• Tidak ada hasil yang ditemukan

Profil Pelepasan Metronidazol Dari Matriks Kalsium Alginat-Kitosan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Profil Pelepasan Metronidazol Dari Matriks Kalsium Alginat-Kitosan"

Copied!
112
0
0

Teks penuh

(1)

Lampiran 1. Kurva serapan larutan metronidazol dalam medium lambung buatan pH 1,2

(2)

Lampiran 2. Kurva serapan larutan metronidazol dalam medium usus buatan pH 6,8

(3)

berbagai konsentrasi pada panjang gelombang 277 nm dalam medium pH 1,2

(4)

Lampiran 4. Pengukuran kurva kalibrasi larutan metronidazol dengan berbagai konsentrasi pada panjang gelombang 319 nm dalam medium pH 6,8.

(5)
(6)
(7)
(8)

Lampiran 6. Data pelepasan rata-rata metronidazol dari matriks formula 1 dalam medium pH berganti

(9)
(10)
(11)
(12)

Lampiran 8. Data pelepasan rata-rata metronidazol dari matriks formula 2 dalam medium pH berganti.

(13)
(14)
(15)
(16)

Lampiran 10. Data pelepasan rata-rata metronidazol dari matriks formula 3 dalam medium pH berganti.

(17)
(18)
(19)
(20)

Lampiran 12. Data pelepasan rata-rata metronidazol dari matriks formula 1 dalam medium pH 1,2

(21)
(22)
(23)
(24)

Lampiran 14. Data pelepasan rata-rata metronidazol dari matriks formula 2 dalam medium pH 1,2

(25)
(26)
(27)
(28)

Lampiran 16. Data pelepasan rata-rata metronidazol dari matriks formula 3 dalam medium pH 1,2

(29)
(30)

Lampiran 18. Data AUC pelepasan metronidazol dari matriks formula 2 dalam medium pH berganti

(31)
(32)

Lampiran 20. Data AUC pelepasan metronidazol dari matriks formula 1 dalam medium pH 1,2

Waktu AUC 1 AUC 2 AUC 3

5 0.00 0.00 0.00

10 0.00 0.00 0.00

15 0.00 0.00 0.00

20 0.00 0.00 6.75

25 3.47 0.00 17.23

30 7.85 0.00 24.79

(33)

dalam medium pH 1,2

Waktu AUC 1 AUC 2 AUC 3

5 0.00 0.00 0.00

10 0.00 0.00 0.00

15 0.00 0.00 0.00

20 0.00 0.00 0.00

25 6.30 0.00 2.34

30 12.77 4.86 6.72

45 74.57 54.62 56.04

(34)

Lampiran 22. Data AUC pelepasan metronidazol dari matriks formula 3 dalam medium pH 1,2

Waktu AUC 1 AUC 2 AUC 3

5 12.06 0.00 0.00

10 25.09 0.00 0.00

15 29.91 3.78 0.00

20 36.42 12.53 1.17

25 43.41 21.06 10.04

30 51.12 29.37 26.30

(35)
(36)
(37)

Lampiran 26. Grafik kinetika pelepasan orde nol, orde satu dan orde √� dari pelepasan metronidazol matriks formula 1 dalam medium pH

(38)
(39)
(40)
(41)

metronidazol dari matriks alginat- kitosan pada medium pH

.382 -5404.4023 14920.70 89

.968 -9353.5323 10971.57 89

(42)

LSD Alginat

.201 -3346.3617 12862.66 84

.815 -7295.4917 8913.538 4

.815 -8913.5384 7295.491 7

(43)

metronidazol dari matriks alginat- kitosan pada medium

Within Groups 6147101.521 6 1024516.920

Total 2.615E7 8

.069 -217.2068 4854.313 4

.334 -3820.1034 1251.416 8

.069 -4854.3134 217.2068

(44)

Alginat

.011 1067.1366 6138.656 8

.031 296.3154 4340.791 3

.171 -3306.5813 737.8946

Alginat

.171 -737.8946 3306.581 3

.005 1580.6587 5625.134 6 *. The mean difference is significant at the 0.05 level.

(45)

A. Alat-Alat untuk Disolusi

a) Indikator pH meter b) pH meter

c)Termometer d) Modifikasi Alat Disolusi

(46)

E. Jangka Sorong

F. Spektrofotometer UV-Vis

(47)

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi Keempat. Jakarta: Depkes RI. Hal 1066, 1084-1085, 1143-1144.

Dornish, M. and Dessen, A. (2004). Alginat and Chitosan Standards for Tissue Engineered Medical Product. Hal. 143-144.

Draget, K. I., Smidsrod O., dan Skjak-Braek G. (2005). Polysaccharides and Polyamides in the Food Industry. Properties, Production, and Patents. Weinheim: Wiley-VCH Verlag GmbH & Co. KGaA: Hal. 11-20.

Farahani, D.T., Farahani, V.E., dan Mirzadeh, H. (2006). Swelling Behaviour of Alginat-N,O-Carboxymethyl Chitosan Gel Beads Coated by Chitosan. Iranian Polymer Journal. 15(5): 405-415.

Felt, O., Buri, P. dan Gurny, R. (1998). Chitosan: A Unique Polysaccharide for Drug Delivery. Drug Development and Industrial Pharmacy. 24(11): 979-993.

Gennaro, R.A. (2000). Remington The Science and Practice of Pharmacy. Edisi Keduapuluh. New York: Lippincott Williams & Wilkins. Hal. 903-910.

Grassi, M. dan Grassi, G. (2005). Mathematical Modelling and Controlled Drug Delivery: Matrix systems. Current Drug Delivery. 2: 97-116. Honary, S., Maleki, M., dan Karamy, M. (2009). The Effect of Chitosan

Molecular weight on the Properties of Alginat/ Chitosan Microparticles Containing Prednisolon. Tropical Journal of Pharmaceutical Research. 8(1): 53-61.

Kumar, T.M., Paul, W., Sharma, C.P., dan Kuriachan, M,A. (2005). Bioadhesive, pH Responsive Micromatrix for Oral Delivery of Insulin. Trends Biomater. Artif. Organs. 18(2): 198-202.

Lachman, Leon, Lieberman H.A., dan Kanig J.L. (1994). Teori dan Praktek Farmasi Industri. Edisi Ketiga. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia Press: Hal. 934-937.

(48)

Morris, E.R., Ress, D.A., dan Thom, D. (1978) .Chroptical And Stoichiometric Evidance Of a Specific Primary Dimerisation Process In Alginat Gelation. Carbohydrate Research. 66: 154-145.

Mourya, D.K. (2010). Formulation and Release Characteristics of Novel Monolithic Hydroxyl Propyl Methyl Cellulose Matrix Tablets Containing Metronidazole. International Journal of Pharmaceutical and Biology Sciences. 1(3): 1-7.

Murata, Y., Maeda, T., Miyamoto, E., dan Kawashima, S. (1993). Preparation of Chitosan-Reinforced Alginat Gel Beads-Effect of Chitosan on Gel Matrix Erosion. International Journal Pharmaceutical. 96: 139-145. Rajendran, A., dan Basu, S.K. (2009). Alginat-Chitosan Particulate Sistem for

Sustained Release of Nimodipine. Tropical Journal Pharmaceutical Resources. 8(5): 433-440.

Shargel, L., dan Yu, A. (1999). Applied Biopharmaceutics and Pharmacokinetics. Kota: Appleton & Lange: Hal. 174.

Sukandar, Y.E., Andrajati, R., Setiadi, P., dan Kusnandar. (2008). ISO Farmakoterapi. Jakarta: Penerbit PT. ISFI Penerbitan: Hal. 756-757.

United States Pharmacopoeia. (2007). The National Formulatory. Edisi Keduapuluh Lima. The United States Pharmacopoeia Convention XXX. Hal. 2325-2327.

(49)

METODE PENELITIAN

3.1 Alat – alat Penelitian

Alat disolusi metode dayung (Erweka), spektrofotometer (Shimadzu UV 1800), neraca listrik (Boeco), lumpang kecil berdiameter 7 cm, alu kecil panjang 9 cm, gelas arloji, stopwatch, termometer, pH meter (Hanna), jangka sorong, labu tentukur 1000ml (MBL), labu tentukur 25 ml (Pyrex), beaker glass 1000ml (Pyrex), gelas ukur 1000ml (Pyrex), gelas ukur 10ml (Pyrex), mat pipet 5ml (MBL) dan alat-alat laboratorium yang biasa digunakan.

3.2 Bahan – bahan Penelitian

Natrium alginat 300-400 cp (Wako Pure Chemical Industries, Ltd. Japan), metronidazol (PT Mutifa Industri Farmasi), kitosan diperoleh dari Funakoshi, Ltd Japan, dan bahan-bahan yang berkualitas pro analysis (E Merck): kalsium klorida, asam klorida, natrium klorida, kalium dihidrogen fospat, natrium asetat anhidrat, kalium fospat monobase, natrium hidroksida, etanol. Aquadest diperoleh dari laboratorium Farmasi Fisik, Fakultas Farmasi, USU.

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Pembuatan Larutan Kalsium Klorida 0,15 M

(50)

3.3.2 Pembuatan Medium Lambung Buatan (Medium pH 1,2)

Natrium klorida sebanyak 2 g ditambahkan asam klorida pekat sebanyak 7 ml ditambahkan air suling hingga 1000 ml (Ditjen POM, 1995). 3.3.3 Pembuatan Larutan Kalium Dihidrogen Fospat 0,2 M

Kalium dihidrogen fospat ditimbang 27,22 gram kemudian dilarutkan dengan air suling secukupnya sampai 1000 ml (Ditjen POM, 1995).

3.3.4 Pembuatan Larutan Natrium Hidroksida 0,2 N

Natrium hidroksida ditimbang 8 gram kemudian dilarutkan dengan air suling secukupnya sampai 1000 ml (Ditjen POM, 1995).

3.3.5 Pembuatan Medium Dapar Fospat pH 6,8

Campurkan 50 ml kalium fosfat monobase 0,2 M dengan 22,4 ml natrium hidroksida 0,2 N dan encerkan dengan air hingga 200 ml (Ditjen POM, 1995).

3.3.6 Pembuatan Kurva Serapan dan Kurva Kalibrasi Metronidazol 3.3.6.1 Medium Lambung Buatan (Medium pH 1,2)

3.3.6.1.1 Pembuatan Larutan Induk Baku Metronidazol dalam Medium pH 1,2

(51)

1,2

Dari larutan induk baku metronidazol dipipet 1,2 ml, dimasukkan kedalam labu tentukur 25 ml, kemudian dicukupkan dengan medium lambung buatan (medium pH 1,2) sampai garis tanda. Konsentrasi metronidazole adalah 12 mcg/ml. serapan diukur pada panjang gelombang 200–400 nm.

3.3.6.1.3 Pembuatan Kurva Kalibrasi Metronidazol dalam Medium pH 1,2

Dari larutan induk baku metronidazol dibuat larutan metronidazol dengan berbagai konsentrasi yaitu 1, 2, 4, 6, 8, 10, 12, 14, dan 16 mcg/ml dengan cara memipet larutan induk baku masing-masing 0,1; 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; 1; 1,2; 1,4 dan 1,6 ml kedalam labu tentukur 25 ml, kemudian ditambahkan dengan medium lambung buatan (medium pH 1,2) sampai garis tanda. Serapan diukur pada panjang gelombang maksimum yang diperoleh.

3.3.6.2 Medium Dapar Fospat pH 6,8

3.3.6.2.1 Pembuatan Larutan Induk Baku Metronidazol dalam Medium Dapar Fospat pH 6,8

(52)

3.3.6.2.2 Pembuatan Kurva Serapan Metronidazol dalam Medium Dapar Fospat pH 6,8

Dari larutan induk baku metronidazol dipipet 0,8 ml, dimasukkan kedalam labu tentukur 25 ml, kemudian dicukupkan dengan medium dapar fospat pH 6,8 sampai garis tanda. Konsentrasi metronidazol adalah 8 mcg/ml. serapan diukur pada panjang gelombang 200–400 nm.

3.3.6.2.3 Pembuatan Kurva Kalibrasi Metronidazol Dalam Medium Dapar Fospat pH 6,8

Dari larutan induk baku metronidazol dibuat larutan metronidazol dengan berbagai konsentrasi yaitu 1, 2, 4, 6, 8, 10, dan 12 mcg/ml dengan cara memipet larutan induk baku masing-masing 0,1; 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; 1, dan 1,2 ml kedalam labu tentukur 25 ml, kemudian ditambahkan dengan medium dapar fosfat pH 6,8 sampai garis tanda. Serapan diukur pada panjang gelombang maksimum yang diperoleh.

3.3.7 Pembuatan Matriks Kalsium Alginat-Kitosan

Pembuatan untuk 10 matriks berdasarkan formula sebagai berikut: Formula 1 (alginat:kitosan = 1:3):

Metronidazol 0,25 g Natrium alginat 0,15 g

Kitosan 0,45 g

(53)

Mucilago amyli 5% (b/v) qs Formula 3 (alginat:kitosan = 3:1): Metronidazol 0,25 g Natrium alginat 0,45 g

Kitosan 0,15 g

Mucilago amyli 5% (b/v) qs

Metronidazol ditimbang sebanyak 0,25 g, kemudian dimasukkan kedalam lumpang, ditambah natrium alginat dan kitosan, digerus homogen, setelah itu sedikit demi sedikit dimasukkan mucilago amyli 5% (b/v) hingga diperoleh massa yang kompak. Ditimbang berat total dan dibagi menjadi 10 bagian dengan berat yang sama. Untuk membuat bentuk bulat dari butir-butir matriks digunakan gelas arloji. Matriks kalsium alginat-kitosan dibuat dengan cara merendam butir-butir matriks tersebut dalam larutan kalsium klorida 0,15 M selama 35 menit.

3.3.8 Uji Pelepasan Metronidazol dari Matriks Kalsium Alginat-Kitosan 3.3.8.1 Parameter Uji Disolusi Metronidazol dari Matriks Kalsium

Alginat-Kitosan

Medium disolusi : 1. Medium lambung buatan (medium pH 1,2) selama 8 jam 2. Medium pH berganti

(54)

Suhu medium : 37 ± 0,5°C

Metode : Dayung

Sampel : Formula 1, Formula 2, dan Formula 3

3.3.8.2 Prosedur Uji Disolusi dalam Medium pH 1,2 dan Medium pH Berganti

Ke dalam wadah disolusi dimasukkan 900 ml medium disolusi dan diatur suhu 37±0,5°C dengan kecepatan pengadukan diatur 100 rpm. Ke dalam wadah tersebut dimasukkan matriks kalsium alginat-kitosan yang mengandung metronidazol 25 mg. Pada interval waktu tertentu diambil aliquot sebanyak 5 ml. Pengambilan dilakukan pada tempat yang sama yaitu pertengahan antara permukaan medium disolusi dan bagian atas dari dayung tidak kurang 1 cm dari dinding wadah (Ditjen POM, 1995). Aliquot kemudian diukur pada panjang gelombang yang diperoleh. Penetapan dilakukan sebanyak 3 kali untuk masing-masing formula dalam medium yang berbeda-beda.

3.3.9 Analisis Data

(55)

Kalsium Alginat-Kitosan

(56)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pembuatan Matriks Kalsium Alginat-Kitosan Formula 1, Formula 2, dan Formula 3

Matriks kalsium alginat-kitosan dibuat dengan menambahkan alginat dan kitosan ke dalam metronidazol dengan menggunakan mucilago amyli 5% (b/v) sebagai bahan pengikat. Untuk membuat 10 matriks alginat-kitosan formula 1 dibutuhkan mucilago amyli sebanyak 0,726 g, formula 2 sebanyak 1,045 g, dan formula 3 sebanyak 0,810 g. Untuk membuat bentuk bulat dari matriks digunakan gelas arloji sehingga diperoleh bentuk matriks yang cukup bagus. Butir-butir matriks direndam dalam larutan CaCl2 0,15 M selama 35 menit untuk menghasilkan matriks kalsium alginat yang telah sempurna bereaksi dengan kalsium klorida. Berat rata-rata matriks formula 1 adalah 90,10 mg dan diameter rata-ratanya 4,55 mm. Berat rata-rata matriks Formula 2 adalah 108,2 mg dan diameter rata-ratanya 5,91 mm. Formula 3 dengan berat mariks rata-rata 92,1 mg dan dengan diameter 4,75 mm. Bentuk matriks dapat dilihat pada Gambar 4.1,4.2, dan 4.3.

(57)

Gambar 4.2 Matriks kalsium alginat-kitosan formula 2 (alginat:kitosan = 1:1)

Gambar 4.3 Matriks kalsium alginat-kitosan formula 3 (alginat:kitosan = 3:1)

(58)

4.2 Pelepasan Metronidazol dari Matriks Kalsium Alginat-Kitosan

4.2.1 Profil Pelepasan Metronidazol dari Matriks Kalsium Alginat-Kitosan dalam Medium pH 1,2

Pelepasan metronidazol dari matriks kalsium alginat-kitosan pada waktu-waktu tertentu dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Pelepasan metronidazol dari matriks kalsium alginat-kitosan dalam medium pH 1,2 selama 8 jam

(59)

medium pH 1,2 ditunjukkan pada Gambar 4.4.

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

0 60 120 180 240 300 360 420 480

%

k u m u l a t i f

waktu

Formula 1 (Alg 1:3 Chi)

Formula 2 (Alg 1:1 Chi)

(60)

Dari Gambar 4.4 dapat dilihat bahwa semakin besar konsentrasi kitosan maka pelepasan metronidazol dari matriks kalsium alginat-kitosan semakin besar setelah 480 jam. Berdasarkan hasil uji statistik dengan ANOVA (Analysis of variance) pada interval konfidensi 95% (α = 0,05%) terhadap AUC setiap formula pada medium pH 1,2 diperoleh bahwa AUC rata-rata untuk F1 adalah 21331,59%.menit; F2 sebesar 19013%.menit, dan F3 sebesar 22615,93%.menit. Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan AUC yang signifikansi diantara ketiga formula tersebut dimana Sig.≤0.05, yakni 0,013. Namun perbedaan ini terjadi pada formula 1 dengan formula 2 dan formula 3 dengan formula 2. Sedangkan formula 1 dengan formula 3 tidak berbeda. Dari profil pelepasan pada Gambar 4.4 dapat dilihat bahwa metronidazol dari matriks kalsium alginat-kitosan dapat dijadikan sebagai sediaan pelepasan terkontrol.

Pengembangan matriks alginat-kitosan dapat dilihat dengan mengukur diameter matriks sebelum dilakukan disolusi kemudian diukur kembali setelah 8 jam disolusi pada medium pH 1,2. Data pengembangan matriks dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Data pengembangan matriks pada medium pH 1,2.

No Pengukuran Diameter rata-rata (mm)

F1 F2 F3

1 Sebelum disolusi 4,5 5,91 4,75

2 Setelah 8 jam pada pH 1,2

6,10 8,19 6,56

(61)

Pengembangan matriks dalam pH 1,2 dapat dilihat pada Gambar 4.5 dan 4.6.

Gambar 4.5 Matriks alginat-kitosan formula 1 sebelum disolusi

Gambar 4.6 Matriks alginat-kitosan formula 1 setelah disolusi pada pH 1,2 selama 8 jam

(62)

4.2.2 Profil Pelepasan Metronidazol dari Matriks Kalsium Alginat-Kitosan dalam Medium pH Berganti

Pelepasan metronidazol dari matriks kalsium alginat-kitosan pada waktu-waktu tertentu dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Pelepasan metronidazol dari matriks kalsium alginat-kitosan dalam medium pH berganti

(63)

600

metronidazol hingga 73,10%, formula 2 melepaskan metronidazol hingga 67.94%, dan formula 3 melepaskan metronidazol hingga 73,03%.

Profil pelepasan metronidazol dari matriks kalsium alginat-kitosan pada medium pH berganti ditunjukkan pada Gambar 4.7.

0

Formula 1 (Alg 1:3 Chi)

Formula 2 (Alg 1:1 Chi)

Formula 3 (Alg 3:1 Chi)

pH 1,2

(64)

Pada Gambar 4.7 dapat dilihat bahwa hampir tidak ada perbedaan pelepasan antara formula 1, formula 2 dan formula 3. Berdasarkan hasil uji statistik dengan ANOVA (Analysis of variance) pada interval konfidensi 95% terhadap AUC setiap formula dalam medium pH berganti diperoleh bahwa AUC rata- rata untuk F1, F2 dan F3 berturut- turut adalah 30767,77%.menit; 26009,62%.menit; dan 29958,75%.menit. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikansi diantara ketiga formula tersebut dimana Sig.≥0,05 yakni 0,369. Dari profil pelepasan pada Gambar 4.7 dapat dilihat bahwa metronidazol dari matriks kalsium alginat-kitosan dapat dijadikan sebagai sediaan pelepasan terkontrol.

Pengembangan matriks alginat-kitosan dapat dilihat dengan mengukur diameter matriks sebelum dilakukan disolusi kemudian diukur kembali setelah 2 jam disolusi pada medium pH 1,2 dan setelah 8 jam pada medium pH 6,8. Data pengembangan matriks dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4 Data pengembangan matriks pada medium pH berganti

No Pengukuran

Diameter rata-rata (mm)

F1 F2 F3

1 Sebelum disolusi 4,5 5,91 4,75

2 Setelah 2 jam pada pH 1,2

6,23 8,25 6,60

3 Setelah 8 jam pada pH 6,8

10,13 12,30 10.87

(65)

4.8, 4.9, dan 4.10.

Gambar 4.8 Matriks alginat-kitosan formula 1 sebelum disolusi

Gambar 4.9 Matriks alginat-kitosan formula 1 setelah disolusi pada pH 1,2 selama 2 jam

Gambar 4.10 Matriks alginat-kitosan formula 1setelah disolusi pada pH 6,8 selama 8 jam

(66)

4.3 Kinetika Pelepasan Metronidazol dari Matriks Kalsium Alginat-Kitosan

Kinetika pelepasan metronidazol dari matriks kalsium alginat-kitosan dilakukan terhadap tiga model matematika yaitu: orde nol, orde satu dan orde Higuchi. Penentuan kinetika pelepasan metronidazol dari matriks kalsium alginat-kitosan dilakukan untuk mengetahui berapa persen obat yang dilepaskan pada waktu-waktu tertentu.

Dengan memplotkan hasil uji pelepasan ketiga formula dalam grafik waktu versus persen kumulatif, logaritma persen kumulatif versus waktu, persen kumulatif versus akar waktu maka dapat diperoleh nilai korelasi (R2) dari masing- masing formula matriks alginat- kitosan.

4.3.1 Kinetika Pelepasan Metronidazol dari Matriks Kalsium Alginat-Kitosan dalam Medium pH 1,2

Hasil uji pelepasan metronidazol dari matriks alginat-kitosan dalam medium pH 1,2 yang dilakukan terhadap tiga model matematika yaitu orde nol, orde satu dan orde Higuchi dapat dilihat pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5 Korelasi kinetika pelepasan metronidazol orde nol, orde satu dan orde Higuchi dari matriks kalsium alginat-kitosan dalam medium pH 1,2

Formula R kuadrat

Orde Nol Orde Pertama Orde Higuchi

F1 0.8750 0.7390 0.9900

F2 0.9240 0.7580 0.9870

F3 0.8790 0.6790 0.9900

(67)

0,9870 dan 0,9900.

Grafik kinetika pelepasan dari masing-masing formula dapat dilihat pada Gambar 4.11, 4.12, dan 4.13.

Gambar 4.11 Grafik kinetika pelepasan orde Higuchi dari pelepasan metronidazol dari matriks formula 1 dalam medium pH 1,2.

(68)

Gambar 4.13. Grafik kinetika pelepasan orde Higuchi dari pelepasan metronidazol dari matriks formula 3 dalam medium pH 1,2. 4.3.2 Kinetika Pelepasan Metronidazol dari Matriks Kalsium

Alginat-Kitosan dalam Medium pH berganti

Hasil uji pelepasan metronidazol dari matriks alginat-kitosan dalam medium pH berganti yang dilakukan terhadap tiga model matematika yaitu orde nol, orde satu dan orde Higuchi dapat dilihat pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6 Korelasi kinetika pelepasan metronidazol orde nol, orde satu dan orde � dari matriks kalsium alginat-kitosan dalam medium pH berganti

Formula R kuadrat

Orde Nol Orde Pertama Orde Higuchi

F1 0.8750 0.4550 0.9800

F2 0.9240 0.5740 0.9910

F3 0.8790 0.5320 0.9790

Dari hasil plot ketiga formula seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4.6, diperoleh bahwa kinetika pelepasan untuk ketiga formula adalah kinetika pelepasan orde Higuchi, dimana nilai diperoleh nilai R2 paling mendekati 1

(69)

0,9910 dan 0,9790.

Grafik kinetika pelepasan dari masing-masing formula dapat dilihat pada Gambar 4.14, 4.15, dan 4.16.

(70)

Gambar 4.16. Grafik kinetika pelepasan orde Higuchi dari pelepasan metronidazol dari matriks formula 3 dalam medium pH berganti

y = 3,523x - 7,515 R² = 0,979

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00

%

K

u

m

u

la

ti

f

(71)

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari profil pelepasan diperoleh bahwa metronidazole dalam matriks alginat-kitosan dapat dijadikan sediaan pelepasan terkontrol (controlled release) baik dalam medium lambung buatan maupun medium usus buatan.

Kinetika pelepasan metronidazol dari matriks alginat-kitosan mengikuti kinetika pelepasan orde Higuchi baik dalam medium lambung buatan maupun medium usus buatan.

5.2. Saran

(72)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Metronidazol

2.1.1 Sifat fisika kimia metronidazol

Struktur kimia metronidazol dapat dilihat pada Gambar 2.1 dibawah ini:

N N

NO2

OH

CH3

Gambar 2.1 Struktur kimia metronidazol

Rumus molekul metronidazol adalah C9H9N3O3 dengan nama kimia (1β-hidroksi-etil)-2-metil-5-nitromidazol, mempunyai berat molekul 171,16. Pemeriannya antara lain: Serbuk hablur; putih atau kuning gading; bau lemah; rasa pahit dan agak asin. Larut dalam 100 bagian air, dalam 200 bagian etanol (95%) P dan dalam 250 bagian klorofom P; sukar larut dalam eter P.(Ditjen POM, 1995).

2.1.2 Farmakologi

Metronidazol adalah antimikroba dengan aktivitas yang sangat baik terhadap bakteri anaerob dan protozoa. Spektrum antiprotozoanya mencakup Trikomonasi Gardnerella Vaginalis,Entamoeba Histolytica, dan Guardian

Lamblia. Aktifitas antibakterinya sangat bermanfaat untuk sepsis pada kasus

(73)

(Sukandar, dkk.,2008). 2.1.3 Farmakokinetik

Absorbsi metronidazol berlangsung dengan sangat baik sesudah pemberian oral. Metronidazole diserap dengan baik secara oral dengan eliminasi plasma dengan waktu paruh mulai 6-7 jam (Mourya, et al., 2010). Pada beberapa kasus terjadi kegagalan karena disebabkan oleh absorbsi yang buruk atau metabolisme yang terlalu cepat. Obat ini diekskresi dalam urin dalam bentuk asal dan bentuk metabolis hasil oksidasi dan glukoronidasi. Metronidazol juga diekskresi melalui air liur, air susu, cairan vagina dan lain-lain (Sukandar, dkk.,2008).

2.2 Alginat

Alginat merupakan karbohidrat, seperti gula dan selulosa dan merupakan polimer struktural pada ganggang laut sama seperti selulosa pada tanaman. Alginat adalah kopolimer anionik yang terdiri dari residu asam β -D-manuronat dan asam α-L-guluronat dalam ikatan 1,4. (Dornish and Dessen, 2004). Alginat komersial paling banyak diproduksi dari Laminaria hyperborea, Macrocystis pyrifera, Laminaria digitata, Ascophyllum nodosum, Laminaria

japonica, Eclonia maxima, Lessonia nigrescens, Durvillea antarctica, dan

Sargassum sp (Draget, et al., 2005) .

(74)

Tabel 2.1 Perbandingan asam uronat dalam berbagai spesies alga

Nama Spesies

Perbandingan asam uronat (%) Asam Guluronat

(G)

Asam Manuronat (M)

Laminaria hyperborean (blade) 55 45

Macrocystis pyrifera 39 61

Laminaria digitata 41 59

Ascophyllum nodosum (old tissue) 36 64

Laminaria japonica 35 65

Eclonia maxima 45 55

Lessonia nigrescens 38 62

Durvillea Antarctica 29 71

Perbandingan yang bervariasi dari asam uronat menyebabkan perbedaan sifat produk yang dihasilkan. Alginat yang mengandung asam guluronat yang tinggi akan cenderung mempunyai struktur yang kaku (rigid) serta mempunyai porositas yang besar, sedangkan yang mengandung asam mannuronat yang tinggi mempunyai struktur yang tidak kaku atau lebih fleksibel (Draget, et al., 2005).

2.2.1 Struktur kimia alginat

(75)

Gambar 2.2 Struktur kimia alginat

Jumlah relatif dari dua monomer asam uronat dan pengaturan urutan dari kedua monomer tersebut sepanjang rantai polimer sangat bervariasi, tergantung pada jenis alginate (Dornish and Dessen, 2004).

2.2.2 Sifat alginat

Kelarutan alginat dalam air ditentukan dan dibatasi oleh tiga parameter berikut, antara lain:

- pH pelarut merupakan parameter penting karena akan menentukan adanya muatan elektrostatik pada residu asam uronat.

(76)

Dasar dari sifat pembentuk gel alginat ialah karakteristik spesifik pengikatan ion. Eksperimen yang mencakup dialisis kesetimbangan alginat telah menunjukkan bahwa pengikatan selektif dari ion-ion logam alkali tanah tertentu (contoh. Pengikatan Ca2+ dengan alginat lebih kuat dan kooperatif dibanding dengan Mg2+) meningkat tajam dengan adanya peningkatan kandungan residu α-L-guluronat dalam rantai. Blok-blok poli-mannuronat dan blok-blok selang-seling hampir tanpa selektivitas (Draget, et al., 2005).

Asam alginat tidak larut dalam air, karena itu yang digunakan dalam industri adalah dalam bentuk garam natrium dan garam kalium. Natrium alginat merupakan produk pemurnian karbohidrat yang diekstraksi dari alga coklat (Phaeophyceae) dengan menggunakan basa lemah Natrium alginat larut dengan lambat dalam air, membentuk larutan kental, tidak larut dalam etanol dan eter Salah satu sifat dari natrium alginat adalah mempunyai kemampuan membentuk gel dengan penambahan larutan garam-garam kalsium seperti kalsium glukonat, kalsium tartrat dan kalsium sitrat. Pembentukan gel alginat dengan ion kalsium, disebabkan oleh adanya ikatan silang membentuk khelat antara ion kalsium dan anion karboksilat pada blok G-G melalui mekanisme antar rantai. Natrium alginat mempunyai rantai poliguluronat menunjukkan sifat pengikatan ion kalsium yang lebih besar (Morris, et al., 1980).

(77)

disimpan dingin dan dilindungi dari cahaya dalam wadah tertutup baik (Voight, 1995).

2.3 Kitosan

Kitin adalah polisakarida yang paling melimpah di alam, yang kedua setelah selulosa. Tulang punggung gulanya mengandung glukosamin ikatan β -1,4 dengan tingkatan N-asetilasi yang tinggi, strukturnya sangat mirip dengan selulosa, perbedaan satu-satunya ialah pemindahan beberapa hidroksil oleh gugus amino. Biopolimer polikationik ini merupakan komponen struktural rangka luar krustasea dan serangga, dan juga ada dalam beberapa fungi. Sumber utama kitin untuk industri adalah sampah kulit udang, lobster, dan kepiting, yang mana sampah-sampah tersebut mengandung senyawa organik sebanyak 70% (Felt, et al., 1998).

(78)

banyaknya kegunaan, termasuk kegunaan hemostatik dan spermisidal (Felt, et al., 1998).

2.3.1 Struktur kimia kitosan

Kitosan merupakan biopolimer yang linear, tidak bercabang, polimer yang dibangun dari monomer-monomer glukosamin dan N-asetilglukosamin yang terikat pada pola β-(14). Hasil deasetilasi kitin terdapat sebagai distribusi acak unit-unit glukosamin sepanjang rantai polimer.

Struktur kimia dari kitin dan kitosan ditunjukkan seperti pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Struktur kimia kitin dan kitosan 2.3.2 Sifat kitosan

(79)

yang rendah, sebagai contoh 63% akan mudah larut pada pH 7, sedang kitosan dengan deasetilasi 40% akan tetap tinggal pada pH 7 (Dornish and Dessen, 2004).

Salah satu sifat kitosan yang penting untuk aplikasi penyampaian obat (contoh penyampaian obat nasal) adalah kemampuannya untuk menginduksi pembukaan jaringan ikat sementara pada lapisan epithelial. Hal ini telah ditunjukkan untuk bergantung pada bobot molekul dan tingkat deasetilasi (Dornish and Dessen, 2004).

2.4 Kalsium Alginat-Kitosan

Alginat merupakan poliasam natural dan memiliki sifat yang unik dalam pembentukan gel dengan adanya kation multivalent seperti ion-ion kalsium dalam medium cair. Hal ini tampak melalui pengikatan ion-ion kalsium dalam rongga residu-residu asam guluronat, membentuk mikrokapsul polianion. Penambahan polikation seperti kitosan dengan karakteristik polikation yang unik, menuntun kepada interaksi kuat dengan alginat yang bermuatan negatif (Farahani, et al., 2006).

(80)

kalsium-peningkatan jumlah muatan obat dan sifat bioadesif, juga sifat pelepasan obat yang diperlama (Farahani, et al., 2006).

2.5 Matriks

Matriks dapat digambarkan sebagai zat pembawa padat inert yang di dalamnya obat tercampur secara merata. Suatu matriks dapat dibentuk secara sederhana dengan mengempa atau menyatukan obat dengan bahan matriks bersama-sama. Umumnya, obat ada dalam persen yang lebih kecil agar matriks memberikan perlindungan yang lebih besar terhadap air dan obat berdifusi keluar secara lambat. Sebagian besar bahan matriks tidak larut dalam air meskipun ada beberapa bahan yang dapat mengembang secara lambat dalam air. Jenis matriks dari pelepasan obat dapat dibentuk menjadi suatu tablet atau butir-butir kecil bergantung pada komposisi formula (Shargel, dkk., 1999).

Lachman, dkk. (1994), menyatakan matriks digolongkan menjadi tiga jenis yaitu:

a. Matriks tidak larut, inert

Polimer inert yang tidak larut seperti polietilen, polivinil klorida dan kopolimer akrilat, etil selulosa dirancang untuk tidak pecah dalam saluran cerna. Bentuk tablet dengan matriks ini tidak dapat digunakan untuk formulasi bahan aktif dalam miligram yang tinggi, dan obat yang sukar larut dalam air dimana disolusi dalam matriks sebagai pembatas laju disolusinya.

b. Matriks tidak larut, dapat terkikis

(81)

keseluruhan. Pelepasan obat total dari matriks ini tidak mungkin terjadi, karena fraksi tertentu dari dosis tersebut disalut dengan lapisan tipis yang tidak permeabel. Penglepasan obat dari jenis matriks ini dikontrol lebih efektif dengan penambahan surfaktan atau zat pengikat dalam bentuk polimer-polimer hidrofilik, yang mendorong penetrasi air dan erosi matriks yang berurutan. Bahan-bahan yang termasuk dalam golongan ini adalah asam stearat, stearil alkohol, malam carnauba dan polietilen glikol.

c. Matriks hidrofilik

Penglepasan obat dikontrol oleh penetrasi air melalui suatu lapisan gel, yang dihasilkan dari hidrasi polimer dan difusi obat melalui matriks terhidrasi yang mengalami pengembangan, disamping erosi dari lapisan gel. Besarnya erosi dan difusi yang mengontrol penglepasan tergantung pada polimer yang dipilih untuk formulasi, dan juga pada perbandingan obat:polimer. Matriks jenis ini diantaranya adalah metal selulosa, Hidroksietil selulosa, Hidroksipropil metilselulosa, Natrium karboksimetilselulosa, Natrium alginat, Xanthan gum dan karbopol,

(82)

konvensional. Kedua, waktu perkembangan dan biaya yang bersesuaian dengan sistem matriks umumnya kelihatan seperti yang diharapkan, dan tidak ada tambahan modal investasi yang diharuskan. Terakhir, sistem matriks mampu mengakomodasi baik kandungan obat berdosis rendah maupun yang tinggi dan mampu mengakomodasi kandungan aktif dengan kisaran sifat-sifat fisik dan kimia yang cukup luas.

Sebagaimana dengan teknologi yang lain, sistem matriks juga memiliki keterbatasan tertentu. Pertama, sistem matriks memiliki sifat yang kurang fleksibel dalam penambahan tingkat dosis konstan yang mengalami perubahan, seperti yang disyaratkan oleh studi klinis ke depan. Saat kekuatan dosis baru dipandang perlu, lebih sering terjadi dan bukanlah formulasi baru sehingga dengan demikian diharapkan sumber daya tambahan. Lebih lanjut, untuk beberapa produk yang membutuhkan profil pelepasan yang unik (misalnya pelepasan ganda dua atau pelepasan tertunda tambah pelepasan diperpanjang), teknologi bahan berdasar matriks yang lebih kompleks seperti tablet selaput (misal Alegra D) akan dibutuhkan kemudian.

2.5.1 Pengembangan matriks

(83)

kesetimbangan pengembangan matriks polimerik lebih rumit sebagaimana hal tersebut sangat bergantung juga pada kekuatan ionik. (Grassi and Grassi, 2005).

2.5.2 Pelepasan obat dari matriks

(84)

Higuchi mengusulkan suatu persamaan untuk menggambarkan kecepatan pelepasan obat yang terdispersi dalam suatu matriks yang padat dan inert.

Keterangan :

M = Jumlah obat yang dilepaskan dari matriks ε = Porositas matriks.

τ = Tortuositas matriks.

Ca = Kelarutan obat dalam medium pelepasan. Ds = Koefisiensi difusi dalam medium pelepasan. Co = Jumlah total persen obat per unit dalam matriks. Persamaan diatas dapat ditulis menjadi sangat sederhana, yaitu:

Dengan k adalah konstanta. Jika suatu plot dibuat antar M (jumlah total obat yangdilepaskan) versus akar waktu (t1/2) maka hubungan yang linier akan diperoleh (Grassi and Grassi, 2005).

2.6 Disolusi

Disolusi merupakan tahapan yang membatasi atau tahap yang mengontrol

laju bioabsorbsi obat-obat yang mempunyai kelarutan rendah, karena tahapan ini

seringkali merupakan tahapan yang paling lambat dari berbagai tahapan yang ada

dalam pelepasan obat dari bentuk sediaannya dan perjalanannya ke dalam sirkulasi

sistemik (Martin, dkk., 2008).

(85)

a. Faktor-faktor yang berhubungan dengan sifat fisikokimia obat, meliputi: i. Efek kelarutan obat. Kelarutan obat dalam air merupakan faktor utama

dalam menentukan laju disolusi. Kelarutan yang besar menghasilkan laju disolusi yang cepat.

ii. Efek ukuran partikel. Ukuran partikel berkurang dapat memperbesar luas permukaan obat yang berhubungan dengan medium, sehingga laju disolusi meningkat.

b. Faktor-faktor yang berhubungan dengan sediaan obat, meliputi:

i. Efek formulasi. Laju disolusi suatu bahan obat dapat dipengaruhi bila dicampur dengan bahan tambahan. Bahan pengisi, pengikat dan penghancur yang bersifat hidrofil dapat memberikan sifat hidrofil pada bahan obat yang hidrofob, oleh karena itu disolusi bertambah, sedangkan bahan tambahan yang hidrofob dapat mengurangi laju disolusi.

ii. Efek faktor pembuatan sediaan. Metode granulasi dapat mempercepat laju disolusi obat-obat yang kurang larut. Penggunaan bahan pengisi yang bersifat hidrofil seperti laktosa dapat menambah hidrofilisitas bahan aktif dan menambah laju disolusi.

c. Faktor-faktor yang berhubungan dengan uji disolusi, meliputi :

(86)

meningkatkan proses penetrasi medium disolusi ke matriks. Formulasi tablet dan kapsul konvensional juga menunjukkan penambahan laju disolusi obat-obat yang sukar larut dengan penambahan surfaktan kedalam medium disolusi.

ii. Viskositas medium. Semakin tinggi viskositas medium, semakin kecil laju disolusi bahan obat.

iii. pH medium disolusi. Larutan asam cenderung memecah tablet sedikit lebih cepat dibandingkan dengan air, oleh karena itu mempercepat laju disolusi (Gennaro, 2000).

United States Pharmacopeia (USP) XXI memberi beberapa metode

resmi untuk melaksanakan uji pelarutan yaitu: a. Metode Keranjang (Basket )

Metode keranjang terdiri atas keranjang silindrik yang ditahan oleh tangkai motor. Keranjang menahan cuplikan dan berputar dalam suatu labu bulat yang berisi media pelarutan. Keseluruhan labu tercelup dalam suatu bak yang bersuhu konstan 37oC. Kecepatan berputar dan posisi keranjang harus memenuhi rangkaian syarat khusus dalam USP yang terakhir beredar. Tersedia standar kalibrasi pelarutan untuk meyakinkan bahwa syarat secara mekanik dan syarat operasi telah dipenuhi.

b. Metode Dayung (Paddle)

(87)

beralas bulat yang juga berfungsi untuk memperkecil turbulensi dari media pelarutan. Alat ditempatkan dalam suatu bak air yang bersuhu konstan, seperti pada metode basket dipertahankan pada 37oC. Posisi dan kesejajaran dayung ditetapkan dalam USP. Metode dayung sangat peka terhadap kemiringan dayung. Pada beberapa produk obat, kesejajaran dayung yang tidak tepat secara drastis dapat mempengaruhi hasil pelarutan. Standar kalibrasi pelarutan yang sama digunakan untuk memeriksa peralatan sebelum uji dilaksanakan.

c. Metode Disintegrasi yang Dimodifikasi

Metode ini dasarnya memakai disintegrasi USP ”basket and rack” dirakit untuk uji pelarutan. Bila alat ini dipakai untuk pelarutan maka cakram dihilangkan. Saringan keranjang juga diubah sehingga selama pelarutan partikel tidak akan jatuh melalui saringan. Metode ini jarang digunakan dan dimasukkan dalam USP untuk suatu formulasi obat lama. Jumlah pengadukan dan getaran membuat metode ini kurang sesuai untuk uji pelarutan yang tepat. 2.7 Sistem Penghantaran Obat Pelepasan Terkontrol (Gennaro, 2000)

Istilah pelepasan terkontrol menunjukkan bahwa pelepasan obat dari bentuk dari bentuk sediaan terjadi sesuai yang direncanakan, dapat diramalkan dan lebih lambat dari biasanya. Lebih tepatnya, pelepasan terkendali dapat didefinisikan sebagai:

(88)

relatif konstan dalam tubuh dengan meminimalkan efek samping yang tidak diinginkan

2. Aksi obat terlokalisir (localized drug action) pada tempat kerja tertentu berdekatan atau dalam jaringan yang sakit atau organ.

3. Kerja obat bertarget (targeted drug action) dengan menggunakan pembawa atau turunan kimia untuk memberikan obat pada target jenis sel tertentu.

4. Menyediakan suatu sistem obat yang pelepasannya terkendali secara fisiologi maupun terapeutik.

(89)
(90)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Alginat merupakan polimer alam yang diisolasi dari beberapa jenis alga coklat. Alginat terdiri dari dua monomer, asam α-L guluronat dan asam β -D-manuronat. Alginat memiliki potensi yang baik untuk aplikasi penghantaran obat (drug delivery) (Kumar, et al., 2005). Kitosan adalah polisakarida yang dapat terurai dan hidrofilik yang tidak beracun dengan sifat mukoadhesif. Selama beberapa tahun terakhir, polimer ini telah dipelajari dan digunakan dengan tujuan menyediakan mikrokapsul dengan profil pelepasan obat yang dimodifikasi (Honary, et al., 2009). Sifat mukoadhesif kitosan memperlama interaksi obat yang dihantarkan dan membantu absorpsi obat yang lebih efisien. Bertambahnya absorpsi obat pada mukosa oleh kitosan dapat disebabkan oleh perpanjangan interaksi dengan epitel membran (Kumar, et al., 2005).

(91)

alginat yang padat. Ada banyak keuntungan penyalutan dengan kitosan, seperti peningkatan jumlah muatan obat dan sifat bioadesif, juga sifat pelepasan obat yang diperlama (Farahani, et al., 2006).

Hal ini telah meningkatkan minat dalam studi alginat-kitosan sebagai pembawa untuk kontrol pelepasan protein dan obat, karena sifat biokompatibel, sifat terurai dan sifat mukoadhesifnya (Honary, et al., 2009).

Rajendran dan Basu (2009) meneliti tentang sistem partikel alginat-kitosan untuk sediaan sustained release nimodipin dimana dalam medium pH 1,2 nimodipin tidak dilepaskan dari butir-butir kalsium alginat sedangkan dalam medium pH 6,8 nimodipin dilepaskan mendekati 96% selama 6 jam. Tetapi pelepasan nimodipin dari butir-butir kalsium alginat-kitosan menurun yaitu sebesar 73%.

(92)

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, diambil perumusan masalah yaitu:

a. Apakah pelepasan metronidazol dari matriks kalsium alginat-kitosan merupakan pelepasan terkontrol?

b. Bagaimanakah kinetika pelepasan metronidazol dari matriks kalsium alginat-kitosan?

1.3Hipotesis

a. Pelepasan metronidazol dari matriks kalsium alginat-kitosan merupakan pelepasan terkontrol.

b. Kinetika pelepasan metronidazol dari matriks kalsium alginat-kitosan mengikuti kinetika pelepasan orde Higuchi.

1.4 Tujuan Penelitian

a) Untuk mengetahui bentuk pelepasan metronidazol dari matriks kalsium alginat-kitosan yang dibuat.

b) Untuk mengetahui kinetika pelepasan metronidazol dari matriks kalsium alginat-kitosan yang dibuat.

1.5 Manfaat Penelitian

(93)

Penelitian ini dilaksanakan dengan mengacu pada kerangka konsep seperti ditunjukkan pada Gambar 1:

(94)

Profil Pelepasan Metronidazol dari Matriks Kalsium Alginat-Kitosan

Abstrak

Alginat dan kitosan adalah dua biopolimer yang sudah banyak digunakan dalam industri untuk sediaan pelepasan terkontrol (controlled release) karena sifatnya yang tidak toksik, biodegradabel, biokompatibel, dan mukoadhesif. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui profil pelepasan obat dari matriks alginat-kitosan dengan menggunakan metronidazol sebagai model obat sehingga dapat dijadikan sebagai sediaan pelepasan terkontrol (controlled release).

Matriks alginat-kitosan dibuat sebanyak 3 formula yaitu formula 1, formula 2 dan formula 3 dengan perbandingan alginat-kitosan masing-masing adalah formula 1 (1:3); formula 2 (1:1) dan formula 3 (3:1). Pelepasan metronidazol dari matriks kalsium alginat-kitosan diuji dengan menggunakan alat disolusi metode dayung dalam medium pH 1,2 dan medium pH berganti yakni pH 1,2 selama 2 jam dan pH 6,8 selama 8 jam. Kadar metronidazol diukur secara spektrofotometri ultraviolet pada panjang gelombang 277 nm pada medium pH 1,2 dan 319 nm pada medium pH 6,8.

Hasil penelitian pada uji pelepasan metronidazol dari matriks alginat-kitosan pada pH 1,2 selama 8 jam dan pH berganti selama 10 jam diperoleh bahwa metronidazol dalam matriks alginat-kitosan dapat dijadikan sediaan lepas terkontrol (controlled release) baik dalam medium lambung buatan maupun medium usus buatan. Kinetika pelepasan metronidazol dari matriks alginat-kitosan mengikuti kinetika pelepasan orde Higuchi. Pelepasan metronidazol dari matriks alginat-kitosan diuji statistik dengan menggunakan ANOVA (Analysis of variance).

Dari hasil penelitian yang dilakukan maka metronidazol dalam matriks alginat-kitosan dapat dipertimbangkan untuk digunakan sebagai sediaan pelepasan terkontrol.

(95)

Calcium Alginate-Chitosan Abstract

Both alginate and chitosan are biopolimers which have been in industry for preparation of controlled release dosage form because of their nontoxic, biodegradable, biocompatible, and mucoadhesive properties. The objective of this study was to identify drug release profile from the matrix of alginate-chitosan with metronidazole as drug model in order to design it into a controlled release dosage form.

The matrix of calcium alginate-chitosan was made into 3 formulations : formula 1, formula 2, and formula 3 with alginate-chitosan ratio 1:3, 1:1, and 3:1, respectively. Release of metronidazole from the matrix of alginate-chitosan was studied using paddle method dissolution apparatus both in pH 1,2 medium and changing pH medium, pH 1.2 for 2 hours and pH 6.8 for 8 hours. The amount of released metronidazole was determined spectrofotometrically at 277 nm for pH 1,2 and 319 nm for pH 6.8.

The result of metronidazole release study from the matrix of alginate-chitosan in pH 1,2 medium for 8 hours and changing pH medium for 10 hours indicated that metronidazole in the matrix of alginate-chitosan could be designed into a good controlled release dosage form both in artificial gastric fluid and artificial intenstinal fluid. Release kinetics of metronidazole from the matrix of alginate-chitosan followed Higuchi release kinetic.

From the result of this study, it can be concluded that metronidazole in the metrix of alginate-chitosan can be considered to be used as controlled release dosage form.

(96)

PROFIL PELEPASAN METRONIDAZOL DARI

MATRIKS KALSIUM ALGINAT-KITOSAN

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmas matera Utara

OLEH:

EVI NORMA U. SIDABUTAR

NIM 101524052

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(97)

PROFIL PELEPASAN METRONIDAZOL DARI

MATRIKS KALSIUM ALGINAT-KITOSAN

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmas matera Utara

OLEH:

EVI NORMA U. SIDABUTAR

NIM 101524052

(98)

PENGESAHAN SKRIPSI

PROFIL PELEPASAN METRONIDAZOL DARI

MATRIKS KALSIUM ALGINAT-KITOSAN

OLEH:

EVI NORMA U. SIDABUTAR

NIM 101524052

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada Tanggal: 20 Juli 2013

Pembimbing I, Panitia Penguji,

Dra. Anayanti Arianto, M.Si., Apt. Prof. Dr. Karsono, Apt. NIP 195306251986012001 NIP 195409091982011001

Pembimbing II, Dra. Anayanti Arianto, M.Si., Apt. NIP 195306251986012001

Prof. Dr. Hakim Bangun, Apt. Dr. Edy Suwarso, S.U., Apt. NIP 195201171980031002 NIP 130935857

Dr. Kasmirul Ramlan Sinaga, M.S., Apt. NIP 195504241983031003

Medan, Juni 2013 Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Dekan,

(99)

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Profil Pelepasan Metronidazol Dari Matriks Kalsium Alginat-Kitosan”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Farmasi dari Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada Dra. Anayanti Arianto, M.Si., Apt., dan Prof. Dr. Hakim Bangun, Apt., selaku dosen pembimbing, yang telah sabar memberikan bimbingan, petunjuk serta saran-saran selama penelitian. kepada Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan fasilitas dan masukan selama masa pendidikan dan penelitian,. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Karsono, Apt., Dr. Kasmirul Ramlan, M.S., Apt., dan Dr. Edy Suwarso, S.U., Apt., selaku penguji yang telah memberi kritik, saran dan arahan demi kesempurnaan skripsi ini. Kepada Hari Ronaldo Tanjung, S.Si., Apt., sebagai penasehat akademik yang telah membimbing penulis selama masa perkuliahan. Kepada seluruh staf pengajar Fakultas Farmasi USU Medan yang telah mendidik selama perkuliahan.

(100)

abangku serta Gabe F. Hutagalung atas semua doa, kasih sayang, semangat dan cinta yang teramat tulus, dan pengorbanan baik moril maupun materil.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis menerima kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi kita semua.

Medan, Juli 2013 Penulis,

(101)

Abstrak

Alginat dan kitosan adalah dua biopolimer yang sudah banyak digunakan dalam industri untuk sediaan pelepasan terkontrol (controlled release) karena sifatnya yang tidak toksik, biodegradabel, biokompatibel, dan mukoadhesif. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui profil pelepasan obat dari matriks alginat-kitosan dengan menggunakan metronidazol sebagai model obat sehingga dapat dijadikan sebagai sediaan pelepasan terkontrol (controlled release).

Matriks alginat-kitosan dibuat sebanyak 3 formula yaitu formula 1, formula 2 dan formula 3 dengan perbandingan alginat-kitosan masing-masing adalah formula 1 (1:3); formula 2 (1:1) dan formula 3 (3:1). Pelepasan metronidazol dari matriks kalsium alginat-kitosan diuji dengan menggunakan alat disolusi metode dayung dalam medium pH 1,2 dan medium pH berganti yakni pH 1,2 selama 2 jam dan pH 6,8 selama 8 jam. Kadar metronidazol diukur secara spektrofotometri ultraviolet pada panjang gelombang 277 nm pada medium pH 1,2 dan 319 nm pada medium pH 6,8.

Hasil penelitian pada uji pelepasan metronidazol dari matriks alginat-kitosan pada pH 1,2 selama 8 jam dan pH berganti selama 10 jam diperoleh bahwa metronidazol dalam matriks alginat-kitosan dapat dijadikan sediaan lepas terkontrol (controlled release) baik dalam medium lambung buatan maupun medium usus buatan. Kinetika pelepasan metronidazol dari matriks alginat-kitosan mengikuti kinetika pelepasan orde Higuchi. Pelepasan metronidazol dari matriks alginat-kitosan diuji statistik dengan menggunakan ANOVA (Analysis of variance).

Dari hasil penelitian yang dilakukan maka metronidazol dalam matriks alginat-kitosan dapat dipertimbangkan untuk digunakan sebagai sediaan pelepasan terkontrol.

(102)

Release Profile of Metronidazole from the Matrix of Calcium Alginate-Chitosan

Abstract

Both alginate and chitosan are biopolimers which have been in industry for preparation of controlled release dosage form because of their nontoxic, biodegradable, biocompatible, and mucoadhesive properties. The objective of this study was to identify drug release profile from the matrix of alginate-chitosan with metronidazole as drug model in order to design it into a controlled release dosage form.

The matrix of calcium alginate-chitosan was made into 3 formulations : formula 1, formula 2, and formula 3 with alginate-chitosan ratio 1:3, 1:1, and 3:1, respectively. Release of metronidazole from the matrix of alginate-chitosan was studied using paddle method dissolution apparatus both in pH 1,2 medium and changing pH medium, pH 1.2 for 2 hours and pH 6.8 for 8 hours. The amount of released metronidazole was determined spectrofotometrically at 277 nm for pH 1,2 and 319 nm for pH 6.8.

The result of metronidazole release study from the matrix of alginate-chitosan in pH 1,2 medium for 8 hours and changing pH medium for 10 hours indicated that metronidazole in the matrix of alginate-chitosan could be designed into a good controlled release dosage form both in artificial gastric fluid and artificial intenstinal fluid. Release kinetics of metronidazole from the matrix of alginate-chitosan followed Higuchi release kinetic.

From the result of this study, it can be concluded that metronidazole in the metrix of alginate-chitosan can be considered to be used as controlled release dosage form.

(103)

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Hipotesis ... 3

1.4 Tujuan Penelitian ... 3

1.5 Manfaat Penelitian ... 3

1.6 Kerangka Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

(104)

2.1.3 Farmakokinetik ... 6

2.2 Alginat ... 6

2.2.1 Struktur Kimia Alginat ... 7

2.2.2 Sifat Alginat ... 8

2.3 Kitosan ... 10

2.3.1 Struktur Kimia Kitosan ... 11

2.3.2 Sifat Kitosan ... 11

2.4 Kalsium Alginat-Kitosan ... 12

2.5 Matriks ... 12

2.5.1 Pengembangan Matriks ... 15

2.5.2 Pelepasan Obat dari Matriks ... 15

2.6 Disolusi ... 17

2.7 Sistem Penghantaran Obat Pelepasan Terkontrol ... 20

BAB III METODE PENELITIAN ... 22

3.1 Alat-alat ... 22

3.2 Bahan-bahan ... 22

3.3 Prosedur Penelitian ... 22

3.3.1 Pembuatan Larutan Kalsium Klorida 0,15 M ... 22

3.3.2 Pembuatan Medium Lambung Buatan (pH 1,2) ... 22

3.3.3 Pembuatan Larutan Kalium Dihidrogen Fosfat 0,2 M ... 23

3.3.4 Pembuatan Larutan NaOH 0,2 N ... 23

(105)

3.3.6.1 Medium Lambung Buatan (pH 1,2) ... 23

3.3.6.1.1 Pembuatan Larutan Induk Baku Metronidazol ... 23

3.3.6.1.2 Pembuatan Kurva Serapan Metronidazol ... 23

3.3.6.1.3 Pembuatan Kurva Kalibrasi Metronidazol ... 23

3.3.6.2 Medium Dapar Fosfat pH 6,8 ... 24

3.3.6.2.1 Pembuatan Larutan Induk Baku Metronidazol ... 24

3.3.6.2.2 Pembuatan Kurva Serapan Metronidazol ... 24

3.3.6.2.3 Pembuatan Kurva Kalibrasi Metronidazol ... 24

3.3.7 Pembuatan Matriks Kalsium Alginat-Kitosan ... 25

3.3.8 Uji Pelepasan Metronidazol dari Matriks Kalsium Alginat-Kitosan ... 26

3.3.8.1 Parameter Uji Disolusi Metronidazol ... 26

3.3.8.2 Prosedur Uji Disolusi dalam Medium pH 1,2 dan Medium pH Berganti ... 26

3.3.9 Analisis Data ... 27

3.3.10 Penentuan Kinetika Orde Pelepasan ... 27

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 28

(106)

Kalsium Alginat dalam Medium pH 1,2 ... 30

4.2.2 Profil Pelepasan Metronidazol dari Matriks Kalsium Alginat-Kitosan dalam Medium pH Berganti ... 34

4.3 Kinetika Pelepasan Metronidazol dari Matriks Alginat-Kitosan ... 38

4.3.1 Kinetika Pelepasan Metronidazol dalam Medium pH 1,2 ... 38

4.3.2 Kinetika Pelepasan Metronidazol dalam Medium pH Berganti ... 40

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 42

5.1 Kesimpulan ... 42

5.2 Saran ... 42

DAFTAR PUSTAKA ... 43

(107)

Halaman Tabel 2.1 Perbandingan Asam Uronat Dalam Berbagai Spesies Alga ... 7 Tabel 4.1 Pelepasan Metronidazol dari Matriks Kalsium

Alginat-Kitosan dalam Medium pH 1,2 Selama 8 jam ... 30 Tabel 4.2 Data Pengembangan Matriks Kalsium Alginat-Kitosan

pada Medium pH 1,2 ... 32 Tabel 4.3 Pelepasan Metronidazol dari Matriks Kalsium Alginat-

Kitosan dalam Medium pH Berganti Selama 10 jam ... 34 Tabel 4.4 Data Pengembangan Matriks Kalsium Alginat-Kitosan

pada Medium pH Berganti ... 36 Tabel 4.5 Korelasi Kinetika Pelepasan Metronidazol dari Matriks

Kalsium Alginat-Kitosan dalam Medium pH 1,2 ... 38 Tabel 4.6 Korelasi Kinetika Pelepasan Metronidazol dari Matriks

(108)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Kerangka Penelitian ... 4

Gambar 2 .1 Struktur Kimia Metronidazol ... 5

Gambar 2.2 Struktur Kimia Alginat ... 8

Gambar 2.3 Struktur Kimia Kitin Dan Kitosan ... 11

Gambar 2.4 Disolusi Obat dari Suatu Padatan Matriks ... 17

Gambar 4.1 Formula 1 Matriks Kalsium Alginat-Kitosan ... 28

Gambar 4.2 Formula 2 Matriks Kalsium Alginat-Kitosan ... 29

Gambar 4.3 Formula 3 Matriks Kalsium Alginat-Kitosan ... 29

Gambar 4.4 Profil Pelepasan Metronidazol dari Matriks Kalsium Alginat-Kitosan dalam Medium pH 1,2 ... 31

Gambar 4.5 Matriks Alginat-Kitosan Sebelum Disolusi pada pH 1,2 ... 33

Gambar 4.6 Matriks Alginat-Kitosan Setelah Disolusi pada pH 1,2 Selama 8 jam ... 33

Gambar 4.7 Profil Pelepasan Metronidazol dari Matriks Kalsium Alginat-Kitosan dalam Medium pH Berganti ... 35

Gambar 4.8 Matriks Alginat-Kitosan Sebelum Disolusi pada pH Berganti ... 37

Gambar 4.9 Matriks Alginat-Kitosan Setelah Disolusi pada pH 1,2 Selama 2 jam ... 37

Gambar 4.10 Matriks Alginat-Kitosan Sebelum Disolusi pada pH 6,8 Selama 8 jam ... 37

(109)

Gambar 4.13 Kinetika Pelepasan Orde Higuchi dari Matriks

Formula 3 dalam Medium pH 1,2 ... 39 Gambar 4.14 Kinetika Pelepasan Orde Higuchi dari Matriks

Formula 1 dalam Medium pH Berganti ... 40 Gambar 4.15 Kinetika Pelepasan Orde Higuchi dari Matriks

Formula 2 dalam Medium pH Berganti ... 41 Gambar 4.16 Kinetika Pelepasan Orde Higuchi dari Matriks

(110)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1 Kurva Serapan Larutan Metronidazol dalam

Medium Lambung Buatan pH 1,2 ... 27 Lampiran 2 Kurva Serapan Larutan Metronidazol dalam

Medium Usus Buatan pH 6,8 ... 28 Lampiran 3 Pengukuran Kurva Kalibrasi Larutan Metronidazol

dengan Berbagai Konsentrasi pada Panjang

Gelombang 277 nm dalam Medium pH 1,2 ... 29 Lampiran 4 Pengukuran Kurva Kalibrasi Larutan Metronidazol

dengan Berbagai Konsentrasi pada Panjang

Gelombang 319 nm dalam Medium pH 6,8 ... 30 Lampiran 5 Data Pelepasan Metronidazol dari Matriks

Formula 1 dalam Medium pH Berganti ... 31 Lampiran 6 Data Persen Kumulatif Rata-rata dan Standar Deviasi

Formula 1 dalam Medium pH Berganti ... 34 Lampiran 7 Data Pelepasan Metronidazol dari Matriks

Formula 2 dalam Medium pH Berganti ... 35 Lampiran 8 Data Persen Kumulatif Rata-rata dan Standar Deviasi

Formula 2 dalam Medium pH Berganti ... 38 Lampiran 9 Data Pelepasan Metronidazol dari Matriks

Formula 3 dalam Medium pH Berganti ... 39 Lampiran 10 Data Persen Kumulatif Rata-rata dan Standar Deviasi

Formula 3 dalam Medium pH Berganti ... 42 Lampiran 11 Data Pelepasan Metronidazol dari Matriks

Formula 1 dalam Medium pH 1,2 ... 43 Lampiran 12 Data Persen Kumulatif Rata-rata dan Standar Deviasi

Formula 1 dalam Medium pH 1,2 ... 46 Lampiran 13 Data Pelepasan Metronidazol dari Matriks

(111)

Lampiran 14 Data Persen Kumulatif Rata-rata dan Standar Deviasi

Formula 2 dalam Medium pH 1,2 ... 50

Lampiran 15 Data Pelepasan Metronidazol dari Matriks Formula 3 dalam Medium pH 1,2 ... 51

Lampiran 16 Data Persen Kumulatif Rata-rata dan Standar Deviasi Formula 3 dalam Medium pH 1,2 ... 54

Lampiran 17 Data AUC Formula 1 dalam Medium pH Berganti ... 55

Lampiran 18 Data AUC Formula 2 dalam Medium pH Berganti ... 56

Lampiran 19 Data AUC Formula 3 dalam Medium pH Berganti ... 57

Lampiran 20 Data AUC Formula 1 dalam Medium pH 1,2 ... 58

Lampiran 21 Data AUC Formula 2 dalam Medium pH 1,2 ... 59

Lampiran 22 Data AUC Formula 3 dalam Medium pH 1,2 ... 60

Lampiran 23 Data Kinetika Pelepasan Matriks Formula 1 dalam Medium pH Berganti ... 61

Lampiran 24 Data Kinetika Pelepasan Matriks Formula 2 dalam Medium pH Berganti ... 62

Lampiran 25 Data Kinetika Pelepasan Matriks Formula 3 dalam Medium pH Berganti ... 63

Lampiran 26 Data Kinetika Pelepasan Matriks Formula 1 dalam Medium pH 1,2 ... 64

Lampiran 27 Data Kinetika Pelepasan Matriks Formula 2 dalam Medium pH 1,2 ... 65

(112)

Pelepasan Metronidazol dalam Matriks Alginat-

Referensi

Dokumen terkait

Atherosclerotic lesion areas versus serum triglyceride exposure in male and female C3H- amd C57 apoE( − / − ) mice fed Western diet for 12 weeks.. Triglyceride exposure was

[r]

Of the common lipid risk factors, serum triglycerides and HDL-C differed between the gymnasts and the nonathletic controls, but when BMI was used as a covariate, the

[r]

Tengah Semester paling lambat tanggal 21 Maret 2017 pada masing- masing jurusan guna sebagai bahan laporan akademik.. Demikian, atas perhatian dan kerjasama Bapak/Ibu,

6 Pelatihan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dalam Bidang Studi Sejarah bagi MGMP Sejarah di Kabupaten Magelang, Kegiatan PPM di SMA N 1 Mertoyudan, tanggal 23 Oktober

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Keputusan Bupati tentang Pembentukan Tim Pengelolaan Gaji Pegawai

Penulis dalam penulisan ilmiah ini akan menggunakan Microsoft Visual Basic 6, untuk membuat aplikasi MP-3 Player yang dapat digunakan di dalam komputer. Dengan aplikasi yang