commit to user
i
KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT PENGRAJIN MAINAN
( Studi Kasus Tentang Relasi Sosial dan Strategi Bertahan Masyarakat
Pengrajin Mainan di Desa Ngaglik, Kecamatan Bulukerto,
Kabupaten Wonogiri Tahun 2010)
SKRIPSI
Oleh:
DIANITA KARTIKA SARI
NIM : K8406003
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
ii
KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT PENGRAJIN MAINAN
( Studi Kasus Tentang Relasi Sosial dan Strategi Bertahan Masyarakat
Pengrajin Mainan di Desa Ngaglik, Kecamatan Bulukerto,
Kabupaten Wonogiri Tahun 2010)
Oleh:
DIANITA KARTIKA SARI
K8406003
SKRIPSI
Ditulis dan Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Mendapatkan Gelar
Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Sosiologi Antropologi
Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial.
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
commit to user
commit to user
v
ABSTRAK
Dianita Kartika Sari, K8406003, KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT PENGRAJIN MAINAN ( Studi Kasus Tentang Relasi Sosial dan Strategi Bertahan Masyarakat Pengrajin Mainan di Desa Ngaglik, Kecamatan Bulukerto, Kabupaten Wonogiri). Skripsi, Surakarta : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret, Agustus 2010.
Tujuan penelitian ini adalah (1) mendiskripsikan relasi sosial yang terjalin antara masyarakat pengrajin dengan masyarakat sekitar, dengan sesama pengrajin, dengan pembeli dan dengan aparat pemerintah terkait, (2) mendiskripsikan strategi bertahan masyarakat pengrajin mainan.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif, dengan strategi studi kasus tunggal terpancang. Sumber data dari informan atau narasumber serta
dokumen dan arsip. Teknik cuplikan menggunakan purposive. Teknik
pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri observasi langsung, wawancara mendalam dan dokumen. Untuk validitas data menggunakan trianggulasi data atau sumber dan trianggulasi metode. Teknik analisis data yang digunakan adalah model analisis interaktif.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan, pertama, bahwa relasi
sosial yang dibangun masyarakat pengrajin mainan di Desa Ngaglik mencerminkan solidaritas mekanik dicirikan dengan tidak adanya pembagian kerja yang terstruktur dan teradministrasi dengan baik, hubungan masyarakat yang akrab, sangsi sosial yang dibuat dan ditaati bersama, individualitas tidak berkembang, kepatuhan pada pimpinan dan tokoh-tokoh masyarakat, keterlibatan komunitas dalam menghukum orang-orang yang menyimpang, memasarkan sendiri hasil produk kerajinanya, paguyupan yang masih sangat kental jalinan
sosial antar individunya. Kedua, strategi bertahan masyarakat pengrajin mainan
commit to user
vi
ABSTRACT
Dianita Kartika Sari, K8406003, The Social Economic Life Of Toys Crafting Society (A Case Study on the Social Relation and Resilience Strategy of Toys Crafting Society in Ngaglik Village, Subdistrict Bulukerto, Regency Wonogiri). Thesis, Surakarta: Teacher Training and Education Faculty, Sebelas Maret University, August 2010.
The objectives of research are (1) to describe the social relation established between the craftsmen and the society surrounding, among the craftsmen, and the buyer, and the related governmental apparatus, (2) to describe the resilience strategy of toys craftsman.
This research employed a descriptive qualitative method with a single embedded study case strategy. The data sources were informant as well as document and archive. The sampling technique employed was purposive sampling. Techniques of collecting data used were direct observation, in-depth interview and documentation. In order to test the data validity, data or source and method triangulations were used. Technique of analyzing data used was an interactive analysis model.
Considering the result of analysis, it can be concluded that firstly, the social relation established by the toys craftsmen in Village Ngaglik reflects on the mechanic solidarity characterized by the absence of the structured and administered labor division, intimate society relation, social sanction is made and complied with jointly, not-developing individuality, the compliance with the society leaders and figures, community involvement in punishing the violating people, marketing the crafting product by themselves, the association with their
very close social relation among individuals. Secondly, the resilience strategy of
toys craftsmen is explained through AGIL scheme that is through the adaptation
in economic sector, social organization through the association and pahing
commit to user
vii
MOTTO
Keramahtamahan dalam perkataan menciptakan keyakinan,
keramahtamahan dalam pemikiran menciptakan kedamaian, keramahtamahan
dalam memberi menciptakan kasih
(Lao Tse)
Kita semua adalah anggota sebuah orkestra raksasa di mana setiap instrumen
menjadi penting demi keutuhan dan keselarasan keseluruhan
commit to user
viii
PERSEMBAHAN
Dengan segenap rasa syukur kepada Allah
SWT, skripsi ini saya persembahkan kepada:
1. Ibu Endang Sulastri dan Bapak Dwi Yatno
atas cinta, doa, kasih sayang dan inspirasimu
2. Diana Puspita Sari, untuk kasih sebagai
saudara
3. Teman seperjuangan Sos-Ant angkatan’06
commit to user
ix
K ATA PENGANTAR
Syukur alhamdulillah peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT, atas
segala limpahan rahmat karunia-Nya dan kemudahan dalam penyelesain skripsi
ini untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan
Sosiologi Antropologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas
Sebelas Maret.
Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidaklah berjalan
dengan mudah, akan tetapi banyak hambatan yang menyertainya. Oleh karena itu
sudah sepantasnya peneliti menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang
tulus kepada semua pihak yang turut membantu, terutama kepada :
1. Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd, selaku Dekan Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret.
2. Drs. Saiful Bachri, M.Pd selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Sosial
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret.
3. Drs. H. MH Sukarno, M.Pd selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Sosiologi-Antropologi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
Universitas Sebelas Maret.
4. Drs. Amir Fuady, M.Hum pembantu Dekan III FKIP UNS yang telah
memberi banyak kemudahan pada peneliti.
5. Drs. Basuki Haryono, M.Pd selaku Pembimbing I yang dengan sabar dan
penuh perhatian memberikan pengarahan dan bimbingannya.
6. Ibu Atik Catur Budiati, S. Sos, MA selaku Pembimbing II yang dengan
sabar dan penuh perhatian memberikan pengarahan, masukan serta saran
yang membangun demi penyempurnaan penulisan skripsi.
7. Drs. Slamet Subagyo, M.Pd selaku Pembimbing Akademik terima kasih
atas kesabaran dan petunjuk yang diberikan selama peneliti menempuh
studi di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas
commit to user
x
8. Segenap Bapak/Ibu Dosen Program Studi Pendidikan Sosiologi
Antropologi yang telah memberikan ilmu kepada peneliti selama di
bangku kuliah.
9. Kepala Badan Kesbangpolinmas Kabupaten Wonogiri beserta stafnya atas
pelayanan dalam pembuatan surat ijin penelitian.
10.Bapak Tarno, Kepala Desa Ngaglik yang telah memberi izin kepada
peneliti untuk melaksanakan penelitian.
11.Bapak Supriyatno, Sekretaris Desa Ngaglik yang telah memberikan
informasi kepada peneliti sehingga mempermudah peneliti dalam
menyusun skripsi.
12.Masyarakat Desa Ngaglik yang telah meluangkan waktu dan kontribusinya
dalam memberikan informasi kepada peneliti sehubungan dengan skripsi
ini.
13.Berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu atas semua
bentuk bantuan dan dukunganya
Pada akhirnya peneliti berharap semoga hasil penelitian ini dapat
memberikan sumbangan yang bermanfaat bagi pihak-pihak terkait pada
khususnya dan masyarakat pada umumnya. Disamping itu peneliti juga
mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun bagi kesempurnaan
penelitian ini.
Surakarta, Agustus 2010
commit to user
xi
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ... i
PENGAJUAN ... ii
PERSETUJUAN ... iii
PENGESAHAN... iv
ABSTRAK ... v
MOTTO ... vii
PERSEMBAHAN ... viii
KATA PENGANTAR... ix
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Perumusan Masalah ... 4
C. Tujuan Penelitian... 4
D. Manfaat Penelitian... 5
BAB II LANDASAN TEORI... 6
A. Tinjauan Pustaka ... 6
B. Penelitian Yang Relevan... 20
C. Kerangka Berfikir ... 22
BAB III METODE PENELITIAN... 24
A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 24
B. Bentuk dan Strategi Penelitian ... 25
C. Sumber Data... 28
D. Teknik Cuplikan ... 28
commit to user
xii
F. Validitas Data ... 33
G. Teknik Analisis Data ... 33
H. Prosedur Penelitian ... 35
BAB IV SAJIAN DATA DAN ANALISIS DATA PENELITIAN… 37
A. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 37
1. Gambaran Umum Desa Ngaglik ... 37
2. Sejarah Munculnya Kerajinan Mainan di Desa Ngaglik 44
B. Deskripsi Permasalahan Penelitian... 47
1. Relasi Sosial Masyarakat Pengrajin Mainan... 48
a. Relasi Sosial yang Terjalin Antara Masyarakat Peng-rajin dengan Masyarakat Sekitar ... 48
b. Relasi Sosial yang Terjalin Antara Pengrajin Pengrajin ... 57
c. Relasi Sosial yang Terjalin Antara Pengrajin dengan-Pembeli... 62
d. Relasi Sosial yang Terjalin Antara Pengrajin dengan-Aparat Pemerintah ... 65
2. Strategi Bertahan Masyarakat Pengrajin Mainan ... 67
a. Adaptasi Ekonomi Masyarakat Pengrajin Mainan ... 67
b.Organisasi Sosial Melalui Paguyupan dan Pasar Pahing 73
c. Strategi Penjualan Masyarakat Pengrajin Mainan Desa- Ngaglik ... 77
d.Strategi Keberlangsungan Pengrajin Mainan... 81
Kesimpulan Hasil Temuan... 85
C. Temuan Studi yang Dihubungkan Dengan Kajian Teori... 88
1. Wujud Solidaritas Mekanik Masyarakat Pengrajin - Mainan Desa Ngaglik ... 88
2. Strategi Bertahan Masyarakat Pengrajin Mainan ... 96
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN... 106
A. Simpulan ... 106
commit to user
xiii
C. Saran ... 112
DAFTAR PUSTAKA... 114
commit to user
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Masyarakat, Subsistem dan Imperatif Fungsionalnya... 18
commit to user
xv
DAFTAR GAMBAR
1. Gambar 1 Skema Kerangka Berfikir ... 22
commit to user
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
1.Field Note ... 117
2.Foto-foto penelitian... 195
3.Peta... 208
4.Daftar Aparat Pemerintah Desa Ngaglik... 209
5.Susunan Keanggotaan Permusyawaratan Desa ... 210
6.Susunan Pengurus Lembaga Pemberdayaan Masyarakat ... 211
7.Susunan Pengurus Lembaga Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga 212 8.Data Nama Ketua RW dan Ketua RT ... 213
9.Surat Permohonan Ijin Menyusun Skripsi ... 214
10.Surat Permohonan Ijin Menyusun Skripsi Kepada PD 1 ... 215
11.Surat Permohonan Ijin Research Kepada Rektor UNS... 216
12.Surat Permohonan Ijin Menyusun Skripsi Kepada Kepala Bakesbang Polinmas ... 217
13.Surat Rekomendasi Research dari Bakesbang Polinmas Wonogiri.. 218
14.Surat Permohonan Ijin Menyusun Skripsi Kepada Kepala Desa - Ngaglik ... 219
15.Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian... 220
16.Curiculum Vitae... ... 221
commit to user
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan suatu negara kepulauan yang sebagian besar
penduduknya mempunyai mata pencaharian di sektor pertanian. Petani hidup di
daerah pedesaan yang aktivitas hidup utamanya pada bidang pertanian adalah ciri
utama agraris. Namun tanah yang merupakan sumber utama kehidupan
masyarakat desa semakin sempit disebabkan oleh tingkat pertumbuhan dan
penyebaran penduduk yang tidak merata sehingga terjadi pengalihan lahan
perumahan dan industri, disamping itu terjadinya mekanisasi di sektor pertanian
yang berakibat makin berkurangnya pekerjaan sektor pertanian.
Petani di Pulau Jawa mempunyai lahan yang sempit dimana kepemilikan
tanah mereka rata-rata kurang dari 0,5 hektar. Faktor sempitnya tanah
mengakibatkan hasil pertanian tidak sesuai dengan pemenuhan kebutuhan pokok
keluarga (Husein Sawit, 1979: 9). Data ini memperlihatkan bahwa antara jumlah
tenaga kerja yang ada dengan luas lahan pertanian yang tersedia tidak seimbang.
Berkaitan dengan hal itu diperlukan kesempatan kerja di luar sektor pertanian
yang mampu menampung kelebihan tenaga kerja di sektor pertanian serta dapat
memperbaiki pendapatan keluarga. Sektor pertanian semakin kurang bisa
diandalkan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup masyarakat desa. Hal tersebut
dibuktikan oleh semakin banyaknya orang yang tinggal di lingkungan pertanian
yang menyandarkan hidup mereka di sektor perdagangan, jasa, industri dan
kerajinan.
Pekerjaan diluar sektor pertanian merupakan sumber penting bagi
ekonomi rumah tangga pedesaan. Petani dalam banyak kasus menghabiskan
sebagian waktu atau bahkan seluruh waktunya baik di desanya atau di luar
desanya bekerja di luar sektor pertanian. Masyarakat desa awalnya mengganggap
bahwa pekerjaan di luar sektor pertanian hanyalah sebagai pekerjaan sampingan
commit to user
produksi merosot rendah karena serangan hama penyakit. Namun saat ini banyak
fenomena yang cukup menarik yaitu pekerjaan sampingan tersebut justru menjadi
pekerjaan utama dari masyarakat desa. Pekerjaan diluar sektor pertanian pada
masyarakat pedesaan diharapkan mampu menjadi pengganti pendapatan disektor
pertanian bagi masyarakat desa.
Masyarakat Bulukerto adalah masyarakat pertanian, Desa Ngaglik
termasuk salah satu desa yang ada di Kecamatan Bulukerto yang sumber mata
pencahariannya di sektor pertanian. Namun tanah yang pertanian yang dimiliki
penduduk tidak dapat mencukupi kebutuhan pokok perkepala keluarga
dikarenakan lahan yang mereka miliki sempit dengan tanah pertanian yang
bermutu sedang yang mengandalkan pengairan dari air sungai (setengah irigasi)
dan tadah hujan, sehingga tingkat produksinya rendah. Hasil pertanian hasilnya
hanya cukup untuk makan seluruh penduduk selama 10 bulan setiap tahunnya
(Sumber : wawancara di kantor desa tanggal 19 Maret 2009). Oleh karena itu
masyarakat berupaya menambah pendapatan dengan membuat kerajinan.
Tidak semua wilayah memiliki potensi kerajinan yang mendapat sorotan
dari masyarakat. Kalaupun ada tempat industri kerajinan rumah tangga tentunya
masing-masing memiliki karakteristik yang tidak dimiliki wilayah lain. Seperti
yang diungkapkan Bupati Wonogiri, Begug Poernomosidi SH mengatakan bahwa
Wonogiri memiliki potensi kerajinan yang luar biasa dan bersifat spesifik. Oleh
karena itu masyarakat diharapkan meningkatkan kreativitas termasuk di Desa
Ngaglik Kecamatan Bulukerto Kabupaten Wonogiri yang memiliki industri
kerajinan mainan sehingga dapat menambah penghasilan, memperbaiki
kesejahteraan dan nasib kehidupannya.(Sumber : Bambang Purnomo, 2006)
Desa Ngaglik merupakan salah satu penghasil kerajinan mainan yang
cukup banyak ditemukan di Kecamatan Bulukerto. Pengrajin mainan dapat
ditemui dengan mudah di banyak tempat karena 30% masyarakat berprofesi
sebagai pengrajin mainan. Aneka kerajinan mainan tersebut adalah terompet dan
empet yang dibuat oleh 630 orang, topeng yang dibuat oleh 15 orang, kitiran
dibuat oleh 48 orang dan wayang kardus yang dibuat oleh 32 orang (Sumber :
commit to user
Keberadaan terompet mainan sendiri sudah ada sejak tahun 1978,
pertama kalinya terompet-terompet hasil karya masyarakat Ngaglik dijual ke
Surabaya. Keberadaan terompet mainan sepertinya tidak dapat dilepaskan dengan
event menyambut Tahun Baru. Sebab, telah menjadi tradisi bagi orang kota, pada
setiap menyongsong pergantian tahun mereka ramai-ramai meniupkan terompet.
Tradisi tahunan penyambutan tahun baru itu memberikan kesempatan kepada para
perajin terompet di pedesaan di Kecamatan Bulukerto yang selalu melakukan
persiapan panjang sebelum menjajakan terompetnya di malam penyambutan
Tahun Baru. Ada yang memulai persiapan sejak tiga atau empat bulan yang
lampau. Pada saat Tahun Baru hampir semua penduduk baik pria dewasa dan
sebagian penduduk wanita membuat terompet tahun baru. Bahkan mereka yang
bekerja sebagai PNS setiap menjelang tahun baru mengambil cuti selama tiga hari
hanya untuk membuat terompet tahun baru. Sekdes Ngaglik Supriyatno
mengatakan bahwa keuntungan dari berjualan terompet memang menjanjikan,
apalagi saat menjelang natal dan tahun baru, biasanya beliau juga mengambil cuti
(Sumber : wawancara di kantor desa tanggal 19 Maret 2009).
Namun demikian, masih ada kerajinan lain yang dihasilkan masyarakat
setempat. Kerajinan tersebut adalah topeng, kitiran, terompet dan wayang yang
terbuat dari bahan karton, masyarakat setempat menyebutnya ”Wayang Kardus”.
Berbeda dengan terompet yang produksinya mencapai puncaknya saat menjelang
tahun baru. Topeng, kitiran dan wayang kardus diproduksi oleh para pengrajin
sepanjang tahun. Sejarah adanya kerajinan wayang kardus di mulai jauh sebelum
kerajinan terompet ada yaitu sekitar tahun 1950. Menurut Sekretaris desa dan
masyarakat setempat asal mula kerajinan itu tidak terlepas dari peran almarhum
Mbah Dikromo yang dulu juga menjual kalung opak (sejenis penganan) dan
mainan berupa wayang kardus dan kitiran. Saat itu beliau membuat wayang
kardus dan kitiran namun masih sederhana baik dalam bentuk dan ukuran,
selanjutnya dijual ke berbagai daerah seperti Magelang, Madiun, Nganjuk dengan
berjalan kaki (Sumber : wawancara di kantor desa tanggal 19 Maret 2010).
Industri mainan di Desa Ngaglik dapat bertahan hingga sekarang
commit to user
modern yang beredar di pasaran. Bisa dikatakan semua warga di Desa Ngaglik
mahir membuat terompet dan mainan lainya sesuai dengan kreativitasnya
masing-masing. Industri mainan ini dikerjakan oleh anggota keluarga yaitu ayah, ibu,
anak, kakek dan nenek. Sehingga peneliti tertarik untuk meneliti kehidupan sosial
ekonomi masyarakat pengrajin mainan di Desa Nganglik, Kecamatan Bulukerto
Kabupaten Wonogiri. Dalam penelitian ini penulis mengambil judul,
“KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT PENGRAJIN
MAINAN”(Studi Kasus Tentang Relasi Sosial dan Stategi Bertahan
Masyarakat Pengrajin Mainan di Desa Ngaglik, Kecamatan Bulukerto,
Kabupaten Wonogiri).
B. Perumusan Masalah
Bagaimanakah kehidupan sosial ekonomi masyarakat pengrajin mainan
di Desa Ngaglik, Kecamatan Bulukerto, Kabupaten Wonogiri dilihat dari:
1. Bagaimana relasi sosial yang terjalin antara masyarakat pengrajin dengan
masyarakat sekitar, dengan sesama pengrajin, dengan pembeli dan dengan
aparat pemerintah terkait ?
2. Bagaimana strategi bertahan masyarakat Ngaglik dalam melangsungkan usaha
kerajinan mainan ?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka
penelitian ini bertujuan:
1. Untuk mendeskripsikan relasi sosial yang terjalin antara masyarakat pengrajin
dengan masyarakat sekitar, dengan sesama pengrajin, dengan pembeli dan
dengan aparat pemerintah terkait.
2. Untuk mendeskripsikan strategi bertahan masyarakat Ngaglik dalam
commit to user
D. Manfaat Penelitian
Dari penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk:
1. Manfaat Teoritis
a. Teridentifikasinya strategi bertahan masyarakat Ngaglik dalam
melangsungkan usaha kerajinan terompet di Desa Ngaglik Kecamatan
Bulukerto Kabupaten Wonogiri dalam analisis Parson melalui skema
AGIL yang meliputi Adaptation (Adaptasi), Goal attainment (Pencapaian
tujuan), Integration (Integrasi) dan Latency (Latensi atau pemeliharaan
pola).
b. Menambah wawasan tentang adanya relasi sosial masyarakat pengrajin
mainan dan masyarakat sekitar dalam analisis Emile Durkheim yang
melihat solidaritas mekanik yang tercipta di masyarakat
c. Dapat digunakan sebagai acuan bagi peneliti-peneliti sejenis untuk tahapan
selanjutnya yang lebih baik.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi penulis digunakan sebagai salah satu syarat menempuh jenjang
pendidikan Stata-1 Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas
Sebelas Maret.
b. Bagi Pemerintah serta instansi pemerintah desa, khususnya Pemerintah
Daerah tingkat II Kabupaten Wonogiri penelitian ini diharapkan dapat
memberi masukan dalam menetapkan kebijaksanaan pengembangan
pedesaan.
c. Bagi Pengrajin, dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat
memberikan masukan yang bermanfaat bagi masyarakat pengrajin mainan,
sebagai bahan informasi untuk mengambil keputusan untuk
commit to user
BAB II
LANDASAN TEORI
A.Tinjauan Pustaka
Kehidupan sosial ekonomi merupakan aktivitas yang menyangkut
seseorang dalam hubungannya dengan orang lain untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya. Ada sebuah pola saling keterpautan antara dua sendi kehidupan yaitu
sosial dan ekonomi. Keduanya berada dalam sebuah sistem yang disebut
masyarakat. Kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat
istiadat tertentu yang bersifat kontinyu, dan yang terikat oleh suatu rasa identitas
bersama dengan berkelompok dan menempati suatu wilayah dengan menjunjung
adat istiadat setempat dikenal dengan istilah masyarakat (Koentjaraningrat, 1990:
146). Masyarakat adalah golongan besar atau kecil terdiri dari beberapa manusia,
dengan atau karena sendirinya berkaitan secara golongan dan
pengaruh-mempengaruhi satu sama lain (Hassan Shadily, 1984: 47). Parson seorang aliran
sosial fungsionalis memandang masyarakat sebagai suatu sistem tersendiri yang
dilingkupi oleh kepribadian dan sistem budaya (Pasaribu dan Simandjuntak, 1986:
16). Masyarakat bukan hanya sekedar suatu penjumlahan individu semata-mata
melainkan suatu sistem yang dibentuk dari hubungan antar mereka, sehingga
menampilkan suatu realita tertentu yang mempunyai ciri-cirinya sendiri
(Durkheim dalam Berry 1981: 5).
Sebagai suatu pergaulan hidup atau suatu bentuk kehidupan bersama
manusia, maka masyarakat itu mempunyai ciri-ciri pokok yaitu sebagai berikut :
1. kelompok manusia.
2. yang sedikit banyak memiliki kebebasan dan bersifat kekal.
3. menempati suatu kawasan.
4. memiliki kebudayan.
5. memiliki hubungan dalam kelompok yang bersangkutan (Horton dan Hunt
dalam Ridwan Effendi, 2004: 10)
Dengan demikian, karakteristik dari masyarakat itu terutama terletak pada
commit to user
memiliki kebudayaan serta terjalin dalam suatu hubungan di antara
anggota-anggotanya. Sistem kehidupan masyarakat menimbulkan kebiasaan, sikap, tradisi
dan kebudayaan yang selalu didukung oleh masyarakat pendukungnya, oleh
karena itu setiap anggota kelompok merasa terikat dan mempunyai hubungan
yang sangat erat satu sama lainya. Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan
bahwa masyarakat pada hakikatnya adalah satu wujud dari kesatuan hidup
manusia yang di dalamnya mempunyai ciri-ciri adanya interaksi, adanya ikatan
pada tingkah laku khas di dalam suatu sektor kehidupan yang mantap dan
kontinyu serta adanya identitas terhadap kelompok dimana manusia itu menjadi
bagian dari padanya.
Masyarakat biasanya menempati suatu wilayah tempat tinggal. Apabila
anggota-anggota suatu kelompok baik itu kelompok besar ataupun kecil hidup
bersama sehingga merasakan bahwa kelompok tersebut dapat memenuhi
kepentingan-kepentingan hidup yang utama, maka kelompok tadi disebut
masyarakat setempat. ”Masyarakat setempat adalah suatu wadah dan wilayah dari
kehidupan sekelompok orang yang ditandai oleh adanya hubungan sosial”
(Basrowi, 2006: 37). Di dalam masyarakat setempat terdapat tipe-tipe masyarakat
yang saling berpautan, klasifikasi masyarakat setempat menggunakan empat
kriteria, yaitu:
1. jumlah penduduk,
2. luas, kekayaan dan kepadatan penduduk daerah pedalaman,
3. fungsi-fungsi khusus masyarakat setempat terhadap seluruh masyarakat,
4. organisasi masyarakat setempat yang bersangkutan (Soerjono Soekanto, 2007:
143).
Klasifikasi masyarakat setempat menurut jumlah penduduk maksudnya,
kelompok manusia dapat dikatakan sebagai masyarakat apabila mereka
membentuk suatu kelompok yang terdiri dari banyak orang. Masyarakat juga
harus memiliki lahan yang luas untuk ditempati sekelompok orang dengan
batas-batasnya, lahan tersebut memiliki kekayaan yang dapat digunakan untuk
kebutuhan masyarakat seperti bertani, berladang dan mendirikan tempat tinggal
commit to user
orang, wadah penampung kebersamaan, serta sebagai pelindung warga
masyarakat. Masyarakat juga membentuk organisasi sebagai penampung aspirasi
masyarakat dalam berkelompok. Dari pendapat di atas, masyarakat setempat dapat
disimpulkan sekelompok manusia yang berhubungan erat saling timbal balik
dengan menempati suatu wilayah dengan batas-batasnya dan memiliki norma adat
istiadat.
Dalam masyarakat modern, masyarakat dibedakan menjadi dua, yaitu
masyarakat pedesaan atau rural community dan masyarakat perkotaan atau urban
comunity (Soerjono Soekanto, 2007: 136).
Rural Communities are localities which are usually small having a homogeneity of culture and personal relationships
.
Althougt Urban Communities Refer to the cities or urban ettlements characterized by size, density and heterogeneity, which in combination provide the basis for a complex division of labor and fundamental changes in the nature of social relationships. (Sañana and Pajarillo, 2010: 6)Pedesaan adalah daerah yang pada umumnya kecil memiliki homogenitas budaya dan hubungan pribadi. Sedangkan perkotaan dicirikan oleh ukuran, kepadatan dan heterogenitas, yang dalam kombinasi memberikan dasar untuk pembagian kerja yang kompleks dan perubahan mendasar di dalam hubungan sosial (Sañana and Pajarillo, 2010: 6)
Perbedaan masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan sebenarnya
tidak mempunyai hubungan dengan pengertian masyarakat sederhana, karena
dalam masyarakat modern, betapa pun kecilnya suatu desa, pasti ada
pengaruh-pengaruh dari kota. Perbedaan masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan,
pada hakekatnya bersifat gradual (Soerjono Soekanto, 2007: 136).
Dalam memahami masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan tidak bisa di definisikan secara universal dan obyektif, tetapi berpatokan pada ciri-ciri masyarakat. Ciri-ciri itu ialah adanya sejumlah orang, tinggal dalam daerah tertentu, adanya sistem hubungan, ikatan atas dasar kepentingan bersama, tujuan dan bekerja bersama, ikatan atas dasar
unsur-unsur sebelumya, rasa solidaritas, sadar akan adanya
commit to user
Dalam penelitian ini hal utama yang akan dibahas adalah mengenai
kehidupan masyarakat desa. Umumnya penduduk pedesaan di Indonesia ini
apabila ditinjau dari segi kehidupan, sangat terikat dan tergantung dari tanah.
Biasanya mereka bertani semata-mata untuk mencukupi kebutuhan sendiri dan
tidak untuk dijual. Mereka puas apabila kebutuhan keluarga telah terpenuhi, cara
bertani inilah yang dinamakan subsistence farming (Wharton dalam Raharjo,
2004: 70).
Dalam mengambarkan masyarakat agraris Scott mengungkapkan moral
ekonomi petani etika subsistensi berusaha menghindari kegagalan yang
menghancurkan kehidupannya dan bukan berusaha memperoleh keuntungan besar
dengan mengambil resiko (Damsar, 2002:67). Karena lahan-lahan pertanian juga
yang terbatas mendorong masyarakat untuk mencari alternatif lain sebagai mata
pencaharian hidup. Seperti yang dikemukakan oleh Scott (1989: 20) bahwa :
”pada satu keluarga yang jumlah anggotanya tidak berubah, proporsisi waktu dalam satu tahun yang digunakan untuk membuat barang-barang kerajinan tangan dan untuk bekerja sebagai tukang semakin besar apabila lahan yang tersedia untuk keluarga itu semakin berkurang.”
Hal ini juga yang terjadi di masyarakat Desa Ngaglik, kehidupan
pertanian yang tidak menjanjikan menyebabkan para petani mencari usaha lain
diluar sektor pertanian. Salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan hidup pada
masyarakat Ngaglik dilakukan dengan membuat kerajinan mainan. Kerajinan
mainan di Desa Ngaglik tumbuh dan berkembang secara alamiah dari spesifikasi
masyarakat setempat yang menghasilkan beraneka macam mainan. Kerajinan
sendiri mempunyai pengertian merupakan ketrampilan yang berhubungan dengan
suatu pembuatan barang yang dikerjakan secara teliti dan biasanya dominan
dikerjakan dengan tangan atau sedikit menggunakan teknologi (Sulaiman dalam
Mahendra Wijaya, 2001: 30). Sedangkan Larasati Suliantoro Sulaiman
mengemukakan bahwa pengertian dari kerajinan dapat ditinjau dari beberapa arti :
1. Kerajinan secara umum dapat diartikan suatu ketrampilan yang dihubungkan
dengan suatu pembuatan barang yang harus dikerjakan secara rajin dan teliti,
commit to user
2. Kerajinan dilihat dari aspek budaya
Kerajinan berhubungan erat dengan sistem upacara kepercayaan, pendidikan,
kesenian, teknologi, peralatan bahkan juga mata pencaharian.
(Mubyarto, 1985: 360-363).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa kerajinan merupakan suatu
ketrampilan tenaga manusia untuk menciptakan suatu barang yang bernilai.
Dalam suatu penciptaan hasil karya kerajinan tentunya tidak lepas dari keberadaan
pengrajin. Pengrajin memegang peranan penting dalam mewujudkan produk
kerajinan.
Perajin adalah orang yang mempunyai kecakapan atau ketrampilan dalam bentuk suatu seni atau kemahiran dalam menggunakan alat perkakas. Tetapi pekerjaan yang menyangkut kecakapan dalam penguasaan teknis dan perkakas itu tidak menuntut adanya suatu penciptaan ataupun keaslian (Larasati Suliantoro Sulaiman dalam Mubyarto, 1985: 364).
Sedangkan pengertian pengrajin menurut Anton M. Moeliono dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (1988: 721) pengrajin adalah orang yang
pekerjaanya membuat kerajinan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengrajin
mainan adalah sekelompok individu yang mempunyai keahlian dan melakukan
aktivitas membuat mainan, baik pekerjaan itu sebagai mata pencaharian pokok
maupun sampingan dengan menggunakan ketrampilan tangan para pekerjanya dan
alat-alat yang sangat sederhana. Kerajinan mainan yang ada di Desa Ngaglik ini
tidak membuat masyarakatnya meninggalkan pekerjaanya sebagai seorang petani,
sebab kerajinan mainan ini merupakan pekerjaan sampingan dari masyarakat
Ngaglik tapi tidak menutup kemungkinan bahwa kerajinan mainan justru menjadi
pekerjaan yang primer bagi unit-unit keluarga. Untuk melihat kehidupan sosial
ekonomi masyarakat pengrajin mainan, dalam penelitian ini akan dibahas tentang:
1. Relasi Sosial Masyarakat Pengrajin Mainan
Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri
commit to user
Manusia selalu berelasi, berinteraksi, berkomunikasi dan saling membutuhkan. Di
dalam dirinya ada hasrat untuk berhubungan baik dengan orang lain dengan orang
lain dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Masing-masing individu sadar
akan kekurangan yang ia miliki dan tidak mungkin semua kebutuhan hidupnya
dapat dipenuhi sendiri.
Upaya untuk memenuhi kepentingan individu tersebut bisa terlihat dari
terbentuknya relasi sosial dalam masyarakat sesuai dengan lingkunganya dan
kemampuanya. Manusia dengan sendirinya akan berelasi atau membentuk
hubungan sosial dengan orang lain. Bintarto berpendapat bahwa relasi adalah
hubungan antara dua gejala, dua komponen, dua individu atau lebih yang dapat
menimbulkan pengaruh (1983: 63). Dengan demikian maka relasi sosial itu
merupakan hubungan yang dinamis dalam kehidupan masyarakat yang dapat
dimulai dari pertemuan antara dua orang, di mana kedua orang tersebut saling
menegur, berjabat tangan dan saling berbicara, saling mempengaruhi,
mengemukakan pendapat, perasaan, harapan yang ada di benaknya. Relasi
menimbulkan pengaruh timbal balik antara individu dan golongan di antara usaha
individu dan golongan itu untuk mencapai tujuannya.
Adanya relasi sosial yang terjalin dalam kelompok masyarakat
mengakibatkan terbentuknya kesadaran kolektif di antara para pelaku sosial.
Kesadaran kolektif ini sangat penting dalam membangun kekuatan suatu
komunitas masyarakat, termasuk dalam masyarakat pengrajin mainan di Ngaglik.
Perasaan saling memiliki diperlukan untuk meningkatkan produktivitas pengrajin
itu sendiri. Selama menekuni pekerjaan membuat kerajinan mainan, pengrajin
harus menjalin relasi yang baik dengan berbagai pihak yang nantinya akan
menguntungkan pengrajin itu sendiri. Dalam kehidupan bermasyarakat, pengrajin
menjalin hubungan satu sama lain dengan prinsip saling memberi dan menerima.
Orang akan berelasi dan berinteraksi saling bantu membantu dalam kehidupan
sosialnya agar hubungan ekonominya tetap terjalin dengan baik
Ferdinand Tonnies memberikan konsep gemeinschaft untuk masyarakat
desa. Gemeinschaft adalah bentuk kehidupan bersama di mana anggotanya diikat
commit to user
gemeinshaft terutama akan dijumpai dalam keluarga, kelompok kekerabatan,
rukun tetangga, desa dan lain sebagainya (Basrowi, 2006: 128-129). Sedangkan
Gesellshaft merupakan bentuk kehidupan bersama dimana para anggotanya
mempunyai hubungan yang bersifat pamrih dan dalam waktu pendek (Dwi
Narwoko dan Bagong Suyanto, 2006: 33)
Menurut Charles H. Cooley konsep primary group dan secondary group.
Primary group adalah kelompok-kelompok yang dicirikan kenal-mengenal antara
anggota-anggotanya serta kerjasama erat yang bersifat pribadi. Sebagai salah satu
hasil hubungan yang erat dan pribadi tadi adalah peleburan daripada
individu-individu dalam satu kelompok sehingga tujuan individu-individu-individu-individu juga menjadi
tujuan dalam kelompoknya ( Soerjono Soekanto, 2007 : 110). Kelompok primer
atau primary group ini sangat berguna sekali bagi individu, baik dalam hal
kepentingan maupun keamanan individu sehubungan dengan adanya hubungan
yang erat di antara para anggotanya. Kelompok primer atau primary group dalam
konteks masyarakat dapat dikarakteristikan dalam masyarakat pedesaan. Sedang
untuk kelompok sekunder atau secondary group, Cooley tidak menyebutkan
ciri-ciri yang khas. Namun dapat dikatakan bahwa segala sesuatu yang telah dikatakan
pada kelompok primer adalah kebalikan dari kelompok sekunder. Kelompok
sekunder dapat dikarakteristikan seperti masyarakat kota dimana tingkat
individualisnya sangat tinggi.
Solidaritas sosial juga dapat dijadikan sebagai faktor penentu perbedaan
karakteristik antara desa dan kota. Solidaritas menunjuk pada suatu keadaan
hubungan antara individu dan atau kelompok yang didasarkan pada perasaan
moral dan kepercayaan yang dianut bersama dan diperkuat oleh pengalaman
emosional bersama (Johson, 1988: 181). Solidaritas sosial pada masyarakat
pedesaan lebih didasarkan atas kesamaan-kesamaan sedangkan pada masyarakat
perkotaan justru didasarkan pada perbedaan-perbedaan. Kesamaan-kesamaan atas
dasar solidaritasnya menciptakan hubungan yang bersifat informal pada
masyarakat desa, sebaliknya pada masyarakat perkotaan, karena solidaritasnya
didasarkan pada ketidaksamaan yang tercipta karena adanya pembagian kerja
commit to user
Durkheim memberikan karakteristik desa dengan konsepnya tentang
solidaritas mekanik yaitu dengan ciri-ciri :
a. Pembagian kerja rendah
b. Kesadaran kolektif kuat
c. Hukum represif dominan
d. Individualitas rendah
e. Konsensus terhadap pola-pola normatif itu penting
f. Keterlibatan komunitas dalam menghukum orang-orang yang menyimpang
g. Secara relatif saling ketergantungan itu rendah
h. Bersifat primitif atau pedesaan (Johnson, 1988: 188)
Ciri-ciri yang diungkapkan Durkheim di atas dapat digunakan untuk
menganalisa masyarakat. Pada masyarakat desa biasanya terdapat
kepercayaan-kepercayan dan sentimen bersama yang sama. Solidaritas tergantung pada
individu-individu yang memiliki sifat-sifat yang sama dan menganut kepercayaan
dan pola normatif yang sama juga, oleh karena itu individualitas tidak
berkembang, individualitas terus menerus dilumpuhkan oleh tekanan yang besar
sekali untuk konformitas.
Konformitas diartikan sebagai bentuk interaksi yang di dalamnya
seseorang berperilaku terhadap orang lain sesuai dengan harapan kelompok
(Shepard dalam Kamanto Sunarto, 2004: 185). Sedangkan Merton mengartikan
bahwa konformitas adalah cara adaptasi individu dalam mana perilaku mengikuti
tujuan yang ditentukan masyarakat dan mengikuti cara yang ditentukan
masyarakat untuk mencapai tujuan tersebut (Kamanto Sunarto, 2004: 185). Jadi
dapat disimpulkan bahwa konformitas adalah penyesuaian diri dengan masyarakat
dengan cara mengindahkan kaidah dan nilai-nilai dalam masyarakat itu sendiri.
Suatu kaidah akan timbul dalam suatu masyarakat karena diperlukan sebagai
pengatur hubungan antara seorang dengan orang lain, antara seseorang dengan
masyarakatnya. Dalam masyarakat yang primitif atau pedesaan, homogen dan
tradisional konformitas warga masyarakat kuat. Misalnya dalam pemeliharan dan
mempertahankan tradisi. Dalam menghukum seseorang yang menyimpang di
masyarakat, terkadang tidak menyesuaikan hukuman itu dengan tindak kejahatan,
commit to user
Suatu aturan hukum bisa didefinisikan sebagai suatu aturan berperilaku yang mempunyai sanksi. Sanksi represif merupakan ciri khas dari hukum pidana dan terdiri atas suatu pemaksaan suatu bentuk penderitaan atas diri individu sebagai hukuman atas pelanggaran yang dia lakukan. Sanksi-sanksi demikian meliputi pencabutan kebebasan, mengenakan rasa nyeri, kehilangan hormat dan sebagainya. Kejahatan adalah tindakan yang melanggar perasaan yang secara universal telah disepakati anggota-anggota masyarakat. Landasan moral yang tersebar dari hukum pidana terbukti dari sifatnya yang umum (Giddens, 1986: 93)
Ciri khas yang penting dari solidaritas mekanik adalah bahwa solidaritas
itu didasarkan pada suatu tingkat homogenitas yang tinggi dalam kepercayaan,
sentimen dan sebagainya. Homogenitas terjadi jika pembagian kerja sangat minim
sehingga secara relatif saling ketergantungan rendah.
Durkheim juga memberikan karakteristik kota dengan konsepnya
tentang solidaritas organik yaitu dengan ciri-ciri :
a. Pembagian kerja tinggi
b. Kesadaran kolektif lemah
c. Hukum retitutif dominan
d. Individualitas tinggi
e. Konsensus pada nilai-nilai abstrak dan umum itu penting
f. Badan-badan kontrol sosial yang menghukum orang-orang yang menyimpang
g. Saling ketergantungan yang tinggi
h. Bersifat industrial-perkotaan (Johnson 1988: 188)
Solidaritas organik bukan hanya berasal dari penerimaan suatu perangkat
bersama dari kepercayaan atau sentimen tapi dari ketergantungan fungsional di
dalam pembagian kerja. Pada masyarakat kota terdapat spesialisasi pekerjaan,
setiap posisi yang ada menuntut adanya keahlian tertentu. Perluasan pembagian
kerja kemudian dikaitkan dengan individualisme yang makin meningkat. Hal
inilah yang menyebabkan tingkat individualisnya tinggi, bahkan sampai pada
kehidupan sosialnya. Masyarakat kota cenderung menutup diri dengan lingkungan
sekitar. Masyarakat kota mengenal adanya hukum restitutif. Orang-orang yang
menyimpang tersebut dihukum melalui badan-badan kontrol sosial. ”Dalam
hukum restitutif, segi komitmen hukum secara khusus di definisikan menurut
jenisnya, baik kewajiban maupun hukumanya atas suatu pelanggaran” (Giddens,
commit to user
hubungan sebelum terjadi pelanggaran undang-undang. Dengan demikian bila
seseorang menyatakan dirugikan orang lain maka inti proses hukumnya adalah
mengusahakan ganti rugi kepada si penuntut jika tuntutannya dikabulkan.
Ciri khas yang penting dari solidaritas organik adalah bahwa solidaritas
itu didasarkan pada suatu tingkat heterogenitas yang tinggi dalam kepercayaan,
sentimen, kehidupan dan kepercayaan. Heterogenitas tinggi terjadi jika pembagian
kerja sangat beraneka ragam sehingga tercipta ketergantungan yang cukup tinggi.
Dalam penelitian ini, relasi sosial yang dibahas adalah
hubungan-hubungan sosial yang terjadi dalam kehidupan masyarakat Ngaglik yang meliputi
relasi sosial yang terjalin antara masyarakat pengrajin dengan masyarakat sekitar,
pengrajin dengan sesama pengrajin, pengrajin dengan pembeli dan aparat
pemerintah terkait dalam kaitannya mengenai masalah perekonomian dengan
mengunakan pendekatan analisis Durkheim mengenai konsep solidaritas mekanik
dan organik.
2. Strategi Bertahan Masyarakat Pengrajin Mainan
Masalah pemenuhan kebutuhan hidup merupakan hal yang sangat
penting dalam rangka bertahan hidup bagi rumah tangga, oleh karena itu
diperlukan strategi yang merupakan usaha pengrajin untuk mengadaptasikan diri
pada perubahan sosial, ekonomi, budaya serta kekuatan-kekuatan lainya diluar
unit kolektif masyarakat pengrajin tersebut. Seorang pengrajin dalam sebuah
komunitas masyarakat mengenal adanya modal sosial (social capital).
commit to user
Modal sosial bisa didefinisikan sebagai pendukung hubungan manusia yang memungkinkan orang untuk bekerja sama untuk tujuan yang sama. Secara khusus, "kepercayaan" mendasari dan mendukung lembaga-lembaga. Kepercayaan adalah hubungan sukarela dibangun melalui pola umum sosialisasi dan penerimaan dari lembaga-lembaga, aturan, norma, identitas, dan kepercayaan (Fukuyama, 1995). Robert Putnam (1993) menunjukkan bagaimana modal sosial atau kurangnya itu beroperasi di bagian yang berbeda dari Italia. Putnam menunjukkan hubungan antara modal sosial dan norma-norma demokratis penerimaan. Di Amerika Serikat, modal sosial sering digunakan untuk mempromosikan pembangunan masyarakat dan ekonomi kemakmuran (Briggs, Gittel dan Vidal dalam Savitch and Paul , 2003: 11).
Social capital merupakan tindakan saling mempercayai antara pihak
yang satu dengan yang lain, dimana antara pihak-pihak tersebut selalu sedia
membantu satu sama lain. Social capital dapat diukur dan dilihat dari kepercayaan
atau sifat amanah (trust), solidaritas dan toleransi (Rusdi Syahra dalam Jurnal
Dinamika Vol. 3 No. 2, 2003 :60). Kepercayaan, atau sifat amanah (trust) adalah
kecenderungan untuk menepati sesuatu yang telah dikatakan dengan baik secara
lisan ataupun tulisan. Adanya sifat kepercayaan ini merupakan landasan utama
bagi kesediaan seseorang untuk menyerahkan sesuatu kepada orang lain, dengan
keyakinan bahwa yang bersangkutan akan menepati kewajibanya. Solidaritas,
adalah kesediaan untuk secara suka rela ikut menanggung suatu konsekwensi
sebagai wujud adanya rasa kebersamaan dalam menghadapi suatu masalah.
Sedangkan toleransi adalah kesediaan untuk memberikan kelonggaran baik dalam
bentuk materi maupun non materi. Konsep social capital mengacu pada
relasi-relasi sosial, maupun institusi-institusi, norma sosial dan saling percaya antar
individu atau kelompok sehingga mempunyai dampak positif terhadap
peningkatan kehidupan masyarakat pengrajin itu sendiri. Masyarakat merupakan
kehidupan sosial yang berlangsung dalam suatu wadah. Menurut Talcott Parson
kehidupan sosial harus dipandang sebagai sebuah sistem sosial. Talcott Parsons
mengatakan bahwa:
commit to user
of culturally structured and shared symbols…”(Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto, 2006: 125)
“…sistem sosial terdiri dalam pluralitas aktor individu berinteraksi satu sama lain dalam situasi yang setidaknya aspek fisik atau lingkungan, aktor yang termotivasi dalam hal kecenderungan untuk optimasi atau kepuasan dan yang berkaitan dengan situasi mereka, termasuk masing-masing lain, didefinisikan dan dimediasi dalam suatu sistem sosial budaya terstruktur dan bersama simbol-simbol…”(Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto, 2006: 125)
Sistem sosial merupakan kumpulan dari beberapa unsur atau komponen
yang dapat ditemukan dalam kehidupan masyarakat yang terdiri dari beberapa
peran (Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto, 2006: 125). Misalnya dalam bidang
pemerintahan ada peran sebagai presiden, menteri, bupati, kepala desa dan
sebagainya, dalam bidang pendidikan terdapat peran sebagai rektor, dosen, guru,
kepala sekolah dan lain sebagainya, dalam bidang kesehatan ada dokter, perawat,
petugas laboratorium, bidan dan lain sebagainya. Karakteristik dari sistem
memperlihatkan bahwa adanya unsur-unsur atau komponen sistem itu saling
berhubungan satu sama lain dan saling tergantung yang dapat ditemukan dalam
setiap kehidupan masyarakat, dimana peran-peran sosial sebagai komponen sistem
sosial itu saling berhubungan dan saling tergantung (Dwi Narwoko dan Bagong
Suyanto, 2006: 125).
Sistem sosial dalam analisis Parson ini dapat menjelaskan strategi
bertahan dalam sebuah masyarakat. Sistem sosial terdiri dari bagian-bagian atau
unsur-unsur yang saling berhubungan satu sama lain, saling tergantung dan berada
dalam suatu kesatuan (Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto, 2006: 124). Sistem
sosial dijelaskan oleh Parson melalui empat subsistem yang menjalankan
fungsi-fungsi utama didalam kehidupan masyarakat yang sering disingkat dengan AGIL,
yaitu:
a. Adaptation (Adaptasi) sebuah sistem harus menyesuaikan diri dengan lingkungan dan menyesuaikan lingkungan itu dengan kebutuhan.
b. Goal attainment (Pencapaian tujuan) sebuah sistem harus mendefinisikan dan mencapai tujuan utama.
c. Integration (Integrasi) sebuah sistem harus mengatur antar hubungan yang menjadi komponennya.
d. Latency (Latensi atau pemeliharaan pola) sebuah sistem harus
commit to user
[image:34.612.134.507.163.459.2]maupun pola–pola kultural yang menciptakan dan menopang motivasi (Ritzer, 2003: 121)
Tabel 1 : Masyarakat, Subsistemnya dan Imperatif Fungsionalnya
Fungsi pemeliharaan pola dilaksanakan oleh subsistem fiduciary (misalnya sekolah, keluarga, sistem pendidikan dan budaya)
Fungsi integrasi dilaksanakan
oleh subsistem komunitas
kemasyarakatan
Fungsi adaptasi dilaksanakan oleh
subsistem ekonomi
Fungsi pencapaian tujuan
dilaksanakan oleh subsistem politik
Menurut Talcott Parson, fungsi adaptasi (Adaptation) tersebut akan
dilaksanakan oleh subsistem ekonomi, fungsi pencapaian tujuan (Goal
attainment) akan dilaksanakan oleh subsistem politik (Politicy) dengan mengejar
tujuan-tujuan kemasyarakatan dan memobilisasi aktor dan sumber daya untuk
mencapai tujuan, fungsi integrasi (Integration) akan dilaksanakan oleh subsistem
komunitas kemasyarakatan yang akan mengkoordinasikan berbagai komponen
masyarakat, dan fungsi untuk mempertahankan pola dan struktur masyarakat
(Latency) akan dilaksanakan oleh subsistem fiduciary (misalnya sekolah,
keluarga) dengan menyebarkan kultur (norma dan nilai) kepada aktor sehingga
aktor menginternalisasikan kultur itu (Parson dan Platt dalam Ritzer, 2003:
127-128).
Untuk lebih jelasnya rinciannya adalah subsistem ekonomi akan
melaksanakan fungsi-fungsi ekonomi, dalam penelitian ini pengrajin
melaksanakan produksi barang dan distribusi barang dan jasa. Subsistem ini akan
mengusahakan fasilitas, alat atau sarana yang dapat digunakan untuk mencapai
tujuan sistem. Sistem ekonomi memiliki tanggung jawab utama terhadap
pemenuhan pemenuhan persyaratan fungsional adaptif untuk masyarakat sebagai
suatu sistem sosial. Melalui ekonomi sumber daya alam diubah menjadi fasilitas
yang dapat di gunakan oleh sumber daya manusia (pengrajin) dan bermanfaat
untuk berbagai tujuan, misalnya bekerja menjadi pengrajin untuk memperoleh
uang sehingga bisa memenuhi kebutuhan keluarga seperti makanan, tempat
commit to user
Sedangkan subsistem politik (policy) akan melaksanakan fungsi
distribusi kekuasaan dan juga memonopoli penggunaan unsur paksaan yang sah
atau legalized power (Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto, 2006: 130). Dalam
masyarakat, subsistem ini akan bekerja untuk memaksimalkan potensi
masyarakat untuk mencapai tujuan kolektifnya. Tujuan individu berhubungan
dengan tujuan masyarakat terutama melalui perannya sebagai warga masyarakat.
Untuk masyarakat yang besar dan komplek, keputusan penting yang berhubungan
dengan tujuan masyarakat akan dipengaruhi oleh kolektifitas. Misalnya saja pada
masyarakat pengrajin ada sebuah paguyupan dan koperasi yang berfungsi sebagai
tempat menampung aspirasi masyarakat pengrajin.
Integrasi menunjuk pada persyaratan terciptanya suatu solidaritas
sehingga para anggotanya bersedia untuk bekerja sama menghindari konflik yang
merusakkan. Bukan berarti bahwa konflik tidak ada, tapi kalau terjadi konflik
harus di selesaikan agar tidak memburuk. Parson mengidentifikasi sistem hukum
dan kontrol sosial keseluruhan sebagai mekanisme utama yang secara khusus
berhubungan dengan masalah integrasi (Johson, 1988: 136). Fungsi integrasi
dilaksanakan oleh subsistem komunitas kemasyarakatan (Contoh :hukum, kontrol
sosial, kebiasaan dan norma-norma sosial) yang mengkoordinasikan berbagai
komponen masyarakat, pengaturan perilaku eksternal dan dengan pelanggaran
yang terjadi. Selain itu institusi-institusi agama mempunyai pengaruh terhadap
fungsi integratif, banyak norma yang mengatur hubungan antarpribadi yang
diperkuat oleh kepercayaan agama serta perasaan sebagai kewajiban moral.
Subsistem fiduciary akan menangani urusan pemeliharan nilai-nilai
budaya yang berlaku dalam proses kehidupan bermasyarakat, terutama untuk
tujuan kelestarian struktur masyarakat (Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto, 2006:
130). Subsistem ini akan memaksimalkan komitmen sosial, motivasi dan
mengendalikan ketegangan perasaan-perasaan individu sehingga mereka dapat
melaksanakan dan berpartisipasi dengan baik dalam kehidupan sosial. Pada
pokoknya pemeliharaan pola akan berhubungan dengan aspek moralitas dari
komponen-komponen di dalam sistem sosial. Yang termasuk dalam subsistem ini
commit to user
2006: 130). Misalnya institusi keluarga relevan terhadap persyaratan fungsional
latent pattern mainance sebab sosialisasi awal bagi anak-anak terjadi dalam
keluarga. Meskipun fungsi ini dibagi bersama dengan sekolah, keluarga tetaplah
yang terpenting dalam sosialisasi selama anak-anak dan remaja. Sistem
pendidikan merupakan struktur utama lainya yang menyumbang fungsi pattern
mainance dengan memberikan sosialisasi bagi calon baru dari setiap generasi.
Proses sosialisasi sangat penting untuk mempertahankan pola-pola budaya dari
satu generasi ke generasi berikutnya.
“Keempat subsistem tersebut, masing-masing akan bekerja secara
mandiri, tetapi saling tergantung satu sama lain untuk mewujudkan keutuhan dan
kelestarian sistem sosial secara keseluruhan” (Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto,
2006: 130).
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa setiap individu dalam
menjalani kehidupanya selalu ada hambatan. Untuk itu individu selalu berusaha
mendapatkan jalan terbaik untuk keluar dari hambatan tersebut, tidak terkecuali
masyarakat pengrajin di desa Ngaglik yang berusaha keluar dari hambatan dengan
menerapkan keempat sistem tersebut yang meliputi Adaptation (Adaptasi), Goal
attainment (Pencapaian tujuan), Integration (Integrasi) dan Latency (Latensi atau
Pemeliharaan Pola) sehingga kerajinan tersebut hingga saat ini dapat bertahan dan
tetap menjadi pilihan masyarakat.
B.Penelitian Yang Relevan
Sumber penelitian relevan yang digunakan oleh peneliti yaitu penelitian
dari Firman Afendi adalah seorang mahasiswi dari Universitas Sebelas Maret,
Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP), jurusan Sosiologi. Firman mengambil
penelitian dengan judul Jejaring Sosial Ekonomi Perajin Pahat Batu (Studi
Kualitatif Mengenai Jejaring Sosial Ekonomi Masyarakat di Industri Kerajinan
Pahat Batu di Desa Taman Agung Kecamatan Muntilan Kabupaten Magelang)
sebagai syarat untuk memenuhi tugas-tugas dan melengkapi sarjana FISIP.
Penelitian ini sangat menarik karena penelitian ini membahas tentang hasil kerja
commit to user
setelah adanya kepentingan-kepentingan yang sama dan pada yang bersamaan
mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian terhadap diri sendiri untuk
memenuhi kepentingan tersebut, seperti majikan ingin mendapatkan penghasilan
yang lebih besar dari hasil produksi, buruh mendapat timbal balik dengan
mendapat gaji, pedagang mendapatkan pemasukan. Khusus hubungan intern
antara majikan dengan buruh muncul setelah ada perjanjian terlebih dahulu yang
tentunya perjanjian tersebut berisi kesepakatan-kesepakatan dalam bekerja, baik
itu hubungan kerja Patron Klien, Homework maupun Sub Kontrak. Kesimpulan
dari penelitian ini adalah sektor sosial perajin mempunyai hubungan dengan
sektor ekonomi pengrajin, hubungan tersebut adalah tingkat status sosial yang
dimiliki perajin akan berpengaruh dengan tingkat ekonomi pengrajin. Mengenai
hubungan-hubungan sosial yang terjalin pada umumnya selaras dengan sistem
sosial yang berlaku dan mengabaikan adanya konflik maupun
perubahan-perubahan dalam masyarakat karena masih berkembang rasa kekeluargaan.
Penelitian ini memberikan gambaran bagi peneliti untuk mengetahui
hasil kerja sama perajin dalam hubungan hubungan sosial yang terjalin
dimasyarakat dan keadaan dalam masyarakat sehingga peneliti bisa menjalin
commit to user
[image:38.612.138.506.102.462.2]C.Kerangka Berpikir
Gambar 1. Skema Kerangka Berfikir
Keterangan:
Banyak aktivitas terjadi dalam kehidupan masyarakat yang dapat dilihat
dari berbagai sisi di antaranya ekonomi, sosial dan budaya. Dari berbagai aktivitas
tersebut dalam penelitian ini akan mengangkat kehidupan sosial ekonomi
masyarakat pengrajin di suatu desa yaitu Desa Ngaglik yang akan dilihat dari
relasi sosialnya dan bagaimana stategi yang digunakan oleh masyarakat pengrajin
untuk bertahan hidup.
Di dalam industri kerajinan mainan terbentuk adanya suatu relasi sosial
maupun hubungan kerja, hal ini terbentuk sebagai upaya untuk mencapai tujuan.
Dalam setiap relasi sosial maupun hubungan pasti terdapat norma-norma, aturan
maupun kerjasama yang bersifat saling menguntungkan dan timbal balik.
Kerajinan mainan tentu saja berimbas pada perubahan ekonomi masyarakat
setempat dan juga memungkinkan berimbas terhadap masyarakat sekitar yang
Kehidupan Sosial Ekonomi
Masyarakat Pengrajin Mainan
Relasi sosial pengrajin dengan masyarakat sekitar, dengan sesama pengrajin, dengan majikan atau dengan pembeli dan dengan aparat pemerintah yang terkait
Strategi Bertahan masyarakat di Desa Ngaglik dalam
melangsungkan usaha kerajinan mainan
Sistem AGIL (Talcott Parson) Solidaritas Sosial
commit to user
pekerjaanya bukan sebagai pengrajin mainan, secara langsung pendapatan
masyarakat sekitar akan bertambah dengan keberadaan industri kerajinan rumah
tangga mainan. Sejalan dengan perubahan kehidupan masyarakat, relasi sosial
maupun hubungan sosial ekonomi pada industri mainan tidak hanya bersifat
sederhana saja seperti hanya hubungan antara pengrajin dengan masyarakat
sekitar, pengrajin dengan pengrajin melainkan hubungan yang lebih luas baik
relasi sosial antara pengrajin dengan pembeli maupun pengrajin dengan aparat
pemerintah. Durkheim menjelaskan ada relasi yang dapat dikategorikan yaitu
solidaritas organik dan mekanik yang akan digunakan untuk menganalisis relasi
yang terjadi pada para pengrajin.
Manusia dalam usahanya mempertahankan kelangsungan hidupnya
membutuhkan suatu adaptasi dengan lingkungan tempat mereka tinggal. Untuk
menghadapi persoalan hidup yang melingkupinya maka manusia selalu berusaha
terlibat dalam kegiatan beradaptasi yang diwujudkan melalui strategi bertahan
sebagai bentuk tanggapan terhadap persoalan hidupnya. Tujuan dari strategi
bertahan adalah memenuhi beberapa syarat tertentu agar dapat melangsungkan
kehidupan di lingkungan tempat tinggal mereka. Dalam penelitian ini akan
digunakan empat subsistem yang menjalankan fungsi-fungsi utama di dalam
kehidupan masyarakat yang sering disingkat dengan AGIL yang meliputi
Adaptation (adaptasi), Goal attainment (pencapaian tujuan), Integration
(integrasi) dan Latency (latensi atau pemeliharaan pola) dimana masing-masing
fungsi digunakan untuk menganalisis stategi bertahan masyarakat pengrajin
mainan di Desa Ngaglik sehingga usaha kerajinan ini masih menjadi pilihan
commit to user
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode adalah prosedur atau cara untuk mengetahui sesuatu secara
sistematis. Sementara metodologi adalah studi yang logis dan sistematis tentang
proses penelitian. Pengertian penelitian menurut Sudjana dan Ibrahim dalam
Djam’an Satori (2009:21), “sebagai suatu kegiatan yang dilakukan secara
sistematik untuk mengumpulkan, mengolah dan menyimpulkan data dengan
menggunakan metode dan teknik tertentu dalam rangka mencari jawaban atas
permasalahan yang dihadapi”. Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar
(2003:42) mengartikan metodologi penelitian adalah “suatu pengkajian dalam
mempelajari peraturan-peraturan yang terdapat dalam penelitian”. Metode
penelitian menurut Ary et.al (1982: 50), “ialah strategi umum yang dianut dalam
pengumpulan dan analisis data yang diperlukan, guna menjawab persoalan yang
dihadapi”. Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa, metodologi
penelitian merupakan bagian dari ilmu pengetahuan yang mempelajari bagaimana
prosedur kerja mencari kebenaran. Kualitas kebenaran yang diperoleh dalam
berilmu pengetahuan terkait langsung dengan kualitas prosedur kerjanya.
Sedangkan metode penelitian adalah cara dan prosedur yang sistematis dan
terorganisasi untuk menyelediki suatu masalah tertentu dengan maksud
mendapatkan informasi untuk digunakan sebagai solusi atas masalah tersebut.
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di desa Ngaglik Kecamatan Bulukerto
Kabupaten Wonogiri, dengan pertimbangan :
a. sesuai permasalahan yang akan diteliti.
b. pertimbangan kemudahan dan kelancaran penelitian, karena peneliti juga
berdomisili di Kabupaten Wonogiri.
commit to user
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini diawali dengan penyusunan proposal, penyusunan desain
penelitian, pengumpulan data, analisis data dan penulisan laporan. Penelitian ini
dilakukan setelah konsultasi pengajuan judul disetujui oleh Dosen Pembimbing
skripsi dan telah mendapatkan ijin dari berbagai pihak yang berwenang baik dari
dalam kampus maupun lembaga atau instansi-instansi yang terkait. Penelitian ini
dilaksanakan terhitung sejak penyusunan proposal sampai penyusunan laporan
[image:41.612.107.518.178.486.2]yakni dari bulan Februari 2010 sampai bulan Agustus 2010.
Tabel 1: Waktu dan Kegiatan Penelitian
TAHUN 2010
No Kegiatan Feb’10 Mar’10 Apr’10 Mei’10 Jun’10 Jul’10 Agt’10
1 Penyusunan
proposal
2 Perijinan
3 Pengumpulan
data
4 Analisis data
5. Penyusunan
laporan
B. Bentuk dan Strategi Penelitian
1. Bentuk Penelitian
Bentuk penelitian yang digunakan oleh peneliti disini adalah penelitian
kualitatif yang bertujuan untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami
oleh subyek penelitian. Dalam sudut pandang naturalistik, topik penelitian
kualitatif diarahkan pada kondisi asli (yang sebenarnya) dari subyek penelitian
dimana kondisi ini tidak dipengaruhi oleh perlakuan (treatment) secara ketat oleh
peneliti. Metode-metode kualitatif memungkinkan kita memahami masyarakat
secara personal dan memandang mereka sebagaimana mereka sendiri
mengungkapkan pandangan dunianya (Bogdan, 1993: 30). Penelitian kualitatif
commit to user
subyek penelitian meliputi perilaku, persepsi, tindakan yang sifatnya secara
holistik dan naturalistik. Penafsiran kualitatif secara deskriptif dari fenomena
sosial disajikan dalam bentuk kata-kata dan bahasa dan dengan metode yang
sistematis. Tan mengatakan bahwa deskripsif bertujuan mengambarkan secara
tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu, atau untuk
menentukan frekuensi atau penyebaran suatu gejala atau frekensi adanya
hubungan tertentu antara gejala dan gejala lain dalam masyarakat (Ulber Silalahi,
2009: 28). Pelaksanaan penelitian deskripsif lebih terstruktur, sistematis dan
terkontrol karena peneliti memulai dengan subyek yang telah jelas. Sehingga
penelitian secara deskripsi sangat pas untuk meneliti tentang fenomena sosial
khususnya yang berhubungan dengan tindakan atau perilaku ataupun persepsi
masyarakat sebab dalam penelitian ini peneliti terjun langsung ke lapangan.
Oleh karena itu, metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode penelitian kualitatif deskriptif. Peneliti disini hendak mendeskripsikan
secara rinci dan mendalam mengenai kejadian atau potret apa yang sebenarnya
terjadi, apa adanya di lapangan studinya dan mengambarkan fakta-fakta yang
tampak dilapangan studinya mengenai kehidupan sosial ekonomi masyarakat
pengrajin mainan dengan melihat relasi sosial pengrajin dengan masyarakat
sekitar, sesama pengrajin, pembeli dan aparat pemerintah terkait serta strategi
bertahan masyarakat di Desa Ngaglik dalam melangsungkan usaha kerajinan
mainan. Semuanya akan disajikan dalam bentuk kata-kata dan bahasa dengan
padat dan jelas sehingga dapat menjelaskan kehidupan sosial ekonomi masyarakat
pengrajin mainan .
2. Strategi Penelitian
Strategi diperlukan dalam suatu penelitian untuk memecahkan masalah
yang dirumuskan. Strategi adalah metode yang digunakan untuk mengumpulkan
dan menganalisis data (H. B Sutopo, 2002: 123). Menurut Dedy Mulyana, (2004:
201), ”Studi kasus ialah uraian dan penjelasan komprehensif mengenai berbagai
aspek seorang individu, suatu kelompok, suatu organisasi (komunitas), suatu
commit to user
inkuiri empiris yang menyelidiki fenomena dalam konteks kehidupan nyata,
bilamana; batas-batas antara fenomena dan konteks tak tampak dengan tegas dan
dimana multi sumber dimanfaatkan.
Tunggal adalah penelitian yang dilaksanakan pada satu karakteristik
karena hanya dilakukan pada satu sasaran (satu lokasi dan satu subyek)”. Disebut
tunggal karena penelitian ini merupakan penataan secara rinci aspek-aspek
tunggal. H.B Sutopo (2002: 112-113) mengungkapkan “aspek tunggal bisa
dilakukan pada sasaran satu orang atau lebih, satu desa, kecamatan, kabupaten,
propinsi, negara, bangsa atau lebih, tergantung adanya kesamaan karakteristiknya
atau adanya keseragaman”.
Strategi yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus tunggal
terpancang. Menurut H.B Sutopo (2002: 112), penelitian terpancang adalah:
Bentuk penelitian terpancang (embedded research) yaitu penelitian
kualitatif yang sudah menentukan fokus penelitian berupa variabel utamanya akan dikaji berdasarkan pada tujuan dan minat penelitianya sebelum peneliti kelapangan studinya. Dalam proposalnya, peneliti sudah menentukan fokus pada variabel tertentu.
Aspek tunggal atau karakteristik dalam penelitian ini yaitu meneliti
masyarakat pengrajin mainan di Desa Nganglik, Kecamatan Bulukerto,
Kabupaten Wonogiri. Sedangkan terpancang artinya memfokuskan pada suatu
obyek penelitian secara intensif. Dalam penelitian ini, permasalahan terfokus pada
kehidupan sosial ekonomi masyarakat pengrajin mainan yang dilihat dari dua (2)
hal yaitu:
a. relasi sosial yang terjalin antara masyarakat pengrajin dengan masyarakat
sekitar, dengan sesama pengrajin, dengan pembeli dan aparat pemerintah
terkait.
b. strategi bertahan masyarakat pengrajin dalam melangsungkan usaha kerajinan
mainan.
Peneliti menggunakan studi kasus tun