan, jam kerja, jumlah pekerja, pupuk, pestisida, dan benih/bibit
berpengaruh positif terhadap produksi padi di Kabupaten Aceh Tenggara, ceteris
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Ruang Lingkup dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini hanya menganalisis hal-hal yang berkenaan dengan
variabel-variabel yang mempengaruhi produksi padi di Kabupaten Aceh Tenggara.
Pembatasan ini dilakukan agar tujuan yang ingin dicapai dari hasil penelitian tidak
menyimpang dari yang telah ditetapkan sebelumnya. Lokasi yang dipilih untuk
memperoleh data penelitian lapangan ini adalah desa-desa yang berada di 4
kecamatan dari populasi 11 kecamatan yang berada dalam wilayah Kabupaten
Aceh Tenggara.
3.2 Teknik Pengumpulan Data
1. Data primer, yaitu data yang dikumpulkan dengan mewawancarai responden
dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuisioner), meliputi batasan variabel
dan data yang mendukung penelitian ini. Wawancara ialah tanya jawab antara
petugas dengan responden (kepala rumah tangga). Dalam hal ini penulis
membawa daftar pertanyaan (kuisioner), untuk diisi dengan
keterangan-keterangan yang diperoleh dilapangan.
2. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari studi kepustakaan, dari
buku-buku literatur, jurnal, maupun hasil publikasi dari instansi terkait yang ada
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi adalah kumpulan dari individu dengan kualitas serta ciri-ciri yang
telah ditetapkan. Sebuah populasi dengan jumlah individu tertentu dinamakan
populasi finit sedangkan jika jumlah individu dalam kelompok tidak mempunyai
jumlah yang tidak tetap ataupun tidak terhingga disebut populasi infinit (Nazir,
1999:325).
Populasi adalah objek penelitian sebagai sasaran untuk mendapatkan dan
mengumpulkan data. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh petani padi
yang ada di 250 desa dari 11 kecamatan yang berada di wilayah Kabupaten Aceh
Tenggara.
3.3.2 Sampel
Sampel adalah kumpulan elemen yang sifatnya tidak menyeluruh
melainkan hanya sebagian dari populasi saja. Metode pengumpulan data ini
dengan jalan mencatat sebagian kecil dari populasi atau dengan perkataan lain
mencatat sampelnya saja. Metode pengumpulan data yang demikian disebut
sampling.
Perlu ditekankan disini bahwa sampel ialah kumpulan elemen yang
merupakan bagian kecil dari populasi, sedangkan sampling ialah suatu cara
pengumpulan data yang mencakup semua elemen di dalam sampel. Untuk
menjangkau keseluruhan dari objek penelitian dipergunakan teknik sampling yaitu
dalam populasi meskipun data itu tidak diambil secara keseluruhan melainkan
hanya sebagian saja.
Jumlah rumah tangga petani padi yang menjadi sampel penelitian ini
ditetapkan metode penarikan sampel acak sederhana (simple random sampling)
berdasarkan jumlah produksi paling banyak dihasilkan petani pada
masing-masing kecamatan. Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 120 rumah
tangga petani padi yang berasal dari 4 kecamatan.
Secara spesifik sampel diambil dari kecamatan Lawe Alas sebanyak 3
desa, masing-masing desa 10 rumah tangga sampel. Kecamatan Babul Rahmat
sebanyak 3 desa, masing-masing 10 rumah tangga sampel. Selanjutnya
Kecamatan Lawe Bulan diambil 30 rumah tangga sampel terbagi dari 3 desa.
Kecamatan Bambel sebanyak 3 desa masing-masing 10 rumah tangga responden.
Sehingga total sampel diperoleh 120 rumah tangga petani. Secara lengkap dapat
dilihat pada tabel III.1 di bawah ini.
Tabel III.1
Sampel Penelitian Berdasarkan Luas Sawah dan Produksi Tanaman Padi
No KECAMATAN
3.4 Teknik Analisis Data
Model dasar untuk produksi padi di Kabupaten Aceh Tenggara merupakan
pengembangan teori produksi Cobb-Dauglas, yaitu persamaan:
Y = A K L (3.1)
Dengan memecah variabel K dan L dalam bentuk yang lebih spesifik,
yaitu variabel-variabel eksplanatori yang digunakan dalam penelitian ini, maka
fungsi produksi menjadi:
TPp = f (LL, WK, JP, Ppk, Pstd, Bnh) (3.2)
Dengan memasukkan seluruh variabel penelitian ini dalam fungsi
Cobb-Douglas, menghasilkan fungsi sebagai berikut:
6
Selanjutnya untuk mendapatkan model penelitian ini dilakukan log
terhadap variabel-variabel yang digunakan. Untuk menguji pengaruh antara
variabel penjelas (explanatory variable) terhadap produksi padi digunakan metode
Ordinary Least Square (OLS) dalam bentuk regresi berganda dengan
menggunakan alat bantu program SPSS. Adapun spesifikasi model penelitian ini
adalah sebagai berikut:
Pstd = Pestisida (kg) Bnh = Benih/bibit (kg)
= Konstanta
1, 2, 3, 4, 5, 6 = Parameter regresi µ = Faktor pengganggu
3.5 Definisi Operasional Variabel
1. Total produksi padi (TPp) adalah total hasil produksi padi selama kurun
waktu sekali panen. Total produksi padi dihitung dalam ton.
2. Luas lahan (LL) adalah luas lahan yang digunakan para petani padi di
Kabupaten Aceh Tenggara untuk menanam padi. Luas lahan dihitung dalam
bentuk meter persegi.
3. Waktu kerja (WK) adalah banyaknya waktu yang digunakan untuk bekerja di
sawah. Dihitung berdasarkan jam.
4. Jumlah pekerja (JP) adalah tenaga kerja yang digunakan selama proses
produksi padi, mulai dari pembibitan sampai panen. Dihitung berdasarkan
jumlah orang.
5. Pupuk (Ppk) adalah jumlah pupuk (organik maupun non organik) yang
digunakan petani padi selama satu musim tanam. Dihitung dalam kilogram.
6. Pestisida (Pstd) adalah jumlah pestisida yang digunakan petani padi selama
satu musim tanam. Dihitung dalam kilogram.
7. Benih/Bibit (Bnh) adalah jumlah pemakaian bibit untuk sekali tanam.
3.6 Uji Kesesuain Model (Goodness of Fit)
Selanjutnya untuk pengujian validitas dari hasil taksiran tersebut
digunakan uji koefisien R2, uji serempak F statistik dan uji individual t statistik
dan matrik korelasi. Suatu perhitungan statistik disebut signifikan secara statistik
apabila nilai statistiknya berada pada daerah dimana H0 ditolak. sebaliknya
disebut tidak signifikan bila nilai uji statistiknya berada pada daerah dimana H0
diterima.
3.6.1 Uji Determinasi R2
Penilaian terhadap koefisien determinasi (R2) bertujuan untuk melihat
variasi kemampuan variabel bebas dalam menjelaskan pengaruhnya terhadap
variabel terikat.
3.6.2 Uji Statistik F
Uji signifikansi simultan pada dasarnya menunjukkan apakah semua
variabel independen yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara
serentak terhadap variabel dependen. Hipotesis nol (H0) yang hendak diuji apakah
semua parameter dalam model penelitian ini sama dengan nol, atau:
H0 : 1= 2 = 3,= 4 = 5 = 6 = 0
Artinya, semua variabel independen bukan merupakan penjelas yang
signifikan terhadap variabel dependen. Hipotesis alternatif (Ha), tidak semua
parameter penelitian ini secara simultan sama dengan nol, atau:
Artinya, semua variabel independen secara simultan merupakan penjelas
yang signifikan terhadap variabel dependen.
Menurut Kuncoro (2004) cara melakukan uji F adalah sebagai berikut:
Quick look. Bila nilai F lebih besar daripada 4 maka H0 yang menyatakan
1= 2 = 3,= 4 = 5 = 6 = 0 dapat ditolak pada derajad kepercayaan sebesar 5%, Dengan kata lain menerima hipotesis alternatif.
Membandingkan nilai statistik F dengan titik kritis F tabel; apabila nilai
statistik F hasil perhitungan lebih tinggi dibandingkan nilai F tabel, maka
hipotesis alternatif yang menyatakan bahwa semua variabel independen
secara serentak dan signifikan mempengaruhi variabel dependen.
3.6.3 Uji Statistik t
Uji signifikansi parameter induvidual (uji t) pada dasarnya menunjukkan
berapa jauh pengaruh variabel independen secara induvidual dalam menerangkan
variasi variabel dependen. Hipotesis nol (H0) yang hendak diuji apakah parameter
penelitian ini ( 1, 2, 3, 4, 5, dan 6) sama dengan nol, atau:
H0 : 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 = 0
Artinya, variabel-variabel eksplanatori bukan merupakan penjelas yang
signifikan terhadap variabel produksi padi. Hipotesis alternatif (Ha), parameter
penelitian ini ( 1, 2, 3, 4, 5, dan 6) tidak sama dengan nol, atau:
Ha : 1, 2, 3, 4, 5, dan 6≠ 0
Artinya, variabel-variabel eksplanatori merupakan penjelas yang
Menurut Kuncoro (2004) cara melakukan uji t adalah sebagai berikut:
Quick look. Bila jumlah degree of freedom (df) adalah 20 atau lebih, dan
derajad kepercayaan sebesar 5%, maka H0 yang menyatakan bi=0 dapat
ditolak bila nilai t lebih besar dari 2 (dalam nilai absolut). Dengan kata lain
menerima hipotesis alternatif.
Membandingkan nilai statistik t dengan titik kritis t tabel; apabila nilai
statistik t hasil perhitungan lebih tinggi dibandingkan nilai t tabel, maka
menerima hipotesis alternatif.
3.7 Uji Asumsi Klasik
Kebenaran spesifikasi model penelitian ini, di deteksi dengan menguji
asumsi klasik multikolinearitas dan heteroskedastisitas.
3.7.1 Uji Multikolinearitas
Istilah multikolinearitas mula-mula ditemukan oleh Ragnar Frisch.
Multikolinearitas diartikan adanya hubungan linear yang “sempurna” atau pasti,
diantara beberapa atau semua variabel yang menjelaskan dari model regresi.
Untuk regresi k-variabel, meliputi variabel yang menjelaskan X1, X2, ... Xk
(dimana X1 = 1 untuk semua pengamatan yang memungkinkan suatu intersep,
suatu hubungan linear yang pasti dikatakan ada apabila kondisi
0 ...
2 2 1
1X +λ X + +λkXk =
λ terpenuhi (Gujarati, 1978).
Menurut Nachrowi dan Usman (2002) tidak mungkin koefisien regresi
berganda dapat ditaksir akibat terjadinya multikolinearitas sempurna. sedangkan
dapat dicari, tetapi menimbulkan beberapa akibat, yaitu: a) variansi besar (dari
taksiran OLS; b) interval kepercayaan lebar; c) uji t tidak signifikan; d) R2 tinggi
tetapi tidak banyak variabel yang signifikan dari uji t; e) terkadang taksiran
koefisien yang didapat akan mempunyai nilai yang tidak sesuai dengan substansi,
sehingga dapat menyesatkan.
Mendeteksi multikolinearitas dalam penelitian ini dengan menggunakan
uji koefisien determinasi majemuk (R2) sesuai dengan rumus yang dikembangkan
oleh Gujarati (1978) sebagai berikut:
23
3.7.2 Uji Heterokedastisitas
Asumsi penting dalam model regresi linear klasik adalah bahwa variansi
tiap unsur disturbance tergantung pada nilai yang dipilih dari variabel yang
menjelaskan, adalah suatu angka konstan yang sama dengan σ2. Ini adalah asumsi
homokedastisitas yaitu variansi yang sama (Gujarati, 1978). Dengan
menggunakan rumus:
N i
u
E( i2)=σ2 =1,2,... (3.10)
Menurut Nachrawi dan Usman (2002) homokedastisitas dapat dicari
dengan menggunakan rumus:
Sedangkan heterokedastisitas dapat dicari dengan menggunakan rumus:
Masih menurut Nachrawi dan Usman (2002) dampak heterokedastisitas
terhadap OLS adalah; a) akibat tidak konstannya variansi, maka salah satu
dampak yang ditimbulkan adalah lebih besarnya variansi daripada taksiran; b)
lebih besarnya variansi, tentunya akan berpengaruh pada uji hipotesis yang
dilakukan, karena kedua uji tersebut menggunakan besaran variansi taksiran
akibatnya uji hipotesis menjadi kurang akurat; c) lebih besarnya taksiran, akan
mengakibatkan standar error taksiran juga lebih besar, sehingga interval
kepercayaan juga menjadi besar; d) akibat beberapa dampak tersebut maka
kesimpulan yang diambil dari persamaan regresi yang dibuat dapat menyesatkan.
Pendeteksian heterokedastisitas dalam penelitian ini dengan melakukan uji
Park. R.E Park dalam tulisannya Estimation with Heteroscedastic Error Terms
memformalkan metode grafik dengan menyarankan bahwa σi2 adalah suatu fungsi
yang menjelaskan Xi (Gujarati, 1978). Bentuk fungsinya adalah:
i
dimana vi adalah unsur gangguan (disturbance) yang stokhastik. Karena σi2
bisanya tidak diketahui, Park menyarankan untuk menggunakan σi2 sebagai
i i
i i i
v X
v X
+ +
=
+ +
=
ln ln ln
ln 2 2 β α σ β
σ (3.15)
Jika ternyata signifikan secara statistik, ini akan menyarankan bahwa dalam data
terdapat heterokedastisitas. Apabila ternyata tidak signifikan berarti menerima
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Karakteristik Responden
Karakteristik responden yang di bahas dalam penelitian ini meliputi
karakter sosial ekonomi masyarakat petani padi sawah yang dijadikan sebagai
sampel penelitian ini yang berjumlah 120 orang. Adapun cakupan dari
karakteristik yang di bahas meliputi; jenis kelamin, umur, status perkawinan,
bahkan sampai pada kondisi tempat tinggal.
4.1.1. Umur, Jenis Kelamin dan Status Perkawinan
Ditinjau dari segi jenis kelamin petani padi sawah yang menjadi sampel,
sebagaimana disajikan pada tabel IV.1 dijumpai 111 orang (92,5%) berjenis
kelamin laki-laki, dan sisanya sebanyak 9 orang (7,5%) berjenis kelamin
perempuan. Dari 9 orang perempuan ini seluruhnya berstatus janda, sementara
dari 111 laki-laki, 3 orang (2,5%) berstatus duda, dan sisanya sudah menikah.
Sementara dari segi umur, yang paling banyak dijumpai responden dengan
umur antara 31-35 tahun dengan frekuensi 24 orang (20,0%), diikuti kelompok
umur antara 46-50 tahun 22 orang (18,3%), kelompok umur antara 36-40 tahun
dijumpai sebanyak 21 orang (17,5%) dan kelompok umur antara 41-45 tahun
sebanyak 19 orang (15,8%), di bawahnya kelompok umur antara 51-55 tahun dan
kelompok umur 26-30 tahun masing-masing 9 dan 7 orang. Sedangkan sisanya
menunjukkan bahwa para petani padi sawah di Aceh Tenggara pada umumnya
berada dalam usia produktif dalam melakukan aktivitas ekonomi.
Tabel IV.1
Karakteristik Jenis Kelamin, Status Perkawinan, dan Tingkat Pendidikan Responden
No Karakteristik Frekuensi Persentasi
1 Umur
3 Status Perkawinan: - Kawin
Sumber: Hasil Penelitian, 2007
4.1.3. Pendidikan, Pekerjaan dan Tanggungan Keluarga
Ditinjau dari segi pendidikan yang pernah diikuti oleh responden; dari 120
sampel, dijumpai rata-rata pendidikan petani padi sawah di Aceh Tenggara masih
(30%) tamat SMP, 46 orang (38,3%) hanya tamat pendidikan dasar (SD), dan juga
dijumpai 33 orang (27,5%) yang tidak sekolah/tidak menamatkan SD.
Hal ini sejalan dengan pendapat Todaro (1998), dimana di Negara-negara
yang sedang berkembang, sebagian besar penduduknya bekerja pada sektor
primer (pertanian), dan mempunyai tingkat pendidikan yang rendah, juga kondisi
kesehatan yang relatif masih sangat terbatas. Rendahnya tingkat pendidikan
menyebabkan mereka tidak mendapatkan lapangan pekerjaan pada sektor-sektor
produktif lainnya.
Selanjutnya untuk jenis pekerjaan lain yang digeluti oleh para petani padi
sawah. Sebagaimana telah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa objek
penelitian ini adalah petani padi sawah. Dengan demikian, semua responden yang
dijadikan sampel penelitian ini pekerjaan utamanya sebagai petani padi sawah.
Namun demikian, sebagian besar dari petani padi sawah ini memiliki pekerjaan
lain (dalam penelitian ini dianggap sebagai pekerjaan sampingan). Aneka
pekerjaan sampingan yang digeluti oleh responden menunjukkan aktivitas
ekonomi dan kehidupan yang berbeda antar kelompok petani padi sawah.
Tabel IV.2 di bawah ini akan menunjukkan aneka pekerjaan sampingan
Tabel IV.2
Karakteristik Pendidikan, Pekerjaan dan Tanggungan Keluarga Responden
No Karakteristik Frekuensi Persentasi
1 Pendidikan: - Tidak Sekolah - Tamat SD
2 Pekerjaan utama: - Petani padi sawah Sub Total
120 120
100,0 100,0
3 Pekerjaan sampingan: - Tidak ada
- Pegawai Negeri Sipil - Peternak ayam - Peternak bebek - Peternak kambing - Peternak lembu - Peternak ikan - Pedagang kios - Buruh bangunan - Penarik becak - Pekerjaan lainnya Sub Total
4 Tanggungan keluarga: - 1 – 3 orang
Sumber: Hasil Penelitian, 2007
Tabel IV.2 di atas, menunjukkan diferensiasi dalam bidang pekerjaan
sampingan dari para petani padi sawah yang diobservasi. Walaupun dijumpai 44
petani padi sawah. Sisanya sebanyak 76 orang memiliki pekerjaan sampingan
yang sangat beragam, baik pada sektor pertanian jenis lainnya, maupun pada
sektor industri, maupun sektor jasa.
Dari segi jumlah tanggungan keluarga, pada umumnya para petani padi
sawah ini rata-rata memiliki tanggungan keluarga sebanyak 4 orang, jumlah
tanggungan 1-3 orang sebanyak 49 responden (40,8%), tanggungan 4-6 orang
dijumpai sebanyak 60 responden (50%) dan sisanya sebanyak 11 responden
(9,2%) memiliki tanggungan lebih dari 6 orang.
4.1.3. Kondisi Rumah Tempat Tinggal
Berdasarkan kondisi rumah tempat tinggal keluarga petani padi sawah,
yang paling banyak dijumpai rumah semi permanen yang mencapai 82 rumah
(68,3%), selebihnya rumah permanen sebanyak 13 unit (10,8%) dan rumah
sederhana sebanyak 25 unit (20,8%).
Tabel IV.3
Karakteristik Kondisi Tempat Tinggal Responden
No Karakteristik Frekuensi Persentasi
1 Jenis rumah: - Sederhana - Semi permanen - Permanen
3 Sumber air bersih: - Toilet keluarga - WC umum
Sumber: Hasil Penelitian, 2007
Tabel IV.3 di atas, juga menunjukkan bahwa alat/sarana yang digunakan
untuk memasak bagi keluarga; secara umum walaupun kondisi ekonomi keluarga
petani ini cenderung sudah baik, namun pada umumnya mereka menggunakan
kompor minyak untuk memasak yang mencapai 97 keluarga (80,8%), sedangkan
yang menggunakan alat elektrik (kompor gas) hanya 4 keluarga (3,3%).
Adapun sumber air bersih untuk keperluan MCK berasal dari sumur
sebanyak 61 keluarga (50,8%), sumber air bersih dari PDAM hanya 38 keluarga
(31,7%), sisanya menggunakan air yang berasal dari sungai/kali. Hal lainnya
adalah kondisi jamban/WC untuk keluarga. Tinjauan ini didasarkan pada kondisi
kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan. Berdasarkan hasil observasi
dijumpai hanya 30 keluarga (25%) yang memiliki toilet keluarga, sisanya
menggunakan jamban/WC umum sebanyak 63 keluarga (52,5%) dan juga 27
keluarga (22,5%) yang tidak memiliki jamban/WC, sehingga menggunakan
4.2 Tingkat Produksi Padi
Dari hasil observasi dijumpai rata-rata produksi padi yang dihasilkan oleh
petani padi sawah di Kabupaten Aceh Tenggara 2,62 ton per sekali panen.
Produksi paling sedikit 500 kg dan produksi paling banyak 5,8 ton. Tingkat
produksi ini sangat tergantung dari luas lahan garapan dan juga variabel-variabel
pendukung lainnya. Dilihat dari luas lahan garapan rata-rata 1.820,41 meter
persegi, yang paling sempit 400 meter dan yang paling luas memiliki areal
garapan 5.000 meter persegi.
Selain luas lahan, faktor pendukung tingkat produksi lainnya adalah waktu
yang digunakan untuk bekerja di sawah. Hasil observasi dijumpai rata-rata waktu
yang digunakan untuk menggarap sawah 7,28 jam per hari. Paling sedikit waktu
yang digunakan 4 jam per hari, sedangkan petani yang paling banyak
menggunakan waktu bekerja di sawah mencapai 9 jam per hari. Sementara dilihat
dari jumlah pekerja yang digunakan dalam proses produksi; rata-rata petani padi
sawah menggunakan 8 orang. Tabel IV-4 di bawah ini akan menunjukkan
komposisi tingkat produksi padi sawah, serta komposisi faktor pendukung dalam
Tabel IV.4
Rata-rata Tingkat Produksi dan Faktor Pendukung Tingkat Produksi Padi Sawah di Kabupaten Aceh Tenggara
Uraian Minimum Maksimum Mean Std.
Deviasi Sumber: Hasil Penelitian, 2007
Tabel IV.4 juga menunjukkan bahwa rata-rata penggunaan pupuk per
sekali musim tanam sebanyak 62,56 kg, rata-rata penggunaan pestisida 2,88 liter.
Sedangkan rata-rata penggunaan bibit per sekali tanam sebanyak 55,11 kg.
Banyaknya bibit yang diperlukan sebenarnya sangat tergantung dari luas lahan
yang akan ditanami.
4.3 Uji Asumsi Klasik
Mempertimbangkan bahwa dalam model regresi yang ingin di capai
adalah Best Linear Unbiased Estimator (BLUE) dan adakalanya sering dijumpai
dalam model regresi (terutama regresi linier berganda) berbagai masalah terutama
pelanggaran terhadap asumsi klasik, maka dalam penelitian ini dilakukan
4.3.1 Uji Multikolinearitas
Interpretasi dari model regresi berganda secara implisit bergantung pada
asumsi bahwa antar variabel bebas yang digunakan dalam model tersebut tidak
saling berkolerasi. Koefisien-koefisien regresi biasanya diinterpretasikan sebagai
ukuran perubahan variabel terikat jika salah satu variabel bebasnya naik sebesar
satu unit dan seluruh variabel bebas lainnya dianggap tetap. Namun, interpretasi
ini menjadi salah apabila terdapat hubungan linier antar variabel bebas.
Pendeteksian ada atau tidaknya multikolinieritas dalam penelitian ini
dilakukan dengan beberapa cara yaitu; pengujian R, uji Tolerance, dan uji
Variance Inflation Factor (VIF). Hasil perhitungan R, TOL, dan VIF
sebagaimana disajikan pada tabel IV.5 di bawah ini.
Tabel IV.5
Uji Multokolinieritas Model Produksi Padi Sawah
Variabel RX Tol. VIF
Luas lahan (x1) Waktu Kerja (x2) Jumlah Pekerja (x3) Pupuk (x4)
Sumber: Hasil Estimasi (Lampiran 4)
Berdasarkan uji R sebagaimana yang ditampilkan pada tabel IV.5 di atas
terlihat bahwa semua variabel bebas mempunyai koefisien korelasi (R) di bawah
nilai R model penelitian. Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa antar variabel
bahwa tidak terjadi pelanggaran asumsi klasik berupa multikolinieritas. Pada tabel
IV.6 di bawah juga ditampilkan koefisien korelasi matrik antar variabel.
Tabel IV.6
Koefisien Korelasi Antar Variabel
logBnh logJP logWK logPstd logPpk logLL
logBnh 1,000 0,317 0,048 -0,200 -0,383 -0,195
logJP 0,317 1,000 0,212 -0,188 -0,284 -0,219 logWK 0,048 0,212 1,000 -0,140 0,124 -0,542
logPstd -0,200 -0,188 -0,140 1,000 -0,072 -0,128
logPpk -0,383 -0,284 0,124 -0,072 1,000 -0,293
logLL -0,195 -0,219 -0,542 -0,128 -0,293 1,000 a Dependent Variable: logTpp
Berdasarkan data pada tabel IV.6 di atas terlihat bahwa koefisien korelasi
antar variabel relatif rendah, yang paling tinggi koefisien korelasi antara variabel
luas lahan dengan waktu kerja yang mempunyai koefisien korelasi sebesar -0,542
yang menunjukkan antara kedua variabel berkorelasi negatif 54,2 persen.
Sementara korelasi paling rendah terjadi antara variabel waktu kerja dengan benih
yang mempunyai koefisien 0,048 yang bermakna bahwa antara kedua variabel
berkorelasi hanya 4,8 persen.
Demikian halnya pengujian dengan TOL dan VIF. Beberapa pendapat
menetapkan kriteria yang berbeda dalam menetapkan batas TOL dan VIF ini.
Ghozali (2004) misalnya menetapkan nilai VIF < 10. Ada juga yang menetapkan
≤ 5,0 dan sebagainya. Namun untuk mempermudah dan mempertegas silang
sehingga bila 1 dibagi dengan VIF maka di dapat nilai TOL ≥ 0,2. Artinya bila
nilai VIF lebih besar dari 5,0 maka terdapat masalah multikolinieritas, demikian
bila nilai TOL lebih kecil dari 0,2 juga terjadi masalah multikolinieritas.
Hasil estimasi dijumpai nilai TOL dan VIF untuk variabel luas lahan
TOL=0,457 dan VIF=2,186, untuk variabel waktu kerja TOL=0,629 dan
VIF=1,591, untuk variabel jumlah pekerja TOL=0,748 dan VIF=1,338, untuk
variabel pupuk TOL=0,574 dan VIF=1,743, untuk pestisida TOL=0,739 dan
VIF=1,353, dan terakhir untuk variabel benih/bibit memiliki nilai TOL=0,640 dan
nilai VIF=1,562. Terlihat bahwa semua nilai TOL dan VIF berada dalam batas
yang telah ditetapkan sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi
pelanggaran asumsi klasik berupa multikolinieritas.
4.3.2 Uji Heterokedastisitas
Dalam regresi berganda, salah satu asumsi yang harus dipenuhi agar
taksiran parameter dalam model tersebut bersifat BLUE adalah var (ui) = σ2
(konstan), semua sesatan mempunyai variansi yang sama. Padahal ada
kasus-kasus tertentu dimana variansi ui tidak konstan, melainkan suatu variabel
berubah-ubah (Nachrowi dan Usman, 2002).
Sebagaimana telah dijelaskan pada bab tiga penelitian ini bahwa untuk
mendeteksi unsur heterokedastisitas pada model penelitian dilakukan dengan
pendekatan grafik dan metode yang dikembangkan R.E Park (uji Park). Menurut
Ghozali (2005) salah satu cara mendeteksi ada atau tidaknya heterokedastisitas
ZPRED dengan residualnya SRESID. Deteksi ada atau tidaknya heterokedastisitas
dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot.
Bila ada pola tertentu (bergelombang, melebar, kemudian menyempit), maka
mengindikasikan telah terjadi heterokedastisitas, sebaliknya bila tidak ada pola
yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka nol pada sumbu
Y, maka tidak terjadi heterokedastisitas. Hasil pengujian secara grafik sebagai
berikut:
Scatterplot
Dependent Variable: LOGY
Regression Standardized Predicted Value
3
Gambar 4.1: Scatterplot Uji Heterokedastisitas
Gambar di atas meperlihatkan bahwa titik-titik yang berada pada grafik
scatterplot tidak membentuk suatu pola yang jelas, dan cenderung menyebar di
atas dan di bawah angka nol pada sumbu Y, sehingga dapat dikatakan bahwa tidak
terjadi heterokedastisitas pada model produksi, dan data bersifat homokedastisitas
Cara kedua mendeteksi gejala heterokedastisitas dalam model penelitian
ini adalah dengan Uji Park. Uji ini dilakukan dengan melakukan regresi linear
berganda dengan memasukkan U2i sebagai dependen variabel, dimana Ui diproksi
dari data residual model produksi. Menurut Ghozali (2005) apabila koefisien
parameter beta dari persamaan regresi tersebut signifikan secara statistik, berarti
model yang diestimasi terdapat heterokedastisitas. Hasil uji Park pada model
penelitian ini sebagai berikut:
Tabel IV.7
Hasil Uji Park Model Produksi Padi Sawah di Kabupaten Aceh Tenggara
Variabel Koefisien Standar
error
t-hitung Sig.
Konstanta Luas lahan (x1) Waktu Kerja (x2) Jumlah Pekerja (x3) Pupuk (x4) Variabel Dependen: Residual Produksi
Sumber: Hasil Estimasi (Lampiran 5)
Berdasarkan hasil uji Park yang ditampilkan pada tabel IV.7 di atas terlihat
bahwa tidak ada satupun variabel bebas yang signifikan secara statistik, pengujian
inferensial dapat dilakukan melalui uji t atau juga dari nilai sig. yang terlalu besar
dan di atas derajat = 0,05. Dengan demikian dapat dibuktikan bahwa dalam
4.4 Hasil Estimasi Model Penelitian
Estimasi untuk mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap variabel
terikat dilakukan dengan menggunakan model regresi linier berganda dengan
mengadopsi fungsi produksi Cobb-Dauglas. Hasil estimasi sebagaimana disajikan
pada tabel IV.8 di bawah ini.
Tabel IV.8
Hasil Estimasi Model Penelitian
Variabel Koefisien Standar
error Sumber: Hasil Penelitian, 2007
Berdasarkan hasil estimasi yang ditampilkan pada tabel IV.8 di atas, bila
dimasukkan dalam model penelitian, maka hasilnya sebagai berikut:
)
Hasil estimasi di atas menunjukkan bahwa; nilai konstanta sebesar 0,376
mempunyai makna bahwa tanpa adanya pertambahan luas lahan, waktu kerja,
jumlah pekerja, pupuk, pestisida, dan benih maka produksi padi sawah di
sebesar 0,812 yang bermakna bahwa apabila luas lahan bertambah 1 meter
persegi, maka produksi padi sawah dapat meningkat 81,2 persen.
Selanjutnya koefisien waktu kerja sebesar 0,203 yang bermakna bahwa
dengan penambahan waktu kerja satu jam, akan mampu meningkatkan produksi
padi sawah sebesar 20,3 persen. Demikian halnya dengan jumlah pekerja yang
mempunyai koefisien sebesar 0,115 yang bermakna bahwa apabila jumlah pekerja
ditambah 1 orang, maka akan meningkatkan produksi sebesar 11,5 persen.
Pupuk dan benih mempunyai koefisien yang relatif sangat kecil, dimana
untuk variabel pupuk dijumpai koefisien sebesar 0,03867 yang berarti bahwa
dengan penambahan penggunaan pupuk 1 kg hanya mampu meningkatkan
produksi sekitar 0,03867 persen. Sementara koefisien benih sebesar 0,05821 yang
bermakna bahwa penambahan penggunaan benih hanya mampu meningkatkan
produksi padi sebesar 0,05821 persen. Lain halnya dengan variabel pestisida yang
mempunyai koefisien -0,144 yang bermakna bahwa bagi para petani padi sawah
di Kabupaten Aceh Tenggara penambahan dalam penggunaan pestisida justru
mengurangi produksi padi sebesar 14,4 persen.
4.5. Pembuktian Hipotesis
Sebelum melakukan pembuktian hipotesis sebagaimana yang telah
dirumuskan pada bab sebelumnya, terlebih dahulu akan dilakukan uji kesesuaian
model (Goodness of Fit) atau uji R2. Sebagaimana hasil estimasi yang dilakukan
(lampiran 4) dijumpai koefisien korelasi (R) dan koefisien determinasi (R2)
Tabel IV.9
Uji Goodness of Fit Model Penelitian
R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
F Change Sig. F
Change
0,887 0,787 0,775 0,11080 69,447 0,000
Sumber: Hasil Estimasi (Lampiran 4)
Berdasarkan tabel IV.9 di atas menunjukkan bahwa nilai R-Square sebesar
0,787 yang bermakna bahwa variasi kemampuan variabel bebas (luas lahan,
waktu kerja, jumlah pekerja, pupuk, pestisida, dan variabel benih) menjelaskan
variabel terikat (total produksi padi) sebesar 78,7 persen. Sedangkan sisanya
sebesar 21,3 persen dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam
model penelitian ini.
4.5.1 Uji Parsial
Sebagaimana yang telah dirumuskan pada bab sebelumnya, bahwa
pengujian secara parsial (individu) dilakukan dengan membandingkan nilai
t-hitung dengan nilai t-tabel. Selain itu juga dilihat berdasarkan nilai signifikansi
(sig.) pada hasil estimasi (lampiran 4).
Pada jumlah sampel (n) = 120, variabel bebas (k) = 6. Koutsoyiannis,
(1981) menjelaskan bahwa besarnya k adalah variabel bebas termasuk konstanta.
Dengan demikian k = 7, dijumpai Degree of Freedom (DF) = 120 – 7 = 113. Pada
DF = 113 dijumpai t-tabel pada pengujian dua ekor; = 0,01 sebesar 2,576, dan