• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT PENGRAJIN MAINAN ( Studi Kasus Tentang Relasi Sosial dan Strategi Bertahan Masyarakat Pengrajin Mainan di Desa Ngaglik, Kecamatan Bulukerto, Kabupaten Wonogiri

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT PENGRAJIN MAINAN ( Studi Kasus Tentang Relasi Sosial dan Strategi Bertahan Masyarakat Pengrajin Mainan di Desa Ngaglik, Kecamatan Bulukerto, Kabupaten Wonogiri"

Copied!
132
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

i

KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT PENGRAJIN MAINAN

( Studi Kasus Tentang Relasi Sosial dan Strategi Bertahan Masyarakat

Pengrajin Mainan di Desa Ngaglik, Kecamatan Bulukerto,

Kabupaten Wonogiri Tahun 2010)

SKRIPSI

Oleh:

DIANITA KARTIKA SARI

NIM : K8406003

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

commit to user

ii

KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT PENGRAJIN MAINAN

( Studi Kasus Tentang Relasi Sosial dan Strategi Bertahan Masyarakat

Pengrajin Mainan di Desa Ngaglik, Kecamatan Bulukerto,

Kabupaten Wonogiri Tahun 2010)

Oleh:

DIANITA KARTIKA SARI

K8406003

SKRIPSI

Ditulis dan Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Mendapatkan Gelar

Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Sosiologi Antropologi

Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial.

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(3)

commit to user

(4)

commit to user

(5)

commit to user

v

ABSTRAK

Dianita Kartika Sari, K8406003, KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT PENGRAJIN MAINAN ( Studi Kasus Tentang Relasi Sosial dan Strategi Bertahan Masyarakat Pengrajin Mainan di Desa Ngaglik, Kecamatan Bulukerto, Kabupaten Wonogiri). Skripsi, Surakarta : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret, Agustus 2010.

Tujuan penelitian ini adalah (1) mendiskripsikan relasi sosial yang terjalin antara masyarakat pengrajin dengan masyarakat sekitar, dengan sesama pengrajin, dengan pembeli dan dengan aparat pemerintah terkait, (2) mendiskripsikan strategi bertahan masyarakat pengrajin mainan.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif, dengan strategi studi kasus tunggal terpancang. Sumber data dari informan atau narasumber serta

dokumen dan arsip. Teknik cuplikan menggunakan purposive. Teknik

pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri observasi langsung, wawancara mendalam dan dokumen. Untuk validitas data menggunakan trianggulasi data atau sumber dan trianggulasi metode. Teknik analisis data yang digunakan adalah model analisis interaktif.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan, pertama, bahwa relasi

sosial yang dibangun masyarakat pengrajin mainan di Desa Ngaglik mencerminkan solidaritas mekanik dicirikan dengan tidak adanya pembagian kerja yang terstruktur dan teradministrasi dengan baik, hubungan masyarakat yang akrab, sangsi sosial yang dibuat dan ditaati bersama, individualitas tidak berkembang, kepatuhan pada pimpinan dan tokoh-tokoh masyarakat, keterlibatan komunitas dalam menghukum orang-orang yang menyimpang, memasarkan sendiri hasil produk kerajinanya, paguyupan yang masih sangat kental jalinan

sosial antar individunya. Kedua, strategi bertahan masyarakat pengrajin mainan

(6)

commit to user

vi

ABSTRACT

Dianita Kartika Sari, K8406003, The Social Economic Life Of Toys Crafting Society (A Case Study on the Social Relation and Resilience Strategy of Toys Crafting Society in Ngaglik Village, Subdistrict Bulukerto, Regency Wonogiri). Thesis, Surakarta: Teacher Training and Education Faculty, Sebelas Maret University, August 2010.

The objectives of research are (1) to describe the social relation established between the craftsmen and the society surrounding, among the craftsmen, and the buyer, and the related governmental apparatus, (2) to describe the resilience strategy of toys craftsman.

This research employed a descriptive qualitative method with a single embedded study case strategy. The data sources were informant as well as document and archive. The sampling technique employed was purposive sampling. Techniques of collecting data used were direct observation, in-depth interview and documentation. In order to test the data validity, data or source and method triangulations were used. Technique of analyzing data used was an interactive analysis model.

Considering the result of analysis, it can be concluded that firstly, the social relation established by the toys craftsmen in Village Ngaglik reflects on the mechanic solidarity characterized by the absence of the structured and administered labor division, intimate society relation, social sanction is made and complied with jointly, not-developing individuality, the compliance with the society leaders and figures, community involvement in punishing the violating people, marketing the crafting product by themselves, the association with their

very close social relation among individuals. Secondly, the resilience strategy of

toys craftsmen is explained through AGIL scheme that is through the adaptation

in economic sector, social organization through the association and pahing

(7)

commit to user

vii

MOTTO

Keramahtamahan dalam perkataan menciptakan keyakinan,

keramahtamahan dalam pemikiran menciptakan kedamaian, keramahtamahan

dalam memberi menciptakan kasih

(Lao Tse)

Kita semua adalah anggota sebuah orkestra raksasa di mana setiap instrumen

menjadi penting demi keutuhan dan keselarasan keseluruhan

(8)

commit to user

viii

PERSEMBAHAN

Dengan segenap rasa syukur kepada Allah

SWT, skripsi ini saya persembahkan kepada:

1. Ibu Endang Sulastri dan Bapak Dwi Yatno

atas cinta, doa, kasih sayang dan inspirasimu

2. Diana Puspita Sari, untuk kasih sebagai

saudara

3. Teman seperjuangan Sos-Ant angkatan’06

(9)

commit to user

ix

K ATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT, atas

segala limpahan rahmat karunia-Nya dan kemudahan dalam penyelesain skripsi

ini untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan

Sosiologi Antropologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas

Sebelas Maret.

Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidaklah berjalan

dengan mudah, akan tetapi banyak hambatan yang menyertainya. Oleh karena itu

sudah sepantasnya peneliti menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang

tulus kepada semua pihak yang turut membantu, terutama kepada :

1. Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd, selaku Dekan Fakultas Keguruan

dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret.

2. Drs. Saiful Bachri, M.Pd selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Sosial

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret.

3. Drs. H. MH Sukarno, M.Pd selaku Ketua Program Studi Pendidikan

Sosiologi-Antropologi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

Universitas Sebelas Maret.

4. Drs. Amir Fuady, M.Hum pembantu Dekan III FKIP UNS yang telah

memberi banyak kemudahan pada peneliti.

5. Drs. Basuki Haryono, M.Pd selaku Pembimbing I yang dengan sabar dan

penuh perhatian memberikan pengarahan dan bimbingannya.

6. Ibu Atik Catur Budiati, S. Sos, MA selaku Pembimbing II yang dengan

sabar dan penuh perhatian memberikan pengarahan, masukan serta saran

yang membangun demi penyempurnaan penulisan skripsi.

7. Drs. Slamet Subagyo, M.Pd selaku Pembimbing Akademik terima kasih

atas kesabaran dan petunjuk yang diberikan selama peneliti menempuh

studi di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas

(10)

commit to user

x

8. Segenap Bapak/Ibu Dosen Program Studi Pendidikan Sosiologi

Antropologi yang telah memberikan ilmu kepada peneliti selama di

bangku kuliah.

9. Kepala Badan Kesbangpolinmas Kabupaten Wonogiri beserta stafnya atas

pelayanan dalam pembuatan surat ijin penelitian.

10.Bapak Tarno, Kepala Desa Ngaglik yang telah memberi izin kepada

peneliti untuk melaksanakan penelitian.

11.Bapak Supriyatno, Sekretaris Desa Ngaglik yang telah memberikan

informasi kepada peneliti sehingga mempermudah peneliti dalam

menyusun skripsi.

12.Masyarakat Desa Ngaglik yang telah meluangkan waktu dan kontribusinya

dalam memberikan informasi kepada peneliti sehubungan dengan skripsi

ini.

13.Berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu atas semua

bentuk bantuan dan dukunganya

Pada akhirnya peneliti berharap semoga hasil penelitian ini dapat

memberikan sumbangan yang bermanfaat bagi pihak-pihak terkait pada

khususnya dan masyarakat pada umumnya. Disamping itu peneliti juga

mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun bagi kesempurnaan

penelitian ini.

Surakarta, Agustus 2010

(11)

commit to user

xi

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

PENGAJUAN ... ii

PERSETUJUAN ... iii

PENGESAHAN... iv

ABSTRAK ... v

MOTTO ... vii

PERSEMBAHAN ... viii

KATA PENGANTAR... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian... 4

D. Manfaat Penelitian... 5

BAB II LANDASAN TEORI... 6

A. Tinjauan Pustaka ... 6

B. Penelitian Yang Relevan... 20

C. Kerangka Berfikir ... 22

BAB III METODE PENELITIAN... 24

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 24

B. Bentuk dan Strategi Penelitian ... 25

C. Sumber Data... 28

D. Teknik Cuplikan ... 28

(12)

commit to user

xii

F. Validitas Data ... 33

G. Teknik Analisis Data ... 33

H. Prosedur Penelitian ... 35

BAB IV SAJIAN DATA DAN ANALISIS DATA PENELITIAN… 37

A. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 37

1. Gambaran Umum Desa Ngaglik ... 37

2. Sejarah Munculnya Kerajinan Mainan di Desa Ngaglik 44

B. Deskripsi Permasalahan Penelitian... 47

1. Relasi Sosial Masyarakat Pengrajin Mainan... 48

a. Relasi Sosial yang Terjalin Antara Masyarakat Peng-rajin dengan Masyarakat Sekitar ... 48

b. Relasi Sosial yang Terjalin Antara Pengrajin Pengrajin ... 57

c. Relasi Sosial yang Terjalin Antara Pengrajin dengan-Pembeli... 62

d. Relasi Sosial yang Terjalin Antara Pengrajin dengan-Aparat Pemerintah ... 65

2. Strategi Bertahan Masyarakat Pengrajin Mainan ... 67

a. Adaptasi Ekonomi Masyarakat Pengrajin Mainan ... 67

b.Organisasi Sosial Melalui Paguyupan dan Pasar Pahing 73

c. Strategi Penjualan Masyarakat Pengrajin Mainan Desa- Ngaglik ... 77

d.Strategi Keberlangsungan Pengrajin Mainan... 81

Kesimpulan Hasil Temuan... 85

C. Temuan Studi yang Dihubungkan Dengan Kajian Teori... 88

1. Wujud Solidaritas Mekanik Masyarakat Pengrajin - Mainan Desa Ngaglik ... 88

2. Strategi Bertahan Masyarakat Pengrajin Mainan ... 96

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN... 106

A. Simpulan ... 106

(13)

commit to user

xiii

C. Saran ... 112

DAFTAR PUSTAKA... 114

(14)

commit to user

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Masyarakat, Subsistem dan Imperatif Fungsionalnya... 18

(15)

commit to user

xv

DAFTAR GAMBAR

1. Gambar 1 Skema Kerangka Berfikir ... 22

(16)

commit to user

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

1.Field Note ... 117

2.Foto-foto penelitian... 195

3.Peta... 208

4.Daftar Aparat Pemerintah Desa Ngaglik... 209

5.Susunan Keanggotaan Permusyawaratan Desa ... 210

6.Susunan Pengurus Lembaga Pemberdayaan Masyarakat ... 211

7.Susunan Pengurus Lembaga Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga 212 8.Data Nama Ketua RW dan Ketua RT ... 213

9.Surat Permohonan Ijin Menyusun Skripsi ... 214

10.Surat Permohonan Ijin Menyusun Skripsi Kepada PD 1 ... 215

11.Surat Permohonan Ijin Research Kepada Rektor UNS... 216

12.Surat Permohonan Ijin Menyusun Skripsi Kepada Kepala Bakesbang Polinmas ... 217

13.Surat Rekomendasi Research dari Bakesbang Polinmas Wonogiri.. 218

14.Surat Permohonan Ijin Menyusun Skripsi Kepada Kepala Desa - Ngaglik ... 219

15.Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian... 220

16.Curiculum Vitae... ... 221

(17)

commit to user

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan suatu negara kepulauan yang sebagian besar

penduduknya mempunyai mata pencaharian di sektor pertanian. Petani hidup di

daerah pedesaan yang aktivitas hidup utamanya pada bidang pertanian adalah ciri

utama agraris. Namun tanah yang merupakan sumber utama kehidupan

masyarakat desa semakin sempit disebabkan oleh tingkat pertumbuhan dan

penyebaran penduduk yang tidak merata sehingga terjadi pengalihan lahan

perumahan dan industri, disamping itu terjadinya mekanisasi di sektor pertanian

yang berakibat makin berkurangnya pekerjaan sektor pertanian.

Petani di Pulau Jawa mempunyai lahan yang sempit dimana kepemilikan

tanah mereka rata-rata kurang dari 0,5 hektar. Faktor sempitnya tanah

mengakibatkan hasil pertanian tidak sesuai dengan pemenuhan kebutuhan pokok

keluarga (Husein Sawit, 1979: 9). Data ini memperlihatkan bahwa antara jumlah

tenaga kerja yang ada dengan luas lahan pertanian yang tersedia tidak seimbang.

Berkaitan dengan hal itu diperlukan kesempatan kerja di luar sektor pertanian

yang mampu menampung kelebihan tenaga kerja di sektor pertanian serta dapat

memperbaiki pendapatan keluarga. Sektor pertanian semakin kurang bisa

diandalkan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup masyarakat desa. Hal tersebut

dibuktikan oleh semakin banyaknya orang yang tinggal di lingkungan pertanian

yang menyandarkan hidup mereka di sektor perdagangan, jasa, industri dan

kerajinan.

Pekerjaan diluar sektor pertanian merupakan sumber penting bagi

ekonomi rumah tangga pedesaan. Petani dalam banyak kasus menghabiskan

sebagian waktu atau bahkan seluruh waktunya baik di desanya atau di luar

desanya bekerja di luar sektor pertanian. Masyarakat desa awalnya mengganggap

bahwa pekerjaan di luar sektor pertanian hanyalah sebagai pekerjaan sampingan

(18)

commit to user

produksi merosot rendah karena serangan hama penyakit. Namun saat ini banyak

fenomena yang cukup menarik yaitu pekerjaan sampingan tersebut justru menjadi

pekerjaan utama dari masyarakat desa. Pekerjaan diluar sektor pertanian pada

masyarakat pedesaan diharapkan mampu menjadi pengganti pendapatan disektor

pertanian bagi masyarakat desa.

Masyarakat Bulukerto adalah masyarakat pertanian, Desa Ngaglik

termasuk salah satu desa yang ada di Kecamatan Bulukerto yang sumber mata

pencahariannya di sektor pertanian. Namun tanah yang pertanian yang dimiliki

penduduk tidak dapat mencukupi kebutuhan pokok perkepala keluarga

dikarenakan lahan yang mereka miliki sempit dengan tanah pertanian yang

bermutu sedang yang mengandalkan pengairan dari air sungai (setengah irigasi)

dan tadah hujan, sehingga tingkat produksinya rendah. Hasil pertanian hasilnya

hanya cukup untuk makan seluruh penduduk selama 10 bulan setiap tahunnya

(Sumber : wawancara di kantor desa tanggal 19 Maret 2009). Oleh karena itu

masyarakat berupaya menambah pendapatan dengan membuat kerajinan.

Tidak semua wilayah memiliki potensi kerajinan yang mendapat sorotan

dari masyarakat. Kalaupun ada tempat industri kerajinan rumah tangga tentunya

masing-masing memiliki karakteristik yang tidak dimiliki wilayah lain. Seperti

yang diungkapkan Bupati Wonogiri, Begug Poernomosidi SH mengatakan bahwa

Wonogiri memiliki potensi kerajinan yang luar biasa dan bersifat spesifik. Oleh

karena itu masyarakat diharapkan meningkatkan kreativitas termasuk di Desa

Ngaglik Kecamatan Bulukerto Kabupaten Wonogiri yang memiliki industri

kerajinan mainan sehingga dapat menambah penghasilan, memperbaiki

kesejahteraan dan nasib kehidupannya.(Sumber : Bambang Purnomo, 2006)

Desa Ngaglik merupakan salah satu penghasil kerajinan mainan yang

cukup banyak ditemukan di Kecamatan Bulukerto. Pengrajin mainan dapat

ditemui dengan mudah di banyak tempat karena 30% masyarakat berprofesi

sebagai pengrajin mainan. Aneka kerajinan mainan tersebut adalah terompet dan

empet yang dibuat oleh 630 orang, topeng yang dibuat oleh 15 orang, kitiran

dibuat oleh 48 orang dan wayang kardus yang dibuat oleh 32 orang (Sumber :

(19)

commit to user

Keberadaan terompet mainan sendiri sudah ada sejak tahun 1978,

pertama kalinya terompet-terompet hasil karya masyarakat Ngaglik dijual ke

Surabaya. Keberadaan terompet mainan sepertinya tidak dapat dilepaskan dengan

event menyambut Tahun Baru. Sebab, telah menjadi tradisi bagi orang kota, pada

setiap menyongsong pergantian tahun mereka ramai-ramai meniupkan terompet.

Tradisi tahunan penyambutan tahun baru itu memberikan kesempatan kepada para

perajin terompet di pedesaan di Kecamatan Bulukerto yang selalu melakukan

persiapan panjang sebelum menjajakan terompetnya di malam penyambutan

Tahun Baru. Ada yang memulai persiapan sejak tiga atau empat bulan yang

lampau. Pada saat Tahun Baru hampir semua penduduk baik pria dewasa dan

sebagian penduduk wanita membuat terompet tahun baru. Bahkan mereka yang

bekerja sebagai PNS setiap menjelang tahun baru mengambil cuti selama tiga hari

hanya untuk membuat terompet tahun baru. Sekdes Ngaglik Supriyatno

mengatakan bahwa keuntungan dari berjualan terompet memang menjanjikan,

apalagi saat menjelang natal dan tahun baru, biasanya beliau juga mengambil cuti

(Sumber : wawancara di kantor desa tanggal 19 Maret 2009).

Namun demikian, masih ada kerajinan lain yang dihasilkan masyarakat

setempat. Kerajinan tersebut adalah topeng, kitiran, terompet dan wayang yang

terbuat dari bahan karton, masyarakat setempat menyebutnya ”Wayang Kardus”.

Berbeda dengan terompet yang produksinya mencapai puncaknya saat menjelang

tahun baru. Topeng, kitiran dan wayang kardus diproduksi oleh para pengrajin

sepanjang tahun. Sejarah adanya kerajinan wayang kardus di mulai jauh sebelum

kerajinan terompet ada yaitu sekitar tahun 1950. Menurut Sekretaris desa dan

masyarakat setempat asal mula kerajinan itu tidak terlepas dari peran almarhum

Mbah Dikromo yang dulu juga menjual kalung opak (sejenis penganan) dan

mainan berupa wayang kardus dan kitiran. Saat itu beliau membuat wayang

kardus dan kitiran namun masih sederhana baik dalam bentuk dan ukuran,

selanjutnya dijual ke berbagai daerah seperti Magelang, Madiun, Nganjuk dengan

berjalan kaki (Sumber : wawancara di kantor desa tanggal 19 Maret 2010).

Industri mainan di Desa Ngaglik dapat bertahan hingga sekarang

(20)

commit to user

modern yang beredar di pasaran. Bisa dikatakan semua warga di Desa Ngaglik

mahir membuat terompet dan mainan lainya sesuai dengan kreativitasnya

masing-masing. Industri mainan ini dikerjakan oleh anggota keluarga yaitu ayah, ibu,

anak, kakek dan nenek. Sehingga peneliti tertarik untuk meneliti kehidupan sosial

ekonomi masyarakat pengrajin mainan di Desa Nganglik, Kecamatan Bulukerto

Kabupaten Wonogiri. Dalam penelitian ini penulis mengambil judul,

“KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT PENGRAJIN

MAINAN”(Studi Kasus Tentang Relasi Sosial dan Stategi Bertahan

Masyarakat Pengrajin Mainan di Desa Ngaglik, Kecamatan Bulukerto,

Kabupaten Wonogiri).

B. Perumusan Masalah

Bagaimanakah kehidupan sosial ekonomi masyarakat pengrajin mainan

di Desa Ngaglik, Kecamatan Bulukerto, Kabupaten Wonogiri dilihat dari:

1. Bagaimana relasi sosial yang terjalin antara masyarakat pengrajin dengan

masyarakat sekitar, dengan sesama pengrajin, dengan pembeli dan dengan

aparat pemerintah terkait ?

2. Bagaimana strategi bertahan masyarakat Ngaglik dalam melangsungkan usaha

kerajinan mainan ?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka

penelitian ini bertujuan:

1. Untuk mendeskripsikan relasi sosial yang terjalin antara masyarakat pengrajin

dengan masyarakat sekitar, dengan sesama pengrajin, dengan pembeli dan

dengan aparat pemerintah terkait.

2. Untuk mendeskripsikan strategi bertahan masyarakat Ngaglik dalam

(21)

commit to user

D. Manfaat Penelitian

Dari penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk:

1. Manfaat Teoritis

a. Teridentifikasinya strategi bertahan masyarakat Ngaglik dalam

melangsungkan usaha kerajinan terompet di Desa Ngaglik Kecamatan

Bulukerto Kabupaten Wonogiri dalam analisis Parson melalui skema

AGIL yang meliputi Adaptation (Adaptasi), Goal attainment (Pencapaian

tujuan), Integration (Integrasi) dan Latency (Latensi atau pemeliharaan

pola).

b. Menambah wawasan tentang adanya relasi sosial masyarakat pengrajin

mainan dan masyarakat sekitar dalam analisis Emile Durkheim yang

melihat solidaritas mekanik yang tercipta di masyarakat

c. Dapat digunakan sebagai acuan bagi peneliti-peneliti sejenis untuk tahapan

selanjutnya yang lebih baik.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi penulis digunakan sebagai salah satu syarat menempuh jenjang

pendidikan Stata-1 Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas

Sebelas Maret.

b. Bagi Pemerintah serta instansi pemerintah desa, khususnya Pemerintah

Daerah tingkat II Kabupaten Wonogiri penelitian ini diharapkan dapat

memberi masukan dalam menetapkan kebijaksanaan pengembangan

pedesaan.

c. Bagi Pengrajin, dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat

memberikan masukan yang bermanfaat bagi masyarakat pengrajin mainan,

sebagai bahan informasi untuk mengambil keputusan untuk

(22)

commit to user

BAB II

LANDASAN TEORI

A.Tinjauan Pustaka

Kehidupan sosial ekonomi merupakan aktivitas yang menyangkut

seseorang dalam hubungannya dengan orang lain untuk memenuhi kebutuhan

hidupnya. Ada sebuah pola saling keterpautan antara dua sendi kehidupan yaitu

sosial dan ekonomi. Keduanya berada dalam sebuah sistem yang disebut

masyarakat. Kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat

istiadat tertentu yang bersifat kontinyu, dan yang terikat oleh suatu rasa identitas

bersama dengan berkelompok dan menempati suatu wilayah dengan menjunjung

adat istiadat setempat dikenal dengan istilah masyarakat (Koentjaraningrat, 1990:

146). Masyarakat adalah golongan besar atau kecil terdiri dari beberapa manusia,

dengan atau karena sendirinya berkaitan secara golongan dan

pengaruh-mempengaruhi satu sama lain (Hassan Shadily, 1984: 47). Parson seorang aliran

sosial fungsionalis memandang masyarakat sebagai suatu sistem tersendiri yang

dilingkupi oleh kepribadian dan sistem budaya (Pasaribu dan Simandjuntak, 1986:

16). Masyarakat bukan hanya sekedar suatu penjumlahan individu semata-mata

melainkan suatu sistem yang dibentuk dari hubungan antar mereka, sehingga

menampilkan suatu realita tertentu yang mempunyai ciri-cirinya sendiri

(Durkheim dalam Berry 1981: 5).

Sebagai suatu pergaulan hidup atau suatu bentuk kehidupan bersama

manusia, maka masyarakat itu mempunyai ciri-ciri pokok yaitu sebagai berikut :

1. kelompok manusia.

2. yang sedikit banyak memiliki kebebasan dan bersifat kekal.

3. menempati suatu kawasan.

4. memiliki kebudayan.

5. memiliki hubungan dalam kelompok yang bersangkutan (Horton dan Hunt

dalam Ridwan Effendi, 2004: 10)

Dengan demikian, karakteristik dari masyarakat itu terutama terletak pada

(23)

commit to user

memiliki kebudayaan serta terjalin dalam suatu hubungan di antara

anggota-anggotanya. Sistem kehidupan masyarakat menimbulkan kebiasaan, sikap, tradisi

dan kebudayaan yang selalu didukung oleh masyarakat pendukungnya, oleh

karena itu setiap anggota kelompok merasa terikat dan mempunyai hubungan

yang sangat erat satu sama lainya. Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan

bahwa masyarakat pada hakikatnya adalah satu wujud dari kesatuan hidup

manusia yang di dalamnya mempunyai ciri-ciri adanya interaksi, adanya ikatan

pada tingkah laku khas di dalam suatu sektor kehidupan yang mantap dan

kontinyu serta adanya identitas terhadap kelompok dimana manusia itu menjadi

bagian dari padanya.

Masyarakat biasanya menempati suatu wilayah tempat tinggal. Apabila

anggota-anggota suatu kelompok baik itu kelompok besar ataupun kecil hidup

bersama sehingga merasakan bahwa kelompok tersebut dapat memenuhi

kepentingan-kepentingan hidup yang utama, maka kelompok tadi disebut

masyarakat setempat. ”Masyarakat setempat adalah suatu wadah dan wilayah dari

kehidupan sekelompok orang yang ditandai oleh adanya hubungan sosial”

(Basrowi, 2006: 37). Di dalam masyarakat setempat terdapat tipe-tipe masyarakat

yang saling berpautan, klasifikasi masyarakat setempat menggunakan empat

kriteria, yaitu:

1. jumlah penduduk,

2. luas, kekayaan dan kepadatan penduduk daerah pedalaman,

3. fungsi-fungsi khusus masyarakat setempat terhadap seluruh masyarakat,

4. organisasi masyarakat setempat yang bersangkutan (Soerjono Soekanto, 2007:

143).

Klasifikasi masyarakat setempat menurut jumlah penduduk maksudnya,

kelompok manusia dapat dikatakan sebagai masyarakat apabila mereka

membentuk suatu kelompok yang terdiri dari banyak orang. Masyarakat juga

harus memiliki lahan yang luas untuk ditempati sekelompok orang dengan

batas-batasnya, lahan tersebut memiliki kekayaan yang dapat digunakan untuk

kebutuhan masyarakat seperti bertani, berladang dan mendirikan tempat tinggal

(24)

commit to user

orang, wadah penampung kebersamaan, serta sebagai pelindung warga

masyarakat. Masyarakat juga membentuk organisasi sebagai penampung aspirasi

masyarakat dalam berkelompok. Dari pendapat di atas, masyarakat setempat dapat

disimpulkan sekelompok manusia yang berhubungan erat saling timbal balik

dengan menempati suatu wilayah dengan batas-batasnya dan memiliki norma adat

istiadat.

Dalam masyarakat modern, masyarakat dibedakan menjadi dua, yaitu

masyarakat pedesaan atau rural community dan masyarakat perkotaan atau urban

comunity (Soerjono Soekanto, 2007: 136).

Rural Communities are localities which are usually small having a homogeneity of culture and personal relationships

.

Althougt Urban Communities Refer to the cities or urban ettlements characterized by size, density and heterogeneity, which in combination provide the basis for a complex division of labor and fundamental changes in the nature of social relationships. (Sañana and Pajarillo, 2010: 6)

Pedesaan adalah daerah yang pada umumnya kecil memiliki homogenitas budaya dan hubungan pribadi. Sedangkan perkotaan dicirikan oleh ukuran, kepadatan dan heterogenitas, yang dalam kombinasi memberikan dasar untuk pembagian kerja yang kompleks dan perubahan mendasar di dalam hubungan sosial (Sañana and Pajarillo, 2010: 6)

Perbedaan masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan sebenarnya

tidak mempunyai hubungan dengan pengertian masyarakat sederhana, karena

dalam masyarakat modern, betapa pun kecilnya suatu desa, pasti ada

pengaruh-pengaruh dari kota. Perbedaan masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan,

pada hakekatnya bersifat gradual (Soerjono Soekanto, 2007: 136).

Dalam memahami masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan tidak bisa di definisikan secara universal dan obyektif, tetapi berpatokan pada ciri-ciri masyarakat. Ciri-ciri itu ialah adanya sejumlah orang, tinggal dalam daerah tertentu, adanya sistem hubungan, ikatan atas dasar kepentingan bersama, tujuan dan bekerja bersama, ikatan atas dasar

unsur-unsur sebelumya, rasa solidaritas, sadar akan adanya

(25)

commit to user

Dalam penelitian ini hal utama yang akan dibahas adalah mengenai

kehidupan masyarakat desa. Umumnya penduduk pedesaan di Indonesia ini

apabila ditinjau dari segi kehidupan, sangat terikat dan tergantung dari tanah.

Biasanya mereka bertani semata-mata untuk mencukupi kebutuhan sendiri dan

tidak untuk dijual. Mereka puas apabila kebutuhan keluarga telah terpenuhi, cara

bertani inilah yang dinamakan subsistence farming (Wharton dalam Raharjo,

2004: 70).

Dalam mengambarkan masyarakat agraris Scott mengungkapkan moral

ekonomi petani etika subsistensi berusaha menghindari kegagalan yang

menghancurkan kehidupannya dan bukan berusaha memperoleh keuntungan besar

dengan mengambil resiko (Damsar, 2002:67). Karena lahan-lahan pertanian juga

yang terbatas mendorong masyarakat untuk mencari alternatif lain sebagai mata

pencaharian hidup. Seperti yang dikemukakan oleh Scott (1989: 20) bahwa :

”pada satu keluarga yang jumlah anggotanya tidak berubah, proporsisi waktu dalam satu tahun yang digunakan untuk membuat barang-barang kerajinan tangan dan untuk bekerja sebagai tukang semakin besar apabila lahan yang tersedia untuk keluarga itu semakin berkurang.”

Hal ini juga yang terjadi di masyarakat Desa Ngaglik, kehidupan

pertanian yang tidak menjanjikan menyebabkan para petani mencari usaha lain

diluar sektor pertanian. Salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan hidup pada

masyarakat Ngaglik dilakukan dengan membuat kerajinan mainan. Kerajinan

mainan di Desa Ngaglik tumbuh dan berkembang secara alamiah dari spesifikasi

masyarakat setempat yang menghasilkan beraneka macam mainan. Kerajinan

sendiri mempunyai pengertian merupakan ketrampilan yang berhubungan dengan

suatu pembuatan barang yang dikerjakan secara teliti dan biasanya dominan

dikerjakan dengan tangan atau sedikit menggunakan teknologi (Sulaiman dalam

Mahendra Wijaya, 2001: 30). Sedangkan Larasati Suliantoro Sulaiman

mengemukakan bahwa pengertian dari kerajinan dapat ditinjau dari beberapa arti :

1. Kerajinan secara umum dapat diartikan suatu ketrampilan yang dihubungkan

dengan suatu pembuatan barang yang harus dikerjakan secara rajin dan teliti,

(26)

commit to user

2. Kerajinan dilihat dari aspek budaya

Kerajinan berhubungan erat dengan sistem upacara kepercayaan, pendidikan,

kesenian, teknologi, peralatan bahkan juga mata pencaharian.

(Mubyarto, 1985: 360-363).

Sehingga dapat disimpulkan bahwa kerajinan merupakan suatu

ketrampilan tenaga manusia untuk menciptakan suatu barang yang bernilai.

Dalam suatu penciptaan hasil karya kerajinan tentunya tidak lepas dari keberadaan

pengrajin. Pengrajin memegang peranan penting dalam mewujudkan produk

kerajinan.

Perajin adalah orang yang mempunyai kecakapan atau ketrampilan dalam bentuk suatu seni atau kemahiran dalam menggunakan alat perkakas. Tetapi pekerjaan yang menyangkut kecakapan dalam penguasaan teknis dan perkakas itu tidak menuntut adanya suatu penciptaan ataupun keaslian (Larasati Suliantoro Sulaiman dalam Mubyarto, 1985: 364).

Sedangkan pengertian pengrajin menurut Anton M. Moeliono dalam

Kamus Besar Bahasa Indonesia (1988: 721) pengrajin adalah orang yang

pekerjaanya membuat kerajinan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengrajin

mainan adalah sekelompok individu yang mempunyai keahlian dan melakukan

aktivitas membuat mainan, baik pekerjaan itu sebagai mata pencaharian pokok

maupun sampingan dengan menggunakan ketrampilan tangan para pekerjanya dan

alat-alat yang sangat sederhana. Kerajinan mainan yang ada di Desa Ngaglik ini

tidak membuat masyarakatnya meninggalkan pekerjaanya sebagai seorang petani,

sebab kerajinan mainan ini merupakan pekerjaan sampingan dari masyarakat

Ngaglik tapi tidak menutup kemungkinan bahwa kerajinan mainan justru menjadi

pekerjaan yang primer bagi unit-unit keluarga. Untuk melihat kehidupan sosial

ekonomi masyarakat pengrajin mainan, dalam penelitian ini akan dibahas tentang:

1. Relasi Sosial Masyarakat Pengrajin Mainan

Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri

(27)

commit to user

Manusia selalu berelasi, berinteraksi, berkomunikasi dan saling membutuhkan. Di

dalam dirinya ada hasrat untuk berhubungan baik dengan orang lain dengan orang

lain dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Masing-masing individu sadar

akan kekurangan yang ia miliki dan tidak mungkin semua kebutuhan hidupnya

dapat dipenuhi sendiri.

Upaya untuk memenuhi kepentingan individu tersebut bisa terlihat dari

terbentuknya relasi sosial dalam masyarakat sesuai dengan lingkunganya dan

kemampuanya. Manusia dengan sendirinya akan berelasi atau membentuk

hubungan sosial dengan orang lain. Bintarto berpendapat bahwa relasi adalah

hubungan antara dua gejala, dua komponen, dua individu atau lebih yang dapat

menimbulkan pengaruh (1983: 63). Dengan demikian maka relasi sosial itu

merupakan hubungan yang dinamis dalam kehidupan masyarakat yang dapat

dimulai dari pertemuan antara dua orang, di mana kedua orang tersebut saling

menegur, berjabat tangan dan saling berbicara, saling mempengaruhi,

mengemukakan pendapat, perasaan, harapan yang ada di benaknya. Relasi

menimbulkan pengaruh timbal balik antara individu dan golongan di antara usaha

individu dan golongan itu untuk mencapai tujuannya.

Adanya relasi sosial yang terjalin dalam kelompok masyarakat

mengakibatkan terbentuknya kesadaran kolektif di antara para pelaku sosial.

Kesadaran kolektif ini sangat penting dalam membangun kekuatan suatu

komunitas masyarakat, termasuk dalam masyarakat pengrajin mainan di Ngaglik.

Perasaan saling memiliki diperlukan untuk meningkatkan produktivitas pengrajin

itu sendiri. Selama menekuni pekerjaan membuat kerajinan mainan, pengrajin

harus menjalin relasi yang baik dengan berbagai pihak yang nantinya akan

menguntungkan pengrajin itu sendiri. Dalam kehidupan bermasyarakat, pengrajin

menjalin hubungan satu sama lain dengan prinsip saling memberi dan menerima.

Orang akan berelasi dan berinteraksi saling bantu membantu dalam kehidupan

sosialnya agar hubungan ekonominya tetap terjalin dengan baik

Ferdinand Tonnies memberikan konsep gemeinschaft untuk masyarakat

desa. Gemeinschaft adalah bentuk kehidupan bersama di mana anggotanya diikat

(28)

commit to user

gemeinshaft terutama akan dijumpai dalam keluarga, kelompok kekerabatan,

rukun tetangga, desa dan lain sebagainya (Basrowi, 2006: 128-129). Sedangkan

Gesellshaft merupakan bentuk kehidupan bersama dimana para anggotanya

mempunyai hubungan yang bersifat pamrih dan dalam waktu pendek (Dwi

Narwoko dan Bagong Suyanto, 2006: 33)

Menurut Charles H. Cooley konsep primary group dan secondary group.

Primary group adalah kelompok-kelompok yang dicirikan kenal-mengenal antara

anggota-anggotanya serta kerjasama erat yang bersifat pribadi. Sebagai salah satu

hasil hubungan yang erat dan pribadi tadi adalah peleburan daripada

individu-individu dalam satu kelompok sehingga tujuan individu-individu-individu-individu juga menjadi

tujuan dalam kelompoknya ( Soerjono Soekanto, 2007 : 110). Kelompok primer

atau primary group ini sangat berguna sekali bagi individu, baik dalam hal

kepentingan maupun keamanan individu sehubungan dengan adanya hubungan

yang erat di antara para anggotanya. Kelompok primer atau primary group dalam

konteks masyarakat dapat dikarakteristikan dalam masyarakat pedesaan. Sedang

untuk kelompok sekunder atau secondary group, Cooley tidak menyebutkan

ciri-ciri yang khas. Namun dapat dikatakan bahwa segala sesuatu yang telah dikatakan

pada kelompok primer adalah kebalikan dari kelompok sekunder. Kelompok

sekunder dapat dikarakteristikan seperti masyarakat kota dimana tingkat

individualisnya sangat tinggi.

Solidaritas sosial juga dapat dijadikan sebagai faktor penentu perbedaan

karakteristik antara desa dan kota. Solidaritas menunjuk pada suatu keadaan

hubungan antara individu dan atau kelompok yang didasarkan pada perasaan

moral dan kepercayaan yang dianut bersama dan diperkuat oleh pengalaman

emosional bersama (Johson, 1988: 181). Solidaritas sosial pada masyarakat

pedesaan lebih didasarkan atas kesamaan-kesamaan sedangkan pada masyarakat

perkotaan justru didasarkan pada perbedaan-perbedaan. Kesamaan-kesamaan atas

dasar solidaritasnya menciptakan hubungan yang bersifat informal pada

masyarakat desa, sebaliknya pada masyarakat perkotaan, karena solidaritasnya

didasarkan pada ketidaksamaan yang tercipta karena adanya pembagian kerja

(29)

commit to user

Durkheim memberikan karakteristik desa dengan konsepnya tentang

solidaritas mekanik yaitu dengan ciri-ciri :

a. Pembagian kerja rendah

b. Kesadaran kolektif kuat

c. Hukum represif dominan

d. Individualitas rendah

e. Konsensus terhadap pola-pola normatif itu penting

f. Keterlibatan komunitas dalam menghukum orang-orang yang menyimpang

g. Secara relatif saling ketergantungan itu rendah

h. Bersifat primitif atau pedesaan (Johnson, 1988: 188)

Ciri-ciri yang diungkapkan Durkheim di atas dapat digunakan untuk

menganalisa masyarakat. Pada masyarakat desa biasanya terdapat

kepercayaan-kepercayan dan sentimen bersama yang sama. Solidaritas tergantung pada

individu-individu yang memiliki sifat-sifat yang sama dan menganut kepercayaan

dan pola normatif yang sama juga, oleh karena itu individualitas tidak

berkembang, individualitas terus menerus dilumpuhkan oleh tekanan yang besar

sekali untuk konformitas.

Konformitas diartikan sebagai bentuk interaksi yang di dalamnya

seseorang berperilaku terhadap orang lain sesuai dengan harapan kelompok

(Shepard dalam Kamanto Sunarto, 2004: 185). Sedangkan Merton mengartikan

bahwa konformitas adalah cara adaptasi individu dalam mana perilaku mengikuti

tujuan yang ditentukan masyarakat dan mengikuti cara yang ditentukan

masyarakat untuk mencapai tujuan tersebut (Kamanto Sunarto, 2004: 185). Jadi

dapat disimpulkan bahwa konformitas adalah penyesuaian diri dengan masyarakat

dengan cara mengindahkan kaidah dan nilai-nilai dalam masyarakat itu sendiri.

Suatu kaidah akan timbul dalam suatu masyarakat karena diperlukan sebagai

pengatur hubungan antara seorang dengan orang lain, antara seseorang dengan

masyarakatnya. Dalam masyarakat yang primitif atau pedesaan, homogen dan

tradisional konformitas warga masyarakat kuat. Misalnya dalam pemeliharan dan

mempertahankan tradisi. Dalam menghukum seseorang yang menyimpang di

masyarakat, terkadang tidak menyesuaikan hukuman itu dengan tindak kejahatan,

(30)

commit to user

Suatu aturan hukum bisa didefinisikan sebagai suatu aturan berperilaku yang mempunyai sanksi. Sanksi represif merupakan ciri khas dari hukum pidana dan terdiri atas suatu pemaksaan suatu bentuk penderitaan atas diri individu sebagai hukuman atas pelanggaran yang dia lakukan. Sanksi-sanksi demikian meliputi pencabutan kebebasan, mengenakan rasa nyeri, kehilangan hormat dan sebagainya. Kejahatan adalah tindakan yang melanggar perasaan yang secara universal telah disepakati anggota-anggota masyarakat. Landasan moral yang tersebar dari hukum pidana terbukti dari sifatnya yang umum (Giddens, 1986: 93)

Ciri khas yang penting dari solidaritas mekanik adalah bahwa solidaritas

itu didasarkan pada suatu tingkat homogenitas yang tinggi dalam kepercayaan,

sentimen dan sebagainya. Homogenitas terjadi jika pembagian kerja sangat minim

sehingga secara relatif saling ketergantungan rendah.

Durkheim juga memberikan karakteristik kota dengan konsepnya

tentang solidaritas organik yaitu dengan ciri-ciri :

a. Pembagian kerja tinggi

b. Kesadaran kolektif lemah

c. Hukum retitutif dominan

d. Individualitas tinggi

e. Konsensus pada nilai-nilai abstrak dan umum itu penting

f. Badan-badan kontrol sosial yang menghukum orang-orang yang menyimpang

g. Saling ketergantungan yang tinggi

h. Bersifat industrial-perkotaan (Johnson 1988: 188)

Solidaritas organik bukan hanya berasal dari penerimaan suatu perangkat

bersama dari kepercayaan atau sentimen tapi dari ketergantungan fungsional di

dalam pembagian kerja. Pada masyarakat kota terdapat spesialisasi pekerjaan,

setiap posisi yang ada menuntut adanya keahlian tertentu. Perluasan pembagian

kerja kemudian dikaitkan dengan individualisme yang makin meningkat. Hal

inilah yang menyebabkan tingkat individualisnya tinggi, bahkan sampai pada

kehidupan sosialnya. Masyarakat kota cenderung menutup diri dengan lingkungan

sekitar. Masyarakat kota mengenal adanya hukum restitutif. Orang-orang yang

menyimpang tersebut dihukum melalui badan-badan kontrol sosial. ”Dalam

hukum restitutif, segi komitmen hukum secara khusus di definisikan menurut

jenisnya, baik kewajiban maupun hukumanya atas suatu pelanggaran” (Giddens,

(31)

commit to user

hubungan sebelum terjadi pelanggaran undang-undang. Dengan demikian bila

seseorang menyatakan dirugikan orang lain maka inti proses hukumnya adalah

mengusahakan ganti rugi kepada si penuntut jika tuntutannya dikabulkan.

Ciri khas yang penting dari solidaritas organik adalah bahwa solidaritas

itu didasarkan pada suatu tingkat heterogenitas yang tinggi dalam kepercayaan,

sentimen, kehidupan dan kepercayaan. Heterogenitas tinggi terjadi jika pembagian

kerja sangat beraneka ragam sehingga tercipta ketergantungan yang cukup tinggi.

Dalam penelitian ini, relasi sosial yang dibahas adalah

hubungan-hubungan sosial yang terjadi dalam kehidupan masyarakat Ngaglik yang meliputi

relasi sosial yang terjalin antara masyarakat pengrajin dengan masyarakat sekitar,

pengrajin dengan sesama pengrajin, pengrajin dengan pembeli dan aparat

pemerintah terkait dalam kaitannya mengenai masalah perekonomian dengan

mengunakan pendekatan analisis Durkheim mengenai konsep solidaritas mekanik

dan organik.

2. Strategi Bertahan Masyarakat Pengrajin Mainan

Masalah pemenuhan kebutuhan hidup merupakan hal yang sangat

penting dalam rangka bertahan hidup bagi rumah tangga, oleh karena itu

diperlukan strategi yang merupakan usaha pengrajin untuk mengadaptasikan diri

pada perubahan sosial, ekonomi, budaya serta kekuatan-kekuatan lainya diluar

unit kolektif masyarakat pengrajin tersebut. Seorang pengrajin dalam sebuah

komunitas masyarakat mengenal adanya modal sosial (social capital).

(32)

commit to user

Modal sosial bisa didefinisikan sebagai pendukung hubungan manusia yang memungkinkan orang untuk bekerja sama untuk tujuan yang sama. Secara khusus, "kepercayaan" mendasari dan mendukung lembaga-lembaga. Kepercayaan adalah hubungan sukarela dibangun melalui pola umum sosialisasi dan penerimaan dari lembaga-lembaga, aturan, norma, identitas, dan kepercayaan (Fukuyama, 1995). Robert Putnam (1993) menunjukkan bagaimana modal sosial atau kurangnya itu beroperasi di bagian yang berbeda dari Italia. Putnam menunjukkan hubungan antara modal sosial dan norma-norma demokratis penerimaan. Di Amerika Serikat, modal sosial sering digunakan untuk mempromosikan pembangunan masyarakat dan ekonomi kemakmuran (Briggs, Gittel dan Vidal dalam Savitch and Paul , 2003: 11).

Social capital merupakan tindakan saling mempercayai antara pihak

yang satu dengan yang lain, dimana antara pihak-pihak tersebut selalu sedia

membantu satu sama lain. Social capital dapat diukur dan dilihat dari kepercayaan

atau sifat amanah (trust), solidaritas dan toleransi (Rusdi Syahra dalam Jurnal

Dinamika Vol. 3 No. 2, 2003 :60). Kepercayaan, atau sifat amanah (trust) adalah

kecenderungan untuk menepati sesuatu yang telah dikatakan dengan baik secara

lisan ataupun tulisan. Adanya sifat kepercayaan ini merupakan landasan utama

bagi kesediaan seseorang untuk menyerahkan sesuatu kepada orang lain, dengan

keyakinan bahwa yang bersangkutan akan menepati kewajibanya. Solidaritas,

adalah kesediaan untuk secara suka rela ikut menanggung suatu konsekwensi

sebagai wujud adanya rasa kebersamaan dalam menghadapi suatu masalah.

Sedangkan toleransi adalah kesediaan untuk memberikan kelonggaran baik dalam

bentuk materi maupun non materi. Konsep social capital mengacu pada

relasi-relasi sosial, maupun institusi-institusi, norma sosial dan saling percaya antar

individu atau kelompok sehingga mempunyai dampak positif terhadap

peningkatan kehidupan masyarakat pengrajin itu sendiri. Masyarakat merupakan

kehidupan sosial yang berlangsung dalam suatu wadah. Menurut Talcott Parson

kehidupan sosial harus dipandang sebagai sebuah sistem sosial. Talcott Parsons

mengatakan bahwa:

(33)

commit to user

of culturally structured and shared symbols…”(Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto, 2006: 125)

“…sistem sosial terdiri dalam pluralitas aktor individu berinteraksi satu sama lain dalam situasi yang setidaknya aspek fisik atau lingkungan, aktor yang termotivasi dalam hal kecenderungan untuk optimasi atau kepuasan dan yang berkaitan dengan situasi mereka, termasuk masing-masing lain, didefinisikan dan dimediasi dalam suatu sistem sosial budaya terstruktur dan bersama simbol-simbol…”(Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto, 2006: 125)

Sistem sosial merupakan kumpulan dari beberapa unsur atau komponen

yang dapat ditemukan dalam kehidupan masyarakat yang terdiri dari beberapa

peran (Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto, 2006: 125). Misalnya dalam bidang

pemerintahan ada peran sebagai presiden, menteri, bupati, kepala desa dan

sebagainya, dalam bidang pendidikan terdapat peran sebagai rektor, dosen, guru,

kepala sekolah dan lain sebagainya, dalam bidang kesehatan ada dokter, perawat,

petugas laboratorium, bidan dan lain sebagainya. Karakteristik dari sistem

memperlihatkan bahwa adanya unsur-unsur atau komponen sistem itu saling

berhubungan satu sama lain dan saling tergantung yang dapat ditemukan dalam

setiap kehidupan masyarakat, dimana peran-peran sosial sebagai komponen sistem

sosial itu saling berhubungan dan saling tergantung (Dwi Narwoko dan Bagong

Suyanto, 2006: 125).

Sistem sosial dalam analisis Parson ini dapat menjelaskan strategi

bertahan dalam sebuah masyarakat. Sistem sosial terdiri dari bagian-bagian atau

unsur-unsur yang saling berhubungan satu sama lain, saling tergantung dan berada

dalam suatu kesatuan (Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto, 2006: 124). Sistem

sosial dijelaskan oleh Parson melalui empat subsistem yang menjalankan

fungsi-fungsi utama didalam kehidupan masyarakat yang sering disingkat dengan AGIL,

yaitu:

a. Adaptation (Adaptasi) sebuah sistem harus menyesuaikan diri dengan lingkungan dan menyesuaikan lingkungan itu dengan kebutuhan.

b. Goal attainment (Pencapaian tujuan) sebuah sistem harus mendefinisikan dan mencapai tujuan utama.

c. Integration (Integrasi) sebuah sistem harus mengatur antar hubungan yang menjadi komponennya.

d. Latency (Latensi atau pemeliharaan pola) sebuah sistem harus

(34)

commit to user

[image:34.612.134.507.163.459.2]

maupun pola–pola kultural yang menciptakan dan menopang motivasi (Ritzer, 2003: 121)

Tabel 1 : Masyarakat, Subsistemnya dan Imperatif Fungsionalnya

Fungsi pemeliharaan pola dilaksanakan oleh subsistem fiduciary (misalnya sekolah, keluarga, sistem pendidikan dan budaya)

Fungsi integrasi dilaksanakan

oleh subsistem komunitas

kemasyarakatan

Fungsi adaptasi dilaksanakan oleh

subsistem ekonomi

Fungsi pencapaian tujuan

dilaksanakan oleh subsistem politik

Menurut Talcott Parson, fungsi adaptasi (Adaptation) tersebut akan

dilaksanakan oleh subsistem ekonomi, fungsi pencapaian tujuan (Goal

attainment) akan dilaksanakan oleh subsistem politik (Politicy) dengan mengejar

tujuan-tujuan kemasyarakatan dan memobilisasi aktor dan sumber daya untuk

mencapai tujuan, fungsi integrasi (Integration) akan dilaksanakan oleh subsistem

komunitas kemasyarakatan yang akan mengkoordinasikan berbagai komponen

masyarakat, dan fungsi untuk mempertahankan pola dan struktur masyarakat

(Latency) akan dilaksanakan oleh subsistem fiduciary (misalnya sekolah,

keluarga) dengan menyebarkan kultur (norma dan nilai) kepada aktor sehingga

aktor menginternalisasikan kultur itu (Parson dan Platt dalam Ritzer, 2003:

127-128).

Untuk lebih jelasnya rinciannya adalah subsistem ekonomi akan

melaksanakan fungsi-fungsi ekonomi, dalam penelitian ini pengrajin

melaksanakan produksi barang dan distribusi barang dan jasa. Subsistem ini akan

mengusahakan fasilitas, alat atau sarana yang dapat digunakan untuk mencapai

tujuan sistem. Sistem ekonomi memiliki tanggung jawab utama terhadap

pemenuhan pemenuhan persyaratan fungsional adaptif untuk masyarakat sebagai

suatu sistem sosial. Melalui ekonomi sumber daya alam diubah menjadi fasilitas

yang dapat di gunakan oleh sumber daya manusia (pengrajin) dan bermanfaat

untuk berbagai tujuan, misalnya bekerja menjadi pengrajin untuk memperoleh

uang sehingga bisa memenuhi kebutuhan keluarga seperti makanan, tempat

(35)

commit to user

Sedangkan subsistem politik (policy) akan melaksanakan fungsi

distribusi kekuasaan dan juga memonopoli penggunaan unsur paksaan yang sah

atau legalized power (Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto, 2006: 130). Dalam

masyarakat, subsistem ini akan bekerja untuk memaksimalkan potensi

masyarakat untuk mencapai tujuan kolektifnya. Tujuan individu berhubungan

dengan tujuan masyarakat terutama melalui perannya sebagai warga masyarakat.

Untuk masyarakat yang besar dan komplek, keputusan penting yang berhubungan

dengan tujuan masyarakat akan dipengaruhi oleh kolektifitas. Misalnya saja pada

masyarakat pengrajin ada sebuah paguyupan dan koperasi yang berfungsi sebagai

tempat menampung aspirasi masyarakat pengrajin.

Integrasi menunjuk pada persyaratan terciptanya suatu solidaritas

sehingga para anggotanya bersedia untuk bekerja sama menghindari konflik yang

merusakkan. Bukan berarti bahwa konflik tidak ada, tapi kalau terjadi konflik

harus di selesaikan agar tidak memburuk. Parson mengidentifikasi sistem hukum

dan kontrol sosial keseluruhan sebagai mekanisme utama yang secara khusus

berhubungan dengan masalah integrasi (Johson, 1988: 136). Fungsi integrasi

dilaksanakan oleh subsistem komunitas kemasyarakatan (Contoh :hukum, kontrol

sosial, kebiasaan dan norma-norma sosial) yang mengkoordinasikan berbagai

komponen masyarakat, pengaturan perilaku eksternal dan dengan pelanggaran

yang terjadi. Selain itu institusi-institusi agama mempunyai pengaruh terhadap

fungsi integratif, banyak norma yang mengatur hubungan antarpribadi yang

diperkuat oleh kepercayaan agama serta perasaan sebagai kewajiban moral.

Subsistem fiduciary akan menangani urusan pemeliharan nilai-nilai

budaya yang berlaku dalam proses kehidupan bermasyarakat, terutama untuk

tujuan kelestarian struktur masyarakat (Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto, 2006:

130). Subsistem ini akan memaksimalkan komitmen sosial, motivasi dan

mengendalikan ketegangan perasaan-perasaan individu sehingga mereka dapat

melaksanakan dan berpartisipasi dengan baik dalam kehidupan sosial. Pada

pokoknya pemeliharaan pola akan berhubungan dengan aspek moralitas dari

komponen-komponen di dalam sistem sosial. Yang termasuk dalam subsistem ini

(36)

commit to user

2006: 130). Misalnya institusi keluarga relevan terhadap persyaratan fungsional

latent pattern mainance sebab sosialisasi awal bagi anak-anak terjadi dalam

keluarga. Meskipun fungsi ini dibagi bersama dengan sekolah, keluarga tetaplah

yang terpenting dalam sosialisasi selama anak-anak dan remaja. Sistem

pendidikan merupakan struktur utama lainya yang menyumbang fungsi pattern

mainance dengan memberikan sosialisasi bagi calon baru dari setiap generasi.

Proses sosialisasi sangat penting untuk mempertahankan pola-pola budaya dari

satu generasi ke generasi berikutnya.

“Keempat subsistem tersebut, masing-masing akan bekerja secara

mandiri, tetapi saling tergantung satu sama lain untuk mewujudkan keutuhan dan

kelestarian sistem sosial secara keseluruhan” (Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto,

2006: 130).

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa setiap individu dalam

menjalani kehidupanya selalu ada hambatan. Untuk itu individu selalu berusaha

mendapatkan jalan terbaik untuk keluar dari hambatan tersebut, tidak terkecuali

masyarakat pengrajin di desa Ngaglik yang berusaha keluar dari hambatan dengan

menerapkan keempat sistem tersebut yang meliputi Adaptation (Adaptasi), Goal

attainment (Pencapaian tujuan), Integration (Integrasi) dan Latency (Latensi atau

Pemeliharaan Pola) sehingga kerajinan tersebut hingga saat ini dapat bertahan dan

tetap menjadi pilihan masyarakat.

B.Penelitian Yang Relevan

Sumber penelitian relevan yang digunakan oleh peneliti yaitu penelitian

dari Firman Afendi adalah seorang mahasiswi dari Universitas Sebelas Maret,

Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP), jurusan Sosiologi. Firman mengambil

penelitian dengan judul Jejaring Sosial Ekonomi Perajin Pahat Batu (Studi

Kualitatif Mengenai Jejaring Sosial Ekonomi Masyarakat di Industri Kerajinan

Pahat Batu di Desa Taman Agung Kecamatan Muntilan Kabupaten Magelang)

sebagai syarat untuk memenuhi tugas-tugas dan melengkapi sarjana FISIP.

Penelitian ini sangat menarik karena penelitian ini membahas tentang hasil kerja

(37)

commit to user

setelah adanya kepentingan-kepentingan yang sama dan pada yang bersamaan

mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian terhadap diri sendiri untuk

memenuhi kepentingan tersebut, seperti majikan ingin mendapatkan penghasilan

yang lebih besar dari hasil produksi, buruh mendapat timbal balik dengan

mendapat gaji, pedagang mendapatkan pemasukan. Khusus hubungan intern

antara majikan dengan buruh muncul setelah ada perjanjian terlebih dahulu yang

tentunya perjanjian tersebut berisi kesepakatan-kesepakatan dalam bekerja, baik

itu hubungan kerja Patron Klien, Homework maupun Sub Kontrak. Kesimpulan

dari penelitian ini adalah sektor sosial perajin mempunyai hubungan dengan

sektor ekonomi pengrajin, hubungan tersebut adalah tingkat status sosial yang

dimiliki perajin akan berpengaruh dengan tingkat ekonomi pengrajin. Mengenai

hubungan-hubungan sosial yang terjalin pada umumnya selaras dengan sistem

sosial yang berlaku dan mengabaikan adanya konflik maupun

perubahan-perubahan dalam masyarakat karena masih berkembang rasa kekeluargaan.

Penelitian ini memberikan gambaran bagi peneliti untuk mengetahui

hasil kerja sama perajin dalam hubungan hubungan sosial yang terjalin

dimasyarakat dan keadaan dalam masyarakat sehingga peneliti bisa menjalin

(38)

commit to user

[image:38.612.138.506.102.462.2]

C.Kerangka Berpikir

Gambar 1. Skema Kerangka Berfikir

Keterangan:

Banyak aktivitas terjadi dalam kehidupan masyarakat yang dapat dilihat

dari berbagai sisi di antaranya ekonomi, sosial dan budaya. Dari berbagai aktivitas

tersebut dalam penelitian ini akan mengangkat kehidupan sosial ekonomi

masyarakat pengrajin di suatu desa yaitu Desa Ngaglik yang akan dilihat dari

relasi sosialnya dan bagaimana stategi yang digunakan oleh masyarakat pengrajin

untuk bertahan hidup.

Di dalam industri kerajinan mainan terbentuk adanya suatu relasi sosial

maupun hubungan kerja, hal ini terbentuk sebagai upaya untuk mencapai tujuan.

Dalam setiap relasi sosial maupun hubungan pasti terdapat norma-norma, aturan

maupun kerjasama yang bersifat saling menguntungkan dan timbal balik.

Kerajinan mainan tentu saja berimbas pada perubahan ekonomi masyarakat

setempat dan juga memungkinkan berimbas terhadap masyarakat sekitar yang

Kehidupan Sosial Ekonomi

Masyarakat Pengrajin Mainan

Relasi sosial pengrajin dengan masyarakat sekitar, dengan sesama pengrajin, dengan majikan atau dengan pembeli dan dengan aparat pemerintah yang terkait

Strategi Bertahan masyarakat di Desa Ngaglik dalam

melangsungkan usaha kerajinan mainan

Sistem AGIL (Talcott Parson) Solidaritas Sosial

(39)

commit to user

pekerjaanya bukan sebagai pengrajin mainan, secara langsung pendapatan

masyarakat sekitar akan bertambah dengan keberadaan industri kerajinan rumah

tangga mainan. Sejalan dengan perubahan kehidupan masyarakat, relasi sosial

maupun hubungan sosial ekonomi pada industri mainan tidak hanya bersifat

sederhana saja seperti hanya hubungan antara pengrajin dengan masyarakat

sekitar, pengrajin dengan pengrajin melainkan hubungan yang lebih luas baik

relasi sosial antara pengrajin dengan pembeli maupun pengrajin dengan aparat

pemerintah. Durkheim menjelaskan ada relasi yang dapat dikategorikan yaitu

solidaritas organik dan mekanik yang akan digunakan untuk menganalisis relasi

yang terjadi pada para pengrajin.

Manusia dalam usahanya mempertahankan kelangsungan hidupnya

membutuhkan suatu adaptasi dengan lingkungan tempat mereka tinggal. Untuk

menghadapi persoalan hidup yang melingkupinya maka manusia selalu berusaha

terlibat dalam kegiatan beradaptasi yang diwujudkan melalui strategi bertahan

sebagai bentuk tanggapan terhadap persoalan hidupnya. Tujuan dari strategi

bertahan adalah memenuhi beberapa syarat tertentu agar dapat melangsungkan

kehidupan di lingkungan tempat tinggal mereka. Dalam penelitian ini akan

digunakan empat subsistem yang menjalankan fungsi-fungsi utama di dalam

kehidupan masyarakat yang sering disingkat dengan AGIL yang meliputi

Adaptation (adaptasi), Goal attainment (pencapaian tujuan), Integration

(integrasi) dan Latency (latensi atau pemeliharaan pola) dimana masing-masing

fungsi digunakan untuk menganalisis stategi bertahan masyarakat pengrajin

mainan di Desa Ngaglik sehingga usaha kerajinan ini masih menjadi pilihan

(40)

commit to user

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode adalah prosedur atau cara untuk mengetahui sesuatu secara

sistematis. Sementara metodologi adalah studi yang logis dan sistematis tentang

proses penelitian. Pengertian penelitian menurut Sudjana dan Ibrahim dalam

Djam’an Satori (2009:21), “sebagai suatu kegiatan yang dilakukan secara

sistematik untuk mengumpulkan, mengolah dan menyimpulkan data dengan

menggunakan metode dan teknik tertentu dalam rangka mencari jawaban atas

permasalahan yang dihadapi”. Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar

(2003:42) mengartikan metodologi penelitian adalah “suatu pengkajian dalam

mempelajari peraturan-peraturan yang terdapat dalam penelitian”. Metode

penelitian menurut Ary et.al (1982: 50), “ialah strategi umum yang dianut dalam

pengumpulan dan analisis data yang diperlukan, guna menjawab persoalan yang

dihadapi”. Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa, metodologi

penelitian merupakan bagian dari ilmu pengetahuan yang mempelajari bagaimana

prosedur kerja mencari kebenaran. Kualitas kebenaran yang diperoleh dalam

berilmu pengetahuan terkait langsung dengan kualitas prosedur kerjanya.

Sedangkan metode penelitian adalah cara dan prosedur yang sistematis dan

terorganisasi untuk menyelediki suatu masalah tertentu dengan maksud

mendapatkan informasi untuk digunakan sebagai solusi atas masalah tersebut.

A. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di desa Ngaglik Kecamatan Bulukerto

Kabupaten Wonogiri, dengan pertimbangan :

a. sesuai permasalahan yang akan diteliti.

b. pertimbangan kemudahan dan kelancaran penelitian, karena peneliti juga

berdomisili di Kabupaten Wonogiri.

(41)

commit to user

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini diawali dengan penyusunan proposal, penyusunan desain

penelitian, pengumpulan data, analisis data dan penulisan laporan. Penelitian ini

dilakukan setelah konsultasi pengajuan judul disetujui oleh Dosen Pembimbing

skripsi dan telah mendapatkan ijin dari berbagai pihak yang berwenang baik dari

dalam kampus maupun lembaga atau instansi-instansi yang terkait. Penelitian ini

dilaksanakan terhitung sejak penyusunan proposal sampai penyusunan laporan

[image:41.612.107.518.178.486.2]

yakni dari bulan Februari 2010 sampai bulan Agustus 2010.

Tabel 1: Waktu dan Kegiatan Penelitian

TAHUN 2010

No Kegiatan Feb’10 Mar’10 Apr’10 Mei’10 Jun’10 Jul’10 Agt’10

1 Penyusunan

proposal

2 Perijinan

3 Pengumpulan

data

4 Analisis data

5. Penyusunan

laporan

B. Bentuk dan Strategi Penelitian

1. Bentuk Penelitian

Bentuk penelitian yang digunakan oleh peneliti disini adalah penelitian

kualitatif yang bertujuan untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami

oleh subyek penelitian. Dalam sudut pandang naturalistik, topik penelitian

kualitatif diarahkan pada kondisi asli (yang sebenarnya) dari subyek penelitian

dimana kondisi ini tidak dipengaruhi oleh perlakuan (treatment) secara ketat oleh

peneliti. Metode-metode kualitatif memungkinkan kita memahami masyarakat

secara personal dan memandang mereka sebagaimana mereka sendiri

mengungkapkan pandangan dunianya (Bogdan, 1993: 30). Penelitian kualitatif

(42)

commit to user

subyek penelitian meliputi perilaku, persepsi, tindakan yang sifatnya secara

holistik dan naturalistik. Penafsiran kualitatif secara deskriptif dari fenomena

sosial disajikan dalam bentuk kata-kata dan bahasa dan dengan metode yang

sistematis. Tan mengatakan bahwa deskripsif bertujuan mengambarkan secara

tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu, atau untuk

menentukan frekuensi atau penyebaran suatu gejala atau frekensi adanya

hubungan tertentu antara gejala dan gejala lain dalam masyarakat (Ulber Silalahi,

2009: 28). Pelaksanaan penelitian deskripsif lebih terstruktur, sistematis dan

terkontrol karena peneliti memulai dengan subyek yang telah jelas. Sehingga

penelitian secara deskripsi sangat pas untuk meneliti tentang fenomena sosial

khususnya yang berhubungan dengan tindakan atau perilaku ataupun persepsi

masyarakat sebab dalam penelitian ini peneliti terjun langsung ke lapangan.

Oleh karena itu, metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah

metode penelitian kualitatif deskriptif. Peneliti disini hendak mendeskripsikan

secara rinci dan mendalam mengenai kejadian atau potret apa yang sebenarnya

terjadi, apa adanya di lapangan studinya dan mengambarkan fakta-fakta yang

tampak dilapangan studinya mengenai kehidupan sosial ekonomi masyarakat

pengrajin mainan dengan melihat relasi sosial pengrajin dengan masyarakat

sekitar, sesama pengrajin, pembeli dan aparat pemerintah terkait serta strategi

bertahan masyarakat di Desa Ngaglik dalam melangsungkan usaha kerajinan

mainan. Semuanya akan disajikan dalam bentuk kata-kata dan bahasa dengan

padat dan jelas sehingga dapat menjelaskan kehidupan sosial ekonomi masyarakat

pengrajin mainan .

2. Strategi Penelitian

Strategi diperlukan dalam suatu penelitian untuk memecahkan masalah

yang dirumuskan. Strategi adalah metode yang digunakan untuk mengumpulkan

dan menganalisis data (H. B Sutopo, 2002: 123). Menurut Dedy Mulyana, (2004:

201), ”Studi kasus ialah uraian dan penjelasan komprehensif mengenai berbagai

aspek seorang individu, suatu kelompok, suatu organisasi (komunitas), suatu

(43)

commit to user

inkuiri empiris yang menyelidiki fenomena dalam konteks kehidupan nyata,

bilamana; batas-batas antara fenomena dan konteks tak tampak dengan tegas dan

dimana multi sumber dimanfaatkan.

Tunggal adalah penelitian yang dilaksanakan pada satu karakteristik

karena hanya dilakukan pada satu sasaran (satu lokasi dan satu subyek)”. Disebut

tunggal karena penelitian ini merupakan penataan secara rinci aspek-aspek

tunggal. H.B Sutopo (2002: 112-113) mengungkapkan “aspek tunggal bisa

dilakukan pada sasaran satu orang atau lebih, satu desa, kecamatan, kabupaten,

propinsi, negara, bangsa atau lebih, tergantung adanya kesamaan karakteristiknya

atau adanya keseragaman”.

Strategi yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus tunggal

terpancang. Menurut H.B Sutopo (2002: 112), penelitian terpancang adalah:

Bentuk penelitian terpancang (embedded research) yaitu penelitian

kualitatif yang sudah menentukan fokus penelitian berupa variabel utamanya akan dikaji berdasarkan pada tujuan dan minat penelitianya sebelum peneliti kelapangan studinya. Dalam proposalnya, peneliti sudah menentukan fokus pada variabel tertentu.

Aspek tunggal atau karakteristik dalam penelitian ini yaitu meneliti

masyarakat pengrajin mainan di Desa Nganglik, Kecamatan Bulukerto,

Kabupaten Wonogiri. Sedangkan terpancang artinya memfokuskan pada suatu

obyek penelitian secara intensif. Dalam penelitian ini, permasalahan terfokus pada

kehidupan sosial ekonomi masyarakat pengrajin mainan yang dilihat dari dua (2)

hal yaitu:

a. relasi sosial yang terjalin antara masyarakat pengrajin dengan masyarakat

sekitar, dengan sesama pengrajin, dengan pembeli dan aparat pemerintah

terkait.

b. strategi bertahan masyarakat pengrajin dalam melangsungkan usaha kerajinan

mainan.

Peneliti menggunakan studi kasus tun

Gambar

Tabel 2 Waktu dan Kegiatan Penelitian................................................
Tabel 1 : Masyarakat, Subsistemnya dan Imperatif Fungsionalnya
Gambar 1. Skema Kerangka Berfikir
Tabel 1:  Waktu dan Kegiatan Penelitian
+2

Referensi

Dokumen terkait

Metode Case Based Reasoning (CBR) yang diimplementasikan pada Sistem Pendukung Keputusan Konseling Siswa dapat memberikan solusi untuk masalah perilaku siswa,

Selain menggunakan uji performa untuk mengetai keadaan pada jaringan di SMK N 1 Bancak seperti pada gambar 2, pengujian juga menggunakan pengujian menggunakan torch yang

Terdapat hasil penelitian terdahulu terkait dengan variabel kompensasi eksekutif dan kepemilikan saham eksekutif yang dilakukan oleh Mayangsari (2015) menyatakan hasil

Pendidikan secara parsial memiliki hubungan dengan kategori sedang terhadap eksistensi remaja pengguna Instagram sebesar 0,448 yang berada pada interval

Sistem informasi perpustakaan yang diterapkan di Perpustakaan Abdurrasyid Daeng Lurang Kabupaten Gowa adalah program aplikasi MySipisis. Sistem informasi perpustakaan ini

1) Dimensi tangible (berwujud) Pada dimensi tangible dapat dikatakan belum baik. Hal ini terkait dengan ketersediaan fasilitas-fasilitas pendukung untuk peserta didik

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan, maka rumusan masalah dalam Tugas Akhir ini adalah bagaimana model persediaan barang yang mengalami deteriorating

PENGEMBANGAN KREATIVITAS ANAK USIA DINI BERBASIS PENDIDIKAN ENTERPRENEURSHIP DI TK KHALIFAH 2 SERANG.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu