PERBANDINGAN KINERJA ANTI STRIPPING AGENT WETFIX BE
DENGAN DERBO-401 UN 2735 PADA AC – WC YANG
MENGGUNAKAN AGGREGAT DARI PATUMBAK
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk melengkapi tugas – tugas dan memenuhi syarat untuk menempuh
Ujian Sarjana Teknik Sipil
Disusun Oleh :
05 0404 141
THERESIA MARISA PRIMA SIMATUPANG
BIDANG STUDI TRANSPORTASI
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
ABSTRAK
Daya ikat antara bitumen dan agregat adalah merupakan hal yang sangat penting
dalam perkerasan jalan. Hal ini sangat menentukan lama tidaknya umur perkerasan tersebut.
Bila daya ikat antara bitumen dan agregat tidak baik, inilah yang menimbulkan terjadinya
pengelupasan (stripping). Pengelupasan atau pelepasan butiran ini dapat memudahkan
penyerapan air yang pada akhirnya akan mempercepat terjadinya kerusakan jalan.
Untuk meningkatkan daya lekat antara agregat dan bitumen dapat dilakukan dengan
penambahan zat aditif Anti Stripping Agent. Zat aditif ini merupakan zat anti pengelupasan,
dimana zat ini dapat meningkatkan daya lekat dan ikatan antar agregat.
Adapun pengujian yang dilakukan adalah dengan menggunakan dua jenis Anti
Stripping Agent jenis WETFIX BE yang diperoleh dari PT. Adhi Karya dan DERBO-401 UN
2735 dari India.
Dari hasil pengujian yang dilakukan dengan penambahan masing – masing jenis Anti
Stripping Agent sebesar 0.2%, 0.25%, 0.3%, 0.35% dan 0.4% dari berat aspal menunjukkan
bahwa penambahan DERBO-401 UN 2735 meningkatkan nilai retained stability yang lebih
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas berkatnya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan Tugas Akhir ini.
Tugas Akhir ini disusun untuk melengkapi persyaratan dalam menempuh ujian
sarjana pada Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
Judul Tugas Akhir ini adalah :
“Perbandingan Kinerja Anti Stripping Agent WETFIX BE dengan DERBO-401 UN 2735 pada AC – WC yang Menggunakan Aggregat dari Patumbak (Penelitian)”.
Dalam penyusunan Tugas Akhir ini, penulis banyak mendapatkan bantuan mulai dari
perencanaan, penelitian sampai penyelesaian Tugas Akhir ini. Untuk itu, pada kesempatan ini
penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan rasa hormat yang tulus kepada :
1. Bapak Ir. Zulkarnain A. Muis, M.Eng.Sc sebagai pembimbing, atas saran,
bimbingan, dan kebijaksanaan yang diberikan terhadap hambatan – hambatan
yang penulis alami.
2. Bapak Ir. Indra Jaya Pandia, MT., Bapak Yusandy Aswad, ST. MT., Bapak Irwan
Suranta Sembiring, ST. MT., dan Bapak Ridwan Anas, ST. MT sebagai penguji
yang telah membantu dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.
3. Bapak Prof. Dr. Ing. Ir. Johanes Tarigan, sebagai Ketua Jurusan Teknik Sipil,
Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
4. Seluruh staf pengajar dan staf pegawai Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik,
Universitas Sumatera Utara.
5. Teristimewa untuk orang tua tercinta, Drs. Ir. T.M.R. Simatupang, M.Hum dan M.
Simanjuntak, SPd. M.ACE., kedua adik tersayang Ian dan Dedek serta opung
tercinta atas segala bantuan, doa, dukungan dan perhatian yang sungguh sangat
6. Ryan Egia Sembiring, seseorang yang sangat berarti yang telah banyak membantu
dalam penyelesaian Tugas Akhir ini, baik dalam dukungan, tenaga, waktu, doa
dan kasihnya juga tanpa mengenal lelah.
7. Sahabatku Elsa, Gonduth, Ema, Sondang, Gea, Ganda, Jose, Tonggo, Albert, Niel,
Tian, Edo, Rudolph, Kengkeng, Alkes, Ronald, rekan asisten laboratorium (Alfry,
Afry, Rustxel, Markus dan Atha), adik stambuk 2008 (Ivan, Aran, Dani, Putra,
Sempak) serta seluruh stambuk 2005 yang namanya tidak dapat disebutkan satu
persatu.
Penulis menyadari bahwa penulisan Tugas Akhir ini begitu sedehana, terdapat
kekurangan baik dalam penelitian maupun penulisannya disebabkan terbatasnya
pengetahuan, pengalaman dan referensi yang dimiliki. Untuk itu penulis menerima segala
saran dan kritik guna penyempurnaannya.
Semoga Tugas Akhir yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan
teknologi, setidaknya bagi bidang Teknik Sipil.
Medan, November 2012
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
ABSTRAK ... iv
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ...viii
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR NOTASI ... xii
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian ... 1
I.2. Perumusan Masalah Penelitian ... 2
I.3. Tujuan dan Manfaat ... 2
I.4. Keaslian Penelitian ...2
I.5. Ruang Lingkup Penelitian ...3
I.6. Sistematika Pembahasan ... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Aspal, Aggregat, AC-WC serta Standart Perencanaan ... 6
II.2. Bahan Tambah ...11
II.2.2. Anti Stripping Agent DERBO-401 UN 2735 ... 12
II.3. Perencanaan Campuran Beraspal Panas ...12
II.4. Metode Pengujian Campuran ... 15
II.4.1. Parameter Pengujian Marshall ...16
II.4.2. Dasar – Dasar Perhitungan ... 19
II.5. Campuran Beraspal Panas dengan Kepadatan Mutlak ... 23
BAB III METODOLOGI PENELITIAN III.1.Diagram Alir Penelitian ...24
III.2.Bahan dan Alat Penelitian ... 25
III.3.1. Aspal ...26
III.3.2. Agregat ... 27
III.3.3. Gradasi Agregat ...28
III.4.Pengujian Campuran Beraspal ...28
III.4.1. Uji Marshal ...29
III.4.2. Uji Rendaman Marshal ...31
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN IV.1.Penyajian Data ...33
IV.1.1. Hasil Pengujian Sifat – Sifat Fisik Aggregat ...33
IV.1.2.1. Hasil Pengujian Aspal dengan
Penambahan ASA ... 35
IV.1.3. Hasil Pengujian Marshall ...37
IV.1.4. Hasil Pengujian Marshall dengan Penambahan ASA ...39
IV.1.5. Hasil Pengujian Perendaman Marshall ...40
IV.2.Analisis Data ...41
IV.2.1. Analisis Data Pengujian Aggregat ...41
IV.2.2. Analisis Nilai Empiris Marshal ...43
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN V.1. Kesimpulan ...57
V.2. Saran ...59
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Tabel II.1.1. Pengujian dan Persyaratan untuk Aspal Penetrasi 60/70 ... 6
Tabel II.1.2. Ketentuan Sifat – Sifat Campuran Laston ...9
Tabel II.1.3. Ketentuan Sifat – Sifat Campuran Laston Dimodifikasi ...10
Tabel III.3.1. Pengujian dan Ketentuan Aspal Penetrasi 60/70 ...28
Tabel III.3.2. Pengujian untuk Aggregat Kasar dan Aggregat Halus ...28
Tabel III.3.3. Gradasi yang Disarankan Spesifikasi ...29
Tabel IV.1. Hasil Pengujian Sifat – Sifat Fisik Aggregat ...35
Tabel IV.2. Hasil Pengujian Sifat – Sifat Aspal Penetrasi 60/70 ...36
Tabel IV.3. Hasil Pengujian Aspal dengan Penambahan Anti Stripping ...39
Tabel IV.4. Hasil Analisis Marshal untuk KAO ...39
Tabel IV.5. Hasil Pengujian Marshall dengan Penambahan Anti Stripping Agent Jenis DERBO-401 UN 2735 ...41
Tabel IV.6. Hasil Pengujian Marshall dengan Penambahan Anti Stripping Agent Jenis WETFIX BE ...42
Tabel IV.7. Hasil Pengujian Marshall pada Kadar Aspal Optimum DERBO-401 UN 2735 ...43
Tabel IV.8. Hasil Pengujian Marshall pada Kadar Aspal Optimum WETFIX BE ...43
DAFTAR NOTASI
AASHTO = American Association of State Highway and Transportation
Officials
AC = Asphalt Concrete
AC-Base = Asphalt Concrete Base
AC-WC = Asphalt Concrete Wearing Course
AC-Modified = Asphalt Concrete Modified
AC-WC Modified = Asphalt Concrete Modified
ASA = Anti Stripping Agent
CA = Coarse Aggregate
FA = Fine Aggregate
IKS = Indeks Kekuatan Marshal Sisa
KAO = Kadar Aspal Optimum Lapis Aspal Beton
MQ = Marshall Quotient (Hasil Bagi Marshal)
PRD = Percentage Refusal Density
VFB = Voids Filled with Bitument (Rongga Terisi Aspal)
VIM = Voids in Mixture (Rongga dalam Campuran)
VIMRef = VIM pada Kondisi Refusal
VMA = Voids in Mineral Aggregates (Rongga Udara di dalam
Aggregat)
LAMBANG
Gmb = Berat Jenis Padat (Bulk) Campuran
Gsb = Berat Jenis Padat (Bulk) Aggregat Gabungan
Gse = Berat Jenis Efektif Aggregat
DAFTAR GAMBAR
Gambar III.1. Diagram Alir Penelitian ... 25
Gambar IV.1. Grafik Perbandingan Penetrasi Aspal dengan Penambahan
Anti Stripping Agent WETFIX BE dan DERBO-401 UN 2735 ...37
Gambar IV.2. Grafik Perbandingan Titik Lembek Aspal dengan Penambahan
Anti Stripping Agent WETFIX BE dan DERBO-401 UN 2735 ...38
Gambar IV.3. Hasil Pengujian Marshal untuk Mendapatkan KAO ...40
Gambar IV.4. Grafik Perbandingan Nilai Density dengan Penambahan
Anti Stripping Agent DERBO-401 UN 2735 dan WETFIX BE ...46
Gambar IV.5. Grafik Perbandingan Nilai VIM dengan Penambahan
Anti Stripping Agent DERBO-401 UN 2735 dan WETFIX BE ...47
Gambar IV.6. Grafik Perbandingan Nilai VMA dengan Penambahan
Anti Stripping Agent DERBO-401 UN 2735 dan WETFIX BE ...49
Gambar IV.7. Grafik Perbandingan Nilai VFA dengan Penambahan
Anti Stripping Agent DERBO-401 UN 2735 dan WETFIX BE ...50
Gambar IV.8. Grafik Perbandingan Nilai Stabilitas dengan Penambahan
Anti Stripping Agent DERBO-401 UN 2735 dan WETFIX BE ...51
Gambar IV.9. Grafik Perbandingan Nilai Flow dengan Penambahan
Anti Stripping Agent DERBO-401 UN 2735 dan WETFIX BE ...53
Gambar IV.10.Grafik Perbandingan Nilai Marshal Quatient dengan Penambahan
Anti Stripping Agent DERBO-401 UN 2735 dan WETFIX BE ...54
Gambar IV.11.Grafik Perbandingan Nilai Retained Stability dengan Penambahan
ABSTRAK
Daya ikat antara bitumen dan agregat adalah merupakan hal yang sangat penting
dalam perkerasan jalan. Hal ini sangat menentukan lama tidaknya umur perkerasan tersebut.
Bila daya ikat antara bitumen dan agregat tidak baik, inilah yang menimbulkan terjadinya
pengelupasan (stripping). Pengelupasan atau pelepasan butiran ini dapat memudahkan
penyerapan air yang pada akhirnya akan mempercepat terjadinya kerusakan jalan.
Untuk meningkatkan daya lekat antara agregat dan bitumen dapat dilakukan dengan
penambahan zat aditif Anti Stripping Agent. Zat aditif ini merupakan zat anti pengelupasan,
dimana zat ini dapat meningkatkan daya lekat dan ikatan antar agregat.
Adapun pengujian yang dilakukan adalah dengan menggunakan dua jenis Anti
Stripping Agent jenis WETFIX BE yang diperoleh dari PT. Adhi Karya dan DERBO-401 UN
2735 dari India.
Dari hasil pengujian yang dilakukan dengan penambahan masing – masing jenis Anti
Stripping Agent sebesar 0.2%, 0.25%, 0.3%, 0.35% dan 0.4% dari berat aspal menunjukkan
bahwa penambahan DERBO-401 UN 2735 meningkatkan nilai retained stability yang lebih
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Penelitian
Negara – negara di Asia umumnya memiliki curah hujan dan kelembaban yang cukup
tinggi sehingga agregat pada umumnya basah. Hal ini menyebabkan lebih dari empat puluh
persen kerusakan jalan disebabkan oleh air. Sementara aggregat memiliki daya tarik yang
tinggi terhadap air. Namun aggregat yang basah umumnya menolak aspal. Hal tersebut
membuat aspal mudah terkelupas oleh air. Oleh karena itu, aspal perlu dimodifikasi dengan
menambahkan suatu bahan yang dapat menaikkan mutu aspal maupun campuran
beraspalnya.
Untuk itu, pada Desember 2006 yang lalu Direktorat Jenderal Bina Marga
mengeluarkan Spesifikasi Umum pada Divisi 6 Pasal 6.3.2.7 yang menyatakan bahwa “Aditif
kelekatan dan anti pengelupasan harus ditambahkan kedalam bahan aspal bilamana
diperintahkan dan disetujui oleh Direksi Pekerjaan. Jenis aditif yang digunakan haruslah yang
disetujui Direksi Pekerjaan dan persentase aditif yang diperlukan harus dicampur ke dalam
bahan aspal serta waktu pencampurannya harus sesuai dengan petunjuk pabrik pembuatnya.”
Zat anti pengelupasan (Anti Stripping Agent) merupakan suatu zat adiktif yang dapat
merubah sifat aspal dan aggregat, meningkatkan daya lekat dan ikatan, serta mengurangi efek
negatif dari air dan kelembaban sehingga menghasilkan permukaan berdaya lekat tinggi. Hal
ini akan mengurangi terjadinya pelepasan butiran pada aspal.
Hal ini diharapkan dapat meminimalkan terjadinya kerusakan jalan oleh air,
I.2. Perumusan Masalah Penelitian
Berawal dari hal tersebut diatas, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh
penambahan Anti Stripping Agent jenis WETFIX-BE dan DERBO-401 UN 2735 terhadap
Beton Aspal Lapis Aus (AC-WC).
I.3. Tujuan dan Manfaat
Adapun tujuan dari penelitian Tugas Akhir ini adalah untuk membandingkan kinerja
antara Anti Stripping Agent Wetfix BE dengan Derbo – 401 UN 2735 pada AC – WC.
Pengujian ini dilakukan untuk membandingkan nilai Retained Stability (yang dinyatakan
dalam persen) yang diperoleh dari penambahan kedua jenis zat Anti Stripping Agent ini.
Dimana parameter ini dipakai sebagai indikasi ketahanan campuran terhadap pengaruh air.
Dengan demikian diperoleh kesimpulan pemilihan zat aditif Anti Stripping Agent yang lebih
baik dalam mengurangi kerusakan jalan akibat air.
Dengan penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memberikan gambaran
kepada pembina jalan dan semua pihak yang terkait mengenai penggunaan jenis Anti
Stripping Agent yang lebih baik untuk campuran AC-WC dalam usaha peningkatan mutu
perkerasan jalan raya.
I.4. Keaslian Penelitian
Penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti – peneliti sebelumnya diantaranya yaitu :
Christine W. Curtis dalam jurnal berjudul A Literature Review of Liquid Antistripping and
Heat Stable Bitumen Antistripping Agent; serta Jack. N. Dybalsky dalam jurnal yang berjudul
Cationic Surfactants in Asphalt Adhesion.
I.5. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dibatasi agar dapat dilakukan secara efektif dan tidak menyimpang dari
tujuan penelitian. Adapun penelitian ini terbatas pada :
• Sumber bahan baku campuran aspal yang dipakai terdiri dari :
• Agregat berasal dari AMP PT. ADHI KARYA, Patumbak.
• Anti Stripping Agent Wetfix BE dari PT. ADHI KARYA Patumbak
• Anti Stripping Agent Derbo – 401 UN 2735 dari India
• Gradasi agregat yang digunakan untuk perencanaan campuran adalah gradasi dari Laston
Lapis Aus (AC-WC).
• Pengujian dilakukan dengan Marshall Test.
• Parameter campuran beraspal yang ditinjau adalah stabilitas, flow, density, VIM, VMA,
VFB, MQ, VIMrefusal, dan Retained Stability.
I.6. Sistematika Pembahasan
Penulisan penelitian yang akan dilakukan terdiri dari pendahuluan, tinjauan pustaka,
metodologi penelitian, hasil penelitian dan pembahasan, serta kesimpulan dan saran.
Merupakan bingkai studi yang akan dilakukan dalam penulisan tugas akhir. Bab ini
meliputi :
1. Latar belakang penelitian,
2. Tujuan dan Manfaat,
3. Ruang Lingkup Penelitian, serta
4. Metodologi Penelitian.
b. Bab II : Tinjauan Pustaka
Merupakan kajian berbagai literatur dan teori-teori yang digunakan sebagai landasan dan
acuan dari penelitian serta hasil studi terdahulu yang berhubungan dengan penelitian ini
antara lain :
1. Aspal
2. Aggregat
3. Laston Lapis Aus (AC-WC)
4. Bahan Tambah
a. Anti Stripping Agent WETFIX BE
b. Anti Stripping Agent DERBO-401 UN 2735
c. Bab III : Metodologi Penelitian
Bab ini berisikan mengenai tahapan dan uraian metode pelaksanaan penelitian yang
meliputi :
1. Diagram Alir Penelitian
2. Bahan dan Alat Penelitian
4. Pengujian Campuran Beraspal
d. Bab IV : Hasil Penelitian dan Pembahasan
Bab ini berisikan mengenai data-data yang diperoleh dari hasil pemeriksaan dan
pengujian di laboratorium yang ditampilkan dalam bentuk gambar, grafik, atau tabel berikut
analisa dari hasil penelitian tersebut serta pembahasannya.
e. Bab V : Kesimpulan dan Saran
Berisikan kesimpulan yang diperoleh dari pembahasan dan analisa sesuai permasalahan
yang dibahas pada penelitian. Dan berisi saran yang didasarkan dari hasil penelitian yang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Aspal, Aggregat, AC-WC, serta Standart Perencanaan
Aspal atau bitumen merupakan material yang berwarna hitam kecoklatan yang
bersifat viskoelastis sehingga akan melunak dan mencair bila mendapat cukup pemanasan
dansebaliknya. Sifat viskoelastis inilah yang membuat aspal dapat menyelimuti danmenahan
agregat tetap pada tempatnya selama proses produksi dan masapelayanannya.
Terdapat bermacam-macam tingkat penetrasi aspal yang dapat digunakan dalam
campuran antara lain 40/50, 60/70, 80/100. Umumnya aspal yang digunakan di Indonesia
adalah penetrasi 80/100 dan penetrasi 60/70.
Tabel II.1.1. Pengujian dan Persyaratan Aspal Penetrasi 60/70
NO SIFAT FISIK SATUAN PERATURAN
1 Penetrasi, 25ºC, 100 gr, 5 detik 0.1 mm 60 - 79
2 Titik Lembek, 25 oC oC 48 - 58
3 Titik nyala oC Min. 200
4 Daktalitas, 25 oC cm Min. 100
5 Kelarutan dalam Trichloroethylene % Min. 99
6 Penurunan berat % Max. 0.8
7 Berat Jenis mm Min. 1.0
8 Penetrasi residu, 25ºC, 100 gr, 5 detik 0.1mm Min. 54
9 Daktalitas, 25oC, cm cm Min. 50
Sumber : Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga 2006
Agregat atau batu, atau granular material adalah material berbutir yang keras dan
Agregat mempunyai peranan yang sangat penting dalam prasarana transportasi, khususnya
dalam hal ini pada perkerasan jalan.
Daya dukung perkerasan jalan ditentukan sebagian besar oleh karakteristik agregat
yang digunakan. Pemilihan agregat yang tepat dan memenuhi persyaratan akan sangat
menentukan dalam keberhasilan pembangunan atau pemeliharaan jalan.
Dalam Manual Pekerjaan Campuran Beraspal Panas disebutkan bahwa ukuran
agregat dalam suatu campuran beraspal terdistribusi dari yang berukuran besar sampai ke
yang kecil. Semakin besar ukuran maksimum agregat yang dipakai semakin banyak variasi
ukurannya dalam campuran tersebut.
Ukuran agregat dalam suatu campuran beraspal terdistribusi dari yang berukuran
besar sampai ke yang kecil. Semakin besar ukuran maksimum agregat yang dipakai semakin
banyak variasi ukurannya dalam campuran tersebut.
Seluruh spesifikasi perkerasan mensyaratkan bahwa partikel agregat harus berada
dalam rentang ukuran tertentu dan untuk masing-masing ukuran partikel harus dalam
proporsi tertentu. Distribusi dari variasi ukuran butir agregat ini disebut gradasi agregat.
Gradasi agregat mempengaruhi besarnya rongga dalam campuran dan menentukan
workabilitas (sifat mudah dikerjakan) dan stabilitas campuran. Untuk menentukan apakah
gradasi agregat memenuhi spesifikasi atau tidak, diperlukan suatu pemahaman bagaimana
ukuran partikel dan gradasi agregat diukur.
Gradasi agregat ditentukan oleh analisa saringan, dimana contoh agregat harus
melalui satu set saringan. Ukuran saringan menyatakan ukuran bukaan jaringan kawatnya dan
nomor saringan menyatakan banyaknya bukaan jaringan kawat per inchi persegi dari saringan
tersebut. Dalam memilih gradasi agregat campuran, maka untuk campuran jenis Laston perlu
Kelekatan agregat terhadap aspal adalah kecenderungan agregat untuk menerima,
menyerap dan menahan film aspal. Agregat hidrophobik (tidak menyukai air) adalah agregat
yang memiliki sifat kelekatan terhadap aspal yang tinggi, contoh dari agregat ini adalah batu
gamping dan dolomit. Sebaliknya, agregat hidrophilik (suka air) adalah agregat yang
memiliki kelekatan terhadap aspal yang rendah. Sehingga agregat jenis ini cenderung terpisah
dari film aspal bila terkena air. Kuarsit dan beberapa jenis granit adalah contoh agregat
hidrophilik.
Ada beberapa metoda uji untuk menentukan kelekatan agregat terhadap aspal dan
kecenderungannya untuk mengelupas (stripping). Salah satu diantaranya dengan merendam
agregat yang telah terselimuti aspal ke dalam air, lalu diamati secara visual.
Lapis permukaan (surface course) merupakan lapisan teratas dari struktur perkerasan
jalan yang langsung berhubungan dengan roda kendaraan dan kondisi lingkungan.
Berdasarkan bahan pengikat aspalnya, lapis permukaan dibedakan menjadi dua lapisan yaitu
lapisan permukaan yang berfungsi sebagai lapis aus (wearing course) dan lapisan permukaan
yang berfungsi sebagai lapis antara (binder course). Lapis aus (wearing course) berfungsi
sebagai lapis aus yang langsung menahan gesekan kendaraan saat mengerem atau start
kendaraan.
Menurut Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum, Laston
(AC) terdiri dari tiga macam campuran, Laston Lapis Aus (AC-WC), Laston Lapis Pengikat
(AC-BC) dan Laston Lapis Pondasi (AC-Base) dan ukuran maksimum agregat
masing-masing campuran adalah 19 mm, 25.4 mm, dan 37.5 mm.
Tabel II.1.2. Ketentuan Sifat-sifat Campuran Laston
Sumber : Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga 2006
Tabel II.1.3.Ketentuan Sifat-sifat Campuran Laston Dimodifikasi (AC Modified)
Sifat-sifat Campuran WC BC Base
Penyerapan aspal (%) Maks 1.2
Jumlah tumbukan per bidang 75 112
Rongga dalam campuran (%)
Min 3.5
Stabilitas Marshall Sisa (%)
setelah perendaman selama 24
jam, 60ºC
Min 75
Rongga dalam Campuran (%)
pada kepadatan membal (refusal)
Min 2.5
Sifat-sifat Campuran
Laston
WC BC Base
Sumber : Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga 2006
II. 2. Bahan Tambah
Dalam campuran beraspal untuk memperbaiki perilaku suatu campuran beraspal serta
meningkatkan kualitas aspal sehingga dapat menghasilkan perkerasan yang baik adalah
dengan menggunakan bahan modifikasi. Bahan modifikasi yang dimaksud adalah bahan
tambah baik berupa polimer, selulosa, lain-lain (filler), maupun mikrokarbon atau zat aditif.
Adapun bahan tambahan yang akan digunakan dalam penelitian Tugas Akhir ini
berupa Anti Stripping Agent. Bahan tambahan ini dapat merubah sifat aspal dan aggregat,
Jumlah tumbukan per bidang 75 112
Rongga dalam campuran (%)
Min 3.5
Maks 5.5
Rongga dalam agregat (VMA) (%) Min 15 14 13
Rongga terisi aspal (%) Min 65 63 60
Stabilitas Marshall (Kg)
Min 1000 1800
Maks _ _
Kelelehan (mm)
Min 3 5
Maks _ _
Marshall Quotient (Kg/mm) Min 300 350
Stabilitas Marshall Sisa (%)
setelah perendaman selama 24
jam, 60ºC
Min 75
Rongga dalam Campuran (%)
pada kepadatan membal (refusal) Min 2.5
meningkatkan daya lekat dan ikatan serta mengurangi efek negatif dari air dan kelembaban
sehingga menghasilkan permukaan yang memiliki daya lekat yang tinggi.
Dengan penggunaan Anti Stripping Agent ini diharapkan dapat memperpanjang
waktu pelapisan ulang hotmix, memungkinkan seleksi jenis aggregat yang lebih luas dan
meminimalkan kerusakan jalan oleh air dengan biaya perawatan yang lebih rendah.
II.2.1. Anti Stripping Agent WETFIX – BE
Anti Stripping Agent WETFIX BE ini digunakan untuk campuran hotmix. Jenis Anti
Stripping Agent ini memiliki beberapa kegunaan yang antara lain :
a. Memperpanjang waktu pelapisan ulang Hot Mix
b. Biaya perawatan yang lebih rendah
c. Memungkinkan seleksi jenis aggregat yang lebih luas
d. Meminimalkan kerusakan oleh air
Bahan ini bekerja dengan merubah sifat aspal dan aggregat, meningkatkan daya lekat
dan ikatan serta mengurangi efek negatif dari air dan kelembaban sehingga menghasilkan
permukaan yang berdaya lekat tinggi
Dosis pemakaian WETFIX BE hanya berkisar 0.2 % - 0.5 % dari berat aspal. Untuk
metode pemakaiannya adalah:
1. Masukkan WETFIX BE ke dalam mobil tanki pengiriman atau langsung ke tanki
penyimpanan aspal pada waktu pengisian aspal (sirkulasi ± 1 jam).
2. Dengan menggunakan Dosing Pump disambungkan ke pipa aspal setelah pompa atau
dimasukkan ke timbangan aspal (in-line metering injection system).
Anti Stripping jenis ini berfungsi untuk membantu mengurangi kerusakan perkerasan
yang diakibatkan oleh hujan dan kelembaban. Anti Stripping ini telah diuji oleh IIP-
Dehradun, SIIR-Delhi, dan CRRI-New Delhi yang menghasilkan produk – produk terbaik.
Untuk campuran Hotmix, penggunaan Anti Stripping Agent jenis DERBO 401 ini
berkisar 0.1% - 0.4% dari berat bitumen. Sementara untuk perbaikan jalan, penggunaannya
berkisar 0.2 % - 0.5% dari berat bitumen.
II.3. Perencanaan Campuran Beraspal Panas
MenurutManual Pekerjaan Campuran Beraspal Panas Departemen Permukiman dan
Prasarana Wilayah, campuran beraspal panas adalah suatu campuran perkerasan lentur yang terdiri dari agregat kasar, agregat halus, filler dan bahan pengisi aspal dengan perbandingan
tertentu,dan untuk mengeringkan agregat dan mencairkan aspal agar dapat dengan mudah
dicampur dengan baik maka pencampuran bahan tersebut harus dipanaskan.
Sukirman, S,(1999) dalam bukunya yang berjudul Perkerasan Lentur Jalan Raya
menyatakan bahwa perencanaan campuran mencakup kegiatan pemilihan dan penentuan
proporsi material untuk mencapai sifat-sifat akhir dari campuran aspal yang diinginkan.
Tujuan dari perencanaan campuran aspal adalah untuk mendapatkan campuran efektif dari
gradasi agregat dan aspal yang akan menghasilkan campuran aspal yang memiliki sifat-sifat
campuran sebagai berikut :
a. Stabilitas adalah kemampuan campuran aspal untuk menahan deformasi permanen yang
disebabkan oleh lalu lintas, baik beban yang bersifat statis maupun dinamis sehingga
campuran akan tidak mudah aus, bergelombang, melendut, bergeser dan lain-lain.
b. Fleksibilitas adalah kemampuan campuran aspal untuk menahan terhadap defleksi akibat
1) Beban yang berlangsung lama yang berakibat terjadinya kelelahan pada lapis
pondasi atau pada tanah dasar yang disebabkan oleh pembebanan sebelumnya.
2) Lendutan berulang yang disebabkan oleh waktu pembebanan lalu lintas yang
berlangsung singkat.
3) Adanya perubahan volume campuran.
c. Durabilitas adalah kemampuan campuran aspal untuk mempertahankan kualitasnya dari
disintegrasi atas unsur-unsur pembentuknya yang diakibatkan oleh beban lalu lintas dan
pengaruh cuaca. Campuran aspal harus mampu bertahan terhadap perubahan yang
disebabkan oleh :
1) Proses penuaan pada aspal dimana aspal akan menjadi lebih keras. Hal ini
disebabkan oleh pengaruh oksidasi dari udara dan proses penguapan yang berakibat
akan menurunkan daya lekat dan kekenyalan aspal.
2) Pengaruh air yang menyebabkan kerusakan atau kehilangan sifat lekat antara aspal
dan material lainnya.
d. Impermeability adalah campuran aspal harus bersifat kedap air untuk melindungi lapisan
perkerasan di bawahnya dari kerusakan yang disebabkan oleh air yang akan
mengakibatkan campuran menjadi kehilangan kekuatan dan kemampuan untuk menahan
beban lalu lintas.
e. Pemadatan adalah proses pemampatan yang memberikan volume terkecil, menggelincir
rongga sehingga batas yang disyaratkan dan menambah kepadatan optimal. Mengingat
efek yang timbul oleh pengaruh udara,air serta pembebanan oleh arus lalu lintas apabila
rongga dalam campuran tidak memenuhi syarat yang ditentukan. hal ini harus dihindari
supaya tidak terjadi penyimpangan. Pada pelaksanaan pemadatan dilapangan sangat
yang ditetapkan maupun jumlah lintasannya. Pemadatan merupakan suatu upaya untuk
memperkecil jumlah VIM, sehingga memperoleh nilai struktural yang diharapkan.
f. Temperatur pemadatan merupakan faktor penting yang mempengaruhi pemadatan,
kepadatan hanya bisa terjadi pada saat aspal dalam keadaan cukup cair sehingga aspal
tersebut dapat berfungsi sebagai pelumas. Jika aspal sudah dalam keadaan cukup dingin
maka kepadatan akan sulit dicapai. Temperatur campuran beraspal panas merupakan
satu-satunya faktor yang paling penting dalam pemadatan, disebabkan temperatur pada
saat pemadatan sangat mempengaruhi viskositas aspal yang digunakan dalam campuran
beraspal panas. Apabila temperatur pada saat pemadatan rendah, mengakibatkan
viskositas aspal menjadi tinggi dan membuat sulit dipadatkan. Menaikkan temperatur
pemadatan atau menurunkan viskositas aspal berakibat partikel agregat dalam campuran
beraspal panas dapat dipadatkan lebih baik lagi, adapun density pada saat pemadatan
campuran beraspal panas terjadi pada suhu lebih tinggi dari 2750 F (1350 C). Density
menurun dengan cepat ketika pemadatan dilakukan pada suhu lebih rendah.
g. Workability adalah campuran agregat aspal harus mudah dikerjakan saat pencampuran,
penghamparan dan pemadatan, untuk mencapai satuan berat jenis yang diinginkan tanpa
mengalami suatu kesulitan sampai mencapai tingkat pemadatan yang diinginkan dengan
peralatan yang memungkinkan.
II.4. Metode Pengujian Campuran
Pada penelitian tugas akhir ini, penulis menggunakan metode Marshall. Setelah
gradasi agregat ditentukan, selanjutnya adalah pembuatan contoh benda uji dan pengujian di
Pengujian Marshall merupakan pengujian yang paling banyak dan paling umum
dipakai pada saat ini. Hal ini disebabkan karena alatnya sederhana dan cukup praktis untuk
dimobilisasi.
Pengujian Marshall bertujuan untuk mengukur daya tahan (stabilitas) campuran
agregat dan aspal terhadap kelelehan plastis (flow) dan retained stability. Flow didefenisikan
sebagai perubahan deformasi atau regangan suatu campuran mulai dari tanpa beban, sampai
beban maksimum dan dinyatakan dalam milimeter atau 0.01”.
II.4.1. Parameter pengujian Marshall
Beton aspal dibentuk dari agregat, aspal dan atau tanpa bahan tambahan yang
dicampur secara merata pada suhu tertentu. Campuran kemudian dihamparkan dan
dipadatkan, sehingga terbentuk beton aspal padat.
Sifat-sifat campuran beton aspal dapat dilihat dari parameter-parameter pengujian
marshall antara lain :
a. Stabilitas Marshall
Nilai stabilitas diperoleh berdasarkan nilai masing-masing yang ditunjukkan oleh jarum
dial. Stabilitas merupakan parameter yang menunujukkan batas maksimum beban yang
dapat diterima oleh suatu campuran beraspal saat terjadi keruntuhan yang dinyatakan
dalam kilogram. Nilai stabilitas yang terlalu tinggi akan menghasilkan perkerasan yang
terlalu kaku sehingga tingkat keawetannya berkurang.
Seperti halnya cara memperoleh nilai stabilitas, nilai flow merupakan nilai dari
masing-masing yang ditunjukkan oleh jarum dial. Hanya saja jarum dial flow biasanya dalam
satuan mm (millimeter).
c. Hasil Bagi Marshall (Marshall Quotient)
Hasil Bagi Marshall merupakan hasil bagi stabilitas dengan kelelehan. Semakin tinggi
nilai MQ, maka kemungkinan akan semakin tinggi kekakuan suatu campuran dan
semakin rentan campuran tersebut terhadap keretakan.
Marshall Quotient = ����������
����
d. Rongga Terisi Aspal (VFA atau VFB)
Rongga terisi aspal (VFA) adalah persen rongga yang terdapat diantara partikel agregat
(VMA) yang terisi oleh aspal, tidak termasuk aspal yang diserap oleh agregat. Rumus
adalah sebagai berikut :
���= 100 � ��� − ���
���
Dimana :
VFA : Rongga udara yang terisi aspal, prosentase dari VMA, (%)
VMA : Rongga udara pada mineral agregat, prosentase dari volume total,
(%)
VIM : Rongga udara pada campuran setelah pemadatan (%)
Rongga antar agregat (VMA) adalah ruang rongga diantara partikel agregat pada suatu
perkerasan, termasuk rongga udara dan volume aspal efektif (tidak termasuk volume
aspal yang diserap agregat). Jika komposisi campuran ditentukan sebagai persen berat
dari campuran total, maka VMA dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
VMA = 100 -
(
��� ∗ �����
)
Dengan pengertian :
VMA = Rongga dalam agregat mineral (persen volume curah)
Gsb = Berat jenis curah agregat
Ps = Agregat, persen berat total campuran
Gmb = Berat jenis curah campuran padat
Atau, jika komposisi campuran ditentukan sebagai persen berat agregat, maka VMA
dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
VMA = 100
-
������
x
100
100 + �� 100
Dengan pengertian :
Pb = Aspal, persen berat agregat
Gmb = Berat jenis curah campuran padat
Gsb = Berat jenis curah agregat
Rongga udara dalam campuran (Va) atau VIM dalam campuran perkerasan beraspal
terdiri atas ruang udara diantara partikel agregat yang terselimuti aspal. Volume rongga
udara dalam campuran dapat ditentukan dengan rumus berikut:
VIM = 100 x ��� − ��� ���
Dengan pengertian :
VIM = Rongga udara dalam campuran padat, persen dari total volume.
Gmm = Berat jenis maksimum campuran.
Gmb = Berat jenis curah campuran padat.
g. Retained Stability
Kehilangan stabilitas berdasarkan perendaman diukur sebagai ketahanan terhadap akibat
pengaruh kerusakan oleh air disebut Indeks Perendaman (Index of Retained Strength)
yang dinyatakan dalam persen (%). Parameter ini akan dipakai sebagai indikasi
ketahanan campuran terhadap pengaruh air.
II.4.2 Dasar-dasar Perhitungan
a. Berat Jenis Bulk dan Apparent Total Agregat
Agregat total terdiri atas fraksi-fraksi agregat kasar, agregat halus dan bahan pengisi /
filler yang masing-masing mempunyai berat jenis yang berbeda, baik berat jenis kering
(bulk spesific gravity) dan berat jenis semu (apparent grafity). Kedua macam berat jenis
dari total agregat tersebut dapat dihitung dalam persamaan berikut :
- Berat Jenis Kering (bulk specific gravity) dari total agregat
Dengan pengertian :
Gsbtot agregat = Berat jenis kering agregat gabungan, (gr/cc)
Gsb1, Gsb2.. Gsbn = Berat jenis kering dari masing-masing agregat, (gr/cc)
P1, P2, P3, … = Presentase berat dari masing-masing agregat, (%)
- Berat Jenis Semu (apparent spesific gravity)
������������� = �1
Gsatot agregat = Berat jenis semu agregat gabungan, (gr/cc)
Gsa1, Gsa2..Gsan = Berat jenis semu dari masing-masing agregat, (gr/cc)
P1, P2, P3, … = Presentase berat dari masing-masing agregat, (%)
b. Berat Jenis Efektif Agregat
Berat jenis efektif campuran (Gse), kecuali rongga udara dalam partikel agregat yang
menyerap aspal dapat dihitung dengan rumus yang biasanya digunakan berdasarkan
hasil pengujian kepadatan maksimum eoritis sebagai berikut :
��� = ���� − ��
Gse = Berat jenis efektif/ efektive spesific gravity, (gr/cc)
Gmm = Berat jenis campuran maksimum teoritis setelah pemadatan (gr/cc)
Pmm = Persen berat total campuran (=100)
Pb = Prosentase kadar aspal terhadap total campuran, (%)
Gb = Berat jenis aspal
Berat jenis efektif total agregat dapat ditentukan juga dengan menggunakan
persamaan dibawah ini :
��� =���
+���
2
Dengan pengertian :
Gse = Berat jenis efektif / efektive spesific gravity, (gr/cc)
Gsb = Berat jenis kering agregat / bulk spesific gravity, (gr/cc)
Gsa = Berat jenis semu agregat / apparent spesific gravity, (gr/cc)
c. Berat Jenis maksimum Campuran
Berat jenis maksimum campuran, Gmm pada masing-masing kadar aspal diperlukan
untuk menghitung kadar rongga masing-masing kadar aspal. Berat jenis maksimum
dapat ditentukan dengan AASHTO T.209-90.
��� = ���� � ��� − �
� ��
Dengan pengertian :
Gmm = Berat jenis maksimum campuran,(gr/cc)
Pmm = Persen berat total campuran (=100)
Ps = Kadar agregat, persen terhadap berat total campuran, (%)
Gse = Berat jenis efektif/ efektive spesific gravity, (gr/cc)
Gb = Berat jenis aspal,(gr/cc)
d. Berat Jenis Bulk Campuran padat
Perhitungan berat jenis bulk campuran setelah pemadatan (Gmb) dinyatakan dalam
gram/cc dengan rumus sebagai berikut :
��� =��� ����
Dengan pengertian :
Gmb = Berat jenis campuran setelah pemadatan, (gr/cc)
Vbulk = Volume campuran setelah pemadatan, (cc)
Wa = Berat di udara, (gr)
e. Penyerapan Aspal
Penyerapan aspal dinyatakan dalam persen terhadap berat agregat total, tidak terhadap
berat campuran. Perhitungan penyerapan aspal (Pba) adalah sebagai berikut:
��� = ���� − ��� ������ ��
Dengan pengertian :
Pba = Penyerapan aspal, persen total agregat (%)
Gsb = Berat jenis bulk agregat, (gr/cc)
Gse = Berat jenis efektif agregat, (gr/cc)
Gb = Berat jenis aspal, (gr/cc)
Kadar aspal efektif (Pbe) campuran beraspal adalah kadar aspal total dikurangi jumlah
aspal yang terserap oleh partikel agregat. Kadar aspal efektif ini akan menyelimuti
permukaan agregat bagian luar yang pada akhirnya akan menentukan kinerja
perkerasan beraspal. Rumus Kadar aspal efektif adalah :
���=�� −���
100��
Dengan pengertian :
Pbe = Kadar aspal efektif, persen total campuran, (%)
Pb = Kadar aspal, persen total campuran, (%)
Pba = Penyerapan aspal, persen total agregat, (%)
Ps = Kadar agregat, persen terhadap berat total campuran, (%)
II.5 Campuran Beraspal Panas dengan Pendekatan Kepadatan Mutlak
Dalam Pedoman Perencanaan Campuran Beraspal Dengan Pendekatan Kepadatan
Mutlak, kepadatan mutlak dimaksudkan sebagai kepadatan tertinggi (maksimum) yang
dicapai sehingga walaupun dipadatkan terus, campuran tersebut praktis tidak dapat menjadi
lebih padat lagi.
Spesifikasi campuran beraspal panas untuk perkerasan lentur di rancang
menggunakan metoda Marshall konvensional. Untuk kondisi lalu lintas berat perencanaan
metoda Marshall menetapkan pemadatan benda uji sebanyak 2 x 75 tumbukan dengan batas
rongga campuran (VIM) antara 3.5 sampai 5.
Untuk menambah kesempurnaan dalam prosedur perencanaan gradasi gabungan
campuran dilapangan, maka ditentukan pengujian tambahan, yaitu pemadatan ultimit pada
benda uji sampai mencapai kepadatan mutlak (refusal density) dimana VIM dirancang dapat
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
III.1. Diagram Alir Penelitian
A
A
Gambar III.1. Diagram Alir Penelitian
III.2. Bahan dan Alat Penelitian
Persiapan Benda Uji AC-WC Tanpa Penambahan Anti Stripping Agent Percobaan Laboratorium
Persiapan Material Aspal
Pemeriksaan Properti Aspal Pen 60/70
Persiapan Anti
Pengujian Campuran Dengan Metode Marshall Untuk Menganalisa Karakteristik Marshall (VIM, VFB, VIM PRD, Stabilitas, Flow, MQ)
KAO dari campuran didapatkan?
Kerusakan jalan yang disebabkan oleh air menyebabkan pengelupasan butiran pada aspal
Digunakan aspal + zat antistripping agent karena dinilai dapat menaikkan daya lekat dan ikatan
b tiran aspal
Tidak
Pembuatan Benda Uji Dengan KAO (untuk AC-WC dengan variasi penambahan Anti Stripping Agent)
Pengujian Campuran Dengan Metode Marshall Untuk Menganalisa Karakteristik Marshall
Nilai VIM, VMA, VFB, VIM PRD, Stabilitas, Flow, MQ didapatkan?
Analisa Data
Kesimpulan dan Saran
Adapun bahan yang digunakan untuk pengujian adalah :
a. Material yang digunakan
- Agregat kasar yang digunakan disarankan berupa batu pecah atau kerikil yang keras,
kering, awet, bersih dan bebas dari bahan organik, asam dan bahan lain yang
mengganggu, sedangkan agregat halus yang digunakan pada umumnya merupakan
produk dari mesin pemecah batu (stonecrusher) atau dari pasir alam. Dalam penelitian
ini, agregat yang digunakan diperoleh dari PT. ADHI KARYA, Patumbak.
- Untuk bahan aspal menggunakan aspal ESSO Ex. EXXON MOBIL dengan penetrasi
60/70.
- Bahan tambah menggunakan Anti Stripping Agent WETFIX-BE yang diperoleh dari
PT. Adhi Karya dan Anti Stripping Agent DERBO-401 UN 2735 dari India.
b. Peralatan yang digunakan
i. Alat uji pemeriksaan aspal
Alat yang digunakan untuk pemeriksaan aspal antara lain: alat uji penetrasi, alat uji
titik lembek, alat uji titik nyala dan titik bakar, alat uji daktilitas, alat uji berat jenis
(piknometer dan timbangan), alat uji kelarutan, dan TFOT.
ii. Alat uji pemeriksaan agregat
Alat uji yang digunakan untuk pemeriksaan agregat antara lain mesin Los Angeles (tes
abrasi), saringan standar, alat pengering (oven), timbangan berat.
iii.Alat uji karakteristik campuran agregat aspal
Alat uji yang digunakan adalah seperangkat alat untuk metode Marshall.
Pengujian dimaksudkan untuk meneliti bahan yang akan dipakai dapat memenuhi
persyaratan.
III.3.1. Aspal
Aspal yang digunakan adalah aspal ESSO dari EXXON dengan penetrasi 60/70.
Adapun persyaratannya adalah pada tabel berikut :
Tabel III.3.1. Pengujian dan Ketentuan Aspal Penetrasi 60/70
No. Jenis Pengujian Metode Persyaratan
1 Penetrasi, 25ºC, 100 gr, 5 detik: 0,1 mm SNI 06-2456-1991 60 – 79
2 Titik lembek : ºC SNI 06-2434-1991 48 - 58
3 Titik nyala: ºC SNI 06-2433-1991 Min. 200
4 Daktalitas , 25ºC: cm SNI 06-2432-1991 Min. 100
5 Berat Jenis SNI 06-2441-1991 Min. 1,0
6 Kelarutan dalam Trichloro Ethylen: % berat
SNI 06-2438-1991 Min. 99
7 Penurunan Berat (dengan TFOT): % berat SNI 06-2440-1991 Max. 0,8
8 Penetrasi setelah penurunan berat: % asli SNI 06-2456-1991 Min. 54
9 Daktalitas setelah penurunan berat: % asli SNI 06-2432-1991 Min. 50
10 Uji bintik (spot test) - Standar Naptha - Naptha Xylene - Hephtane Xylele
AASHTO T. 102 Negatif
Sumber : Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga 2006
III.3.2. Agregat
Untuk material agregat pengujian bahan meliputi agregat kasar dan halus.
Pengujiannya serta Persyaratan dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel III.3.2. Pengujian untuk Agregat Kasar dan Agregat Halus
No. Pengujian Standar Nilai
Agregat Kasar
1 Abrasi dengan mesin Los Angeles SNI 03-2417-1991 Maks 40%
3 Angularitas SNI 03-6877-2002 95/90 *
4 Partikel Pipih dan Lonjong (**) RSNI T-01-2005 Maks 10%
5 Material lolos saringan No.200 SNI 03-4142-1996 Maks 1%
Agregat Halus
1 Nilai Setara Pasir SNI 03-4428-1997 Min 50%
2 Material lolos saringan No.200 SNI 03-4142-1996 Maks 8%
3 Angularitas SNI 03-6877-2002 Min. 45
(*) 95/90 menunjukkan 95% agregat kasar mempunyai muka bidang pecah satu atau
lebih dan 90% agregat kasar mempunyai muka bidang pecah dua atau lebih
(**) Pengujian dengan perbandingan lengan alat uji terhadap poros 1 : 5
III.3.3 Gradasi agregat
Merupakan distribusi variasi ukuran butiran agregat. Gradasi agregat yang digunakan
untuk perencanaan campuran adalah gradasi dari Laston Lapis Aus (AC-WC). Kurva gradasi
untuk Beton Aspal Lapis Aus (AC-WC) yang digunakan dalam penelitian ini adalah kurva
gradasi yang disarankan spesifikasi yaitu beranjak dari bawah kurva fuller, memotong kurva
fuller di antara saringan No.4 dan No.8, dan berada dalam titik kontrol gradasi Beton Aspal
Lapis Aus (AC-WC).
Tabel III.3.3. Gradasi yang Disarankan Spesifikasi
Ukuran Saringan
(mm)
Persyaratan Gradasi (% berat butir yang lolos)
Agregat gabungan
Fuller Titik Kontrol Zona Terbatas
19 100 100 100
III.4. Pengujian Campuran Beraspal III.4.1 Uji Marshall
Pengujian ini dimaksudkan untuk menentukan ketahanan (stabilitas) terhadap
kelelehan plastis (flow) dari campuran beraspal dan nilai retained stability.
Pada pengujian alat Marshall, hal pertama yang dilakukan adalah menghitung
perkiraan awal KAO (Pb) dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
��= 0,035(% ��) + 0,045(% ��) + 0,18(% ��) +�
Dimana :
Pb = Kadar aspal optimum perkiraan
CA = Agregat kasar tertahan saringan No.8
FA = Agregat halus lolos saringan No.8 dan tertahan di saringan No.200
Filler = Agregat halus lolos saringan No.200
K = Konstanta, dengan nilai 0,5 untuk penyerapan agregat yang rendah dan
nilai 1,0 untuk penyerapan agregat yang tinggi.
Dengan terlebih dahulu membulatkan nilai Pb sampai 0,5% terdekat, kemudian
siapkan benda uji Marshall pada lima variasi kadar aspal masing-masing 3 (tiga) benda uji,
yaitu -1,0%, -0,5%, Pb, +0,5%, +1,0%.
b. Persiapan campuran
Pada pengujian dengan alat Marshall, dibuat tiga benda uji untuk lima variasi kadar
aspal terhadap berat total campuran. Untuk tiap benda uji diperlukan agregat sebanyak
pencampuran beserta agregat dengan suhu ± 28ºC di atas suhu pencampur untuk aspal
panas dan aduk sampai merata. Sementara itu panaskan aspal sampai suhu
pencampuran. Tuangkan aspal sebanyak yang dibutuhkan ke dalam agregat yang
sudah dipanaskan tersebut. Kemudian aduklah sampai agregat terlapis merata.
c. Pemadatan benda uji
Bersihkan perlengkapan cetakan benda uji serta bagian muka penumbuk. Masukkan
seluruh campuran ke dalam cetakan dan tusuk-tusuk campuran dengan spatula yang
dipanaskan atau aduklah dengan sendok semen 15 kali keliling pinggirannya dan 10
kali di bagian dalam. Sewaktu melakukan pemadatan, peneliti tidak mencatat berapa
suhu pemadatan. Letakkan cetakan di atas landasan padat, dalam pemegang cetakan,
lakukan pemadatan dengan alat penumbuk sebanyak 75 kali atau sesuai kebutuhan
dengan tinggi jatuh 45 cm, selama pemadatan tahanlah agar sumbu palu pemadat
selalu tegak lurus pada cetaka. Lepaskan keping alat kemudian balikkan alat cetak
berisi benda uji dan pasang kembali. Tumbuklah dengan jumlah tumbukan yang
sama. Sesudah pemadatan, lepaskan keping alas dan pasanglah alat pengeluar benda
uji. Dengan hati-hati keluarkan dan letakkan benda uji di atas permukaan rata yang
halus, biarkan selama kira-kira 24 jam pada suhu ruang.
d. Prosedur percobaan
1. Bersihkan benda uji dari kotoran-kotoran yang menempel
2. Berikan tanda pengenal pada masing-masing benda uji
3. Ukur benda uji dengan ketelitian 0,1 mm
4. Timbang benda uji
5. Rendam kira-kira 24 jam pada suhu ruang
7. Timbang benda uji dalam kondisi kering permukaan jenuh
8. Rendam benda uji dalam bak perendaman selama 30 menit sampai 40 menit.
Sebelum melakukan pengujian bersihkan batang penuntun (guide rod) dan
permukaan dalam dari batang penekan (test heads). Keluarkan benda uji dari bak
perendaman dan letakkan ke dalam segmen bawah kepala penekan. Pasang
segmen atas di atas benda uji, dan letakkan keseluruhannya dalam mesin penguji.
9. Sebelum pembebanan diberikan, kepala penekan beserta benda uji dinaikkan
hingga menyentuh alas cincin penguji. Atur kedudukan jarum arloji agar berada
pada angka nol. Berikan pembebanan kepada benda uji dengan kecepatan tetap
sebesar 50 mm permenit sampai pembebanan maksimum tercapai dan catat
pembebanan maksimum yang dicapai. Lepaskan selubung tangkai arloji kelelahan
(sleeve) pada saat pembebanan maksimum tercapai dan catat nilai kelelahan yang
ditunjukkan oleh jarum arloji.
10.Untuk penambahan masing – masing jenis Anti Stripping Agent dibuat dalam 5
variasi yaitu 0.2%, 0.25%, 0.3%, 0.35% dan 0.4% dari berat aspal masing –
masing direncanakan 3 (tiga) benda uji untuk setiap penambahan.
Setelah nilai stabilitas dan flow didapat, kemudian dihitung besarnya Hasil Bagi
Marshall (Marshall Quotient), Rongga diantara mineral agregat (VMA), Rongga dalam
campuran (VIM) dan Rongga terisi aspal (VFB). Selanjutnya digambarkan grafik hubungan
antara kadar aspal (%) dengan masing-masing parameter Marshall yang telah dihitung
sebelumnya.
Kemudian dilakukan pengujian untuk mendapatkan nilai VIM refusal atau ������.
Selanjutnya dibuat grafik hubungan antara ������ dengan kadar aspal. Dengan melihat pada
VMA, VIM, dan ������), kemudian dilakukan analisis untuk mendapatkan Kadar Aspal
Optimum (KAO) yang memenuhi semua kriteria campuran.
III.4.2 Uji Rendaman Marshall
Pengujian ini dilakukan untuk melihat ketahanan campuran terhadap pengaruh
kerusakan oleh air. Air pada campuran beraspal dapat mengakibatkan berkurangnya daya
lekat aspal terhadap agregat sehingga dapat melemahkan ikatan antar agregat.
Pengujian dilakukan dengan membuat 24 benda uji pada KAO. Untuk 12 benda uji
pertama dilakukan perendaman dalam air dengan suhu 60 ºC selama 24 jam dan lakukan
pengujian Marshall, kemudian pada sisa benda uji dilakukan pengujian Marshall standar.
Kehilangan stabilitas akibat perendaman di air diukur sebagai ketahanan terhadap
pengaruh air. Perbandingan stabilitas pada benda uji yang direndam dengan yang standar
disebut Indeks Kekuatan Marshall Sisa (Marshall Index of Retained Strength) yang
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
IV.1. Penyajian Data
IV.1.1. Hasil Pengujian Sifat-Sifat Fisik Agregat
Agregat kasar dan agregat halus yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari
AMP ADHI KARYA. Pengujian agregat dilakukan untuk mengetahui sifat-sifat fisik atau
karakteristik dari agregat kasar dan agregat halus. Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel
IV.1.
Zat aditif Anti Stripping Agent jenis WETFIX yang digunakan berasal dari PT. ADHI
KARYA dan jenis DERBO-401 UN 2735 berasal dari India. Gradasi yang ditinjau
berdasarkan pada gradasi Laston Lapis Aus (AC-WC) dari spesifikasi Departemen Pekerjaan
Umum.
Tabel IV.1 Hasil Pengujian Sifat-Sifat Fisik Agregat
No. Pengujian
Kelekatan agregat terhadap aspa
Soundness Test (CA)
Dalam penelitian ini digunakan aspal Penetrasi 60/70. Pengujian pada aspal yang
digunakan dalam campuran memenuhi persyaratan spesifikasi. Tabel IV.2 merupakan hasil
pengujian karakteristik aspal Penetrasi 60/70.
Tabel IV.2 Hasil Pengujian Sifat-Sifat Aspal Pen 60/70
No. Pengujian Persyaratan Hasil
Pengujian
Penetrasi, 25ºC; 100 gr; 5 detik; 0,1 mm
Titik Lembek, ºC
Titik Nyala, ºC
Berat jenis
Daktalitas, 25ºC; cm
Kelarutan dalam Trichlor Ethylen; % berat
TFOT; % berat
Penetrasi setelah TFOT; 0,1 mm; % asli
Daktalitas setelah TFOT; % asli
60 - 79
Nilai penetrasi aspal Pen 60/70 yang diperoleh dari pengujian sebelum penambahan
Anti Stripping Agent sebesar 65. Hasil ini memenuhi Spesifikasi Departemen Pekerjaan
Umum Direktorat Jenderal Bina Marga 2006 yaitu untuk penetrasi aspal Pen 60/70 pada
temperatur 25oC; 100gr; 5 detik harus berada dalam rentang 60 – 79.
Setelah penambahan Anti Stripping Agent, nilai penetrasi pun berubah, antara lain
untuk penambahan WETFIX BE 0.2% (53.50); 0.25% (53.00); 0.3% (52.50); 0.35% (52.00)
dan 0.4% (51.50). Sedangkan untuk penambahan DERBO-401 UN 2735 0.2% (53.17);
0.25% (52.67); 0.3% (52.17); 0.35% (51.50) dan 0.4% (51.33).
Dari hasil pengujian penetrasi dapat disimpulkan bahwa penambahan zat Anti
Stripping Agent dapat menurunkan nilai penetrasi aspal. Dan diantara kedua jenis zat Anti
Stripping tersebut, penggunaan DERBO-401 UN 2735 dapat menurunkan nilai penetrasi
yang lebih besar bila dibandingkan dengan WETFIX BE.
Gambar IV.1. Grafik Perbandingan Nilai Penetrasi Aspal dengan Penambahan Anti Stripping Agent WETFIX BE dan DERBO-401 UN 2735
IV.1.2.1.b.Pengujian Titik Lembek Aspal
Nilai titik lembek aspal sebelum penambahan kedua jenis Anti Stripping Agent
menunjukkan bahwa aspal Pen 60/70 (49ºC) memenuhi persyaratan Departemen Pekerjaan
Setelah penambahan Anti Stripping Agent Wetfix BE 0.2% menjadi 55.5ºC,
penambahan 0.25% menjadi 55.75ºC, penambahan 0.3% menjadi 56.2ºC, penambahan 0.35%
menjadi 56.5ºC dan penambahan 0.4% menjadi 56.9 ºC.
Sedangkan untuk penambahan DERBO-401 UN 2735 0.2% menjadi 56ºC,
penambahan 0.25% menjadi 56.35ºC, penambahan 0.3% menjadi 56.5ºC, penambahan 0.35%
menjadi 57ºC dan penambahan 0.4% menjadi 57.5 ºC.
Dari hasil pengujian titik lembek aspal ini dapat disimpulkan bahwa penambahan zat
Anti Stripping Agent dapat menaikkan nilai titik lembek aspal.
Gambar IV.2. Grafik Perbandingan Titik Lembek Aspal dengan Penambahan Anti Stripping Agent WETFIX BE dan DERBO-401 UN 2735
Tabel IV.3 Hasil Pengujian Aspal setelah Penambahan Anti Stripping Agent WETFIX BE dan DERBO-401 UN 2735
Keterangan : W = WETFIX BE
D = DERBO-401 UN 2735
IV.1.3. Hasil Pengujian Marshall
Pengujian dilakukan untuk mendapatkan nilai KAO. Nilai KAO ini digunakan untuk
membuat membuat benda uji dengan menggunakan bahan tambah Anti Stripping Agent
masing – masing untuk Wetfix dan Derbo-401 UN 2735 sebesar 0.2% ; 0.25% ; 0.3% ;
0.35% ; dan 0.4% dari total berat aspal. Pada penelitian ini diperoleh nilai KAO adalah 5.5%.
Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel IV.4.
Tabel IV.4 Hasil Analisis Marshall untuk KAO
Sifat-Sifat Campuran Hasil Pengujian
Spesifikasi
4.00 4.50 5.00 5.50 6.00 6.50 7.00
B
% Bitument by Total mix
700
4.00 4.50 5.00 5.50 6.00 6.50 7.00
S
Gambar IV.3. Hasil Pengujian Marshall untuk Mendapatkan KAO
IV.1.4. Hasil Pengujian Marshall dengan Penambahan Anti Stripping Agent
Pengujian dilakukan untuk melihat pengaruh penambahan Anti Stripping Agent
(ASA) jenis DERBO-401 UN 2375 dan WETFIX BE terhadap campuran beton aspal.
Ditentukan masing – masing lima variasi penambahan ASA ke dalam campuran beton aspal,
yaitu sebesar 0.2% ; 0.25% ; 0.3% ; 0.35% ; 0.4% dari total berat aspal . Hasil pengujian
dapat dilihat dalam Tabel IV.5.
1
4.00 4.50 5.00 5.50 6.00 6.50 7.00
A
% Bitument by Total Mix
VIM PRD
4.00 4.50 5.00 5.50 6.00 6.50 7.00
V
% Bitument by Total Mix
14.0
4.00 4.50 5.00 5.50 6.00 6.50 7.00
VM
A
(
%
)
% Bitument by Total mix
1
4.00 4.50 5.00 5.50 6.00 6.50 7.00
F
% Bitument by Total Mix
100
4.00 4.50 5.00 5.50 6.00 6.50 7.00
M
% Bitument by Total Mix
Tabel IV.5 Hasil Pengujian Marshall AC - WC dengan Penambahan Antistripping Agent Jenis DERBO-401 UN 2735
Sifat-Sifat Campuran Hasil Pengujian
Kadar ASA: % 0 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4
Kepadatan; t/m3 2.342 2.343 2.344 2.341 2.342 2.341
V I M; % 4.32 4.28 4.26 4.38 4.34 4.36
V M A; % 15.27 15.23 15.21 15.32 15.28 15.30
V F A; % 71.68 71.88 72.01 71.45 71.59 71.53
Stabilitas; kg 1032 1073 1075 1076 1081 1076
Kelelehan; mm 3.92 3.80 3.70 3.63 3.62 3.53
Hasil Bagi Marshall; kg/mm 264 282 290 296 298 305
Tabel IV.6. Hasil Pengujian Marshall AC - WC dengan Penambahan Antistripping Agent Jenis WETFIX BE
Sifat-Sifat Campuran Hasil Pengujian
Kadar ASA: % 0 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4
Kepadatan; t/m3 2.342 2.343 2.345 2.342 2.344 2.340
V I M; % 4.32 4.28 4.23 4.36 4.25 4.41
V M A; % 15.27 15.23 15.19 15.30 15.20 15.34
V F A; % 71.68 71.89 72.14 71.55 72.09 71.27
Stabilitas; kg 1032 1058 1061 1065 1068 1070
Kelelehan; mm 3.92 3.96 3.88 3.87 3.60 3.54
IV.1.5. Hasil Pengujian Perendaman Marshall
Pengujian perendaman Marshall merupakan salah satu jenis pengujian untuk
mengetahui durabilitas campuran. Uji rendaman panas dilakukan untuk mengukur kinerja
ketahanan campuran terhadap perusakan oleh air. Dari pengujian ini diperoleh stabilitas
Marshall campuran setelah dipengaruhi oleh air. Hasil perbandingan antara stabilitas benda
uji setelah perendaman dan stabilitas benda uji standar dinyatakan dalam persen, yang disebut
Indeks Kekuatan Marshall Sisa (Marshall Index of Retained Strength). Hasil pengujian
ditunjukkan pada Tabel IV.7 dan Tabel IV.8.
Tabel IV.7. Hasil Pengujian Perendaman Marshall pada Kadar Aspal Optimum DERBO-401 UN 2375
Sifat-Sifat
Campuran Syarat Hasil Pengujian
Kadar ASA: % - 0 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4
Kadar aspal ; % - 5.5 5.5 5.5 5.5 5.5 5.5
Stabilitas awal (S1) ;
Kg >800 1032 1073 1075 1076 1081 1076
Stabilitas
Perendaman 24 jam
(S2) ; Kg
- 797 948 951 959 965 961
IKS (S2/S1) ; % >75% 77.22 88.34 88.50 89.10 89.32 89.33
Sifat-Sifat
Campuran Syarat Hasil Pengujian
Kadar ASA: % - 0 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4
Kadar aspal ; % - 5.5 5.5 5.5 5.5 5.5 5.5
Stabilitas awal (S1) ;
Kg >800 1032 1058 1061 1065 1068 1070
Stabilitas
Perendaman 24 jam
(S2) ; Kg
- 797 925 933 939 943 952
IKS (S2/S1) ; % >75% 77.22 87.43 87.93 88.17 88.30 89.01
IV.2 Analisis Data
IV.2.1 Analisis Data Pengujian Agregat
Hasil dari pengujian sifat-sifat fisik agregat kasar serta agregat halus yang digunakan
dalam campuran seperti yang terlihat pada Tabel IV.1, menunjukkan bahwa agregat yang
digunakan memenuhi spesifikasi yang ditentukan Departemen Pekerjaan Umum Direktorat
Bina Marga 2006.
1. Kekekalan bentuk terhadap larutan Magnesium Sulfat (����4)
Pengujian pelapukan atau yang dikenal dengan soundness test merupakan pengujian
untuk menentukan ketahanan suatu agregat terhadap pelapukan akibat pengaruh
cuaca. Pengujian ini menggunakan larutan magnesium sulfat yang menyebabkan
terjadinya pelapukan agregat akibat kristalisasi garam di dalam pori-pori agregat.
Kristalisasi garam tersebut selama proses pengeringan akan mendesak sisi pori
agregat dan akhirnya meremukkan partikel-partikel yang lemah. Hasil pengujian yang
dilakukan adalah 6.6% dan memenuhi syarat yang ditetapkan Departemen Pekerjaan
menunjukkan bahwa agregat yang digunakan tahan dan tidak mudah hancur akibat
pengaruh cuaca.
2. Kekerasan
Kekerasan dari agregat kasar diukur dengan uji abrasi menggunakan mesin Los
Angeles, nilai yang diperoleh dari pengujian tersebut adalah 21.30% yang memenuhi
dari spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga 2006
yang menetapkan persyaratan maksimum sebesar 40%. Dari pengujian ini dapat
disimpulkan bahwa agregat yang digunakan memiliki nilai keausan yang cukup kuat
sehingga tidak akan mudah pecah selama pemadatan maupun akibat pengaruh beban
lalu lintas.
3. Kelekatan agregat terhadap aspal
Hasil uji kelekatan agregat terhadap aspal lebih besar dari 95%. Hasil ini memenuhi
spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga 2006 yang
menetapkan batasan minimum 95%. Ini menunjukkan agregat yang diuji memiliki
sifat kelekatan terhadap aspal yang tinggi sehingga sifat ketahanan terhadap
pemisahan aspal (film-stripping) juga tinggi. Stripping adalah pemisahan aspal dari
agregat akibat pengaruh air, dapat membuat agregat ini cocok untuk bahan campuran
beraspal.
Volumetrik campuran sangat berpengaruh terhadap sifat campuran beraspal. Analisis
volumetrik yang dilakukan meliputi Kepadatan, VIM, VMA, VFB, dan ������. Analisis
terhadap karakteristik volumetrik campuran sebagai berikut :
1. Kepadatan / Berat Isi (Density)
Dari hasil pengujian diperoleh nilai kepadatan dengan penambahan Anti Stripping
Agent DERBO-401 UN 2375 0% (2,342t/m3), penambahan 0.2% (2.343 t/m3),
penambahan 0.25% (2.344 t/m3), penambahan 0.3% (2.341 t/m3), penambahan 0.35%
(2.342t/m3), penambahan 0.4% (2.341 t/m3). Dan dengan penambahan Anti Stripping
Agent WETFIX BE 0% (2,342t/m3), penambahan 0.2% (2.343 t/m3), penambahan
0.25% (2.345 t/m3), penambahan 0.3% (2.342 t/m3), penambahan 0.35% (2.344t/m3),
penambahan 0.4% (2.340t/m3). Berikut grafik perbandingan nilai density dengan
penambahan antistripping agent jenis DERBO-401 UN 2375 dan WETFIX BE.
Gambar IV.4. Grafik Perbandingan Nilai Density dengan Penambahan Anti Stripping Agent
DERBO-401 UN 2375 dengan WETFIX BE
Kurva diatas menunjukkan hasil percobaan laboratorium dengan penambahan kedua
jenis zat Anti Stripping Agent tersebut dimana nilai density meningkat akibat
dan kemudian meningkat kembali saat penambahan 0.35%. Kurva berwarna merah
menunjukkan kurva normal nilai density.
2. Rongga Dalam Campuran (Void In Mixture)
Kandungan VIM menunjukkan persentase rongga udara antara butir agregat
terbungkus aspal. Untuk campuran dengan penambahan Anti Stripping Agent jenis
DERBO-401 UN 2375 diperoleh penambahan 0% (4.32), 0.2% (4.28%), 0.25%
(4.26%), 0.3% (4.38%), 0.35% (4.34%), 0.4% (4.36%). Dan untuk campuran dengan
penambahan Anti Stripping Agent jenis WETFIX BE 0% (4.32), 0.2% (4.28%),
0.25% (4.23%), 0.3% (4.36%), 0.35% (4.25%), 0.4% (4.41%). Ini memenuhi
spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga 2006 yang
mensyaratkan nilai VIM untuk kedua jenis campuran minimum 2.5%. Berikut grafik
perbandingan nilai VIM dengan penambahan Anti Stripping Agent DERBO-401 UN
2375 dan WETFIX BE
Gambar IV.5. Grafik Perbandingan Nilai VIM dengan Penambahan Anti Stripping Agent DERBO-401 UN 2375 dengan WETFIX BE
Kurva diatas menunjukkan hasil percobaan laboratorium dengan penambahan kedua
jenis zat Anti Stripping Agent tersebut dimana nilai VIM meningkat akibat
penambahan zat hingga 0.25% namun mengalami penurunan saat penambahan 0.3%
dan kemudian meningkat kembali saat penambahan 0.35%. Kurva berwarna merah
merupakan kurva normal terhadap nilai VIM.
3. Rongga Dalam Mineral Agregat (Void In Mineral Aggregate)
VMA merupakan volume rongga antar butiran yang terletak diantara partikel agregat
dari suatu campuran perkerasan yang dipadatkan, termasuk di dalamnya rongga udara
dan kadar aspal efektif.
Nilai VMA menunjukkan banyaknya rongga yang terisi aspal pada campuran
sehingga sangat mempengaruhi keawetan campuran.
Dari hasil pengujian, diperoleh nilai VMA dengan penambahan Anti Stripping Agent
jenis DERBO-401 UN 2375 sebesar 0% (15.27), penambahan 0.2% (15.23),
penambahan 0.25% (15.21), penambahan 0.3% (15.32), penambahan 0.35% (15.28),
penambahan 0.4% (15.30). Sedangkan dengan penambahan Anti Stripping Agent
jenis WETFIX BE sebesar 0% (15.27), penambahan 0.2% (15.23), penambahan
0.25% (15.19), penambahan 0.3% (15.30), penambahan 0.35% (15.20), penambahan
0.4% (15.34). Ini memenuhi spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum Direktorat
Jenderal Bina Marga 2006 yang mensyaratkan nilai VMA untuk kedua jenis
campuran minimum 14%.
Kurva berikut menunjukkan hasil percobaan laboratorium dengan penambahan kedua
jenis zat Anti Stripping Agent tersebut dimana nilai VMA meningkat akibat
dan kemudian meningkat kembali saat penambahan 0.35%. Kurva berwarna merah
merupakan kurva normal terhadap nilai VMA.
Gambar IV.6. Grafik Perbandingan Nilai VMA dengan Penambahan Anti Stripping Agent DERBO-401 UN 2375 dengan WETFIX BE
4. Rongga Terisi Aspal (Void Filled Asphalt)
VFA merupakan persentase butiran yang mengisi ruang rongga diantara butiran
agregat (VMA) dan yang akan diisi aspal, VFA tidak termasuk aspal yang diserap.
VFA merupakan persentase dari nilai VMA setelah dikurangi dengan VIM.
Dari hasil pengujian, diperoleh nilai VFA dengan penambahan Anti Stripping Agent
DERBO-401 UN 2375 sebesar 0% (71.68), penambahan 0.2% (71.88), penambahan
0.25% (72.01), penambahan 0.3% (71.45), penambahan 0.35% (71.59), penambahan
0.4% (71.53). Sedangkan nilai VFA dengan penambahan Anti Stripping Agent
WETFIX BE sebesar 0% (71.68), penambahan 0.2% (71.89), penambahan 0.25%
(72.14), penambahan 0.3% (71.55), penambahan 0.35% (72.09), penambahan 0.4%
Bina Marga 2006 yang mensyaratkan nilai VFA untuk kedua jenis campuran
minimum 63%.
Gambar IV.7. Nilai VFA Campuran Beraspal dengan Penambahan Anti Stripping Agent DERBO-401 UN 2375 dan WETFIX BE 0%; 0.2%; 0.25%; 0.3%; 0.35%; 0.4%
Kurva diatas menunjukkan hasil percobaan laboratorium dengan penambahan kedua
jenis zat Anti Stripping Agent tersebut dimana nilai VFA meningkat akibat
penambahan zat hingga 0.25% namun mengalami penurunan saat penambahan 0.3%
dan kemudian meningkat kembali saat penambahan 0.35%. Kurva berwarna merah
merupakan kurva normal terhadap nilai VFA.
Nilai empiris Marshall ditunjukkan dengan nilai stabilitas, kelelehan dan hasil bagi
Marshall. Nilai tersebut merupakan besaran yang diukur langsung dari pengujian pada saat
benda uji dibebani dengan alat uji Marshall.
1. Stabilitas (Stability)
Stabilitas merupakan parameter empiris untuk mengukur kemampuan dari campuran
aspal untuk menahan deformasi yang disebabkan oleh suatu pembebanan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai stabilitas diantaranya adalah gradasi agregat dan
kadar aspal. Ini memenuhi spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum 2006 yang
mensyaratkan nilai stabilitas untuk kedua jenis campuran minimum 800 kg.
Gambar IV.8. Nilai Stabilitas Campuran Beraspal dengan Penambahan Anti Stripping Agent DERBO-401 UN 2375 dan WETFIX BE
0%; 0.2%; 0.25%; 0.3%; 0.35%; 0.4%
Kurva diatas menunjukkan bahwa penambahan kedua jenis zat Anti Stripping Agent
meningkatkan nilai stabilitas. Namun penggunaan Anti Stripping Agent jenis