• Tidak ada hasil yang ditemukan

IDENTIFIKASI DAN KERAGAMAN EKTOPARASIT PADA IKAN MASKOKI (Carassius auratus) DAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) YANG BERASAL DARI LAMPUNG DAN LUAR LAMPUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "IDENTIFIKASI DAN KERAGAMAN EKTOPARASIT PADA IKAN MASKOKI (Carassius auratus) DAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) YANG BERASAL DARI LAMPUNG DAN LUAR LAMPUNG"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

IDENTIFICATION AND ECTOPARASITES' DIVERSITY OF Carassius auratus AND Cyprinus carpio FROM LAMPUNG AND

OUTSIDE

Retna Handayani1), Y.T. Adiputra2), Wardiyanto2)

ABSTRACT

The objective of this research is to compare the identification and diversity of ectoparasite in Cyprinus carpio and Carrasius auratus from Lampung and outside. The sample of Carrasius auratus from Lampung is taken from Pungur, then Carrasius auratus from outside Lampung is taken from a fish shop in Rajabasa. The sample of Cyprinus carpio from Lampung is taken from Lampung, then Cyprinus carpio from outside Lampung is taken from a fish shop in Rajabasa. This reasearch used direct survey and random sampling from fish seller, who transfers the fish from outside Lampung, then direct survey and random sampling to pondculture in Lampung. Parameters observed are parasite prevalence, intense, diversity index, domination index, and uniformity index in the parasite which are found. In-situ method is done in pondculture and shop, while preparation for wetmouth is done in laboratory. The data of diversity is taken from tabulation with Shannon-Wiener index. The result shows that parasite which infect the fish are Trichodina nobilis, Gyrodactylus sp. Trichodina reticulata, Dactylogyrus sp. Myxobolus sp. Vorticella sp. and Ichthyophthirius sp. Trichodina nobilis dominate Carrasius auratus in outside Lampung (69,66%) and in Lampung (70,05%), Cyprinus carpio is dominated by Trichodina nobilis (65,89%), in outside Lampung and is dominated by Vorticella sp. (37,86%) in Lampung. The highest diversity parasite index of Carrasius auratus from outside Lampung is 0,6389, from Lampung is 0,3836. The highest diversity parasite index of Cyprinus carpio from outside Lampung is 0,5766, from Lampung is 0,5625.

Keyword : Ectoparasite, diversity index, intensity, prevalence

1)

Mahasiswi Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung 2)

(2)

IDENTIFIKASI DAN KERAGAMAN EKTOPARASIT PADA IKAN MASKOKI (Carassius auratus) DAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) YANG

BERASAL DARI LAMPUNG DAN LUAR LAMPUNG

Retna Handayani1), Y.T. Adiputra2), Wardiyanto2) ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan membandingkan keragaman jenis ektoparasit pada ikan mas dan ikan maskoki yang berasal dari Lampung dan luar Lampung. Ikan maskoki Lampung diambil dari Punggur, sedangkan ikan maskoki dari luar Lampung diambil dari toko di Rajabasa. Ikan mas asli Lampung diambil dari Pagelaran sedangkan ikan mas dari luar Lampung diambil dari toko di Rajabasa. Metode penelitian yang digunakan adalah survei langsung dan pengambilan sampel secara random ke pedagang ikan yang mendatangkan ikan dari luar Lampung serta ke lokasi budidaya ikan yang ada di Lampung. Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah prevalensi parasit, intensitas, dominasi, indeks keragaman, indeks dominasi dan indeks keseragaman terhadap parasit yang ditemukan. Pemeriksaan ektoparasit dilakukan di Laboratorium Budidaya Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Metode pemeriksaan secara in-situ di lokasi dan dilakukan preparasi kerokan kulit dan insang. Data yang diperoleh ditabulasi dan dihitung keragamannya dengan indeks Shannon-Wiener. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis parasit yang ditemukan menginfeksi ikan uji adalah Trichodina nobilis, Gyrodactylus sp, Trichodina reticulata, Dactylogyrus sp. Myxobolus sp. Vorticella sp. dan Ichthyophthirius sp. Parasit yang mendominasi ikan maskoki dari luar Lampung adalah Trichodina nobilis (69,66%), pada ikan maskoki asal Lampung adalah Trichodina nobilis (70,05%), ikan mas asal luar Lampung adalah Trichodina nobilis (65,89%), dan pada ikan mas asal Lampung adalah Vorticella sp. (37,86%). Indeks keragaman parasit (H’) tertinggi pada ikan maskoki asal luar Lampung sebesar 0,6389, pada ikan maskoki asal Lampung sebesar 0,3836, pada ikan mas asal luar Lampung H’ sebesar 0,5766, dan pada ikan mas asal Lampung H’ tertinggi sebesar 0,5625.

Kata kunci: Ektoparasit, indeks keragaman, intensitas, prevalensi

1)

Mahasiswi Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung 2)

(3)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Famili cyprinidae merupakan famili ikan dengan genus terbesar yaitu sebanyak 210 genus dan 2010 spesies (Nelson, 1994). Meyden (1991) menyatakan bahwa

distribusi ikan Famili Cyprinidae sangat luas, yaitu hampir di seluruh dunia. Ikan dari Famili Cyprinidae dapat dijadikan ikan hias dan sebagian lagi dijadikan ikan konsumsi, terutama ikan yang berukuran besar. Ikan Famili Cyprinidae yang

biasa dikonsumsi antara lain ikan mas (Cyprinus carpio), ikan wader (Puntius binotatus), ikan nilem (Osteochilus hasseltii), ikan koan atau grasscarp

(Ctenopharyngodon idella) dan ikan tawes (Barbonymus gonionotus). Sedangkan ikan Famili Cyprinidae yang dijadikan sebagai ikan hias antara lain: ikan maskoki, ikan koi, ikan komet (Carassius auratus auratus), dan ikan botia

(Chromobotia macracanthus).

Pasokan ikan mas dan ikan maskoki yang ada di Lampung berasal dari daerah DKI Jakarta, Depok, dan Bogor. Windarto dkk, (2013) menyatakan bahwa

selama pengangkutan ikan menuju Lampung, dapat menimbulkan resiko ikan stres dan rawan terjangkit penyakit. Selain itu, dalam pendistribusiannya hingga

(4)

Provinsi Lampung memiliki beberapa lokasi yang merupakan sentra perikanan

budidaya ikan konsumsi maupun ikan hias, misalnya Kecamatan Pagelaran yang khas dengan komoditas ikan mas, dan Kecamatan Punggur dengan komoditas

ikan hias, salah satunya adalah ikan maskoki. Ikan tersebut asli dibudidayakan dan dibenihkan di daerah tersebut. Akan tetapi, dari kegiatan budidaya pun tidak lepas dari serangan jenis patogen yang berbahaya seperti parasit.

Serangan ektoparasit pada pemeliharaan ikan perlu diwaspadai. Parasit dapat masuk ke perairan kolam karena terbawa air, tumbuhan dan dapat pula bersama-sama benda atau binatang yang masuk ke dalam perairan kolam (Moller and

Anders, 1989). Rokhmani (2009) menyatakan bahwa ada tidaknya parasit pada suatu lingkungan bergantung dari ada tidaknya inang yang sesuai dan lingkungan

yang memungkinkan untuk pindah dari inang satu ke inang lain.

Serangan parasit pada budidaya ikan tidak hanya bergantung pada jenis dan jumlah parasit yang menyerangnya, namun dipengaruhi oleh kondisi lingkungan pada saat itu serta daya tahan tubuh ikan. Jenis dan tingkat infeksi parasit antar

lokasi budidaya di suatu daerah dengan daerah yang lain akan berbeda. Hal ini sesuai dengan pendapat Bauer (1970) bahwa kejadian infeksi parasitdapat terjadi

karena adanya perbedaan kondisi perairan, pakan yang diberikan, umur ikan, ukuran, serta aktivitas budidaya.

Parasit memiliki karakteristik yang berbeda baik dari segi biologis, siklus hidup,

(5)

tingkat infeksinya sangat penting dalam rangka melakukan pengendalian penyakit

secara terpadu (Anshary, 2008).

Pengendalian parasit perlu dilakukan secara dini. Berkaitan dengan upaya penanggulangan dan pemberantasan parasit diperlukan informasi mengenai jenis

parasit, jumlah parasit yang menginfeksi, dan habitat parasit (Hoffman, 1967). Selanjutnya, antisipasi dalam pencegahan dan pengobatan dapat dilakukan

dengan efektif.

1.2 Tujuan

Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi dan membandingkan keragaman jenis ektoparasit pada ikan mas dan ikan maskoki yang berasal dari Lampung dan

luar Lampung.

1.3Manfaat

Manfaat dari penelitian ini antara lain:

1. Memberikan informasi ilmiah pada instansi terkait bidang parasitologi sehingga dapat dijadikan dasar pengetahuan dalam pengendalian ektoparasit khususnya pada ikan mas dan ikan maskoki.

(6)

1.4 Kerangka Pemikiran

Famili Cyprinidae merupakan ikan yang paling banyak digemari serta banyak ditemukan di lingkungan masyarakat Indonesia. Selain dimanfaatkan sebagai ikan hias, jenis Famili ini juga dapat dikonsumsi. Ikan Famili Cyprinidae yang

diperdagangkan di Lampung mayoritas didatangkan dari Jakarta, Bogor, Depok, Tanggerang, dan sentra perikanan lainnya. Namun, ada pula ikan yang asli

dibudidayakan di wilayah Lampung itu sendiri.

Ikan dari Famili Cyprinidae yang paling banyak digemari oleh masyarakat antara lain ikan mas dan ikan maskoki. Ikan mas disukai oleh para petani ikan karena mempunyai banyak keunggulan, diantaranya: ikan mas tidak mempunyai duri yang

keras sehingga digemari oleh masyarakat, harganya stabil, cepat besar dan responsif

terhadap pemberian pakan tambahan, dapat ditebar dengan kepadatan tinggi dengan

syarat ketersediaan oksigen cukup (Santoso, 1993). Sedangkan Lovell (1988)

menyatakan ikan mas merupakan ikan yang mudah dipijahkan, dapat memanfaatkan makanan buatan, tahan terhadap penyakit, pertumbuhannya cepat

dan mempunyai toleransi yang besar terhadap kisaran suhu dan terhadap oksigen terlarut. Sedangkan ikan maskoki banyak digemari karena bentuknya yang sangat

indah dan harga yang cukup terjangkau.

Distribusi ikan Famili Cyprinidae dari luar Lampung maupun budidayanya yang

ada di Lampung memiliki beberapa kendala yaitu adanya serangan penyakit, salah satunya parasit. Kerugian akibat infeksi parasit memang tidak sebesar

(7)

predisposisi bagi infeksi organisme patogen yang lebih berbahaya. Kerugian

nonlethal lain dapat berupa kerusakan organ luar yaitu kulit dan insang (Handayani, 2004) pertumbuhan lambat, penurunan nilai jual, dan peningkatan

sensitivitas terhadap stressor. Tingkat infeksi ektoparasit yang tinggi dapat mengakibatkan kematian akut, yaitu mortalitas tanpa menunjukkan gejala terlebih dahulu (Sommerville, 1998). Oleh sebab itu, perlu dilakukan identifikasi parasit

untuk melihat jenis parasit yang menginfeksi ikan serta faktor lingkungan apa yang mempengaruhi keragaman jumlah dan jenis parasit tersebut, sehingga

[image:7.595.114.515.338.649.2]

kegiatan pencegahan maupun pengobatan dapat dilakukan dengan efektif.

(8)

1.5 Hipotesis

(9)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1Ikan Mas (Cyprinus carpio) 2.1.1 Klasifikasi dan morfologi

Klasifikasi ikan mas menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia Filum : Chordata

Class : Actinopterygii Ordo : Cypriniformes

Famili : Cyprinidae Genus : Cyprinus

Spesies : Cyprinus carpio

Tubuh ikan mas memiliki ciri-ciri antara lain: bentuk badan memanjang dan sedikit pipih ke samping, mulut terletak di ujung tengah (terminal) dan dapat disembulkan (protektil) serta dihiasi dua pasang sungut. Selain itu di dalam mulut

terdapat gigi kerongkongan, dua pasang sungut ikan mas terletak di bibir bagian atas. Gigi kerongkongan (pharyngeal teeth) terdiri atas tiga baris yang berbentuk

geraham, memiliki sirip punggung (dorsal) berbentuk memanjang dan terletak di bagian permukaan tubuh, berseberangan dengan permukaan sirip perut (ventral) bagian belakang sirip punggung memiliki jari-jari keras sedangkan bagian akhir

berbentuk gerigi, sirip dubur (anal) bagian belakang juga memiliki jari-jari keras dengan bagian akhir berbentuk gerigi seperti halnya sirip punggung, sirip ekor

(10)

lateralis) ikan mas berada di pertengahan badan dengan posisi melintang dari

tutup insang sampai ke ujung belakang pangkal ekor.

2.1.2 Habitat

Huet, (1971) menyatakan habitat ikan mas hidup pada kolam-kolam air tawar dan danau-danau serta perairan umum lainnya. Dalam perkembangannya ikan ini

sangat peka terhadap perubahan kualitas lingkungan. Ikan mas merupakan salah satu ikan yang hidup di perairan tawar yang tidak terlalu dalam dan aliran air

tidak terlalu deras. Ikan mas dapat hidup baik di daerah dengan ketinggian 150-600 meter di atas permukaan air laut dan pada suhu 25-30°C. Meskipun tergolong ikan air tawar, ikan mas kadang-kadang ditemukan di perairan payau atau muara

sungai yang bersalinitas 25-30 ppt.

2.2Ikan Maskoki

2.2.1 Klasifikasi dan morfologi

Klasifikasi ikan maskoki menurut Axelrod (1986) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia Filum : Chordata

Class : Ostheichthyes Ordo : Ostariophysoidei Famili : Cyprinidae

Genus : Carassius Spesies : Carassius auratus

(11)

anal/dubur, dan sirip ekor. Selain itu juga ikan maskoki mempunyai sisik yang

berderet rapi. Berdasarkan kesamaan ciri morfologi dan jumlah kromosom, ikan ini diduga masih memiliki hubungan kekerabatan yang erat dengan ikan dari

crucian carp (Carassius sarassius) sebagai pengaruh dari evolusinya (Lambert, 1997).

Walaupun ikan maskoki hampir menyerupai ikan mas, namun terdapat banyak

perbedaannya. Perbedaan tersebut terletak pada bentuk badan, bentuk kepala, bentuk sisik, bentuk sirip, dan bentuk mata. Bentuk badan ikan maskoki pendek dan gemuk, sehingga gerakan tubuhnya sangat menarik saat berenang.

2.2.2 Habitat

Habitat asli ikan maskoki adalah di daerah Asia Timur dari Amur sampai India Timur. Ikan ini ditemukan di Jepang karena diperkenalkan disana. Ikan ini berbeda dengan ikan mas dalam jumlah sisik (26-31) dan giil racker (40-53)

(Grzimek, 1973).

2.3Parasit dan Penyakit

Penyakit pada organisme perairan didefinisikan sebagai sesuatu yang dapat mengganggu proses kehidupan ikan sehingga pertumbuhan menjadi tidak normal.

Secara umum penyakit dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu penyakit infeksi dan non infeksi. Penyakit infeksi disebabkan oleh organisme hidup seperti parasit,

(12)

tidak seimbang antara lingkungan, ikan dan agen penyakit. Interaksi tersebut

dapat menyebabkan ikan menjadi stres dan mekanisme pertahanan tubuhnya melemah, sehingga mudah terserang penyakit (Kordi, 2004).

Parasit merupakan organisme yang hidup pada organisme lain yang mengambil

makanan dari tubuh organisme tersebut, sehingga inang akan mengalami kerugian. Parasitisme adalah hubungan dengan salah satu spesies parasit dimana

inangnya sebagai habitat dan merupakan tempat untuk memperoleh makanan atau nutrisi, tubuh inang adalah lingkungan utama dari parasit sedangkan lingkungan sekitarnya merupakan lingkungan keduanya (Kabata, 1985).

Penyakit akibat infeksi parasit menjadi ancaman utama keberhasilan akuakultur.

Karena menurut Santoso (1993), pada semua tahap budidaya ditemui serangan penyakit, salah satunya adalah parasit. Pemeliharaan ikan dalam jumlah besar dan

padat tebar tinggi pada area yang terbatas, menyebabkan kondisi lingkungan tersebut sangat mendukung perkembangan dan penyebaran penyakit infeksi. Kondisi dengan padat tebar tinggi akan menyebabkan ikan mudah stres sehingga

menyebabkan ikan menjadi mudah terserang penyakit, selain itu kualitas air, volume air dan alirannya berpengaruh terhadap berkembangnya suatu penyakit.

Populasi yang tinggi akan mempermudah penularan karena meningkatnya kemungkinan kontak antara ikan yang sakit dengan ikan yang sehat. Selain itu, kolam yang tidak terawat dengan baik juga merupakan tempat yang baik bagi

organisme penyebab infeksi penyakit. Hal tersebut dapat terjadi karena sebelumnya penyakit sudah ada pada kolam atau dapat berasal dari luar kolam

(13)

lingkungan yang selalu mendapat perhatian, parasit dalam kolam maupun yang

dari luar tidak akan mampu menimbulkan infeksi.

Berdasarkan cara penyerangan, parasit dibedakan atas 2 golongan yaitu golongan ektoparasit (eksternal) dan endoparasit (internal). Ektoparasit adalah parasit yang

menyerang bagian luar kulit, sisik, lendir, dan insang. Sementara itu endoparasit adalah parasit yang menyerang bagian dalam pada tubuh ikan (Grabda, 1991).

2.4Jenis Parasit yang Menginfeksi Ikan Maskoki dan Ikan Mas

Menurut sistematika penyebabnya, penyakit ikan akibat serangan parasit dibagi

menjadi penyakit yang disebabkan oleh Protozoa, Helminthes (cacing), dan Crustacea (udang-udangan). Adapun jenis parasit yang sering menginfeksi ikan

maskoki dan ikan mas antara lain sebagai berikut:

a) Dactylogyrus sp.

Klasifikasi dari parasit Dactylogyrus sp. menurut Kabata (1985) adalah sebagai berikut:

Filum : Vermes Subfilum : Platyhelminthes Class : Trematoda

(14)

Ciri utama yang dapat membedakan antara genus Gyrodactylus sp. dan

Dactylogyrus sp. adalah adanya dua pasang mata dan empat tonjolan pada bagian anteriornya (Sachlan, 1952).

Pada bagian posterior Dactylogyrus sp. juga terdapat ophisthaptor yang

dikelilingi oleh 14 kait marginal. Serta terdapat kait besar dari khitin yang terletak di tengah-tengah ophisthaptor (Kabata, 1985). Pada bagian anterior terdapat

prohaptor yaitu alat menghisap bercabang empat dan memiliki ujung kelenjar yang dapat mengeluarkan semacam cairan kental yang berfungsi untuk penempelan maupun pergerakan pada permukaan tubuh inang (Duijn, 1967).

Ikan yang terserang Dactylogyrus sp. biasanya akan menjadi kurus, berenang

menyentak-nyentak, tutup insang tidak dapat menutupi dengan sempurna karena insangnya rusak, dan kulit ikan tidak bening lagi. Gejala infeksi Dactylogyrus sp.

pada ikan antara lain : pernafasan ikan meningkat, produksi lendir berlebih, insang yang terserang berubah warnanya menjadi pucat dan keputih-putihan. Dactylogyrus sp. sering menyerang ikan di kolam yang kepadatannya tinggi dan

ikan-ikan yang kurang makan lebih sering terserang parasit ini dibanding yang kecukupan pakan. Parasit cacing ini termasuk parasit yang perlu diperhatikan,

karena secara dapat merusak filament insang, dan relatif lebih sulit dikendalikan. Penyakit ini sangat berbahaya karena biasanya menyerang ikan bersamaan dengan parasit lain (Sachlan, 1952).

b) Trichodina sp.

(15)

yang menyerang pada larva dan ikan kecil. Trichodina sp. sering dijumpai

sebagai ektoparasit pada ikan air tawar maupun air laut yaitu menginfeksi bagian kulit dan insang ikan. Dalam beberapa kasus dapat menyebabkan kerusakan berat

pada inang sehingga dapat menyebabkan kematian (Woo, 1995).

Klasifikasi dari parasit Trichodina sp. menurut Kabata (1985) adalah sebagai berikut:

Filum : Protozoa Subfilum : Ciliophora Class : Ciliata

Ordo : Petrichida Famili : Trichodinidae Genus : Trichodina

Infeksi parasit Trichodina sp. yang paling berbahaya adalah akibat pergerakannya, sehingga setiap individu parasit akan menyebar dan

mempengaruhi wilayah yang luas. Ikan terinfeksi akan menunjukkan kebiasaan menggosok-gosokkan tubuhnya ke dinding kolam dan menunjukkan warna tubuh

yang abnormal. Kulit menjadi iritasi, hiperplasia, degenerasi dan nekrosis pada sel epitel muncul beriringan dengan profilerasi dari sel lendir (Kabata, 1985).

c) Gyrodactylus sp.

Gyrodactylus sp. termasuk kedalam golongan cacing-cacingan. Berukuran sangat

kecil dan tidak bisa dilihat dengan kasat mata, tetapi hanya bisa dilihat dengan menggunakan mikroskop. Dalam tubuh ikan, hewan ini juga digolongkan sebagai

(16)

lain. Seperti cacing-cacing yang lain, Gyrodactylus sp. juga berbadan bulat dan

panjang. Hewan ini berukuran 0,2-0,5 mm. Pada ujung anterior terdapat dua cuping. Setiap cuping memiliki kepala dan memiliki usus bercabang dua dimana

ujungnya tidak bersatu. Parasit ini tidak memiliki vitelaria atau bersatu dengan ovari. Siklus Gyrodactylus sp. dari larva hingga menjadi dewasa membutuhkan waktu sekitar 60 jam. Itu terjadi pada suhu 25 – 27°C. Bio-ekologi patogennya

meliputi ektoparasit, bersifat obligat parasitik dan berkembang biak dengan beranak, tidak memiliki titik mata, dan pada ujung kepalanya terdapat 2 buah

tonjolan. Penularan terjadi secara horizontal dan menginfeksi semua jenis ikan air tawar pada stadia benih dan organ target meliputi seluruh permukaan tubuh ikan, terutama kulit dan sirip (Hoffan, 1967).

d) Argulus sp.

Klasifikasi Argulus sp. menurut Poly (2008) adalah sebagai berikut: Filum : Arthopoda Class : Maxillopoda Ordo : Arguloida

Famili : Argulidae Genus : Argulus sp.

Bentuk tubuh Argulus sp. berbentuk oval atau bulat pipih, tubuhnya dibagi menjadi tiga bagian yaitu Cephalothorax, thorax, dan abdomen. Ciri utama yang menonjol pada Argulus sp. adalah adanya sucker yang besar pada ventral. Sucker

merupakan modifikasi maxillae pertama dan berfungsi sebagai organ penempel utama pada Argulus sp. selain itu terdapat preoral dan probosis untuk melukai

(17)

II. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Maret - April 2013, bertempat di Laboratorium

Budidaya Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.

3.2 Alat dan Bahan Penelitian

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu alat ukur (ketelitian 0.1 cm),

timbangan digital (ketelitian 0,01), 1 set alat bedah, mikroskop cahaya, gelas objek, gelas penutup, alat untuk scraping (scappel), dan kamera. Bahan yang di

gunakan dalam penelitian ini yaitu 80 ekor ikan mas berukuran 10-13 cm, dan 80 ekor ikan maskoki berukuran 5-7 cm yang berasal dari luar Lampung dan asli dari Lampung, akuades, dan minyak cengkeh.

3.3 Metode Penelitian

Metode yang dipakai adalah survei langsung ke pedagang ikan yang memasok ikan dari luar Lampung, serta pembudidaya ikan yang ada di Lampung. Sampel

ikan mas dan ikan maskoki luar Lampung diperoleh dari pedagang ikan hias di Jalan Zainal Abidin. Pedagang ikan hias tersebut mendatangkan ikan dari daerah Jakarta, Bogor dan Depok. Sampel ikan mas asli Lampung diperoleh dari

pembudidaya ikan di daerah Pagelaran, Pringsewu. Sedangkan ikan maskoki yang asli dibudidayakan di Lampung diperoleh dari pembudidaya ikan maskoki di

(18)

pendederan, dimana pada fase tersebut daya imun ikan masih kurang sehingga

lebih rentan terjangkit parasit. Diani (1995) menyatakan ikan pada fase benih merupakan fase rawan terjadinya serangan parasit sehingga akan menurunkan

produksi benih ikan. Black and Pickering (1998) menambahkan bahwa pada fase pendederan ikan sangat rentan terhadap serangan parasit dan dapat mengakibatkan kematian.

Pengambilan ikan sampel dilakukan setiap seminggu sekali dalam waktu empat minggu, yaitu pada Maret-April 2013. Pengambilan sampel ikan dari toko di Jalan Zainal Abidin dilakukan setelah ikan baru didatangkan dari luar Lampung

sehingga kondisi lingkungan ikan masih sama seperti kondisi lingkungan awalnya. Ikan sampel dari masing-masing spesies diambil sebanyak 10 ekor untuk

setiap kali pengambilan sampel dan diambil secara random (acak). Selanjutnya, pemeriksaan ektoparasit pada ikan mas dan ikan maskoki meliputi pemeriksaan pada permukaan tubuh termasuk sirip, insang dan operkulum. Selain itu keadaan

lingkungan pemeliharaan ikan pun diamati mulai dari sumber air yang digunakan, perawatan ikan serta kondisi lingkungan sekitar kolam ikan.

3.4Prosedur penelitian

Prosedur yang dilakukan sebelum pemeriksaan parasit, ikan sampel harus

dipingsankan terlebih dahulu dengan cara memasukkan ikan ke dalam wadah yang telah diberi air dan minyak cengkeh. Kemudian diukur panjang total ikan

(19)

Prosedur pengamatan ikan terhadap infeksi ektoparasit dilakukan dengan cara

sebagai berikut:

1. Pengamatan in-situ dilokasi pengambilan sampel ikan meliputi

pengamatan pada kondisi luar tubuh ikan, yaitu sirip, mata, dan operkulum. Tujuannya yaitu untuk mendapatkan gambaran awal kondisi ikan.

2. Preparasi kerokan kulit dilakukan di laboratorium.

Sebelum ikan diperiksa, ikan harus diukur panjang dan bobotnya terlebih

dahulu, kemudian dipingsankan dengan menggunakan minyak cengkeh. Pengambilan lendir dengan menggunakan scapel dengan cara mengulas secara hati-hati dari ujung kepala hingga pangkal ekor. Mucus yang telah

terkumpul diusapkan di atas gelas objek dan ditutup dengan gelas penutup. Preparat diperiksa di bawah mikroskop dengan menggunakan perbesaran

terendah terlebih dahulu. Parasit yang ditemukan lalu diidentifikasi jenisnya dengan menggunakan buku identifikasi serta menghitung jumlah total parasit yang ditemukan.

3. Pengamatan parasit pada insang dilakukan dengan cara membuka tutup insang lalu diambil filamen insang dengan menggunakan pinset dan

gunting. Diambil potongan insang lalu diletakkan di atas gelas objek, kemudian ulas dengan hati-hati. Mucus yang telah terkumpul letakkan di atas gelas objek dan ditutup. Preparat diamati dengan mikroskop cahaya,

untuk parasit yang telah ditemukan lalu diidentifikasi dan dihitung jumlahnya. Identifikasi dilakukan dengan merujuk pada Kabata (1970);

(20)

3.5 Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dari pengamatan ektoparasit meliputi jenis parasit, dan jumlah ektoparasit yang ditemukan pada masing-masing ikan, kemudian ditabulasi dan dihitung keragamannya dengan menggunakan indeks

Shannon-Wiener (Maguran, 1988). Selain itu dihitung juga indeks keseragaman, indeks dominasi, tingkat serangan ektoparasit (intensitas), dan prevalensi (Cameron,

2002).

Prevalensi dan intensitas dihitung dengan menggunakan rumus:

Sedangkan intensitas parasit dihitung dengan menggunakan rumus berikut:

Indeks keanekaragaman dapat digunakan untuk mencirikan hubungan kelompok genus dalam komunitas. Indeks keanekaragaman yang dipergunakan adalah

indeks Shannon Wiener (Odum, 1971; Djahiyat, 2003). Rumus perhitungan indeks keragaman Shannon-Wiener (H’) menurut Maguran (1988) adalah:

Keterangan:

H’ : Indeks keanekaragaman Ln : Logaritma natural

n : Jumlah individu tiap jenis

N : Jumlah total individu seluruh jenis

Jumlah ikan yang terinfeksi

Prevalensi = X 100%

Jumlah sampel ikan yang diambil

Jumlah parasit yang ditemukan Intensitas =

(21)

Untuk mengetahui keseimbangan komunitas digunakan indeks keseragaman, yaitu

ukuran kesamaan jumlah individu antar spesies dalam suatu komunitas. Semakin mirip jumlah individu antar spesies (semakin merata penyebarannya) maka

semakin besar derajat keseimbangan (Insafitri, 2010). Rumus indeks keseragaman (e) diperoleh dari :

Keterangan:

e : Indeks kemerataan jenis parasit H’ : Indeks Keanekaragaman jenis parasit

S : Jumlah jenis

Indeks dominansi (C) digunakan untuk mengetahui sejauh mana suatu kelompok biota mendominansi kelompok lain. Semakin besar nilai indeks dominansi (C), maka semakin besar pula kecenderungan adanya jenis tertentu yang mendominasi

(Insafitri, 2010). Rumus Indeks dominasi (C) adalah:

Keterangan:

C : Indeks dominasi ni : Jumlah individu ke-i

(22)

IV. SIMPULAN DAN SARAN

4.1 Simpulan

Simpulan yang dapat diambil dari penelitian ini antara lain:

1. Ektoparasit yang ditemukan menginfeksi ikan mas dan ikan maskoki yang

berasal dari Lampung dan luar Lampung antara lain: Trichodina nobilis, Gyrodactylus sp. Trichodina reticulata, Dactylogyrus sp. Myxobolus sp. dan Ichthyophthirius sp.

2. Prevalensi ektoparasit pada ikan maskoki dan ikan mas yang berasal dari Lampung lebih tinggi dibanding prevalensi parasit ikan maskoki dan ikan

mas yang berasal dari luar Lampung.

3. Keragaman ektoparasit ikan maskoki luar Lampung lebih tinggi dari ikan maskoki asal Lampung.

4. Parasit yang paling mendominasi dari ikan maskoki dan ikan mas yang berasal dari Lampung dan luar Lampung adalah Trichodina nobilis.

4.2 Saran

Saran yang dapat diberikan berdasarkan penelitian ini adalah perlu dilakukan

penelitian serupa setelah diberi perlakuan pengobatan antiparasit pada ikan mas dan ikan maskoki yang diperjualbelikan di Lampung maupun ikan yang

(23)

DAFTAR PUSTAKA

Alifudin, M. Priyono, A. Nurfatimah, A. 2002. Inventarisasi parasit pada Ikan Hias yang dilalulintaskan di bandara soekarno-hatta, cengkareng, jakarta. Jurnal Aquaculture Indonesia.1; 123-127

Anshary, H. 2008. Tingkat Infeksi Parasit Pada Ikan Mas koi (Cyprinus carpio)

Pada Beberapa Lokasi Budidaya Ikan Hias Di Makassar dan Gowa.

Jurnal Sains dan Teknologi. Makassar

Axelrod, H. R. dan W. Vorderwinkler. 1986. Encyclopedia of Tropical Aquarium Fishes. T. F. H. Publications. Neptune, New Jersey

Baticados, L., E.R. Cruz-lacierda, de la Cruz, R.C. Duremdez-Fernandez, et al., 1989. Disease of Penaeid Shrimps in the Philippines. Aqua Culture Department Southeast Asian Fisheries Development Center. hal 18 – 20.

Bauer, O. N.1970. Relationship Between Host Fishes and Their Parasites. In Dogiel, V. A,. G. Petrushevski and Y. I. Polyanski (Eds). Parasitology of Fishes. T.F.H. Publication, Inc., Hongkong. p: 84-103

Basson, L., Van AS, JG. and Paperna, I., 1983. Trichodinid ectoparasites of cichlid and cyprinid fishes in South Africa and Israel. Systematic Parasitology. 5; 245-257.

Black, K. D. Dan A. D., Pickering. 1998. Biology of Farmed Fish. CRC Press, Canada

Broeg, K., Zanders, A. Diamant, W.Koerting, G.Kruener, R.Paperna and H.von Westernhagen. 1999. The Use Of Fish Metabolic, Pathological And Parasitologicalindices In Polutan Monitoring. Marine Research. 53; 171-194

Cameron, A. 2002.Survey Toolbox Aquatic Animal Disease.A Practical Manual

and Software Package. ACIAR Monograph No. 94.

Cone D.K., Arthur R., Bondad-Reantaso M.G.1995. Description Of Two Ne Species Of Gyrodactylus Von Nordmann, 1832 (Monogenea) From Cultured Nile Tilapia, Tilapia Nilotica (Cichlidae), in the Philippines. 62; 6–9.

Dana. D dan S.L. Angka., 1990. Masalah Penyakit Parasit dan Bakteri pada Ikan Air Tawar Serta Cara Penanggulangannya. Prosiding seminar II

Penyakit Ikan dan Udang. BPPAT. Pusat Penelitian dan Pengembangan

(24)

Djahiyat, Y. Djalinda S. Hamdani H. 2003. Struktur Komunitas Ikan Karang di Daerah Transplantasi Karang Pulau Pari, Kepulauan Seribu. Jurnal Ikhtiologi Indonesia.3; hal 87-90

Dogiel, V.A., G.K. Petrushevski & Y.I. Polyanski (Eds). 1970. Parasitology of Fishes. T.F.H. Publ. ncl. Ltd., Hongkong. p: 384

Dove, ADM. and Donoghue, PJO., 2005. Trichodinids (Ciliophora:

Trichodinidae) from Native and Exotic Australian Freshwater Fishes. Acta Protozoologica. 44; 51-60.

Grabda, J. 1991. Marine Parasitology. Polish Scientific Publishers. Poland

Grzimek, B.1973. Grzimek’s Animal encyclopedia. Fishes I-II. Van Nostrand. Reinhold Company. Vol 4

Handayani, E., Desrina, D. Rukmono, dan A. Azizah. 2004. Keragaman Ektoparasit Pada Ikan Hias Air Laut yang Dilalulintaskan Melalui Stasiun Karantina Ikan Ngurah Rai Bali. Makalah Prosiding Seminar Penyakit ikan dan Udang IV

Hoffman, G.L. 1967. Parasites of North American Freshwater Fishes. University of California Press, Berkeley and Los Angeles

Huet, M. 1971. Text Book of Fish Culture Breeding and Cultivation of Fish Fishing (New Book) Ltd. London.

Insafitri. 2010. Keanekaragaman, Keseragaman, dan Dominansi Bivalvia di Area

Buangan Lumpur Lapindo Muara Sungai Porong. Jurnal Kelautan.

Universitas Trunojoyo. 3; 54-57

Irianto, A. 2005. Patology Ikan Teleostei. Universitas Terbuka Press. Jakarta. Jasin, Maskoeri. 1992. Zoologi Invertebrata. Surabaya : Sinar Wijaya

Kabata,Z. 1985. Parasites and Diseases of Fish Cultured in the Tropics. Taylor And Francis, London and Philadelphia

Kordi, K. 2004. Penanggulangan Hama dan Penyakit Ikan. PT Rineka Cipta dan PT Bina Adiaksara. Jakarta. 194 hal.

Krebs, C.J. 1985. Ecology: The Experimental Analysis of Distributions and

Abundance. Ed. New York: Harper and Row Publishers. pp:654

(25)

S.sarig (Eds.). fish culture in Warm water System : Problem and trends. CRC Press, Inc. Boca raton, Florida. P: 195-196; 199-210

Lightner, D.V. (Ed.). 1996. A Handbook of Shrimp Pathology and Diagnostic Procedures for Diseases of Cultured Penaeid Shrimp. The World Aquaculture Society. Batonn Rouge, Lousiana, USA.

Lom, J. 1995. Trichodinidae and other ciliates (Phylum Ciliphora). p: 229-257. In Fish Diseases Disorders Protozoa, metazoan, infections. Edited by P.T.K. Woo, Department of Zoology, University of Guelph, Canada. Cab International, Canada

Lovell, 1988. Nutrition and feeding of fish. Van nostrand Reinhold Now York. 260 p.

Magurran, A.E. 1988. Ecologycal Divercity and Its Measurement. Princeton Univercity Press. New Jursey

Mayden, R.L., Tang, K.L., Conway, K.W., Freyhof, J., Chamberlain, S., Haskins, M., Schneider, L., Sudkamp, M., Wood, R.M., Agnew, M., Bufalino, A., Sulaiman, Z., Miya, M., Saitoh, K., He, S., 2007. Phylogenetic relationships of Danio within the order Cypriniformes: a framework for comparative and evolutionary studies of a model species. J. Exp. Zool., B Mol. Dev. 308; 642–654.

Michael, P. 1984. Metode Ekologi Untuk Penyelidikan Lapangan dan Laboratorium. Penerjemah : Yanti R, Koestoer, Jakarta : UI Press. Jakarta.

Moller, H and Anders .K. 1986. Disease and parasites of marine fishes.Verlag Moller. Kiel, Germany. p: 365

Nelson, J.S., 1994. Fishes of the World. John Wiley and Sons, Inc., New York. p; 524

Noble, E.R., G.A. Noble, G.A Schad & A.J. McInnes 1989. Parasitology. The Biology of Animal Parasites. 6th Edition. Lea & Febiger, Philadelphia London

Noga, E. J. M. S,. O. V. M. 1996. Fish Disease Diagnosis and Treatment.

Department of Companion Animal and Species Medicine. North

Carolina State University

(26)

Poly, W.J. 2008. Global diversity of fishlike (crustacean: Branchiura: Argulidae) in Fresh water. Hydrobiologia 1; 209-212

Prasetya, D, Rokhmani, Subadrah. 2004. Kekayaan Jenis Ektoparasit yang

menyerang ikan Gurami (Osphernomus gouramy. Lac)Tahap

Pendederan I dan II dengan pemeliharaan secara Tradisional Prosiding seminar IV penyakit ikan dan udang. Balai Penelitian Perikanan Air Tawar, Pusat penelitian dan pengembangan Perikanan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor

Rokhmani. 2009. Keragaman dan tingkat serangan ektoparasit pada Gurame (O.gourany Lac.) tahap pendederan 1 dengan ketinggian lokasi pemeliharaan yang berbeda. Jurnal Biotika. 7 ; 87-93

Rukyani, A. 1996. Jenis Penyakit Udang Dan Tambak dan Cara Pengendaliannya. Makalah aplikasi paket teknologi pertanian. BIP Bandung. Hal 17

Saanin. 1984. Taksonomi dan kunci Identifikasi Ikan. Penerbit Bina Cipta. Bogor. Sachlan, M. 1952. Notes on Parasites of Freshwater Fishes in Indonesia. Balai

Penyelidikan Perkanan Darat, Jakarta-Bogor, Indonesia. No.2 Santoso. 1993. Budidaya Ikan Mas. Yogyakarta

Scholz, T. 1999. Parasite in Cultured and Feral Fish. Veterinary Parasitology

Setyadi, G. 1994. Parasit pada Ikan Botia macracantha Bleeker yang Melalui Stasium Karantina Ikan bandara Soekarno-Hatta. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hal: 39

Sinderman, C. J. 1990. Principal Disiases of Marine Fish and Shell Fish. Vol.1. Diseases of Marine Fish. Academis Press. London.

Sommervile, C. 1998. Parasites of Farmed Fish. Dalam Bology of Farmed Fish ed. K.D. Black dan A.D. Pickering. Sheffield Academic Press : 146-179.

Tarwiyah. 2001. Pedoman Teknis Penanggulangan Penyakit Ikan Budidaya Laut. Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. 6-9 hal

Thonguthai.1997. Disease of the freshwater Prawn. Microbachium rosenbergii. AAHRI Newsletter Article

(27)

Criteria. Bio.Science: p:18

Walker, P. 2005. Problematic Parasites, Department Animal Of Ecology and Echophysiology Redboud University Nijmegen. Netherlands

Windarto, R. Adiputra, Y.T. Wardiyanto. Efendi, E. 2013. Keragaman Karakter Morfologi Antara Trichodina nobilis dan Trichodina reticulata pada Ikan Komet (Carrasius auratus).e-Jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan. 1;121-123

Gambar

Gambar 1. Diagram Alir Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Sulfonasi adalah suatu reaksi untuk memodifikasi bahan polimer yang memiliki cincin aromatik sebagai rantai utama nya.karena sulfonasi termsuk kedalam reaksi elektrofilik maka

Paparkan  sumber  data  untuk   eksperimen

Peneliti, menggunakan pendekatan kuantitatif. Subjek penelitian sebanyak 53 responden. Pengumpulan data menggunakan instrumen kuesioner untuk mengumpulkan data perhatian orang

Sebagaimana pernyataan responden: Keadaan masyarakat muslim dalam membangun kebersamaan umat beragama lain, mengisyaratkan bahwa kebersamaan merupakan sesuatu yang sangat pen- ting

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Munif (1997) yang menyatakan bahwa Bti Cair SH-14 pada dosis terendah (208g/m 2 ) mampu membunuh larva sampai dengan satu

3) Strategi produk dengan membuat paket-paket yang menarik perhatian tamu untuk menginap dengan harga khusus dan fasilitas khusus. Paket- paket ini dapat merupakan inovasi

Di Indonesia beberapa virus yang menyerang ubi jalar telah dilaporkan, seperti SPFMV dan SPCSV di Jawa Barat dan Jawa Timur dengan gejala berupa pemucatan tulang daun dan

Perendaman benih cabai besar varietas Hot Chilli F1 menggunakan Pseudomonas kelompok fluorescens SKM2 dengan waktu inokulasi yang berbeda menunjukkan pengaruh nyata