• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMBANTU RUMAH TANGGA DI KOTA BANDAR LAMPUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMBANTU RUMAH TANGGA DI KOTA BANDAR LAMPUNG"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMBANTU RUMAH TANGGA DI KOTA BANDAR LAMPUNG

OLEH

FRAN RADY

Undang Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tidak menjangkau para PRT ke dalam sistem perundangan umum mengenai perlindungan hukum terhadap PRT. Karena PRT dianggap tidak dipekerjakan oleh “pengusaha”, mereka tidak diberikan perlindungan yang

diberikan oleh undang-undang terhadap pekerja lainnya. Dalam undang-undang ketenaga

kerjaan pekerja rumah tangga belum diatur secara detail tentang dasar terminology pekerja rumah tangga. Akan tetapi konvensi ILO menegaskan bahwa pekerja rumah tangga yang sebelumnya dikenal dengan pembantu rumah tangga sudah diakui dan dianggap sebagai tenaga kerja. Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimana pola hubungan hukum pembantu rumah tangga dengan majikan ? Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap PRT di Kota Bandar Lampung. Penelitian ini merupakan penelitian normatif empiris.

Langkah-langkah yang dilakukan peneliti untuk melakukan penelitian adalah dengan cara mencari informan di Dinas Tenaga Kerja Kota Bandar Lampung, untuk mendapatkan data subjek penelitian yang benar-benar sesuai dengan karakteristik subjek penelitian, yaitu Majikan dan Pembantu rumah tangga. Proses pengambilan data dilakukan dengan wawancara. Analisis data dilakukan dengan cara deskriptif kualitatif dengan mendeskripsikan atau menggambarkan data yang dihasilkan dari penelitian lapangan kedalam bentuk penjelasan dengan cara sistematis.

Hasil yang diperoleh Penulis dari penelitian ini bahwa : (1)Pola hubungan antara PRT dengan majikan banyak dikondisikan dalam relasi kekeluargaan, yang dalam banyak hal dapat mengaburkan adanya relasi hubungan kerja antara PRT dengan majikan. (2) perlindungan hukum terhadap PRT saat ini belum berjalan di Kota Bandar Lampung karena: (a) Undang Undang No 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan belum sepenuhnya mengatur tentang PRT. (b) Belum ada peraturan khusus yang mengatur tentang PRT. (c) Pengawasan yang dilakukan oleh Dinas Tenaga Kerja Kota Bandar Lampung belum optimal. (d) Agen penyalur PRT di Kota Bandar Lampung belum terdaftar di Dinas Tenaga Kerja Kota Bandar Lampung. (e) Belum adanya tempat layanan pengaduan untuk PRT. (f) Kurangnya pengetahunan yang dimiliki oleh PRT.

(2)

ABSTRACT

LEGAL PROTECTION AGAINST HOUSEHOLD HELPER IN BANDAR LAMPUNG CITY

BY FRAN RADY

Law 13 of 2003 on Labour not to include domestic workers in the system of general legislation regarding legal protection for domestic workers. Because domestic workers are considered to be employed by "employers", they are not given the protection provided by the law against other workers. In the legislation employment of domestic workers has not been regulated in detail about the basic terminology of domestic workers. But the ILO insists that domestic workers formerly known as housekeeper already recognized and regarded as labor. Formulation of the problem in this research is: What is the pattern of legal relations housemaid with employers? How is legal protection of domestic workers in the city of Bandar Lampung. This research is empirical normative.

Measures conducted by researchers to conduct research is to seek informants in the Department of Labor in Bandar Lampung, to obtain the data subject of study that really suit the characteristics of the study subjects, namely the employer and the housemaid. The process of data collection is done with the interview. Data was analyzed using descriptive way to describe or depict qualitative data generated from field research in the form of an explanation in a systematic way.

Results obtained Authors of this study that: (1) The pattern of the relationship between domestic workers and employers much conditioned in familial relationships, which in many cases could obscure the relationship employment relationship between domestic workers and employers. (2) the legal protection of domestic workers is not currently running in the city of Bandar Lampung because: (a) Law No. 13 Year 2013 on Employment has not completely set on domestic workers. (B) There are no special rules governing the PRT. (C) Monitoring conducted by the Department of Labor in Bandar Lampung has not been optimal. (D) Agent PRT dealer in Bandar Lampung has not been registered in the Department of Labor in Bandar Lampung. (E) The absence of a complaint for domestic services. (F) Lack pengetahunan owned by the PRT.

(3)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMBANTU RUMAH TANGGA DI KOTA BANDAR LAMPUNG

Oleh

FRAN RADY

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar

SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Administrasi Negara

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)
(5)
(6)
(7)

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 7 November 1993. Penulis merupakan anak pertama buah hati dari pasangan Bapak Agus Naidi dan Ibu Sri Wahyuni.

Penulis menempuh jenjang pendidikan pertama kali pada taman kanak-kanak (TK) Tunas Karya pada tahun 1998. Sekolah Dasar (SD) Negeri 6 Penengahan Bandar Lampung diselesaikan pada Tahun 2005. Sekolah Menengah Pertama (SMP) Arjuna Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2008 dan Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri12 Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2011.

(8)

PERSEMBAHAN

Bismillahirrohmanirrohim

Segalapujibagi Allah SWT, Tuhan yang telah memberikan kesempatan sehingga

dapat kuselesaikan sebuah karya ilmiah ini dan kepada junjungan kitaNabi

Muhammad SAW yang selalu kita harapkan Syafaatnya di hari akhir kelak.Aku

persembahkan karya ini kepada:

Kedua orang tuaku:

Ayahanda Agus Naidi dan Ibunda Sri Wahyuni

yang selalu mencintai, menyayangi mengasihi serta mendoakanku dengan tulus sebagai penyemangat dalam hidupku

Serta untuk keluarga besarku yang senantiasa memberikan dukungan kepadaku

sehingga skripsi ini dapat terselesaikan

Untuk sahabat dan teman-teman seperjuangan yang selalu memberikan dukungan dan motivasi serta menemaniku dalam suka maupun duka dalam

mencapai keberhasilanku.

Almamaterku tercinta

(9)

MOTO

“Barang Siapa Menempuh Perjalanan Untuk Mencari Ilmu, Maka Allah Akan Memudahkan kepadanya Jalan Ke Surga”

( H.R. MUSLIM )

“Yakinlah Kepada Sang Pencipta , Bahwasanya Semua Segala Urusan Di Dunia Akan Di permudah Tidak Akan Ada Beban

Jika Kita Sanggup Menjalaninya”

(10)

SANWACANA

Puji syukurku persembahkan atas kehadirat Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang yeng telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul: “Perlindungan Hukum Terhadap Pembantu Rumah Tangga di Kota Bandar Lampung”. Skripsi ini sebagai syarat untuk mencapai gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Penulis menyadari bahwa selesainya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan berbagai pihak, dan segala sesuatu dalam skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna mengingat keterbatasan penulis. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasihk kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Heryandi, S.H., M.S. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung

2. Ibu Upik Hamidah, S.H., M.H. selaku Ketua Bagian Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Lampung

3. Bapak Satria Prayoga, S.H., M.H. Selaku Sekertaris Bagian Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Lampung

(11)

memberikan saran, arahan, dan bimbingan serta nasehat kepada penulis dengan penuh kesabaran dalam menyelesaikan skripsi ini

6. Bapak Syamsir Syamsu, S.H., M.H., selaku Pembahas I yang telah banyak memberikan saran dan masukan yang sangat berharga kepada penulis dalam menyelesaikan skrips ini

7. Ibu Marlia Eka Putri A.T, S.H., M.H. selaku Pembahas II yang telah memberikan saran, kritik dan arahan kepada penulis dalam perbaikan dan penyempurnaan skripsi ini

8. Bapak Deni Ahmad, S.H., M.H. selaku Pembimbing Akademik yang telah memberi bimbingan akademik, bantuan dan saran kepada penulis selama ini 9. Bapak Rusmiadi, S.H selaku karyawan di fakultas hukum terima kasih telah

memberikan bimbingan nya selama ini kepadaku

10.Bapak M. Sueb Nurdin selaku bagian hubungan industrial dan persyaratan kerja di Dinas Tenaga Kerja Kota Bandar Lampung

11.Seluruh Bapak/Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung, khususnya di Bagian Hukum Administrasi Negara yang telah banyak memberikan bekal ilmu pengetahuan (hukum administrasi negara) kepada penulis selama menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Lampung

12.Seluruh Bapak/Ibu Karyawan di Fakultas Hukum Universitas Lampung

13.Seluruh narasumber yang telah meluangkan waktu untuk memberikan informasi berkaitan dengan penulisan skripsi ini.

(12)

dengan tulus. Semoga Allah SWT membalas segala yang telah ayah dan ibu korbankan untuk kehidupanku dengan kebahagiaan di dunia dan akhirat Amin. 15.Teman teman enjoy family terima kasih telah memberikan dukungan nya

selama ini buat saya dan juga makin kompak ya njoy.

16.Sahabat-sahabat: ponidi, udin, arip, eka, bagus, abib, farah, andy lem, boga, daniko, ebol, asa, Serta seluruh teman-teman FH Unila 2011 yang lainnya terima kasih banyak atas kebersamaan kita selama ini dan terima kasih atas semangat, motivasi kalian, tanpa kalian semua tidakakan berkesan.

17.Semua pihak yang telah membantu penulisan skripsi ini, teman-teman di Bagian Hukum Administrasi dan seluruh teman-teman Angkatan 2011 Fakultas Hukum Universitas Lampung yang tidak bisa disebutkan satu persatu atas perhatian dan bantuan yang telah diberikan selama masa pendidikan. Semoga skripsi ini dapat berguna dan memberikan manfaat bagi kita semua dan pihak-pihak lain yang membutuhkan terutama bagi penulis. Saran dan kritik yang bersifat membangun akan selalu diharapkan. Akhir kata penulis ucapkan terimakasih semoga Allah SWT memberikan perlindungan dan kebaikan bagi kita semua serta semoga tali silaurahmi diantara kita tetap erat dan kita dipertemukan kembali dalam keridhoan-Nya. AamiinAllahumma YaRabbal’alamin.

Bandar Lampung, Agustus 2015 Penulis,

(13)

DAFTAR ISI 2.1 Hubungan Kerja Antara Majikan Dengan Pembantu Rumah Tangga ... 8

2.2 Pola Hubungan Majikan Dengan Pembantu Rumah Tangga ... 9

2.3 Konsep Perlindungan Hukum Dalam Negara Hukum ... 10

2.4 Ruang Lingkup Hukum Ketenagakerjaan. ... 11

2.5 Tujuan Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja... 13

2.6 Sejarah Perkembangan PembantuRumah Tangga di Indonesia... ... 15

2.7 PembantuRumah Tangga Dalam Kajian Hak Asasi Manusia (HAM) dan Negara Hukum.... ... 19

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 27

3.2 Sumber dan Jenis Data ... 27

3.3 Prosedur Pengumpulan Data ... 28

3.4 Prosedur Pengolahan Data... 29

3.5 Analisis Data... ... 29

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran umum kondisi pembantu rumah tangga di Kota Bandar Lampung... 31

4.2 Pola Hubungan Hukum Pembantu Rumah Tangga dengan Majikan ... 35

4.2.1 Pola Rekruitmen Pembantu Rumah Tangga ... 35

4.2.2 Penjelasan RUU tentang Perlindungan Hukum Pembantu Rumah Tangga... 48

(14)

4.3 Perlindungan Hukum Terhadap Pembantu Rumah Tangga di Kota Bandar

Lampung ... 60 BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan ... 66 5.2 Saran ... 67 Daftar Puataka

(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Keberadaan pekerja rumah tangga atau yang lebih dikenal sebagai pembantu rumah tangga sudah tidak asing lagi dalam kehidupan masyarakat Indonesia baik di kota-kota maupun di desa-desa. Banyak keluarga mempunyai Pembantu Rumah Tangga (PRT). PRT melaksanakan tugas-tugas rumah tangga seperti mencuci, memasak, membersihkan rumah, mengasuh anak majikan dan berbagai tugas lain yang diberikan oleh majikan. Dengan perkataan lain, pekerjaan yang harus dilakukan oleh PRT sangatlah banyak dan bervariasi tergantung dari kehidupan rumah tangga majikan.1

Sebagai imbalan atas pekerjaannya PRT menerima upah dari majikan. Besarnya upah tergantung dari perjanjian antara PRT dengan majikan yang seringkali didasarkan pada harga pasaran di suatu wilayah tertentu. Dalam beberapa kasus, upah didasarkan pula pada kondisi keuangan majikan. Di samping upah, PRT juga menerima berbagai fasilitas lain seperti kamar, sabun, sikat gigi dan pasta gigi, dan bentuk-bentuk fasilitas lain yang disediakan oleh majikan berdasarkan kesepakatan mereka.

Melihat fenomena tersebut di atas, muncul pertanyaan apakah PRT termasuk pekerja yang pantas mendapat kedudukan yang sama dengan pekerja yang lain.

1

(16)

2

Sebutan dan penerimaan PRT sebagai pekerja tentunya akan memberikan status yang baru kepada PRT sebagai pekerja formal. Status baru tersebut memungkinkan PRT untuk memperjuangkan haknya secara lebih terbuka.2 Pengalaman di beberapa negara tetangga memperlihatkan hal ini. Hongkong telah memiliki suatu ketentuan perundang-undangan yang mengakui keberadaan PRT dan memberikan perlindungan hukum sebagaimana mestinya walaupun terbatas terhadap PRT warga negara mereka sendiri.

Memang harus diakui bahwa sampai saat ini keberadaan PRT sebagai pembantu tidak diterima oleh semua pihak. PRT tidak diakui sebagai tenaga kerja yang sama dengan tenaga kerja lainnya seperti pekerja pabrik, perusahaan, dll. Bahkan harus diakui bahwa dewasa ini sebutan sebagai “pekerja” pun belum diterima oleh

masyarakat. Pada umumnya masyarakat lebih menerima untuk menyebut PRT sebagai “pembantu”. Oleh karena itu, PRT dimasukkan dalam lingkup pekerjaan

sektor informal. Dengan memasukkan PRT dalam lingkup sektor informal, perjuangan untuk mendapatkan hak-hak pekerja terbatas. Hal ini karena persoalan-persoalan PRT tidak tercakup dalam ketentuan perundang-undangan mengenai ketenagakerjaan yang berlaku. PRT tidak mendapatkan perlindungan hukum yang menjamin pekerjaan mereka sama seperti rekan-rekan mereka yang bekerja di pabrik, perusahaan, dll.

Penyebutan PRT sebagai pembantu sebenarnya sudah tercakup dalam pengertian buruh atau pekerja yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan.

2

Syarief Darmoyo & Rianto Adi, Trafiking Anak untuk Pekerja Rumah Tangga, Kasus Jakarta,

(17)

UU No 13 Tahun 2003 mendefinisikan pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Berdasarkan pengertian tersebut nampak bahwa seharusnya PRT termasuk dalam pekerja sektor formal yang dilindungi oleh ketentuan undang-undang. Akan tetapi, pandangan tentang PRT sebagai bukan pekerja formal sudah tertanam dalam pandangan masyarakat. Di samping itu, tidak disebutnya secara langsung istilah PRT sebagai pekerja dalam ketentuan undang-undang telah memperkuat pandangan masyarakat dan selanjutnya dalam praktek PRT tetap tidak dimasukkan dalam lingkup hukum perburuhan.

Kelemahan atau kekurangan acuan yuridis ini memberikan dampak bahwa PRT kurang mendapatkan perlindungan hukum. Seperti telah dilihat di atas, pengakuan PRT sebagai pembantu yang sama derajatnya dengan sektor formal pun masih kurang. Pengakuan keberadaan PRT sebagai pekerja merupakan langkah awal untuk mendapatkan pengakuan secara sosial dan secara hukum.3Adanya pengakuan secara sosial dan hukum tentunya akan memudahkan dalam membuat peraturan perundang-undangan yang secara langsung memberikan perlindungan kepada para PRT. Maka, acuan yuridis pun menjadi jelas bagi PRT dan pengguna jasa PRT serta masyarakat.

Keberadaan peraturan perundang-undangan sangat penting untuk memberikan jaminan kepastian hukum kepada para PRT dalam memperoleh hak-hak mereka dan melaksanakan kewajiban mereka. Tentunya hal ini berlaku juga bagi para pengguna jasa yang mempekerjakan PRT. Kedua belah pihak dapat terhindar dari

3 Komnas Perempuan & Solidaritas Perempuan/CARAM, “Buruh Migran Pekerja Rumah

(18)

4

penyalahgunaan kekuasaan dalam hubungan kerja di antara PRT dan pengguna jasanya. Lembaga Advokasi Perempuan Damar Lampung menyebutkan hasil riset Damar terhadap 217 orang PRT pada tahun 2010 di lima kecamatan di Kota Bandar Lampung, terdata 44 persen majikan mempekerjakan anak usia di bawah 15 tahun dan 56 persen berusia antara 15-18 tahun. Sementara hasil survei yang dilakukan terhadap 540 responden menyebutkan bahwa rata-rata para majikan menggaji PRT berkisar antara Rp450 ribu sampai Rp750 ribu per bulan untuk PRT yang tinggal di rumah majikannya. Sedangkan PRT yang pulang rata-rata dibayar sekitar Rp175 ribu sampai Rp350 ribu/bulan. Rata-rata para majikan juga memberi fasilitas harian dari kebutuhan mandi juga pulsa telepon. Survei juga menyebutkan bahwa usia PRT berkisar antara 17-52 tahun.4

Konvensi ILO No. 189 tentang Kerja Layak Pembantu Rumah Tangga mendorong Indonesia membuat draft Rancangan Undang-Undang PRT yang dapat menjadi dasar hukum pengaturan PRT.

Indonesia telah meratifikasi Konvensi Layanan Kerja tahun 1948 (Konvensi ILO

No. 88). Rekomendasi layanan kerja ILO tahun 1948 (Rekomendasi ILO No. 83),

yang memberikan pedoman tentang pelaksanan konvensi tersebut menyatakan

bahwa pemerintah harus membentuk kantor penempatan kerja khusus untuk

kategori-kategori pekerjaan di mana “faktor-faktor khusus membenarkan

pemeliharaan kantor secara terpisah tersebut”. Mengingat besarnya jumlah PRT di

Indonesia, dan pentingnya mereka dalam memungkinkan keluarga-keluarga kelas

menengah keatas untuk terlibat di dalam pekerjaan yang lebih menguntungkan,

terdapat suatu kasus yang harus dibuat bahwa ada faktor-faktor khusus untuk

4

(19)

membenarkan pemeliharaan kantor penempatan kerjasecara terpisah bagi PRT.

Kantor tersebut harus menjamin bahwa para PRT tidak ditempatkan di dalam

“pekerjaan di mana upah atau kondisi pekerjaannya berada di bawah standar yang

ditetapkan oleh undang-undang atau praktik yang berlaku”.

Rekomendasi ILO tentang Perumahan bagi Pekerja tahun 1961 (Rekomendasi

ILO No. 115) menyarankan agar semua anggota ILO menjamin, “di dalam

kerangka kebijakan sosial dan ekonomi umum mereka”, dan dengan “cara

sedemikian rupa sehingga sesuai berdasarkan kondisi-kondisi nasional”, agar

“akomodasi perumahan yang layak dan memadai serta lingkungan hidup yang

sesuai disediakan bagi semua pekerja dan keluarganya”. Karena berlaku bagi

“semua pekerja”, para PRT jelas-jelas termasuk.

(20)

6

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumya maka yang menjadi fokus permasalahan adalah:

1. Bagaimana pola hubungan hukum Pembantu Rumah Tangga dengan majikan ?

2. Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap Pembantu Rumah Tangga di Kota Bandar Lampung ?

1.3 Ruang Lingkup

Ruang lingkup dari permasalahan ini adalah :

Peran Dinas Tenaga Kerja Kota Bandar Lampung dalam memberikan perlindungan hukum terhadap Pembatu Rumah Tangga.

Sedangkan objek penelitian hukum dilakukan di Kantor Dinas Tenaga Kerja Kota Bandar lampung.

1.4 Tujuan dan Manfaat Penulisan

1. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penulisan skripsi ini antara lain :

a. Untuk mengetahui pola hubungan hukum Pembantu Rumah Tangga dengan majikan

b. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap Pembantu Rumah Tangga di Kota Bandar Lampung

2. Manfaat Penulisan

(21)

pembaca secara langsung maupun secara tidak langsung. Penelitian ini juga sangat berpengaruh bagi perkembangan individu atau objek dari penelitian ini. Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

a. Manfaat Teoritis

Secara teoritis penelitian ini merupakan hasil dari studi ilmiah yang dapat memberikan masukan pemikiran dan ilmu pengetahuan baru terhadap ilmu hukum pada umumnya dan ilmu Hukum Ketenagakerjaan pada khususnya.

b. Manfaat Praktis

(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hubungan Kerja Antara Majikan Dengan Pembantu Rumah Tangga

Hubungan kerja adalah suatu hubungan yang timbul anatara pekerja dan pengusaha. Setelah diadakan perjanjian sebelumnya oleh pihak yang bersangkutan. Pekerja menyatakan kesanggupannya untuk bekerja pada pengusaha dengan menerima upah dan sebaliknya pengusaha menyatakan pula kesanggupannya untuk mempekerjakan pekerja dengan membayar upah. Dengan demikian hubungan kerja yang terjadi antara pekerja dan pengusaha adalah merupakan bentuk perjanjian kerja yang pada dasarnya memuat hak dan kewajiban masing-masing pihak.

(23)

perjanjian dimana pihak yang satu, pekerja, membuat suatu persetujuan dengan pihak lain, si majikan, untuk di bawah pengawasan majikan melakukan pekerjaan di rumah dengan imbalan yang saling disetujui sebelumnya antara kedua belah pihak”.1

2.2 Pola Hubungan Majikan Dengan Pembantu Rumah Tangga

Fokus penelitian ini terletak pada pola hubungan yang terjadi diantara pembantu rumah tangga dengan majikan. Hal ini disebabkan pembantu rumah tangga pada awalnya bersal dari lingkungan keluarga sendiri dengan tujuan agar posisi pembantu rumah tangga dalam suatu rumah tangga dapat dipercaya, loyal dan bekerja keras atau dengan kata lain apabila sesuatu terjadi diantara pembantu rumah tangga dan majikan dapat diselesaikan melalui “sidang keluarga” karena

pembantu rumah tangga tersebut memiliki hubungan persaudaraan dengan majikan walaupun hubungan persaudaraan tersebut dapat dikatakan jauh.

Posisi pembantu rumah tangga yang memiliki hubungan persaudaraan dengan majikan juga mendapatkan posisi yang sama dengan pembantu rumah tangga yang memiliki hubungan persaudaraan, pada umumnya pola hubungan yang erat antara pembantu rumah tangga dengan majikan disebabkan beberapa hal, seperti : intensitas pertemuan, waktu, keikhlasan dan penilaian atas kinerja.

Keadaan pada saat sekarang ini hubungan yang terjadi antara pembantu rumah tangga dengan majikan mengalami suatu suasana yang dapat dikatakan mencurigakan yang dalam artian majikan mendapatkan “tugas baru” untuk selalu

memperhatikan pekerjaan pembantu rumah tangga dan perilaku pembantu rumah

1

Pengertian tersebut disampaikan sewaktu beliau memberikan penataran Dosen-Dosen

(24)

10

tangga. Sedangkan dari sudut pandang pembantu rumah tangga “perhatian”

tersebut menjadi beban tersendiri yang pada akhirnya dapat menyebabkan kurangnya konsentrasi pembantu rumah tangga terhadap pekerjaannya.2

2.3 Konsep Perlindungan Hukum Dalam Negara Hukum

Secara umum dapat dijelaskan bahwa pengertian Perlindungan hukum adalah tindakan melindungi atau memberikan pertolongan dalam bidang hukum.3 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yang dimaksud Perlindungan adalah cara, proses, perbuatan melindungi. Menurut Pasal 1 ayat (4) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan kekerasan dalam rumah tangga, yang dimaksud perlindungan adalah segala upaya yang ditujukan untuk memberikan rasa aman kepada korban yang dilakukan oleh pihak keluarga, advokat, lembaga sosial, kepolisian, kejaksaan, pengadilan atau pelaksana lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan pengadilan.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), yang dimaksud dengan hukum adalah peraturan yang dibuat oleh Pemerintah atau dapat yang berlaku bagi semua orang dalam masyarakat (negara). Sedangkan, hukum dasarnya merupakan perlengkapan masyarakat untuk menjamin agar kebutuhan-kebutuhan dalam masyarakat dapat dipenuhi secara teratur agar tujuan-tujuan kebijaksanaan publik dapat terwujud di dalam masyarakat. Berbicara perlindungan hukum berarti membahas tentang hak dan kewajiban tenaga kerja. Perlindungan hukum terhadap tenaga kerja di kapal merupakan salah satu bagian yang sangat penting dalam pelaksanaan hak bekerja dalam perusahaan, apalagi mengingat resiko bahayanya,

2

Rorotskie H. Naibaho, pembantu rumah tangga(studi antropologi perkotaan antara pembantu dan majikan), 2010.

3

(25)

maka pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga kerja haruslah sesuai dengan harkat dan martabat manusia itu sendiri.

Untuk menjamin hak-hak tenaga kerja tersebut, maka perlu dilakukan upaya pelaksanaan perlindungan hukum terhadap tenaga kerja tanpa terkecuali. Perlindungan hukum terhadap tenaga kerja dituangkan dalam Pasal 28 D ayat (2) UUD 1945, yang berbunyi: “Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapatkan imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja”

Dalam hal ini pengusaha/ perusahaan harus memberikan perlindungan hukum kepada tenaga kerja sesuai dengan jenis pekerjaannya. Meskipun hanya seorang pelayan akan tetapi juga harus tetap diperhatikan. Mengingat peranan tenaga kerja sangat penting demi kelancaran perusahaan. Tenaga kerja harus memperoleh hak-hak mereka secara penuh, begitu juga sebaliknya tenaga kerja juga harus memenuhi kewajibannya dengan baik pula. Sehingga, akan tercipta hubungan kerja yang dinamis antara perusahaan dengan pihak tenaga kerja. Jadi perlindungan hukum tidak hanya semata-mata memberikan perlindungan.

2.4 Ruang Lingkup Hukum Ketenagakerjaan

(26)

12

dalam masyarakat.4 Pendapat lainnya menyatakan bahwa hukum adalah serangkaian peraturan mengenai tingkah laku orang-orang sebagai anggota masyarakat, sedangkan satu-satunya tujuan hukum adalah menjamin kebahagiaan dan ketertiban dalam masyarakat. Selain itu, menyebutkan 9 (sembilan) arti hukum yakni:5

a. Ilmu pengetahuan, yakni pengetahuan yang secara sistematis atas dasar kekuatan pemikiran

b. Disiplin, yakni sebagai sistem ajaran tentang kenyataan atau gejala- gejala yang dihadapi

c. Norma, yakni pedoman atau patokan sikap tindak atau perikelakuan yang pantas atau diharapkan

d. Tata hukum, yakni struktur dan perangkat norma-norma yang berlaku pada suatu waktu dan tempat tertentu serta berbentuk tertulis

e. Petugas, yakni pribadi-pribadi yang merupakan kalangan yang berhubungan erat dengan penegakan hukum (law inforcement officer) f. Keputusan penguasa, yakni hasil-hasil proses diskripsi

g. Proses pemerintahan, yakni proses hubungan timbal balik antara unsur unsur pokok dari sistem kenegaraan

h. Sikap tindak yang ajeg atau perikelakuan yang teratur, yakni perikelakuan yang diulang-ulang dengan cara yang sama yang bertujuan untuk mencapai kedamaian dan

i. Jalinan nilai, yakni jalinan dari konsepsi tentang apa yang dianggap baik dan buruk.

4

Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000, hlm. 13.

5

(27)

Pendapat di atas menunjukkan bahwa hukum itu mempunyai makna yang sangat luas, namun demikian secara umum, hukum dapat dilihat sebagai norma yang mengandung nilai tertentu. Jika hukum dalam kajian ini dibatasi sebagai norma, tidak berarti hukum identik dengan norma, sebab norma merupakan pedoman manusia dalam bertingkah laku. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa norma hukum merupakan salah satu dari sekian banyak pedoman tingkah laku selain norma agama, kesopanan dan kesusilaan.

2.5 Tujuan Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja.

Adapun tujuan Hukum menurut Soebekti adalah bahwa hukum itu mengabdi kepada tujuan negara yaitu mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan para rakyatnya. Hukum melayani tujuan negara tersebut dengan menyelenggarakan “keadilan” dan “ketertiban”. Keadilan lazim dilambangkan dengan neraca

keadilan, dimana dalam keadaan yang sama, setiap orang harus mendapatkan bagian yang sama pula.6

Tujuan Perlindungan hukum sebagaimana tercantum dalam pasal 4 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan dan meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya. Mengingat pentingnya peran tenaga kerja atau pekerja dalam sebuah perusahaan, maka tujuan perlindungan hukum terhadap tenaga kerja harus dilaksanakan sebagaimana mestinya. Tanpa harus membedakan satu dengan yang lain karena pada dasarnya setiap tenaga kerja berhak memperoleh perlindungan. Selain itu, dengan

6

(28)

14

mengingat tenaga kerja memiliki resiko, dengan begitu jika adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban maka hubungan kerja dapat berjalan dengan lancar.

Pada dasarnya dalam hubungan antara tenaga kerja dan pengusaha, secara yuridis pekerja dipandang sebagai orang yang bebas karena prinsip negara Indonesia, tidak seorangpun boleh diperbudak. Secara sosiologis, pekerja itu tidak bebas sebagai orang yang terpaksa untuk menerima hubungan kerja dengan pengusaha meskipun memberatkan bagi pekerja itu sendiri, lebih-lebih saat sekarang ini dengan banyaknya jumlah tenaga kerja yang tidak sebanding dengan lapangan yang tersedia. Akibatnya tenaga kerja sering kali diperas oleh pengusaha dengan upah yang relatif kecil dan tidak ada jaminan yang diberikan. Selain itu, tenaga kerja memiliki resiko dalam pekerjaannya. Mengingat hal tersebut perusahaan harus memberikan kepastian hukum kepada tenaga kerja atau pekerja.

(29)

2.6 Sejarah Perkembangan Pembantu Rumah Tangga di Indonesia

Pembantu rumah tangga adalah suatu posisi dalam kehidupan yang bersifat temporer dalam artian kehadiran pembantu rumah tangga bukan suatu hal yang mutlak dalam suatu keluarga, namun kehadiran pembantu rumah tangga pada satu sisi dapat dikatakan penting karena bagi sebahagian keluarga, dimana ibu dan ayah masing-masing memiliki pekerjaan dan perlu bantuan pihak lain untuk membantu dalam pekerjaan rumah tangga.

Pada awalnya pembantu rumah tangga dapat dilihat sekilas dari proses perkembangan kebudayaan di Indonesia pada umumnya, seperti dalam kebudayaan Kraton Jawa, di mana dalam suatu keluarga yang terdiri ayah, ibu dan anak memiliki seorang pengasuh yang bekerja tidak hanya sekedar mengasuh dan menjaga anak selama kedua orang tua bekerja, melainkan juga memiliki pekerjaan memasak, mencuci dan lain sebagainya pada kebudayaan lainnya posisi pengasuh juga memiliki arti penting dalam keluarga.7

Seiring perkembangan zaman, secara harfiah kata pengasuh tidak relevan lagi karena terbatas pada artian mengasuh sehingga perkataan pengasuh bergeser pada penggunaan kata pembantu yang berkonotasi sebagai individu yang memiliki pekerjaan membantu dalam suatu keluarga dengan jenis pekerjaan yang berbeda-beda.

Pekerjaan pembantu rumah tangga pada awal perkembangannya merupakan suatu posisi pekerjaan yang diisi individu yang memiliki hubungan kekerabatan dengan keluarga yang menggunakan jasanya dengan harapan agar timbul rasa

7

(30)

16

kepercayaan yang tinggi karena posisi kerja pembantu rumah tangga adalah posisi kerja yang memerlukan tingkat kepercayaan tinggi.

Pembantu rumah tangga juga mengalami stagniantasi karena posisi pembantu rumah tangga dalam paradigma masyarakat bagaikan hal penting namun cepat terlupakan, hal ini terlihat dari sedikitnya literature mengenai pembantu rumah tangga.

Pada saat sekarang ini pembantu rumah tangga tidak hanya terbatas pada suatu kemampuan dalam tingkat bekerja secara sederhana, seperti mencuci, memasak dan menjaga rumah, melainkan sudah menjadi kompleks dengan munculnya kebutuhan-kebutuhan dalam keluarga. Permintaan terhadap pembantu rumah tangga juga meningkat tajam seiring kehidupan masyarakat perkotaan yang kompleks dan membutuhkan ketepatan waktu yang tinggi, untuk menyiasati hal tersebut diperlukan individu yang dapat membantu dalam hal pekerjaan rumah tangga, hal ini ditandai dengan munculnya agen-agen penyalur pembantu rumah tangga hingga pada pengiriman pembantu rumah tangga dengan label tenaga kerja keluar negeri.

(31)

Menurut dari beberapa pengertian yang sudah di sampaikan dapat disimpulkan bahwa pembantu rumah tangga adalah seseorang pekerja yang menjual jasanya melalui pekerjaan rumah tangga dengan mendapatkan imbalan. Menurut dari pengertian pembantu rumah tangga dapat disimpulkan bahwa pembantu rumah tangga adalah orang selain anggota keluarga yang bekerja pada seseorang atau beberapa orang dalam rumah tangga atau suatu keluarga untuk melakukan pekerjaan rumah tangga dengan mendapatkan imbalan.

Pembantu rumah tangga dapat dibagi atas dua bagian, yaitu individu yang memiliki pekerjaan membantu dalam rumah tangga dan individu yang memiliki keahlian khusus dalam bekerja/membantu suatu pekerjaan rumah tangga. Berdasarkan dua bagian tersebut maka muncul jenis-jenis pembantu rumah tangga berdasarkan keahlian khusus, seperti :

1. Supir, yang bertugas mengemudikan mobil majikan 2. Tukang cuci, yang memiliki pekerjaan mencuci pakaian

3. Tukang masak, adalah yang bertugas untuk memasak makanan bagi suatu keluarga, bahkan pada saat sekarang ini, hal ini mengalami perkembangan dimana suatu keluarga mengambil keputusan untuk berlangganan makanan pada suatu pihak yang biasa dikenal dengan sebutan rantangan.

(32)

18

pentingnya peran tenaga kerja atau pekerja dalam sebuah perusahaan, maka tujuan perlindungan hukum terhadap tenaga kerja harus dilaksanakan sebagaimana mestinya. Tanpa harus membedakan satu dengan yang lain karena pada dasarnya setiap tenaga kerja berhak memperoleh perlindungan. Selain itu, dengan mengingat tenaga kerja memiliki resiko, dengan begitu jika adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban maka hubungan kerja dapat berjalan dengan lancar.

Pada dasarnya dalam hubungan antara tenaga kerja dan pengusaha, secara yuridis pekerja dipandang sebagai orang yang bebas karena prinsip negara Indonesia, tidak seorangpun boleh diperbudak. Secara sosiologis, pekerja itu tidak bebas sebagai orang yang terpaksa untuk menerima hubungan kerja dengan pengusaha meskipun memberatkan bagi pekerja itu sendiri, lebih-lebih saat sekarang ini dengan banyaknya jumlah tenaga kerja yang tidak sebanding dengan lapangan yang tersedia. Akibatnya tenaga kerja sering kali diperas oleh pengusaha dengan upah yang relatif kecil dan tidak ada jaminan yang diberikan. Selain itu, tenaga kerja memiliki resiko dalam pekerjaannya. Mengingat hal tersebut perusahaan harus memberikan kepastian hukum kepada tenaga kerja atau pekerja.

(33)

2.7 Pembantu Rumah Tangga Dalam Kajian Hak Asasi Manusia (HAM) dan Negara Hukum

Perlindungan terhadap pembantu rumah tangga (PRT) mutlak harus diberikan. Berdasarkan Sasaran Kerja Nasional Badan Pusat Statistik (Sakernas BPS) 2008, data dari Migrant Care dan estimasi Organisasi Buruh Sedunia (ILO) tahun 2009, saat ini terdapat lebih dari 3 juta PRT di Indonesia dan lebih dari 6 juta PRT Indonesia yang bekerja di luar negeri.

Bahkan, pekerjaan sebagai PRT menempati posisi teratas sebagai tujuan tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri. Namun sayangnya, mereka rentan terhadap kekerasan fisik, psikis, ekonomi dan sosial sehingga hidup dalam situasi pekerjaaan yang tidak layak. Oleh sebab itulah diperlukan perlindungan bagi PRT dan anggota keluarganya.

Kejanggalan kebijakan di Indonesia justru terjadi di kalangan pengambil keputusan, dalam hal ini Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans), yang menolak adanya konvensi perlindungan PRT. Padahal, Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan dan Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat mendukung lahirnya konvensi ILO tentang perlindungan PRT.8

Dalam rapat koordinasi Kementerian Kesejahteraan Rakyat, salah satu hasil yang disampaikan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono adalah mendukung dan membangun konsultasi untuk lahirnya konvensi ILO tentang perlindungan PRT.

8

(34)

20

Alasan yuridis mengenai perlindungan PRT sebenarnya sudah tertuang dalam Pasal 27 UUD 1945, dinyatakan bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, UU No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 1 point 12 UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyebutkan Hak Anak adalah bagian dari HAM yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara, serta Pasal 4 UU No 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga yaitu: mencegah segala bentuk kekerasan dalam rumah tangga, melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga, menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga, dan memelihara keutuhan rumah tangga yang harmonis dan sejahtera.9

Tidak ada undang-undang khusus di Indonesia tentang PRT, tetapi beberapa undang-undang lain memberikan perlindungan. Akan tetapi, sikap budaya menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia enggan membuat peraturan formal tentang pekerjaan rumah tangga dan, apabila ada, mereka enggan untuk menggunakan peraturan tersebut sebagai dasar untuk menyelesaikan perselisihan yang melibatkan para PRT. Kenyataannya, para pembantu rumah tangga jarang sekali disebut sebagai pekerja (workers), melainkan hanya sebagai pembantu (helper).

Praktik menyebut para pembantu rumah tangga sebagai pembantu memperkuat keengganan budaya untuk memformalkan hubungan antara para pekerja rumah tangga dengan para majikannya, yang banyak di antaranya berasal dari keluarga jauh atau desa seasal. Sebagai gantinya, para majikan memandang peranan

9

(35)

mereka sebagai peranan paternalistik, di mana mereka melindungi, member makan, tempat tinggal, pendidikan dan memberikan uang saku kepada pekerja rumah tangga sebagai imbalan atas tenaga yang diberikan. Di Jawa, praktik ini disebut ngenger.

Aspek paternal dari hubungan kerja ini, yang dipadukan dengan fakta bahwa kebanyakan tugas dilaksanakan di dalam rumah keluarga dan tidak dianggap produktif secara ekonomi, berarti bahwa budaya Indonesia secara umum memandang hubungan ini sebagai hubungan yang bersifat pribadi. Di satu sisi masyarakat Indonesia mendukung tingkat keterlibatan pemerintah yang cukup besar diberbagai aspek perekonomian dan kehidupan, namun, disisi lain, rumah dinilai bersifat personal dan berada di luar batas jangkauan intervensi negara.

Karena sifat hubungan yang informal, kekeluargaan dan paternalistik antara PRT dan majikan, penyelesaian perselisihan yang menyangkut hak dan kewajibanpun biasanya dilakukan secara informal. Ini artinya PRT tidak memiliki akses terhadap mekanisme-mekanisme seperti pengadilan industri, yang saat ini sedang dibentuk untuk menyelesaikan perselisihan yang melibatkan para pekerja di sektor formal.10

Sebagai gantinya, PRT mungkin mencari bantuan untuk menyelesaikan perselisihan dari seorang anggota keluarga, rukun tetangga, rukun warga, atau kepala desa/lurah. Akan tetapi, PRT umumnya akan menyandarkan diri pada kemurahan hati sang majikan dan berusaha membangun hubungan yang diatur berdasarkan saling mempercayai.

10

(36)

22

Faktor-faktor budaya yang diuraikan di atas mengurangi kapasitas masyarakat Indonesia untuk membuat undang-undang bagi perlindungan PRT maupun untuk menegakkan undang-undang yang sudah ada. Sebagai contoh, ketika seseorang melapor ke kepolisian, ia seringkali dituduh tidak mengambil langkah-langkah yang memadai untuk menghindari kekerasan atau eksploitasi, atau bahkan memancing terjadinya hal tersebut.11

Interpretasi pemerintah saat ini dalam UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan tidak menjangkau para PRT ke dalam sistem perundangan umum mengenai hubungan kerja. Kendati “pekerja” didefinisikan pada Pasal 1 sebagai “seseorang yang bekerja untuk mendapatkan upah atau bentuk imbalan lain”, masalah penafsiran berasal dari fakta bahwa dua istilah

untuk majikan digunakan di dalam UU tersebut. “Pengusaha” (badan usaha) tunduk pada semua kewajiban standar usaha berdasarkan UU, sedangkan “pemberi kerja” hanya menanggung sebuah kewajiban umum untuk memberikan “perlindungan bagi kesejahteraan para pekerjanya, keselamatan dan kesehatan, baik mental maupun fisik” (Pasal 35).

Pemerintah menyatakan, majikan pekerja rumah tangga bisa tergolong “pemberi kerja”, ia bukan badan usaha dan dengan demikian bukan “pengusaha” di dalam

artian UU tersebut. Hal ini sebagai imbalan atas kontribusi ekonomi yang diberikan para PRT terhadap para majikannya dengan memberikan mereka kebebasan untuk terlibat di dalam kegiatan-kegiatan yang lebih menguntungkan. Karena PRT dianggap tidak dipekerjakan oleh “pengusaha”, mereka tidak

diberikan perlindungan yang diberikan oleh UU terhadap pekerja lainnya.

11

(37)

Disamping itu, mereka tidak diberi akses terhadap mekanisme penyelesaian perselisihan kerja, seperti pengadilan industrial yang dibentuk menurut UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.

Interpretasi yang diberikan oleh pemerintah sebagian berlandaskan pada keputusan Panita Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat (P4P) di tahun 1959, yang menyatakan bahwa perselisihan yang melibatkan para PRT berada di luar yurisdiksi sistem penyelesaian perselisihan kerja formal. Namun keputusan ini tidak lagi menjadi yurisdiksi yang berlaku karena:12

1. P4P tidak lagi memiliki dasar hukum dan sedang dalam proses penggantian dengan pengadilan Industrial, seiring pemberlakuan UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.

2. UU yang digunakan sebagai dasar oleh P4P dalam mencapai keputusan (UU No. 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial) dicabut dengan UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan dengan demikian tidak lagi bisa menjadi dasar bagi yurisprudensi yang mengikat. 3. Penjelasan bagian 10 UU No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja secara

khusus menyebutkan para PRT memiliki hak untuk berserikat, sehingga dengan demikian memberikan bukti persuasive tentang niat parlemen menjangkau para PRT dalam mengupayakan tersedianya UU Ketenagakerjaan.

4. Kondisi sosial-ekonomi sudah banyak berubah sejak tahun 1959.

12

(38)

24

Pada 2005, setelah adanya sebuah laporan tentang PRT anak yang disinyalir oleh Human Rights Watch, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Fahmi Idris menegaskan bahwa departemennya akan mengusulkan sebuah UU tentang PRT untuk mendapat persetujuan DPR. Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi turut mendukung, termasuk penyebutan para pekerja domestik di dalam UU Ketenagakerjaan, meski sekadar menyebutkan bahwa para PRT akan diatur berdasarkan keputusan menteri yang akan dirumuskan kemudian. Namun, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) cenderung mendesak perlunya UU nasional terpisah tentang PRT.13 Praktik terbaik menunjukkan bahwa hal ini dapat menjadi cara paling efektif memberikan perlindungan bagi PRT (lihat di bawah).

Sementara sistem UU Ketenagakerjaan tidak menjangkau para PRT, sejumlah UU nasional lainnya memberikan perlindungan di bidang-bidang tertentu, meski dengan masih secara terpisah dan terbatas. UU ini meliputi:

1. Pasal 27 UUD 1945, dinyatakan bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan

2. Pasal 4 UU No 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga yaitu: mencegah segala bentuk kekerasan dalam rumah tangga, melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga, menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga, dan memelihara keutuhan rumah tangga yang harmonis dan sejahtera dan Pasal 9 ayat (1) UU No. 23 Tahun 2004 tentang KDRT bahwa Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena

13

(39)

persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut.

3. Pasal 1 point 12 UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyebutkan Hak Anak adalah bagian dari HAM yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan Negara.

4. Pasal 11 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan National (1) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi. (2) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun.

5. Pasal 11 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Setiap orang berhak atas pemenuhan kebutuhan dasarnya untuk tumbuh dan berkembang secara layak.

Selain UU ini, Indonesia juga telah mengeluarkan perundang-undangan untuk mengesahkan beberapa norma hukum internasional terkait , termasuk:

1. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Righ

2. Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and Political Rights/ICCPR) Universitas Sumatera Utara 3. Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya

(40)

26

4. Kovenant tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (Convenants on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women/CEDAW)

5. Konvensi tentang Hak-hak Anak (Convention on the Rights of the Child) 6. Konvensi untuk menekan Perdagangan Manusia dan Eksploitasi Prostitusi

Lain

7. Konvensi ILO tentang Kebebasan Berserikat dan Hak untuk Berorganisasi, 1948 (Konvensi ILO No. 87)

8. Konvensi ILO tentang Hak Berorganisasi dan Perundingan Bersama, 1949, (Konvensi ILO No. 98)

(41)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian normatif empiris. Suatu penelitian hukum normatif adalah pendekatan yang dilakkukan berdasarkan bahan hukum utama, menelaah hal yang bersifat teoritis yang menyangkut asas-asas hukum, konsepsi hukum, pandangan dan doktrin-doktrin hukum, peraturan dan sistem hukum.1

Penelitian hukum empiris adalah penelitian hukum mengenai pemberlakuan ketentuan hukum normatif (kodifikasi, undang-undang atau kontrak) secra in action pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat.2

Penggunaan kedua macam pendekatan tersebut dimaksudkan untuk memperoleh gambaran dan pemahaman yang jelas dan benar terhadap permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian guna penulisan skripsi ini.

3.2 Sumber dan Jenis Data

Sumber data yang di pergunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder.

1. Data Primer

Data Primer adalah data yang diperoleh peneliti dari hasil studi dan penelitian di lokasi penelitian. Data primer ini didapat dari dinas tenaga kerja kota bandar lampung. Data primer ini diperoleh dari hasil wawancara dengan pihak Dinas

1

Abdulkadir Muhammad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum,Bandung: Citra Aditya Bakti hlm.135.

2

(42)

28

Tenaga Kerja Kota Bandar Lampungu ntuk mencari masukan-masukan, saran-saran dan tanggapan atas perlindungan hukum terhadap pembantu rumah tangga di kota Bandar Lampung.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari bahan pustaka, terdiri dari :

Bahan Hukum Primer, adalah bahan-bahan yang bersifat mengikat berupa peraturan perundang-undangan antara lain :

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia 3. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja 4. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakejaan

5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga

6. Undang Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pemerintah Daerah

3.3 Prosedur Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penyusunan skripsi ini dapat dijelaskan sebagai berikut

1. Studi Kepustakaan

Untuk memperoleh data sekunder, penulis lakukan dengan cara membaca, mencatat atau menguti dari perundang-undangan yang berlaku serta literatur-literatur dalam dokumen-dokumen yang berkaitan dengan putusan tersebut. 2. Studi Lapangan

(43)

mendapatkan gambaran yang jelas tentang permasalahan yang penulis kaji, yaitu tentang perlindungan hukum terhadap pembatu rumah tangga.

3.4 Prosedur Pengolahan Data

Setelah data yang dikehendaki terkumpul baik dari studi kepustakaan maupun dari lapangan, maka data diperoses melalui pengolahan data dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Seleksi Data

Seleksi data dilakukan untuk mengetahui apakah data yang diperlukan sudah mencakup atau belum dan data tersebut berhubungan atau tidak berhubungan dengan pokok permasalahan yang dibahas.

2. Klasifikasi Data

Klasifikasi data yang telah diperoleh disusun melalui klasifikasi yang telah ditentukan.

3. Penyusunan Data

Penyusunan data dimaksudkan untuk mendapatkan data dalam susunan yang sistematis dan logis serta berdasarkan kerangka pikir. Dalam tiap tahap ini data dapat dimasukan ke dalam tabel apabila diperlukan.

3.5 Analisis Data

(44)

30

menempatkan hasil-hasil analisis secara khusus, kemudian ditarik rangkuman secara umum.3

3

(45)

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan uraian dari bab-bab sebelumnya, dapat diberikan beberapa simpulan berikut:

1. Pola Hubungan antara PRT dan Majikan banyak dikondisikan dalam relasi kekeluargaan, yang dalam banyak hal dapat mengaburkan adanya relasi hubungan kerja antara PRT dan pengguna jasa. Akibatnya beban pekerjaan dan hak-hak PRT menjadi tidak terukur, jam kerja tanpa batas, gaji sangat rendah dan tidak adanya jaminan kesehatan. Pekerja Rumah Tangga bekerja dan hidup tertutup dari pandangan publik karena sebagian besar dari mereka tinggal di rumah tempat diabekerja. Tidak ada batasan yang jelas antara kehidupan pribadi dan pekerjaan, membuat profesi Pekerja Rumah Tangga menjadi pekerjaanyang rumit, menuntut curahan waktu, perhatian, energi dan berbagai keterampilan.

2. Perlindungan hukum terhadap PRT saat ini belum berjalan di Kota Bandar Lampung karena:

a. Undang Undang No 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan belum sepenuhnya mengatur tentang PRT

b. Belum ada peraturan khusus yang mengatur tentang PRT

(46)

67

d. Agen penyalur PRT di Kota Bandar Lampung belum terdaftar di Dinas Tenaga Kerja Kota Bandar Lampung

e. Belum adanya tempat layanan pengaduan untuk PRT f. Kurangnya pengetahunan yang dimiliki oleh PRT 5.2 Saran

Berdasarkan uraian dari bab-bab sebelumnya, dapat diberikan beberapa saran berikut:

1.Dalam pola hubungan antara PRT dengan majikan diharapkan agar hubungan antara PRT dengan majikan sesungguhnya sebagai hubungan yang hibridis karena hubungan diantara mereka tidak semata-mata dimaksudkan sebagai hubungan hukum yakni hubungan yang mempunyai akibat hukum melainkan lebih mengedepankan terbentuknya hubungan yang bersifat kekeluargaan. Oleh karena itu mekanisme kontrol yang menonjol dalam hubungan yang demikian adalah norma-norma sosial yang ada dalam masyarakat.

2. Diharapkan Pemerintah lebih mengefektifkan aturan-aturan yang telah ada dengan melakukan:

a. Peningkatan kopetensi PRT melalui pendidikan dan pelatihan melalui BLK.

(47)

c. Pengawasan masyarakat juga dapat dimanfaatkan terutama peningkatan peran ketua RT dan RW setempat

d. Mekanisme pengaduan yang mudah dipahami dan pemanfaatan crisis center sebagai pusat pengaduan bagi PRT korban kekerasan

e. Penegakan hukum yang tegas dan didukung oleh penegakan sanksi yang keras serta peraturan perundang-undangan yang jelas

(48)

69

DAFTAR PUSTAKA

Literatur

Astuti, Dwi, 1999, Jejak Seribu Tangan, Yogyakarta: Pustaka Media.

Darmono Syarief & Rianto Adi, 2000, Trafiking Anak untuk Pekerja Rumah Tangga Jakarta: PKPM Unika Atma Jaya.

Husni, Lalu, 2000 Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Muhammad, Abdulkadir, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti.

Naibaho, Rorotskie H, pembantu rumah tangga (studi antropologi perkotaan

antara pembantu dan majikan), 2010.

Pudjiwati Sajogyo. 1983. Peranan Wanita Dalam Perkembangan Masyarakat. Jakarta: Yayasan Ilmu-ilmu sosial CV Rajawali

Purbacaraka dan Soekanto Soerjono, 1986, Sendi-sendi Ilmu Hukum dan Tata Hukum, Bandung: Rineka Cipta.

Purwodarminto, WJS, 1959, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka.

Soebekti, 1955, Dasar-Dasar Hukum dan Pengadilan, Jakarta: Soeroengan.

Undang-Undang

Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

Undang Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja

Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

(49)

Sumber lain

Komnas Perempuan & Solidaritas Perempuan/CARAM, “Buruh Migran Pekerja Rumah Tangga Indonesia (TKW-PRT): Kerentanan dan Inisiatif-inisiatif baru untuk Perlindungan Hak Asasi TKW-PRT” dalam Laporan Indonesia kepada Pelapor Khusus PBB untuk Hak Asasi Migran, Jakarta 2003.

Lampost, selasa, 18 Juni 2013.

www.wikipedia,or.id/pembantu_rumah_tangga/diakses tanggal 1 maret 2015. http://www.migrantcare.net/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&cid=3&art

id=63 9 Universitas Sumatera Utara.

Hasil wawancara Dinas Tenaga Kerja Kota Bandar Lampung, rabu 18 maret 2015. Minim, Perlindungan Hukum terhadap PRT, Suara Karya Online, 17 January

2004, hlm 6.

Putusan Panita Penyelesaian Persengketaan Perburuhan Pusat No. 70/59/111/02/C tanggal 19 Desember 1959.

Referensi

Dokumen terkait

prasarana dan sarana, dan pada waktu pembinaan latihan. Langkah kelima : Penyusunan skripsi Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif

Dapatan kajian juga mendapati tidak terdapat perbezaan statistik yang signifikan antara pelajar lelaki dan pelajar perempuan dari segi faktor motivasi yang mempengaruhi

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang alternatif bahan baku sosis yang berasal dari bahan nabati seperti jamur tiram putih dengan

2 2 Di Indonesia osteomielitis masih Di Indonesia osteomielitis masih merupakan masalah karena tingkat higienis yang masih merupakan masalah karena tingkat higienis yang masih rendah,

WHO (2009) mencetuskan promosi global patient safety challenge dengan clean care is safecare , yang artinya adalah perawatan yang bersih maupun higienis adalah perawatan

Dari hasil penelitian tersebut menjelaskan bahwa faktor Kualitas Informasi (Information Quality) tidak berpengaruh positif terhadap Kepuasan pengguna. Sehingga apabila

Seperti Kecamatan lain di Kabupaten Sragen, Di Kecamatan Sambirejo Kegunaan lahan juga terletak pada sektor pertanian.. Sedangkan untuk produksi tanaman palawija

Dalam tahap ini, penulis melakukan analisa terhadap kebutuhan sistem, serta menganalisa sistem seperti apa yang dibutuhkan dalam mebangun aplikasi Web Point of