• Tidak ada hasil yang ditemukan

UJI EFEKTIVITAS PUPUK ORGANONITROFOS DENGAN PUPUK KIMIA TERHADAP PERTUMBUHAN, SERAPAN HARA, DAN PRODUKSI TANAMAN CABAI RAWIT KATHUR (Capsicum frutescens) PADA TANAH ULTISOL GEDUNG MENENG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "UJI EFEKTIVITAS PUPUK ORGANONITROFOS DENGAN PUPUK KIMIA TERHADAP PERTUMBUHAN, SERAPAN HARA, DAN PRODUKSI TANAMAN CABAI RAWIT KATHUR (Capsicum frutescens) PADA TANAH ULTISOL GEDUNG MENENG"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

UJI EFEKTIVITAS PUPUK ORGANONITROFOS DENGAN

PUPUK KIMIA TERHADAP PERTUMBUHAN, SERAPAN

HARA, DAN PRODUKSI TANAMAN CABAIRAWIT KATHUR

(Capsicum frutescens)PADA TANAH

ULTISOLGEDUNG MENENG

Oleh

BELLA CHRISTINE

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Pertanian

Pada

Jurusan Agroteknologi

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRAK

UJI EFEKTIVITAS PUPUK ORGANONITROFOS DENGAN PUPUK KIMIA TERHADAP PERTUMBUHAN, SERAPAN HARA, DAN

PRODUKSI TANAMAN CABAI RAWIT KATHUR (Capsicum frutescens) PADA TANAH ULTISOL

GEDUNG MENENG

O l e h

B E L L A C H R I S T I N E

(3)

Bella Christine

ha-1, F=5.000 kg Organonitrofos ha-1. Homogenitas ragam diuji dengan uji Bartlet, aditivitas data diuji dengan Uji Tukey. Perbedaan nilai tengah perlakuan diuji dengan uji Beda Nyata Terkecil pada taraf 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Perlakuan pupuk kombinasi E (400 kg urea ha-1, 100 kg SP36 ha-1, 100 kg KCl ha-1, 2.000 kg Organonitrofos ha-1) dan pupuk Organonitrofos tunggal dengan dosis 5.000 kg ha-1 efektif terhadap produksi secara RAE masing-masing sebesar 47 dan 176%, serta perlakuan pupuk Organonitrofos tunggal

menunjukkan yang paling ekonomis.(2) Kombinasi pupuk Organonitrofos dan pupuk kimia dengan dosis 400 kg urea ha-1, 100 kg SP36 ha-1, 100 kg KCl ha-1, 2.000 kg Organonitrofos ha-1 memberikan pengaruh terbaik terhadap

pertumbuhan dan serapan hara NPK, sedangkan produksi terbaik terdapat pada perlakuan pupuk Organonitrofos tunggal dengan dosis 5.000 kg ha-1.

(4)
(5)
(6)

DAFTAR ISI 2.1Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai ... 7

2.2Pemupukan ... 8

2.3Pupuk Anorganik ... 9

2.4Pupuk Organik ... 11

2.5Pengaruh Pemberian Pupuk Organik dan Kombinasinya dengan Pupuk Kimia terhadap Pertumbuhan Produksi Tanaman . 13 III. BAHAN DAN METODE

3.4.9 Pengambilan Sampel Tanaman... 20

(7)

3.5.2 Jumlah Cabang ... 20

3.5.3 Bobot Berangkasan ... 21

3.5.4 Analisis Tanaman ... 21

3.5.5 Analisis Tanah ... 21

3.5.6 Uji Efektivitas Pupuk Organonitrofos ... 21

3.5.7 Uji Korelasi ... 22

3.5.8 Uji Ekonomis Pupuk Organonitrofos ... 22

IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN 4.1Sifat Kimia Tanah dan Pupuk Organonitrofos ... 24

4.2Pengaruh Pemberian Pupuk Organonitrofos dan Kombinasinya dengan Pupuk Kimia terhadap Pertumbuhan Tanaman Cabai Rawit Kathur ... 28

4.3 Pengaruh Pemberian Pupuk Organonitrofos dan Kombinasinya dengan Pupuk Kimia terhadap Serapan Hara Total ... 32

4.4Pengaruh Pemberian Pupuk Organonitrofos dan Kombinasinya dengan Pupuk Kimia terhadap Produksi Tanaman Cabai Rawit Kathur ... 34

4.5Uji Korelasi antara Serapan Hara N, P dan K dan Pertumbuhan serta Produksi Tanaman Cabai Rawit Kathur ... 37

4.6Uji Efektivitas Pupuk Organonitrofos ... 38

4.7Uji Ekonomis Pupuk Organonitrofos ... 39

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1Kesimpulan ... 41

5.2Saran ... 41

PUSTAKA ACUAN ... 42

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Perlakuan yang diaplikasikan dalam penelitian. ... 16 2. Daftar harga pupuk. ... 23 3. Hasil analisis tanah awal dan pupuk Organonitrofos. ... 24 4. Sifat kimia tanah akibat aplikasi pupuk Organonitrofos dan

kombinasinya dengan pupuk kimia setelah panencabai

rawit kathur. ... 26 5. Pengaruh pemupukan Organonitrofos dan kombinasinya dengan

pupuk kimia terhadap tinggi tanaman cabai rawit kathur (cm)... 29 6. Pengaruh pemupukan Organonitrofos dan kombinasinya dengan

pupuk kimia terhadap jumlah cabang tanaman cabai rawit

kathur (buah). ... 31 7. Pengaruh pemupukan Organonitrofos dan kombinasinya dengan

pupuk kimia terhadap serapan hara total tanaman cabai rawit

kathur (kg ha-1). ... 33 8. Pengaruh pemupukan Organonitrofos dan kombinasinya dengan

pupuk kimia terhadap bobot segar buah dan bobot kering buah

cabai rawit kathur. ... 35 9. Pengaruh pemupukan Organonitrofos dan kombinasinya dengan

pupuk kimia terhadap bobot brangkasan tanaman cabai rawit

kathur... 36 10. Uji korelasi serapan hara total vs pertumbuhan dan produksi

tanaman cabai rawit kathur. ... 37 11. Hasil perhitungan Relative Agronomic Effectiviness (RAE) pada

bobot segar buah cabai rawit kathur dan biomass (bobot

(9)

ix 13. Tinggi tanaman cabai rawit kathur pada 3 MST akibat aplikasi

pupuk Organonitrofos dan kombinasinya dengan pupuk

kimia (cm). ... 48 14. Uji homogenitas tinggi tanaman cabai rawit kathur pada 3 MST

akibat aplikasi pupuk Organonitrofos dan kombinasinya dengan

pupuk kimia. ... 48 15. Analisis ragam tinggi tanaman cabai rawit kathur pada 3 MST

akibat aplikasi pupuk Organonitrofos dan kombinasinya dengan

pupuk kimia. ... 49 16. Tinggi tanaman cabai rawit kathur pada 6 MST akibat aplikasi

pupuk Organonitrofos dan kombinasinya dengan pupuk

kimia (cm). ... 49 17. Uji homogenitas tinggi tanaman cabai rawit kathur pada 6 MST

akibat aplikasi pupuk Organonitrofos dan kombinasinya dengan

pupuk kimia. ... 50 18. Analisis ragam tinggi tanaman cabai rawit kathur pada 6 MST

akibat aplikasi pupuk Organonitrofos dan kombinasinya dengan

pupuk kimia. ... 50 19. Tinggi tanaman cabai rawit kathur pada 9 MST akibat aplikasi

pupuk Organonitrofos dan kombinasinya dengan pupuk

kimia (cm). ... 51 20. Uji homogenitas tinggi tanaman cabai rawit kathur pada 9 MST

akibat aplikasi pupuk Organonitrofos dan kombinasinya dengan

pupuk kimia. ... 51 21. Analisis ragam tinggi tanaman cabai rawit kathur pada 9 MST

akibat aplikasi pupuk Organonitrofos dan kombinasinya dengan

pupuk kimia. ... 52 22. Tinggi tanaman cabai rawit kathur pada 12 MST akibat aplikasi

pupuk Organonitrofos dan kombinasinya dengan pupuk

kimia (cm). ... 52 23. Uji homogenitas tinggi tanaman cabai rawit kathur pada 12 MST

akibat aplikasi pupuk Organonitrofos dan kombinasinya dengan

pupuk kimia. ... 53 24. Analisis ragam tinggi tanaman cabai rawit kathur pada 12 MST

akibat aplikasi pupuk Organonitrofos dan kombinasinya dengan

(10)

x 25. Jumlah cabang tanaman cabai rawit kathur pada 3 MST akibat

aplikasi pupuk Organonitrofos dan kombinasinya dengan pupuk

kimia (buah). ... 54 26. Uji homogenitas jumlah cabang tanaman cabai rawit kathur pada

3 MST akibat aplikasi pupuk Organonitrofos dan kombinasinya

dengan pupuk kimia. ... 54 27. Analisis ragam jumlah cabang tanaman cabairawit kathur pada 3

MST akibat aplikasi pupuk Organonitrofos dan kombinasinya

dengan pupuk kimia. ... 55 28. Jumlah cabang tanaman cabai rawit kathur pada 6 MST akibat

aplikasi pupuk Organonitrofos dan kombinasinya dengan pupuk

kimia (buah). ... 55 29. Uji homogenitas jumlah cabang tanaman cabai rawit kathur pada

6MST akibat aplikasi pupuk Organonitrofos dan kombinasinya

dengan pupuk kimia. ... 56 30. Analisis ragam jumlah cabang tanaman cabairawit kathur pada 6

MST akibat aplikasi pupuk Organonitrofos dan kombinasinya

dengan pupuk kimia. ... 56 31. Jumlah cabang tanaman cabai rawit kathur pada 9 MST akibat

aplikasi pupuk Organonitrofos dan kombinasinya dengan pupuk

kimia (buah). ... 57 32. Uji homogenitas jumlah cabang tanaman cabai rawit kathur pada 9

MST akibat aplikasi pupuk Organonitrofos dan kombinasinya

dengan pupuk kimia. ... 57 33. Analisis ragam jumlah cabang tanaman cabai rawit kathur pada 9

MST akibat aplikasi pupuk Organonitrofos dan kombinasinya

dengan pupuk kimia. ... 58 34. Jumlah cabang tanaman cabai rawit kathur pada 12 MST akibat

aplikasi pupuk Organonitrofos dan kombinasinya dengan pupuk

kimia (buah). ... 58 35. Uji homogenitas jumlah cabang tanaman cabai rawit kathur pada

12 MST akibat aplikasi pupuk Organonitrofos dan kombinasinya

(11)

xi 36. Analisis ragam jumlah cabang tanaman cabai rawit kathur pada

12 MST akibat aplikasi pupuk Organonitrofos dan kombinasinya

dengan pupuk kimia. ... 59 37. Bobot segar buah cabai rawit kathur akibat aplikasi pupuk

Organonitrofos dan kombinasinya dengan pupuk kimia (t ha-1 ). ... 60 38. Uji homogenitas bobot segar buah cabai rawit kathur akibat

aplikasipupuk Organonitrofos dan kombinasinya dengan

pupuk kimia. ... 60 39. Analisis ragam bobot segar buah cabai rawit kathur akibat

aplikasipupuk Organonitrofos dan kombinasinya dengan

pupuk kimia. ... 61 40. Bobot kering buah cabai rawit kathur akibat aplikasi pupuk

Organonitrofos dan kombinasinya dengan pupuk kimia (t ha-1 ). ... 61 41. Uji homogenitas bobot kering buah cabai rawit kathur akibat

aplikasipupuk Organonitrofos dan kombinasinya dengan

pupuk kimia. ... 62 42. Analisis ragam bobot kering buah cabai rawit kathur akibat

aplikasipupukOrganonitrofos dan kombinasinya dengan

pupuk kimia. ... 62 43. Bobot basah brangkasan tanaman cabai rawit kathur (t ha-1)

akibat aplikasi pupuk Organonitrofos dan kombinasinya dengan

pupuk kimia. ... 63 44. Uji homogenitas bobot basah brangkasan tanaman cabai rawit

kathurakibat aplikasi pupuk Organonitrofos dan kombinasinya

dengan pupukkimia. ... 63 45. Analisis ragam bobot basah berangkasan tanaman cabai rawit

kathurakibat aplikasi pupuk Organonitrofos dan kombinasinya

dengan pupukkimia. ... 64 46. Bobot kering brangkasan tanaman cabai rawit kathur (t ha-1)

akibataplikasi pupuk Organonitrofos dan kombinasinya dengan

pupukkimia. ... 64 47. Uji homogenitas bobot kering brangkasan tanaman cabai rawit

kathur akibat aplikasi pupuk Organonitrofos dan kombinasinya

(12)

xii 48. Analisis ragam bobot kering brangkasan tanaman cabai rawit

kathur akibat aplikasi pupuk Organonitrofos dan kombinasinya

dengan pupuk kimia. ... 65 49. Serapan hara total N tanaman cabai rawit kathur (kg ha-1). ... 66 50. Uji homogenitas serapan hara total N tanaman cabai rawit kathur. 66 51. Analisis ragam serapan hara total N tanaman cabai rawit kathur. .. 67 52. Serapan hara total P tanaman cabai rawit kathur (kg ha-1). ... 67 53. Uji homogenitas serapan hara total Ptanaman cabai rawit kathur. . 68 54. Analisis ragam serapan hara total Ptanaman cabai rawit kathur. .... 68 55. Serapan hara total K tanaman cabai rawit kathur (kg ha-1). ... 69 56. Data transformasi serapan hara total K tanaman cabai rawit kathur

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Tata letak percobaan. ... 16 2. Pengaruh pemupukan terhadap tinggi tanaman cabai rawit

kathur(cm). ... 28 3. Pengaruh pemupukan terhadap jumlah cabang tanaman cabai

(14)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Cabai rawit kathur (Capsicum frutescens) merupakan komoditas rempah-rempah yang mempunyai prospek menguntungkan untuk dapat dikembangkan. Cabai rawit tidak hanya digunakan untuk konsumsi rumah tangga sebagai bumbu masak atau bahan campuran pada berbagai industri pengolahan makanan, tetapi juga digunakan untuk pembuatan obat-obatan. Selain itu, cabai juga mengandung zat-zat gizi yang sangat diperlukan untuk kesehatan manusia karena mengandung protein, lemak, karbohidrat, kalsium (Ca), fosfor (P), besi (Fe), vitamin-vitamin, dan mengandung senyawa alkaloid seperti flavonoid, capsolain, dan minyak esensial (Santika, 2006).

Permintaan produk cabai cenderung terus meningkat sehingga dapat diandalkan sebagai komoditas nonmigas. Berdasarkan data BPS (2012) Provinsi Lampung memiliki potensi produksi cabai yang cukup besar. Hal ini terlihat dari

(15)

2

kimia. Tetapi input berupa pupuk yang tinggi ini bisa menjadi masalah berupa degradasi tanah. Degradasi tanah yang terjadi berupa perubahan sifat fisik, kimia dan biologi tanah yang akan berdampak pada menurunnya kesuburan tanah. Terjadinya pemasaman tanah dapat diakibatkan oleh penggunaan pupuk nitrogen buatan secara terus menerus dalam jumlah besar (Lestari, 2009).

Degradasi tanah yang disebabkan oleh penggunaan pupuk kimia dapat diatasi antara lain dengan menambahkan pupuk organik. Adapun keuntungan dari pupuk organik adalah memperbaiki sifat fisik tanah, seperti memperbaiki permeabilitas tanah, porositas tanah dan daya pegang tanah terhadap air sehingga tersedia bagi tanaman, struktur tanah menjadi lebih baik sehingga tanah menjadi gembur dan pertumbuhan akar tanaman lebih baik (Chairani, 2006). Untuk tetap

mempertahankan produksi tanaman yang tinggi maka perlu dilakukan kombinasi antara pupuk organik dan pupuk kimia.

Pupuk Organonitrosfos adalah pupuk organik baru yang dirancang oleh tim dosen Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Pupuk Organonitrofos ini merupakan salah satu jenis pupuk organik yang berasal dari hasil dekomposisi campuran kotoran sapi segar dan batuan fosfat alam (Nugroho dkk., 2012). Kelebihan pupuk Organonitrofos adalah kandungan N dan P yang lebih tinggi dari pupuk organik lainnya. Hal ini disebabkan karena ditambahkannya mikroba pelarut fosfat dan penambat N (Nugroho dkk., 2013). Kedua mikroba ini dapat

(16)

3

Masalah yang akan dicoba untuk diselesaikan dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana respon pertumbuhan, serapan hara dan produksi tanaman cabai rawit kathur terhadap pemberian pupuk Organonitrofos ?

2. Apakah respon tanaman cabai rawit kathur dalam hal pertumbuhan, serapan hara dan produksi akan lebih efisien bila pupuk Organonitrofos dikombinasikan dengan pupuk anorganik ?

3. Manakah kombinasi pupuk Organonitrofos dan pupuk anorganik yang memberikan respon paling baik dalam hal pertumbuhan, serapan hara dan produksi tanaman cabai rawit kathur?

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yaitu :

1. Menguji efektivitas pupuk Organonitrofos maupun kombinasinya dengan pupuk kimia secara agronomis (RAE) dan ekonomis pada tanaman cabai rawit kathur.

2. Mengetahui pengaruh pupuk Organonitrosfos dan kombinasinya dengan pupuk kimia terhadap pertumbuhan, serapan hara dan produksi tanaman cabai rawit kathur.

1.3 Kerangka Pemikiran

(17)

4

beriklim basah umumnya rendah karena pencucian basa berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan organik rendah karena proses dekomposisi berjalan cepat dan sebagian terbawa erosi (Prasetyo dan Suriadikarta, 2006).

Upaya untuk meningkatkan produktivitas Tanah Ultisol telah dilakukan melalui penambahan pupuk anorganik. Namun, menurut Altieri (2000) pupuk anorganik secara temporer telah meningkatkan hasil pertanian, tetapi keuntungan hasil panen akhirnya berkurang banyak akibat adanya masalah keseimbangan unsur dalam tanah akibat pupuk anorganik. Penggunaan pupuk buatan (anorganik) yang terus- menerus akan mempercepat habisnya zat-zat organik dan unsur mikro, merusak keseimbangan unsur hara di dalam tanah, sehingga menimbulkan berbagai penyakit tanaman.

Solusi untuk mengatasi kelemahan pupuk kimia adalah dengan

mengkombinasikannya dengan pupuk organik. Penambahan pupuk organik merupakan suatu tindakan memperbaiki media tumbuh tanaman dan

meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk (Razak dkk., 2005). Kelebihan pupuk organik antara lain memperbaiki struktur tanah, meningkatkan daya serap air, dan mengandung unsur hara yang cukup lengkap. Namun unsur hara yang terkandung jumlahnya sangat sedikit.

(18)

5

melengkapi unsur hara yang diperlukan tanaman dalam menunjang pertumbuhan dan produksi tanaman (Sirappa dkk., 2005).

Menurut Sudarkoco (1992), jika pupuk organik dan anorganik diberikan secara bersama-sama akan memberikan hasil yang lebih tinggi, karena kandungan hara yang umumnya rendah dari pupuk organik dapat diatasi oleh pupuk anorganik. Selain itu pemberian pupuk organik akan menambah kandungan bahan organik tanah sehingga meningkatkan aktifitas mikroorganisme tanah yang selanjutnya akan memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Penelitian di atas mendukung hukum minimum Leibig yaitu pertumbuhan tanaman dibatasi oleh unsur hara tanaman yang jumlahnya sangat rendah, sedangkan faktor-faktor lainnya berada dalam keadaan cukup (Suyamto, 2010).

Nyinareza dan Snapp (2007) mendapatkan bahwa pemberian pupuk kandang dapat meningkatkan produksi tomat. Serapan N oleh tanaman pada perlakuan kombinasi pupuk kandang dan pupuk anorganik tidak berbeda dengan perlakuan pemberian pupuk N anorganik saja. Selanjutnya dijelaskan bahwa meningkatnya produksi tersebut disebabkan oleh serapan unsur hara lainnya, yaitu P, K, Ca, dan Mg yang lebih tinggi pada perlakuan pupuk kandang dibandingkan dengan tanpa pemberian pupuk kandang.

1.4 Hipotesis

(19)

6

1. Pupuk Organonitrofos maupun kombinasinya dengan pupuk kimia bersifat efektif baik secara agronomis (RAE) maupun ekonomis pada tanaman cabai rawit kathur.

(20)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

Cabai merupakan tanaman perdu dari famili terung-terungan (Solanaceae). Keluarga ini memiliki sekitar 90 genus dan sekitar 2.000 spesies yang terdiri dari tumbuhan herba, semak, dan tumbuhan kerdil lainnya. Tanaman cabai sendiri diperkirakan ada sekitar 20 spesies yang sebagian besarnya tumbuh di tempat asalnya, yaitu Amerika dan secara ekonomis yang dapat atau sudah dimanfaatkan baru beberapa spesies saja (Setiadi, 2000). Secara lengkap cabai rawit

diklasifikasikan sebagai berikut: Super Divisi: Spermatophyta (Menghasilkan biji), Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga), Kelas: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil), Sub Kelas: Asteridae, Ordo: Solanales,

Famili: Solanaceae (suku terung-terungan), Genus: Capsicum, Spesies: Capsicum frutescens L. (Setiadi, 2000).

(21)

8

Bunga cabai mempunyai satu kepala putik (stigma), berbentuk bulat dengan benang sari yang berjumlah 6 buah (Prajnanta, 2001).

Cabai rawit dapat dibudidayakan di dataran rendah maupun dataran tinggi, pada lahan sawah atau tegalan sampai dengan ketinggian 1.000 m dpl. Tanah yang baik untuk pertanaman cabai rawit adalah yang berstruktur remah atau gembur, subur, banyak mengandung bahan organik, pH tanah antara 6-7, kandungan air tanah yang cukup (BPTP, 2008).

2.2 Pemupukan

Bagi tanaman, pupuk sama seperti gizi makanan pada manusia. Oleh tanaman, pupuk digunakan untuk tumbuh, hidup, dan berkembang. Jika dalam makanan manusia dikenal ada istilah gizi, maka dalam pupuk dikenal dengan nama zat atau unsur hara. Kandungan hara dalam tanaman berbeda – beda, tergantung pada jenis hara, jenis tanaman, kesuburan tanah atau jenisnya, dan pengelolaan tanaman. Secara umum dapat dikatakan bahwa manfaat pupuk adalah

menyediakan unsur hara yang kurang atau bahkan tidak tersedia di tanah untuk mendukung pertumbuhan tanaman. Kandungan unsur dalam pupuk juga akan menghasilkan warna pupuk yang berlainan (Rosmarkam, 2002).

(22)

9

bila terlalu banyak bisa menyebabkan tanaman mati atau terlalu subur (Lingga dan Marsono, 2001).

Bila unsur hara makro dan mikro tidak tersedia dalam jumlah yang cukup dan seimbang maka diperlukan bahan tambahan berupa pupuk, baik berupa pupuk organik maupun pupuk anorganik. Pemberian pupuk harus disesuaikan dengan status kandungan hara dalam tanah. Pemberian pupuk tanpa takaran yang jelas akan berdampak negatif pada tanah yang juga nantinya dapat dialami tanaman (Setiadi, 2000).

2.3 Pupuk Anorganik

Pupuk anorganik atau disebut juga sebagai pupuk mineral adalah pupuk yang mengandung satu atau lebih senyawa anorganik. Fungsi utama pupuk anorganik adalah sebagai penambah unsur hara atau nutrisi tanaman. Dalam aplikasinya, sering dijumpai beberapa kelebihan dan kelemahan pupuk anorganik. Beberapa manfaat dan keunggulan pupuk anorganik antara lain: mampu menyediakan hara dalam waktu relatif lebih cepat, menghasilkan nutrisi lebih banyak, tidak berbau menyengat, praktis dan mudah diaplikasikan. Sedangkan kelemahan dari pupuk anorganik adalah harga relatif mahal dan mudah larut dan mudah hilang,

menimbulkan polusi pada tanah apabila diberikan dalam dosis yang tinggi. Unsur paling dominan dijumpai dalam pupuk anorganik adalah unsur N, P, dan K

(23)

10

Tanaman mengambil nitrogen terutama dalam bentuk NH4+ dan NO3-. Senyawa N digunakan tanaman antara lain untuk membentuk klorofil. Senyawa N juga berperan dalam memperbaiki pertumbuhan vegetatif tanaman. Tanaman yang tumbuh pada tanah yang cukup N berwarna hijau. Gejala kekurangan N akan menyebabkan tanaman menjadi kerdil, pertumbuhan tanaman terbatas, daun menguning dan gugur. Gejala kelebihan N menyebabkan keterlambatan

kematangan tanaman yang diakibatkan terlalu banyaknya pertumbuhan vegetatif, batang lemah dan mudah roboh serta mengurangi daya tahan tanaman terhadap penyakit (Hardjowigeno, 1995).

Mobilitas unsur hara P dalam tanah sangat rendah karena reaksi dengan komponen tanah maupun dengan ion-ion logam tanah seperti Ca, Al, Fe, akan membentuk senyawa yang kurang larut dan dengan tingkat kelarutan yang berbeda-beda. Reaksi tanah (pH) memegang peranan penting dalam mobilitas unsur ini. Unsur P berperan dalam proses pemecahan karbohidrat untuk energi, selain itu berperan dalam pembelahan sel. Unsur P juga menentukan

pertumbuhan akar, mempercepat kematangan dan produksi buah dan biji (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004).

Kalium merupakan unsur kedua terbanyak setelah nitogen dalam tanaman.

(24)

11

pergerakan air ke dalam akar. Tanaman yang kekurangan unsur K akan kurang tahan terhadap kekeringan, lebih peka terhadap penyakit, dan kualitas produksi berkurang (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004).

2.4 Pupuk Organik

Pupuk organik merupakan salah satu pupuk yang diberikan pada tanaman baik sebagai pupuk dasar maupun pupuk susulan (Lingga dan Marsono, 2001). Sumber utama bahan organik bagi tanah berasal dari jaringan tanaman, baik berupa sampah-sampah tanaman ataupun sisa-sisa tanaman yang telah mati. Bahan-bahan organik yang berasal dari serasah, sisa-sisa tanaman yang telah mati, limbah atau kotoran hewan itu sendiri, di dalam tanah akan diaduk-aduk dan dipindah-pindahkan oleh jasad renik. Selanjutnya dengan kegiatan berbagai jasad renik (terutama jasad renik tanah) bahan organik itu melalui berbagai proses yang rumit dirombak menjadi bahan organik tanah yang siap dipakai oleh tanaman (Sutedjo, 1999).

Prajnanta (2001) menyatakan bahwa pemakaian kompos atau bahan organik untuk cabai hibrida hampir sama dengan pemakaian pupuk kandang yaitu sekitar

(25)

12

Pupuk organik (kompos) merupakan hasil perombakan bahan organik oleh mikrobia dengan hasil berupa kompos yang memiliki nisbah C/N yang rendah. Bahan yang ideal untuk dikomposkan memiliki nisbah C/N sekitar 30, sedangkan kompos yang dihasilkan memiliki nisbah C/N < 20. Bahan organik yang

memiliki nisbah C/N jauh lebih tinggi di atas 30 akan terdekomposisi dalam waktu yang lama, sebaliknya jika nisbah tersebut terlalu rendah akan terjadi kehilangan N karena menguap selama proses perombakan berlangsung. Kompos yang dihasilkan dengan fermentasi menggunakan teknologi mikrobia efektif dikenal dengan nama bokashi. Dengan cara ini proses pembuatan kompos dapat berlangsung lebih singkat dibandingkan cara konvensional (Yuwono, 2007).

Penggunaan pupuk organik yang dipadukan dengan penggunaan pupuk kimia dapat meningkatkan produktivitas tanaman dan pengurangan penggunakan pupuk kimia, baik pada lahan sawah maupun lahan kering. Telah banyak dilaporkan bahwa terdapat interaksi positif pada penggunaan pupuk organik dan pupuk kimia secara terpadu. Penggunaan pupuk kimia secara bijaksana diharapkan

memberikan dampak yang lebih baik dimasa depan. Tidak hanya pada kondisi lahan dan hasil panen yang lebih baik, tetapi juga pada kelestarian lingkungan (Musnamar, 2005)

(26)

13

karenanya, semua bahan dengan kadar C/N yang tinggi, misalnya kayu, biji-bijian yang keras, dan tanaman menjalar, harus dicampur dengan bahan-bahan yang berair. Pangkasan daun dari kebun dan sampah-sampah lunak dari dapur amat tepat digunakan sebagai bahan pencampur (Murbandono, 2000).

2.5 Pengaruh pemberian pupuk organik dan kombinasinya dengan pupuk kimia terhadap pertumbuhan produksi tanaman

Alternatif metode untuk memperkecil kendala penggunaan pupuk organik dan anorganik secara tunggal adalah dengan digunakan kombinasi pupuk organik dan anorganik. Pada penelitian Salundik dan Simamora (2006), pupuk organik yang digunakan adalah pupuk kompos sedangkan pupuk anorganik yang digunakan adalah NPK. Pupuk kompos memiliki unsur hara yang lengkap tetapi jumlahnya sedikit, sedangkan NPK mengandung unsur hara N, P dan K dengan jumlah banyak.

Hasil penelitian Supriyadi dan Soeharsono (2005) menunjukkan bahwa kombinasi pupuk urea 100 kg ha-1 dan pupuk organik 2.500 kg ha-1 (P II) dapat

menghasilkan produksi malai tertinggi, yakni mencapai 1.169,8 kg ha-1. Lebih lanjut dijelaskan bahwa pada produksi hijauan segar terdapat perbedaan dan hasil DMRT pada perlakuan kombinasi 150 kg ha-1 urea dan 2.000 kg ha-1 pupuk organik (P III) terdapat perbedaan nyata (P<0,05) dengan produksi hijauan segar sebanyak 14.408,1 kg ha-1.

(27)

14

produksi pipilan dan hasil bobot berangkasan tertinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Selain itu pemupukan Organonitrofos menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan pemupukan kimia rekomendasi.

(28)

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu dan Laboratorium Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan dilaksanakan dari bulan Mei sampai Oktober 2012.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah benih cabai rawit kathur, pupuk Organonitrofos, pupuk Urea, SP-36, KCl, serta bahan kimia untuk analisis tanah dan tanaman.

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu cangkul, plastik, jerami, timbangan digital, alat tulis, meteran, oven, gelas ukur, sprayer punggung, selang, ember, dan alat-alat laboratorium untuk analisis tanah dan tanaman.

3.3 Metode Penelitian

(29)

16

ragam, perbedaan nilai tengah perlakuan diuji dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5%.

Tabel 1. Perlakuan yang diaplikasikan dalam penelitian

Perlakuan Dosis (kg ha

-1 )

Urea SP36 KCl Organonitrofos

A (kontrol) - - - -

3.4 Pelaksanaan Penelitian

3.4.1 Pembuatan Petak Percobaan

Petak percobaan masing-masing dibuat sebanyak 6 petak percobaan dengan 3 ulangan (Gambar 1).

Keterangan : : Ulangan I : : Ulangan II : Ulangan III

Gambar 1. Tata Letak Percobaan

(30)

17

Masing-masing petak berukuran 3 x 3 m. Jarak tanam yang digunakan ialah 50 cm x 100 cm. Dalam satu satuan percobaan terdapat 28 tanaman cabai, sehingga jumlah tanaman seluruh satuan percobaan 504 tanaman.

3.4.2 Persemaian

Sistem yang dipakai dalam persemaian adalah sistem pembibitan dua tahap (double stage nursery). Persemaian tahap awal dilakukan di nampan plastik berukuran 28 x 20 cm. Dalam proses persemaian, setelah tanaman mengeluarkan beberapa helai daun, maka tanaman siap dipindahkan pada tahap persemaian berikutnya. Bibit yang lulus seleksi dimasukkan dalam kokon yang terbuat dari daun pisang dengan media tanam tanah lapisan atas (topsoil) dan pasir dengan perbandingan 1:1 selama 30 hari.

3.4.3 Persiapan Media Tanam

Sebelum melakukan penanaman, terlebih dahulu tanah diolah dengan

(31)

18

3.4.4 Penanaman cabai

Bibit cabai yang telah berumur 30 hari kemudian ditanam di lapang dengan jarak tanam 100 x 50 cm. Sebelum bibit ditanam terlebih dahulu dibuat lubang tanam dengan menggunakan tugal.

3.4.5 Aplikasi Pupuk

Pupuk Organinitrofos, SP-36, dan KCl diaplikasikan bersamaan pada saat penanaman di lapang. Sedangkan pupuk urea diaplikasikan dalam empat tahap, yaitu pada saat penanaman awal, pembungaan 1, 2, dan 3 dengan dosis masing-masing 1/4 dari dosis yang ditentukan.

3.4.6 Pemeliharaan Tanaman

a. Pengairan

Penyiraman dilakukan untuk mengurangi stres air pada bibit-bibit yang telah ditanam di lahan. Penyiraman ini dilakukan setiap hari sebanyak dua kali yaitu pagi dan sore hari.

b. Pemberian Mulsa

(32)

19

c. Penyiangan

Dalam tahap pemeliharaan ini juga dilakukan penyiangan gulma yang tumbuh di lahan. Waktu penyiangan dilakukan sesuai dengan keberadaan gulma.

d. Aplikasi Pestisida

Pestisida yang digunakan adalah Insektisida dengan bahan aktif Alfametrin 15g L-1 dan fungisida dengan bahan aktif Pyraclostrobin 250 g L-1. Insektisida dan fungisida diaplikasikan dengan konsentrasi 2 ml L-1 . Pestisida diaplikasikan pada tanaman cabai rawit kathur ketika tanaman menunjukkan adanya gejala terserang hama dan penyakit.

3.4.7 Panen

Tanaman cabai rawit kathur memiliki masa panen sebanyak 3 periode. Tetapi dalam penelitian ini pemanenan dilakukan hanya pada periode pertama. Cabai dipanen sekitar 70 Hari Setelah Tanam (HST) atau warna buah sudah mulai merah. Pemanenan dilakukan setiap minggu hingga periode pertama berakhir, yang bercirikan dengan tumbuhnya bunga baru.

3.4.8 Pengambilan Sampel Tanah

(33)

20

dalam satu wadah. Kemudian tanah dikeringanginkan dan disaring hingga lolos saringan ø 2 mm.

3.4.9 Pengambilan Sampel Tanaman

Dalam penelitian dilakukan juga pengambilan sampel tanaman. Pengambilan sampel tanaman ini dilakukan setelah cabai selesai dipanen. Sampel tanaman dikeringkan dalam oven pada suhu 70o selama 72 jam.

3.5 Pengamatan

Variabel pengamatan yang diamati pada penelitian ini meliputi tinggi tanaman, jumlah cabang, bobot berangkasan, bobot segar buah, analisis tanah, analisis tanaman, uji efektivitas pupuk Organonitrofos, uji korelasi, dan uji ekonomis.

3.5.1 Tinggi Tanaman

Pengamatan tinggi tanaman dilakukan pada setiap minggu dengan cara mengukur tinggi tanaman dari permukaan tanah hingga daun tertinggi. Pengukuran

dilakukan dalam satuan centimeter dengan jumlah tanaman contoh 10 tanaman per plot.

3.5.2 Jumlah Cabang

(34)

21

3.5.3 Bobot Berangkasan

Pengambilan sampel bobot berangkasan dilakukan setelah pemanenan selesai dilakukan. Tanaman cabai dipotong tepat pada permukaan tanah kemudian dioven dengan suhu 70o selama 72 jam kemudian ditimbang bobot kering tanaman.

3.5.4 Analisis Tanaman

Setelah ditimbang brangkasan tanaman cabai diabukan dengan menggunakan alat furnace. Kemudian dilakukan analisis untuk mengetahui kandungan unsur N (Kjedahl), P (HCl 25%), dan K (HCl 25%) di dalamnya.

3.5.5 Analisis Tanah

Analisis tanah dilakukan dua kali yaitu dilakukan satu minggu setelah penanaman dan setelah panen untuk diketahui kandungan unsur hara N-total (metode

Kjedahl), P-total (metode HCl 25%), P-tersedia (metode Bray), K-total (metode HCl 25%), K-dd , pH tanah (metode Elektrometri) serta C-organik (metode Walkey & Black) dalam tanah tersebut.

3.5.6 Uji Efektivitas Pupuk Organonitrofos

(35)

22

Uji efektivitas (RAE) dihitung dengan menggunakan rumus:

Keterangan: Apabila nilai RAE ≥100% maka pupuk yang diuji dinyatakan efektif dibandingkan perlakuan standar.

3.5.7 Uji Korelasi

Uji korelasi dilakukan untuk mengetahui hubungan antara serapan hara dan pertumbuhan serta produksi tanaman cabai rawit kathur. Uji korelasi untuk melihat hubungan antara serapan hara N, P, dan K dengan tinggi tanaman, bobot brangkasan, dan bobot segar buah.

3.5.8 Uji Ekonomis Pupuk Organonitrofos

Uji ekonomis pupuk dilakukan dengan membuat perhitungan ratio penerimaan dengan pengeluaran pupuk, dengan rumus (Ismono, 2013):

(36)

23

Berikut adalah daftar harga pupuk yang digunakan dalam perhitungan uji ekonomis.

Tabel 2. Daftar harga pupuk

Jenis Pupuk

Subsidi(*) (Rp)

Non-subsidi (Rp)

Eceran(**) Partai Besar(**)

Urea 1.800 10.000 4.800

SP-36 2.000 10.000 5.400

KCl 5.600 10.000 5.600

Organonitrofos 1.600 1.600 1.600 sumber: survei pasar dan Permentan No.69 tahun 2012

Keterangan : (*) = sumber data didapat dari pedoman pelaksanaan penyediaan pupuk bersubsidi untuk sektor pertanian tahun 2012

(37)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1Kesimpulan

Dari penelitian ini dapat disimpulkan :

1. Perlakuan pupuk kombinasi E (400 kg urea ha-1 , 100 kg SP36 ha-1 , 100 kg KCl ha-1, 2.000 kg Organonitrofos ha-1) dan pupuk Organonitrofos tunggal dengan dosis 5.000 kg ha-1 efektif terhadap produksi secara RAE masing-masing sebesar 47 dan 176%, serta perlakuan pupuk Organonitrofos tunggal menunjukkan yang paling ekonomis.

2. Kombinasi pupuk Organonitrofos dan pupuk kimia dengan dosis 400 kg urea ha-1 , 100 kg SP36 ha-1 , 100 kg KCl ha-1 , 2.000 kg Organonitrofos ha-1 memberikan pengaruh terbaik terhadap pertumbuhan dan serapan hara NPK, sedangkan produksi terbaik terdapat pada perlakuan pupuk Organonitrofos tunggal dengan dosis 5.000 kg ha-1.

5.2Saran

(38)

42

PUSTAKA ACUAN

Agele, S.O., S. Adeosun dan D. Oluwadare. 2004. A lysimeter study of nutrient release, leaching losses and growth response of amaranthus resulting from application of inorganic and organic nitrogen sources. J. Food, Agriculture and Environment 2 (2) : 77-80.

Alvarez, M.A.B., S. Gagne dan H. Antoun. 1995. Effect of compost on

Rhizospheremicroflora of the tomato and on the incidence of plant growth-promoting rhizobacteria. J. Applied and Environmental Microbiology 61 (1) : 194-199.

Altieri, M. A. 2000. Agroecology: Principles and Strategies for Designing

Sustainable Farming System. The News Letter of CCOF (California Certified Organic Farmers) 19 (3) : 2-5.

Anjani, D.J. 2013. Uji Efektivitas Pupuk Organonitrofos dan Kombinasinya dengan Pupuk Anorganik terhadap Pertumbuhan, Serapan Hara, dan Produksi Tanaman Tomat (Lycopersicum esculentum Mill.) di Tanah Ultisol Gedung Meneng. Skripsi. Universitas Lampung. 80 hal.

Aprianis. 2009. Evalusi Kandungan Bio-massa dan Dekomposisi Serasah. Laporan Hasil Penelitian. Balai Penelitian Hutan Penghasil Serat, Kuok. 27 hal.

BPS. 2012. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Cabai, 2009-2011. Sebuah artikel. http://bps.go.id. Diakses pada 17 September 2012.

Badan Litbang Pertanian. 2011. Kiat Sukses Berinovasi Cabai. Agroinovasi Edisi 2-8 Pebruari 2011 No.3391 Tahun XLI hal 2-7.

Balittanah. 2005. Petunjuk Teknis Analisis Tanah, Tanaman, Air dan Pupuk. Departemen Pertanian. Bogor. 136 hlm.

BPTP. 2008. Teknologi Budidaya Cabai Merah. Seri buku inovasi: TH/05/2008. BPTP Lampung. 25 hal.

(39)

43

Fitriatin, B.N., A.Yuniarti., O.Mulyani., F.S.Fauziah dan M.D.Tiara. 2009. Pengaruh Mikroba Pelarut Fosfat dan Pupuk P terhadap P Tersedia, Aktivitas Fosfatase, P Tanaman dan Hasil Padi Gogo (Oryza sativa.L) pada Ultisol. J. Agrikultura 20 (3) : 210-215.

Foth, H.D. 1998. Fundamental of Soil Science. John Wiley. New York. 436 hal. Hadison, A. 2004. Pengaruh Pemberian Sesbania rostrata dan Pupuk Urea

terhadap Sifat Kimia Ultisol, Pertumbuhan dan Hasil Jagung (Zea mays L.). Skripsi. Universitas Jambi. 49 hal.

Hardjowigeno, S. 1995. Ilmu Tanah. Penerbit CV Akademia Pressindo. Jakarta. 110 hal.

Ismono, H. 2013. Uji Ekonomis Pupuk dengan Ratio Pemasukan dan Pengeluaran Pupuk. Komunikasi Pribadi. Jurusan Agribisnis. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. 3 Mei 2013

Kasno,A., Sudirman., dan M.T. Sutriadi. 2010. Efektivitas Beberapa Deposit Fosfat Alam Indonesia Sebagai Pupuk Sumber Fosfor terhadap Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit pada Tanah Ultisols. J. Littri 16 (4) : 5-171.

Leiwakabessy, F.M. dan A. Sutandi. 2004. Diktat Kuliah Pupuk dan Pemupukan. Bogor : Fakultas Pertanian IPB. 37 hal.

Lestari, A.P. 2009. Pengembangan Pertanian Berkelanjutan Melalui Subtitusi Pupuk Anorganik Dengan Pupuk Organik. J. Agronomi 13 (1) : 38-44.

Liferdi, R. Poerwanto dan L. K. Darusman. 2005. Perubahan Karbohidrat dan

Nitrogen Empat Varietas Rambutan. J. Hort. 16 (2) : 44-52.

Lingga, P. dan Marsono. 2001. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya. Jakarta. 150 hal.

Mackay, A.D., J.K. Syers and P.E.H. Gregg. 1984. Ability of chemical extraction procedures to assess the agronomic effectiveness of phosphate rock materials. New Zealand J. Agric. Res., 27: 219-230.

Murbandono, L.H.S. 2000. Membuat Kompos. Penebar Swadaya, Jakarta. 104 hal. Musnamar, E. I. 2005. Pupuk Organik Padat: Pembuatan dan Aplikasi. Penebar

Swadaya. Jakarta. 137 hal.

(40)

44

Nugroho, S.G., Dermiyati, J. Lumbanraja, S. Triyono, H. Ismono, Y.T. Sari, and E. Ayuandari. 2012. Optimum ratio of fresh manure and grain size of phosphate rock mixture in a formulated compost for organomineral NP fertilizer. J. Trop. Soils. 17(2): 21-128.

Nugroho, S.G., Dermiyati, J. Lumbanraja, S. Triyono, H. Ismono, M.K. Ningsih, dan F.Y. Saputri Y.T. 2013. Inoculation effect of N2-fixer and P-solubilizer

into a mixture of fresh manure and phosphate rock formulated as

Organonitrofos fertilizer on bacterial and fungal population. J. Trop. Soils.18 (1): 75-80.

Nyinareza, J and S. Snapp. 2007. Integrated management of inorganic and organic nitrogen and efficiency in potato systems. J. Soil Science Society of America 71 (5) : 1508-1515.

Ogunlela V. B, M. T. Masarirambi, dan S. M. Makuza. 2005. Effect of cattle manure application on pod yield and yield indices of okra (Abelmoschus esculentus L. Moench) in a semi-arid subtropical environment. J. Food, Agriculture, and Environtment 3 (1) : 33-37.

Permentan No: 69/Permentan/SR.130/11/2012. Kebutuhan dan Harga Eceran Tertinggi (HET) Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian Tahun Anggaran 2013. Jakarta. 44 hal.

Prajnanta, F. 2001. Agribisnis Cabai Hibrida. Penebar Swadaya. Jakarta. 162 hal. Prasatwi, D. 2009. Uji Efektifitas Penggunaan Pupuk Organik NPK terhadap

Tanaman Cabai Besar (Capsicum annum L.). Skripsi. IPB. 91 hal. Prasetyo, B. H. dan D.A. Suriadikarta. 2006. Karakteristik, Potensi, dan

Teknologi Pengelolaan Tanah Ultisol Untuk Pengembangan Pertanian Lahan Kering di Indonesia. J. Litbang Pertanian 25(2) : 39-40.

Razak, N., Arafah., dan M.P. Sirappa., 2005. Kajian beberapa cara penyiapan lahan terhadap produksi jagung di lahan sawah. J.Agrivigor 3 (3) : 227-232. Rosmarkam, A. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius, Yogyakarta. 224 hal. Salundik dan S. Simamora. 2006. Meningkatkan Kualitas Kompos. Agromedia

Pustaka. Jakarta. 101 hal.

(41)

45

Setiadi, Y. 2000. Status Penelitian dan Pemanfaatan Cendawan Mikoriza Arbuskula dan Rhizobium untuk Merehabilitasi Lahan Terdegradasi.

Prosiding Seminar Nasional Mikoriza I. Asosiasi Mikoriza Indonesia. Pusat Antar Universitas (PAU) Bioteknologi IPB. Badan Litbang Kehutahan dan Perkebunan. The British Council (Jakarta). Bogor. Hal : 15-23.

Septima, A.R. 2013. Uji Efektivitas Pupuk Organonitrofos dan Kombinasinya dengan Pupuk Kimia terhadap Pertumbuhan, Produksi, serta Serapan Hara Tanaman Jagung (Zea mays L.) pada Tanah Ultisol Gedung Meneng. Skripsi. Universitas Lampung. 83 hal.

Sirappa, M. P., Arafah., dan R. Nasruddin. 2005. Kajian Penggunaan Pupuk Organik dengan Berbagai Dosis Pupuk Anorganik terhadap Pertumbuhan dan Hasil Padi Varietas Gilirang di Lahan Sawah Irigasi. J. Agrivigor 5 (1): 46-54.

Subagyo, H., N. Suharta, dan A.B. Siswanto. 2004. Tanah-tanah Pertanian di Indonesia. Hal : 21−66.

Sudarkoco, S. 1992. Penggunaan Bahan Organik pada Usaha Budidaya Tanaman lahan Kering serta Pengelolaannya (Sebuah Studi Kepustakaan). Skripsi Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. 78 hal.

Supriyadi dan Soeharsono. 2005. Kombinasi Pupuk Urea dengan Pupuk Organik pada Tanah Inceptol terhadap Respon Fisiologis Rumput Hermada (Sorghum bicolor). Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Hal : 28-32. Sutedjo, M. M. 1999. Pupuk dan Cara Pemupukan. Rineka Cipta. Jakarta. 177

hal.

Suyamto. 2010. Strategi dan Implementasi Pemupukan Rasional Spesifik Lokasi. Pengembangan Inovasi Pertanian 3 (4) : 306-318.

Syukur, A. dan N. Indah. 2003. Kajian Pengaruh Pemberian Macam Pupuk Organik Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Jahe Di Inceptisol, Karanganyar. Dalam J. Ilmu Tanah dan Lingkungan 6 (2) : 124-131. Taufik, I.S. 2000. Tingkat Pemberian Fosfor dalam Media Tanaman Campuran

Ampas Kecap bagi Pertumbuhan Tanaman Jagung. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. 102 hal.

(42)

46

Yasyifun, N. 2008. Respon Pertumbuhan Serapan Hara dan Efisiensi

Penggunaan Hara Tanamana Kedelai (Glycine max) dan Jagung terhadap Kompos yang Diperkaya Mikrob Aktivator. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. 87 hal.

Yuwono, D. 2007. Kompos: Dengan Cara Aerob Maupun Anaerob

Gambar

Tabel 1.  Perlakuan yang diaplikasikan dalam penelitian
Tabel 2.  Daftar harga pupuk

Referensi

Dokumen terkait

The aim of this research is to identify the most common speech acts used in disharmonic condition in “The Young Victoria” movie based on Searle’s Speech Acts

Saran yang dapat diberikan untuk kegiatan Factory Visit ini yaitu, kredibilitas dan pesan yang disampaikan pemandu kegiatan Factory Visit harus tetap dipertahankan

Berdasarkan hasil pengujian dengan menggunakan nilai t hitung dan nilai probabilitas f hitung maka dapat disimpulkan bahwa variabel X1 (Inflasi), X2 (Suku bunga BI7DRR),

Penelitian ini membahas tentang pengaruh edukasi, sosialisasi, dan himbauan terhadap kepatuhan wajib pajak dalam melaporkan SPT Tahunan Pajak Penghasilan di KPP

Rataan daya tetas telur puyuh setelah pemberian vitamin E dan lama penyimpanan yang berbeda tidak berpengaruh nyata (P&gt;0,05) namun secara statistik penambahan

pada tahap ini, pemilihan raja tidak dipilih langsung oleh rakyat seperti konsep demokrasi yang bersama kita pahami namun dalam syarat-syarat di atas, menunjukkan

Refugia merupakan area tumbuhan gulma yang tidak mengganggu karena perannya sebagai mikrohabitat yang menyediakan tempat berlindung secara spasial dan/atau temporal

Puji dan syukur kepada tuhan yang maha esa, tuhan yesus kristus dan roh kudus yang telah memberikan rahmat dan berkat-nya hingga selesainya tugas akhir ini dengan