• Tidak ada hasil yang ditemukan

Akuntabilitas Pembatasan Pembagian Dividen Dalam Rangka Perlindungan Modal di Perseroan Terbatas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Akuntabilitas Pembatasan Pembagian Dividen Dalam Rangka Perlindungan Modal di Perseroan Terbatas"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU

Mulhadi. Hukum Perusahaan. Medan: Ghalia Indonesia,2009.

Surya, Indra. Penerapan Good Corporate Governance. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006.

Sutedi, Adrian. Segi-segi Hukum Pasar modal. Jakarta: Ghalia Indonesia, 2009. Sidabalok, Janus. Hukum Perusahaan. Medan: Nuansa Aulia, 2012.

Ary, Tatang. Kebijakan Dividen. Jember: UPP STIM YKPN, 2013.

Prasetya, Rudhi. Teori dan Praktek Perseroan Terbatas. Surabaya: Sinar grafika, 2011.

Wahyudin,Moh. Good Corporate Governance Pada Badan Usaha Manufaktur,

Perbankan, dan Jasa Keuangan Lainnya.Bandung: Alfabeta, 2008.

Ginting,Jamin. Hukum Perseroan Terbatas. Jakarta: PT Citra Aditya Bakti, 2007 Harahap, M.Yahya, Hukum Perseroan Terbatas, Jakarta: Sinar Grafika, 2013

Amirudin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta; PT. Raja Grafindo Persada, 2004.

Rusli, Zainal, membongkar Kejujuran dan Keterbukaan Lembaga Swadaya

Masyarakat Indonesia,Jakarta: Citra Justicia. 2010.

Toha, Suherman, penelitian Masalah Hukum tentang Penerapan Good Coorporate

Governance Pada Dunia Usaha. Badan pembinaan hukum Nasional

Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, 2007.

Murthado, Ali, Metodologi Penelitian Hukum, Medan: Wal Ashari Publishing, 2008. Pramono, Nindyo, Hukum PT Go Public dan Pasar Modal, Yogyakarta: CV Andi

Offset, 2013.

B. Majalah dan Surat Kabar

Yayasan Pembaharuan Administrasi Publik Indonesia (YPAPI), Memahami Good Government Governance, Yogyakarta : Penerbit YPAPI, Oktober 2004.

C. Perundang-Undangan

(2)

D. Jurnal

Nasution,Bismar, Prinsip Keterbukaan dalam Good Corporate Governance, Jurnal

Hukum Bisnis (volume 22 No.6 Tahun 2003) .

E. Website

Bentuk-bentuk akuntabilitas, http://rimaru.web.id/bentuk-bentuk-akuntabilitas.html diakses pada tanggal 10 september 2015

F. Lain-lain

(3)

BAB III

PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP GCG DALAM PENGELOLAAN MODAL

DI PERSEROAN

A. Konsep dan Pengertian Good Corporate Governance

Kata governance berasal dari bahasa Perancis yaitu gubernance yang berarti pengendalian, kata tersebut digunakan dalam konteks kegiatan perusahaan atau jenis organisasi yang lain, menjadi corporate governance. Jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia corporate governance merupakan sebuah tata kelola atau tata pemerintahan perusahaan. Kajian atas corporate governance mulai disinggung pertama kalinya oleh Berle dan Means pada tahun 1932 ketika membuat sebuah buku yang menganalisis terpisahnya kepemilikan saham (ownership) dan control. Pemisahan tersebut berimplikasi pada timbulnya konflik kepentingan antara para pemegang saham dengan pihak manajemen dalam struktur kepemilikan perusahaan yang tersebar (dispersed ownership).44

Pada tahun 1992 Bank of England dan London Stock Exchange membentuk

cadbury comitee, yang bertugas menyusun corporate governance code yang menjadi

acuan utama di banyak negara. Menurut comitee cadbury, corporate governance adalah sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan dengan tujuan, agar mencapai keseimbangan antara kekuatan, kewenangan yang diperlukan oleh perusahaan untuk menjamin kelangsungan eksistensinya dan pertanggungjawaban kepada stakeholders.45

Good corporate governance pada dasarnya merupakan suatu system (input,

proses, output) dan seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara berbagai

44

Indra Surya, Penerapan Good Corporate Governance (Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2006). hlm. 24.

(4)

pihak yang berkepentingan (stakeholders) terutama dalam arti sempit hubungan antara pemegang saham, dewan komisaris, dan dewan direksi demi tercapainya tujuan perusahaan. Good corporate governance dimasukan untuk mengatur hubungan-hubungan ini dan mencegah terjadinya kesalahan-kesalahan signifikan dalam strategi perusahaan dan untuk memastikan bahwa kesalahan-kesalahan yang terjadi dapat diperbaiki dengan segera.46

Good corporate governance diperlukan demi mendorong terciptanya pasar yang

efisien, transparan dan konsisten dengan peraturan perundang-undangan. Secara umum, penerapan prinsip good corporate governance secara konkret, memiliki tujuan terhadap perusahaan sebagai berikut:47

1. memudahkan akses terhadap investasi domestik maupun asing; 2. mendapatkan cost of capital yang lebih murah;

3. memberikan keputusan yang lebih baik dalam meningkatkan kinerja ekonomi perusahaan;

4. meningkatkan keyakinan dan kepercayaan dari stakeholder terhadap perusahaan; 5. melindungi direksi dan komisaris dari tuntutan hukum.

Dari tujuan tersebut, pemenuhan kepentingan seluruh stakeholder secara seimbang berdasarkan peran dan fungsinya masing-masing dalam suatu perusahaan, merupakan tujuan utama yang hendak dicapai. Melalui pemenuhan kepentingan yang seimbang, benturan kepentingan yang terjadi di dalam perusahaan dapat diarahkan dan dikontrol sedemikian rupa, sehingga tidak menyebabkan timbulnya kerugian bagi suatu perusahaan. Berbagai macam korelasi antara implementasi prinsip-prinsip

good corporate governance di dalam suatu perusahaan dengan kepentingan para

46

Moh.Wahyudin Zarkasyi, Good Corporate Governance ( Bandung: Alfabeta, 2008), hlm. 36.

47 Indra Surya dan Ivan Yustiavandana,. penerapan good corporate governance (Jakarta:

(5)

pemegang saham, kreditor, manajemen perusahaan, karyawan perusahaan, dan tentunya para anggota masyarakat, merupakan indikator tercapainya keseimbangan kepentingan.

Penerapan GCG di Indonesia dimulai sejak ditanda tanganinya letter of intent (LOI) dengan IMF, tetapi pedoman GCG baru dikeluarkan pada tahun 1999 oleh Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance (KNKCG) yang dibentuk berdasarkan keputusan Menko Ekuin Nomor: KEP/31/M.Ekuin/08/1999. Menurut KNKCG perusahaan-perusahaan di Indonesia mempunyai tanggung jawab untuk menerapkan standar GCG yang telah ditetapkan ditingkat Internasional. Meskipun telah disadari bahwa GCG memiliki peran yang sangat penting dalam tata kelola suatu perusahaan, tetapi masih banyak pihak yang melaporkan masih rendahnya perusahaan menerapkan prinsip tersebut.

Good corporate governance diperlukan untuk mendorong terciptanya pasar

yang efisien, transparan dan konsisten dengan peraturan perundang-undangan. Oleh sebab itu penerapan GCG perlu didukung oleh tiga pilar yang saling berhubungan, yaitu negara dan perangkatnya sebagai regulator, dunia usaha sebagai pelaku pasar, dan masyarakat sebagai pengguna produk dan jasa dunia usaha.48

B. Prinsip-prinsip Dasar Good Corporate Governance dalam Perseroan

Terbatas

Good Corporate Governance diperlukan untuk mendorong terciptanya pasar

yang efisien, trasparan dan konsinten dengan peraturan perundang-undangan. Untuk

(6)

mencapai tujuan itu perlu diterapkan prinsip-prinsip dasar GCG, seperti transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggung jawaban, kewajaran (fairness).49

1. Prinsip dasar pertama yaitu kewajaran atau fairnes.

Prinsip ini mengandung makna keharusan bagi setiap perusahaan untuk

memberikan kedudukan yang sama terhadap para pemegang saham, sehingga kerugian akibat diskriminatif dapat dicegah sedini mungkin. Menurut prinsip dasar ini, dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas kesetaraan dan kewajaran, perusahaan harus memberikan kesempatan kepada pemangku kepentingan untuk memberikan masukan dan menyampaikan pendapat bagi kepentingan perusahaan serta membuka akses terhadap informasi yang ada dalam perusahaan, perusahaan harus memberikan perlakuan yang setara dan wajar kepada pemangku kepentingan sesuai dengan manfaat dan kontribusi yang diberikan kepada perusahaan, dan perusahaan harus memberikan kesempatan yang sama dalam penerimaan karyawan, berkarir dan melaksanakan tugasnya secara profesional tanpa membedakan suku, agama, ras, jender, dan kondisi fisik.

Secara konkrit, implementasi dari prinsip kewajaran atau fairness ini diwujudkan dengan memberi hak-hak kepada para pemegang saham sebagai berikut:50

a. Hak untuk menghadiri dan memberikan suara dalam suatu RUPS berdasarkan ketentuan satu saham memberi hak kepada pemegangnya untuk mengeluarkan satu suara atau one man one vote.

49

(7)

b. Hak untuk memperoleh informasi material mengenai perseroan secara tepat waktu dan teratur, dan hak ini harus diberikan kepada semua pemegang saham tanpa ada pembedaan atas klasifikasi saham yang dimiliki olehnya. c. Hak untuk menerima sebagian dari keuntungan perseroan yang

diperuntukkan bagi pemegang saham, sebanding dengan jumlah saham yang dimilikinya dalam perseroan dalam bentuk dividen dan pembagian keuntungan lainnya.

Jadi setiap pemegang saham yang memiliki saham dengan klasifikasi yang sama harus diperlakukan setaara berdasarkan asas bahwa pemegang saham yang memiliki saham dengan klasifikasi yang sama mempunyai kedudukan yang setara terhadap perseroan.

Prinsip dasar ini diperlukan untuk mencegah terjadinya permasalahan dalam perusahaan, salah satu permasalahan yang sering timbul adalah menyangkut pemenuhan

2. Transparansi

Transparansi merupakan salah satu prinsip tertua dalam bidang hukum perusahaan.51 Pada umumnya, penerapan prinsip ini ditujukan untuk menghindari berbagai kemungkinan buruk akibat kurang terbukanya perusahaan terhadap para pemegang saham, seperti adanya pernyataan menyesatkan, sistem akutansi yang buruk, dan penyalahgunaan informasi keuangan.52

Prinsip dasar transparansi ini diperlukan untuk menjaga objektivitas dalam menjalankan bisnis, sehingga perusahaan harus menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak

51

(8)

hanya masalah yang diisyaratkan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku kepentingan lainnya.53

Prinsip transparansi ini penting untuk menjaga kepentingan para pemegang saham akan keterbukaan informasi material dalam perusahaan, terkait dengan itu terdapat dua permasalahan, yaitu:54

a. Pemenuhan informasi penting yang berkaitan dengan kinerja suatu perusahaan sebagai bahan pertimbangan bagi para pemegang saham atau calon investor untuk menanamkan modalnya.

b. Perlindungan terhadap kedudukan pemegang saham dari penyalahgunaan wewenang dan penipuan yang dapat dilakukan oleh direksi perusahaan. Kepentingan tersebut harus dapat dipenuhi, maka diperlukan penerapan prinsip transparansi, pernerapan ini ditujukan untuk menghindari berbagai kemungkinan buruk akibat kurang terbukanya perusahaan terhadap para pemegang saham, seperti adanya pernyataan menyesatkan, sistem akutansi yang buruk, dan penyalahgunaan informasi keuangan.

Filosofi dasar yang mendasari lahirnya transparansi adalah karena pemegang saham memiliki keterbatasan dalam menjalankan perusahaan, sehingga suatu perusahaan harus menerapkan prinsip transparansi untuk memudahkan dan memberikan bahan pertimbangan yang cukup lengkap bagi para pemegang saham atau calon investor dalam menentukan apakah perusahaan tersebut layak untuk menerima modalnya.

(9)

Guna menerapkan prinsip transparansi ini ada beberapa pedoman pokok pelaksanaan yang harus dilakukan oleh perusahaan, antara lain:

a. Perusahaan harus menyediakan informasi secara tepat waktu, memadai, jelas, akurat dan dapat diperbandingkan serta mudah diakses oleh pemangku kepentingan sesuai dengan haknya.

b. Informasi yang harus diungkapkan meliputi, tetapi tidak terbatas pada, visi, misi, sasaran usaha dan strategi perusahaan, kondisi keuangan, susunan dan kompensasi pengurus, pemegang saham pengendali, kepemilikan saham oleh anggota direksi dan anggota dewan komisaris beserta anggota keluarganya dalam perusahaan dan perusahaan lainnya yang memiliki benturan kepentingan, sistem manajemen risiko, sistem pengawasan dan pengendalian internal, sistem dan pelaksanaan GCG serta tingkat kepatuhannya, dan kejadian penting yang dapat mempengaruhi kondisi perusahaan.

c. Prinsip keterbukaan yang dianut oleh perusahaan tidak mengurangi kewajiban untuk memenuhi ketentuan kerahasiaan perusahaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, rahasia jabatan, dan hak-hak pribadi.

d. Kebijakan perusahaan harus tertulis dan secara proporsional dikomunikasikan kepada pemangku kepentingan.

3. Kemandirian (indenpendensi)

Maksud dari prinsip dasar kemandirian (indenpendensi) ini adalah bahwa untuk melancarkan pelaksanaan asas GCG, perusahaan-perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain. 55 Masalah intervensi memang

(10)

merupakan suatu masalah kontemporer, karena pemisahan yang semakin nyata antara

4. Tanggung jawab (responsibility)

Prinsip tanggung jawab (responsibility) merupakan perwujudan dari tanggung jawab suatu perusahaan untuk mematuhi dan menjalankan setiap aturan yang telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku di negara asalnya atau tempat berdomisili secara konsekuen. Termasuk peraturan di bidang lingkungan hidup, persaingan usaha, ketenaga kerjaan, perpajakan, perlindungan konsumen, dan sebagainya, sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan di tiap-tiap negara.56

Prinsip tanggung jawab ini diimplementasikan demi memperoleh nama baik (reputasi) perusahaan serta mempertahankannya. Tidak dapat dipungkiri bahwa nama baik perusahaan merupakan satu aset yang paling berharga, suatu perusahaan mungkin dalam kinerjanya telah sangat baik, efektif, serta efisien dalam melakukan kegiatan usahanya baik dalam menghasilkan produk barang maupun jasa, namun semua itu belum lengkap jika perusahaan tersebut tidak memiliki reputasi yang baik di mata masyarakat, dengan reputasi yang baik akan sangat membantu dalam pemasaran produk-produk perusahaan tersebut. Selain itu semakin baik reputasi perusahaan semakin mudah untuk menarik investor untuk menanamkan sahamnya di perusahaan tersebut.

Perusahaan dalam melakukan kegiatan usahanya menurut prinsip ini harus memenuhi peraturan perundang-undangan serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai good corporate

(11)

citizen. Dalam menjalankan prinsip tanggung jawab ini ada beberapa pedoman

pokok pelaksanaan, yaitu:

a. organ perusahaan harus berpegang pada prinsip kehati-hatian dan memastikan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, anggaran dasar dan peraturan perusahaan (by laws);

b. perusahaan harus melaksanakan tanggung jawab sosial dengan antara lain peduli terhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan terutama disekitar perusahaan dengan membuat perencanaan dan pelaksanaan yang memadai.

5. Akuntabilitas

Menurut oxford Advance Learner’s Dictionary, Oxford University Press,

1989, Accontability adalah required or expected to give an explanation for one’s

action.57 Menurut J.B. Ghartey, 1987, Akuntabilitas ditujukan untuk memperoleh

jawaban atas pertanyaan berhubungan dengan pelayanan apa, oleh siapa, kepada siapa, milik siapa, yang mana, dan bagaimana. Dengan demikian permasalahan yang timbul kemudian adalah apa yang harus dipertanggung jawabkan, siapa yang harus bertanggung jawab, kepada siapa harus dipertanggung jawabkan, mengapa pertanggung jawaban harus diserahkan.

Akuntabilitas mengandung kewajiban dari seseorang atau organisasi untuk dapat menyajikan, melaporkan dan mempertanggung jawabkan segala hasil kegiatannya terutama di bidang administrasi keuangan kepada pihak yang lebih tinggi/atasan. Prinsip akuntabilitas ini diperlukan untuk memecahkan atau mengatasi konflik yang sering terjadi antara dewan direksi yang secara tidak langsung menjadi agen bagi para pemegang saham dalam menjalankan perusahaan, dengan para

(12)

pemegang saham itu sendiri.58 Dalam kenyataannya, hubungan kerja sama yang kurang sinergis antara dewan direksi dan pemegang saham dipengaruhi oleh kesalahan persepsi yang menganggap bahwa badan hukum perusahaan hanyalah sekedar mesin yang berjalan tanpa kendali manusia. Sebagai akibatnya, terjadi pemisahan wewenang antara pemegang saham dengan dewan direksi dalam menjalankan perusahaan, sehingga pada saat sebuah perusahaan berdiri, wewenang pemegang saham untuk menjalankan usahanya menjadi hilang dan digantikan dengan adanya tanggung jawab terbatas atas kewajiban-kewajiban perusahaan.59 Prinsip akuntabilitas juga berkaitan erat dengan prinsip transparansi, karena dengan prinsip akuntabilitas, segala informasi material yang telah diberikan dapat diolah sedemikian rupa sehingga didapatkan bahan yang komprehensif dalam melakukan pengawasan terhadap kinerja suatu perusahaan. Prinsip ini juga turut mendukung keberadaan doktrin fiduciary duties yang pada dasarnya memberikan konsep normatif mengenai wewenang dan tanggung jawab direksi dan komisaris dalam menjalankan perusahaan, sehingga doktrin tersebut dapat diimplementasikan secara konkret.

Akuntabilitas hidup dan berkembang dalam suasana yang transparan dan demokratis serta adanya kebebasan dalam mengemukakan pendapat. Oleh karena itu, pemerintah harus betul-betul menyadari bahwa pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat adalah hal yang tidak dapat dipisahkan dari publik. Ada empat dimensi yang membedakan akuntabilitas dengan yang lain, yaitu:

a. Siapa yang harus melaksanakan akuntabilitas b. Kepada siapa ia berakuntabilitas

c. Apa standar penilaian akuntabilitasnya

(13)

d. Nilai akuntabilitas itu sendiri60

Secara absolut, akuntabilitas memvisualisasikan ketaatan kepada peraturan, kemampuan melakukan evaluasi kerja, keterbukaan, mengacu jadwal, penerapan efisiensi dan efektivitas biaya. Pengendalian adalah bagian penting yang saling menunjang dalam akuntabilitas. Kebijakan pada dasarnya merupakan ketentuan yang harus dipedomani meliputi, Kebijakan Nasional, fundamental, strategis mencapai tujuan nasional, Kebijakan umum, kebijakan presiden, kebijakan gubernur, kebijakan pelaksanaan, kebijakan teknis.61

Penerapan prinsip akuntabilitas ini didasarkan pada beberapa pedoman pokok pelaksanaan perusahaan, yaitu:

a. perusahaan harus menetapkan rincian tugas dan tanggung jawab masing-masing organ perusahaan dan semua karyawan secara jelas dan selaras dengan visi, misi, sasaran usaha, dan strategi perusahaan;

b. perusahaan harus meyakini bahwa semua organ perusahaan dan semua karyawan mempunyai kompetensi sesuai dengan tugas, tanggung jawab, dan peranannya dalam melaksanakan GCG;

c. perusahaan harus memastikan adanya sistem pengendalian internal yang efektif dalam pengelolaan perusahaan;

d. perusahaan harus memiliki ukuran kinerja untuk semua jajaran perusahaan yang konsisten dengan nilai-nilai perusahaan, sasaran utama dan strategi perusahaan, serta memiliki sistem penghargaan dan sanksi ( reward and

punishment system);

60

HM Rusli Zainal, membongkar Kejujuran dan Keterbukaan Lembaga Swadaya

Masyarakat Indonesia (Jakarta: Citra Justicia. 2010)., hlm.141.

(14)

e. dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, setiap organ perusahaan dan semua karyawan harus berpegang pada etika bisnis dan pedoman perilaku (code of conduct).

Menurut Sirajudin H. Saleh dan Aslam Iqbal, akuntabilitas merupakan sisi-sisi sikap dan watak kehidupan manusia meliputi akuntabilitas intern seseorang dan akuntabilitas ekstern seseorang.62 Akuntabilitas intern berhubungan dengan batin atau spiritual seseorang, seperti perasaan malu berbuat melanggar ketentuan-ketentuan dan aturan-aturan. Sedangkan akuntabilitas eksternal adalah akuntabilitas kepada lingkungannya baik formal (atasan) maupun informal (masyarakat)

Sektor publik mengenal beberapa bentuk dari akuntabilitas, yaitu : a. Akuntabilitas ke atas (upward accountability)

Menunjukkan adanya kewajiban untuk melaporkan dari pimpinan puncak dalam bagian tertentu kepada pimpinan eksekutif, seperti seorang dirjen kepada menteri.

b. Akuntabilitas keluar (outward accountability)

Bahwa tugas pimpinan untuk melaporkan, megkonsultasikan dan menanggapi kelompok-kelompok klien dan stakeholders dalam masyarakat.

c. Akuntabilitas ke bawah (downward accountability)

Menunjukkan bahwa setiap pimpinan dalam berbagai tingkatan harus selalu mengkomunikasikan dan mensosialisasikan berbagai kebijakan kepada bawahannya karena sebagus apapun suatu kebijakan hanya akan berhasil mana kala dipahami dan dilaksanakan oleh seluruh pegawai.

(15)

Lembaga Administrasi Negara (LAN) yang seperti dikutip Badan pengawas Keuangan dan pembangunan (BPKP) membedakan akuntabilitas dalam tiga macam akuntabilitas, yaitu:63

a. Akuntabilitas keuangan

Akuntabilitas keuangan merupakan pertanggungjawaban mengenai integritas keuangan, pengungkapan dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Sasarannya adalah laporan keuangan yang mencakup penerimaan, penyimpanan dan pengeluaran keuangan instansi pemerintah.

b. Akuntabilitas manfaat

Akuntabilitas manfaat pada dasarnya memberi perhatian pada hasil-hasil dari kegiatan pemerintahan. Hasil kegiatannya terfokus pada efektivitas, tidak sekedar kepatuhan terhafap prosedur. Bukan hanya output, tapi sampai outcome. Outcome adalah dampak suatu program atau kegiatan terhadap masyarakat. Outcome lebih tinggi nilainya daripada output, karena output hanya mengukur dari hasil tanpa mengukur dampaknya terhadap masyarakat. Sedangkan outcome mengukur output dan dampak yang dihasilkan. Pengukuran outcome memiliki dua peran yaitu restopektif dan prospektif. Peran restopektif terkait dengan penilaian kinerja masa lalu, sedangkan peran prospektif terkait dengan perencanaan kinerja masa depan.

c. Akuntabilitas prosedural

Akuntabilitas yang memfokuskan kepada informasi mengenai tingkat kesejahteraan sosial. Diperlukan etika dan moral yang tinggi serta dampak positif pada kondisi sosial masyarakat. Akuntabilitas prosedural yaitu merupakan pertanggungjawaban mengenai aspek suatu penetapan dan

(16)

pelaksanaan suatu kebijakan yang mempertimbangkan masalah moral, etika, kepastian hukum dan ketaatan pada keputusan politik untuk mendukung pencapaian tujuan akhir yang telah ditetapkan.

C. Penerapan Prinsip-Prinsip GCG dalam Pengelolaan Modal di Perseroan

Terbatas

Kepentingan para pemegang saham atau investor memang harus diperhatikan, tetati perlu juga diperhatikan kepentingan para kreditor. Mengingat hampir tidak ada perusahaan yang dapat berjalan dengan modal sendiri, sehingga mencari tambahan dana untuk biaya operasional perusahaan ataupun ekspansi usaha. Dana tersebut dapat diperoleh dari berbagai cara, tetapi kebanyakan perusahaan bertumpu pada bantuan pinjaman kredit yang dapat diberikan oleh bank, lembaga keuangan, dan berbagai kreditor internasional.64

Demi terpenuhinya kepentingan perusahaan akan modal, maka pemenuhan kepentingan kreditor juga harus diperhatikan melalui implementasi prinsip-prinsip GCG. Dalam realitas masa kini, penerapan prinsip-prinsip GCG dalam suatu perusahaan merupakan salah satu bahan pertimbangan utama bagi kreditor dalam mengevaluasi potensi suatu perusahaan untuk menerima pinjaman kredit darinya.65 Bahkan bagi perusahaan-perusahaan yang berdomisili di negara-negara berkembang, implementasi prinsip GCG secara konkret, dapat memberikan kontribusi untuk memulihkan kepercayaan para kreditor terhadap kinerja suatu perusahaan yang dilanda krisis, misalnya di Indonesia.66 Bahkan di dunia internasional penerapan prinsip GCG dalam perusahaan telah menjadi syarat mutlak dalam perjanjian pemberian kredit, sering kali perusahaan yang menerapkan prinsip GCG memiliki

64

Indra surya, Op.Cit., hlm. 83.

(17)

kemungkinan yang lebih besar untuk memperoleh bantuan kredit bagi usahanya dibandingkan dengan perusahaan yang tidak menerapkan prinsip GCG.

Hal-hal tersebut sangat berkaitan dengan filosofi dasar kepentingan para kreditor, yaitu bahwa kepentingan utama kreditor adalah mendapatkan keuntungan maksimal dan menekan seminimal mungkin risiko kegagalan pengembalian pinjaman. Keuntungan ini dapat diperoleh dengan berbagai jalan, salah satunya adalah dengan meningkatkan tingkat kemampuan perusahaan debitor untuk mengembalikan dana yang telah dipinjam melalui efektivitas kinerja perusahaan tersebut. Dari filosofi tersebut kepentingan kreditor yang harus dipenuhi mencakup:67

1. Persamaan kedudukan kreditor dalam memperoleh kembali atas pinjaman yang telah diberikan.

2. Pemberian informasi material perusahaan yang berkaitan dengan bahan pertimbangan kreditor dalam memberikan pinjaman dana.

3. Analisis terhadap kinerja perusahaan untuk menentukan prospek perusahaan tersebut dimasa depan.

4. Pengawasan terhadap ketaatan perusahaan debitor terhadap hukum yang berlaku di negara asal atau tempat berdomisili debitor.

5. Khusus bagi dunia perbankan, kepentingan itu harus pula disesuaikan dengan prinsip prudential banking dan prinsip know your customer, yang bertujuan untuk melindungi kepentingan nasabah dan juga kepentingan bank.

Dengan adanya prinsip tersebut, bank menjadi lebih berhati-hati dalam memberikan bantuan kredit dengan memperhitungkan segala kemungkinan yang akan terjadi, termasuk melalui penggunaan cost benefit analysis yang mendalam

(18)

sebelum mencairkan pinjaman. Bank juga akan berusaha untuk mengetahui dan mengenal calon debitornya dengan sebaik mungkin, mempelajari latar belakang, kinerja, dan manajemen dari perusahaan tersebut. Oleh karena hal ini kreditor yang akan meminjamkan dana kepada perusahaan demi kepentingan modal perusahaan harus memperhatikan bagaimana prinsip GCG diterapkan dalam perusahaan tersebut, karena jika hanya dengan melihat laporan keuangan yang diberikan oleh perusahaan, hal tersebut hanyalah merupakan perbuatan yang sia-sia, karena laporan keuangan sama sekali tidak dapat menjamin apakah perusahaan calon penerima kredit nantinya akan memiliki kemampuan untuk mengembalikan dana pinjaman kepada calon kreditor ataukah tidak.

Berkaitan dengan hal tersebut, prinsip fairness atau kewajaran adalah prinsip GCG pertama yang harus dikembangkan. Jangan sampai terjadi pembedaan terhadap hak para kreditor untuk menerima pembayaran piutangnya, hal seperti ini sering terjadi di dalam praktek, ketika terjadi perbedaan kesempatan antar kreditor dalam menerima pembayaran. Keadaan tersebut menunjukkan suatu bentuk ketidakadilan yang nyata mengingat terjadi pembedaan kedudukan para kreditor, bagi yang satu kewajibannya terus-menerus ditunda, terutama para kreditor minoritas, sedangkan kreditor lainnya senantiasa didahulukan, sehingga hal ini berakibat kerugian terhadap kreditor terutama kreditor yang terus ditunda haknya.

(19)

Kepentingan kedua dari para kreiditor adalah hak untuk memperoleh informasi material dari suatu perusahaan sebagai bahan analisis untuk menentukan apakah perusahaan tersebut layak menjadi debitornya, jadi mirip dengan kepentingan para pemegang saham atau investor68. Untuk memenuhi kepentingan ini, maka diimplementasikan prinsip keterbukaan atau tranparansi dalam perusahaan.

Perlu diperjelas informasi apa saja yang semestinya diberikan perusahaan kepada para kreditor yang kemudian akan dijadikan bahan pertimbangan bagi kreditor untuk meminjamkan dana kepada perusahaan. Informasi tersebut antara lain: 1. Informasi mengenai penggunaan dana yang telah dipinjamkan oleh para kreditor. Biasanya, terutama di bidang perbankan, fasilitas kredit diberikan terbatas hanya untuk ruang lingkup usaha atau kegiatan tertentu yang ditentukan di awal perjanjian pemberian kredit antara kreditor dengan debitor. Maksudnya adalah untuk memberikan kejelasan mengenai apa dan bagaimana dana yang dipinjamkan tersebut akan dipakai untuk berusaha.

2. Informasi mengenai transaksi-transaksi material yang dilakukan oleh perusahaan debitor dan memiliki pengaruh yang besar terhadap kelangsungan perusahaan tersebut.

Keterbukaan mengenai informasi tersebut sangat berkaitan dengan risiko yang akan dialami oleh suatu perusahaan ketika melakukan transaksi yang berjumlah besar, yang berpengaruh terhadap kelangsungan hidup perusahaan. Permasalahan yang kemudian muncul adalah semakin besar transaksi yang dilakukan perusahaan akan berimplikasi terhadap kemampuan perusahaan mengembalikan dana yang telah dipinjamnya dari kreditor.

(20)
(21)

BAB IV

AKUNTABILITAS PEMBATASAN PEMBAGIAN DIVIDEN DALAM

RANGKA PERLINDUNGAN MODAL DI PERUSAHAAN

A. Pembagian Deviden dalam Perseroan Terbatas

Pembayaran dividen biasanya dilakukan dalam beberapa tahap dalam satu tahun. Di Amerika Serikat, pembayaran dividen umumnya dilakukan setiap kuartal.

69

Di negara-negara lain ada yang melakukannya dua kali setahun atau satu tahun sekali. Di Indonesia, praktik pembayaran dividen ada yang dua kali ada yang satu kali. Hal lain yang membedakan praktik keputusan dividen adalah berkenaan dengan siapa yang memutuskan besar kecilnya dividen. Berbeda dengan kelaziman di negara-negara maju, misalnya Amerika Serikat dimana besar kecilnya dividen ditentukan oleh dewan direktur atau manajemen perusahaan, di indonesia keputusan terhadap seberapa besar dividen akan dibagikan kepada pemegang saham berada dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Artinya RUPS memegang peran kunci dalam kebjakan dividen di Indonesia, sehingga dalam banyak hal, keputusan dividen bukan merupakan keputusan strategis dari manajemen perusahaan semata.

Pembagian dividen diatur dalam bab tersendiri dalam UUPT yaitu dalam bagian ketiga tentang penggunaan laba. Pasal 70 angka 1 UUPT menyatakan Perseroan wajib menyisihkan jumlah tertentu dari laba bersih setiap tahun untuk cadangan. Menurut ketentuan pasal 70 UUPT tersebut dapat dipahami bahwa perseroan tidak dapat membagikan seluruh laba bersih, tetapi harus menyisakan sejumlah tertentu untuk menjadi cadangan. Sehingga dapat dikatakan bahwa pembagian dividen oleh perseroan harus dibatasi, pembatasan pembagian dividen ini

(22)

penting untuk melindungi modal perusahaan, pendanaan (financing) dan keperluan investasi ulang (reinvestment).

Pembatasan pembagian dividen kepada para pemegang saham sangat penting, sehingga diperlukan pembatas-pembatas kebijakan dividen. Keputusan dividen (dividen decision), yaitu keputusan yang terkait dengan berapa bagian dari laba yang akan dibagikan kepada pemegang saham, merupakan salah satu keputusan penting dalam keuangan korporasi. Dua keputusan penting yang lain adalah keputusan pendanaan (financing decision) dan keputusan investasi (investing decision). Dalam hal ini, manajer harus mampu menjelaskan mengapa sebagian dari laba harus dibagikan kepada pemegang saham, karena besar kecilnya dividen yang akan dibagikan akan menentukan berapa arus dana yang mengalir ke investor dan berapa dana yang ditahan oleh perusahaan untuk keperluan investasi ulang (reinvestment). Hal lain yang juga harus diperhatikan oleh manajer terkait keputusan dividen adalah kapan keputusan tersebut harus diumumkan ke publik. Jadi, dari sudut pandang manajer, keputusan dividen mengandung muatan-muatan penting yang akan memengaruhi bagaimana pemegang saham dan calon pemegang saham menyikapi rencana jangka pendek dan jangka panjang perusahaan.70

Bringham dan houston membagi ada empat kelompok besar faktor-faktor yang memengaruhi kebijakan dividen perusahaan. Keempat hal tersebut adalah:

1. Kebijakan dividen dan kendala-kendala utama

a. Perjanjian kredit (debt covenant) atau pengakuan utang (debt indenture) Sebagai pihak pemberi pinjaman kepada perusahaan, kreditor mempunyai kekuatan untuk memaksakan perjanjian utang yang tidak mungkin merugikan dirinya. Kreditor dapat menggunakan perjanjian kredit yang mencegah

(23)

manajemen untuk membagi dividen dalam jumlah besar. Dalam hal ini, pihak pemberi kredit berkepentingan untuk mendapatkan jaminan bahwa dana yang dipinjamkan akan kembali.

b. Ketidakcukupan keuntungan

Peraturan yang berlaku di negara-negara maju ada yang dikeluarkan dalam rangka untuk mengurangi upaya manajemen guna memaksakan diri untuk membagi dividen, sampai pada titik yang dianggap merugikan kreditor. misalnya, tidak boleh perusahaan membagi dividen lebih tinggi daripada laba ditahan di dalam neraca. Pembatasan resmi besaran dividen yang akan dibagikan kepada pemegang saham, yang dikenal dengan sebutan impairment

of capital rule, dimaksudkan untuk melindungi kreditor dari aksi

sewenang-wenang manajemen dalam pembagian dividen kepada pemegang saham. c. Kesediaan kas

Dividen tunai hanya dapat dibagikan jika jumlah kas yang tersedia di perusahaan mencukupi. Manajemen perusahaan memiliki alasan fundamental untuk tidak membayar dividen jika memang kondisi arus kas diperusahaan tidak memungkinkan. Jika manajemen memaksakan diri untuk membayar dividen padahal kondisi kas sedang tidak baik, maka perusahaan dapat mengalami permasalahan likuiditas. Bahkan pada tataran tertentu dapat mengakibatkan gagak bayar (default) atas kewajiban-kewajiban jangka pendek perusahaan yang sedang jatuh tempo.

(24)

bermacam-macam, misalnya dengan menambah utang atau menerbitkan ekuitas baru bahkan menjual aset. Jika jumlah kas yang tersedia relatif memadai, maka manajemen tidak harus mengandalkan sumber kas eksternal, apakah itu dengan utang atau menerbitkan saham baru.

d. Denda pajak karena kecurangan pengakuan laba

Laba sebagai produk dari proses akuntansi, tidak tertutup dari kemungkinan adanya upaya membuat besar kecilnya laba sesuai dengan kehendak manajemen. Manajemen perusahaan, sebagai wakil dari pemilik perusahaan, dapat ,menggunakan perusahaan untuk mengindari pajak pribadi. Majanjemen dapat mengurangi rasio pembayaran dividen menjadi sangat rendah guna mengindari pajak pribadi, maka jika dapat dibuktikan manajemen melakukan hal tersebut maka manajemen dapat dikenakan sanksi. Dalam hal ini manajemen harus tetap memegang prinsip kejujuran (fairness) dalam melakukan pekerjaannya dan prinsip akuntabilitas dalam mempertanggung jawabkan dan melaporkan aktivitas-aktivitas diperusahaan dan laporan keuangan perusahaan, karena manajemen memiliki banyak cara untuk melaporkan kinerja secara tidak benar.

Memang tidak dapat dipungkiri bahwa manajer-manajer yang pintar memiliki banyak cara dan dapat menggunakan berbagai proses yang dapat memengaruhi besaran laba yang dilaporkan perusahaan. Beberapa kasus besar yang berkaitan dengan hal ini adalah kasus manajemen laba (earnings

managenment) di sejumlah perusahaan besar di Amerika Serikat, seperti

(25)

2. Kebijakan dividen dan peluang investasi a. Posisi dari peluang pertumbuhan investasi

Kecenderungan bahwa peluang investasi terbuka akan memaksa manajemen mengurangi besaran dividen yang berarti ada peningkatan porsi laba ditahan (retention ratio). Peningkatan penggunaan sumber internal menjadi alternatif yang lebih disukai dalam pemenuhan dana karena tidak menaikkan rasio kecukupan utang bahkan akan memperbaiki yang sekaligus meningkatkan nilai aset perusahaan.

Peluang investasi sangat terkait dengan siklus kehidupan perusahaan. Manajemen perusahaan mau tidak mau harus mengedepankan upaya pemanfaatan peluang investasi jika kondisin di perusahaan memungkinkan untuk itu. Sehingga pengalihan dana untuk keperluan investasi daripada dividen harus dilakukan dengan prinsip bahwa investasi tersebut harus menimbulkan keuntungan sehingga di tahun mendatang akan ada kenaikan pembagian dividen. Hal ini merupakan kompensasi atas penundaan atau pengurangan dividen yang telah dilakukan.

b. Potensi mempercepat atau menunda proyek

(26)

tersebut memang harus membuat manajemen mengorbankan pemegang saham dalam bentuk pengurangan atau penundaan pembayaran dividen, maka manajemen harus mampu meyakinkan pemegang saham bahwa manfaat proyek tersebut lebih menjanjikan daripada dividen yang akan diterimakan.

3. Kebijakan dividen dan sumber-sumber pendanaan a. Biaya atas penjualan saham baru

Kebutuhan untuk mendanai proyek baru yang menguntungkan dapat dipenuhi dengan sumber internal (laba ditahan), berutang (penerbitan surat utang), atau dengan menerbitkan saham (ekuitas) baru. Jika biaya untuk menerbitkan ekuitas baru, misalnya melalui mekanisme penawaran saham terbatas (right issue atau seasoned equity offerings) tidak tinggi, baik biaya langsung maupun tidak langsung, maka manajemen memiliki peluang untuk menerbitkan ekuitas baru. Konsekuensinya, besarnya dividen dapat dipertahankan atau dinaikkan. Sebaliknya, jika biaya penerbitan diyakini lebih tinggi, dalam hal ini biaya ekuitas lebih tinggi daripada biaya saham, sebaiknya manajemen menekan besarnya dividen dan lebih mengandalkan pada laba ditahan. Jadi, jika perusahaan mampu menekan biaya emisi, maka penerbitan ekuitas baru lebih menarik daripada penggunaan sumber dana internal.

b. Kemampuan untuk mengganti ekuitas dengan utang

(27)

memengaruhi tinggi rendahnya dividen. Jika penambahan utang masih memungkinkan dan tidak memengaruhi rasio kecukupan utang, hal-hal lain dianggap konstan, kebijakan dividen bisa lebih fleksibel. Jadi, posisi utang dalam neraca dapat memengaruhi kebijakan dividen jika memang ada peluang investasi yang menjanjikan.

c. Keperluan pengendalian perusahaan

Manajemen mengkhawatirkan aspek pengendalian, misalnya karena perusahaan terpaksa menerbitkan saham baru dan konsekuensinya dan pemegang saham baru yang masuk ke dalam perusahaan (adanya dilusi saham), maka sangat besar kemungkinan bagi manajemen untuk menahan laba lebih tinggi atau mengurangi porsi dividen yang akan dibagikan. Namun demikian, jika pemegang saham lebih menginginkan dividen yang lebih tinggi, dan ada tekanan dari sejumlah pemegang saham yang bermaksud meningkatkan porsi kepemilikannya, dalam hal ini berupa pengendalian yang lebih baik, maka rasio pembayaran dividen akan dapat ditingkatkan.

4. Kebijakan dividen dan biaya modal

a. Keinginan pemegang saham atas penghasilan sekarang dibandingkan dengan penghasilan yang akan datang

(28)

keinginan jangka pendek, beban biaya modal yang mereka harapkan atau tanggung akan cenderung lebih rendah daripada preferensi tersebut berbasis jangka panjang.

b. Tingkat risiko dividen dibandingkan dengan kenaikan nilai modal (capital

gains)

Dividen sebagai salah satu pemanis dalam keputusan investasi disikapi berbeda-beda oleh pemegang saham, baik itu antar pemegang saham kecil (retail owners) maupun pemegang saham institusi (institutional owner). Jika rasio pembayaran dividen perusahaan mengalami peningkatan, maka aliran kas yang masuk ke dalam perusahaan akan semakin rendah. Untung rugi terkait dengan pembayaran dividen ini akan memiliki dampak terhadap biaya modal perusahaan. Semakin tinggi rasio pembayaran dividen, semakin tinggi pula potensi akan naiknya biaya modal, khususnya jika perusahaan terpaksa harus menerbitkan surat utang untuk memenuhi kebutuhan pendanaan. Manajer perusahaan harus mampu secara cermat menetapkan kebijakan dividen yang dapat menekan potensi kenaikan biaya modal karena kenaikan biaya modal menyebabkan tuntutan kenaikan imbal hasil investasi yang semakin tinggi juga dan kondisi ini tentu akan menyusahkan manajemen.

c. Informasi atau pertanda yang terkandung dalam dividen

(29)

Di sejumlah negara, pembayaran dividen ada yang dilakukan sekali dalam setahun, atau dua kali dalam setahun, bahkan di Amerika Serikat mayoritas perusahaan membayar dividen sebanyak empat kali atau secara kuartalan. Pembayaran dividen sekali dalam satu tahun tentu akan dimaknai berbeda jika dibandingkan dengan pembayaran berbasis kuartalan.

Sebagai salah satu sumber aliran kas masuk bagi pemegang saham dan sebagai suatu pengurang kemampuan likuiditas dan investasi bagi perusahaan, dividen akan disikapi berbeda-beda oleh berbagai pihak. Dividen dapat menjadi suatu sinyal (pertanda) jika dividen dapat memengaruhi preferensi investor dan manajemen.

B. Perlindungan Modal dalam Perseroan Terbatas

Modal merupakan unsur yang penting dan harus ada pada suatu perusahaan, sehingga modal dan permodalan dalam perusahaan harus dilindungi. Perseroan Terbatas merupakan suatu asosiasi modal dan persekutuan untuk menghimpun modal, sekali modal terhimpun tidak boleh modal itu tercerai berai. Selain itu, modal PT merupakan tumpuan harapan kreditor, bertalian kreditor PT terbatas hanya dapat menagih kepada harta kekayaan PT. dalam hubungan inilah, maka undang-undang harus memberikan perlindungan kepada kreditur PT.71

Bab III bagian kedua UUPT mengatur tentang perlindungan modal dan kekayaan perseroan. Pokok-pokok penting yang diatur dalam bagian ini adalah sebagai berikut:

(30)

1. Perseroan dapat membeli kembali saham yang telah dikeluarkan.

Pada prinsipnya undang-undang tidak melarang untuk perseroan membeli kembali atas saham yang telah diterbitkan (buy back), namun dalam pembelian kembali itu, sebagaimana Pasal 37 UUPT, harus diperhatikan beberapa ketentuan, yaitu;

a. Pembelian kembali saham itu tidak menyebabkan kekayaan bersih perseroan menjadi lebih kecil dari jumlah modal yang ditempatkan ditambah cadangan wajib yang telah disisihkan, dan

b. Jumlah nilai nominal seluruh saham yang dibeli kembali oleh perseroan dan gadai saham atau jaminan fidusia atas saham yang dipegang oleh perseroan sendiri atau perseroan lain yang sahamnya secara langsung atau tidak langsung dimiliki oleh perseroan, tidak melebihi 10% dari jumlah modal yang ditempatkan dalam perseroan, kecuali diatur lain dalam peraturan perundang-undangan dibidang pasar modal.

2. Pembelian kembali atau pengalihan lebih lanjut, harus berdasar persetujuan RUPS

Pasal 38 ayat (1) UUPT, mengahruskan adanya “persetujuan” RUPS atas

pembelian kembali saham atau pengalihan lebih lanjut saham yang dibeli kembali. Baik pembelian kembali maupun pengalihan lebih lanjut saham tersebut:

a. Hanya boleh dilakukan direksi berdasar persetujuan RUPS, kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundang undangan .

(31)

3. Rapat Umum Pemegang Saham dapat menyerahkan kewenangan keapada Dewan Komisaris untuk menyetujui pelaksanaan Keputusan RUPS.72 Berdasarkan pasal 39, RUPS dapat menyerahkan kewenangan kepada Dewan Komisaris untuk menyetujui pelaksanaan Keputusan RUPS untuk membeli kembali atau untuk mengalihkan lebih lanjut saham yang dibeli kembali, dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Penyerahan kewenangan itu kepada Dewan Komisaris, hanya terbatas untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun;

b. Namun jangka waktu itu, setiap kali dapat diperpanjang untuk jangka waktu 1 (satu) tahun, dan

c. Penyerahan kewenangan itu sewaktu-waktu dapat dicabut oleh RUPS Sesuai dengan penjelasan pasal ini, yang dimaksud dengan pelaksanaan adalah penentuan tentang saat dan cara pembelian kembali saham dan jumlah saham yang dapat dibeli kembali. Akan tetapi terhadap pelaksanaan yang diberikan RUPS kepada Dewan Komisaris atas pembelian kembali maupun tindak lanjutnya, ada pembatasan. Ke dalam pelaksanaan itu, tidak termasuk yang menjadi tugas Direksi dalam pembelian kembali itu, seperti melakukan pembayaran, penyimpanan surat saham dan pencatatan dalam daftar pemegang saham.73

4. Saham yang dikuasai kembali, tidak mempunyai hak suara dan hak dividen. Dalam perlindungan modal dan kekayaan perseroan, ada diatur berkenaan dengan hak suara (voting right) dan hak dividen ( dividend right) atas saham yang dikuasai perseroan. Menurut pasal 40 UUPT 2007 :

(32)

a. Yang dimaksud dengan saham yang dikuasai perseroan, karena pembelian kembali, peralihan karena hukum, karena hibah atau hibah wasiat;

b. Saham yang dikuasai perseroan yang terjadi karena hal-hal tersebut diatas:

1) Tidak dapat digunakan untuk mengeluarkan suara dalam RUPS, dan tidak diperhitungkan dalam menentukan jumlah kuorum yang harus dicapai sesuai dengan ketentuan undang-undang ini dan/atau anggaran dasar,

2) Saham tersebut tidak berhak mendapat pembagian dividen. Dari penjelasan diatas, pasal 40 UUPT 2007 menegaskan, saham yang dikuasai perseroan baik karena pembelian kembali, peralihan karena hukum, hibah wasiat, tidak mempunyai hak suara dan tidak mempunyai hak dividen.

C. Dasar Hukum Pembatasan Pembagian Deviden

Pembagian dividen dalam perseroan terbatas dabat dibatasi jumlahnya demi kepentingan permodalan perusahaan dan juga kepentingan investasi ulang. Dasar hukum tentang pembatasan pembagian dividen ini adalah Undang-undang nomor 40 tahun 2007 bab ke dua bagian ketiga tentang penggunaan laba, menyatakan bahwa: Pasal 70

1. Perseroan wajib menyisihkan jumlah tertentu dari laba bersih setiap tahun buku untuk cadangan.

(33)

3. Penyisihan laba bersih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sampai cadangan mencapai paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah modal yang ditempatkan dan disetor.

4. Cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang belum mencapai jumlah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya boleh dipergunakan untuk menutup kerugian yang tidak dapat dipenuhi oleh cadangan lain.

Pasal 72

1. Perseroan dapat membagikan dividen interim sebelum tahun buku Perseroan berakhir sepanjang diatur dalam anggaran dasar perseroan.

2. Pembagian dividen interim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan apabila jumlah kekayaan bersih perseroan tidak menjadi lebih kecil daripada jumlah modal ditempatkan dan disetor ditambah cadangan wajib.

3. Pembagian dividen interim sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak boleh mengganggu atau menyebabkan Perseroan tidak dapat memenuhi kewajibannya pada kreditur atau mengganggu kegiatan Perseroan.

4. Pembagian dividen interim ditetapkan berdasarkan keputusan Direksi setelah memperoleh persetujuan Dewan Komisaris, dengan memperhatikan ketentuan pada ayat (2) dan ayat (3).

5. Dalam hal setelah tahun buku berakhir ternyata Perseroan menderita kerugian, dividen interim yang telah dibagikan harus dikembalikan oleh pemegang saham kepada Perseroan.

(34)

Dari ketentuan pasal 70 ayat (1) dapat diketahui bahwa pembagian dividen kepada para pemegang saham harus dibatasi jumlahnya, karena menurut pasal 70 ayat (1) ini laba bersih tidak dapat dibagikan seluruhnya kepada para pemegang saham, melainkan harus disisakan sejumlah tertentu untuk cadangan.

Tentang berapa besar potongan laba bersih untuk cadangan tergantung kepada kebijakan dan keputusan direksi yang disetujui komisaris, menurut ketentuan pasal 70 ayat (3) minimal potongan laba bersih untuk cadangan adalah 20 % dari modal yang ditempatkan dan disetor, namun prinsip ini dapat dikesampingkan berdasar keputusan RUPS.74

Undang-undang nomor 1 tahun 1995 juga ada mengatur tentang pembatasan pembagian dividen, yang dapat dilihat pada:

Pasal 61

1. Setiap tahun buku, perseroan wajib menyisihkan jumlah tertentu dari laba bersih untuk cadangan.

2. Penyisihan laba bersih sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilakukan sampai cadangan mencapai sekurang-kurangnya 20% (dua puluh persen) dari modal yang ditempatkan.

3. Cadangan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 yang belum mencapai jumlah sebagaimana dimaksud dalam ayat 12 hanya dapat dipergunakan untuk menutup kerugian yang tidak dapat dipenuhi oleh cadangan lain.

4. Ketentuan mengenai penyisihan laba bersih untuk cadangan dan penggunaannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 62

1. Penggunaan laba bersih termasuk penentuan jumlah penyisihan untuk cadangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat 1 diputuskan oleh RUPS.

(35)

2. Dalam hal RUPS tidak menentukan lain, seluruh laba bersib setelah dikurangi penyisihan untuk cadangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat 1 dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen.

3. Setelah 5 (lima) tahun, dividen yang tidak diambil dimasukkan ke dalam cadangan yang diperuntukkan untuk itu pengambilan dividen sebagaimana dimaksud dalam ayat 3 diatur dalam Anggaran Dasar.

D. Akuntabilitas Pembatasan Pembagian Dividen Dalam Rangka

Perlindungan Modal di Perseroan Terbatas

(36)

1. Direksi menyampaikan laporan tahunan kepada RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) setelah ditelaah oleh Dewan Komisaris dalam jangka waktu paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku Perseroan berakhir.75

2. Laporan tahunan harus memuat sekurang-kurangnya, pertama, laporan keuangan yang terdiri atas sekurang-kurangnya neraca akhir tahun buku yang baru lampau dalam perbandingan dengan tahun buku sebelumnya, laporan laba rubi dari tahun buku yang bersangkutan, laporan arus kas dan laporan perubahan akuitas, serta catatan atas laporan keuangan tersebut . kedua, laporan mengenai kegiatan perseroan, ketiga, laporan pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan, keempat, rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang mepengaruhi kegiatan usaha perseroan. Kelima, laporan mengenai tugas pengawasan yang telah dilaksanakan oleh Dewan Komisaris selama tahun buku yang baru lampau. Keenam, nama anggota direksi dan gaji atau honorarium dan tunjangan bagi anggota Dewan komisaris Perseroan untuk tahun yang baru lampau.76

3. Laporan keuangan disusun berdasarkan standar akuntansi keuangan.77

4. Neraca dan laporan laba rugi dari tahun buku yang bersangkutan sebagaimana dimaksud wajib diaudit dan harus disampaikan kepada menteri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.78

5. Laporan tahunan ditandatangani oleh semua anggota Direksi dan semua anggota Dewan Komisaris yang menjabat pada tahun buku yang bersangkutan dan disediakan di kantor Perseroan sejak tanggal panggilan RUPS untuk dapat diperiksa oleh para pemegang saham.

75

Lihat pasal 66 UU No. 40 Tahun 2007.

76

Ibid, ayat 2.

(37)

6. Dalam hal terdapat anggota direksi atau anggota dewan komisaris yang tidak menandatangani laporan tahunan, yang bersangkutan harus menyebutkan alasan secara tertulis atau alasan tersebut dinyatakan oleh Direksi dalam surat tersendiri yang dilekatkan dalam laporan tahunan.

7. Jika terdapat anggota direksi atau anggota dewan yang tidak menandatangani laporan tahunan dan tidak memberi keterangan tertulis maka dianggap telah menyetujui apa yang termuat dalam laporan tahunan.

8. Direksi wajib menyerahkan laporan keuangan perseroan kepada akuntan public untuk diaudit.

9. Dalam hal kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tidak dipenuhi laporan keuangan tidak disahkan oleh RUPS.

10.Laporan atas hasil audit akuntan publik disampaikan secara tertulis kepada RUPS melalui Direksi.

11.Pengumuman neraca dan laporan laba rugi dilakukan paling labat tujuh hari setelah mendapat pengesahan RUPS.

12.Dalam laporan keuangan yang disediakan ternyata tidak benar dan atau menyesatkan, anggota Direksi dan Dewan Komisaris secara tanggung renteng bertanggung jawab terhadap pihak yang dirugikan.79

13.Anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris dibebaskan dari tanggung jawab apabila terbukti bahwa keadaan tersebut bukan kesalahannya.

Laporan tahunan ini merupakan hak para persero atau para pemegang saham, sebab laporan ini sedikit banyak erat kaitannya dengan kepentingan para persero, khususnya laporan neraca dan perhitungan rugi laba karena erat kaitannya dengan ada tidaknya keuntungan perseroan yang memungkinkan dibaginya dividen kepada

(38)

para pemegang saham. Akuntansi dasar mengatakan bahwa salah satu angka penting dalam laporan keuangan adalah jumlah laba rugi operasional dan rasionya terhadap jumlah pendapatan atau penjualan bersih.

Laporan keuangan penting bagi direksi untuk kemudian dapat menjelaskan mengapa dividen yang dibagikan jumlahnya dibatasi hingga jumlah yang sangat kecil, atau bahkan mengapa dividen tidak dapat dibagikan. Sebab-sebab direksi membatasi pembagian dividen atau bahkan tidak mengeluarkan dividen kepada para persero adalah:

1. Pembatasan pembagian dividen mampu menekan potensi kenaikan biaya modal. Semakin tinggi rasio pembayaran dividen, semakin tinggi pula potensi akan naiknya biaya modal, khususnya jika perusahaan harus terpaksa menerbitkan surat utang untuk memenuhi kebutuhan pendanaan. Manajer perusahaan harus mampu secara cermat menetapkan kebijakan dividen yang dapat menekan potensi kenaikan biaya modal karena kenaikan biaya modal menyebabkan tuntutan kenaikan imbal hasil investasi yang semakin tinggi juga dan kondisi ini tentu akan menyusahkan manajemen.80

2. Tingginya dan kewajiban pembayaran utang kepada kreditor.

Jika perusahaan memiliki kewajiban pembayaran utang yang besar dan harus segera dibayar, maka sangat mungkin bahwa pemegang saham harus dikorbankan, yaitu menunda dan mengurangi pembayaran dividen.81

3. Ketidakcukupan keuntungan

Dalam hal ketidak cukupan keuntungan manajemen tidak dapat memaksakan diri untuk membagi dividen, sampai pada titik yang akan merugikan kreditor,

(39)

misalnya tidak boleh perusahaan membagi dividen lebih tinggi daripada laba ditahan dalam neraca.

4. Adanya peluang proyek yang mengharuskan perusahaan untuk segera merealisasikannya, maka dividen akan berkurang.

Laporan keuangan yang menunjukan besar kecilnya laba rugi operasional perusahaan terhadap jumlah pendapatan atau penjualan bersih merupakan hal yang penting bagi investor, karena secara logis dengan melihat pendapatan operasional meningkat, baik sebagai angka untuk mutlak maupun sebagai persentase laba terhadap penjualan dapat menjadi tolok ukur bahwa pendapatan operasional perusahaan meningkat dan menjadi lebih efisien dari waktu ke waktu yang akan mempengaruhi para investor untuk menanamkan modalnya di perusahaan, secara tidak langsung laporan keuangan sebagai bentuk implementasi prinsip akuntabilitas akan berdampak kepada permodalan perusahaan. Karena dengan melihat laporan keuangan perusahaan yang cenderung stabil dari waktu ke waktu akan menarik untuk para investor menanamkan modalnya di perusahaan.

Laporan keuangan oleh direksi kepada RUPS merupakan suatu bentuk implementasi prinsip akuntabilitas dalam perusahaan, prinsip ini mencegah direksi berbuat curang demi kepentingan pihak-pihak tertentu, karena setiap hasil pekerjaannya harus dilaporkan beserta dengan bukti-bukti yang mendukung, sehingga akan memperkecil peluang adanya tindak kejahatan dalam perusahaan terutama dalam keuangan perusahaan.

(40)

pihak yang berkepentingan mulai dari manajemen, pemegang saham, negara dan masyarakat. Manajemen perusahaan disini adalah pihak yang memikul tanggung jawab untuk menyusun dan menyampaikan laporan keuangan. Laporan keuangan disusun dengan tujuan untuk menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja dan perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai pengambilan keputusan ekonomi. Selain itu untuk tujuan-tujuan tersebut, laporan keuangan juga menunjukkan apa yang telah dilakukan oleh manajemen atau menggambarkan pertanggung jawaban manajemen atas sumber daya yang dipercayakan kepadanya.82

Pembagian dividen memang suatu hal yang sangat diperlukan oleh para pemegang saham, tetapi pembagian dividen dapat dikesampingkan jika hanya akan menggangu permodalan perusahaan, karena modal diperlukan bagi perusahaan untuk melakukan kegiatan usahanya. Prinsip akuntabilitas sangat berperan penting dalam pembagian dividen kepada para pemegang saham, perlindungan modal perusahaan, dan berperan dalam membatasi kinerja direksi dalam mempertanggungjawabkan laporan keuangan kepada RUPS. Pembagian dividen ini juga harus dibatasi demi kepentingan para kreditor, karena tidak dapat dipungkiri bahwa tidak ada perusahaan yang dapat berdiri hanya dengan kemampuan sendiri, perusahaan memerlukan bantuan dari para kreditor untuk memenuhi kebutuhan pendanaan serta modal perusahaan, oleh karena itu kepentingan para kreditor juga harus di perhatikan karena dengan melindungi kepentingan kreditor secara tidak langsung berimbas kepada perlindungan modal perusahaan.

Berdasarkan penjelasan yang telah dikemukakan sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan bahwa laporan keuangan merupakan suatu wujud nyata prinsip

82Ikatan Akuntan Indonesia, “standar Akuntansi Keuangan” ( jakarta: Salemba empat,

(41)
(42)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian dan analisis pada bab-bab terdahulu, selanjutnya dirumuskan kesimpulan sebagai berikut.

(43)
(44)

3. Undang-Undang Perseroan Terbatas No.40 tahun 2007 menyatakan bawha dapat dilakukan pembatasan terhadap pembagian dividen kepada para pemegang saham, atau bahkan dividen dapat tidak dibagikan jika pembagian dividen itu akan mengancam kesehatan perusahaan. Dalam hal pembatasan pembagian dividen ini Direksi harus dapat mempertanggung jawabkan kinerjanya sesuai dengan prinsip akuntabilitas, direksi harus dapat mempertanggung jawabkan pekerjaannya melalui laporan keuangan, yang dapat menjawab mengapa dividen yang dibagian kepada pemegang saham jumlahnya seperti yang dilaporkan, atau bahkan mengapa tidak dapat dibagikan dividen. Penerapan prinsip akuntabilitas melalui laporan keuangan ini mencegah direksi untuk berbuat curang, dan membuat laporan keuangan palsu demi kepentingan pihak-pihak tertentu dalam perusahaan.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas maka dapat dirumuskan saran sebagai berikut.

(45)

3. Direksi sebagai organ yang mengurus dan memimpin perusahaan disarankan melakukan tugasnya dengan penuh tanggung jawab, dengan menerapkan prinsip

fairness dalam bekerja dan menerapkan prinsip akuntabilitas dalam

(46)

BAB II

STRUKTUR MODAL DAN SAHAM DI PERSEROAN TERBATAS

A. Pengaturan Perseroan Terbatas dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007

Tentang Perseroan Terbatas

Pasal 7 ayat (4) UUPT secara jelas menyatakan bahwa badan hukum dapat terjadi atau lahir karena amanat undang-undang. Namun badan hukum itu diakui atau diukur melalui ciri-ciri badan hukum sebagaimana diajarkan oleh doktrin atau ajaran umum (de heersende leer) tentang badan hukum, maka unsur-unsur badan hukum sesuai dengan de heersende leer ada pada PT, seperti:12

1. Adanya kekayaan terpisah

Terdapat kekayaan terpisah di dalam PT antara lain didapat dari modal dasar (stood kapitaal), modal yang ditempatkan (geplaat kapitaal) dan modal yang disetor penuh (gestoort kapitaal). Harta kekayaan terpisah ini dibentuk dengan tujuan jika di kemudian hari timbul tanggung jawab hukum yang harus dipenuhi oleh PT sebagai badan hukum, maka pertanggungjawaban yang timbul tersebut semata-mata dibebankan kepada harta kekayaan yang terhimpun dari PT tersebut.

Akibat lebih lanjut dari terpisahnya harta kekayaan PT sebagai badan hukum dengan harta kekayaan pribadi para persero, yakni :

a. kreditur pribadi para persero dan /atau alat perlengkapan PT secara pribati tidak mempunyai hak untuk menuntut harta kekayaan PT;

b. para persero pribadi, juga alat perlengkapan PT secara pribadi tidak mempunyai hak menagih piutang dari badan hukum terhadap pihak ketiga;

12

(47)

c. kompensasi antara hutang pribadi dan hutang PT tidak diperbolehkan; d. hubungan hukum, baik perikatan maupun proses-proses yang lain antara

para persero dan/atau alat perlengkapan PT dengan PT sebagai badan hukum, dapat saja terjadi seperti halnya hubungan hukum maupun perikatan antara badan hukum dengan pihak ketiga;

e. dalam hal terjadi kepailitan, maka para kreditur PT hanya dapat menuntut harta kekayaan terpisah itu.

2. Adanya tujuan tertentu

Kegiatan usaha merupakan kegiatan yang dijalankan oleh perseroan dalam rangka mencapai maksud dan tujuannya, yang harus dirinci secara jelas dalam anggaran dasar, dan rincian tersebut tidak boleh bertentangan dengan angaran dasar.13 Maksud dan tujuan perseroan yang dicantumkan dalam anggaran dasar memiliki dua aspek. Pertama, maksud dan tujuan ini menjadi pembatasan dari ruang lingkup kewenangan bertindak bagi perseroan. Kedua, menjadi pembatasan dari ruang lingkup kewenangan bertindak perseroan yang bersangkutan selain dibatasin oleh peraturan perundang-undangan dan anggaran dasar.14

Sebelum keluarnya Undang-Undang Perseroan Terbatas 1995 dan UUPT 2007 ditentukan bahwa pemakaian nama PT harus mencerminkan pokok atau tujuan darai perusahaannya, misalnya PT Jaya Abadi Motor, jadi dapat dilihat dari nama PT tersebut ada tercermin tujuan PT yaitu bergerak dalam kegiatan usaha jual beli motor. Setelah keluarnya UUPT pemakaian nama PT sudah tidak diharuskan mencerminkan tujuan dari PT tersebut. Menurut ketentuan pasal 16 UUPT 2007 disebutkan bahwa:

(48)

a. Perseroan tidak boleh memakai nama yang:

1) telah dipakai secara sah oleh perseroan lain atau sama pada pokoknya dengan nama perseroan lain;

2) bertentangan dengan ketertiban umum dan/atau kesusilaan;

3) sama atau mirip dengan nama lembaga negara, lembaga pemerintah, atau lembaga internasional, kecuali mendapat izin dari yang bersangkutan; 4) tidak sesuai dengan maksud dan tujuan, serta kegiatan usaha, atau

menunjukkan maksud dan tujuan perseroan saja tanpa nama diri;

5) terdiri atas angka dan rangkaian angka, huruf atau rangkaian huruf yang tidak membentuk kata; atau

6) mempunyai arti sebagai perseroan, badan hukum, atau persekutuan perdata.

b. Nama perseroan harus didahului dengan frasa “Perseroan Terbatas” atau

disingkat “PT”.

c. Dalam hal perseroan terbuka selain berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud

pada ayat (2), pada akhir nama perseroan ditambah kata singkatan “Tbk”.

d. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemakaian nama perseroan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Jelas bahwa PT sebagai badan hukum telah memenuhi kriteria mempunyai tujuan tertentu. Perjuangan meraih tujuan itu dilakukan oleh suatu organ yang disebut direksi.

3. Mempunyai kepentingan sendiri

(49)

dalam PT, kepentingan itu tercermin di dalam hak-haknya untuk dapat menuntut dan mempertahankan kepentingannya terhadap pihak ketiga dalam pergaulan hukumnya. Kepentingan PT akan berbeda dengan kepentingan para pemegang saham secara individu atau secara pribadi. Kepentingan PT adalah sesuatu yang utama bagi PT yaitu tujuan PT, tujuan untuk memperoleh keuntungan bagi PT yang secara tidak langsung juga bagi kepentingan para pemegang saham. Kepentingan PT bisa saja berbeda dengan kepentingan para pemegang saham PT. Misalnya : jika kepentingan para pemegang saham adalah Dividen atau capital gain, maka kepentingan PT barangkali bukan itu, melainkan lebih memilih pada dana cadangan dan bukan dividen atau capital gain.

4. Adanya organisasi yang teratur

(50)

anggaran dasar PT masih ada hal-haql yang belum tertampung, dimungkinkan diatur dengan keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (selanjutnya disebut RUPS) dan/atau keputusan direksi. Jadi PT jelas memenuhi syarat sebagai badan hukum untuk mempunyai organisasi yang teratur.

Dapat diketahui dari penjelasan diatas bahwa badan hukum hanya dapat bertindak melalui organ-organnya. Pasal 1 angka 2 UUPT menyatakan bahwa organ perseroan antara lain adalah:

1. Direksi

Pasal 1 angka 5 UUPT menyatakan bahwa direksi adalah organ perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun diluar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar. Dari definisi diatas tampak bahwa istilah tugas, wewenang, dan tanggung jawab direksi hampir memiliki arah dan maksud yang sama, yakni melakukan pengurusan perseroan (sesuai dengan maksud dan tujuan dalam anggaran dasar perseroan) dan mewakili perseroan (baik di dalam maupun diluar pengadilan).15 Dalam pengertian pengurusan yang dipercayakan kepada direksi itu, dapat dibedakan atas perbuatan beheren dan perbuatan beschiking atau kadang kala disebut pula sebagai perbuatan pengurusan (dalam arti sempit). Sedang perbuatan

beschikking atau eigendom lazim diterjamahkan sebagai perbuatan kepemilikan

(dalam arti luas).16

Sebenarnya perbuatan pengurusan (beheren) itulah yang merupakan wewenang murni dari direksi, yaitu yang ditandai sebagai perbuatan yang biasa dilakukan

15

Mulhadi,, Hukum Perusahaan Bentuk-bentuk Usaha di Indonesia (Medan: Ghalia Indonesia, 2010), hlm. 102.

16 Rudhi Prasetya, Teori dan Praktek Perseroan Terbatas (Jakarta: Sinar Grafika, 2011),

(51)

sehari-hari. Sepanjang perbuatan itu merupakan perbuatan pengurusan, maka berwenang diselenggarakan sendiri oleh direksi. Sebaliknya perbuatan kepemilikan (daden van beschicking/eigendom) sudah bukan lagi perbuatan sehari-hari melainkan merupakan perbuatan khusus/istimewa, dan bukan lagi murni wewenang Direksi. Untuk Direksi dapat melakukan perbuatan ini harus terlebih dahulu Direksi memperoleh persetujuan dari organ lainnya, yang mungkin lebih dahulu harus mendapatkan persetujuan dari dewan komisaris atau mungkin pula dari RUPS tergantung menurut ketentuan undang-undang dan atau anggaran dasar perseroan.17

Direksi perseroan terdiri atas satu orang direksi atau lebih. Tetapi untuk perseroan tertentu, wajib mempunyai paling sedikit dua orang anggota direksi. Perseroan tertentu tersebut adalah sebagai berikut:18

a. Perseroan yang kegiatan usahanya berkaitan dengan menghimpun dan mengelola dana masyarakat.

b. Perseroan yang menerbitkan surat pengakuan utang. c. Perseroan terbuka.

Direksi sebagai organ Perseroan juga memiliki tanggung jawab, yang diatur dalam Pasal 97 UUPT, yaitu sebagai berikut:

a. Bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan dengan itikad baik. b. Bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian perseroan apabila

yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya.

c. Bertanggung jawab secara renteng dalam hal Direksi terdiri atas dua orang atau lebih atas kerugian yang sama seperti pada poin 2 di atas.

Terhadap kerugian-kerugian tertentu, anggota Direksi tidak bisa dimintai pertanggung jawaban apabila dapat membuktikan berikut ini:

Referensi

Dokumen terkait

Pengaturan hukum surat pernyataan telah menyetorkan modal yang dibuat oleh pendiri perseroan terbatas diatur dalam Permenkum HAM RI Nomor 4 Tahun 2014 Tentang

Dalam Pasal 1 angka 6 UU Kepailitan dan PKPU dijabarkan bahwa yang dimaksud dengan utang dalam hukum kepailitan adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat

Perlindungan hukum terhadap pendiri lain yang telah menyetorkan modal pada saat pendirian dan pengesahan PT dapat dilakukan berdasarkan ketentuan dalam perjanjian pendiri

Jadi dalam ketentuan tersebut mengatur mengenai tata cara yang harus ditempuh oleh calon pendiri perseroan untuk mengalihkan hak dan/atau kewajiban yang timbul dan akan timbul

Perbuatan pemerintah yang dapat menimbulkan kerugian bagi masyarakat dan atau bagi seseorang atau badan hukum perdata dapat berupa perbuatan pemerintah dalam bidang

fotokopi slip setoran atau fotokopi surat keterangan bank atas nama Perseroan atau rekening bersama atas nama para pendiri atau asli surat pernyataan telah menyetor modal

Perbuatan hukum yang berkaitan dengan kepemilikan saham dan penyetorannya yang dilakukan oleh calon pendiri sebelum perseroan didirikan, harus dicantumkan dalam akta

Perlindungan hukum terhadap pendiri lain yang telah menyetorkan modal pada saat pendirian dan pengesahan PT dapat dilakukan berdasarkan ketentuan dalam perjanjian pendiri